BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Rumah sakit atau tempatpelayanan kesehatan lain adalah tempat
dimana orang sakit mencari pertolongan untuk mengatasi penyakitnya.
Penderita yang datang ke tempat pelayanan kesehatan, khususnya di
Indonesia, sebagian besar adalah penderita penyakit infeksi,
sehingga tidak mengherankan bila tempat pelayanan kesehatan pada
umumnya dan rumah sakitpada khususnya adalah lingkungan yang sangat
berpotensi bahaya dalam halpenularan penyakit infeksi. Infeksi yang
didapatkan di rumah sakit tersebut dikenal sebagai infeksi rumah
sakit atau infeksi nosokomial
Infeksi yang didapatkan di rumah sakit ini merupakan masalah
yang pelik yang makin sering terjadi, serta tidak mudah
mengatasinya tidak hanya di Negara-negara maju seperti Amerika
Serikat dan Eropa Barat tetapi juga negara-negara berkembang. Di
Amerika Serikat tiap tahun hampir 40 juta orang masuk rumah sakit.
Lima sampai sepuluh persen di antaranya atau 2-4 juta orang
berpeluang menderitainfeksi nosokomial. Padapenelitian yang
dilakukan National Infection Surveillance (NNIS) dan Center
DiseaseControl and Prevention didapatkan 5 sampai 6 kasus infeksi
nosokomial dari setiap100 kunjungan ke rumah sakit. Diperkirakan 2
juta kasus infeksi nosokomial terjadi setiap tahun di Amerika
Serikat dengan menghabiskan dana sebesar 2 milyar dolar.Pada
beberapa penyakit yang berat, infeksi nosokomial meningkatkan angka
kematian menjadi 2 kali lipat.
Di Indonesia masalah infeksi nosokomial juga merupakan masalah
yang cukup serius. Pada penelitian yang dilakukan oleh Wardana dan
Acang pada tahun 1989 mendapatkan hasil observasi infeksi
nosokomial insidensi infeksi nosokomial 18,46%pada pasien yang di
rawat penyakit dala RSUP M. Jamil, Padang. Apad penelitianlain pada
tahun yang sama di RS Hasan Sadikin Bandung, didapatkan insidensi
infeksi nosokomial 17,24% sedangkan di RSUD dr. Sutomo adalah
sebesar 9,85%The Journals of Infections Control Nursing sebagaimana
yang ditulis olehNancy Roper (1996) mengadakan survey prevalensi
pada 43 rumah sakit di Inggris yang menunjukkan bahwa kira-kira 20%
pasien rumah sakit terkena infeksi dan darijumlah tersebut kurang
lebih 10% adalah dari infeksi komunitas, yang sudah ada pada saat
pasien masuk rumah sakit, serta 10% lagi adalah infeksi nosokomial.
Lokasi danpresentasi infeksi yaitu : (1) saluran kemih (30%), (2)
luka operasi (20%), (3) saluranpernafasan (20%), (4) luka lain
(30%).Infeksi merupakan interaksi antara mikroorganisme dengan
pejamu rentan yang terjadi melalui kode transmisi kuman tertentu.
Di rumah sakit atau dan sarana kesehatan lainnya, infeksi dapat
terjadi antara pasien, dari pasien ke petugas, daripetugas ke
petugas, dan dari petugas ke pasien. Infeksi sering terjadi pada
pasienberesiko tinggi yaitu pasien dengan karakteristik luka bakar,
pada usia tua, berbaringlama, penggunaan obat imunosupresan dan
steroid, daya tahan tubuh turun padapasien yang dilakukan prosedur
invasif, infus lama atau pemasangan kateter urin yang lama dan
infeksi nosokomial pada luka operasi. Sebagai sumber penularan dan
cara penularan terutama melalui tangan, jarum suntik, kateter IV,
kateter urin, kain kasa atau verban., cara keliru menangani luka,
peralatan operasi yang terkontaminasi,dan lain-lainInfeksi
nosokomial di rumah sakit yang sering terjadi pada penderita
memberikan dampak kerugian yang besar. Infeksi rumah sakit yang
terjadi padapenderita umumnya akan menyebabkan penyakit yang parah
dan membutuhkan waktu yang lama untuk sembuh. Hal ini disebabkan
karena daya tahan tubuh dan status gizi penderita yang jelek,
disamping kenyataan bahwa sebgaian besar penyebab adalah bakteri
komensal yang sudah kebal terhadap antibiotik. Ini akan menyebabkan
waktu perawatan yang lama atau kematian penderita, sehingga
morbiditas dan mortilitas di rumah sakit meningkat dan ini akan
menurunkan mutu rumah sakit yangbersangkutan. Rumah sakit juga akan
merugi karena masa perawatan penderita menjadi lebih panjang
sehingga hunian rumah sakit rendah. Mengingat hal-hal tersebut di
atas, sudah saatnya untuk melakukan tindakan-tindakan pengendalian
infeksi nosokomial di tempat-tempat pelayanan kesehatanpada umumnya
dan di rumah sakit pada khususnya. Kewaspadaan universal merupakan
salah satu pengendalian infeksi rumah sakit yang oleh Departemen
Kesehatan telah dikembangkan sejak tahun 1980-an melalui program di
Sub Direktorat isolasi di bawah direktorat epidemiologi dan
imunisasi Ditjen P3M saat itu. Maka untuk hal tersebut dibutuhkan
gambaran atau karakteristik dari infeksinosokomial itu sendiri.
Peran dokter muda dalam mencegah infeksi nosokomial sangat
penting mengingat dokter muda berinteraksi langsung dengan pasien
dalam melaksanakan tindakan medis. Upaya yang dapat dilakukan
dokter muda dalam mencegah infeksi nosokomial adalah menerapkan
universal precaution dalam semua tindakan, imunisasi guna
meningkatkan kekebalan tubuh, alat perlindungan diri dalam bekerja,
profesionalisme dalam bekerja, menerapkan tindakan septik dan
aseptik, sterilisasi dan disinfektan dengan benar serta managemen
setelah terpapar sumber infeksi.
1.2 Rumusan MasalahBagaimana peran dokter muda dalam mencegah
infeksi nosokomial selama bertugas di bagian bedah?1.3 Tujuan1.3.1
Tujuan Umum
Untuk mempelajari cara pencegahan infeksi nosokomial pada bagian
bedah.1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui tentang infeksi nosokomial.
