Top Banner
Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi di Provinsi Sulawesi Selatan i PENGARUH KOMODITAS PERTANIAN TERHADAP INFLASI DI PROVINSI SULAWESI SELATAN TIM PENYUSUN INSTITUTE FOR SOCIAL AND POLITICAL DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN ECONOMIC ISSUES (ISPEI) DAN HORTIKULTURA SULSEL
122

Inflasi Pertanian Sulsel

Jan 18, 2023

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Inflasi Pertanian Sulsel

Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan i

PENGARUH KOMODITAS PERTANIAN TERHADAP INFLASI

DI PROVINSI SULAWESI SELATAN

TIM PENYUSUN

INSTITUTE FOR SOCIAL AND POLITICAL DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGANECONOMIC ISSUES (ISPEI) DAN HORTIKULTURA SULSEL

Page 2: Inflasi Pertanian Sulsel

ii Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan

Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi di Provinsi Sulawesi Selatan

Penyusun : Imam Mujahidin Fahmid Ridwan Muliadi Saleh A. Iswan Afandi Yenni Fiqhiany Hamty Eha Sumantri Nurhaya J. Panga

Page 3: Inflasi Pertanian Sulsel

Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan

iii

Copyright @2013 pada Dinas Tanaman Pangan & Hortikultura SulselSampul/lay out: SyahrullahPenerbit : ISPEICetakan I : Nopember 2013ISBN :

Page 4: Inflasi Pertanian Sulsel

iv Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan

KATA PENGANTAR

Kegiatan Penelitian Pengaruh Komoditi PertanianTerhadap Inflasi di Provinsi Sulawesi Selatan yang diprogramkan oleh Dinas Pertanian Pangan dan HortikulturaPemerintah Provinsi Sulawesi Selatan merupakan salahsatu bentuk kepedulian Pemerintah Provinsi Sulawesiselatan melalui Dinas Pertanian Pangan dan HortikulturaProvinsi terhadap perkembangan perekonomian SulawesiSelatan dengan menjaga laju inflasi tetap sesuai denganyang ditargetkan khususnya di Kelompok Bahan MakananPangan dan Hortikultura yang terbukti sebagaipenyumbang inflasi terbesar di Sulawesi Selatan.

Dalam kegiatan ini Dinas Pertanian Pangan danHortikultura Provinsi Sulawesi Selatan telah menetapkanISPEI (Institute for Social and Political Economic Issue) sebagaimitra pelaksana kegiatan yang merupakan Lembaga Risetyang focus dan memiliki kepedulian terhadapperkembangan ekonomi di Sulawesi Selatan.

Kegiatan tersebut telah dilaksanakan dari BulanJuli - September 2013. Bentuk kegiatannya adalahmelakukan desk study berupa pengumpulan data-data inflasidari tahun 2008-2013. Selanjutnya data tersebutkemudian ditabulasi dan dianalisis sehinggamenghasilkan data yang menggambarkan inflasi diSulawesi Selatan pada umumnya dan secara khususmenggambarkan inflasi komoditi pangan dan hortikultura.

Tujuan kegiatan ini adalah untuk menggambarkaninflasi di Sulawesi Selatan serta melihat komoditi apa

Page 5: Inflasi Pertanian Sulsel

Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan v

saja yang paling berperan terhadap pembentukan inflasidi Sulawesi Selatan khususnya di kelompok pengeluaranbahan makanan. Kegiatan ini juga bertujuan untukmemahami faktor-faktor apa saja yang memicu naiknyainflasi. Tujuan akhir dari kegiatan ini adalah lahirnyarekomendasi terhadap Pemerintah Provinsi SulawesiSelatan bagaimana menanggulangi inflasi di masa yangakan datang khususnya inflasi di sektor komoditipertanian.

Makassar, Nopember 2013

Tim Peneliti

Page 6: Inflasi Pertanian Sulsel

vi Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan

Page 7: Inflasi Pertanian Sulsel

Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan

vii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................iii

DAFTAR ISI............................................v

DAFTAR GAMBAR.......................................vii

DAFTAR TABEL.........................................ix

1. PENDAHULUAN.......................................1

1.1.....................................Latar Belakang

1

1.2...................Identifikasi Masalah Penelitian

7

1.3........................Rumusan Masalah Penelitian

8

1.4..................................Tujuan Penelitian

9

1.5.................................Manfaat Penelitian

10

1.6.............................Ruang Lingkup Kegiatan

11

1.6.1...............................Lingkup wilayah

11

1.6.2........................Jenis dan Sumber Data

11

1.6.3..............................Lingkup Kegiatan

11

1.6.4.............................Lingkup Substansi

12

Page 8: Inflasi Pertanian Sulsel

viii

Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan

1.6.5.............................Output / Keluaran

12

1.7...............................Definisi Operasional

12

2. KERANGKA TEORITIS................................13

2.1 Teori Pembentukan Harga.......................13

2.2 Permintaan dan Penawaran Komoditas Pertanian..15

2.3 Stabilisasi Harga.............................17

2.4 Peran Distribusi Dalam Pembentukan Harga

Komoditi.........................................17

2.5 Faktor Pemicu Kenaikan Harga komoditas.......18

2.6 Pembentukan Harga Komoditas...................19

2.7 Karakter Harga Komoditi Pertanian.............20

2.8 Perhitungan Inflasi...........................26

2.9 Pengaruh Fluktuasi Harga Komoditas Pertanian

Terhadap Inflasi.................................32

2.10..................................Peran Pemerintah

33

2.10.1.............................Kebijakan Fiskal

33

2.10.2.........................Sosialisasi Program

34

2.10.3................................Operasi Pasar

35

2.10.4.......................................Subsidi

36

Page 9: Inflasi Pertanian Sulsel

Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan ix

2.11..............................Penelitian Terdahulu

37

3. METODE PENELITIAN................................41

3.1 Waktu dan Tempat..............................41

3.2 Tahapan Kegiatan..............................41

3.3 Data..........................................42

3.4 Penulisan Laporan.............................43

4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN..................45

4.1 Inflasi Sulawesi Selatan......................45

4.1.1..................Inflasi Gabungan Empat Kota

45

4.1.2....Inflasi Kelompok Bahan Makanan Sulawesi

Selatan....................................48

4.2 Pembahasan....................................55

4.3 Profil Provinsi...............................63

4.3.1.......................................Geografi

63

4.3.2...............................Kondisi Ekonomi

63

4.3.3................................Kondisi Sosial

63

4.3.4..................................Pemerintahan

65

4.3.5.....Gambaran Umum Sektor Pertanian Sulawesi

Selatan....................................65

4.3.6..........Tentang Dinas Pertanian Pangan dan

Hortikultura Provinsi Sulawesi Selatan.....66

Page 10: Inflasi Pertanian Sulsel

x Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan

5. PENUTUP..........................................69

5.1 Kesimpulan....................................69

5.2 Rekomendasi...................................69

DAFTAR PUSTAKA.......................................73

Page 11: Inflasi Pertanian Sulsel

Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 ...Grafik Laju Inflasi Indonesia Desember 2011

sampai April 2013............................3

Gambar 2. ..Grafik Laju Inflasi Makassar Tahun Kalender

2013.........................................5

Gambar 3. ....Grafik Laju Inflasi Nasional dan Sulawesi

Selatan Januari 2012 – April 2013............6

Gambar 4. .......Bagan Alir Tahapan Kegiatan Penelitian

............................................41

Gambar 5 ..Grafik Laju Inflasi 4 Kota Besar di Sulawesi

Selatan.....................................46

Gambar 6. Grafik Nilai Sumbangan Inflasi Kelompok Bahan

Makanan Jan-Agust 2013......................48

Gambar 7 .Grafik Nilai Rata-rata Sumbangan Inflasi Sub

Kelompok Pengeluaran Bahan Makanan

Januari Sampai Agustus 2013.................50

Gambar 8 ......Grafik Nilai Rata-rata Sumbangan Inflasi

Beberapa Komoditi Pangan & Hortikultura

Bulan Januari Sampai Dengan Bulan

Agustus 2013................................51

Gambar 9 .Grafik Nilai Pergerakan Inflasi Bahan Makanan

Tahun 2012..................................52

Gambar 10...Grafik Nilai Sumbangan Inflasi Sub Kelompok

Bahan Makanan Terkecil sampai dengan

Terbesar Tahun 2012.........................53

Page 12: Inflasi Pertanian Sulsel

xii

Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan

Gambar 11........Urutan Nilai Sumbangan Inflasi/Deflasi

Beberapa Komoditi Pertanian Sul-Sel 2012....55

Page 13: Inflasi Pertanian Sulsel

Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan

xiii

Page 14: Inflasi Pertanian Sulsel

xiv

Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan

DAFTAR TABEL

Tabel 1. ..Laju Inflasi Sulawesi Selatan, Nasional dan

Empat Kota Besar.............................45

Tabel 2. ......Kelompok Pengeluaran Perhitungan Inflasi

Sulawesi Selatan 2008 – 2012.................46

Tabel 3. .......Nilai Rata-rata dan Persentase Kelompok

Pengeluaran Sul-Sel 2008 - 2012..............47

Tabel 4. .........Nilai Sumbangan Inflasi Sub Kelompok

Pengeluaran Bahan Makanan Januari Sampai

Agustus Sul-Sel 2013.........................49

Tabel 5. .....Nilai Sumbangan Inflasi Beberapa Komoditi

Pangan & Hortikultura Bulan Januari Sampai

Dengan Bulan Agustus 2013...................50

Tabel 6. ..Sumbangan Inflasi Bahan Makanan Tahun 2012.

.............................................51

Tabel 7. ....Nilai Sumbangan Inflasi dari Sub Kelompok

Bahan Makanan sul-Sel 2012...................52

Tabel 8. ......Nilai sumbangn Inflasi/deflasi Komoditi

Pangan dan Hortikultura sul-Sel 2012.........54

Tabel 9. .Komoditi Penyumbang Inflasi Terbesar Sul-Sel

Tahun 2012 & 2013............................56

Page 15: Inflasi Pertanian Sulsel

Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan 1

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia adalah negara yang sedang berkembang

dengan pertumbuhan ekonomi sekitar 6 persen pada tahun

2012. Sebagai negara yang sedang berkembang, memelihara

kestabilan dan pertumbuhan ekonomi adalah sangat

penting dalam melaksanakan pembangunan yang terus

berlanjut. Kestabilan ekonomi menyangkut segi

kestabilan tingkat harga, pendapatan nasional dan

pertumbuhan kesempatan kerja (Gunawan & Herman, 1991),

terhindar dari krisis ekonomi dan keuangan, inflasi

yang tinggi, volatilitas yang berlebihan dalam nilai

tukar dan pasar uang (IMF, 2013).

Inflasi merupakan fenomena umum yang terjadi pada

hampir seluruh negara baik pada tingkat perekonomian

nasional maupun regional. Pada tingkat yang relatif

rendah, inflasi tidak menimbulkan persoalan terlalu

serius bagi perekonomian bahkan diperlukan sebagai

insentif untuk merangsang peningkatan produksi barang

dan jasa. Sebaliknya jika pergerakannya berlangsung

sangat cepat pada tingkat yang cukup tinggi dan tidak

stabil, inflasi justru akan menimbulkan dampak yang

kurang menguntungkan bahkan dapat menjelma menjadi

penyakit yang akan mengganggu kelangsungan berbagai

Page 16: Inflasi Pertanian Sulsel

2 Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan

aktivitas perekonomian. Itulah sebabnya perubahan laju

inflasi harus dikendalikan agar selalu berada pada

tingkat dan interval yang relatif rendah serta stabil.

Tingkat inflasi yang tinggi mengganggu kelancaran

fungsi ekonomi pasar (Krugman, 1995). Pada tingkat

individu, inflasi memberikan sebuah korban pada orang-

orang dengan pendapatan tetap, inflasi relatif

mengorbankan kreditur, pada tingkat perusahaan,

pengaruh inflasi disebut 'menu biaya' Rotemberg (1982,

1983), Naish (1986), Dmaziger (1988), Benabou dan

Konieezny (1994), Yap (1996), Valdovinoz (2003), dan

Guerrero (2004) dalam Chinoby (2010) karena

mempengaruhi keluaran ketika perusahaan harus

mengeluarkan biaya karena mereka menyesuaikan diri

dengan tingkat harga baru (misalnya mengganti daftar

harga mereka untuk pelanggan).

Menurut Endri (2008), Inflasi merupakan indikator

penting untuk menganalisis ekonomi, terutama tentang

dampaknya terhadap variabel makro ekonomi agregat,

misalnya pertumbuhan ekonomi, keseimbangan eksternal,

daya saing, tingkat bunga dan bahkan distribusi

pendapatan. Sementara Mahmud (2013) mengatakan bahwa

Inflasi bagaikan dua sisi mata uang yang tidak

terpisahkan, inflasi dapat dianggap sebagai indikator

bahwa aktivitas ekonomi berjalan dengan pesat namun

di sisi lain, inflasi juga dapat dianggap sebagai

Page 17: Inflasi Pertanian Sulsel

Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan 3

kenaikan harga yang menjerat keuangan, terutama bagi

masyarakat yang berpenghasilan tetap.

Kestabilan inflasi di Indonesia merupakan

prasyarat bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia secara

berkesinambungan yang pada akhirnya dapat memberikan

manfaat untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat. Hal

ini menyebabkan pengendalian inflasi menjadi begitu

penting untuk dilakukan. Pertimbangan ini didasarkan

pada kenyataan bahwa inflasi yang tinggi dan tidak

stabil memberikan dampak negatif terhadap kondisi

sosial ekonomi masyarakat Indonesia pada umumnya dan

masyarakat Sulawesi Selatan secara khusus.

Inflasi yang tinggi akan menyebabkan pendapatan

riil masyarakat Sulawesi Selatan akan terus turun

sehingga standar hidup dari masyarakat turun dan

akhirnya menjadikan semua orang, terutama orang miskin,

bertambah miskin. Selanjutnya, inflasi yang tidak

stabil akan menciptakan ketidakpastian (uncertainty) bagi

pelaku ekonomi dalam mengambil keputusan. Inflasi yang

tidak stabil akan menyulitkan keputusan masyarakat

dalam melakukan konsumsi, investasi, dan produksi, yang

pada akhirnya akan menurunkan pertumbuhan ekonomi

Sulawesi Selatan. Disamping itu, tingkat inflasi

domestik yang lebih tinggi dibanding dengan tingkat

inflasi di negara tetangga menjadikan tingkat bunga

Page 18: Inflasi Pertanian Sulsel

4 Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan

domestik riil menjadi tidak kompetitif sehingga dapat

memberikan tekanan pada nilai rupiah (Endri, 2008).

Pencapaian inflasi Indonesia pada tahun 2012 cukup

menggembirakan. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat

inflasi kurun Januari sampai Desember 2012 sebesar 4,30

persen. Komponen inflasi secara umum terjadi pada

sektor bahan makanan, perumahan, air listrik dan

makanan jadi. Laju inflasi pada angka di bawah 10 %

dinilai atau masih tergolong rendah oleh BPS sehingga

angka 4,3% masih tergolong rendah. Meskipun demikian,

nilai ini mesti terus dijaga agar tidak meningkat di

tahun-tahun selanjutnya.

Laju inflasi yang terlalu tinggi dapat mengganggu

usaha pemerintah meningkatkan taraf hidup masyarakat.

Demikian juga jika laju inflasi terlalu rendah, karena

sektor produksi tidak memiliki dorongan untuk memacu

produksinya. Kenyataan ini mendorong pemerintah untuk

memperhatikan laju inflasi ini dalam usaha membangun

perekonomian. Kenaikan inflasi terlihat mulai meningkat

secara signifikan mulai dari akhir bulan Desember tahun

2011 sampai dengan bulan April 2013 sebagaimana

terlihat pada Gambar 1. Laju inflasi yang cenderung

terus meningkat dapat membahayakan laju pembangunan di

Indonesia.

Gambar 1 Grafik Laju Inflasi Indonesia Desember 2011 sampaiApril 2013.

Page 19: Inflasi Pertanian Sulsel

Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan 5

Dec-11

Jan-12

Feb-12

Mar-12

Apr-12

May-12

Jun-12

Jul-12

Aug-12

Sep-12

Oct-12

Nov-12

Dec-12

Jan-13

Feb-13

Mar-13

Apr-13

1.00%

2.00%

3.00%

4.00%

5.00%

6.00%

Sumber : BPS diolah

Nilai inflasi pada Tabel 1 di atas adalah nilai

inflasi nasional yang merupakan sumbangsih dari

beberapa kota besar di Indonesia termasuk provinsi

Sulawesi Selatan. Pengukuran inflasi di Indonesia

dilakukan melalui pengukuran IHK yang dikelompokkan ke

dalam 7 kelompok pengeluaran (berdasarkan the

Classification of Individual Consumption By Purpose -

COICOP), yaitu Kelompok Bahan Makanan, Kelompok Makanan

Jadi, Minuman, dan Tembakau, Kelompok Perumahan,

Kelompok Sandang, Kelompok Kesehatan, Kelompok

Pendidikan dan Olah Raga, serta Kelompok Transportasi

dan Komunikasi.

Fluktuasi harga komoditas pertanian saat ini sudah

mencapai kondisi yang serius sebagai akibat peningkatan

permintaan tidak diimbangi dengan penawaran yang cukup.

Selain itu kondisi iklim yang tidak menentu dan

instabilitas politik global mengakibatkan pula

peningkatan harga komoditas pangan internasional. Salah

Page 20: Inflasi Pertanian Sulsel

6 Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan

satu langkah yang diambil oleh pemerintah adalah

melakukan impor pangan seperti daging sapi, bawang

putih, beras dan kedelai. Persoalan timbul kemudian

ketika adanya keterlambatan impor yang mengakibatkan

kelangkaan sehingga memicu kenaikan harga yang sangat

tinggi dan berdampak pada kenaikan laju inflasi.

Salah satu pilar perekonomian di Indonesia,

khususnya di Provinsi Sulawesi Selatan adalah sektor

pertanian pangan dan hortikultura. Komoditas pertanian

ini termasuk dalam perhitungan IHK Kelompok Bahan

Makanan. Komoditas pertanian sangat penting dan

strategis karena menyangkut kebutuhan dasar manusia.

Seiring dengan terus meningkatnya jumlah populasi di

Sulawesi Selatan yang tidak diimbangi dengan kenaikan

penyediaan bahan pangan karena produktivitas pertanian

pangan yang meningkat lebih lambat akan mengakibatkan

ketahanan pangan di Sulawesi Selatan berada dalam

kondisi yang mengkhawatirkan. Kondisi ini dapat

menyebabkan harga komoditas pertanian terus meningkat

dan tidak stabil yang pada akhirnya berimbas pada

kenaikan laju inflasi di Sulawesi Selatan.

Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan memiliki

peran yang sangat besar dalam menjaga kestabilan harga.

Terkait dengan hal ini, sekurang-kurangnya terdapat

tiga peran utama Pemerintah Daerah. Pertama, menangani

permasalahan ekonomi sektor rill yang bersifat

Page 21: Inflasi Pertanian Sulsel

Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan 7

struktural (supply). Kedua, pengelolaan dampak

administered prices, dan yang ketiga adalah membentuk

ekspektasi inflasi masyarakat (Mahmud, 2013).

Selama lima tahun terakhir di Provinsi Sulawesi

Selatan inflasi tertinggi terjadi pada tahun 2008

dengan inflasi atau kenaikan indeks yang terjadi

sebesar 12,40 persen. Sedangkan inflasi terendah

terjadi pada tahun 2011 dengan inflasi sebesar 2,87

persen (BPS, 2013). Laju inflasi ini sangat

dipengaruhi oleh inflasi yang terjadi di Makassar

sebagai ibukota provinsi. Berikut ditampilkan data laju

inflasi Makassar Tahun Kalender 2013 menurut kelompok

pengeluaran yang diambil dari BPS Sulawesi Selatan,

2013.

Gambar 2. Grafik Laju Inflasi Makassar Tahun Kalender 2013.

Umum

Bahan Makanan

Makanan Jadi

Perumahan

Sandang

Kesehatan

Pendidikan

Transpor

5.5

10.11

2.37 3.08

-2.02

1.20.21

11.59

Sumber : BPS, Diolah

Page 22: Inflasi Pertanian Sulsel

8 Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan

Pada grafik 2 dapat dilihat bahwa inflasi dari

Kelompok Bahan Makanan adalah sebesar 10,11. Nilai ini

merupakan nilai tertinggi kedua setelah Kelompok

Transpor dengan nilai 11,59. Berdasarkan Grafik ini,

maka dapat dikatakan bahwa kelompok Bahan Makanan

merupakan penyumbang inflasi yang cukup besar di

Sulawesi Selatan.

