Page 1
informed consent sebagai perlindungan hukum bagi tenaga kesehatan
PENDAHULUAN Informed consent sebagai perlindungan hukum bagi tenaga kesehatan.
Latar Belakang
Hak asasi manusia untuk hidup sehat yang dicanangkan oleh masyarakat
internasional sudah tumbuh menjadi tekad bangsa-bangsa di Dunia untuk
meyelengarakan kehidupan manusia yang sejahtera, oleh karena itu istilah
keseahtan harus diartikan “ Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa
dan social yang memungkinkan setiap orang hidup proaktif secara social dan
ekonomi.
Sumber utama dari pernyataan baru tentang kesehatan dalam arti
kesejahteraan itu berakar dari piagam atlantik 1942, piagam PBB 1945, dan
deklarasi Hak azasi sedunia 1948. Muatan nilai norma hak asasi manusia tertuang
dalam pasal 22, 25 ,dan 29 yang pada pokoknya” the right to healt care” dan
“social welfare” merupakan azas dari Negara yang menyelenggarakan “ the
general welfare in a democratic society”. Ketiga sumber nilai hukum ini
ditindaklanjuti melalui deklarasi Helsinki 1964, deklarasi Libson 1981 dan
beberapa kesepakatan internasional lainya yaitu pelayanan kesehatan yang
berunsur Hak Azasi manusi dan kesejahteraan, hak azasi manusia itupun menjadi
dasar utama pengadaan informed consent, dalam rangka pelayanan kesehatan
untuk kemanusiaan.
Tuntutan hak asasi manusia dibidang kesehatan mengubah kedudukan
pasien (patient rights) yang semula bersifat asimetris karena kecendrungan
professional yang mengutamakan efesiensi professional, pasien dianggap orang
sakit tanpa diperhitungkan dalam arti dilupakan kedudukanya sebagai manusia
Page 2
yang mempunyai hak asasi kesehatannya, sementara Menurut pandangan
paternalistik, hubungan anatara dokter dengan pasien, dimana dokter berperan
sebagai orang tua dari pasien dan keluarga, segala informasi, keputusan, dan
tindakan medis terhadap pasien sepenuhnya ditangan dokter.
Hal ini berkaitan juga kecendrungan penayalahgunaan profesi kesehatan
yang didorong oleh kepentingan sumber mencari nafkah melalui ilmu
pengetahuan kesehatan yang cendrung mengorbankan nilai-nilai etika
menyimpang dari dalil hipokrates bahwa ilmu kedokteran adalah ilmu yang mulia,
yang seharusnya kelompok professional altrustik untuk mementingkan
kesejahteraan orang lain ditas kepentingannya sendiri. .
Pelaksanaan informed concent wajib hukumnya bagi dokter dan perawat,
jika kewajiban informed concent ini diabaikan akan dapat merugikan salah satu
pihak, baik dokter maupun pasien, apa bila pasien tidak puas dengan informasi
yang diterima tentang barbagai aspek penyakit mereka, atau dokter menganggap
informed concent merupakan suatu tugas yang dianggap sukar untuk dikerjakan,
maka akan mengakibatkan terjadinya tuntutan hukum, terhadap dokter selaku
penyelenggara pelayanan kesehatan.
1.Informad concent. pengertian informed concent
Informed consent adalah suatu proses yang menunjukkan komunikasi yang
efektif antara dokter dengan pasien dan bertemunya pemikiran tentang apa yang
akan dan apa yang tidak akan dilakukan terhadap pasien. Informed consent dilihat
dari aspek hukum bukanlah sebagai perjanjian antara dua pihak, atau perjanjian
yang bersifat khusus, karena dalam pelayanan kesehatan, dokter tidak bisa
Page 3
menjanjikan sesuatu dalam upaya penyembuhan seseorang, akan tetapi seorang
dokter akan selalu berupaya semaksimal mungkin menurut standar pelayanan dan
keilmuan tertinggi yang dimiliki oleh dokter tersebut dalam upaya penyembuhan
dan penyelamatan nyawa seseorang, karena setiap tindak dalam pelayanan
kesehatan mengandung resiko, maka dari itu informed concent lebih cendrung
kearah persetujuan sepihak atas layanan yang ditawarkan pihak lain.
Informed concent terdidri atas dua suku kata yaitu informed dan concent,
informed bearti telah diberitahukan, telah disampaikan atau telah diinformasikan
sedangkan concent bearti persetujuan, dengan demikian informed concent dalam
profesi kedokteran adalah persetujuan yang diberikan pasien atau keluarga pasien
terhadap pelayanan kesehatan yang akan dijalani oleh seorang pasien, setelah
pasien tersebut mendapatkan informasi ( penjelasan) yang lengakap dari dokter
yang akan melakukan tindakan tersebut.
Bagian-Bagian Yang Terpenting dari Informed Concent
2.2.1 Informasi (Informed)
Salah satu tujuan dari informed concent adalah agar pasien mendapatkan
informasi yang cukup untuk dapat mengambil keputusan atas tindakan medis yang
akan dijalani, kecuali jika penyampaian informasi akan mempengaruhi psikis
pasien, atau pasien sendiri yang meminta dokter untuk tidak menyampaikan
informasi kepadanya. Dengan demikian dalam menyampaikan informasi seorang
dokter diharapkan tidak mengurangi materi informasi sesuai dengan kebutuhan
pasien serta tidak memaksa pasien untuk segera memberikan keputusan setelah
pasien mendapatkan informasi.
Dalam penyampaian informasi ada beberapa hal yang perlu diperhatikan,
yang dikenal dengan istilah 4 W, yaitu:
1. What : apa? ( yang perlu disampaikan )
2. When : kapan? ( disampaikan )
Page 4
3. Who : siapa? ( yang harus menyampaikan )
4. Which : yang mana? ( yang perlu disampaikan )
1) Apa yang perlu disampaikan.
