Interaksi Nusantara dengan Eropa 1511-1942 ; Sebuah Refleksi 1 Oleh : Fahmi Irhamsyah 2 Pendahuluan Lombard (2000:11—39) dalam buku Nusa Jawa: Silang Budaya, Kajian Sejarah Terpadu; menyatakan bahwa selama ini nusantara telah mendapat pengaruh dari budaya- budaya besar dunia seperti India, Cina, Islam, dan Barat. Kesemuanya mempengaruhi corak budaya Indonesia. Khusus pengaruh dari Barat, wilayah eropa adalah wilayah yang paling mempengaruhi budaya di nusantara. Kedatangan mereka pun memiliki latar belakang Sejarah yang cukup menarik untuk diulas. Kedatangan orang-orang eropa di nusantara disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah Jatuhnya wilayah Konstantinopel pada kelompok Islam dibawah pimpinan Muhammad Al Fatih pada tahun 1453. Hal ini memberikan dampak yang luas bagi lalu lintas perdagangan dunia, sebab dengan dikuasainya wilayah tersebut oleh kelompok Islam, kelompok Kristen tidak bisa lagi melakukan transaksi perdagangan sebagaimana biasanya. Blokade ekonomi ini mengakibatkan terjadinya kenaikan harga rempah-rempah di Eropa. Terdorong oleh motif ekonomi untuk mencari wilayah penghasil rempah-rempah dan spirit Reconquista yang muncul akibat perang salib, maka Spanyol dan Portugal dibawah pimpinan Paus Alexander VI melakukan pengusiran secara besar-besaran pada bangsa moor (Islam) dari Semenanjung Iberia serta melakukan Perjanjian Tordesillas pada tahun 1494. Melalui perjanjian ini Gereja membagi dunia menjadi dua bagian, garis demarkasi dalam perjanjian Tordesillas mengikuti lingkaran garis lintang dari tanjung Verde yang melampaui dua kutub bumi. Dalam perjanjian ini Spanyol mendapatkan benua Amerika, sedangkan Portugis mendapatkan benua Afrika dan India hingga akhirnya kelak mereka bertemu di wilayah nusantara tepatnya Maluku atau saat ini lebih dikenal dengan provinsi Maluku utara. Kedatangan Portugis pada tahun 1511 di Malaka dan 1512 di wilayah Maluku Utara menimbulkan konflik baru dengan Spanyol sehingga muncullah perjanjian Saragosa yang kemudian mengatur kembali garis demarkasi baru, perjanjian ini mengakibatkan Spanyol meninggalkan nusantara dan menuju Philipina. Dalam ekspedisi yang dilakukan oleh Portugis terdapat beberapa warga negara Belanda yang ikut serta, diantaranya adalah Jan Huygen Van Linschoten. Dengan 1 Ditulis dalam rangka memenuhi tugas Mata Kuliah Sejarah Nasional Indonesia. Dosen : Prof. Dr. Asmaniar Z. Idris dan Dr. Abdul Syukur, M.Hum 2 Mahasiswa Pascasarjana UNJ Jurusan Sejarah
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Interaksi Nusantara dengan Eropa 1511-1942 ; Sebuah Refleksi1
Oleh : Fahmi Irhamsyah2
Pendahuluan
Lombard (2000:11—39) dalam buku Nusa Jawa: Silang Budaya, Kajian Sejarah
Terpadu; menyatakan bahwa selama ini nusantara telah mendapat pengaruh dari budaya-
budaya besar dunia seperti India, Cina, Islam, dan Barat. Kesemuanya mempengaruhi corak
budaya Indonesia. Khusus pengaruh dari Barat, wilayah eropa adalah wilayah yang paling
mempengaruhi budaya di nusantara. Kedatangan mereka pun memiliki latar belakang Sejarah
yang cukup menarik untuk diulas.
Kedatangan orang-orang eropa di nusantara disebabkan oleh beberapa faktor,
diantaranya adalah Jatuhnya wilayah Konstantinopel pada kelompok Islam dibawah
pimpinan Muhammad Al Fatih pada tahun 1453. Hal ini memberikan dampak yang luas bagi
lalu lintas perdagangan dunia, sebab dengan dikuasainya wilayah tersebut oleh kelompok
Islam, kelompok Kristen tidak bisa lagi melakukan transaksi perdagangan sebagaimana
biasanya. Blokade ekonomi ini mengakibatkan terjadinya kenaikan harga rempah-rempah di
Eropa.
Terdorong oleh motif ekonomi untuk mencari wilayah penghasil rempah-rempah dan
spirit Reconquista yang muncul akibat perang salib, maka Spanyol dan Portugal dibawah
pimpinan Paus Alexander VI melakukan pengusiran secara besar-besaran pada bangsa moor
(Islam) dari Semenanjung Iberia serta melakukan Perjanjian Tordesillas pada tahun 1494.
