Page 1
KERATITIS
Keratitis merupakan kelainan akibat terjadinya infiltrasi sel radang pada kornea yang akan mengakibatkan
kornea menjadi keruh. Keratitis biasanya diklasifikasikan dalam lapis yang terkena seperti keratitis superfisial
bila mengenai lapisan epitel atau Bowman dan keratitis profunda atau keratitis interstisial (disebut juga keratitis
parenkimatosa) yang mengenai lapisan stroma.
Keratitis selain disebabkan oleh infeksi dapat juga diakibatkan oleh beberapa faktor lainnya, seperti mata yang
kering, keracunan obat, alergi ataupun konjungtivitis kronis.
Pengobatan umumnya ditujukan pada penyebabnya, disertai dengan pemberian atropin atau midriatika untuk
mengistirahatkan mata selain mengurangi rasa sakit dan gejala peradangan. Mata dibebat untuk mencegah
infeksi sekunder. Bila setelah 3 hari pengobatan tidak terjadi perbaikan, sebaiknya pasien dirujuk pada ahli
mata.
Keratitis Bakterial
Infeksi pada kornea dapat disebabkan oleh berbagai macam bakteri, dimana organisme yang tersering adalah
pseudomonas aeroginosa, stafilokokus dan streptokokus. Infeksi yang paling berbahaya yaitu yang disebabkan
oleh pseudomonas, karena dapat menyebabkan kerusakan yang luas oleh karena ulkus kornea dalam waktu
yang cepat. Manifestasi klinis keratitis bakterial antara lain adalah mata merah yang unilateral, yang terasa
nyeri, berair dan silau (fotofobia), dan penglihatan menjadi kabur. Faktor resiko terjadinya penyakit ini adalah
pada pengguna lensa kontak (terutama pada penggunaan lensa dalam jangka waktu yang lama dan tidak
higienis), trauma kornea, dan pengguna imunosupresan. Studi bakteriologi merupakan hal yang essensial untuk
menegakkan diagnosis dan menentukan terapi.
Keratitis Viral
Keratitis dendritik herpetik
Keratitis akibat infeksi herpes simpleks terdapat dalam berbagai bentuk, seperti keratitis pungtata
superfisial, keratitis dendritik, dan keratitis profunda. Keratitis dendritik yang disebabkan oleh virus herpes
simpleks akan memberikan gambaran spesifik berupa infiltrat pada kornea dengan bentuk seperti ranting pohon
yang bercabang-cabang, dengan memberi uji flouresein positif nyata pada tempat peradangan. Sensibilitas
kornea nyata menurun diakibatkan karena ujung saraf ikut terkena infeksi virus herpes simpleks. Infeksi ini
biasanya bersifat reinfeksi endogen. Infeksi primer berjalan tanpa gejala klinis atau subklinis. Virus pada infeksi
Page 2
primer masuk melalui akson saraf menuju ganglion dan menetap dan menjadi laten. Bila penderita mengalami
penurunan daya tahan tubuh seperti demam, maka akan terjadi rekurensi.
Gejala yang terlihat berupa rasa silau, rasa kelilipan, tajam penglihatan menurun dan hipestesia kornea.
Semua gejala ini sangant ringan sehingga pasien sering terlambat untuk berkonsultasi pada dokter. Pengobatan
dapat diberikan virustatika seperti IDU trifluorotimidin dan acyclovir. Pemberian steroid pada penderita sangan
berbahaya, karena gejala akan sangat berkurang tetapi destruksi akan terus berjalan karena daya tahan tubuh
yang menurun.
Komplikasi yang dapat terjadi antara lain adalah keratitis disiformis atau terjadinya perforasi akibat
infeksi sekunder. Keratitis disiformis yang terletak didalam diduga terjadi akibat reaksi alergi jaringan kornea
terhadap virus herpes.
Keratitis herpes zoster
Keratitis herpes zoster merupakan manifestasi infeksi virus herpes zoster pada cabang pertama saraf
trigeminus, termasuk puncak hidung dan demikian pula kornea dan konjungtiva. Bila terjadi kelainan saraf
trigeminus ini, maka akan memberikan keluhan pada daerah yang dipersarafinya, yang pada herpes zoster akan
mengakibatkan timbulnya vesikel pada kulit. Pada mata akan terasa sakit dengan rasa yang berkurang (anastesia
dolorosa).
Pengobatan untuk penyakit ini lebih bersifat simtomatik seperti pemberian analgetika, vitamin, dan
antibiotik topikal atau umum untuk mencegah infeksi sekunder.
Komplikasi yang dapat timbul berupa uveitis, glaukoma, dan ulkus kornea. Biasanya rasa sakit
(neuralgia pascaherpes) akan memakan waktu yang berbulan-bulan untuk hilang.
Keratitis lagoftalmos
Keratitis lagotalmos terjadi akibat mata tidak menutup sempurna yang dapat terjadi pada ektropion,
protusiao bola mata, atau pada penderita koma, dimana tidak terdapat reflek mengedip, maka mata tidak
tertutup oleh kelopak. Biasanya keratitis yang terjadi pada mata yang tidak tertutup yaitu pada celah kelopak.
Pengobatan pada pasien yang menderita peyakit ini adalah dengan melakukan penetesan mata agar mata
tidak menjadi kering, dan bila perlu dapat dilakuakn tarsorafi atau blefarorafi.
