Top Banner
INFOBPJS MEDIA EKSTERNAL BPJS KESEHATAN EDISI 44 TAHUN 2016 Kesehatan PENTINGNYA DUKUNGAN PEMDA Untuk Mencapai Universal Health Coverage
12

INFOBPJS - BPJS Kesehatan Bye-bye Demam Berdarah ... Dalam edisi 44 kali ini, ... media ini dapat menjadi jembatan informasi yang efektif bagi BPJS Kesehatan dan seluruh stakeholder.

Apr 11, 2018

Download

Documents

lybao
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: INFOBPJS - BPJS Kesehatan Bye-bye Demam Berdarah ... Dalam edisi 44 kali ini, ... media ini dapat menjadi jembatan informasi yang efektif bagi BPJS Kesehatan dan seluruh stakeholder.

INFOBPJSMEDIA EKSTERNAL BPJS KESEHATANEDISI 44 TAHUN 2016 Kesehatan

PENTINGNYA DUKUNGAN PEMDA

Untuk MencapaiUniversal Health Coverage

Page 2: INFOBPJS - BPJS Kesehatan Bye-bye Demam Berdarah ... Dalam edisi 44 kali ini, ... media ini dapat menjadi jembatan informasi yang efektif bagi BPJS Kesehatan dan seluruh stakeholder.

CEO

DAFTAR ISI

message

3

6

7

8

9

10

CEO MESSAGE

11

SALAM REDAKSI

5BINCANG

INFOBPJSKesehatan

BULETIN DITERBITKAN OLEH BPJS KESEHATAN :Jln. Letjen Suprapto PO BOX 1391/JKT Jakarta Pusat Tlp. (021) 4246063, Fax. (021) 4212940

PENGARAHFachmi Idris

PENANGGUNG JAWABBayu Wahyudi

PIMPINAN UMUM Budi Mohamad Arief

PIMPINAN REDAKSIIrfan Humaidi

SEKRETARISRini Rahmitasari

SEKRETARIAT Ni Kadek M.Devi Eko Yulianto Paramita Suciani

REDAKTURElsa NoveliaAri Dwi AryaniAsyraf MursalinaBudi SetiawanDwi SuriniTati Haryati DenawatiAngga FirdauzieJuliana RamdhaniDiah Ismawardani

DISTRIBUSI & PERCETAKAN Erry Endri Anton Tri WibowoAkhmad TasyrifanArsyad Ranggi Larrisa

Ajak Seluruh Pemda Integrasikan Jamkesda Ke JKN-KiS

Fokus - Pentingnya Dukungan Pemda Untuk Mencapai Universal Health Coverage

Guna mewujudkan jaminan kesehatan cakupan semesta (universal health coverage) pada tahun 2019, salah satu langkah strategis yang perlu diambil oleh Pemerintah Daerah

Manfaat- Skema Tarif INA-CBGs Semakin Rasional

Testimoni - Fokus Benahi Masalah Kesehatan Ibu dan Anak

Persepsi -Tetangga Saya Miskin, Kenapa Dia Tidak Dapat Kartu Indonesia Sehat ?

Inspirasi - Jalankan Fungsi “Gatekeeper” dengan Kopi

Sehat & Gaya Hidup - No Sarang Nyamuk Bye-bye Demam Berdarah

Kilas & Peristiwa - BPJS Kesehatan Konsisten Terapkan Good Governance

Dalam salah satu kisah disebutkan, suatu ketika ada seorang tua yang melihat seekor kalajengking mengambang berputar-putar di air. Ia memutuskan untuk menolong kalajengking itu keluar dengan mengulurkan jarinya, tetapi kalajengking justru menyengatnya. Si orang tua masih tetap berusaha mengeluarkan kalajengking itu keluar dari air, tetapi binatang itu lagi-lagi menyengat. Seorang pejalan kaki yang melihat kejadian itu mendekat dan melarang orang tua itu menyelamatkan kalajengking yang terus saja menyengat. Di luar dugaan, si orang tua malah berkata, "Secara alamiah kalajengking itu menyengat. Secara alamiah saya ini mengasihi. Mengapa saya harus melepaskan naluri alamiah saya untuk mengasihi gara-gara kalajengking itu secara alamiah menyengat saya? Itulah yang dikatakan sebagai darma, dan hanya manusia yang memiliki darma".

Darma dan apa pun nama lainnya seperti budi pekerti, etika, moral atau akhlak adalah tingkah laku seseorang yang didorong oleh suatu keinginan secara sadar untuk melakukan suatu perbuatan yang baik (wikipedia). Setiap manusia yang lahir ke dunia adalah putih polos tanpa dosa. Dan semua orang tua menginginkan anaknya terus menjadi baik dan berakhlak mulia. Agama mengajarkan akhlak dan di bangku sekolah kita diajarkan pelajaran moral dan juga etika. Tidak ada alasan yang membenarkan manusia untuk melakukan perbuatan jahat dan tercela.

Namun nyatanya, angka kejahatan dan kriminalitas terus merajalela. Pada tahun 2013, setiap 1 menit 32 detik terjadi satu kali tindak kejahatan di Indonesia. Tetapi di tahun 2016, menurut data numbeo.com, indeks kejahatan di Indonesia berada di tingkat 42 atau meningkat tajam dari posisi 68 dunia di tahun 2015 lalu. Dan sesuai data per Desember 2016, safety index di Indonesia adalah 50,25 dan crime index Indonesia adalah 49,75. Dalam skala ini, angka crime index ideal adalah 0 sampai dengan 40, yaitu tergolong tingkat kriminalitas sangat rendah sampai kategori rendah.

Memperhatikan angka ini, kita perlu prihatin dan belajar sesuatu dari negara lain yang tergolong sangat aman. Sebut saja salah satunya negara Jepang. Masuk dalam kategori negara dengan safety index tinggi (79,27) dan crime index rendah (20,73).

Jepang mengajarkan suri tauladan tentang bagaimana masyarakat yang berbudaya tinggi karena memiliki budi pekerti yang sangat baik. Ada beberapa ajaran turun menurun di sana yang bisa kita contoh, seperti budaya malu (harakiri). Dahulu orang tak segan bunuh diri jika melakukan kesalahan, dan di saat ini bergeser pada budaya “mengundurkan diri” jika dianggap lalai atau gagal dalam pekerjaan. Lalu budaya mandiri, dimana anak-anak sekolah di sana terbiasa membawa sendiri tiga tas yang berisi baju dan sepatu ganti, bekal “bento” untuk makan siang, serta tas perlengkapan sekolah seperti buku dll. Saat kuliah kebanyakan dari mereka sudah menghidupi dirinya dengan kerja “part time”. Saat terjadi bencana besar pun, seperti bencana tsunami beberapa waktu lau, orang-orang tua di Jepang secara mandiri segera membersihkan rumah mereka tanpa mengunggu bantuan orang lain. Mereka berharap setelah selesai dengan rumahnya, mereka dapat membantu yang lain yang membutuhkan bantuan.

Budaya lain yang patut diteladani adalah bahwa orang Jepang biasa bekerja keras. Rata-rata jam kerja pegawai di Jepang adalah 2450 jam/tahun, sangat tinggi dibandingkan dengan Amerika (1957 jam/tahun), Inggris (1911 jam/tahun), Jerman (1870 jam/tahun), dan Perancis (1680 jam/tahun). Seorang pekerja Jepang boleh dikatakan bisa melakukan pekerjaan yang biasanya dikerjakan oleh 5-6 orang. Pulang cepat adalah sesuatu yang boleh dikatakan “agak memalukan” di Jepang, dan menandakan bahwa pegawai tersebut termasuk “yang tidak dibutuhkan” oleh perusahaan.

Pertanyaannya kemudian bagaimana menumbuhkan budi pekerti yang baik bagi masyarakat dan anak cucu keturunan kita sehingga sekuat baja seperti masyarakat Jepang. Sebelum sampai ke sana, mari kita renungkan berapa banyak wanita yang ingin terlihat lebih langsing, berapa banyak dari kita yang berniat bangun pagi lalu jogging 30 menit sebelum ke kantor, berapa banyak yang ingin bisa berhenti merokok? Jawabannya pasti banyak, banyak sekali malah. Namun mengapa dari yang banyak itu kebanyakan justru gagal?

Jawabnya ternyata sangat sederhana. Wanita yang bisa langsing ternyata menerapkan pola hidup sehat yaitu makan makanan kaya serat, dalam jumlah terbatas dan berolah raga. Berapa sering dan berapa lama? Jawabnya ternyata adalah selalu (kontinyu), disiplin dan dalam durasi waktu yang relatif lama. Begitu pula dengan mereka yang bisa jogging tiap pagi. Mereka sudah berhasil membiasakan diri, tepatnya memaksakan diri untuk bangun lebih awal, melawan kantuk dan malas untuk lari setiap hari. Bukan satu atau dua hari, tetapi setiap pagi di semua hari. Lalu, mereka yang berhasil bebas dari rokok, apakah berjuang dalam hitungan jam? Tentu tidak, mereka disiplin mengalihkan keinginan merokok pada berbagai hal, dengan sangat sulit, penuh godaan dan pasti dalam jangka waktu yang sangat panjang.

Inti dari semua perubahan ke arah kebaikan ini adalah membiasakan diri kepada hal-hal baik. Atau dengan kata lain, hal baik untuk diri kita ini tidak lahir begitu saja. Perlu dilatih, dibiasakan, diulang-ulang, terus-menerus dan dalam jangka waktu yang panjang. Inilah yang kemudian mengubah perilaku kita menjadi kebiasaan, dan kebiasaan yang menetap ini kemudian menjadi habit dan selanjutnya menjadi karakter. Ketika berubah telah menjadi karakterlah, kita baru bisa mewariskan kebiasaan baik yang kita lakukan ini kepada anak cucu kita, sebagaimana masyarakat Jepang mewariskan budaya baiknya kepada anak cucu mereka.

Terkait dengan hal baik , Steven R. Covey katakan ada 7 Kebiasaan Baik yang akan membawa kita pada kesuksesan antara lain: 1) Bersikap positif dan jadilah orang yang selalu bersikap positif berdasarkan nilai-nilai bukan berdasarkan perasaan, 2) mulailah dengan menetapkan tujuan akhir, 3) dahulukan yang penting, 4) berpikirlah sama-sama menang dengan orang lain, 5) cobalah untuk mengerti baru di mengerti, 6) sinergi membangun kekuatan untuk mengatasi kelemahan, dan 7) asah gergaji, tingkatkan terus kemampuan.

