Mini Referat TORCH Maria Dinarty (406138104)
BAB I
PendahuluanInfeksi merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas
pada bayi baru lahir. Biasanya infeksi diperoleh ketika organisme
menyebar ke rongga rahim dan bersentuhan dengan janin, namun
infeksi dapat diperoleh secara hematogen dari darah ibu, atau pada
saat bayi baru lahir melewati kanal vagina.
Infeksi dalam kehamilan adalah infeksi yang terjadi saat
kehamilan berlangsung, bisa didapatkan saat sebelum kehamilan
terjadi atau didapatkan saat kehamilan. Besarnya pengaruh infeksi
tersebut tergantung dari virulensi agennya, umur kehamilan serta
imunitas ibu bersangkutan saat infeksi berlangsung. Ibu hamil
dengan janin yang dikandungnya sangat peka terhadap infeksi dan
penyakit menular. Beberapa di antaranya meskipun tidak mengancam
nyawa ibu, tetapi dapat menimbulkan dampak pada janin dengan akibat
antara lain abortus, pertumbuhan janin terhambat, bayi mati dalam
kandungan, serta cacat bawaan. Penyakit infeksi dalam kehamilan
akan dibagi dalam penyakit akibat hubungan seksual, dan penyakit
lainnya terdiri dari infeksi oleh bakteri, virus serta infeksi
parasit dalam kehamilan. Infeksi dalam kehamilan berdampak pada
janin bisa berasal dari infeksi tersebut saat janin di dalam
kandungan atau saat janin setelah dilahirkan pervaginam karena
kontak langsung dengan tempat yang terinfeksi. Sejumlah infeksi
virus dapat menyebabkan penyakit pada bayi baru lahir. Infeksi
dapat diperoleh dari dalam rahim atau pada saat kelahiran. Sejumlah
virus (termasuk citomegalovirus, varicella, dan parvovirus) dan
parasit seperti Toxoplasma gondii berhubungan dengan infeksi
kongenital. Banyak penyakit infeksi intrauterin maupun yang didapat
pada masa perinatal yang berakibat sangat berat pada janin maupun
bayi, bahkan mengakibatkan kematian sehingga diperlukan diagnosa
yang cepat dan tindakan pengobatan serta pencegahan sehingga
diharapkan menurunkan angka kematian ibu maupun bayi.BAB IITinjauan
PustakaI. Toxoplasma Definisi
Toxoplasma adalah penyakit yang disebabkan oleh Toxoplasma
Gondii. Toxoplasma gondii merupakan parasit protozoa yang bisa
ditemukan pada manusia dan hewan domestik. Toxoplasma gondii
memiliki 3 bentuk kehidupan yang berbeda yaitu trofozoit, kista,
dan ookista. Siklus hidup organisme ini tergantung pada kucing liar
dan domestik yang hanya dikenal sebagai host untuk ookista.
Epidemiologi
Insiden penyakit ini, dilaporkan di berbagai negara cukup tinggi
dan ada hubungannya dengan pola makanan serta adanya hospes
definitive. Namun, di Indonesia khususnya belum ada angka pasti.
Sebagian besar penyakit ini asimptomatik sehingga diagnosis
serologis sering dipakai sebagai patokan diagnosis penyakit ini. Di
negara maju, prevalensi infeksi telah menurun selama 30 tahun
terakhir. Tingkat infeksi yang lebih tinggi hadir di negara-negara
kurang berkembang dan orang-orang dengan iklim tropis di mana
daging mentah dan air tanpa saringan dikonsumsi. 10 - 50% dari
orang dewasa memiliki bukti infeksi sebelumnya. Patogenesis
Ookista dibentuk di usus kucing dan kemudian diekskresi di
tinja. Mamalia seperti sapi, menelan ookista dan melepaskan
trofozoit invasif. Trofozoit kemudian disebarkan ke seluruh tubuh
yang akhirnya membentuk kista di otak dan otot. Infeksi pada
manusia terjadi ketika daging yang terinfeksi tertelan atau ookista
tertelan melalui kontaminasi oleh kotoran kucing. Angka infeksi
tertinggi di bidang sanitasi yang buruk dan kondisi pemukiman
padat. Kista benar-benar hancur dengan pemanasan.
Ookista menjadi infektif 1-5 hari kemudian dan mungkin tetap
menular selama lebih dari setahun. Trofozoit membentuk jaringan
kista di otak dan otot serta dapat tetap dorman selama
bertahun-tahun. Sekitar 50% orang dewasa di Amerika Serikat telah
mengembangkan kekebalan terhadap Toxoplasma dan kekebalan ini
umumnya seumur hidup, yang dimediasi oleh limfosit T, kecuali dalam
kasus pasien immunocompromised. Tingkat kenaikan penularan vertikal
10-15% pada trimester pertama, 25% pada trimester kedua, dan lebih
dari 60% di ketiga trimester. Reinfeksi sangat jarang menyebabkan
toksoplasmosis kongenital. Tanda dan Gejala
Manifestasi klinis infeksi adalah hasil langsung dari kerusakan
organ dan respon kekebalan tubuh tergadap parasitemia dan kematian
sel. Kekebalan terhadap infeksi ini dimediasi terutama melalui
limfosit T. Infeksi yang timbul pada host yang imunokompeten
biasanya subklinis. Kadang kadang pasien demam, malaise,
limfadenopati, dan timbul ruam (rash).
Wanita hamil yang terinfeksi bisa membawa infeksi kepada janin
lewat plasenta. Kira kira 40% neonatus yang lahir dari ibu yang
terinfeksi toksoplasma akut memiliki bukti terinfeksi. Transmisi
lebih umum waktu infeksi didapat pada trimester ketiga, meskipun
manifestasi neonatal biasanya ringan atau subklinikal. Infeksi yang
didapat pada trimester pertama kurang umum, meskipun infeksi jauh
lebih serius pada janin. Infeksi kongenital yang parah meliputi
demam, kejang, korioretinitis, hidro atau mikrosefali,
hepatosplenomegali, dan ikterik. Manifestasi klinik yang umum dari
toksoplasma kongenital meliputi ruam purpura, pembesaran limpa dan
hati, ascites, korioretinitis, uveitis, kalsifikasi
periventrikular, ventrikulomegali, kejang, dan retardasi
mental.
