Top Banner
ISSN 1978-838X 78 | Jurnal “Gerbang Etam” Balitbangda Kab. Kukar Vol. 14 No. 1 Tahun 2020 INOVATIF PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN USAHA MASYARAKAT DALAM RANGKA MENDUKUNG REVOLUSI JAGUNG DI KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA INNOVATIVE DEVELOPMENT OF COMMUNITY BUSINESS INSTITUTIONS IN SUPPORTING CORN REVOLUTION IN KUTAI KARTANEGARA DISTRICT Tim Peneliti Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara Email: [email protected] ABSTRACT Kutai Kartanegara Regency is one of the regions in Indonesia that has made corn as one of the leading regional commodities, through the corn revolution program. This program was started in 2017, and until now it is still not running optimally, it takes efforts from all parties to support the program. The objectives of the research are (1) Identifying existing community business institutions related to farm management, (2) Analyzing the position / role of existing community business institutions related to farming management, and (3) Identifying problems / obstacles faced by existing community business institutions related to management farming. The research was conducted in 4 (four) Districts, namely Muara Badak, Marangkayu, Tenggarong, and Loa Kulu Districts, which are corn farming centers. The data was collected by directing questions to informants using a purposive technique questionnaire. The results of the study were (1) At the research location there were several institutions, including the Indonesian Corn Farmers Association (APJI), Mainstay Farmers and Fishermen Contact (KTNA), Farmers / Farmers (Corporations / Independent), Companies (TJSP), Farmer Groups. and Gapoktan, Village-Owned Enterprises, Chicken Farms (Corporation / Independent), Chicken Feed Processing Industry, Banking, Agribusiness Microfinance Institutions (LKMA); (2) Institutional roles in corn farming, namely APJI and KTNA, play a role in facilitating farmers, especially in marketing and providing access to production inputs, Distanak BPP and UPT play a role in facilitating / assisting farmers to obtain production inputs (especially subsidized fertilizers) and farming assistance. play a role in providing production input assistance through the corporate social responsibility program (TJSP); (3) The problems that become obstacles to institutions are different, among others, APJI and KTNA have problems in organizational management that are not optimal because they rely on certain individuals, BPP and UPT Distanak with the resources of field extension officers (PPL) have problems including the number of PPL and lack of dissemination of innovation, the Company has constraints on the TJSP program which is limited both in the budget and implementation period. Keyword: corn farming, institutional, corn revolution ABSTRAK Kabupaten Kutai Kartanegara merupakan salah satu daerah di Indonesia yang menjadikan komoditas jagung sebagai salah satu komoditas unggulan daerah, melalui program revolusi jagung. Program ini dimulai pada tahun 2017, dan sampai saat ini masih belum berjalan maksimal maka dibutuhkan upaya dari semua pihak untuk mendukung program tersebut. Tujuan dari penelitian adalah (1) Mengidentifikasi kelembagaan usaha masyarakat yang ada terkait pengelolaan usahatani, (2) Menganalisis posisi/peranan kelembagaan usaha masyarakat yang ada terkait pengelolaan usahatani, dan (3) Mengidentifikasi pemasalahan/hambatan yang dihadapi kelembagaan usaha masyarakat yang ada terkait pengelolaan usahatani. Penelitian dilaksanakan di 4 (empat) Kecamatan yaitu Kecamatan Muara Badak, Marangkayu, Tenggarong, dan Loa Kulu yang merupakan sentra pertanian jagung. Pengumpulan data dilakukan dengan cara menyampaikan pertanyaan secara langsung kepada informan dengan menggunakan kuesioner teknik purposive. Hasil penelitian yaitu (1) Pada lokasi penelitian terdapat
17

INOVATIF PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN USAHA …

Oct 01, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: INOVATIF PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN USAHA …

ISSN 1978-838X

78 | Jurnal “Gerbang Etam” Balitbangda Kab. Kukar Vol. 14 No. 1 Tahun 2020

INOVATIF PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN USAHA MASYARAKAT

DALAM RANGKA MENDUKUNG REVOLUSI JAGUNG

DI KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA

INNOVATIVE DEVELOPMENT OF COMMUNITY BUSINESS INSTITUTIONS IN

SUPPORTING CORN REVOLUTION IN KUTAI KARTANEGARA DISTRICT

Tim Peneliti Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara

Email: [email protected]

ABSTRACT

Kutai Kartanegara Regency is one of the regions in Indonesia that has made corn as one of the leading regional commodities, through the corn revolution program. This program was started in 2017, and until now it is still not running optimally, it takes efforts from all parties to support the program. The objectives of the research are (1) Identifying existing community business institutions related to farm management, (2) Analyzing the position / role of existing community business institutions related to farming management, and (3) Identifying problems / obstacles faced by existing community business institutions related to management farming. The research was conducted in 4 (four) Districts, namely Muara Badak, Marangkayu, Tenggarong, and Loa Kulu Districts, which are corn farming centers. The data was collected by directing questions to informants using a purposive technique questionnaire. The results of the study were (1) At the research location there were several institutions, including the Indonesian Corn Farmers Association (APJI), Mainstay Farmers and Fishermen Contact (KTNA), Farmers / Farmers (Corporations / Independent), Companies (TJSP), Farmer Groups. and Gapoktan, Village-Owned Enterprises, Chicken Farms (Corporation / Independent), Chicken Feed Processing Industry, Banking, Agribusiness Microfinance Institutions (LKMA); (2) Institutional roles in corn farming, namely APJI and KTNA, play a role in facilitating farmers, especially in marketing and providing access to production inputs, Distanak BPP and UPT play a role in facilitating / assisting farmers to obtain production inputs (especially subsidized fertilizers) and farming assistance. play a role in providing production input assistance through the corporate social responsibility program (TJSP); (3) The problems that become obstacles to institutions are different, among others, APJI and KTNA have problems in organizational management that are not optimal because they rely on certain individuals, BPP and UPT Distanak with the resources of field extension officers (PPL) have problems including the number of PPL and lack of dissemination of innovation, the Company has constraints on the TJSP program which is limited both in the budget and implementation period. Keyword: corn farming, institutional, corn revolution

ABSTRAK Kabupaten Kutai Kartanegara merupakan salah satu daerah di Indonesia yang menjadikan komoditas jagung sebagai salah satu komoditas unggulan daerah, melalui program revolusi jagung. Program ini dimulai pada tahun 2017, dan sampai saat ini masih belum berjalan maksimal maka dibutuhkan upaya dari semua pihak untuk mendukung program tersebut. Tujuan dari penelitian adalah (1) Mengidentifikasi kelembagaan usaha masyarakat yang ada terkait pengelolaan usahatani, (2) Menganalisis posisi/peranan kelembagaan usaha masyarakat yang ada terkait pengelolaan usahatani, dan (3) Mengidentifikasi pemasalahan/hambatan yang dihadapi kelembagaan usaha masyarakat yang ada terkait pengelolaan usahatani. Penelitian dilaksanakan di 4 (empat) Kecamatan yaitu Kecamatan Muara Badak, Marangkayu, Tenggarong, dan Loa Kulu yang merupakan sentra pertanian jagung. Pengumpulan data dilakukan dengan cara menyampaikan pertanyaan secara langsung kepada informan dengan menggunakan kuesioner teknik purposive. Hasil penelitian yaitu (1) Pada lokasi penelitian terdapat