Sejalan dengan data pada Grafik 2, Mahmud (2013)

mengatakan nahwa bahan pangan masih menjadi penyebab

inflasi di Sulawesi Selatan. Lebih lanjut beliau

mengatakan bahwa kerentanan dalam ketersediaan pasokan

bahan pangan terlihat dari tingginya volatilitas

inflasi bahan makanan dari tahun ke tahun. Pada tahun

2010, inflasi bahan makanan tercatat sangat tinggi

yaitu pada level 16,14% (yoy), inflasi volatile food juga

sangat signifikan hingga 3,45% pada tahun 2011. Sampai

pada bulan Maret 2013, inflasi volatile food telah

mencapai 9,53 % (yoy), memberi sumbangan lebih dari

setengahnya terhadap inflasi Sulampua (Sulawesi, Ambon

dan Papua) yang sebesar 5,05 % (yoy). Besarnya bobot

inflasi bahan pangan menyebabkan kerentanan yang

dimilikinya membawa ketidakstabilan terhadap inflasi di

Sulawesi Selatan.

Bila diamati perkembangan perubahan tingkat harga

antar daerah di Indonesia, Provinsi Sulawesi Selatan

merupakan daerah yang laju inflasi yang tergolong

Page 23: Inflasi Pertanian Sulsel

Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan 9

sangat fluktuatif. Pada bulan Mei, September, Oktober

dan November 2012 lalu, inflasi di daerah ini sangat

rendah bahkan lebih rendah dari inflasi Nasional.

Sebaliknya pada bulan Februari, Juli, Agustus dan

Januari 2013, inflasi di daerah ini sangat tinggi

bahkan lebih tinggi dari inflasi nasional. Hal ini

dapat dilihat pada Grafik 3 berikut ini.

Gambar 3. Grafik Laju Inflasi Nasional dan Sulawesi SelatanJanuari 2012 – April 2013.

Jan-12

Feb-12

Mar-12

Apr-12

May-12

Jun-12

Jul-12

Aug-12

Sep-12

Oct-12

Nov-12

Dec-12

Jan-13

Feb-13

Mar-13

Apr-13

-1.50-1.00-0.500.000.501.001.502.002.50

INDONESIA WATAMPONE MAKASARPARE-PARE PALOPO

Sumber : BPS, diolah.

Kontribusi setiap kelompok barang atau komoditi

terhadap pembentukan inflasi bergantung kepada dua hal

yaitu perubahan harga dan bobot komoditi tersebut dalam

perhitungan indeks harga konsumen. Selain kedua unsur

tersebut, faktor stabilitas harga atau frekuensi

perubahan harga suatu komoditi juga sangat menentukan

gejolak atau fluktuasi laju inflasi. Semakin tinggi

Page 24: Inflasi Pertanian Sulsel

10 Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan

frekuensi perubahan harga suatu komoditi semakin tinggi

keragaman laju inflasi dalam suatu periode waktu

tertentu dan akibatnya semakin besar ketidakpastian

yang ditimbulkannya. Pola perubahan harga seperti ini

akan berdampak terhadap pengambilan keputusan oleh para

aktor atau pelaku ekonomi baik produsen, maupun

konsumen dan pemerintah. (Bank Indonesia, Jambi).

Penelitian ini menjadi penting dilakukan untuk

melihat bagaimana sumbangan inflasi Komoditi Pertanian

yang masuk ke dalam Kelompok Bahan Makanan terhadap

pembentukan laju inflasi di Sulawesi Selatan. Dengan

mengetahui peran tersebut, maka pemerintah Sulawesi

Selatan dapat melakukan langkah-langkah penting untuk

menekan sumbangan inflasi dari sektor pertanian. Selain

itu, penelitian ini juga mencoba menemukan komoditi-

komoditi apa saja yang berperan sebagai penyumbang

strategis inflasi di Sulawesi Selatan sehingga dapat

diambil tindakan prioritas penanganan komoditi tersebut

untuk menjaga kestabilan inflasi di bidang Komoditi

Pertanian. Pengendalian harga pangan bersifat

struktural yang memerlukan solusi di tingkat daerah

karena Pemerintah Daerah dapat mempengaruhi sisi supply

pembentukan harga yaitu pada aspek produksi, distribusi

dan tata niaga (Mahmud, 2013).

Page 25: Inflasi Pertanian Sulsel

Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan 11

1.2. Identifikasi Masalah Penelitian

Banyak faktor yang bisa mempengaruhi kenaikan

harga pangan seperti faktor distribusi, tata niaga, dan

ketersediaan supply (Prastowo et al, 2008). Lebih lanjut

dikatakan bahwa faktor distribusi dinilai penting

karena gangguan distribusi ditengarai berpotensi

menimbulkan kelangkaan pasokan yang pada akhirnya dapat

memicu kenaikan harga dan ekspektasi inflasi

masyarakat, selain faktor gangguan distribusi, pengaruh

faktor rantai distribusi dan kenaikan biaya distribusi

juga berpengaruh terhadap pergerakan harga barang dan

akan memberikan tekanan terhadap inflasi.

Kemampuan dalam mengendalikan ketersediaan pangan

dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap distribusi

komoditas pangan disinyalir dapat mengurangi tekanan

inflasi yang berasal dari volatile foods. Kebijakan sektor

pertanian untuk meningkatkan produksi pangan merupakan

sebuah solusi jangka panjang dalam penciptaan ketahanan

pangan dan pengendalian harga pangan di dalam negeri.

Meskipun peningkatan produksi pertanian tidak dapat

dilakukan secara instan karena terkait dengan

infrastruktur, luas lahan, teknologi dan keahlian yang

memerlukan investasi dan penanganan jangka panjang,

namun hal ini tetap menjadi sangat penting untuk

dilakukan sejak saat ini untuk membuat laju inflasi

tetap terkendali di masa yang akan datang.

Page 26: Inflasi Pertanian Sulsel

12 Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan

1.3. Rumusan Masalah Penelitian

Laju inflasi yang terlalu tinggi di Sulawesi

Selatan dapat mengganggu usaha Pemerintah Provinsi

Sulawesi Selatan dalam meningkatkan taraf hidup

masyarakatnya. Inflasi yang tinggi akan menyebabkan

pendapatan riil masyarakat akan terus turun sehingga

standar hidup dari masyarakat Sulawesi Selatan menurun

yang pada akhirnya menjadikan semua orang, terutama

orang miskin, menjadi semakin miskin. Selain dampak

tersebut, inflasi yang tidak stabil juga akan

menciptakan ketidakpastian bagi pelaku ekonomi dan

investor dalam mengambil keputusan untuk melakukan

investasi di Sulawesi Selatan. Salah satu hal yang bisa

dilakukan oleh pemerintah Sulawesi Selatan dalam

memecahkan persoalan ini adalah menstabilkan inflasi

komoditi pertanian yang disinyalir oleh BI Wilayah

Sulampua sebagai penyumbang inflasi terbesar di

Sulawesi Selatan.

Komoditi pertanian termasuk ke dalam kelompok

Bahan Makanan dalam perhitungan inflasi. Kelompok

Bahan Makanan merupakan salah satu dari tujuh kelompok

pengeluaran yang menjadi perhitungan inflasi yang

terdiri dari Padi-padian, Umbi-umbian dan hasilnya,

Daging dan hasilnya, Ikan segar, Ikan diawetkan, Telur,

susu dan hasilnya, Sayur-sayuran, Kacang-kacangan,

Buah-buahan, Lemak dan minyak, dan Bahan makanan

Page 27: Inflasi Pertanian Sulsel

Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan 13

lainnya. Kenaikan harga dari salah satu komoditi

pembentuk inflasi di atas dapat memberikan sumbangan

terhadap perhitungan inflasi secara umum.

Dengan mengetahui komoditi pertanian pangan dan

hortikultura apa saja yang paling berperan terhadap

pembentukan inflasi, maka pemerintah Provinsi Sulawesi

Selatan dapat segera lebih memfokuskan upaya-upayanya

untuk menstabilkan ketersediaan komoditi tersebut

sehingga harga di pasaran tetap terjaga. Kelangkaan

komoditi pertanian ini dapat memicu kenaikan harga pada

komoditi tersebut yang berdampak pada kenaikan inflasi.

Dengan demikian, permasalahan dapat dirumuskan sebagai

berikut :

a) Bagaimana gambaran inflasi Bahan Makanan di Sulawesi

Selatan khususnya sektor Komoditi Pertanian?

b) Faktor-faktor apa saja yang membentuk dan

mempengaruhi harga komoditi pertanian?

c) Komoditi apa saja yang berperan strategis terhadap

pembentukan laju inflasi di Sulawesi Selatan?

d) Upaya apakah yang bisa dilakukan oleh Pemerintah

Provinsi Sulawesi Selatan dalam rangka menstabilkan

inflasi komoditi pertanian di Sulawesi Selatan?

1.4. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari kegiatan penelitian ini

adalah :

Page 28: Inflasi Pertanian Sulsel

14 Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan

a) Mengetahui gambaran laju inflasi Bahan Makanan

khususnya sektor Komoditi Pertanian di Sulawesi

Selatan.

b) Mengetahui faktor-faktor apa saja yang membentuk dan

mempengaruhi harga komoditi pertanian

c) Mengklasifikasi komoditi strategis penyumbang

inflasi di Sulawesi Selatan.

d) Menyusun rekomendasi kebijakan pengendalian inflasi

komoditi pertanian di Sulawesi Selatan.

1.5. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi

Pemerintah, penulis dan juga masyarakat umum.

1. Bagi Pemerintah, diharapkan penelitian ini dapat

memberikan masukan demi menunjang kestabilan inflasi

di Sulawesi Selatan. Melalui kebijakan pengembangan

komoditi pangan diharapkan dapat memenuhi permintaan

pasar di sektor pangan sehingga meminimalisir

kelangkaan pangan yang berdampak pada kenaikan harga

sehingga meningkatkan laju inflasi. Ketersediaan

pangan yang memadai serta perbaikan distribusi dan

tata niaga akan membuat harga pangan di pasaran

tetap stabil.

2. Bagi peneliti, diharapkan penelitian ini dapat

dijadikan proses pembelajaran dan penerapan atas

ilmu yang telah diperoleh.

Page 29: Inflasi Pertanian Sulsel

Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan 15

3. Bagi masyarakat umum, diharapkan penelitian ini

dapat berguna sebagai acuan dalam melakukan

penelitian-penelitian selanjutnya demi pengembangan

ilmu pengetahuan pada umumnya dan khususnya pada

upaya pengendalian inflasi komoditi pertanian.

Masyarakat diharapkan bisa memahami inflasi dan

upaya apa yang mereka bisa lakukan untuk menjaga

inflasi khususnya pada sektor komoditi pertanian

agar tetap pada angka yang sewajarnya.

1.6. Ruang Lingkup Penelitian

1.6.1.Lingkup wilayahKegiatan penelitian ini dibatasi hanya pada

beberapa komoditi pertanian pangan dan hortikultura.

Penelitian ini juga dibatasi ruang lingkupnya karena

keterbatasan waktu, ketersediaan data, sarana dan dana,

hanya pada beberapa komoditi pertanian di Sulawesi

Selatan. Pemilihan komoditi pertanian sebagai objek

studi karena permintaan dari pelaksana kegiatan

penelitian ini yaitu Dinas Tanaman Pangan dan

Hortikultura Provinsi Sulawesi Selatan yang ingin

melihat peran komoditi pertanian terhadap laju inflasi

di Sulawesi Selatan.

Page 30: Inflasi Pertanian Sulsel

16 Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan

1.6.2.Jenis dan Sumber DataPenelitian ini lebih banyak menggunakan data

sekunder yang terdiri atas data Indeks Harga Konsumen,

Berita Resmi Statistik dan Inflasi di Sulawesi Selatan

selama periode 2012-2013 yang terperinci menurut jenis

komoditi. Seyogyanya penelitian ini akan menggunakan

data inflasi komoditi dari tahun 2010 -2013, akibat

keterbatasan ketersediaan data dari BPS dan sumber

lain, maka akhirnya data yang digunakan hanya dari

tahun 2012- 2013 saja. Data ini diperoleh dari Badan

Pusat Statistik,

1.6.3.Lingkup PenelitianAdapun alur kegiatan evaluasi ini meliputi

berbagai proses yang dimulai dari Persiapan sampai

kepada Pembuatan Laporan Akhir. Kegiatan Persiapan

mencakup pekerjaan administratif. Proses selanjutnya

adalah Pengumpulan data sekunder. Pengumpulan data

sekunder dilakukan melalui desk study. Setelah data

dikumpulkan, maka proses selanjutnya adalah mengolah

dan menganalisis data. Data yang telah dikumpulkan

akan direduksi, diklasifikasikan, kemudian dianalisis

dengan menggunakan analisis kualitatif dan kuantitatif.

1.6.4.Lingkup SubstansiKegiatan evaluasi ini meliputi persiapan

administrasi, desk study, dan penulisan laporan.

Page 31: Inflasi Pertanian Sulsel

Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan 17

Persiapan administrasi dari substansi kegiatan ini

meliputi pengurusan dokumen-dokumen yang dibutuhkan

selama berlangsungnya studi, antara lain surat izin

pelaksanaan kegiatan, surat tugas bagi surveyor, dan

kelengkapan administratif lainnya. Data-data

dikumpulkan melalui desk study yang terkait dengan

kegiatan ini yang selanjutnya dijadikan sebagai bahan

referensi dan tulisan. Tahapan terakhir adalah

Penulisan laporan yang mencakup kegiatan pelaporan

hasil analisis yang telah dilakukan. Dalam laporan ini,

akan diberikan beberapa rekomendasi yang terkait dengan

pengendalian inflasi dari sektor komoditi pertanian.

1.6.1.Output / KeluaranOutput yang diharapkan dari kegiatan penelitian

”Peran komoditi pertanian terhadap inflasi di Sulawesi

Selatan” adalah tersedianya laporan dalam bentuk print-

out dan softcopy.

1.7. Definisi Operasional

Pengaruh Komoditi Pertanian Terhadap Inflasi di

Sulawesi Selatan merupakan Judul kegiatan penelitian

ini. judul ini bermakna seberapa besar sumbangsih

inflasi dari komoditi pertanian terhadap inflasi secara

kumulatif di Sulawesi Selatan. Komoditi pertanian yang

dimaksud dalam penelitian ini adalah komoditi yang

Page 32: Inflasi Pertanian Sulsel

18 Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan

termasuk dalam perhitungan inflasi pada Sub Kelompok

Bahan Makanan berdasarkan pencatatan yang dilakukan

oleh BPS setiap bulannya. pada Sub Kelompok Bahan

Makanan tersebut, data komoditi yang diambil kemudian

dibatasi hanya pada sektor pangan dan hortikultura.

Page 33: Inflasi Pertanian Sulsel

Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan 19

2. KERANGKA TEORITIS

2.1. Teori Pembentukan Harga

Harga adalah suatu nilai tukar yang bisa disamakan

dengan uang atau barang lain untuk manfaat yang

diperoleh dari suatu barang atau jasa bagi seseorang

atau kelompok pada waktu tertentu dan tempat tertentu

(Wikipedia, 2013). Harga adalah nilai yang akan membeli

dalam jumlah tertentu, berat, atau merupakan ukuran

dari suatu barang atau jasa. Dalam ilmu ekonomi harga

dapat dikaitkan dengan nilai jual atau beli suatu

produk barang atau jasa sekaligus sebagai variabel yang

menentukan komparasi produk atau barang sejenis.

Beckert (2011) mengatakan bahwa Harga sangat

dipengaruhi oleh jaringan sosial, lembaga dan bingkai

budaya yang relevan untuk pembentukan harga pasar

tertentu, instrumen perhitungan, dan persepsi

masyarakat. Dalam teori ekonomi yang lain disebutkan

bahwa harga suatu barang atau jasa yang pasarnya

kompetitif, maka tinggi rendahnya harga ditentukan

oleh permintaan dan penawaran pasar. Permintaan selalu

berhubungan dengan pembeli, sedangkan penawaran

berhubungan dengan penjual. Apabila antara penjual dan

pembeli berinteraksi, maka terjadilah kegiatan jual

beli.

Page 34: Inflasi Pertanian Sulsel

20 Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan

Tawar menawar antara pembeli dan penjual akan

terjadi pada saat berlangsungnya kegiatan jual beli di

pasar untuk mencapai kesepakatan harga. Pembeli selalu

menginginkan harga yang murah, agar dengan uang yang

dimilikinya dapat memperoleh barang yang banyak.

Sebaliknya, penjual menginginkan harga tinggi, dengan

harapan ia dapat memperoleh keuntungan yang banyak.

Perbedaan itulah yang dapat menimbulkan tawar-menawar

harga. Harga yang telah disepakati oleh kedua belah

pihak disebut harga pasar. Pada harga tersebut jumlah

barang yang ditawarkan sama dengan jumlah barang yang

diminta. Dengan demikian harga pasar disebut juga harga

keseimbangan (ekuilibrium price).

Dalam kondisi pasar yang sempurna, harga suatu

barang/komoditi merupakan perpotongan antara kurva

demand dan kurva supply. Menurut Arnold, (2008), demand

adalah kemauan dan kemampuan konsumen untuk membeli

kuantitas barang yang berbeda pada harga yang berbeda

selama waktu tertentu. Lebih lanjut beliau katakan

bahwa hukum yang berlaku untuk pada demand adalah

ketika harga barang naik, maka jumlah permintaan akan

barang akan turun, demikian pula sebaliknya.

Hasil interaksi antara penjual dan pembeli akan

membentuk harga untuk suatu komoditas. Harga yang

terjadi sangat dipengaruhi oleh kuantitas barang yang

ditransaksikan. Dari sisi pembeli (demand, D) semakin

Page 35: Inflasi Pertanian Sulsel

Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan 21

banyak barang yang ingin dibeli akan meningkatkan

harga, sementara dari sisi penjual (supply, S) semakin

banyak barang yang akan dijual akan menurunkan harga.

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi perilaku

permintaan maupun penawaran dalam interaksi pembentukan

harga. Namun untuk komoditas pangan/pertanian,

pembentukan harga tersebut disinyalir lebih dipengaruhi

oleh sisi penawaran (supply shock) karena sisi permintaan

cenderung stabil mengikuti perkembangan trennya.

Harga ditentukan oleh produsen (penawaran) menurut

teori kaum klasik karena harga barang di tentukan oleh

besarnya pengorbanan untuk menghasilkan barang

tersebut. Namun pendapat klasik tersebut di tentang

oleh Jevons, Menger dan Walras (tokoh-tokoh neoklasik).

Mereka sepakat bahwa yang menentukan harga adalah

kondisi permintaan, atau kaum marginalis melihatnya

dari sisi konsumen, yaitu dari kepuasan marginal

(marginal utility) pengonsumsian satu unit barang

terakhir.

Marshall (1879) berpendapat bahwa selain oleh

biaya-biaya, harga juga dipengaruhi oleh unsur

subjektif lainnya, baik dari pihak konsumen maupun

pihak produsen. Lebih lanjut dikatakan bahwa unsur

subjektif pihak konsumen adalah pendapatan (daya beli)

dan unsur subjektif pihak produsen adalah keadaan

keuangan perusahaan. Jika keuangan perusahaan dalam

Page 36: Inflasi Pertanian Sulsel

22 Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan

keadaan sulit, misalnya mungkin perusahaan mau menerima

harga yang rendah tetapi kalau keadaan keuangan cukup

kuat, mereka juga akan lebih berani dalam

mempertahankan harga. Jadi teori harga menurut Marshall

(1879) adalah sebagai berikut: “Harga terbentuk sebagai

integrasi dua kekuatan pasar: penawaran dari pihak produsen dan permintaan

dari pihak konsumen”. Semakin tinggi pendapatan nasional

(kesejahteraan suatu negara), semakin tinggi pula

permintaan uang untuk tujuan transaksi, dan sebaliknya.