Penjelasan yang harus disampaikan kepada pasien ruang lingkupnya cukup
luas, penjelasan tersebut kemungkinan berbeda bagi setiap individu, tergantung
dari kondisi dan tindakan medis yang akan dijalani dalam rangka tanggung jawab
moril terhadap pasien (Puoernomo B) Petugas kesehatan perlu memilih yang
terbaik dalam menyampaikan informasi, tanpa ada keterangan yang disimpan atau
terlupakan, tanpa mengabaikan keadaan psikis, mental, sikap dari akibat
ketakutan, serta kegoncangan jiwa pasien. Pada dasarnya penjelasan dokter
tersebut meliputi diagnose penyakit, pemeriksaan, terapi, resiko, alternative, serta
prognosis.
a) Diagnosa penyakit
Seorang dokter harus menjelaskan keadaan yang abnormal dari tubuh pasien yang
ditemui, sehingga diharapkan pasien mengetahui tentang kondisi abnormal
tersebut, baik diminta maupun tidak.
b) Pemeriksaan
Pasien berhak untuk menolak atau melanjutkan pemeriksaan serta mengetahui
hasil pemeriksaan dan tujuan pemeriksaan agar tidak terjadi kesalahpahaman
antara pasien dan dokternya, misalnya pemeriksaan terhadap tumor, dokter harus
menjelaskan tujuan pemeriksaan pap smear, dan seandainya setelah dilakukan
pemeriksaan ternyata ditemukan keganasan pada tumor tersebut, maka dokter
harus menjelaskan kepada pasien dan untuk keputusan selanjutnya diserahkan
kepada pasien tersebut.
c) Pengobatan
Suatu pemulihan kesehatan yang diselenggarakan untuk mengembalikan status
kesehatan, dan mengembalikan fungsi badan akibat cacat atau menghilangkan
kecacatan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan sesuai dengan ilmu yang dimiliki
serta memiliki kewenangan untuk melakukan pengobatan dan dapat
dipertanggungjawabkan.
Page 5
d) Resiko
Setiap tindakan medis memiliki resiko. Resiko yang mungkin terjadi dalam
melakukan pengobatan dan tindakan medis harus disampaikan disertai dengan
upaya antisipasi yang dilakukan oleh dokter untuk menghindari terjadinya hal
tersebut, seperti alergi, idiosinkrotik,( kepekaan abnormal terhadap obat,protein
atau zat-zat lain berdasarkan kelainan genetika) bahkan mungkin kematian, yang
selama ini jarang diungkapkan oleh dokter.
e) Alternatif tindakan medis
Dokter harus mengungkapkan beberapa alternatif dalam proses diagnosis dan
terapi, dimana setiap proses harus dijelaskan apa prosedur, manfaat, kerugian, dan
efek yang mungkin dapat timbul dari beberapa pilihan tersebut. Sebagai contoh
pengobatan terhadap penyakit hipertiroidisme, pengobatan untuk penyakit ini
terdapat 3 pilihan, dengan obat, iodium radioaktif, subtotal tireidektomi, dokter
harus menjelaskan masing-masing pengobatan tersebut, dengan menyebutkan
kerugian dan komplikasi yang mungkin dapat terjadi.
f) Prognosis
Pasien berhak mengetahui tingkat keberhasilan dari suatu tindakan medis,
meskipun kondisi ini tidak bisa dipastikan, namun berdasarkan ilmu pengetahuan
dan pengalaman yang dimiliki oleh seorang dokter, prediksi tindakan medis yang
akan dijalani oleh seorang pasien harus dijelaskan, komplikasi yang akan terjadi,
ketidaknyamanan, biaya dan resiko dari setiap pilihan, termasuk tidak
mendapatkan pengobatan atau tindakan. Pasien juga berhak mengetahui apa yang
diharapkan dan apa yang bakalan terjadi sehubungan dengan tindakan tersebut,
semua ini berdasarkan kejadian dan ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh seorang
medis.
2) Kapan disampaikan
Usahakan penyampaian informasi kepada pasien tidak terlalu lama
jaraknya antara awal pemeriksaan sampai keputusan tindakan medik, karena
kondisi seperti ini akan menimbulkan suatu pertanyan dan persoalan bagi pasien
jika penyampaian informasi dengan tindakan medik memakan waktu yang cukup
Page 6
lama dan kondisi ini juga akan berpengaruh terhadap penyakit dan tindakan medis
yang akan dilakukan
3) Siapa yang harus menyampaikan
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan No 585 Tahun 1989 Pasal 6,
dijelaskan untuk tindakan bedah dan tindakan invatif lain harus disampaikan oleh
dokter yang akan melakukan tindakan dan tenaga paramedic (bidan, perawat)
yang terlibat dalam tindakan tersebut. Dan jika dalam keadaan tertentu dokter
tersebut tidak ada maka informasi harus diberikan oleh dokter lain dengan
pengetahuan atau petunjuk yang bertanggungjawab. Asas untuk memperoleh
informasi dalam pengadaan persetujuan tindakan medik menjadi unsur penting
untuk menentukan tanggung jawab jika timbul eror yang tidak diinginkan oleh
dokter atau pihak yang bersangkutan
4) Yang mana yang akan diinformasikan
Mengenai informasi mana yang akan dijelaskan, seorang medis harus
menginformasikan seluruhnya tentang keadaan dan kondisi pasien dan tidak ada
hal-hal yang dirahasiakan, kecuali dokter menilai dan pasien menolak untuk
disampaikan informasi tentang penyakitnya, yang akan dapat mempengaruhi
kondisi kesehatan pasien tersebut, maka informasi dapat disampaikan kepada
keluarga pasien. Sesuai dengan keputusan Menteri Kesehatan No 585 Tahun
1989, meskipun penyampaian informasi merupakan hal yang terpenting dalam
informed concent yang harus disampaikan kepada pasien, namun dalam kondisi
tertentu penyampaian informasi tidak berlaku, seperti keadaan emergensi.
