v
ABSTRAK
Novia Amelia Putri. NIM 11150480000151. PERSEKONGKOLAN PELAKU USAHA DALAM KEGIATAN TENDER PENGADAAN ALAT-ALAT
KEDOKTERAN RSUD ABDUL WAHAB SJAHRANIE SAMARINDA (Studi Putusan KPPU Perkara Nomor: 24/KPPU-I/2016). Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta, 1441 H/2019 M. x + 60 halaman.
Studi ini bertujuan untuk mengetahui pelanggaran yang dilakukan oleh
pelaku usaha dalam kegiatan tender pengadaan alat-alat kedokteran yang dilakukan oleh RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda serta pertimbangan
Majelis Komisi dalam putusan Perkara Nomor: 24/KPPU-I/2016. Adanya dugaan praktik persaingan usaha tidak sehat yang dilakukan oleh beberapa pelaku usaha dalam mengikuti tender tersebut. Dugaan pelanggaran Pasal 22 Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan usaha Tidak Sehat karena dalam mengikuti paket tender tersebut beberapa pelaku usaha
membentuk tim pada setiap paket dengan tujuan agar memenuhi syarat yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana aturan baru Peraturan Presiden Nomor 16
Tahun 2018. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif serta pendekatan penelitian yang digunakan adalah normatif menggunakan bahan
hukum peraturan perundang-undangan, buku-buku atau literatur terkait penelitian, artikel dalam jurnal hukum terkait penelitian, dan artikel di internet.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa para pelaku usaha yang terindikasi
melakukan perbuatan yang menghambat pelaku usaha lain dan bersaing secara curang dengan menciptakan persaingan semu saat mengikuti kegiatan tender
melanggar ketentuan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Dalam putusan Perkara Nomor: 24/KPPU-I/2016 Majelis Komisi secara sah dan meyakinkan bahwa para Terlapor telah melanggar ketentuan Pasal 22 Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1999 berdasarkan pertimbangan dan hasil investigasi yang termuat di dalamnya.
Kata kunci: Persekongkolan, tender, pengadaan, afiliasi, KPPU Pembimbing Skripsi : 1. Ali Mansur, M.A.
2. Fitriyani, S.Ag., M.H. Daftar pustaka : Tahun 1994 sampai Tahun 2017
vi
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur Peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT. Shalawat dan
salam Peneliti sampaikan kepada teladan kita Nabi besa Muhammad SAW. Diantara
banyak nikmat Allah SWT yang telah membawa kita dari zaman jahiliyah menuju
zaman yang islamiyah. Oleh karenaNya juga Peneliti dapat menyelesaikan skripsi
dengan judul “PERSEKONGKOLAN PELAKU USAHA DALAM KEGIATAN
TENDER PENGADAAN ALAT-ALAT KEDOKTERAN RSUD ABDUL WAHAB
SJAHRANIE SAMARINDA (Studi Putusan KPPU Perkara Nomor: 24/KPPU-
I/2016)”. Adapun maksud dan tujuan dari Penelitian skripsi ini adalah untuk
memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gerlar Sarjana Hukum di Fakultas
Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Selama proses penyusunan skripsi ini, Peneliti menemukan beberapa
hambatan. Namun, berkat bimbingan serta dukungan materil maupun moril dari
berbagai pihak pada akhirnya Peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dengan tepat
waktu. Melalui kesempatan ini Peneliti menyampaikan banyak terimakasih dan
penghargaan setinggi-tingginya kepada semua pihak terkait yang telah membantu
terselesaikannya tugas akhir ini. Segala sesuatu yang salah datangnya hanya dari
Peneliti sebagai manusia dan seluruh hal yang benar datangnya hanya dari Allah
SWT. Walaupun demikian, tentu saja tugas ini masih jauh dari kata sempurna. Maka
dari itu saran dan kritik membangun dari berbagai pihak sangatlah diharapkan demi
perbaikan skripsi ini. Harapannya, semoga skripsi ini bermanfaat khususnya bagi
Peneliti dan umumnya bagi para pembaca lain. Oleh karena itu, Peneliti
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:
1. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H., M.A., M.H. Dekan Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
vii
2. Dr. Muhammad Ali Hanafiah Selian, S.H., M.H. Ketua Program Studi Ilmu
Hukum dan Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum. Sekretaris Program Studi Ilmu
Hukum Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
memberikan saran dan kritik terhadap Penelitian skripsi ini.
3. Ali Mansur, M.A. dan Fitriyani, S.Ag., M.H. Dosen Pembimbing Skripsi yang
telah bersedia meluangkan waktu untuk membimbing Peneliti dengan kesabaran
dan ketelitian serta tiada henti memberikan masukan, saran maupun kritik yang
memotivasi dan membangun demi kebaikan serta selesainya skripsi ini.
4. Segenap Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
khususnya dosen Program Studi Ilmu Hukum yang telah memberikan ilmu
pengetahuan dan pengalaman beserta nasihat dengan tulus dan tanpa pamrih.
Semoga dapat bermanfaat dan senantiasa Allah SWT yang akan membalasnya.
5. Kedua orang tua, ayahanda Drs. Agus Mulya, M.M. dan ibunda Eva Foilina yang
senantiasa dengan penuh kesabaran dan kasih sayang yang tiada henti serta
memberikan do’a, saran, dan dukungan dalam bentuk moril maupun materil
semenjak Peneliti lahir hingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Kakak-kakak
tercinta Yogie Aditya Ramadhan, S.Kom. dan Lidya Putri Utami, S.Sy. yang
selalu memberikan semangat dan motivasi demi terselesaikannya skripsi ini.
6. Senior-senior Program Studi Ilmu Hukum 2014 yang selalu setia menjawab
semua pertanyaan terkait skripsi serta saran dan kritik bermanfaat selama proses
penulisan skripsi ini hingga terselesaikannya penulisan skripsi ini. Kak Hanifa,
Kak Dini, Kak Nurlia, Kak Uti, Kak Adel, Kak Diana, Kak Indri. Semoga Allah
SWT senantiasa menjaga silaturahmi kita semua dan mempertemukan kita di
masa mendatang.
7. Teman-teman seperjuangan Ilmu Hukum 2015 melalui kebersamaan serta kritik
dan saran terhadap skripsi ini. Teman-teman kelas D-IH yang telah memberikan
kesan dalam kehidupan perkuliahan, Pejuang Toga yang selalu menemani mulai
dari canda, tawa, haru perkuliahan hingga penyusunan skripsi ini selesai sampai
viii
pada akhirnya satu-persatu mencapai gelar S.H. Rahma, Rafida, Ines, Balqis.
Teman ajaib Adjie, Like, Indri, Astri yang selalu memberikan semangat dan
masukan yang berarti selama penulisan skripsi ini. Semoga senantiasa diberkahi
oleh Allah SWT dan diberikan kesuksesan di masa mendatang.
8. Pimpinan Pusat Perpustakaan dan Kepala Urusan Perpustakaan Fakultas Syariah
dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
9. Pihak-pihak lain yang telah memberikan kontribusi kepada peneliti dalam
penyelesaian karya tulisnya.
Jakarta, 11 November 2019
Peneliti
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................................................. i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ...................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRISPI .................................................. iii
LEMBAR PERNYATAAN .................................................................................................. iv
ABSTRAK .............................................................................................................................. v
KATA PENGANTAR ........................................................................................................... vi
DAFTAR ISI .......................................................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah .......................................................................................... 1
B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah.................................................. 5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................................................ 6
D. Metode Penelitian .................................................................................................... 7
E. Sistematika Penelitian ............................................................................................... 10
BAB II GAMBARAN PERSAINGAN USAHA YANG TERJADI DI INDONESIA ...... 12
A. Persaingan Usaha dalam Hukum Positif .................................................................. 12
1. Hukum Persaingan Usaha ..................................................................................... 12
2. Sejarah Persaingan Usaha ..................................................................................... 13
3. Persekongkolan ..................................................................................................... 16
x
4. Tender ................................................................................................................... 18
B. Persaingan Usaha dalam Hukum Islam .................................................................... 19
C. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) .......................................................... 22
D. Kerangka Teori ......................................................................................................... 24
E. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu ........................................................................ 29
BAB III KEGIATAN TENDER 4 (EMPAT) PAKET ALAT-ALAT KEDOKTERAN
RSUD ABDUL WAHAB SJAHRANIE ................................................................ 31
A. Pihak-Pihak yang Terlibat dalam Tender ................................................................. 31
B. Posisi Kasus .............................................................................................................. 37
BAB IV PUTUSAN KPPU PERKARA NOMOR: 24/KPPU-I/2016 ................................. 42
A. Analisis Berdasarkan Hukum Positif ....................................................................... 42
B. Analisis Berdasarkan Hukum Islam ......................................................................... 49
BAB V PENUTUP ................................................................................................................... 56
A. Kesimpulan ............................................................................................................... 56
B. Rekomendasi ............................................................................................................ 57
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 58
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sistem ekonomi yang ideal bagi Indonesia adalah sistem ekonomi
pasar bebas yang terkendali (guided friendly market). Sistem ini tetap
membuka peluang yang seluas-luasnya kepada pasar, dengan dikendalikan
oleh Pemerintah (sebagai guide-nya). Dalam ekonomi pasar tersebut
dibutuhkan adanya sistem-sistem hukum yang mampu mengatur aktivitas
pasar. Sistem hukum inilah yang berupa hukum persaingan usaha, yang
tertuang dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Sesuai dengan tujuannya, substansi Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1999 tentang larangan perbuatan dan hubungan hukum yang dapat
mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
Dengan adanya hukum persaingan usaha yang bersumber pada Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1999 tersebut, bertujuan agar dapat mewujudkan
demokrasi ekonomi Pancasila yang memberikan kesempatan kepada pelaku
usaha untuk ikut serta dalam proses produksi dan pemasaran barang atau jasa
dalam iklim kegiatan usaha yang sehat dan efektif serta efisien.1
Persaingan usaha yang juga memiliki artian bahwa sebuah situasi
bebas peluang berusaha, di dalamnya terdapat unsur yang mendorong
pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan negara. Namun dilain pihak terdapat
unsur yang menghambat tujuan tersebut, karena dalam tatanan kehidupan
perekonomian suatu negara perlu adanya aturan tentang batas-batas yang
diperbolehkan dan yang tidak diperbolehkan khususnya bidang persaingan
usaha. Salah satu hal yang tidak diperbolehkan untuk dilakukan para pelaku
usaha adalah persekongkolan tender.
1 Rachmadi Usman, Hukum Acara Persaingan Usaha Di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika,
2013), h. 32
2
Persekongkolan biasa dilakukan oleh dua pihak atau lebih yang
memiliki tujuan untuk bersama-sama melakukan tindakan melawan hukum.
Lebih jelasnya tentang definisi persekongkolan diatur dalam Pasal 1 angka 8
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli
dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yaitu Persekongkolan atau konspirasi
usaha adalah bentuk kerja sama yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan
pelaku usaha lain dengan maksud untuk menguasai pasar bersangkutan bagi
kepentingan pelaku usaha yang bersekongkol.
Larangan persekongkolan ini memliki arti yang sangat khusus dalam
kebijakan persaingan usaha. Karena pesekongkolan dapat menciptakan
hambatan persaingan usaha, kaitannya dengan hukum anti monopoli yang
disebabkan oleh suatu perjanjian. Kebijakan persaingan usaha menganggap
bahwa larangan tentang persekongkolan yang lengkap merupakan hal yang
penting untuk mencegah terjadinya persekongkolan.2
Definisi tender atau lelang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) adalah tawaran untuk mengajukan harga, memborong pekerjaan atau
menyediakan barang. Tender dapat dilaksanakan baik secara swakelola
maupun dilakukan oleh penyedia barang dan/atau jasa. Dengan demikian,
tender adalah tawaran pengajuan harga untuk memborong suatu pekerjaan
berupa pengadaan barang atau berupa penyedia jasa.3
Berdasarkan penjelasan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Pasal
22, tender adalah tawaran mengajukan harga untuk memborong suatu
pekerjaan, untuk mengadakan barang atau menyediakan jasa. Pada pengertian
tender meliputi tawaran mengajukan harga untuk memborong atau
melaksanakan suatu pekerjaan, mengajukan harga untuk mengadakan barang
atau jasa, mengajukan harga untuk membeli suatu barang atau jasa, dan
2 Hansen Knud, Undang-Undang No.5 Tahun 1999 : Undang-Undang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat , (Jakarta: PT. Tema Baru, 2002), h. 309 3 Suyud Margono, Hukum Anti Monopoli, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), h. 113
3
mengajukan harga untuk menjual suatu barang atau jasa.4 Menurut Peraturan
Presiden (PerPres) Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah sebagaimana sebelumnya PerPres Nomor 54 Tahun 2010, tender
adalah metode pemilihan untuk mendapatkan penyedia barang atau pekerjaan
konstruksi atau jasa lainnya dengan menggunakan anggaran belanja dari
APBN/APBD.
Pada hakikatnya persekongkolan tender adalah perbuatan yang
dilakukan pihak penyedia barang atau jasa maupun pengguna barang atau jasa
untuk mengatur serta menentukan pemenang tender. Persekongkolan tender
dibedakan menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu Persekongkolan horizontal,
persekongkolan yang dilakukan oleh pelaku usaha atau penyedia barang atau
jasa dengan sesama pelaku usaha atau penyedia barang atau jasa pesaing.
Persekongkolan vertikal, persekongkolan yang dilakukan oleh salah satu atau
beberapa pelaku usaha atau penyedia barang atau jasa dengan panitia tender
atau pengguna barang atau jasa atau pemberi pekerjaan. Persekongkolan
horizontal dan vertikal, yaitu persekongkolan yang dilakukan oleh panitia
tender atau pengguna barang atau jasa atau pemberi pekerjaan dengan pelaku
usaha atau penyedia barang atau jasa5
Akibat dari adanya sebuah persekongkolan akan menghilangkan
persaingan antar para pelaku usaha. Dalam ekonomi pasar yang
mengandalkan proses persaingan, mengakibatkan para produsen bertindak
efisien dan inovatif. Namun pada praktiknya kebanyakan para pelaku usaha
mengelak persaingan tersebut. Melainkan produsen membuat penguasaan
pasar dengan bekerja sama antar pelaku usaha.6
Kasus monopoli atau persaingan usaha tidak sehat tidak sebanyak
kasus keperdataan lainnya atau kasus pidana pada umumnya, lembaga Komisi
4 Susanti Adi Nugroho, Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia Dalam Teori dan Pratktik
Serta Penerapan Hukumnya, (Jakarta: PT Fajar Interpratama Mandiri, 2012), h. 281 5 Yakub Adi Kristanto, Terobosan Hukum Keputusan KPPU dalam Mengembangkan
Penafsiran Hukum Persekongkolan Tender, (Jurnal Hukum Bisnis: Volume 27 Nomor 3, 2008), h.
72 6 Mustafa Kamal Rokan, Hukum Persaingan Usaha: Teori dan Praktiknya di Indonesia,
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012), h. 175
4
Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sebagai aparat penegak dalam kaitannya
dengan dugaan pelanggaran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dapat
memberikan gambaran perkara yang akan ditangani dan model pemeriksaan
yang dituangkan dalam bentuk putusan.7
Banyaknya kasus persekongkolan tender yang diperiksa dan ditangani
oleh KPPU menunjukan bahwa putusan yang dikeluarkan oleh KPPU tidak
membuat jera para pelaku usaha khususnya pelaku persekongkolan tender.
Sehingga diduga masih terjadi persekongkolan tender di Samarinda,
Kalimantan Timur dalam kegiatan pengadaan 4 (empat) paket alat-alat rumah
sakit di RSUD Abdul Wahab Sjahranie tahun anggararan 2012 - 2013. Yang
mana kasus tersebut sudah diputuskan oleh KPPU dengan putusan Perkara
Nomor 24/KPPU-I/2016 (selanjutnya disebut Putusan KPPU No. 24/KPPU-
I/2016).