Page 2: INOVATIF PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN USAHA …

ISSN 1978-838X

Jurnal “Gerbang Etam” Balitbangda Kab. Kukar Vol. 14 No. 1 Tahun 2020 | 79

beberapa kelembagaan antara lain yaitu Asosiasi Petani Jagung Indonesia (APJI), Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA), Pedagang/Toko-Toko Pertanian (Korporasi/Mandiri), Perusahaan (TJSP), Kelompok Tani dan Gapoktan, Badan Usaha Milik Desa, Peternakan Ayam (Korporasi/Mandiri), Industri Pengolahan Pakan Ayam, Perbankan, Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKMA); (2) Peran kelembagaan pada usahatani jagung yaitu APJI dan KTNA berperan dalam memfasilitasi petani khususnya dalam pemasaran dan penyediaan akses memperoleh input produksi, BPP dan UPT Distanak berperan dalam memfasilitasi/membantu petani untuk memperoleh input produksi (khususnya pupuk subsidi) dan pendampingan usahatani, Perusahaan berperan dalam pemberian bantuan input produksi melalui program tanggungjawab sosial perusahaan (TJSP); (3) Masalah yang menjadi hambatan bagi kelembagaan berbeda-beda antara lain APJI dan KTNA memiliki masalah dalam manajemen organisasi yang belum optimal karena bertumpu pada individu tertentu, BPP dan UPT Distanak dengan sumber daya petugas penyuluhan lapangan (PPL) memiliki masalah diantaranya jumlah PPL dan diseminasi inovasi yang masih kurang, Perusahaan memiliki kendala pada program TJSP yang terbatas baik pada anggaran maupun periode waktu pelaksanaan. Kata Kunci: pertanian jagung, kelembagaan, revolusi jagung PENDAHULUAN

Jagung merupakan salah satu tanaman serealia yang strategis di Indonesia. Permintaan jagung selalu meningkat dari tahun ke tahun mengingat , jagung merupakan sumber bahan baku utama industri pakan unggas (±50%), hijauan pakan yang berkualitas (80-100 t/ha), pangan pokok bagi sebagian masyarakat di Kawasan Timur Indonesia, dan sebagai penyumbang terbesar kedua setelah padi dalam pendapatan domestik bruto. Oleh karena itu, peningkatan produksi jagung di

dalam negeri perlu terus diupayakan (Azrai, 2013). Kendala utama peningkatan produksi jagung adalah konversi lahan subur untuk kepentingan nonpertanian yang terus berlangsung.

Balitbangtan (2005), sebagai bahan pangan yang mengandung 70% pati, 10% protein, dan 5% lemak, jagung mempunyai potensi besar untuk dikembangkan menjadi beragam macam produk. Produk turunan potensial yang bisa dihasilkan dari komoditas jagung disajikan dalam gambar berikut.

Gambar 1. Pohon Industri Jagung

Kebutuhan Jagung di Indonesia masih banyak mengalami kekurangan, sehingga untuk memenuhi pasokan dalam negeri banyak mendatangkan dari luar negeri (impor). Data impor jagung terus meningkat merupakan indikator peluang yang cukup besar untuk mengembangkan

komoditas tersebut bagi wilayah yang potensial seperti Provinsi Nusa Tenggara Barat dan kawasan Indonesia timur. Permintaan jagung untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak diperkirakan sebesar 11,09 juta ton dengan perincian jagung untuk pakan ayam broiler 5,28 juta

Page 3: INOVATIF PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN USAHA …

ISSN 1978-838X

80 | Jurnal “Gerbang Etam” Balitbangda Kab. Kukar Vol. 14 No. 1 Tahun 2020

ton, untuk pakan ayam petelur diperkirakan sebesar 4,48 juta ton, jagung untuk pakan babi 0,22 juta ton dan untuk pakan ternak lainnya sebesar 1,11 juta ton (Budi dkk, 2002 dalam Mohamad dkk, 2016).

Tingginya permintaan untuk memenuhi kebutuhan tersebut menunjukkan bahwa peluang pengembangan jagung memiliki prospek yang sangat cerah. Selain daya dukung lahan dan kondisi iklim, terdapat satu faktor penting yang sangat berpengaruh terhadap pengembangan produksi jagung di Indonesia yaitu kelembagaan pertanian. Kelembagaan pertanian adalah norma atau kebiasaan yang terstruktur dan terpola serta dipraktekkan terus menerus untuk memenuhi kebutuhan anggota masyarakat yang terkait erat dengan penghidupan dari bidang pertanian di pedesaan. Dalam kehidupan komunitas petani, posisi dan fungsi kelembagaan petani merupakan bagian pranata sosial yang memfasilitasi interaksi sosial atau social interplay dalam suatu komunitas. Kelembagaan pertani juga memiliki titik strategis (entry point) dalam menggerakkan sistem agribisnis di pedesaan. Untuk itu segala sumberdaya yang ada di pedesaan perlu diarahkan/ diprioritaskan dalam rangka peningkatan profesionalisme dan posisi tawar petani (kelompok tani). Saat ini potret petani dan kelembagaan petani di Indonesia diakui masih belum sebagaimana yang diharapkan (Suradisastra, 2008).

Peran kelembagaan dalam membangun dan mengembangkan sektor pertanian di Indonesia terutama terlihat dalam kegiatan pertanian tanaman pangan. Di tingkat makro nasional, peran lembaga pembangunan pertanian sangat menonjol dalam program dan proyek intensifikasi dan peningkatan produksi pangan. Kegiatan pembangunan pertanian dituangkan dalam bentuk program dan proyek dengan membangun kelembagaan koersif (kelembagaan yang dipaksakan), seperti Padi Sentra, Demonstrasi Massal (Demas), Bimbingan Massal (Bimas), Bimas Gotong Royong, Badan Usaha Unit Desa (BUUD),

Koperasi Unit Desa (KUD), Insus, dan Supra Insus. Pada subsector peternakan dikembangkan berbagai program dan lembaga pembangunan koersif, seperti Bimas Ayam Ras, Intensifikasi Ayam Buras (Intab), Intensifikasi Ternak Kerbau (Intek), dan berbagai program serta kelembagaan intensifikasi lainnya. Kondisi di atas menunjukkan signifikansi keberdayaan kelembagaan dalam akselerasi pembangunan sektor pertanian. Hal ini sejalan dengan hasil berbagai pengamatan yang menyimpulkan bahwa bila inisiatif pembangunan pertanian dilaksanakan oleh suatu kelembagaan atau organisasi, di mana individu-individu yang memiliki jiwa berorganisasi menggabungkan pengetahuannya dalam tahap perencanaan dan implementasi inisiatif tersebut maka peluang keberhasilan pembangunan pertanian menjadi semakin besar (De los Reyes dan Jopillo 1986; USAID 1987; Kottak 1991; Uphoff 1992a; Cernea 1993; Bunch dan Lopez 1994 dalam Suradisastra, 2011).

Kabupaten Kutai Kartanegara merupakan salah satu daerah di Indonesia yang menjadikan komoditas jagung sebagai salah satu komoditas unggulan daerah, melalui program revolusi jagung. Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara mencanangkan program revolusi jagung dalam rangka membuka lapangan pekerjaan, meningkatkan pendapatan masyarakat, dan membuka jalan bagi program pertanian dalam arti luas. Salah satu langkah awal yang dilakukan adalah dengan mengadakan penandatanganan Nota Kesepahaman Pemerintah Kabupaten Kukar dengan Asosiasi Petani Jagung Indonesia (APJI) terkait kerjasama pendampingan dan pemasaran dalam rangka Program Revolusi Jagung Kabupaten Kutai Kartanegara.

