2.2 Syok Sepsis Syok sepsis umumnya terjadi dirumah sakit sebagai komplikasi serius dari penyakit yang sudah ada pada pasien tersebut. Syok sepsis mempunyai angka mortalitas yang tinggi yaitu antara 40-90% (Bone, 1987). Sepsis sebagai komplikasi dari penyakit lain yang berat yaitu keganasan, sirhosis hati, diabetes, payah ginjal, pasen tirah baring lama, pasien yang mendapatkan pengobatan sitotoksik, serta pasien yang memakai kateter dan nasogastric tube. Infeksi nasokomial adalah penyebab tingginya kejadian sepsis. Menurut Petersdorf (1991) dari seluruh pasien yang dirawat di RS 5% diantaranya terkena infeksi. Infeksi nasokomial yang sering ditemukan adalah kemih (40%), infeksi luka operasi (25%), infeksi saluran nafas (15%). 2.2.1 Definisi Sepsis merupakan respon sistemik pejamu terhadap infeksi dimana patogen atau toksin dilepaskan ke dalam sirkulasi darah sehingga terjadi aktivasi proses inflamasi. American College of Chest Physician dan Society of Critical Care Medicine pada tahun 1992 mendefinisikan sepsis , sindroma respon inflamasi sistemik (systemic inflammatory response syndrome/SIRS) , sepsis berat dan syok/renjatan sepsik,sebagai berikut.
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
2.2 Syok SepsisSyok sepsis umumnya terjadi dirumah sakit sebagai komplikasi serius dari
penyakit yang sudah ada pada pasien tersebut. Syok sepsis mempunyai angka
mortalitas yang tinggi yaitu antara 40-90% (Bone, 1987). Sepsis sebagai komplikasi
dari penyakit lain yang berat yaitu keganasan, sirhosis hati, diabetes, payah ginjal,
pasen tirah baring lama, pasien yang mendapatkan pengobatan sitotoksik, serta pasien
yang memakai kateter dan nasogastric tube. Infeksi nasokomial adalah penyebab
tingginya kejadian sepsis. Menurut Petersdorf (1991) dari seluruh pasien yang
dirawat di RS 5% diantaranya terkena infeksi. Infeksi nasokomial yang sering
ditemukan adalah kemih (40%), infeksi luka operasi (25%), infeksi saluran nafas
(15%).
2.2.1 Definisi
Sepsis merupakan respon sistemik pejamu terhadap infeksi dimana patogen
atau toksin dilepaskan ke dalam sirkulasi darah sehingga terjadi aktivasi proses
inflamasi. American College of Chest Physician dan Society of Critical Care
Medicine pada tahun 1992 mendefinisikan sepsis , sindroma respon inflamasi
sistemik (systemic inflammatory response syndrome/SIRS) , sepsis berat dan
syok/renjatan sepsik,sebagai berikut.
Sistemik inflammatroy response syndrome (SIRS) merupakan respon
tubuh terhadap inflamasi sistemik mencakup 2 atau lebih keadaan sebagai berikut
yaitu suhu > 38 C atau < 36 C, frekuensi jantung > 90 x/menit, frekuensi napas > 20
kali/menit atau PaCO2 < 32 mmHg, leukosit darah > 12.000/mm3 atau < 4000/mm3
atau batang > 10%. Sepsis adalah keadaan klinis dengan manifestasi SIRS. Sepsis
berat yaitu sepsis yang disertai dengan disfungsi organ, hiperfusi atau hipotensi
termasuk asidosis laktat, oliguria dan penurunan kesadaran. Sedangkan sepsis
dengan hipotensi merupakan sepsis dengan tekanan darah sistolik <90 mmHg atau
penurunan tekanan darah sistolik > 40 mmHg dan tidak ditemukan penyebab
hipotensi lainnya. Renjatan sepsis yaitu sepsis dengan hipotensi meskipun telah
diberikan resusitasi cairan secara adekuat atau memerlukan vasopresor untuk
mempertahankan tekanan darah dan perfusi organ.