Melalui perjanjian ini Gereja membagi dunia menjadi dua bagian, garis demarkasi dalam
perjanjian Tordesillas mengikuti lingkaran garis lintang dari tanjung Verde yang melampaui
dua kutub bumi. Dalam perjanjian ini Spanyol mendapatkan benua Amerika, sedangkan
Portugis mendapatkan benua Afrika dan India hingga akhirnya kelak mereka bertemu di
wilayah nusantara tepatnya Maluku atau saat ini lebih dikenal dengan provinsi Maluku utara.
Kedatangan Portugis pada tahun 1511 di Malaka dan 1512 di wilayah Maluku Utara
menimbulkan konflik baru dengan Spanyol sehingga muncullah perjanjian Saragosa yang
kemudian mengatur kembali garis demarkasi baru, perjanjian ini mengakibatkan Spanyol
meninggalkan nusantara dan menuju Philipina.
Dalam ekspedisi yang dilakukan oleh Portugis terdapat beberapa warga negara
Belanda yang ikut serta, diantaranya adalah Jan Huygen Van Linschoten. Dengan
1 Ditulis dalam rangka memenuhi tugas Mata Kuliah Sejarah Nasional Indonesia. Dosen : Prof. Dr. Asmaniar Z. Idris dan Dr. Abdul Syukur, M.Hum 2 Mahasiswa Pascasarjana UNJ Jurusan Sejarah
pemahamannya yang baik terhadap peta pelayaran Portugis ke Nusantara, Jan Huygen
berinisiatif menulis dan menerbitkan sebuah buku pada tahun 1595 tentang pedoman
perjalanan ke timur yang ia beri judul Itinerario naer Oost ofte Portugaels Indien. Buku ini
laku keras di eropa saat itu dan memberikan inspirasi kepada banyak negara untuk turut
melakukan pelayaran menuju nusantara, diantaranya adalah negara asal Jan Huygan Van
Linschoten yaitu Belanda.
Berbekal buku tersebut dan pengetahuan tentang pelayaran yang dimilikinya maka
Pada 2 April 1595 berangkatlah sebuah ekspedisi di bawah pimpinan Cornelis de Houtman
seorang Belanda yang telah lama bekerja pada Portugis di Lisbon. Tercatat ada empat buah
kapal yang ikut dalam ekspedisi mencari “Kepulauan Rempah-rempah” ini yaitu: Amsterdam,
Hollandia, Mauritius dan Duyfken. Belum ada informasi yang jelas mengenai jumlah awak
kapal sebenarnya yang turut serta dalam ekspedisi ini, namun Vlekke dalam buku Nusantara
sejarah Indonesia menyatakan bahwa sejak awal pelayaran penyakit sariawan telah merebak
di kalangan awak kapal akibat kurangnya bahan makanan. Pertengkaran di antara para
kapten kapal dan para pedagang menyebabkan beberapa orang terbunuh atau dipenjara di atas
kapal. Di Madagaskar, di mana sebuah perhentian sesaat direncanakan, masalah lebih lanjut
menyebabkan kematian lagi, dan kapal-kapalnya bertahan di sana selama enam bulan
sehingga kini wilayah tersebut dikenal dengan nama pemakaman Belanda3. Rombongan
Belanda ini Akhirnya tiba di Banten pada 27 Juni 1596 dengan jumlah seluruh awak yang
selamat sebanyak 249 awak.
Kisah tentang perjalanan bangsa Portugis, Spanyol, Belanda dan kemudian disusul
oleh Prancis serta Inggris sudah sangat banyak dimuat oleh berbagai buku, namun belum
banyak sejarawan yang merefleksikan tentang bagaimana dampak serta pengaruh hubungan
yang terjadi antara nusantara dengan eropa. Oleh karenanya makalah ini akan mencoba
melakukan analisis mendalam terkait dengan interaksi antara Nusantara dengan Eropa pada
kurun waktu 1511 hingga 1942.
Wilayah yang menjadi Fokus dalam makalah ini adalah wilayah-wilayah yang pernah
diduduki oleh masyarakat eropa. Tahun 1511 dipilih sebagai batasan awal kedatangan bangsa
Portugis di Malaka, sedangkan 1942 dipilih sebagai batasan akhir sebab pada tahun ini
Belanda menyerahkan “estafet penjajahan” di wilayah Nusantara pada Jepang. Makalah ini
akan coba merefleksikan apakah terdapat pengaruh eropa yang muncul di nusantara akibat
3 http://www.asal-usul.com/2009/04/cornelis-de-houtman.html di unduh pada 14 oktober 2014 pukul 19.00
interaksi selama kurun waktu tersebut? Ataukah Ada pengaruh Nusantara yang kemudian
menimbulkan budaya baru bagi masyarakat eropa yang masih berlangsung hingga saat ini?