2.2. Permintaan dan Penawaran

Komoditas Pertanian

Beberapa faktor yang mempengaruhi sisi penawaran

pada komoditas pangan/pertanian cenderung sulit untuk

dikontrol. Studi empiris yang dilakukan oleh Deaton dan

Laroque (1992), Chambers dan Bailey (1996) dan Tomek

(2000) menyimpulkan dua faktor yang sangat berpengaruh

terhadap pembentukan harga komoditas pangan/pertanian,

yakni faktor produksi/panen (harvest disturbance) dan

perilaku penyimpanan (storage/inventory behavior). Walaupun

keberhasilan panen sangat dipengaruhi oleh kondisi

musim/cuaca yang sifatnya uncontrollable, pengaruh pola

tanam terhadap perkembangan harga komoditas pertanian

terlihat sangat dominan. Terdapat pola cyclical yang

sistematis antara pola tanam dan variance harga

Page 37: Inflasi Pertanian Sulsel

Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan 23

komoditas. Variance harga membesar pada saat musim

tanam dan mengecil pada saat musim panen. Sementara

keberadaan teknologi penyimpanan atas produk pertanian,

khususnya untuk produk yang mudah busuk/basi (durable

products), akan mengurangi tekanan fluktuasi harga dari

komoditas tersebut.

Menurut Dawe (2001), harga komoditas selain

dipengaruhi oleh faktor penawaran dan permintaan

domestik, juga dapat dipengaruhi oleh harga komoditas

di pasar internasional. Pada rezim perdagangan bebas,

harga komoditas domestik akan bergerak mengikuti harga

internasional, sehingga akan lebih volatile jika

pemerintah tidak melakukan intervensi. Banyak negara

reluctant untuk bergerak ke arah perdagangan bebas

secara penuh untuk komoditas pangan/pertanian karena

komoditas tersebut merupakan komoditas penting yang

dapat menimbulkan instabilitas politik. Untuk itu

banyak negara, termasuk negara maju sekalipun seperti

Jepang, yang masih memberikan proteksi berupa larangan

impor untuk komoditas tertentu maupun pemberian tarif

impor.

Karakteristik penawaran dan permintaan untuk

komoditas pangan/ pertanian memang ‘unik’ karena

keduanya cenderung bersifat tidak elastis (inelastic)

Page 38: Inflasi Pertanian Sulsel

24 Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan

terhadap perubahan harga. Petani sebagai produsen tidak

bisa serta merta meningkatkan produksinya ketika harga

mengalami peningkatan. Konsumen juga tidak bisa

mengurangi permintaannya ketika harga meningkat karena

komoditas pangan/pertanian tersebut menjadi kebutuhan

pokok. Kondisi tersebut membuat harga komoditas menjadi

sangat sensitif terhadap stock, baik dari sisi

penawaran maupun permintaan, termasuk indirect stock

yang berpengaruh secara tidak langsung seperti gangguan

distribusi.

Tomek (2000) mengatakan bahwa tekanan sisi

permintaan juga berpotensi meningkatkan harga komoditas

pertanian walaupun derajatnya relatif rendah dibanding

tekanan dari sisi penawaran. Sumber utama peningkatan

permintaan komoditas pangan adalah peningkatan jumlah

penduduk dan pendapatan. Namun untuk negara maju,

income effect kepada permintaan komoditas pertanian

relatif kecil bila dibandingkan dengan negara

berkembang yang mempunyai income elasticity lebih tinggi.

Sementara Borensztein et al (1994) berpendapat bahwa

permintaan komoditas pertanian lebih dipengaruhi oleh

aktivitas perekonomian (economic growth). Membaiknya

pertumbuhan ekonomi akan meningkatkan pendapatan

masyarakat yang selanjutnya mendorong konsumsi. Kondisi

Page 39: Inflasi Pertanian Sulsel

Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan 25

ini memacu sektor industri untuk meningkatkan produksi

makanan sehingga permintaan komoditas pertanian sebagai

bahan baku meningkat.

2.3. Stabilisasi Harga

Setiap negara berusaha untuk menciptakan

kestabilan perekonomian. Kestabilan ekonomi mencakup

kestabilan sisi moneter dan fiskal. Salah satu unsur

penting dalam memelihara kestabilan ekonomi adalah

kestabilan harga. Stabilitas harga diperlukan untuk

mendorong kegiatan ekonomi produktif di bidang

produksi maupun investasi. Keadaan tersebut dapat

dicapai apabila laju inflasi dapat dikendalikan.

Terjadinya inflasi secara teori dapat dilihat dari

aspek permintaan (demand pull inflation) maupun penawaran

(cost push inflation). Mencermati potensi inflasi dari sisi

penawaran, tidak saja masalah jumlah persediaan

barang/jasa, namun juga perilaku distribusi barang/jasa

tersebut. Nilai tambah yang tinggi sangat terkait

dengan perilaku dan jalur distribusi dari suatu

komoditas dan atau kebijakan. Oleh karena itu

mencermati inflasi, tidak cukup dari satu model

pengamatan pasar uang/permintaan, namun juga aspek

penawaran barang dan jalur distribusinya.

Page 40: Inflasi Pertanian Sulsel

26 Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan

2.4. Peran Distribusi Dalam

Pembentukan Harga Komoditi

Karakteristik produk sangat menentukan panjang

pendeknya rantai distribusi yang harus dilewati oleh

sebuah komoditas. Secara umum sistem pengusahaan pada

tiap komoditas yang memiliki rantai distribusi 3

tingkat melewatkan distributor besar pada rantai

distribusinya, sehingga dari distributor pasar langsung

terkait dengan produsen. Hal ini sangat dimungkinkan

antara lain karena untuk memperpendek jalur

pendistribusian terutama untuk komoditas yang tidak

tahan lama. Komoditas yang sama pada tiga kota, belum

tentu memiliki rantai jalur distribusi yang sama, hal

ini terjadi karena selain karakteristik produk,

karakteristik dan perilaku pembelian konsumen juga

sangat berpengaruh dalam pembentukan rantai distribusi.

Dalam perjalanannya melalui jalur distribusi

tersebut, sebuah komoditas mengalami perubahan harga

sebagai bentuk penetapan margin laba oleh pelaku dalam

jalur distribusi. Tidak terdapat pola yang menunjukkan

dimana margin laba yang besar/signifikan terjadi,

tetapi margin laba bervariasi menurut komoditas dan

pihak dalam jalur distribusi. Oleh karena struktur

pasar komoditas terpilih cenderung berbentuk pasar

persaingan sempurna, maka perubahan harga sangat

Page 41: Inflasi Pertanian Sulsel

Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan 27

ditentukan oleh mekanisme pasar (tergantung kepada

permintaan dan penawaran atas sebuah komoditas). Dari

sisi permintaan, perubahan harga ditentukan oleh faktor

musiman (seperti lebaran) atau daya beli (penghasilan).

Sedangkan dari sisi penawaran, perubahan harga

dicerminkan dari stok komoditas di pasar yang antara

lain dipengaruhi oleh kegagalan panen, naiknya harga

bahan baku atau BBM. Atas dasar kondisi ini, perubahan

harga yang menimbulkan inflasi lebih banyak bersifat

cost push inflation (Prastowo et al, 2008).

2.5. Faktor Pemicu Kenaikan Harga

komoditas

Peningkatan harga komoditas pertanian juga

dipengaruhi oleh tekanan dari sisi permintaan meskipun

tidak sebesar tekanan yang disebabkan oleh penawaran.

Permintaan akan produk pertanian dipengaruhi oleh

terutama peningkatan jumlah penduduk dan pendapatan

(Tomek, 2000). Selain itu, permintaan akan komoditas

pertanian dipengaruhi pula oleh pertumbuhan ekonomi dan

peningkatan pendapatan masyarakat yang mendorong

konsumsi (Borenztein, 1994).

Harga komoditas pertanian juga sangat dipengaruhi

oleh harga komoditas tersebut di pasar internasional.

Terutama di era pasar bebas dan globalisasi, harga

Page 42: Inflasi Pertanian Sulsel

28 Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan

internasional merupakan salah satu faktor yang cukup

signifikan dalam mempengaruhi harga komoditas pertanian

domestik. Banyaknya negara yang mengenakan hambatan

terhadap perdagangan internasional sektor pertanian

menunjukkan bahwa komoditas pertanian dan pangan

merupakan komoditas penting dan strategis yang dapat

menimbulkan instabilitas politik dalam negeri. Bahkan

negara maju seperti Amerika Serikat dan negara-negara

Eropa masih memberikan proteksi yang sangat tinggi

terhadap komoditas pertaniannya (Dawe, 2001).

2.6. Pembentukan Harga Komoditas

Sebagai makhluk homo economicus, agen-agen ekonomi

baik dalam kapasitas pribadi maupun perusahaan akan

selalu bersifat rasional dan bertujuan memaksimalkan

keuntungan (profit maximization). Untuk itu, dalam setiap

komoditas yang diperdagangkan oleh agen-agen tersebut

akan memasukkan unsur marjin keuntungan. Menurut

Prastowo et al (2008), perilaku pembentukan harga dan

marjin keuntungan oleh para agen ekonomi tersebut dapat

dinotasikan sebagai berikut :

P = M + C + π

...................................... ............................................................. (1) π = P −

(M + C) ................................................................................................... (2)

Harga jual (P) merupakan penambahan dari komponen

biaya input (M), biaya penambahan nilai (C) dan marjin

Page 43: Inflasi Pertanian Sulsel

Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan 29

keuntungan (π). Dimana biaya input meliputi pembelian

bahan baku produksi, baik berupa barang mentah (raw

materials) maupun barang setengah jadi (intermediate goods).

Sementara biaya penambahan nilai (added value costs) dapat

meliputi (i) biaya pengolahan untuk merubah bentuk;

(ii) biaya penyimpanan untuk menambah nilai dari segi

perbedaan waktu; dan (iii) biaya distribusi untuk

menambah nilai karena perpindahan barang.

Agen ekonomi dapat memperoleh keuntungan dengan

melakukan salah satu dari tiga bentuk kegiatan

penambahan nilai ekonomis suatu komoditas. Namun,

kegiatan distribusi tetap menjadi ujung tombak dari

semua kegiatan tersebut karena berhubungan langsung

dengan pengguna akhir atau konsumen, setelah komoditas

tersebut melalui proses perubahan bentuk maupun

penyimpanan. Untuk beberapa jenis komoditas pertanian

seperti sayuran, bahkan tidak perlu melalui kegiatan

pengubahan bentuk dan penyimpanan karena terkait dengan

karakteristik komoditas maupun cita rasanya. Selain

itu, sifat komoditas yang perishable membuat kegiatan

distribusi untuk menyampaikan komoditas tersebut kepada

konsumen menjadi lebih dominan.

2.7. Karakter Harga Komoditi Pertanian

Pangan merupakan kebutuhan pokok (basic need) yang

paling azasi menyangkut kelangsungan kehidupan setiap

Page 44: Inflasi Pertanian Sulsel

30 Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan

manusia. Oleh sebab itu, komoditas bahan makanan dan

produk makanan harus tersedia setiap saat dengan jumlah

yang mencukupi dan terjangkau oleh seluruh lapisan

masyarakat. Dengan demikian, pasokan bahan makanan

tidak hanya menyangkut aspek kuantitas dan

kontinyuitas, tetapi juga aspek kualitas serta

keseimbangan kandungan gizi dengan kebutuhan tubuh

manusia seperti karbohidrat, lemak, protein dan

vitamin. Harga bahan makanan sangat mempengaruhi

kondisi perekonomian sebuah masyarakat karena merupakan

kebutuhan utama yang harus dipenuhi.

Kecenderungan meningkatnya harga komoditas bahan

makanan di satu sisi dengan masih rendahnya tingkat

pendapatan masyarakat di sisi lain menimbulkan

pertanyaan mengenai bagaimana perilaku masyarakat dalam

merespon peningkatan harga tersebut. Apabila

peningkatan harga tersebut direspon dengan mengurangi

jumlah permintaan akan mengakibatkan semakin menurunnya

pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat. Apabila

peningkatan harga komoditas bahan makanan tidak

direspon dengan penurunan jumlah permintaan, rumah

tangga dapat mensubstitusikan dengan komoditas bahan

makanan yang memiliki kualitas dan harga yang lebih

rendah. Akan tetapi, hal ini akan mengakibatkan

penurunan kualitas pemenuhan kebutuhan pangan

masyarakat. Selain itu, rumah tangga juga dapat

Page 45: Inflasi Pertanian Sulsel

Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan 31

mengatur kembali pola pengeluaran dengan mengurangi

alokasi belanja untuk komoditas non pangan dengan tetap

mempertahankan jumlah permintaan komoditas pangan

Prastowo et al ( 2008) mengatakan bahwa peningkatan

harga komoditas pangan memang dapat berasal dari

produsen, namun sumber peningkatan harga tersebut

biasanya lebih bersifat fundamental karena di dorong

oleh meningkatnya harga input/sarana produksi atau

karena faktor kebijakan pemerintah seperti penetapan

harga dasar (floor price). Sementara peningkatan harga

yang didorong oleh faktor distribusi bersifat variabel,

seperti panjangnya rantai jalur distribusi, hambatan

transportasi dan perilaku pedagang dalam menetapkan

marjin keuntungan, aksi spekulasi maupun kompetisi

antar pedagang. Tingginya volatilitas harga komoditas

yang terjadi selama ini mengindikasikan bahwa faktor

distribusi sangat berpengaruh.

Pangan dan hortikultura merupakan salah satu

kebutuhan dasar yang dikonsumsi oleh seluruh lapisan

masyarakat. Akibatnya permintaan akan komoditas pangan

dan pertanian akan terus meningkat seiring dengan

peningkatan jumlah populasi masyarakat dan peningkatan

taraf hidup serta kesejahteraan masyarakat. Sementara

itu di sisi penawaran, komoditas pangan dan pertanian

sangat rentan terhadap gangguan baik kondisi iklim dan

alam, keterbatasan dan peralihan fungsi lahan pertanian

Page 46: Inflasi Pertanian Sulsel

32 Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan

maupun kondisi politik nasional. Hal ini berakibat

sering terganggunya penawaran komoditas pertanian.

Perkembangan permintaan yang cukup tinggi dan terus

meningkat tanpa diikuti dengan perkembangan penawaran

yang seimbang akan mengakibatkan kenaikan harga untuk

mencapai keseimbangan baru.

Data dari Badan Pusat Statistik, ditemukan bahwa

besarnya kontribusi dari faktor pangan terlihat hingga

80,95% untuk inflasi Maret 2013. Inflasi bahan makanan

hanya terjadi pada 2008 (1,44%) dan 2007 (0,16%), yang

jauh di bawah angka Maret 2013. Inflasi yang tinggi

ini tidak terlepas dari kenaikan harga bawang merah,

bawang putih, dan daging sapi yang sangat besar, dan

tidak pernah terjadi dalam tujuh tahun terakhir,

sehingga berdampak pada kenaikan inflasi sektor lain.

Secara kebetulan tiga komoditas itu masih diimpor dalam

volume besar, terutama bawang putih (90%) dan daging

sapi (kuota 18%) (www.neraca.co.id )

Pada tahun 1990-an bawang putih masih banyak

dibudidayakan petani dengan total produksi 119 ribu

ton, dan impor hanya 13 ribu ton. Hal ini tentu berbeda

kontras jika dibandingkan realisasi semester I/2012,

Indonesia sudah mengimpor 200 ribu ton. Adapun bawang

merah, sudah mengimpor 88 ribu ton, dan daging sapi

tahun 2012 sekitar 82.500 ton, atau 20% dari kebutuhan

450 ribu ton. Karena itu, pemerintah akhirnya

Page 47: Inflasi Pertanian Sulsel

Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan 33

mengeluarkan kebijakan pengendalian impor beberapa

komoditas hortikultura melalui Permendag No. 60/2012

dan Permentan No. 60/ 2012 yang bertujuan visioner,

yaitu mendorong produksi hortikultura dalam negeri.

Kebijakan ini secara efektif telah mengurangi

impor buah pada tahun 2012, dari 1,2 juta ton menjadi

800 ribu ton. Namun dampak terhadap inflasi menjadi

signifikan. Hal ini menunjukkan pendapatan masyarakat

makin membaik, makin terbiasa mengonsumsi buah impor

yang telah lama mengisi pasar domestik dengan volume

dan sebaran distribusi yang besar sekali.

Harga bahan makanan yang tinggi dan gejolak

ketidakpastian harga terus menerus setidaknya berdampak

negatif terhadap setiap upaya meningkatkan pertumbuhan

ekonomi. Pemerintah seharusnya sadar, bahwa pertumbuhan

masyarakat kelas menengah juga paling cepat dibanding

negara ASEAN lainnya sehingga kita berpotensi menjadi

kekuatan ekonomi ke-6 di dunia, sepatutnya dapat

diantisipasi adanya lonjakan permintaan komoditas

pangan. Termasuk mengurangi ketergantungan dari pasar

pangan internasional supaya kita terhindar dari tekanan

harga internasional.

Ketergantungan yang besar terhadap impor pangan

akan mengurangi kekuatan ekonomi domestik guna menjaga

inflasi dan memaksimalkan investasi. Tingkat inflasi

yang lebih tinggi dari target, tentu berdampak pada

Page 48: Inflasi Pertanian Sulsel

34 Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan

peningkatan suku bunga bank dan membuat investasi

menjadi tidak lagi kondusif di negeri ini. Pemerintah

sebagai stabilisator ekonomi negara harus cepat

beradaptasi supaya inflasi dapat dikendalikan sedini

mungkin.

Berikut ulasan beberapa komoditi pertanian :

2.7.1.Komoditas BerasBeras merupakan kebutuhan yang cukup tinggi bagi

masyarakat Sulawesi Selatan sebagai bahan makanan bila

dibandingkan dengan komoditas bahan makanan lainnya.

Hingga saat ini komoditas beras belum dapat

disubstitusi sepenuhnya dengan komoditas atau produk

bahan makanan lainnya. Berbagai program diversifikasi

pangan untuk mengurangi ketergantungan masyarakat

terhadap beras belum membuahkan hasil secara maksimal.

Bahan makanan pokok lainnya seperti makanan olahan

seringkali difungsikan sebagai makanan pelengkap

beras/nasi terutama bagi kelompok masyarakat

berpenghasilan rendah. Akibatnya, jumlah permintaan

komoditas beras cenderung meningkat setiap tahun

seiring dengan peningkatan jumlah penduduk.

Syafa’at et al (2007) mengemukakan bahwa harga beras

domestik dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yaitu

harga dasar gabah, harga beras di pasar internasional

dan jumlah stok beras Bulog. Harga beras di pasar

internasional selalu jauh di bawah harga domestik,

Page 49: Inflasi Pertanian Sulsel

Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan 35

sehingga kebijakan impor beras cukup menguntungkan.

Namun sejak kuartal keempat tahun 2007, harga beras di

pasar internasional mengalami lonjakan tajam sehingga

lebih tinggi dari harga domestik. Untuk itu, kebijakan

impor menjadi merugikan dan kondisi inilah yang

mendorong beberapa pihak untuk melakukan ekspor beras.

Sementara stok beras Bulog menjadi faktor penting

karena dapat dijadikan sebagai ajang spekulasi para

pedagang. Penurunan stok Bulog dapat mengindikasikan

kerawanan pasokan beras dan penurunan kemampuan Bulog

untuk melakukan operasi stabilisasi harga beras (OSHB)

sehingga dimanfaatkan para spekulan untuk menaikkan

harga beras di pasaran.

2.7.2.Komoditas Cabe MerahCabe merah (Capsicum annum L.) merupakan salah

satu sayuran yang permintaannya cukup tinggi, baik

untuk pasar domestik maupun ekspor ke mancanegara

seperti Malaysia dan Singapura (Sembiring, 2009). Usaha

tani Cabai Merah termasuk usaha yang memerlukan biaya

tinggi, karena itu petani cabai merah akan

mempertimbangkan setiap perubahan biaya uang harus

dikeluarkan sebagai akibat perubahan teknologi yang

digunakan. Meskipun dikatakan oleh Kumbakhar dan Lovel

(2000) bahwa pendapatan usaha tani dapat dilakukan

dengan cara salah satunya adalah efisiensi teknis dan

efisiensi produksi.

Page 50: Inflasi Pertanian Sulsel

36 Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan

Komoditas cabe merah merupakan komoditas yang

sebagian besar didatangkan dari luar kota Makassar,

oleh karena itu harga cabe sangat ditentukan oleh

jumlah dan ketepatan waktu masuknya pasokan di Pasar-

pasar Induk Kota Makassar. Perubahan harga komoditas

ini sangat dinamis dan fluktuatif dengan tingkat harga

terendah dan tertinggi masing-masing Rp4.000 per kg dan

Rp100.000 per kg. Komoditas ini diperdagangkan dalam

keadaan segar sehingga fluktuasi harga tidak

berlangsung dari hari ke hari atau minggu ke minggu,

namun dapat terjadi dalam satu hari (antara pagi, siang

dan sore). Frekuensi pembelian oleh rumah tangga

umumnya dilakukan per hari atau per minggu, untuk

memperkecil kemungkinan pembusukan. Volume pembelian

per bulan relatif kecil yaitu antara 4 ons sampai

dengan 60 ons (Bank Indonesia).