Program ini mulai dibangun pada 2017, dan sampai saat ini masih belum berjalan maksimal. Oleh sebab itu dibutuhkan upaya-upaya dari semua pihak untuk mendukung program unggulan kabupaten tersebut. Secara mendasar revolusi jagung merupakan gerakan

Page 4: INOVATIF PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN USAHA …

ISSN 1978-838X

Jurnal “Gerbang Etam” Balitbangda Kab. Kukar Vol. 14 No. 1 Tahun 2020 | 81

mendorong petani untuk menanam jagung khususnya pada daerah-daerah yang sebelumnya lebih mengandalkan hasil alam seperti migas yang tak dapat diperbaharui. Melalui program ini diharapkan akan mendorong lahirnya daerah-daerah lain untuk turut melaksanakan penanaman jagung. Salah satu faktor penting untuk mendukung keberhasilan program gerakan revolusi jagung khususnya dalam pengembangan produksi adalah pada sektor kelembagaan usaha masyarakat. Keberadaan kelembagaan usaha yang berjalan dengan optimal akan mampu mendorong percepatan keberhasilan pelaksanaan program. Oleh sebab itu, dibutuhkan suatu kajian khusus yang mampu menganalisis peran kelembagaan usaha masyarakat atau kelembagaan pertanian dalam rangka mendukung program revolusi jagung di Kabupaten Kutai Kartanegara. Berdasarkan uraian yang dikemukakan di atas, maka dirasa perlu dilakukan penelitian dengan tujuan (1) Mengidentifikasi kelembagaan usaha masyarakat yang ada terkait pengelolaan usahatani dalam rangka mendukung revolusi jagung, (2) Menganalisis posisi/peranan kelembagaan usaha masyarakat yang ada terkait pengelolaan usahatani dalam rangka mendukung revolusi jagung, dan (3) Mengidentifikasi pemasalahan/hambatan yang dihadapi kelembagaan usaha masyarakat yang ada terkait pengelolaan usahatani dalam rangka mendukung revolusi jagung.

Metodologi Penelitian

Lokasi kegiatan penelitian Kajian Inovatif Pengembangan Kelembagaan Usaha Masyarakat Dalam Rangka Mendukung Revolusi Jagung Kabupaten Kutai Kartanegara Tahun 2019 dilaksanakan pada 4 (empat) Kecamatan yaitu Kecamatan Muara Badak, Marangkayu, Tenggarong, dan Loa Kulu yang merupakan sentra pertanian jagung. Usahatani jagung dalam penelitian ini adalah pada komoditas jagung hibrida (jagung pipil). Kelembagaan usaha

masyarakat adalah kelembagaan yang berada di masyarakat, yang keberadaannya memiliki hubungan dalam upaya mendukung revolusi jagung. Informan ditentukan dengan teknik purposive.. Yang dijadikan sebagai informan pada penelitian ini adalah pimpinan atau perwakilan lembaga usaha. Beberapa lembaga tersebut diantaranya: 1. Kelompok Tani / Gabungan Kelompok

Tani 2. Penyuluh Pertanian (PPL dan Pengamat

Hama) 3. Perhimpunan Petani Pengelola Air (P3A) 4. Asosiasi Petani Jagung Indonesia (APJI)

Masing-masing kecamatan 5. PT/CV/UD/Koperasi/Lembaga lain

sebagai penyedia input dan penampung output produksi jagung

6. Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa) 7. Kelompok UMKM/Industri pengolahan

berbahan dasar jagung 8. Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA)

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan bantuan kuesioner. Jumlah pertanyaan adalah sebanyak 4 item, maka skor maksimum yang diperoleh dari kuesioner adalah 12, sedangkan skor minimumnya adalah 3. Jika jumlah kategori yang ditentukan sebanyak dua kelas, yaitu kelas persepsi positif dan negatif, maka menurut Sugiyono (1999), interval kelas dapat ditentukan sebagai berikut:

5,42

312 =−=−=K

XiXnC

Keterangan: C = Interval Kelas K = Jumlah Kelas Xn = Skor Maksimum Xi = Skor Minimum Kategori Peran Kelembagaan Jagung di

Kabupaten Kutai Kartanegara

No Interval Kelas Peran Kelembagaan

1 3 - 7,5 Kurang Berperan 2 >7,5 – 12 Berperan

Page 5: INOVATIF PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN USAHA …

ISSN 1978-838X

82 | Jurnal “Gerbang Etam” Balitbangda Kab. Kukar Vol. 14 No. 1 Tahun 2020

Data yang diperoleh dari lapangan kemudian ditabulasi dan dianalisis untuk menentukan peran masing-masing lembaga dalam mendukung revolusi jagung di Kabupaten Kutai Kartanegara.

HASIL DAN PEMBAHASAN Pertanian Jagung di Kabupaten Kutai Kartanegara

Kabupaten Kutai Kartanegara merupakan salah satu daerah yang potensial untuk pengembangan komoditas jagung. Berdasarkan hasil analisis kondisi iklim cukup mendukung untuk pengembangan jagung. Data curah hujan mencapai rata-rata 2.206,00 mm/tahun atau 184 mm/bulan. Suhu rata-rata tahunan berkisar 26 oC. Daratan di Kabupaten ini adalah landai

sampai bergunung-gunung dengan kemiringan umumnya < 40 m dpl. Ketinggian antara 7-25 m dpl seluas 36,64 % dari total wilayah kabupaten dengan sifat wilayah berupa permukaan tanah datar sampai landai, kadang tergenang, kandungan air tanah cukup baik, dapat diairi dan tidak ada erosi. Wilayah daratan dengan ketinggian 25-100 m dari permukaan laut merupakan areal yang paling luas, yaitu sekitar 36,79 % dari total wilayah. Sedangkan ketinggian antara 0-7 m dari permukaan laut adalah mencakup 26,57 % dari luas wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara. (BPS Kabupaten Kutai Kartanegara, 2018). Luas areal tanam jagung yang terrsebar di 18 (delapan belas) Kecamatan secara jelas disajikan pada tabel berikut:

Gambar 2. Luas tanam Jagung di 18 Kecamatan Tahun 2018 Sumber: BPS Kukar Tahun 2019

Berdasarkan data 6 (enam) tahun terakhir terlihat bahwa luas panen selalu mengalami fluktuasi. Luas panen tertinggi adalah pada tahun 2017 mencapai 11.139,80 Ha, namun di tahun 2018 mengalami penurunan menjadi hanya 3.937 Ha sebagaimana disajikan pada tabel berikut:

Gambar 3. Luas Panen Jagung Tahun 2013-2018

Luas lahan

Sa

mb

oja

Mu

ara

Ja

wa

Sa

ng

a S

an

ga

Loa

Ja

na

n

Loa

Ku

lu

Mu

ara

Mu

nta

i

Mu

ara

Wis

Ko

ta B

an

gu

n

Te

ng

ga

ron

g

Se

bu

lu

Te

ng

ga

ron

g…

An

gg

an

a

Mu

ara

Ba

da

k

Ma

ran

g K

ay

u

Mu

ara

Ka

ma

n

Ke

no

ha

n

Ke

mb

an

g J

an

gg

ut

Ta

ba

ng

JUM

LAH

419 10 27 22 103 193 73 86 344 923 289 151 434 443 152 79 158 31

3,937

Lua

s T

an

am

(H

a)

Kecamatan

Luas Tanam Jagung pada Lahan bukan Sawah 2018

413 249 420

4,948.30

11,139.80

3,937.00

0

2000

4000

6000

8000

10000

12000

2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019

Luas Panen (Ha)

Page 6: INOVATIF PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN USAHA …

ISSN 1978-838X

Jurnal “Gerbang Etam” Balitbangda Kab. Kukar Vol. 14 No. 1 Tahun 2020 | 83

Sumber: BPS Kukar, Diolah Tahun 2019

Berdasarkan data sekunder, produktivitas jagung menunjukkan kecenderungan yang

terus meningkat setiap tahun sebagaimana disajikan pada gambar berikut:

Gambar 4. Produktivitas Jagung (Ku/ha) Tahun 2013-2018 Sumber: BPS Kukar, Diolah Tahun 2019

Selain produktifitas, produksi jagung

di Kabupaten Kutai Kartanegara dalam 6 (enam) tahun terakhir juga berfluktuasi. Sejak tahun 2015 sampai 2017 produksi jagung di Kabupaten Kutai Kartanegara terus mengalami peningkatan, puncaknya di Tahun 2017 mencapai 56.597 ton. Selanjutnya di Tahun 2018 mengalami penurunan drastis yang hanya mencapai 20.157,44 ton. Hal ini disebabkan luas panen yang menurun, walaupun produktivitasnya mengalami peningkatan, yaitu 5,1 ton/ha. Program revolusi jagung telah memberikan kenaikan secara signifikan terutama pada Tahun 2017, meskipun kemudian mengalami penurunan yang drastis. Penurunan tersebut tentu dipengaruhi beberapa faktor penghambat yang berdampak besar pada produksi jagung di Kabupaten Kutai Kartanegara.