Komplikasi yang dapat terjadi dari penyakit ini adalah infeksi sekunder pada defek kornea sehingga
timbul tukak pada kornea.
Page 3
Keratitis neuroparalitik
Keratitis ini terjadi akibat gangguan pada saraf trgeminus yang mengakibatkan gangguan sensibilitas
dan metabolisme kornea. Biasanya kelainan dimulai dengan terkelupasnya epitel kornea kemudian disusun
dengan terbentuknya vesikel pada kornea dan akan menjadi lebih berat bila terjadi infeksi sekunder. Pada
keadaan ini sensibilitas kornea berkurang atau hilang, mata menjadi merah tanpa rasa sakit.
Pengobatan yang dapat dilakukan adalah tarsorafi atau blefarorafi atau melakukan kauterisasi pada
pungtum lakrimal.
Komplikasi yang dapat terjadi adalah tukak kornea dengan hipopion dan bahkan bila terjadi perforasi
pada kornea dapat terjadi endoftalmitis atau panoftalmitis.
JENIS-JENIS KERATITIS
Keratitis pungtata epitelial
Keratitis pungtata adalah keratitis dengan infiltrat halus pada kornea yang dapat terletak superfisial dan
subepitelial. Selain disebabkan oleh virus, keratitis pungtata epitelial juga dapat disebabkan oleh karena obat,
seperti neomisin dan gentamisin. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan tampakan keratitis ini antara lain:
o Infeksi virus
- Herpes simpleks
- Epidemik keratokonjungtivitis
- Moluskum kontagiosum
o Gangguan air mata
- Lagoftalmus
- Keratokonjungtivitis sika
- Lensa kontak
- Alergi-vernal
Page 4
- Radiasi sinar ultraviolet
Untuk menegakkan diagnosis keratitis pungtata ini sedikit sulit dan terkadang bila terletak superfisial,
maka akan terdapat uji fluoresein yang positif. Biasanya pada uji plasido bila terletak superfisial akan
memberikan gambaran yang irreguler.
Keratitis disiformis
Keratitis ini merupakan dengan bentuk seperti cakram di dalam stroma permukaan kornea. Keratitis ini
disebabkan oleh infeksi virus herpes simpleks. Kornea akan terlihat menebal dengan lipatan membran
descernet. Bila letak kelainan di sentral akan mengakibatkan berkurangnya tajam penglihatan. Sensibilitas
kornea menurun dengan uji plasido yang positif.
SKLERITIS
Epidemiologi
Di Indonesia cukup sering dijumpai skleritis, terutama skleritis noduler dan skleritis difus, sedangkan meskipun jarang,
skleritis nekrotik juga dapat dijumpai. Skleritis sering ditemukan pada orang dewasa dan lebih sering ditemukan pada
wanita. Dapat mengenai satu atau dua mata, yaitu pada skleritis difus lebih seriing mengenai dua mata, sedangkan
skleritis noduler lebih sering mengenai satu mata
Etiologi
Penyebab utama skleritis sering tidak ditemukan. Terkadang penyakit ini ditemukan bersamaan dengan penyakit
kolagen, seperti artritis reumatoid, sedangkan pada beberapa kasus lainnya sering ditemukan bersama-sama dengan
penyakit tuberkulosa.
Manifestasi Klinis
Keluhan penderita terutama adalah rasa sakit dan nyeri tekan, disamping matanya yang merah. Rasa sakit dapat
terbatas pada mata, tetapi dapat pula menjalar ke sekitar mata sampai ke pelipis. Pada skleromalasia perforans tidak
terdapat rasa sakit, atau jarang menyertainya. Sebaliknya pada skleritis nekrotik rasa sakit ini hebat sekali dan
menggangu sehingga penderita tidak bisa tidur.
Radang sklera disertai dengan kongesti pembuluh darah episklera dan sklera, umumnya mengenai sebagian sklera
anterior. Beberapa kasus menunjukkan peradangan sklera yang difus, berwarna merah dadu. Nodul pada skleritis
Page 5
noduler tidak dapat digerakkan pada dasarnya, berwarna merah, berbeda dengan nodul pada episkleritis yang dapat
digerakkan.
Pada skleritis difus peradangan sklera lebih luas, tanpa nodul. Meskipun tampaknya lebih luas, tetapi perjalanan
penyakitnya lebih ringan. Sebaliknya skleritis nekrotik adalah jenis skleritis yang menyebabkan kerusakan sklera yang
lebih berat. Pada skleromalasia perforans, tidak terdapat tanda-tanda radang yang jelas, tetapi terdapat lisis sklera berat
yang berakibat pada perforasi sklera.
Tatalaksana
Pengobatan dimulai dengan pemberian steroid tetas mata seperti pada episkleritis, namun perlu juga diberikan obat
anti inflamasi per oral. Pemberian steroid oral memberikan hasil yang memuaskan, namun bila peradangan sudah
menghilang, maka pemberian steroid diturunkan sampai didapatkann dosis minimal yang mengontrol peradangan sklera
agar jangan sering kambuh. Apabila ada penyakit yang mendasari, maka penyakit tersebut perlu diobati. Bila ada
perforasi sklera, dilakuakan pembedahan untuk menutup perforasi sklera tersebut.