2. Mengetahui tentang cara pencegahan infeksi nosokomial.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Infeksi Nosokomial
Infeksi nosokomial adalah infeksi yang terjadi di rumah sakit
pada seseorangbaik saat dia sakit atau sedang berobat karena
sesuatu penyakit sedangkan pada saat ke rumah sakit tersebut
penderita tidak dalam masa inkubasi penyakit itu. Gejala yang
sering dijumpai adalah demam yang disebut demam rumah sakit
(hospital fever)padahal sebelumnya tidak menderita demam. Pada
bangsal selain demam sering pula dijumpai gejala batuk. Menurut CDC
(Center for Disease Control and Prevention) infeksi nosokomial
adalah Infeksi yang didapatkan di rumah sakit dan terjadi setelah
48 jam perawatan di rumah sakit, atas dasar gejala klinis maupun
laboratorium danpada penderita tidak ditemukan tanda-tanda infeksi
atau masa inkubasi dari penyakit yang bersangkutan, pada saat
penderita mulai dirawat.
2.2 EpidemiologiDi negara maju kejadian infeksi ini diperkirakan
5 % dan angka ini makin tinggidi negara-negara berkembang. Menurut
Ibrahim Abdul Samad angka infeksi nosokomial ditiap rumah sakit
atau negara bisa berbeda, tapi ia menyebutkan bahwa infeksi
nosokomial di bagian bedah merupakan yang tertinggi dan di bagian
anakmerupakan yang terendah. Suatu penelitian yang yang dilakukan
oleh WHO menunjukkan bahwa sekitar 8,7% dari 55 rumah sakit dari 14
negara yang berasal dari Eropa, Timur Tengah, Asia Tenggara dan
Pasifik tetap menunjukkan adanya infeksi nosokomial dengan Asia
Tenggara sebanyak 10,0%. Walaupun ilmupengetahuan dan penelitian
tentang mikrobiologi meningkat pesat pada 3 dekade terakhir dan
sedikit demi sedikit resiko infeksi dapat dicegah, tetapi semakin
meningkatnya pasien-pasien dengan penyakit immunocompromise,
bakteri yang resisten antibiotik, super infeksi virus dan jamur,
dan prosedur invasif, masih menyebabkan infeksi nosokomial
menimbulkan kematian sebanyak 88.000 kasus setiap tahunnya.Pada
penelitian yang dilakukanNational Infection Surveillance (NNIS) dan
Center Disease Control and Prevention didapatkan 5 sampai 6 kasus
infeksi nosokomial dari setiap 100 kunjungan ke rumah sakit.
Diperkirakan 2 juta kasus infeksi nosokomial terjadi setiap tahun
di Amerika Serikat dengan menghabiskan dana sebesar 2 milyar dolar.
Pada beberapa penyakit yang berat, infeksi nosokomial meningkatkan
angka kematian menjadi 2 kali lipat.Di Indonesia masalah infeksi
nosokomial juga merupakan masalah yang cukup serius. Pada
penelitian yang dilakukan oleh Wardana dan Acang pada tahun 1989
mendapatkan hasil observasi infeksi nosokomial insidensi infeksi
nosokomial 18,46%pada pasien yang di rawat penyakit dala RSUP M.
Jamil, Padang. Pada penelitian lainpada tahun yang sama di RS Hasan
Sadikin Bandung, didapatkan insidensi infeksi nosokomial 17,24%
sedangkan di RSUD dr. Sutomo adalah sebesar 9,85%
The Journals of Infections Control Nursing sebagaimana yang
ditulis olehNancy Roper (1996) mengadakan survei prevalensi pada 43
rumah sakit di Inggris yang menunjukkan bahwa kira-kira 20% pasien
rumah sakit terkena infeksi dan darijumlah tersebut kurang lebih
10% adalah dari infeksi komunitas, yang sudah ada padasaat pasien
masuk rumah sakit, serta 10% lagi adalah infeksi nosokomial. Lokasi
danpresentasi infeksi yaitu : (1) saluran kemih (30%), (2) luka
operasi (20%), (3) saluranpernafasan (20%), (4) luka lain (30%)
Infeksi nosokomial yang paling sering melibatkan saluran kencing
dan padaumumnya menyertai manipulasi urologis, termasuk penggunaan
kateter tetap saluran kencing. Beberapa infeksi nosokomial saluran
kencing mengakibatkan bakteriemia kecuali pada adanya obstruksi.
Walaupun wanita lebih sering terinfeksi, tetapi pada laki-laki tua
lebih sering terjadi bakteriemia.Pneumonia menggambarkan terutama
suatu bentuk infeksi nosokomial yang menyulitkan dan orang tua atau
penderita amat mudah berisiko tinggi. Determin lain dari
kecenderungan infeksi termasuk status mental yang tertekan
menyebabkan aspirasi flora faring dan intubasi endotrakea. Selama
masa pasca bedah penderita sangat mudah terkena infeksi paru.
Penderita sering tidak bergerak (yang memudahkan aspirasi); tidak
terventilasi penuh dan mendapat pengobatan untuk batuk, refleks
batuk dan penelanan. Insisi thoraks atau abdomen atas, mendahului
infeksi pernafasan dan obesitas juga menambah risiko.
Infeksi kulit dan jaringan lemak terjadi di rumah sakit sebagai
akibat dan imobilisasi dan terjadinya luka tekanan (ulkus
dekubitus) atau tindakan invasif yang mengganggu keutuhan kulit
(infeksi luka). Beberapa ulkus dekubitus atau luka infeksi
berhubungan dengan bakterimia. Risiko tertinggi untuk kemungkinan
komplikasi yang mematikan ini adalah penderita lama yang tidak
bergerak danpenderita yang baru saja mengalami pembedahan usus
besar, rektum atau urologi.
Infeksi nosokomial saluran pencemaan yang sering terjadi di
rumah sakit yang tersering dijumpai ialah dalam bentuk diare dan
gastroenteritis. Cara penularan utama infeksi nosokomial saluran
pencemaan mi pada umumnya melalui makanan (keracunan kontaminasi
makanan). Infeksi nosokimial sistem saraf pusat adalah infeksi yang
terjadi pada intrakranial antara lain abses otak, infeksi subdural
atau epidural, dan ensefalitis. Beberapa gejala infeksi
intrakranial adalah terdapat kultur positif dari jaringan otakatau
dura, ditemukannya abses atau infeksi intrakranial lain selama
operasi, sakitkepala, kejang, demam, defisit neurologis, dan
penurunan kesadaran.