Kelembagaan Jagung di Kabupaten Kutai Kartanegara

Kelembagaan merupakan wadah yang menjadi tempat berkumpulnya 2 (dua) orang atau lebih untuk mencapai tujuan yang sama. Untuk mendukung keberhasilan program revolusi jagung di Kabupaten Kutai Kartanegara, kelembagaan tentu juga merupakan salah satu bagian yang perlu diperhatikan agar program tersebut dapat berjalan optimal. Pada pengembangan

jagung, terdapat beberapa bagian yang perlu diperhatikan sebagaimana subsisten dalam agribisnis, 1) Agroindustri hulu; 2) On farm (usahatani); 3) Agroindustri Hilir; dan 4) Lembaga penunjang. Hasil penelitian dilapangan, pada setiap subsisten agribisnis sebagaimana diatas, terdapat beberapa kelembagaan yang saat ini sudah ada di Kabupaten Kutai Kartanegara, diantaranya adalah sebagai berikut: a. Kelembagaan pada Agroindustri Hulu

1. Asosiasi Petani Jagung Indonesia (APJI) dan Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA)

2. Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) dan UPT Distanak

3. Toko-toko pertanian (Korporasi maupun Pribadi)

4. Korporasi/Perusahaan sekitar (TJSP) b. Kelembagaan pada Usahatani (On farm)

1. Balai Penyuluh Pertanian (BPP) dan UPT Distanak

2. Pengamat Hama 3. Kelompok Tani Jagung dan Gapoktan

c. Kelembagaan pada Agroindustri Hilir dan penunjang 1. Asosiasi Petani Jagung Indonesia

(APJI) Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA)

2. Pedagang pengumpul dan pengecer / Toko-toko pertanian (Korporasi maupun Pribadi)

32.48 3237.52

44.7350.81 51.20

0

20

40

60

2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019

Produktivitas (Ku/ha)

Page 7: INOVATIF PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN USAHA …

ISSN 1978-838X

84 | Jurnal “Gerbang Etam” Balitbangda Kab. Kukar Vol. 14 No. 1 Tahun 2020

3. Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa) 4. Peternakan Ayam (Korporasi maupun

Pribadi) 5. Industri pengolahan pakan ayam

d. Kelembagaan penunjang 1. Perbankan (BNI, BPD, dan BRI) 2. Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis

(LKMA) Dinas Koperasi

Posisi Kelembagaan Jagung di Kabupaten Kutai Kartanegara

Kelembagaan yang telah ada (eksisting) memiliki peran yang berbeda-beda. Peran tersebut menentukan posisi tingkat kepentingannya. a. Peran kelembagaan agroindustri hulu

Pada Agroindustri hulu, peran kelembagaan diukur atau dilihat berdasarkan 3 (tiga) indikator, yaitu:

1. Lembaga mampu menyediakan benih dalam jumlah cukup setiap musim tanam

2. Lembaga mampu menyediakan pupuk dalam jumlah cukup setiap musim tanam

3. Lembaga mampu menyediakan pestisida/obat2an lain dalam jumlah cukup setiap musim tanam

Masing-masing kelembagaan memiliki peran yang berbeda-beda. Secara umum dalam analisis posisi kelembagaan digunakan menggunakan 3 (tiga) indikator diatas yang dijawab menggunakan skala likert dengan 4 (empat) pilihan jawaban. Untuk memberikan gambaran lebih jelas, dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 1. Peran kelembagaan pada agroindustri hulu

No Nama Lembaga Skor Total Rata-Rata

Status Peran Keterangan Interval

1 APJI & KTNA 6,188 Kurang Berperan 3 – 7,5 : Kurang Berperan >7,5 – 12 : Berperan

2 BPP/UPT Distanak 6,267 Kurang Berperan 3 Toko pertanian 8,067 Berperan 4 Korporasi (TJSP) 6,667 Kurang Berperan

Sumber: Data Primer Diolah, Tahun 2019

Pada tabel diatas, berdasarkan

pengelompokkan berdasarkan interval, hanya toko pertanian yang masuk kategori berperan, sementara APJI dan KTNA, BPP/UPT Distanak, dan Korporasi masih masuk kriteria kurang berperan. Status kurang berperan dalam hal ini tidak dapat langsung menjadi justifikasi bahwa lembaga tersebut tidak berperan. Karena keempat lembaga tersebut memang ada dilokasi penelitian dan memiliki peran dimasyarakat khususnya petani jagung, tetapi keberadaan lembaga tersebut memiliki peran yang berbeda pada beberapa kecamatan sehingga ketika diakumulasikan pada level kabupaten membuat beberapa lembaga memiliki tingkat persepsi keberperanan yang menurun atau rendah.

Peran APJI, KTNA, BPP, dan UPT Distanak pada agroindustri hulu di program revolusi jagung Kabupaten Kutai

Kartanegara adalah memberikan akses maupun fasilitasi bagi petani maupun kelompok tani untuk memperoleh sarana produksi (alsintan) maupun input produksi seperti benih jagung. Kedua lembaga ini memfasilitasi petani untuk mengajukan bantuan kepada pemerintah (daerah maupun pusat).

Peran korporasi/perusahaan adalah melalui program TJSP yang ada diperusahaan. Umumnya berupa bantuan sarana produksi, baik berupa alat mesin pertanian (alsintan) maupun input produksi berupa benih dan pupuk. Hampir dibeberapa daerah yang bersentuhan dengan perusahaan, ditemukan model penyediaan input produksi seperti ini, tetapi dalam jumlah yang terbatas dan pada periode waktu tertentu saja. Oleh sebab itu, peran perusahaan sekitar juga masih terbilang

Page 8: INOVATIF PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN USAHA …

ISSN 1978-838X

Jurnal “Gerbang Etam” Balitbangda Kab. Kukar Vol. 14 No. 1 Tahun 2020 | 85

rendah dalam mendukung program revolusi jagung.

Peran paling tinggi dalam penyediaan agroindustri hulu dalam usahatani jagung adalah pada toko-toko atau kios-kios pertanian yang ada ditengah-tengah masyarakat baik yang berada dilevel desa maupun kecamatan. Hampir seluruh kebutuhan petani (saprodi) dapat disediakan oleh lembaga ini, kecuali pada penyediaan pupuk bersubsidi yang hanya dapat disediakan dalam jumlah yang terbatas. b. Peran kelembagaan pada usahatani (on

farm) Pada usahatani (onfarm), peran

kelembagaan diukur atau dilihat berdasarkan 3 (tiga) indikator, yaitu: 1. Lembaga memberikan pelatihan atau

peningkatan kapasitas bagi anda tentang cara budidaya jagung yang baik

2. Lembaga memberikan pendampingan dalam usahatani jagung anda (bersedia menerima pertanyaan untuk kemudian mencarikan jawaban/penyelesaian

3. Lembaga memberikan informasi terkait inovasi terkini dalam budidaya jagung

Sebagaimana identifikasi sebelumnya, hasil penelitian pada lokasi penelitian terdapat 3 (tiga) lembaga yang berhubungan dengan penguatan kapasitas dan pendampingan petani dalam proses usahatani (on farm) jagung, yaitu BPP/UPT Distanak (penyuluh pertanian lapangan), Pengamat Hama, dan Kelompok tani/gapoktan. Secara umum hasil penilaian pada masing-masing lembaga melalui analisis persepsi menggunakan 3 (tiga) indikator diatas, dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2. Peran kelembagaan pada proses usahatani (on farm)

No Nama Lembaga Skor Total Rata-Rata

Status Peran Keterangan Interval

1 BPP/UPT Distanak (PPL) 8,125 Berperan 3 – 7,5 : Kurang Berperan

>7,5 – 12 : Berperan 2 Pengamat Hama 7,385 Kurang Berperan 3 Kelompok tani/ gapoktan 7,5 Kurang Berperan

Sumber: Data Primer Diolah, Tahun 2019

Pada tabel diatas, status kurang berperan dalam hal ini tidak dapat langsung menjadi justifikasi bahwa lembaga tersebut tidak berperan. Karena ketiga lembaga tersebut memang ada dilokasi penelitian dan memiliki peran dimasyarakat khususnya petani jagung, tetapi keberadaan lembaga tersebut memiliki peran yang berbeda pada beberapa kecamatan sehingga ketika diakumulasikan pada level kabupaten membuat beberapa lembaga memiliki tingkat persepsi keberperanan yang menurun atau rendah.

