INFILTRASI LOKAL ADRENALIN PADA OPERASI SINONASAL Oleh : Dr Dewa Ayu Mas Shintya Dewi, SpAn SMF/BAGIAN ANASTESI DAN TERAPI INTENSIF RSUP SANGLAH / FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2018
INFILTRASI LOKAL ADRENALIN
PADA OPERASI SINONASAL
Oleh :
Dr Dewa Ayu Mas Shintya Dewi, SpAn
SMF/BAGIAN ANASTESI DAN TERAPI INTENSIF
RSUP SANGLAH / FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
UDAYANA
2018
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat-Nya maka tinjauan pustaka dengan topik “INFILTRASI LOKAL
ADRENALIN PADA OPERASI SINONASAL” ini dapat selesai pada waktunya.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyelesaian tinjauan pustaka
ini.
Untuk itu, ucapan terima kasih penulis tujukan kepada:
1. dr. I Ketut Sinardja, Sp.An, KIC selaku Kepala Bagian/SMF
2. dr. I Gede Budiarta, Sp.An, KMN
3. Seluruh pihak yang membantu penulis dalam penyusunan tinjauan
pustaka ini.
Penulis menyadari laporan ini masih jauh dari sempurna dan banyak
kekurangan, sehingga saran dan kritik pembaca yang bersifat membangun sangat
penulis harapkan untuk kesempurnaan tinjauan pustaka ini. Semoga tulisan ini
dapat bermanfaat bagi pembaca.
Denpasar, Oktober 2018
`
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .......................................................................................... i
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
Abstrak ............................................................................................................................ 1
Pendahuluan ........................................................................................................................................ 2
Maksilektomi ............................................................................................................................... ....... 3
Mekanisme kerja anestesi lokal .......................................................................................................... 4
Penggunaan anestesi lokal ................................................................................................................... 9
Vasokonstriktor ............................................................................................................................... .. 10
Pembahasan ....................................................................................................................................... 15
Simpulan ............................................................................................................................................ 17
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................................... 18
1
Tinjauan Pustaka
INFILTRASI LOKAL ADRENALIN PADA OPERASI SINONASAL
Dewa Ayu Mas Shintya Dewi
Bagian/SMF Anestesi dan Terapi Intensif
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah
Abstrak
Operasi sinonasal adalah tindakan operasi pada daerah hidung dan sinus. Tumor sinonasal
merupakan salah satu bentuk operasi sinonasal. Seacar normal anatomi daerah sinonasal kaya
akan vaskularisasi ditambah dengan meningkatnya feeding tumor yang terletk pada daerah ini.
Obat anastesi local sering digunakan pada operasi di darah sinonasal untuk mengurangi dosis
obat nastesi. Secara langsung penggunaan vasokonstriktor diberikan dengan tujuan untuk
mengurngi jumlah perdarahan dan secara tidak langsung ditambahkan pada obat anastesi local
dengan tujuan untuk menurunkan aliran darah ke tempat penyuntikan, memperlambat absorpsi
anastesi local ke system kardiovaskular, dan meningkatkan durasi kerja obat anastesi local. Cara
pengenceran dan kecepatan penyuntikan memegang peranan penting untuk menghindari
terjadinya efek samping pemberian obat vasokonstriktor.
2
Pendahuluan
Anestesi lokal merupakan anestesi yang bekerja dengan menghambat konduksi neuron
dengan cara menghambat masuknya ion yang melalui kanal atau ionosfor di dalam membran
neuron. Secara normalnya kanal yang ada dalam keadaan resting dimana alur masuk ion natrium
dalam kondisi ini tertutup. Ketika neuron mengalami rangsangan, kanal ion natrium diasumsikan
teraktivasi dan dalam keadaan terbuka sehingga ion natrium berdifusi ke dalam sel dan memulai
terjadinya depolarisasi. 1
Dengan adanya perubahan yang mendadak pada polarisasi membran, kanal natrium
selanjutnya akan berada dalam keadaan tertutup atau dalam keadaan inaktivasi, dimana dalam
keadaan ini maka kanal ini menutup jalur natrium, dan transport aktif natrium menjadi ke
eksterior neuron. Kondisi berikutnya yang mengikuti fase repolarisasi adalah kanal natrium akan
kembali mengalami fase resting. Kondisi dari status kanal natrium ini akan membantu kita dalam
memahami sensitivitas anestesi local terhadap berbagai jenis serat serat neuron yang ada. 1
Anestesi lokal memiliki afinitas yang sangat besar terhadap reseptor kanal natrium
selama mereka dalam fase teraktivasi dan inaktivasi. Oleh karena itu serat neuron merupakan
sasaran yang efektif dalam pemberian anastesi lokal. Serat neuron yang lebih kecil juga masih
merupakan sasaran efektif dalam anestesi lokal, sehingga blokade yang dilakukan pada anestesi
lokal akan bersifat menyeluruh. Dengan pemahaman tersebut maka rangsangan yang pada
serabut neuron yang cepat akan lebih sensitif, dimulai dengan serat saraf sensoris dan kemudian
pada serat neuron motoris. 2
Struktur anatomi sangat berperan penting dalam menentukan pilihan anaestesi yang
dibutuhkan dalam pembedahan. Karena struktur anatomi sinunasal yang relative kecil, maka hal
tersebut sangat membatasi operator dalam tatalaksana pembedahan. Kondisi hemostasis yang
baik sangat diperlukan dalam membentuk visualisasi yang baik selama dilakukanya operasi.
Banyaknya vaskularisasi yang ada dalam daerah sinonasal, menimbulkan agen vasokonstriktor
yang dapat mencegah terjadinya perdarahan masif selama dilakukan pembedahan. Agen
vasokonstriktor dapat digunakan baik secara topical maupun injeksi. Infiltrasi dari konsentrasi
adrenalin yang biasanya digunakan adalah 1 : 100.000 – 1 : 200.000 sedangkan pengenceran 1 :
10.000 biasanya digunakan secara topikal. Penggunaan dari agen vasokonstriktor pada beberapa
penderita juga menimbulkan efek samping baik efek samping kardiak, maupun hemodinamik.3
3
Agen vasokonstriktor merupakan agen yang cukup penting digunakan dalam menunjang
tindakan pembedahan area sinonasal. Dengan pentingnya penggunaan vasokonstriktor maka
berikut akan disajikan kajian tentang infiltrasi adrenalin pada pembedahan area sinonasal.
Diharapkan dengan paparan ini dapat menambah wawasan pembaca tentang penggunaan agen
vasokonstriktor sehingga dapat meningkatkan penggunaannya secara efektif.
Maksilektomi
Tumor sinus paranasal dijumpai sekitar 3% dari seluruh tumor kepala dan leher, dan 1%
dari seluruh tumor ganas di tubuh. Dengan insidensi pada pria 2:1 dibandingkan pada wanita.
Dimana 60% tumor sinonasal berkembang didalam sinus maksilaris, 20-30% didalam rongga
nasal,10-15% didalam sinus ethmoidalis, dan 1% di dalam sinus sfenoidalis dan frontalis.