Dalam kondisi seperti ini informasi mengenai hal-hal yang berhubungan
dengan tindakan medis tidak perlu disampaikan, mengingat kondisi pasien yang
tidak sadar dan tidak bisa memberikan persetujuan, dan hal yang terpenting adalah
penyelamatan nyawa pasien, maka dalam kondisi seperti ini tidak praktis lagi
untuk menunda tindakan atau mempermasalahkan informed consent, tindakan
penyelamatan pasien merupakan hal yang terpenting, karena di khawatirkan jika
terlambat dilakukan tindakan pasien akan celaka, ketentuan ini tercantum dalam
Permenkes No 585 Tahun 1989 Pasal 11 yang berbunyi, dalam hal pasien yang
Page 7
tidak sadar atau pingsan serta tidak didampingi oleh keluarga terdekat dan secara
medik berada dalam keadaan gawat dan atau darurat yang memerlukan tindakan
medik segera, untuk kepentingannya tidak perlu minta persetujuan dari siapapun
2.2.2 Persetujuan (Consent)
Untuk tiap tindakan medis telah ditetapkan bahwa dalam keadaan tidak
darurat, seorang dokter harus meminta persetujuan pasien terhadap terapi sebelum
terapi diberikan. Terdapat dua teori tentang persetujuan pasien, yaitu teori
tradisional berdasarkan hukum penganiayaan dan teori baru yang berdasarkan
hukum kelalaian. Dalam beberapa wilayah hukum, kurangnya persetujuan medis
dianggap sebagai pelanggaran terhadap hak walaupun tidak terjadi suatu
kelalaian. Hukum melindungi hak seseorang untuk mengambil keputusan
menerima atau menolak terapi, terlepas dari bijaksana atau tidaknya keputusan
tersebut. Prinsip dasar dalam hukum kita adalah setiap orang memiliki hak untuk
memutuskan hal-hal yang menyangkut tubuh mereka. Hubungan dokter pasien
dikenal sebagai fiduciary relationship yang berarti hubungan yang berlandaskan
kepercayaan
Hukum persetujuan tradisional atau konvensional
Persetujuan tindakan medik adalah aspek yang melekat pada hubungan
dokter pasien yang harus dimengerti dokter tidak hanya sebagai kewajiban
hukum, tetapi juga sebagai bagian dari etika kedokteran. Pemberian persetujuan
secara tertulis atau tidak tergantung dari keadaan saat itu. Dasar dari teori
tradisional adalah hukum penganiayaan dan dinyatakan pada persidangan tahun
1905 oleh hakim Cardozo, “ Setiap manusia dewasa dan sehat mental memiliki
hak untuk menentukan apa yang akan dilakukan terhadap tubuhnya dan ahli bedah
yang melakukan operasi tanpa persetujuannya dianggap telah melakukan
penganiayaan...”.
Dalam hukum, penganiayaan didefinisikan sebagai tindakan disengaja
untuk menyentuh atau menggunakan kekerasan terhadap orang lain tanpa
persetujuannya. Setiap tindakan sekecil apapun tanpa persetujuan orang yang
bersangkutan dapat dianggap penganiayaan. Tindakan medis tanpa persetujuan,
Page 8
walaupun tindakan itu baik untuk pasien, dapat dianggap penganiayaan.
Persetujuan baik langsung dan tidak langsung meniadakan penganiayaan. Dengan
adanya persetujuan, maka tidak ada penganiayaan. Tetapi persetujuan dianggap
tidak sah secara hukum bila diberikan atas dasar paksaan atau penipuan.
Persetujuan juga dianggap tidak sah bila tindakan yang disetujui adalah tindakan
melawan hukum atau persetujuan diberikan oleh orang yang tidak punya
kewenangan untuk memberikannya.
Penganiayaan dapat terjadi walaupun tidak ada kontak badan, misalnya
pemberian obat, pemeriksaan rontsen dan tindakan pengobatan lain tanpa kontak
langsung. Penghinaan terhadap pribadi seseorang juga dapat dianggap
penganiayaan walaupun tidak menyakiti secara fisik, seperti meludahi wajah
seseorang, atau mengangkat topi yang sedang dipakai seseorang secara paksa.
2.2.2.2 Persetujuan tindakan langsung dan tidak langsung
Persetujuan tindakan secara langsung adalah persetujuan tindakan yang
diberikan pasien dalam bentuk lisan maupun tulisan. Persetujuan secara tertulis
memiliki kekuatan lebih sebagai barang bukti di pengadilan. Persetujuan tindakan
secara tidak langsung adalah persetujuan yang dapat diberikan secara tidak
langsung. Contoh pasien yang datang ke tempat praktek untuk menjalankan
prosedur rutin, kondisi seperti ini dianggap pasien telah menyatakan
persetujuannya secara tidak langsung. Secara hukum persetujuan dinyatakan sah
apabila pasien telah mengerti tujuan terapi dan risikonya, serta ia dapat
menghentikan terapi kapan ia menghendakinya.
Persetujuan tidak langsung berisiko tinggi terhadap dokter, dan selayaknya
hanya dilakukan terhadap prosedur rutin. Untuk menghindari komplikasi legalitas,
dokter harus melakukan pencatatan lengkap dalam rekam medis mengenai terapi
yang diberikan dan penjelasan yang telah diberikan pada pasien mengenai terapi.
Dalam persidangan sering ditemukan pernyataan tidak langsung yang menyetujui
tindakan. Sebagai contoh adalah saat seorang pasien yang menuntut dokter karena
melakukan vaksinasi tanpa persetujuan dirinya. Pengadilan menemukan bahwa
pasien tersebut dengan sukarela mengangkat lengan baju dan tangannya untuk
Page 9
divaksinasi. Walaupun tanpa pernyataan lisan atau tertulis, tindakan tersebut
sudah dapat dianggap suatu persetujuan terhadap vaksinasi.