Akhirnya, dapat kita simpulkan bahwa untuk memiliki budi pekerti yang baik, kita harus bisa memulai kebiasaan baik. Sekali lagi mengingat kata-kata aa Gym, “Mulai dari diri sendiri, mulai dari yang kecil dan mulai sekarang juga”. Jadi percayalah, pertama-tama kitalah yang (harus memaksa diri) membentuk kebiasaan, setelah itu kebiasaan kita itulah yang akan membentuk kita.

Direktur Utama Fachmi Idris

KEBIASAAN BAIK

Pembaca setia Media Info BPJS Kesehatan,

Dukungan pemerintah daerah (pemda) terhadap keberlangsungan program JKN-KIS dan mencapai UHC ini sangat strategis. Salah satunya dengan mengintegrasikan program Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) ke program JKN-KIS.Integrasi Jamkesda merupakan sinergitas penyelenggaraan jaminan kesehatan bagi penduduk yang didaftarkan oleh pemda dengan skema JKN-KIS yang dikelola oleh BPJS Kesehatan.

Beberapa daerah sudah menunjukkan komitmennya dengan mengintegrasikan program Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) ke program JKN-KIS. Dukungan pemda ini meliputi penganggaran APBD, kepesertaan, Peraturan Daerah (Perda), maupun pembangunan infrastrutur.Seperti apa bentuk komitmen Pemda saat ini dalam mendukung keberlangsungan program JKN-KIS akan dibahas pada rubrik FOKUS. Dalam edisi 44 kali ini, Info BPJS Kesehatan juga menghadirkan wawancara dengan Menteri Dalam Negeri Tjahyo Kumolo, bagaimana tanggapan beliau mengenai peran Pemda terhadap implementasi program JKN-KIS akan dibahas tuntas di rubrik BINCANG.

Seiring dengan penerbitan Info BPJS Kesehatan, kami mengucapkan terima kasih atas berbagai dukungan dan tanggapan atas terbitnya media ini. Kami pun terusberupayadalammemberikaninformasi yang baik, akurat dan diharapkan kehadiran media ini dapat menjadi jembatan informasi yang efektif bagi BPJS Kesehatan dan seluruh stakeholder. Selamat beraktivitas.

Kontribusi Pemda dalam Program JKN-KIS

Page 3: INFOBPJS - BPJS Kesehatan Bye-bye Demam Berdarah ... Dalam edisi 44 kali ini, ... media ini dapat menjadi jembatan informasi yang efektif bagi BPJS Kesehatan dan seluruh stakeholder.

INFO

BP

JS K

ESEH

ATA

N

Edisi 44 2016

3

FOKUS

Pemerintah menargetkan Indonesia akan mencapai Universal Health Coverage (UHC) atau cakupan kesehatan menyeluruh bagi seluruh penduduk Indonesia pada 1 Januari 2019 mendatang. Setiap

tahun BPJS Kesehatan menargetkan jumlah penduduk yang menjadi peserta terus bertambah dari 156,7 juta jiwa (2015) ke 188,7 juta (2016), 223 juta (2017), 235,1 juta (2018), dan mencapai 257,5 juta atau seluruh penduduk pada 2019.

Dukungan pemerintah daerah (pemda) terhadap keberlangsungan program JKN-KIS dan mencapai UHC ini sangat strategis. Salah satunya dengan mengintegrasikan program Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) ke program JKN-KIS.

Integrasi Jamkesda merupakan sinergitas penyelenggaraan jaminan kesehatan bagi penduduk yang didaftarkan oleh pemda dengan skema JKN-KIS yang dikelola oleh BPJS Kesehatan.

Beberapa daerah sudah menunjukkan komitmennya dengan mengintegrasikan program Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) ke program JKN-KIS. Dukungan pemda ini meliputi penganggaran APBD, kepesertaan, Peraturan Daerah (Perda), maupun pembangunan infrastruktur pelayanan kesehatan.

Pentingnya Dukungan Pemda Untuk Mencapai

Universal Health Coverage

Provinsi Jawa Barat (Jabar) adalah satunya. Di bawah kepemimpinan gubernur Ahmad Heryawan, Jabar telah mengintegrasikan lebih dari 29 juta orang atau 68% penduduknya ke program JKN-KIS. Dari 127 kabupaten/kota di Jabar, 124 di antaranya sudah mengintegrasikan Jamkesda, sedangkan 3 lainnya dalam proses persiapan dan terintegrasi sebelum akhir 2016.

Gubernur Jawa BaratAhmad Heryawan

Beberapa langkah maju Jabar dalam mendukung JKN, adalah dengan pengalokasian 10 persen APBD untuk bidang kesehatan. Terbitnya Perda 4/2013 tentang Pedoman Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat,

dan lahirnya Pergub 62/2013 tentang Kepesertaan dan Pembiayaan PBI Daerah Jabar. Kesepakatan kerjasama Gubernur Jabar dengan Kepala Divisi Regional V BPJS Kesehatan tentang pengintegrasian Jamkesda ke program JKN-KIS diharapkan cakupan 100 persen masyarakat Jabar akan terealisasi di 2019. Pembiayaan terhadap peserta integrasi ini dilakukan secara tanggung renteng. Dari seluruh kebutuhan tiap tahun, Pemprov Jabar mengalokasikan 40 persen untuk semua kabupaten/kota dan 60 persen oleh tiap kabupaten/kota.

Provinsi Aceh juga telah mengintegrasikan 5 juta lebih jiwa atau 98,6% dari total penduduk ke program JKN. Porsi terbesar adalah Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang dibiayai APBN sebesar 46,2%, sedangkan PBI dari APBD 36% atau sekitar 1,9 juta jiwa.

Kota Gorontalo mengintegrasikan Jamkesda dan Jaminan Kesehatan Mandiri (Jamkesman) sejak JKN mulai diberlakukan 2014. Saat ini 95,4% atau 183.202 jiwa penduduknya masuk dalam program JKN, di antaranya PBI yang dibiayai APBD sekitar 116.561 jiwa. Kota ini memiliki program unggulan, yaitu gratis dari lahir sampai mati dengan menggunakan kartu sejahtera. Mulai dari biaya persalinan, pengurusan akte kelahiran, kartu keluarga, akte kematian, akte nikah, biaya pendidikan, kesehatan, UMKM hingga biaya pemakaman dan ambulans digratiskan oleh pemerintah daerah. Uniknya, masyarakat tidak akan mendapat layanan gratis lainnya jika belum menjadi peserta JKN-KIS.

Daerah yang tergolong tidak mampu atau PAD-nya rendah seperti Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat, juga telah mengintegrasikan Jamkesda ke JKN. Sebanyak 259.266 atau sekitar 71,05 persen penduduk menjadi peserta JKN. Dengan keterbatasan PAD yang setiap tahun hanya sekitar Rp 116 miliar, Pemkab Tanah Datar menempuh cara lainnya untuk membiayai jaminan kesehatan bagi penduduknya yang kurang mampu. Di antara, menggalang dukungan dari Badan Amil Zakat dan menggali potensi dari masyarakat perantau Tanah Datar. Pembiayaan peserta JKN dari APBD dilakukan secara tanggung renteng dengan provinsi.

“Memang PAD kami rendah, tapi kami komitmen kuat untuk sejahterakan masyarakat. Untuk sejahtera masyarakat harus sehat dan produktif,” kata Bupati Tanah Datar Irdinansyah Tarmizi.

Beberapa daerah yang sudah menyelenggarakan jaminan kesehatan bagi masyarakatnya dan

Bupati Kabupaten Tanah DatarIrdinansyah Tarmizi

mengintegrasikannya ke program JKN-KIS tersebut bukannya tanpa perjuangan. Rata-rata dari mereka harus berusaha keras meyakinkan DPRD untuk menyetujui anggaran yang dibutuhkan.

Bagi sebagian besar kepala daerah, integrasi Jamkesda ke JKN diakui lebih banyak keuntungannya. Salah satunya meringankan beban APBD, terutama beban biaya untuk membayar layanan kesehatan untuk masyarakat.

“Dulu menanggung beban sendiri, tetapi dengan integrasi menjadi lebih ringan. Kami juga berusaha untuk menaikkan

anggaran secara bertahap,” kata Irdinansyah Tarmizi.

Yang menjadi tantangan pemda saat ini adalah bagaimana mempromosikan program JKN dan merekrut penduduk yang mampu di daerah mereka untuk menjadi peserta mandiri. Misalnya Tanah Datar memiliki 25 persen dan Gorontalo 4,6 persen penduduk yang mampu dengan ruang perawatan kelas 1 dan VIP. Terbatasnya sarana

Page 4: INFOBPJS - BPJS Kesehatan Bye-bye Demam Berdarah ... Dalam edisi 44 kali ini, ... media ini dapat menjadi jembatan informasi yang efektif bagi BPJS Kesehatan dan seluruh stakeholder.

INFO

BP

JS K

ESEH

ATA

N

Edisi 44 2016

4

FOKUS

dan prasarana serta tenaga kesehatan, khususnya dokter, juga menjadi tantangan bagi pemda yang sudah mengintegrasikan Jamkesda.

378 Kabupaten dan Kota

Provinsi Jawa Barat, Kota Gorontalo, Aceh, dan Tanah Datar adalah sebagian dari provinsi dan kabupaten/kota yang mengintegrasikan Jamkesda ke JKN. Saat ini sebanyak 390 kabupaten/kota dan 32 provinsi yang telah mengintegrasikan Jamkesda ke program JKN per November 2016 ini. Masih ada 124 kabupaten/kota dan 2 provinsi yang belum.

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengingatkan pemda yang belum mengintegrasikan Jamkesda ke JKN-KIS untuk segera berintegrasi. Sudah menjadi kewajiban pemda untuk memberikan jaminan kesehatan dan kesejahteraan kepada masyarakat. Sebab hampir 90% janji politik gubernur, bupati dan walikota saat mencalonkan diri adalah memberikan pengobatan gratis dan memadai untuk warganya.

“Saya minta semua gubernur, bupati, dan walikota mendukung pengintegrasian Jamkesda ke JKN. Setidaknya

memastikan jaminan kesehatan bagi fakir miskin dan penduduk tidak mampu dalam APBD,” kata Mendagri.

