72 Abdain INSTRUMEN INVESTASI DALAM HUKUM ISLAM ABSTRAK: Tulisan ini akan mengkaji lebih jauh tentang instrumen investasi dengan melihat akad-akad yang digunakan apakah akad itu sesuai dengan syara ataukah akad itu dilarang oleh syara Investasi merupakan kegiatan muamalah yang sangat dianjurkan, karena dengan berinvestasi harta yang dimiliki menjadi produktif dan juga mendatangkan manfaat bagi orang lain. Instrumen investasi yang dibolehkan oleh syariat Islam diantaranya: ba’i salam, istisna, syirkah, mudharabah dan lain-lain, sedangkan instrumen investasi yang dilarang oleh syara yaitu riba, jual beli utang dengan utang, jual beli hashat dan lain-lain. Kata-kata Kunci: instrumen, investasi, hukum Islam A. PENDAHULUAN Kondisi perekonomian global yang melemah seharusnya tidak menyurutkan minat untuk berinvestasi. Dengan perencanaan keuangan yang baik, investasi reguler tentu tidak menjadi masalah. Dalam Islam, investasi merupakan kegiatan muamalah yang sangat dianjurkan, karena dengan berinvestasi harta yang dimiliki menjadi produktif dan juga mendatangkan manfaat bagi orang lain. Investasi menurut definisi adalah menanamkan atau menempatkan aset, baik berupa harta maupun dana pada sesuatu yang diharapkan akan memberikan hasil pendapatan atau akan meningkat nilainya di masa mendatang. Tanpa adanya bunga dalam perekonomian, hubungan investasi dan tabungan dalam perekonomian Islam tidak sekuat seperti yang ada dalam konvensional. Dalam konvensional hubungan investasi dan tabungan dihubungkan oleh peran bunga dalam perekonomian. Sehingga bunga menjadi indicator fluktuasi yang terjadi di investasi dan tabungan. Ketika bunga (bunga simpanan dan bunga pinjaman) tinggi maka kecenderungan tabungan akan meningkat, sementara investasi relatif turun. Begitu sebaliknya, ketika bunga rendah, maka tabungan akan menurun dan investasi akan meningkat. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa motivasi dalam aktivitas tabungan
20
Embed
INSTRUMEN INVESTASI DALAM HUKUM ISLAM · PDF fileDengan perencanaan keuangan yang ... Investasi syariah sebagai investasi yang sesuai dengan ... Beberapa ulama kontemporer memberikan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
72
Abdain
INSTRUMEN INVESTASI DALAM HUKUM ISLAM
ABSTRAK: Tulisan ini akan mengkaji lebih jauh tentang instrumen investasi dengan
melihat akad-akad yang digunakan apakah akad itu sesuai dengan syara ataukah akad itu dilarang oleh syara
Investasi merupakan kegiatan muamalah yang sangat dianjurkan, karena dengan berinvestasi harta yang dimiliki menjadi produktif dan juga mendatangkan manfaat bagi orang lain. Instrumen investasi yang dibolehkan oleh syariat Islam diantaranya: ba’i salam, istisna, syirkah, mudharabah dan lain-lain, sedangkan instrumen investasi yang dilarang oleh syara yaitu riba, jual beli utang dengan utang, jual beli hashat dan lain-lain. Kata-kata Kunci: instrumen, investasi, hukum Islam
A. PENDAHULUAN
Kondisi perekonomian global yang melemah seharusnya tidak
menyurutkan minat untuk berinvestasi. Dengan perencanaan keuangan yang
baik, investasi reguler tentu tidak menjadi masalah. Dalam Islam, investasi
merupakan kegiatan muamalah yang sangat dianjurkan, karena dengan
berinvestasi harta yang dimiliki menjadi produktif dan juga mendatangkan
manfaat bagi orang lain. Investasi menurut definisi adalah menanamkan atau
menempatkan aset, baik berupa harta maupun dana pada sesuatu yang
diharapkan akan memberikan hasil pendapatan atau akan meningkat nilainya
di masa mendatang.