2.3 Etiologi
Infeksi nosokomial dapat berupa epidemik maupun endemik walaupun
kuman-kuman penyebabnya mungkin sama ialah Staphylococcus aureus,
Enterococcus, E.coli, Pseudomonas, Proteus, Klebsiella,
Enterobacter, Serratia, Salmonella, dan Streptococcus pyogenes.
Berdasarkan penelitian, kuman penyebab infeksi nosokomialdan waktu
kewaktu selalu berubah. Sebelum perang dunia ke II, pada tahun
1940-anpenyebab utama infeksi nosokomial adalah golongan
Streptococcus, setelah perang dunia ke II pada tahun 1950-an
setelah digunakannya antibiotik pinisillin secara luaspenyebab
utama infeksi nosokomial adalah golongan Staphylococcus.
2.3.1. BakteriBakteri dapat ditemukan sebagai flora normal dalam
tubuh manusia yang sehat.Keberadaan bakteri disini sangat penting
dalam melindungi tubuh dari datangnyabakteri patogen. Tetapi pada
beberapa kasus dapat menyebabkan infeksi jika manusia tersebut
mempunyai toleransi yang rendah terhadap mikroorganisme.
ContohnyaEscherichia coli paling banyak dijumpai sebagai penyebab
infeksi saluran kemih. Bakteri patogen lebih berbahaya dan
menyebabkan infeksi baik secara sporadikmaupun endemik. Contohnya :
Anaerobik Gram-positif, Clostridium yang dapat menyebabkan
gangrene. Penyebab terbanyak dari infeksi Gram positif adalah MRSA
(Methisilin Resisten Staphylokokus Aureus). Bakteri gram-positif
Staphylococcus aureus yang menjadi parasit di kulit dan hidung
dapat menyebabkan gangguan pada paru, tulang, jantung dan
infeksipembuluh darah serta seringkali telah resisten terhadap
antibiotika.Bakteri gram negatif:Enterobacteriacae, contohnya
Escherichia coli, Proteus,Klebsiella, Enterobacter, Pseudomonas
sering sekali ditemukan di air danpenampungan air yang menyebabkan
infeksi di saluran pencernaan dan pasienyang dirawat. Bakteri gram
negatif ini bertanggung jawab sekitar setengah dari semua infeksi
rumah sakit.2.3.2 Virus
Respiratory syncytial virus (RSV), rotavirus, dan enterovirus
yang ditularkan dari kontak tangan ke mulut atau melalui rute
faecal-oral. Hepatitis dan HIV ditularkan melalui pemakaian jarum
suntik, dan transfusi darah. Rutepenularan untuk virus sama seperti
mikroorganisme lainnya. Infeksi gastrointestinal,infeksi traktus
respiratorius, penyakit kulit dan dari darah. Virus lain yang
sering menyebabkan infeksi nosokomial adalah cytomegalovirus,
Ebola, influenza virus,herpes simplex virus, dan varicella-zoster
virus, juga dapat ditularkan.2.3.3. Parasit dan JamurBeberapa
parasit seperti Giardia lamblia dapat menular dengan mudah ke
orangdewasa maupun anak-anak. Banyak jamur dan parasit dapat timbul
selama pemberianobat antibiotika bakteri dan obat immunosupresan,
contohnya infeksi dari Candidaalbicans, Aspergillus spp,
Cryptococcus neoformans, Cryptosporidium.2.4 Faktor Predisposisi
Infeksi NosokomialFaktor predisposisi adalah faktor-faktor yang
dapat menyebabkan terjadinya infeksi nosokomial pada penderita.
Faktor-faktor predisposisi terjadinya infeksi nosokomial antara
lain terdiri atas beberapa faktor, yaitu faktor endogen,
faktorrumah sakit, faktor penderita, dan faktor antibiotika.
2.4.1 Faktor EndogenTubuh manusia dalam keadaan normal dihuni
oleh mikroba komensal yang tidak berbahaya bagi yang bersangkutan,
malah membantu misalnya dalam mencegah infeksi dan bakteri patogen
karena dihasilkannya zat-zat tertentu oleh bakteri komensal yang
berbahaya bagi mikroba lain.
Namun bila dilakukan tindakan invasif, misalnya pada pemasangan
pipa endotrakeal, infus, kateter, dan lain-lain, maka bisa terjadi
kerusakan pertahanantubuh setempat pada mukosa, sehingga
memungkinkan invasi mikroorganisme kedalam jaringan. Dengan
menggunakan alat yang tidak steril, maka mikroba komensalbisa
dipindahkan ke lokasi yang bukan habitat normal mikroba tersebut
(translokasi),sehingga mikroba yang bersangkutan bisa berubah
menjadi patogen. Mikroba yang demikian dikenal sebagai mikroba yang
opportunistik patogen. 2.4.2 Faktor Rumah SakitRumah sakit adalah
tempat yang banyak dihuni oleh banyak mikroba patogen,yang dapat
dipindahkan dan seorang penderita ke penderita yang lain oleh
tindakanpetugas di rumah sakit. Di rumah sakit banyak dilakukan
tindakan medis yang menggunakan alat yang dapat merupakan vechile
bagi mikroba untuk memasuki tubuh manusia.
Manajemen rumah sakit merupakan faktor yang sangat besar
pengaruhnya terhadap kejadian infeksi nosokomial. Persediaan
peralatan medis, keterampilan dokter dan perawat dan asuhan
keperawatan adalah sebagian faktor pencetus terjadinya infeksi
nosokomial. Karena itu angka kejadian infeksi nosokomial di
saturumah sakit dapat dijadikan salah satu tolak ukur untuk melihat
pelayanan di rumahsakit tersebut.
2.4.3 Faktor PenderitaPenderita yang masuk ke rumah sakit adalah
orang-orang yang umumnya sudah lama sakit, sehingga mempunyai daya
tahan tubuh yang rendah, gizi yang jelek dan dengan usia tua, yang
semuanya merupakan faktor yang dapat lebih mempermudah terjadinva
infeksi. Pengobatan steroid atau terapi imunologis, juga merupakan
faktoryang dapat mempermudah infeksi.