Secara prinsipil, tidak ada sanksi hukum bagi pemda yang belum terintegrasi ke JKN. Namun, Mendagri bisa melakukan koreksi terhadap RAPBD provinsi setiap tahun. RAPBD yang dibahas bersama gubernur dengan DPRD ada skala prioritas, salah satunya adalah bidang kesehatan.

Selain integrasi Jamkesda, Mendagri juga minta seluruh kepala daerah mendukung kelancaran pelaksanaan program JKN dengan mengalokasikan minimal 10 persen APBD untuk bidang kesehatan sebagaimana perintah UU 36/2009 tentang Kesehatan. Anggaran ini selain untuk membiayai peserta PBI yang dibiayai dari APBD, juga untuk memperbaiki kualitas layanan kesehatan yang mudah dijangkau, nyaman dan dapat diterima oleh masyarakat. Faskes yang tersedia dan bekerja sama dengan BPJS Kesehatan harus mudah diakses oleh masyarakat terutama dari sisi lokasi atau jarak tempuh maupun biaya.

Pemda diminta memperhatikan infrastruktur layanan kesehatan yang belum memadai. Dari 9599 puskemas di seluruh Indonesia, dan 2186 rumah sakit rujukan, sebagian besar masih berpusat di kota besar. Termasuk jumlah puskesmas di 187 kecamatan di wilayah perbatasan belum terpenuhi. Sebagian besar masyarakat pun masih sulit mengakses fasilitas kesehatan, karena jarak tempuh yang sangat jauh, utamanya di pulau terpencil dan perbatasan.

Menurut Tjahjo, total belanja APBD untuk urusan kesehatan sebetulnya sudah cukup memadai. Secara nasional sudah mencapai Rp1073 triliun di 2016, di mana belanja urusan kesehatan mencapai 15,1% atau sekitar Rp126,89 triliun. Belanja APBD kabupaten seluruh Indonesia sudah mencapai Rp629, 3 triliun, di mana urusan kesehatan sebesar 15,84% atau sekitar Rp79,1 triliun, dan di kota seluruh Indonesia 17,21% atau Rp19,2 triliun dibelanjakan untuk urusan kesehatan.

Beberapa persoalan yang muncul dalam pelaksanaan program JKN di lapangan juga harus menjadi perhatian pemda. Banyaknya keluhan dari masyarakat mengenai layanan JKN perlu direspon pemda, seperti jumlah puskesmas yang belum memadai, kualitas fasilitas kesehatan belum memenuhi standar, dan kurangnya jumlah dokter di sejumlah daerah.

3 Peran Pemda

Direktur Kepesertaan dan Pemasaran BPJS Kesehatan Andayani Budi Lestari mengatakan, ada tiga peran penting pemda, yaitu memperluas cakupan kepesertaan, meningkatkan kualitas pelayanan, dan peningkatan tingkat kepatuhan.

Saat ini peserta JKN sudah mencapai 170,9 juta jiwa atau sekitar 70 persen penduduk. Sedangkan peserta integrasi Jamkesda sebanyak 15,1 juta lebih. Dari 34 provinsi sudah 32 provinsi telah mengintegrasikan sebagian atau seluruh Jamkesda kabupaten/kota di wilayahnya.

Ada 15 provinsi yang berkontribusi melalui sharing iuran atau peserta dalam pembiayaan integrasi Jamkesda dengan pola yang bervariasi, misalnya 40 persen iuran dibayar oleh pemerintah provinsi, 60 persen oleh pemkab/pemkot. Adapun 15 provinsi tersebut adalah Aceh, Sumatera Utara, Riau, Sumatera Barat, Bengkulu, Bangka Belitung, Jakarta, Banten, Jawa Tengah, Jawa Barat, Kalimantan Tengah, NTB, Sulawesi Barat, Gorontalo, Sulawesi Selatan.

Sebanyak 3390 Jamkesda kabupaten/kota sudah integrasi ke program JKN, 4 provinsi yang sudah dapat dikategorikan UHC di mana kepesertaan JKN-KIS dari penduduknya lebih 95%, yaitu Provinsi DKI Jakarta, Provinsi Aceh, Provinsi Papua Barat, Provinsi Gorontalo.Untuk mencapai UHC, BPJS Kesehatan mendorong pemda yang warganya terdaftar dalam peserta mandiri namun menunggak dan tergolong masyarakat tidak mampu dapat diakomodir menjadi peserta Jamkesda dan diintegrasikan ke program JKN. Pemda pun perlu mengadvokasi masyarakat dengan mendaftarkan badan usaha menjadi peserta JKN di Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (BPTSP).

Page 5: INFOBPJS - BPJS Kesehatan Bye-bye Demam Berdarah ... Dalam edisi 44 kali ini, ... media ini dapat menjadi jembatan informasi yang efektif bagi BPJS Kesehatan dan seluruh stakeholder.

INFO

BP

JS K

ESEH

ATA

N

Edisi 44 2016

5

BINCANG

Guna mewujudkan jaminan kesehatan cakupan semesta (universal health coverage) pada tahun 2019, salah satu langkah strategis yang perlu diambil oleh Pemerintah Daerah (Pemda)

adalah melakukan integrasi Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) ke dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) - Kartu Indonesia Sehat (KIS) yang dikelola BPJS Kesehatan.

Sesuai roadmap progam JKN-KIS, integrasi Jamkesda harus selesai dalam waktu tiga tahun sejak BPJS Kesehatan beroperasi mulai 1 Januari 2014. Dengan demikian maka seluruh Jamkesda diharapkan sudah berintegrasi ke dalam program JKN-KIS selambat-lambatnya pada akhir 2016.

Pemda sendiri selama ini memang telah menjadi tulang punggung implementasi program strategis nasional, termasuk di dalamnya program JKN-KIS. Setidaknya ada tiga peran penting Pemda dalam upaya mengoptimalkan program JKN-KIS, diantaranya memperluas cakupan kepesertaan, meningkatkan kualitas pelayanan, serta meningkatkan tingkat kepatuhan.

Terkait hal tersebut, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo juga telah menyampaikan himbauannya kepada setiap kepala daerah di Indonesia agar dapat segera mengintegrasikan program Jamkesda mereka ke dalam program JKN-KIS. Data terakhir hingga November 2016, baru 378 Kabupaten/Kota yang sudah melakukan hal tersebut. Artinya masih ada 136 Kabupaten/Kota lagi yang belum mengintegrasikan program Jamkesda mereka.

Mendagri menyampaikan, sudah menjadi kewajiban Pemerintah untuk dapat memberikan kehidupan yang sehat dan sejahtera bagi seluruh masyarakat Indonesia. Demi mewujudkan hal tersebut, pemerintah menyelenggarakan program JKN-KIS sesuai dengan amanat UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.

“Kalau kita cermati, hampir 91 persen janji kampanye politik calon kepala daerah salah satunya adalah memberikan pengoban gratis dan memadai bagi seluruh masyarakat di daerahnya. Karena itu, kami juga sudah meminta kepada seluruh Kepala Daerah untuk setidaknya mengalokasikan 10 persen APBD untuk menunjang kesuksesan program JKN-KIS,” ujarnya.

Berikut pernyataan lengkap Mendagri Tjahjo Kumolo terkait integrasi Jamkesda, dan juga evaluasinya terhadap pelaksanaan program JKN-KIS yang sudah berjalan selama tiga tahun.

Peran Pemda dalam mensukseskan program JKN-KIS?

Dalam perkembangan program JKN-KIS, memang muncul berbagai permasalahan yang dikeluhkan sebagian besar

masyarakat terkait pelayanan yang diberikan. Seperti masih banyaknya masyarakat yang belum memahami prosedur dari jaminan kesehatan, pelayanan kesehatan di tingkat pratama yang juga belum memadai secara keseluruhan, masih banyaknya fasilitas kesehatan yang belum memenuhi standar, serta rasio dokter dan pasien yang masih kurang ideal.

Terkait pelaksanaan JKN-KIS, peran kepala daerah saya yakin sudah optimal karena ini menyangkut permasalahan masyarakat yang dipimpin oleh Kepala Daerah, yang dipilih oleh rakyat. Ini juga menyangkut kemaslahatan bagi masyarakat, bangsa dan negara. Saya kira masalah kesehatan sudah seharusnya menjadi perhatian para Gubernur, Bupati dan Walikota di seluruh Indonesia.

Dalam implementasi JKN-KIS, Apa saja permasalahan yang menjadi sorotan?

Memang kami lihat masih ada beberapa permasalahan dalam penyelenggaraan program di bidang kesehatan yang harus menjadi perhatian kita bersama. Pertama, masalah infrastruktur yang belum merata dan memadai. Karena dari 9.599 puskesmas dan 2.184 rumah sakit rujukan di seluruh Indonesia, sebagian besarnya masih berpusat di kota-kota besar. Termasuk juga 187 kecamatan di wilayah perbatasan kita juga masih belum terpenuhi sejumlah puskesmas yang seharusnya menjadi skala prioritas pembangunan kesehatan di negara kita.

Kedua, para Kepala Daerah juga memahami bahwa masih sulitnya masyarakat di daerah untuk mengakses pelayanan kesehatan lantaran masih minimnya fasilitas kesehatan yang tersedia, dan juga secara geografis di beberapa pulau sulit menjangkau rumah sakit rujukan.

Dari total belanja APBD secara nasional yang mencapai Rp 1.073 Triliun, belanja urusan kesehatan sudah mencapai 15,1% atau Rp 126,89 Triliun. Sementara total belanja pemerintah kabupaten/kota di seluruh Indonesia sudah mencapai Rp 629,3 Triliun. Untuk belanja urusan kesehatan di kabupaten sudah 16,84% atau Rp 79,1 Triliun. Dan untuk pemerintah kota belanja kesehatannya mencapai 17,21% atau Rp 19,2 Triliun.Untuk mendukung program JKN-KIS, Kepala Daerah setidaknya harus memastikan alokasi pembiayaan jaminan kesehatan bagi fakir miskin dan orang yang tidak mampu, khususnya dalam APBD.

Kondisi yang diharapkan?