Hasil Laboratorium
Diagnosis ibu toksoplasmosis dikonfirmasi oleh pengujian
serologis anti-toxoplasma antibodi yang dapat dideteksi menggunakan
antibodi fluoresent langsung, tidak langsung dan tes hemaglutinasi
aglutinasi, dan ELISA. Antibodi IgM spesifik menunjukkan infeksi
akut. Diagnosis toksoplasmosis kongenital dikonfirmasi oleh
pemeriksaan PCR DNA Toksoplasma dalam cairan ketuban. Sensitivitas
dan spesifisitas PCR adalah 92,2% dan 100%. Individu imunokompeten
dengan infeksi akut dapat berupa gejala atau hadir dengan gejala
non spesifik seperti kelelahan, demam, dan mialgia. Mungkin juga
dengan limfadenopati. Disfungsi neurologis tidak jarang ditemukan,
termasuk ensefalitis, meningoencephalitis, dan abses intraserebral.
Manifestasi lain termasuk miokarditis dan pneumonitis. Pemeriksaan
Radiologi
Ultrasonografi sangat membantu dalam memberikan informasi
prognostik. Kelainan yang paling sering termasuk kalsifikasi
intrakranial dan ventrikulomegali. Temuan ini biasanya terlihat
setelah usia kehamilan 21 minggu. Diagnosis
Diagnosis toksoplasmosis pada neonatus dengan mendeteksi
antibodi IgM. Wanita dengan paparan toksoplasma sebelumnya
diproteksi dari infeksi yang lebih lanjut, pasien resiko tinggi
disaring dengan titer IgG untuk memastikan apakah mereka beresiko
terinfeksi atau tidak. Toksoplasmosis pada kehamilan bisa
didiagnosis dari titer IgG dan IgM. Karena IgM bertahan lama selama
bertahun tahun, antibodi IgM tidak bisa mendiagnosis infeksi
akut.Jika diagnosis ibu dibuat atau dicurigai pada awal kehamilan,
evaluasi cairan ketuban dengan DNA PCR untuk toxoplasmosis gondii
via amniosintesis paling sedikit 4 minggu sesudah infeksi maternal
merupakan prosedur yang direkomendasikan untuk evaluasi infeksi
janin. Diagnosis Banding
CMV
TB diseminata
HIV akut
Virus Epstein-Barr (mononukleosis)
Abses otak
Leukemia
Limfoma
Sifilis Cryptococcus neoformans Aspergillus Pengobatan
Infeksi Toksoplasmosis pada pasien imunokompeten biasanya tanpa
gejala atau self - limited dan tidak memerlukan perawatan. Pasien
immunocompromised, harus ditangani dengan sulfadiazin oral dan
pirimetamin. Meskipun tidak ada bukti kuat yang menunjukkan
kemanjuran pengobatan prenatal, data tertentu menunjukkan bahwa
terapi prenatal dapat mengurangi, tetapi tidak menghilangkan risiko
infeksi kongenital. Oleh karena itu, terapi biasanya dianjurkan
kepada ibu hamil yang didiagnosis dengan infeksi akut. Pirimetamin
dan sulfadiazin adalah antagonis asam folat yang dapat digunakan
untuk mengobati infeksi janin. Pirimetamin bersifat teratogenik
pada hewan, dan kedua obat ini dapat menyebabkan supresi sumsum
tulang. Karena efek samping dari obat-obat ini, obat ini hanya
boleh digunakan jika janin terdiagnosis infeksi. Leucovorin kalsium
(asam folinat) ditambahkan ke regimen untuk mencegah supresi sumsum
tulang. Pengobatan dini neonatus dengan infeksi kongenital
dianjurkan dan mencakup terapi dengan pirimetamin, sulfadiazin, dan
leucovorin selama 1 tahun.terapi awal menurunkan risiko komplikasi
akhir toksoplasmosis. Pencegahan
Pencegahan toksoplasmosis sangat penting dalam kehamilan.Wanita
hamil harus menghindari kontak dengan kotoran kucing.Jika kontak
dengan kotoran kucing, sarung tangan harus dipakai dan tangan harus
benar-benar dicuci.Wanita juga harus menghindari minum air tanpa
saringan dan menelan tanah dengan mengamati kebersihan tangan yang
ketat setelah kontak dengan tanah. Komplikasi
Meskipun infeksi Toxoplasma biasanya jinak pada wanita hamil
yang imunokompeten, infeksi pada kehamilan dapat memiliki
konsekuensi serius bagi neonatus. Sekitar 3 per 1.000 bayi
menunjukkan bukti toksoplasmosis kongenital, infeksi klinis
signifikan hadir dalam 1 per 1000 kehamilan. Sekitar 20% dari
neonatus yang lahir dari ibu dengan toksoplasmosis akut memiliki
manifestasi klinis. Bayi-bayi ini dapat hadir dengan
hepatosplenomegali, ruam purpura, ascites, dan chorioretinitis.
Sistem saraf pusat (SSP), manifestasinya termasuk kalsifikasi
periventrikular, ventrikulomegali, kejang, dan keterbelakangan
mental. Trias klasik toksoplasmosis kongenital termasuk
korioretinitis, hidrosefalus, dan kalsifikasi periventrikular. Bayi
tanpa gejala yang tidak diobati pada saat lahir beresiko tinggi
untuk kelainan yang akan berkembang kemudian. Prognosa
Infeksi pada wanita imunokompeten memiliki prognosis yang
menguntungkan. Prognosis toxoplasmosis kongenital adalah
bervariasidan tergantung pada gejala klinis. Kesimpulan Disebabkan
oleh parasit intraselular
Ditularkan dari makanan daging mentah atau kontak dengan ookista
dari feses kucing yang terinfeksi
Manifestasi klnis berubah ubah tergantung system imun dalam
tubuh
Diagnosis : *Dengan test serologis pada orang dewasa
*PCR DNA dari cairan amnion untuk diagnosi prenatal
Toksoplasmosis kongenital : korioretinitis, hidrosefalus,
ventrikulomegli, dan kalsifikasi periventrikular.