Pengaruh Portugis di Nusantara
Pendudukan Portugis di Malaka pada 1511 menurut Vlekke telah menimbulkan
polarisasi pada beberapa kerajaan bercorak Islam di Nusantara. Sebab pertempuran yang
terjadi antara Portugis dengan Malaka yang kemudian dicampuri oleh serangan-serangan
yang dilakukan oleh Demak dan kerajaan Aceh membuat jumlah pemeluk Islam kian banyak.
Kenaikan pemeluk Islam ini menurut Vlekke tidak hanya disebabkan oleh daya tarik Islam
yang disebarkan dengan kedamaian dan tidak mengenal sistem kasta saja, tapi juga
disebabkan permasalahan politik antara berdamai dengan Portugis atau bekerja sama dengan
Johor juga Aceh dan Demak yang berarti memilih antara Kristen dan Islam. Pilihan untuk
bergabung dengan Islam juga muncul sebagai bentuk “kesadaran kolektif” atas kesalahan
Alburquerque yang langsung membangun Benteng Portugis di Malaka dan mengahancurkan
kuburuan muslim dalam rangka memperoleh bahan bangunan serta menghukum mati para
pedagang Jawa dengan tuduhan menentang pemerintahan Portugis.4
Kerja sama Portugis dengan Ternate pada tahun 1512 merupakan salah satu kasus
yang unik untuk dikaji, sebab kerja sama tersebut ternyata bukanlah tanpa masalah sebab
Ternate yang Muslim dan merupakan salah satu musuh utama Katolik Portugis disaat yang
bersamaan justru bekerja sama dengan para perwira Portugis dalam rangka memerangi “duet”
Tidore dan Spanyol. Vlekke menyatakan bahwa dalam peristiwa tersebut sesungguhnya
banyak misionaris yang memprotes kebijakan para perwira Portugis, namun bayang-bayang
keuntungan dari kerja sama yang menghasilkan kebijakan Monopoli Cengkeh membuat para
perwira portugis mengabaikan protes para misionaris. Dari peristiwa ini dapatlah kita ambil
sebuah kesimpulan bahwa dibandingkan dengan misi Gospel (penyebaran Agama) misi
mendapatkan kekayaan (Gold) rasanya lebih Portugis dahulukan sebab menurut Vlekke rata-
rata Portugis mendapatkan keuntungan sebesar 2500 persen dalam tiap transaksi cengkeh di
Eropa.5
Dalam rangka memaksimalkan pendudukan Portugis di Nusantara berbagai hal
dilakukan diantaranya dengan mempelajari bahasa Melayu yang digunakan oleh penduduk
nusantara saat itu. Dalam pembelajaran ini menurut Collins Portugis beruntung sebab
Antonio Pigafetta pada tahun 1522 pernah menyusun sebuah Kamus kecil berbahasa Italia-
4 Bernard H.M. Vlekke, Nusantara Sejarah Indonesia (Jakarta : Gramedia, 2008), h. 99. 5 Ibid., h. 113.
Melayu yang kemudian diterbitkan di eropa. Kamus ini juga bertransformasi dengan berbagai
bahasa Asing lainnya seperti Latin-Melayu dan Prancis-Melayu6.
Pengetahuan dasar tentang bahasa Melayu ini kemudian dimanfaatkan oleh para
misionaris dalam rangka menyebarkan pemahaman Kristennya kepada penduduk. Kita pun
kemudian mengenal Javier seorang Misionaris yang pertama kali menerjemahkan perjanjian
lama ke dalam bahasa Melayu. Misionaris yang masuk berbondong-bondong ke kawasan
nusantara7 ini kemudian memaksimalkan Injil berbahasa Melayu tersebut dalam tiap moment
dan pertemuan sehingga Bahasa Portugis cukup banyak mempengaruhi Bahasa Melayu,
wajar Jika Adeelar kemudian menyatakan bahwa Bahasa Portugis adalah salah satu bahasa
yang paling mempengaruhi kekayaan bahasa Melayu selain Bahasa Sansekerta dan Bahasa
Arab.8
Ada beberapa kata dalam Bahasa Indonesia yang merupakan kata serapan dari Bahasa
Portugis diantaranya :
Masuknya Portugis ke Nusantara juga membawa dampak baru, yaitu masuknya bahasa Latin
ke Nusantara sehingga Aksara Latin ini mulai mampu mengubah Aksara Arab- Pegon yang
merupakan Aksara Khas Bahasa Melayu.