Usia muda dan usia tua berhubungan dengan penurunan resistensi
tubuh terhadap infeksi kondisi ini lebih diperberat bila penderita
menderita penyakit kronis seperti tumor, anemia, leukemia, diabetes
mellitus, gagal ginjal, SLE dan AIDS. Keadaan-keadaan ini akan
meningkatkan toleransi tubuh terhadap infeksi dari kuman yang
semula bersifat opportunistik. Obat-obatan yang bersifat
immunosupresif dapat menurunkan pertahanan tubuh terhadap infeksi.
Banyaknya prosedur pemeriksaanpenunjang dan terapi seperti biopsi,
endoskopi, kateterisasi, intubasi dan tindakanpembedahan juga
meningkatkan resiko infeksi.
2.4.4 Faktor AntibiotikaSeiring dengan penemuan dan penggunaan
antibiotika penicillin antara tahun1950-1970, banyak penyakit yang
serius dan fatal ketika itu dapat diterapi dan disembuhkan.
Bagaimana pun juga, keberhasilan ini menyebabkan
penggunaanberlebihan dan penyalahgunaan dari antibiotika. Banyak
mikroorganisme yang kini menjadi lebih resisten. Meningkatnya
resistensi bakteri dapat meningkatkan angka mortalitas terutama
terhadap pasien yang immunocompromise. Resistensi dari bakteridi
transmisikan antar pasien dan faktor resistensinya di pindahkan
antara bakteri. Penggunaan antibiotika yang terus-menerus ini
justru meningkatkan multipikasi danpenyebaran strain yang resistan.
Penyebab utamanya karena : Penggunaan antibiotika yang tidak sesuai
dan tidak terkontrol, dosis antibiotika yang tidak optimal, terapi
danpengobatan menggunakan antibiotika yang terlalu singkat,
Kesalahan diagnosa. Banyaknya pasien yang mendapat obat antibiotika
dan perubahan dari gen yang resisten terhadap antibiotika,
mengakibatkan timbulnya multi resistensi kuman terhadap obat
obatantersebut.Penggunaanantibiotika secara
besar-besaranuntukterapi dan profilaksis adalah faktor utama
terjadinya resistensi. Banyak strains
daripneumococci,staphylococci, enterococci, dan tuberculosis telah
resisten terhadapbanyak antibiotika, begitu juga klebsiella dan
Peudomonas aeruginosa juga telah bersifat multiresisten. Keadaan
ini sangat nyata terjadi terutama di negara-negaraberkembang dimana
antibiotika lini kedua belum ada atau tidak tersedia. Infeksi
nosokomial sangat mempengaruhi angka morbiditas dan mortalitas di
rumah sakit,dan menjadi sangat penting karena : meningkatnya jumlah
penderita yang dirawat, seringnya imunitas tubuh melemah karena
sakit, pengobatan atau umur, mikororganisme yang baru (mutasi) dan
meningkatnya resistensi bakteri terhadap antibiotika.
2.5 Sumber InfeksiSumber infeksi dapat dibagi menjadi : benda
mati dan benda hidup terutama manusia.
2.5.1. Benda mati
Ditularkan melalui kontak dengan alat-alat kedokteran seperti
spoit, jarum suntik, jarum biopsi, jarum punksi, termometer,
alat-alat kebersihan (handuk, kain lap, pakaian, seprei terutama
yang basah), alat-alat intubasi (lambung, duodenum), kapsul biopsi,
spatel lidah, endoskop, colonoskop,rektosigmoidoskop, alat-alat
anestesi, kateter, dan sebagainya. Dari suatu penelitian klinis,
infeksi nosokomial tertama disebabkan infeksi dari kateterurin,
infeksi jarum infus, infeksi saluran nafas, infeksi kulit, infeksi
dari luka operasi dan septikemia. Pemakaian infus dan kateter urin
lama yang tidakdiganti-ganti. Diruang penyakit dalam, diperkirakan
20-25% pasien memerlukan terapi infus. Komplikasi kanulasi
intravena ini dapat berupa gangguan mekanis, fisis dan
kimiawi.Komplikasi tersebut berupa
Ekstravasasi infiltrat : cairan infus masuk ke jaringan sekitar
insersi kanula
Penyumbatan : Infus tidak berfungsi sebagaimana mestinya tanpa
dapat dideteksi adanya gangguan lain.
Flebitis : Terdapat pembengkakan, kemerahan dan nyeri sepanjang
vena .
Trombosis : Terdapat pembengkakan disepanjang pembuluh vena yang
menghambat aliran infus.
Kolonisasi kanul :Bila sudah dapat dibiakkan mikroorganisme dari
bagian kanula yang adadalam pembuluh darah.
Septikemia : Bila kuman menyebar hematogen darikanul. Supurasi :
Bila telah terjadi bentukan pus di sekitar insersi kanul
Penularan juga dapat ditularkan melalui makanan, minuman, dan
air yang sudah terkontaminasi dengan kuman. Makanan di dapur rumah
sakit dapat terkontaminasi oleh kuman-kuman, baik sebelum, selaina
maupun setelah diolah. Sebelum diolah, misalnya daging dan ikan
yang mengandung kuman Salmonella spp,Clostridium spp, dan Vibrio
spp. Selama diolah, misalnya pemotongan daging dan ikan yang tidak
sempurna (terlalu besar sehingga tidak dapat matangsemua),
pencucian bahan-bahan makanan sebelum dimasak yang tidakhigienis
dan tukang masak yang merupakan karier dan suatu penyakit
menular(typhus, salmonellosis, amubiasis, hepatitis, kolera dan
sebagainya). Sesudah diolah, misalnya penyimpanan makanan yang
tidak baik, mudahterkontaminasi oleh kuman, tercampur dengan
bahan-bahan makanan mentah,mudah dimasuki binatang (kecoa, lalat,
semut, cecak, dan sebagainya) tempat makanan yang kotor, makanan
yang sudah basi dan pegawai dapur yangmengedarkan makanan yang
mengandung karier atau kurang higienis.2.5.2 Benda hidup terutama
manusiaa. Manusia sehat, seperti pengunjung rumah sakit yang sehat,
tenaga kesehatan,seperti dokter, mahasiswa kedokteran, paramedis,
analisis, teknisi, fisioterapis, dan pegawai dapur merupakan sumber
infeksi yang sudah takasing lagi.b.Manusia sakit, seperti
pengunjung rumah sakit dan tenaga kesehatan yang sedang sakit dan
terutama penderita sendiri merupakan sumber infeksi yang sangat
potensial. Binatang hidup dapat merupakan sumber infeksi terutama
dapat berperan sebagaivektor yang terkenal antaranya golongan
serangga (kecoa, lalat, nyamuk dan sebagainya).2.6 Model
TransmisiBerdasarkan kajian terhadap cara transmisi mikroba, maka
mayoritas infeksinosokomial ini adalah tipe infeksi endogenous
(autoinfeksi) yang merupakan translokasi mikroba mukokutan ke
tempat predileksi infeksi, dengan frekuensi 80 % dan kejadian
infeksi nosokomial. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap model
transmisi ini diantaranya faktor umur (neonatus, geriatri),
penyakit dasar yang beratatau kegagalan organ (diabetes, gagal
ginjal, sirosis), status imun yang tidak adekuat (malnutrisi,
terapi imunosupresi, AIDS) defek barier mukokutan (trauma,
endoskopi), serta mendapatkan terapi invasif (operasi, ventilasi
mekanik, protesa).