Komplikasi
Dibandingkan dengan episkleritis, komplikasi akibat skleritis jauh lebihh sering dan lebih berat. Komplikasi yang dapat
terjadi antara lain yaitu keratitis sklerotik, uveitis, yang dapat berakibat katarak, glaukoma dan komplikasi pada sklera
sendiri, yaitu penipisan sampai perforasi. Kesemua komplikasi ini menyebabkan gangguan penglihatan yang cukup berat.
EPISKLERITIS
Etiologi dan Epidemiologi
Penyebabnya sering tidak diketahui, umumnya didapatkan dasar alergi. Sebagian kecil diantara penderita episkleritis
menderita arthritis rheumatoid. Angka kejadian antara wanita dan laki-laki sama besar, sedangkan pada anak-anak
jarang terjadi (tidak pernah). Keluhan biasanya terjadi hanya pada satu mata, meskipun juga dapat terjadi pada kedua
mata.
Manifestasi klinis
Keluhan utama dari penderita penyakit ini adalah mata yang merah, hilan timbul, sedikit sakit, dan disertai dengan
keluhan silau. Pada mata dapat ditemukan kemerahan setempat, yang menunjukkan pelebaran pembuluh darah
episklera, namun dapat pula terjadi peradangan yang mengenai seluruh mata.
Page 6
Pada episkleritis noduler, dapat dijumpai nodul, dimana nodul ini bebas dari dasarnya. Biasanya nodul hanya sebuah,
tetapi pada beberapa kasus dapat dijumpai lebih dari satu nodul. Pada pasien dengan episkleritis tidak dijumpai adanya
gangguan penglihatan.
Pada episkleritis yang luas, gambarannya mirip dengan konjungtivitis, namun secara klinis tidak sulit untuk
dibedakan, yaitu bedanya pada episkleritis tidak terdapat hiperemi konjungtivitis tarsal, tidak didapatkan sekret, serta
nyeri pada penekanan ringan bola mata.
PERBEDAAN EPISKLERITIS DAN KONJUNGTIVITIS
Episkleritis Konjungtivitis
Sakit Ditekan sangan sakit Perasaan panas
Visus Normal Normal
Merah Dalam di permukaan Dipermukaan
Sekret Tidak ada Ada
Pupil Normal/ kecil Normal
Tatalaksana
Pengobatan pada pasien dengan episkleritis adalah dengan pemberian kortikosteroid, yang diberikan 4 kali
sehari. Dengan pengobatan ini episkleritis sembuh dalam satu minggu, sedangkan pada episkleritis nodular
penyembuhan lebih lama, yaitu dalam beberapa minggu.
Komplikasi
Komplikasi pada episkleritis sangat jarang dijumpai dan apabila ada biasanya hanya ringan, seperti keratitis superfisial.
UVEITIS (Iritis)
Radang uvea dapat mengenai hanya bagian depan jaringan uvea atau selaput pelangi (iris) dan keadaan ini disebut
sebagai iritis. Bila mengenai bagian tengah uvea maka keadaan ini disebut sebagai siklitis. Biasanya iritis akan disertai
dengan siklitis yang disebut sebagai uveitis anterior.
Iritis dapat merupakan suatu manifestasi klinik reaksi imunologik terlambat, dini atau sel mediated terhadap jaringan
uvea anterior. Pada kekambuhan atau rekuren terjadi reaksi imunologik humoral. Bakteriemia ataupun viremia dapat
menimbulkan iritis ringan, yang bila kemudian terdapat antigen yang sama dalam tubuh akan dapat timbul kekambuhan.
Uveitis dapat terjadi mendadak atau akut berupa mata merah dan sakit, ataupun datang perlahan dengan mata merah
dan sakit ringan dengan penglihatan turun perlahan-lahan.
Perjalanan penyakit iritis adalah sangat khas yaitu penyakit berlangsung hanya antara 2-4 minggu. Kadang-kadang
penyakit ini memperlihatkan gejala-gejala kekambuhan atau penyakit menahun.
Page 7
Glaukoma sekunder sering terjadi pada uveitis akibat tertutupnya trabekulum oleh sel radang atau sisa sel radang.
Kelainan sudut dapat dilihat dengan pemeriksaan gonioskopi.
UVEITIS ANTERIOR (Iridosiklitis)
Uveitis anterior disebut juga sebagai iridosiklitis. Iridosiklitis dapat merupakan suatu manifestasi klinik reaksi imunologik
terlambat, dini atau sel mediated terhadap jaringan uvea anterior. Pada kekambuhan atau rekuren terjadi reaksi
imunologik humoral.
Pada trauma tumpul dapat terjadi reaksi jaringan uvea sehingga menimbulkan iridosiklitis atau radang uvea anterior.
Pada mata akan terlihat mata merah, akibat adanya darah di dalam bilik mata depan maka akan terdapat suar dan pupil
yang mengecil dengan tajam penglihatan menurun. Pupil mengecil akibat rangsangan proses peradangan pada otot
sfingter pupil dan terdapatnya edem iris. Pada proses radang akut dapat terjadi miopisasi akibat rangsangan badan siliar
dan edema lensa. Pada nongranulomatosa terdapat presipitat halus pada dataran belakang kornea. Pada iridosiklitis
granulomatosa terdapat presipitat besar atau “mutton fat deposit”, benjolan Koeppe (penimbunan sel pada tepi pupil
atau benjolan Busacca (penimbunan sel pada permukaan iris). Iridosiklits kronis merupakan episode rekuren dengan
gejala akut yang ringan atau sedikit.