Beberapa situasi medis di mana persetujuan tidak langsung biasa terjadi
adalah pada kasus-kasus darurat, anak di bawah umur yang memerlukan
perawatan darurat, orang yang tidak sehat secara mental, tidak tersedianya wali
yang sah, pasien koma, korban keracunan yang belum mampu memberikan
persetujuan saat itu, dan pasien yang tidak menandatangani persetujuan tapi tidak
keberatan terhadap pengobatan.
Ruang lingkup persetujuan
Secara umum, dokter melakukan penganiayaan bila ia bertindak
melampaui ruang lingkup persetujuan yang diberikan pasien. Seorang ahli bedah
yang bertindak melebihi yang telah disetujui pasien dapat dikatakan melakukan
penganiayaan. Begitu pula apabila ia melakukan tindakan yang salah, yang tidak
sesuai dengan persetujuan awal, maka ia juga dikatakan melakukan penganiayaan.
Sebagai contohnya adalah seorang spesialis THT yang menyarankan
pasien untuk melakukan pengangkatan polip pada telinga kiri dan pasien
menyetujuinya. Ternyata saat operasi ia menemukan bahwa penyakit pada telinga
kanan lebih parah daripada telinga kiri dan memutuskan untuk melakukan
ossiculectomy pada telinga kanan. Pasien menuntut dokter di pengadilan
Minnesota. Pengadilan memutuskan bahwa izin untuk mengoperasi telinga kiri
tidak dapat dipakai untuk mengoperasi telinga kanan.
Pada sebagian besar yurisdiksi, dokter dinyatakan dapat memperluas
prosedur yang dilakukan melebihi persetujuan dalam keadaan darurat. Pada
banyak negara, ahli bedah dapat memperluas tindakan bila saat operasi ditemukan
keadaan abnormal dan terapi diperlukan segera untuk keselamatan pasien. Bila
pasien menyetujui dokter untuk melakukan tindakan pengobatan terhadap
penyakit tertentu dan bukan atas prosedur tertentu, maka pengadilan akan
membenarkan segala tindakan yang dilakukannya.
Persetujuan oleh anak di bawah umur
Page 10
Tindakan medis yang sifatnya tidak darurat terhadap anak dibawah umur
(batas usia ditentukan oleh negara tempat tinggalnya) harus atas persetujuan
orangtua atau walinya. Sebagai pengecualian yang membolehkan anak di bawah
umur untuk mengambil keputusan tanpa persetujuan orangtua adalah:
- Anak sudah menikah
- Sudah menjadi orangtua walaupun tidak menikah
- Kasus gawat darurat
Pada kasus gawat darurat yang mengancam nyawa, tidak dibutuhkan
persetujuan orangtua. Pada kasus yang harus ditangani segera tapi tidak
mengancam nyawa, tetap diperlukan
persetujuan. Misalnya pada seorang ortopedist yang menangani patah tulang
femur pada anak.
Reduksi harus segera dilakukan untuk mencegah kerusakan neurovaskular
permanen. Pada kasus ini yang harus dilakukan pertama kali adalah menenangkan
pasien, lalu menghubungi orangtua. Langkah selanjutnya ortopedis tersebut harus
melakukan pertimbangan medis rasional, dengan mengutamakan kepentingan
pasien untuk memutuskan sampai berapa lama ia dapat menunggu persetujuan
orangtua dengan ancaman risiko infeksi tulang dan kerusakan neurovaskular
permanen pada pasien.
5 Persetujuan oleh pasangan
Dalam hukum Amerika, tidak diperlukan persetujuan pasangan dalam
melakukan tindakan medis, walaupun pasien dinyatakan inkompeten, kecuali
pasangan ditunjuk oleh pengadilan sebagai pengambil keputusan atas diri pasien.
Sebagai contoh adalah kasus Janney di Maryland. Ny. Janney menjalani operasi
pengangkatan payudara kanan akibat kanker yang sebelumnya telah disetujui
olehnya. Kemudian suaminya menuntut dokter karena melakukan operasi tanpa
persetujuan dirinya. Pengadilan menyatakan bahwa Ny. Janney dibenarkan untuk
memutuskan perawatan atas dirinya tanpa persetujuan suami.
Kasus yang serupa juga terjadi pada pasangan Murray, dimana suami
menuntut atas panhisterektomi yang dilakukan terhadap istrinya. Pengadilan
memutuskan bahwa seorang istri secara hukum berhak untuk memiliki
Page 11
penghasilan terpisah, dan memutuskan tindakan yang terbaik untuk kesehatan
serta kelangsungan hidupnya.
Dokter dapat bertindak atas persetujuan pasangan pada pasien yang
dinyatakan tidak kompeten untuk mengambil keputusan. Persetujuan pasangan
pada pasien yang kompeten tidak dapat digunakan untuk menggantikan
persetujuan pasien sendiri. Persetujuan pasangan pada pasien kompeten tidak
dibutuhkan walaupun terapi yang akan dilakukan dapat mempengaruhi pernikahan
pasien. Tetapi disarankan untuk berdiskusi dengan pasien dan pasangan mengenai
terapi yang dapat mempengaruhi kemampuan reproduksi dan seksual pasien.
Walaupun persetujuan suami terhadap inseminasi buatan yang dilakukan istri
tidak dibutuhkan, tetapi suami yang tidak menyetujui hal itu akan menolak
merawat anak hasil inseminasi, bahkan dapat terjadi perceraian. Maka sebaiknya
inseminasi dilakukan setelah disetujui kedua pihak.