Pengobatan selama kehamilan :
*Terapi spiramisin pada wanita dengan toksoplasmosis akut
*Terapi dengan pirimetamin, sulfadiazine, dan leukoforin jika
diagnosis fetal dipastikan
Infeksi lain
A. Infeksi Sifilis Etiologi
Hal ini disebabkan oleh gram negatif spirochete Treponema
pallidum (T. pallidum). Memiliki 100% peringkat penularan
vertikal.
Cara infeksiMenyebar melalui kontak langsung dengan spirochete
mengandung lesi, seksual, atau plasenta. Sifilis mempengaruhi ibu
hamil dalam tiga tahap:
(A) tahap Primer - penampilan chancre sifilis dan
limfadenitis.
(B) Sekunder ruam stage- pada tangan dan kaki bahkan setelah
2-10 minggu menyembuhkan chancre.
(C) Tersier stage- neurologis, kardiovaskuler, dan lesi
gummatous (granuloma kulit dan sistem muskuloskeletal).
Sifilis kongenital ditularkan dari ibu ke dia anak-anak, mereka
memiliki tahap primer dan sekunder dari Penyakit daripada tahap
tersier. Sifilis kongenital dapat dibagi menjadi dua tahap:
penyakit dini (sebelum dua tahun) dan penyakit akhir (setelah dua
tahun).
GejalaManifestasi dini bisa hemoragik nasal discharge ("pilek"),
hepatosplenomegali, ikterus, peningkatan enzim hati, limfadenopati,
hemolitik anemia, trombositopenia, osteochondritis dan periostitis,
ruam mucocutanous, kelainan sistem saraf pusat, gagal tumbuh,
chorioretinitis, nefritis dan nefrotik syndrome, pseudoparalysis
burung nuri.
Manifestasi lanjut telah menandatangani seperti Hutchinson gigi
(Gigi kecil dengan alur sentral abnormal), murbei geraham (tonjolan
bulat pada gigi molar menyerupai mulberry), perforasi palatum
berat, keratitis interstitial, lesi tulang, dan tulang kering saber
(karena periosteitis kronis).
DiagnosisDiagnosis sifilis dapat dilakukan dengan menggunakan
mikroskop atau dideteksi dengan menggunakan uji fluoresensi dari
sampel yang dikumpulkan diambil dari lesi, plasenta atau
umbilikus.
Diagnosis presumtif adalah dibuat dengan menggunakan tes
nontreponemal dan treponemal. Non tes treponemal termasuk
penelitian penyakit kelamin laboratorium (VDRL) dan cepat plasma
reagin (RPR) tes; dan tes treponemal, termasuk neon penyerapan
antibodi treponema (FTA-ABS) assay dan assay microhaemagglutination
untuk T. antibodi pallidum (MHA-TP).
Tes treponemal seharusnya tidak mempertimbangkan sendiri ketika
hasil positif palsu telah ditunjukkan oleh beberapa lainnya infeksi
seperti penyakit Lyme, patek, pinta, dan leptospirosis.
Kadang-kadang hasil negatif palsu mungkin juga dilihat karena
antibodi yang berlebihan dikenal sebagai "Prozone" efek.
Metode diagnostik baru seperti enzim immunoassay (EIA),
polymerase chain reaction (PCR), dan imunoblotting digunakan;
mereka memiliki sensitivitas yang lebih besar dan spesifisitas. EIA
berdasarkan metode capture antibodi memanfaatkan (Rekombinan)
treponema antigen adalah tersedia secara komersial. Salah satu kit
tersebut, Captia Syph-G (Mercia Diagnostics, Guildford), yang
mendeteksi treponemal IgG, memiliki sensitivitas 100% dan
spesifisitas 99% ketika menguji wanita hamil.
PengobatanPada umumnya, pengobatan sifilis kongenital
membutuhkan kursus 10 berair penisilin G 100.000-150.000 unit / kg
/ 24 jam). Perawatan yang tepat ibu mengarah untuk menghilangkan
risiko infeksi bayi. Bayi yang terinfeksi harus ditindaklanjuti
secara rutin sampai tes nontreponemal dilaporkan negatif. Dalam
studi yang melibatkan 204 wanita hamil dengan primer, sifilis laten
sekunder, atau awal, sebuah intramuskular tunggal dosis benzatin
penisilin, 2,4 juta unit dicegah infeksi janin dalam 98% kasus.
Dalam penelitian ini hanya kegagalan pengobatan infeksi ibu terjadi
dalam HIV wanita positif.
B. Varicella-zoster virus Cara infeksiMerupakan angoota dari
herpes. Virus ini ditularkan melalui langsung kontak fisik, udara
kontak dengan tetesan sekresi pernapasan. Seseorang yang baru
terinfeksi adalah menular 1-2 hari sebelum timbulnya ruam.
Rata-rata masa inkubasi untuk varicella adalah 14 sampai 16 hari
(Berkisar 10-21 hari).
Setelah infeksi primer menyelesaikan, virus memasuki fase laten
dan tetap aktif dalam toraks ganglia sensoris. Reaktivasi dapat
terjadi di sepanjang dermatom sensorik menyebabkan herpes zoster,
atau "herpes zoster".
GejalaHerpes zoster selama kehamilan sangat jarang (satu kasus
dalam 200.000 kehamilan). Hanya 2% dari janin yang ibunya telah
terinfeksi ini virus dalam 20 minggu pertama kehamilan akan
mengembangkan varicella virus zoster embriopati.
Berbagai gejala maternal seperti chiken pox atau "Herpes zoster"
ruam, cacar hemoragik, virus pneumonia, meningitis, ensefalitis dan
berbagai janin. Gejala seperti hipoplasia ekstremitas, paresis,
mikrosefali, hidrosefalus, microphthalmia, stenosis duodenum,
dilatasi jejunum, microcolon, atresia kolon sigmoid, Lesi
cicatricial kulit / hipoplasia jaringan dalam dermatomal
distribusi, katarak, korioretinitis, kejang, hipotonia,
hypo-reflexia, encephalomyelitis, punggung radiculitis, Homer
sindrom, bulbar disfagia, nystagmus, anisocoria, kekeruhan kornea,
enophthalmia, hipoplasia cakram optik, atrofi optik, juling, gastro
esophageal reflux, anal sphincter kerusakan,dan micrognathia telah
diamati selama infeksi.