6 James T. Collins, Bahasa Melayu bahasa Dunia Sejarah Singkat (Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 2005), h. 22. 7 Menurut Vlekke data tentang Jumlah penganut Katolik yang masuk ke Roma pada tahun 1522 adalah 70.000 orang, banyaknya jumlah ini mengakibatkan Gereja Katolik cukup sering mengirimkan Misionaris ke Nusantara
khususnya wilayah Timur Indonesia dibawah koordinasi Franciscus Xaverius 8 K. Alexaner Adeelar, Bahasa Melayik purba rekonstruksi fonologi dan sebagian dari leksikon dan mo rfologi (Jakarta : Pembinaan dan pengembangan Bahasa, 1994), h. 312.
No Bahasa Indonesia Bahasa Portugis
1 Bangku Banco
2 Bendera Bandaira
3 Biola Viola
4 Boneka Boneca
5 Garpu Garfo
6 Meja Mesa
Pengaruh Belanda di Nusantara
Pada bagian sebelumnya penulis telah membicarakan tentang pengaruh Portugis di
Nusantara, lalu apakah ada pengaruh Nusantara di Eropa? Jelas ada, pengetahuan orang-
orang eropa tentang bahasa Melayu muncul dari interaksi yang terjadi antara masyarakat di
Nusantara dengan orang-orang Eropa. Salah satu karya penting yang harus diungkap adalah
karya dari Frederick de Houtman, adik Dari Cornelis De Houtman. Apa karya De Houtman
yang kemudian secara tidak langsung membawa pengaruh Nusantara di Eropa? Dan
bagaimana proses terciptanya?
Cornelis De Houtman memang sempat berlabuh di Banten, pada awalnya ia diterima
dengan baik oleh masyarakat Banten saat itu. Namun sikap angkuh yang dimunculkan oleh
De Houtman membuat masyarakat geram sehingga waktu kunjungan De Houtman tidaklah
lama. Selanjutnya De Houtman memutar kemudi dan mengunjungi wilayah lainnya. salah
satu wilayah yang dikunjungi adalah Kesultanan Aceh Darussalam yang saat itu berada
dibawah pemerintahan Sultan Alaaddin Riayat Syah al-Mukammil (1588-1604).
Dalam perjalanan ini De Houtman ditemani oleh awak kapal termasuk saudaranya
yang bernama Frederick de Houtman. Tujuan utama perlayaran tersebut adalah untuk
mewakili Belanda dalam urusan perniagaan dan perdagangan rempah. Menurut Linehan, de
Houtman belayar ke tanah Melayu pada tanggal 23 Maret 1598 dengan disertai dua buah
kapal yang dinamai ‘Lion and Liones’ dan memasuki perairan Aceh, tepatnya Pulau Weh,
pada 21 dan atau 26 Juni 1599 (Harun Aminurrasyid, 1966:124; G.W. J. Drenes, 1979: 10).
Aceh merespon kedatangan Belanda dengan penyerangan, saat itu Kesultanan Aceh
memerintahkan Laksamana Keumalahayati untuk menangkap awak kapal de Houtman.
Dalam penyerangan ini beberapa awak kapal terbunuh dan sisanya dimasukkan ke dalam
penjara termasuk Adik dari Cornelis De Houtman, yaitu Frederick De Houtman. Frederick de
Houtman dan beberapa awak kapal yang hidup menjadi tawanan Kesultanan Aceh sejak
tahun 1599 hingga 1601. Pada saat menjadi Tahanan inilah De Houtman membuat sebuah
Kamus bahasa Melayu-Belanda.
De Houtman hanya 24 Bulan berada dalam tahanan Aceh, sebab Ia ditebus oleh
saudagar-saudagar Belanda seperti Laurence Bicker dan Gerard Le Roy yang khusus dikirim
oleh Pangeran Maurice. Melalui utusan ini, Pangeran Maurice meminta Sultan al-Mukammil
untuk membebaskan Frederick dan tahanan Belanda lainnya sekaligus memulai urusan
perniagaan secara resmi dengan kesultanan Aceh Darussalam. Permintaan tersebut
dikabulkan Sultan kemudian mengutus Abdul Samad, Laksamana Sri Muhammad, dan
bangsawan Mir Hasan ke Belanda pada 29 November 1601 dan tiba pada 6 Juli 1602.
Pertanyaan yang patut kita ajukan adalah bagaimana bisa seorang tahanan dapat
menghasilkan sebuah karya yang sangat ilmiah dari balik jeruji? Salah satu kemungkinannya
adalah - sebagaimana Frederick de Houtman menulis dalam bukunya- bahwa beliau bertemu
dengan Syeikh Shamsuddin as-Sumatrani yang saat itu memegang tempat dan tanggung
jawab penting di istana mengingat kondisi umur Sultan al-Mukammil yang memerintah saat
itu terbilang tua untuk mampu mengurus administrasi kerajaan (Takeshi 1984: 84).