Apabila hanya melibatkan sinus-sinus paranasal tersendiri, 77% tumor maligna muncul didalam
sinus maksilaris, 22% didalam sinus ethmoidalis dan 1% didalam sinus sfenoidalis dan frontalis.
Neoplasma maligna pada tempat-tempat ini dapat mengakibatkan kematian dan kecacatan dalam
jumlah yang signifikan. 4
Penatalaksanaan dari tumor sinus paranasal ialah pembedahan atau lebih sering bersama
dengan modalitas terapi lainnya seperti terapi radiasi dan kemoterapi sebagai adjuvant, dimana
sampai saat ini masih merupakan pengobatan utama untuk keganasan hidung dan sinus
paranasal, penyakit stadium lanjut jika diobati, membutuhkan multimodalitas terapi, yaitu
operasi dengan radiasi sebelum atau setelah operasi. Pembedahan masih diiindikasikan walaupun
menyebabkan morbiditas yang tinggi bila terbukti dapat mengangkat tumor secara lengkap.
Pembedahan dikontraindikasikan pada kasus yang telah bermetastasis jauh, sudah meluas ke
sinus kavernosus bilateral atau tumor sudah mengenai kedua orbita. Untuk tumor ganas, tindakan
operasi seradikal mungkin. Biasanya dilakukan maksilektomi, dapat berupa maksilektomi
medial, total atau radikal.5
Maksilektomi total adalah terminologi yang merujuk pada reseksi pada seluruh maksila.
Reseksi ini meliputi dinding bawah dan medial orbita serta sinus etmoidalis. Pembedahan ini
dapat meliputi hingga eksenterasi orbita dan sfenoid serta reseksi lempeng pterygoid. Hal ini
secara umum diindikasikan untuk kasus – kasus malignansi terkait dengan sinus maksilaris,
tulang maksila (sarkoma) dan atau orbita serta etmoid, pembedahan ini tidak cocok untuk reseksi
perendoskopik. 6
4
Maksilektomi total memiliki komplikasi yaitu injuri pada orbita meliputi, injuri pada
drainage lakrimalis, nervus optikus, arteri ethmoidalis, dan atau injuri pada intrakranial yang
tentunya dapat disertai dengan resiko perdarahan. 6
Pemahaman yang baik akan suplai vaskularisasi dari regio maksila akan membantu
operator dalam mengantisipasi terjadinya pembedahan saat durante operasi dan membantu
membuat perencanaan langkah – langkah yang tepat dalam mengambil tindakan sehingg dapat
meminimalisir terjadinya perdarahan yang dapat mengganggu lapangan pandang operasi. Salah
satu vena yang harus diwaspadai dalam melakukan maksilektomi total adalah vena angularis
pada kantus medialis. Suplai vaskular menuju ke maksila dan sinus paranasal berasal dari sistem
artesi karotis baik yang eksternal maupun internal. Arteri yang relevan berkaitan dengan
tindakan maksilektomi adalah arteri fasial/ eksternal yang merupakan cabang arteri karotis dan
arteri maksilaris interna, yang merupakan cabang dari arteri karotis eksternal, berjalan melalui
fisura pterigo-maksilaris memasuki fossa pterigopalatina. Cabang – cabang arteri maksila interna
meliputi arteri Palatina mayor (descending palatine), arteri ini berjalan dari inferior fossa
pterigopalatin melalui kanal pterigopalatina dan keluar dari foramen palatina mayor pada
palatum durum kemudian berjalan secara anterior medial menuju alveolus superior dan
memasuki foramen dan arteri infraorbita yang berjalan dari kanal orbita bersamaan dengan
nervus orbitalis pada lantai orbita atau bagian atap antrum dan keluar melalui anterior foramen
intraorbita untuk dapat mensuplai jaringan lunak dari wajah, (3)arteri sfenopalatina : arteri ini
berjalan memasuki kavitas nasal melalui foramen sfenopalatina pada bagian belakang meatus
superior, (4) arteri nasal lateralis posterior adalah arteri yang merupakan cabang dari areri
sfenopalatian, (5)arteri septal posterior : merupakan cabang dari arteri sfenopalatina dan berjalan
melintasi kavitas nasal posterior di bagian atas posterior koana menuju bagian akhir dari septum
nasi. Satu cabang dari arteri tersebut berjalan ke bawah memasuki kanal dan bernastomosis
dengan arteri palatina mayor. Berikut ini adalah cabang dari arteri karotis internal yang harus
diperhatikan dalam melakukan pembedahan, (1) arteri etmoidalis anterior, merupakan arteri yang
berjalan dari arteri oftalmikus dan memasuki orbita melalui bagian anterior foramen etmoidalis
yang berlokasi 25 mm dari bagian anteror puncak lakrimalis, (2) arteri etmoidalis posterior :
merupakan arteri yang berasal dari arteri oftalmikus dan memasuki orbita melalui foramen
etmoidalis posterior, arteri ini berlokasi sekitar 36 mm dari puncak lakrimalis anterior dan 12
mm (8 – 9 mm ) dari bagian anterior foramen etmoidalis, (3) arteri oftalmikus : arteri ini keluar
5
bersamaan dengan nervus optikus dari foramen optikum, sekitar 44 mm dari puncak lakrimalis
anterior dan sekiat 6 mm (5 – 11 mm) dari posterior foramen etmoidalis.
Tindakan maksilektomi total meliputi reseksi dari seluruh maksila dan mencakup lantai
orbita dan dinding medial dari orbita dan zigoma, eksenterasi dari orbita, sfenoidektomi dan
reseksi dari lempeng pterigoid. Tindakan operarif dilakukan dengan pembiusan umum dengan
intubasi orotrakeal. Anastesi lokal dengan vasokonstriktor diinjeksikan pada kulit yang akan
dilakukan insisi. Kavitas nasal dilapangkan dengan memberikan dekongestam yang berupa
vasokonstriktor topikal. 6
Anestesi Lokal
Anestetik lokal adalah obat yang menghambat hantaran saraf bila dikenakan secara lokal
pada jaringan saraf dengan kadar yang cukup. Sebagai contoh, bila anestetik lokal dikenakan
pada korteks motorik, impuls yang dialirkan dari daerah tersebut terhenti. Paralisis saraf
anestetik lokal bersifat reversible, tanpa merusak serabut atau sel saraf. Anestetik lokal ialah obat
yang menghasilkan blokade konduksi atau blokade lorong natrium sepanjang saraf, jika
digunakan pada saraf sentral atau perifer.7
Obat anestetika lokal yang pertama dikenal adalah kokain yang diperoleh dari
Erythroxylon coca yang dapat memberikan rasa nyaman dan mempertinggi daya tahan tubuh.