Tanpa adanya bunga dalam perekonomian, hubungan investasi dan
tabungan dalam perekonomian Islam tidak sekuat seperti yang ada dalam
konvensional. Dalam konvensional hubungan investasi dan tabungan
dihubungkan oleh peran bunga dalam perekonomian. Sehingga bunga menjadi
indicator fluktuasi yang terjadi di investasi dan tabungan. Ketika bunga
(bunga simpanan dan bunga pinjaman) tinggi maka kecenderungan tabungan
akan meningkat, sementara investasi relatif turun. Begitu sebaliknya, ketika
bunga rendah, maka tabungan akan menurun dan investasi akan meningkat.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa motivasi dalam aktivitas tabungan
73
dan investasi dalam konvensional didominasi oleh motif keuntungan (returns)
yang bisa didapatkan dari keduanya.1
Adapun investasi dalam perspektif ekonomi Islam, investasi tidak
membicarakan tentang berapa keuntungan materi yang bisa didapatkan
melalui aktivitas investasi, tapi ada beberapa faktor yang mendominasi
motifasi investasi dalam Islam. Pertama, akibat implementasi mekanisme
zakat maka asset produktif yang dimiliki seseorang pada jumlah tertentu
(memenuhi batas nisab zakat) akan selalu dikenakan zakat, sehingga hal ini
akan mendorong pemiliknya untuk mengelolanya melalui investasi. Dengan
demikian melalui investasi tersebut pemilik asset memiliki potensi
mempertahankan jumlah dan nilai assetnya.
B. PEMBAHASAN
1. Pengertian Investasi Syariah
Investasi syariah sebagai investasi yang sesuai dengan hukum Islam.
Sama dengan prinsip ekonomi Islam, investasi diusahakan supaya tidak
mengandung unsur maysir, gharar dan riba. Diharapkan dengan menerapkan
prinsip investasi yang Islami dapat berinvestasi tanpa melanggar prinsip-
prinsip agama.
Secara umum akan ada dua jenis investasi syariah : Pertama, instrumen
investasi perbankan berbasis syariah. Kedua, instrumen investasi pasar modal
berbasis syariah.
Investasi pada dasarnya adalah bentuk aktif dari ekonomi syariah.
Dalam Islam setiap harta ada zakatnya. Jika harta tersebut didiamkan, maka
lambat laun akan termakan oleh zakatnya. Salah satu hikmah dari zakat ini
adalah mendorong setiap muslim untuk menginvestasikan hartanya. Harta
yang diinvestasikan tidak akan termakan oleh zakat, kecuali keuntungannya
saja. Jumlah bank yang menyediakan jasa perbankan syariah semakin banyak
belakangan ini. Dalam perbankan syariah tidak dikenal prinsip riba. Bahkan
investasi dana nasabah pun dibatasi hanya pada bisnis yang halal. Dalam
menyalurkan dana, bank syariah menerapkan prinsip wadiah dan mud}arabah
atau dengan kata lain kemitraan. Bank syariah menerapkan prinsip bagi hasil
ketika mereka menghimpun dana masyarakat melalui tabungan dan deposito.
Hasil investasi untuk nasabah diperhitungkan berdasarkan rasio bagi
hasil antara bank dengan nasabah, disebut juga nisbah. Bank syariah akan
membagi hasil investasi dana nasabah berdasarkan nisbah yang sudah
ditetapkan. Hal ini mengakibatkan hasil investasi pada bank syariah tidak
Hadits di atas merupakan dalil tentang bolehnya hukum bai’ as-salam.
Beliau menjelaskan pelaksanaan bahwa bai’ as-salam antara petani buah-
buahan dan pedagang yang masa penyerahannya selama dua tahun. Cara
seperti ini diperlukan untuk memenuhi keperluan masyarakat pada saat itu.
Akan tetapi setelah tersebarnya Islam, keperluan terhadap bai’as-salam
semakin meluas.