Maka bukankah masuk akal jika tokoh-tokoh Aceh terkemuka seperti Syamsuddin
As-Sumatrani atau tokoh-tokoh lainnya ikut menyumbangkan kontribusi dalam persiapan
kamus tersebut?. Apakah mungkin tanpa keterlibatan masyarakat pribumi, Frederick, seorang
yang dipenjarakan, mampu melahirkan hasil karya yang tergolong sangat ilmiah. Suatu hal
yang logis jika saya menyebutkan adanya komunikasi formal antara Frederick de Houtman
dengan para cendikiawan Aceh. Karena meskipun ia berstatus tahanan di Bandar Aceh, ibu
kota Kesultanan Aceh saat itu, kesultanan Aceh tentunya telah bersikap dan melayani
persoalan-persoalan Frederick secara manusiawi. Atau bisa dikatakan juga bahwa orang Aceh
tidak sekedar menerima Frederick sebagai yang bersalah tetapi lebih dari seorang tamu yang
membutuhkan bantuan, termasuk dalam proses pengumpulan kosa kata bahasa Melayu-
Belanda. Patut diakui pula bahwa orang Aceh, sebagaimana yang banyak disebutkan dalam
sumber-sumber sejarah, meminta Frederick untuk menganut Islam dikarenakan berbagai
alasan, termasuk untuk bekerjasama dengannya dalam menyelesaikan kamus Melayu-
Belanda tersebut. Bagaimanapun juga, tak ada sumber tertentu yang menyatakan adanya
campur tangan secara langsung.
Setelah de Houtman diperbolehkan pulang ke negeri asalnya, ia menyusun kembali
rekaman-rekaman tertulisnya yang kemudian berhasil diterbitkan di Amsterdam dengan tajuk
“Spraeck de woordboek in de Maleysche en de Madagaskarse Talen (Grammar and
Dictionary of the Malayan and Malagasy Languages)” pada tahun 1603. Karya ini dikatakan
menarik karena memuat 12 bentuk percakapan dan dialog dalam bahasa Melayu, 3 bentuk
dialog dalam bahasa Malagasi dan lebih dari 2000 kosa kata Melayu-Belanda atau Belanda-
Malagasi. (Dasgupta 1962:68)
Catatan A.W. Hamilton dalam artikelnya yang bertajuk “The First Dutch-Malay
Vocabulary”, menyebutkan bahwa kamus tersebut pada awalnya tidak disertai dalam bahasa
Inggris tapi hanya bergantung pada karakter huruf versi de Houtman. Contohnya, arijs,
adalah ejaan Melayu de Houtman yang diterjemahkan ke dalam bahasa Belanda, den dach.
The day adalah penambahan dalam bahasa Inggris yang artinya adalah hari. Contoh lainnya
adalah baccar, dalam bahasa Belanda verbranden, to burn adalah penambahan terjemahan
dalam bahasa Inggris yang artinya dalam bahasa Melayu kini, bakar.
Kosa kata yang telah ditulis oleh de Houtman merupakan kosa kata umum yang
digunakan dalam perniagaan. Kamus Melayu de Houtman ini telah disusun dan
diterjemahkan ke dalam bahasa Latin oleh Magister Gothard Arthus dan diterbitkan di
Cologne, Jerman, pada tahun 1608 (Harun Aminurrasyid, 1966:126). Karya tersebut
kemudian disusun kembali oleh Albert Ruyl yang dicetak dengan judul Spieghel van de
Malaysche Tale (Mirror of the Malay Language). Disusul oleh Agustine Spalding yang
menerjemhakannya ke dalam bahasa Inggris (Teeuw, 1961: 14). Hingga tahun 1673, kamus
de Houtman mengalami pencetakan kembali.
Meskipun tidak begitu banyak sumber yang menyebutkan perjalan hidup Frederick,
terbukti bahwa pelantikannya sebagai Gubernur Ambon yang terjadi pada tahun 1605 dan
pengankatannya sebagai staf ahli Hindia Belanda timur pada tahun 1619 hingga 1623 adalah
hasil kejayaan kamus Melayu-Belanda tersebut. Setelah beliau meninggal dunia pada tahun
1627, karya lainnya yang berjudul Dictionarium ofte Woord -en Spraeckboek in de
Maleysche Tale… op Nieuw Vermeerdert diterbitkan pada tahun 1680 di Amsterdam.
Jan Huygen van Linschoten. Pada tahun 1595 dia menerbitkan buku berjudul
Itinerario naer Oost ofte Portugaels Indien, Pedoman Perjalanan ke Timur atau
Hindia Portugis, yang memuat berbagai peta dan deksripsi amat rinci mengenai jalur
pelayaran yang dilakukan Portugis ke Hindia Timur, lengkap dengan segala
permasalahannya.