Karena kemampuannya untuk merintangi transmisi ke batang otak kemudian dipakai sebagai
anestesi blokade saraf pada pembedahan maupun dalam anestesi spinal/umum dan kemudian
dibuat anestetika lokal sintetis seperti prokain dan derivatnya seperti lidokain, prilokain dan
bupivikain.7 Sifat anestesi lokal yang ideal adalah tidak merusak dan mengiritasi jaringan saraf
secara permanen, batas keamanan harus lebar, sebab anestesi local akan diserap dari tempat
suntikan, onset cepat dan durasi lambat sehingga cukup waktu untuk melakukan tindakan
operasi, larut air dengan menghasilkan larutan yang stabil dan tahan pemanasan (proses
sterilisasi), stabil dalam bentuk larutan dan tidak rusak karena proses penyaringan
Mekanisme kerja anestesi lokal
Anestesi lokal mencegah pembentukan dan konduksi impuls saraf. Sebagaimana yang
diketahui, potensial aksi saraf terjadi karena adanya peningkatan sesaat permeabilitas membran
terhadap ion Na+ akibat depolarisasi ringan pada membrane. Proses inilah yang dihambat oleh
6
obat anestesi local yang bekerja dengan melakukan interaksi langsung antara zat anestesi local
dengan kanal Na+ yang peka terhadap perubahan voltase muatan listrik.8
Dengan semakin bertambahnya efek anestetik local di dalam saraf maka ambang
rangsangan membrane akan meningkat secara bertahap, kecepatan peningkatan potensial aksi
menurun, konduksi impuls melambat dan faktor pengaman konduksi saraf menurun. Anestetik
local juga mengurangi permeabilitas membrane K+ dan Na+ dalam keadaan istirahat sehingga
hambatan hantaran tidak disertai banyak perubahan pada potensial istirahat. Dapat dikatakan
bahwa cara kerja utama obat anestetik local adalah bergabung dengan reseptor spesifik yang
terdapat pada kanal Na+ sehingga terjadi blokde pada kanal dan hambatan gerakan ion melalui
membrane.8
Farmakokinetik :
Struktur obat anestetika lokal mempunyai efek langsung pada efek terapeutiknya.
Semuanya mempunyai gugus hidrofobik (gugus aromatik) yang berhubungan melalui rantai alkil
ke gugus yang relatif hidrofilik (amina tertier). Pemberian vasokonstriktor (epinefrin) +
anestetika lokal dapat menurunkan aliran darah lokal dan mengurangi absorpsi sistemik.
Vasokonstriktor tidak boleh digunakan pada daerah dengan sirkulasi kolateral yang sedikit dan
pada jari tangan atau kaki dan penis. Golongan ester (prokain, tetrakain) dihidrolisis cepat
menjadi produk yang tidak aktif oleh kolinesterase plasma dan esterase hati. Bupivakain terikat
secara ekstensif pada protein plasma.9 Kecepatan onset anestetika lokal ditentukan oleh, kadar
obat dan potensinya, jumlah pengikatan obat oleh protein dan pengikatan obat ke jaringan loka,
kecepatan metabolisme dan perfusi jaringan tempat penyuntikan obat sedangkan absorbsi
sistemik dipengaruhi oleh tempat suntikan dimana kecepatan absorbs sisteik sebanding dengan
banyaknya vaskularisasi tempat suntikan (IV), penambahan vasokonstriktor (pemberian
adrenalin dapat memperlambat absorpsi sampai 50%) dan karakteristik obat (anestesi lokal
terikat kuat pada jaringan sehingga bsorbsinya lambat).Distribusi dipengaruhi oleh ambilan
organ dan ditentukan oleh perfusi jaringan dan koefisien partisi jaringan/darah dimana apabila
obat berikatan kuat dengan protein plasma akan lebih lama berada di darah, kelarutan dalam
lemak tinggi akan meningkatkan ambilan jaringan dan massa jaringan seperti otot merupakan
tempat reservoir bagi anestetik lokal.Metabolisme dan ekskresi . Golongan esterdi metabolisme
oleh enzim pseudo-kolinesterase. Hidrolisa ester sangat cepat dan kemudian metabolit
diekskresikan melalui urin. Golongan amida metabolisme terutama oleh enzim microsomal di
7
hati. Metabolismenya lebih lambat dari hidrolisa ester. Metabolit diekskresikan melalui urin dan
sebagian kecil dalam bentuk utuh.
Farmakodinamik :
Selain menghalangi hantaran sistem saraf tepi, anestesi lokal juga mempunyai efek penting pada
SSP, ganglia otonom, sambungan saraf otot dan semua jenis serabut otot. Pada SSP, anestetik
lokal merangsang SSP dan menyebabkan kegelisahan dan tremor yang mungkin berubah
menjadi kejang klonik. Perangsangan ini akan diikuti dengan depresi dan kematian biasanya
terjadi karena kelumpuhan nafas sehingga perlu memperbaiki jalan nafas dan menggunakan
hipnotik untuk mencegah dan mengobati kejang. Diazepam IV juga sangat berguna dalam
pengobatan kejang Pada sambungan saraf otot dan ganglion, anestesi local dapat mempengaruhi
transmisi di sambungan saraf otot yaitu menyebabkan berkurangnya respons otot atas
rangsangan saraf. Pada sistem kardiovaskular, yaitu dapat menyebabkan penurunan eksitabilitas,
kecepatan konduksi dan kekuatan kontraksi. Anestesi lokal juga dapat menyebabkan vasodilatasi
arteriol.1
Secara kimiawi anestetika lokal dibagi 3 kelompok, yaitu senyawa ester, contohnya kokain,
prokain, benzokain, buvakain, tetrakain, kloroprokain. Senyawa amida, contohnya lidokain,
prilokain, mepivikain, bupivikain, cinchokain dll
Obat baru pada dasarnya adalah obat lama dengan mengganti, mengurangi atau
menambah bagian kepala, badan dan ekor. Di Indonesia yang paling banyak digunakan adalah
lidokain dan bupivakin.
A. Kokain
Anestesi lokal yang ditemukan dialam tanpa buatan manusia adalah kokain. Kokain atau
benzolimetilekgonin didapat dari daun Erythroxylon coca dan spesies Erythroxylon lain yaitu
pohon yang tumbuh di Peru dan Bolivia. 10 Efek kokain yang paling penting yaitu menghambat
hantaran saraf bila dikenakan secara local. Efek sistemiknya yang paling mencolok adalah
rangsangan SSP. Pada SSP, kokain merupakan perangsang korteks yang paling kuat. Efek
perangsangannya berdasarkan depresi neuron penghambat seperti pada batang otak, akan terjadi
peningkatan frekuensi pernafasan dan juga pusat vasomotor dan pusat muntah akan terangsang.
Efek euphoria terjadi karena penghambatan uptake dopamine di sinaps susunan saraf pusat.