Cabe yang dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia

terdiri atas cabe besar, cabe hijau, dan cabe rawit.

Cabe tersebut pada umumnya digunakan dalam bentuk segar

untuk keperluan sehari-hari sebagai rempah-rempah atau

penambah cita rasa masakan/makanan. Diantara ketiga

jenis cabe tersebut, cabe besar yang di dalamnya

termasuk cabe merah, merupakan jenis yang paling banyak

dikonsumsi24 oleh masyarakat, disusul cabe rawit dan

cabe hijau. Untuk jenis cabe merah, sebagian besar

jenis cabe ini dikonsumsi oleh rumah tangga dengan

Page 51: Inflasi Pertanian Sulsel

Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan 37

pangsa penggunaannya yang mencapai 61% dari total

konsumsi cabe dalam negeri. Selebihnya cabe merah

dimanfaatkan sebagai bahan baku industri baik industri

makanan maupun non makanan dan juga untuk keperluan

ekspor baik dalam bentuk cabe segar maupun olahan,

seperti cabe bubuk dan cabe kering.

2.7.3.Komoditas Bawang MerahBawang merah termasuk kategori komoditas bumbu-

bumbuan atau sebagai pelengkap bahan makanan lainnya.

Komoditas ini tidak dikonsumsi tersendiri, melainkan

dikonsumsi secara bersamaan dengan bahan makanan

lainnya. Bawang merah memiliki daya tahan yang sedikit

lebih lama bila dibandingkan dengan cabe merah.

Frekuensi pembelian yang dilakukan cukup beragam dari

per hari, per minggu, per sepuluh hari hingga per

bulan, namun sebagian besar rumah tangga melakukan

pembelian per bulan. Tingkat harga bawang merah yang

dibayar oleh rumah tangga cukup beragam dari Rp5.000

per kg pada saat harga rendah hingga mencapai Rp70.000

per kg di saat harga tinggi. Sejalan dengan itu, jumlah

pembelian komoditas ini oleh rumah tangga juga

bervariasi dari 5 ons hingga 50 ons per bulan (Bank

Indonesia)

Page 52: Inflasi Pertanian Sulsel

38 Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan

2.7.4.Komoditas Bawang PutihBawang putih juga berperan sebagai salah satu

komponen bumbu masakan seperti halnya komoditas bawang

merah. Akan tetapi kedua jenis komoditas bawang ini

tidak dapat saling bersubstitusi melainkan saling

berkomplemen dalam pembuatan suatu makanan. Keberadaan

bawang putih dalam berbagai jenis makanan bahkan sama

pentingnya dengan bawang merah, hanya saja kuantitas

penggunaannya relatif lebih sedikit. Bila dibandingkan

dengan bawang merah, bawang putih memiliki

karakteristik relatif lebih tahan lama sehingga

frekuensi pembelianya oleh rumah tangga sebagian besar

dilakukan secara bulanan. Saat ini, komoditas ini

sebagian besar diimpor dari luar negeri (Bank

Indonesia)

2.7.5.Komoditas Tomat SayurDilihat dari sisi praktisnya, tingkat kepentingan

komoditas tomat sayur bagi rumah tangga lebih tinggi

dari komoditas bawang putih tetapi lebih rendah dari

komoditas bawang merah. Komoditas ini masih memiliki

produk pengganti yaitu tomat buah. Rumah tangga

kemungkinan akan merespon peningkatan harga dengan

mengurangi jumlah permintaan tomat sayur dan

menggantikannya sebagian dengan tomat buah.

Page 53: Inflasi Pertanian Sulsel

Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan 39

2.8. Perhitungan Inflasi

Inflasi menurut ilmu ekonomi sederhananya adalah

peristiwa di mana terjadi peningkatan harga barang-

barang secara umum dan terus menerus dalam suatu

periode kontinyu berkaitan dengan mekanisme pasar. Hal

ini terkait dengan hukum permintaan dan persediaan dari

suatu barang atau jasa tertentu. Sedangkan jika yang

terjadi sebaliknya, maka kondisi itu disebut deflasi.

Dalam berbagai teori dikatakan bahwa pada dasarnya

secara umum inflasi disebabkan oleh dua faktor yaitu

faktor demand pull inflation dan cost push inflation. Demand pull

inflation atau inflasi karena naiknya permintaan, lebih

banyak terjadi pada saat-saat tertentu. Datangnya tahun

ajaran baru misalnya, akan menaikkan permintaan

pemenuhan kebutuhan biaya dan perlengkapan sekolah.

Peristiwa lainnya adalah menjelang datangnya bulan

Ramadhan atau bulan puasa sampai dengan Hari Raya Idul

Fitri. Kebutuhan masyarakat cenderung meningkat

sehingga secara otomatis akan menggerek kenaikan

permintaan. Mulai dari makanan, pakaian bahkan juga

kendaraan akan bergerak naik. Implikasinya, pada momen

tersebut biasanya inflasi di dalam negeri akan

meningkat.

Beberapa momen yang sangat berpengaruh terhadap

lonjakan inflasi misalnya memasuki bulan Desember, saat

Natal dan Tahun Baru. Kebutuhan biasanya ikut

Page 54: Inflasi Pertanian Sulsel

40 Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan

meningkat seiring perayaan Natal dan liburan tahun

baru yang mendorong peak season tidak hanya di Indonesia

tetapi juga di seluruh dunia.

Menurut Nurbaeti (www.kompas.com, dikutip 10 Juli

2012) bahwa untuk menggambarkan penyebab terjadinya cost

push inflation atau inflasi yang disebabkan oleh kenaikan

biaya, contoh yang paling populer adalah kenaikan harga

bahan bakar minyak, bahwa jika harga BBM naik berarti

ongkos produksi meningkat maka produsen yang tidak

ingin kehilangan profit akan membebankan kenaikan biaya

tersebut pada harga jualnya sehingga menyebabkan harga

barang-barang secara bersama-sama akan naik sehingga

terjadi inflasi.

Indonesia memiliki komponen inflasi yang terdiri

dari volatile foods (komponen harga bergejolak),

administered price (komponen harga yang diatur

pemerintah), core inflation (komponen inti) dan

imported inflation (inflasi karena naiknya harga barang

impor). Komponen yang tergolong dalam volatile foods adalah

harga-harga barang yang tercermin dari Indeks Harga

Konsumen (IHK) yang meliputi 7 (tujuh) kategori yang

terdiri dari (1) Bahan makanan (2) Makanan jadi,

minuman, rokok dan tembakau ; (3) Perumahan, air,

listrik, gas dan bahan bakar; (4) Sandang; (5)

Kesehatan; (6) Pendidikan, rekreasi dan olah raga serta

Page 55: Inflasi Pertanian Sulsel

Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan 41

terakhir (7) Transport dan komunikasi dan jasa

keuangan.

Kenaikan harga dari ketujuh kategori di atas, maka

komponen volatile foods akan bergerak naik dan mendorong

laju inflasi domestik. Khusus kenaikan harga bahan

makanan, dikenal juga dengan istilah Agflasi atau

agriculture inflation yaitu inflasi yang disebabkan oleh

kenaikan harga-harga produk pertanian.

Pada sisi administered price terdapat beberapa contoh

yang terjadi di Indonesia misalnya kenaikan harga bahan

bakar minyak (BBM) bersubsidi. Oleh karena itu,

biasanya jika pemerintah berencana menaikkan harga BBM

bersubsidi, maka akan berpotensi menggerek inflasi di

dalam negeri. Namun selama ini, kenaikan inflasi akibat

BBM biasanya cenderung berangsur turun karena

masyarakat sudah mulai menyesuaikan kebutuhannya dan

beradaptasi dengan kenaikan BBM itu sendiri, maka

inflasi di bulan-bulan berikutnya cenderung akan lebih

rendah dibanding pada bulan pertama dan kedua penerapan

harga BBM yang baru. Selain itu juga, kebijakan

pemerintah untuk menaikkan tarif dasar listrik,

kenaikan tarif tol dan lainnya akan mendorong

terjadinya inflasi.

Komponen selanjutnya adalah core inflation merupakan

underlying inflation yang cenderung menetap dalam setiap

pergerakan laju inflasi. Dibandingkan dengan komponen

Page 56: Inflasi Pertanian Sulsel

42 Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan

inflasi lainnya, inflasi ini cenderung dapat

dipengaruhi atau dikendalikan oleh bank sentral atau BI

karena umumnya bersifat demand pull inflation (Nurbaeti,

2012). Lebih lanjut dikatakan oleh Nurbaeti (2012)

adalah bahwa apabila inflasi inti cenderung naik, maka

kenaikan suku bunga acuan dapat menurunkan daya beli

sehingga secara keseluruhan inflasi akan mereda.

Komponen terakhir adalah imported inflation. Semakin

banyaknya kebutuhan masyarakat yang dipenuhi dari

barang impor cenderung membuat komponen imported inflation

kian berpengaruh dalam laju inflasi. Cara cepat untuk

menangani inflasi jenis ini adalah dengan kebijakan

stabilitas nilai tukar rupiah. Jika rupiah menguat,

maka imported inflation bisa ditekan seperti yang terjadi

di pertengahan tahun 2011 lalu. Namun sebaliknya, jika

rupiah cenderung terdepresiasi maka inflasi barang

impor berpotensi meningkat.

Satu hal lagi yang menjadi faktor pencetus

tingginya inflasi domestik adalah kondisi geologis

Indonesia sebagai negara kepulauan. Dibandingkan negara

lain di kawasan Asia misalnya, inflasi Indonesia

cenderung tinggi. Diperlukan tambahan ongkos

transportasi antar pulau yang biasanya akan menaikkan

harga jual barang-barang. Akan tetapi, sebenarnya

kondisi perekonomian dengan inflasi jauh lebih baik

dibanding jika mengalami deflasi karena inflasi

Page 57: Inflasi Pertanian Sulsel

Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan 43

terutama yang disebabkan oleh demand pull inflation

menunjukkan tingginya permintaan yang akan mendorong

pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Oleh karenanya,

di setiap negara umumnya memiliki target inflasi yang

dianggap nyaman

Pada Tahun 2013, 2014, dan 2015, BI menargetkan

inflasi di Indonesia di kisaran 4,5 %, 4,5% dan 4% plus

minus satu. Saat ini misalnya, BI mentargetkan inflasi

Indonesia 2013 di kisaran 4,5 persen plus minus satu .

Artinya jika inflasi bergerak di level 3,5 – 5,5 persen

kondisi tersebut masih terhitung nyaman untuk

perekonomian Indonesia. (Nurul Eti Nurbaeti, dalam

www.kompas.com dikutip 10 Juli 2012)

Sahertian (2011) mengatakan bahwa dalam menghitung

dan menyusun indeks harga konsumen terlebih dahulu

dilakukan survey biaya hidup (SBH). SBH ini dimaksudkan

untuk mendapatkan jenis barang dan jasa yang dikonsumsi

oleh masyarakat dalam hal ini rumahtangga. Dari

berbagai jenis barang dan jasa yang dikonsumsi oleh

masyarakat lalu ditentukan rata-rata nilai pengeluaranper rumahtangga per bulan dari berbagai jenis barang

dan jasa (bukan masing-masing rumah tangga yang

disurvei). Nilai rata-rata pengeluaran per rumahtangga

dari berbagai jenis barang jasa tersebut dianggap

berlaku sama untuk setiap rumah tangga. Disini akan

kelihatan komoditi/barang dan jasa apa saja yang

Page 58: Inflasi Pertanian Sulsel

44 Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan

dikonsumsi oleh rumah tangga mulai dari nilai yang

paling besar sampai dengan nilai yang paling kecil.

Nilai yang besar sering disebutkan sebagai

komoditi yang mempunyai peranan yang besar dalam

inflasi, sehingga jika terjadi kenaikan atau penurunan

harga pada komoditi tersebut akan sangat berpengaruh

terhadap angka inflasi. Misalnya beras, yang dikonsumsi

hampir oleh seluruh rumah tangga mulai dari yang

berpenghasilan tinggi sampai yang berpenghasilan

rendah. Disamping itu, beras juga merupakan kebutuhan

pokok bagi setiap rumahtangga di Indonesia yang setiap

hari umumnya mesti dikonsumsi atau dimakan.

Meskipun harga beras jauh di bawah harga sebuah

mobil misalnya, tetapi kebutuhan akan mobil pribadi

dengan harga yang tinggi tadi hanya dikonsumsi oleh

rumahtangga-rumahtangga tertentu dalam hal ini hanya

terbatas pada sebagian kecil rumahtangga dengan tingkat

penghasilan yang tinggi. Dengan demikian, jika dihitung

rata-rata nilai pengeluaran rumahtangga untuk konsumsi

mobil akan jauh lebih kecil dibandingkan dengan beras,

sehingga apabila terjadi kenaikan atau penurunan harga

mobil sangat kecil pengaruhnya terhadap angka inflasi

begitu juga untuk komoditi lain yang walaupun mahal

namun dikonsumsi hanya oleh rumahtangga-rumahtangga

tertentu.

Page 59: Inflasi Pertanian Sulsel

Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan 45

Menurut (Korteweg, 1973; Auckley, 1978, Boediono,

2001) dalam (http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres) Inflasi adalah

kecenderungan naiknya harga-harga barang dan jasa

secara umum dan terus menerus. Lebih lanjut disebutkan

dalam alamat website di atas bahwa kenaikan harga dari

satu atau dua barang saja tidak dapat disebut sebagai

inflasi kecuali bila kenaikan harga itu meluas kepada

barang-barang yang lain, Inflasi yang terus menerus

sering disebut sebagai inflasi yang persisten.

Inflasi adalah suatu keadaan yang mengindikasikan

semakin melemahnya daya beli yang diikuti dengan

semakin merosotnya nilai riil (intrinsik) mata uang

suatu negara atau menurunnya nilai tukar uang terhadap

nilai barang dan jasa yang terkait dengan berbagai

aspek ekonomi (Sahertian.S, 2011).

Hakimsan (2012) mengatakan bahwa Perhitungan

inflasi dapat dilakukan berdasarkan Indeks Harga

Konsumen (IHK), berdasarkan Indeks Biaya Hidup, Indeks

Harga Produsen (IHP) dan lain-lain. Perhitungan inflasi

berdasarkan IHK adalah yang lebih sering digunakan

oleh Bank Indonesia dan BPS. Kelebihan perhitungan

inflasi berdasarkan IHK yaitu perhitungan ini

menghitung harga rata-rata dari barang dan jasa yang

dikonsumsi oleh rumah tangga (household). Jenis barang

dan jasa tersebut dikelompokkan menjadi 7 kelompok,

yaitu Bahan Makanan; Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan

Page 60: Inflasi Pertanian Sulsel

46 Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan

Tembakau; Perumahan; Sandang; Kesehatan; Pendidikan,

Rekreasi dan Olahraga; Transpor dan Komunikasi.

Kelompok tersebut sudah sangat cukup mewakili “harga-

harga secara umum”, oleh karenanya perhitungan inflasi

berdasarkan IHK adalah yang paling sering digunakan

untuk menghitung inflasi. Perhitungan IHK dapat

dilakukan dengan menggunakan rumus di bawah ini :

IHKn : Indeks Periode ke – nPni : Harga jenis barang i, pariode ke – (n)P(n-1)i : Harga jenis barang i, periode ke

– (n-1)P (n-1)Q0i : Nilai konsumsi jenis barang i,

periode ke – (n-1)P0iQ0i : Nilai konsumsi jenis barang i,

pada tahun dasarK : Jumlah jenis barang paket komoditasSelain rumus yang di atas, adapula rumus yang

mudah dan sederhana untuk menghitung IHK seperti di

bawah ini.

Pit : Harga barang i pada periode tQit : Bobot barang i pada periode tPi0 : Harga barang i pada periode dasar 0Qi0 : Bobit barang i pada periode dasar 0

Page 61: Inflasi Pertanian Sulsel

Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan 47

Dalam perhitungannya, angka indeks pada tahun dasar

dimulai dari angka 100. Tahun dasar untuk menghitung IHK

selalu berganti dalam setiap 5 tahun. Misalkan untuk

menghitung IHK 2003 - 2006, maka digunakan tahun dasar

2002. Untuk menghitung IHK 2008 - 2011, maka digunakan

tahun dasar 2007. Sedangkan untuk menghitung nilai

inflasi selanjutnya digunakan rumus sebagai berikut.

Misalnya untuk menghitung inflasi Februari 2013,

maka rumus dan perhitungan yang digunakan adalah

sebagai berikut :

InflasiFebruari2013=IHKFeb2013−IHKJan2013IHKJan2013 x 100%

Inflasi merupakan fenomena umum yang terjadi pada

hampir seluruh negara baik pada tingkat perekonomian

nasional maupun regional. Pada tingkat yang relatif

rendah, inflasi tidak menimbulkan persoalan terlalu

serius bagi perekonomian bahkan diperlukan sebagai

insentif untuk merangsang peningkatan produksi barang

dan jasa. Sebaliknya jika pergerakannnya berlangsung

sangat cepat pada tingkat yang cukup tinggi dan tidak

stabil, inflasi justru akan menimbulkan dampak yang

kurang menguntungkan bahkan dapat menjelma menjadi

penyakit yang akan mengganggu kelangsungan berbagai

Page 62: Inflasi Pertanian Sulsel

48 Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan

aktivitas perekonomian. Itulah sebabnya perubahan laju

inflasi harus dikendalikan agar selalu berada pada

tingkat dan interval yang relatif rendah serta stabil.

Kontribusi setiap kelompok barang atau komoditi

terhadap pembentukan inflasi bergantung kepada dua hal

yaitu perubahan harga dan bobot komoditi tersebut dalam

perhitungan indeks harga konsumen. Selain kedua unsur

tersebut, faktor stabilitas harga atau frekuensi

perubahan harga suatu komoditi juga sangat menentukan

gejolak atau fluktuasi laju inflasi. Semakin tinggi

frekuensi perubahan harga suatu komoditi semakin tinggi

keragaman laju inflasi dalam suatu periode waktu

tertentu dan akibatnya semakin besar ketidakpastian

yang ditimbulkannya. Pola perubahan harga seperti ini

akan berdampak terhadap pengambilan keputusan oleh para

aktor atau pelaku ekonomi baik produsen, maupun

konsumen dan pemerintah (www.bi.go.id, dikutip 11/08/2013)

2.9. Pengaruh Fluktuasi Harga

Komoditas Pertanian Terhadap Inflasi

Harga komoditas pertanian dan pangan yang

cenderung terus meningkat di masa mendatang akan

menimbulkan dampak negatif terhadap kondisi

perekonomian domestik. Dampak negatif tersebut terutama

terhadap inflasi (Sujai.M, 2011). Inflasi yang tinggi

Page 63: Inflasi Pertanian Sulsel

Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan 49

akan menyebabkan keresahan masyarakat dan instabilitas

politik. Selain itu inflasi yang tinggi akan kontra

produktif terhadap pertumbuhan ekonomi. Inflasi adalah

meningkatnya harga-harga umum dan terus-menerus yang

berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan

oleh berbagai faktor, antara lain konsumsi masyarakat

yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang

memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk

juga akibat adanya ketidaklancaran distribusi barang

(www.wikipedia. org, dikutip 11/08/2013)

Inflasi timbul karena adanya tekanan dari sisi

penawaran (cost push inflation), dari sisi permintaan

(demand pull inflation), dan dari ekspektasi inflasi.

Faktor-faktor terjadinya cost push inflation dapat

disebabkan oleh depresiasi nilai tukar, dampak inflasi

luar negeri terutama negara-negara mitra dagang,

peningkatan harga-harga komoditi yang diatur pemerintah

(administered price), dan terjadi negative supply

shocks akibat bencana alam dan terganggunya distribusi.

Sementara faktor penyebab terjadi demand pull inflation

adalah tingginya permintaan barang dan jasa relatif

terhadap ketersediaannya. Dalam konteks makroekonomi,

kondisi menggambarkan oleh output riil yang melebihi

output potensialnya atau permintaan total (agregate

demand) lebih besar dari pada kapasitas perekonomian

(www.bi.go.id, dikutip 11/08/2013)

Page 64: Inflasi Pertanian Sulsel

50 Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan

2.10. Peran Pemerintah

Pemerintah dalam menjalankan tugasnya mempunyai

beberapa fungsi yaitu stabilisasi, alokasi, dan

distribusi. Fungsi stabilisasi adalah menciptakan

kestabilan ekonomi, sosial, politik, hukum, pertahanan

dan keamanan. Dalam menjalankan fungsi ekonomi

tersebut, pemerintah menetapkan dan merumuskan berbagai

kebijakan yang digunakan untuk mengimplementasikan

fungsinya (Sujai, 2011).

