BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT & KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN RE F ER A T MINI UNIVERSITAS HASANUDDIN OKTOBER 2012 LIKEN SIMPLEKS KRONIS DISUSUN OLEH : NUR FATMINSARI ALMAIDIN C11109272 PEMBIMBING: Dr. MEUTIA SARA DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT & KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 201 2
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT & KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN RE F ER A T MINI
UNIVERSITAS HASANUDDIN OKTOBER 2012
LIKEN SIMPLEKS KRONIS
DISUSUN OLEH :
NUR FATMINSARI ALMAIDIN
C11109272
PEMBIMBING:
Dr. MEUTIA SARA
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN
KLINIK PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT & KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2012
INSECT BITE REACTION
A. DEFINISI
Insect bite reaction (reaksi gigitan serangga) adalah reaksi yang
disebabkan oleh gigitan yang biasanya berasal dari bagian mulut serangga dan
terjadi saat serangga berusaha untuk mempertahankan diri atau saat serangga
tersebut mencari makanannya. Gigitan serangga dapat menyebabkan reaksi alergi,
namun pengetahuan ilmiah mengenai alergi terhadap gigitan serangga masih
terbatas. Reaksi paling sering dilaporkan terjadi setelah digigit nyamuk dan
sejenisnya, serta dari golongan serangga Triatoma. Sayangnya, strategi
manajemen untuk mengurangi resiko insect bite reaction ke depannya masi
kurang dikembangkan dan kurang efektif bila dibandingksan dengan alergi
terhadap sengatan serangga.1,2
B. ETIOLOGI
Insect bite reaction disebabkan oleh artropoda kelas insekta. Insekta
memiliki tahap dewasa dengan karakter eksoskeleton yang keras, 3 pasang kaki,
dan tubuh bersegmen dimana kepala, toraks, dan abdomennya menyatu. Insekta
merupakan golongan hewan yang memiliki jenis paling banyak dan paling
beragam. Oleh karena itu, kontak antara manusia dan serangga sulit dihindari.
Paparan terhadap gigitan atau sengatan serangga dan sejenisnya dapat berakibat
ringan atau hampir tidak disadari ataupun dapat mengancam nyawa.2
C. PATOGENESIS
Saliva pada serangga dapat membantu dalam pencernaannya, menghambat
koagulasi, meningkatkan aliran darah pada tempat gigitan, atau menganestesi
daerah gigitan. Banyak lesi yang terjadi biasanya merupakan akibat dari respon
imun terhadap sekret insekta ini. Kebanyakan gigitan serangga bentuknya kecil
dan hanya menghasilkan luka tusuk superfisial.2
2
D. DIAGNOSIS
Anamnesis
Kebanyakan pasien sadar dengan adanya gigitan serangga ketika terjadi
reaksi atau tepat setelah gigitan, namun paparannya sering tidak diketahui kecuali
terjadi reaksi yang berat atau berakibat sistemik. Pasien yang memiliki sejarah
tidak memiliki rumah atau pernah tinggal di tempat penampungan mungkin
mengalami paparan terhadap organisme, seperti serangga kasur. Pasien dengan
penyakit mental juga memungkinkan adanya riwayat paparan dengan parasit
serangga. Paparan dengan binatang liar maupun binatang peliharaan juga dapat
menyebabkan paparan terhadap gigitan serangga.2
Gejala Klinis
Pada reaksi lokal, pasien mungkin akan mengeluh tidak nyaman, gatal,
nyeri sedang maupun berat, eritema, panas, dan edema pada jaringan sekitar
gigitan.2
Pada reaksi lokal berat, keluhan terdiri dari eritema yang luas, urtikaria,
dan edema pruritis . Reaksi lokal yang berat dapat meningkatkan kemungkinan
terjadinya reaksi sitemik serius pada paparan berikutnya.2
Gambar 1. Papular urtikaria: Bekas gigitan kutu,
sangat gatal, urtikaria seperti papula di lokasi
gigitan kutu pada lutut dan kaki seorang anak,
papula biasanya berdiameter <1 cm serta memiliki
vesikel di atasnya . Bila tergoresakan
mengakibatkan erosi maupun krusta3
Pada reaksi sistemik atau anafilaktik, pasien bisa mengeluhkan adanya
gejala lokal sebagaimana gejala yang tidak terkait dengan lokasi gigitan. Gejala
dapat bervariasi dari ringan sampai fatal. Keluhan awal biasanya termasuk ruam
3
yang luas, urtikaria, pruritus, dan angioedema. Gejala ini dapat berkembang dan
pasien dapat mengalami ansietas, disorientasi, kelemahan, gangguan
gastrointestinal, kram perut pada wanita, inkontinensia urin atau alvi, pusing,
pingsan, hipotensi, stridor, sesak, atau batuk. Seiring berkembangnya reaksi,
pasien dapat mengalami kegagalan napas dan kolaps kardiovaskuler.2