Page 1
Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan i
PENGARUH KOMODITAS PERTANIAN TERHADAP INFLASI
DI PROVINSI SULAWESI SELATAN
TIM PENYUSUN
INSTITUTE FOR SOCIAL AND POLITICAL DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGANECONOMIC ISSUES (ISPEI) DAN HORTIKULTURA SULSEL
Page 2
ii Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan
Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi di Provinsi Sulawesi Selatan
Penyusun : Imam Mujahidin Fahmid Ridwan Muliadi Saleh A. Iswan Afandi Yenni Fiqhiany Hamty Eha Sumantri Nurhaya J. Panga
Page 3
Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan
iii
Copyright @2013 pada Dinas Tanaman Pangan & Hortikultura SulselSampul/lay out: SyahrullahPenerbit : ISPEICetakan I : Nopember 2013ISBN :
Page 4
iv Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan
KATA PENGANTAR
Kegiatan Penelitian Pengaruh Komoditi PertanianTerhadap Inflasi di Provinsi Sulawesi Selatan yang diprogramkan oleh Dinas Pertanian Pangan dan HortikulturaPemerintah Provinsi Sulawesi Selatan merupakan salahsatu bentuk kepedulian Pemerintah Provinsi Sulawesiselatan melalui Dinas Pertanian Pangan dan HortikulturaProvinsi terhadap perkembangan perekonomian SulawesiSelatan dengan menjaga laju inflasi tetap sesuai denganyang ditargetkan khususnya di Kelompok Bahan MakananPangan dan Hortikultura yang terbukti sebagaipenyumbang inflasi terbesar di Sulawesi Selatan.
Dalam kegiatan ini Dinas Pertanian Pangan danHortikultura Provinsi Sulawesi Selatan telah menetapkanISPEI (Institute for Social and Political Economic Issue) sebagaimitra pelaksana kegiatan yang merupakan Lembaga Risetyang focus dan memiliki kepedulian terhadapperkembangan ekonomi di Sulawesi Selatan.
Kegiatan tersebut telah dilaksanakan dari BulanJuli - September 2013. Bentuk kegiatannya adalahmelakukan desk study berupa pengumpulan data-data inflasidari tahun 2008-2013. Selanjutnya data tersebutkemudian ditabulasi dan dianalisis sehinggamenghasilkan data yang menggambarkan inflasi diSulawesi Selatan pada umumnya dan secara khususmenggambarkan inflasi komoditi pangan dan hortikultura.
Tujuan kegiatan ini adalah untuk menggambarkaninflasi di Sulawesi Selatan serta melihat komoditi apa
Page 5
Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan v
saja yang paling berperan terhadap pembentukan inflasidi Sulawesi Selatan khususnya di kelompok pengeluaranbahan makanan. Kegiatan ini juga bertujuan untukmemahami faktor-faktor apa saja yang memicu naiknyainflasi. Tujuan akhir dari kegiatan ini adalah lahirnyarekomendasi terhadap Pemerintah Provinsi SulawesiSelatan bagaimana menanggulangi inflasi di masa yangakan datang khususnya inflasi di sektor komoditipertanian.
Makassar, Nopember 2013
Tim Peneliti
Page 6
vi Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan
Page 7
Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan
vii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................iii
DAFTAR ISI............................................v
DAFTAR GAMBAR.......................................vii
DAFTAR TABEL.........................................ix
1. PENDAHULUAN.......................................1
1.1.....................................Latar Belakang
1
1.2...................Identifikasi Masalah Penelitian
7
1.3........................Rumusan Masalah Penelitian
8
1.4..................................Tujuan Penelitian
9
1.5.................................Manfaat Penelitian
10
1.6.............................Ruang Lingkup Kegiatan
11
1.6.1...............................Lingkup wilayah
11
1.6.2........................Jenis dan Sumber Data
11
1.6.3..............................Lingkup Kegiatan
11
1.6.4.............................Lingkup Substansi
12
Page 8
viii
Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan
1.6.5.............................Output / Keluaran
12
1.7...............................Definisi Operasional
12
2. KERANGKA TEORITIS................................13
2.1 Teori Pembentukan Harga.......................13
2.2 Permintaan dan Penawaran Komoditas Pertanian..15
2.3 Stabilisasi Harga.............................17
2.4 Peran Distribusi Dalam Pembentukan Harga
Komoditi.........................................17
2.5 Faktor Pemicu Kenaikan Harga komoditas.......18
2.6 Pembentukan Harga Komoditas...................19
2.7 Karakter Harga Komoditi Pertanian.............20
2.8 Perhitungan Inflasi...........................26
2.9 Pengaruh Fluktuasi Harga Komoditas Pertanian
Terhadap Inflasi.................................32
2.10..................................Peran Pemerintah
33
2.10.1.............................Kebijakan Fiskal
33
2.10.2.........................Sosialisasi Program
34
2.10.3................................Operasi Pasar
35
2.10.4.......................................Subsidi
36
Page 9
Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan ix
2.11..............................Penelitian Terdahulu
37
3. METODE PENELITIAN................................41
3.1 Waktu dan Tempat..............................41
3.2 Tahapan Kegiatan..............................41
3.3 Data..........................................42
3.4 Penulisan Laporan.............................43
4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN..................45
4.1 Inflasi Sulawesi Selatan......................45
4.1.1..................Inflasi Gabungan Empat Kota
45
4.1.2....Inflasi Kelompok Bahan Makanan Sulawesi
Selatan....................................48
4.2 Pembahasan....................................55
4.3 Profil Provinsi...............................63
4.3.1.......................................Geografi
63
4.3.2...............................Kondisi Ekonomi
63
4.3.3................................Kondisi Sosial
63
4.3.4..................................Pemerintahan
65
4.3.5.....Gambaran Umum Sektor Pertanian Sulawesi
Selatan....................................65
4.3.6..........Tentang Dinas Pertanian Pangan dan
Hortikultura Provinsi Sulawesi Selatan.....66
Page 10
x Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan
5. PENUTUP..........................................69
5.1 Kesimpulan....................................69
5.2 Rekomendasi...................................69
DAFTAR PUSTAKA.......................................73
Page 11
Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 ...Grafik Laju Inflasi Indonesia Desember 2011
sampai April 2013............................3
Gambar 2. ..Grafik Laju Inflasi Makassar Tahun Kalender
2013.........................................5
Gambar 3. ....Grafik Laju Inflasi Nasional dan Sulawesi
Selatan Januari 2012 – April 2013............6
Gambar 4. .......Bagan Alir Tahapan Kegiatan Penelitian
............................................41
Gambar 5 ..Grafik Laju Inflasi 4 Kota Besar di Sulawesi
Selatan.....................................46
Gambar 6. Grafik Nilai Sumbangan Inflasi Kelompok Bahan
Makanan Jan-Agust 2013......................48
Gambar 7 .Grafik Nilai Rata-rata Sumbangan Inflasi Sub
Kelompok Pengeluaran Bahan Makanan
Januari Sampai Agustus 2013.................50
Gambar 8 ......Grafik Nilai Rata-rata Sumbangan Inflasi
Beberapa Komoditi Pangan & Hortikultura
Bulan Januari Sampai Dengan Bulan
Agustus 2013................................51
Gambar 9 .Grafik Nilai Pergerakan Inflasi Bahan Makanan
Tahun 2012..................................52
Gambar 10...Grafik Nilai Sumbangan Inflasi Sub Kelompok
Bahan Makanan Terkecil sampai dengan
Terbesar Tahun 2012.........................53
Page 12
xii
Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan
Gambar 11........Urutan Nilai Sumbangan Inflasi/Deflasi
Beberapa Komoditi Pertanian Sul-Sel 2012....55
Page 13
Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan
xiii
Page 14
xiv
Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan
DAFTAR TABEL
Tabel 1. ..Laju Inflasi Sulawesi Selatan, Nasional dan
Empat Kota Besar.............................45
Tabel 2. ......Kelompok Pengeluaran Perhitungan Inflasi
Sulawesi Selatan 2008 – 2012.................46
Tabel 3. .......Nilai Rata-rata dan Persentase Kelompok
Pengeluaran Sul-Sel 2008 - 2012..............47
Tabel 4. .........Nilai Sumbangan Inflasi Sub Kelompok
Pengeluaran Bahan Makanan Januari Sampai
Agustus Sul-Sel 2013.........................49
Tabel 5. .....Nilai Sumbangan Inflasi Beberapa Komoditi
Pangan & Hortikultura Bulan Januari Sampai
Dengan Bulan Agustus 2013...................50
Tabel 6. ..Sumbangan Inflasi Bahan Makanan Tahun 2012.
.............................................51
Tabel 7. ....Nilai Sumbangan Inflasi dari Sub Kelompok
Bahan Makanan sul-Sel 2012...................52
Tabel 8. ......Nilai sumbangn Inflasi/deflasi Komoditi
Pangan dan Hortikultura sul-Sel 2012.........54
Tabel 9. .Komoditi Penyumbang Inflasi Terbesar Sul-Sel
Tahun 2012 & 2013............................56
Page 15
Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan 1
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia adalah negara yang sedang berkembang
dengan pertumbuhan ekonomi sekitar 6 persen pada tahun
2012. Sebagai negara yang sedang berkembang, memelihara
kestabilan dan pertumbuhan ekonomi adalah sangat
penting dalam melaksanakan pembangunan yang terus
berlanjut. Kestabilan ekonomi menyangkut segi
kestabilan tingkat harga, pendapatan nasional dan
pertumbuhan kesempatan kerja (Gunawan & Herman, 1991),
terhindar dari krisis ekonomi dan keuangan, inflasi
yang tinggi, volatilitas yang berlebihan dalam nilai
tukar dan pasar uang (IMF, 2013).
Inflasi merupakan fenomena umum yang terjadi pada
hampir seluruh negara baik pada tingkat perekonomian
nasional maupun regional. Pada tingkat yang relatif
rendah, inflasi tidak menimbulkan persoalan terlalu
serius bagi perekonomian bahkan diperlukan sebagai
insentif untuk merangsang peningkatan produksi barang
dan jasa. Sebaliknya jika pergerakannya berlangsung
sangat cepat pada tingkat yang cukup tinggi dan tidak
stabil, inflasi justru akan menimbulkan dampak yang
kurang menguntungkan bahkan dapat menjelma menjadi
penyakit yang akan mengganggu kelangsungan berbagai
Page 16
2 Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan
aktivitas perekonomian. Itulah sebabnya perubahan laju
inflasi harus dikendalikan agar selalu berada pada
tingkat dan interval yang relatif rendah serta stabil.
Tingkat inflasi yang tinggi mengganggu kelancaran
fungsi ekonomi pasar (Krugman, 1995). Pada tingkat
individu, inflasi memberikan sebuah korban pada orang-
orang dengan pendapatan tetap, inflasi relatif
mengorbankan kreditur, pada tingkat perusahaan,
pengaruh inflasi disebut 'menu biaya' Rotemberg (1982,
1983), Naish (1986), Dmaziger (1988), Benabou dan
Konieezny (1994), Yap (1996), Valdovinoz (2003), dan
Guerrero (2004) dalam Chinoby (2010) karena
mempengaruhi keluaran ketika perusahaan harus
mengeluarkan biaya karena mereka menyesuaikan diri
dengan tingkat harga baru (misalnya mengganti daftar
harga mereka untuk pelanggan).
Menurut Endri (2008), Inflasi merupakan indikator
penting untuk menganalisis ekonomi, terutama tentang
dampaknya terhadap variabel makro ekonomi agregat,
misalnya pertumbuhan ekonomi, keseimbangan eksternal,
daya saing, tingkat bunga dan bahkan distribusi
pendapatan. Sementara Mahmud (2013) mengatakan bahwa
Inflasi bagaikan dua sisi mata uang yang tidak
terpisahkan, inflasi dapat dianggap sebagai indikator
bahwa aktivitas ekonomi berjalan dengan pesat namun
di sisi lain, inflasi juga dapat dianggap sebagai
Page 17
Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan 3
kenaikan harga yang menjerat keuangan, terutama bagi
masyarakat yang berpenghasilan tetap.
Kestabilan inflasi di Indonesia merupakan
prasyarat bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia secara
berkesinambungan yang pada akhirnya dapat memberikan
manfaat untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat. Hal
ini menyebabkan pengendalian inflasi menjadi begitu
penting untuk dilakukan. Pertimbangan ini didasarkan
pada kenyataan bahwa inflasi yang tinggi dan tidak
stabil memberikan dampak negatif terhadap kondisi
sosial ekonomi masyarakat Indonesia pada umumnya dan
masyarakat Sulawesi Selatan secara khusus.
Inflasi yang tinggi akan menyebabkan pendapatan
riil masyarakat Sulawesi Selatan akan terus turun
sehingga standar hidup dari masyarakat turun dan
akhirnya menjadikan semua orang, terutama orang miskin,
bertambah miskin. Selanjutnya, inflasi yang tidak
stabil akan menciptakan ketidakpastian (uncertainty) bagi
pelaku ekonomi dalam mengambil keputusan. Inflasi yang
tidak stabil akan menyulitkan keputusan masyarakat
dalam melakukan konsumsi, investasi, dan produksi, yang
pada akhirnya akan menurunkan pertumbuhan ekonomi
Sulawesi Selatan. Disamping itu, tingkat inflasi
domestik yang lebih tinggi dibanding dengan tingkat
inflasi di negara tetangga menjadikan tingkat bunga
Page 18
4 Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan
domestik riil menjadi tidak kompetitif sehingga dapat
memberikan tekanan pada nilai rupiah (Endri, 2008).
Pencapaian inflasi Indonesia pada tahun 2012 cukup
menggembirakan. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat
inflasi kurun Januari sampai Desember 2012 sebesar 4,30
persen. Komponen inflasi secara umum terjadi pada
sektor bahan makanan, perumahan, air listrik dan
makanan jadi. Laju inflasi pada angka di bawah 10 %
dinilai atau masih tergolong rendah oleh BPS sehingga
angka 4,3% masih tergolong rendah. Meskipun demikian,
nilai ini mesti terus dijaga agar tidak meningkat di
tahun-tahun selanjutnya.
Laju inflasi yang terlalu tinggi dapat mengganggu
usaha pemerintah meningkatkan taraf hidup masyarakat.
Demikian juga jika laju inflasi terlalu rendah, karena
sektor produksi tidak memiliki dorongan untuk memacu
produksinya. Kenyataan ini mendorong pemerintah untuk
memperhatikan laju inflasi ini dalam usaha membangun
perekonomian. Kenaikan inflasi terlihat mulai meningkat
secara signifikan mulai dari akhir bulan Desember tahun
2011 sampai dengan bulan April 2013 sebagaimana
terlihat pada Gambar 1. Laju inflasi yang cenderung
terus meningkat dapat membahayakan laju pembangunan di
Indonesia.
Gambar 1 Grafik Laju Inflasi Indonesia Desember 2011 sampaiApril 2013.
Page 19
Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan 5
Dec-11
Jan-12
Feb-12
Mar-12
Apr-12
May-12
Jun-12
Jul-12
Aug-12
Sep-12
Oct-12
Nov-12
Dec-12
Jan-13
Feb-13
Mar-13
Apr-13
1.00%
2.00%
3.00%
4.00%
5.00%
6.00%
Sumber : BPS diolah
Nilai inflasi pada Tabel 1 di atas adalah nilai
inflasi nasional yang merupakan sumbangsih dari
beberapa kota besar di Indonesia termasuk provinsi
Sulawesi Selatan. Pengukuran inflasi di Indonesia
dilakukan melalui pengukuran IHK yang dikelompokkan ke
dalam 7 kelompok pengeluaran (berdasarkan the
Classification of Individual Consumption By Purpose -
COICOP), yaitu Kelompok Bahan Makanan, Kelompok Makanan
Jadi, Minuman, dan Tembakau, Kelompok Perumahan,
Kelompok Sandang, Kelompok Kesehatan, Kelompok
Pendidikan dan Olah Raga, serta Kelompok Transportasi
dan Komunikasi.
Fluktuasi harga komoditas pertanian saat ini sudah
mencapai kondisi yang serius sebagai akibat peningkatan
permintaan tidak diimbangi dengan penawaran yang cukup.
Selain itu kondisi iklim yang tidak menentu dan
instabilitas politik global mengakibatkan pula
peningkatan harga komoditas pangan internasional. Salah
Page 20
6 Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan
satu langkah yang diambil oleh pemerintah adalah
melakukan impor pangan seperti daging sapi, bawang
putih, beras dan kedelai. Persoalan timbul kemudian
ketika adanya keterlambatan impor yang mengakibatkan
kelangkaan sehingga memicu kenaikan harga yang sangat
tinggi dan berdampak pada kenaikan laju inflasi.
Salah satu pilar perekonomian di Indonesia,
khususnya di Provinsi Sulawesi Selatan adalah sektor
pertanian pangan dan hortikultura. Komoditas pertanian
ini termasuk dalam perhitungan IHK Kelompok Bahan
Makanan. Komoditas pertanian sangat penting dan
strategis karena menyangkut kebutuhan dasar manusia.
Seiring dengan terus meningkatnya jumlah populasi di
Sulawesi Selatan yang tidak diimbangi dengan kenaikan
penyediaan bahan pangan karena produktivitas pertanian
pangan yang meningkat lebih lambat akan mengakibatkan
ketahanan pangan di Sulawesi Selatan berada dalam
kondisi yang mengkhawatirkan. Kondisi ini dapat
menyebabkan harga komoditas pertanian terus meningkat
dan tidak stabil yang pada akhirnya berimbas pada
kenaikan laju inflasi di Sulawesi Selatan.
Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan memiliki
peran yang sangat besar dalam menjaga kestabilan harga.
Terkait dengan hal ini, sekurang-kurangnya terdapat
tiga peran utama Pemerintah Daerah. Pertama, menangani
permasalahan ekonomi sektor rill yang bersifat
Page 21
Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan 7
struktural (supply). Kedua, pengelolaan dampak
administered prices, dan yang ketiga adalah membentuk
ekspektasi inflasi masyarakat (Mahmud, 2013).
Selama lima tahun terakhir di Provinsi Sulawesi
Selatan inflasi tertinggi terjadi pada tahun 2008
dengan inflasi atau kenaikan indeks yang terjadi
sebesar 12,40 persen. Sedangkan inflasi terendah
terjadi pada tahun 2011 dengan inflasi sebesar 2,87
persen (BPS, 2013). Laju inflasi ini sangat
dipengaruhi oleh inflasi yang terjadi di Makassar
sebagai ibukota provinsi. Berikut ditampilkan data laju
inflasi Makassar Tahun Kalender 2013 menurut kelompok
pengeluaran yang diambil dari BPS Sulawesi Selatan,
2013.
Gambar 2. Grafik Laju Inflasi Makassar Tahun Kalender 2013.
Umum
Bahan Makanan
Makanan Jadi
Perumahan
Sandang
Kesehatan
Pendidikan
Transpor
5.5
10.11
2.37 3.08
-2.02
1.20.21
11.59
Sumber : BPS, Diolah
Page 22
8 Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan
Pada grafik 2 dapat dilihat bahwa inflasi dari
Kelompok Bahan Makanan adalah sebesar 10,11. Nilai ini
merupakan nilai tertinggi kedua setelah Kelompok
Transpor dengan nilai 11,59. Berdasarkan Grafik ini,
maka dapat dikatakan bahwa kelompok Bahan Makanan
merupakan penyumbang inflasi yang cukup besar di
Sulawesi Selatan.