2.10.1 Kebijakan FiskalPemerintah selaku regulator mempunyai berbagai

wewenang dan tanggung jawab untuk mengatur sektor

pertanian yang salah satunya adalah menentukan

kebijakan fiskal. Kebijakan fiskal dibuat oleh

pemerintah untuk mengarahkan ekonomi suatu negara

melalui pengeluaran dan pendapatan (berupa pajak)

pemerintah. Selain kebijakan fiskal, terdapat pula

kebijakan moneter yang bertujuan untuk menstabilkan

perekonomian dengan cara mengontrol tingkat bunga dan

jumlah uang yang beredar. Kedua kebijakan tersebut

harus berjalan beriringan dan simultan dalam menjaga

stabilitas perekonomian nasional.

Berkaitan dengan gejolak harga komoditas

pertanian, Pemerintah dapat mengambil peran yang sangat

penting dalam upaya stabilisasi harga melalui kebijakan

Page 65: Inflasi Pertanian Sulsel

Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan 51

fiskal. Kebijakan yang diambil dapat berupa pajak

termasuk bea masuk dan bea keluar, maupun dalam bentuk

subsidi.

Kebijakan fiskal lain yang diambil oleh pemerintah

sebagai upaya menstabilkan harga komoditas pangan

adalah dengan memberikan insentif fiskal baik berupa

keringanan pajak, pajak ditanggung Pemerintah, maupun

dalam bentuk kebijakan tarif dan bea masuk. Pada tahun

2011, pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri

Keuangan Nomer 13/PMK/.011/2011 tentang pemberian

intensif berupa penyesuaian 57 pos tarif bea masuk

atas biji gandum, bahan baku ternak, produk pangan dan

bahan baku pangan menjadi nol persen.PMK ini mengatur

harmonisasi tarif bea masuk sehingga harga komoditas

pangan di dalam negeri menjadi lebih murah dan

terjangkau oleh masyarakat.

Pemerintah mengambil kebijakan menurunkan bea

tarif masuk impor kedelai untuk menjaga stabilitas

produk-produk turunannya seperti tahu dan tempe serta

kecap (Sujai, 2011). Hal ini dilakukan sebagai akibat

melonjaknya harga kedelai domestik hingga 30 persen.

Selain beras dan kedelai, penurunan bea impor diberikan

juga kepada sejumlah produk pangan dan pertanian

lainnya. Dampak dari kebijakan fiskal yang ini terlihat

dari relatif menurunnya inflasi mulai Februari 2011.

Page 66: Inflasi Pertanian Sulsel

52 Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan

2.10.1. Sosialisasi Program Secara umum, pemerintah pada dasarnya telah

melakukan berbagai upaya pengendalian harga, baik

secara langsung dengan operasi pasar maupun secara

tidak langsung dengan subsidi maupun pembinaan terhadap

pelaku pasar, baik yang bersifat antisipatif maupun

penanggulangan. Atas dasar hal tersebut nampaknya

pemerintah perlu lebih mensosialisasikan program

pengendalian harga kepada masyarakat secara luas.

Dengan demikian diharapkan keterlibatan masyarakat

dalam upaya pengendalian harga lebih tinggi. Fluktuasi

harga pada kelompok pertanian lebih banyak dipengaruhi

oleh faktor musim dalam arti luas, musim dalam arti

fenomena sosial maupun fenomena alam. Apabila fluktuasi

harga disebabkan karena fenomena sosial, maka harga

dibentuk oleh permintaan dan penawaran, sehingga ketika

musim telah lewat maka harga akan segera menyesuaikan

diri dengan sendirinya. Dalam hal ini, pemerintah tidak

perlu terlalu banyak intervensi dalam jalur distribusi.

Pembinaan oleh pemerintah kepada para distributor

dapat lebih diintensifkan sehingga diharapkan mampu

menekan dorongan spekulatif pada saat-saat tertentu.

Pemantauan harga terhadap komoditas tersebut juga dapat

menjadi dasar kebijakan antisipatif akan terjadinya

gejolak harga.

Page 67: Inflasi Pertanian Sulsel

Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan 53

Berbagai upaya yang dilakukan oleh pemerintah

dalam mengantisipasi lonjakan inflasi. Pada tahun 2010,

pemerintah dalam hal ini Menteri Keuangan menuangkan

dalam PMK No 143/PMK.011/2010, yang menetapkan sasaran

inflasi untuk tahun 2011 sebesar 5 % plus minus 1

persen. Dan tahun 2012 sebesar 4,5 % plus minus 1

persen. Hal ini dilakukan dengan mempertimbangkan trade-

off antara sasaran yang realistis namun cukup idealis,

guna mencapai sasaran inflasi jangkah menengah panjang

yang rendah dan stabil. Penetapan sasaran inflasi yang

realistis sangat membantu pemerintah dan Bank Indonesia

dalam membangun kredibilitas. Kredibilitas sangat

penting dalam membentuk ekspektasi inflasi. Dengan

makin tingginya level kredibilitas, ekspektasi akan

lebih mudah diarahkan dan bahkan menjangkarkan pada

sasaran/target inflasi yang ditetapkan, sehingga dalam

jangka menengah panjang akan lebih muda dalam mencapai

sasaran inflasi.

2.10.2. Operasi PasarPada awal tahun 2011, kenaikan harga pangan pokok

yang cukup tajam pada tahun tersebut membuat pemerintah

melakukan langkah strategis. Operasi pasar dilakukan

di seluruh Indonesia terutama di daerah yang mengalami

kenaikan beras cukup tinggi, termasuk melalui pola

komersial, pemberian fasilitas fiskal perdagangan atas

ekspor dan impor. Selain itu, pemerintah juga

Page 68: Inflasi Pertanian Sulsel

54 Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan

memastikan stok pangan yang cukup baik di tingkat

pusat, daerah dan masyarakat (lumbung pangan) untuk

mencegah spekulasi dan melakukan upaya untuk kelancaran

distribusi angkutan pangan pokok termasuk bongkar muat

di pelabuhan.

2.10.3. Subsidi Selain itu, Pemerintah juga telah mengambil

berbagai kebijakan untuk menstabilkan harga komoditas

pertanian yang dimaksudkan untuk menjamin ketersediaan

pasokan pangan komoditas pangan dan pertanian,

meningkatkan produksi pertanian, dan meredam gejolak

harga komoditas pangan dan pertanian di pasar domestik.

Salah satu kebijakan fiskal yang diambil Pemerintah

adalah memberikan alokasi anggaran subsidi untuk sektor

pangan dan pertanian berupa Program Raskin. Program

Raskin ini diberikan untuk membantu masyarakat miskin

dalam memenuhi kebutuhan pangannya dengan harga yang

rendah sebagai akibat kenaikan harga komoditas pangan

yang cukup tinggi. Besaran subsidi mencapai 15,3

triliun pada tahun 2011.

Subsidi lain yang diberikan Pemerintah adalah

subsidi pupuk dengan maksud agar tersedia pupuk yang

dibutuhkan oleh petani dengan harga murah dan

terjangkau sehingga bisa menekan biaya produksi

pertanian. Dalam tahun 2011, subsidi pupuk mencapai

16,4 triliun. Selain pupuk, pemerintah juga memberikan

Page 69: Inflasi Pertanian Sulsel

Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan 55

subsidi sebesar 2,3 triliun untuk benih sehingga dapat

tersedia bibit unggul dengan harga terjangkau sehingga

dapat membantu petani dalam meningkatkan produktivitas

usaha pertanian.

Kebijakan terkait pengendalian harga yang

dilakukan pemerintah antara lain kebijakan subsidi,

operasi pasar dan kebijakan makro. Selain kebijakan

tersebut, upaya pengendalian harga juga dilakukan

melalui pendekatan penelusuran jalur distribusi,

misalnya pernah dilakukan untuk komoditas minyak

goreng. Dalam pendekatan melalui penelusuran jalur

distribusi tersebut, pihak-pihak yang terkait dengan

proses pembentukan harga, terutama yang sangat dominan

dalam pembentukan harga dikumpulkan dan diberi

pengarahan untuk ikut ambil bagian dalam upaya

pengendalian harga. Meskipun masih bersifat himbauan

dan pembinaan distributor, namun demikian langkah ini

diharapkan menumbuhkan rasa empati dari para agen untuk

ikut serta dalam pengendalian harga dan tidak justru

berspekulasi.

2.11. Penelitian Terdahulu

Prastowo.J, Yanuarti.T, dan Depari.Y (2008)

meneliti tentang Pengaruh Distribusi Dalam Pembentukan

Harga Komoditas dan Implikasinya Terhadap Inflasi.

Faktor distribusi. yang diamati meliputi rantai

Page 70: Inflasi Pertanian Sulsel

56 Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan

distribusi, marjin keuntungan, biaya dan gangguan

distribusi. Hasil analisis yang dilakukan dengan

menggunakan model ekonometrika dan survei menunjukkan

bahwa komoditas primer cenderung mempunyai mata rantai

distribusi yang lebih panjang dan kurang efisien.

Sementara gangguan distribusi sangat berpengaruh

terhadap harga komoditas yang perishable seperti cabe,

namun marjin yang diperoleh pedagang lebih besar dari

komoditas lainnya. Hal ini membuat komoditas yang

perishable lebih volatile. Peningkatan harga BBM yang

mendorong peningkatan biaya transportasi tidak

signifkan terhadap harga komoditas produk industri

seperti minyak goreng dan gula pasir. Namun signifkan

terhadap komoditas non-industri dengan peningkatan

biaya aktual sekitar 1%, namun peningkatan harga yang

terjadi dapat mencapai 5%. Dengan demikian dampak

peningkatan BBM terhadap harga komoditas dan inflasi

secara keseluruhan lebih besar dari faktor distribusi

lainnya.

Penelitian ini juga menunjukkan bahwa sangat sulit

untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran

komoditas pertanian, namun berbagai studi menghasilkan

dua faktor utama yang sangat berpengaruh terhadap

pembentukan harga komoditas pangan yaitu faktor

produksi saat panen (harvest disturbance) dan perilaku

penyimpanan (storage behavior). Walaupun keberhasilan

Page 71: Inflasi Pertanian Sulsel

Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan 57

panen sangat dipengaruhi oleh kondisi iklim yang tidak

terkontrol, namun terdapat pola sifat siklus yang

sistematis antara pola tanam dan variasi harga

komoditas. Variasi harga akan membesar saat musim tanam

dan mengecil pada saat musim panen. Sementara

keberadaan teknologi penyimpanan atas produk pertanian,

terutama yang mudah rusak (perishable goods), akan

mengurangi resiko fluktuasi harga komoditas tersebut.

Lebih lanjut, penelitian ini juga menemukan bahwa

upaya pengendalian komoditas-komoditas pertanian perlu

didukung oleh pengaturan tata niaga dan/atau harga

komoditas-komoditas pendukung pertanian, misalnya

pupuk. Untuk menjaga ketersediaan beras misalnya sudah

ada pengaturan tidak diperkenankan mengekspor beras 2

bulan sebelum panen dan 2 bulan setelah panen. Untuk

beras juga ditetapkan harga dasarnya dengan instruksi

Presiden. Kebijakan tersebut dapat terus dipertahankan.

Jalur distribusi pada komoditas-komoditas peternakan

cenderung panjang, namun demikian dalam komoditas ini

cenderung tidak ada dominasi.

Jalur distribusi yang panjang atau pendek pada

dasarnya merupakan pilihan pelaku (produsen ataupun

pedagang) dan sangat tergantung pada karakter produk.

Dalam hal ini pemerintah dapat berperan dalam menjaga

kontinuitas pasokan serta memperlancar arus distribusi

komoditas sehingga harga menjadi stabil. Komoditas

Page 72: Inflasi Pertanian Sulsel

58 Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan

minyak goreng memiliki jalur distribusi panjang, yakni

dari produsen supplier utama-pedagang

pasar/distributor-warung–konsumen. Selain itu, struktur

pasar untuk komoditas ini cenderung oligopolis.

Pembinaan terhadap para distributor dan mengikut

sertakan mereka dalam upaya pengendalian harga,

merupakan langkah yang dapat ditempuh oleh pemerintah.

Seperti halnya komoditas peternakan, pemerintah dapat

berperan dalam menjaga kontinuitas pasokan serta

memperlancar arus distribusi komoditas sehingga harga

menjadi stabil.

Kajian yang dilakukan oleh Bank Indonesia pada

tahun 2010 wilayah Kerja Provinsi Jambi yang berjudul

Karakteristik Penyumbang Inflasi Terbesar di Kota

Jambi. Kajian ini menyimpulkan bahwa sumber penyebab

kenaikan harga pada komoditi bahan makanan terutama

berasal dari kelangkaan barang, disamping disebabkan

oleh tingginya harga yang ditetapkan distributor dan

kenaikan biaya transportasi. Di sisi lain, kenaikan

harga untuk komoditi non pangan lebih disebabkan oleh

tingginya harga jual yang ditetapkan distributor,

disamping kenaikan biaya transportasi dan kelangkaan

barang. Hal ini sejalan dengan jumlah distributor

komoditi non pangan yang lebih sedikit bila

dibandingkan dengan jumlah distributor komoditi bahan

makanan.

Page 73: Inflasi Pertanian Sulsel

Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan 59

Selanjutnya kajian ini juga menyimpulkan bahwa

menurunnya pasokan terutama disebabkan oleh menurunnya

pasokan dari sentra produksi dan kondisi cuaca yang

kurang mendukung khususnya untuk komoditi bahan

makanan. Sementara itu, meningkatnya biaya transportasi

disebabkan oleh meningkatnya harga BBM dan banyaknya

gangguan dalam perjalanan serta kondisi infrastruktur

jalan yang kurang memadai.

Kajian ini memberikan rekomendasi agar

mengupayakan terjaminnya kesinambungan pasokan barang

khususnya komoditi bahan makanan. Hal ini diantaranya

dapat dilakukan melalui peningkatan produksi komoditi

lokal dengan menata kembali penggunaan lahan (land

used) dan memaksimalkan pemanfaatan lahan tidur yang

masih cukup luas, disertai penyediaan bibit unggul;

jaminan ketersediaan sarana dan prasarana produksi;

penyediaan fasilitas pembiayaan; bantuan teknis

budidaya pertanian ramah lingkungan untuk menghasilkan

komoditi yang aman, nyaman dan sehat untuk dikonsumsi

dengan mengaktifkan kembali dan meningkatkan peran

penyuluh lapangan; penataan pola tanam antar daerah

sentra produksi; mengintensifkan koordinasi antar

daerah sentra produksi dan daerah konsumen;

meningkatkan peran BMKG dalam kegiatan budidaya;

meningkatkan koordinasi dinas terkait tingkat provinsi

dengan dinas yang sama di tingkat kabupaten, dan

Page 74: Inflasi Pertanian Sulsel

60 Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan

melakukan regulasi pemasaran produk yang dihasilkan

sentra produksi lokal untuk kebutuhan pasar dalam

wilayah Provinsi Jambi.

Selain itu, kajian ini juga merekomendasikan agar

mengupayakan penataan suplai barang untuk mengurangi

besarnya peran pedagang besar atau grosir dalam

menetapkan harga beli pedagang pengecer dan mengurangi

peran pedagang pengecer dalam menetapkan harga jual ke

konsumen serta memperkecil peluang terjadinya spekulasi

pada berbagai tingkatan pedagang khususnya untuk

komoditi non pangan dan komoditi pangan tahan lama.

Rekomendasi yang terakhir dari kajian ini adalah

diperlukannya upaya peningkatan efisiensi transportasi

melalui peningkatan kuantitas dan kualitas

infrastruktur angkutan darat, meningkatkan jangkauan

pelayanan transportasi ke daerah sentra produksi, dan

pengurangan berbagai bentuk gangguan dalam pengangkutan

barang yang menimbulkan ekonomi biaya tinggi (high cost

economy).

Page 75: Inflasi Pertanian Sulsel

Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan 61

3. METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat

Kegiatan penelitian ini dilaksanakan dari bulan

Juli sampai bulan September tahun 2013. Kegiatan ini

dilaksanakan di dalam lingkup wilayah Provinsi

Sulawesi Selatan.

3.2. Tahapan Kegiatan

Kegiatan penelitian ini meliputi beberapa tahapanseperti pada Gambar 1 berikut ini. Gambar 4. Bagan Alir Tahapan Kegiatan Penelitian

a) Pembentukan Tim. Tim dalam kegiatan ini akan

terdiri dari tenaga ahli dan tenaga pendukung.

Satu orang dari Tenaga Ahli yang ada akan

bertindak sebagai Team Leader.

b) Konsolidasi Tim. Setelah tim terbentuk, maka tahap

selanjutnya adalah membuat dan mematangkan rencana

pengumpulan data, pengklasifikasian jenis dan

kriteria kebutuhan data, penentuan sumber data,

Page 76: Inflasi Pertanian Sulsel

62 Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan

serta pembuatan list kegiatan dan target

pelaksanaannya.

c) Desk Study. Kegiatan ini merupakan studi pustaka

untuk mencari literatur dan penelitian-penelitian

terdahulu yang dianggap relevan dengan penelitian

ini. Tahap kegiatan ini juga dirangkaikan dengan

pengumpulan data dari berbagai sumber sesuai

dengan kebutuhan data yang telah ditetapkan pada

tahap kegiatan sebelumnya yaitu pada tahap

konsolidasi tim.

d) Analisis data. Analisis data akan dilakukan

setelah semua kebutuhan data terpenuhi. Analisis

data akan dilakukan secara kualitatif deskriptif

dan secara kuantitatif dengan menggunakan alat

statistik untuk menjawab apa yang menjadi tujuan

penelitian ini.

e) Pembuatan Laporan. Laporan akan dibuat setelah

hasil analisis data telah dirampungkan. Laporan

akan berisi beberapa bab dari bab Pendahuluan

sampai kepada bab Pembahasan Hasil analisis data

yang telah dilakukan. Laporan juga akan memuat

rekomendasi untuk pemangku kepentingan sebagai

saran dari temuan kegiatan penelitian.

Page 77: Inflasi Pertanian Sulsel

Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan 63

3.3. Data

Data yang dipergunakan dalam analisis penelitian

ini terdiri atas:

1) Data sekunder yang utamanya diperoleh dari Badan

Pusat Statistik (BPS),Departemen Pertanian

Provinsi Sulawesi Selatan, Bank Indonesia Wilayah

Sulampua. Adapun periodisasi dari penggunaan data

tersebut bervariasi sesuai dengan ketersediaan

untuk masing-masing komoditas.

2) Data primer yang diperoleh dari pelaksanaan

survei, baik yang dilakukan sendiri maupun

memanfaatkan hasil survei yang telah dilaksanakan

oleh pihak lain seperti BPS dan Bank Indonesia.

3) Dalam Penelitian ini, akan dibahas sumbangan

inflasi dari Kelompok Bahan Makanan Tahun 2013 dan

2012. Pembahasan ini dibatasi pada dua tahun

tersebut saja karena data 2011 sudah tidak dapat

diperoleh di BPS Sul-Sel maupun di BI Wilayah

Sulampua. Pemaparan gambaran inflasi Bahan Makanan

di Sulawesi Selatan dimulai dari tahun terkini

yaitu tahun 2013 dari bulan Januari sampai Bulan

Agustus yang merupakan batas pencarian data

penelitian. Untuk data analisis inflasi Sulsel

secara umum digunakan data time series dari tahun

2008 – 2012.

Page 78: Inflasi Pertanian Sulsel

64 Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan

3.4. Penulisan Laporan

Penulisan dalam penelitian ini akan dibagi ke

dalam lima bab yang dimulai dengan Bab Pendahuluan,

diikuti Kerangka Teoritis pada Bab 2 untuk memberikan

gambaran mengenai dasar teori pembentukan harga pada

komoditas pangan/pertanian, peran pemerintah dan teori

tentang inflasi serta hasil penelitian yang pernah

dilakukan. Bab 3 akan membahas Metodologi Penelitian,

dilanjutkan Bab 4 yang akan menguraikan hasil

Penelitian dan Pembahasan dan diakhiri dengan Bab 5

yang berisi kesimpulan dan rekomendasi hasil

penelitian.