Keluhan pasien dengan uveitis anterior akut mata sakit, merah, fotofobia, penglihatan turun ringan dengan mata berair,
dan mata merah. Keluhan sukar melihat dekat pada pasien akibat ikut meradangnya otot-otot akomodasi.
Pada uveitis anterior diberikan tetes mata midriatik dan steroid topical. Bila terlihat tanda radang berat maka dapat
diberikan steroid sistemik.
Sebaiknya pada mata ini diukur tekanan bola mata untuk persiapan memeriksa fundus dengan midriatika.
DAKRIOSISTITIS
Definisi
Dakriosistitis merupakan peradangan sakus lakrimal. Biasanya peradangan ini dimulai oleh terdapatnya obstruksi duktus
nasolakrimal. Obstruksi ini pada anak-anak biasanya akibat tidak terbukanya membrane nasolakrimal sedang pada orang
dewasa akibat tertekan salurannya misalnya akibat adanya polip hidung.
Epidemiologi
Penyakit ini sering ditemukan pada anak-anak atau orang dewasa berumur di atas 40 tahun, terutama perempuan.
Jarang ditemukan pada orang dewasa usia pertengahan, kecuali apabila didahului oleh infeksi jamur.
Perjalanan Penyakit
Perjalanan penyakit dapat kronik ataupun akut. Kuman yang dapat merupakan penyebab adalah stafilokok, pneumokok,
dan streptokok, Neiseria catarrkalis dan pseudomonas. Pneumokok merupakan penyebab yang paling berbahaya,
peradangan akut ini dapat berlanjut menjadi peradangan menahun. Pada yang menahun biasanya disebabkan oleh
tuberculosis, lepra, trakoma, dan infeksi jamur. Dakriosistitis menahun dapat merupakan lanjutan dari dakriosistitis akut,
dan bersifat rekuren.
Pada keadaan akut terdapat epifora, sakit yang hebat di daerah kantung air mata dan demam. Terlihat pembengkakan
kantung air mata dan merah di daerah sakus lakrimal, dan nyeri tekan di daerah sakus, disertai secret mukopurulen yang
akan memancar bila kantung air mata ditekan. Daerah kantung air mata berwarna merah meradang.
Pada keadaan menahun tak terdapat rasa nyeri, tanda-tanda radang ringan, biasanya gejala berupa mata yang sering
berair, yang bertambah bila mata kena angin. Bila kantung air mata ditekan dapat keluar secret yang mukoid dengan
Page 8
nanah di daerah pungtum lakrimal, mata berair, dan kelopak melekat satu dengan lainnya.
Tatalaksana
Pengobatan dakriosistitis adalah dengan melakukan pengurutan daerah sakus sehingga nanah bersih dari dalam kantung
dan kemudian diberi antibiotic local dan sistemik. Bila terlihat fluktuasi dengan abses pada sakus lakrimal maka
dilakukan insisi. Bila kantung lakrimal telah tenang dan bersih maka dilakukan pemasokan pelebaran duktus
nasolakrimal. Bila sakus tetap meradang dengan adanya obstruksi duktus nasolakrimal maka dilakukan tindakan
pembedahan dakriosistorinostomi atau operasi Toti.
Pengobatan dakriosistitis pada anak (neonates).
Pengurutan kantong air mata ke arah pangkal hidung. Dapat diberikan antibiotic atau tetes mata, sulfonamide 4-5 kali
sehari. Bila perlu dapat dilakukan probing ulangan.
Pengobatan dakriosistitis akut dewasa.
Dilakukan irigasi dengan antibiotic, bila penyumbatan menetap perbaiki sumbatan duktus nasolakrimal dengan cara
dakriosistorinostomi bila keadaan radang sudah tenang.
Penyulit
Penyulit dakriosistitis dapat berbentuk pecahnya pus yang mengakibatkan fistel sakus lakrimal, abses kelopak, ulkus, dan
selulitis orbita. Dakriosistitis dapat menjadi kronik sehingga sukar diobati. Adanya dakriosistitis merupakan
kontraindikasi untuk melakukan tindakan bedah membuka bola mata seperti operasi katarak, glaucoma karena dapat
menimbulkan infeksi intraocular seperti endoftalmitis ataupun panoftalmitis.
Diagnosis banding
Diagnosis banding dakriosistitis adalah selulitis orbita, sinusitis moidal dan sinutisitis frontal.
ENDOFTALMITIS
Merupakan peradangan berat bola mata, biasanya akibat infeksi setelah trauma atau bedah, atau endogen akibat sepsis.
Berbentuk radang supuratif di dalam rongga mata dan struktur di dalamnya. Peradangan supuratif di dalam bola mata
akan memberikan abses di dalam badan kaca.
Penyebab endoftalmitis supuratif adalah kuman dan jamur yang masuk bersama trauma tembus (eksogen) atau sistemik
melalui peredaran darah (endogen). Endoftalmitis eksogen dapat terjadi akibat trauma tembus atau infeksi sekunder
pada tindakan pembedahan yang membuka bola mata. Endoftalmitis endogen terjadi akibat penyebaran bakteri, jamur,
ataupun parasit dari fokus infeksi di dalam tubuh.