DiagnosisPolymerase chain reaction dapat digunakan untuk
mendeteksi DNA virus dalam sampel jaringan. Dalam darah tali sampel
dari bayi yang terinfeksi, VZV IgM dan IgG spesifik antibodi dapat
dengan mudah dideteksi.
PengobatanDalam kasus infeksi maternal berat, antivirus agen
asiklovir dapat digunakan untuk pengobatan. Varicella zoster
imunoglobulin virus (VZIG 125 IU) yang digunakan dalam terapi
kombinasi dengan acyclovir infeksi janin.
C. Infeksi Hepatitis B Etiologi
Virus DNA Hepadnavirus Cara infeksiKebanyakan bayi yang
terinfeksi melalui terkontaminasi darah atau cairan tubuh selama
persalinan. Virus Ini bereplikasi di hepatosit dan mengganggu
fungsi hati.Untuk melawan serangan virus, sitotoksik sel T
diaktifkan untuk melawan HBV yang memproduksi protein sel. Ini
Hasil reaksi inflamasi dan kerusakan sel.
GejalaMorbiditas akibat HBV berbanding terbalik sebanding dengan
usia kehamilan. Jika periode kehamilan pada saat kenaikan infeksi
akut, risiko kronis infeksi menurun. Infeksi kronis dengan HBV
dapat menyebabkan untuk karsinoma hepatoseluler atau sirosis.
Diagnosis Jika seorang ibu didiagnosis dengan HBV positif
antigen permukaan yang menunjukkan ibu memiliki akut atau kronis
infeksi. Bayi dari ibu yang terinfeksi harus diberikan kombinasi
vaksin HBV dan hepatitis B imunoglobulin dalam waktu 12 jam setelah
kelahiran.
Pengobatan
Namun, tidak ada pengobatan khusus tersedia untuk HBV akut,
Lamivudine direkomendasikan untuk HBV kronis pada anak-anak di atas
usia 2 tahun.
D. Infeksi Parvovirus B19 Etiologi
Ini berisi DNA beruntai tunggal sebagai materi genetik. Hal ini
menyebabkan Eritema infectiosum (menampar penyakit pipi) di masa
kanak-kanak.
Cara infeksi Infeksi ditularkan melalui udara dan darah yang
terkontaminasi. Infeksi ibu negatif terjadi karena kontak dengan
anak-anak menderita Eritema infectiosum
GejalaIbu yang terinfeksi dapat menyebabkan keguguran dan
hidrops fetalis, edema pleura dan efusi perikardium dan peritoneal.
Pada janin yang terinfeksi, virus mengganggu produksi RBC sehingga
menyebabkan anemia, yang menyebabkan serangan jantung.
DiagnosisUntuk diagnosis rutin, sosiologis investigasi cairan
ketuban, darah janin atau jaringan dari bayi akan dilakukan dengan
menggunakan ELISA dan RIA metode. Jika Ibu adalah serologis positif
untuk B19 spesifik antibodi rentan terhadap infeksi. Ultrasound
teknik dapat juga dilakukan untuk mendeteksi perkembangan janin
hidrops.
Pengobatan Namun, tidak ada pengobatan khusus untuk Infeksi
virus B19; imunoglobulin intravena mungkin bermanfaat bagi
sama.
II. Rubella
Definisi
Rubella merupakan virus RNA dari family Togavirus. Pada umumnya
disebut campak Jerman. Virus ini ditularkan secara droplet. Dari
saluran pernapasan, virus bereplikasi di kelenjar limfe menyebar
secara hematogen di seluruh tubuh. Penyebaran hematogen virus
melalui plasenta menyebabkan infeksi janin atau sindrom rubella
congenital (CRS). Virus menyebabkan iskemia pada organ yang
terkena, menyebabkan berbagai cacat bawaan.
Tanda dan Gejala
Rubella yang didapat mungkin subklinis atau ringan, self -
limited disease. Meskipun 25-50% individu asimptomatik, gejala
termasuk demam derajat rendah, konjungtivitis, batuk, dan malaise.
Masa inkubasi adalah 2 3 minggu. Gejala biasanya berlangsung 1 5
hari diikuti dengan timbulnya ruam. Karakteristik eksantem pada
rubella adalah non pruritus, eritematosa, ruam makulopapular. Ruam
biasanya dimulai pada wajah dan kemudian menyebar ke tubuh dan
ekstremitas berlangsung 1-3 hari. Pasien mungkin menularkan virus
selama 7 - 10 hari selama virus ada dalam darah dan sekresi
nasofaring, baik sebelum dan setelah timbulnya gejala.
Limfadenopati generalisata, adenopati terutama postaurikular,
mungkin juga ada. Perempuan pada masa remaja dapat hadir dengan
gejala sisa rematologi, termasuk kekakuan pada pagi hari dan nyeri
sendi simetris. Komplikasi yang jarang pada rubella termasuk
trombositopenia, anemia hemolitik, dan hepatitis.
Anak anak DewasaJanin (Prenatal Ultrasound Findings)Neonatal
Low grade feverLow grade feverAborsi spontanKatarak,
retinopati
MalaiseMalaiseKematian janin intrauterineGangguan
pendengaran
Batuk BatukPertumbuhan terhambatMikrosefalus
KonjungtivitisKonjuntivitisMikrosefalusHepatosplenomegali
Ruam makulopapular non pruritus (muka sampai badan)Ruam
makulopapular non pruritus (muka sampai
badan)HepatosplenomegaliAnemia hemolitik, trombositopenia
LimfadenopatiLimfadenopatiGangguan imun
Gejala rematologiPanensefalitis
Hasil Laboratorium
Diagnosis rubella biasanya ditentukan dengan pengujian serologis
rubella yaitu IgG dan IgM spesifik. Konsentrasi antibodi IgM
mencapai puncaknya 7-10 hari sesudah onset infeksi dan menurun
setelah 4 minggu berikutnya. Konsentrasi serum IgG naik perlahan,
namun tetap positif seumur hidup. Virus dapat diisolasi dari darah,
kavum nasal, faring, atau urin. Jika paparan rubella terjadi pada
wanita rentan, tes serologi harus dilakukan. Ada berbagai metode
untuk menetapkan diagnosis prenatal rubella. Darah janin via
kordosintesis dapat diuji untuk konsentrasi IgM spesifik. Ini
terbatas digunakan karena imunoglobulin janin tidak mungkin ada
sebelum 22 24 minggu.