Page 79: Inflasi Pertanian Sulsel

Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan 65

4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Inflasi Sulawesi Selatan

4.1.1.Inflasi Gabungan Empat KotaPerhitungan inflasi Sulawesi Selatan yang

dilakukan oleh BPS merupakan perhitungan inflasi yang

menggabungkan 4 kota besar yaitu Kota Makassar, Bone,

Palopo dan Pare-pare. Perbandingan nilai inflasi ke

empat kota besar tersebut, dan inflasi Sulawesi Selatan

serta Inflasi Nasional dapat dilihat pada tabel 3

berikut ini.

Tabel 1. Laju Inflasi Sulawesi Selatan, Nasional dan EmpatKota Besar

Tahun 2009 2010 2011 2012MAKASSAR 3,24 6,82 2,87 4,57BONE 6,84 6,74 3,94 3,65PALOPO 4,18 3,99 3,34 4,11PARE-PARE 1,4 5,79 1,6 3,49SUL-SEL 3,36 6,56 2,88 4,3NASIONAL 2,78 6,96 3,79 4,3Sumber : BPS diolah, 2013.

Berdasarkan Tabel 3 di atas, dapat dilihat bahwa

inflasi tertinggi Sulawesi Selatan terjadi pada tahun

2010 yaitu sebesar 6,56 persen. Kemudian pada tahun

2011 dan 2012, inflasi mengalami penurunan menjadi 2,88

dan 4,3 persen. Peningkatan ini senada dengan laju

inflasi secara nasional, dimana pada tahun 2010,

Page 80: Inflasi Pertanian Sulsel

66 Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan

inflasi nasional mencapai angka tertinggi yaitu pada

tingkat 6,96 persen.

Lebih lanjut dapat dilihat bahwa pada tahun 2012,

inflasi tertinggi terjadi di Kota Makassar dengan nilai

sebesar 4,57 kemudian diikuti oleh kotamadya Palopo

sebesar 4,11. Sementara itu, nilai inflasi antara Sul-

sel dengan nilai inflasi nasional adalah sama yaitu 4,3

persen. Nilai inflasi terendah pada tahun 2012 adalah

Nilai Kota Bone yang hanya sebesar 3,65 persen.

Fluktuasi inflasi dari tahun 2009 sampai dengan tahun

2012 dapat dilihat pada Gambar 5 berikut ini.

Gambar 5 Grafik Laju Inflasi 4 Kota Besar di SulawesiSelatan

Sumber : BPS Diolah, 2013.

Perhitungan inflasi secara umum dikelompokkan

menjadi tujuh kelompok yaitu dari Kelompok Bahan

Makanan sampai dengan Kelompok Transpor, komunikasi dan

Jasa Keuangan. Nilai inflasi Sulawesi Selatan untuk

Page 81: Inflasi Pertanian Sulsel

Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan 67

ketujuh kelompok tersebut dari tahun 2008 sampai dengan

tahun 2012 dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini.

Tabel 2. Kelompok Pengeluaran Perhitungan Inflasi SulawesiSelatan 2008 – 2012.

NO Kelompok Pengeluaran

2008 2009 2010 2011 2012

1 Bahan Makanan 21,48 3,59 14,25 0,03 5,682 Makanan Jadi,

Minuman, Rokok & Tembakau

14,47 6,23 5,9 4,29 6,11

3 Perumahan, Air, Listrik, Gas, & Bahan Bakar

11,13 3,55 4,14 4,02 3,35

4 Sandang 11,29 7,3 7,35 9,13 4,675 Kesehatan 11,11 2,85 3,06 7,92 2,916 Pendidikan,

Rekreasi, dan Olahraga

3,71 6,91 1,8 2,88 4,21

7 Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan

5,29 -2,32 1,75 0,51 2,2

  Umum 12,4 3,39 6,56 2,87 4,3Sumber : BPS. Diolah 2013.

Dalam lima tahun terakhir satu-satunya kelompok

pengeluaran yang mengalami penurunan indeks harga atau

deflasi adalah kelompok pengeluaran transpor,

komunikasi dan jasa keuangan yang terjadi pada tahun

2009. Penurunan indeks atau deflasi yang terjadi

sebesar 2,32 persen. Perubahan indeks harga atau

inflasi tertinggi dialami oleh kelompok pengeluaran

bahan makanan yang terjadi pada tahun 2008, perubahan

harga yang terjadi sebesar 21,48 persen. Sedangkan

inflasi terkecil dialami oleh kelompok pengeluaran

Page 82: Inflasi Pertanian Sulsel

68 Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan

bahan makanan yang terjadi pada tahun 2011 dengan

besaran inflasi sebesar 0,03 persen.

Pada tahun 2012, terlihat bahwa nilai inflasi

terbesar ada pada Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok

dan Tembakau dengan nilai sebesar 6,11 persen kemudian

diikuti oleh kelompok Bahan Makanan sebesar 5,68 dan

Kelompok Sandang 4,67 persen. Sedangkan nilai inflasi

yang terkecil pada tahun yang sama adalah 2,2 yang

merupakan nilai dari Kelompok Transpor, Komunikasi dan

Jasa Keuangan kemudian terkecil kedua adalah kelompok

Kesehatan dengan nilai 2,91 persen.

Tabel 3. Nilai Rata-rata dan Persentase Kelompok PengeluaranSul-Sel 2008 - 2012

No Kelompok Pengeluaran Rata-rata Persentase1 Bahan Makanan 9,006 22%2 Makanan Jadi, Minuman, Rokok &

Tembakau7,4 18%

3 Perumahan, Air, Listrik, Gas, & Bahan Bakar

5,238 13%

4 Sandang 7,948 20%5 Kesehatan 5,57 14%6 Pendidikan, Rekreasi, dan

Olahraga3,902 10%

7 Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan

1,486 4%

Sumber : BPS diolah, 2013.

Berdasarkan Tabel 3, dapat dilihat bahwa Rata-rata

nilai inflasi untuk kelompok Bahan Makanan 2008 – 2012

adalah 9,006 persen. Dengan nilai ini, dapat dikatakan

bahwa Kelompok Bahan Makanan menyumbang inflasi untuk

Sulawesi Selatan Selang waktu 2008 – 2012 adalah rata-

Page 83: Inflasi Pertanian Sulsel

Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan 69

rata 22 Persen dari total tujuh kelompok pengeluaran

perhitungan inflasi. Nilai ini adalah yang terbesar

jika dibandimgkan dengan kelompok pengeluaran yang

lain. Nilai terbesar selanjutnya adalah Kelompok

Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau sebesar 7,4

atau senilai dengan 18 %. Sumbangan inflasi terkecil

diberikan oleh kelompok Transfor, Komunikasi dan Jasa

Keuangan dengan nilai hanya sebesar 1,486 atau 4 %.

Nilai terkecil kemudian adalah dari kelompok

Pendidikan, Rekreasi dan Olah raga dengan nilai 3,9

atau 10 %.

4.1.2.Inflasi Kelompok Bahan Makanan Sulawesi

SelatanDalam Penelitian ini, akan dibahas sumbangan

inflasi dari Kelompok Bahan Makanan Tahun 2013 dan

2012. Pembahasan ini dibatasi pada dua tahun tersebut

saja karena data 2011 sudah tidk dapat diperoleh di BPS

Sul-Sel maupun di BI Wilayah Sulampua. Pemaparan

gambaran inflasi Bahan Makanan di Sulawesi Selatan

dimulai dari tahun terkini yaitu tahun 2013 dari bulan

Januari sampai Bulan Agustus yang merupakan batas

pencarian data penelitian.

Page 84: Inflasi Pertanian Sulsel

70 Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan

4.1.2.1 Gambaran Inflasi Kelompok Pengeluaran Bahan Makanan

SulSel Tahun 2013 (Jan –Agustus).

Gambar 6. Grafik Nilai Sumbangan Inflasi Kelompok BahanMakanan Jan-Agust 2013

Sumber : BPS, Diolah 2013

Berdasarkan Gambar 6, dapat dilihat bahwa nilai

sumbangan inflasi Pada Bulan Juli adalah yang terbesar

dengan nilai 1,3869 kemudian disusul oleh nilai pada

bulan Agustus sebesar 1,0309 dan bulan Januari 1,0057.

Pada bulan Juni, Kelompok Bahan Makanan ini mengalami

deflasi sebesar 0,1256. Bulan ini satu-satunya yang

mengalami deflasi. Nilai inflasi terkecil terjadi pada

bulan Mei dan Maret dengan nilai hampir sama yaitu

0,169. Tingginya nilai inflasi di bulan Juli dan

Agustus sebagai dampak dari kenaikan BBM di bulan Juni.

Nilai sumbangan inflasi dari kelompok Bahan

Makanan ini berasal dari beberapa sub kelompok

Page 85: Inflasi Pertanian Sulsel

Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan 71

pengeluaran antara lain: Sub Kelompok Bumbu-bumbuan,

Buah-buahan, Ikan diawetkan, Daging dan hasilnya, Padi-

padian, Ikan segar, Kacang-kacangan, Sayur-sayuran,

lemak dan minyak serta dan sub kelompok Bahan makanan

lainnya. Nilai sumbangan dari beberapa sub kelompok

pengeluaran tersebut dari bulan Januari sampai dengan

bulan Agustus 2013 dapat dilihat pada Tabel 4 berikut.

Tabel 4. Nilai Sumbangan Inflasi Sub Kelompok PengeluaranBahan Makanan Januari Sampai Agustus Sul-Sel 2013.

N

O

Kelompok

PengeluaranJan Feb Mar Apr Mei Jun Jul

Agus

t

1 Bumbu-bumbuan 12,1

8

13,2

3

18,3

4

0,0

1

-

6,74

-

1,74

14,2

34,54

2 Buah-buahan2,98 2,21 2,79 2,8 2,93

-

0,457,7 0

3 Ikan diawetkan

3,14 1,93 1,3

-

1,4

1

-4,7 0,13 2,93 6,74

4 Daging &

hasilnya 2,35 4,31 0,33

-

4,7

4

-

2,074,12

11,2

88,07

5 Padi2an,umbi2a

n & hasilnya0,28 0,24 0,11

0,1

40,03 0,21 0,72 0,11

6 Ikan segar 6,52 - - - - - 3,89 5,63

Page 86: Inflasi Pertanian Sulsel

72 Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan

1,15 3,511,7

20,58 0,51

7 Telur,susu &

hasilnya2,25 1,12

-

3,49

-

1,91,54 1,4 3,95 1,28

8 Kacang-

kacangan0,08 0,48

-

1,45

0,4

12,26 0,15 1,46 3,39

9 Bahan makanan

lainnya 0,42-

0,99

-

0,39

-

0,4

9

0,79 0 1,3 0,88

1

0

Sayur-sayuran7,29 6,67 0,51

0,1

42,38

-

7,618,46 7,87

1

1

Lemak & Minyak0,54 0,23 0,86

1,7

1

-

1,62

-

0,360,5 3,89

Sumber : BPS, Diolah 2013.

Pada Tabel 4 terlihat bahwa sumbangan inflasi dari

kelompok bahan makanan didominasi oleh subkelompok

bumbu-bumbuan. Hal ini terlihat dari tingginya

sumbangan dari subkelompok ini pada bulan Januari

sampai dengan Bulan Maret yang kemudian meningkat

kembali di bulan Juli dan Agustus. Meskipun subkelompok

ini tetap mengalami deflasi di bulan Mei dan Juni. Di

lain sisi, subkelompok Bahan makanan lainnya

menyumbangkan inflasi yang kecil dan cenderung menjadi

deflator.

Page 87: Inflasi Pertanian Sulsel

Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan 73

Gambar 7 Grafik Nilai Rata-rata Sumbangan Inflasi Sub Kelompok Pengeluaran Bahan Makanan Januari Sampai Agustus 2013.

Sumber : BPS Diolah, 2013.

Gambar 7 memperlihatkan bahwa Sub Kelompok Bumbu-

bumbuan memberikan sumbangan nilai inflasi terbesar

yaitu 6,756 selang Bulan Januari sampai dengan Bulan

Agustus 2013. Nilai terbesar kedua dan ketiga

masing0masing adalah Sayur-sayuran dan Daging &

hasilnya. Sementara sub kelompok yang memberikan nilai

inflasi terkecil adalah Bahan Makanan Lainnya dengan

nilai 0,19. Dari ke-sebelas sub kelompok pengeluaran

tersebut, tidak ada satupun yang memberikan andil

deflasi.

Tabel 5. Nilai Sumbangan Inflasi Beberapa Komoditi Pangan &Hortikultura Bulan Januari Sampai Dengan Bulan Agustus2013.

Page 88: Inflasi Pertanian Sulsel

74 Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan

Tabel 5 memperlihatkan nilai sumbangan inflasi

dari beberapa komoditi pangan dan hortikultura yang

tercatat oleh BPS sebagai penyumbang inflasi di Tahun

2013. Data terdiri dari Bulan Januari sampai dengan

Bulan Agustus 2013. Untuk memudahkan melihat urutan

besaran sumbangan inflasi dari komoditi tersebut, maka

data tersebut kemudian dibuat dalam bentuk Grafik.

Urutan sumbangan tersebut dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8 Grafik Nilai Rata-rata Sumbangan Inflasi BeberapaKomoditi Pangan & Hortikultura Bulan Januari Sampai DenganBulan Agustus 2013

-0.020

0.020.040.060.080.1

Sumber : BPS Diolah, 2013

Pada Gambar 8 terlihat bahwa Bawang Merah

merupakan penyumbang inflasi tertinggi kemudian disusul

oleh Cabe rawit, cabe merah, tomat sayur, beras sampai

dengan kentang. Sementara bayam, kacang panjang dan

bawang putih bertindak sebagai penyumbang deflasi.

Bawang merah menjadi penyumbang inflasi yang sangat

signifikan jika dibandingkan dengan komoditi yang lain.

Page 89: Inflasi Pertanian Sulsel

Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan 75

4.1.2.2 Gambaran Inflasi Kelompok Pengeluaran Kelompok Bahan

Makanan Sul-Sel Tahun 2012

Tabel 6. Sumbangan Inflasi Bahan Makanan Tahun 2012.

Bulan Jan Feb Mar Apr Mei JunSumbanga

nInflasi

0,9879 0,1063 0,2581 0,3388 -0,6475

0,3953

Bulan Jul Agust Sep Okt Nop Des Rata-rata

Sumbangan

Inflasi

0,4183 0,6814 -0,3058

-0,5356

-0,2486

0,3483 0,149

Sumber : BPS, Diolah 2013.

Pada Tabel 6 terlihat bahwa rata-rata sumbangan

inflasi dari kelompok bahan makanan adalah sebesar

0,149. Nilai ini merupakan rata-rata nilai inflasi dari

Bulan Januari sampai dengan Bulan desember Tahun 2012.

Pergerakan sumbangan inflasi kelompok Bahan Makanan

dapat dilihat pada Gambar 9 berikut ini.

Gambar 9 Grafik Nilai Pergerakan Inflasi Bahan Makanan Tahun2012

Pada gambar 9 terlihat bahwa sumbangan inflasi

dari Bahan Makanan di Sul-Sel terbesar pada bulan

Januari dengan nilai sebesar 0,9879. Nilai tertinggi

Page 90: Inflasi Pertanian Sulsel

76 Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan

selanjutnya terjadi di bulan Agustus dan Juli dengan

nilai masing-masing sebesar 0,6814 dan 0,4183. Pada

bulan Mei, Bahan makanan memberikan sumbangan deflasi

terbesar yaitu sebesar 0,6475. Sumbangan deflasi juga

terjadi di Bulan September, Oktober dan November dengan

nilai masing-masing adalah 0,3058, 0,5356, 0,2486.

Sementara itu, sumbangan inflasi terkecil terjadi di

Bulan Februari dengan nilai 0,1063.

Tabel 7. Nilai Sumbangan Inflasi dari Sub Kelompok BahanMakanan sul-Sel 2012.

NO Komoditi Jan Feb Mar Apr Mei Jun1 Bumbu-bumbuan -1,09 -3,1 13,63 12,13 -7,16 7,632 Buah-buahan 7,26 -2,4 -0,22 0,24 -3,4 -0,93 Ikan diawetkan 0,23 1,33 0,87 0,38 0,58 3,694 Daging & hasilnya 6,5 -4,41 -1,16 0,06 -0,01 0,915 Padi-padian,umbi2an

& hasilnya1,46 1,06 0,25 -0,06 -0,03 0,03

6 Ikan segar 5,95 5,07 1,16 0,46 -4,22 6,717 Telur,susu &

hasilnya1,46 3,63 -1,86 -1,97 -2,28 0,5

8 Kacang-kacangan 0 -0,39 -1,44 -0,43 0,47 0,249 Bahan makanan

lainnya0 0,53 0,38 -0,07 0,35 0,37

10 Sayur-sayuran 11,55 -6,47 1,77 6,03 -5,46 -8,88

11 Lemak & Minyak 0,21 -0,56 0,01 0,55 -0,12 -0,05

Lanjutan Tabel 7

NO Komoditi Jul Agust Sep Okt Nop Des Rata-

rata1 Bumbu-bumbuan -2,23 5,47 -

5,75 0,01 -1,61 8,31 2,187

2 Buah-buahan 1,17 6,55 -4,54

-2,05

-0,65 0,08 0,095

3 Ikan diawetkan 2,33 5,15 3,38 -6,61 -6,2 -

1,63 0,292

Page 91: Inflasi Pertanian Sulsel

Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan 77

4 Daging & hasilnya 4,64 4,83 -5,51

-2,12 0,34 0,01 0,340

5 Padi-padian,umbi2an & hasilnya

0,17 0,17 0,02 -0,09 0,08 0,06

0,2606 Ikan segar 3,2 3,25 1,04 -

3,14-

4,17-

0,04 1,2737 Telur,susu &

hasilnya 2,92 2,09 -0,98

-3,67 0,06 2,79 0,224

8 Kacang-kacangan 1,91 6,52 1,27 -0,48 0,28 0,41 0,697

9 Bahan makanan lainnya 0,72 1,56 0,3 -

0,04 0,3 0,13 0,37810 Sayur-sayuran 0,68 -

0,38-

1,66-

5,37 4,29 6,19 0,19111 Lemak & Minyak 0,13 0,21 -

1,04 0,04 -0,9 0,43 -0,091

Sumber : BPS, Diolah 2013.

Pada Tabel 7 dan 8 dapat dilihat bahwa rata-rata

sumbangan inflasi dari sub kelompok bahan makanan cukup

bervariatif. Nilai rata-rata tertinggi didapatkan dari

kelompok Bumbu-bumbuan dengan nilai sebesar 2,187.

Sementara nilai rata-rata yang terendah adalah 0,095

dari kelompok buah-buahan. Selama periode tahun 2012,

sumbangan deflasi hanya terjadi pada kelompok lemak dan

minyak dengan nilai 0,091. Nilai terendah sampai yang

terbesar dari nilai sumbangan inflasi sub kelompok

bahan makanan dapat dilihat pada Gambar 10 berikut ini.

Gambar 10 Grafik Nilai Sumbangan Inflasi Sub Kelompok BahanMakanan Terkecil sampai dengan Terbesar Tahun 2012.

Page 92: Inflasi Pertanian Sulsel

78 Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan

Sumber : BPS, Diolah 2013.

Pada Gambar 10 terlihat bahwa sumbangan inflasi

terbesar adalah dari kelompok bumbu-bumbuan, kemudian

ikan segar, yang diikuti oleh kelompok kacang-kacangan

dan bahan makanan lainnya. Sementara nilai yang

terkecil dari kelompok buah-buahan yang diikuti oleh

kelompok sayur-sayuran, telur, padi-padian dan ikan

diawetkan.

4.1.2.3 Sumbangan Inflasi Komoditi Pangan dan Hortikultura Sul-Sel

2012.

Tabel 8. Nilai sumbangan Inflasi/deflasi Komoditi Pangandan Hortikultura Sul-Sel 2012.