Syok sepsis seperti juga syok yang lain merupakan suatu syndrome dimana
terjadi suply oksigen ke sel/ jaringan yang tidak adekuat. Septic syok merupakan
salah satu bentuk dari sepsis berat (severe sepsis) yang memiliki karakteristik
hipotensi yang sulit diatasi dan penurunan perfusi jaringan. Biasanya hal ini terjadi
ketika intervensi awal yang dilakukan untuk menanggulangi masalah hemodinamik
gagal dilakukan. Definisi lain menyebutkan syok sepsis merupakan keadaan dimana
terjadi penurunan tekanan darah (tekanan darah sistolik kurang dari 90 mmHg atau
penurunan tekanan darah sistolik lebih dari 40 mmHg) disertai tanda kegagalan
sirkulasi, meskipun telah dilakukan resusitasi cairan secara adekuat atau memerlukan
vasopresor untuk mempertahankan tekanan darah dan perfusi organ.
Syok sepsis merupakan keadaan gawat darurat yang memerlukan penanganan
segera, oleh karena semakin cepat syok dapat teratasi, akan meningkatkan
keberhasilan pengobatan dan menurunkan risiko kegagalan organ dan kematian. Oleh
karena itu strategi penatalaksanaan syok sepsis yang tepat dan optimal perlu diketahui
untuk mendapatkan hasil yang diharapkan.
2.2.2 Etiologi Sepsis
Syok sepsis dapat disebabkan oleh infeksi bakteri gram negatif 70%
Intravascular koagulasiNeutrofil agregasiMenimbulkan perusakan dan fagosit endotel sel dan adesi oleh PmnMenghasilkan proteolitik enjimPenurunan aktivitas lipaseDemam
Bakteri dan toksinnya menyebabkan aktivasi komplemen. Karena sepsis
melibatkan respon inflamasi global, aktivasi komplemen dapat menunjang respon-
respon yang akhirnya menjadi keadaan yang lebih buruk ketimbang melindungi.
Komplemen menyebabkan sel-sel mast melepaskan histamine. Histamine
merangsang vasodilatasi dan meningkatnya permeabelitas kapiler. Proses ini
selanjutnya menyebabkan perubahan sirkulasi dalam volume serta timbulnya edema
interstisial.
Abnormalitas platelet juga terjadi pada syok septic karena endotoksin secara
tidak langsung menyebabkan agregasi platelet dan selanjutnya pelepasan lebih
banyak bahan-bahan vasoaktif (serotonin, tromboksan A). platelet teragregasi yang
bersirkulasi telah diidentifikasi pada mikrovaskular, menyebabkan sumbatan aliran
darah dan melemahnya metabolism selular. Selain itu endotoksin juga mengaktivasi
system koagulasi, dan selanjutnya dengan menipisnya factor-faktor penggumpalan,
koagulapati berpotensi untuk menjadi koagulasi intravaskular disemanata.
C. Manifestasi Metabolik
Gangguan metabolic yang luas terlihat pada syok septic. Tubuh menunjukkan
ketidakmampuan progresif untuk menggunakan glukosa, protein, dan lemak sebagai
sumber energy. Hiperglikemia sering dijumpai pada pada awal syok karena
peningkatan glukoneogenesis dan resisten insulin, yang menghalangi ambilan glukosa
ke dalam sel. Dalam berkembangnya syok, terjadi hipoglikemia karena persedian
glikogen menipis dan suplai protein dan lemak perifer tidak mencukupi untuk
memenuhi kebutuhan metabolic tubuh.
Pemecahan protein terjadi pada syok septic, ditunjukkan oleh tingginya
eksresi nitrogen urine. Protein otot dipecah menjadi asam-asam amino, yang sebagian
digunakan untuk oksidasi dsan sebagian lain dibawa ke hepar untuk digunakan pada
proses glukoneogenesis. Pada syok tahap akhir, hepar tidak mampu menggunakan
asam-asam amino karena disfungsi metaboliknya, dan selanjutnya asam amino
tersebut terakumulasi dalam darah.
Dengan keadaan syok berkembang terus, jaringan adipose dipecah untuk
menyediakan lipid bagi hepar untuk memproduksi energi, metabolism lipid
menghasilkan keton,yang kemudian digunakan pada siklus kreb (metabolism
oksidatif), dengan demikian menyebabkan pembentukan laktat.
Pengaruh dari pada kekacauan metabolik ini menyebabkan sel menjadi
kekurangan energi. Deficit energi menyebabkan timbulnya kegagalan banyak organ
Pada keadaan multiple organ failure terjadi koagulasi, respiratory distress syndrome,
payah ginjal akut, disfungsi hepatobiller, dan disfungsi susunan saraf pusat seperti
terlihat pada tabel 3 (Dobb, 1991).