Sejalan dengan data pada Grafik 2, Mahmud (2013)
mengatakan nahwa bahan pangan masih menjadi penyebab
inflasi di Sulawesi Selatan. Lebih lanjut beliau
mengatakan bahwa kerentanan dalam ketersediaan pasokan
bahan pangan terlihat dari tingginya volatilitas
inflasi bahan makanan dari tahun ke tahun. Pada tahun
2010, inflasi bahan makanan tercatat sangat tinggi
yaitu pada level 16,14% (yoy), inflasi volatile food juga
sangat signifikan hingga 3,45% pada tahun 2011. Sampai
pada bulan Maret 2013, inflasi volatile food telah
mencapai 9,53 % (yoy), memberi sumbangan lebih dari
setengahnya terhadap inflasi Sulampua (Sulawesi, Ambon
dan Papua) yang sebesar 5,05 % (yoy). Besarnya bobot
inflasi bahan pangan menyebabkan kerentanan yang
dimilikinya membawa ketidakstabilan terhadap inflasi di
Sulawesi Selatan.
Bila diamati perkembangan perubahan tingkat harga
antar daerah di Indonesia, Provinsi Sulawesi Selatan
merupakan daerah yang laju inflasi yang tergolong
Page 23
Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan 9
sangat fluktuatif. Pada bulan Mei, September, Oktober
dan November 2012 lalu, inflasi di daerah ini sangat
rendah bahkan lebih rendah dari inflasi Nasional.
Sebaliknya pada bulan Februari, Juli, Agustus dan
Januari 2013, inflasi di daerah ini sangat tinggi
bahkan lebih tinggi dari inflasi nasional. Hal ini
dapat dilihat pada Grafik 3 berikut ini.
Gambar 3. Grafik Laju Inflasi Nasional dan Sulawesi SelatanJanuari 2012 – April 2013.
Jan-12
Feb-12
Mar-12
Apr-12
May-12
Jun-12
Jul-12
Aug-12
Sep-12
Oct-12
Nov-12
Dec-12
Jan-13
Feb-13
Mar-13
Apr-13
-1.50-1.00-0.500.000.501.001.502.002.50
INDONESIA WATAMPONE MAKASARPARE-PARE PALOPO
Sumber : BPS, diolah.
Kontribusi setiap kelompok barang atau komoditi
terhadap pembentukan inflasi bergantung kepada dua hal
yaitu perubahan harga dan bobot komoditi tersebut dalam
perhitungan indeks harga konsumen. Selain kedua unsur
tersebut, faktor stabilitas harga atau frekuensi
perubahan harga suatu komoditi juga sangat menentukan
gejolak atau fluktuasi laju inflasi. Semakin tinggi
Page 24
10 Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan
frekuensi perubahan harga suatu komoditi semakin tinggi
keragaman laju inflasi dalam suatu periode waktu
tertentu dan akibatnya semakin besar ketidakpastian
yang ditimbulkannya. Pola perubahan harga seperti ini
akan berdampak terhadap pengambilan keputusan oleh para
aktor atau pelaku ekonomi baik produsen, maupun
konsumen dan pemerintah. (Bank Indonesia, Jambi).
Penelitian ini menjadi penting dilakukan untuk
melihat bagaimana sumbangan inflasi Komoditi Pertanian
yang masuk ke dalam Kelompok Bahan Makanan terhadap
pembentukan laju inflasi di Sulawesi Selatan. Dengan
mengetahui peran tersebut, maka pemerintah Sulawesi
Selatan dapat melakukan langkah-langkah penting untuk
menekan sumbangan inflasi dari sektor pertanian. Selain
itu, penelitian ini juga mencoba menemukan komoditi-
komoditi apa saja yang berperan sebagai penyumbang
strategis inflasi di Sulawesi Selatan sehingga dapat
diambil tindakan prioritas penanganan komoditi tersebut
untuk menjaga kestabilan inflasi di bidang Komoditi
Pertanian. Pengendalian harga pangan bersifat
struktural yang memerlukan solusi di tingkat daerah
karena Pemerintah Daerah dapat mempengaruhi sisi supply
pembentukan harga yaitu pada aspek produksi, distribusi
dan tata niaga (Mahmud, 2013).
Page 25
Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan 11
1.2. Identifikasi Masalah Penelitian
Banyak faktor yang bisa mempengaruhi kenaikan
harga pangan seperti faktor distribusi, tata niaga, dan
ketersediaan supply (Prastowo et al, 2008). Lebih lanjut
dikatakan bahwa faktor distribusi dinilai penting
karena gangguan distribusi ditengarai berpotensi
menimbulkan kelangkaan pasokan yang pada akhirnya dapat
memicu kenaikan harga dan ekspektasi inflasi
masyarakat, selain faktor gangguan distribusi, pengaruh
faktor rantai distribusi dan kenaikan biaya distribusi
juga berpengaruh terhadap pergerakan harga barang dan
akan memberikan tekanan terhadap inflasi.
Kemampuan dalam mengendalikan ketersediaan pangan
dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap distribusi
komoditas pangan disinyalir dapat mengurangi tekanan
inflasi yang berasal dari volatile foods. Kebijakan sektor
pertanian untuk meningkatkan produksi pangan merupakan
sebuah solusi jangka panjang dalam penciptaan ketahanan
pangan dan pengendalian harga pangan di dalam negeri.
Meskipun peningkatan produksi pertanian tidak dapat
dilakukan secara instan karena terkait dengan
infrastruktur, luas lahan, teknologi dan keahlian yang
memerlukan investasi dan penanganan jangka panjang,
namun hal ini tetap menjadi sangat penting untuk
dilakukan sejak saat ini untuk membuat laju inflasi
tetap terkendali di masa yang akan datang.
Page 26
12 Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan
1.3. Rumusan Masalah Penelitian
Laju inflasi yang terlalu tinggi di Sulawesi
Selatan dapat mengganggu usaha Pemerintah Provinsi
Sulawesi Selatan dalam meningkatkan taraf hidup
masyarakatnya. Inflasi yang tinggi akan menyebabkan
pendapatan riil masyarakat akan terus turun sehingga
standar hidup dari masyarakat Sulawesi Selatan menurun
yang pada akhirnya menjadikan semua orang, terutama
orang miskin, menjadi semakin miskin. Selain dampak
tersebut, inflasi yang tidak stabil juga akan
menciptakan ketidakpastian bagi pelaku ekonomi dan
investor dalam mengambil keputusan untuk melakukan
investasi di Sulawesi Selatan. Salah satu hal yang bisa
dilakukan oleh pemerintah Sulawesi Selatan dalam
memecahkan persoalan ini adalah menstabilkan inflasi
komoditi pertanian yang disinyalir oleh BI Wilayah
Sulampua sebagai penyumbang inflasi terbesar di
Sulawesi Selatan.
Komoditi pertanian termasuk ke dalam kelompok
Bahan Makanan dalam perhitungan inflasi. Kelompok
Bahan Makanan merupakan salah satu dari tujuh kelompok
pengeluaran yang menjadi perhitungan inflasi yang
terdiri dari Padi-padian, Umbi-umbian dan hasilnya,
Daging dan hasilnya, Ikan segar, Ikan diawetkan, Telur,
susu dan hasilnya, Sayur-sayuran, Kacang-kacangan,
Buah-buahan, Lemak dan minyak, dan Bahan makanan
Page 27
Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan 13
lainnya. Kenaikan harga dari salah satu komoditi
pembentuk inflasi di atas dapat memberikan sumbangan
terhadap perhitungan inflasi secara umum.
Dengan mengetahui komoditi pertanian pangan dan
hortikultura apa saja yang paling berperan terhadap
pembentukan inflasi, maka pemerintah Provinsi Sulawesi
Selatan dapat segera lebih memfokuskan upaya-upayanya
untuk menstabilkan ketersediaan komoditi tersebut
sehingga harga di pasaran tetap terjaga. Kelangkaan
komoditi pertanian ini dapat memicu kenaikan harga pada
komoditi tersebut yang berdampak pada kenaikan inflasi.
Dengan demikian, permasalahan dapat dirumuskan sebagai
berikut :
a) Bagaimana gambaran inflasi Bahan Makanan di Sulawesi
Selatan khususnya sektor Komoditi Pertanian?
b) Faktor-faktor apa saja yang membentuk dan
mempengaruhi harga komoditi pertanian?
c) Komoditi apa saja yang berperan strategis terhadap
pembentukan laju inflasi di Sulawesi Selatan?
d) Upaya apakah yang bisa dilakukan oleh Pemerintah
Provinsi Sulawesi Selatan dalam rangka menstabilkan
inflasi komoditi pertanian di Sulawesi Selatan?
1.4. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari kegiatan penelitian ini
adalah :
Page 28
14 Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan
a) Mengetahui gambaran laju inflasi Bahan Makanan
khususnya sektor Komoditi Pertanian di Sulawesi
Selatan.
b) Mengetahui faktor-faktor apa saja yang membentuk dan
mempengaruhi harga komoditi pertanian
c) Mengklasifikasi komoditi strategis penyumbang
inflasi di Sulawesi Selatan.
d) Menyusun rekomendasi kebijakan pengendalian inflasi
komoditi pertanian di Sulawesi Selatan.
1.5. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi
Pemerintah, penulis dan juga masyarakat umum.
1. Bagi Pemerintah, diharapkan penelitian ini dapat
memberikan masukan demi menunjang kestabilan inflasi
di Sulawesi Selatan. Melalui kebijakan pengembangan
komoditi pangan diharapkan dapat memenuhi permintaan
pasar di sektor pangan sehingga meminimalisir
kelangkaan pangan yang berdampak pada kenaikan harga
sehingga meningkatkan laju inflasi. Ketersediaan
pangan yang memadai serta perbaikan distribusi dan
tata niaga akan membuat harga pangan di pasaran
tetap stabil.
2. Bagi peneliti, diharapkan penelitian ini dapat
dijadikan proses pembelajaran dan penerapan atas
ilmu yang telah diperoleh.
Page 29
Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan 15
3. Bagi masyarakat umum, diharapkan penelitian ini
dapat berguna sebagai acuan dalam melakukan
penelitian-penelitian selanjutnya demi pengembangan
ilmu pengetahuan pada umumnya dan khususnya pada
upaya pengendalian inflasi komoditi pertanian.
Masyarakat diharapkan bisa memahami inflasi dan
upaya apa yang mereka bisa lakukan untuk menjaga
inflasi khususnya pada sektor komoditi pertanian
agar tetap pada angka yang sewajarnya.
1.6. Ruang Lingkup Penelitian
1.6.1.Lingkup wilayahKegiatan penelitian ini dibatasi hanya pada
beberapa komoditi pertanian pangan dan hortikultura.
Penelitian ini juga dibatasi ruang lingkupnya karena
keterbatasan waktu, ketersediaan data, sarana dan dana,
hanya pada beberapa komoditi pertanian di Sulawesi
Selatan. Pemilihan komoditi pertanian sebagai objek
studi karena permintaan dari pelaksana kegiatan
penelitian ini yaitu Dinas Tanaman Pangan dan
Hortikultura Provinsi Sulawesi Selatan yang ingin
melihat peran komoditi pertanian terhadap laju inflasi
di Sulawesi Selatan.
Page 30
16 Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan
1.6.2.Jenis dan Sumber DataPenelitian ini lebih banyak menggunakan data
sekunder yang terdiri atas data Indeks Harga Konsumen,
Berita Resmi Statistik dan Inflasi di Sulawesi Selatan
selama periode 2012-2013 yang terperinci menurut jenis
komoditi. Seyogyanya penelitian ini akan menggunakan
data inflasi komoditi dari tahun 2010 -2013, akibat
keterbatasan ketersediaan data dari BPS dan sumber
lain, maka akhirnya data yang digunakan hanya dari
tahun 2012- 2013 saja. Data ini diperoleh dari Badan
Pusat Statistik,
1.6.3.Lingkup PenelitianAdapun alur kegiatan evaluasi ini meliputi
berbagai proses yang dimulai dari Persiapan sampai
kepada Pembuatan Laporan Akhir. Kegiatan Persiapan
mencakup pekerjaan administratif. Proses selanjutnya
adalah Pengumpulan data sekunder. Pengumpulan data
sekunder dilakukan melalui desk study. Setelah data
dikumpulkan, maka proses selanjutnya adalah mengolah
dan menganalisis data. Data yang telah dikumpulkan
akan direduksi, diklasifikasikan, kemudian dianalisis
dengan menggunakan analisis kualitatif dan kuantitatif.
1.6.4.Lingkup SubstansiKegiatan evaluasi ini meliputi persiapan
administrasi, desk study, dan penulisan laporan.
Page 31
Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan 17
Persiapan administrasi dari substansi kegiatan ini
meliputi pengurusan dokumen-dokumen yang dibutuhkan
selama berlangsungnya studi, antara lain surat izin
pelaksanaan kegiatan, surat tugas bagi surveyor, dan
kelengkapan administratif lainnya. Data-data
dikumpulkan melalui desk study yang terkait dengan
kegiatan ini yang selanjutnya dijadikan sebagai bahan
referensi dan tulisan. Tahapan terakhir adalah
Penulisan laporan yang mencakup kegiatan pelaporan
hasil analisis yang telah dilakukan. Dalam laporan ini,
akan diberikan beberapa rekomendasi yang terkait dengan
pengendalian inflasi dari sektor komoditi pertanian.
1.6.1.Output / KeluaranOutput yang diharapkan dari kegiatan penelitian
”Peran komoditi pertanian terhadap inflasi di Sulawesi
Selatan” adalah tersedianya laporan dalam bentuk print-
out dan softcopy.
1.7. Definisi Operasional
Pengaruh Komoditi Pertanian Terhadap Inflasi di
Sulawesi Selatan merupakan Judul kegiatan penelitian
ini. judul ini bermakna seberapa besar sumbangsih
inflasi dari komoditi pertanian terhadap inflasi secara
kumulatif di Sulawesi Selatan. Komoditi pertanian yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah komoditi yang
Page 32
18 Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan
termasuk dalam perhitungan inflasi pada Sub Kelompok
Bahan Makanan berdasarkan pencatatan yang dilakukan
oleh BPS setiap bulannya. pada Sub Kelompok Bahan
Makanan tersebut, data komoditi yang diambil kemudian
dibatasi hanya pada sektor pangan dan hortikultura.
Page 33
Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan 19
2. KERANGKA TEORITIS
2.1. Teori Pembentukan Harga
Harga adalah suatu nilai tukar yang bisa disamakan
dengan uang atau barang lain untuk manfaat yang
diperoleh dari suatu barang atau jasa bagi seseorang
atau kelompok pada waktu tertentu dan tempat tertentu
(Wikipedia, 2013). Harga adalah nilai yang akan membeli
dalam jumlah tertentu, berat, atau merupakan ukuran
dari suatu barang atau jasa. Dalam ilmu ekonomi harga
dapat dikaitkan dengan nilai jual atau beli suatu
produk barang atau jasa sekaligus sebagai variabel yang
menentukan komparasi produk atau barang sejenis.
Beckert (2011) mengatakan bahwa Harga sangat
dipengaruhi oleh jaringan sosial, lembaga dan bingkai
budaya yang relevan untuk pembentukan harga pasar
tertentu, instrumen perhitungan, dan persepsi
masyarakat. Dalam teori ekonomi yang lain disebutkan
bahwa harga suatu barang atau jasa yang pasarnya
kompetitif, maka tinggi rendahnya harga ditentukan
oleh permintaan dan penawaran pasar. Permintaan selalu
berhubungan dengan pembeli, sedangkan penawaran
berhubungan dengan penjual. Apabila antara penjual dan
pembeli berinteraksi, maka terjadilah kegiatan jual
beli.
Page 34
20 Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan
Tawar menawar antara pembeli dan penjual akan
terjadi pada saat berlangsungnya kegiatan jual beli di
pasar untuk mencapai kesepakatan harga. Pembeli selalu
menginginkan harga yang murah, agar dengan uang yang
dimilikinya dapat memperoleh barang yang banyak.
Sebaliknya, penjual menginginkan harga tinggi, dengan
harapan ia dapat memperoleh keuntungan yang banyak.
Perbedaan itulah yang dapat menimbulkan tawar-menawar
harga. Harga yang telah disepakati oleh kedua belah
pihak disebut harga pasar. Pada harga tersebut jumlah
barang yang ditawarkan sama dengan jumlah barang yang
diminta. Dengan demikian harga pasar disebut juga harga
keseimbangan (ekuilibrium price).
Dalam kondisi pasar yang sempurna, harga suatu
barang/komoditi merupakan perpotongan antara kurva
demand dan kurva supply. Menurut Arnold, (2008), demand
adalah kemauan dan kemampuan konsumen untuk membeli
kuantitas barang yang berbeda pada harga yang berbeda
selama waktu tertentu. Lebih lanjut beliau katakan
bahwa hukum yang berlaku untuk pada demand adalah
ketika harga barang naik, maka jumlah permintaan akan
barang akan turun, demikian pula sebaliknya.
Hasil interaksi antara penjual dan pembeli akan
membentuk harga untuk suatu komoditas. Harga yang
terjadi sangat dipengaruhi oleh kuantitas barang yang
ditransaksikan. Dari sisi pembeli (demand, D) semakin
Page 35
Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan 21
banyak barang yang ingin dibeli akan meningkatkan
harga, sementara dari sisi penjual (supply, S) semakin
banyak barang yang akan dijual akan menurunkan harga.
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi perilaku
permintaan maupun penawaran dalam interaksi pembentukan
harga. Namun untuk komoditas pangan/pertanian,
pembentukan harga tersebut disinyalir lebih dipengaruhi
oleh sisi penawaran (supply shock) karena sisi permintaan
cenderung stabil mengikuti perkembangan trennya.
Harga ditentukan oleh produsen (penawaran) menurut
teori kaum klasik karena harga barang di tentukan oleh
besarnya pengorbanan untuk menghasilkan barang
tersebut. Namun pendapat klasik tersebut di tentang
oleh Jevons, Menger dan Walras (tokoh-tokoh neoklasik).
Mereka sepakat bahwa yang menentukan harga adalah
kondisi permintaan, atau kaum marginalis melihatnya
dari sisi konsumen, yaitu dari kepuasan marginal
(marginal utility) pengonsumsian satu unit barang
terakhir.
Marshall (1879) berpendapat bahwa selain oleh
biaya-biaya, harga juga dipengaruhi oleh unsur
subjektif lainnya, baik dari pihak konsumen maupun
pihak produsen. Lebih lanjut dikatakan bahwa unsur
subjektif pihak konsumen adalah pendapatan (daya beli)
dan unsur subjektif pihak produsen adalah keadaan
keuangan perusahaan. Jika keuangan perusahaan dalam
Page 36
22 Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan
keadaan sulit, misalnya mungkin perusahaan mau menerima
harga yang rendah tetapi kalau keadaan keuangan cukup
kuat, mereka juga akan lebih berani dalam
mempertahankan harga. Jadi teori harga menurut Marshall
(1879) adalah sebagai berikut: “Harga terbentuk sebagai
integrasi dua kekuatan pasar: penawaran dari pihak produsen dan permintaan
dari pihak konsumen”. Semakin tinggi pendapatan nasional
(kesejahteraan suatu negara), semakin tinggi pula
permintaan uang untuk tujuan transaksi, dan sebaliknya.
2.2. Permintaan dan Penawaran
Komoditas Pertanian
Beberapa faktor yang mempengaruhi sisi penawaran
pada komoditas pangan/pertanian cenderung sulit untuk
dikontrol. Studi empiris yang dilakukan oleh Deaton dan
Laroque (1992), Chambers dan Bailey (1996) dan Tomek
(2000) menyimpulkan dua faktor yang sangat berpengaruh
terhadap pembentukan harga komoditas pangan/pertanian,
yakni faktor produksi/panen (harvest disturbance) dan
perilaku penyimpanan (storage/inventory behavior). Walaupun
keberhasilan panen sangat dipengaruhi oleh kondisi
musim/cuaca yang sifatnya uncontrollable, pengaruh pola
tanam terhadap perkembangan harga komoditas pertanian
terlihat sangat dominan. Terdapat pola cyclical yang
sistematis antara pola tanam dan variance harga
Page 37
Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan 23
komoditas. Variance harga membesar pada saat musim
tanam dan mengecil pada saat musim panen. Sementara
keberadaan teknologi penyimpanan atas produk pertanian,
khususnya untuk produk yang mudah busuk/basi (durable
products), akan mengurangi tekanan fluktuasi harga dari
komoditas tersebut.