Peran BPP/UPT DIstanak atau PPL adalah dalam pemberian kegiatan pelatihan dan peningkatan kapasitas, seperti penyuluhan, temu lapang, dan kegiatan-kegiatan lainnya. Selain peningkatan kapasitas juga ada kegiatan pendampingan bagi petani dalam proses budidaya dilahan. Peran Pengamat Hama bagi petani jagung meskipun masuk kategori kurang tetapi

manfaat keberadaannya juga dirasakan oleh petani. Tetapi karena intensitas pendampingan yang kurang membuat penilaian petani masih relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan PPL.

Untuk peran kelompok tani atau gapoktan, khususnya untuk usahatani jagung berbeda-beda disetiap kecamatan. Ada kecamatan yang peran lembaga ini cukup baik sebagai wadah berkumpulnya petani untuk peningkatan kapasitas. Tetapi ditemukan pula kelompok-kelompok tani yang hanya dibentuk untuk persyaratan memperoleh bantuan tertentu, sehingga perannya masih rendah dalam mendukung program revolusi jagung di Kabupaten Kutai Kartanegara. c. Peran kelembagaan pada agroindustri

hilir Pada Agroindustri hilir dan

penunjang, peran kelembagaan diukur atau dilihat berdasarkan 3 (tiga) indikator, yaitu:

Page 9: INOVATIF PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN USAHA …

ISSN 1978-838X

86 | Jurnal “Gerbang Etam” Balitbangda Kab. Kukar Vol. 14 No. 1 Tahun 2020

1. Lembaga selalu menerima hasil panen jagung setiap selesai panen

2. Lembaga membeli hasil panen jagung dengan harga yang layak

3. Lembaga memberikan informasi terkait harga pasar secara jelas

Hasil penelitian pada lokasi penelitian terdapat 5 (lima) lembaga yang berhubungan dengan penyediaan panen dan pasca panen (agroindustri hilir) pada usahatani jagung,

yaitu APJI, pedagang/toko-toko pertanian, BUMDesa, Peternak ayam, dan Industri pengolahan pakan. Hasil tabulasi kemudian dilakukan pengelompokan dengan menggunakan skala interval sehingga diperoleh pengelompokan peran kelembagaan menjadi “Berperan” dan “Kurang Berperan”. Untuk memberikan gambaran lebih jelas, dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.Peran kelembagaan pada agroindustri hilir

No Nama Lembaga Skor Total Rata-Rata

Status Peran Keterangan Interval

1 APJI & KTNA 7,294 Kurang Berperan 3 – 7,5 : Kurang Berperan >7,5 – 12 : Berperan

2 Pedagang/Toko Pertanian 8,071 Berperan 3 BUMDesa 6,867 Kurang Berperan 4 Peternak Ayam 8,188 Berperan 5 Industri pengolahan pakan 7,875 Berperan

Sumber: Data Primer Diolah, Tahun 2019

Pada tabel diatas, berdasarkan pengelompokkan berdasarkan interval, terdapat 3 (tiga) lembaga yang masuk kategori berperan yaitu pedagang/toko pertanian, peternak ayam, dan industri pengolahan pakan, sementara APJI, KTNA dan BUMDesa masih masuk kriteria kurang berperan. Sekali lagi disampaikan bahwa status kurang berperan dalam hal ini tidak dapat langsung menjadi justifikasi bahwa lembaga tersebut tidak berperan. Karena kelima lembaga tersebut memang ada dilokasi penelitian dan memiliki peran dimasyarakat khususnya petani jagung, tetapi keberadaan lembaga tersebut memiliki peran yang berbeda pada beberapa kecamatan sehingga ketika diakumulasikan pada level kabupaten membuat beberapa lembaga memiliki tingkat persepsi keberperanan yang menurun atau rendah.

Peran APJI pada agroindustri hilir adalah membeli hasil panen jagung petani atau menfasilitasi penjualan jagung petani. Harga beli di APJI mengikuti harga dasar bulog atau harga yang ditetapkan pada pabrik pengolahan pakan. Karena harga yang umumnya lebih rendah dari harga dipasar lokal, umumnya penjualan kepada APJI hanya dilakukan ketika produksi

berlimpah dan mengalami kesulitan dalam penjualan jagung pipil kering. Keberadaan APJI yang belum ada pada setiap kecamatan dan belum seluruh APJI yang terbentuk dikecamatan berjalan, membuat perannya di kabupaten masih terbilang kurang. Hal demikian juga berlaku pada KTNA, meskipun telah terbentuk disetiap kecamatan, tetapi perannya dalam pemasaran hasil usahatani jagung masih belum banyak dirasakan petani.

Hasil panen petani yang berupa jagung pipil kering memperoleh harga paling tinggi adalah ketika dijual kepada pedagang/toko pertanian dan peternak ayam. Oleh sebab itu umumnya petani setelah panen akan menawarkan lebih dulu kepada pedagang pengumpul atau pengecer berupa toko-toko pertanian dengan harga yang lebih tinggi. Untuk daerah yang dekat dengan peternakan ayam, petani juga langsung menjual kepada peternak untuk dijadikan pakan, baik diberikan langsung maupun terlebih dahulu diolah kembali. Sebagai tujuan utama penjualan hasil panen petani, membuat kedua lembaga ini memiliki peranan yang besar sesuai dengan hasil analisis persepsi petani.

Page 10: INOVATIF PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN USAHA …

ISSN 1978-838X

Jurnal “Gerbang Etam” Balitbangda Kab. Kukar Vol. 14 No. 1 Tahun 2020 | 87

Untuk BUMDesa, berdasarkan hasil penelitian dijumpai pada beberapa desa yang menjadikan pemasaran jagung pipil atau hasil panen petani sebagai salah satu unit usahanya. Tetapi untuk pemasaran jagung pipil masih sangat terbatas bahkan beberapa diantaranya saat ini sudah tidak berjalan. Karena kondisi tersebut maka peran BUMDesa masih dipandang kurang optimal oleh petani jagung.

Peran industri pengolahan pakan ayam cukup besar sebagai penampung hasil pertanian berupa jagung pipilan kering petani, sehingga hasil analisis menunjukkan status lembaga ini adalah “Berperan” dalam agroindustri hilir usahatani jagung. Di Kabupaten Kutai Kartanegara, salah satu pabrik yang selalu disebutkan adalah CV. Ayam Makmur yang berada di Samarinda. Perusahaan ini bersedia menerima hasil panen jagung petani tetapi dalam jumlah yang besar dengan standar kualitas terutama kandungan air maksimal antara 14 – 18%. d. Peran kelembagaan penunjang pada

revolusi jagung Lembaga penunjang merupakan

salah satu bagian penting dalam rantai agribisnis, bahkan menjadi lima subsisten utama. Pada usahatani pada umumnya, lembaga penunjang dapat berupa koperasi atau lembaga keuangan lain yang dapat menyediakan sumber-sumber permodalan. Pada usahatani jagung di Kabupaten Kutai Kartanegara teridentifikasi terdapat dua lembaga penunjang yaitu perbankan dan LKMA. Perbankan terdiri dari Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Nasional Indonesia (BNI), dan Bank Pembangunan Daerah (BPD) Kaltimtara. Bentuk permodalan dari perbankan ini adalah berupa kredit usaha rakyat (KUR) dengan bunga rendah, yaitu sebesar 7%.