NO Komoditi Jan Feb Mar Apr Mei Jun1 Beras 0,1009 0,0734 0,01572 Kol Putih/Kubis3 Tempe4 Cabe Merah 0,0324 0,0417 0,05935 Tomat Buah 0,104 -

0,0632 0,0179

6 Bawang Putih 0,01627 Bawang Merah 0,0401 0,0245 0,04678 Sawi Hijau 0,0169 Pisang -

0,0256 0,016

Page 93: Inflasi Pertanian Sulsel

Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan 79

10 Cabe Rawit -0,0271 0,1499 0,0966 -

0,2473 0,0504

11 Tomat sayur 0,1877 -0,0979 0,0176 0,0962 -

0,0425-

0,187912 Kacang Panjang -

0,0355-

0,006713 Bayam 0,0287 -

0,036514 Kentang -

0,0378         

Lanjutan Tabel 8

NO Komoditi Jul Agust Sep Okt Nop Des Rata-

rata1 Beras 0,06332 Kol

Putih/Kubis0,024 0,0249

3 Tempe 0,024

0,006 0,0154

4 Cabe Merah -0,084

0,030

-0,02

-0,021

0,077 0,0144

5 Tomat Buah -0,013

0,033

-0,013

0,0109

6 Bawang Putih0,060 -

0,01

-0,024

0,0097

7 Bawang Merah -0,044

-0,012

-0,01

-0,022

0,033 0,0069

8 Sawi Hijau -0,022

0,018 0,0042

9 Pisang 0,032

-0,012

0,0025

10 Cabe Rawit 0,044

-0,078

0,07-

0,0685

0,029 0,0020

11 Tomat sayur -0,020

0,047

-0,032

-0,02

0,033 -0,0018

12 Kacang Panjang 0,026

-0,011

-0,0069

13 Bayam -0,025

-0,0112

Page 94: Inflasi Pertanian Sulsel

80 Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan

14 Kentang -0,008

-0,010

-0,016

-0,0185

Sumber : BPS, Diolah 2013.

Tabel 8 memperlihatkan sumbangan inflasi/deflasi

dari beberapa komoditi pertanian yang tercatat oleh BPS

telah memberikan andil dalam perhitungan inflasi

Sulawesi Selatan tahun 2012. Penyumbang inflasi

terbesar adalah komoditi Beras dengan nilai 0,0633

kemudian diikuti oleh komoditi Kol putih/kubis dengan

nilai 0,0249. Selama tahun 2012, terdapat 4 komoditi

yang memberikan nilai deflasi yaitu tomat sayur, kacang

panjang, bayam dan kentang. Nilai sumbangan

inflasi/deflasi diurut dari terbesar sampai dengan

terkecil dapat dilihat pada Gambar 11 berikut ini.

Gambar 11..Urutan Nilai Sumbangan Inflasi/Deflasi BeberapaKomoditi Pertanian Sul-Sel 2012.

-0.0300-0.0200-0.01000.00000.01000.02000.03000.04000.05000.06000.0700 0.0633

0.02490.01540.01440.01090.00970.00690.00420.00250.0020

-0.0018-0.0069

-0.0112-0.0185

Page 95: Inflasi Pertanian Sulsel

Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan 81

4.2. Pembahasan

Pada tahun 2013, sumbangan inflasi terbesar di

Sulawesi Selatan berasal dari komoditi bawang merah,

cabe rawit, cabe merah, tomat sayur dan beras.

Sementara pada tahun 2012, sumbangan inflasi berasal

dari komoditi beras, kol putih, tempe, cabe merah, dan

tomat buah. Secara keseluruhan, sumbangan dari komoditi

dan sub kelompok bahan makanan tahun 2012 dan 2013

dapat dilihat pada Tabel 9 berikut.

Tabel 9. Komoditi Penyumbang Inflasi Terbesar Sul-Sel Tahun2012 & 2013

2012 2013

Komoditi

Beras Bawang MerahKol Putih Cabe RawitTempe Cabe Merah

Cabe Merah Tomat SayurTomat Buah Beras

Sub Kelompok

Bumbu-bumbuan Bumbu-bumbuanIkan Segar Sayur-sayuran

Kacang-kacangan Daging & HasilnyaBahan Makanan

LainnyaBuah-buahan

Pada Tabel 9 terlihat 5 komoditi penyumbang

inflasi terbesar masing-masing di tahun 2012 dan 2013.

Pada tahun 2012, beras menjadi penyumbang terbesar.

Page 96: Inflasi Pertanian Sulsel

82 Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan

Tahun 2013, beras tetap menjadi penyumbang inflasi

terbesar kelima setelah cabe merah dan tomat sayur.

Sama halnya dengan komoditi beras, cabe merah baik pada

tahun 2012 maupun di tahun 2013, komoditi ini termasuk

dalam daftar komoditi penyumbang inflasi terbesar di

Sulawesi Selatan.

Kol putih menjadi penyumbang terbesar di Tahun

2012, tetapi tidak lagi menjadi penyumbang inflasi

terbesar di tahun berikutnya. Hal yang sama juga

dialami oleh tempe dan tomat buah. Tempe dan tomat

buah hanya menjadi penyumbang terbesar di tahun 2012

saja. Sementara cabe rawit, tomat sayur dan bawang

merah menjadi komoditi penyumbang inflasi terbesar yang

baru di tahun 2013.

Kelompok pengeluaran bahan makanan terdiri dari

berbagai sub kelompok diantaranya adalah subkelompok

buah-buahan, sayur-sayuran, kacang-kacangan dan lain-

lain. Pada tahun 2012, subkelompok yang menjadi

penyumbang inflasi terbesar di Sulawesi Selatan adalah

sub kelompok bumbu-bumbuan, ikan segar, kacang-kacangan

dan bahan makanan lainnya. Sementara di tahun 2013, sub

kelompok yang berperan signifikan dalam memberikan

andil inflasi di Sulawesi Selatan adalah sub kelompok

bumbu-bumbuan, sayur-sayuran, daging dan hasilnya, dan

subkelompok buah-buahan. Sub kelompok bumbu-bumbuan

Page 97: Inflasi Pertanian Sulsel

Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan 83

adalah penyumbang inflasi terbesar baik di tahun 2012

maupun di tahun 2013. Inflasi di Tahun 2012 dan 2013

lebih dominan disebabkan oleh sisi supply pangan dan

hortikultura yang terganggu (Darmin dalam

www.neraca.co.id)

Harga subkelompok bumbu-bumbuan relatif lebih

sulit ditebak arah pergerakannya, hal ini dikarenakan

komoditas yang termasuk dalam sub kelompok bumbu-

bumbuan seperti cabe merah, cabe rawit, bawang merah,

tomat bawang putih memiliki pola tanam yang berbeda-

beda dan beberapa diantaranya didatangkan dari luar

daerah yang rentan terhadap gangguan cuaca/ distribusi

dalam proses pengiriman. Tanaman cabe dan tomat dipanen

berulang kali, sementara bawang merah dan bawang putih

dipanen satu kali per musim. Dalam penggunaan sehari-

hari, bumbu-bumbuan sifatnya komplementer antara satu

dengan yang lain.

Termasuk komoditas bumbu-bumbuan adalah bawang

merah, cabe merah, dan cabe rawit yang bersifat musiman.

Selain cabe, komoditas lain yang cukup bergejolak adalah

tomat sayur, kol putih (subkelompok sayur-sayuran) dan

tomat buah (subkelompok buah). Cabe dan tomat termasuk

komoditas yang tidak tahan lama (perishable foods)

apabila penyimpanannya tidak baik, sementara penggunaan

cabe olahan seperti cabe bubuk/kering belum populer di

Page 98: Inflasi Pertanian Sulsel

84 Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan

masyarakat sehingga upaya untuk mengganti cabe segar

dengan cabe olahan masih sulit diterapkan.

Johansyah (2013) mengatakan bahwa tekanan inflasi

secara umum pada tahun 2013 terutama pada beberapa

komoditas hortikultura dan berlanjutnya tekanan harga

di bawang merah dan daging sapi sehingga menyebabkan

inflasi volatile food masih cukup tinggi yang

disebabkan oleh inflasi kelompok administered prices

yang mencapai 0,62% (mtm) atau 15,40% (yoy). Lebih

lanjut dikatakan bahwa inflasi ini juga didorong oleh

kenaikan tarif angkutan dan kenaikan tarif listrik.

Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) juga berdampak

terhadap inflasi, yang terlihat dari tingginya inflasi

di bulan Juli. Momentum seperti Bulan Ramadhan dan

Lebaran kerap menyumbang inflasi akibat dari

peningkatan konsumsi, terutama dari bahan pangan.

Selain itu, kenaikan inflasi juga disebabkan oleh

tekanan dari sisi kebijakan kenaikan administrated

price oleh pemerintah. Kenaikan tarif tenaga listrik

(TTL) sebesar 15%, di tahun 2013 akan mendorong

kenaikan harga-harga di sisi penawaran. Hal ini lebih

diperburuk oleh kondisi kuota BBM yang melebihi kuota

yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Ahmad Erani

Yustika (dalam www.neraca,co,id), mengungkapkan bahwa

kenaikan tarif akibat kebijakan pemerintah (administrated

price) seperti TTl ,tarif tol, upah minimum provinsi

Page 99: Inflasi Pertanian Sulsel

Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan 85

(UMP) dan naiknya harga bahan bakar minyak (BBM)

bersubsidi  akan mengerek inflasi sampai 5% lebih di

tahun 2013 ini. lebih lanjut beliau mengatakan bahwa

inflasi bisa tak terkendali apabila pemerintah tidak

segera mengambil tindakan yang tepat, seperti meredam

gejolak harga pangan, harga komoditas pangan sangat

mempengaruhi inflasi  hingga 0,75%. Selain itu, faktor

lain yang tidak terduga yang dapat mempengaruhi inflasi

adalah bencana dan cuaca yang nyaris tidak bisa

ditolak.

Menurut Peter, Bank Indonesia selaku regulator

tetap akan memperkuat koordinasi kebijakan bersama

pemerintah, baik pusat maupun daerah, untuk menjaga

kestabilan inflasi. Koordinasi tersebut difokuskan pada

upaya menjaga ketersediaan pasokan dan kelancaran

distribusi bahan pangan. Diharapkan, upaya ini bakal

mewujudkan target inflasi IHK sesuai dengan sasaran

yang dipatok Bank Indonesia di kisaran 3,5 sampai 5,5

persen pada 2014 (www.kompas.com, 02/08/2013)

Dalam rangka mendorong ketahanan pangan khususnya

terkait dengan komoditas hortikultura, pemerintah terus

berupaya untuk mencapai kemandirian produksi

hortikultura dalam negeri. Salah satu langkah yang

dilakukan pemerintah untuk mendorong kemandirian ini

diantaranya melalui kebijakan yang sifatnya untuk

membatasi gerak program impor hortikultura dari luar

Page 100: Inflasi Pertanian Sulsel

86 Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan

negeri yaitu melalui Peraturan Menteri Pertanian Nomor

15 dan 16 Tahun 2012 yang diterapkan mulai 19 Juni 2012

yang hanya memperbolehkan impor hortikultura melalui

empat pintu yaitu Bandara Soekarno Hatta, Pelabuhan

Tanjung Perak Surabaya, Pelabuhan Belawan Medan, dan

Pelabuhan Makassar.

Pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk

menghentikan sementara impor 13 jenis hortikultura dan

daging sapi mulai Januari 2013. Untuk 13 jenis

hortikultura diberlakukan hingga enam bulan ke depan

dan untuk daging sapi selama satu tahun ke depan.

Pemerintah memberlakukan kebijakan ini adalah selain

untuk mengutamakan produk hasil petani dan peternak

dalam negeri juga untuk menekan defisit neraca

perdagangan. Dalam prakteknya, kebijakan ini menemui

beberapa kendala seperti semakin besarnya biaya

logistik akibat jalur distribusi yang semakin panjang,

struktur pasar yang tersegmentasi sehingga berpotensi

menyebabkan kartel serta aksi spekulan harga yang

menyebabkan harga berbagai komoditas hortikultura

membumbung tinggi.

Kebijakan Pemerintah untuk penghentian sementara

impor 13 jenis hortikultura, tentu akan berpengaruh

pada ketahanan pangan dan stabilisasi harga berbagai

komoditas hortikultura khususnya di Sulawesi Selatan.

Faktor penyebab kenaikan harga komoditas ini lebih

Page 101: Inflasi Pertanian Sulsel

Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan 87

disebabkan karena turunnya jumlah produksi petani

akibat adanya gangguan hama dan juga kekurangan pasokan

air (www.neraca.co.id , diunduh tanggal 08/08/2013)

Produksi pangan dan hortikultura yang tidak stabil,

bisa menimbulkan berbagai persoalan. Salah satunya

adalah timbulnya perbedaan margin harga produk pertanian

di level produsen dengan level pedagang yang semakin

melebar yang disebabkan karena akses informasi petani

sangat terbatas, sehingga sering dipermainkan oleh para

tengkulak. Hal ini membuat profesi petani menjadi tidak

menarik, dan mendorong proses kaderisasi petani menjadi

terhambat dan bahkan diperparah dengan proses pembagian

waris melalui pengalihan lahan produktif menjadi

perumahan. pilihan ini menjadi pilihan favorit para

petani tradisional saat ini.

Selain masalah produksi yang tidak stabil dan

adanya konversi lahan pertanian ke sektor lain yang

lebih menjanjikan, masalah akses pembiayaan yang

relatif terbatas bagi petani juga semakin mengaburkan

prospek sektor pertanian. Sebaliknya profesi pedagang

semakin menjanjikan, karena margin yang semakin besar

karena berbagai kemudahan yang diberikan baik sengaja

atau tidak sengaja yang mempermudah para pelaku

memperoleh akses informasi dengan mudah, serta

memperoleh pinjaman modal yang besar. Selain itu,

permasalahan tataniaga yang menguntungkan pihak-pihak

Page 102: Inflasi Pertanian Sulsel

88 Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan

tertentu dan merugikan petani akan semakin membuat

profesi bertani semakin ditinggalkan dan lahan-lahan

pertanian kemudian akan dikonversi ke jenis usaha yang

lain.

Meskipun peningkatan harga pangan dan hortikultura

seperti beras, bawang merah, cabe merah, tomat sayur,

kedelai, kol putih dan cabe rawit yang telah memberi

kontribusi besar terhadap inflasi di Sulawesi Selatan,

namun peningkatan harga komoditi tersebut tidak

dinikmati sepenuhnya oleh petani. Hal ini terlihat dari

indeks nilai tukar petani (tanaman pangan, hortikultura,

tanaman perkebunan rakyat, peternakan & perikanan) yang

mengalami penurunan sebesar 0,45%.

Untuk mempertahankan agar laju inflasi tetap

sesuai dengan target, pemerintah melakukan berbagai

upaya. Langkah antisipasi yang dilakukan oleh

pemerintah misalnya untuk menghadapi bulan-bulan yang

biasanya memiliki laju inflasi tinggi, seperti Juni,

Juli, Agustus, dan Desember adalah mewaspadai siklus

pola musiman seperti waktu panen raya (Maret dan

April )untuk menarik turun laju inflasi bulan tersebut

(Purbaya Yudhi Sadewa dalam www.neraca.co.id) Selain

itu, menurut beliau, Bank Indonesia  perlu memberikan

stimulus yang positif yaitu dengan mempertahankan

tingkat BI Rate atau membuatnya lebih rendah, karena

hal itu bisa memicu pertumbuhan yang lebih baik lagi

Page 103: Inflasi Pertanian Sulsel

Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan 89

daripada tahun-tahun sebelumnya. Dengan suku bunga yang

rendah, menurut beliau,  indikator ekonomi juga akan

terjaga di level yang aman, diperkirakan inflasi akan

mampu dijaga dengan baik dan perekonomian Indonesia

masih bisa ekspansif di waktu-waktu mendatang

Pemerintah perlu membuat kebijakan yang lebih

komprehensif, tapi mudah untuk diimplementasikan.

Beberapa kebijakan pemerintah yang bisa dioptimalkan,

seperti kebijakan ketahanan pangan berupa pemanfaatan

lahan pekarangan. Kebijakan ini bersifat jangka

panjang, karena indikatornya adalah jumlah rumah tangga

yang mau memanfaatkan lahan pekarangannya untuk

ditanami jenis tumbuhan yang dapat dikonsumsi setiap

hari. Kebijakan ini juga bisa diterapkan kepada lahan-

lahan perkantoran, dengan menggunakan teknologi tanam

vertical (untuk lahan yang sangat sempit) sebagaimana

dilakukan petani-petani di China dan Jepang. Jika

kebijakan ini berhasil, tidak menutup kemungkinan

permintaan komoditas pangan di pasar akan turun tajam,

sehingga dapat mempengaruhi penurunan harga komoditi.

Secara bersamaan juga akan mengurangi impor, penggunaan

devisa menurun, sehingga pada akhirnya dapat menekan

defisit secara bertahap. Selain itu, bertambahnya

jumlah tumbuhan dapat menekan dampak rumah kaca,

sehingga pemanasan global bisa dikurangi, dan siklus

anomaly musim bisa diredam.

Page 104: Inflasi Pertanian Sulsel

90 Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan

Dalam tataran yang lebih holistik, optimalisasi

keberadaan program Keluarga Berencana (KB) adalah

sangat penting. Sebagaimana teori Malthus yang

mengatakan bahwa populasi manusia bertambah lebih cepat

daripada produksi makanan, sehingga menyebabkan manusia

bersaing satu sama lain untuk memperebutkan makanan.

Apabila pertumbuhan jumlah penduduk (deret ukur)

terhadap persediaan bahan makanan (deret hitung)

dapat/minimal mengurangi gap ketidakseimbangan,

otomatis tekanan inflasi bahan pangan dapat dikurangi.

Sektor pertanian merupakan usaha padat karya dan

menyerap banyak tenaga kerja mestinya menjadi perhatian

bagi seluruh masyarakat dan khususnya pemerintah untuk

mendukungnya. Keberhasilan negara-negara besar seperti

AS tidak luput dari dampak kepedulian mereka dalam

melindungi sektor pertanian. Pemerintah AS sadar bahwa

di masa yang datang, sektor pertanian akan tetap

menjadi sumber pakan sampai kapanpun.

Laju inflasi yang tinggi hampir selalu identik

dengan daya beli masyarakat yang rendah dan permintaan

agregat yang kecil sehingga aktivitas ekonomi juga

melemah. Fakta teoretis dan empiris ekonomi Indonesia

menunjukkan bahwa pengendalian laju inflasi dari sisi

penawaran sangat berhubungan dengan sistem produksi

pangan, yang ternyata masih rentan terhadap perubahan

iklim. Gangguan produksi pangan di tingkat usaha tani,

Page 105: Inflasi Pertanian Sulsel

Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan 91

kapasitas manajemen stok logistik pangan pokok, dan

sistem distribusi atau perdagangan komoditas pangan

menjadi determinan krusial pada laju inflasi.

Pengendalian laju inflasi pada sisi penawaran ini

terkadang menjadi rumit dan politis karena kejutan-

kejutan yang disebabkan kenaikan kelompok harga yang

diatur (administered prices), seperti harga bahan bakar

minyak dan tarif dasar listrik. Sistem produksi pangan,

manajemen logistik, distribusi/perdagangan pangan masih

tetap relevan dalam pengendalian laju inflasi di

Indonesia (Bustanul Arifin dalam

http://bisniskeuangan.kompas.com)

Pemerintah bertanggung jawab mengendalikan laju

inflasi dari sisi penawaran karena kenaikan harga

pangan masih akan menjadi kontributor penting laju

inflasi serta Bank Indonesia bertanggung jawab

mengendalikan laju inflasi dari sisi permintaan melalui

instrumen moneter, seperti pengaturan suku bunga dan

nilai tukar (Bustanul Arifin). Bank Indonesia

mengawasi sektor perbankan yang biasanya lambat

merespons sinyal kebijakan moneter, terutama dalam hal

penyaluran kredit kepada aktivitas perekonomian yang

berisiko cukup besar. Adalah sangat penting untuk

memperbaiki keterhubungan atau integrasi langkah-

langkah di sektor moneter dengan target peningkatan

produksi pangan, manajemen stok, dan perbaikan

Page 106: Inflasi Pertanian Sulsel

92 Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan

distribusi komoditas pangan di lapangan. Tim Pengendali

Inflasi yang dibentuk Bank Indonesia dan Kantor Menko

Perekonomian perlu disempurnakan mekanisme kerjanya dan

ditingkatkan efektivitasnya sebagai representasi dari

keterhubungan di atas.

4.3. Profil Provinsi

4.3.1.GeografiSulawesi Selatan adalah sebuah provinsi di

Indonesia yang terletak di bagian selatan Sulawesi. Ibu

kotanya adalah Makassar, dahulu disebut Ujungpandang.

Letak Wilayah Sulawesi Selatan 0o12’ – 8’ Lintang

Selatan dan 116o48’ – 122o36’ Bujur Timur yang dibatasi

Sebelah Utara Sulawesi Barat, Sebelah Timur Teluk Bone

dan Sulawesi Tenggara, Sebelah Barat Selat Makassar,

Sebelah Selatan Laut Flores.