Persekongkolan ini terindikasi pada fakta-fakta yang diduga tidak
wajar dilakukan oleh para pelaku usaha yang menjadi peserta tender. Dugaan
praktik persekongkolan yang dilakakuan oleh PT. Synergy Dua Kawan Sejati,
PT. Kembang Turi Healthcare, PT. Dwi Putra Unggul Pratama, CV.
Trimanunggal Mandiri, dan CV. Tiga Utama yang juga diduga merupakan 1
(satu) kelompok usaha dan/atau terafiliasi serta bekerja sama dengan alasan
memenuhi persyaratan dalam Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012
tentang Perubahana PerPres Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan
Barang/Jasa sebagaimana dalam peraturan terbaru Pasal 51 PerPres Nomor 16
Tahun 2018 Ayat (1) huruf b menerangkan bahwa jumlah peserta yang lulus
pada tahap prakualifikasi kurang dari 3 (tiga) peserta maka gagal.
Berdasarakan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian hukum atau skripsi terkait pembahasan dari kasus tersebut dengan
judul “Persekongkolan Pelaku Usaha dalam Kegiatan Tender Pengadaan
Alat-Alat Kedokteran RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda (Studi
Putusan KPPU Perkara Nomor : 24/KPPU-I/2016)”
7 Aulia Muthiah, Aspek Hukum Dagang Dan Pelaksanaannya Di Indonesia, (Yogyakarta:
Pustakabarupress, 2016), h. 119
5
B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan di atas, maka
dapat diidentifakasikan beberapa permasalahan yang berhubungan dengan
pelanggaran ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dalam
Putusan No. 24/KPPU-I/2016, yaitu:
a. Terjadi pelanggaran pasal 22 yang dilakukan oleh PT. Synergy Dua
Kawan Sejati, PT. Kembang Turi Healthcare, PT. Dwi Putra Unggul
Pratama, CV. Trimanunggal Mandiri, dan CV. Tiga Utama.
b. Terdapat unsur perjanjian yang dilarang yang dilakukan oleh
beberapa pelaku usaha dalam upaya memenangkan tender.
c. Persekongkolan horizontal karena adanya hubungan (afiliasi)
d. Penyalahgunaan rangkap jabatan.
2. Pembatasan Masalah
Untuk lebih memudahkan peneliti dalam melakukan penelitian ini,
maka diperlukan adanya pembatasan masalah agar dalam penelitian dan
penyusunan ilmiah dapat dipahami dengan mudah. Oleh karena itu,
peneliti membatasi permasalahan yang akan diteliti hanya tentang
persekongkolan tender yang dilakukan oleh beberapa pelaku usaha dalam
pelaksanaan pengadaan alat-alat kedokteran di RSUD Abdul Wahab
Sjahranie Samarinda tahun anggaran 2012-2013 berdasarkan Putusan
KPPU Perkara Nomor 24/KPPU-I/2016.
3. Perumusan Masalah
Adapun masalah yang akan diteliti adalah dugaan terjadinya
persekongkolan tender dalam kegiatan pengadaan alat-alat kedoktertan di
RSUD Abdul Wahab Sjahranie tahun anggaran 2012-2013 oleh sejumlah
pelaku usaha. Dengan demikian peneliti dapat merumuskan pertanyaan
penelitian sebagai berikut:
6
a. Bagaimana pertimbangan putusan Majelis Komisi KPPU dalam
Perkara Nomor 24/KPPU-I/2016 terkait persekongkolan tender yang
dilakukan pelaku usaha?
b. Apakah dalam kegiatan pengadaan alat-alat kedokteran RSUD
Abdul Wahab Sjahrani Samarinda memenuhi unsur-unsur
persekongkolan tender?
c. Bagaimana perspektif hukum Islam dalam Putusan Perkara Nomor
24/KPPU-I/2016?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Secara keseluruhan tujuan dari diadakannya penelitian ini sudah
jelas berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang dijelaskan
sebelumnya. Secara khusus tujuan dari penelitian ini adalah dapat
dirumuskan sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui pertimbangan hukum yang digunakan Majelis
Komisi dalam mengadili perkara persaingan usaha tidak sehat yang
dilakukan oleh para pelaku bisnis yang melanggar ketentuan Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat.
b. Untuk mengetahui terpenuhinya unsur-unsur pelanggaran Pasal 22 yang
dilakukan oleh para Terlapor dalam kegiatan pengadaan alat-alat
kedoktertan di RSUD Abdul Wahab Sjahranie tahun anggaran 2012-
2013.
c. Untuk mengetahui perspektif hukum Islam dalam Putusan Perkara
Nomor 24/KPPU-I/2016.
2. Manfaat Penelitian
Penulisan skripsi hukum ini diharapkan dapat memberi manfaat
bagi ilmu pengetahuan khususnya dibidang ilmu hukum baik secara
teoritis maupun praktis.
7
a. Manfaat Teoritis
1) Skripsi ini diharapkan dapat menyumbangkan pengetahuan dalam
perkembangan ilmu hukum khususnya hukum persaingan usaha.
2) Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi serta
masukan untuk penelitian terkait hukum persaingan usaha
selanjutnya khususnya untuk penulisan penelitian kasus
persekongkolan tender.
b. Manfaat Praktis
1) Dapat menambah pengetahuan yang selanjutnya dapat diterapkan
di dunia nyata sebagai bentuk partisipasi dalam pembangunan
negara dan rakyat Indonesia untuk akademisi khususnya.
2) Bagi masyarakat umum atau pelaku usaha penelitian ini diharapkan
dapat memberikan pengetahuan terkait persaingan usaha sehat yang
berlaku di Indonesia agar meminimalisir terjadinya praktik
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat bagi para pelaku bisnis.
D. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini dibutuhkan keakuratan data yang berasal dari
studi dokumentasi untuk menyelesaikan masalah yang ada pada penelitian ini.
Maka dari itu peneliti menggunakan metode penelitian sebagai berikut:
1. Jenis dan Sifat Penelitian
Penelitian adalah bagian dari kegiatan ilmiah yang berkaitaan
dengan analisa dan konstruksi yang dilakukan secara sistematis,
metodelogis dan konsisten.8 Penelitian juga merupakan suatu penyelidikan
yang terorganisasi. Hal ini dapat dijelaskan bahwa sistematis adalah
sesuatu yang dilakukan berdasarkan sistem, metodelogis adalah penelitian
yang sesuai dengan metode dan tata cara tertentu yang sesuai, dan
konsisten adalah terdapat hal-hal yang tidak bertentangan dalam suatu
kerangka tertentu.
8 Moh Nazir, Metode Penelitian, Cetakan ke-8, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2011), h. 57
8
Untuk menjawab masalah yang akan diteliti, peneliti menggunakan
jenis penelitian normatif. Penelitian normatif adalah penelitian di bidang
hukum yang dilakukan dengan meneliti bahan pustaka dan/atau data
sekunder saja.9 Penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu penelitian yang
memberikan data sejelas mungkin tentang suatu gejala atau fenomena agar
dapat memperkuat teori-teori yang ada atau untuk mencoba merumuskan
teori baru.
2. Pendekatan Masalah
Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah
menggunakan Pendekatan Perundang-Undangan (statute approach) dan
Pendekatan Kasus (case approach).10 Pendekatan Perundang-Undangan
(statute approach) digunakan untuk memahami persaingan usaha yang
sehat dalam kegiatan yang dilakukan oleh pelaku usaha bisnis agar
memenuhi ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Sedangkan Pendekatan Kasus (case approach) dilakukan dengan cara
menelaah kasus yang terjadi seputar praktik persaingan usaha tidak sehat
yang telah menjadi putusan Majelis Komisi pada Perkara Nomor
24/KPPU-I/2016. Dengan meneliti pertimbangan majelis hakim
menggunakan pendekatan rule of reason, yaitu alasan-alasan yang menjadi
dasar hakim memutuskan perkara dalam kasus tersebut.
3. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data
sekunder dengan data penelitian berupa keputusan lembaga peradilan dan
kebijakan lembaga. Sumber data lainnya antara lain yaitu dengan mencari
bahan-bahan atau data-data seperti literatur yang sesuai untuk
9 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan
Singkat), (jakarta: Rajawali Press, 2001), h.14 10
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Cetakan ke-6, (Surabaya: Kencana,
2010), h.96
9
menyelesaikan permasalahan yang dibahas, dengan bahan hukum sebagai
berikut:
a. Bahan Hukum Primer, merupakan bahan hukum yang memiliki sifat
otoritatif atau memiliki otoritas. Dalam penelitian ini bahan hukum
primer yang digunakan adalah Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat, Peraturan KPPU Nomor 2 Tahun 2010 tentang
Pedoman Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang
Larangan Persekongkolan Tender, Peraturan Presiden Nomor 16
Tahun 2018 sebagaimana sebelumnya Peraturan Presiden Nomor 54
Tahun 2010 dan Putusan KPPU Perkara Nomor 24/KPPU-I/2016.
b. Bahan Hukum Sekunder, merupakan bahan hukum yang terdiri dari
buku referensi terkait persaingan usaha, skripsi, dan jurnal hukum
yang dapat mendukung penulisan penelitian ini.
c. Bahan Hukum Tersier, adalah bahan-bahan yang bersifat penunjang
sumber hukum primer dan sekunder seperti berita atau artikel di
internet, ensiklopedia, dan kamus.
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
dokumentasi yakni dengan cara memperoleh data dari penelusuran peneliti
menggunakan peraturan perundang-undangan, literatur kepustakaan, dan
putusan KPPU Perkara Nomor 24/KPPU-I/2016. Teknik pengumpulan
tersebut merupakan gambaran terhadap masalah yang ada berdasarkan
peelitian normatif.
5. Teknik Analisis Data
Adapun bahan hukum primer, sekunder dan tersier yang diperoleh
akan dihubungkan dengan permasalahan dan dianalisis berdasarkan
perturan perundang-undangan terkait dengan judul penelitian. Pertama,
data tersebut dikorelasikan sesuai pembahasan yang menjadi fokus
10
penelitian. Kedua, peneliti menguraikan dan menjelaskan fokus penelitian
tersebut berdasarkan teori-teori dan fakta-fakta sesuai dengan fokus
penelitian. Ketiga, penjelasan tersebut diperkuat kembali atau dievaluasi
berdasarkan peraturan atau ketentuan hukum yang berlaku dan sesuai.
6. Metode Analisis Data
Metode analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah metode
analisis kualitatif. Peneliti menggunakan metode analisis ini karena dapat
menggambarkan secara jelas tentang kasus-kasus yang akan diteliti.
Analisis data secara kualitatif lebih menitikberatkan pada kualitas atau isi
dari data tersebut secara mendalam dan menyeluruh.11
7. Teknik Penulisan
Teknik penulisan dan pedoman yang digunakan dalam penelitian
ini berdasarkan pada kaidah-kaidah dan teknik penulisan yang terdapat
dalam “Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah Dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2017”
E. Sistematika Penelitian
Untuk menjelaskan isi penelitian ini secara menyeluruh ke dalam bentuk
yang sistematis dan terstruktur maka penulisan penelitian ini disusun dengan
sistematika penulisan yang terdiri dari 5 (lima) bab yaitu sebagai berikut:
BAB I Dalam bab ini menjelaskan tentang latar belakang, pembatasan
serta rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian ini serta
metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini.
BAB II Dalam bab 2 (dua) memuat tentang kajian kepustakaan yang
terbagi dalam beberapa sub bab yang terdiri dari kerangka-
kerangka konseptual yang sudah dijelaskan pada bab 1 (satu)
terkait dengan penelitian ini, teori-teori hukum sebagi landasan
11
Soejono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 2001), h. 32
11
dalam penelitian ini, serta tinjauan dari (review) kajian terdahulu
yang memiliki keterkaitan dengan penelitian ini.
BAB III Bab ini memuat tentang kronologi persekongkolan tender 4
(empat) paket alat-alat kedokteran di RSUD Abdul Wahab
Sjahranie untuk tahun anggaran 2012-2013 serta mengetahui para
pihak yang terlibat dalam tender tersebut.
BAB IV Pada bab ini akan memuat tentang analisis Putusan Perkara
Nomor: 24/KPPU-I/2016 tentang dugaan pelanggaran Pasal 22
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 pada kegiatan pengadaan
alat-alat kedokteran di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.
BAB V Pada bab 5 (lima) ini membahas tentang kesimpulan dari
penelitian serta rekomendasi yang diberikan oleh peneliti
berdasarkan hasil penelitian terkait permasalahan tersebut.
12
BAB II
GAMBARAN PERSAINGAN USAHA YANG TERJADI
DI INDONESIA
A. Persaingan Usaha dalam Hukum Islam
1. Hukum Persaingan Usaha
Hukum persaingan usaha merupakan hukum yang mengatur
tentang interaksi perusahaan atau pelaku usaha di pasar. Sementara
tingkah laku perusahaan atau pelaku usaha dilandasi atas motif-motif
ekonomi.1 Secara yuridis pengertian dari persaingan usaha umumnya
dikaitkan dengan persaingan dalam ekonomi yang berbasis pada pasar.
Yaitu pelaku usaha baik itu perusahaan ataupun penjual secara bebas
berupaya untuk mendapatkan konsumen guna mencapai tujuan usaha atau
tujuan perusahaan tertentu yang didirikannya.2
Hukum persaingan usaha mengatur ketentuan mengenai tindakan-
tindakan yang dilarang dan ketentuan-ketentuan procedural mengenai
penegakan hukum persaingan usaha. Pada hakikatnya, maksud dari hukum
persaingan usaha adalah untuk mengatur persaingan dan monopoli. Jika
hukum persaingan usaha bermaksa luas maka tidak hanya meliputi
pengaturan persangan tetapi juga boleh atau tidaknya monopoli digunakan
sebagai saran kebijaakan publik untuk mengatur daya yang dapat dikelola
oleh swasta.3
Dalam Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
mengenai persaingan usaha menentukan bahwa persaingan usaha tidak
sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan
usaha barang dan/atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau
1 Andi Fahmi Lubis, et.al., Hukum Persaingan Usaha: Antara Teks dan Konteks, (Jakarta:
Creative Media, 2009), h. 21 2 L. Budi Kagramanto, Mengenal Hukum Persaingan Usaha, (Sidoarjo: Laras, 2010), h.57
3 Arie Siswanto, Hukum Persaingan Usaha, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2007), h. 23
13
menghamat persaingan.4 Pada umumnya yang terjadi di Indonesia guna
menciptakan persaingan yang sehat masih sulit, karena terkait alasan
pelaku usaha yang lebih mementigkan keuntungan dan tidak
memperhatikan aturan hukum yang berlaku.