Pada penelitian para ahli didapatkan bahwa tambah banyak disfungsi organ
akan
meningkatkan angka mortalitas akibat sepsis. Pada susunan saraf pusat karena
terganggunya permeabelitas kapiler menyebabkan terjadinya odem otak peninggian
tekanan intrakranial akan menyebabkan terjadinya destruksi seluler atau nekrosis
jaringan otak (Plum, 1983). Tetapi defisit neurologik fokal dapat terjadi akibat
meningkatnya aggregasi platelet dan eritrosit sehingga menyumbat aliran darah
serebral. Sedangkan DIC dapat mengakibatkan terjadinya perdarahan intra serebral.
Tabel 3.Kriteria Diagnosis Severe sepsis/Syoksepsis
Variable UmumTemperature >38.3 c atau < 36 cHR > 90x/mntTakipnea Penurunan status mentalSignifikan edema > 20 ml/kg dalam 24 jamHiperglikemia (>120 mg/dl) pada pasien non diabetes
Variabel inflamasiWBC >12000,<4000 mmC reaktif protein meningkatProcalcitonin plasma meningkatVariabel heodinamikSistolik BP <90 mmHg/MAP < 70 mmHgSVO2 > 70 %
Sumber : Levy MN et all:2001,Crit Care Med 31:1250,2003.
2. Manifestasi Pulmonal
Endotoxin mempengaruhi paaru-paru baik langsung maupun tidak langsung.
Respon pulmonal awal adalah bronkokonstriksi, mengakibatkan hipertensi pulmonal
dan peningkatan kerja pernapasan. Neutrofil teraktifasi dan menginviltrasi jaringan
pulmonal dan vaskulatur, menyebabkan akumulasi air ekstravaskular paru-paru
(edema pulmonal). Neutrofil yang teraktivasi menghasilkan bahan-bahan lain yang
mengubah integritas sel-sel parenkim pulmonal, mengakibatkan peningkatan
permeabelitas. Dengan terkumpulnya cairan di interstisium, komplians paru
berkurang, terjadinya gangguan pertukaran gas dan terjadi hipoksemia.
RAPID ASSESSMENTI. Immediate Question
a. Survey Primer Cek Airway, Breathing, Circulation
- Airway: clear- Breathing:
Tidak terdapat masalah pada fase awal syok sepsisGangguan pada breathing ditemukan bila ada gangguan lanjut setelah adanya gagal sirkulasi. Biasanya ditemukan pada suara nafas crackles (+), Respirasi rate > 30 x/menit. Pernafasan kusmaul
- Circulation:
Variable UmumTemperature >38.3 c atau < 36 cHR > 90x/mntTakipnea Penurunan status mentalSignifikan edema > 20 ml/kg dalam 24 jamHiperglikemia (>120 mg/dl) pada pasien non diabetes
Variabel inflamasiWBC >12000,<4000 mmC reaktif protein meningkatProcalcitonin plasma meningkatVariabel heodinamikSistolik BP <90 mmHg/MAP < 70 mmHgSVO2 > 70 %
Gangguan sirkulasi jelas tampak terlihat pada fase awal (hiperdinamik): akral teraba hangat karena suhu tubuh yang meningkatPada fase lanjut yaitu fase hipodinamik ditandai dengan penurunan tekanan darah/hipotensi, penurunan perfusi ke jaringan ditandai dengan akral yang dingin, CRT lebih dari 2 detik, urin output < 2 cc/kgbb/jam. Nadi teraba lemah dengan frekuensi > 100 x/menit
b. Bagaimana status mental dan vital sign ?Status mental pasien pada fase awal masih baik perlahan terjadi penurunan status mental seiring dengan gangguan sirkulasi yang semakin berat. Vital sign pada fase hiperdinamik terdapat peningkatan suhu, tekanan darah masih tergolong pada rentang normal, nadi cepat >100 x/menit. Pada fase hipodinamik terjadi penurunan suhu tubuh < 37 C, tekanan darah dan nadi semakin lemah dan cepat.
c. Bagaimana tanda dan gejala secara umum ? hipertherma/hipotermia, takikardia, takipnea, hiperperfusi perifer (hangat), hipotensi, ekstremitas dingin, bingung, crt > 2 detik, penurunan urin output
d. Riwayat penyakit ?1. Pulmonal . batuk, dispnea, takipnea,nyeri dada pleuritik, produksi
congenital.7. Muskuloskeletal. Bengkak terlokalisasi, nyeri dan hangat pada daerah
persendian, otot atau tulang. Riwayat trauma terutama fraktur terbuka, riwayat pembedahan,
e. Riwayat penyakit masa lalu? Riwayat penyakit Imunosupresi ( HIV, diabetes, gangguan autoimun, kanker).
f. Medikasi? Obat-obatan imunosupresi (corticosteroids, kemoterapi).