Menurut Dawe (2001), harga komoditas selain
dipengaruhi oleh faktor penawaran dan permintaan
domestik, juga dapat dipengaruhi oleh harga komoditas
di pasar internasional. Pada rezim perdagangan bebas,
harga komoditas domestik akan bergerak mengikuti harga
internasional, sehingga akan lebih volatile jika
pemerintah tidak melakukan intervensi. Banyak negara
reluctant untuk bergerak ke arah perdagangan bebas
secara penuh untuk komoditas pangan/pertanian karena
komoditas tersebut merupakan komoditas penting yang
dapat menimbulkan instabilitas politik. Untuk itu
banyak negara, termasuk negara maju sekalipun seperti
Jepang, yang masih memberikan proteksi berupa larangan
impor untuk komoditas tertentu maupun pemberian tarif
impor.
Karakteristik penawaran dan permintaan untuk
komoditas pangan/ pertanian memang ‘unik’ karena
keduanya cenderung bersifat tidak elastis (inelastic)
Page 38
24 Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan
terhadap perubahan harga. Petani sebagai produsen tidak
bisa serta merta meningkatkan produksinya ketika harga
mengalami peningkatan. Konsumen juga tidak bisa
mengurangi permintaannya ketika harga meningkat karena
komoditas pangan/pertanian tersebut menjadi kebutuhan
pokok. Kondisi tersebut membuat harga komoditas menjadi
sangat sensitif terhadap stock, baik dari sisi
penawaran maupun permintaan, termasuk indirect stock
yang berpengaruh secara tidak langsung seperti gangguan
distribusi.
Tomek (2000) mengatakan bahwa tekanan sisi
permintaan juga berpotensi meningkatkan harga komoditas
pertanian walaupun derajatnya relatif rendah dibanding
tekanan dari sisi penawaran. Sumber utama peningkatan
permintaan komoditas pangan adalah peningkatan jumlah
penduduk dan pendapatan. Namun untuk negara maju,
income effect kepada permintaan komoditas pertanian
relatif kecil bila dibandingkan dengan negara
berkembang yang mempunyai income elasticity lebih tinggi.
Sementara Borensztein et al (1994) berpendapat bahwa
permintaan komoditas pertanian lebih dipengaruhi oleh
aktivitas perekonomian (economic growth). Membaiknya
pertumbuhan ekonomi akan meningkatkan pendapatan
masyarakat yang selanjutnya mendorong konsumsi. Kondisi
Page 39
Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan 25
ini memacu sektor industri untuk meningkatkan produksi
makanan sehingga permintaan komoditas pertanian sebagai
bahan baku meningkat.
2.3. Stabilisasi Harga
Setiap negara berusaha untuk menciptakan
kestabilan perekonomian. Kestabilan ekonomi mencakup
kestabilan sisi moneter dan fiskal. Salah satu unsur
penting dalam memelihara kestabilan ekonomi adalah
kestabilan harga. Stabilitas harga diperlukan untuk
mendorong kegiatan ekonomi produktif di bidang
produksi maupun investasi. Keadaan tersebut dapat
dicapai apabila laju inflasi dapat dikendalikan.
Terjadinya inflasi secara teori dapat dilihat dari
aspek permintaan (demand pull inflation) maupun penawaran
(cost push inflation). Mencermati potensi inflasi dari sisi
penawaran, tidak saja masalah jumlah persediaan
barang/jasa, namun juga perilaku distribusi barang/jasa
tersebut. Nilai tambah yang tinggi sangat terkait
dengan perilaku dan jalur distribusi dari suatu
komoditas dan atau kebijakan. Oleh karena itu
mencermati inflasi, tidak cukup dari satu model
pengamatan pasar uang/permintaan, namun juga aspek
penawaran barang dan jalur distribusinya.
Page 40
26 Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan
2.4. Peran Distribusi Dalam
Pembentukan Harga Komoditi
Karakteristik produk sangat menentukan panjang
pendeknya rantai distribusi yang harus dilewati oleh
sebuah komoditas. Secara umum sistem pengusahaan pada
tiap komoditas yang memiliki rantai distribusi 3
tingkat melewatkan distributor besar pada rantai
distribusinya, sehingga dari distributor pasar langsung
terkait dengan produsen. Hal ini sangat dimungkinkan
antara lain karena untuk memperpendek jalur
pendistribusian terutama untuk komoditas yang tidak
tahan lama. Komoditas yang sama pada tiga kota, belum
tentu memiliki rantai jalur distribusi yang sama, hal
ini terjadi karena selain karakteristik produk,
karakteristik dan perilaku pembelian konsumen juga
sangat berpengaruh dalam pembentukan rantai distribusi.
Dalam perjalanannya melalui jalur distribusi
tersebut, sebuah komoditas mengalami perubahan harga
sebagai bentuk penetapan margin laba oleh pelaku dalam
jalur distribusi. Tidak terdapat pola yang menunjukkan
dimana margin laba yang besar/signifikan terjadi,
tetapi margin laba bervariasi menurut komoditas dan
pihak dalam jalur distribusi. Oleh karena struktur
pasar komoditas terpilih cenderung berbentuk pasar
persaingan sempurna, maka perubahan harga sangat
Page 41
Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan 27
ditentukan oleh mekanisme pasar (tergantung kepada
permintaan dan penawaran atas sebuah komoditas). Dari
sisi permintaan, perubahan harga ditentukan oleh faktor
musiman (seperti lebaran) atau daya beli (penghasilan).
Sedangkan dari sisi penawaran, perubahan harga
dicerminkan dari stok komoditas di pasar yang antara
lain dipengaruhi oleh kegagalan panen, naiknya harga
bahan baku atau BBM. Atas dasar kondisi ini, perubahan
harga yang menimbulkan inflasi lebih banyak bersifat
cost push inflation (Prastowo et al, 2008).
2.5. Faktor Pemicu Kenaikan Harga
komoditas
Peningkatan harga komoditas pertanian juga
dipengaruhi oleh tekanan dari sisi permintaan meskipun
tidak sebesar tekanan yang disebabkan oleh penawaran.
Permintaan akan produk pertanian dipengaruhi oleh
terutama peningkatan jumlah penduduk dan pendapatan
(Tomek, 2000). Selain itu, permintaan akan komoditas
pertanian dipengaruhi pula oleh pertumbuhan ekonomi dan
peningkatan pendapatan masyarakat yang mendorong
konsumsi (Borenztein, 1994).
Harga komoditas pertanian juga sangat dipengaruhi
oleh harga komoditas tersebut di pasar internasional.
Terutama di era pasar bebas dan globalisasi, harga
Page 42
28 Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan
internasional merupakan salah satu faktor yang cukup
signifikan dalam mempengaruhi harga komoditas pertanian
domestik. Banyaknya negara yang mengenakan hambatan
terhadap perdagangan internasional sektor pertanian
menunjukkan bahwa komoditas pertanian dan pangan
merupakan komoditas penting dan strategis yang dapat
menimbulkan instabilitas politik dalam negeri. Bahkan
negara maju seperti Amerika Serikat dan negara-negara
Eropa masih memberikan proteksi yang sangat tinggi
terhadap komoditas pertaniannya (Dawe, 2001).
2.6. Pembentukan Harga Komoditas
Sebagai makhluk homo economicus, agen-agen ekonomi
baik dalam kapasitas pribadi maupun perusahaan akan
selalu bersifat rasional dan bertujuan memaksimalkan
keuntungan (profit maximization). Untuk itu, dalam setiap
komoditas yang diperdagangkan oleh agen-agen tersebut
akan memasukkan unsur marjin keuntungan. Menurut
Prastowo et al (2008), perilaku pembentukan harga dan
marjin keuntungan oleh para agen ekonomi tersebut dapat
dinotasikan sebagai berikut :
P = M + C + π
...................................... ............................................................. (1) π = P −
(M + C) ................................................................................................... (2)
Harga jual (P) merupakan penambahan dari komponen
biaya input (M), biaya penambahan nilai (C) dan marjin
Page 43
Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan 29
keuntungan (π). Dimana biaya input meliputi pembelian
bahan baku produksi, baik berupa barang mentah (raw
materials) maupun barang setengah jadi (intermediate goods).
Sementara biaya penambahan nilai (added value costs) dapat
meliputi (i) biaya pengolahan untuk merubah bentuk;
(ii) biaya penyimpanan untuk menambah nilai dari segi
perbedaan waktu; dan (iii) biaya distribusi untuk
menambah nilai karena perpindahan barang.
Agen ekonomi dapat memperoleh keuntungan dengan
melakukan salah satu dari tiga bentuk kegiatan
penambahan nilai ekonomis suatu komoditas. Namun,
kegiatan distribusi tetap menjadi ujung tombak dari
semua kegiatan tersebut karena berhubungan langsung
dengan pengguna akhir atau konsumen, setelah komoditas
tersebut melalui proses perubahan bentuk maupun
penyimpanan. Untuk beberapa jenis komoditas pertanian
seperti sayuran, bahkan tidak perlu melalui kegiatan
pengubahan bentuk dan penyimpanan karena terkait dengan
karakteristik komoditas maupun cita rasanya. Selain
itu, sifat komoditas yang perishable membuat kegiatan
distribusi untuk menyampaikan komoditas tersebut kepada
konsumen menjadi lebih dominan.
2.7. Karakter Harga Komoditi Pertanian
Pangan merupakan kebutuhan pokok (basic need) yang
paling azasi menyangkut kelangsungan kehidupan setiap
Page 44
30 Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan
manusia. Oleh sebab itu, komoditas bahan makanan dan
produk makanan harus tersedia setiap saat dengan jumlah
yang mencukupi dan terjangkau oleh seluruh lapisan
masyarakat. Dengan demikian, pasokan bahan makanan
tidak hanya menyangkut aspek kuantitas dan
kontinyuitas, tetapi juga aspek kualitas serta
keseimbangan kandungan gizi dengan kebutuhan tubuh
manusia seperti karbohidrat, lemak, protein dan
vitamin. Harga bahan makanan sangat mempengaruhi
kondisi perekonomian sebuah masyarakat karena merupakan
kebutuhan utama yang harus dipenuhi.
Kecenderungan meningkatnya harga komoditas bahan
makanan di satu sisi dengan masih rendahnya tingkat
pendapatan masyarakat di sisi lain menimbulkan
pertanyaan mengenai bagaimana perilaku masyarakat dalam
merespon peningkatan harga tersebut. Apabila
peningkatan harga tersebut direspon dengan mengurangi
jumlah permintaan akan mengakibatkan semakin menurunnya
pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat. Apabila
peningkatan harga komoditas bahan makanan tidak
direspon dengan penurunan jumlah permintaan, rumah
tangga dapat mensubstitusikan dengan komoditas bahan
makanan yang memiliki kualitas dan harga yang lebih
rendah. Akan tetapi, hal ini akan mengakibatkan
penurunan kualitas pemenuhan kebutuhan pangan
masyarakat. Selain itu, rumah tangga juga dapat
Page 45
Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan 31
mengatur kembali pola pengeluaran dengan mengurangi
alokasi belanja untuk komoditas non pangan dengan tetap
mempertahankan jumlah permintaan komoditas pangan
Prastowo et al ( 2008) mengatakan bahwa peningkatan
harga komoditas pangan memang dapat berasal dari
produsen, namun sumber peningkatan harga tersebut
biasanya lebih bersifat fundamental karena di dorong
oleh meningkatnya harga input/sarana produksi atau
karena faktor kebijakan pemerintah seperti penetapan
harga dasar (floor price). Sementara peningkatan harga
yang didorong oleh faktor distribusi bersifat variabel,
seperti panjangnya rantai jalur distribusi, hambatan
transportasi dan perilaku pedagang dalam menetapkan
marjin keuntungan, aksi spekulasi maupun kompetisi
antar pedagang. Tingginya volatilitas harga komoditas
yang terjadi selama ini mengindikasikan bahwa faktor
distribusi sangat berpengaruh.
Pangan dan hortikultura merupakan salah satu
kebutuhan dasar yang dikonsumsi oleh seluruh lapisan
masyarakat. Akibatnya permintaan akan komoditas pangan
dan pertanian akan terus meningkat seiring dengan
peningkatan jumlah populasi masyarakat dan peningkatan
taraf hidup serta kesejahteraan masyarakat. Sementara
itu di sisi penawaran, komoditas pangan dan pertanian
sangat rentan terhadap gangguan baik kondisi iklim dan
alam, keterbatasan dan peralihan fungsi lahan pertanian
Page 46
32 Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan
maupun kondisi politik nasional. Hal ini berakibat
sering terganggunya penawaran komoditas pertanian.
Perkembangan permintaan yang cukup tinggi dan terus
meningkat tanpa diikuti dengan perkembangan penawaran
yang seimbang akan mengakibatkan kenaikan harga untuk
mencapai keseimbangan baru.
Data dari Badan Pusat Statistik, ditemukan bahwa
besarnya kontribusi dari faktor pangan terlihat hingga
80,95% untuk inflasi Maret 2013. Inflasi bahan makanan
hanya terjadi pada 2008 (1,44%) dan 2007 (0,16%), yang
jauh di bawah angka Maret 2013. Inflasi yang tinggi
ini tidak terlepas dari kenaikan harga bawang merah,
bawang putih, dan daging sapi yang sangat besar, dan
tidak pernah terjadi dalam tujuh tahun terakhir,
sehingga berdampak pada kenaikan inflasi sektor lain.
Secara kebetulan tiga komoditas itu masih diimpor dalam
volume besar, terutama bawang putih (90%) dan daging
sapi (kuota 18%) (www.neraca.co.id )
Pada tahun 1990-an bawang putih masih banyak
dibudidayakan petani dengan total produksi 119 ribu
ton, dan impor hanya 13 ribu ton. Hal ini tentu berbeda
kontras jika dibandingkan realisasi semester I/2012,
Indonesia sudah mengimpor 200 ribu ton. Adapun bawang
merah, sudah mengimpor 88 ribu ton, dan daging sapi
tahun 2012 sekitar 82.500 ton, atau 20% dari kebutuhan
450 ribu ton. Karena itu, pemerintah akhirnya
Page 47
Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan 33
mengeluarkan kebijakan pengendalian impor beberapa
komoditas hortikultura melalui Permendag No. 60/2012
dan Permentan No. 60/ 2012 yang bertujuan visioner,
yaitu mendorong produksi hortikultura dalam negeri.
Kebijakan ini secara efektif telah mengurangi
impor buah pada tahun 2012, dari 1,2 juta ton menjadi
800 ribu ton. Namun dampak terhadap inflasi menjadi
signifikan. Hal ini menunjukkan pendapatan masyarakat
makin membaik, makin terbiasa mengonsumsi buah impor
yang telah lama mengisi pasar domestik dengan volume
dan sebaran distribusi yang besar sekali.
Harga bahan makanan yang tinggi dan gejolak
ketidakpastian harga terus menerus setidaknya berdampak
negatif terhadap setiap upaya meningkatkan pertumbuhan
ekonomi. Pemerintah seharusnya sadar, bahwa pertumbuhan
masyarakat kelas menengah juga paling cepat dibanding
negara ASEAN lainnya sehingga kita berpotensi menjadi
kekuatan ekonomi ke-6 di dunia, sepatutnya dapat
diantisipasi adanya lonjakan permintaan komoditas
pangan. Termasuk mengurangi ketergantungan dari pasar
pangan internasional supaya kita terhindar dari tekanan
harga internasional.
Ketergantungan yang besar terhadap impor pangan
akan mengurangi kekuatan ekonomi domestik guna menjaga
inflasi dan memaksimalkan investasi. Tingkat inflasi
yang lebih tinggi dari target, tentu berdampak pada
Page 48
34 Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan
peningkatan suku bunga bank dan membuat investasi
menjadi tidak lagi kondusif di negeri ini. Pemerintah
sebagai stabilisator ekonomi negara harus cepat
beradaptasi supaya inflasi dapat dikendalikan sedini
mungkin.
Berikut ulasan beberapa komoditi pertanian :
2.7.1.Komoditas BerasBeras merupakan kebutuhan yang cukup tinggi bagi
masyarakat Sulawesi Selatan sebagai bahan makanan bila
dibandingkan dengan komoditas bahan makanan lainnya.
Hingga saat ini komoditas beras belum dapat
disubstitusi sepenuhnya dengan komoditas atau produk
bahan makanan lainnya. Berbagai program diversifikasi
pangan untuk mengurangi ketergantungan masyarakat
terhadap beras belum membuahkan hasil secara maksimal.
Bahan makanan pokok lainnya seperti makanan olahan
seringkali difungsikan sebagai makanan pelengkap
beras/nasi terutama bagi kelompok masyarakat
berpenghasilan rendah. Akibatnya, jumlah permintaan
komoditas beras cenderung meningkat setiap tahun
seiring dengan peningkatan jumlah penduduk.
Syafa’at et al (2007) mengemukakan bahwa harga beras
domestik dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yaitu
harga dasar gabah, harga beras di pasar internasional
dan jumlah stok beras Bulog. Harga beras di pasar
internasional selalu jauh di bawah harga domestik,
Page 49
Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan 35
sehingga kebijakan impor beras cukup menguntungkan.
Namun sejak kuartal keempat tahun 2007, harga beras di
pasar internasional mengalami lonjakan tajam sehingga
lebih tinggi dari harga domestik. Untuk itu, kebijakan
impor menjadi merugikan dan kondisi inilah yang
mendorong beberapa pihak untuk melakukan ekspor beras.
Sementara stok beras Bulog menjadi faktor penting
karena dapat dijadikan sebagai ajang spekulasi para
pedagang. Penurunan stok Bulog dapat mengindikasikan
kerawanan pasokan beras dan penurunan kemampuan Bulog
untuk melakukan operasi stabilisasi harga beras (OSHB)
sehingga dimanfaatkan para spekulan untuk menaikkan
harga beras di pasaran.
2.7.2.Komoditas Cabe MerahCabe merah (Capsicum annum L.) merupakan salah
satu sayuran yang permintaannya cukup tinggi, baik
untuk pasar domestik maupun ekspor ke mancanegara
seperti Malaysia dan Singapura (Sembiring, 2009). Usaha
tani Cabai Merah termasuk usaha yang memerlukan biaya
tinggi, karena itu petani cabai merah akan
mempertimbangkan setiap perubahan biaya uang harus
dikeluarkan sebagai akibat perubahan teknologi yang
digunakan. Meskipun dikatakan oleh Kumbakhar dan Lovel
(2000) bahwa pendapatan usaha tani dapat dilakukan
dengan cara salah satunya adalah efisiensi teknis dan
efisiensi produksi.
Page 50
36 Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan
Komoditas cabe merah merupakan komoditas yang
sebagian besar didatangkan dari luar kota Makassar,
oleh karena itu harga cabe sangat ditentukan oleh
jumlah dan ketepatan waktu masuknya pasokan di Pasar-
pasar Induk Kota Makassar. Perubahan harga komoditas
ini sangat dinamis dan fluktuatif dengan tingkat harga
terendah dan tertinggi masing-masing Rp4.000 per kg dan
Rp100.000 per kg. Komoditas ini diperdagangkan dalam
keadaan segar sehingga fluktuasi harga tidak
berlangsung dari hari ke hari atau minggu ke minggu,
namun dapat terjadi dalam satu hari (antara pagi, siang
dan sore). Frekuensi pembelian oleh rumah tangga
umumnya dilakukan per hari atau per minggu, untuk
memperkecil kemungkinan pembusukan. Volume pembelian
per bulan relatif kecil yaitu antara 4 ons sampai
dengan 60 ons (Bank Indonesia).
Cabe yang dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia
terdiri atas cabe besar, cabe hijau, dan cabe rawit.