Pemberian kokain IV dosis besar akan menyebabkan kematian mendadak karena payah jantung
sebagai akibat efek toksik langsung pada otot jantung. Efek lokal kokain terpenting adalah
8
kemampuannya untuk memblokade konduksi saraf.10 Walaupun vasokonstriktor lokal
menghambat absorbsi kokain, kecepatan absorbsi masih melebihi kecepatan detoksikasi dan
ekskresinya sehingga kokain sangat toksik. Kokain diabsorbsi dari segala tempat, termasuk
selaput lendir. Sebagian besar kokain mengalami detoksikasi pada hati dan sebagian kecil
diekskresikan bersama urin. Intoksikasi kokain bisa terjadi dengan menggunakan dosis 1,2 gram.
Gejala keracunan berhubungan dengan perangsangan SSP. Pasien mudah terangsang,gelisah,
banyak bicara, cemas dan bingung, sakit kepala, ndai cepat, nafas tidak teratur. Pengobatan
spesifiknya adalah pemberian diazepam atau barbiturate kerja singkat IV.10
B. Prokain
Prokain disintesis dan diperkenalkan tahun 1905 dengan nama dagang novokain. Prokain
merupakan obat yang dipilih untuk anestesi lokal suntikan tetapi sekarang sudah kalah dengan
lidokain. Sebagai anestetik lokal, Prokain pernah digunakan untuk anestesia infiltrasi, anestesia
blok saraf (nerve block anesthesia), anestesia spial, epidural dan kaudal. Namun karena
potensinya rendah, mula kerja lambat serta massa kerjanya pendek, maka penggunaannya
sekarang ini hanya terbatas untuk anestesia infiltrasi dan kadang-kadang untuk anestesia blok
saraf. Di dalam tubuh, prokain akan dihidrolisis menjadi PABA, yang dapat menghambat kerja
obat seperti sulfonamide.1 Dosis: 15 mg/kgBB dengan lama kerja 30-60 menit.11
C. Lidokain1
Lidokain (xilokain) adalah anestetik lokal kuat yang digunakan secara luas dengan pemberian
topical dan suntikan. Lidokain merupakan aminoetilamid prototip dari anestetik lokal golongan
amida. Pada larutan 0,5% toksisitasnya sama, tetapi pada larutan 2 % lebih toksik. Anestesi ini
lebih efektif digunakan tanpa vasokonstriktor, tetapi kecepatan absorpsi dan toksisitasnya
bertambah dan masa kerjanya lebih pendek. Sediaan berupa larutan 0,5-5% dengan atau tanpa
epinefrin 1:50.000 sampai 1:200.000).11 Lidokain mudah diserap dari tempat suntikan dan dapat
melewati sawar darah otak. Kadarnya dalam plasenta fetus dapat mencapai 60% kadar dalam
darah ibu. Di dalam hati, lidokain mengalami dealkilasi oleh enzim oksidase fungsi ganda
membentuk monoetilglisin dan xilidid lalu diekskresikan bersama urin dalam bentuk metabolit
akhir, 4 hdiroksi-2-6-dimetil-anilin.12 Efek samping lidokain biasanya berkaitan dengan efeknya
terhadap SSP (mengantuk, pusing, parastesia, gangguan mental, koma dan seizure). Dosis
berlebih dapat menyebabkan kematian akibat fibrilasi vebtrikel atau oleh henti jantung.12 S
9
Sering digunakan secara suntikan untuk anetesi infiltrasi, blokade saraf, anesthesia spinal,
anestetsia epidural ataupun anesthesia caudal, dan secara setempat untuk anesthesia selaput
lendir. Untuk anestesia infiltrasi, biasanya digunakan larutan 0,25-0,50 % dengan atau tanpa
epinefrin. Untuk blokade saraf digunakan 1-2 ml. Untuk anestesia permukaan pada anestesia
rongga mulut, kerongkongan dan saluran cerna bagian atas, digunakan larutan 1-4% dengan
dosis maksimal 1 gram sehari dibagi dalam beberapa dosis. Untuk anestesia sebelum dilakukan
tindakan seperti sistoskopi atau kateterisasi uretra digunakan lidokain gel 2% dan sebelum
dilakukan bronkoskopi atau pemasangan pipa endotrakeal, biasanya digunakan semprotan
dengan kadar 2-4%. Lidokain juga dapat menurunkan iritabilitas jantung karena itu juga
digunakan berbagai antiaritmia.12
D. Bupivakain
Strukturnya mirip dengan lidokain kecuali gugus yang mengandung amin adalah butil piperidin.
Bupivakain merupakan anestetik lokal yang memiliki massa kerja yang panjang, dengan efek
blokade terhadap sensorik yang lebih besar daripada motorik. Karena adanya efek ini obat ini
digunakan untuk memperpanjang analgesia selama persalinan dan masa pascapembedahan.
Secara kimia dan farmakologis mirip lidokain. Lidokain dan bupivakain keduanya menghambat
saluran Na+ jantung selama sistolik. Toksisitas jantung yang disebabkan oleh bupivakain sulit
diatasi dan bertambah berat dengan adanya asidosis, hiperkarbia dan hipoksemia.1 Larutan
bupivakain hidroklorida tersedia dalam konsentrasi 0,25% untuk anesthesia infiltrasi dan 0,5%
untuk suntikan paravertebral. Tanpa epinefrin , dosis maksimum untuk anesthesia infiltrasi
adalah sekitar 2 mg/kgBB.
Penggunaan anestesi lokal
Anestetika lokal umumnya digunakan secara parenteral misalnya pembedahan kecil dimana
pemakaian anestetika umum tidak dibutuhkan. Dikenal tiga anestetika lokal yaitu (1) anestetika
permukaan, digunakan secara lokal untuk melawan rasa nyeri dan gatal, misalnya larutan atau
tablet hisap untuk menghilangkan rasa nyeri di mulut atau leher, tetes mata untuk mengukur
tekanan okuler mata atau mengeluarkan benda asing di mata, salep untuk menghilangkan rasa
nyeri akibat luka bakar dan suppositoria untuk penderita ambeien/wasir; (2) anestetika filtrasi,
yaitu suntikan yang diberikan ditempat yang dibius ujung-ujung sarafnya, misalnya pada daerah
kulit dan gusi (pencabutan gigi); (3) anestetika blok atau penyaluran saraf, yaitu dengan
10
penyuntikan di suatu tempat dimana banyak saraf terkumpul sehingga mencapai daerah anestesi
yang luas, misalnya pada pergelangan tangan atau kaki.
Vasokonstriktor
Vasokonstriktor merupakan obat-obatan yang menyempitkan pembuluh darah dan
dengan demikian mengendalikan perfusi jaringan. Obat ini ditambahkan pada larutan anestesi
lokal untuk melawan aksi vasodilatasi anestesi lokal. Vasokonstriktor merupakan tambahan
larutan anestesi lokal dengan tujuan menurunkan aliran darah ke tempat penyuntikan,
memperlambat absorpsi anastesi local ke system kardiovaskular, dan meningkatkan durasi kerja
obat anastesi lokal.3
Vasokonstriktor yang umumnya digunakan bersamaan dengan anestesi lokal secara kimia
menyerupai mediator sistem saraf simpatetik epinefrin dan norepinefrin. Aksi vasokonstriktor
menyerupai respon saraf adrenergik terhadap rangsangan sehingga diklasifikasikan menjadi obat
simpatomimetik atau adrenergik. Obat-obat ini memiliki banyak aksi klinis selain vasokonstriksi.