2. Sejarah Persaingan Usaha
Pada sejarah Indonesia, praktik monopoli pertama kali secara resmi
dimulai pada tanggal 20 Maret 1602, yaitu pada saat Pemerintah Belanda
dengan persetujuaannya State General memberikan hak untuk melakukan
perdagangan sendiri (monopoli) pada VOC di wilayah Indonesia (Hindia
Timur). Hak monopoli yang dimaksud terdapat sembilan macam, yaitu
dianggap sebagai wakil pemerintah Belanda di Asia, monopoli
perdagangan, mencetak dan mengedarkan uang sendiri, mengadakan
perjanjian, melakukan perang dengan negara lain, menjalankan kekuasaan
kehakiman, pemungutan pajak, memiliki angkatan perang, serta
mengadakan pemerintahan sendiri.5
Dalam melaksanakan pemerintahannya, VOC banyak
menggunakan tenaga Bupati yang digaji oleh pemerintah, sedangkan
bangsa Cina dipercaya untuk melakukan pemungutan pajak dengan cara
menyewakan Desa untuk beberapa tahun lamanya.6 Beragam cara kerja
VOC dalam melakukan praktik monopoli perdagangan di Indonesia antara
lain dengan cara melakukan Pelayaran Hongi yaitu dengan merampas
setiap kapal penduduk yang menjual rempah-rempah kepada pedagang
asing seperti Inggris, Prancis, dan Denmark karena dianggap melanggar
monopoli dagang VOC, melakukan Ekstirpasi yaitu penebangan tanaman
milik rakyat dengan tujuan mempertahankan harga rempah-rempah tidak
4 Fendy, “Jurnal Hukum, Peran Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Dalam
Mendorong Persaingan Usaha Yang Sehat Di Sektor Motor Skuter Matic”, (Yogyakarta:
Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2016), h. 1-2 5 Rachmadi Usman, Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013),
h. 21 6 Suhasril dan Mohammad Taufik Makarao, Hukum Larangan Praktik Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat di Indonesia, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), h. 24
14
turun apabila hasil panen berlebihan atau biasa disebut over produksi,
melakukan penyerahan wajib yang disebut Verplichte Leverantien yaitu
melakukan perjanjian dengan raja-raja setempat (terutama kerajaan yang
kalah dalam perang), wajib menyerahkan hasil bumi yang dibutuhkan
VOC dengan harga yang ditetapkannya, dan yang terakhir dengan cara
Contingenten yaitu rakyat wajib menyerahkan hasil bumi sebagai pajak.7
Setelah masa monopoli VOC, pemerintahan daerah jajahan sejak
dari Gubernur Jendral yang pertama yaitu Daendels (1808 - 1811) sampai
dengan Gubernur Jendral Thomas Stamford mengadakan kapitulasi
dengan penguasa pendudukan Jepang di Kalijati tepat pada tanggal 9
Maret 1942 yang bahkan sampai pernyataan Proklamasi Kemerdekaan
Bangsa Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Selama berada di bawah
kekuasaan penjajah Belanda, Inggris, dan Jepang tersebut, baik langsung
maupun tidak langsung dan sebagian maupun keseluruhan, praktik
monopoli dalam perdagangan secara terus-menerus dilakukan di
Indonesia. Hal ini dapat dimaklumi karena selama periode tersebut ukuran
serta batasan terhadap persaingan yang sehat maupun persaingan yang
tidak sehat tidak jelas atau kabur.8
Di masa pemerintahan Orde Baru sangat banyak terjadi monopoli,
oligopoli, dan perbuatan lain yang menjurus pada persaingan curang
seperti monopoli terigu, cengkeh, jeruk, serta pengedaran film dan masih
banyak lagi. Dapat disimpulkan bahwa keberhasilan konglomerat besar di
Indonesia bermula dari tindakan monopoli dan persaingan usaha yang
curang yang kemudian dibiarkan oleh pemerintah pada saat itu.9
Berawalnya penyusunan Undang-Undang Antimonopoli adalah
dari perjanjian yang dilakukan oleh Dana Moneter Internasional (IMF)
dengan Pemerintah Republik Indonesia pada tahun 1998. Dalam perjanjian
7 Suhasril dan Mohammad Taufik Makarao, Hukum Larangan Praktik Monopoli, …, h. 24
8 Johnny Ibrahim, Hukum Persaingan Usaha: Filosofi, Teori, dan Implikasi Penerapannya di
Indonesia, (Malang: Bayumedia Publishing, 2006), h. 11 9 Munir Fuady, Hukum Antimonopoli Menyongsong Era Persaingan Sehat, (Bandung: PT
Citra Aditya Bakti, 1999), h. 41
15
tersebut dinyatakan bahwa IMF menyetujui pemberian bantuan keuangan
kepada Negara Republik Indonesia dengan tujuan guna mengatasi krisis
ekonomi, akan tetapi dengan syarat Indonesia melakukan reformasi
ekonomi dan hukum ekonomi tertentu. Sehubungan dengan hal tersebut
tentu saja diperlukannya undang-undang yang mengatur antimonopoli.
Akan tetapi, perjanjian dengan IMF bukan hanya merupakan alasan utama
dilakukannya penyusunan undang-undang tersebut.
Sejak Tahun 1989 terjadi diskusi secara intensif di Indonesia
menganai perlunya undang-undang tentang antimonopoli karena reformasi
sistem ekonomi khususnya kebijakan regulasi yang dilakukan pada tahun
1980, dalam jangka waktu 10 tahun, menimbulkan situasi yang dianggap
kritis. Timbul konglomerat pelaku usaha yang dikuasi oleh keluarga atau
partai tertentu dan konglomerat tersebut dapat menyingkirkan pelaku
usaha kecil dan menengah melalui praktik usaha yang kasar serta berusaha
untuk mempengaruhi semaksimal mungkin penyusunan undang-undang
serta pasar keuangan.10
Dengan adanya latar belakang tersebut, pembubaran ekonomi yang
dikuasai oleh negara dan perusahaan monopoli saja tidak memungkinkan
untuk membangun suatu perekonomian yang mampu bersaing. Perlu
disadari juga bahwa hal-hal yang merupakan dasar pembentukan setiap
perundang-undangan antimonopili justru pelaku usaha itu sendiri yang
cepat atau lambat dapat melumpuhkan serta menghindar dari tekanan
persaingan usaha dengan melakukan perjanjian dan penggabungan
perusahaan yang menghambat persaingan serta penyalahgunaan posisi
kekuasaan ekonomi untuk dapat merugikan pelaku usaha kecil. Dengan
demikian, Negara harus menjamin keutuhan dan keadilan proses
persaingan usaha terhadap gangguan dari pelaku usaha dengan melakukan
penyusunan undang-undang yang isinya melarang pelaku usaha dalam
berbuat kecurangan yang dapat merugikan pelaku usaha lain.
10
Andi Fahmi Lubis, et.al., Hukum Persaingan Usaha Buku Teks, edisi kedua, (Jakarta:
Komisi Pengawas Persaingan Usaha, 2017), h. 33
16
Sudah banyak praktisi maupun pakar hukum dan ekonomi yang
menyerukan agar segera dibuat sebuah Undang-Undang Antimonopoli.11
Negara Indonesia baru memiliki aturan hukum dalam bidang persaingan
setelah inisiatif DPR yang disusun dalam RUU Larangan Praktik
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. RUU tersebut pada akhirnya
disetujui dalam Sidang Paripurna DPR pada tanggal 18 Februari 1999
dalam hal ini pemerintah yang diwakili oleh Menteri Perindustrian dan
Perdagangan, Rahardi Ramelan. Barulah pada masa reformasi setelah
lengsernya rezim Presiden Soekarno, diundangkan sebuah peraturan yaitu
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang ditandatangani oleh
Presiden B.J. Habibie dan diundangkan pada tanggal 5 Maret 1999 serta
berlaku satu tahun setelah diundangkan.
Diundangkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 ini secara
historis berawal dari belum tersedianya peraturan yang komperhensif dan
memadai yang dapat mengatur mengenai persaingan usaha di Indonesia.
Sebelumnya pelaku usaha masih bersikap ambiguitas dalam menentukan
langkah, melaksanakan, mengurus dan mengatur kegiatan usaha. Karena
seringkali masih ditemukan pelaku usaha yang bingung terkait kepastian
usaha yang dilakukan itu dapat mengganggu atau berdampak buruk pada
kegiatan usaha yang dilakukan oleh pelaku usaha lainnya.12
3. Persekongkolan
Persekongkolan merupakan suatu kegiatan yang dapat membatasi
atau menghalangi persaingan usaha. Pada persekongkolan melibatkan dua
pihak atau lebih untuk dapat melakukan kerjasama. Istilah persekongkolan
pertama kali ditemukan pada Antitrust Law di Amerika Serikat melalui
Yurisprudensi Mahkamah Tertinggi Amerika Serikat. Hal ini berkaitan
erat dengan ketentuan Pasal 1 The Sherman Act 1890. Dalam pasal
11
Rachmadi Usman, Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia, …, h. 23 12
L. Budi Kagramanto, Larangan Persekongkolan Tender (Perspektif Hukum Persaingan
Usaha, (Surabaya: Srikandi, 2008), h. 16
17
tersebut dinyatakan bahwa “ … conspriracy in restraint of trade …” (…
persekongkolan untuk menghambat perdagangan …).
Mahkamah Tertinggi Amerika Serikat juga menciptakan istilah
“concerted action” yaitu istilah untuk mendefinisikan persekongkolan
tender dalam hal menghambat perdagangan serta segala bentuk kegiatan
yang saling menyesuaikan dan berlandaskan pada persekongkolan guna
menghambat perdagangan serta pembuktiannya dapat disimpulkan dari
kondisi yang ada. Dapat disimpulkan dari pengertian Amerika Serikat
itulah bahwa persekongkolan merupakan suatu perjanjian yang
konsekuensinya adalah perilaku yang saling menyesuaikan.13
Dalam banyak bahasan, ada yang menyamakan istilah
persekongkolan (conspiracy) dengan istilah kolusi (collusion). Dalam
kolusi ada suatu perjanjian rahasia yang dibuat oleh dua orang atau lebih
dengan tujuan penipuan atau penggelapan yang sama artinya dengan
konspirasi dan cenderung berkonotasi negatif atau buruk.14 Namun, dalam
kegiatan persekongkolan tidak harus dibuktikan dengan adanya sebuah
perjanjian melainkan dalam bentuk kegiatan lain yang tidak mungkin
diwujudkan dalam bentuk perjanjian.
Pengertian persekongkolan atau konspirasi usaha telah dituliskan
dalam ketentuan Pasal 1 angka 8 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999,
yaitu persekongkolan atau konspirasi usaha adalah bentuk kerjasama yang
dilakukan oleh pelaku usaha dengan pelaku usaha lain dengan maksud
untuk menguasai pasar bersangkutan bagi kepentingan pelaku usaha yang
bersekongkol.
Jika melakukan monopoli atau praktik curang dalam bersaing
umumnya menekankan perjanjian, namun dalam persekongkolan belum
tentu terdapat pejanjian. Selain itu jika yang dimaksud dengan “perjanjian”
yang dapat menimbulkan persaingan curang adalah perjanjian antara
13
L. Budi Kagramanto, Larangan Persekongkolan Tender …, h. 192 14
Andi Fahmi Lubis, et.al., Hukum Persaingan Usaha: Antara Teks dan Konteks, (Jakarta:
Komisi Pengawas Persaingan Usaha dan Deutsche Gesellschaft fur Technische Zusammenarbeit
(GTZ) GmbH, 2009), h. 147
18
pelaku usaha, maka larangan persekongkolan bisnis ditujukan untuk
persekongkolan antara pelaku usaha dengan pihak lain yang bukan
merupakan pelaku bisnis.15
Persekongkolan yang dilarang terdapat dalam Pasal 22, 23, dan 24
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dengan jenis perkongkolan yang
dilarang yaitu pada Pasal 24 dijelaskan bersekongkol dalam mendapatkan
informasi kegiatan usaha pesaingnya yang menjadi rahasia perusahaan
dengan pihak lain sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat,
kemudian dalam Pasal 23 dijelaskan bersekongkol dalam menghambat
produksi serta pemasaran barang dan/atau jasa guna mengurangi jumlah,
kualitas maupun ketepatan waktu yang dipersyaratkan, dan yang terakhir
dalam Pasal 22 dijelaskan bersekongkol dengan pihal lain dalam
menentukan pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan persaingan
usaha tidak sehat.16 Dalam ketiga pasal tersebut mengasumsikan adanya
persekongkolan yang dilakukan antara pelaku usaha. Dengan kata lain,
terdapat dua unsur yang wajib dipenuhi dalam menerapkan pasal
persekongkolan tersebut, yaitu para pihak harus peserta dan harus
menyepakati persekongkolan.
4. Tender
Berdasarkan pada penjelasan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1999 bahwa yang dimaksud dengan “tender” adalah tawaran untuk
mengajukan harga untuk memborong suatu pekerjaan guna mengadakan
barang-barang atau dalam menyediakan jasa. Pengertian tender ini
mencakup tawaran mengajukan harga untuk memborong atau
melaksanakan suatu pekerjaan, mengadakan barang dan/atau jasa,
membeli barang dan/atau jasa, menjual barang dan/atau jasa.
Dalam praktiknya pengertian tender sama dengan lelang atau
pengadaan barang dan jasa. Pelalangan adalah serangkaian kegiatan untuk
15
Munir Fuady, Hukum Antimonopoli …, h. 82 16
Susanti Adi Nugroho, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia Dalam Teori dan Praktik
serta Penerapan Hukumnya, (Jakarta: Kencana, 2012), h. 268
19
menyediakan kebutuhan barang atau jasa dengan menciptakan persaingan
yang sehat diantara penyedia barang atau jasa tertentu yang setara dan
memenuhi syarat, serta berdasarkan metode dan tata cara tertentu yang
telah ditetapkan dan harus diikuti oleh pihak pihak terkait.17
Letak perbedaan antara tender dan lelang adalah objek
penawarannya dan tujuannya. Objek penawaran yang terdapat dalam
tender adalah penyediaan barang atau jasa yang belum ada. Seperti pada
tender pembangunan gedung atau sekolah serta infrastruktur lainnya.
Tujuan diadakannya tender ini adalah untuk mengadakan barang dan/atau
jasa yang pada umumnya untuk dapat memenangkan tender peserta
melakukan penawaran terendah. Pada lelang, objek penawarannya adalah
barang berwujud atau tidak berwujud. Tujuan dari lelang ini adalah
melakukan proses penawaran pada barang yang sudah ada atau sudah
disiapkan sebelumnya. Umumnya yang dapat memenangkan pelelangan
adalah peserta yang melakukan penawaran tertinggi.
Tender yang ditawakan oleh pengguna barang dan/atau jasa kepada
pelaku usaha mempunyai kredibilitas serta kapabilitas atas dasar alasan
efektivitas dan efisiensi. Alasan terkait tender pengadaan barang dan/atau
jasa dapat dijelaskan lebih lanjut yaitu guna memperoleh penawaran harga
serta kualitas terbaik, memberikan kesempatan yang sama untuk semua
pelaku usaha yang sesuai persyaratan, dan menjamin transparansi dan
akuntabilitas pengguna barang dan/atau jasa kepada publik khususnya
apabila pengadaan dilakukan oleh lembaga atau instansi pemerintah.18
B. Persaingan Usaha dalam Hukum Islam
Persaingan atau dalam bahasa Inggris disebut competition, merupakan
usaha-usaha dari dua pihak atau lebih perusahaan yang masing-masing
bergiat “memperoleh pesanan” dengan menawarkan harga atau syarat yang
17
Susanti Adi Nugroho, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia …, h. 282 18
Susanti Adi Nugroho, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia …, h. 281
20
paling menguntungkan persaingan berupa pemotongan harga, iklan atau
promosi, variasi serta kualitas, dan segimentasi pasar.19
Yusuf Qardhawi memberikan patokan tentang norma-norma atau
nilai-nilai syariah yang harus ditaati dalam perdagangan oleh para pedagang
muslim dalam melaksanakan kegiatan perdagangan, yaitu:
1. Menegakkan larangan memperdagangkan barang-barang yang
diharamkan.
2. Bersikap benar, amanah, dan jujur.
3. Menegakkan keadilan dan mengharamkan bunga.
4. Menerapkan kasih saying dan mengharamkan monopoli.
5. Menegakkan toleransin dan persaudaraan.
6. Berpegang pada prinsip bahwa perdagangan adalah bekal menuju
akhirat.20
Persaingan bisnis dalam etika bisnis Islam adalah sebuah konsep
persaingan yang menganjurkan para pebisnis untuk bersaing secara positif
(fastabiqul khairat) dengan memberikan kontribusi yang baik dari bisnisnya.