Persetujuan oleh Anggota Keluarga
Hukum Amerika tidak mengakui adanya hak keluarga untuk mengambil
keputusan atas diri pasien kecuali anggota keluarga tersebut telah ditunjuk sebagai
wali yang bertanggung jawab oleh pengadilan atau merupakan wali bagi anak di
bawah umur. Anggota keluarga atau wali berhak memberikan persetujuan atau
penolakan jika :
a) Pasien di bawah umur 21 tahun, belum menikah, tidak mempunyai orang tua atau
wali, maka persetujuan atau penolakan diberikan oleh keluarga terdekat.
b) Pasien di bawah umur 21 tahun tetapi belum menikah, persetujuan atau
penolakan dapat diberikan oleh Ayah atau Ibu kandung atau saudara kandung.
c) Pasien dalam kondisi gangguan mental dan tidak mampu mengambil keputusan
maka persetujuan dan penolakan diberikan orang tua atau wali atau saudara-
saudara kandung.
d) Pasien dewasa di bawah pengampuan (kuratele), persetujuan atau penolakan
dapat diberikan oleh wali atau kurator.
Hubungan antara dokter dengan pasien
Page 12
Perubahan nilai dan perkembangan hak asasi manusia terhadap jaminan
hidup yang sehat menimbulkan hak dan kewajiban antara pasien dan dokter/
petugas kesehatan yang masing-masing berakibat hukum tertentu, hubungan
pasien dan dokter/pertugas kesehatan cendrung berubah dari asas kepercayaan
kearah hubungan asas kontraktual, sehingga terjadi dua jalur hubungan karikatif
yang berdasarkan kaedah etika dengan alat control moral dan yuridis/ normative
berdasarkan kaedah hukum dengan sanksi-sanksi yang lebih kongrit atau keras.
Dalam hubungan dokter dengan pasien di awali dengan kedatangan pasien
kepada dokter. Pasien yang datang kepada dokter dan menginformasikan segala
Sesutu yang berhubungan dengan sakitnya , selanjutnya dokter wajib memberikan
informasi tenteng penyakit dan tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien.
Informasi yang diberikan oleh seorang dokter terhadap pasien haruslah dalam
bahasa yang dapat dimengerti, dengan uraian yang sederhana namun cukup terinci
sehingga dapat membuat gambaran yang jelas sehingga pasien mampu membuat
keputusan.
Dengan demikian, informasi dari dokter merupakan hak pasien dan
kewajiban dokter yang merawatnya. Ini bearti pasien berhak tanpa harus bertanya
untuk mendapatkan informasi
Azaz hubungan dokter/ petugas kesehatan dengan pasien bertumpu pada dua
macam hak asasi manusia, sebagai mana terdapat dalam informed concent yaitu:
1. Hak atas informasi.
2. Hak memberikan persetujuan.
Hak Pasien
Page 13
Manusia dianugrahi oleh Tuhan Yang Maha Esa akal budi dan nurahi yang
memberikan kepadanya kemampuan untuk membedakan yang baik dan yang
buruk yang akan membimbing dan mengarahkan sikap dan prilaku dalam
menjalani kehidupan. Dengan akal budi dan nurani nya itu, maka manusia
memiliki kebebasan untuk memutuskan sendiri prilaku atau perbutannya,
termasuk dalam pelayanan kesehatan. Disamping itu, untuk mengimbangi
kebebasan tersebut manusia memiliki kemampuan untuk bertanggung jawab atas
tindakan dan keputusan yang diambil.
Otonomi pasien dianggap sebagai cerminan konsep self governance,
liberty rights, dan individual choices. Immanuel Kant mengatakan bahwa setiap
orang memiliki kapasitas untuk memutuskan nasibnya sendiri. sedangkan John
Stuart Mills berkata bahwa kontrol sosial atas seseorang individu hanya sah
apabila dilakukan karena “terpaksa” untuk melindungi hak orang lain.Salah satu
hak pasien yang disahkan dalam Declaration of Lisbon dari World Medical
Association (WMA) adalah “the right to accept or to refuse treatment after
receiving adequate information” Secara implisit amandemen UUD 45 pasal 28G
ayat (1) juga menyebutnya demikian “Setiap orang berhak atas perlindungan diri
pribadi. ...dst”3. Selanjutnya UU No 23/1992 tentang Kesehatan juga memberikan
pasien hak untuk memberikan persetujuan atas tindakan medis yang akan
dilakukan terhadapnya.
Hak ini kemudian diuraikan di dalam PerMenkes tentang Persetujuan
Tindakan Medis, serta undang-undang praktek kedokteran no 29 tahun 2004 pasal
45 ayat (1) setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan
oleh dokter dan dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan, pada ayat
Page 14
(2) dijelaskan persetujuan diberikan apabila pesien telah mendapatkan penjelasan
secara lengkap.
Suatu tindakan medis terhadap seseorang pasien tanpa memperoleh
persetujuan terlebih dahulu dari pasien tersebut dapat dianggap sebagai
penyerangan atas hak orang lain atau perbuatan melanggar hukum (tort).Prinsip
otonomi pasien ini dianggap sebagai dasar dari doktrin informed consent.
Tindakan medis terhadap pasien harus mendapat persetujuan (otorisasi) dari
pasien tersebut, setelah ia menerima dan memahami informasi yang diperlukan.
Informed consent berarti a patient with substantial understanding and in
substantial absence of control by others, intentionally authorizes a professional to
do something.
Pengingkaran terhadap hak asasi manusia dengan tidak melaksanakan
informed concent berarti pengingkaran terhadap martabat kemanusiaan. Dalam
konsep pelayanan kesehatan diharapkan setiap pelayan kesehatan mengemban
kewajiban mengakui dan dan menghormati hak asasi orang lain. Adapun hak
asasi manusia yang tidak boleh dilanggar dalam pelayanan kesehatan adalah:
1. Hak atas informasi.
2. Hak memberI persetujuan.
3. Hak dalam memilih dokter.
4. Hak dalam memilih sarana kesehatan.
5. Hak atas rahasia.
6. Hak menolak pengobatan/ perawatan.
7. Hak menolak suatu tindakan.
Page 15
8. Hak untuk menghentikan pengobatan.
9. Hak atas secent opini.
10. Hak melihat rekam medis ( fred ameln 1991 dan suryono sukamto.
Dari hak-hak tersebut diatas, yang berhubungan dengan informed concent
adalah hak atas informasi dan hak member persetujuan, artinya seorang pasien
harus menerima informasi simple dan lengkap tentang suatu tindakan medic
sebelum ia memberikan persetujuan atau ijin kepada dokter untuk melakukan
tindakan medic tersebut.