Sama halnya dengan perbankan, LKMA juga merupakan lembaga keuangan yang memberikan fasilitas kredit kepada petani dengan bunga tertentu. LKMA adalah singkatan dari lembaga keuangan mikro agribisnis yang berada dibawah naungan

Dinas Koperasi Kabupaten Kutai Kartanegara. Hambatan Kelembagaan Jagung di Kabupaten Kutai Kartanegara

Setiap organisasi selalu memiliki hambatan atau permasalahan dalam manajemen maupun pelaksanaan program/kegiatan. Hasil penelitian menunjukkan masing-masing lembaga yang berhubungan dengan usahatani jagung memiliki hambatannya masing-masing untuk mengoptimalkan peran lembaganya adalah sebagai berikut: a. Asosiasi Petani Jagung Indonesia (APJI)

dan Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA)

APJI dan KTNA merupakan dua lembaga yang berbeda, namun dalam identifikasi masalah, keduanya memiliki kendala yang relatif sama. Kurang optimalnya peran APJI dan KTNA diantaranya disebabkan oleh manajemen organisasi yang belum berjalan. Kepengurusan APJI maupun KTNA masih bertumpu pada figur maupun individu tertentu, sehingga beban program tidak terbagi secara proporsional. Pengurus APJI dan KTNA sendiri sebagian besar juga memiliki pekerjaan atau kesibukan lain, sehingga tidak memungkinkan untuk fokus pada pengelolaan lembaga. Selain itu APJI belum terbentuk di setiap kecamatan, sehingga pada beberapa kecamatan belum ada pendampingan APJI pada petani.

b. Balai Penyuluhan Pertanian (BPP)/UPT Distanak/PPL/Pengamat Hama Kurangnya jumlah PPL membuat 1 (satu) PPL bertanggungjawab pada beberapa wilayah desa/kelurahan, sementara jarak antar desa/kelurahan dibeberapa kecamatan cukup jauh, sehingga menyebabkan proses pendampingan kurang optimal. PPL selalu diharapkan dapat memberikan semua solusi dari permasalahan petani melalui peningkatan kapasitas seperti

Page 11: INOVATIF PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN USAHA …

ISSN 1978-838X

88 | Jurnal “Gerbang Etam” Balitbangda Kab. Kukar Vol. 14 No. 1 Tahun 2020

pelatihan maupun penyuluhan, sementara PPL sendiri masih jarang diberikan penguatan kapasitas terutama terkait teknologi maupun inovasi. Permasalahan lain seperti penempatan penyuluh yang jauh dari tempat tinggal, kurangnya kepercayaan petani, serta tambahan tugas administrasi diluar penyuluhan dan pendampingan juga turut menjadi bagian yang dikeluhkan oleh penyuluh.

c. Toko-toko pertanian (Korporasi maupun Pribadi) Konsumen dengan jumlah pembelian yang kecil atau eceran membuat harga yang diberikan juga relatif tinggi. Harga jual yang tinggi, membuat kemampuan toko-toko pertanian juga lebih tinggi dalam menentukan harga jagung pipil kering bagi petani. Karena kelebihan tersebut menyebabkan petani menjadikan toko-toko pertanian sebagai tujuan utama penjualan.

d. Kelompok Tani dan Gapoktan Permasalahan utama yang dihadapi kelompok tani atau gapoktan adalah tidak pernah atau jarang diberikan penguatan kelembagaan. Padahal lembaga ini ada tempat berkumpul dan tukar pendapat bagi petani, maupun diskusi dalam penyelesaian masalah-masalah yang dihadapi. Selain itu, pengurus Gapoktan umumnya adalah berasal dari pengurus kelompok tani yang aktif, sehingga terkadang sukar dipisahkan kerjanya dalam pelaksanaan program atau kegiatan. Banyak kelompok tani dan gapoktan yang sudah berjalan baik, tetapi masih jauh lebih banyak juga yang belum berjalan, terutama karena permasalahan kepengurusan atau manajemen.

e. Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa) Dalam hubungannya dengan revolusi jagung, beberapa unit usaha bumdesa belum berjalan bahkan merugi, beberapa permasalahan teridentifikasi diantaranya ketidaksiapan manajemen, pemilihan unit usaha yang tidak melalui

perencanaan atau studi kelayakan, serta fasilitas penunjang yang masih kurang. Beberapa BUMDesa sudah ada yang membuka unit usaha penampungan jagung pipil dari petani, tetapi memiliki kendala dalam pemasaran

f. Peternakan Ayam (Korporasi maupun Pribadi) Salah satu kendala yang dihadapi petani ketika menjual hasil panen kepada peternak ayam adalah jumlah atau kuantitas pembelian yang terbatas. Umumnya peternak hanya membeli untuk kebutuhan jangka pendek, karena keterbatasan modal maupun gudang penyimpanan. Padahal harga yang diberikan peternak umumnya lebih tinggi dari harga dipasaran.

g. Industri pengolahan (tepung jagung maupun pakan ayam) Salah satu kendala yang dihadapi petani ketika menjual hasil panen kepada industri pengolahan pakan ayam/pabrik adalah terkait dengan standar kadar air, kuantitas yang harus dalam jumlah besar, harga yang lebih rendah dari pasar lokal, dan pembayaran yang dilakukan secara invoice. Karena kendala tersebut, biasanya hanya petani yang kelompok tani atau gapoktannya berjalan saja yang dapat menjual langsung kepabrik, atau melalui pedagang pengumpul yang memiliki modal untuk menanggung penundaan pembayaran atau invoice tersebut. Sementara pada industri pengolahan tepung jagung memiliki masalah terkait dengan keterbatasan modal dan gudang yang dimiliki, termasuk ketidakstabilan produksi baik karena ketersediaan bahan baku maupun kendala pemasaran.

h. Perbankan dan Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKMA) Dinas Koperasi Sesuai dengan kebijakan pemerintah, seluruh bank nasional diberikan tugas untuk memberikan kredit dengan bunga rendah yang di subsidi oleh pemerintah, melalui KUR. Namun ternyata untuk

Page 12: INOVATIF PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN USAHA …

ISSN 1978-838X

Jurnal “Gerbang Etam” Balitbangda Kab. Kukar Vol. 14 No. 1 Tahun 2020 | 89

usahatani jagung, fasilitas ini masih jarang dimanfaatkan oleh petani. Selain diperlukannya agunan, kekhawatiran petani terhadap hasil pertanian yang tidak menentu membuat masih banyak petani tidak memanfaatkan fasilitas ini. Begitu pula mekanisme pinjaman yang disediakan LKMA juga belum dimanfaatkan maksimal oleh petani.

Selain masalah atau kendala kelembagaan, terdapat permasalahan spesifik yang dihadapi petani jagung, sehingga menjadi kendala dalam usahataninya. Kendala tersebut diantaranya: 1. Kesulitan dalam pembukaan lahan dan

status lahan Petani terbiasa dengan pembukaan lahan dengan cara dibakar, selain mudah, cara tersebut juga merupakan metode yang paling murah untuk dilakukan petani. Tetapi setelah permasalahan asap menjadi masalah dan perhatian semua pihak, maka petani sudah tidak bisa melalukan pembakaran lahan kembali. Hanya petani yang memiliki modal cukup yang dapat melakukan pembukaan lahan dengan biaya yang cukup besar. Selain terkait dengan kendala dalam pembukaan lahan diatas, pada beberapa daerah juga ditemukan lahan usahatani jagung masyarakat yang berada pada kawasan hutan maupun masuk hak guna usaha (HGU) dari perusahaan.