Cabe tersebut pada umumnya digunakan dalam bentuk segar
untuk keperluan sehari-hari sebagai rempah-rempah atau
penambah cita rasa masakan/makanan. Diantara ketiga
jenis cabe tersebut, cabe besar yang di dalamnya
termasuk cabe merah, merupakan jenis yang paling banyak
dikonsumsi24 oleh masyarakat, disusul cabe rawit dan
cabe hijau. Untuk jenis cabe merah, sebagian besar
jenis cabe ini dikonsumsi oleh rumah tangga dengan
Page 51
Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan 37
pangsa penggunaannya yang mencapai 61% dari total
konsumsi cabe dalam negeri. Selebihnya cabe merah
dimanfaatkan sebagai bahan baku industri baik industri
makanan maupun non makanan dan juga untuk keperluan
ekspor baik dalam bentuk cabe segar maupun olahan,
seperti cabe bubuk dan cabe kering.
2.7.3.Komoditas Bawang MerahBawang merah termasuk kategori komoditas bumbu-
bumbuan atau sebagai pelengkap bahan makanan lainnya.
Komoditas ini tidak dikonsumsi tersendiri, melainkan
dikonsumsi secara bersamaan dengan bahan makanan
lainnya. Bawang merah memiliki daya tahan yang sedikit
lebih lama bila dibandingkan dengan cabe merah.
Frekuensi pembelian yang dilakukan cukup beragam dari
per hari, per minggu, per sepuluh hari hingga per
bulan, namun sebagian besar rumah tangga melakukan
pembelian per bulan. Tingkat harga bawang merah yang
dibayar oleh rumah tangga cukup beragam dari Rp5.000
per kg pada saat harga rendah hingga mencapai Rp70.000
per kg di saat harga tinggi. Sejalan dengan itu, jumlah
pembelian komoditas ini oleh rumah tangga juga
bervariasi dari 5 ons hingga 50 ons per bulan (Bank
Indonesia)
Page 52
38 Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan
2.7.4.Komoditas Bawang PutihBawang putih juga berperan sebagai salah satu
komponen bumbu masakan seperti halnya komoditas bawang
merah. Akan tetapi kedua jenis komoditas bawang ini
tidak dapat saling bersubstitusi melainkan saling
berkomplemen dalam pembuatan suatu makanan. Keberadaan
bawang putih dalam berbagai jenis makanan bahkan sama
pentingnya dengan bawang merah, hanya saja kuantitas
penggunaannya relatif lebih sedikit. Bila dibandingkan
dengan bawang merah, bawang putih memiliki
karakteristik relatif lebih tahan lama sehingga
frekuensi pembelianya oleh rumah tangga sebagian besar
dilakukan secara bulanan. Saat ini, komoditas ini
sebagian besar diimpor dari luar negeri (Bank
Indonesia)
2.7.5.Komoditas Tomat SayurDilihat dari sisi praktisnya, tingkat kepentingan
komoditas tomat sayur bagi rumah tangga lebih tinggi
dari komoditas bawang putih tetapi lebih rendah dari
komoditas bawang merah. Komoditas ini masih memiliki
produk pengganti yaitu tomat buah. Rumah tangga
kemungkinan akan merespon peningkatan harga dengan
mengurangi jumlah permintaan tomat sayur dan
menggantikannya sebagian dengan tomat buah.
Page 53
Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan 39
2.8. Perhitungan Inflasi
Inflasi menurut ilmu ekonomi sederhananya adalah
peristiwa di mana terjadi peningkatan harga barang-
barang secara umum dan terus menerus dalam suatu
periode kontinyu berkaitan dengan mekanisme pasar. Hal
ini terkait dengan hukum permintaan dan persediaan dari
suatu barang atau jasa tertentu. Sedangkan jika yang
terjadi sebaliknya, maka kondisi itu disebut deflasi.
Dalam berbagai teori dikatakan bahwa pada dasarnya
secara umum inflasi disebabkan oleh dua faktor yaitu
faktor demand pull inflation dan cost push inflation. Demand pull
inflation atau inflasi karena naiknya permintaan, lebih
banyak terjadi pada saat-saat tertentu. Datangnya tahun
ajaran baru misalnya, akan menaikkan permintaan
pemenuhan kebutuhan biaya dan perlengkapan sekolah.
Peristiwa lainnya adalah menjelang datangnya bulan
Ramadhan atau bulan puasa sampai dengan Hari Raya Idul
Fitri. Kebutuhan masyarakat cenderung meningkat
sehingga secara otomatis akan menggerek kenaikan
permintaan. Mulai dari makanan, pakaian bahkan juga
kendaraan akan bergerak naik. Implikasinya, pada momen
tersebut biasanya inflasi di dalam negeri akan
meningkat.
Beberapa momen yang sangat berpengaruh terhadap
lonjakan inflasi misalnya memasuki bulan Desember, saat
Natal dan Tahun Baru. Kebutuhan biasanya ikut
Page 54
40 Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan
meningkat seiring perayaan Natal dan liburan tahun
baru yang mendorong peak season tidak hanya di Indonesia
tetapi juga di seluruh dunia.
Menurut Nurbaeti (www.kompas.com, dikutip 10 Juli
2012) bahwa untuk menggambarkan penyebab terjadinya cost
push inflation atau inflasi yang disebabkan oleh kenaikan
biaya, contoh yang paling populer adalah kenaikan harga
bahan bakar minyak, bahwa jika harga BBM naik berarti
ongkos produksi meningkat maka produsen yang tidak
ingin kehilangan profit akan membebankan kenaikan biaya
tersebut pada harga jualnya sehingga menyebabkan harga
barang-barang secara bersama-sama akan naik sehingga
terjadi inflasi.
Indonesia memiliki komponen inflasi yang terdiri
dari volatile foods (komponen harga bergejolak),
administered price (komponen harga yang diatur
pemerintah), core inflation (komponen inti) dan
imported inflation (inflasi karena naiknya harga barang
impor). Komponen yang tergolong dalam volatile foods adalah
harga-harga barang yang tercermin dari Indeks Harga
Konsumen (IHK) yang meliputi 7 (tujuh) kategori yang
terdiri dari (1) Bahan makanan (2) Makanan jadi,
minuman, rokok dan tembakau ; (3) Perumahan, air,
listrik, gas dan bahan bakar; (4) Sandang; (5)
Kesehatan; (6) Pendidikan, rekreasi dan olah raga serta
Page 55
Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan 41
terakhir (7) Transport dan komunikasi dan jasa
keuangan.
Kenaikan harga dari ketujuh kategori di atas, maka
komponen volatile foods akan bergerak naik dan mendorong
laju inflasi domestik. Khusus kenaikan harga bahan
makanan, dikenal juga dengan istilah Agflasi atau
agriculture inflation yaitu inflasi yang disebabkan oleh
kenaikan harga-harga produk pertanian.
Pada sisi administered price terdapat beberapa contoh
yang terjadi di Indonesia misalnya kenaikan harga bahan
bakar minyak (BBM) bersubsidi. Oleh karena itu,
biasanya jika pemerintah berencana menaikkan harga BBM
bersubsidi, maka akan berpotensi menggerek inflasi di
dalam negeri. Namun selama ini, kenaikan inflasi akibat
BBM biasanya cenderung berangsur turun karena
masyarakat sudah mulai menyesuaikan kebutuhannya dan
beradaptasi dengan kenaikan BBM itu sendiri, maka
inflasi di bulan-bulan berikutnya cenderung akan lebih
rendah dibanding pada bulan pertama dan kedua penerapan
harga BBM yang baru. Selain itu juga, kebijakan
pemerintah untuk menaikkan tarif dasar listrik,
kenaikan tarif tol dan lainnya akan mendorong
terjadinya inflasi.
Komponen selanjutnya adalah core inflation merupakan
underlying inflation yang cenderung menetap dalam setiap
pergerakan laju inflasi. Dibandingkan dengan komponen
Page 56
42 Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan
inflasi lainnya, inflasi ini cenderung dapat
dipengaruhi atau dikendalikan oleh bank sentral atau BI
karena umumnya bersifat demand pull inflation (Nurbaeti,
2012). Lebih lanjut dikatakan oleh Nurbaeti (2012)
adalah bahwa apabila inflasi inti cenderung naik, maka
kenaikan suku bunga acuan dapat menurunkan daya beli
sehingga secara keseluruhan inflasi akan mereda.
Komponen terakhir adalah imported inflation. Semakin
banyaknya kebutuhan masyarakat yang dipenuhi dari
barang impor cenderung membuat komponen imported inflation
kian berpengaruh dalam laju inflasi. Cara cepat untuk
menangani inflasi jenis ini adalah dengan kebijakan
stabilitas nilai tukar rupiah. Jika rupiah menguat,
maka imported inflation bisa ditekan seperti yang terjadi
di pertengahan tahun 2011 lalu. Namun sebaliknya, jika
rupiah cenderung terdepresiasi maka inflasi barang
impor berpotensi meningkat.
Satu hal lagi yang menjadi faktor pencetus
tingginya inflasi domestik adalah kondisi geologis
Indonesia sebagai negara kepulauan. Dibandingkan negara
lain di kawasan Asia misalnya, inflasi Indonesia
cenderung tinggi. Diperlukan tambahan ongkos
transportasi antar pulau yang biasanya akan menaikkan
harga jual barang-barang. Akan tetapi, sebenarnya
kondisi perekonomian dengan inflasi jauh lebih baik
dibanding jika mengalami deflasi karena inflasi
Page 57
Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan 43
terutama yang disebabkan oleh demand pull inflation
menunjukkan tingginya permintaan yang akan mendorong
pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Oleh karenanya,
di setiap negara umumnya memiliki target inflasi yang
dianggap nyaman
Pada Tahun 2013, 2014, dan 2015, BI menargetkan
inflasi di Indonesia di kisaran 4,5 %, 4,5% dan 4% plus
minus satu. Saat ini misalnya, BI mentargetkan inflasi
Indonesia 2013 di kisaran 4,5 persen plus minus satu .
Artinya jika inflasi bergerak di level 3,5 – 5,5 persen
kondisi tersebut masih terhitung nyaman untuk
perekonomian Indonesia. (Nurul Eti Nurbaeti, dalam
www.kompas.com dikutip 10 Juli 2012)
Sahertian (2011) mengatakan bahwa dalam menghitung
dan menyusun indeks harga konsumen terlebih dahulu
dilakukan survey biaya hidup (SBH). SBH ini dimaksudkan
untuk mendapatkan jenis barang dan jasa yang dikonsumsi
oleh masyarakat dalam hal ini rumahtangga. Dari
berbagai jenis barang dan jasa yang dikonsumsi oleh
masyarakat lalu ditentukan rata-rata nilai pengeluaranper rumahtangga per bulan dari berbagai jenis barang
dan jasa (bukan masing-masing rumah tangga yang
disurvei). Nilai rata-rata pengeluaran per rumahtangga
dari berbagai jenis barang jasa tersebut dianggap
berlaku sama untuk setiap rumah tangga. Disini akan
kelihatan komoditi/barang dan jasa apa saja yang
Page 58
44 Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan
dikonsumsi oleh rumah tangga mulai dari nilai yang
paling besar sampai dengan nilai yang paling kecil.
Nilai yang besar sering disebutkan sebagai
komoditi yang mempunyai peranan yang besar dalam
inflasi, sehingga jika terjadi kenaikan atau penurunan
harga pada komoditi tersebut akan sangat berpengaruh
terhadap angka inflasi. Misalnya beras, yang dikonsumsi
hampir oleh seluruh rumah tangga mulai dari yang
berpenghasilan tinggi sampai yang berpenghasilan
rendah. Disamping itu, beras juga merupakan kebutuhan
pokok bagi setiap rumahtangga di Indonesia yang setiap
hari umumnya mesti dikonsumsi atau dimakan.
Meskipun harga beras jauh di bawah harga sebuah
mobil misalnya, tetapi kebutuhan akan mobil pribadi
dengan harga yang tinggi tadi hanya dikonsumsi oleh
rumahtangga-rumahtangga tertentu dalam hal ini hanya
terbatas pada sebagian kecil rumahtangga dengan tingkat
penghasilan yang tinggi. Dengan demikian, jika dihitung
rata-rata nilai pengeluaran rumahtangga untuk konsumsi
mobil akan jauh lebih kecil dibandingkan dengan beras,
sehingga apabila terjadi kenaikan atau penurunan harga
mobil sangat kecil pengaruhnya terhadap angka inflasi
begitu juga untuk komoditi lain yang walaupun mahal
namun dikonsumsi hanya oleh rumahtangga-rumahtangga
tertentu.
Page 59
Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan 45
Menurut (Korteweg, 1973; Auckley, 1978, Boediono,
2001) dalam (http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres) Inflasi adalah
kecenderungan naiknya harga-harga barang dan jasa
secara umum dan terus menerus. Lebih lanjut disebutkan
dalam alamat website di atas bahwa kenaikan harga dari
satu atau dua barang saja tidak dapat disebut sebagai
inflasi kecuali bila kenaikan harga itu meluas kepada
barang-barang yang lain, Inflasi yang terus menerus
sering disebut sebagai inflasi yang persisten.
Inflasi adalah suatu keadaan yang mengindikasikan
semakin melemahnya daya beli yang diikuti dengan
semakin merosotnya nilai riil (intrinsik) mata uang
suatu negara atau menurunnya nilai tukar uang terhadap
nilai barang dan jasa yang terkait dengan berbagai
aspek ekonomi (Sahertian.S, 2011).
Hakimsan (2012) mengatakan bahwa Perhitungan
inflasi dapat dilakukan berdasarkan Indeks Harga
Konsumen (IHK), berdasarkan Indeks Biaya Hidup, Indeks
Harga Produsen (IHP) dan lain-lain. Perhitungan inflasi
berdasarkan IHK adalah yang lebih sering digunakan
oleh Bank Indonesia dan BPS. Kelebihan perhitungan
inflasi berdasarkan IHK yaitu perhitungan ini
menghitung harga rata-rata dari barang dan jasa yang
dikonsumsi oleh rumah tangga (household). Jenis barang
dan jasa tersebut dikelompokkan menjadi 7 kelompok,
yaitu Bahan Makanan; Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan
Page 60
46 Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan
Tembakau; Perumahan; Sandang; Kesehatan; Pendidikan,
Rekreasi dan Olahraga; Transpor dan Komunikasi.
Kelompok tersebut sudah sangat cukup mewakili “harga-
harga secara umum”, oleh karenanya perhitungan inflasi
berdasarkan IHK adalah yang paling sering digunakan
untuk menghitung inflasi. Perhitungan IHK dapat
dilakukan dengan menggunakan rumus di bawah ini :
IHKn : Indeks Periode ke – nPni : Harga jenis barang i, pariode ke – (n)P(n-1)i : Harga jenis barang i, periode ke
– (n-1)P (n-1)Q0i : Nilai konsumsi jenis barang i,
periode ke – (n-1)P0iQ0i : Nilai konsumsi jenis barang i,
pada tahun dasarK : Jumlah jenis barang paket komoditasSelain rumus yang di atas, adapula rumus yang
mudah dan sederhana untuk menghitung IHK seperti di
bawah ini.
Pit : Harga barang i pada periode tQit : Bobot barang i pada periode tPi0 : Harga barang i pada periode dasar 0Qi0 : Bobit barang i pada periode dasar 0
Page 61
Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan 47
Dalam perhitungannya, angka indeks pada tahun dasar
dimulai dari angka 100. Tahun dasar untuk menghitung IHK
selalu berganti dalam setiap 5 tahun. Misalkan untuk
menghitung IHK 2003 - 2006, maka digunakan tahun dasar
2002. Untuk menghitung IHK 2008 - 2011, maka digunakan
tahun dasar 2007. Sedangkan untuk menghitung nilai
inflasi selanjutnya digunakan rumus sebagai berikut.
Misalnya untuk menghitung inflasi Februari 2013,
maka rumus dan perhitungan yang digunakan adalah
sebagai berikut :
InflasiFebruari2013=IHKFeb2013−IHKJan2013IHKJan2013 x 100%
Inflasi merupakan fenomena umum yang terjadi pada
hampir seluruh negara baik pada tingkat perekonomian
nasional maupun regional. Pada tingkat yang relatif
rendah, inflasi tidak menimbulkan persoalan terlalu
serius bagi perekonomian bahkan diperlukan sebagai
insentif untuk merangsang peningkatan produksi barang
dan jasa. Sebaliknya jika pergerakannnya berlangsung
sangat cepat pada tingkat yang cukup tinggi dan tidak
stabil, inflasi justru akan menimbulkan dampak yang
kurang menguntungkan bahkan dapat menjelma menjadi
penyakit yang akan mengganggu kelangsungan berbagai
Page 62
48 Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan
aktivitas perekonomian. Itulah sebabnya perubahan laju
inflasi harus dikendalikan agar selalu berada pada
tingkat dan interval yang relatif rendah serta stabil.
Kontribusi setiap kelompok barang atau komoditi
terhadap pembentukan inflasi bergantung kepada dua hal
yaitu perubahan harga dan bobot komoditi tersebut dalam
perhitungan indeks harga konsumen. Selain kedua unsur
tersebut, faktor stabilitas harga atau frekuensi
perubahan harga suatu komoditi juga sangat menentukan
gejolak atau fluktuasi laju inflasi. Semakin tinggi
frekuensi perubahan harga suatu komoditi semakin tinggi
keragaman laju inflasi dalam suatu periode waktu
tertentu dan akibatnya semakin besar ketidakpastian
yang ditimbulkannya. Pola perubahan harga seperti ini
akan berdampak terhadap pengambilan keputusan oleh para
aktor atau pelaku ekonomi baik produsen, maupun
konsumen dan pemerintah (www.bi.go.id, dikutip 11/08/2013)
2.9. Pengaruh Fluktuasi Harga
Komoditas Pertanian Terhadap Inflasi
Harga komoditas pertanian dan pangan yang
cenderung terus meningkat di masa mendatang akan
menimbulkan dampak negatif terhadap kondisi
perekonomian domestik. Dampak negatif tersebut terutama
terhadap inflasi (Sujai.M, 2011). Inflasi yang tinggi
Page 63
Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan 49
akan menyebabkan keresahan masyarakat dan instabilitas
politik. Selain itu inflasi yang tinggi akan kontra
produktif terhadap pertumbuhan ekonomi. Inflasi adalah
meningkatnya harga-harga umum dan terus-menerus yang
berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan
oleh berbagai faktor, antara lain konsumsi masyarakat
yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang
memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk
juga akibat adanya ketidaklancaran distribusi barang
(www.wikipedia. org, dikutip 11/08/2013)
Inflasi timbul karena adanya tekanan dari sisi
penawaran (cost push inflation), dari sisi permintaan
(demand pull inflation), dan dari ekspektasi inflasi.
Faktor-faktor terjadinya cost push inflation dapat
disebabkan oleh depresiasi nilai tukar, dampak inflasi
luar negeri terutama negara-negara mitra dagang,
peningkatan harga-harga komoditi yang diatur pemerintah
(administered price), dan terjadi negative supply
shocks akibat bencana alam dan terganggunya distribusi.
Sementara faktor penyebab terjadi demand pull inflation
adalah tingginya permintaan barang dan jasa relatif
terhadap ketersediaannya. Dalam konteks makroekonomi,
kondisi menggambarkan oleh output riil yang melebihi
output potensialnya atau permintaan total (agregate
demand) lebih besar dari pada kapasitas perekonomian
(www.bi.go.id, dikutip 11/08/2013)
Page 64
50 Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan
2.10. Peran Pemerintah
Pemerintah dalam menjalankan tugasnya mempunyai
beberapa fungsi yaitu stabilisasi, alokasi, dan
distribusi. Fungsi stabilisasi adalah menciptakan
kestabilan ekonomi, sosial, politik, hukum, pertahanan
dan keamanan. Dalam menjalankan fungsi ekonomi
tersebut, pemerintah menetapkan dan merumuskan berbagai
kebijakan yang digunakan untuk mengimplementasikan
fungsinya (Sujai, 2011).