Pertama adalah tersedia dan berkesinambungan. Artinya seluruh jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan harus tersedia untuk seluruh lapisan masyarakat. Kedua, dapat diterima dan wajar. Maksudnya pelayanan kesehatan tersebut tidak bertentangan dengan adat istiadat, budaya, agama, dan kepercayaan masyarakat, serta harus bersifat wajar. Ketiga, mudah dicapai oleh masyarakat, setidaknya

dari sisi lokasi. Jadi untuk mewujudkan pelayan kesehatan yang baik, maka pengaturan saran kesehatan menjadi sangat penting.

Keempat, mudah dijangkau dari sisi jarak dan juga pembiayaannya. Yang terakhir tentunya adalah bermutu, bertumpu pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan, sehingga dapat memuaskan pemakai jasa, serta tata cara penyelenggaraan yang sesuai dengan kode etik dan standar.

Program JKN-KIS ini harus diakui sudah sangat membantu banyak masyarakat yang sakit. Istri saya sendiri yang sakit, obat per harinya itu bisa sampai Rp 3,8 juta. Kadang bisa sampai Rp 7,8 juta. Untungnya istri saya punya kartu JKN-KIS, sehingga bisa sangat terbantu. Ini hanya salah satu contoh kecil. Di luar sana banyak sekali masyarakat yang sudah terbantu program ini.

Terkait peran Pemda, BPJS Kesehatan tidak usah khawatir, saya jamin seluruh kepala daerah juga punya komitmen yang tinggi untuk mendukung program JKN-KIS, sudah berusaha terus-menerus. Kami juga sudah mendorong asosiasi DPRD untuk mendukung penuh kepala daerah dalam mensukseskan program ini, menyusun anggaran belanja yang sama, melakukan pengawasan yang sama, agar program JKN-KIS bisa dinikmati secara merata oleh seluruh masyarakat di Indonesia. Tinggal sistemnya bagaimana, sosialisasinya bagaimana, anggarannya bagaimana. BPJS Kesehatan sebagai stakeholder saya yakin akan bisa lebih berperan dengan adanya kerja sama dengan pemerintah daerah.

Bagi yang belum melakukan integrasi Jamkesda?

Untuk 136 Kabupaten / Kota yang belum melakukan integrasi, saya mohonkan kepada para Gubernur, Bupati dan Walikota agar segera mendukung pengintegrasian tersebut untuk memperlancar pelayanan kesehatan masyarakat, dan juga memperbaiki kualitas pelayanan kesehatan masyarakat menjadi lebih mudah dijangkau, nyaman, dan dapat diterima oleh masyarakat setempat.

Untuk yang belum melakukan integrasi sampai batas waktu, sebenarnya tidak ada sanksi secara prinsip. Tapi saya sebagai Mendagri melakukan koreksi terhadap RAPBD provinsi setiap tahun. Setidaknya yang dialokasikan dan dibahas bersama antara Gubernur dengan DPRD ada skala prioritasnya, salah satunya bidang pendidikan dan kesehatan.

Ajak Seluruh PemdaIntegrasikan Jamkesda Ke JKN-KIS

Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo

INFO

BP

JS K

ESEH

ATA

N

Edisi 44 2016

Page 6: INFOBPJS - BPJS Kesehatan Bye-bye Demam Berdarah ... Dalam edisi 44 kali ini, ... media ini dapat menjadi jembatan informasi yang efektif bagi BPJS Kesehatan dan seluruh stakeholder.

INFO

BP

JS K

ESEH

ATA

N

Edisi 44 2016

6

MANFAAT

Program Jaminan Kesehatan Nasionl-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) menggunakan metode pembayaran Indonesia Case Based Groups (INA-CBGs) untuk pembayaran klaim di rumah sakit

(RS).

Sistem ini berbeda dengan metode pembayaran fee for service atau pasien harus mengeluarkan biaya per setiap pelayanan kesehatan yang diberikan, yang telah lama dipraktikan di Indonesia.

Dengan INA-CBGs, standar tarif yang digunakan untuk membayar pelayanan di RS yang melayani pasien peserta JKN-KIS sudah ditentukan oleh pemerintah. Model tarif INA-CBGs sejatinya merupakan tarif paket berdasarkan diagnosa penyakit yang sudah mencakup semua biaya yang dihabiskan dalam pengobatan suatu penyakit yang telah dihitung total dari biaya obat, perawatan maupun operasi, sehingga pelayanan pada pasien pun sesuai standar.

Standardisasi tarif diharapkan dapat meningkatkan mutu dan efisiensi RS dengan merubah cara pandang dan perilaku RS dalam mengelola dan memberikan pelayanan sehingga mampu mengendalikan RS untuk tidak melakukan prosedur tindakan yang tidak perlu terhadap pasien.

Kendati sistem pembayaran paket ini sudah umum dilakukan dibanyak negara, penerapan sistem ini di Tanah Air mengundang polemik. Beberapa komponen biaya yang dicantumkan dalam INA-CBGs dianggap terlalu rendah. Hal ini tentu saja dikeluhkan oleh RS dan para tenaga medis.

“Besaran biaya yang ditanggung INA-CBGs dikritik lantaran dinilai terlalu kecil sehingga membuat rugi RS yang melayani pasien BPJS Kesehatan. Imbasnya tidak semua RS swasta mau bekerja sama dengan BPJS untuk melayani pasien JKN-KIS,” ujar Ketua PB Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Ilham Oetama Marsis, saat dihubungi beberapa waktu lalu.

Hal senada juga disampaikan oleh Ketua Komisi Monitoring dan Evaluasi Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Zaenal Abidin. Menurut dia, pengelompokan tarif INA-CBGs kurang baik, khususnya perawatan intensif dan rawat inap jangka panjang. Akibatnya, RS mengeluarkan biaya lebih dibanding tarif yang bisa diklaim.

Rendahnya tarif yang tercantum dalam paket INA-CBGs membuat RS swasta masih ragu untuk menjalin kerja sama dengan BPJS Kesehatan selaku pengelola program JKN-KIS.

Berdasarkan data, dari sekitar 2.500 RS di Indonesia, 1.900 RS bekerjasama dengan BPJS Kesehatan. Dari jumlah itu, sekitar 50%-nya ialah RS milik swasta yang dapat menjadi provider JKN-KIS.

“Tantangan terbesar adalah menarik kian banyak RS swasta ikut JKN-KIS. banyak RS swasta enggan berpartisipasi dalam

JKN-KIS karena tarif disamakan dengan RS pemerintah. Seharusnya pemerintah konsisten dan mau memberikan

tarif INA-CBGs yang lebihbesar untuk RS swasta.,” ujarZaenal.

Belum bergabungnya sejumlah RS swasta untuk melayani pasien JKN-KIS, menurut Zaenal berdampak negatif pada pelaksanaan sistem JKN-KIS. Pasalnya, pasien rujukan menumpuk di RS milik pemerintah. Imbasnya, pemandangan pasien mengular untuk antri mendapatkan pengobatan menjadi pemandangan sehari-hari di RS pemerintah.

Untuk itu Zaenal mengatakan, penting bagi pemerintah, untuk melakukan evaluasi tarif INA-CBGs secara berkala. Selain itu, juga harus ada perbedaan tarif antara RS pemerintah dan swasta. Pasalnya, berbeda dengan RS pemerintah yang mendapatkan sokongan dana APBN/

APBD, RS swasta mengeluarkan investasi dan modal yang cukup besar untuk misalnya, membangun gedung, pengadaan alat kesehatan dan obat-obatan.

Tarif INA CBGs yang rendah, lanjutdia, juga dapat bermuara pada pelayanan substandar, tingginya angka rujukan dan bahkan berpotensi besar meningkatkan hilangnya nyawa manusia yang tidak ternilai harganya.

Menanggapi hal itu, Staf Ahli Menteri Kesehatan bidang Ekonomi Donald Pardede menyebutkan, tarif INA-CBGs memang sudah direvisisecara berkala dalam periode tertentu.

Secara umum, lanjut dia, tarif INA-CBGs dievaluasi dalam dua tahun sekali, dengan memperhatikan inflasi, kenaikan harga obat, alat kesehatan, dan sejumlah indikator lainya.

Donald sendiri membantah bahwa tarif INA-CBGs semuanya terlalu rendah. Sebagian besar tarif dinilai sudah masuk kriteria keekonomian. Memang, diawal terdapat sejumlah kelompok CBGs yang terlalu rendah. Dia mencontohkan tarif operasi orthopedi waktu dibuat alpa memasukan biaya pen, sekrup dan implant pada kasus patah kaki.

“Namun, tarif itu selalu kita perbaiki secara berkala,” tambah dia.

Naik

Berkenaan perlunya patokan tarif berbeda untuk RS swasta dengan RS pemerintah, juga diamini oleh Menteri Kesehatan Nila F. Moeloek. Menurut dia, RS swasta seharusnya mendapatkan klaim pembayaran 5% lebih tinggi dari RS pemerintah.

"Semua biaya di RS swasta, termasuk gedung kan diusahakan dari kantong sendiri. Jadi wajar kalau perhitungan klaim-nya dibuat sedikit lebih tinggi," kata dia.

Menkes menambahkan, ada sekitar 47 RS swasta lagi yang menyatakan siap bergabung dalam program JKN-KIS, setelah melihat perhitungan yang baru dalam tarif INA-CBGs. Diharapkan makin banyak RS swasta yang menyatakan siap bergabung sebagai mitra.

Pembedaan tarif INA-CBGs antara RS swasta dengan pemerintah akhirnya terakomodasi dengan keluarnya

Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No 64 Tahun 2016 tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan dalam JKN-KIS. Peraturan yang ditetapkan tanggal 23 November 2016.

Dihubungi terpisah, Kepala Pusat Pembiayaan Jaminan Kesehatan Kemenkes Kalsum Komariyani, dalam permenkes terbaru ini, sudah diakomodasi perbedaan tarif antara RS swasta dan pemerintah untuk layanan rawat jalan dan rawat INAp.

Dia mencontohkan, perbedaan tarif rawat inap tertinggi untuk wilayah regional I, terdapat pada kode N--0-1, yaitu transplantasi ginjal, dengan selisih biaya tarif sekitar Rp7,5 juta. Sedangkan perbedaan tarif terendah pada kode T-4-10-11 untuk ketergantungan obat dan alkohol dengan selisih Rp31.900.

Rata-rata perbedaan tarif antaran RS swasta dan pemerintah di permenkes terbaru, lanjut Kalsum, berkisar Rp477.677.