2.3.1 Struktur Kimia
Klasifikasi obat simpatomimetik dengan struktur kimianya berhubungan dengan ada atau
tidaknya nukleus catechol. Cathecol adalah orthodihydroxybenzene. Obat simpatomimetik yang
memiliki pengganti hidroksil ( OH ) di posisi ketiga dan keempat pada cincin aromatik disebut
dengan cathecol.14
Bila mengandung kelompok amine ( NH2 ) yang melekat pada rantai aliphatik, kemudian disebut
catecholamin. Epinefrin, norepinefrin dan dopamine menyebabkan timbulnya catecholamin di
sistem saraf simpatetik. Isoproterenol dan levonordefrin adalah catecholamin sintetik.
Vasokonstriktor yang tidak memiliki kelompok OH pada posisi ketiga dan keempat molekul
aromatik bukanlah catechol tetapi amine karena memiliki kelompok NH2 yang melekat pada
rantai aliphatik.14
Terdapat 3 kategori amine simpatomimetik yaitu obat yang beraksi langsung, dimana
aksinya langsung pada reseptor adrenergic, obat yang beraksi tidak langsung, dimana
melepaskan norepinefrin dari saraf adrenergik dan obat yang beraksi campuran, dengan aksi
langsung dan tidak langsung. Reseptor adrenergik terdiri dari reseptor alpha ( α ) dan beta ( β )
menurut pencegahan aksi catecholamin pada otot halus.15 Aktivasi reseptor α oleh obat
simpatomimetik biasanya menyebabkan respon kontraksi otot halus pada pembuluh darah (
11
vasokonstriksi ). Berdasarkan perbedaan fungsi dan lokasi, reseptor α telah disubkategorikan.
Reseptor α1 adalah excitatory-postsynaptik, sedangkan reseptor α2 adalah inhibitory-
postsynaptik. Aktivasi reseptor β menyebabkan relaksasi otot halus ( vasodilatasi dan
bronkodilatasi ) dan rangsangan pada jantung ( peningkatan detak jantung dan kekuatan
kontraksi ). Reseptor beta selanjutnya dibagi menjadi β1 dan β2; β1 ditemukan di jantung dan
usus halus dan berperan merangsang jantung dan lipolisis. Sedangkan β2 ditemukan di bronkus,
dasar pembuluh darah dan uterus, menyebabkan bronkodilatasi dan vasodilatasi.15
Obat simpatomimetik lainnya, seperti tyramine dan amphetamine, bertindak secara tidak
langsung dengan menyebabkan pelepasan catecholamine norepinefrin dari tempat penyimpanan
pada saraf adrenergik. Obat ini juga dapat beraksi langsung pada reseptor α dan β. Aksi klinis
kelompok obat ini hampir sama dengan aksi norepinefrin. Dosis obat yang berturut-turut diulang
akan menjadi kurang efektif daripada yang diberikan sebelumnya karena pengurangan
norepinefrin dari tempat tersebut. Fenomena ini dinamakan tachyphylaksis dan tidak terlihat
pada obat yang bekerja langsung pada reseptor adrenergic.16
2.3.3 Pengenceran Vasokonstriktor
Pengenceran vasokonstriktor umumnya dinyatakan sebagai perbandingan (1:1000).
Karena dosis maksimum vasokonstriktor dinyatakan dalam miligram, atau yang sekarang disebut
microgram ( μg ), maka interpretasi berikut memungkinkan pembaca untuk mengubah istilah
tersebut :17 Konsentrasi 1:1000 berarti terdapat 1gram ( 1000mg ) obat yang terkandung dalam
1000ml larutan. Dengan demikian pengenceran 1:1000 mengandung 1000mg dalam 1000ml atau
1.0 mg/ml larutan ( 1000μg/ml ).Vasokonstriktor yang digunakan dalam larutan anestesi lokal
dental, konsentrasinya kurang dari 1:1000 seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya. Untuk
menghasilkan yang lebih encer dan secara klinis lebih aman, pengenceran 1:1000 harus
diencerkan lagi. Prosesnya sebagai berikut :17 Untuk menghasilkan konsentrasi 1:10.000, 1 ml
dari larutan 1:1000 ditambahkan dengan 9 ml pelarut ( air steril ); dengan demikian 1:10.000=0.1
mg/ml. Untuk menghasilkan konsentrasi 1:100.000, 1 ml dari konsentrasi 1:10.000 ditambahkan
dengan 9 ml pelarut; dengan demikian 1:100.000=0.01 mg/ml.
Asal usul pengenceran vasokonstriktor pada anestesi lokal dimulai dengan penemuan
adrenalin pada tahun 1897 oleh Abel. Pada tahun 1903 Braun menyarankan menggunakan
adrenalin sebagai ‘turniket kimia’ untuk memperpanjang durasi anestesi lokal. Braun
menyarankan penggunaan 1:10.000 epinefrin, dengan kokain saat digunakan pada pembedahan
12
nasal. Konsentrasi epinefrin 1:200.000 memberikan hasil yang dapat dibandingkan, dengan efek
samping yang lebih sedikit. Pengenceran 1:200.000 yang mengandung 5 μg/ml ( 0.005 mg/ml )
telah digunakan dalam pengobatan dan dentistry serta ditemukan dalam articaine, prilokain,
lidokain, etidokain dan bupivakain. Di beberapa negara Eropa dan Asia, lidokain dengan
epinefrin 1:300.000 dan 1:400.000 tersedia dalam cartridge dental.18
Meskipun sebagian besar menggunakan vasokonstriktor dalam anestesi lokal, epinefrin
bukanlah obat yang ideal. Keuntungan menambahkan epinefrin ( atau vasokonstriktor apapun )
ke larutan anestesi lokal harus dipertimbangkan terhadap adanya resiko yang mungkin timbul.
Epinefrin diabsorpsi dari daerah injeksi, sama halnya dengan anestesi lokal. Kadar epinefrin
dalam darah mempengaruhi jantung dan pembuluh darah. Kadar epinefrin dalam plasma ( 39
pg/ml ) menjadi 2 kali lipat setelah pemakaian 1 cartridge lidokain dengan 1:100.000 epinefrin.