2.10.1 Kebijakan FiskalPemerintah selaku regulator mempunyai berbagai
wewenang dan tanggung jawab untuk mengatur sektor
pertanian yang salah satunya adalah menentukan
kebijakan fiskal. Kebijakan fiskal dibuat oleh
pemerintah untuk mengarahkan ekonomi suatu negara
melalui pengeluaran dan pendapatan (berupa pajak)
pemerintah. Selain kebijakan fiskal, terdapat pula
kebijakan moneter yang bertujuan untuk menstabilkan
perekonomian dengan cara mengontrol tingkat bunga dan
jumlah uang yang beredar. Kedua kebijakan tersebut
harus berjalan beriringan dan simultan dalam menjaga
stabilitas perekonomian nasional.
Berkaitan dengan gejolak harga komoditas
pertanian, Pemerintah dapat mengambil peran yang sangat
penting dalam upaya stabilisasi harga melalui kebijakan
Page 65
Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan 51
fiskal. Kebijakan yang diambil dapat berupa pajak
termasuk bea masuk dan bea keluar, maupun dalam bentuk
subsidi.
Kebijakan fiskal lain yang diambil oleh pemerintah
sebagai upaya menstabilkan harga komoditas pangan
adalah dengan memberikan insentif fiskal baik berupa
keringanan pajak, pajak ditanggung Pemerintah, maupun
dalam bentuk kebijakan tarif dan bea masuk. Pada tahun
2011, pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri
Keuangan Nomer 13/PMK/.011/2011 tentang pemberian
intensif berupa penyesuaian 57 pos tarif bea masuk
atas biji gandum, bahan baku ternak, produk pangan dan
bahan baku pangan menjadi nol persen.PMK ini mengatur
harmonisasi tarif bea masuk sehingga harga komoditas
pangan di dalam negeri menjadi lebih murah dan
terjangkau oleh masyarakat.
Pemerintah mengambil kebijakan menurunkan bea
tarif masuk impor kedelai untuk menjaga stabilitas
produk-produk turunannya seperti tahu dan tempe serta
kecap (Sujai, 2011). Hal ini dilakukan sebagai akibat
melonjaknya harga kedelai domestik hingga 30 persen.
Selain beras dan kedelai, penurunan bea impor diberikan
juga kepada sejumlah produk pangan dan pertanian
lainnya. Dampak dari kebijakan fiskal yang ini terlihat
dari relatif menurunnya inflasi mulai Februari 2011.
Page 66
52 Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan
2.10.1. Sosialisasi Program Secara umum, pemerintah pada dasarnya telah
melakukan berbagai upaya pengendalian harga, baik
secara langsung dengan operasi pasar maupun secara
tidak langsung dengan subsidi maupun pembinaan terhadap
pelaku pasar, baik yang bersifat antisipatif maupun
penanggulangan. Atas dasar hal tersebut nampaknya
pemerintah perlu lebih mensosialisasikan program
pengendalian harga kepada masyarakat secara luas.
Dengan demikian diharapkan keterlibatan masyarakat
dalam upaya pengendalian harga lebih tinggi. Fluktuasi
harga pada kelompok pertanian lebih banyak dipengaruhi
oleh faktor musim dalam arti luas, musim dalam arti
fenomena sosial maupun fenomena alam. Apabila fluktuasi
harga disebabkan karena fenomena sosial, maka harga
dibentuk oleh permintaan dan penawaran, sehingga ketika
musim telah lewat maka harga akan segera menyesuaikan
diri dengan sendirinya. Dalam hal ini, pemerintah tidak
perlu terlalu banyak intervensi dalam jalur distribusi.
Pembinaan oleh pemerintah kepada para distributor
dapat lebih diintensifkan sehingga diharapkan mampu
menekan dorongan spekulatif pada saat-saat tertentu.
Pemantauan harga terhadap komoditas tersebut juga dapat
menjadi dasar kebijakan antisipatif akan terjadinya
gejolak harga.
Page 67
Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan 53
Berbagai upaya yang dilakukan oleh pemerintah
dalam mengantisipasi lonjakan inflasi. Pada tahun 2010,
pemerintah dalam hal ini Menteri Keuangan menuangkan
dalam PMK No 143/PMK.011/2010, yang menetapkan sasaran
inflasi untuk tahun 2011 sebesar 5 % plus minus 1
persen. Dan tahun 2012 sebesar 4,5 % plus minus 1
persen. Hal ini dilakukan dengan mempertimbangkan trade-
off antara sasaran yang realistis namun cukup idealis,
guna mencapai sasaran inflasi jangkah menengah panjang
yang rendah dan stabil. Penetapan sasaran inflasi yang
realistis sangat membantu pemerintah dan Bank Indonesia
dalam membangun kredibilitas. Kredibilitas sangat
penting dalam membentuk ekspektasi inflasi. Dengan
makin tingginya level kredibilitas, ekspektasi akan
lebih mudah diarahkan dan bahkan menjangkarkan pada
sasaran/target inflasi yang ditetapkan, sehingga dalam
jangka menengah panjang akan lebih muda dalam mencapai
sasaran inflasi.
2.10.2. Operasi PasarPada awal tahun 2011, kenaikan harga pangan pokok
yang cukup tajam pada tahun tersebut membuat pemerintah
melakukan langkah strategis. Operasi pasar dilakukan
di seluruh Indonesia terutama di daerah yang mengalami
kenaikan beras cukup tinggi, termasuk melalui pola
komersial, pemberian fasilitas fiskal perdagangan atas
ekspor dan impor. Selain itu, pemerintah juga
Page 68
54 Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan
memastikan stok pangan yang cukup baik di tingkat
pusat, daerah dan masyarakat (lumbung pangan) untuk
mencegah spekulasi dan melakukan upaya untuk kelancaran
distribusi angkutan pangan pokok termasuk bongkar muat
di pelabuhan.
2.10.3. Subsidi Selain itu, Pemerintah juga telah mengambil
berbagai kebijakan untuk menstabilkan harga komoditas
pertanian yang dimaksudkan untuk menjamin ketersediaan
pasokan pangan komoditas pangan dan pertanian,
meningkatkan produksi pertanian, dan meredam gejolak
harga komoditas pangan dan pertanian di pasar domestik.
Salah satu kebijakan fiskal yang diambil Pemerintah
adalah memberikan alokasi anggaran subsidi untuk sektor
pangan dan pertanian berupa Program Raskin. Program
Raskin ini diberikan untuk membantu masyarakat miskin
dalam memenuhi kebutuhan pangannya dengan harga yang
rendah sebagai akibat kenaikan harga komoditas pangan
yang cukup tinggi. Besaran subsidi mencapai 15,3
triliun pada tahun 2011.
Subsidi lain yang diberikan Pemerintah adalah
subsidi pupuk dengan maksud agar tersedia pupuk yang
dibutuhkan oleh petani dengan harga murah dan
terjangkau sehingga bisa menekan biaya produksi
pertanian. Dalam tahun 2011, subsidi pupuk mencapai
16,4 triliun. Selain pupuk, pemerintah juga memberikan
Page 69
Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan 55
subsidi sebesar 2,3 triliun untuk benih sehingga dapat
tersedia bibit unggul dengan harga terjangkau sehingga
dapat membantu petani dalam meningkatkan produktivitas
usaha pertanian.
Kebijakan terkait pengendalian harga yang
dilakukan pemerintah antara lain kebijakan subsidi,
operasi pasar dan kebijakan makro. Selain kebijakan
tersebut, upaya pengendalian harga juga dilakukan
melalui pendekatan penelusuran jalur distribusi,
misalnya pernah dilakukan untuk komoditas minyak
goreng. Dalam pendekatan melalui penelusuran jalur
distribusi tersebut, pihak-pihak yang terkait dengan
proses pembentukan harga, terutama yang sangat dominan
dalam pembentukan harga dikumpulkan dan diberi
pengarahan untuk ikut ambil bagian dalam upaya
pengendalian harga. Meskipun masih bersifat himbauan
dan pembinaan distributor, namun demikian langkah ini
diharapkan menumbuhkan rasa empati dari para agen untuk
ikut serta dalam pengendalian harga dan tidak justru
berspekulasi.
2.11. Penelitian Terdahulu
Prastowo.J, Yanuarti.T, dan Depari.Y (2008)
meneliti tentang Pengaruh Distribusi Dalam Pembentukan
Harga Komoditas dan Implikasinya Terhadap Inflasi.
Faktor distribusi. yang diamati meliputi rantai
Page 70
56 Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan
distribusi, marjin keuntungan, biaya dan gangguan
distribusi. Hasil analisis yang dilakukan dengan
menggunakan model ekonometrika dan survei menunjukkan
bahwa komoditas primer cenderung mempunyai mata rantai
distribusi yang lebih panjang dan kurang efisien.
Sementara gangguan distribusi sangat berpengaruh
terhadap harga komoditas yang perishable seperti cabe,
namun marjin yang diperoleh pedagang lebih besar dari
komoditas lainnya. Hal ini membuat komoditas yang
perishable lebih volatile. Peningkatan harga BBM yang
mendorong peningkatan biaya transportasi tidak
signifkan terhadap harga komoditas produk industri
seperti minyak goreng dan gula pasir. Namun signifkan
terhadap komoditas non-industri dengan peningkatan
biaya aktual sekitar 1%, namun peningkatan harga yang
terjadi dapat mencapai 5%. Dengan demikian dampak
peningkatan BBM terhadap harga komoditas dan inflasi
secara keseluruhan lebih besar dari faktor distribusi
lainnya.
Penelitian ini juga menunjukkan bahwa sangat sulit
untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran
komoditas pertanian, namun berbagai studi menghasilkan
dua faktor utama yang sangat berpengaruh terhadap
pembentukan harga komoditas pangan yaitu faktor
produksi saat panen (harvest disturbance) dan perilaku
penyimpanan (storage behavior). Walaupun keberhasilan
Page 71
Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan 57
panen sangat dipengaruhi oleh kondisi iklim yang tidak
terkontrol, namun terdapat pola sifat siklus yang
sistematis antara pola tanam dan variasi harga
komoditas. Variasi harga akan membesar saat musim tanam
dan mengecil pada saat musim panen. Sementara
keberadaan teknologi penyimpanan atas produk pertanian,
terutama yang mudah rusak (perishable goods), akan
mengurangi resiko fluktuasi harga komoditas tersebut.
Lebih lanjut, penelitian ini juga menemukan bahwa
upaya pengendalian komoditas-komoditas pertanian perlu
didukung oleh pengaturan tata niaga dan/atau harga
komoditas-komoditas pendukung pertanian, misalnya
pupuk. Untuk menjaga ketersediaan beras misalnya sudah
ada pengaturan tidak diperkenankan mengekspor beras 2
bulan sebelum panen dan 2 bulan setelah panen. Untuk
beras juga ditetapkan harga dasarnya dengan instruksi
Presiden. Kebijakan tersebut dapat terus dipertahankan.
Jalur distribusi pada komoditas-komoditas peternakan
cenderung panjang, namun demikian dalam komoditas ini
cenderung tidak ada dominasi.
Jalur distribusi yang panjang atau pendek pada
dasarnya merupakan pilihan pelaku (produsen ataupun
pedagang) dan sangat tergantung pada karakter produk.
Dalam hal ini pemerintah dapat berperan dalam menjaga
kontinuitas pasokan serta memperlancar arus distribusi
komoditas sehingga harga menjadi stabil. Komoditas
Page 72
58 Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan
minyak goreng memiliki jalur distribusi panjang, yakni
dari produsen supplier utama-pedagang
pasar/distributor-warung–konsumen. Selain itu, struktur
pasar untuk komoditas ini cenderung oligopolis.
Pembinaan terhadap para distributor dan mengikut
sertakan mereka dalam upaya pengendalian harga,
merupakan langkah yang dapat ditempuh oleh pemerintah.
Seperti halnya komoditas peternakan, pemerintah dapat
berperan dalam menjaga kontinuitas pasokan serta
memperlancar arus distribusi komoditas sehingga harga
menjadi stabil.
Kajian yang dilakukan oleh Bank Indonesia pada
tahun 2010 wilayah Kerja Provinsi Jambi yang berjudul
Karakteristik Penyumbang Inflasi Terbesar di Kota
Jambi. Kajian ini menyimpulkan bahwa sumber penyebab
kenaikan harga pada komoditi bahan makanan terutama
berasal dari kelangkaan barang, disamping disebabkan
oleh tingginya harga yang ditetapkan distributor dan
kenaikan biaya transportasi. Di sisi lain, kenaikan
harga untuk komoditi non pangan lebih disebabkan oleh
tingginya harga jual yang ditetapkan distributor,
disamping kenaikan biaya transportasi dan kelangkaan
barang. Hal ini sejalan dengan jumlah distributor
komoditi non pangan yang lebih sedikit bila
dibandingkan dengan jumlah distributor komoditi bahan
makanan.
Page 73
Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan 59
Selanjutnya kajian ini juga menyimpulkan bahwa
menurunnya pasokan terutama disebabkan oleh menurunnya
pasokan dari sentra produksi dan kondisi cuaca yang
kurang mendukung khususnya untuk komoditi bahan
makanan. Sementara itu, meningkatnya biaya transportasi
disebabkan oleh meningkatnya harga BBM dan banyaknya
gangguan dalam perjalanan serta kondisi infrastruktur
jalan yang kurang memadai.
Kajian ini memberikan rekomendasi agar
mengupayakan terjaminnya kesinambungan pasokan barang
khususnya komoditi bahan makanan. Hal ini diantaranya
dapat dilakukan melalui peningkatan produksi komoditi
lokal dengan menata kembali penggunaan lahan (land
used) dan memaksimalkan pemanfaatan lahan tidur yang
masih cukup luas, disertai penyediaan bibit unggul;
jaminan ketersediaan sarana dan prasarana produksi;
penyediaan fasilitas pembiayaan; bantuan teknis
budidaya pertanian ramah lingkungan untuk menghasilkan
komoditi yang aman, nyaman dan sehat untuk dikonsumsi
dengan mengaktifkan kembali dan meningkatkan peran
penyuluh lapangan; penataan pola tanam antar daerah
sentra produksi; mengintensifkan koordinasi antar
daerah sentra produksi dan daerah konsumen;
meningkatkan peran BMKG dalam kegiatan budidaya;
meningkatkan koordinasi dinas terkait tingkat provinsi
dengan dinas yang sama di tingkat kabupaten, dan
Page 74
60 Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan
melakukan regulasi pemasaran produk yang dihasilkan
sentra produksi lokal untuk kebutuhan pasar dalam
wilayah Provinsi Jambi.
Selain itu, kajian ini juga merekomendasikan agar
mengupayakan penataan suplai barang untuk mengurangi
besarnya peran pedagang besar atau grosir dalam
menetapkan harga beli pedagang pengecer dan mengurangi
peran pedagang pengecer dalam menetapkan harga jual ke
konsumen serta memperkecil peluang terjadinya spekulasi
pada berbagai tingkatan pedagang khususnya untuk
komoditi non pangan dan komoditi pangan tahan lama.
Rekomendasi yang terakhir dari kajian ini adalah
diperlukannya upaya peningkatan efisiensi transportasi
melalui peningkatan kuantitas dan kualitas
infrastruktur angkutan darat, meningkatkan jangkauan
pelayanan transportasi ke daerah sentra produksi, dan
pengurangan berbagai bentuk gangguan dalam pengangkutan
barang yang menimbulkan ekonomi biaya tinggi (high cost
economy).
Page 75
Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan 61
3. METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat
Kegiatan penelitian ini dilaksanakan dari bulan
Juli sampai bulan September tahun 2013. Kegiatan ini
dilaksanakan di dalam lingkup wilayah Provinsi
Sulawesi Selatan.
3.2. Tahapan Kegiatan
Kegiatan penelitian ini meliputi beberapa tahapanseperti pada Gambar 1 berikut ini. Gambar 4. Bagan Alir Tahapan Kegiatan Penelitian
a) Pembentukan Tim. Tim dalam kegiatan ini akan
terdiri dari tenaga ahli dan tenaga pendukung.
Satu orang dari Tenaga Ahli yang ada akan
bertindak sebagai Team Leader.
b) Konsolidasi Tim. Setelah tim terbentuk, maka tahap
selanjutnya adalah membuat dan mematangkan rencana
pengumpulan data, pengklasifikasian jenis dan
kriteria kebutuhan data, penentuan sumber data,
Page 76
62 Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan
serta pembuatan list kegiatan dan target
pelaksanaannya.
c) Desk Study. Kegiatan ini merupakan studi pustaka
untuk mencari literatur dan penelitian-penelitian
terdahulu yang dianggap relevan dengan penelitian
ini. Tahap kegiatan ini juga dirangkaikan dengan
pengumpulan data dari berbagai sumber sesuai
dengan kebutuhan data yang telah ditetapkan pada
tahap kegiatan sebelumnya yaitu pada tahap
konsolidasi tim.
d) Analisis data. Analisis data akan dilakukan
setelah semua kebutuhan data terpenuhi. Analisis
data akan dilakukan secara kualitatif deskriptif
dan secara kuantitatif dengan menggunakan alat
statistik untuk menjawab apa yang menjadi tujuan
penelitian ini.
e) Pembuatan Laporan. Laporan akan dibuat setelah
hasil analisis data telah dirampungkan. Laporan
akan berisi beberapa bab dari bab Pendahuluan
sampai kepada bab Pembahasan Hasil analisis data
yang telah dilakukan. Laporan juga akan memuat
rekomendasi untuk pemangku kepentingan sebagai
saran dari temuan kegiatan penelitian.
Page 77
Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan 63
3.3. Data
Data yang dipergunakan dalam analisis penelitian
ini terdiri atas:
1) Data sekunder yang utamanya diperoleh dari Badan
Pusat Statistik (BPS),Departemen Pertanian
Provinsi Sulawesi Selatan, Bank Indonesia Wilayah
Sulampua. Adapun periodisasi dari penggunaan data
tersebut bervariasi sesuai dengan ketersediaan
untuk masing-masing komoditas.
2) Data primer yang diperoleh dari pelaksanaan
survei, baik yang dilakukan sendiri maupun
memanfaatkan hasil survei yang telah dilaksanakan
oleh pihak lain seperti BPS dan Bank Indonesia.
3) Dalam Penelitian ini, akan dibahas sumbangan
inflasi dari Kelompok Bahan Makanan Tahun 2013 dan
2012. Pembahasan ini dibatasi pada dua tahun
tersebut saja karena data 2011 sudah tidak dapat
diperoleh di BPS Sul-Sel maupun di BI Wilayah
Sulampua. Pemaparan gambaran inflasi Bahan Makanan
di Sulawesi Selatan dimulai dari tahun terkini
yaitu tahun 2013 dari bulan Januari sampai Bulan
Agustus yang merupakan batas pencarian data
penelitian. Untuk data analisis inflasi Sulsel
secara umum digunakan data time series dari tahun
2008 – 2012.
Page 78
64 Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan
3.4. Penulisan Laporan
Penulisan dalam penelitian ini akan dibagi ke
dalam lima bab yang dimulai dengan Bab Pendahuluan,
diikuti Kerangka Teoritis pada Bab 2 untuk memberikan
gambaran mengenai dasar teori pembentukan harga pada
komoditas pangan/pertanian, peran pemerintah dan teori
tentang inflasi serta hasil penelitian yang pernah
dilakukan. Bab 3 akan membahas Metodologi Penelitian,
dilanjutkan Bab 4 yang akan menguraikan hasil
Penelitian dan Pembahasan dan diakhiri dengan Bab 5
yang berisi kesimpulan dan rekomendasi hasil
penelitian.
Page 79
Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan 65
4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Inflasi Sulawesi Selatan
4.1.1.Inflasi Gabungan Empat KotaPerhitungan inflasi Sulawesi Selatan yang
dilakukan oleh BPS merupakan perhitungan inflasi yang
menggabungkan 4 kota besar yaitu Kota Makassar, Bone,
Palopo dan Pare-pare. Perbandingan nilai inflasi ke
empat kota besar tersebut, dan inflasi Sulawesi Selatan
serta Inflasi Nasional dapat dilihat pada tabel 3
berikut ini.