2. Kurangnya fasilitas alsintan Pemerintah Daerah terus melakukan pengadaan alsintan untuk menunjang pertanian. Namun, permasalahan kekurangan alat mesin pertanian masih selalu menjadi keluhan yang disampaikan petani. Alat yang terbatas, dan tidak merata membuat banyak petani kesulitan dalam mengakses alsintan tersebut. .

3. Kurangnya pelatihan peningkatan kapasitas Permasalahan penyuluh sebagaimana dijelaskan diatas membuat proses diseminasi teknologi dan inovasi kepada

petani berjalan lambat dan tidak efektif. Akibatnya banyak petani yang harus berusaha mencari sendiri solusi dalam menyelesaikan masalah dalam usahataninya melalui cara coba-coba (trial and error).

4. Kesulitan dalam pengendalian hama Berdasarkan hasil penelitian sebenarnya hama jagung tidak terlalu menjadi masalah karena serangannya yang masih terbatas. Tetapi masalah akan muncul ketika pola tanam petani tidak serentak, dan tidak dalam satu hamparan, sehingga tidak bisa memutus rantai hidup hama.

Inovasi Kelembagaan Untuk Mendukung Revolusi Jagung Kabupaten Kutai Kartanegara

Penguatan kelembagaan menjadi salah satu upaya penting untuk menunjang dan mendukung program Revolusi Jagung. Selain penguatan kelembagaan yang sudah ada, menghadirkan sesuatu yang baru (inovasi) juga menjadi salah satu langkah yang bisa dilakukan untuk mendukung program tersebut.

Berbicara penguatan kelembagaan, tentu harus memandang secara menyeluruh sebagaimana bagian dalam sistem agribisnis, mulai dari bagian hulu sampai dengan hilir dan penunjangnnya. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, bahwa kelembagaan yang sudah ada saat ini memiliki peran yang strategis, namun masih membutuhkan penguatan agar fungsinya dapat berjalan secara optimal.

Sebagaimana Peraturan Menteri Pertanian Nomor 67 Tahun 2016 tentang Pembinaan Kelembagaan Petani, terdapat 3 (tiga) lembaga yang saat ini sudah ada di Kabupaten Kutai Kartanegara yaitu Kelompok Tani (Poktan), Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan), dan Asosiasi Komoditas Pertanian (APJI). Mekanisme penumbuhan dan pengembangan Poktan dan Gapoktan sebagaimana permentan tersebut adalah sebagai berikut:

Page 13: INOVATIF PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN USAHA …

ISSN 1978-838X

90 | Jurnal “Gerbang Etam” Balitbangda Kab. Kukar Vol. 14 No. 1 Tahun 2020

Gambar 5. Mekanisme penumbuhan dan pengembangan poktan dan gapoktan

Setelah poktan dan gapoktan terbentuk perlu dilakukan pengembangan dan penguatan

dengan melibatkan penyuluh dan dinas terkait. Strategi pengembangan dan pemberdayaan poktan dapat dilakukan sebagai berikut:

Gambar 6. Strategi pengembangan dan pemberdayaan poktan dan gapoktan

Penguatan atau optimalisasi peran

kelembagaan dalam rangka mendukung program revolusi jagung dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara, yaitu dengan mengoptimalkan kelembagaan yang sudah ada tanpa membentuk lembaga baru, atau menghadirkan inovasi dengan membentuk kelembagaan baru.

a. Inovasi penguatan peran kelembagaan eksisting

Pada model ini, yang di inovasi bukan kelembagaannya, tetapi melakukan usaha pembaruan dalam penguatan maupun peran dari kelembagaan yang sudah ada. Dengan model ini, maka langkah awal yang harus dilakukan ada menyelesaikan masalah atau hambatan yang dihadapi masing-masing lembaga. Kemudian setelah itu, perlu

dilakukan pengelompokkan atau pembagian untuk memposisikan kelembagaan pada bagian yang tepat dalam sistem agribisnis.

Saat ini penyediaan sarana produksi petani sebagian besar masih bergantung pada toko pertanian yang berada ditingkat desa maupun kecamatan. Dengan potensi kelembagaan yang ada, peran pengadaan saprodi sebenarnya dapat dipenuhi oleh gapoktan melalui unit usahanya atau melalui BUMDesa, maupun kolaborasi antara gapoktan dan BUMDesa. Diharapkan dengan gapoktan sebagai penyedia utama saprodi membuat biaya usahatani dapat ditekan, terutama pada penyediaan pupuk bersubsidi dan input produksi utama lainnya, pun jika harga sama maka masih ada benefit

Page 14: INOVATIF PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN USAHA …

ISSN 1978-838X

Jurnal “Gerbang Etam” Balitbangda Kab. Kukar Vol. 14 No. 1 Tahun 2020 | 91

lain dari hasil keuntungan gapoktan bagi petani.

Pada model ini, gapoktan dan BUMDesa selain menjadi penyedia input, juga menjadi penerima output hasil panen jagung petani. Dua lembaga ini selain diharapkan dapat lebih memfasilitasi kepentingan petani, juga diharapkan dapat

memberikan benefit lain sebagai hasil dari keuntungan kelembagaannya. Penguatan dan pendampingan utama adalah dari BPP dan APJI, namun demikian peran dunia pendidikan terutama pendidikan tinggi yang ada disekitar juga diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam penguatan kelembagaan tersebut.

Gambar 7. Model inovasi peran kelembagaan eksisting mendukung revolusi jagung

b. Inovasi kelembagaan melalui KEP Kelembagaan Ekonomi Petani (KEP)

adalah lembaga yang melaksanakan kegiatan Usaha Tani yang dibentuk oleh, dari, dan untuk petani, guna meningkatkan produktivitas dan efisiensi Usaha Tani, baik yang berbadan hukum maupun yang belum berbadan hukum (Permentan No. 18 Tahun

2018). Lembaga ini merupakan badan usaha milik petani dibentuk untuk memfasilitasi semua kegiatan petani baik dalam penyediaan saprodi maupun pemasaran.

Dalam pedoman pengembangan kawasan pertanian berbasis korporasi petani, telah ditetapkan desain rantai pasok jagung berbasis korporasi sebagai berikut:

Gambar 8. Desain rantai pasok jagung berbasis korporasi

Desain rantai pasok diatas menjelaskan bahwa petani dapat membentuk korporasi untuk menjembatani antara petani dan pasar melalui penetapan sebuah kawasan. Sebagaimana peraturan bahwa kawasan yang dimaksud ditetapkan

oleh Bupati pada tingkat Kabupaten, dan Gubernur pada tingkat Provinsi.