Praktek salam di bank syari’ah, bank membayar harga barang pada saat
akad. Bank kemudian akan menerimahnya pada waktu yang di tentukan
melalui wakil yang ditunjuknya, Bank kemudian menjual barang tersebut
dengan harga yang ditangguhkan lebih tinggi dari harga melalui model salam.3
Rukun Bai’ as-Salam berikut ini : 1) Muslam (المسلم) atau pembeli, 2)
Muslam ilaih (المسلم اليه) atau penjual, 3) Modal atau uang, 4) Muslam fiihi ) atau barang, 5) Sighat (المسلم فيه) لصيخةا ) atau ucapan. Selain rukun harus
terpenuhi, bai’ as-salam juga mengharuskan tercukupinya segenap syarat pada
masing-masing rukun. Dua di antara rukun-rukun terpenting, yaitu modal dan
barang. 1. Modal Transaksi Bai’ as-Salam. Syaratnya : a) Modal harus
diketahui Barang yang akan disuplai harus diketahui jenis, kualitas dan
jumlahnya. Hukum awal mengenai pembayaran adalah bahwa ia harus dalam
bentuk uang tunai. b) Penerimaan pembayaran salam kebanyakan ulama
mengharuskan pembayaran salam dilakukan di tempat kontrak.
Semua ini dilakukan agar pembayaran yang diberikan oleh al-muslam
(pembeli) tidak dijadikan sebagai utang penjualan. terkhusus pembayaran
salam tidak bisa dalam bentuk pembebasan utang yang harus dibayar dari
muslam ilaih (penjual). Tujuannya agar mencegah praktik riba melalui
Sedangkan syirkah uqud adalah perkongsian yang terjadi karena
kesepakatan dua orang atau lebih untuk berkongsi modal, kerja atau keahlian
dan jika perkongsiannya itu menghasilkan untung, maka hal itu akan dibagi
bersama menurut saham dan kesepakatan masing-masing. Syirkah uqud ini
memiliki banyak variasi yaitu syirkah ‘Inan, Mufawadhoh, Abdan, Wujuh dan
Mudhorobah.
Landasan hukum musyarakah :
1. Al – Qur’an
… فهم شركاء في ثلث
Maka mereka berserikat dalam sepertiga” Q.S. An-Nisa’ : 12.
Ayat ini di landaskan pada syirkah jabariyyah ( yaitu perkongsian
beberapa orang yang terjadi di luar kehendak mereka karena mereka sama-
sama mewarisi harta pusaka).
الحات وإنه كثيرا من الخلطاء ليبغي بعضهم على بعض، إاله الهذين آمنوا وعملوا الصه
“ Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berkongsi itu
benar-benar berbuat zalim kepada sebagian lainnya kecuali orang-
orang yang beriman dan mengerjakan amal sholeh”. Q.S. Shod: 24.
Ayat ini mencela perilaku orang-orang yang berkongsi atau berserikat
dalam berdagang dengan menzalimi sebagian dari mitra mereka. Kedua ayat
al-Qur’an ini jelas menunjukkan bahwa syirkah pada hakekatnya
diperbolehkan oleh risalah-risalah yang terdahulu dan telah dipraktekkan.
2. Sunnah ريكين ما لم يخن أحدهما صاحبه، فإذا خان أحدهما صاحبه خ إنه للا ت من رج تعالى يقول: أنا ثالث الشه
بينهما
Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda :
Sesungguhnya Allah SWT telah berfirman : Aku adalah mitra ketiga
dari dua orang yang bermitra selama salah satu dari kedunya tidak
mengkhianati yang lainnya. Jika salah satu dari keduanya telah
mengkhianatinya, maka Aku keluar dari perkongsian itu”. H. R. Abu
Dawud dan al-Hakim.