Diagnosis Banding
- Rubeola
- Roseola
- Eksantem virus lainnya
- Reaksi obat Pengobatan
Pengobatan untuk infeksi rubella akut pada anak-anak dan orang
dewasa adalah terapi suportif.glukokortikoid dan transfusi
trombosit yang dipertimbangkan pada pasien dengan komplikasi
seperti trombositopenia atau encephalopathy. Pemberian
imunoglobulin terhadap perempuan rentan yang terkena rubella saat
kehamilan masih kontroversial. Manfaat klinis imunoglobulin untuk
pasca pajanan profilaksis rubella dan pencegahan infeksi janin
masih harus dibuktikan. Pencegahan
Pencegahan utama rubella mungkin melalui vaksinasi prakonsepsi.
Sekarang, vaksin direkomendasi pada semua anak anak usia 12 15
bulan dan 4 6 tahun dalam hubungannya dengan campak dan gondok
(vaksin MMR). Dianjurkan bahwa perempuan yang menerima vaksin
rubella menunda konsepsi selama minimal 1 bulan, tidak ada data
yang menunjukkan peningkatan komplikasi jika secara tidak sengaja
diberikan selama kehamilan. Wanita yang divaksinasi bisa lanjut
menyusui dan tidak akan menularkan virus ke orang yang rentan.
Program vaksinasi postpartum telah terbukti mengurangi kerentanan
rubella pada wanita hamil nonimmune.
Komplikasi
Meskipun virus biasanya self limited pada orang dewasa,
komplikasi langkah pada rubella telah dilaporkan. Komplikasi serius
meliputi ensefalitis, trombositopenia dengan manifestasi hemoragik,
neuritis, dan konjuntivitis. Virus ini juga dapat berdampak negatif
terhadap perkembangan janin. Rubella dianggap salah satu virus yang
paling teratogenik selama kehamilan. Infeksi kongenital tergantung
pada waktu paparan virus. Sekitar 50-80% neonatus terkena virus
sebelum kehamilan 12 minggu dan muncul tanda-tanda infeksi
kongenital. CRS jarang jika infeksi terjadi di luar kehamilan 18
minggu. Infeksi janin kronis dan persisten setelah lahir.meskipun
sebagian besar bayi dengan CRS tidak menunjukkan gejala pada saat
lahir, diagnosis tepat waktu adalah penting. Prognosa
Ibu hamil dengan rubella memiliki prognosis yang baik.Prognosis
CRS berpotensi merusak karena neonatus yang terkena umumnya
menderita gejala yang serius dan kerusakan permanen. Kesimpulan
- Merupakan virus RNA ditularkan secara droplet
- Pencegahan : vaksin rubella
- Manifestasi klinis : infeksi subklinis atau ringan, self
limited disease
- Diagnosis : test serologic antibody IgM dan IgG
- Sindrom rubella congenital : tuli, gangguan pada mata,
gangguan sistem saraf pusat (CNS), dan kelainan jantung III.
Cytomegalovirus Definisi
Infeksi Cytomegalovirus (CMV) adalah suatu kondisi medis yang
ditandai
dengan infeksi oleh cytomegalovirus, suatu virus yang tergolong
keluarga virus
herpes yang dapat menyebar dengan mudah melalui cairan tubuh,
seperti darah,
air liur, urin, mani, dan air susu ibu. Etiologi
Transmisi horizontal mungkin hasil dari darah yang terinfeksi,
kontak
seksual, atau kontak dengan saliva dan urin yang sudah
terkontaminasi CMV.
Transmisi vertical mungkin terjadi dari infeksi transplasental,
paparan dari
sekresi traktus genital selama proses melahirkan atau menyusui.
Masa periode
inkubasi CMV antara 28 60 hari. Akan tetapi, kehadiran antibodi
secara
sempurna tidak melindungi terhadap reinfeksi atau transmisi
vertikal dari ibu ke
janin.Karena itu, wanita hamil dengan rekuren atau infeksi
primer merupakan
resiko untuk janin mereka. Patogenesis
Transmisi horisontal CMV berasal dari transplantasi organ yang
terinfeksi, transfusi darah, kontak seksual, atau kontak dengan air
liur atau urin yang terkontaminasi. Penularan vertikal adalah
karena infeksi transplasental, menelan sekresi saluran genital saat
melahirkan, atau menyusui. Jika infeksi awal terjadi selama
kehamilan, itu dianggap sebagai infeksi primer. Infeksi berulang
mengacu pada infeksi pada antibodi CMV ibu yang hadir sebelum
konsepsi. Meskipun ibu yang sudah ada kekebalan mengurangi risiko
penularan intrauterin, kehadiran antibodi tidak mutlak pelindung
terhadap reinfeksi baik atau transmisi vertikal. Tingkat infeksi
pada kehamilan adalah sekitar 1-4%. Penyebaran hematogen virus
melalui plasenta bertanggung jawab untuk infeksi kongenital. Dalam
kasus infeksi primer pada kehamilan, ada risiko 50% infeksi
janin.
Tanda dan Gejala
Manifestasi klinis dari CMV tergantung pada integritas dari
sistem kekebalan tubuh host. Individu immunocompromised beresiko
terinfeksi parah dan mungkin hadir dengan komplikasi seperti
miokarditis, hepatitis, pneumonitis, retinitis, atau
meningoencephalitis. Pada wanita hamil, infeksi CMV baik subklinis
atau terdiri dari gejala tidak spesifik yang ringan. Demam, gejala
flu, atau hepatitis ringan yang lebih mungkin terjadi pada individu
dengan infeksi primer daripada reinfeksi atau reaktivasi. Masa
inkubasi CMV adalah 1-2 bulan.