Bakteri yang sering menyebabkan endoftalmitis adalah stafilokok, streptokok, pneumokok, pseudomonas, dan basil
sublitis. Sedang jamur yang sering menyebabkan endoftalmitis supuratif adalah aktinomises, aspergilus, fitomikosis
sportrikum dan kokidioides.
Peradangan yang disebabkan bakteri akan memberikan gejala klinik rasa sakit yang sangat, kelopak merah dan bengkak,
kelopak sukar dibuka, konjungtiva kemotik dan merah, kornea keruh, bilik mata depan keruh yang kadang-kadang
disertai dengan hipopion. Kekeruhan ataupun abses di dalam badan kaca, akan memberikan refleks pupil berwarna
putih sehingga gambaran seperti retinoblastoma atau pseudoretinoblastoma.
Bila hipopion sudah terlihat, maka prognosisnya buruk. Karena itu diagnosa yang dini dan cepat harus dibuat untuk
mencegah kebutaan pada mata.
Endoftalmitis akibat kuman kurang virulen tidak terlihat seminggu atau beberapa minggu sesudah trauma atau
pembedahan. Demikian juga infeksi jamur dapat tidak terlihat sesudah beberapa hari atau minggu.
Endoftalmitis yang disebabkan jamur masa inkubasi lambat kadang-kadang sampai 14 hari setelah infeksi dengan gejala
mata merah dan sakit. Di dalam badan kaca ditemukan masa putih abu-abu, hipopion ringan, bentuk abses satelit di
Page 9
dalam badan kaca, dengan proyeksi sinar yang baik.
Endoftalmitis diobati dengan antibiotik melalui periolular atau subkonjungtiva.
Antibiotik topikal dan sistemik Ampisilin 2 gram/hari dan Kloramfenikol 3 gr/hari. Antibiotik yang sesuai untuk kausa bila
kuman adalah stafilokok, basitrasin (topikal), metisilin (subkonjungtiva dan IV). Sedang bila pnemokok, streptokok dan
stafilokok – Penisilin G (top, subkonj dan IV). Neisiria – Penisilin G (top. Subkonj. dan IV).
Sikloplegik diberikan 3x sehari tetes mata. Kortikosteroid dapat diberikan dengan hati-hati. Apabila pengobatan gagal
dilakukan eviserasi. Enukleasi dilakukan bila mata telah tenang dan ftisis bulbi. Penyebabnya jamur diberi Amfoterisin
B150 mikrogram sub-konjungtiva.
Penyulit endoftalmitis adalah bila proses peradangan mengenai ketiga lapisan mata (retina koroid dan sklera) dan badan
kaca maka akan mengakibatkan panoftalmitis. Prognosis endoftalmitis dan panoftalmitis sangat buruk terutama bila
disebabkan jamur atau parasit.
KONJUNGTIVITIS DRY EYES
(Keratokonjungtivitis Sicca)
Keratokonjungtivitis sicca adalah suatu keadaan keringnya permukaan kornea dan konjungtiva yang diakibatkan oleh
berkurangnya fungsi air mata.
Kelainan-kelainan ini terjadi pada penyakit yang mengakibatkan :
1. Defisiensi komponen lemak air mata. Misalnya : Blefaritis menahun, Distikiasis dan akibat pembedahan kelopak mata.
2. Defisiensi kelenjar air mata. Misalnya : Sindrom Syogren, Sindrom Riley Day, Alakrimia kongenital, Aplasi kongenital
saraf trigeminus, Sarkoidosis, Limfoma kelenjar air mata, obat-obat diuretik, atropin dan usia tua.
3. Defisiensi komponen musin. Misalnya : Benign ocular pempigoid.
4. Akibat penguapan yang berlebihan seperti pada keratitis neuroparalitik, hidup di gurun pasir, keratitis logoftalmus.
5. Kerena parut pada kornea atau menghilangnya mikrovili kornea.
Pasien akan mengeluh gatal, mata seperti berpasir, silau dan penglihatan kabur. Mata akan memberikan gejala sekresi
mukus yang berlebihan, sukar menggerakkan kelopak mata, mata tampak kering dan terdapat erosi kornea. Konjungtiva
bulbi edema, hiperemik menebal dan kusam. Kadang-kadang terdapat benang mukus kekuning-kuningan pada forniks
konjungtiva bagian bawah.
Pemeriksaan yang dapat dilakukan antara lain seperti pemeriksaan uji Scheimer dimana bila resapan air mata pada
kertas Scheimer kurang dari 5 menit dianggap abnormal.
Pengobatan tergantung pada penyebabnya dan air mata buatan yang diberikan selamanya. Penyulit yang dapat terjadi
adalah ulkus kornea, infeksi sekunder oleh bakteri, dan parut kornea dan neovaskularisasi kornea.
PTERIGIUM
Pterigium merupakan suatu pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang bersifat degeneratif dan invasif.
Pertumbuhan ini biasanya terletak pada celah kelopak bagian nasal ataupun temporal konjungtiva yang meluas ke
daerah kornea. Pterigium berbentuk segitiga dengan puncak di bagian sentral atau di daerah kornea.Pterigium mudah
meradang dan bila terjadi iritasi, maka bagian pterigium akan berwarna merah. Pterigium dapat mengenai kedua mata.