Arti hadis ini adalah bahwa Allah SWT akan selalu bersama kedua
orang yang berserikat dalam kepengawasanNya, penjagaanNya dan
bantuanNya. Allah akan memberikan bantuan dalam kemitraan ini dan
menurunkan berkah dalam perniagaan mereka. Jika keduanya atau salah satu
dari keduanya telah berkhianat, maka Allah meninggalkan mereka dengan
tidak memberikan berkah dan pertolongan sehingga perniagaan itu merugi. Di
84
samping itu masih banyak hadis yang lain yang menceritakan bahwa para
sahabat telah mempraktekkan syirkah ini sementara Rasulullah SAW tidak
pernah melarang mereka. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Rasulullah telah
memeberikan ketetapan kepada mereka.
3. Ijma’ Ibnu Qudamah dalam kitabnya, al- Mughni, telah berkata, “kaum
muslimin telah berkonsensus terhadap legitimasi musyarakah secara
global walaupun terdapat perbedaan pendapat dalam elemen
darinya.”12
4. Fatwa DSN Fatwa DSN – MUI tentang bagi hasil dengan cara musyarakah
ditetapkan dengan nomor 08/DSN – MUI / IV / 2000 yang
ditandatangani oleh K.H. Ali Yafie ( Ketua ) dan Nazri Adlani (
Sekretaris ) pada tanggal 1 april 2000 ( 26 Dzulhijah 1420 H ). Dalam fatwa tersebut dijelaskan bahwa bagi hasil dengan cara
musyarakah adalah pembiayaan berdasarkan akad kerjasama antara dua pihak
atau lebih untuk suatu usaha tertentu, masing–masing pihak memberikan
kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dan resiko ditanggung
bersama sesuai dengan kesepakatan. Pada umumnya, keputusan fatwa DSN – MUI13 tentang musyarakah
dapat dibedakan menjadi empat bagian : ketentuan mengenai kontrak ( ijab
dan qabul ), ketentuan mengenai pihak–pihak yang melakukan kontrak,
ketentuan mengenai objek akad dan ketentuan mengenai biaya operasional
dan persengketaan.
Ketentuan mengenai kontrak musyarakah adalah bahwa pernyataan
kontrak dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka
dalam mengadakan kontrak, dengan memperhatikan: (a) penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan
tujuan kontrak.
(b) penerima dari penawaran dilakukan pada saat kontrak; dan
(c) akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau
dengan menggunakan cara – cara komunikasi modern.
Ketentuan mengenai pihak – pihak yang melakukan kontrak
musyarakah adalah bahwa mereka cakap hukum dengan memperhatikan: (a) kompeten dalam memberi atau menerima kekuasaan perwakilan;
12 Ibid, h. 91 13 FATWA DEWAN SYARI’AH NASIONAL NO: 08/DSN-MUI/IV/2000
TENTANG PEMBIAYAAN MUSYARAKAH
85
(b) setiap mitra menyediakan dana dan pekerjaan, dan setiap mitra
melaksanakan kerja sebagai wakil;
(c) setiap mitra memiliki hak untuk mengatur aset musyarakah dalam
proses bisnis normal;
(d) setiap mitra memberi wewenang terhadap mitra lain untuk
mengelola aset dan masing–masing dianggap telah memberi wewenang
melakukan aktivitas musyarakah dengan memperhatikan kepentingan
mitranya tanpa melakukan kelalaian dan kesalahan yang disengaja; dan
(e) seorang mitra tidak diizinkan untuk mencairkan atau
menginvestasikan dana untuk kepentingannya sendiri.