Peningkatan kadar epinefrin dalam plasma berbanding lurus dengan dosis dan menetap selama
beberapa menit sampai setengah jam. Berkebalikan dengan penggunaan intraoral epinefrin
dengan volume yang umum tidak menyebabkan respon kardiovaskular dan pasien lebih beresiko
melepaskan epinefrin secara endogen daripada epinefrin eksogen yang diberikan, bukti
menyatakan bahwa kadar epinefrin dalam plasma sama dengan yang didapat selama latihan berat
dapat terjadi setelah injeksi intraoral. Ini berkaitan dengan peningkatan cardiac output dan
volume stroke. Tekanan darah dan detak jantung dipengaruhi secara minimal pada dosis
tersebut.18
Pada pasien dengan penyakit kardiovaskluar atau tiroid, efek samping epinefrin yang
diserap harus dipertimbangkan terhadap kadar anestesi lokal yang meningkat dalam darah. Efek
kardiovaskular pada dosis epinefrin konvensional jarang diperhatikan, bahkan pada pasien
dengan penyakit jantung. Walaupun tindakan pencegahan telah dilakukan ( seperti aspirasi,
injeksi perlahan ), epinefrin dapat diabsorpsi sehingga menyebabkan reaksi simpatomimetik
seperti rasa cemas, takikardi, berkeringat, dan palpitasi: semuanya disebut dengan reaksi
epinefrin.19
Penggunaan vasokonstriktor intravaskular dan pada individu yang sensitif, atau adanya
interaksi obat-obatan yang tidak dapat diantisipasi dapat menyebabkan manifestasi klinis yang
signifikan. Penggunaan 0.015mg epinefrin intravena dengan lidokain menyebabkan peningkatan
denyut jantung yang berkisar dari 25-70 kali per menit, dengan peningkatan darah sistolik dari
13
20-70 mmHg. Terkadang gangguan ritme jantung juga dapat terjadi serta kontraksi ventrikular
prematur ( PVCs ) adalah yang paling sering ditemukan. 19
Vasokonstriktor lain yang digunakan adalah norepinefrin, fenylefrin, levonordefrin, dan
oktapressin. Norepinefrin, kurang signifikan terhadap aksi β2, menyebabkan vasokonstriksi
periferal yang hebat dengan peningkatan tekanan darah dan efek sampingnya 9 kali lebih tinggi
daripada epinefrin. Meskipun telah tersedia di banyak negara dalam larutan anestesi lokal,
penggunaan norepinefrin sebagai vasopresor dalam dentistry dikurangi dan tidak dianjurkan.
Penggunaan campuran epinefrin dan norepinefrin sama sekali dihindari. Fenylefrin, lawan α-
adrenergik, secara teoritis memiliki keuntungan lebih dari vasokonstriktor lainnya. Pada
percobaan klinis, kadar lidokain dalam darah lebih tinggi dengan 1:20.000 fenylefrin ( kadar
lidokain dalam darah=2.4 μg/ml ) daripada dengan 1:200.000 epinefrin ( 1.4 μg/ml ). Efek
kardiovaskular dari levonordefrin hampir mirip dengan norepinefrin. Oktapressin sama
efektifnya dengan epinefrin dalam mengurangi aliran darah kutaneus. 20 Infiltrasi adrenalin
adalah hal yang sangat penting dalam pemberian anestesi lokal terutama dalam pembedahan
sinonasal. Zhi ghi et al menyebutkan pada kasus – kasus malignansi yang berasal dari nasal
kavitas dan sinus maksilaris tanpa invansi palatal, maka rinotomi lateralis merupakan pendekatan
yang tepat. Hal tersebut sejalan dengan tumor benigna yang memiliki keterkaitan dengan dinding
maksila anterior, tumor jenis ini juga dapat ditangani dengan pendekatan yang sama. Pendekatan
ini memberikan cakupan paparan tindakan yang luas meliputi antrum maksilaris, kavitas nasal,
dan sinus sfenoid. 21
Insisi fasial dapat diperluas hingga melalui batas lateral dari hidung, sekitar 1 cm lateral dari
garis tengah. Hal tersebut dimulai dari cephalad medial canthus dan meluas ke bawah melalui
puncak kulit yang membatasi nasal berlangsung hingga di depan philtrum. Setelah memberikan
marking lalu kulit diinjeksikan dengan lidokain (0,06 %) dan epinefrin (1 : 1000,000) untuk
meostasis dan tujuan hidrodiseksi. 21
Pada laporan kasus Ghazizadeh dkk, pasien yang terdiagnosis ekstramedullari
plasmasitoma sinus maksilaris dilakukan rinotomi lateralis dengan pendekatan insisis Weber
Ferguson. Pada pasien ini setelah dilakukan anestesi umum, kemudian dilakukan infiltrasi lokal
dengan 1% xilokain dan 1/100.000 adrenalin sebelum dilakukan insisi. Pada literatur lainnya,
rinotomi lateralis disebutkan jugamenggunakan infiltrasi anestesi lokal dan vasokonstriktor (1%
xilokain dan 1/100.000 epinefrin). 22, 23
14
Terdapat beberapa macam anestetik lokal yang biasa digunakan, yaitu lidokain,
mepivakain, prilokain, bupivakain, etidokain, dan artikain hidroklorida. Lidokain 2% dengan
adrenalin (Epinefrin) 1:50.000 atau 1:100.000 biasanya digunakan untuk prosedur endodontik,
dan tersedia dalam kemasan carpul 1,8 ml dan vial 30 ml. Tiap carpul mengandung 36 mg
anestetik. Pada pasien dewasa digunakan 0,9 ml sampai 3,6 ml dan maksimal sampai 8 carpul.
Karena detoksifikasi obat ini di hepar, maka tidak boleh digunakan untuk pasien dengan
kerusakan hepar yang berat, pasien yang mengkonsumsi obat MAO inhibitor dan anti depresi.
Obat ini dapat digunakan pada wanita hamil (di atas trimester pertama) dan wanita menyusui. 24
Mepivakain 3% dengan levonordefrin 1:20.000 tersedia dalam kemasan carpul 1,8 ml, yang
mengandung 54 mg anestetik. Dosis yang biasa digunakan pada pasien dewasa 1,8-9 ml dan
maksimal 5 carpul. Dikarenakan durasi kerja obat ini pendek, maka agar dapat digunakan dalam
perawatan endodontik ditambahkan vasokonstriktor. Jika konsentrasi obat di dalam darah tinggi,
maka dapat menimbulkan gangguan susunan saraf pusat (SSP) seperti anxiety, pusing, tremor
dan kebingungan. Obat ini tidak disarankan untuk digunakan secara rutin pada pasien yang
mengkonsumsi obat MAO inhibitor dan anti depresi. Prilokain 4% (Plain 4%) dan prilokain 4%
dengan adrenalin 1:200.000 tersedia dalam kemasan carpul 1,8 ml, yang mengandung 72 mg
anestetik. Dosis dewasa 1,8-5,4 ml dan maksimal 5 carpul. Karena obat ini mengandung
efinefrin maka tidak disarankan digunakan secara rutin pada pasien yang mengkonsumsi obat
MAO inhibitor dan anti depresi. Konsentrasi prilokain yang tinggi di dalam darah dapat
menyebabkan gangguan SSP seperti anxiety, pusing, tremor dan kebingungan. 25
Bupivakaine 5% dengan adrenalin 1:200.000 tersedia dalam kemasan carpul 1,8 ml, dan
mengandung 9 mg anestetik. Dosis maksimal 10 carpul (90 mg anestetik). Biasanya digunakan
karena durasi kerjanya panjang (10-12 jam). Tidak bisa digunakan secara 3 rutin pada pasien
yang mengkonsumsi obat MAO inhibitor dan anti depresi. Konsentrasi yang tinggi dalam darah
dapat menimbulkan gangguan SSP pusat seperti anxiety, pusing, tremor dan kebingungan.