Bukan menjatuhkan pebisnis lainnya. Serta menganjurkan pebisnis untuk
tidak merugikan dan memudharatkan pebisnis lainnya. Selain itu, Islam juga
memberikan konsep untuk tidak melakuakn persaingan dalam hal
mendapatkan kekayaan sebanyak-banyaknya tanpa menghiraukan nilai-nilai
Islami. Karena hal itu dapat menimbulkan kelalaian hingga lupa terhadap
kewajibannya sebagai hamba Allah. Pentingnya memahami konsep yang
dianjurkan dalam islam agar tidak mengakibatkan persaingan yang tidak sehat
bagi pebisnis Muslim.21
Islam sebagai aturan hidup telah memberikan aturan yang jelas dan
rinci guna menghindari munculnya permasalahan akibat praktik persaingan
yang tidak sehat. Ketiga unsur yang harus dicermati dalam persaingan bisnis
antara lain adalah:
19
B. N. Maribun, Kamus Manajemen, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2003), h. 276 20
Yusuf Qardhawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam, (Jakarta: Gema Insani, 1997), h. 173 21
Franz Magnis Suseno, Etika Bisnis Islam: Dasar dan Aplikasinya, (Jakarta: Gramedia,
1994), h. 55-56
21
1. Pihak yang bersaing, yaitu manusia, merupakan pusat pengendali bisnis.
Bagi seorang muslim, bisnis yang dilakukan adalah dalam rangka
memperoleh dan mengembangkan harta yang dimilikinya. Harta yang
diperoleh adalah rizki yang diberikan oleh Allah SWT. Tugas manusia
adalah berusaha untuk sebaik-baiknya salah satunya dalam bidang bisnis.
Allah SWT telah mengatur masing-masing rizki untuk setiap individu.
Maka tidak ada anggapan bahwa rizki yang diberikan-Nya akan diambil
oleh pesaing. Sesuai dengan firman Allah dalam Q.s. Al-Mulk (67); 15:
شور ه الن ليأقه وا اكبا وكوا منأ رزأ شوا ف من ض ذلولا فامأ رأ ي جعل لك الأ هو الذ
Artinya: “Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, Maka
berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.”
2. Cara bersaing
Berbisnis adalah bagian dari muamalah. Oleh karena itu, bisnis tidaklah
lepas dari hukum-hukum yang mengatur tentang muamalah. Dalam
melaksanakan bisnis, setiap orang akan berhubungan dengan pesaing.
Rasul SAW memberikan contoh bersaing dengan baik. Ketika berdagang
Rasul tidak melakukan usaha yang menjatuhkan pesaingnya. Dalam
berbisnis juga harus selalu berupaya memberikan pelayanan yang terbaik
kepada pesaingnya, namun tidak menghalalkan berbagai cara dengan
melanggar ketentuan hukum.
Kaitannya dalam berhubungan dengan rekan bisnis, setiap pebisnis
muslim harus memperhatikan hukum yang terkandung dalam Islam.
Dalam ajaran Islam terdapat aturan-aturan dan falsafah yang tegak diatas
asas persaudaraan antar manusia dan menganggap mereka semua sebagai
satu keluarga.22 Maka dalam hal ini, persaingan itu tidak kemudian
diartikan sebagai usaha untuk mematikan pesaing lainnya. Tetapi
dilakukan untuk memberikan sesuatu yang terbaik dari usaha bisnisnya.
22
Ismail Yusanto, M. Karebat Widjajakusuma, Menggagas Bisnis Islami, (Jakarta: Gema
Insani Press, 2002), h. 92-97
22
C. Komisi Pengawas Persaingan Usaha
Hukum persaingan mengatur tentang sengketa antara pelaku usaha,
apabila salah satu pihak pelaku usaha merasa dirugikan oleh tindakan pelaku
usaha lainnya. Sengketa persaingan usaha masuk kedalam lingkungan perdata
yang dapat dilakukan oleh asosiasi yang didirikan oleh pelaku usaha, dengan
syarat hal yang disengketakan tidak ada unsur publiknya. Hambatannya
adalah jika tidak ada kesukarelaan dari pihak yang kalah untuk melaksanakan
putusan hal ini karena asosiasi tidak berwenang untuk memaksa melakukan
penyitaan atau menjatuhkan sanksi yang bersifat publik.23
Era reformasi melahirkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Pada
awal kemunculannya terdapat fakta bahwa perusahaan besar yang disebut
konglomerat menikmati pangsa pasar terbesar dalam tatanan perekonomian
Indonesia dan dengan berbagai cara berusaha untuk mengatur supply barang
dan/atau jasa serta menetapkan harga secara sepihak. Dengan fakta yang
demikian, DPR mengajukan usulan inisiatif untuk pembentukan undang-
undang antimonopoli , pada akhirnya terbentuklah Undang-Undang Larangan
Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang ditangatangani
Presiden B.J. habibie pada tanggal 5 Maret 1999.
Dalam undang-undang tersebut diatur bahwa untuk mengawasi
pelaksanaannya dibentuklah Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)
dengan kewenangannya menyelesaikan sengketa yang berkaitan dengan
hukum persaingan usaha atau dengan kata lain menegakkan Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999.
Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 ini memungkinkan
individu atau pelaku usaha untuk memberikan laporan kepada komisi jika
mengetahui terdapat pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap
undang-undang tersebut. Dalam ketentuan Pasal 41 pelaku usaha atau pihak
lain yang diperiksa wajib menyerahkan alat bukti yang diperlukan dalam
penyidikan atau pemeriksaan. Dengan kata lain pelaku usaha tidak dapat
23
Susanti Adi Nugroho, Pengantar Hukum Persaingan Usaha di Indonesia , …, h. 539
23
menolak untuk diperiksa serta wajib memberikan informasi yang diperlukan
dalam penyelidikan dan pemeriksaan atau melakukan sesuatu yang dapat
menghambat proses penyelidikan dan pemeriksaan.
KPPU ini merupakan suatu lembaga independen yang tidak
terpengaruh dari kekuasaan pemerintah serta pihak lain. Hal ini guna
menjamin independensi kerja KPPU dari pengaruh pemerintah dan pihak lain.
Dalam proses melakukan pengawasan terhadap undang-undang anti monopoli
dan persaingan usaha tidak sehat ini KPPU bertanggung jawab kepada
Presiden. Kewajiban ini termuat dalam Pasal 36 huruf g, yang mana sesuai
dengan Pasal 30 ayat (3) yang menentukan bahwa komisi memberikan
laporan secara berkala atas hasil kerja KPPU kepada Presiden.
Berdasar pada Pasal 47 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, KPPU
diberi wewenang untuk menjatuhkan tindakan administratif pada pelaku
usaha yang melanggar undang-undang ini. Tindakan administratif yang dapat
dijatuhkan dapat berupa pembatalan perjanjian yang dilanggar dalam undang-
undang ini, perintah untuk menghentikan integrasi vertikal, perintah untuk
menghentikan kegiatan yang terbukti menimbulkan persaingan usaha tidak
sehat, perintah menghentikan penyalahgunaan posisi dominan, menjatuhkan
penetapan pembatalan atas merger, konsolidasi dan akusisi, menetapkan
pembayaran ganti rugi, dan menjatuhkan denda serendah-rendahnya satu
miliar rupiah dan setinggi-tingginya dua puluh lima miliar rupiah.
Sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 35 terkait tugas KPPU
meliputi penilaian, penelitian, tindakan, penyusunan pedoman, dan membuat
laporan. Penilaian yang dilakukan antara lain terhadap perjanjian yang dapat
mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat,
terhadap kegiatan usaha atau tindakan pelaku usaha yang dapat
mengakibatkan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
Sedangkan penelitian yang dilakukan KPPU adalah terkait ada atau tidaknya
penyalahgunaan terhadap posisi dominan yang dapat mengakibatkan
terjadinya praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat sebagaimana
yang diatur dalam Pasal 25 dan Pasal 26. Tindakan yang diambil oleh KPPU
24
sesuai dengan wewenangnya dalam Pasal 36 dan memberikan saran serta
pertimbangan terhadap kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hukum
persaingan usaha.
D. Kerangka Teori
1. Teori Konspirasi
Karl R. Popper merupakan salah satu filsuf dunia yang membahas
mengenai teori konspirasi. Menurut Popper, Teori Konspirasi merupakan
kenyataan dimana penjelasan dari fenomena sosial terdiri dari keberadaan
fenomena itu sendiri. Dimana terdapat kepentangan tersembunyi yang
harus terungkap terlebih dahulu dan orang yang merencanakan dan
berkonspirasi untuk menciptakan fenomena itu.24
Pendapat ini muncul dari argument yang menyebutkan bahwa
apapun yang terjadi di masyarakat (terutama menyangkut perang,
pengangguran, dan kemiskinan) adalah akibat dari rencana sekelompok
individu yang berkuasa. Argumen ini diakui di masyarakat yang
kemungkinan merupakan asal mula teori konspirasi.
Secara khusus Popper menjelaskan bahwa, konspirasi merupakan
sebuah fenomena sosial yang tipikal. Konspirasi menjadi penting karena
setiap individu yang mempercayainya memiliki kemampuan untuk
berkuasa. Individu-individu yang percaya bahwa mereka paham
bagaimana menciptakan “surga” di dunia adalah invidu yang berpotensi
mengadopsi teori konspirasi ini. Mereka juga mampu menciptakan
penjelasan atas kegagalan mereka merekayasa “surga” tersebut. Maka dari
itu, konspirasi harus diakui keberadaannya. Namun demikian fakta
mengatakan bahwa hanya sedikit konspirasi yang benar-benar sukses
dalam praktiknya seperti yang ditekankan Popper, ‘… conspirators rarely
consummate their conspiracy’.25
24
Irene Hadiprayitno, Terorisme dan Teori Konspirasi, Jurnal Global Vol.5, 2 Mei 2003, h.
51 25
Irene Hadiprayitno, Terorisme dan Teori Konspirasi, …, h. 52
25
Kehidupan sosial menurut Popper tidak hanya tentang uji coba
kekuatan antara dua pihak yang bertentangan, tetapi juga merupakan
sebuah aktivitas dalam kerangka institusi dan tradisi yang dinamis. Hal ini
menyebabkan segaala sesuatu tidak dapat diprediksikan.26 Pemikiran
Popper berasal dari asumsi Marx yang mengatakan bahwa semua
kemudahan politik hanya untuk melayani kepentingan kepitalisme dan
kemudahan melahirkan sebuah konspirasi yang berkembang dalam
menjelaskan berbagai situasi yang terjadi di dunia ini. Ilmuwan lainnya
yang juga berusaha menjelaskan kembali tenteng teori konspirasi dari sisi
lain adalah Fernando R. Tenson. Dalam tulisannya yang berjudul
International Human Rights and Cultural Relativism, Tenson menjelaskan
mengenai bagaimana institusi besar yang seharusnya terwujud demi
kepentingan hak asasi manusia pada hakikatnya merupakan kreasi ala
Macchiavelian dari Barat yang berkuasa.27
Menurut Tenson, teori konspirasi institusi dunia (terutama yang
bertujuan untuk mempromosikan hak asasi manusia) gagal dalam
memisahkan garis antara dukungannya terhadap hak asasi manusia dengan
dukungannya terhadap kelompok pemiliki modal tertentu.28 Maka dari itu,
untuk menjelaskan situasi kacau dikarenakan adanya teori konspirasi ini,
Popper telah mengatakan bahwa solusi dari fenomena tersebut adalah
melihat secara jelas kelompok yang berada di belakang kejadian tesebut,
serta kepentingan-kepentingan tersembunyi yang sebenar-benarnya.
2. Pendakatan Rule of Reason dan Pendakatan Per Se Illegal
Pendekatan rule of reason dan per se illegal telah lama diterapkan
dalam bidang hukum persaingan usaha, guna menilah suatu kegiatan
maupun perjanjian yang dilakukan oleh pelaku usaha berpotensi atau
26
K.R. Popper, The Open Society and Its Enemies: Vol II, The High Tide of Prophecy: Hegel,
Marx and the Aftermath, (London: Routledge, 1973), dalam Irene Hadiprayitno, Terorisme dan
Teori Konspirasi, Jurnal Global Vol.5, 2 Mei 2003, h. 52 27
Irene Hadiprayitno, Terorisme dan Teori Konspirasi, …, h. 52 28
Irene Hadiprayitno, Terorisme dan Teori Konspirasi, …, h. 52
26
telah melanggar Undang-Undang Antimonopoli. Kedua pendekatan ini
pertama kali tercantum dalam beberapa suplemen terhadap Sherman Act
1980 (yang merupakan Undang-Undang Antimonopoli Amerika Serikat).
Untuk pertama per se illegal pertama kali diimplemetasikan oleh
Mahkamah Agung Amerika Serikat pada tahun 1899 dan rule of reason
pada tahun 1911 dalam putusan atas beberapa kasus antitrust. Hal ini
sebagai pelopor dalam bidang persaingan usaha. Maka dari itu,
pendekatan-pendekatan ini juga diimplementasikan oleh negara-negara
lainnya sebagai praktik kebiasaan (customary practice) di bidang
persaingan usaha.
a. Pendekatan Rule of Reason
Rule of reason merupakan sebuah doktrin yang dibangun
berdasarkan tafsir dan ketentuan Sherman Antitrust Act oleh
Mahkamah Agung Amerika Serikat. Dalam lingkup doktrin rule of
reason apabila suatu perbuatan dilarang untuk dilakukan oleh pelaku
usaha akan dilihat dari seberapa jauh efek negatifnya. Apabila terbukti
secara jelas adanya unsur yang dapat mengahambat persaingan, maka
mengambil langkah hukum. Larangan rule of reason memiliki bentuk
aturan yang menyebutkan adanya syarat tertentu yang harus terpenuhi
sehingga memenuhi kualifikasi adanya potensi persaingan usaha yang
tidak sehat. Atau setidaknya terbukti bahwa pelaku usaha melakukan
kegiatan yang menghalangi atau menghambat pelaku usaha lain
(antipersaingan).29
Pendekatan rule of reason adalah pendekatan yang
menentukan jika suatu perbuatan yang dilakukan bukan merupakan
bentuk pelanggaran walaupun telah memenuhi rumusan undang-
undang karena ada alasan objektif yang dapat membenarkan perbuatan
tersebut. Maknanya adalah penerapan hukum yang diambil tergantung
pada akibat yang ditimbulkan, perbuatan tersebut dapat menimbulkan
praktik monopoli atau tidak karena titik beratnya adalah unsur
29
Rachmadi Usman, Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia, …, h. 97
27
materiil.30 Pendekatan rule of reason mempertimbangkan alasan-
alasan dilakukannya suatu perbuatan yang dilakukan pelaku usaha.
Pendekatan rule of reason lebih menitikberatkan pada akibat
negatif dari suatu perbuatan yang tidak dilihat secara mudah perbuatan
tersebut illegal atau tidak tanpa menganalisis akibat dari perbuatan
tersebut terhadap kondisi persaingan. Dalam pendekatan rule of
reason, pengadilan haruslah mempertimbangkan berbagai alasan
seperti alasan dasar pelaku usaha melakukan perbuatan tersebut dalam
berbisnis atau pelaku usaha dalam industri tertentu. Dengan
mempertimbangkan berbagai alasan tersebut, kemudian ditentukan
perbuatan yang dilakukan bersifat legal atau sebaliknya.
Dalam proses penerapan pendekatan rule of reason memiliki
keunggulan dan hambatan. Adapun keunggulan dari pendekatan rule
of reason yaitu efisiensi guna mengetahui yang pasti karena dalam
prosesnya menggunakan analisis ekonomi. Hal tersebut dapat
menjawab jika suatu tindakan yang dilakukan pelaku usaha memiliki
implikasi kepada persaingan.31 Dalam banyak kasus, perbuatan yang
dilakukan oleh pelaku usaha tersebut secara ekonomi masih dapat
dibenarkan. Maka dari itu kesulitan dari penerapan rule of reason ini
adalah penyelidikan yang akan membutuhkan waktu panjang serta
dibutuhkan pengetahuan tidak hanya ilmu hukum melainkan juga ilmu
khusus dibidang ekonomi. Jika tidak, hal ini akan menyebabkan
perbedaan terhadap hasil analisis yang kemudian mendatangkan
ketidakpastian.
b. Pendekatan Per Se Illegal
Pendekatan per se illegal merupakan suatu perbuatan dengan
otomatis melanggar ketentuan yang diatur apabila perbuatan tersebut
telah memenuhi rumusan dari undang-undang, tanpa alasan
30
Susanti Adi Nugroho, Pengantar Hukum Persaingan Usaha di Indonesia ,
(Puslitbang/Diklat Mahkamah Agung, 2002), h. 28-29 31
Arie Siswanto, Hukum Persaingan Usaha, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2004), h. 126
28
pembenaran, dan tanpa melihat akibat dari perbuatannya. Secara
terminologi, per se illegal merupakan suatu tindakan yang dinyatakan
melanggar hukum dan dilarang secara mutlak, tidak memerlukan
pembuktian, dan melihat perbuatan tersebut memiliki dampak negatif
terhadap persaingan usaha.