Hasil Laboratorium Titer IgM tidak dapat diandalkan dalam
mendiagnosis CMV karena sensitivitas test IgM berkisar 50-90%.
Selain itu, IgM titer dapat tetap positif untuk lebih dari satu
tahun dan kembali dari negatif ke positif pada wanita dengan
reaktivasi atau reinfeksi dengan strain yang berbeda. Diagnosis CMV
juga dapat dilakukan dengan PCR yaitu identifikasi antigen dan
kultur virus. Konsentrasi tertinggi virus ditemukan dalam air seni,
cairan mani, air liur, dan air susu ibu. Metode yang dipilih untuk
mendiagnosis CMV kongenital adalah melalui identifikasi PCR di air
ketuban. Sensitivitas PCR berkisar 70-100%. Data menunjukkan bahwa
sensitivitas yang lebih tinggi jika pengujian dilakukan setelah
usia kehamilan 21 minggu dan setelah 6 minggu waktu jeda antara ibu
yang terinfeksi. Periode ini memungkinkan waktu yang cukup bagi
virus untuk menginfeksi plasenta dan janin dengan replikasi
berikutnya dari virus pada ginjal janin diikuti dengan ekskresi ke
dalam air ketuban. Oleh karena itu, jika amniosentesis dilakukan
segera setelah infeksi dan kembali negatif, prosedur harus diulang
kemudian dalam kehamilan. Pemeriksaan
Diagnosis CMV pada orang dewasa biasanya dengan test serologik.
Kehadiran igM spesifik berguna tetapi secara lengkap tidak dapat
diandalkan untuk indikasi infeksi primer. Test yang paling
sensitive dan spesifik untuk CMV adalah cairan amnion pada kultur
atau PCR. Transmisi vertikal bisa terjadi pada berbagai tahapan
dalam kehamilan, keseluruhan risiko infeksi terbesar waktu infeksi
terjadi selama trimester ketiga. Kira - kira 5-15% bayi yang
terkena infeksi congenital CMV, hasil dari infeksi maternal primer
adalah simptomatis pada saat lahir. Diagnosis Banding
Virus Epstein-Barr
Hepatitis akut HIV akut
Herpes simplex virus Rubella Infeksi enterovirus Virus
lymphocytic choriomeningitis Toksoplasmosis Pengobatan
Obat antivirus, seperti gansiklovir, harus digunakan pada pasien
immunocompromised dengan CMV karena obat ini menurunkan mortalitas
dan morbiditas terkait dengan infeksi CMV yang serius. Obat
antivirus belum terbukti menurunkan risiko CMV kongenital. Belum
ada pengobatan yang efektif untuk CMV kongenital. Data yang lebih
baru menyarankan hasil lebih baik saat menggunakan hyperimmune
globulin sebagai pengobatan dan profilaksis untuk infeksi CMV
bawaan. Pencegahan
Tidak ada vaksin untuk mencegah infeksi CMV. Tindakan
pencegahan, seperti mencuci tangan, harus digunakan untuk
mengurangi risiko infeksi CMV selama kehamilan. Individu yang
rentan harus menghindari berbagi makanan atau minuman dengan
anak-anak. Komplikasi
CMV kongenital lebih mungkin pada infeksi primer diperoleh pada
awal kehamilan. Sekitar 5-15% bayi yang mengalami CMV kongenital
adalah gejala saat lahir. Manifestasi klinis termasuk
hepatosplenomegali, kalsifikasi intrakranial, ikterik, pertumbuhan
terhambat, mikrosefali, korioretinitis, gangguan pendengaran,
trombositopenia, dan hepatitis. Yang paling parah dampak pada bayi
memiliki tingkat kematian sekitar 30%. - 80% dari korban memiliki
morbiditas yang serius. Dari 85-90% neonatus yang asimtomatik saat
lahir, 10-15% akan mengembangkan gangguan pendengaran,
chorioretinitis, atau kerusakan gigi.
Kesimpulan Disebabkan oleh virus herpes DNA
Pencegahan: kebersihan pribadi yang ketat Diagnosis: pengujian
serologi pada orang dewasa, PCR dari cairan amnion untuk diagnosis
prenatal Temuan sonografi antenatal: mikrosefali, ventrikulomegali,
kalsifikasi intrakranial, hydrops, pertumbuhan terhambat,
placentomegaly, dan usus echogenic IV. HSV
Definisi
HSV adalah virus DNA yang mempunyai 2 subtipe yaitu HSV 1 dan
HSV 2. Infeksi herpes genital terutama disebabkan oleh HSV 2. Virus
herpes simpleks tipe 1 sebagian besar terkait dengan penyakit
orofacial, sedangkan virus herpes simpleks tipe 2 Biasanya terkait
dengan infeksi perigenital. Epidemiologi
Di antara wanita dengan hasil test serologik menunjukkan
kerentanan
terhadap infeksi HSV, insidens HSV 1 dan HSV 2 selama kehamilan
asimptomatik. Pada anak-anak berumur kurang dari 10 tahun, infeksi
herpes sering asimtomatik dan dengan type tersering adalah HSV-1
(80-90%). Analisis yang dilakukan secara global telah menunjukkan
adanya antibodi HSV-1 pada sekitar 90% dari individu berumur 20-40
tahun. HSV-2 merupakan penyebab infeksi herpes genital yang paling
banyak (70-90%), meskipun studi terbaru menunjukkan peningkatan
kejadian dapat disebabkan oleh HSV-1 (10-30%).
HSV dapat menginfeksi janin dan menyebabkan kelainan. Seorang
ibu yang terinfeksi HSV dapat menularkan virus itu pada bayi baru
lahir selama persalinan per vaginam, terutama jika ibu memiliki
infeksi aktif pada saat melahirkan. Namun, 60 - 80% dari infeksi
HSV didapat oleh bayi yang baru lahir terjadi pada wanita yang
tidak memiliki gejala infeksi HSV atau riwayat infeksi HSV genital.