II. DatabaseA. Poin utama pengkajian fisik
1. Mental Status2. Vital sign3. Kulit. Eteki, luka terinfeksi, cellulitis.4. Heent. Sinusitis, otitis media5. Leher. Lympha denopathy, nuchal rigidity6. Suara paru. Wheezing, rhonchi, rales, takipnea, ards, batuk,7. Suara jantung. Takikardi, murmur.8. Abdomen. Abdominal tenderness9. Genitourinary. Suprapubik atau panggul tenderness, pendarahan/
discharge vagina.10. Muskuloskeletal. Vocal redness, swelling, tenderness, krepitasi.11. Neurologic. Perubahan status mental ; kebingungan, delirium, koma.
III. Laboratory data1. Darah. Test kimia, kultur, ABG, CBC.2. Urin. Kultur.3. CSF. Kultur, 4. Sputum. Kultur.5. Drainase luka. Kultur.
IV. Radiographic dan pengkajian diagnosis lainnya
2.2.6 Tata Laksana Syok SepsisEarly goal directed treatment, merupakan tatalaksana syok septic, dengan
pemberian terapi yang mencakup penyesuaian beban jantung, preload, afterload dan
kontraktilitas dengan oxygen delivery dan demand. Protocol tersebut mencakup
pemberian cairan kristaloid dan koloid 500 ml tiap 30 menit untuk mencapai tekanan
vena sentral (CVP) 8-12 mmHg. Bila tekanan arteri rata-rata (MAP) kurang dari 65
mmHg, diberikan vasopressor hingga >65 mmHg dan bila MAP > 90 mmHg berikan
vasodilator. Dilakukan evaluasi saturasi vena sentral (Scv O2), bila ScvO2 <70 %,
dilakukan koreksi hematokrit hingga di atas 30 %. Setelah CVP, MAP dan hematokrit
optimal namun scvO2 <70%, dimulai pemberian inotropik. Inotropik diturunkan bila
MAP < 65 mmHg, atau frekuensi jantung >120x/menit. (Gambar 2)
Gambar 3. Algoritma early goal directed therapy
Sumber : Rivers 2001
Tata laksana syok sepik yang biasa digunakan pada Advanced Cardiac Life
lSupport (ACLS) and Advanced Trauma Life Support (ATLS), meliputi 9 tahap
sebagai berikut (gambar 4):
Stages ABC: Immediate Stabilization
Lakukan dengan segera upaya resusitasi untuk mempertahankan patensi dan
keadekuatan jalan napas, dan memastikan oksigenasi dan ventilasi. manajemen
Penanganan hipotensi pertama kali adalah dengan resusitasi volume secara agresif,
baik dengan kristaloid isotonik, atau dalam kombinasi dengan koloid. Jangan
mengganggu denyut jantung: karena takikardia adalah manuver kompensasi
Airway harus dikontrol dan pasien diberikan oksigen dengan menggunakan
ventilasi mekanik . Hal ini biasanya membutuhkan intubasi endotrakeal dan
ventilator. Tujuan dari semua upaya resusitasi adalah untuk menjaga pengiriman
oksigen tetap adekuat. Indikasi untuk intubasi dan ventilasi mekanik adalah:
kegagalan jalan napas, adanya perubahan status mental, kegagalan ventilasi dan
kegagalan untuk oksigenasi. Pada sepsis, oksigen tambahan hampir selalu diperlukan.
Hal ini disebabkan karena adanya peningkatan kebutuhan oksigen oleh otot-otot
pernafasan,bronkokonstriksi dan asidosis; penggunaan ventilasi mekanis bertujuan
untuk mengatasi hal tersebut.