Kewajiban pasien.
Menurut suryono sukamto, selain mempunyai hak yang merupakan
kewenanganya, seorang pasien juga mempunyai kewajiban yang merupakan tugas
yang dibebankan kepadanya. Suatu kewajiban moral dari pasien adalah untuk
memelihara kesehatanya, sedangkan kewajiban pasien berdasarakan hukum
menurut suryono sukamto, serta undang-undang praktek kedokteran no 29 tahun
2004 adalah:
1. Memberikan informasi yang lengkap dan jujur,tentang masalah kesehatanya,
2. Mematuhi nasehat dan petunjuk dokter.
3. Mematuhi ketentuan yang berlaku disarana pelayanan kesehatan.
4. Memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.
Dalam pelayanan kesehatan selain pemahaman menjadi pemenuhan hak dasar
manusia ( pasien) yang menjadi landasan terjadinya inforemed concent, seorang
dokter dan tenaga medis juga mempunyai hak- hak dan kewajiban yang harus
dipenuhi, sehingga jika hak dan kewajiban tersebut telah terpenuhi maka akan
Page 16
sempurnalah pelaksanaan informed concent, yang nantinya akan menjadi
perlindungan baik bagi pasien maupun bagi tenaga kesehatan itu sendiri. Sebagai
manan yang terdapat dalam UUPK 29 tahun 2004
Hak dokter.
1. Hak bekerja menurut standard profesi.
2. Hak menolak pelaksananan tindakan medic karena secara professional tidak dapat
mempertanggung jawabkanya,
3. Hak untuk menolak suatu tindakan medic
Informed consent sebagai perlindungan hukum profesi kesehatan kesehatan Profesi kesehatan merupakan profesi yang memberikan pelayanan
kesehatan pada masyarakat, dan pelayanan kesehatan tersebut ada kalanya tidak
memuasakan dalam arti kegagalan diagnosis maupun therapeutic. Dalam hal
pelayanan kesehatan hal pelayanan kesehatan diperlukan perlindungan hukum
bagi’ Health provider” dan health receiver” untuk mewujudkan “ hukum untuk
kesejahteraan social” sesuai dengan perkembangan zaman era peningkatan
masyarakat yang beradap.
Perlindungan hukum bagi provider diperlukan atisipasi untuk
meningkatkan kesadaran hukum yang berhubungan dengan jasa pelayanan
kesehatan serta kesadaran pula melakukan tugas sesuai dengan standard profesi
yang berlaku, salah satunya adalah pelaksanaan informed
Consent dan rekam medic. Sebaliknya kesadaran hukum bagi reciever diperlukan
antisipasi untuk memenuhi hukum yang menjamin kepentinganya tanpa
Page 17
mengorbankan profesi tertentu dengan memperhatiakan asas proposional dan asas
utilitas dari perkembangan hukum yang dinamis.
Pemenuhan hak asasi manusia merupakan dasar utama pengadaan
informed consent dalam rangka pelayanan kesehatan untuk kemanusiaan, serta
bertujuan untuk melindungi pasien dari segala tindakan medic dan perlindungan
tenaga kesehatan terutama dokter terhadap terjadinya akibat yang tak terduga serta
dianggap merugikan pihak lain.
Dalam rangka penyelengaraan pelayanan kesehatan sealin bersifat azasi
kemanusiaan dan azasi pemeliharaan kesehatan juga diharapakan terlaksana
hubungan yang lancar antara pasien denga tenaga kesehatan, akan tetapi bisa
menimbulkan masalah bila terbentur antara 2 dilema prisip yaitu prisip
memberikan kebaikan kepada pasien yang bertolak dari sudut pandang “ nilai
etika” dan ilmu kesehatan berdasarka pengetahuan, pengalamam, dan ketrampilan
dokter dan perawat , kontra dengan prinsip menghormati hak menentukan hak
menentukan diri sendiri dari sudut pandang pasien.
Memberikan penjelasan kepada pasien dalam rangka memperoleh ijin
persetujuan pasien untuk melakukan tindakan medic , kadang kala terdapat
pertimbangan demi maksud memepringan penderitaan pasien atau demi maksud
tidak menakutkan perasaan pasien untuk ytidak menjadi goncang, sehingga
penjelasan yang tidak lengkap keran ada bagian yang sengaja disimpan untuk
menghindari akibat buruk kepada pasien, suatu dari penjelasan yang tidak lengkap
ini biasanya dalam kasus yang terjadi terdapat” resiko besar” sebelumnya tidak
terduga lebih dahulu yang disebabkan oleh rasa tanggung jawab etika kedokteran
untuk memperlakukan hal yang terabaik terhadap pasien.
Page 18
Setelah seorang dokter memiliki izin untuk menjalankan praktik,
muncul .hubungan hukum.dalam rangka pelaksanaan praktik kedokteran yang
masing-masing pihak (pasien dan dokter) memiliki otonomi kebebasan, hak dan
kewajiban) dalam menjalin komunikasi dan interaksi dua arah. Hukum
memberikan perlindungan kepada kedua belah pihak melalui perangkat hukum
yang disebut informed consent. Objek, dalam hubungan hukum tersebut adalah
pelayanan kesehatan kepada pasien.Dikaitkan dengan UUPK, perangkat hukum
informed consent tersebut diarahkan untuk:
a. Menghormati harkat dan martabat pasien melalui pemberian informasi dan
persetujuan atas tindakan yang akan dilakukan
b. Meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat
c. Menumbuhkan sikap positif dan iktikad baik,serta profesionalisme pada peran
dokter (dan dokter gigi) mengingat pentingnya harkat dan martabat pasien
d. Memelihara dan meningkatkan mutu pelayanan sesuai standar dan persyaratan
yang berlaku.