Buku itu laku keras di Eropa, namun tentu saja hal ini tidak disukai Portugis. Bangsa
ini menyimpan dendam pada orang-orang Belanda. Berkat van Linschoten inilah,
Belanda akhirnya mengetahui banyak persoalan yang dihadapi Portugis di wilayah
baru tersebut dan juga rahasia-rahasia kapal serta jalur pelayarannya.
Para pengusaha dan penguasa Belanda membangun dan menyempurnakan
armada kapal-kapal lautnya dengan segera, agar mereka juga bisa menjarah dunia
selatan yang kaya raya, dan tidak kalah dengan kerajaan-kerajaan Eropa lainnya.
Pada tahun 1595 Belanda mengirim satu ekspedisi pertama menuju Nusantara yang
disebutnya Hindia Timur. Ekspedisi ini terdiri dari empat buah kapal dengan 249
awak dipimpin Cornelis de Houtman, seorang Belanda yang telah lama bekerja pada
Portugis di Lisbon. Lebih kurang satu tahun kemudian, Juni 1596, de Houtman
mendarat di pelabuhan Banten yang merupakan pelabuhan utama perdagangan
lada di Jawa, lalu menyusur pantai utaranya, singgah di Sedayu, Madura, dan
lainnya. Kepemimpinan de Houtman sangat buruk.
Dia berlaku sombong dan besikap semaunya pada orang-orang pribumi dan juga
terhadap sesama pedagang Eropa. Sejumlah konflik menyebabkan dia harus
kehilangan satu perahu dan banyak awaknya, sehingga ketika mendarat di Belanda
pada tahun 1597, dia hanya menyisakan tiga kapal dan 89 awak. Walau demikian,
tiga kapal tersebut penuh berisi rempah-rempah dan benda berharga lainnya.
Orang-orang Belanda berpikiran, jika seorang de Houtman yang tidak cakap
memimpin saja bisa mendapat sebanyak itu, apalagi jika dipimpin oleh orang dan
armada yang jauh lebih unggul. Kedatangan kembali tim de Houtman menimbulkan
semangat yang menyala-nyala di banyak pedagang Belanda untuk mengikut
jejaknya. Jejak Houtman diikuti oleh puluhan bahkan ratusan saudagar Belanda
yang mengirimkan armada mereka ke Hindia Timur.
Dalam tempo beberapa tahun saja, Belanda telah menjajah Hindia Timur dan hal itu
berlangsung lama hingga baru merdeka pada tahun 1945.
Pada permulaan abad Pertengahan, orang-orang Eropa sudah mengenal hasil bumi dari dunia
Timur, terutama rempah-rempah dari Indonesia. Dengan jatuhnya Konstantinopel ke tangan
Turki Usmani (1453) mengakibatkan hubungan perdagangan antara Eropa dan Asia Barat
(Timur Tengah) terputus. Hal ini mendorong orangorang Eropa mencari jalan sendiri ke
dunia Timur untuk mendapatkan rempah-rempah yang sangat mereka butuhkan. Melalui
penjelajahan samudra, akhirnya bangsa-bangsa Barat berhasil mencapai Indonesia.
Faktor-faktor yang mendorong bangsa-bangsa Barat pergi ke dunia Timur, antara lain sebagai
berikut.
1. Dikuasainya rute dan pusat-pusat perdagangan di Timur Tengah oleh orang-orang
Islam.
2. Adanya kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, yaitu dengan ditemukan
peta dan kompas yang sangat penting bagi pelayaran.
3. Adanya keinginan untuk mendapatkan rempah-rempah dari daerah asal sehingga
harganya lebih murah dan dapat memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya.
4. Adanya keinginan untuk melanjutkan Perang Salib dan menyebarkan agama Nasrani
ke daerah-daerah yang dikunjungi.
5. Adanya jiwa petualangan sehingga menggugah semangat untuk melakukan
penjelajahan samudra.
Masuknya Bangsa Portugis ke Indonesia
Bangsa Portugis telah berhasil mencapai India (Kalikut) 1498. Bangsa Portugis berhasil
mendirikan kantor dagangnya di Gowa pada tahun1509. Pada tahun 1511 di bawah pimpinan
d'Albuquerque Portugis berhasil
menguasai Malaka. Dari Malaka di bawah pimpinan d'Abreu tahun 1512 Portugis telah
sampai di Maluku dan diterima baik oleh Sultan Ternate yang pada waktu itu sedang
bermusuhan dengan Tidore. Portugis berhasil mendirikan benteng dan mendapatkan hak
monopoli perdagangan rempahrempah. Selain mengadakan monopoli perdagangan rempah-
rempah di Maluku, Portugis juga aktif menyebarkan agama Kristen (Katolik) dengan
tokohnya yang terkenal ialah Franciscus Xaverius. Portugis ini tidak hanya memusatkan
kegiatannya di Indonesia bagian timur (Maluku ), tetapi juga ke Indonesia bagian barat
(Pajajaran). Pada tahun 1522 Portugis datang ke Pajajaran di bawah pimpinan Henry Leme
dan disambut baik oleh Pajajaran dengan maksud agar Portugis mau membantu dalam
menghadapi ekspansi Demak. Terjadilah Perjanjian Sunda Kelapa (1522) antara Portugis dan
Pajajaran, yang isinya sebagai berikut.