Tabel 1. Laju Inflasi Sulawesi Selatan, Nasional dan EmpatKota Besar
Tahun 2009 2010 2011 2012MAKASSAR 3,24 6,82 2,87 4,57BONE 6,84 6,74 3,94 3,65PALOPO 4,18 3,99 3,34 4,11PARE-PARE 1,4 5,79 1,6 3,49SUL-SEL 3,36 6,56 2,88 4,3NASIONAL 2,78 6,96 3,79 4,3Sumber : BPS diolah, 2013.
Berdasarkan Tabel 3 di atas, dapat dilihat bahwa
inflasi tertinggi Sulawesi Selatan terjadi pada tahun
2010 yaitu sebesar 6,56 persen. Kemudian pada tahun
2011 dan 2012, inflasi mengalami penurunan menjadi 2,88
dan 4,3 persen. Peningkatan ini senada dengan laju
inflasi secara nasional, dimana pada tahun 2010,
Page 80
66 Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan
inflasi nasional mencapai angka tertinggi yaitu pada
tingkat 6,96 persen.
Lebih lanjut dapat dilihat bahwa pada tahun 2012,
inflasi tertinggi terjadi di Kota Makassar dengan nilai
sebesar 4,57 kemudian diikuti oleh kotamadya Palopo
sebesar 4,11. Sementara itu, nilai inflasi antara Sul-
sel dengan nilai inflasi nasional adalah sama yaitu 4,3
persen. Nilai inflasi terendah pada tahun 2012 adalah
Nilai Kota Bone yang hanya sebesar 3,65 persen.
Fluktuasi inflasi dari tahun 2009 sampai dengan tahun
2012 dapat dilihat pada Gambar 5 berikut ini.
Gambar 5 Grafik Laju Inflasi 4 Kota Besar di SulawesiSelatan
Sumber : BPS Diolah, 2013.
Perhitungan inflasi secara umum dikelompokkan
menjadi tujuh kelompok yaitu dari Kelompok Bahan
Makanan sampai dengan Kelompok Transpor, komunikasi dan
Jasa Keuangan. Nilai inflasi Sulawesi Selatan untuk
Page 81
Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan 67
ketujuh kelompok tersebut dari tahun 2008 sampai dengan
tahun 2012 dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini.
Tabel 2. Kelompok Pengeluaran Perhitungan Inflasi SulawesiSelatan 2008 – 2012.
NO Kelompok Pengeluaran
2008 2009 2010 2011 2012
1 Bahan Makanan 21,48 3,59 14,25 0,03 5,682 Makanan Jadi,
Minuman, Rokok & Tembakau
14,47 6,23 5,9 4,29 6,11
3 Perumahan, Air, Listrik, Gas, & Bahan Bakar
11,13 3,55 4,14 4,02 3,35
4 Sandang 11,29 7,3 7,35 9,13 4,675 Kesehatan 11,11 2,85 3,06 7,92 2,916 Pendidikan,
Rekreasi, dan Olahraga
3,71 6,91 1,8 2,88 4,21
7 Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan
5,29 -2,32 1,75 0,51 2,2
Umum 12,4 3,39 6,56 2,87 4,3Sumber : BPS. Diolah 2013.
Dalam lima tahun terakhir satu-satunya kelompok
pengeluaran yang mengalami penurunan indeks harga atau
deflasi adalah kelompok pengeluaran transpor,
komunikasi dan jasa keuangan yang terjadi pada tahun
2009. Penurunan indeks atau deflasi yang terjadi
sebesar 2,32 persen. Perubahan indeks harga atau
inflasi tertinggi dialami oleh kelompok pengeluaran
bahan makanan yang terjadi pada tahun 2008, perubahan
harga yang terjadi sebesar 21,48 persen. Sedangkan
inflasi terkecil dialami oleh kelompok pengeluaran
Page 82
68 Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan
bahan makanan yang terjadi pada tahun 2011 dengan
besaran inflasi sebesar 0,03 persen.
Pada tahun 2012, terlihat bahwa nilai inflasi
terbesar ada pada Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok
dan Tembakau dengan nilai sebesar 6,11 persen kemudian
diikuti oleh kelompok Bahan Makanan sebesar 5,68 dan
Kelompok Sandang 4,67 persen. Sedangkan nilai inflasi
yang terkecil pada tahun yang sama adalah 2,2 yang
merupakan nilai dari Kelompok Transpor, Komunikasi dan
Jasa Keuangan kemudian terkecil kedua adalah kelompok
Kesehatan dengan nilai 2,91 persen.
Tabel 3. Nilai Rata-rata dan Persentase Kelompok PengeluaranSul-Sel 2008 - 2012
No Kelompok Pengeluaran Rata-rata Persentase1 Bahan Makanan 9,006 22%2 Makanan Jadi, Minuman, Rokok &
Tembakau7,4 18%
3 Perumahan, Air, Listrik, Gas, & Bahan Bakar
5,238 13%
4 Sandang 7,948 20%5 Kesehatan 5,57 14%6 Pendidikan, Rekreasi, dan
Olahraga3,902 10%
7 Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan
1,486 4%
Sumber : BPS diolah, 2013.
Berdasarkan Tabel 3, dapat dilihat bahwa Rata-rata
nilai inflasi untuk kelompok Bahan Makanan 2008 – 2012
adalah 9,006 persen. Dengan nilai ini, dapat dikatakan
bahwa Kelompok Bahan Makanan menyumbang inflasi untuk
Sulawesi Selatan Selang waktu 2008 – 2012 adalah rata-
Page 83
Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan 69
rata 22 Persen dari total tujuh kelompok pengeluaran
perhitungan inflasi. Nilai ini adalah yang terbesar
jika dibandimgkan dengan kelompok pengeluaran yang
lain. Nilai terbesar selanjutnya adalah Kelompok
Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau sebesar 7,4
atau senilai dengan 18 %. Sumbangan inflasi terkecil
diberikan oleh kelompok Transfor, Komunikasi dan Jasa
Keuangan dengan nilai hanya sebesar 1,486 atau 4 %.
Nilai terkecil kemudian adalah dari kelompok
Pendidikan, Rekreasi dan Olah raga dengan nilai 3,9
atau 10 %.
4.1.2.Inflasi Kelompok Bahan Makanan Sulawesi
SelatanDalam Penelitian ini, akan dibahas sumbangan
inflasi dari Kelompok Bahan Makanan Tahun 2013 dan
2012. Pembahasan ini dibatasi pada dua tahun tersebut
saja karena data 2011 sudah tidk dapat diperoleh di BPS
Sul-Sel maupun di BI Wilayah Sulampua. Pemaparan
gambaran inflasi Bahan Makanan di Sulawesi Selatan
dimulai dari tahun terkini yaitu tahun 2013 dari bulan
Januari sampai Bulan Agustus yang merupakan batas
pencarian data penelitian.
Page 84
70 Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan
4.1.2.1 Gambaran Inflasi Kelompok Pengeluaran Bahan Makanan
SulSel Tahun 2013 (Jan –Agustus).
Gambar 6. Grafik Nilai Sumbangan Inflasi Kelompok BahanMakanan Jan-Agust 2013
Sumber : BPS, Diolah 2013
Berdasarkan Gambar 6, dapat dilihat bahwa nilai
sumbangan inflasi Pada Bulan Juli adalah yang terbesar
dengan nilai 1,3869 kemudian disusul oleh nilai pada
bulan Agustus sebesar 1,0309 dan bulan Januari 1,0057.
Pada bulan Juni, Kelompok Bahan Makanan ini mengalami
deflasi sebesar 0,1256. Bulan ini satu-satunya yang
mengalami deflasi. Nilai inflasi terkecil terjadi pada
bulan Mei dan Maret dengan nilai hampir sama yaitu
0,169. Tingginya nilai inflasi di bulan Juli dan
Agustus sebagai dampak dari kenaikan BBM di bulan Juni.
Nilai sumbangan inflasi dari kelompok Bahan
Makanan ini berasal dari beberapa sub kelompok
Page 85
Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan 71
pengeluaran antara lain: Sub Kelompok Bumbu-bumbuan,
Buah-buahan, Ikan diawetkan, Daging dan hasilnya, Padi-
padian, Ikan segar, Kacang-kacangan, Sayur-sayuran,
lemak dan minyak serta dan sub kelompok Bahan makanan
lainnya. Nilai sumbangan dari beberapa sub kelompok
pengeluaran tersebut dari bulan Januari sampai dengan
bulan Agustus 2013 dapat dilihat pada Tabel 4 berikut.
Tabel 4. Nilai Sumbangan Inflasi Sub Kelompok PengeluaranBahan Makanan Januari Sampai Agustus Sul-Sel 2013.
N
O
Kelompok
PengeluaranJan Feb Mar Apr Mei Jun Jul
Agus
t
1 Bumbu-bumbuan 12,1
8
13,2
3
18,3
4
0,0
1
-
6,74
-
1,74
14,2
34,54
2 Buah-buahan2,98 2,21 2,79 2,8 2,93
-
0,457,7 0
3 Ikan diawetkan
3,14 1,93 1,3
-
1,4
1
-4,7 0,13 2,93 6,74
4 Daging &
hasilnya 2,35 4,31 0,33
-
4,7
4
-
2,074,12
11,2
88,07
5 Padi2an,umbi2a
n & hasilnya0,28 0,24 0,11
0,1
40,03 0,21 0,72 0,11
6 Ikan segar 6,52 - - - - - 3,89 5,63
Page 86
72 Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan
1,15 3,511,7
20,58 0,51
7 Telur,susu &
hasilnya2,25 1,12
-
3,49
-
1,91,54 1,4 3,95 1,28
8 Kacang-
kacangan0,08 0,48
-
1,45
0,4
12,26 0,15 1,46 3,39
9 Bahan makanan
lainnya 0,42-
0,99
-
0,39
-
0,4
9
0,79 0 1,3 0,88
1
0
Sayur-sayuran7,29 6,67 0,51
0,1
42,38
-
7,618,46 7,87
1
1
Lemak & Minyak0,54 0,23 0,86
1,7
1
-
1,62
-
0,360,5 3,89
Sumber : BPS, Diolah 2013.
Pada Tabel 4 terlihat bahwa sumbangan inflasi dari
kelompok bahan makanan didominasi oleh subkelompok
bumbu-bumbuan. Hal ini terlihat dari tingginya
sumbangan dari subkelompok ini pada bulan Januari
sampai dengan Bulan Maret yang kemudian meningkat
kembali di bulan Juli dan Agustus. Meskipun subkelompok
ini tetap mengalami deflasi di bulan Mei dan Juni. Di
lain sisi, subkelompok Bahan makanan lainnya
menyumbangkan inflasi yang kecil dan cenderung menjadi
deflator.
Page 87
Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan 73
Gambar 7 Grafik Nilai Rata-rata Sumbangan Inflasi Sub Kelompok Pengeluaran Bahan Makanan Januari Sampai Agustus 2013.
Sumber : BPS Diolah, 2013.
Gambar 7 memperlihatkan bahwa Sub Kelompok Bumbu-
bumbuan memberikan sumbangan nilai inflasi terbesar
yaitu 6,756 selang Bulan Januari sampai dengan Bulan
Agustus 2013. Nilai terbesar kedua dan ketiga
masing0masing adalah Sayur-sayuran dan Daging &
hasilnya. Sementara sub kelompok yang memberikan nilai
inflasi terkecil adalah Bahan Makanan Lainnya dengan
nilai 0,19. Dari ke-sebelas sub kelompok pengeluaran
tersebut, tidak ada satupun yang memberikan andil
deflasi.
Tabel 5. Nilai Sumbangan Inflasi Beberapa Komoditi Pangan &Hortikultura Bulan Januari Sampai Dengan Bulan Agustus2013.
Page 88
74 Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan
Tabel 5 memperlihatkan nilai sumbangan inflasi
dari beberapa komoditi pangan dan hortikultura yang
tercatat oleh BPS sebagai penyumbang inflasi di Tahun
2013. Data terdiri dari Bulan Januari sampai dengan
Bulan Agustus 2013. Untuk memudahkan melihat urutan
besaran sumbangan inflasi dari komoditi tersebut, maka
data tersebut kemudian dibuat dalam bentuk Grafik.
Urutan sumbangan tersebut dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8 Grafik Nilai Rata-rata Sumbangan Inflasi BeberapaKomoditi Pangan & Hortikultura Bulan Januari Sampai DenganBulan Agustus 2013
-0.020
0.020.040.060.080.1
Sumber : BPS Diolah, 2013
Pada Gambar 8 terlihat bahwa Bawang Merah
merupakan penyumbang inflasi tertinggi kemudian disusul
oleh Cabe rawit, cabe merah, tomat sayur, beras sampai
dengan kentang. Sementara bayam, kacang panjang dan
bawang putih bertindak sebagai penyumbang deflasi.
Bawang merah menjadi penyumbang inflasi yang sangat
signifikan jika dibandingkan dengan komoditi yang lain.
Page 89
Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan 75
4.1.2.2 Gambaran Inflasi Kelompok Pengeluaran Kelompok Bahan
Makanan Sul-Sel Tahun 2012
Tabel 6. Sumbangan Inflasi Bahan Makanan Tahun 2012.
Bulan Jan Feb Mar Apr Mei JunSumbanga
nInflasi
0,9879 0,1063 0,2581 0,3388 -0,6475
0,3953
Bulan Jul Agust Sep Okt Nop Des Rata-rata
Sumbangan
Inflasi
0,4183 0,6814 -0,3058
-0,5356
-0,2486
0,3483 0,149
Sumber : BPS, Diolah 2013.
Pada Tabel 6 terlihat bahwa rata-rata sumbangan
inflasi dari kelompok bahan makanan adalah sebesar
0,149. Nilai ini merupakan rata-rata nilai inflasi dari
Bulan Januari sampai dengan Bulan desember Tahun 2012.
Pergerakan sumbangan inflasi kelompok Bahan Makanan
dapat dilihat pada Gambar 9 berikut ini.
Gambar 9 Grafik Nilai Pergerakan Inflasi Bahan Makanan Tahun2012
Pada gambar 9 terlihat bahwa sumbangan inflasi
dari Bahan Makanan di Sul-Sel terbesar pada bulan
Januari dengan nilai sebesar 0,9879. Nilai tertinggi
Page 90
76 Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan
selanjutnya terjadi di bulan Agustus dan Juli dengan
nilai masing-masing sebesar 0,6814 dan 0,4183. Pada
bulan Mei, Bahan makanan memberikan sumbangan deflasi
terbesar yaitu sebesar 0,6475. Sumbangan deflasi juga
terjadi di Bulan September, Oktober dan November dengan
nilai masing-masing adalah 0,3058, 0,5356, 0,2486.
Sementara itu, sumbangan inflasi terkecil terjadi di
Bulan Februari dengan nilai 0,1063.
Tabel 7. Nilai Sumbangan Inflasi dari Sub Kelompok BahanMakanan sul-Sel 2012.
NO Komoditi Jan Feb Mar Apr Mei Jun1 Bumbu-bumbuan -1,09 -3,1 13,63 12,13 -7,16 7,632 Buah-buahan 7,26 -2,4 -0,22 0,24 -3,4 -0,93 Ikan diawetkan 0,23 1,33 0,87 0,38 0,58 3,694 Daging & hasilnya 6,5 -4,41 -1,16 0,06 -0,01 0,915 Padi-padian,umbi2an
& hasilnya1,46 1,06 0,25 -0,06 -0,03 0,03
6 Ikan segar 5,95 5,07 1,16 0,46 -4,22 6,717 Telur,susu &
hasilnya1,46 3,63 -1,86 -1,97 -2,28 0,5
8 Kacang-kacangan 0 -0,39 -1,44 -0,43 0,47 0,249 Bahan makanan
lainnya0 0,53 0,38 -0,07 0,35 0,37
10 Sayur-sayuran 11,55 -6,47 1,77 6,03 -5,46 -8,88
11 Lemak & Minyak 0,21 -0,56 0,01 0,55 -0,12 -0,05
Lanjutan Tabel 7
NO Komoditi Jul Agust Sep Okt Nop Des Rata-
rata1 Bumbu-bumbuan -2,23 5,47 -
5,75 0,01 -1,61 8,31 2,187
2 Buah-buahan 1,17 6,55 -4,54
-2,05
-0,65 0,08 0,095
3 Ikan diawetkan 2,33 5,15 3,38 -6,61 -6,2 -
1,63 0,292
Page 91
Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan 77
4 Daging & hasilnya 4,64 4,83 -5,51
-2,12 0,34 0,01 0,340
5 Padi-padian,umbi2an & hasilnya
0,17 0,17 0,02 -0,09 0,08 0,06
0,2606 Ikan segar 3,2 3,25 1,04 -
3,14-
4,17-
0,04 1,2737 Telur,susu &
hasilnya 2,92 2,09 -0,98
-3,67 0,06 2,79 0,224
8 Kacang-kacangan 1,91 6,52 1,27 -0,48 0,28 0,41 0,697
9 Bahan makanan lainnya 0,72 1,56 0,3 -
0,04 0,3 0,13 0,37810 Sayur-sayuran 0,68 -
0,38-
1,66-
5,37 4,29 6,19 0,19111 Lemak & Minyak 0,13 0,21 -
1,04 0,04 -0,9 0,43 -0,091
Sumber : BPS, Diolah 2013.
Pada Tabel 7 dan 8 dapat dilihat bahwa rata-rata
sumbangan inflasi dari sub kelompok bahan makanan cukup
bervariatif. Nilai rata-rata tertinggi didapatkan dari
kelompok Bumbu-bumbuan dengan nilai sebesar 2,187.
Sementara nilai rata-rata yang terendah adalah 0,095
dari kelompok buah-buahan. Selama periode tahun 2012,
sumbangan deflasi hanya terjadi pada kelompok lemak dan
minyak dengan nilai 0,091. Nilai terendah sampai yang
terbesar dari nilai sumbangan inflasi sub kelompok
bahan makanan dapat dilihat pada Gambar 10 berikut ini.
Gambar 10 Grafik Nilai Sumbangan Inflasi Sub Kelompok BahanMakanan Terkecil sampai dengan Terbesar Tahun 2012.
Page 92
78 Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan
Sumber : BPS, Diolah 2013.
Pada Gambar 10 terlihat bahwa sumbangan inflasi
terbesar adalah dari kelompok bumbu-bumbuan, kemudian
ikan segar, yang diikuti oleh kelompok kacang-kacangan
dan bahan makanan lainnya. Sementara nilai yang
terkecil dari kelompok buah-buahan yang diikuti oleh
kelompok sayur-sayuran, telur, padi-padian dan ikan
diawetkan.
4.1.2.3 Sumbangan Inflasi Komoditi Pangan dan Hortikultura Sul-Sel
2012.
Tabel 8. Nilai sumbangan Inflasi/deflasi Komoditi Pangandan Hortikultura Sul-Sel 2012.