Dalam palayanan kesehatan hal yang harus diutamakan dalam hubungan ini
adalah terbentuknya saling percaya dalam usaha membangun kesederajatan di
antara kedua belah pihak. Hak individu di bidang kesehatan bertumpu pada lima
prinsip, yaitu:
1. Hak menentukan diri sendiri” the right to self determination”
2. Hak memperoleh pemeliharaan kesehatan atau” the right to helt it care”
3. Hak untuk memperileh informasai secara terbuka atau” the right to information”
4. Hak asasi manusia “ the right to protection of privacy”
5. Hak untuk pendapat dokter kedua “ the right to second opini”( Poernomo.B)
Page 19
Hak tersebut berorientasi pada nilai sosial dan berorientasi pada ciri atau
karakteristik individual. Hak dan kewajiban yang timbul dalam hubungan pasien
dengan dokter (dan dokter gigi) meliputi penyampaian informasi dan penentuan
tindakan. Pasien wajib memberikan informasi yang berkaitan dengan keluhannya
dan berhak menerima informasi yang cukup dari dokter/dokter gigi (right to
information), selanjutnya pasien berhak mengambil keputusan untuk dirinya
sendiri (right to self determination). Dokter berhak mendapatkan informasi yang
cukup dari pasien dan wajib memberikan informasi yang cukup pula sehubungan
dengan kondisi ataupun akibat yang akan terjadi. Selanjutnya dokter berhak
mengusulkan yang terbaik sesuai kemampuan dan penilaian profesionalnya
(ability and judgement) dan berhak menolak bila permintaan pasien dirasa tidak
sesuai dengan norma, etika serta kemampuan profesionalnya.Selain hal di atas,
dokter wajib melakukan pencatatan (rekam medik) dengan baik dan benar.
Secara tegas didalam UUPK telah mengatur materi muatan tentang informed
consent:
A. Prinsip otoritas pasien, diwujudkan dengan pengaturan bahwasanya setiap
tindakan kedokteran atau kedokteran gigi harus mendapat persetujuan.
Persetujuan pasien baru dapat diberikan setelah menerima informasi dan
memahami segala sesuatu yang menyangkut tindakan tersebut.UUPK Pasal 45
C. Prinsip pencatatan (rekam medik)26 yang wajib dibuat oleh dokter. Beberapa
literature menyatakan bahwa rekam medik mempunyai nilai Administration,
Legal, Finance, Research,Education, dan Documentation (ALFRED).Dalam
hukum acara perdata maupun pidana dikenal: alat bukti dengan tulisan, bertolak
dari hal tersebut maka, selama ini rekam medic sebagai catatan yang dibuat dokter
Page 20
(dan dokter gigi) dianggap dapat digunakan sebagai: alat bukti dengan tulisan,
meskipun di dalam perkembangan selanjutnya, pendapat tersebut masih mungkin
ditinjau kembali. Rekam medic bukan alat bukti menurut undang-
undang,meskipun dapat digunakan sebagai petunjuk pembuktian sepanjang
dilakukan dengan benar sesuai ketentuan yang berlaku. B.p
Hubungan antara dokter-pasien dalam pelaksanaan informed consent
diatur dengan peraturan-peraturan tertentu agar terjadi keharmonisan dalam
pelaksanaannya. Seperti diketahui hubungan tanpa peraturan akan menyebabkan
ketidakharmonisan dan kesimpangsiuran. Namun demikian hubungan antara
dokter dan pasien tetap berdasar pada kepercayaan terhadap kemampuan dokter
untuk berupaya semaksimal mungkin membantu menyelesaikan masalah
kesehatan yang diderita pasien. Tanpa adanya kepercayaan maka upaya
penyembuhan dari dokter akan kurang efektif. Untuk itu dokter dituntut
melaksanakan hubungan yang setara dengan dasar kepercayaan sebagai kewajiban
profesinya
Hubungan antara dokter dengan pasien yang seimbang atau setara dalam
ilmu hukum disebut hubungan kontraktual. Hubungan kontraktual atau kontrak
terapeutik terjadi karena para pihak, yaitu dokter dan pasien masing-masing
diyakini mempunyai kebebasan dan mempunyai kedudukan yang setara. Kedua
belah pihak lalu mengadakan suatu perikatan atau perjanjian di mana masing-
masing pihak harus melaksanakan peranan atau fungsinya satu terhadap yang
lain.Peranan tersebut berupa hak dan kewajiban.Hubungan karena kontrak atau
kontrak terapeutik dimulai dengan tanya jawab (anamnesis) antara dokter dengan
pasien, kemudian diikuti dengan pemeriksaan fisik. Kadang-kadang dokter
Page 21
membutuhkan pemeriksaan diagnostik untuk menunjang dan membantu
menegakkan diagnosisnya yang antara lain berupa pemeriksaan radiologi atau
pemeriksaan laboratorium, sebelum akhirnya dokter menegakkan suatu diagnosis.
Sebagaimana telah dikemukakan, tindakan medic mengharuskan adanya
persetujuan dari pasien informed consent yang dapat berupa tertulis dan lisan.
Informed consent di Indonesia diatur secara Lex Spesialis melalui aturan-
aturan yang mengatur secara khusus mengenai informed consent. Secara
operasional informed concent diatur oleh Permenkes RI Nomor
585/MENKES/Per/IX/1989 tanggal 2 Desember 1989. Yang dirinci lebih lanjut
dalam SK Yan Dik No. HK. 00.06.6.5.1866 Tahun 1999 tentang Pedoman
Persetujuan Tindakan Medis. Selain itu pengaturan informed concent juga bisa
didapat dalam UU Praktek Kedokteran Nomor 29 Tahun 2004.