1. Portugis diijinkan mendirikan benteng di Sunda Kelapa.
2. Pajajaran akan menerima barang-barang yang dibutuhkan dari Portugis termasuk
senjata.
3. Portugis akan memperoleh lada dari pajajaran menurut kebutuhannya.
Awal tahun 1527 Portugis datang lagi ke Pajajaran untuk merealisasi Perjanjian Sunda
Kelapa, namun disambut dengan pertempuran oleh pasukan Demak di bawah pimpinan
Fatahilah. Pertempuran berakhir dan
namanya diganti menjadi Jayakarta, artinya pekerjaan yang jaya (menang).
Masuknya Bangsa Spanyol ke Indonesia
Kedatangan bangsa Portugis sampai di Indonesia (Maluku) segera diikuti oleh bangsa
Spanyol. Ekspedisi bangsa Spanyol di bawah pimpinan Magelhaen, pada tanggal 7 April
1521 telah sampai di Pulau Cebu. Rombongan Magelhaen diterima baik oleh Raja Cebu
sebab pada waktu itu Cebu sedang bermusuhan dengan Mactan. Persekutuan dengan Cebu ini
harus dibayar mahal Spanyol sebab dalam peperangan ini Magelhaen terbunuh. Dengan
meninggalnya Magelhaen, ekspedisi bangsa Spanyol di bawah pimpinan Sebastian del Cano
melanjutkan usahanya untuk menemukan daerah asal rempah-rempah. Dengan melewati
Kepulauan Cagayan dan Mindanao akhirnya sampai di Maluku (1521). Kedatangan bangsa
Spanyol ini diterima baik oleh Sultan Tidore yang saat itu sedang bermusuhan dengan
Portugis. Sebaliknya, kedatangan Spanyol di Maluku bagi Portugis merupakan pelanggaran
atas "hak monopoli". Oleh karena itu, timbullah persaingan antara Portugis dan Spanyol.
Sebelum terjadi perang besar, akhirnya diadakan Perjanjian Saragosa (22 April 1529) yang
isinya sebagai berikut.
1) Spanyol harus meninggalkan Maluku, dan memusatkan kegiatannya di Filipina.
2) Portugis tetap melakukan aktivitas perdagangan di Maluku.
Masuknya Bangsa Belanda ke Indonesia
Sebelum datang ke Indonesia, para pedagang Belanda membeli rempah-rempah di Lisabon
(ibu kota Portugis). Pada waktu itu Belanda masih berada di bawah penjajahan Spanyol.
Mulai tahun 1585, Belanda tidak lagi mengambil rempah-rempah dari Lisabon karena
Portugis dikuasai oleh Spanyol. Dengan putusnya hubungan perdagangan rempah-rempah
antara Belanda dan Spanyol mendorong bangsa Belanda untuk mengadakan penjelajahan
samudra. Pada bulan April 1595, Belanda memulai pelayaran menuju Nusantara dengan
empat buah kapal di bawah pimpinan Cornelis de Houtman. Dalam pelayarannya menuju ke
timur, Belanda menempuh rute Pantai Barat Afrika–Tanjung Harapan–Samudra Hindia–Selat
Sunda–Banten. Pada saat itu Banten berada di bawah pemerintahan Maulana Muhammad
(1580–1605). Kedatangan rombongan Cornelis de Houtman, pada mulanya diterima baik
oleh masyarakat Banten dan juga diizinkan untuk berdagang di Banten. Namun, karenanya
sikap yang kurang baik sehingga orang Belanda kemudian diusir dari Banten. Selanjutnya,
orang-orang Belanda meneruskan perjalanan ke timur akhirnya sampai di Bali. Rombongan
kedua dari Negeri Belanda di bawah pimpinan Jacob van Neck dan Van Waerwyck, dengan
delapan buah kapalnya tiba di Banten pada bulan November 1598. Pada saat itu hubungan
Banten dengan Portugis sedang memburuk sehingga kedatangan bangsa Belanda diterima
dengan baik. Sikap Belanda sendiri juga sangat hati-hati dan pandai mengambil hati para
penguasa Banten sehingga tiga buah kapal mereka penuh dengan muatan rempah-rempah
(lada) dan dikirim ke Negeri Belanda, sedangkan lima buah kapalnya yang lain menuju ke
Maluku. Keberhasilan rombongan Van Neck dalam perdagangan rempah-rempah,
mendorong orang-orang Belanda yang lain untuk datang ke Indonesia. Akibatnya terjadi
persaingan di antara pedagang-pedagang Belanda sendiri. Setiap kongsi bersaing secara ketat.