Berdasarkan luasan kabupaten kutai Kartanegara, maka korporasi yang dijelaskan dalam peraturan Menteri Pertanian diatas dipandang akan lebih efektif maksimal pada level kecamatan, karena untuk level

Page 15: INOVATIF PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN USAHA …

ISSN 1978-838X

92 | Jurnal “Gerbang Etam” Balitbangda Kab. Kukar Vol. 14 No. 1 Tahun 2020

kabupaten akan menyulitkan petani dalam hal aksesibilitas. Model pengembangannya

adalah sebagai berikut:

Gambar 9. Proses pembentukan dan pengembangan KEP

Bentuk KEP dapat berupa lembaga yang berbadan hukum seperti koperasi, perseroan terbatas, atau badan usaha milik petani (BUMP), dengan penyertaan modal utama dari petani. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengorganisasian kelembagaan gapoktan yang semestinya memiliki beberapa unit usaha belum berjalan, padahal unit-unit usaha tersebut telah tertuang dalam tupoksi gapoktan dalam Permentan No 67 Tahun 2016. Oleh sebab

itu keberadaan KEP baik dalam bentuk korporasi berbadan hukum atau tidak, dapat menjalankan fungsi usaha dari gapoktan tersebut. Petunjuk teknis terkait penyertaan modal dalam KEP belum diatur, namun telah dijelaskan bahwa korporasi ini dikelola dan dijalankan secara profesional. Pada beberapa daerah terdapat model penyertaan modal yang bisa dilakukan dengan kerjasama antara KEP (Koperasi) dengan BUMDesma dan BUMN sebagai berikut:

Gambar 10. Model penyertaan modal kerjasama beberapa korporasi

Model di atas dapat dijadikan referensi jika memang mitra sebagaimana diatas tersedia dan mudah diakses. Model kerjasama antara korporasi milik petani harus sebisa mungkin menyesuaikan dengan daya dukung sekitar. Desain diatas adalah salah satu model kerjasama dengan

dominasi BUMN sebagai pemegang saham utama. Selain model demikian, korporasi milik petani juga dapat menguasai sepenuhnya penyertaan modal jika memang penyertaan modal dari anggota yang berasal dari petani mencukupi untuk menjalankan usaha. Atau tetap bekerjasama dengan

Badan usaha milik petani

Page 16: INOVATIF PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN USAHA …

ISSN 1978-838X

Jurnal “Gerbang Etam” Balitbangda Kab. Kukar Vol. 14 No. 1 Tahun 2020 | 93

badan usaha lain tetapi dengan dominasi penyertaan modal minimal 51% adalah dari

korporasi milik petani.

Gambar 11 . Model inovasi kelembagaan melalui KEP dalam mendukung revolusi jagung

SIMPULAN DAN SARAN Dari hasil peneitian dapat

disimpulkan sebagai berikut: 1. Pada lokasi penelitian terdapat

beberapa kelembagaan yang terkait dengan usahatani jagung di Kabupaten Kutai Kartanegara mulai hulu sampai dengan hilir, diantaranya adalah: 1) APJI; 2) KTNA; 3) Balai

Penyuluhan Pertanian (BPP);

4) UPT Dinas Pertanian dan Peternakan;

5) Toko Pertanian (Korporasi/Mandiri);

6) Perusahaan (TJSP);

7) Kelompok Tani dan Gapoktan;

8) BUMDesa; 9) Peternakan

Ayam Industri Pengolahan Pakan Ayam;

10) Perbankan 11) Lembaga

Keuangan Mikro Agribisnis (LKMA).

2. Peran kelembagaan-kelembagaan pada usahatani jagung di Kabupaten Kutai Kartanegara pada lokasi penelitian: 1) APJI dan KTNA berperan dalam

memfasilitasi petani khususnya dalam pemasaran dan penyediaan akses memperoleh input produksi;

2) BPP dan UPT Distanak berperan dalam memfasilitasi/membantu petani untuk memperoleh input

produksi (khususnya pupuk subsidi) dan pendampingan usahatani;

3) Pedagang (pengumpul/pengecer), toko/kios pertanian, dan BUMDesa berperan dalam pemasaran atau penjualan hasil panen jagung;

4) Perusahaan berperan dalam pemberian bantuan input produksi melalui program tanggungjawab sosial perusahaan (TJSP);

5) Industri pengolahan pakan (pabrik) berperan dalam menampung atau membeli hasil panen jagung petani yang kemudian diolah kembali;

6) Perbankan dan LKMA berperan dalam penyediaan sumber-sumber permodalan.

3. Masalah-masalah yang menjadi hambatan bagi kelembagaan dalam mendukung program revolusi jagung berbeda-beda pada setiap lembaga, diantaranya: 1) APJI dan KTNA memiliki masalah

dalam manajemen organisasi yang belum optimal karena bertumpu pada individu tertentu;

2) BPP dan UPT Distanak dengan sumber daya petugas penyuluhan lapangan (PPL) memiliki masalah diantaranya jumlah PPL dan diseminasi inovasi yang masih kurang;

Page 17: INOVATIF PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN USAHA …

ISSN 1978-838X

94 | Jurnal “Gerbang Etam” Balitbangda Kab. Kukar Vol. 14 No. 1 Tahun 2020

3) Pedagang (pengumpul/pengecer), toko/kios pertanian, dan BUMDesa memiliki masalah diantaranya jumlah pembelian yang terbatas karena fasilitas sapras dan modal yang terbatas;

4) Perusahaan memiliki kendala pada program TJSP yang terbatas baik pada anggaran maupun periode waktu pelaksanaan;

5) Industri pengolahan pakan (pabrik) memiliki standar ketat baik dari segi kuantitas maupun kualitas jagung yang bisa masuk kepabrik sehingga menyulitkan petani;

6) Perbankan dan LKMA belum dimanfaatkan secara optimal karena petani kurang tertarik meminjam, disebabkan alasan usahatani yang tidak pasti hasilnya serta ketiadaan agunan.

SARAN 1. Perlu dilakukan penguatan kapasitas

pengurus melalui pelatihan atau bimtek. Serta peningkatan kapasitas terkait teknologi dan inovasi terbaru kepada penyuluh (PPL) dalam pendampingan kepada petani dilakukan secara rutin/berkelanjutan

2. Sosialisasi yang lebih intensif kepada petani terkait fasilitas pinjaman dari perbankan maupun LKMA bagi usahatani.

3. Dilakukan optimalisasi peran Gapoktan dan BUMDesa sebagai lembaga eksisting sebagai penyedia input produksi maupun penerima output produksi petani.

4. Intervensi dan dukungan dari pemerintah agar inovasi kelembagaan (lembaga ekonomi petani/KEP) dalam bentuk korporasi dapat terbentuk.

DAFTAR PUSTAKA

Adger, W. Neil, Nigel W. Arnella, Emma L. Tompkinsa. 2005. Successful Adaptation To Climate Change Across Scales. Global Environmental Change 15 : 77-

86. www.Elsevier.Com/Locate/Gloenvcha

Anantanyu, Sapja. 2011. Kelembagaan Petani: Peran dan Strategi Pengembangan Kapasitasnya. Jurnal SEPA: Vol. 7, No. 2, Februari 2011.

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2011. Pedoman umum adaptasi perubahan iklim sektor pertanian.

Dimyati, A., 2007. Pembinaan Petani dan Kelembagaan Petani. Balitjeruk Online. Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika Tlekung-Batu. Jawa Timur.

Dura, Justita. 2016. Pengaruh Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Alokasi Dana Desa, Kebijakan Desa, Dan Kelembagaan Desa Terhadap Kesejahteraan Masyarakat (Studi KasusPada Desa Gubugklakah Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang). Jurnal JIBEKA: Vol. 10, No. 1, Agustus 2016.

Mohamad, M. Alam, Max N. Rauf, Rustam A. 2016. Strategi Pengembangan Agribisnis Jagung Di Kecamatan Ampana Tete Kabupaten Tojo Una-Una. Jurnal Agroland: Vol. 23, No. 1. Universitas Tadulako, Sulawesi Tengah.

Moleong, Lexy J. 2005. Metode Penelitian Kualitatif. Remaja Rosdakarya: Bandung.

Nasrul, Wedy. 2012. Pengembangan Kelembagaan Pertanian Untuk Peningkatan Kapasitas Petani Terhadap Pembangunan Pertanian. Jurnal Menara Ilmu, Vol. 3, No. 29, Juni 2012.

Permentan Nomor 18/PERMENTAN/ RC.040/4/2018 tentang Pedoman Pengembangan Kawasan Pertanian Berbasis Korporasi Petani.

Permentan Nomor 67/PERMENTAN/SM. 050/12/2016 tentang Pembinaan Kelembagaan Petani.

Suyanto, Bagong. 2005. Metode Penelitian Sosial. Kencana Prenada Media Grup: Jakarta.