Dapat disimpulkan bahwa, jika suatu perbuatan adalah jelas
maksudnya dan berakibat merusak, maka hakim tidak perlu
mempermasalahkan masuk akal atau tidak sebelum menentukan
bahwa peristiwa tersebut merupakan pelanggaran hukum persaingan.32
Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, teori atau pendekatan
per se illegal ini diterapkan pada pasal-pasal yang tidak
mengisyaratkan “yang mengakibatkan” atau “dapat mengakibatkan
terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat”.
Berdasarkan pendekatan per se illegal dapat dikatakan bahwa
suatu perbuatan atau kegiatan yang dilakukan pelaku usaha dikatakan
sebagai kegiatan yang dilarang dalam hukum persaingan usaha.
Karena dari awal, secara yuridis, perbuatan tersebut dituliskan oleh
hukum sebagai perbuatan yang melawan hukum atau unlawful.
Penerapan dengan pendekatan per se illegal ini jelas membawa
manfaat yang signifikan bagi proses penegakkan hukum bidang
persaingan usaha. Karena pendekatan per se illegal cenderung mudah
dan jelas dalam proses administratifnya.33 Kemudahan lainya dalam
penerapan dari per se illegal yaitu tidak memerlukan teori ekonomi
dan pengumpulan data dari aspek bisnis, serta adanya kepastian usaha,
efisiensi dalam proses litigasi dan sebagai alat untuk mencegah
dampak dari persaingan. Namun pendakatan ini tentu juga memiliki
kelemahan yaitu dalam hal cakupan aturan yang mana pengaturannya
tidak terlalu luas. Sehingga dapat mengakibatkan terbatasnya ruang
32
Ningrum Natasya Sirait, Hukum Persaingan di Indonesia , (Medan: Pustaka Bangsa Press,
2004), h. 108 33
Rachmadi Usman, Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia, …, h. 97
29
gerak atau perilaku yang bersifat meningkatkan persaingan dan
efisiensi ekonomi.
E. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu
Untuk menjaga keaslian judul dan masalah yang peneliti ajukan dalam
proposal skripsi ini tentu saja perlu dilampirkan juga beberapa rujukan yang
menjadi bahan pertimbangan sebagai berikut:
1. Skripsi ditulis oleh Syamsul Arifin Billah34. Skripsi ini membahas
mengenai perjanjian kartel dan persekongkolan dalam dunia usaha yang
berpotensi menyebabkan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak
sehat sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor
5 Tahun 1999 dengan mengkorelasikan dengan kasus kartel impor
bawang putih yang diputuskan oleh Majelis Komisi berdasarkan Putusan
Nomor 05/KPPU-i/2013. Sementara dalam penelitian ini hanya fokus
pada praktik persekongkolan tender yang dilakukan pelaku usaha dan
sudah diputus oleh KPPU dalam Perkara Nomor 24/KPPU-I/2016.
2. Skripsi ditulis oleh Sicco Satria Negera35. Skripsi ini membahas
mengenai praktik persekongkolan tender pembangunan Terminal
Angkutan Jalan Sei Ambarawang Kota Pontianak Tahap XI Tahap 2012
yang melanggar Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang
Larang Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dengan
menganalisis putusan Mahkamah Agung Nomor 241.K/Pdt.sus-
KPPU/2014. Dengan mengkorelasikan substansi Undang-Undang dan
Peraturan dalam bidang pembatal putusan KPPU, serta menguraikan
aspek-aspek hukum dalam pembatalan putusan KPPU di Indonesia.
Sedangkan dalam penelitian ini aspek yang dilihat dari kegiatan
pengadaan 4 (empat) paket alat-alat kedokteran adalah bentuk
34
Syamsul Arifin Billah, Persekongkolan dan Perjanjian Kartel dalam Impor Bawang Putih
(Analisis Kasus Terhdap Putusan KPPU No. 05/KPPU-I/2013), Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2017 35
Sicco Satria Negera, Pembatalan Putusan KPPU No. 06/KPPU-L/2012 Tentang
Persekongkolan Tender Pembangunan Terminal Angkutan Jalan Sei Ambarawang Kota Pontianak
Tahap XI Tahun 2012 (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 241.K/Pdt.Sus-KPPU/2014),
Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016
30
pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha, sehingga tidak ada
pembatalan putusan.
3. Penelitian yang ditulis oleh I Putu Rasmadi Arsha Putra, S.H.,M.H.36
Penelitian ini membahas mengenai dampak dari persekongkolan tender
di Indonesia yang mana melanggar Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1999 yang menyatakan bahwa pelaku usaha dilarang untuk
bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan/atau menentukan
pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan
usaha tidak sehat. Dalam penelitian ini menjelaskan bahwa umunya
persekongkolan terjadi oleh pelaku usaha yang memilik akses di
pemerintahan.
36
I Putu Rasmadi Arsha Putra, S.H.,M.H., Persekongkolan dalam Tender yang
Mengakibatkan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Fakuktas Hukum Unversitas Udayana, Tahun
2015
31
BAB III
KEGIATAN TENDER 4 (EMPAT) PAKET ALAT-ALAT
KEDOKTERAN RSUD ABDUL WAHAB SJAHRANIE
A. Pihak-Pihak yang Terlibat dalam Tender
Dalam teori praktik pengadaan barang dan/atau jasa, umumnya
dilakukan dengan cara pelelangan atau tender yang mana saat proses
pelelangan itu terdapat pihak-pihak yang terlibat. Pihak tersebut adalah
pengguna yaitu pihak yang membeli serta membutuhkan barang atau jasa
serta mengajukan permintaan untuk mengerjakan sesuatu. Pihak lainnya
adalah penyedia yaitu pihak yang menjual barang atau jasa yang dibutuhkan
oleh pengguna.
Secara teknis, pengguna akan membentuk sebuah panitia atau tim
untuk melaksanakan proses pengadaan dari proses penyusunan dokumen
pengadaan, proses seleksi serta memilih calon penyedia barang dan/atau jasa,
melakukan penawaran serta melakukan evaluasi terhadap penawaran tesebut,
mengusulkan calon penyedia barang atau jasa, dan membantu pengguna
dalam menyiapkan dokumen kontrak.1
Jika dikaitkan dengan kasus dugaan pelanggaran Pasal 22 Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1999 yang dilakukan para pelaku usaha dalam
kegaiatan pengadaan alat-alat kedokteran di RSUD Abdul Wahab Sjahranie
Tahun Anggaran 2012-2013, maka pihak-pihak yang terlibat dalam tender
dapat dirincikan seperti pada Pasal 8 Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun
2018 terdapat pelaku pengadaan barang atau jasa yang terdiri atas:
1. Pengguna Anggaran (PA)
Pengguna Anggaran (PA) adalah pejabat yang berwenang untuk
menggunakan anggaran Kementrian Negera/Lembaga/Perangkat Daerah.
Pengguna anggaran untuk pengelolaan APBD dapat melimpahkan
kewenangan kepada KPA sesuai dengan Pasal 9 ayat (1) huruf a sampai
1 Adrian Sutedi, Aspek Hukum Pengadaan Barang & Jasa dan Berbagai Permasalahannya ,
(Jakarta: Sinar Grafika, 2008), h. 5
32
dengan huruf f. Dalam Pasal 9 juga disebutkan mengenai tugas dan
kewenangan PA antara lain:
a. Melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran
belanja;
b. Mengadakan perjanjian dengan pihak lain dalam batas anggaran
belanja yang telah ditetapkan;
c. Menetapkan perencanaan pengadaan;
d. Menetapkan dan mengumumkan Rencana Umum Pengadaan
Barang/Jasa (RUP);
e. Melaksanakan konsolidasi pengadaan barang/jasa;
f. Menetapkan penunjukan langsung untuk tender/seleksi ulang gagal;
g. Menetapkan PPK, Pejabat Pengadaan, PjPHP/PPHP, Penyelenggara
Swakelola;
h. Menetapkan tim teknis dan tim juri atau tim ahli untuk pelaksanaan
melalui sayembara atau kontes;
i. Menyatakan tender gagal/seleksi gagal; dan
j. Menetapkan pemenang pemilihan/penyedia untuk metode pemilihan:
1) Tender/Penunjukan Langsung/E-Purchasing untuk paket
pengadaan barang atau jasa lainnya dengan nilai Pagu Anggaran
paling sedikit di atas Rp. 100.000.000.000,00 (seratus miliar
rupiah); atau
2) Seleksi/Penunjukan Langsung untuk paket Pengadaan Jasa
Konsultasi dengan nilai Pagu Anggaran paling sedikit di atas Rp.
10.000.000000,00 (sepuluh miliar rupiah).
2. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)
Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) yang dalam kasus ini pada
pelaksanaan APBN adalah pejabat yang mendapat kuasa dari PA untuk
melaksanakan sebagian wewenang dan tanggung jawab penggunaan
anggaran kepada Kementrian Negara/Lembaga yang bersangkutan. Selain
kewenangan yang didelegasikan sesuai dengan pelimpahan dari PA, KPA
33
berwenang untuk menjawab Sanggah Banding peserta Tender Pekerjaan
Konstruksi.
Hal lain yang dapat dilakukan oleh KPA adalah dapat menugaskan
PPK untuk melaksanakan kewenangannya yang terkait dengan melakukan
tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja dan atau
mengadakan perjanjian dengan pihak lain dalam batas anggaran belanja
yang telah ditetapkan. Pengelola Pengadaan Barang/Jasa juga dapat
membantu KPA.
3. Pejabat Pembuat Komiten (PPK)
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) adalah pejabat yang diberi
kewenangan oleh Pengguna Anggaran (PA) untuk mengambil keputusan
dan/atau melakukan tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran
anggaran belanja negara atau anggaran belanja daerah. PPK dalam
kegiatan pengadaan barang/jasa ini bertugas untuk:
a. Menyusun perencanaan pengadaan;
b. Menetapkan spesifikasi teknis/Kerangka Acuan Kerja;
c. Menetapkan rancangan kontak;
d. Menetapkan Harga Perkiraan Sendiri (HPS);
e. Menetapkan besaran uang muka yang akan dibayar kepada penyedia;
f. Mengusulkan perubahan jadwal kegiatan;
g. Menetapkan tim pendukung dan tenaga ahli;
h. Melaksanakan E-Purchasing untuk nilai paling sedikit di atas Rp.
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah);
i. Menetapkan Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa;
j. Mengendalikan kontrak;
k. Melaporkan pelaksanaan dan penyelesaian kegiatan kepada PA/KPA;
l. Menyerahkan hasil pekerjaan pelaksanaan kegiatan kepada PA/KPA
dengan berita acara penyerahan;
m. Menyimpan dan menjaga keutuhan seluruh dokumen pelaksanaan
kegiatan; dan
n. Menilai kinerja Penyedia.
34
Dalam Perkara No. 24/KPPU-I/2016 tentang dugaan pelanggaran
Pasal 22 terkait 4 (paket) pengadaan alat-alat kedokteran di RSUD Abdul
Wahab Sjahranie, pihak yang berwenang untuk mengambil keputusan
dan/atau melakukan tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran
anggaran belanja daerah adalah Agency RSUD Abdul Wahab Sjahranie.
4. Pejabat Pengadaan
Pejabat Pengada adalah pejabar administrasi atau pejabat yang
bersifat fungsional dengan tugas melaksanakan pengadaan langsung,
penunjukan langsung, dan E-Purchasing. Pejabat Pengadaan memiliki
beberapa tugas antara lain yaitu melaksanakan persiapan dan pelaksanaan
pengadaan langsung untuk pengadaan barang/jasa yang bernilai paling
banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah), melaksanakan
persiapan dan pelaksanaan penunjukan langsung untuk pengadaan jasa
konsultasi yang bernilai paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta
rupiah), serta melaksanakan E-Purchasing yang bernilai paling banyak Rp.
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
5. Agen Pengadaan
Agen Pengadaan adalah UKPBJ atau Pelaku Usaha yang
melaksanakan sebagian atau seluruh pekerjaan Pengadaan Barang/Jasa
yang diberikan kepercayaan oleh Kementrian/Lembaga/Perangkat Daerah
sebagai pihak pemberi kerja.
6. PjPHP/PPHP
Pejabat Pemeriksa Hasil Pekerjaan (PjPHP) adalah pejabat
administrasi atau pejabat fungsional dengan tugas memeriksa administrasi
hasil pekerjaan Pengadaan Barang/Jasa yang bernilai paling banyak Rp.
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan jasa konsultasi yang bernilai
paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Sedangkan Panitia
Pemeriksa Hasil Pekerjaan (PPHP) adalah tim yang bertugas memeriksa
administrasi hasil pekerjaan Pengadaan Barang/Jasa yang bernilai paling
sedikit di atas Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan jasa
35
konsultasi yang bernilai paling sedikit di atas Rp. 100.000.000,00 (seratus
juta rupiah).
7. Penyedia
Pengadaan Barang/Jasa melalui penyedia adalah cara memperoleh
barang/jasa yang disediakan oleh pelaku usaha. Penyedia Barang/Jasa
Pemerintah (Penyedia) adalah pelaku usaha yang menyediakan barang/jasa
berdasarkan kontrak. Penyedia wajib memenuhi kualifikasi yang sesuai
dengan ketentuan barang atau jasa yang diadakan serta mengikuti
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam Perkara No. 24/KPPU-I/2016 tentang dugaan pelanggaran
Pasal 22 terkait 4 (paket) pengadaan alat-alat kedokteran di RSUD Abdul
Wahab Sjahranie, pihak penyedia barang atau jasa antara lain:
a. PT Synergy Dua Kawan Sejati
PT Synergy Dua Kawan Sejati (Terlapor I) yang beralamat di Jalan
Tanjung Barat Raya Nomor 137 A Jakarta Selatan adalah perusahaan
yang bergerak di bidang usaha Pengadaan Barang dan Jasa Peralatan
“Medical & Hospital” yang sudah berstatus badan hukum. Didirikan
berdasarkan Akta Pendirian Nomor 337 pada tanggal 31 Januari 2005,
dibuat oleh Notaris Inggid Lannywati, S.H., dan Akta Perubahan
Nomor 82 Tanggal 25 Mei 2010 dibuat oleh H. Dana Sasmita, S.H. PT
Synergy Dua Kawan Sejati adalah pemenang dari paket Pengadaan
Peralatan Ruang Intensif APBD Tahun Anggaran 2012 serta menjadi
peserta tender untuk paket Pengadaan Alat-Alat Kedokteran Radiologi
BLUD Tahung Anggaran 2013 dan Pengadaan Alat-Alat Kodekteran
Umum APBD Tahun Anggaran 2013.
b. PT Kembang Turi Health Care
PT Kembang Turi Health Care (Terlapor II) yang beralamat di Jalan
Ciputat Raya Nomor 2 G Kebayoran Lama Utara, Jakarta Selatan
adalah perusahaan yang bergerak di bidang Pengadaan Barang dan
Jasa untuk bidang keahlian dengan rekan bisnis swasta maupun
pemerintah yang berstatus badan hukum. PT Kembang Turi Health
36
Care didirikan berdasarkan Akta Pendirian Nomor 128 tanggal 27
September 2011 dibuat oleh Notaris Bambang Haryanto, S.H., dengan
Akta Perubahan Nomor 125 tanggal 30 Juli 2012 yang dibuat oleh
Notaris H. Feby Rubein Hidayat, S.H., dalam kegiatan pengadaan alat
kedokteran ini berhasil lulus paket Pengadaan Alat-Alat Kedokteran
Radiologi BLUD Tahun Anggaran 2013 dan Pengadaan Alat-Alat
Kedokteran Umum APBD Tahun Anggaran 2013 serta menjadi peserta
tender untuk paket Pengadaan Alat Kedokteran ICU/ICCU APBD
Tahun Anggaran 2013.
c. PT Dwi Putra Unggul Pratama
PT Dwi Putra Unggul Pratama (Terlapor III) yang beralamat di Graha
Rbn Inovfintek Jalan Tb Simatupang No. 6 Kelurahan Jatipadang,
Kecamatan Pasar minggu, Jakarta Selatan adalah perusahaan penyalur
alat-alay kesehatan diwilayang hukum Negara Republik Indonesia
yang berbadan hukum. Berdasarkan nomor izin
HK.07.alkes/IV/031/AK.2/2014 dan Akta Pendirian Nomor 56 tanggal
16 Januari 2008 yang dibuat di Notaris H. Dana Sasmita, S.H. PT Dwi
Putra Unggul Pratama merupakan pemenang dari paket tender
Pengadaan Alat Kedokteran Radiologi BLUD Tahun Anggaran 2013
dan Pengadaan Alat-Alat Kedokteran Umum APBD Tahun Anggaran
2013.
d. CV Trimanunggal Mandiri
CV Trimanunggal Mandiri saat berperkara beralamat di Jalan Bali
Matraman RT 008/RW 008, Kelurahan Manggarai Selatan, Kecamatan
Tebet, Jakarta Selatan adalah perusahaan yang bergerak di bidang
penyalur alat-alat kesehatan di wilayah hukum Negara Republik
Indonesia. Berdasarkan Akta Pendirian Nomor 3 tanggal 2 Februari
2006 yang dibuat oleh Notaris Kenny Dewi Kaniawati, S.H. CV
Triamunggal Mandiri merupakan peserta tender untuk paket
Pengadaan Peralatan Ruang Intensif APBD Tahun Anggaran 2012.