Sedangkan untuk rawat jalan, selisih tertinggi terdapat pada kode prosedur kranitomi yang mencapai Rp282.900. Sedangkan selisih terendah ada pada kode prosedur manipulative osteopathic, yaitu sebesar Rp3.600. Rata-rata selisih biaya tarif rawat jalan antara RS swasta dan pemerintah mencapai Rp45.194.

“Harapan agar tarif biaya RS swasta lebih tinggi dari RS pemerintah sudah terpenuhi di dalam permenkes ini,” sebut Kalsum.

Lebih jauh dijelaskan, kendati banyak kode layanan mengalami kenaikan, tetapi tidak serta merta semua tarif layanan diberi kenaikan. Bahkan sejumlah kode tarif diturunkan disesuaikan dengan kondisi yang ada.

Dia mencontohkan, untuk rawat jalan regional I, terdapat 197 kode (67,93%) yang dinaikandan 40 kode (13,7%) diturunkan dari tarif sebelumnya. Sedangkan pada rawat inap, sebanyak 613 koded(77,69%) mengalami kenaikan tarif, dengan 173 kode mengalami penurunan.

Kalsum menambahkan, dengan adanya penambahan tarif ini diharapkan pelayanan RS pada pasien BPJS Kesehatan semakin meningkat dan semakin banyak RS swasta yang bergabung menjadi mitra BPJS Kesehatan. Dengan demikian, hal ini akan menjadi sokongan utama bagi terciptanya jaminan sosial semesta (universal coverage).

Skema Tarif INA-CBGs Semakin Rasional

INFO

BP

JS K

ESEH

ATA

N

Edisi 44 2016

Page 7: INFOBPJS - BPJS Kesehatan Bye-bye Demam Berdarah ... Dalam edisi 44 kali ini, ... media ini dapat menjadi jembatan informasi yang efektif bagi BPJS Kesehatan dan seluruh stakeholder.

INFO

BP

JS K

ESEH

ATA

N

Edisi 44 2016

7

TESTIMONI

Pakpak Bharat merupakan salah satu kabupaten di Sumatera Utara hasil pemekaran dari Kabupaten Dairi. Daerah ini terletak di kaki pegunungan Bukit Barisan dengan jumlah penduduk sekitar 55.000

jiwa. Di wilayah tersebut, hampir 90 persennya beretnis Pakpak.

Di bawah kepemimpinan Bupati Pakpak Bharat, Remigo Yolanda Berutu, kesehatan merupakan salah satu program prioritas Pemerintah Kabupaten Pakpak Bharat. Salah satu misinya adalah meningkatkan derajat kesehatan melalui pelayanan dan fasilitas kesehatan yang prima, terutama untuk ibu dan anak dalam mewujudkan generasi emas Pakpak Bharat.

“Bila kesehatannya sudah terjamin, apa saja akan lebih mudah tercapai. Kalau tidak disiapkan generasi yang sehat mulai dari sekarang, ke depannya kita akan kesulitan untuk mencapai perubahan-perubahan yang besar. Makanya bidang kesehatan jadi salah satu program prioritas, terutama menyangkut masalah kesehatan ibu dan anak,” ujar Remigo Yolanda Berutu saat kunjungannya ke Jakarta usai menerima penghargaan Inagara (Inovasi Administrasi Negara) Award 2016 dari Lembaga Administrasi Negara (LAN).

90 Persen Sudah Terlindungi JKN-KIS

Untuk memberikan perlindungan kesehatan kepada masyarakatnya, Pakpak Bharat dulunya juga memiliki program Jamkesda yang dikenal dengan nama 'Njuah Karina'. Ketika JKN-KIS mulai bergulir, Pemerintah Kabupaten Pakpak Bharat langsung mengintegrasikan program Jamkesdanya itu ke dalam program JKN-KIS.

“Dari seluruh penduduk Pakpak Bharat, saat ini 90 persennya sudah ter-cover program JKN-KIS. Untuk peserta Jamkesda yang iurannya dibayarkan dari APBD, jumlahnya

ada 18.000 jiwa. Selebihnya dari yang dulu Jamkesmas sebanyak 23.000 jiwa. Sisanya lagi mendaftar ke BPJS

Kesehatan secara mandiri,” terang Kepala Dinas Kesehatan Pakpak Bharat, Tomas.

Dalam setahun, dana yang disetorkan ke BPJS Kesehatan untuk membayar iuran peserta Jamkesda-nya yang sudah terintegrasi mencapai Rp 4 miliar. Tomas mengatakan, kerjasama dengan BPJS Kesehatan ini telah memberikan manfaat perlindungan kesehatan yang lebih luas kepada warganya. Pelayanannya pun bisa didapatkan sampai ke tingkat nasional. Di sisi lain, puskesmas yang ada di Pakpak Bharat juga bisa meningkatkan fasilitas dan mutu layanan melalui dana kapitasi yang diterima setiap bulan, maupun lewat pembiayaan bertarif INA-CBGs untuk rumah sakit.

“Dengan mengintegrasikan program Jamkesda ke dalam program JKN-KIS, kami sebetulnya lebih merasa nyaman. Dari sisi kami tidak perlu repot lagi kerja sama dengan banyak rumah sakit, karena di JKN-KIS sistem rujukannya sudah terstruktur. Kemudian pengelolaan keuangannya juga lebih simple. Kita tinggal setor saja iuran untuk 18.000 jiwa ke BPJS Kesehatan,” tuturnya.

Prioritas Kesehatan Ibu dan Anak

Kabupaten Pakpak Bharat saat ini memiliki satu RSUD dan delapan puskesmas. Diakui Tomas, sebagai daerah yang bisa dikategorikan terpencil, tantangan besarnya dalam memberikan pelayanan kesehatan salah satunya adalah jumlah dokter spesialis dan sub spesialis yang masih terbatas.

Untuk mengatasinya, Pemerintah Kabupaten Pakpak Bharat membuat program pemberian insentif yang tinggi kepada dokter spesialis yang bersedia praktek di Pakpak Bharat. “Untuk mendukung kesehatan masyarakat, kita buat kontrak sendiri untuk para dokter spesialis. Setiap bulannya kita kasih sampai Rp30 juta untuk satu dokter spesialis,” papar Tomas.

Dalam dua tahun terakhir, kesehatan ibu dan anak memang menjadi perhatian khusus Pemerintah Kabupaten Pakpak Bharat. Apalagi dulunya tingkat kunjungan ke puskesmas untuk melakukan persalinan masih tergolong rendah. Kebanyakan warga Pakpak Bharat lebih memilih untuk melahirkan lewat bantuan dukun di rumah. Padahalnya prosesnya tidak steril dan penuh risiko.

“Di daerah yang sudah maju, melahirkan di puskesmas mungkin sudah jadi hal yang biasa. Berbeda dengan Pakpak Bharat yang saat berdiri mulai bergerak dari minus. Tapi dua tahun terakhir ini, kami mulai mengarahkan para ibu agar melahirkan di puskesmas. Kami jemput mereka untuk dibawa ke puskesmas. Selain itu, kemampuan SDM-nya juga terus ditingkatkan. Setiap bidan dituntut untuk tahu dan tanggap terhadap kasus-kasus darurat. Makanya secara rutin kami berikan pelatihan-pelatihan untuk meningkatkan kompetensi mereka,” paparnya.

Melalui berbagai upaya yang dilakukan tersebut, saat ini jumlah ibu yang melahirkan di puskesmas sudah sangat meningkat menjadi di atas 60 persen. Selain itu, Dinas

Kesehatan Pakpak Bharat belum lama ini juga meluncurkan program “Si jari emas” atau Sistem Informasi dan Komunikasi untuk Jejaring Rujukan Expanding Maternal & Neonatal Survival. Tujuan sistem ini adalah untuk memastikan bahwa fasilitas penerima rujukan telah siap siaga dalam menerima dan menangani pasien yang dirujuk.

“Sistem ini mengintegrasikan antara bidan, puskesmas, hingga rumah sakit. Jadi apabila ada ibu hamil yang datang ke puskesmas dan dideteksi ada kelainan yang berbahaya, bidan tinggal mengirim pesan ke call center 'Si jari emas'. Nantinya petugas kesehatan di rumah sakit akan langsung merespon. Dokter obgyn juga akan memberikan arahan apa saja yang harus dilakukan bidan sebelum pasien tersebut dirujuk ke rumah sakit. Ketika tiba, rumah sakit pun sudah lebih siap,” terangnya.

Selain itu untuk memudahkan mobilitas para bidan desa saat melakukan “jemput bola” ke rumah warga, setiap bidan yang jumlahnya mencapai 52 orang juga mendapatkan fasilitas berupa sepeda motor, mengingat di Pakpak Bharat sangat sulit menemukan angkutan umum.

Program unggulan lainnya untuk mendukung kesehatan ibu hamil dan bayi adalah “SMS Bunda”. Dalam program ini, setiap ibu hamil akan mendapatkan informasi secara rutin mengenai kehamilannya dari bulan ke bulan, edukasi mengenai perilaku hidup bersih dan sehat, serta tanda-tanda bahaya yang harus diwaspadai sesuai dengan usia kehamilan atau usia bayi.

Ditambahkan Tomas, Dinas Kesehatan Pakpak Bharat juga terus berupaya mendekatkan fasilitas kesehatan kepada seluruh warganya. Misalnya dengan mengadakan pemeriksaan kesehatan rutin seperti cek gula darah atau tekanan darah di pasar. Ke depannya, Pakpak Bharat juga siap menjadi daerah percontohan penanganan narkoba melalui pembangunan pusat rehabilitasi narkoba.

Sebagai bentuk komitmennya untuk mendukung program-program strategis nasional, termasuk di dalamnya program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) - Kartu Indonesia Sehat (KIS), Pemerintah Kabupaten Pakpak Bharat telah lama mengintegrasikan program Jamkesdanya ke dalam program JKN-KIS. Di luar program tersebut, pembangunan di bidang kesehatan memang sudah jadi fokus utama Pemerintah Kabupaten Pakpak Bharat, utamanya meningkatkan derajat kesehatan ibu dan anak sebagai generasi penerus Pakpak Bharat.

Kabupaten Pakpak Bharat

Fokus Benahi Masalah Kesehatan Ibu dan Anak

Bupati Pakpak BharatRemigo Yolanda Berutu

INFO

BP

JS K

ESEH

ATA

N

Edisi 44 2016

Page 8: INFOBPJS - BPJS Kesehatan Bye-bye Demam Berdarah ... Dalam edisi 44 kali ini, ... media ini dapat menjadi jembatan informasi yang efektif bagi BPJS Kesehatan dan seluruh stakeholder.