Ketentuan mengenai objek kontrak musyarakah berhubungan dengan
ketentuan mengenai modal, kerja, keuntungan dan kerugian. Pertama, ketentuan mengenai modal adalah:
(a) Modal yang diberikan dalam bentuk uang tunai, emas, perak, atau
yang nilainya sama. Modal dapat terdiri dari aset perdagangan,
seperti barang-barang, properti, dan sebagaimananya. Jika modal
berbentuk aset, terlebih dahulu dinilai dengan tunai dan disepakati
oleh para mitra;
(b) Para pihak tidak boleh meminjamkan, menghadiahkan modal
musyarakah kepada pihak lein kecuali atas dasar kesepakatan; dan
(c)Dalam pembiayaan musyarakah tidak ada jaminan, namun untuk
menghindari terjadinya penyimpangan LKS dapat meminta jaminan. Kedua, ketentuan mengenai kerja adalah:
(a) partisipasi para mitra dalam pekerjaan merupakan dasar pelaksanaan
musyarakah. Akan tetapi, seorang mitra boleh melaksanakan kerja
lebih banyak dari yang lainnya; dan ia boleh menuntut bagian
keuntungan tambahan bagi dirinya; dan
(b) setiap mitra melaksanakan kerja dalam musyarakah atas nama
pribadi dan wakil dari mitranya. Kedudukan masing – masing dalam
organisasi kerja dijelaskan dalam kontrak. Ketiga, ketentuan mengenai keuntungan adalah :
(a) keuntungan dikuantifikasi dengan jelas untuk menghindari
perbedaan dan sengketa pada waktu alokasi keuntungan atau ketika
pengehentian musyarakah;
(b) setiap keuntungan mitra dibagikan secara profesional atasa dasar
seluruh keuntungan dan tidak ada jumlah yang ditentukan diawal
yang ditetapkan bagi seorang mitra;
(c) seorang mitra boleh mengusulkan bahwa jika keuntungan melebihi
jumlah tertentu, kelebihan atau prosentase itu diberikan kepadanya;
(d) sistem pembagian keuntungan tertuang dengan jelas dalam akad.
86
Keempat, ketentuan mengenai kerugian adalah bahwa kerugian dibagi
diantara para mitra secara proforsional menurut saham masing – masing dalam
modal.
Ketentuan mengenai biaya operasional dan persengketaan dalam akad musyarakah adalah :
(a) biaya operasional dibebankan pada modal bersama;
(b) jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika
terjadi perselisihan dia ntara para pihak, penyelesaiannya dilakukan
mengenai Badan Arbitrase Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan
melalui musyawarah.14
3.Instrumen investasi yang dilarang dalam Transaksi keuangan
a. Riba
Riba secara bahasa; ziyadah (tambahan), juga berarti tumbuh dan
membesar.15 Secara istilah riba berarti pengambilan tambahan dari harta
pokok atau modal secara batil16. Kata riba juga berarti; bertumbuh menambah
atau berlebih. Al-riba makna asalnya ialah tambah tumbuh dan subur.
Istilah “tambah” dalam konteks riba adalah tambahan uang atas modal
yang diperoleh dengan cara yang tidak dibenarkan syara’, apakah tambahan
itu berjumlah sedikit maupun berjumlah banyak seperti yang disyaratkan
dalam Al-Qur’an. Riba sering diterjemahkan orang dalam bahasa inggris
sebagai “usury” yang artinya “the act of lending money at an exorbitant or illegal rate of interest” sementara para ulama’ fikih mendefinisikan riba
dengan “ kelebihan harta dalam suatu muamalah dengan tidak ada imbalan
atau gantinya”. Dengan kata lain riba adalah tambahan terhadap modal uang
yang timbul akibat transaksi utang piutang yang harus diberikan terutang
kepada pemilik uang pada saat utang jatuh tempo17
14 Dr. Jaih Mubarok, M.Ag, Perkembangan Fatwa Ekonomi Syariah di Indonesia, (Pustaka Bani Quraisy, 2004 ) cet ke – 1, hlm.78.
15 Zainuddin Ali, Hukum perbankan Syari’ah, 2008, Jakarta : Sinar Grafika. Hal 88,
lihat Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah dari teori ke praktek, 2001, Jakarta : Gema
Insani, Hal. 37. Lihat Abdullaoh Saeed, Islamic Banking And Interest : A Study Of The Probihition Of Riba And Itis Kontemporary. (Laiden : E Jibril 1996)
16 Lihat M. Syafi’i Antonio, Bank Syariah.....hal. 37. Lihat syafi’i Antonio. Wacana ualama’ dan cendikiawan, central bank of Indonesia and Tazkia institute, Jakarta 1999.