37
e. CV Tiga Utama pada saat proses berperkara beralamat di Jalan
Sekumpul Gang Latansa Nomo 3, Martapura, Kalimantan Selatan
adalah perusahaan yang berstatus badan hukum dengan Akta Pendirian
Nomor 21 yang dibuat oleh Notaris W. Wiranata, S.H. pada tanggal 18
Oktober 1990. Pada saat proses penyelidikan CV Tiga Utama
merupakan perserta tender paket Pengadaan Alat-Alat Kedokteran
Umum APBD Tahun Anggaran 2013.
B. Posisi Kasus
Diperlukannya keyakinan KPPU dalam mencari kebernaran materiil
untuk membuktikan bahwa pelaku usaha melakukan atau tidak melakukan
suatu perbuatan yang menyebabkan persaingan usaha tidak sehat atau praktik
monopoli.2 Dengan demikian, guna menimbulkan keyakinannya maka
Komisi harus memastikan ada atau tidak perbuatan yang menyebabkan
terjadinya praktik monopoli atau persaingan usaha dengan kewenangannya
memanggil pelaku usaha menggunakan alasan yang cukup diduga telah
melakukan pelanggaran. Berdasarkan hasil penyelidikan Komisi maka
muncullah dugaan yang cukup beralasan.
Dalam melaksanakan kewenangannya dalam proses penyelidikan,
Pasal 40 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menjelaskan bahwa KPPU
dapat melakukan pemeriksaan terhadap pelaku usaha apabila terdapat dugaan
terjadinya pelanggaran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 walaupun
tanpa adanya laporan dengan tata cara yang diatur pada Pasal 39 Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1999.
Dengan demikian, dalam kasus dugaan pelanggaran Pasal 22 Undang-
Undang No. 5 Tahun 1999 yang dilakukan 5 (lima) pelaku usaha yang
selanjutnya disebut Terlapor terkait 4 (empat) paket pengadaan alat
kedokteran di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda untuk tahun
anggaran 2012 dan 2013, KPPU melaksanakan penyelidikan dan menemukan
2 Destivano Wibowo dan Harjon Sinaga, Hukum Acara Persaingan Usaha , (PT Raja
Grafindo Persada,2005) h. 365, dalam Andi Fahmi Lubis, et.al., Hukum Persaingan Usaha Buku
Teks, Edisi Kedua, (Jakarta: Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)), h. 395
38
bukti yang cukup serta kejelasan dan kelengkapan dugaan pelanggaran pasal
tersebut. Berdasarkan adanya hasil penelitian dan bukti yang cukup Ketua
Komisi menetapkan untuk membentuk Majelis Komisi guna melakukan
pemeriksaan pendahuluan pada Perkara Nomor 24/KPPU-I/2016. Majelis
Komisi yang sudah terbentuk menyampaikan pemberitahuan pemeriksaan
pendahuluan, petikan penetapan pemeriksaan pendahuluan, petikan surat
keputusan Majelis Komisi terkait jangka waktu pemeriksaan, dan surat
panggilan untuk para Terlapor.
Kronologi tender pada paket Pengadaan Peralatan Ruang Intensif
APBD Tahun Anggaran 2013 jumlah peserta yang melakukan penawaran
sebanyak 4 (empat) perusahaan diantaranya diikuti oleh Terlapor I, Terlapor
III, dan Terlapor IV. Setelah proses evalusai administrasi, teknis, dan harga,
pada paket tender ini berhasil dimenangkan oleh Terlapor I. Pada paket
Pengadaan Alat-Alat Kedokteran Radiologi BLUD Tahung Anggaran 2013
dengan jumlah peserta 6 perusahaan diantaranya diikuti oleh Terlapor I,
Terlapor II, dan Terlapor III. Setelah melewati tahap evaluasi teknis, maka
yang berhasil lulus sesuai dengan ketentuan dan pemenang tender adalah
Terlapor II.
Pada paket Pengadaan Alat Kedokteran ICU/ICCU APBD Tahun
2013 jumlah peserta yang melakukan penawaran sebanya 4 (empat)
perusahaan diantaranya Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III, dan Terlapor V.
Pada proses evaluasi dokumen penawaran yang dilakukan tanggal 26 Februari
2013 - 6 Maret 2013 dengan tahap evaluasi yang sama, Terlapor I, Terlapor
II, dan Terlapor III berhasil lulus. Dengan demikian paket tender tersebut
dimenangkan oleh Terlapor III karena melakukan penawaran harga paling
rendah.
Pada paket Pengadaan Alat-Alat Kodekteran Umum APBD Tahun
Anggaran 2013 jumlah peserta yang melakukan penawaran sebanyak 4
(empat) perusahaan antara lain Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III, dan
Terlapor V dengan melewati tahap evaluasi yang sama. Terlapor II berhasil
39
lulus pada tahap evaluasi teknis, maka pemenang tender pada paket tersebut
adalah Terlapor II.
Fakta lain yang didapatkan Majelis Komisi adalah kesamaan Akta
Pendirian dan Akta Perubahan pada Terlapor. Bahwa yang mengurus Akta
Pendirian dan Akta Perubahan Terlapor I, Terlapor II, dan Terlapor III adalah
orang yang sama yaitu Sonny Listanto. Pada Akta Perubahan tanggal 3
September 2008 dan 25 Mei 2010 milik Terlapor I dengan penghadap Sdr.
Sonny Listanto. Selanjutnya pada Akta Perubahan milik Terlapor II pada
tanggal 30 Juli 2012 dengan penghadap Sdr. Sonny Listanto. Dan pada Akta
Pendirian milik Terlapor III tanggal 16 Januari 2008 dengan penghadap Sdr.
Sonny Listanto dan Akta Perubahan tanggal 9 Mei 2011 dengan pengahadap
juga Sdr. Sonny Listanto.
Pengadaan paket alat-alat kedokteran ini menggunakan sistem LPSE
(Layanan Pengadaan Secara Elektronik)3. Berhubungan dengan LPSE yang
menggunakan elektronik atau internet dalam mengaksesnya, fakta yang
ditemukan oleh Majelis Komisi adalah terkait kesamaan IP Address diantara
para Terlapor. Pada paket Pengadaan Peralatan Ruang Intensif APBD Tahun
Anggaran 2012 kesamaan IP Address dilakukan oleh Terlapor I, Terlapor III,
dan Terlapor IV dalam tahapan pengumuman pascakualifikasi, menugunduh
dokumen penawaran, dan dalam proses mengunggah dokumen penawaran.
Kemudian kesamaan IP Address dalam paket Pengadaan Alat-Alat
Kedokteran Radiologi BLUD Tahun Anggaran 2013 yang dilakukan oleh
Terlapor I, Terlapor II, dan Terlapor III untuk tahap pengumuman
pascakualifikasi, mengunduh dokumen penawaran pemberian penjelasan,
mengunggah dokumen penawaran, dan pembuktian kualifikasi. Kemudian
pada paket Pengadaan Alat Kedokteran ICU/ICCU APBD Tahun Anggaran
2013, kesamaan IP Address dilakukan oleh Terlapor I, Terlapor II, Terlapor
3 LPSE adalah sistem pengadaan barang/jasa pemerintah yang dilaksanakan secara elektronik
dengan memanfaatkan dukungan teknologi informasi dengan tujuan untuk meningkatkan efisiensi,
efektivitas, mutu, dan transparansi dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa. (diakses dari
https://www.kpk.go.id/id/pengadaan-barang-dan-jasa/e-procurement-lpse tanggal 13 Juli 2019
pukul 07.49)
40
III, dan Terlapor V dalam tahap pengumuman pascakualifikasi, mengunduh
dokumen penawaran, pemberian penjelasan, dan mengunggah dokumen
penawaran. Yang terakhir adalah pada paket Pengadaan Alat-Alat Kedokteran
Umum APBD Tahun Anggaran 2013, kesamaan IP Address dilakukan oleh
Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III, dan Terlapor V dalam tahap
pengumuman pascakualifikasi, mengunduh dokumen penawaran, pemberian
penjelasan, dan mengunggah dokumen penawaran.
Dilihat dari dokumen penawaran yang masing-masing Terlapor
ajukan, terdapat kesamaan pember dukungan, merek, dan tipe alat kedokteran
yang diajukan oleh Terlapor I, Terlapor III, dan Terlapor IV untuk paket
Pengadaan Peralatan Ruang Intensif APBD Tahun Anggaran 2012. Pada
paket Pengadaan Alat-alat Kedokteran Radiologi BLUD Tahun Anggaran
2013, terdapat kesamaan pemberi dukungan merek dan tipe alat kedokteran
yang diajukan oleh Terlapor I, Terlapor II, dan Terlapor III. Untuk paket
Pengadaan Alat Kedokteran ICU/ICCU APBD Tahun Anggaran 2013,
kesamaan pemberi dukungan merek dan tipe alat kedokteran juga dilakukan
oleh Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III, dan Terlapor V. Hal ini juga
dilakukan oleh para Terlapor yang sama pada paket Pengadaan Alat
Kedokteran ICU/ICCU dengan mendapatkan dukungan merek dan tipe alat
kedokteran untuk paket Pengadaan Alat-alat Kedokteran Umum APBD
Tahun Anggaran 2013.
Adanya dokumen rekapitulasi pembayaran pajak yang disampaikan
oleh Terlapor I, tercatat bahwa adanya transaksi keuangan dari Terlapor II
kepada Terlapor I. Dengan pengakuan bahwa para Terlapor telah melakukan
kerjasama dalam mengikuti tender alat-alat kedokteran di RSUD Abdul
Wahab Sjahranie ini adalah untuk memenuhi persyaratan minimal 3 (tiga)
peserta tender yang memasukan dokumen penawaran agar tender tidak gagal.
Hal lain yang diakui oleh para Terlapor adalah bahwa antara Terlapor sudah
saling mengenal dan terafiliasi satu dengan yang lain.
Direktur dan komisaris dari Terlapor I serta mantan direktur dari
Terlapor III memiliki hubungan kekerabatan karena pernah bekerja
41
diperusahaan yang sama yaitu PT Putria Pratama Ayu yang bergerak dibidang
importer alat kesehatan. Direktur Terlapor IV yang pada saat itu juga masih
menjabat sebagai Komisaris Terlapor II yaitu Sdr. Marta Arifin. Pemegang
saham pada perusahaan Terlapor I juga pernah menjabat sebagai Direktur
perusahaan Terlapor III.
42
BAB IV
PUTUSAN KPPU PERKARA NOMOR 24/KPPU-I/2016
A. Analisis Berdasarkan Hukum Positif
Sesuai dengan penilaian dan analisa Majelis Komisi dalam Putusan
KPPU Perkara Nomor: 24/KPPU-I/2016 terkait dengan persekongkolan
horizontal yang dilakukan oleh para Terlapor, halaman 100 butir 3.3.1.
mengenai adanya hubungan pertemanan diantara para Direktur dan Komisaris
Para Terlapor. Bahwa berdasarkan keterangan Terlapor I, Direktur dan
pemegang saham Terlapor I dan mantan Direktur dan pemegang sahan
Terlapor III pernah bekerja sebagai marketing diperusahaan yang sama. Serta
berdasarkan dokumen akta perusahaan Terlapor I dan Terlapor III, diketahui
riwayat persamaan pengurus perusahaan dan pemegang saham yaitu Direktur
dan pemegang saham Terlapor III pernah menjabat sebagai salah satu direktur
dan pemegang saham Terlapor I. selain itu juga berdasarkan dokumen akta
perusahaan Terlapor II dan Terlapor IV, diketahui bahwa terdapat riwayat
persamaan pengurus perusahaan dimana Direktur Utama Terlapor IV juga
menjabat sebagai Komisaris Terlapor II.
Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1945 tentang Pasar Modal
mengatur terkait afiliasi. Pasal 1 angka 1 huruf b menjelaskan bahwa afiliasi
adalah hubungan antara Pihak dengan pegawai, Direktur, atau Komisaris dari
Pihak tersebut. Dan huruf c menjelaskan bahwa afiliasi adalah hubungan
antara 2 (dua) perusahaan dimana terdapat satu atau lebih anggota direksi atau
dewan komisaris yang sama. Huruf d menjelaskan bahwa afiliasi adalah
perusahaan dengan Pihak baik langsung maupun tidak langsung
mengendalikan atau dikendalikan oleh perusahaan tersebut. Serta huruf e dan
f menjelaskan bahwa afiliasi merupakan hubungan antara 2 (dua) perusahaan
yang dikendalikan baik langsung maupun tidak langsung oleh pihak yang
sama atau hubungan antara perusahaan dan pemegang saham utama.
43
Hal ini dilarang dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang
Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Tidak secara
eksplisit menjelaskan bahwa afiliasi dilarang oleh peraturan tersebut. Tetapi,
mengatur mengenai dampak dari afiliasi tersebut dapat melanggar ketentuan
dalam Undang-Undang Persaingan Usaha Tidak Sehat yang mengatur tentang
posisi dominan.
Pada halaman 107 butir 3.3.2 tentang adanya kesamaan IP Address
diantara para Terlapor. Bahwa, berdasarkan keterangan Ahli IT, persamaan
IP Address diantara beberapa perusahaan yang berbeda menunjukan bahwa
proses login ke LPSE (yang dalam hal ini LPSE Kalimantan Timur)
dilakukan menggunakan IP publik dilokasi yang sama. Terlapor I, Terlapor II,
Terlapor III, dan Terlapor IV mengakui melakukan login ke website LPSE
Kalimantan Timur secara bersama-sama di kantor Terlapor I yang berlokasi
di Jakarta. Hal ini dibuktikan berdasarkan keterangan Terlapor I halaman 113
dalam butir 3.3.2.2.1. “Bahwa Terlapor I mengakui mengupload dari server
atau IP Address yang sama”.
Selanjutnya pada halaman 116 butir 3.3.3. bahwa terbukti tentang
adanya pengurusan dokumen teknis yang sama. Butir 3.3.3.1.5. menyebutkan
bahwa berdasarkan keterangan Ahli LPSE, dokumen terakhir yang diunggah
peserta tender adalah sama dengan dokumen yang diunduh oleh Panitia
Tender maupun Investigator selaku auditor. Maka dengan demikian, adanya
persamaan dukungan distributor yang meliputi merek dan tipe alat kedokteran
yang sama yang diajukan oleh para Terlapor pada masing-masing paket
tender (berdasarkan analisa dokumen penawaran para Terlapor yang diunduh
dari LPSE) adalah benar adanya.