Menurut UU Praktek Kedokteran No 29 Tahun 2004 Pasal 39, praktik
kedokteran diselenggarakan berdasarkan kesepakatan antara dokter dengan
pasien; Pasal 45 yaitu (1) setiap tindakan harus mendapat persetujuan pasien (2)
persetujuan dimaksud setelah pasien mendapat penjelasan lengkap (3)
penjelasannya mencakup: diagnosis, tujuan, alternatif, resiko, komplikasi dan
prognosis (4) persetujuan secara tertulis maupun lisan; Pasal 52 yaitu (a) pasien
berhak mendapatkan penjelasan lengkap tentang tindakan medis (b) meminta
pendapat (c) menolak tindakan medis.
Komunikasi antara dokter dengan pasien merupakan sesuatu yang sangat
penting dan wajib. Kewajiban ini dikaitkan dengan upaya maksimal yang
dilakukan dokter dalam pengobatan pasiennya. Keberhasilan dari upaya tersebut
dianggap tergantung dari keberhasilan seorang dokter untuk mendapatkan
Page 22
informasi yang lengkap tentang riwayat penyakit pasien dan penyampaian
informasi mengenai penatalaksanaan pengobatan yang diberikan dokter. Melihat
pentingnya komunikasi timbal balik yang berisi informasi ini, maka secara jelas
dan tegas diatur
dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran
Paragraf 2, Pasal 45 ayat (2), (3), Paragraf 6, Pasal 50 huruf (c), Paragraf 7, Pasal
52 huruf (a), (b), dan Pasal 53 huruf (a). Paragraf 6 dan 7 dalam Undang Undang
Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran secara jelas menyebutkan
mengenai hak dan kewajiban dokter dan hak dan kewajiban pasien yang di
antaranya memberikan penjelasan dan mendapatkan informasi. Hak pasien
sebenarnya merupakan hak yang asasi yang bersumber dari hak dasar individual
dalam bidang kesehatan (The Right of Self Determination).
Meskipun sebenarnya sama fundamentalnya, hak atas pelayanan kesehatan
sering dianggap lebih mendasar. Dalam hubungan dokter-pasien, secara relatif
pasien berada dalam posisi yang lebih lemah. Kekurangmampuan pasien untuk
membela kepentingannya yang dalam hal ini disebabkan ketidaktahuan pasien
pada masalah pengobatan, dalam situasi pelayanan kesehatan menyebabkan
timbulnya kebutuhan untuk mempermasalahkan hak-hak pasien dalam
menghadapi tindakan atau perlakuan dari para profesional kesehatan. Berdasarkan
hak dasar manusia yang melandasi transaksi terapeutik (penyembuhan), setiap
pasien bukan hanya mempunyai kebebasan untuk menentukan apa yang boleh
dilakukan terhadap dirinya atau tubuhnya, tetapi ia juga terlebih dahulu berhak
untuk mengetahui hal-hal mengenai dirinya. Pasien perlu diberi tahu tentang
penyakitnya dan tindakan-tindakan apa yang dapat dilakukan dokter terhadap
Page 23
tubuhnya untuk menolong dirinya serta segala risiko yang mungkin timbul
kemudian.
Informed consent dilihat dari aspek hukum bukanlah sebagai perjanjian antara
dua pihak, atau perjanjian yang bersifat khusus, karena dalam pelayanan
kesehatan, dokter tidak bisa menjanjikan sesuatu dalam upaya penyembuhan
seseorang, akan tetapi seorang dokter akan selalu berupaya semaksimal mungkin
menurut standar pelayanan dan keilmuan tertinggi yang dimiliki oleh dokter
tersebut dalam upaya penyembuhan dan penyelamatan nyawa seseorang, karena
setiap tindakan dalam pelayanan kesehatan mengandung resiko, maka dari itu
informed concent lebih cendrung kearah persetujuan sepihak atas layanan yang
ditawarkan pihak lain.
DAFTAR PUSTAKA
Forensik A1 FKUI, 2006, Informed Consent-Persetujuan dan Penolakan,
www.w3.org/ TR/xhtml1/DTD/xhtml1-transitional, diakses pada tanggal 13
Oktober 2007.
Guwandi,J, Informed Consent,Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.2004Guwandi, J, Tanya Jawab Persetujuan Tindakan Medis, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.1994Hanafiah,j,M.,Amir,A,1997,Etika kedokteran dan Hukum Kesehatan, edisi 3, EGC, Bandung Purnomo,B. 2001, Hukum Kaesehatan, program pengembangan Profesional, Magister Manajemen Rumahsakit, Universitas Gajah Mada.Peraturan mentri kesehatan RI, No 438/Menkes/SK/VI/1993 Tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit Dan Standar Medis di Rumah Sakit. Suekamto,S, Herkutanto,1987, Pengantar Hukum Kesehatan, Remadja karya, Bandung._______,2006, Kumpulan lengkap perundangan Hak Asasi Manusia, pustaka yustisia,Yogyakarta.
Page 24
Sampurno.s Health and Human righth otonomi pasien dan Informed Consent, prosiding seminar dan lokakarya,IDI Jakarta 2003Undang-undang praktek kedokteran No 29 tahun 2004, pustaka yustisia,Yogyakarta 2007.
Yulianto, Feri M, 2006, Pengaruh Pemberian Informasi Tertulis Terhadap
Tingkat Pemahaman, Kepuasan, Dan Kecemasan Pasien Hernia Inguinalis
Reponnibel Terhadap Informed Consent Di RS Sardjito Yogyakarta, UGM,
Yogyakarta.
Wasisto B,dkk, 2006, Komunikasi efektif dokter dan pasien.Konsil Kedokteran
Indonesia, Jakarta
http://drg-ezwandra.blogspot.com/