Etiologi
Kelompok virus herpes sebagian besar terdiri dari virus DNA.
HSV-1 lebih dominan pada lesi orofacial dan biasanya ditemukan di
ganglia trigeminal, sedangkan HSV-2 lebih dominan pada lesi genital
dan paling sering ditemukan di ganglia lumbosakral. Namun virus ini
dapat menginfeksi kedua daerah orofacial dan saluran genital
melalui infeksi silang HSV-1 dan HSV-2 melalui kontak
oral-genital.
Transmisi dapat terjadi tidak hanya saat gejala manifestasi HSV
aktif, tetapi juga dari pengeluaran virus dari kulit dalam keadaan
asimptomatis. Secara umum, gejala muncul 3-6 hari setelah kontak
dengan virus, namun mungkin tidak muncul sampai untuk satu bulan
atau lebih setelah infeksi.
Manusia adalah reservoir alami dan tidak ada vektor yang
terlibat dalam transmisi. HSV ditularkan melalui kontak pribadi
yang erat dan infeksi terjadi melalui inokulasi virus ke permukaan
mukosa yang rentan (misalnya, oropharynx, serviks, konjungtiva)
atau melalui luka kecil di kulit. Virus ini mudah dilemahkan pada
suhu kamar dan pengeringan. Patogenesis
Infeksi terjadi melalui kontak kulit secara langsung dengan
orang yang terinfeksi virus tersebut. Pada infeksi primer, kedua
virus Herpeks simpleks , HSV 1 dan HSV-2 bertahan di ganglia saraf
sensoris . Virus kemudian akan mengalami masa laten, dimana pada
masa ini virus Herpes simpleks ini tidak menghasilkan protein
virus, oleh karena itu virus tidak dapat terdeteksi oleh mekanisme
pertahanan tubuh host. Setelah masa laten, virus bereplikasi
disepanjang serabut saraf perifer dan dapat menyebabkan infeksi
berulang pada kulit atau mukosa.
Herpes simplex virus sangat menular dan disebarkan langsung oleh
kontak dengan individu yang terinfeksi virus tersebut. Virus Herpes
simpleks ini dapat menembus epidermis atau mukosa dan bereplikasi
di dalam sel epitel. Tanda dan Gejala
Bila pada kehamilan timbul herpes genitalis, perlu mendapat
perhatian yang serius, karna melalui plasenta virus dapat sampai ke
sirkulasi fetal serta dapat menimbulkan kerusakan atau kematian
pada janin. Infeksi neonatus mempunyai angka mortalitas 60%,
separuh dari yang hidup, menderita cacat neurologik atau kelainan
pada mata.
Kelainan yang timbul pada bayi dapat berupa ensefalitis,
keratokonjungtivis, atau hepatitis; disamping itu dapat juga timbul
lesi pada kulit. Beberapa ahli kandungan mengambil sikap partus
secara seksio Caesaria, bila pada saat melahirkan sang ibu
menderita infeksi ini.
Bila transmisi terjadi pada trimester I cenderung terjadi
abortus; sedangkan bila pada trimester II, terjadi prematuritas.
Selain itu dapat terjadi transmisi pada saat intrapartum. Jalur
infeksi yang paling sering adalah penularan HSV bayi selama
pelahiran melalui kontak dengan lesi herpetik pada jalan lahir.
Untuk menghindari infeksi, dilakukan persalinan dengan seksio
sesarea pada perempuan hamil yang memilik herpes genital.
Infeksi herpes neonatus hampir selalu simtomatik. Angka
mortalitas keseluruhan pada penyakit yang tidak diobati adalah 50%.
Bayi dengan herpes neonatus terdiri dari tiga katagori penyakit :
(1) lesi setempat di kulit, mata dan mulut; (2) ensefalitis dengan
atau tanpa terkenanya kulit setempat; (3) penyakit diseminata yang
mengenai banyak organ, termasuk sistem saraf pusat. Pemeriksaan
Penunjang
Tes kultur virus dilakukan dengan mengambil sampel cairan, dari
luka sedini mungkin, idealnya dalam 3 hari pertama manifestasi.
Virus, jika ada, akan bereproduksi dalam sampel cairan namun
mungkin berlangsung selama 1 - 10 hari untuk melakukannya. Jika
infeksi parah, pengujian teknologi dapat mempersingkat periode ini
sampai 24 jam, tapi mempercepat jangka waktu selama tes ini mungkin
membuat hasil yang kurang akurat. Kultur virus sangat akurat jika
lesi masih dalam tahap blister jelas, tetapi tidak bekerja dengan
baik untuk luka ulserasi tua, lesi berulang, atau latency. Pada
tahap ini virus mungkin tidak cukup aktif.
Tes PCR yang jauh lebih akurat daripada kultur virus dan CDC
merekomendasikan tes ini untuk mendeteksi herpes dalam cairan
serebrospinal ketika mendiagnosa herpes ensefalitis. PCR dapat
membuat banyak salinan DNA virus sehingga bahkan sejumlah kecil DNA
dalam sampel dapat dideteksi.Tes serologi dapat mengidentifikasi
antibodi yang spesifik untuk virus dan jenis HSV 1 atau HSV 2.
Ketika virus herpes menginfeksi seseorang, sistem kekebalan tubuh
tersebut menghasilkan antibodi spesifik untuk melawan infeksi.
Adanya antibody terhadap herpes, juga menunjukkan bahwa seseorang
adalah pembawa virus dan mungkin mengirimkan kepada orang lain.
Pemeriksaan serologi yang paling akurat bila diberikan 12 16 minggu
setelah terpapar virus. Tes serologi herpes terutama dianjurkan
untuk:
Orang yang memiliki gejala genital berulang tapi tidak ada
kultur virus negatif. Konfirmasi infeksi pada orang yang memiliki
gejala yang terlihat herpes genital. Menentukan jika pasangan
seseorang didiagnosa menderita herpes genital. Orang-orang yang
memiliki banyak pasangan seks dan yang perlu diuji untuk berbagai
jenis PMS (Penyakit Menular Seksual). Pemeriksaan
Test yang digunakan untuk mendeteksi HSV dibagi menjadi 2 macam
yaitu teknik deteksi virus dan teknik deteksi antibodi. Teknik test
virus DNA yang paling utama adalah kultur virus dan deteksi antigen
HSV dengan PCR. Teknik deteksi antibodi termasuk penggunaan test
serologik untuk test kehadiran antibodi untuk HSV 1 atau HSV 2.