Page 10
Etiologi
Etiologinya tidak diketahui dengan jelas dan diduga merupakan suatu neoplasma, radang, dan degenerasi. Diduga
disebabkan oleh iritasi kronis akibat debu, cahaya matahari (sunar UV), dan udara yang panas.
Gejala Klinis
Pterigium dapat tidak memberikan keluhan atau akan memberikan keluhan mata iritatif, gatal, merah, sensasi benda
asing dan mungkin menimbulkan astigmat atau obstruksi aksis visual yang akan memberikan keluhan gangguan
penglihatan.
Pterigium dapat disertai dengan keratitis pungtata dan dellen (penipisan kornea akibat kering), dan garis penimbunan
besi dekat puncak (Stocker’s line) yang terletak di ujung ptrigium.
Berdasarkan luas perkembangannya diklasifikasikan menjadi:
Stadium I : pterigium belum mencapai limbus
Stadium II : sudah mencapai atau melewati limbus tapi belum mencapai
daerah pupil
Stadium III : sudah mencapai daerah pupil
Berdasarkan progresifitas tumbuhnya :
1.Stasioner : relatif tidak berkembang lagi (tipis, pucat, atrofi)
2.Progresif : berkembang lebih besar dalam waktu singkat
Tatalaksana
Pengobatan tidak diperlukan karena sering bersifat rekuren terutama pada pasien muda. Bila pterigium meradang dapat
diberi steroid atau tetes mata dekongestan.
Lindungi mata dengan pterigium dari sinar matahari, debu, dan udara kering dengan kacamata pelindung. Bila terdapat
tandaradang beri air mata buatan bila perlu steroid. Bila terdapat dellen, beri air mata buatan dalam bentuk salep. Bila
diberi vasokonstriktor maka perlu kontrol dalam 2 minggu dan bila terdapat perbaikan pengobatan dihentikan.
Terapi pterigium adalah dengan konservatif atau dilakukan pembedahan bila terjadi gangguan penglihatan akibat
terjadinya astigmatisme ireguler atau pterigium yang telah menutupi media penglihatan.
Hordeolum
Merupakan peradangan supuratif kelenjar yang terdapat pada kelopak mata.
Etiologi : stafilokokus
Jenis :
• Hordeolum interna / radang kelenjar Meibom dengan penonjolan terutama kea rah konjungtiva tarsal
• Hordeolum eksterna atau radang kelenjar Zeis atau Moll, dengan penonjolan terutama ke daerah kulit kelopak atau
keluar
Manifestasi Klinis :
• Gejala radang : bengkak, mengganjal dengan rasa sakit, merah & nyeri bila ditekan
• Adanya pseudoptosis atau ptosis akibat bertambah beratnya kelopak mata sehingga sukar diangkat
• Pembesaran kelenjar preaurikel
• Seperti abses
Terapi :
• Antibiotic local & sistemik
• Insisi di daerah abses
Page 11
• Untuk mempercepat sembuhnya proses radang dapat diberikan kompres hangat 3x sehari selama 10 menit sampai
nanah keluar
Penyulit :
• Seluliitis palpebra yang merupakan radang jaringan ikat jarang palpebra di depan septum orbita
• Abses palpebra
BLEFARITIS
Merupakan inflamasi kronis kelopak mata yang umum terjadi.
Etiologi : kadang dikaitkan dengan infeksi stafilokokus kronis
Klasifikasi :
Blefaritis anterior : jika menyebabkan debris skuamosa, inflamasi tepi kelopak mata, kulit & folikel bola mata
Blefaritis posterior : jika mengenai kelenjar Meibom
Gejala :
• Mata lelah & nyeri, memburuk pada pagi hari
• Krusta pada tepi kelopak mata
Tanda, mungkin terdapat :
• Skuama di tepi kelopak mata
• Debris dalam bentuk roset di sekitar bulu mata, dasarnya dapat mengalami ulserasi, merupakan tanda dari infeksi
stafilokokus
• Jumlah bulu mata berkurang
• Obstruksi & sumbatan duktus Meibom
• Sekresi Meibom keruh
• Injeksi pada tepi kelopak
• Abnormalitas film air mata
• Injeksi konjungtiva
Terapi
• Sulit & harus diberikan jangka panjang
• Blefaritis anterior : pembersihan kelopak dengan larutan bikarbonat atau sampo bayi yang diencerkan u/
menghilangkan debris skuamosa
• Blefaritis posterior : dapat dihubungkan dengan mata kering yang membutuhkan terapi dengan air mata buatan
• Karena penyebabnya stafilokokus : diberi antibiotic topical (gel asam fusidat) atau antibiotic sistemik
Prognosis :
Meski gejala dapat hilang dengan terapi, blefaritis dapat tetap menjadi masalah kronis
Page 12
Konjungtivitis
Klasifikasi Konjungtivitis
Konjungtivitis dapat dibedakan berdasarkan penyebabnya, a.l :
1. Konjungtivitis bakteri
2. Konjungtivitis virus
3. Konjungtivitis jamur
4. Konjungtivitis alergi
5. Konjungtivitis karena penyebab yang lain.
KONJUNGTIVITIS BAKTERI
Konjungtivitis bajteri merupakan suatu peradangan pada konjungtiva yang disebabkan oleh bakteri. Bakteri yang
menyebabkan bisa oleh infeksi gonokokus, meningokokus, staphylococcus aureus, Streptococcus pneumonia,
Haemophilus influenza, dan Eschericia coli.