Etidokain 1,5% dengan adrenalin 1:200.000 tersedia dalam kemasan carpul 1,8 ml, yang
mengandung 27 mg anestetik. Digunakan dosis 1-2 carpul, dengan maksimal dosis pada dewasa
8 carpul. Durasi kerja 8-12 jam, sehingga dapat digunakan dalam prosedur bedah kepala leher.
Tidak bisa digunakan secara rutin pada pasien yang mengkonsumsi obat MAO inhibitor dan anti
depresi.25
15
Konsentrasi yang tinggi dalam darah dapat menimbulkan gangguan SSP seperti anxiety,
pusing, tremor dan kebingungan. Artikain hidroklorida dengan adrenalin 1:100.000 mengandung
amida dan ester, sehingga dapat digunakan untuk anestesi. Tersedia dalam carpul 1,7 ml, dengan
68 mg anestetik. Dosis yang digunakan 0,7-3,4 ml (0,5-2 carpul). Obat ini berinteraksi dengan
MAO inhibitor dan anti depresi dan phenothiazine.1 Anestetik lokal umumnya merupakan suatu
bahan sintetik, berbeda dengan kokain yang berasal dari alam, tidak mempunyai potensi dan
tidak bereaksi terhadap sistem simpatoadrenergik, seperti tidak menyebabkan hipertensi atau
vasokonstriksi lokal.1 Untuk meningkatkan kualitas penanganan nyeri dan penurunan potensi
toksisitas anestesi lokal digunakan vasokonstriktor.26
Penambahan vasokonstriktor dapat memberikan keadaan teranestesi yang lama dan
dalam. Selain itu dapat memfasilitasi hemostatis yang baik selama dan sesudah perawatan.
Fungsi vasokonstriktor yang ditambahkan ke dalam anestetik lokal yaitu menyebabkan konstriksi
pembuluh darah dan menurunkan aliran darah ke area yang diinjeksikan, absorpsi anestetik lokal
diperlambat dan sedikit di dalam darah, tingkat darah yang lebih rendah akan menurunkan resiko
over dosis, konsentrasi anestetik lokal yang tinggi akan meningkatkan durasi kerja, dan
mengurangi terjadinya pendarahan.27
Pembahasan
Penatalaksanaan dari tumor sinus paranasal ialah pembedahan atau lebih sering bersama
dengan modalitas terapi lainnya seperti terapi radiasi dan kemoterapi sebagai adjuvant.
Pembedahan masih diindikasikan walaupun menyebabkan morbiditas yang tinggi bila terbukti
dapat mengangkat tumor secara lengkap. Pembedahan dikontraindikasikan pada kasus yang telah
bermetastasis jauh, sudah meluas ke sinus kavernosus bilateral atau tumor sudah mengenai kedua
orbita. Untuk tumor ganas, tindakan operasi seradikal mungkin. Biasanya dilakukan
maksilektomi, dapat berupa maksilektomi medial, total atau radikal. 5
Maksilektomi total memiliki komplikasi yaitu injuri pada orbita meliputi, injuri pada
drainage lakrimalis, nervus optikus, arteri ethmoidalis, dan atau injuri pada intrakranial yang
tentunya dapat disertai dengan resiko perdarahan. 6
Pemahaman yang baik akan suplai vaskularisasi dari regio maksila akan membantu operator
dalam mengantisipasi terjadinya pembedahan saat durante operasi dan membantu membuat
perencanaan langkah – langkah yang tepat dalam mengambil tindakan sehingg dapat
16
meminimalisir terjadinya perdarahan yang dapat mengganggu lapangan pandang operasi. Salah
satu vena yang harus diwaspadai dalam melakukan maksilektomi total adalah vena angularis
pada kantus medialis. Suplai vaskular menuju ke maksila dan sinus paranasal berasal dari sistem
artesi karotis baik yang eksternal maupun internal. 6 Tindakan pembedahan dilakukan dengan
pembiusan umum dengan intubasi orotrakeal. Anastesi lokal dengan vasokonstriktor diinjeksikan
pada kulit yang akan dilakukan insisi. 6 Infiltrasi adrenalin adalah hal yang sangat penting dalam
pemberian anestesi lokal terutama dalam pembedahan sinonasal. Zhi ghi et al menyebutkan pada
kasus – kasus malignansi yang berasal dari nasal kavitas dan sinus maksilaris tanpa invansi
palatal, maka rinotomi lateralis merupakan pendekatan yang tepat. Hal tersebut sejalan dengan
tumor benigna yang memiliki keterkaitan dengan dinding maksila anterior, tumor jenis ini juga
dapat ditangani dengan pendekatan yang sama. Pendekatan ini memberikan cakupan paparan
tindakan yang luas meliputi antrum maksilaris, kavitas nasal, dan sinus sfenoid. 21 Insisi fasial
dapat diperluas hingga melalui batas lateral dari hidung, sekitar 1 cm lateral dari garis tengah.
Hal tersebut dimulai dari cephalad medial canthus dan meluas ke bawah melalui puncak kulit
yang membatasi nasal berlangsung hingga di depan philtrum. Setelah memberikan marking lalu
kulit diinjeksikan dengan lidokain (0,06 %) dan epinefrin (1 : 1000,000) untuk meostasis dan
tujuan hidrodiseksi. 21
Pada laporan kasus Ghazizadeh dkk, pasien yang terdiagnosis ekstramedullari
plasmasitoma sinus maksilaris dilakukan rinotomi lateralis dengan pendekatan insisis Weber
Ferguson. Pada pasien ini setelah dilakukan anestesi umum, kemudian dilakukan infiltrasi lokal
dengan 1% xilokain dan 1/100.000 adrenalin sebelum dilakukan insisi. Pada literatur lainnya,
rinotomi lateralis disebutkan jugamenggunakan infiltrasi anestesi lokal dan vasokonstriktor (1%
xilokain dan 1/100.000 epinefrin). 22, 23
Anestetik lokal adalah obat yang menghambat hantaran saraf bila dikenakan secara lokal
pada jaringan saraf dengan kadar yang cukup. Paralisis saraf anestetik lokal bersifat reversible,
tanpa merusak serabut atau sel saraf. Anestetik lokal ialah obat yang menghasilkan blockade
konduksi atau blokade lorong natrium sepanjang saraf, jika digunakan pada saraf sentral atau
perifer. 7
Vasokonstriktor merupakan obat-obatan yang menyempitkan pembuluh darah dan
dengan demikian mengendalikan perfusi jaringan. Obat ini ditambahkan pada larutan anestesi
17
lokal untuk melawan aksi vasodilatasi anestesi lokal. Vasokonstriktor merupakan tambahan
larutan anestesi lokal yang penting karena alasan sebagai berikut :3
1. Dengan menyempitkan pembuluh darah, vasokonstriktor menurunkan aliran darah (perfusi) ke
daerah penyuntikan.