Luas Wilayah Sulawesi Selatan 46.717,48 km2 dengan

Jumlah Penduduk 2009 + 8,3 Juta Jiwa dan terdiri dari 24

Kabupaten/Kota yaitu 21 kabupaten dan 3 kotamadya yang

memiliki 4 suku daerah yaitu suku Bugis, Makassar, Mandar

dan Toraja.

4.3.2.Kondisi EkonomiEkonomi Sulsel bertumbuh 7,78 persen pada tahun

2008 dan tumbuh sebesar 6,20 persen tahun 2009 atau

7,34 persen (tanpa nikel). Pertumbuhan Ekonomi Triwulan

Page 107: Inflasi Pertanian Sulsel

Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan 93

I tahun 2010 mencapai 7,77 persen dan diperkirakan pada

Triwulan II mencapai 8,02 persen. PDRB tahun 2009

(ADHK) sebesar Rp 47,31 Triliun dan 99,90 Triliun

(ADHB). Pendapatan Perkapita Rp 12,63 Juta pada tahun

2009.

4.3.3.Kondisi SosialIndeks Pembangunan Manusia (IPM) Sulawesi Selatan

tahun 2008 mencapai 70,22. Angka Harapan Hidup 69,60

tahun 2008. Penduduk miskin 12,31 persen tahun 2009

yang berjumlah 963,6 ribu. Tingkat Pengangguran 8,90

persen pada tahun 2009 yang berjumlah 296.559 orang.

4.3.3.1 Suku Bangsa

Terdapat beberapa suku bangsa di Provinsi Sulawesi

Selatan antara lain suku Bugis, Makassar, Mandar,

Toraja, Duri, Pattinjo, Bone, Maroangin, Endekan,

Pattae dan Kajang/Konjo

4.3.3.2 Bahasa

Bahasa yang umum digunakan adalah Bahasa Makassar

adalah salah satu rumpun bahasa yang dipertuturkan di

daerah Makassar dan Sekitarnya. Bahasa Bugis adalah

salah satu rumpun bahasa yang dipertuturkan di daerah

Bone sampai ke Kabupaten Pinrang, Sinjai, Barru,

Pangkep, Maros, Kota Parepare, Sidrap, Wajo, Soppeng

Sampai di daerah Enrekang, bahasa ini adalah bahasa

Page 108: Inflasi Pertanian Sulsel

94 Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan

yang paling banyak di pakai oleh masyarakat Sulawesi

Selatan.

Bahasa Tae' Luwu adalah salah satu bahasa yang

dipertuturkan di daerah Tana Luwu, mulai dari

Siwa,Kabupaten Wajo sampai ke Kolaka Utara,Sulawesi

Tenggara. Toraja adalah salah satu rumpun bahasa yang

dipertuturkan di daerah Kabupaten Tana Toraja dan

sekitarnya. Sementara bahasa Mandar adalah bahasa suku

Mandar, yang tinggal di provinsi Sulawesi Barat,

tepatnya di Kabupaten Mamuju, Polewali Mandar, Majene

dan Mamuju Utara. Di samping di wilayah-wilayah inti

suku ini, mereka juga tersebar di pesisir Sulawesi

Selatan, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur.

Bahasa Duria dalah salah satu rumpun bahasa

Austronesia di Sulawesi Selatan yang masuk dalam

kelompok dialek Massenrempulu. Di antara kelompok

Bahasa Massenremplu, Bahasa Duri memilki kedekatan

dengan bahasa Toraja dan bahasa Tae' Luwu. Penuturnya

tersebar di wilayah utara Gunung Bambapuang, Kabupaten

Enrekang sampai wilayah perbatasan Tana Toraja.

Bahasa Konjo terbagi menjadi dua yaitu Bahasa

Konjo pesisir dan Bahasa Konjo Pegunungan, Konjo

Pesisir tinggal di kawasan pesisir Bulukumba dan

Sekitarnya, di sudut tenggara bagian selatan pulau

Sulawesi sedangkan Konjo pegunungan tinggal di kawasan

tenggara gunung Bawakaraeng.

Page 109: Inflasi Pertanian Sulsel

Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan 95

4.3.3.3 Agama

Mayoritas beragama Islam, kecuali di Kabupaten

Tana Toraja dan sebagian wilayah lainnya beragama

Kristen.

4.3.3.4 Jumlah penduduk

Sampai dengan Mei 2010, jumlah penduduk di

Sulawesi Selatan terdaftar sebanyak 8.032.551 jiwa

dengan pembagian 3.921.543 orang laki-laki dan

4.111.008 orang perempuan.

4.3.4.PemerintahanLima tahun setelah kemerdekaan, pemerintah

mengeluarkan UU Nomor 21 Tahun 1950, yang menjadi dasar

hukum berdirinya Provinsi Administratif Sulawesi. 10

tahun kemudian, pemerintah mengeluarkan UU Nomor 47

Tahun 1960 yang mengesahkan terbentuknya Sulawesi

Selatan dan Tenggara. 4 tahun setelah itu, melalui UU

Nomor 13 Tahun 1964 pemerintah memisahkan Sulawesi

Tenggara dari Sulawesi Selatan. Terakhir, pemerintah

memecah Sulawesi Selatan menjadi dua, berdasarkan UU

Nomor 26 Tahun 2004.

Kabupaten Majene, Mamasa, Mamuju, Mamuju Utara dan

Polewali Mandar yang tadinya merupakan kabupaten di

provinsi Sulawesi Selatan resmi menjadi kabupaten di

provinsi Sulawesi Barat seiring dengan berdirinya

Page 110: Inflasi Pertanian Sulsel

96 Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan

provinsi tersebut pada tanggal 5 Oktober 2004

berdasarkan UU Nomor 26 Tahun 2004.

4.3.5.Gambaran Umum Sektor Pertanian Sulawesi

SelatanBerdasarkan angka sementara hasil pencacahan

lengkap Sensus Pertanian 2013 oleh BPS Sulawesi Selatan

bahwa jumlah usaha pertanian di Provinsi Sulawesi

Selatan sebanyak 980.604 dikelola oleh rumah tangga,

sebanyak 118 dikelola oleh perusahaan pertanian

berbadan hukum dan sebanyak 168 dikelola oleh selain

rumah tangga dan perusahaan berbadan hukum.

Tiga kabupaten/kota dengan urutan teratas yang

mempunyai jumlah rumah tangga usaha pertanian terbanyak

yaitu Bone, Gowa, dan Bulukumba dengan nilai masing-

masing yaitu 114.209 rumah tangga, 78.708 rumah tangga,

dan 63.779 rumah tangga. Sedangkan Kota Parepare

merupakan wilayah yang paling sedikit jumlah rumah

tangga usaha pertaniannya, yaitu sebanyak 2.373 rumah

tangga

Sementara itu jumlah perusahaan pertanian berbadan

hukum dan usaha pertanian selain perusahaan dan rumah

tangga di Provinsi Sulawesi Selatan untuk perusahaan

sebanyak 118 unit dan lainnya 168 unit. Jumlah

perusahaan pertanian berbadan hukum terbanyak berlokasi

di Kabupaten Barru yaitu sebanyak 18 perusahaan.

Page 111: Inflasi Pertanian Sulsel

Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan 97

Sedangkan jumlah perusahaan tidak berbadan hukum atau

bukan usaha rumah tangga usaha pertanian terbanyak

terdapat di Kabupaten Maros, yaitu sebanyak 28 unit dan

paling sedikit di Kabupaten Toraja Utara, yaitu

sebanyak 1 unit (BPS, 2012)

4.3.6.Tentang Dinas Pertanian Pangan dan

Hortikultura Provinsi Sulawesi SelatanSaat ini Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan

Hortikultura Sulawesi Selatan sedang mengembangkan

tanaman bawang merah dikarenakan harga dan permintaan

di dalam negeri yang cukup tinggi terhadap komoditas

bawang merah Komoditi ini oleh Dinas dipandang sangat

menjanjikan keuntungan bagi petani di Sulawesi Selatan.

Bapak Lutfi Halide selaku Kepala Dinas Pertanian

Tanaman Pangan dan Hortikultura Sulsel mengatakan bahwa

daerah-daerah yang memiliki potensi untuk pengembangan

tanaman bawang merah adalah Kabupaten Wajo, Pinrang,

Enrekang, Jeneponto, gowa, dan Bone. Penanaman bawang

merah ini menggunakan sistem, jika musim kering, maka

ditanam di lahan yang memiliki sumber air. Apabila

musim penghujan, maka ditanam di lahan kering.

Beliau menambahkan bahwa 1000 ton bawang merah

yang diproduksi di Enrekang, sebenarnya cukup besar

untuk memenuhi kebutuhan di Sulsel tetapi, bawang merah

yang diproduksi di Sulsel, tidak bisa digunakan sendiri

Page 112: Inflasi Pertanian Sulsel

98 Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan

dikarenakan para petani lebih tertarik untuk menjual

hasil produksinya kepada pembeli yang ingin bersedia

membeli produk mereka dengan harga yang lebih tinggi

seperti pembeli dari Kalimantan, dan daerah lainnya.

Sejak dahulu, di perbatasan Wajo dengan Bone

merupakan daerah sentra penghasil bawang, akan tetapi

masyarakat justru menanam jagung yang pendapatannya

lebih menjanjikan di mata masyarakat. Para petani juga

trauma dengan harga bawang yang bisa sangat turun

dengan harga hanya sekitar Rp 4.000 per kilogramnya.

Namun saat ini, menurut Dinas Tanaman Pangan dan

Hortikultura Sulsel, tanaman bawang akan menjadi

primadona dikarenakan harga bawang yang semakin tinggi

sehingga bisa mencapai Rp 40.000 per kilogramnya.

Page 113: Inflasi Pertanian Sulsel

Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan 99

Page 114: Inflasi Pertanian Sulsel

100

Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan

5. PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, dapat ditarik

beberapa kesimpulan sebagai berikut ini :

1) Kelompok pengeluaran yang berperan sebagai

penyumbang inflasi terbesar di Sulawesi Selatan

selang waktu Tahun 2008 sampai dengan Tahun 2012

adalah Kelompok Bahan Makanan

2) Bulan Januari, Juli dan Bulan Agustus adalah bulan-

bulan dengan nilai sumbangan inflasi terbesar untuk

kelompok Bahan makanan dari tahun 2012 sampai dengan

tahun 2013.

3) Subkelompok Bumbu-bumbuan adalah subkelompok dari

kelompok Bahan Makanan yang memberikan sumbangan

inflasi terbesar baik di Tahun 2012 maupun di Tahun

2013.

4) Komoditi strategis penyumbang inflasi terbesar di

Sulsel adalah bawang merah, cabe rawit, cabe merah,

beras, tomat sayur, kol putih, tempe, tomat, dan

tomat buah.

5) Kenaikan harga komoditas penyumbang inflasi

disebabkan oleh faktor supply (produksi &

distribusi), kebijakan administrated price seperti

Page 115: Inflasi Pertanian Sulsel

Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan

101

kenaikan BBM dan tarif listrik dan kebijakan

pembatasan impor.

5.2. Rekomendasi

Berdasarkan kesimpulan dalam penelitian ini, untuk

mengurangi tekanan inflasi dari sektor pertanian di

masa yang akan datang, maka pemerintah Provinsi

Sulawesi Selatan yang tergabung dalam Tim Pengendalian

Inflasi Daerah dapat melakukan hal-hal sebagai

berikut :

1) Melakukan prioritas pengembangan komoditi bawang

merah, cabe rawit, cabe merah, beras, tomat sayur,

kol putih, tempe, tomat, dan tomat buah.

2) Melakukan upaya antisipasi lonjakan inflasi pada

bulan Januari, Juli dan Agustus dan kenaikan

permintaan/kebutuhan saat hari-hari besar keagamaan

nasional melalui perbaikan stock dan distribusi

komoditi bawang merah, cabe rawit, cabe merah,

beras, tomat sayur, kol putih, tempe, tomat, dan

tomat buah serta komoditi penyumbang inflasi

lainnya.

3) Memperbaiki jalur-jalur distribusi/ infrastruktur

jalan untuk kelancaran supply ke pasar serta

melakukan koordinasi dengan dunia usaha dan instansi

terkait antar kabupaten/kota agar ada jaminan suplai

dalam menjaga gejolak harga maupun kekurangan stock.

Page 116: Inflasi Pertanian Sulsel

102

Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan

4) Melakukan perbaikan manajemen usaha tani dan inovasi

kelembagaan dengan memanfaatkan kearifan lokal untuk

meningkatkan produksi komoditi-komoditi penyumbang

inflasi.

5) Meningkatkan Peran Rumah Tangga dan Gapoktan untuk

peningkatan produksi pangan & hortikultura melalui

program pemberdayaan pekarangan hendaknya mulai dan

terus digalakkan serta diperluas cakupan daerahnya

untuk menghindari kelangkaan di pasaran serta

mengantisipasi lonjakan pemakaian pada momentum

tertentu.

6) Melakukan ekstensifikasi (peningkatan luas areal

tanam/produksi) beras, bawang merah, cabe merah,

cabe rawit, kedelai, kol putih, tomat sayur, dan

tomat buah (Penyumbang inflasi terbesar 2012-2013)

yang diikuti dengan aplikasi teknologi pasca panen.

7) Melakukan Intensifikasi komoditas pangan dan

hortikultura yang diikuti dengan ketepatan waktu

penyediaan sarana produksi.

8) Peningkatan peran penyediaan benih, alih teknologi

dan pendampingan (penyuluhan) ke petani pangan dan

hortikultura untuk meningkatkan kuantitas dan

kualitas produk pertanian.

9) Pemanfaatan lemari pendingin (cold storage) untuk

memperpanjang usia komoditas pangan yang sifatnya

mudah rusak dan tidak tahan lama.

Page 117: Inflasi Pertanian Sulsel

Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan

103

10) Peningkatan koordinasi antara SKPD yang menangani

infrastruktur pertanian untuk menjaga keamanan stock

dan oversupplies agar harga komoditi tetap terjaga

di pasaran se-Sulawesi Selatan.

Page 118: Inflasi Pertanian Sulsel

104

Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan

Page 119: Inflasi Pertanian Sulsel

Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan

105

DAFTAR PUSTAKA

Alfred Marshall. 1879. Elements of economics of

Industry. London. Macmillan

Arnold, R. A. (2008). Economics, 8th edition. Mason,Ohio : Thompson South-western.

Borensztein, E., Khan, M.S., Reinhart, C.M., andWickham, P. (1994). The Behavior of Non-oilCommodity Prices. Occasional Paper No.112,Internation Monetary Fund, Washington D.C.

Bustanul Arifin dalam http://bisniskeuangan.kompas.com/read/ 2011/ 09/ 12 /05044359/Kontribusi.Harga.Pangan.pada.Laju.Inflasi

Dawe, David (2001). How Far Down the Path to FreeTrade? The Importance of Rice Price Stabilizationin Developing Asia. Food Policy, Vol. 26, hal. 163-175.

Deaton, A. and Laroque, G. (1992). On the behavior ofcommodity prices. Review of Economic Studies, No. 59,hal. 1-23.

Difi A. Johansyah dalam (3/9/2013). http://bisnis.liputan6.com /read /681930/bawang-merah-dan-daging-pemicu-inflasi-paling-tinggi

Endri. 2008. Analysing Of Factors Influencing InflationIn Indonesia. Journal Of Economic Development.Review of Developing Countries Economy Page 71 –133. ABFI Institute PERBANAS Jakarta.

Gunawan & Anton Herman. 1991. Anggaran Pemerintah danInflasi di Indonesia. PT. Gramedia Pustaka Umum.Jakarta.

Omoke Philip Chinobi. Inflation and Economic Growthin Nigeria. Department of Economics, Ebonyi StateUniversity, Abakaliki, Nigeria. Journal ofSustainable Development. Vol. 3, No. 2; June2010.

Page 120: Inflasi Pertanian Sulsel

106

Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan

Jens Beckert. 2011. Where Do Prices Come From?. MPIfGPaper 11/3. Cologne.

Kumbhakar, S.C. and C.A.K. Lovel. 2000. StochasticFrontier Analysis.Cambridge University Press.Cambridge.

Mahpud Sujai. 2011. Dampak Kebijakan Fiskal dalam UpayaStabilisasi Harga Komoditas Pertanian. PusatKebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja NegaraKementrian Keuangan.

Nurul Eti Nurbaeti & Ilyas Istianur Praditya posted03/09/2013.http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2012/07/10/08411488/Memahami.Faktor.Pencetus.Inflasi.Indonesia

Peter Jacobs .02/08/2013.http://bisniskeuangan.kompas.com/ read/2013/08/02/0258117/BI.Agustus.dan.September.2013.Inflasi.Diperkirakan.Kembali.ke.Pola.Normal

Sammy Sahertian. 2013. Angka Inflasi BPS DalamPerbedaan Pandangan. Opini Kompasiana.http://ekonomi. kompasiana. com/manajemen/2011/09/22/ angka-inflasi-bps-dalam-perbedaan-pandangan-397464.html

Tomek, W.G. and K.L. Robinson. 1990. AgriculturalProduct Prices. 2nd edition. Cornell UniversityPress. Ithaca and London.

Paul Krugman 1995 and Anthony J. Venables.Globalization and the inequality of Nations.Quarterly Journal Of Economics Vol. CX Issue 4.

Prastowo, J.N., Tri Yanuarti, Yoni Depari (2008).Pengaruh Distribusi Dalam Pembentukan HargaKomoditas dan Implikasinya Terhadap Inflasi.Working Paper WP/07/2008. Bank Indonesia

Sembiring, N.N. 2009. Pengruh Jenis Bahan Pengemasterhadap Kualitas Produk Cabai Merah. TesisPascasarjana Universitas Sumatera Utara. Medan.

Syafa’at, Nizwar, dkk. 2007 . Indikator Makro PertanianIndonesia. Prosiding: Kinerja dan prospek

Page 121: Inflasi Pertanian Sulsel

Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan

107

pertanian Indonesia. Pusat Analisis SosialEkonomi dan Kebijakan Pertanian. BalitbangPertanian. Bogor

Tomek, W.G. and K.L. Robinson. 1990. AgriculturalProduct Prices. 2nd edition. Cornell UniversityPress. Ithaca and London.

Tomek, William G. (2000). Commodity Prices Revisited.Staff Paper 2000-05, Department of AppliedEconomics and Management, Cornell University, NewYork.

Sumber lain yang dikutip dari laman website :http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/D1E6CD27-6212-4328-

AD53-4DEF7AFD537A/22219/BOKS2KARAKTERISTIKKOMODITIPENYUMBANGINFLASITERBESA.pdf

http://id.wikipedia.org/wiki/Harga

http://repository.usu.ac.id/bitstream/

123456789/33054/4/Chapter%20II.pdf

http://www.imf.org/external/np/exr/facts/pdf/

globstab.pdf

www.neraca.co.id) : judul harga pangan pemicu inflasi. tgl 11/04/13.

http://id.wikipedia.org/wiki/Harga

http://www.businessdictionary.com/definition/price.html

http://www.bi.go.id/NR/ rdonlyres)

http://hakimsan.wordpress.com/2012/08/10/inflasi-dan-

ihk-apa-bedanya-sih/

http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/C2F3A0D0-EF36-4160-BEF3-7B5A0BB1B073/25343/

Page 122: Inflasi Pertanian Sulsel

108

Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan

Boks2PengaruhCuacathdIkanSegardanBumbubumbuan.pdf

http://st2013.bps.go.id/st2013esya/booklet/st7300.pdf

http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/DBD01869-973F-4FB0-8B44-C1B0276085C0/29050/Boks2DampakPembatasanImporHortikulturaTerhadapInfl Komoditas Bumbu-bumbuan .pdf)

http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2013/03/17/ironi-di-negara-pertanian-dan-ancaman-inflasi-543584.html

http://www.neraca.co.id/harian/article/26745/Ancaman.Inflasi 2013.di.Depan.Mata

http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/1621868A-574A-41B2-8D8A-D0F422E642A8/26104/Boks2KondisiProduksidanDistribusiCabedanTomat.pdf

http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2013/03/17/ironi-di-negara-pertanian-dan-ancaman-inflasi-543584.html

http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/DBD01869-973F-4FB0-8B44-C1B0276085C0/29050/Boks2DampakPembatasanImporHortikulturaTerhadapInfl.pdf

http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/D1E6CD27-6212-4328-AD53-4DEF7AFD537A/22219/BOKS2KARAKTERISTIKKOMODITIPENYUMBANGINFLASITERBESA.pdf