Model transmisi kedua adalah infeksi eksogenous (20%) yang
berarti infeksiberasal dari luar tubuh pasien. Reservoar dapat dari
tenaga kesehatan yang melayanipasien (healt care worker), pasien
lain, lingkungan rumah sakit, atau dari alat kesehatan yang
terkontaminasi dan tenaga kesehatan ke pasien atau sebaliknya
(infeksi silang) paling sering terjadi (10-20%) yang disebabkan
karena budaya kerja yang tidak memenuhi syarat aseptik dan
sterilitas.2.7 Berbagai penyakit yang ditimbulkan infeksi
nosokomial 2.7.1 Infeksi saluran kemihInfeksi ini merupakan
kejadian tersering, sekitar 40% dari infeksi nosokomial, 80%
infeksinya dihubungkan dengan penggunaan kateter urin. Walaupun
tidak terlalu berbahaya, tetapi dapat menyebabkan terjadinya
bakteremia dan mengakibatkan kematian. Organisme yang bisa
menginfeksi biasanya E.Coli, Klebsiella, Proteus, Pseudomonas, atau
Enterococcus. Infeksi yang terjadi lebih awal lebih disebabkan
karena mikroorganisme endogen, sedangkan infeksi yang terjadi
setelah beberapa waktu yang lama biasanya karena mikroorganisme
eksogen.2.7.2 Pneumonia NosokomialPneumonia nosokomial dapat
muncul, terutama pasien yang menggunakan ventilator, tindakan
trakeostomi, intubasi, pemasangan NGT, dan terapi inhalasi. Kuman
penyebab infeksi ini tersering berasal dari gram negatif seperti
Klebsiella, dan Pseudomonas. Organisme ini sering berada di mulut,
hidung, kerongkongan, dan perut. Keberadaan organisme ini dapat
menyebabkan infeksi karena adanya aspirasi oleh organisme ke
traktus respiratorius bagian bawah. Dari kelompok virus dapat
disebabkan oleh cytomegalovirus, influenza virus, adeno virus, para
influenza virus, enterovirus dan corona virus. Faktor resiko
terjadinya infeksi pneumonia ini adalah tipe dan jenis pernapasan,
riwayat merokok, tidak sterilnya alat-alat bantu, obesitas,
beratnya kondisi pasien dan kegagalan organ, tingkat penggunaan
antibiotika, penggunaan ventilator dan intubasi dan penurunan
kesadaran pasien.2.7.3 Bakteremi Nosokomial Infeksi ini hanya
mewakili sekitar 5 % dari total infeksi nosokomial, tetapidengan
resiko kematian yang sangat tinggi, terutama disebabkan oleh
bakteri yang resistan antibiotika seperti Staphylococcus dan
Candida. Infeksi dapat muncul di tempat masuknya alat-alat seperti
jarum suntik, kateter urin dan infus.2.7.4 TuberkulosisPenyebab
utama adalah adanya strain bakteri yang multi-drugs resisten.
Kontrol terpenting untuk penyakit ini adalah identifikasi yang
baik, isolasi, dan pengobatan serta tekanan negatif dalam
ruangan.2.7.5 Diarrhea dan Gastroenteritis Mikroorganisme tersering
berasal dari E.coli, Salmonella, Vibrio Cholerae dan Clostridium.
Selain itu, dari gologan virus lebih banyak disebabkan oleh
golongan enterovirus, adenovirus, rotavirus, dan hepatitis A.
Bedakan antara diarrhea dan gastroenteritis. Faktor resiko dari
gastroenteritis nosokomial dapat dibagi menjadi faktorintrinsik dan
faktor ekstrinsik.
Faktor intrinsik meliputi abnormalitas dari pertahanan mukosa,
seperti achlorhydria, lemahnya motilitas intestinal, dan perubahan
pada flora normal. Sedangkan faktor ekstrinsik meliputi tindakan
medis yang diberikan seperti pemasangan nasogastrictube dan
obat-obatan saluran cerna.2.7.6 Infeksi pembuluh darah Infeksi ini
sangat berkaitan erat dengan penggunaan infus, kateter jantung dan
suntikan. Virus yang dapat menular dari cara ini adalah virus
hepatitis B, virus hepatitis C, dan HIV.2.7.7 Dipteri, Tetanus
danPertusis Corynebacterium diptheriae, gram negatif pleomorfik,
memproduksi endotoksin yang menyebabkan timbulnya penyakit,
penularan terutama melalui sistem pernafasan.Bordetella Pertusis,
yang menyebabkan batuk rejan. Siklus tiap 3-5 tahun dan infeksi
muncul sebanyak 50 dalam 100% individu yang tidak imun. Clostridium
tetani, gram positif anaerobik yang menyebabkan trismus dan kejang
otot.2.7.8 Infeksi Kulit dan Jaringan Lunak. Luka terbuka seperti
ulkus, bekas terbakar, dan luka bekas operasi
memperbesarkemungkinan terinfeksi bakteri dan berakibat terjadinya
infeksi sistemik. Dari golongan virus yaitu herpes simplek,
varicella zooster, dan rubella. Organisme yang menginfeksi akan
berbeda pada tiap populasi karena perbedaan pelayanan kesehatan
yang diberikan, perbedaan fasilitas yang dimiliki dan perbedaan
negara yang didiami.2.7.9 Infeksi lainnya Tulang dan
SendiOsteomielitis, infeksi tulang atau sendi dan discus
vertebralis Infeksi sistem KardiovaskulerInfeksi arteri atau vena,
endokarditis,miokarditis, perikarditis dan mediastinitis
Infeksi sistem saraf pusatMeningitis atau ventrikulitis, absess
spinal dan infeksi intra kranial
Infeksi mata, telinga, hidung, dan mulutKonjunctivitis, infeksi
mata, otitis eksterna, otitis media, otitis interna,mastoiditis,
sinusitis, dan infeksi saluran nafas atas.