Secara umum, gejala yang terjadi adalah adanya secret mukopurulen atau purulen, kemosis konjungtiva, edema
kelopak, dan kadang dapat disertai dengan keratitis dan blepharitis. Terdapat papil pada konjungtiva dan mata merah.
Selain itu, konjungtivitis bakteri ini mudah menular.
Konjungtivitis bakteri dapat muncul dalam 3 bentuk yaitu :
1. Hiperakut konjungtivitis hiperakut merupakan konjungtivitis yang berat, dan merupakan infeksi ocular yang dapat
membahayakan penglihatan. Onsetnya mendadak dengan karakteristik sejumlah sekret kuning-hijau. Gejalanya
progresif, terdapat hiperemi konjungtiva dan kemosis, pembengkakan kelopak, nyeri, bengkak pada kelenjar limfe
preaurikular. Penyebab utama dari konjungtivitis purulen hiperakut adalah Neisseria gonorrhoeae (paling sering) dan
Neisseria meningitidis. Infeksi gonokokus yang dibiarkan tidak terobati dapat menyebabkan ulserasi kornea dengan
perforasi, dan kadang hilangnya penglihatan permanen. Diagnosis dapat dilakukan dengan pewarnaan gram dari
specimen ocular dan kultur untuk spesies Neisseria. Pengobatan termasuk pemberian antibiotic sistemik dan dengan
antibiotic ocular. Karena prevalensi N. gonorrhoeae yang resisten penicillin semakin meningkat, pemilihan antibiotic
harus ditentukan dengan informasi terbaru terkait sensitivitas antibiotic.
2. Akut konjungtivitis bakteri akut memiliki karakteristik gejala rasa terbakar, berair, dan dengan sekret mukopurulen
atau purulen. Biasanya disebabkan oleh bakteri Streptococcus pneumonia, S. aureus, dan Haemophilus influenza.
Kelopak mata menjadi lengket, dengan kemungkinan ekskoriasi pada margin kelopak mata. Pengobatan selain menjaga
higienitas adalah dengan local antibiotic.
3. Kronis paling sering disebabkan oleh spesies Staphylococcus, meskipun bakteri lain mungkin juga terlibat. Sering
berhubungan dengan blefaritis dan kolonisasi bacterial pada margin kelopak mata. Gejalanya bervariasi dan dapat
termasuk di dalamnya adalah rasa gatal, terbakar, sensasi benda asing, dan krusta bulu mata di pagi hari. Gejala-gejala
lain seperti adanya debris kecil (flaky debris) dan eritema sepanjang margin kelopak mata, hilangnya bulu mata, dan
hiperemi mata. Beberapa orang dengan konjungtivitis bacterial akut juga memiliki styes dan kalazia pada margin kelopak
mata. Pengobatan yang dapat dilakukan adalah menjaga higienitas mata dan pemberian antibiotic topical.
Oftalmia neonatorum
Merupakan bentuk konjungtivitis yang terjadi pada bayi baru lahir berusia kurang dari 1 bulan. Penyebabnya bisa karena
N. gonorrhoeae, Pseudomonas, dan C. trachomatis. Pemberian tetes eritromisin 0,5% atau silver nitrate 1 % adalah obat
yang diberikan untuk pencegahan gonore, dan silver nitrate dapat menyebabkan konjungtivitas ringan dan self-limited.
Page 13
Tanda-tanda dari oftalmia neonatorum adalah kemerahan dan bengkak pada konjungtiva, bengkak pada kelopak mata,
dan adanya discharge yang dapat purulen.
Konjungtivitis yang disebabkan silver nitrate terjadi 6-12 jam setelah lahir atau 24 jam setelah penetesan dan
menghilang dalam 24-48 jam. Masa inkubasi N. gonorrhoeae adalah 2-5 hari dan untuk C. trachomatis adalah 5-14 hari.
Infeksi haris dicurigai terjadi apabila konjungtivitis berkembang dalam 48 jam setelah lahir.
Oftalmia neonatorum merupakan kondisi yang potensial menyebabkan kebutaan, dan berpotensial menyebabkan
manifestasi sistemik yang serius. Penyakit ini membutuhkan diagnosis dan pengobatan segera.
KONJUNGTIVITIS JAMUR
Infeksi jamur jarang terjadi, sedangkan 50% infeksi jamur yang terjadi tidak memperlihatkan gejala. Jamur yang dapat
memberikan infeksi pada konjungtivitis jamur adalah candida albicans dan actinomyces.
KONJUNGTIVITIS VIRAL
Radang konjuntiva akibat berbagai agen virus. Biasanya disebabkan adenovirus atau suatu infeksi herpes simpleks.
Infeksi virus ini biasanya terjadi bersama-sama dengan infeksi saluran pernapasan atas. Akibat sangat mudah menular,
maka virus akan mengenai kedua mata.