NO Komoditi Jan Feb Mar Apr Mei Jun1 Beras 0,1009 0,0734 0,01572 Kol Putih/Kubis3 Tempe4 Cabe Merah 0,0324 0,0417 0,05935 Tomat Buah 0,104 -
0,0632 0,0179
6 Bawang Putih 0,01627 Bawang Merah 0,0401 0,0245 0,04678 Sawi Hijau 0,0169 Pisang -
0,0256 0,016
Page 93
Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan 79
10 Cabe Rawit -0,0271 0,1499 0,0966 -
0,2473 0,0504
11 Tomat sayur 0,1877 -0,0979 0,0176 0,0962 -
0,0425-
0,187912 Kacang Panjang -
0,0355-
0,006713 Bayam 0,0287 -
0,036514 Kentang -
0,0378
Lanjutan Tabel 8
NO Komoditi Jul Agust Sep Okt Nop Des Rata-
rata1 Beras 0,06332 Kol
Putih/Kubis0,024 0,0249
3 Tempe 0,024
0,006 0,0154
4 Cabe Merah -0,084
0,030
-0,02
-0,021
0,077 0,0144
5 Tomat Buah -0,013
0,033
-0,013
0,0109
6 Bawang Putih0,060 -
0,01
-0,024
0,0097
7 Bawang Merah -0,044
-0,012
-0,01
-0,022
0,033 0,0069
8 Sawi Hijau -0,022
0,018 0,0042
9 Pisang 0,032
-0,012
0,0025
10 Cabe Rawit 0,044
-0,078
0,07-
0,0685
0,029 0,0020
11 Tomat sayur -0,020
0,047
-0,032
-0,02
0,033 -0,0018
12 Kacang Panjang 0,026
-0,011
-0,0069
13 Bayam -0,025
-0,0112
Page 94
80 Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan
14 Kentang -0,008
-0,010
-0,016
-0,0185
Sumber : BPS, Diolah 2013.
Tabel 8 memperlihatkan sumbangan inflasi/deflasi
dari beberapa komoditi pertanian yang tercatat oleh BPS
telah memberikan andil dalam perhitungan inflasi
Sulawesi Selatan tahun 2012. Penyumbang inflasi
terbesar adalah komoditi Beras dengan nilai 0,0633
kemudian diikuti oleh komoditi Kol putih/kubis dengan
nilai 0,0249. Selama tahun 2012, terdapat 4 komoditi
yang memberikan nilai deflasi yaitu tomat sayur, kacang
panjang, bayam dan kentang. Nilai sumbangan
inflasi/deflasi diurut dari terbesar sampai dengan
terkecil dapat dilihat pada Gambar 11 berikut ini.
Gambar 11..Urutan Nilai Sumbangan Inflasi/Deflasi BeberapaKomoditi Pertanian Sul-Sel 2012.
-0.0300-0.0200-0.01000.00000.01000.02000.03000.04000.05000.06000.0700 0.0633
0.02490.01540.01440.01090.00970.00690.00420.00250.0020
-0.0018-0.0069
-0.0112-0.0185
Page 95
Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan 81
4.2. Pembahasan
Pada tahun 2013, sumbangan inflasi terbesar di
Sulawesi Selatan berasal dari komoditi bawang merah,
cabe rawit, cabe merah, tomat sayur dan beras.
Sementara pada tahun 2012, sumbangan inflasi berasal
dari komoditi beras, kol putih, tempe, cabe merah, dan
tomat buah. Secara keseluruhan, sumbangan dari komoditi
dan sub kelompok bahan makanan tahun 2012 dan 2013
dapat dilihat pada Tabel 9 berikut.
Tabel 9. Komoditi Penyumbang Inflasi Terbesar Sul-Sel Tahun2012 & 2013
2012 2013
Komoditi
Beras Bawang MerahKol Putih Cabe RawitTempe Cabe Merah
Cabe Merah Tomat SayurTomat Buah Beras
Sub Kelompok
Bumbu-bumbuan Bumbu-bumbuanIkan Segar Sayur-sayuran
Kacang-kacangan Daging & HasilnyaBahan Makanan
LainnyaBuah-buahan
Pada Tabel 9 terlihat 5 komoditi penyumbang
inflasi terbesar masing-masing di tahun 2012 dan 2013.
Pada tahun 2012, beras menjadi penyumbang terbesar.
Page 96
82 Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan
Tahun 2013, beras tetap menjadi penyumbang inflasi
terbesar kelima setelah cabe merah dan tomat sayur.
Sama halnya dengan komoditi beras, cabe merah baik pada
tahun 2012 maupun di tahun 2013, komoditi ini termasuk
dalam daftar komoditi penyumbang inflasi terbesar di
Sulawesi Selatan.
Kol putih menjadi penyumbang terbesar di Tahun
2012, tetapi tidak lagi menjadi penyumbang inflasi
terbesar di tahun berikutnya. Hal yang sama juga
dialami oleh tempe dan tomat buah. Tempe dan tomat
buah hanya menjadi penyumbang terbesar di tahun 2012
saja. Sementara cabe rawit, tomat sayur dan bawang
merah menjadi komoditi penyumbang inflasi terbesar yang
baru di tahun 2013.
Kelompok pengeluaran bahan makanan terdiri dari
berbagai sub kelompok diantaranya adalah subkelompok
buah-buahan, sayur-sayuran, kacang-kacangan dan lain-
lain. Pada tahun 2012, subkelompok yang menjadi
penyumbang inflasi terbesar di Sulawesi Selatan adalah
sub kelompok bumbu-bumbuan, ikan segar, kacang-kacangan
dan bahan makanan lainnya. Sementara di tahun 2013, sub
kelompok yang berperan signifikan dalam memberikan
andil inflasi di Sulawesi Selatan adalah sub kelompok
bumbu-bumbuan, sayur-sayuran, daging dan hasilnya, dan
subkelompok buah-buahan. Sub kelompok bumbu-bumbuan
Page 97
Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan 83
adalah penyumbang inflasi terbesar baik di tahun 2012
maupun di tahun 2013. Inflasi di Tahun 2012 dan 2013
lebih dominan disebabkan oleh sisi supply pangan dan
hortikultura yang terganggu (Darmin dalam
www.neraca.co.id)
Harga subkelompok bumbu-bumbuan relatif lebih
sulit ditebak arah pergerakannya, hal ini dikarenakan
komoditas yang termasuk dalam sub kelompok bumbu-
bumbuan seperti cabe merah, cabe rawit, bawang merah,
tomat bawang putih memiliki pola tanam yang berbeda-
beda dan beberapa diantaranya didatangkan dari luar
daerah yang rentan terhadap gangguan cuaca/ distribusi
dalam proses pengiriman. Tanaman cabe dan tomat dipanen
berulang kali, sementara bawang merah dan bawang putih
dipanen satu kali per musim. Dalam penggunaan sehari-
hari, bumbu-bumbuan sifatnya komplementer antara satu
dengan yang lain.
Termasuk komoditas bumbu-bumbuan adalah bawang
merah, cabe merah, dan cabe rawit yang bersifat musiman.
Selain cabe, komoditas lain yang cukup bergejolak adalah
tomat sayur, kol putih (subkelompok sayur-sayuran) dan
tomat buah (subkelompok buah). Cabe dan tomat termasuk
komoditas yang tidak tahan lama (perishable foods)
apabila penyimpanannya tidak baik, sementara penggunaan
cabe olahan seperti cabe bubuk/kering belum populer di
Page 98
84 Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan
masyarakat sehingga upaya untuk mengganti cabe segar
dengan cabe olahan masih sulit diterapkan.
Johansyah (2013) mengatakan bahwa tekanan inflasi
secara umum pada tahun 2013 terutama pada beberapa
komoditas hortikultura dan berlanjutnya tekanan harga
di bawang merah dan daging sapi sehingga menyebabkan
inflasi volatile food masih cukup tinggi yang
disebabkan oleh inflasi kelompok administered prices
yang mencapai 0,62% (mtm) atau 15,40% (yoy). Lebih
lanjut dikatakan bahwa inflasi ini juga didorong oleh
kenaikan tarif angkutan dan kenaikan tarif listrik.
Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) juga berdampak
terhadap inflasi, yang terlihat dari tingginya inflasi
di bulan Juli. Momentum seperti Bulan Ramadhan dan
Lebaran kerap menyumbang inflasi akibat dari
peningkatan konsumsi, terutama dari bahan pangan.
Selain itu, kenaikan inflasi juga disebabkan oleh
tekanan dari sisi kebijakan kenaikan administrated
price oleh pemerintah. Kenaikan tarif tenaga listrik
(TTL) sebesar 15%, di tahun 2013 akan mendorong
kenaikan harga-harga di sisi penawaran. Hal ini lebih
diperburuk oleh kondisi kuota BBM yang melebihi kuota
yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Ahmad Erani
Yustika (dalam www.neraca,co,id), mengungkapkan bahwa
kenaikan tarif akibat kebijakan pemerintah (administrated
price) seperti TTl ,tarif tol, upah minimum provinsi
Page 99
Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan 85
(UMP) dan naiknya harga bahan bakar minyak (BBM)
bersubsidi akan mengerek inflasi sampai 5% lebih di
tahun 2013 ini. lebih lanjut beliau mengatakan bahwa
inflasi bisa tak terkendali apabila pemerintah tidak
segera mengambil tindakan yang tepat, seperti meredam
gejolak harga pangan, harga komoditas pangan sangat
mempengaruhi inflasi hingga 0,75%. Selain itu, faktor
lain yang tidak terduga yang dapat mempengaruhi inflasi
adalah bencana dan cuaca yang nyaris tidak bisa
ditolak.
Menurut Peter, Bank Indonesia selaku regulator
tetap akan memperkuat koordinasi kebijakan bersama
pemerintah, baik pusat maupun daerah, untuk menjaga
kestabilan inflasi. Koordinasi tersebut difokuskan pada
upaya menjaga ketersediaan pasokan dan kelancaran
distribusi bahan pangan. Diharapkan, upaya ini bakal
mewujudkan target inflasi IHK sesuai dengan sasaran
yang dipatok Bank Indonesia di kisaran 3,5 sampai 5,5
persen pada 2014 (www.kompas.com, 02/08/2013)
Dalam rangka mendorong ketahanan pangan khususnya
terkait dengan komoditas hortikultura, pemerintah terus
berupaya untuk mencapai kemandirian produksi
hortikultura dalam negeri. Salah satu langkah yang
dilakukan pemerintah untuk mendorong kemandirian ini
diantaranya melalui kebijakan yang sifatnya untuk
membatasi gerak program impor hortikultura dari luar
Page 100
86 Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan
negeri yaitu melalui Peraturan Menteri Pertanian Nomor
15 dan 16 Tahun 2012 yang diterapkan mulai 19 Juni 2012
yang hanya memperbolehkan impor hortikultura melalui
empat pintu yaitu Bandara Soekarno Hatta, Pelabuhan
Tanjung Perak Surabaya, Pelabuhan Belawan Medan, dan
Pelabuhan Makassar.
Pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk
menghentikan sementara impor 13 jenis hortikultura dan
daging sapi mulai Januari 2013. Untuk 13 jenis
hortikultura diberlakukan hingga enam bulan ke depan
dan untuk daging sapi selama satu tahun ke depan.
Pemerintah memberlakukan kebijakan ini adalah selain
untuk mengutamakan produk hasil petani dan peternak
dalam negeri juga untuk menekan defisit neraca
perdagangan. Dalam prakteknya, kebijakan ini menemui
beberapa kendala seperti semakin besarnya biaya
logistik akibat jalur distribusi yang semakin panjang,
struktur pasar yang tersegmentasi sehingga berpotensi
menyebabkan kartel serta aksi spekulan harga yang
menyebabkan harga berbagai komoditas hortikultura
membumbung tinggi.
Kebijakan Pemerintah untuk penghentian sementara
impor 13 jenis hortikultura, tentu akan berpengaruh
pada ketahanan pangan dan stabilisasi harga berbagai
komoditas hortikultura khususnya di Sulawesi Selatan.
Faktor penyebab kenaikan harga komoditas ini lebih
Page 101
Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan 87
disebabkan karena turunnya jumlah produksi petani
akibat adanya gangguan hama dan juga kekurangan pasokan
air (www.neraca.co.id , diunduh tanggal 08/08/2013)
Produksi pangan dan hortikultura yang tidak stabil,
bisa menimbulkan berbagai persoalan. Salah satunya
adalah timbulnya perbedaan margin harga produk pertanian
di level produsen dengan level pedagang yang semakin
melebar yang disebabkan karena akses informasi petani
sangat terbatas, sehingga sering dipermainkan oleh para
tengkulak. Hal ini membuat profesi petani menjadi tidak
menarik, dan mendorong proses kaderisasi petani menjadi
terhambat dan bahkan diperparah dengan proses pembagian
waris melalui pengalihan lahan produktif menjadi
perumahan. pilihan ini menjadi pilihan favorit para
petani tradisional saat ini.
Selain masalah produksi yang tidak stabil dan
adanya konversi lahan pertanian ke sektor lain yang
lebih menjanjikan, masalah akses pembiayaan yang
relatif terbatas bagi petani juga semakin mengaburkan
prospek sektor pertanian. Sebaliknya profesi pedagang
semakin menjanjikan, karena margin yang semakin besar
karena berbagai kemudahan yang diberikan baik sengaja
atau tidak sengaja yang mempermudah para pelaku
memperoleh akses informasi dengan mudah, serta
memperoleh pinjaman modal yang besar. Selain itu,
permasalahan tataniaga yang menguntungkan pihak-pihak
Page 102
88 Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan
tertentu dan merugikan petani akan semakin membuat
profesi bertani semakin ditinggalkan dan lahan-lahan
pertanian kemudian akan dikonversi ke jenis usaha yang
lain.
Meskipun peningkatan harga pangan dan hortikultura
seperti beras, bawang merah, cabe merah, tomat sayur,
kedelai, kol putih dan cabe rawit yang telah memberi
kontribusi besar terhadap inflasi di Sulawesi Selatan,
namun peningkatan harga komoditi tersebut tidak
dinikmati sepenuhnya oleh petani. Hal ini terlihat dari
indeks nilai tukar petani (tanaman pangan, hortikultura,
tanaman perkebunan rakyat, peternakan & perikanan) yang
mengalami penurunan sebesar 0,45%.
Untuk mempertahankan agar laju inflasi tetap
sesuai dengan target, pemerintah melakukan berbagai
upaya. Langkah antisipasi yang dilakukan oleh
pemerintah misalnya untuk menghadapi bulan-bulan yang
biasanya memiliki laju inflasi tinggi, seperti Juni,
Juli, Agustus, dan Desember adalah mewaspadai siklus
pola musiman seperti waktu panen raya (Maret dan
April )untuk menarik turun laju inflasi bulan tersebut
(Purbaya Yudhi Sadewa dalam www.neraca.co.id) Selain
itu, menurut beliau, Bank Indonesia perlu memberikan
stimulus yang positif yaitu dengan mempertahankan
tingkat BI Rate atau membuatnya lebih rendah, karena
hal itu bisa memicu pertumbuhan yang lebih baik lagi
Page 103
Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan 89
daripada tahun-tahun sebelumnya. Dengan suku bunga yang
rendah, menurut beliau, indikator ekonomi juga akan
terjaga di level yang aman, diperkirakan inflasi akan
mampu dijaga dengan baik dan perekonomian Indonesia
masih bisa ekspansif di waktu-waktu mendatang
Pemerintah perlu membuat kebijakan yang lebih
komprehensif, tapi mudah untuk diimplementasikan.
Beberapa kebijakan pemerintah yang bisa dioptimalkan,
seperti kebijakan ketahanan pangan berupa pemanfaatan
lahan pekarangan. Kebijakan ini bersifat jangka
panjang, karena indikatornya adalah jumlah rumah tangga
yang mau memanfaatkan lahan pekarangannya untuk
ditanami jenis tumbuhan yang dapat dikonsumsi setiap
hari. Kebijakan ini juga bisa diterapkan kepada lahan-
lahan perkantoran, dengan menggunakan teknologi tanam
vertical (untuk lahan yang sangat sempit) sebagaimana
dilakukan petani-petani di China dan Jepang. Jika
kebijakan ini berhasil, tidak menutup kemungkinan
permintaan komoditas pangan di pasar akan turun tajam,
sehingga dapat mempengaruhi penurunan harga komoditi.
Secara bersamaan juga akan mengurangi impor, penggunaan
devisa menurun, sehingga pada akhirnya dapat menekan
defisit secara bertahap. Selain itu, bertambahnya
jumlah tumbuhan dapat menekan dampak rumah kaca,
sehingga pemanasan global bisa dikurangi, dan siklus
anomaly musim bisa diredam.
Page 104
90 Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan
Dalam tataran yang lebih holistik, optimalisasi
keberadaan program Keluarga Berencana (KB) adalah
sangat penting. Sebagaimana teori Malthus yang
mengatakan bahwa populasi manusia bertambah lebih cepat
daripada produksi makanan, sehingga menyebabkan manusia
bersaing satu sama lain untuk memperebutkan makanan.
Apabila pertumbuhan jumlah penduduk (deret ukur)
terhadap persediaan bahan makanan (deret hitung)
dapat/minimal mengurangi gap ketidakseimbangan,
otomatis tekanan inflasi bahan pangan dapat dikurangi.
Sektor pertanian merupakan usaha padat karya dan
menyerap banyak tenaga kerja mestinya menjadi perhatian
bagi seluruh masyarakat dan khususnya pemerintah untuk
mendukungnya. Keberhasilan negara-negara besar seperti
AS tidak luput dari dampak kepedulian mereka dalam
melindungi sektor pertanian. Pemerintah AS sadar bahwa
di masa yang datang, sektor pertanian akan tetap
menjadi sumber pakan sampai kapanpun.
Laju inflasi yang tinggi hampir selalu identik
dengan daya beli masyarakat yang rendah dan permintaan
agregat yang kecil sehingga aktivitas ekonomi juga
melemah. Fakta teoretis dan empiris ekonomi Indonesia
menunjukkan bahwa pengendalian laju inflasi dari sisi
penawaran sangat berhubungan dengan sistem produksi
pangan, yang ternyata masih rentan terhadap perubahan
iklim. Gangguan produksi pangan di tingkat usaha tani,
Page 105
Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan 91
kapasitas manajemen stok logistik pangan pokok, dan
sistem distribusi atau perdagangan komoditas pangan
menjadi determinan krusial pada laju inflasi.
Pengendalian laju inflasi pada sisi penawaran ini
terkadang menjadi rumit dan politis karena kejutan-
kejutan yang disebabkan kenaikan kelompok harga yang
diatur (administered prices), seperti harga bahan bakar
minyak dan tarif dasar listrik. Sistem produksi pangan,
manajemen logistik, distribusi/perdagangan pangan masih
tetap relevan dalam pengendalian laju inflasi di
Indonesia (Bustanul Arifin dalam
http://bisniskeuangan.kompas.com)
Pemerintah bertanggung jawab mengendalikan laju
inflasi dari sisi penawaran karena kenaikan harga
pangan masih akan menjadi kontributor penting laju
inflasi serta Bank Indonesia bertanggung jawab
mengendalikan laju inflasi dari sisi permintaan melalui
instrumen moneter, seperti pengaturan suku bunga dan
nilai tukar (Bustanul Arifin). Bank Indonesia
mengawasi sektor perbankan yang biasanya lambat
merespons sinyal kebijakan moneter, terutama dalam hal
penyaluran kredit kepada aktivitas perekonomian yang
berisiko cukup besar. Adalah sangat penting untuk
memperbaiki keterhubungan atau integrasi langkah-
langkah di sektor moneter dengan target peningkatan
produksi pangan, manajemen stok, dan perbaikan
Page 106
92 Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan
distribusi komoditas pangan di lapangan. Tim Pengendali
Inflasi yang dibentuk Bank Indonesia dan Kantor Menko
Perekonomian perlu disempurnakan mekanisme kerjanya dan
ditingkatkan efektivitasnya sebagai representasi dari
keterhubungan di atas.
4.3. Profil Provinsi
4.3.1.GeografiSulawesi Selatan adalah sebuah provinsi di
Indonesia yang terletak di bagian selatan Sulawesi. Ibu
kotanya adalah Makassar, dahulu disebut Ujungpandang.
Letak Wilayah Sulawesi Selatan 0o12’ – 8’ Lintang
Selatan dan 116o48’ – 122o36’ Bujur Timur yang dibatasi
Sebelah Utara Sulawesi Barat, Sebelah Timur Teluk Bone
dan Sulawesi Tenggara, Sebelah Barat Selat Makassar,
Sebelah Selatan Laut Flores.