INFO

BP

JS K

ESEH

ATA

N

Edisi 44 2016

PERSEPSI8

Pertanyaan di atas terdengar akrab ? Kenapa setelah 3 tahun program Jaminan Kesehatan Nasional Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) berjalan, masih ada peserta masyarakat miskin dan orang

tidak mampu yang belum ditanggung oleh pemerintah? Sebenarnya apa yang menjadi kendala?

Salah satu azas program JKN-KIS adalah keadilan sosial. Salah satu perwujudannya yaitu bagi masyarakat miskin dan tidak mampu, iuran program JKN-KIS mereka, dibayarkan oleh pemerintah baik melalui APBN maupun APBD. Kelompok peserta yang iurannya dibayarkan oleh pemerintah ini, disebut Penerima Bantuan Iuran (PBI).

Pemerintah membayarkan iuran peserta PBI sebesarRp 23.000,00 per jiwa per bulan kepada BPJS Kesehatan. Seluruh manfaat pelayanan kesehatan yang diterima sama seperti peserta program JKN-KIS lainnya kecuali untuk kelas rawat inap, hak PBI adalah di kelas 3. Apabila peserta PBI naik kelas atas permintaan sendiri maka biaya pelayanan kesehatan sepenuhnya menjadi tanggung jawab yang bersangkutan.

Saat ini terdapat 91.151.594 jiwa PBI yang dibiayai APBN dan 15.157.423 jiwa PBI yang dibiayai APBD. Sebagaimana penerima program pemerintah lainnya, akurasi data peserta PBI masih menjadi masalah hingga saat ini.Terdapat masyarakat yang benar-benar miskin, tetapi tidak masuk dalam tanggungan pemerintah. Sebaliknya ada orang yang sesungguhnya mampu, malah menjadi peserta PBI.

Dalam kegiatan Bincang JKN-KIS bertema “Negarawan, Menjamin Rakyatnya Sehat dan Sejahtera Melalui Program JKN-KIS” Menteri Sosial, Khofifah Indar Parawansa, mengatakan UU No.13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin mengamanatkan proses pendataan fakir miskin dari bawah keatas (bottom up). Mekanismenya, seorang fakir miskin yang belum terdata secara aktif mendaftar dengan cara melapor kepada lurah atau kepala desa.

Kemudian, lurah atau kepala desa menyampaikan pendaftaran atau perubahan data keluarga miskin kebupati/walikota. Selanjutnya, bupati/walikota melanjutkan data itu kepada gubernur untuk diteruskan ke Menteri Sosial. “Sampai sekarang saya belum pernah mendapat sandingan data di luar Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) 2011 dan Pemutakhiran Basis Data Terpadu (PBDT) 2015 dari bupati/walikota. Kami berharap amanat UU No.13 Tahun 2011 itu bisa dilaksanakan bersama agar update data bisa dilaksanakan sesuai regulasi,” kata Khofifah.

Dalam waktu dekat Kementerian Sosial akan mengirim data PBDT itu kepada bupati/walikota seluruh Indonesia. Dia berharap bupati/walikota merespon dengan baik proses verifikasi dan validasi data PBI tersebut. Sampai saat ini tercatat ada 259 bupati/walikota yang sudah mengajukan update data secara terperinci beradasarkan nama dan alamat(by name by address).

Khofifah menjelaskan tugas Kementerian Sosial dalam pendataan PBI adalah melakukan verifikasi dan validasi atas data yang diterima dari daerah dengan tujuan meminimalisir “salah sasaran” penerima program. Pemerintah mengalokasikan anggaran yang cukup besar untuk program-program perlindungan sosial seperti JKN-KIS untuk PBI ini. Namun manfaat yang akan dirasakan masyarakat salah satunya tergantung pada proses pendataan di lapangan. Untuk itu ia berharap pemerintah daerah memberikanperhatian yang serius terkait kegiatan pendataan tersebut.

Masalah lainnya adalah keberadaan dinas sosial di daerah yang bukan merupakan sub ordinat dari Kementerian Sosial di tingkat pusat. Meskipun UU No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah menyebutkan bahwa salah satu dari 6 urusan pemerintah daerah yakni sosial, pada praktiknya peran serta dinas sosial sangat bergantung pada urutan prioritas yang dimiliki pemerintah daerah. Seringkali pemerintah daerah memandang dinas sosial sebagai

sumber biaya daerah (cost center) yang hanya menjadi tempat lewat berupa-rupa dana bantuan sosial. Bahkan tak jarang dinas sosial diberdayakan untuk pekerjaan-pekerjaan yang tidak selaras dengan fungsinya.

Kendala inilah yang dihadapi dalam pendataan masyarakat miskin dan orang tidak mampu. Meskipun pemerintah pusat melalui Kementerian Sosial telah berupaya membantu proses verifikasi dan validasi data hingga kedaerah dengan membentuk Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD), hasilnya tetap belum optimal.

Khofifah mengingatkan pemerintah daerah mengembalikan dinas sosial kepada fungsi dan memberikan wewenang yang memadai untuk dapat menjalankan tugas pokoknya. Pasalnya dalam melakukan penanganan fakir miskin termasuk pendataan PBI peran dinas sosial sangat dibutuhkan.

Selain itu Khofifah mengimbau kepada seluruh kepala desa atau lurah untuk membuka pendaftaran keluarga fakir miskin di daerahnya. Kemudian data itu diteruskan kepada bupati/walikota, gubernur hingga akhirnya sampai kepada Menteri Sosial. “Aturan UU No.13 Tahun 2011 memang begitu,” ujarnya.

Tetangga Saya Miskin, Kenapa Dia Tidak Dapat Kartu Indonesia Sehat ?

Page 9: INFOBPJS - BPJS Kesehatan Bye-bye Demam Berdarah ... Dalam edisi 44 kali ini, ... media ini dapat menjadi jembatan informasi yang efektif bagi BPJS Kesehatan dan seluruh stakeholder.

INFO

BP

JS K

ESEH

ATA

N

Edisi 44 2016

INSPIRASI9

Failitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) merupakan tulang punggung dalam sistem pelayanan kesehatan di dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) – Kartu Indonesia

Sehat (KIS). Perannya sangat penting sebagai gatekeeper jaminan kesehatan untuk menjaga keberlangsungan program.

Karenanya, FKTP seperti puskesmas, klinik, atau dokter prakter perorangan yang menjadi provider BPJS Kesehatan dituntut untuk mampu menangani 144 diagnosa penyakit, sehingga tidak perlu merujuk lagi ke rumah sakit untuk kasus-kasus yang seharusnya bisa tuntas ditangani di Pelayanan Tingkat Pertama. Hal tersebut sangat penting untuk menghindari terjadinya fenomena rumah sakit sebagai “puskesmas raksasa”.

Dalam kegiatan Jambore Nasional Pelayanan Primer BPJS Kesehatan Tahun 2016, sejumlah FKTP juga mendapatkan apresiasi atas komitmennya memberikan pelayanan terbaik dalam menjalankan fungsi sebagai gatekeeper di Pelayanan Tingkat Pertama. Untuk FKTP terbaik kategori Rujukan Non Spesialistik, Puskesmas Bendahara terpilih menjadi yang terbaik.

Kuncinya Komunikasi

Puskesmas Bendahara terletak di Kabupaten Aceh Tamiang, sebuah daerah hasil pemekaran dari Kabuaten Aceh Timur yang terletak di perbatasan Aceh - Sumatera Utara. Dokter umum di Puskesmas Bendahara, Wilham Ali memaparkan, selain terus meningkatkan mutu dan layanan di puskesmas, hal penting agar sistem rujukan terselenggara sesuai indikasi medis dan kompetensi FKTP adalah komunikasi yang baik dengan pasien.

“Yang berkunjung ke Puskesmas

Bendahara ada tiga

kategori, yaitu

yang mudah mengerti, susah mengerti, dan tidak mau mengerti. Dari ketiganya, kebanyakan itu justru yang tidak mau mengerti. Jadi memang perlu trik-trik khusus untuk mendekatkan diri dengan mereka,” ujar Wilham Ali.

Di Puskesmas Bendahara, memang ada sebagian pasien yang datang hanya untuk meminta surat rujukan untuk mendapatkkan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Seringkali peserta JKN-KIS tersebut “menggawatdaruratkan” diri mereka sendiri, padahal sebetulnya penyakit yang diderita mereka bisa ditangani di tingkat puskesmas.

“Di masyarakat kita masih banyak yang berpikir, kalau sakitnya ingin cepat sembuh, ya harus ke dokter spesialis (di rumah sakit – red). Padahal dokter di Puskesmas juga punya kompetensi untuk mengobati penyakit mereka. Hal inilah yang harus kita komunikasikan ke pasien. Kita dengarkan dulu keluh kesah mereka, sampaikan solusi pengobatan yang bisa diberikan. Jadi memang perlu waktu khusus yang lebih lama. Saya juga sering bilang ke pasien, habis minum obat dari dokter Wilham, pasti tidak mau lagi minta rujukan. Saya katakan sambil bergurau, supaya komunikasinya lebih cair,” paparnya.

Wilham mengatakan, sebagian pasien yang meminta surat rujukan sebetulnya tidak dalam kondisi gawat darurat. Misalnya saja gejala sindroma dispepsia atau orang awam menyebutnya sakit maag. “Karena ada masalah lambung akibat stres, dada terasa nyeri disertai muntah. Pasien berpikir kalau mereka terkena serangan jantung. Padahal itu diakibatkan oleh stres yang membuat asam lambungnya naik. Ini kan sebetulnya tidak harus ke rumah sakit. Di Puskesmas juga bisa ditangani,” tuturnya.

Namun diakui Wilham, tidak semua pasien bisa dengan mudah diajak berkomunikasi. Beberapa kali ia juga menjumpai pasien yang berpotensi “ngamuk” bila tidak diberi surat rujukan. Untuk mengatasi tipe pasien yang seperti itu, kopi ternyata bisa menjadi jalan keluar.