17 Muhammad, Lembaga-lembaga Keuangan Umat kontemporer, 2000, Jogjakarta :
UII Press. Hal. 147
87
Riba dalam Islam adalah adanya nilai lebih pada pokok transaksi
keuangan tanpa dibarengi jual beli disebut riba qard. Adanya tambahan pokok
yang dipersyaratkan pada pinjaman oleh yang meminjamkan kepada
peminjam, misalnya tambahan10%.
Riba penjualan adalah tambahan pada harta yang tidak ada padanannya
dalam satu transaksi tukar menukar finansial atau pada tukar barang dengan
barang.
Riba jual beli terdiri atas dua macam yaitu riba fadl dan riba nasia.
Pertama, riba fadl adalah jual beli barang ribawi, dimana salah satunya lebih
banyak dari pada yang lainnya. Misalnya menukar 1kg beras dengan 11/2 kg
beras. Kedua, riba nasia adalah jual beli dimana salah satunya tidak sepadan
nilainya dengan apa yang ditukar. Ataukah sama nilai dan jumlah dua barang
yang dipertukarkan tapi salah satunya ditangguhkan atau dilebihkan.18 Segala
macam riba adalah diharamkan. Firman Allah Q.S.al-Baqarah (2):275.
b. Jual Beli utang dengan Utang
Jual beli "al-kali' bi al-kali'" adalah menjual waktu kredit secara kredit
atau jual beli utang. Transaksi seperti ini tidak dibolehkan. Praktik jual beli ini
memiliki banyak bentuk, di antaranya:
1) Seseorang menjual komoditas yang belum dibayar atau pinjaman uang
secara tunai, untuk dibayarkan (lagi) sampai tenggang waktu tertentu kepada
pemilik utang, atau kepada orang lain.
2) Menjadikan uang jual beli salam (jual beli pesanan) sebagai utang.
Misalnya seseorang yang memesan sejumlah makanan atau sejenisnya dalam
waktu satu tahun dengan nilai seratus dirham, dan saat periode pembayaran
tiba dia berkata, "Saya tidak memiliki uang untuk membayar utang tersebut,
jadi juallah (perpanjanglah) kepada saya dengan periode dua bulan atau lebih
lama, seharga dua ratus dirham."
Sabda Rasulullah saw:
عن بيع الكالى بالكالى نهى رسول للا
Adapun menjual barang yang sudah berada di tangan, kemudian dijual
lagi secara kredit sebelum lunas, maka hukumnya boleh dan tidak termasuk
dalam jual beli utang. Sebab, ini termasuk jual beli barang yang telah diterima
dan menjadi hak milik, lalu dijual kembali.
18 Wahbah al-Zuhaily, Maqasid Syariah bidang Ekonomi Dan Keuangan Islam,
makalah disampaikan dalam Forum Riset Ekonomi Dan Keuangan Syariah II di UIN Syarif
Hidayatullah, 14 Nopember 2013, h.15
88
c. Jual Beli yang dilarang
1. Jual beli yang diharamkan
Jika Allah sudah mengharamkan sesuatu, maka Dia juga
mengharamkan hasil penjualannya. Seperti menjual sesuatu yang terlarang
dalam agama. Rasulullah telah melarang menjual bangkai, khamr, babi, patung
dan lain sebagainya yang bertentangan dengan syariah Islam.
Sama halnya jual beli yang melanggar syar’I yaitu dengan cara menipu.
Menipu barang yang sebenarnya cacat dan tidak layak untuk dijual, tetapi
sang penjual menjualnya dengan memanipulasi seakan-akan barang tersebut
sangat berharga dan berkualitas. Ini adalah haram dan dilarang dalam agama,
bagaimanapun bentuknya.