Pasien dengan riwayat herpes seharusnya memeriksakan perineum untuk
mencari lesi karena resiko transmisi vertical HSV ke janin. Jika
lesi ditemukan pada saat pemeriksaan, pasien yang sedang mengandung
harus dilakukan SC untuk melahirkan anaknya. Pengobatan antiviral
dengan acyclovir dan valacyclovir oral untuk wanita hamil berguna
untuk mengurangi durasi dan tingkat keparahan dari gejala. Pada
pasien dengan gejala yang sudah parah, pengobatan antivirus secara
oral dapat diperpanjang lebih dari 10 hari jika lesi tidak secara
lengkap disembuhkan pada saat itu. Acyclovir juga bisa diberikan
secara IV pada wanita dengan infeksi HSV genital yang berat. Wanita
dengan riwayat infeksi HSV genital tanpa terjangkit selama
kehamilan lebih controversial, mayoritas dokter merekomendasikan
profilaksis acyclovir melewati 36 bulan usia kehamilan. Infeksi
herpes genital primer selama kehanilan merupakan resiko tinggi
untuk transmisi perinatal (fetal dan neonatal) daripada infeksi
rekuren. HSV bisa menyebabkan infeksi berat pada neonatus. Neonatal
herpes biasanya didapat selama periode intrapartum melalui paparan
virus pada traktus genital, meskipun jarang infeksi in utero dan
dan infeksi postnatal bisa terjadi. DiagnosisDiagnosis pada infeksi
HSV didasarkan pada kehadiran klinis sendiri yang mempunyai
sensitivitas 40% dan spesifisitas 99%. Dalam kebanyakan kasus,
diagnosis didasarkan pada karakteristik tampilan klinis lesi.
Ulserasi herpes dapat menyerupai ulserasi kulit dengan etiologi
lainnya. Infeksi mukosa HSV juga dapat hadir sebagai uretritis atau
faringitis tanpa lesi kulit. Tanda-tanda dan simptom yang
berhubungan dengan HSV-II dapat sangat berbeda-beda. Tes darah
untuk mendeteksi infeksi HSV-I atau HSV-II, meskipun hasil-hasilnya
tidak selalu jelas. Kultur dikerjakan dengan kerokan untuk
memperoleh material yang akan dipelajari dari luka yang dicurigai
sebagai herpes.
PenatalaksanaanEdukasiPasien dengan herpes genital harus
dinasehati untuk menghindari hubungan seksual selama gejala muncul
dan selama 1 sampai 2 hari setelahnya dan menggunakan kondom. Agen
Antiviral Pengobatan dapat mengurangi simptom, mengurangi nyeri dan
ketidak nyamanan, serta dapat mempercepat waktu penyembuhan. Tiga
agen oral yang akhir-akhir ini diresepkan, yaitu Acyclovir,
Famciclovir, dan Valacyclovir. Ketiga obat ini mencegah
multiplikasi virus dan memperpendek lama erupsi. Pengobatan
biasanya peroral dan pada kasus berat biasanya diberikan secara
intravena adalah lebih efektif. Pengobatan hanya untuk menurunkan
durasi perjangkitan.Terapi antivirus dengan acyclovir, famciclovir,
valacyclovir telah digunakan untuk pengobatan first episode herpes
genital pada pasien tidak hamil. Sediaan oral atau parenteral
menipiskan klinis infeksi dan durasi pelepasan virus. Acyclovir
tampaknya aman untuk digunakan pada wanita hamil. Wanita dengan
wabah primer selama kehamilan dapat diberikan terapi antivirus
untuk melemahkan dan mengurangi durasi gejala dan pelepasan virus.
Wanita dengan koinfeksi HIV mungkin memerlukan durasi yang lebih
lama pengobatan. Mereka dengan HSV berat atau disebarluaskan
diberikan IV asiklovir, 5 sampai 10 mg / kg, setiap 8 jam selama 2
sampai 7 hari sampai klinis membaik. Ini diikuti dengan terapi
antiviral oral untuk menyelesaikan setidaknya 10 hari dari total
terapi. BAB III
KESIMPULANIbu hamil dengan janin yang dikandungnya sangat peka
terhadap infeksi dan penyakit menular. Beberapa di antaranya
meskipun tidak mengancam nyawa ibu, tetapi dapat menimbulkan dampak
pada janin dengan akibat antara lain abortus, pertumbuhan janin
terhambat, bayi mati dalam kandungan, serta cacat bawaan.
Kebanyakan penyakit infeksi diperparah dengan terjadinya kehamilan.
Dan ada pula Penyakit yang nampaknya tidak terlalu mengancam jiwa
ibu hamil bahkan tidak nampak gejala tetapi bisa membahayakan
terhadap janin. Banyak penyakit infeksi intrauterin maupun yang
didapat pada masa perinatal yang berakibat sangat berat pada janin
maupun bayi, bahkan mengakibatkan kematian sehingga diperlukan
diagnosa yang cepat dan tindakan pengobatan serta pencegahan dengan
vaksinasi maupun hubungan seksual yang sehat dan baik yang dapat
dilakukan oleh wanita hamil dan suami sehingga diharapkan
menurunkan angka kematian ibu maupun bayi.BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. Klauser Chad K and Saltzman Daniel H. Current Diagnosis and
Treatment Obstetric and Gynecology, 11th edition. USA : The
McGraw-Hill ; 2013
2. Cunningham, F. Gary. Kenneth J, et al. William Obstetric.
24th edition. USA : The McGraw-Hill ; 20143. Current. Diagnosis
& Treatment Obstretics and Gynecology, 11th edition, Lange
medical e-books Mc Graw Hill. United States: 2013.
Universitas Tarumanagara
Kepaniteraan Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan
Periode 24 November 2014 31 Januari 201521