Pada halaman 123 butir 3.3.4.1.2. pertimbangan Majelis Komisi
tentang kerja sama dalam pengaturan harga tender ini dibuktikan dengan
keterangan para Terlapor. Bahwa Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III,
Terlapor IV, dan Terlapor V mengakui bahwa penawaran harga untuk
masing-masing perusahaan dalam setiap paket tender yang diikuti sudah
diatur dan ditentukan nilainya oleh Direktur Terlapor I. Oleh karena itu, harga
44
penawaran masing-masing Terlapor pada keempat paket tender menunjukan
nilai yang mencapai lebih dari 99% (sembilan puluh sembilan persen)
terhadap Harga Perkiraan Sendiri (HPS).
Selanjutnya pada halaman 129 butir 3.3.5. mengenai adanya kerja
sama dan pemberian kompensasi berupa fee antara para Telapor. Hal ini
dibuktikan dengan adanya keterangan dari Terlapor I pada halaman 131 butir
3.3.5.2.2:
“... Terlapor I pada pokoknya mengakui dan tidak membantah dugaan yang
disampaikan oleh Tim Investigator KPPU.”
Dengan demikian. untuk membuktikan bahwa terjadi atau tidaknya
pelanggaran Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 yang dilakukan
oleh para Terlapor, Majelis Komisi mempertimbangkan terpenuhinya unsur-
unsur sebagai berikut:
a. Unsur Pelaku Usaha
1) Bahwa definisi pelaku usaha dalam Pasal 1 angka 5 Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999 adalah perorangan atau badan usaha, baik
berbadan hukum atau tidak berbadan hukum yang didirikan dan
berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara
Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui
perjanjian, menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang
ekonomi.
2) Bahwa yang dimaksud pelaku usaha dalam perkara ini adalah PT
Synergi Dua Kawan Sejati (Terlapor I), PT Kembang Turi Healthcare
(Terlapor II), PT Dwi Putra Unggul Pratama (Terlapor III), CV
Trimanunggal Mandiri (Terlapor IV), dan CV Tiga Utama (Terlapor
V).
b. Unsur bersekongkol
1) Bahwa dalam Pedoman Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1999 tentang Larangan Persekongkolan dalam Tender, unsur
bersekongkol dapat berupa:
45
(a) Kerjasama dua pihak atau lebih
Kerjasama diantara para Terlapor dengan membentuk Tim dalam
rangka menentukan pemenang tender pada masing-masing paket
tender tersebut diakui oleh para Terlapor.
(b)Secara terang-terangan maupun diam-diam melakukan tindakan
penyesuain dokumen dengan peserta lain
Bahwa dalam mengakses sistem LPSE Provinsi Kalimantan Timur
pada beberapa tahapan terdapat kesamaan IP Address di antara
masing-masing paket tender sebagaimana telah dikonfirmasi oleh
para ahli yaitu Ahli IT dan Ahli LPSE. Kerjasama lainnya
dibuktikan dengan kesamaan distributor atau pemberi dukungan,
merek, dan tipe alat kedokteran antara para Terlapor pada masing-
masing paket tender.
(c) Membandingkan dokumen tender sebelum penyerahan
Kerjasama dalam menentukan harga penawaran yang diajukan oleh
masing-masing peserta tender guna menentukan pemenang tender
untuk masing-masing paket tender. Dokumen penawaran para
Terlapor untuk masing-masing paket tender diatur sedemikian rupa
hingga mencapai nilai di atas 99% (sembilan puluh sembilan
persen) terhadap nilai HPS sehingga pemenang tender tetap
memperoleh keuntungan optimum. Dan para Terlapor mengakui
bahwa yang menentukan besaran nilai penawaran untuk masing-
masing Terlapor yang menjadi peserta tender pada setiap paket
adalah Terlapor I.
(d)Menciptakan persaingan semu
Para Terlapor telah menciptakan persaingan semu dengan
membentuk tim untuk mengikuti masing-masing paket tender. Hal
ini dibuktikan bahwa para Terlapor di bawah kendali Terlapor I dan
masing-masing berperan menjadi peserta tender yang akan diatur
sebagai pemenang tender maupun peserta pendamping dalam
tender. Baik pemenang tender maupun pendamping memperoleh
46
kompensasi berupa fee sebagaimana yang telah disepakati bersama
dengan Terlapor I dan hal ini telah diakui oleh para Terlapor.
(e) Menyetujui dan/atau memfasilitasi terjadinya persekongkolan
Para Terlapor menyetujui untuk melakukan kerjasama pada
masing-masing paket tender yang diikutinya dengan cara
membentuk tim tender yang berada di bawah kendali Terlapor I.
setuju dengan adanya pembagian fee yang diberikan untuk
pemenang tender maupun pendamping tender dalam setiap paket
tender. Bahwa Terlapor I memfasilitasi terjadinya persekongkolan
pada masing-masing paket tender dengan cara menginisiasi
pembentukan tim tender, menyediakan fasilitas internet dikantor
Terlapor I untuk mengakses LPSE, mengarahkan para Telapor
untuk meminta surat dukungan kepada distributor tertentu,
mengatur penawaran harga, dan mengatur pembagian kompensasi
untuk masing-masing pemenang dan pendamping tender.
(f) Tidak menolak melakukan sesuatu tindakan meskipun mengetahui
atau sepatutnya mengetahui bahwa tindakan tersebut dilakukan
untuk mengatur dalam rangka memenangkan peserta tender
tertentu.
Bahwa para Terlapor lainnya tidak menolak ajakan Terlapor 1
untuk membentuk tim dalam mengikuti masing-masing paket
tender. Para Terlapor lain tidak menolak menggunakan fasilitas
internet kantor Terlapor I dalam mengakses website LPSE. Tidak
menolak untuk diarahkan oleh Terlapor I dalam hal mengajukan
surat dukungan ke distributor yang sama, mengatur harga
penawaran, dan melakukan pembagian kompensasi kepada masing-
masing pemenang tender dan pendamping tender.
(g)Pemberian kesempatan eksklusif oleh penyelenggara tender atau
pihak terkait secara langsung maupun tidak langsung kepada
pelaku usaha yang mengikuti tender, dengan cara melawan hukum
47
Bahwa yang dilakukan oleh para Terlapor dalam kegiatan tender 4
(empat) paket alat-alat kedokteran di RSUD Abdul Wahab
Sjahranie untuk tahun anggaran 2012-2013 merupakan
persekongkolan horizontal.
c. Unsur Pihak Lain
1) Menurut Pedoman Pasal 22 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999
tentang Larangan Persekongkolan dalam Tender, unsur pihak lain
adalah para pihak baik vertikal dan/atau horizontal yang terlibat dalam
proses tender yang melakukan persekongkolan tender baik pelaku
usaha sebagai peserta tender dan subjek hukum lainnya yang terkait
dengan tender tersebut.
2) Bahwa dalam perkara ini yang dimaksud dengan pihak lain adalah
para pihak secara horizontal yang memiliki peran masing-masing
dalam bersekongkol satu sama lain untuk memenangkan tender dan
jika diuraikan sebagai berikut:
(a) Bahwa yang dimaksud pihak lain secara horizontal untuk Terlapor
I adalah Terlapor II, Terlapor III, Terlapor IV, dan Terlapor V;
(b)Bahwa yang dimaksud pihak lain secara horizontal untuk Terlapor
II adalah Terlapor I, Terlapor III, Terlapor IV, dan Terlapor V;
(c) Bahwa yang dimaksud pihak lain secara horizontal untuk Terlapor
III adalah Terlapor I, Terlapor II, Terlapor IV, dan Terlapor V;
(d)Bahwa yang dimaksud pihak lain secara horizontal untuk Terlapor
IV adalah Terlapor Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III, dan
Terlapor V;
(e) Bahwa yang dimaksud pihak lain secara horizontal untuk Terlapor
V adalah Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III, dan Terlapor IV;
d. Unsur mengatur dan/atau menentukan pemenang tender
1) Bahwa tindakan yang dilakukan oleh antar pelaku usaha dan tidakan
upaya yang dapat dikategorikan sebagai upaya untuk menjadikan
peserta tender tertentu menjadi pemenang harus dilihat sebagai
48
rangkaian tindakan yang dapat dikategorikan kerjasama baik langsung
maupun tidak langsung dalam proses tender.
2) Bahwa tindakan mengatur secara horizontal pada setiap paket tender
adalah pengaturan yang dilakukan oleh Terlapor I terhadap para
Terlapor lain yang tujuannya adalah untuk pemenang tertentu.
3) Adapun tindakan yang sengaja dilakukan oleh para Terlapor diketahui
telah terdapat kesamaan IP Address diantara para Terlapor pada saat
log in, adanya kesamaan dokumen teknis yang sama antara para
Terlapor, adanya kejasama dalam pengaturan harga tender, adanya
kerjasama dan pemberian kompensasi berupa fee oleh Terlapor I
kepada para Terlapor lainnya.
e. Unsur dapat mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat
1) Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1999 dan Pedoman Pasal 22, persaingan usaha tidak sehat
adalah persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan
produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa yang dilakukan
dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat
persaingan usaha.
2) Bahwa keempat paket tender dalam perkara ini merupakan tender
untuk pengadaan barang berupa alat-alat kedokteran yang disalurkan
oleh pemenang tender yang merupakan pelaku usaha yang memiliki
Ijin Penyelauran Alat-Alat Kesehatan.
3) Para Terlapor merupakan pelaku usaha yang memiliki kegiatan usaha
dalam bidang penyaluran alat-alat kesehatan yang seharusnya bersaing
satu sama lain pada masing-masing paket tender yang diikutinya.
4) Bahwa dalam mengikuti keempat paket tender ini para Terlapor yang
seharusnya bersaing, justru menciptakan persaingan semu dengan
melakukan kerja sama pengaturan harga penawaran pada masing-
masing paket tender. Persaingan semu yang dilakukan oleh para
Terlapor merupakan salah satu bentuk persaingan usaha yang
49
dilakukan oleh pelaku usaha dengan cara tidak jujur dan melawan
hukum.
5) Bahwa persekongkolan dalam tender yang dilakukan oleh para
Terlpaor memiliki dampak terhadap persaingan usaha sehat karena
menghambat persaingan usaha.
B. Analisis Berdasarkan Hukum Islam
Persaingan usaha dalam ajaran Islam dalam semua hubungan
kepercayaan adalah unsur dasar. Kepercayaan tentu diciptakan dari kejujuran,
dan kejujuran adalah suatu kualitas yang paling sulit dari karakter untuk
mencapai tujuan dalam berbisnis. Umumnya dalam bisnis memiliki satu misi
yang terkait dengan sebuah rencana. Oleh karenanya untuk menentukan
bisnis itu akan berhasil untuk masa yang panjang, perlulah membangun
hubungan atau mutu serta kejujuran dan kepercayaan. Dan inilah salah satu
kunci sukses Rasul SAW dalam berbisnis. Dalam ajaran Islam setiap muslim
yang akan berbisnis dianjurkan untuk selalu melakukan persaingan yang
sehat, jujur, terbuka, dan adil.1 Hal ini berperdoman pada firman Allah SWT
Q.s. Al-Baqarah (2); 188:
ن أموالا لوا فرايقا ما تأكل ما لا كا ل الحلا ا لا وتلدللوا با لباطا با بينكل لوا أموالكل ول تأكل و ل ت ل ا وأ
ل ا با اا ال
Artinya: “Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain diantara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa
(urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal
kamu mengetahui.” Negara Indonesia memiliki aturan untuk mempertahankan
persaingaan di pasar dan mencegah praktik penetapan harga, pemboikotan,
kartel, dan persekongkolan yang menyebabkan persaingan tidak sehat yaitu
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli
dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Dalam kegiatan pelaksanaan tender 4 (empat) paket alat-alat
kedokteran RSUD Abdul Wahab Sjahranie, beberapa pelaku usaha yang
1 Adhiwarman A. Karim, Ekonomi Islam: Suatu Kajian Kontemporer, (Jakarta: Salemba
Empat, 2001), h. 44
50
menjadi peserta tender telah diduga melakukan suatu usaha kerja sama dalam
rangka memenangkan tender. Hal ini juga menghambat pelaku usaha lain
untuk dapat memenangkan tender dan kemudian disebut sebagai
persekongkolan tender. Oleh karena itu, persekongkolan tender ini dilarang
karena dapat menghalangi terciptanya persaingan uang sehat di kalangan
penawar yang mempunyai etikad baik untuk melakukan usaha di bidang
bersangkutan.2
Dalam Al-Quran juga dijelaskan perturan yang berkaitan dengan
persaingan bisnis, yaitu Q.s. Al-Baqarah (2); 148:
لوا ي و اتا أين ما تكل قلوا الخي يها فاستبا لا ول و مل ة هل ج ل وا ير ولاكل ء قدا لا ش عل كل ا اللاا ا ي ل جا ل اللا كل أتا با
Artinya: “Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan. Dimana
saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”3
Dalam kaidah Fiqh juga disebutkan bahwa dilarang melakukan
sesuatu yang membahayakan diri sendiri dan orang lain ( ار ر ول ضا Dharar .(ل ض
atau melakukan sesuatu yang membahayakan dilarang dalam syari’at Islam.
Tidak halal bagi seorang Muslim yang mengerjakan sesuatu yang
membahayakan dirinya sendiri atau membahayakan orang lain yang
merupakan saudatanya sesama orang muslim. Baik itu berupa perkataan
ataupun perbuatan tanpa alasan yang benar.
Hal ini sama dengan tidak memperbolehkan menghalang-halangi atau
mengadakan gangguan di jalan-jalan kaum Muslim, di pasar-pasar mereka,
ataupun di tempat kaum Muslim lainnya. Gangguan berupa kayu atau batu
yang mengganggu selama perjalanan atau lubang galian yang dapat
membahayakan. Karena semua itu mengakibatkan mudharat kepada kaum
Muslimin. Jika dikaitkan dengan kasus ini, maka yang dilakukan oleh para
Terlapor adalah dengan menghalangin peserta atau pelaku usaha lain untuk
mengikuti setiap paket tender yang diadakan oleh RSUD Abdul Wahab
Sjahranie Samarinda untuk tahun anggaran 2012-2013.
2 Susanti Adi Nugroho, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia … , h. 292
3 Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, (Jakarta: Cahaya Quran, 2011), h.28
51
Kemudian jika seseorang dilarang untuk menimbulkan mudharat
kepada dirinya sendiri atau bahkan orang lain, maka sebaliknya diperintahkan
untuk memunculkan kebaikan dalam setiap amalan yang dikerjakannya.
Seperti dalam firman Allah SWT Q.s. Al-Baqarah (2); 195:
اي حس ا ل ب ال ا يل ا اللالوا ا وأحس ا
Artinya: “Dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang baik”
Islam menempatkan nilai etika ditempat yang paling tinggi. Etika atau
moral merupakan buah dari keimanan, keislaman, dan ketakwaan yang
didasarkan pada keyakinan yang kuat pada kebenaran Allah SWT. Dalam
Islam, etika atau akhlak adalah sebagai cerminan kepercayaan terhadap Islam
atau iman. Etika Islam memberi sanksi internal serta otoritas pelaksana dalam
menjalankan standar etika.
Salah satu etika bisnis yang dilaksanakan Rasul SAW adalah tidak
melakukan monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Dengan melanggar
salah satu etika bisnis tersebut menimbulkan persaingan yang tidak sehat
dalam dunia bisnis. Hal ini akan minumbulkan kerugian bagi sebagian pihak
walaupun terdapat pihak yang diuntungkan.
Dalam putusan ini, pelanggaran yang dilakukan oleh para Terlapor
dalam kegiatan tender alat-alat kedokteran RSUD Abdul Wahab Sjahranie
Samarinda tidak mengikuti etika bisnis yang dilaksanakan Rasul SAW
dengan melakukan persekongkolan tender secara horizontal. Islam
mengajarkan setiap muslim yang akan berbisnis dianjurkan untuk selalu
melakukan persaingan sehat, jujur, terbuka dan adil.