Stage C: re-establishing the circulation
Hipotensi disebabkan oleh depresi miokard, vasodilatasi extravascation patologis
dan sirkulasi volume karena kebocoran kapiler luas. Upaya pernafasan awal adalah
upaya untuk memperbaiki hipovolemia absolut dan relatif dengan mengisi pohon
vaskular. Ada bukti yang bagus bahwa tujuan awal diarahkan resusitasi volume
agresif meningkatkan hasil pada sepsis
Pemberian cairan resusitasi (kristaloid) seperti salin normal atau laktat
Ringer. Pemberian cairan dalam jumlah besar dapat menimbulkan redistribusi ke
interstisial (ekstravaskular) sehingga pasien dapat menjadi sangat edematous .
Pemberian resusitasi kristaloid dapat berhubungan dengan acidemia, karena
hyperchloremia (disebut "asidosis dilutional"). Cairan Ringerlaktat tidak aman
diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi hati parah.
• Step D = Detective work - history, physical, immediate investigation
Kaji riwayat, lakukan pemeriksaan fisik pada pasien, dan mengukur sejauh
mana sepsis: suhu, jumlah sel putih, asam-basa status dan budaya. Pemilihan
antimikroba ditentukan oleh sumber infeksi dan perkiraan terbaik dari organisme
yang terlibat.
• Step E = Step E: Empiric Therapy – Antibiotics and Activated Protein C
Pemilihan antibiotik tertentu tergantung pada:
- Hasil kultur (menentukan jenis dari bakteri dan resistensi terhadap mikroba)
- Status immune pasien (pasien dengan neutropenia dan penggunaan obat
immunosuppressive ), alergi, kelainan fungsi renal dan hepar.
- ketersediaan antibiotik, pola resistansi rumah sakit, dan variabel klinis pasien
diperlakukan
- Pemberian activated protein C bila ada indikasiActivated protein C
memodulasi inflamasi dan koagulasi baik pada sepsis berat, dan mengurangi
kematian. Activated protein C (drotrecogin alfa) merupakan protein endogen
yang mempromosikan fibrinolisis dan menghambat trombosis dan inflamasi.
Step F = Find and control the source of infection
Respon inflamasi sistemik terjadi bersamaan dengan infeksi persisten: Anda
harus menemukan sumber dan melakukan kontrol. Ini merupakan pekerjaan detektif
yang lebih luas .
Pada tahap awal detektif, serangkaian kultur dilakukan sebagai bagian dari
penyelidikan sumber infeksi. Pemeriksaan fisik lebih lanjut perlu dilakukan, yang
biasanya akan menunjukkan situs infeksi, tes diagnostic lain yang lebih mahal-luas
mungkin perlu dilakukan, seperti tomografi terkomputerisasi. Dengan cara ini 95 %
dari 100 sumber dapat dilokalisasi dan dikendalikan.
Step G = Gut: feed it to prevent villus atrophy and bacterial translocation
- Pemberian nutrisi untuk mencegah atrophy villus dan bakterial translokasi
- Pencegahan atrofi vili mukosa usus dan bakteri translokasi melibatkan
restorasi aliran darah splanknik dan gizi lumen usus.
- Efek obat vasoaktif terhadap aliran darah ke usus. Lapisan usus membutuhkan
oksigen, dari darah, dan nutrisi, agar lumen usus tetap utuh. Keberadaan
lapisan ini penting sebagai penghalang terhadap translokasi bakteri
(1). Pemberian nutrisi enteral mempertahankan hal tersebut. Strategi perlindungan
telah muncul: menggabungkan vasodilator splanknik, seperti dobutamine,
dengan makan Immunonutrition
(2) strategi terkini tentang pemberian nutrisi enteral yaitu dengan menggabungkan
glutamin, omega-3 asam lemak, arginin dan ribonucleotides dan zat makan
konvensional. Ada beberapa bukti bahwa formula ini dapat mengurangi risiko
infeksi.
Step H = Hemodynamics: assess adequacy of resuscitation and prevention of
organ failure.