2. Barang yang tidak dimiliki.
Seorang pembeli datang untuk mencari barang tertentu.Tapi barang
yang dicari tidak ada kemudian penjual dan pembeli saling sepakat untuk
melakukan akad dan menentukan harga dengan dibayar sekian, sementara itu
barang belum menjadi hak milik si penjual. Lalu penjual pergi membeli barang
dimaksud dan menyerahkan kepada si pembeli.
Jual beli seperti ini hukumnya haram, karena si pedagang menjual
sesuatu yang barangnya tidak ada padanya, dan menjual sesuatu yang belum
menjadi miliknya, Rasulullah saw telah melarang cara berjual beli seperti ini
dikenal reseller. Diriwayatkan ada seorang sahabat bernama Hakim bin Hazam ra
berkata kepada Rasulullah saw : “Wahai, Rasulullah. Seseorang datang
kepadaku. Dia ingin membeli sesuatu dariku, sementara barang yang dicari
tidak ada padaku. Kemudian aku pergi ke pasar dan membelikan barang itu”.
Rasulullah saw bersabda:
لا تابع ماا لايسا عنداكا
Jangan menjual sesuatu yang tidak ada padamu. [HR Tirmidzi].
3. Jual beli Hashat. Jual-beli Hashat adalah jika seseorang membeli dengan menggunakan
undian atau dengan adu ketangkasan, agar mendapatkan barang yang dibeli
sesuai dengan undian yang didapat. Contoh:
Seseorang berkata: “ Lemparkanlah bola ini, dan barang yang terkena
lemparan bola ini kamu beli dengan harga sekian”. Jual beli yang
89
sering temui dipasar-pasar ini tidak sah. Karena mengandung
ketidakjelasan dan penipuan.
4. Jual beli Mulamasah. Mulamasah artinya adalah sentuhan. Artinya jika seseorang berkata:
“Pakaian yang sudah kamu sentuh, berarti sudah menjadi milikmu dengan
harga sekian”. atau “Barang yang kamu buka, berarti telah menjadi milikmu
dengan harga sekian”.
Jual beli yang demikian juga dilarang dan tidak sah, karena tidak ada
kejelasan tentang sifat yang harus diketahui dari calon pembeli. Dan
didalamnya terdapat unsur pemaksaan.
5. Jual Beli Najasy
Bentuk praktek najasy adalah sebagai berikut, seseorang yang telah
ditugaskan menawar barang mendatangi penjual lalu menawar barang tersebut
dengan harga yang lebih tinggi dari yang biasa. Hal itu dilakukannya
dihadapan pembeli dengan tujuan memperdaya si pembeli. Sementara ia
sendiri tidak berniat untuk membelinya, namun tujuannya semata-mata ingin
memperdaya si pembeli dengan tawarannya tersebut. Ini termasuk bentuk
penipuan.
Dan Rasullulah S.A.W. telah melarang perbuatan najasy ini seperti
yang terdapat di dalam hadith:
"Janganlah kamu melakukan praktek najasy, janganlah seseorang
menjual di atas penjualan saudaranya, janganlah ia meminang di atas
pinangan saudaranya dan janganlah seorang wanita meminta
(suaminya) agar menceraikan madunya supaya apa yang ada dalam
bejana (madunya) beralih kepadanya," (HR Bukhari [2140] dan
Muslim [1413]).
Kesimpulan:
Investasi adalah menanamkan atau menempatkan aset, baik berupa
harta maupun dana pada sesuatu yang diharapkan akan memberikan hasil
pendapatan atau akan meningkat nilainya di masa mendatang.
Instrumen investasi ada dua macam:
1. Instrument yang dibolehkan syari’ah diantaranya:
a. Ba’i salam
90
b. Istisna
c. Musyarakah
d. Mudharabah
2. Instrument yang dilarang oleh syariah di antaranya:
a. Riba
b. Jual beli utang dengan utang
c. Jual Barang yang tidak dimiliki
d. Jual beli Hashat dll.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullaoh Saeed, Islamic Banking And Interest : A Study Of The Probihition Of Riba And Itis Kontemporary, (Laiden : E Jibril 1996)