“Aceh itu sering dijuluki negeri seribu warung kopi, karena banyak masalah bisa diselesaikan dengan minum kopi. Kalau ada pasien yang berpotensi ngamuk bila tidak dikasih rujukan, biasanya kami ajak ngobrol-ngobrol dulu di warung kopi dekat Puskesmas. Di situ biasanya mereka jadi lebih tenang, tidak gampang marah. Karena ada

Minum kopi sejatinya bukan hanya sekedar bagian dari gaya hidup. Di Aceh yang dijuluki negeri seribu warung kopi, minum kopi juga sering dipakai para tenaga kesehatan di Puskesmas Bendahara sebagai cara untuk mendekatkan diri dengan pasien. Kok bisa?

Jalankan Fungsi “Gatekeeper” dengan Kopi

beberapa pasien yang tiba-tiba saja minta rujukan tanpa menyampaikan dulu keluhannya. Begitu cerita, ternyata hanya hanya karena stres,” cerita Wilham.

Di sisi lain, Puskesmas Bendahara juga terus meningkatkan kualitas layanan dan juga tenaga kesehatannya, mulai dari dokter hingga perawat. Caranya antara lain dengan aktif mengikuti seminar atau pelatihan untuk meningkatkan kompetensi mereka, sehingga 144 diagnosa penyakit benar-benar bisa tuntas ditangani di tingkat puskesmas. Namun apabila seorang pasien sedang dalam kondisi gawat darurat dan memang membutuhkan penanganan khusus di rumah sakit, Wilham mengatakan puskesmasnya tidak akan mempersulit pasien tersebut untuk mendapatkan surat rujukan.

Program Prolanis

Untuk penanganan pasien peserta Prolanis (Program Pengelolaan Penyakit Kronis) seperti diabetes melitus, Puskesmas Bendahara juga membuat pertemuan rutin bulanan sebagai forum edukasi dan sharing antara dokter dan pasien. Di luar pertemuan tersebut juga ada kegiatan olahraga bersama yang rutin diadakan setiap minggu.

“Untuk pasien peserta Prolanis, kondisi penyakitnya memang selalu kita pantau dari bulan ke bulan. Misalnya kalau ada pasien yang tiba-tiba gula darahnya kembali naik, di pertemuan bulanan itu biasanya kita kasih edukasi lagi. Saya pribadi lebih suka sharing daripada wawancara. Jadi saya berikan waktu satu per satu untuk curhat kenapa misalnya gula darahnya bisa naik lagi, kemudian kita edukasi lagi bagaimana mengontrol penyakitnya itu,” tutur Wilham.

Puskesmas Bendahara saat ini memiliki dua dokter umum dan satu dokter gigi. Statusnya masih sebagai puskesmas rawat jalan dengan jumlah peserta JKN-KIS yang mencapai sekitar 7.000 peserta.

Puskesmas Bendahara, Aceh Tamiang

Rujukan Non Spesialistik Jadi Indikator Penilaian KBK

Dalam implementasi pembayaran Kapitasi Berbasis Komitmen Pelayanan (KBK), rasio rujukan rawat jalan non spesialistik juga merupakan salah satu indikator penilaian. Tujuannya untuk mengetahui kualitas pelayanan di FKTP, sehingga sistem rujukan terselenggara sesuai indikasi medis dan kompetensi FKTP.

Maksud dari jumlah rujukan rawat jalan kasus nonspesialistik adalah jumlah peserta yang dirujuk dengan diagnosa yang termasuk dalam jenis penyakit yang menjadi kompetensi dokter di FKTP sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, atau berdasarkan kesepakatan antara BPJS Kesehatan, FKTP, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Organisasi Profesi dengan memperhatikan kemampuan pelayanan FKTP, serta progresifitas penyakit yang merupakan keadaan khusus pasien atau kedaruratan medis.

Apabila hasilnya kurang dari 5 persen setiap bulan, maka FKTP tersebut telah memenuhi target pada zona aman. Sementara apabila hasilnya kurang dari satu persen tiap bulan, maka FKTP tersebut berhasil meraih target pada zona prestasi. Di Puskesmas Bendahara, jumlah rujukan rawat jalan kasus nonspesialistik-nya sudah mencapai kurang dari 5 persen.

INFO

BP

JS K

ESEH

ATA

N

Edisi 44 2016

Page 10: INFOBPJS - BPJS Kesehatan Bye-bye Demam Berdarah ... Dalam edisi 44 kali ini, ... media ini dapat menjadi jembatan informasi yang efektif bagi BPJS Kesehatan dan seluruh stakeholder.

INFO

BP

JS K

ESEH

ATA

N

Edisi 44 2016

Di sejumlah daerah, petugas pemantau jentik nyamuk (Jumantik) secara rutin mendatangi rumah warga untuk memastikan bahwa di lingkungan rumah warga benar-benar bersih atau

tidak ada jentik nyamuk Aedes Aegypti yang bersarang. Nyamuk bercorak bintik-bintik ini menjadi perantara penyebaran virus dengue melalui gigitannya dari manusia satu kemanusia lainnya, hingga akhirnya seseorang terjangkit penyakit demam berdarah dengue atau lebih popular dengan nama DBD.

Jika nyamuk Aedes Aegypti menggigit manusia yang sudah terinfeksi virus dengue maka nyamuk tersebut akan menghisap virus dengue masuk kedalam tubuhnya. Kemudian virus dengue akan berkembang biak kedalam kelenjar air liur nyamuk selama beberapa hari. Setelah itu, nyamuk Aedes Aegypti menularkan virus dengue kepada manusia lain melalui gigitannya.

Untuk memutus mata rantai penularan DBD yang efektif adalah dengan menjaga kebersihan lingkungan dan memberantas sarang nyamuk. Para Jumantik biasanya memeriksa tempat-tempat yang disukai nyamuk Aedes Aegipty untuk berkembang biak. Tempat itu antara lain, bak mandi, penampungan sisa air lemari pendingin atau kulkas, penampungan air dispenser air mineral, dan kaleng-kaleng bekas yang bisa digenangi air hujan. Jika dibiarkan maka populasi nyamuk Aedes Aegyptinya semakin banyak, berarti semakin besar potensi menularkan virus dengue dan jika tidak waspada maka bisa terjadi wabah demam berdarah dengue (DBD). Penyakit DBD bisa datang kapan saja dan tidak memandang siapa sasarannya bisa orang miskin atau pun orang kaya,Penderita pun tidak pernah tahu dimana tertularnya dan digigit oleh nyamuk yang mana. Penyakit DBD masih menjadi ancaman yang menakutkan karena sudah banyak korban meninggal dunia. Orang yang terjangkit DBD biasanya mengalami sejumlah gejala setelah terinfeksi virus dengue selama 3 hingga 14 hari. Gejala umumnya adalah demam. Suhu tubuh tiba-tiba tinggi mendadak selama 2 hingga 7 hari berturut-turut. Gejala lainnya yang menyertai demam dengue antara lain mual, muntah, nyerikepala, lemah, lesu, nyeri otot dan sendi, perdarahan spontan, serta ruam kulit.

Pada hari ke-3 hingga ke-5 demam akan reda. Namun di fase inilah yang paling berbahaya karena puncak terjadinya kebocoran plasma akibat reaksi antigen-antibodi. Akibatnya hematokrit akan meningkat dan trombosit akan turun drastis karena trombosit digunakan untuk menyumbat kebocoran tersebut. Menurut Dr Hindra Irawan Satari, SpA(K), M.Trop Paed. dari FK-UI, jika trombosit turun sampai tinggal belasan ribu tetapi hematokrit (konsentrasi darah merah) masih bagus, penderita DBD bisa selamat, karena tingkat kebocoran pembuluh darah tidak tinggi.

Jika Anda mengalami gejala-gejala mirip penyakit DBD, sebaiknya segera periksakan kedokter. Bagi peserta JKN-KIS bisa segera periksa dan konsultasi kedokter keluarga di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP).

Bagi penderita DBD ringan bisa dirawat di rumah. Namun, selama mengalami demam sebaiknya perbanyak konsumsi cairan seperti air putih, jus buah (jambu biji lebih baik), kuah sayur, dan sebagainya. Konsumsi minum tak perlu menunggu rasa haus karena selama demam tubuh memerlukan asupan cairan. Untuk mengetahui kebutuhan cairan sudah terpenuhi, antara lain buang air kecil setiap 4-6 jam sekali dan urin tak berwarna atau bening.

Selain itu, mengkonsumsi paracetamol sebagai obat penurun demam sesuai dosis yang dianjurkan dokter, jika demam masih berlangsung konsumsi paracetamol bisa diulang setiap empat hingga enam jam. Perawatan di rumah tetap perlu pengawasan ketat dan perlu diperhatikan tanda-tanda bahaya dengue.

Jika terjadi tanda bahaya maka harus segera kedokter dan lebih baik dirawat di rumah sakit. Tanda bahaya itu antara lain, suhu turun tetapi keadaan memburuk, nyeri perut hebat, muntah-muntah secara terus menerus, tangan-kaki dingin dan lembab, gelisah dan tampak lemas, terjadi perdarahan spontan seperti mimisan, gusi berdarah,buang air besar berwarna hitam, sesak nafas, tidak buang air kecil lebih dari empat hingga enam jam, dan mengalami kejang.

Untuk melakukan pencegahan, hingga kini belum ada vaksin yang dapat mencegah terjangkitnya virus dengue. Oleh karena itu, pencegahan bisa dilakukan antara lain dengan cara mambasmi sarang nyamuk. Agar nyamuk Aedes Aegypti tidak berkembang biak, jangan membiarkan berbagai wadah yang tergenang air tidak mengalir.

Mengganti air dalam bak mandi secara rutin, bersihkan wadah seperti ember, pot, dan wadah lainnya yang digenangi air dan taruh lah secara terbalik ( bagian lubang di bawah agar tidak digenangi air. Jika sengaja menyimpan air, tutuplah wadah air itu rapat.

Jika diperlukan bisa menggunakan abate untuk mencegah berkembang biaknya jentik nyamuk. Untuk menghindar gigitan nyamuk bisa menggunakan obat nyamuk oles atau bakar, dan menggunakan kelambu saa tidur. Ada juga yang menggunakan kapur barus atau kamper untuk menjauhkan nyamuk. Caranya, bakar kapur barus disebuah ruangan dan tutup jendela serta pintu selama kurang lebih 15 menit. Setelah itu ruangan akan terbebas dari nyamuk.