Infeksi pada saluran pencernaanGastroenteritis, hepatitis,
necrotizing enterocolitis, infeksi intra abdominal
Infeksi sistem pernafasan bawahBronkhitis, trakeobronkhitis,
trakeitis, dan infeksi lainnya
Infeksi pada sistem reproduksiEndometriosis dan luka bekas
episiotomy.
2.8 Diagnosis Infeksi NosokomialDiagnostik pada umumnya hanya
berdasar pada gejala klinik, sedangkan diagnosis etiologi lebih
sukarditetapkan karena terbatasnya sarana dalam dana untuk
menegakan diagnosis infeksinosokomial tersebut. Kriteria diagnosis
infeksi nosokomial.
Infeksi bekas luka operasi : manifestasinya berupa pus pada luka
insisi. Infeksi dialami jika terjadi 30 hari setelah operasi.
Infeski saluran napas : manifestasinya berupa batuk, nyeri dada,
dan sputummenjadi purulen, foto thorax berubah.
Infeksi sistemik: manifestasinya berupa gejala sepsis seperti
demam (> 38 derajat C atau < 36,5 derajat C), hipotensi,
bradikardi, oligouri, hasil kultur darah tidakmenunjukkan kuman
yang spesifik.
Infeksi saluran kemih : manifestasinya demam (> 38 derajat
C), nyeri suprapubik,urgensi, frekuensi, dan kultur urin positif
dengan jumlah kuman 10 per cm atau jenis kuman pada urin tidak
lebih dari dua.
Infeksi sistem saraf pusat : manifestasinya berupa nyeri kepala,
kejang, demam(> 38o C), defisit neurologis, dan penurunan
kesadaran. Hasil kultur dari jaringan otak atau dura positif,
pemeriksaan antigen pada darah atau urin positif,didapatkan hasil
terdapat infeksi dari pemeriksaan radiologi (CT-Scan, danMRI).
Infeski saluran napas : manifestasinya berupa batuk, nyeri dada,
dan sputum menjadi purulen, foto thorax berubah. Infeksi saluran
cerna : Manifestasinya berupa diare akut (feses cair lebih dari
12jam) denagn atau tanpa muntah atau demam (> 38o C), dan kultur
kuman positif. Infeksi Hepar : manifestasinya berupa demam (>
38o C), mual, muntah, nyeriabdomen, ikterus, riwayat transfusi 3
bulan yang lalu. Kriterianya harus memilikiminimal 2 gejala di
atas. Hasil lab antigen atau antibodi hepatitis A,B,C, atau
Dpositif , peningkatan fungsi hati. Infeksi kulit : manifestasinya
berupa adanya pus, vesikel, atau bulla pada kulit, yang dengan atau
tanpa disertai nyeri, udem, merah, dan panas. Dapat jugaberupa
ulkus dekubitus. Hasil lab dapat menunjukkan kultur darah positif,
antigen dari kultur jaringan atau darah seperti herpes simpleks,
varicella zoosterpositif. Infeksi luka infus : terdapat flebitis2.9
Pengendalian Infeksi NosokomialUntuk meniadakan perkembangan
infeksi pada penderita yang sedang dirawatdi rumah sakit perlu
diperhatikan beberapa hal yang pokok. Pokok-pokok danpenanganan
infeksi nosokomial dapat dikelompokkan dalam beberapa butir
sebagaikewaspadaan universal.Kewaspadaan universal adalah suatu
konsep penanggulangan infeksi dimanastrategi pelaksanaannya
menitikberatkan pada pengendalian penyeberangan infeksi yang
terjadi melalui darah dan cairan tubuh secara universal tanpa
memandang statusinfeksi dan pasien. Hal ini didasarkan pada
keyakinan bahwa darah dan cairan tubuhsangat potensial menularkan
penyakit, baik yang berasal dari pasien maupun petugaskesehatan.
Prinsip utama Prosedur Kewaspadaan Universal kesehatan adalah
menjaga hygiene sanitasi individu, hygiene sanitasi ruangan dan
sterilisasi peralatan. Ketigapninsip tersebut dijabarkan menjadi
kegiatan pokok yaitu:
1. Cuci tangan Cuci tangan guna mencegah infeksi silang. Tiga
cara cuci tangan yang dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan yaitu:
Cuci tangan higienik atau rutin: dilakukan dengan air mengalir dan
sabun antiseptik. Cuci tangan mengurangi kotoran dan flora yang ada
ditangan. Cuci tangan rutin sebelum bekerja dimaksudkan untuk
melindungipenderita, sedangkan cuci tangan setelah bekerja
disamping untuk melindungipenderita lain, juga untuk melindungi din
petugas sendiri dan infeksi.
Cuci tangan aseptik: sebelum tindakan aseptik pada pasien
denganmenggunakan antiseptik atau setelah tangan kontak dengan
darah atau duh tubuh penderita. Dilakukan dengan air mengalir dan
sabun antiseptik,kemudian larutan savlon, dan alkohol 70 %, atau
antiseptik yang lain.
Cuci tangan bedah : disamping tangan dicuci dengan sabun,
antiseptik danair, maka harus dilakukan penyikatan kulit tangan
minimal 15 menit untukmenghilangkan sebanyak mungkin bakteri
penghuni pori-pori kulit. Cucitangan ini dilakukan sebelum
melakukan tindakan bedah.
Gambar 2.1. Teknik Cuci Tangan2. Pemakalan alat pelindung.Pada
waktu bekerja harus selalu dijaga agar bagian tubuh petugas tidak
kontakdengan darah atau duh tubuh penderita. Hal ini bisa dilakukan
dengan memakai alat pelindung pada waktu melakukan pelayanan atau
tidakan medis yang memungkinkan terjadinya kontak antara tubuh
petugas dengan darah atau duh tubuh lain. Alat pelindung yang
digunakan berupa : sarung tangan, pelindung wajah atau masker atau
kaca mata penutup kepala, gaun pelindung (baju kerja atau celemek),
sepatu pelindung. Baju kerja, gaun operasi, jas praktiukum atau
celemek, yang dipakai sesuai dengan jenis pekerjaan yang dilakukan.