Luas Wilayah Sulawesi Selatan 46.717,48 km2 dengan
Jumlah Penduduk 2009 + 8,3 Juta Jiwa dan terdiri dari 24
Kabupaten/Kota yaitu 21 kabupaten dan 3 kotamadya yang
memiliki 4 suku daerah yaitu suku Bugis, Makassar, Mandar
dan Toraja.
4.3.2.Kondisi EkonomiEkonomi Sulsel bertumbuh 7,78 persen pada tahun
2008 dan tumbuh sebesar 6,20 persen tahun 2009 atau
7,34 persen (tanpa nikel). Pertumbuhan Ekonomi Triwulan
Page 107
Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan 93
I tahun 2010 mencapai 7,77 persen dan diperkirakan pada
Triwulan II mencapai 8,02 persen. PDRB tahun 2009
(ADHK) sebesar Rp 47,31 Triliun dan 99,90 Triliun
(ADHB). Pendapatan Perkapita Rp 12,63 Juta pada tahun
2009.
4.3.3.Kondisi SosialIndeks Pembangunan Manusia (IPM) Sulawesi Selatan
tahun 2008 mencapai 70,22. Angka Harapan Hidup 69,60
tahun 2008. Penduduk miskin 12,31 persen tahun 2009
yang berjumlah 963,6 ribu. Tingkat Pengangguran 8,90
persen pada tahun 2009 yang berjumlah 296.559 orang.
4.3.3.1 Suku Bangsa
Terdapat beberapa suku bangsa di Provinsi Sulawesi
Selatan antara lain suku Bugis, Makassar, Mandar,
Toraja, Duri, Pattinjo, Bone, Maroangin, Endekan,
Pattae dan Kajang/Konjo
4.3.3.2 Bahasa
Bahasa yang umum digunakan adalah Bahasa Makassar
adalah salah satu rumpun bahasa yang dipertuturkan di
daerah Makassar dan Sekitarnya. Bahasa Bugis adalah
salah satu rumpun bahasa yang dipertuturkan di daerah
Bone sampai ke Kabupaten Pinrang, Sinjai, Barru,
Pangkep, Maros, Kota Parepare, Sidrap, Wajo, Soppeng
Sampai di daerah Enrekang, bahasa ini adalah bahasa
Page 108
94 Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan
yang paling banyak di pakai oleh masyarakat Sulawesi
Selatan.
Bahasa Tae' Luwu adalah salah satu bahasa yang
dipertuturkan di daerah Tana Luwu, mulai dari
Siwa,Kabupaten Wajo sampai ke Kolaka Utara,Sulawesi
Tenggara. Toraja adalah salah satu rumpun bahasa yang
dipertuturkan di daerah Kabupaten Tana Toraja dan
sekitarnya. Sementara bahasa Mandar adalah bahasa suku
Mandar, yang tinggal di provinsi Sulawesi Barat,
tepatnya di Kabupaten Mamuju, Polewali Mandar, Majene
dan Mamuju Utara. Di samping di wilayah-wilayah inti
suku ini, mereka juga tersebar di pesisir Sulawesi
Selatan, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur.
Bahasa Duria dalah salah satu rumpun bahasa
Austronesia di Sulawesi Selatan yang masuk dalam
kelompok dialek Massenrempulu. Di antara kelompok
Bahasa Massenremplu, Bahasa Duri memilki kedekatan
dengan bahasa Toraja dan bahasa Tae' Luwu. Penuturnya
tersebar di wilayah utara Gunung Bambapuang, Kabupaten
Enrekang sampai wilayah perbatasan Tana Toraja.
Bahasa Konjo terbagi menjadi dua yaitu Bahasa
Konjo pesisir dan Bahasa Konjo Pegunungan, Konjo
Pesisir tinggal di kawasan pesisir Bulukumba dan
Sekitarnya, di sudut tenggara bagian selatan pulau
Sulawesi sedangkan Konjo pegunungan tinggal di kawasan
tenggara gunung Bawakaraeng.
Page 109
Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan 95
4.3.3.3 Agama
Mayoritas beragama Islam, kecuali di Kabupaten
Tana Toraja dan sebagian wilayah lainnya beragama
Kristen.
4.3.3.4 Jumlah penduduk
Sampai dengan Mei 2010, jumlah penduduk di
Sulawesi Selatan terdaftar sebanyak 8.032.551 jiwa
dengan pembagian 3.921.543 orang laki-laki dan
4.111.008 orang perempuan.
4.3.4.PemerintahanLima tahun setelah kemerdekaan, pemerintah
mengeluarkan UU Nomor 21 Tahun 1950, yang menjadi dasar
hukum berdirinya Provinsi Administratif Sulawesi. 10
tahun kemudian, pemerintah mengeluarkan UU Nomor 47
Tahun 1960 yang mengesahkan terbentuknya Sulawesi
Selatan dan Tenggara. 4 tahun setelah itu, melalui UU
Nomor 13 Tahun 1964 pemerintah memisahkan Sulawesi
Tenggara dari Sulawesi Selatan. Terakhir, pemerintah
memecah Sulawesi Selatan menjadi dua, berdasarkan UU
Nomor 26 Tahun 2004.
Kabupaten Majene, Mamasa, Mamuju, Mamuju Utara dan
Polewali Mandar yang tadinya merupakan kabupaten di
provinsi Sulawesi Selatan resmi menjadi kabupaten di
provinsi Sulawesi Barat seiring dengan berdirinya
Page 110
96 Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan
provinsi tersebut pada tanggal 5 Oktober 2004
berdasarkan UU Nomor 26 Tahun 2004.
4.3.5.Gambaran Umum Sektor Pertanian Sulawesi
SelatanBerdasarkan angka sementara hasil pencacahan
lengkap Sensus Pertanian 2013 oleh BPS Sulawesi Selatan
bahwa jumlah usaha pertanian di Provinsi Sulawesi
Selatan sebanyak 980.604 dikelola oleh rumah tangga,
sebanyak 118 dikelola oleh perusahaan pertanian
berbadan hukum dan sebanyak 168 dikelola oleh selain
rumah tangga dan perusahaan berbadan hukum.
Tiga kabupaten/kota dengan urutan teratas yang
mempunyai jumlah rumah tangga usaha pertanian terbanyak
yaitu Bone, Gowa, dan Bulukumba dengan nilai masing-
masing yaitu 114.209 rumah tangga, 78.708 rumah tangga,
dan 63.779 rumah tangga. Sedangkan Kota Parepare
merupakan wilayah yang paling sedikit jumlah rumah
tangga usaha pertaniannya, yaitu sebanyak 2.373 rumah
tangga
Sementara itu jumlah perusahaan pertanian berbadan
hukum dan usaha pertanian selain perusahaan dan rumah
tangga di Provinsi Sulawesi Selatan untuk perusahaan
sebanyak 118 unit dan lainnya 168 unit. Jumlah
perusahaan pertanian berbadan hukum terbanyak berlokasi
di Kabupaten Barru yaitu sebanyak 18 perusahaan.
Page 111
Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan 97
Sedangkan jumlah perusahaan tidak berbadan hukum atau
bukan usaha rumah tangga usaha pertanian terbanyak
terdapat di Kabupaten Maros, yaitu sebanyak 28 unit dan
paling sedikit di Kabupaten Toraja Utara, yaitu
sebanyak 1 unit (BPS, 2012)
4.3.6.Tentang Dinas Pertanian Pangan dan
Hortikultura Provinsi Sulawesi SelatanSaat ini Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan
Hortikultura Sulawesi Selatan sedang mengembangkan
tanaman bawang merah dikarenakan harga dan permintaan
di dalam negeri yang cukup tinggi terhadap komoditas
bawang merah Komoditi ini oleh Dinas dipandang sangat
menjanjikan keuntungan bagi petani di Sulawesi Selatan.
Bapak Lutfi Halide selaku Kepala Dinas Pertanian
Tanaman Pangan dan Hortikultura Sulsel mengatakan bahwa
daerah-daerah yang memiliki potensi untuk pengembangan
tanaman bawang merah adalah Kabupaten Wajo, Pinrang,
Enrekang, Jeneponto, gowa, dan Bone. Penanaman bawang
merah ini menggunakan sistem, jika musim kering, maka
ditanam di lahan yang memiliki sumber air. Apabila
musim penghujan, maka ditanam di lahan kering.
Beliau menambahkan bahwa 1000 ton bawang merah
yang diproduksi di Enrekang, sebenarnya cukup besar
untuk memenuhi kebutuhan di Sulsel tetapi, bawang merah
yang diproduksi di Sulsel, tidak bisa digunakan sendiri
Page 112
98 Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan
dikarenakan para petani lebih tertarik untuk menjual
hasil produksinya kepada pembeli yang ingin bersedia
membeli produk mereka dengan harga yang lebih tinggi
seperti pembeli dari Kalimantan, dan daerah lainnya.
Sejak dahulu, di perbatasan Wajo dengan Bone
merupakan daerah sentra penghasil bawang, akan tetapi
masyarakat justru menanam jagung yang pendapatannya
lebih menjanjikan di mata masyarakat. Para petani juga
trauma dengan harga bawang yang bisa sangat turun
dengan harga hanya sekitar Rp 4.000 per kilogramnya.
Namun saat ini, menurut Dinas Tanaman Pangan dan
Hortikultura Sulsel, tanaman bawang akan menjadi
primadona dikarenakan harga bawang yang semakin tinggi
sehingga bisa mencapai Rp 40.000 per kilogramnya.
Page 113
Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan 99
Page 114
100
Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan
5. PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, dapat ditarik
beberapa kesimpulan sebagai berikut ini :
1) Kelompok pengeluaran yang berperan sebagai
penyumbang inflasi terbesar di Sulawesi Selatan
selang waktu Tahun 2008 sampai dengan Tahun 2012
adalah Kelompok Bahan Makanan
2) Bulan Januari, Juli dan Bulan Agustus adalah bulan-
bulan dengan nilai sumbangan inflasi terbesar untuk
kelompok Bahan makanan dari tahun 2012 sampai dengan
tahun 2013.
3) Subkelompok Bumbu-bumbuan adalah subkelompok dari
kelompok Bahan Makanan yang memberikan sumbangan
inflasi terbesar baik di Tahun 2012 maupun di Tahun
2013.
4) Komoditi strategis penyumbang inflasi terbesar di
Sulsel adalah bawang merah, cabe rawit, cabe merah,
beras, tomat sayur, kol putih, tempe, tomat, dan
tomat buah.
5) Kenaikan harga komoditas penyumbang inflasi
disebabkan oleh faktor supply (produksi &
distribusi), kebijakan administrated price seperti
Page 115
Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan
101
kenaikan BBM dan tarif listrik dan kebijakan
pembatasan impor.
5.2. Rekomendasi
Berdasarkan kesimpulan dalam penelitian ini, untuk
mengurangi tekanan inflasi dari sektor pertanian di
masa yang akan datang, maka pemerintah Provinsi
Sulawesi Selatan yang tergabung dalam Tim Pengendalian
Inflasi Daerah dapat melakukan hal-hal sebagai
berikut :
1) Melakukan prioritas pengembangan komoditi bawang
merah, cabe rawit, cabe merah, beras, tomat sayur,
kol putih, tempe, tomat, dan tomat buah.
2) Melakukan upaya antisipasi lonjakan inflasi pada
bulan Januari, Juli dan Agustus dan kenaikan
permintaan/kebutuhan saat hari-hari besar keagamaan
nasional melalui perbaikan stock dan distribusi
komoditi bawang merah, cabe rawit, cabe merah,
beras, tomat sayur, kol putih, tempe, tomat, dan
tomat buah serta komoditi penyumbang inflasi
lainnya.
3) Memperbaiki jalur-jalur distribusi/ infrastruktur
jalan untuk kelancaran supply ke pasar serta
melakukan koordinasi dengan dunia usaha dan instansi
terkait antar kabupaten/kota agar ada jaminan suplai
dalam menjaga gejolak harga maupun kekurangan stock.
Page 116
102
Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan
4) Melakukan perbaikan manajemen usaha tani dan inovasi
kelembagaan dengan memanfaatkan kearifan lokal untuk
meningkatkan produksi komoditi-komoditi penyumbang
inflasi.
5) Meningkatkan Peran Rumah Tangga dan Gapoktan untuk
peningkatan produksi pangan & hortikultura melalui
program pemberdayaan pekarangan hendaknya mulai dan
terus digalakkan serta diperluas cakupan daerahnya
untuk menghindari kelangkaan di pasaran serta
mengantisipasi lonjakan pemakaian pada momentum
tertentu.
6) Melakukan ekstensifikasi (peningkatan luas areal
tanam/produksi) beras, bawang merah, cabe merah,
cabe rawit, kedelai, kol putih, tomat sayur, dan
tomat buah (Penyumbang inflasi terbesar 2012-2013)
yang diikuti dengan aplikasi teknologi pasca panen.
7) Melakukan Intensifikasi komoditas pangan dan
hortikultura yang diikuti dengan ketepatan waktu
penyediaan sarana produksi.
8) Peningkatan peran penyediaan benih, alih teknologi
dan pendampingan (penyuluhan) ke petani pangan dan
hortikultura untuk meningkatkan kuantitas dan
kualitas produk pertanian.
9) Pemanfaatan lemari pendingin (cold storage) untuk
memperpanjang usia komoditas pangan yang sifatnya
mudah rusak dan tidak tahan lama.
Page 117
Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan
103
10) Peningkatan koordinasi antara SKPD yang menangani
infrastruktur pertanian untuk menjaga keamanan stock
dan oversupplies agar harga komoditi tetap terjaga
di pasaran se-Sulawesi Selatan.
Page 118
104
Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan
Page 119
Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan
105
DAFTAR PUSTAKA
Alfred Marshall. 1879. Elements of economics of
Industry. London. Macmillan
Arnold, R. A. (2008). Economics, 8th edition. Mason,Ohio : Thompson South-western.
Borensztein, E., Khan, M.S., Reinhart, C.M., andWickham, P. (1994). The Behavior of Non-oilCommodity Prices. Occasional Paper No.112,Internation Monetary Fund, Washington D.C.
Bustanul Arifin dalam http://bisniskeuangan.kompas.com/read/ 2011/ 09/ 12 /05044359/Kontribusi.Harga.Pangan.pada.Laju.Inflasi
Dawe, David (2001). How Far Down the Path to FreeTrade? The Importance of Rice Price Stabilizationin Developing Asia. Food Policy, Vol. 26, hal. 163-175.
Deaton, A. and Laroque, G. (1992). On the behavior ofcommodity prices. Review of Economic Studies, No. 59,hal. 1-23.
Difi A. Johansyah dalam (3/9/2013). http://bisnis.liputan6.com /read /681930/bawang-merah-dan-daging-pemicu-inflasi-paling-tinggi
Endri. 2008. Analysing Of Factors Influencing InflationIn Indonesia. Journal Of Economic Development.Review of Developing Countries Economy Page 71 –133. ABFI Institute PERBANAS Jakarta.
Gunawan & Anton Herman. 1991. Anggaran Pemerintah danInflasi di Indonesia. PT. Gramedia Pustaka Umum.Jakarta.
Omoke Philip Chinobi. Inflation and Economic Growthin Nigeria. Department of Economics, Ebonyi StateUniversity, Abakaliki, Nigeria. Journal ofSustainable Development. Vol. 3, No. 2; June2010.
Page 120
106
Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan
Jens Beckert. 2011. Where Do Prices Come From?. MPIfGPaper 11/3. Cologne.
Kumbhakar, S.C. and C.A.K. Lovel. 2000. StochasticFrontier Analysis.Cambridge University Press.Cambridge.
Mahpud Sujai. 2011. Dampak Kebijakan Fiskal dalam UpayaStabilisasi Harga Komoditas Pertanian. PusatKebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja NegaraKementrian Keuangan.
Nurul Eti Nurbaeti & Ilyas Istianur Praditya posted03/09/2013.http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2012/07/10/08411488/Memahami.Faktor.Pencetus.Inflasi.Indonesia
Peter Jacobs .02/08/2013.http://bisniskeuangan.kompas.com/ read/2013/08/02/0258117/BI.Agustus.dan.September.2013.Inflasi.Diperkirakan.Kembali.ke.Pola.Normal
Sammy Sahertian. 2013. Angka Inflasi BPS DalamPerbedaan Pandangan. Opini Kompasiana.http://ekonomi. kompasiana. com/manajemen/2011/09/22/ angka-inflasi-bps-dalam-perbedaan-pandangan-397464.html
Tomek, W.G. and K.L. Robinson. 1990. AgriculturalProduct Prices. 2nd edition. Cornell UniversityPress. Ithaca and London.
Paul Krugman 1995 and Anthony J. Venables.Globalization and the inequality of Nations.Quarterly Journal Of Economics Vol. CX Issue 4.
Prastowo, J.N., Tri Yanuarti, Yoni Depari (2008).Pengaruh Distribusi Dalam Pembentukan HargaKomoditas dan Implikasinya Terhadap Inflasi.Working Paper WP/07/2008. Bank Indonesia
Sembiring, N.N. 2009. Pengruh Jenis Bahan Pengemasterhadap Kualitas Produk Cabai Merah. TesisPascasarjana Universitas Sumatera Utara. Medan.
Syafa’at, Nizwar, dkk. 2007 . Indikator Makro PertanianIndonesia. Prosiding: Kinerja dan prospek
Page 121
Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan
107
pertanian Indonesia. Pusat Analisis SosialEkonomi dan Kebijakan Pertanian. BalitbangPertanian. Bogor
Tomek, W.G. and K.L. Robinson. 1990. AgriculturalProduct Prices. 2nd edition. Cornell UniversityPress. Ithaca and London.
Tomek, William G. (2000). Commodity Prices Revisited.Staff Paper 2000-05, Department of AppliedEconomics and Management, Cornell University, NewYork.
Sumber lain yang dikutip dari laman website :http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/D1E6CD27-6212-4328-
AD53-4DEF7AFD537A/22219/BOKS2KARAKTERISTIKKOMODITIPENYUMBANGINFLASITERBESA.pdf
http://id.wikipedia.org/wiki/Harga
http://repository.usu.ac.id/bitstream/
123456789/33054/4/Chapter%20II.pdf
http://www.imf.org/external/np/exr/facts/pdf/
globstab.pdf
www.neraca.co.id) : judul harga pangan pemicu inflasi. tgl 11/04/13.
http://id.wikipedia.org/wiki/Harga
http://www.businessdictionary.com/definition/price.html
http://www.bi.go.id/NR/ rdonlyres)
http://hakimsan.wordpress.com/2012/08/10/inflasi-dan-
ihk-apa-bedanya-sih/
http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/C2F3A0D0-EF36-4160-BEF3-7B5A0BB1B073/25343/
Page 122
108
Pengaruh Komoditas Pertanian terhadap Inflasi diProvinsi Sulawesi Selatan
Boks2PengaruhCuacathdIkanSegardanBumbubumbuan.pdf
http://st2013.bps.go.id/st2013esya/booklet/st7300.pdf
http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/DBD01869-973F-4FB0-8B44-C1B0276085C0/29050/Boks2DampakPembatasanImporHortikulturaTerhadapInfl Komoditas Bumbu-bumbuan .pdf)
http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2013/03/17/ironi-di-negara-pertanian-dan-ancaman-inflasi-543584.html
http://www.neraca.co.id/harian/article/26745/Ancaman.Inflasi 2013.di.Depan.Mata
http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/1621868A-574A-41B2-8D8A-D0F422E642A8/26104/Boks2KondisiProduksidanDistribusiCabedanTomat.pdf
http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2013/03/17/ironi-di-negara-pertanian-dan-ancaman-inflasi-543584.html
http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/DBD01869-973F-4FB0-8B44-C1B0276085C0/29050/Boks2DampakPembatasanImporHortikulturaTerhadapInfl.pdf
http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/D1E6CD27-6212-4328-AD53-4DEF7AFD537A/22219/BOKS2KARAKTERISTIKKOMODITIPENYUMBANGINFLASITERBESA.pdf