Hal yang terpenting untuk mencegah penularan virus dengue dengan cara tidak memberi kesempatan nyamuk Aedes Aegypti berkembang biak.

Apalagi saat ini, musim hujan, bergantian musim, dan kondisi musim tidak menentu. Kondisi ini mendukung hadirnya berbagai penyakit termasuk demam berdarah dengue.

Jadi, jangan ditunda lagi, menjaga kebersihan melalukan gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN). Menjaga lingkungan selalu bersih sehingga tidak ada lagi peluang bagi nyamuk berkembang biak. Dengan langkah jitu itu, penyakit DBD dapat dikendalikan. Kehadiran petugas Jumantik ditengah warga, akan membantu pengendalian penyakit DBD secara berkesinambungan. Karena nyamuk Aedes Aegypti masih terus ada setiap saat dan siap menggigit manusia kapan saja.

Ayo, menjalani pola hidup bersih dan sehat. Dengan membasmi sarang nyamuk maka selamat tinggal demam berdarah. Bye bye DBD.

10

SEHA

T & G

AYA

HIDU

P10

Sarang NyamukBye-bye Demam BerdarahNo

INFO

BP

JS K

ESEH

ATA

N

Edisi 44 2016

Page 11: INFOBPJS - BPJS Kesehatan Bye-bye Demam Berdarah ... Dalam edisi 44 kali ini, ... media ini dapat menjadi jembatan informasi yang efektif bagi BPJS Kesehatan dan seluruh stakeholder.

INFO

BP

JS K

ESEH

ATA

N

Edisi 44 2016

KILAS & PERISTIWA

JAKARTA24 Oktober 2016

11

Sebagai badan hukum publik yang lebih dari dua tahun mengelola program jaminan kesehatan di Indonesia, BPJS Kesehatan terus berupaya menerapkan tata kelola yang baik (good governance) secara konsisten dan berkelanjutan. Langkah BPJS Kesehatan dalam mencapai kontinyuitas good governance tersebut, ditandai melalui Penandatanganan Piagam Manajemen Risiko oleh Direksi dan Dewan Pengawas BPJS Kesehatan, Senin (24/10) di Jakarta. Piagam Manajemen Risiko adalah penjabaran kebijakan mengenai tugas, fungsi, wewenang dan tanggung jawab antara Direksi dan Dewan Pengawas BPJS Kesehatan sehingga masing-masing pemangku kepentingan dapat memahami hakikat fungsi pengelolaan risiko. Melalui Piagam Manajemen Risiko ini, para pemangku kepentingan juga dapat mengukur dan menilai keberhasilan manajemen risiko BPJS Kesehatan dalam mengidentifikasi dan memperioritaskan risiko organisasi, serta tindakan yang dilakukan dalam mengelola risiko tersebut. “Penandatanganan Piagam Manajemen Risiko ini merupakan perwujudan atas komitmen Direksi dan Dewan Pengawas dalam memberikan dukungan penuh terhadap kebijakan manajemen risiko BPJS Kesehatan agar tercapai good governance. Kedepannya, Piagam Manajemen Risiko diharapkan dapat menjadi pedoman bagi seluruh pemangku kepentingan dalam implementasi manajemen risiko, agar dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawab secara efektif, efisien, transparan, independen, dan dapat dipertanggungjawabkan.” kata Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris usai acara tersebut. Menurut Fachmi, budaya sadar risiko sangat penting diimplementasikan seluruh Duta BPJS Kesehatan, sebab manajemen risiko BPJS Kesehatan merupakan tanggung jawab seluruh lini dalam manajemen BPJS Kesehatan dari unit kerja pusat, regional, hingga cabang. Melalui pengoptimalan implementasi manajemen risiko, diharapkan akuntabilitas pengelolaan program JKN-KIS di setiap level dapat terwujud dengan baik.

Manajemen risiko BPJS Kesehatan menerapkan model tiga lapis pertahanan (three lines defense) yang terdiri atas unit kerja terkait sebagai lini pertama, Departemen Manajemen Risiko sebagai lini kedua, serta Satuan Pengawas Intern sebagai lini ketiga. Metode tiga lapis pertahanan tersebut menjelaskan batasan dan peran unit kerja dalam implementasi manajemen risiko BPJS Kesehatan. Di lini pertama, unit kerja terkait bertugas memastikan adanya lingkungan pengendalian yang kondusif, mengelola proses bisnis, melakukan penanganan, dan mengelola risikonya, serta menerapkan kebijakan manajemen risiko yang ditetapkan dalam menjalankan peran dan tanggungjawabnya.

Sementara di lini kedua, Departemen Manajemen Risiko bertugas mengembangkan dan memantau implementasi manajemen risiko secara keseluruhan, melakukan pengawasan terhadap bagaimana fungsi bisnis dilaksanakan sesuai kebijakan manajemen risiko, serta memantau dan melaporkan risiko-risiko organisasi secara menyeluruh kepada Direksi. Satuan Pengawas Intern sebagai lini terakhir bertugas melakukan revisi dan evaluasi terhadap rancang bangun dan implementasi manajemen risiko secara keseluruhan. Selain itu, juga bertugas memastikan pertahanan lapis pertama dan lapis kedua berjalan sesuai rencana, serta mengawasi dan memastikan efektivitas penerapan manajemen risiko.

BPJS Kesehatan Konsisten Terapkan Good Governance

Sebagai upaya mengoptimalkan penyelenggaraan coordination of benefit (CoB) untuk menyukseskan implementasi program JKN-KIS di Indonesia, BPJS Kesehatan dan Perkumpulan Agen Asuransi Indonesia (PAAI) siap bersinergi. Komitmen tersebut diwujudkan melalui Penandatanganan Nota Kesepahaman yang dilakukan pada Jumat (28/10) di Jakarta. “Dengan dilakukannya penandatanganan Nota Kesepahaman ini, kami berharap PAAI dapat membantu penyelenggaraan program JKN-KIS, khususnya dalam hal sosialisasi program JKN-KIS kepada masyarakat, serta memperluas cakupan kepesertaan JKN-KIS melalui rekrutmen peserta,” kata Direktur Kepesertaan dan Pemasaran BPJS Kesehatan Andayani Budi Lestari. Menurut Andayani Budi Lestari, BPJS Kesehatan tidak mematikan asuransi swasta. Justru dengan adanya BPJS Kesehatan, kesadaran masyarakat tentang pentingnya memiliki jaminan kesehatan semakin meningkat. Masyarakat yang mampu dan ingin mendapat pelayanan non-medis lebih, seperti naik kelas ruang inap, bisa memanfaatkan skema CoB. “Bagi masyarakat yang mampu, memiliki double protection dari BPJS Kesehatan dan asuransi swasta adalah sebuah alternatif pilihan yang kian diminati. Ini kesempatan yang baik bagi para agen asuransi swasta untuk mempromosikan produk asuransi tambahannya. Semakin banyak masyarakat yang teredukasi tentang manfaat double protection, maka semakin tumbuh pula industri asuransi swasta,” katanya. Andayani melanjutkan, agar skema CoB berjalan sesuai dengan prinsip program JKN-KIS dalam hal kendali mutu dan kendali biaya, maka produk AKT harus menggunakan sistem rujukan berjenjang dan menyediakan FKTP sebagai gate keeper. Dalam rangka memperkuat implementasi CoB, berbagai perbaikan pun telah dilakukan. Salah satunya melalui Peraturan BPJS Kesehatan Nomor 4 Tahun

2016 tentang Petunjuk Teknis Koordinasi Manfaat. Terdapat prinsip dalam implementasiCoB, di antaranya :

1. Penerapan CoB dilakukan bagi peserta JKN- KIS yang memiliki hak atas perlindungan program Asuransi Kesehatan Tambahan (AKT) (didaftarkan oleh perusahaan atau mendaftar sendiri).2. Memastikan peserta memperoleh hak sesuai mekanisme yang berlaku pada BPJS Kesehatan.3. Tidak melebihi total jumlah biaya pelayanan kesehatannya.4. Ketentuan pelaksanaan CoB BPJS Kesehatan dengan penyelenggara AKT (indemnity, cash plan dan managed care) yaitu:

• BPJS Kesehatan sebagai penjamin pertama.• Penyelenggara AKT sebagai pembayar pertama.

5. Jika peserta JKN-KIS memiliki lebih dari satu AKT, maka:

• Koordinasi manfaat hanya dilakukan oleh salah satu AKT yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan.• Peserta atauBadan Usaha dapat secara langsung melakukan pendaftaran dan pembayaran iuran kepada BPJS Kesehatan tanpa melalui Penyelenggara AKT.

Sampai dengan September 2016, BPJS Kesehatan telah melakukan perjanjian kerja sama koordinasi manfaat dengan PT Jasa Raharja (Persero) dan dengan 52 AKT. Ada pun AKT yang telah mendaftarkan peserta CoB kepada Kantor Cabang Prima BPJS Kesehatan berjumlah 13 Asuransi Kesehatan yang terdiridari 105 Badan Usaha dengan 234.636 jiwa yang terdaftar sebagai peserta CoB.

JAKARTA28 Oktober 2016

Agen Asuransi Indonesia Siap Dukung Optimalisasi Koordinasi Manfaat BPJS Kesehatan

Page 12: INFOBPJS - BPJS Kesehatan Bye-bye Demam Berdarah ... Dalam edisi 44 kali ini, ... media ini dapat menjadi jembatan informasi yang efektif bagi BPJS Kesehatan dan seluruh stakeholder.

Salah satu manfaat bagi peserta JKN adalah promotif dan preventif yang meliputi pemberian layanan

Penyuluhan kesehatan, meliputi paling

sedikit penyuluhan mengenai pengelolaan

faktor resiko penyakit dan perilaku hidup

bersih dan sehat.

1

2

3

4

Imunisasi dasar meliputi, Baccile Calmett Guerin (BCG), Difteri Pertusis Tetanus dan Hepatitis-B (DPT-HB), Polio dan Campak.

Keluarga Berencana, meliputi konseling,

kontrasepsi dasar, vasektomi, dan tubektomi.

Skrining kesehatan, diberikan secara

selektif yang ditujukan untuk mendeteksi

risiko penyakit dan mencegah dampak

lanjutan dari risiko penyakit tertentu.

* Vaksin untuk imunisai dasar dan alat kontrasepsi dasar disediakan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah

www.bpjs-kesehatan.go.id