- Kaji keadekuatan resusitasi dan pencegahan gagal organ
- Kecukupan resusitasi dievaluasi dengan melihat pada perfusi organ -
menggunakan pemeriksaan klinis dan interpretasi variabel. Pengukuran
tekanan darah langsung (menggunakan jalur arteri) adalah penting untuk
membimbing terapi, dan ada hubungan yang kuat antara pemulihan tekanan
darah dan output urin. Tekanan vena sentral berguna untuk memantau status
volume, tapi nilai kecil dalam hal perfusi organ. Analisa gas darah, pH, defisit
dasar dan laktat serum adalah panduan yang berguna dari semua perfusi tubuh
dan metabolisme anaerobik. Selama proses resusitasi, harus bertahap
mengurangi asidosisnya dan defisit dasar dari laktat dalam serum.
• Step I = Iatrogenic Iatrogenic injuries and complications
Monitor pemberian analgesia, sedasi dan psikospiritual pasien, kontrol
gula darah dan monitor adanya adrenal insufisiensi.
Pasien sakit kritis di unit perawatan intensif memiliki kondisi yang
rentan terhadap sumber infeksi . Tim kesehatan harus berupaya untuk
melakukan tindakan yang akan memperburuk kondisi pasien, misalkan
trombosis vena dalam (DVT), luka tekanan. Selain itu, penggunaan
endotrakealtube dapat menjadi jalan bagi organisme untuk menginfeksi paru-
paru. Penggunaan neuromuscular blocking agents dan steroids dapat menjadi
factor predisposisi terjadinya polymiopati. Semua intervensi yang diberikan
dapat memberikan efek komplikasi pada pasien. Pemasangan central line dapat
menimbulkan pneumothoraks, emboli udara. Sehingga perlu dikaji betul
manfaat dari semua intervensi yang dilakukan.
Step J = Justify your therapeutic plan
- Lihat keefektifan rencana terapi dan menilai kembali therapy yang sudah
dilakukan
- Apakah terapi tersebut masih diperlukan. Jika hemodinamik pasien sudah
stabil dan sumber infeksi telah dikendalikan, adalah tidak mungkin bahwa
kateter arteri paru-paru akan terus menjadi manfaat, bahkan dapat
memberikan risiko negatif. Spektrum terapi antimikroba harus dipersempit,
sesuai dengan hasil laboratorium. Secara agresif upaya untuk melakukan
penyapihan penggunaan vasopressor dan ventilasi mekanik harus dilakukan.
Jika pasien tidak melakukan perbaikan secara klinis, Anda harus
mempertanyakan mengenai sumber kontrol lain yang belum teridentifikasi
Step KL = Keep Looking. Have we adequately controlled the source? Are there
secondary sources of infection/inflammation.
- Monitor segala sesuatu yang mungkin terjadi, apakah kita sudah menguasai
sumber infeksi? Apakah ada sumber-sumber sekunder infeksi / peradangan.
- Tim perawatan harus selalu waspada terhadap sumber kontrol. Hal-hal yang
harus diwaspadai misalkan pasien tetap tidak stabil atau jika tanda-tanda
infeksi baru muncul , jumlah sel darah putih meningkat . Ingatlah infeksi baru
cenderung datang dari pernapasan, saluran kemih. Saluran cerna tidak boleh
dilupakan karena dapat beresiko terjadinyakolesistitis, perforasi tukak
lambung.
Step MN = Metabolic and Neuroendocrine control. Tight control of blood sugar.
Address adrenal insufficiency. Think about early aggressive dialysis in renal
failure
Kontrol ketat gula darah. Monitor adanya insufisiensi adrenal. Lakukan dialisa
bila ditemukan adanya gagal ginjal akut
Sepsis adalah penyakit multisistem dipengaruhi oleh respon neuroendokrin.
Hiperglikemia tidak dapat dihindari dan ada bukti yang bagus bahwa kontrol gula
darah meningkatkan harapan hidup.
Gambar 4. Stepwise approach to sepsis and septic syok
DAFTAR PUSTAKA
Dolan’s,1996, Critical care nursing clinical management through the nursing process, Davis Company, USA.
Emergency Nurses association, 2005, Manual of emergency care, Mosby, st Louis.Hudak galo, 1996, keperawatan Kritis pendekatan holistik edisi IV, EGC, Jakarta.Linda D, Kathleen, M Stacy, Mary E,L, 2006, Critical care nursing diagnosis and
management, Mosby, USA.Monahan, Sand, Neighbors, 2007.Phipps Medical surgical nursing, Mosby, St Louis.Persatuan Dokter spesialis penyakit dalam Indonesia.2006, Buku ajar ilmu penyakit