Konjungtivitis virus dapat memberikan gambaran sebagai keratokonjuntivitis epidemic, demam faringokonjungtiva,
konjungtivitis herpetic, konjungtivitis New Castle, konjungtivitis hemoragik epidemic akut.
Keratokonjungtivitis epidemic Demam faringokonjungtiva Konjungtivitis herepetic Konjungtivitis New Castle
Konjungtivitis hemoragik epidemic akut
Adenovirus tipe 3, 7,8,dan 19. Penularan melalui kolam renang Adenovirus tipe 2,4,dan 7. Melalui droplet atau kolam
renang Herpes simplex tipe 1. Biasanya pada anak usia <2 tahun yang disertai seudomembrane is. Pada dewasa
merupakan tipe rekuren infeksi ganglion trigeminus Virus New Castle. Pada peternak unggas. Virus picorna atau
enterovirus 70
Masa inkubasi 8-9 hari, masa infeksios 14 hari Masa inkubasi 5-12 hari, menularkan selama 12 hari. Masa inkubasi 1-2
hari Masa inkubasi 24-48 jam
Demam dengan mata kelilipan, mata berair berat, terdapat infiltrate subepitel kornea atau keratitis setalh terjadinya
konjuntivitis, kelenjar Pseudomembran membesar. Dalam secret ditemukan neutrofil.
Gejala menurun dalam 7-15 hari, perjalanan penyakit selama 3 minggu. Berjalan akut dengan gejala penyakit hiperemia
konjungtiva, mata seperti kemasukan pasir, folikel pada konjungtiva, secret seros, fotofobia, kelopak bengkak dengan
pseudomembrane.
Histopatologik : badan inklusi intranulear
Gambaran konjungtivitis berat dengan tepi kelopak dengan lesi vesikuler, hipertrofi papil pada konjuntiva. Kadang
ditemukan dendrite pada kornea. Terdapat limfadenopati preaurikuler.
Perasaan adanya benda asing, silau dan berai pada mata. Kelopak mata bengkak, konjuntiva tarsal hiperemis dengan
terdapatnya folikel dan kadang-kadang disertai perdarahan kecil. Rasa sakit pada mata, gatal, mata berair, penglihatan
kabur dan fotofobia. Kedua mata iritatif seperti kelilipan,dan sakit periorbita. Edema kelopak, kemosis konjungtiva,
secret seromukus, fotofobia disertai lakrimasi. Adanya perdarahan konjungtiva yan dimulai dengan ptekie.
Pengobatan
Topical sulfa
Page 14
Steroid bila terlihat adanya membran
Antibiotika untuk cegah infeksi sekunder
Astringen untuk mengurangi gejala dan hiperemia.
Anti virus dan alfa interferon Pengobatan
Kompres
Astringen
Lubrikasi
Kasus berat : antibiotika dan steroid topikal Pengobatan
Anti virus
Kontra indikasi mutlak : steroid Pengobatan khas tidak ada. Dapat sembuh dalam jangka waktu kurang dari 1 minggu.
Antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder dengan obat simptomatik. Pengobatan :
Simptomatik
Antbiotik spectrum luas sulfasetamid untuk mencegah infeksi sekunder.
Mengatur kebersihan untuk mencegah penularan
Komplikasi :
Kekeruhan kornea yang menetap Pada kornea dapat terjadi keratitis superficial, dan atau subepitel dengan pembesaran
kelenjar limfe preaurikuler. Jaringan parut yang besar pada kornea Pada kornea terdapat keratitis epitelial atau keratitis
subepitel. Pembesaran kel. Getah bening preaurikuler yang tidak nyeri tekan. Umumnya tidak memberikan penyulit
akan tetapi kadang-kadang terjadi uveitis.
KONJUNGTIVITIS ALERGI
Ialah radang konjungtiva akibat reaksi alergi terhadap non infeksi, dapat berupa reaksi cepat / lambat
Etiologi : obat, bakteri, toksin
Manifestasi Klinis :
• Mata gatal, panas, berair, merah
• Papil besar pada konjungtiva
• Datang bermusim
• Anak : disertai riwayat atopi (rhinitis, eksema, asma)
Diagnosa : pada pulasan secret biasanya ditemukan banyak sel eosinofil, sel plasma, limfosit, dan basofil
Terapi :
• Antihistamin (bahan vasokonstriktor)
• Hindari penyebab
• Astringen / steroid topical dosis rendah + kompres dingin untuk menghilangkan edema
• Jika berat : dapat diberikan antihistamin + steroid sistemik
Jenis – jenisnya :
Konjungtivitis Flikten
Merupakan reaksi hipersensitivitas tipe 4 terhadap TB, Stafilokokus, Ascariasis, dan basil Koch Weeks
Manifestasi Klinis :
• Biasanya sering terjadi di limbus, konjungtiva bulbi & tarsal, kornea
• Gangguan penglihatan, lakrimasi terus – menerus, silau, rasa seperti berpasir
• Sering kambuh
Terapi : obati penyebab primer, kortikosteroid topical
Page 15
Konjungtivitis Vernal
Sering di usia 5 – 25 tahun, sering kambuh di musim panas
Manifetasi Klinis :
• Gatal di mata, terutama saat terik
• Cobble stone di konjungtiva tarsal superior
• Secret mukoid (mukopurulen bila ada infeksi sekunder)