Pada keadaan dimana ada kemungkinan darah atau duh tubuh bisa
mencemari kaki, maka harus digunakan sepatu yang tertutup.Sarung
tangan dipakai untuk melindungi tangan dan pencemaran darah atauduh
tubuh. Jenis sarung tangan yang dipakai pun harus sesuai
denganpekerjaan. misalnya sarung tangan operasi yang steril di
pakai untuk pekerjaan medis dan sarung tangan domestik dipakai pada
pekerjaan non-medis, misal pada saat perawat memandikan penderita
atau pada saat melakukan pekerjaan pembersihan Iingkungan.
Masker, penutup kepala, dan kaca mata, dipakai sesuai dengan
pekerjaan yang dilakukan. Masker dan kaca mata dipakai bila ada
kemungkinan adanyapercikan darah atau duh tubuh, misalnya pada
operasi atau pencabutan gigi. Penutup kepala dipakai bersama masker
untuk menghindari penderita danpencemaran bakteri yang berasal dan
tubuh petugas. Disamping itu maskerjuga dipakai untuk melindungi
petugas dari penularan bakteri lewat udara, misalnya bila bekerja
path bangsal atau poliklinik penyakit paru-paru, ataubekerja di
laboratorium mikrobiologi.3. Pengelolaan alat kesehatanPengelolaan
alat bertujuan meneegah penyebaran infeksi melalui alatkesehatan,
atau untuk menjamin alat tersebut dalam kondisi stenil dan siap
pakai.Penatalaksanaan peralatan dilakukan melalui 4 tahapan yaitu:
dekontaminasi,pencucian, sterilisasi atau DTT dan penyimpanan.
Dekontaminasi adalah tindakan yang dilakukan untuk mematikan
semua virusdan sebagian besar untuk vegetatif bakteri. Semua barang
dan alat yang terkontaminasi dengan darah dan duh tubuh penderita,
sebelum dicuci harus didekontaminasi dulu dengan merendamnya dalam
cairan sunclin (chlorin)0,5-5 % selama 5-30 menit. Dengan merendam
dalam cairan sunclin 5 %, maka semua virus sudah dimatikan dalam 5
menit. Dekontaminasi initerutama bertujuan untuk melindungi petugas
dan kemungkinan tertularinfeksi.
Gambar 2.2 Pencucian dan Strilisasi Alat MedisSterilisasi adalah
tindakan yang dilakukan untuk mematikan semua bentukmikroorganisme.
Cara sterilisasi yang balk untuk alat medis dan logam adalah dengan
panas basah diatas 100C (autoclave), dan yang dan karet atau
plastiksebaiknya disterilkan dengan sinar ultraviolet.Penyimpanan
alat kesehatan, penyimpanan yang baik sama pentingnya dengan proses
sterilisasi atau disinfeksi itu sendini. Ada dua macam alat dilihat
dan cara penyimpanannya, yakni alat yang dibungkus dan yang
tidakdibungkus. Alat yang dibungkus, umur steril (shelf life)
selama peralatan masih terbungkus, semua alat steril dianggaptetap
steriltergantung ada atau tidaknya kontaminasi. Alat yang tidak
dibungkus harus digunakan segera setelah dikeluarkan. Alat yang
tersimpan pada wadah steril dan tertutup apabila yakin tetap steril
paling lama untuk 1 minggu, tetapi kalau ragu-ragu harus
disterilkan kembali.4. Pengelolaan jarum dan alat tajam untuk
mencegah perlukaanBenda tajam sangat beresiko untuk menyebabkan
perlukaan sehingga meringkatkan terjadinya penularan penyakit
melalui kontak darah. Untukmenghindari perlukaan atau kecelakaan
kerja maka semua benda tajam harus digunakan sekali pakai, dengan
demikian jarum suntik bekas tidak boleh digunakan lagi. Sterilitas
jarum suntik dan alat kesehatan lain yang menembus kulit atau
mukosa harus dapat dijamin. Keadaan steril tidak dapat dijamin jika
alat-alat tersebut didaur ulang walaupun sudah di otoklaf. Tidak
dianjurkan untukmelakukan daur ulang atas pertimbangan penghematan
karena 17 % kecelakaan kerja disebabkan oleh luka tusukan sebelum
atau selama pemakaian, 70 % terjadi sesudah pemakaian dan sebelum
pembuangan serta 13 % sesudah pembuangan. Hampir 40 % kecelakaan
ini dapat dicegah dan kebanyakan kecelakaan kerjaakibat melakukan
penyarungan jarum suntik setelah penggunanya.
Kecelakaan yang sering terjadi pada prosedur penyuntikan adalah
padasaat petugas berusaha memasukkan kembali jarum suntik bekas
pakai kedalam tutupnya. Oleh karena itu sangat tidak dianjurkan
untuk menutup kembali jarum suntik tersebut melainkan langsung saja
dibuang ketempat penampungan sementaranya, tanpa menyentuh atau
memanipulasi bagian tajamnya seperti dibengkokkan, dipatahkan atau
ditutup kembali. Jika jarum terpaksa ditutupkembali (recapping),
gunakanlah cara penutupan jarum dengan satu tangan( single handed
recapping methode) untuk mencegah jari tertusuk jarum.
Sebelum dibawa ke tempat pembuangan akhir atau tempat
pemusnahan, maka diperlukan satu wadah penampungan sementara yang
bersifat kedap air dan tidak mudah bocor serta kedap tusukan. Wadah
penampungan janim suntik bekaspakai harus dapat dipergunakan dengan
satu tangan, agar pada waktu memasukkan jarum tidak usah
memeganginya dengan tangan yang lain. Wadah benda tajam merupakan
limbah medis dan harus dimasukkan kedalam kantong medis sebelum
insinerasi. Idealnya semua benda tajam dapat diinsinerasi, tetapi
bila tidak mungkin dapat dikubur dan dikaporisasi bersama limbah
lain.
Gambar 2.3 Pengelolaan Limbah Medis
2.10 Peran Dokter Muda Dalam Mencegah Infeksi Nosokomial
Dokter muda berinteraksi langsung dengan pasien, oleh karena itu
peran dokter muda dalam mencegah infeksi nosokomial sangat vital.