2. Absorpsi anestesi lokal ke sistem kardiovaskular diperlambat, menyebabkan kadar anestesi
dalam daran lebih rendah.
3. Kadar anestesi lokal dalam darah lebih rendah, dengan demikian memperkecil resiko toksisitas
anestesi lokal.
4. Peningkatan jumlah anestesi lokal yang menetap di sekitar saraf selama beberapa waktu,
sehingga meningkatkan durasi aksi sebagian besar anestesi lokal.
5. Vasokonstriktor mengurangi perdarahan di daerah penyuntikan, oleh karena itu
vasokonstriktor berguna saat peningkatan perdarahan diantisipasi (selama prosedur
pembedahan).
Meskipun sebagian besar menggunakan vasokonstriktor dalam anestesi lokal, keuntungan
menambahkan epinefrin ( atau vasokonstriktor apapun ) ke larutan anestesi lokal harus
dipertimbangkan terhadap adanya resiko yang mungkin timbul. Epinefrin diabsorpsi dari daerah
injeksi, sama halnya dengan anestesi lokal. Kadar epinefrin dalam darah mempengaruhi jantung
dan pembuluh darah. Kadar epinefrin dalam plasma ( 39 pg/ml ) menjadi 2 kali lipat setelah
pemakaian 1 cartridge lidokain dengan 1:100.000 epinefrin. Peningkatan kadar epinefrin dalam
plasma berbanding lurus dengan dosis dan menetap selama beberapa menit sampai setengah jam.
18
Simpulan
Anestesi lokal memegang peranan yang penting dalam tindakan pembedahan kepala
leher, khususnya dalam pembedahan sinonasal. Area tersebut merupakan daerah dengan lapang
pandang operasi yang relatiF sempit dengan suplai pembuluh darah yang cukup banyak.
Dibutuhkan jenis pemberian anestesi yang sesuai dalam tindakan tersebut, dan untuk
mempermudah membentuk lapang pandang operatif yang lapang maka agen vasokonstriktor
sangat dibutuhkan dalam kombinasi dengan obet anastesi lokal. Pengenceran yang tepat sangat
diperlukan untuk meminimalisir efek samping dari pemberian agen vasokonstriktor.
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Becker DE, Reed KL. Local Anesthetics: Review of Pharmacological Considerations.
Anesth Prog. 2012;59(2):90-102.
2. Günel C, Sarı S, Eryılmaz A, Başal Y. Hemodynamic Effects of Topical Adrenaline During
Septoplasty. Indian J Otolaryngol Head Neck Surg. 2016;68(4):391-395.
3. Sarmento Junior KMDA, Tomita S, Kós AODA. Topical use of adrenaline in different
concentrations for endoscopic sinus surgery. Braz J Otorhinolaryngol. 2009;75(2):280-
289.
4. Bossi P, Farina D, Gatta G, Lombardi D, Nicolai P, Orlandi E. Paranasal sinus cancer. Crit
Rev Oncol Hematol. 2016;98:45-61.
5. Bossi P, Farina D, Gatta G, Lombardi D, Nicolai P, Orlandi E. Critical Reviews in Oncology
/ Hematology Paranasal sinus cancer. 2016;98:45-61.
6. Fagan J. Open Acess Atlas of Otolaryngology, Headn and NeckOperative Surgery.
Rhinology. 2016;1:1-19.
7. Fencl JL. Guideline Implementation: Local Anesthesia. AORN J. 2015;101(6):682-692.
8. Tabatabai M, Booth AM. Mechanism of Action of Local Anesthetics on Synaptic
Transmission in the Rat. AnesthAnalg. 1990;71(2):149-157.
9. Nidhi K, Indrajeet S, Khushboo M, Gauri K, Sen DJ. Hydrotropy: A promising tool for
solubility enhancement: A review. Int J Drug Dev Res. 2011;3(2):26-33.
doi:10.1002/jps.
10. Stephen P. Findlay. Three Dimensional Structure of Cocaine. J Am Chem Soc.
1953;75:4624–4625.
11. Wang Y, Sadreyev RI, Grishin N V. PROCAIN: Protein profile comparison with assisting
information. Nucleic Acids Res. 2009;37(11):3522-3530.
12. Lev R, Rosen P. Prophylactic lidocaine use preintubation: A review. J Emerg Med.
1994;12(4):499-506.
13. Archer M. Topical Analgesic and Anesthetic Agents Drug Class Review. AnesthAnalg.
2013;1:1-15.
14. Pillar EA, Zhou R, Guzman MI. Heterogeneous Oxidation of Catechol. J Phys Chem A.
2015;119(41):10349-10359.
19
15. Small K, Dennis W LS. Pharmacology and Physiology human adrenergic receptor. Crit Rev
Oral Biol Med. 2004;15(4):188-196.
16. Pritzlaff CJ, Wideman L, Blumer J, et al. Catecholamine release , growth hormone secretion
, and energy expenditure during exercise vs . recovery in men. 2017;22903:937-946.
17. Yagiela JA. Vasoconstrictor Agents for Local Anesthesia. Anesth Prog. 1995;42(95):116-
120.
18. irmalenny. Anestesia lokal dalam prosedur endodontik. FKG unpad. 1884;1:1-7.
19. Budenz AW. Local Anesthetics and Medically Complex Patients. Calif Dent J. 2000;1:1-13.
20. Mcclaymond LG. Local anaesthetic with vasoconstrictor combinations in septal.
1988;102(September):793-795.
21. Zhi Ghi. Open Surgical Approaches to the Paranasal Sinuses. Otolaryngol Head Neck Surg.
2015;1:1-9.
22. Ghazizadeh M, Alavi Amlashi H, Mehrparvar G. Radioresistant Extramedullary
Plasmacytoma of the Maxillary Sinus: A Case Report and review article. Iran J
Otorhinolaryngol. 2015;27(81):313-318.
23. Preparations A, Approaches A, Reductions A. Access osteotomy - Lateral Rhinotomy. AO
Foundation. https://www2.aofoundation.org. Published 2016.
24. Pirkl I, Zdilar B, Kovi BVU. The effect of injection speed on haemodynamic changes
immediate after lidocaine / adrenaline infiltration of nasal submucosa under general
anaesthesia. 2011;113(2):217-221.
25. Bhatia N, Ghai B, Mangal K, Wig J, Mukherjee KK. Effect of intramucosal infiltration of
different concentrations of adrenaline on hemodynamics during transsphenoidal
surgery. J Anasthesiol Clin Pharmacol. 2014;30(4):520-527.
26. Heavner JE. Local anesthetics. Local Anesth. 2007;1:336-342.
27. Wijeysundera DN, Naik JS, Beattie WS. Alpha-2 Adrenergic Agonists to Prevent
Perioperative Cardiovascular Complications : Am J Med. 2002;9343(13):1-11.