Di samping itu, mereka juga harus menghadapi persaingan dengan Portugis, Spanyol, dan
Inggris. Melihat gelagat yang demikian, Olden Barneveld menyarankan untuk membentuk
perserikatan dagang yang mengurusi perdagangan di Hindia Timur. Pada tahun 1602 secara
resmi terbentuklah Vereenigde Oost Indiesche Compagnie (VOC) atau Perserikatan Dagang
Hindia Timur. VOC membuka kantor dagangnya yang pertama di di Banten (1602) di kepalai
oleh Francois Wittert.
III.5 Kerjasama, Hubungan dan Diplomasi
Unsur krusial lain dalam perjumpaan Asia-Eropa adalah diplomasi ritual, pertukaran hadiah, protokol
militer pada kunjungan diplomatik dan pembubuhan segel pada kontrak politik dan perdagangan.
Seri penting dari ratusan dokumen kontrak asli yang dibuat antara VOC dengan para penguasa Asia
masih tersimpan baik di ANRI, tetapi bagian terbesarnya sudah diterbitkan oleh J.E. Heeres dalam
Corpus Diplomaticum Neerlando-Indicum antara 1907 dan 1955.
Kebijakan Barat untuk mengadakan ‘kontrak perjanjian’ tidak hanya memantapkan monopoli
perdagangan, melainkan juga menyelamatkan sejumlah kerajaan kecil dan desa di kepulauan
dari serbuan tetangga mereka. Gelombang kekerasan antar desa, perompakan dan penjarahan,
perseteruan antara para penguasa dengan bawahannya, semua itu turut menciptakan suasana
yang memudahkan kekuatan Barat untuk turut berperan dalam kancah politik Asia.
Batavia merupakan salah satu pusat utama diplomasi. Utusan dari para sultan Nusantara, raja
dan pangeran semuanya diterima dengan segala hormat dan sesuai protokol yang biasanya
dilanjutkan dengan perjalanan keliling kota dengan kereta berkuda. Surat-surat diserah-
terimakan dalam nampan perak bertilamkan sutra kuning. Ribuan surat diplomatik dibacakan
dengan lantang di hadapan para pejabat Pemerintah Agung dan, sesudah diterjemahkan,
dicatat dan dimasukkan dalam Catatan Harian Kastel Batavia. Salah satu dari seri penting
surat-surat diplomatik yang dahulu tersembunyi adalah yang berasal dari para raja Siam serta
prhaklang, yaitu Menteri Luar Negeri, serta surat-surat dari para Susuhunan Surakarta di
Jawa Tengah bagian selatan.
Dari abad keenambelas hingga kedelapanbelas, sejumlah perusahaan dagang Eropa masuk ke
pasar Asia, mencari rempah-rempah yang termasyhur dari Maluku, sutra Cina, dan juga lada
serta tekstil India, emas Persia dan lantakan tembaga merah Jepang. Sejarah interaksi Asia-
Eropa sangat rumit dan memiliki banyak aspek. Bagian ini meninjau segi positip dan
negatipnya. Menjelajahi hubungan dan kawasan baru, mengembangkan ilmu (bahasa, ilmu
pengetahuan alam, geografi), alih teknologi serta hubungan diplomatik – semuanya
merupakan segi-segi penting semangat globalisasi di abad tujuh belas dan delapan belas.
Perjalanan serta penemuan penuh petualangan yang terjadi ketika itu menjadi inspirasi bagi
imajinasi orang. Akan tetapi, arus masuk kapal-kapal perang Eropa di perairan Asia,
penaklukan dan pendudukan yang disusul dengan gelombang peperangan dan konflik,
semuanya merupakan sisi lain mata uang.
Kawasan Melayu dan Indonesia serta Asia pada umumnya mau tidak mau terhubungkan
dalam perkembangan-perkembangan global. Dokumen-dokumen yang dipilih dalam kategori
ini menyorot lebih lanjut perihal organisasi dan logisitik VOC sebagai sebuah perusahaan
dagang Eropa, bersama dengan perusahaan sejenis lain. Digambarkan kegiatan operasional di
perairan Asia, permukiman-permukimannya serta pendudukannya dan perhatiannya. Dalam
dokumen-dokumen tersebut juga digambarkan perannya dalam perdagangan antar Asia serta
penggunaan kekuatan militer Eropa serta teknologi perkapalan.