Jika dijabarkan satu-persatu, para Terlapor tidak mengikuti anjuran
Rasul SAW. Berpedoman pada Q.s. Al-Baqarah ayat 188, maka para Terlapor
tidak melakukan persaingan yang sehat. “Dan janganlah sebahagian kamu
memakan harta sebahagian yang lain diantara kamu dengn jalan yang
bathil…” arti dari penggalan ayat tersebut adalah jangan melaksanakan cara
yang haram menurut syariat seperti mencuri dan mengintimidasi. Dalam
perkara ini, para Terlapor telah melakukan kerjasama yang secara tidak
52
langsung menutup jalan pelaku usaha lain atau peserta tender lain untuk dapat
memenangkan paket tender.
Dalam Perkara Nomor 24/KPPU-I/2016 ini terjadi persekongkolan
horizontal, yaitu kerja sama yang dilakukan antara sesama peserta tender
dalam mengikuti tender 4 (empat) paket alat-alat kedokteran di RSUD Abdul
Wahab Sjahranie untuk tahun anggaran 2012 - 2013. Para pelaku usaha yang
diduga melakukan kerjasama untuk memenangkan tender terdiri dari 5 (lima)
perusahaan yang bergerak dibidang yang sama yaitu penyedia barang
dan/atau jasa untuk rumah sakit dan medis selanjutnya disebut Terlapor.
Berdasarkan tanggapan yang disampaikan oleh para Terlapor bahwa
adanya bentuk kerjasama tersebut dilakukan untuk memenuhi syarat atau
ketentuan yang diatur dalam PerPres Nomor 70 Tahun 2012 tentang
perubahan PerPres Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan
Jasa Pemerintah. Aturan pelaksana terbaru terkait pengadaan barang atau jasa
pemerintah diatur dalam PerPres Nomor 16 Tahun 2018. Dalam BAB VII
tentang Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Melalui Penyedia bagian kedua
Pasal 51 menjelaskan bahwa tender atau seleksi gagal jika perserta yang lulus
pada tahap prakualifikasi kurang dari 3 (tiga) peserta maka dinyatakan gagal.
Dari sisi keadilan, Pancasila merupakan sumber dari segala sumber
hukum nasional yang mengandung nilai-nilai asli cerminan bangsa Indonesia.
Ayat 5 Pancasila menyebutkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Keadilan sosial yang dirangkum dalam Pancasila dapat diartikan tidak hanya
ekonomi dan pembangunan yang rata, tetapi juga keadilan bagi seluruh rakyat
Indonesia untuk mendapatkan akses hukum dan keadilan yang sama.
Menurut hukum Islam, keadilan adalah hal yang sangat penting
bahkan dalam Al-Quran kata keadilan disebut lebih dari 100 kali. Dengan
kata lain, Al-Quran menjelaskan bahwa keadilan sangatlah penting bagi
kehidupan manusia. Dalam hal bisnis, keadilan dilakukan dalam hal
distribusi, produksi dan konsumsi yang baik. Pemahaman ini berkaitan
dengan pendayagunaan dan pengembangan harta yang dimiliki oleh
53
seseorang. Dalam konsep keadila ini, hak milik suatu benda yang tidak
terbatas juga tidak dibenarkan.
Dalam perkara ini, ketidakadilan para Terlapor adalah membentuk
persaingan semu untuk menentukan pemenang dalam setiap paket tender
yang diikuti dan diselenggarakan oleh RSUD Abdul Wahab Sjahrnie
Samarinda. Persaingan semu yang diciptakan oleh PT Synergy Dua Sekawan,
PT Kembang Turi Healthcare, PT Dwi Putra Unggul Pratama, CV
Trimanunggal Mandiri, dan CV Tiga Utama dalam mengikuti masing-masing
paket tender secara bergantian menjadi perusahaan pendamping. Karena
alasan pemenuhan syarat sesuai dengan Peraturan Presiden tentang Pengadan
Barang atau Jasa Pemerintah.
Pengusaha atau pebisnis haruslah memiliki sifat tanggung jawab,
amanah atau terpercaya. Dengan sifat ini para Terlapor akan bertanggung
jawab atas segala yang telah dilakukan dalam hal muamalahnya. Tanggung
jawab memiliki kekuatan yang dinamis dalam kehidupan sosial masyarakat.
Dengan adanya konsep tanggung jawab makan manusia akan sangat berhati-
hati dengan apa yang dilakukan. Karena segala perbuatan mengandung
konsekuensi yang harus dijalankan.
Hal ini terbukti dengan dijatuhkannya sanksi untuk para Terlapor yang
terbukti melanggar ketentuan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
dengan amar putusan sebagai berikut:
1. Menyatakan bahwa Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III, Terlapor IV dan Terlapor
V terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 22 Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999;
2. Menghukum Terlapor I, membayar denda sebesar Rp. 2.050.400.000,00 (Dua
Milyar Lima Puluh Juta Empat Ratus Ribu Rupiah) yang harus disetor ke Kas
Negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan
usaha Satuan Kerja Komisi Pengawas Persaingan Usaha melalui bank Pemerintah
dengan kode penerimaan 423755 (Pendapatan Denda Pelanggaran di Bidang
Persaingan Usaha);
54
3. Menghukum Terlapor II, membayar denda sebesar Rp. 233.300.000,00 (Dua
Ratus Tiga Puluh Tiga Juta Tiga Ratus Ribu Rupiah) yang harus disetor ke Kas
Negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan
usaha Satuan Kerja Komisi Pengawas Persaingan Usaha melalui bank Pemerintah
dengan kode penerimaan 423755 (Pendapatan Denda Pelanggaran di Bidang
Persaingan Usaha);
4. Menghukum Terlapor III, membayar denda sebesar Rp. 275.100.000,00 (Dua
Ratus Tujuh Puluh Lima Juta Seratus Ribu Rupiah) yang harus disetor ke Kas
Negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan
usaha Satuan Kerja Komisi Pengawas Persaingan Usaha melalui bank Pemerintah
dengan kode penerimaan 423755 (Pendapatan Denda Pelanggaran di Bidang
Persaingan Usaha);
5. Menghukum Terlapor IV, membayar denda sebesar Rp. 41.800.000,00 (Empat
Puluh Satu Juta Delapan Ratus Ribu Rupiah) yang harus disetor ke Kas Negara
sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan usaha Satuan
Kerja Komisi engawas Persaingan Usaha melalui Bank Pemerintah dengan kode
penerimaan 423755 (Pendaatan Denda Pelanggaran di Bidang Persaingan
Usaha);
6. Menghukum Terlapor V, membayar denda sebesar Rp. 152.100.000,00 (Seratus
Lima Puluh Dua Juta Seratus Ribu Rupiah) yang harus disetor ke Kas Negara
sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan usaha Satuan
Kerja Komisi Pengawas Persaingan Usaha melalui Bank Pemerintah dengan kode
penerimaan 423755 (Pendaatan Denda Pelanggaran di Bidang Persaingan
Usaha);
7. Memerintahkan Terlapor I, Terlapor II,Terlapor III, Terlapor IV dan Terlapor V
melakukan pembayaran denda dan menyerahkan salinan bukti pembayaran denda
tersebut ke KPPU.
Dari perkara ini, putusan Majelis Komisi diharapkan akan
mencerminkan kemanfaatan, kemanfaatan ini mengarah pada kepentingan
pihak-pihak yang berperkara dan kepentingan masyarakat umum. Masyarakat
mengharapkan penyelesaian perkara melalui pengadilan tentu akan membawa
manfaat atau kegunaan bagi kehidupan bersama dalam masyarakat. Putusan
yang dijatuhkan oleh Majelis Komisi dalam perkara ini diharapkan dapat
55
memulihkan sistem persaingan tidak sehat yang masih dilakukan oleh
beberapa oknum pelaku usaha dengan cara memberikan sanksi administratif
yaitu denda.
56
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian terkait tindakan curang atau persaingan
usaha tidak sehat yang dilakukan dalam Perkara Nomor: 24/KPPU-I/2016
ditemukan kesimpulan sebagai berikut:
1. Hal-hal yang menjadi pertimbangan Majelis Komisi adalah mengenai
adanya hubungan pertemanan diantara para Direktur dan Komisaris Para
Terlapor, kesamaan IP Address diantara para Terlapor saat mengakses
LPSE Kalimantan Timur, terbukti tentang adanya pengurusan dokumen
teknis yang sama, kerja sama dalam pengaturan harga setiap paket
mencapai lebih dari 99% (sembilan puluh sembilan persen) HPS.
2. Berdasarkan Hukum Positif, sudah terpenuhinya unsur-unsur
pelanggaran Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 mengenai
persekongkolan tender dengan menggunakan pendekatan rule of reason
yaitu mempertimbangkan akibat dari terjadinya persaingan usaha tidak
sehat yang dilakukan oleh para Terlapor. Dengan demikian para Telapor
dalam Putusan KPPU Perkara Nomor: 24/KPPU-I/2016 terbukti
melanggar Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.
3. Hukum Islam melarang para pelaku usaha melakukan praktik curang
dengan menghambat pelaku usaha lain untuk berbisnis. Rasul SAW
menganjurkan para pebinis untuk melaksanakan etika bisnis menurut
syariat Islam salah satunya untuk tidak melakukan monopoli dan
persaingan usaha tidak sehat dan untuk melakukan kebaikan agar tidak
memudharatkan kaum Muslim lainnya. Namun kenyataannya, para
Terlapor terbukti melanggar Pasal 22 tentang persekongkolan tender.
57
B. Rekomendasi
Berdasarkan hasil penelitian yang peneliti lakukan, ada beberapa
rekomendasi yang dianggap perlu dilakukan guna penegakkan hukum dan
kesadaran hukum yang baik dikalangan masyarakat, antara lain:
1. Perlunya mempertimbangkan untuk melakukan sosialisasi ulang terkait
aturan-aturan mengenai larangan praktik persaingan usaha tidak sehat
khususnya dalam melaksanakan tender. Mengingat masih banyak
pelaku usaha yang tidak paham bahwa bekerja sama dengan pelaku
usaha lain untuk menentukan pemenang untuk alasan apapun tidak
diperbolehkan.
2. Perlunya pengawasan yang lebih ketat dari panitia pelaksana tender
dalam melaksanakan kegiatannya. Agar tidak terjadi kesewenangan
yang jika ada indikasi terjadinya praktik persekongkolan, khususnya
persekongkolan tender.
58
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Antimonopoli, (Jakarta: PT Raja Grafindo Pesada, 1999)
A. Karim, Adhiwarman, Ekonomi Islam: Suatu Kajian Kontemporer, (Jakarta: Salemba Empat, 2001)
Arinanto, Satya, Hak Asasi Manusia dalam Transisi Politik, (Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008)
Asy-Syifā’ Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2006)
Fuady, Munir, Hukum Antimonopoli Menyongsong Era Persaingan Sehat,
(Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1999)
Ibrahim, Johnny, Hukum Persaingan Usaha: Filosofi, Teori, dan Implikasi
Penerapannya di Indonesia, (Malang: Bayumedia Publishing, 2006)
Ibrahim, Jhonny, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Cetakan ke-
2, (Malang: Bayumedia Publishing, 2006)
Kagramanto, L. Budi, Larangan Persekongkolan Tender (Perspektif Hukum Persaingan Usaha, (Surabaya: Srikandi, 2008)
Kagramanto, L. Budi, Mengenal Hukum Persaingan Usaha, (Sidoarjo: Laras, 2010)
Knud, Hansen, Undang-Undang No.5 Tahun 1999 : Undang-Undang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat, (Jakarta: PT. Tema Baru,
2002)
Kristanto, Yakub Adi, Terobosan Hukum Keputusan KPPU dalam
Mengembangkan Penafsiran Hukum Persekongkolan Tender, (Jurnal Hukum Bisnis: Volume 27 Nomor 3, 2008)
Lubis, Andi Fahmi, et.al., Hukum Persaingan Usaha: Antara Teks dan Konteks, (Jakarta: Komisi Pengawas Persaingan Usaha dan Deutsche Gesellschaft fur
Technische Zusammenarbeit (GTZ) GmbH, 2009)
Lubis, Andi Fahmi, et.al., Hukum Persaingan Usaha Buku Teks, edisi kedua,
(Jakarta: Komisi Pengawas Persaingan Usaha, 2017)
Margono, Suyud, Hukum Anti Monopoli, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009)
Maribun, B. N., Kamus Manajemen, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2003)
59
Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Cetakan ke-6, (Surabaya: Kencana,
2010)
Mukti Fajar Nur Dewata dan Yulianto Ahmad, Dualisme Penelitian Hukum
Normatif dan Empiris, (Jakarta: Pustaka Pelajar, 2010)
Muthiah, Aulia, Aspek Hukum Dagang Dan Pelaksanaannya Di Indonesia,
(Yogyakarta: Pustakabarupress, 2016)
Nazir, Moh, Metode Penelitian, Cetakan ke-8, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2011)
Ningrum, Galuh Puspita, Hukum Persaingan Usaha, (Yogyakarta: Aswaja
Pressindo, 2013)
Nugroho, Susanti Adi, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia Dalam Teori dan
Praktik serta Penerapan Hukumnya, (Jakarta: Kencana, 2012)
Nugroho, Susanti Adi, Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia Dalam Teori dan Pratktik Serta
Penerapan Hukumnya, (Jakarta: PT Fajar Interpratama Mandiri, 2012)
Nugroho, Susanti Adi, Pengantar Hukum Persaingan Usaha di Indonesia,
(Puslitbang/Diklat Mahkamah Agung, 2002)
Qardhawi, Yusuf, Norma dan Etika Ekonomi Islam, (Jakarta: Gema Insani, 1997)
Rasuanto, Bur, Keadilan Sosial (Pandangan Deontologis Rawlsw dan habermas Dua Teori Filsafat Politik Modern), (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,
2005)
Rifa’I, Ahmad, Penemuan Hukum oleh Hakim dalam Perspektif Hukum Progresif,
(Jakarta: Sinar Grafika, 2010)
Rokan, Mustafa Kamal, Hukum Persaingan Usaha: Teori dan Praktiknya di
Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012)
Sirait, Ningrum Natasya, Hukum Persaingan di Indonesia, (Medan: Pustaka Bangsa Press, 2004)
Sirait, Nigrum Natasha, et.al., Ikhtisar Ketentuan Persaingan Usaha Dilengkapi dengan Peraturan Perundang-Undangan di Bidang Persaingan Usaha, (Jakarta: Nasional Legal Reform Program, 2010)
Siswanto, Arie, Hukum Persaingan Usaha, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2004)
Soekanto, Soejono, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 2001)
Soeprapto, Maria Farida Indriati, Ilmu Perundang-Undangan: Dasar-Dasar dan Pembentukannya, (Yogyakarta: Kanisius, 1998)
60
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan
Singkat), (jakarta: Rajawali Press, 2001)
Suhasril, Mohammad Taufik Makarao, Hukum Larangan Praktik Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat di Indonesia, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010)
Suseno, Franz Magnis, Etika Bisnis Islam: Dasar dan Aplikasinya, (Jakarta: Gramedia,
1994)
Sutedi, Adrian, Aspek Hukum Pengadaan Barang & Jasa dan Berbagai Permasalahannya, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008)
Suteki, Desain Hukum di Ruang Sosial, (Yogyakarta: Thafa Media, 2013)
Usman, Rachmadi, Hukum Acara Persaingan Usaha Di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013)
Usman, Rachmadi, Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013)
Yusanto, Ismail, M. Karebat Widjajakusuma, Menggagas Bisnis Islami, (Jakarta: Gema
Insani Press, 2002)
Jurnal:
Fendy, “Jurnal Hukum, Peran Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Dalam Mendorong Persaingan Usaha Yang Sehat Di Sektor Motor Skuter Matic”,
(Yogyakarta: Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2016)
Hadiprayitno, Irene, Terorisme dan Teori Konspirasi, Jurnal Global Vol.5, 2 Mei 2003