Upaya-upaya yang bisa dilakukan dokter muda dalam mencegah infeksi
nosokomial adalah sebagai berikut:
1. Menerapkan universal precaution dalam semua tindakan.
2. Imunisasi guna meningkatkan kekebalan tubuh.
3. Alat perlindungan diri dalam bekerja.
4. Profesionalisme dalam bekerja, menerapkan tindakan septik dan
aseptik, sterilisasi dan disinfektan dengan benar.
5. Managemen setelah terpapar sumber infeksi.
Universal precaution penting perannya dalam mencegah terjadinya
infeksi nosokomial. Dengan waspada terhadap semua pasien membawa
suatu penyakit dalam tubuhnya yang bisa ditularkan melewati
berbagai cara akan membuat dokter muda bertindak dengan waspada
terhadap segala sesuatu dari tubuh pasien baik berupa darah, urin,
air liur, fases dan muntahan. Tindakan- tindakan dalam universal
precaution meliputi :
a. Mencuci tangan setelah kontak langsung dengan pasien.
b. Menutup jarum dengan cara yang benar (tidak menggunakan dua
tangan)
c. Mengumpulkan dan membuang jarum, alat tajam pada tempat yang
telah disediakan.
d. Menggunakan sarung tangan ketika kontak dengan cairan tubuh,
kulit yang luka dan membran mukosa.
e. Menggunakan masker, pelindung mata dan gaun ketika kemunkinan
berhadapan dengan derah atau cairan tubah yang menyembur.
f. Menutup semua luka atau irisan dengan bahan kedap air
(linen).
g. Segera dan berhati-hati dalam membersihkan tumpahan darah
atau cairan tubuh yang lain.
Upaya universal precaution diatas diharapkan dokter muda tidak
terinfeksi penyakit dari pasien dan tidak akan menularkan penyakit
kepada pasien lainnya dengan demikian infeksi nosokomial dapat
dicegah.
Imunisasi berperan dalam memberikan kekebalan terhadap serangan
penyakit. Profesi dokter muda yang selalu berkontak langsung dengan
pasien sangat rentan terhadap penularan penyakit dari pasien.
Imunisasi yang dapat diberikan kepada dokter muda salah satumya
hepatitis B. HBV adalah agen yang sangat menular diseluruh dunia
yang menimbulkan sirosis dan carcinoma hepar. Pemberian vaksinasi
pada dokter muda dapat mencegah penyebaran infeksi HBV khususnya
dan infeksi nosokomial umumnya.
Alat perlindungan diri seperti masker sangat penting dalam
mencegah tertular penyakit pernafasan seperti TB. Alat perlindungan
diri harus dipakai oleh dokter muda guna mencegah terinfeksi dan
menularkan penyakit.
Profesionalisme dalam bekerja, tidak melakukan kesalahan dan
efektik dalam segala tindakan medis akan menurunkan resiko
tertularnya infeksi dari penderita. Semisal dalam manajemen luka,
tindakan aseptis harus benar dan skill operator harus sesuai protap
agar luka sembuh optimal dan tidak menjadi tempat masuknya infeksi
lainnya. Perlunya pematangan pengetahuan dan skill dokter muda
dalam segala tindakan medis besar perannya dalam mencegah infeksi
nosokomial. BAB 3
KESIMPULAN DAN SARAN3.1 Kesimpulan
1. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang terjadi di rumah sakit
pada seseorangbaik saat dia sakit atau sedang berobat karena
sesuatu penyakit sedangkan pada saat ke rumah sakit tersebut
penderita tidak dalam masa inkubasi penyakit itu
2. Sumber penularan infeksi nosokomial dapat diperoleh dari
berbagai jalan dimana salah satunya adalah faktor manuasia atau
yang berkecimpung dalam pekerfjaan di rumah sakit seperti
pengunjung rumah sakit seperti dokter, mahasiswa kedokteran,
paramedis, analisis, teknisi, fisioterapis, dan pegawai dapur
merupakan sumber infeksi yang sudah takasing lagi.
3. Peran dokter muda dalam mencegah infeksi nosokomial sangat
penting mengingat dokter muda berinteraksi langsung dengan pasien
dalam melaksanakan tindakan medis. Upaya yang dapat dilakukan
dokter muda dalam mencegah infeksi nosokomial adalah menerapkan
universal precaution dalam semua tindakan, imunisasi guna
meningkatkan kekebalan tubuh, alat perlindungan diri dalam bekerja,
profesionalisme dalam bekerja, menerapkan tindakan septik dan
aseptik, sterilisasi dan disinfektan dengan benar serta managemen
setelah terpapar sumber infeksi.3.2 Saran
1. Perlunya pembelajaran lebih lanjut kepada dokter muda sebelum
mulai bertugas di rumah sakit mengenai infeksi nosokomial.2.
Perlunya pelatihan tindakan septik, aseptik, sterilisasi dan
disinfektan.3. Perlunya vaksinasi kepada dokter muda sebelum mulai
bertugas di rumah sakit.4. Perlunya penerapan universal precaution
dalam semua tindakan.
DAFTAR PUSTAKA
Light RW. 2001.Infectious disease, noscomial infection.
Harrisons Principle of Internal Medicine 15 Edition.-CD
RoomParhusip, 2005, Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya
Infeksi Nosokomial Serta Pengendaliannya Di BHG. UPF. Paru RS. Dr.
Pirngadi/Lab. Penyakit Paru FK-USU Medan.
dr. H Santoso Soeroso, SpA (K), MARS. 2010, Kewaspadaan
Universal Pencegahan Infeksi Nosokomial,
http://www.infeksi.com/articles.php?lng=in&pg=16, diakses
tanggal 1 Juni 2012.
Thamrin Hisbullah. 1993. Pengendalian Infeksi Nosokomial di RS
Persahabatan Jakarta. Cermin Dunia Kedokteran
Ducel, G. et al. 2002. Prevention of hospital-acquired
infections, A practical guide. 2nd edition. World Health
Organization. Department of Communicable disease, Surveillance and
Response
Soeparman, dkk. 2001. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Balai
Penerbit FKUI, Jakarta
Wenzel. 2002. Infection control in the hospital,in International
society for infectious diseases, second ed. Boston
WHO. 2003. Health Care Worker Safety.
http://www.who.int/injection_safety/toolbox/docs/en/AM_HCW_Safety.pdf,
diakses tanggal 1 Juni 2012
PAGE 1