Industrial Testing Sistem Informasi Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (SIGAP) OTORITAS JASA KEUANGAN 2019 JAKARTA , 21 FEBRUARI 2019
Industrial TestingSistem Informasi Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan
Pendanaan Terorisme (SIGAP)
OTOR I TA S J A S A K E UA N G A N2 0 1 9
J A K A R TA ,
2 1 F E B R U A R I 2 0 1 9
Outline
Background Rezim APU PPT -TPPU
• Pemblokiran Secara Serta Merta Atas Dana Nasabah di Sektor Jasa Keuangan Yang Identitasnya Tercantum Dalam DTTOT
• Pemblokiran Secara Serta Merta Atas Dana Milik Orang Atau Korporasi yang Tercantum dalam Daftar Pendanaan Proliferasi SenjataPemusnah Massal
Background Rezim APU PPT –TPPT
Persiapan MER Indonesia oleh FATF
Peran Otoritas Jasa Keuangan dalam Rezim APU PPT
Latar Belakang Kebutuhan Sistem Informasi
Pengembangan SIGAP
2
Background Rezim APU PPT - TPPU
Skema Rezim APU PPT di Indonesia
4
Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU (Komite TPPU)
5
Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan
Pemberantasan TPPU (Komite TPPU) Indonesia
Ketua : Menkopolhukam
Waka : Menko Perekonomian
Sekretaris : PPATK
Anggota :1. Kemlu
2. Kemendagri
3. Kemenkeu
4. Kemenkumham
5. Kemendag
6. Kemenkop UKM
7. OJK
8. BI
9. Kejagung
10. Polri
11. BIN
12. BNPT
13. BNN
Lembaga Pengawas dan Pengatur Aparat Penegak Hukum
Komite TPPU merupakan badan yang beranggotakan 16 institusi
pemerintah yang diketuai oleh Menkopolhukam dengan PPATK sebagai sekretaris.
Komite TPPU bertanggungjawab langsung kepada Presiden RI.
Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, Komite TPPU memiliki perangkat untuk
mendukung pelaksanaan teknis, yaitu Tim Eksekutif Komite TPPU dan Kelompok
Kerja Komite TPPU. Komite Eeksekutif dipimpin oleh Kepala PPATK dan memiliki
anggota pejabat dengan tingkat Eselon I. Kelompok Kerja dipimpin oleh Wakil
Kepala PPATK dan memiliki anggota pejabat dengan tingkat Eselon II.
Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU (Komite TPPU)
6
Perpres Nomor 117 Th 2016
tentang Perubahan atas Perpres
Nomor 6 Th 2012
Tentang Komite Koordinasi
Nasional Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak
Pidana Pencucian Uang
Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU (Komite TPPU)
7
7
a. perumusan arah, kebiiakan, dan strategi pencegahan dan
pemberantasan TPPU;
b. pengoordinasian pelaksanaan program dan kegiatan
sesuai arah, kebijakan, dan strategi pencegahan dan
pemberantasanTPPU;
c. pengoordinasian langkah-langkah yang diperlukan dalam
penanganan hal lain yang berkaitan dengan pencegahan
dan pemberantasan TPPU termasuk TPPT; dan
d. pemantauan dan evaluasi atas penanganan serta
pelaksanaan program dan kegiatan sesuai arah, kebijakan
dan strategi pencegahan dan pemberantasanTPPU.
STRATEGI NASIONAL
PENCEGAHAN DAN
PEMBERANTASAN
TPPU/TPPT
TUGAS KOMITE TPPU
Stranas merupakan kerangka kebijakan nasional untuk seluruh stakeholder yang diharapkan
dapat memberikan hasil yang nyata dan konkrit dalam pencegahan dan pemberantasan TPPU
dan TPPT secara sistematis dan tepat sasaran. Berikut ini merupakan 7 strategi dalam Stranas:
1. Strategi 1: Menurunkan Tingkat Tindak Pidana Narkotika, Tindak Pidana Korupsi,
dan Tindak Pidana Perpajakan Melalui Optimalisasi Penegakan Hukum TPPU.
2. Strategi 2: Mewujudkan Mitigasi Risiko yang Efektif dalam Mencegah Terjadinya
TPPU danTPPT.
3. Strategi 3: Optimalisasi Upaya Pencegahan dan Pemberantasan TPPT.
4. Strategi 4: Menguatkan Koordinasi dan Kerja Sama Antar Instansi Pemerintah
dan/atau Lembaga Swasta.
5. Strategi 5: Meningkatkan Pemanfaatan Instrumen Kerja Sama Internasional dalam
Rangka Optimalisasi Asset Recovery yang Berada di Negara Lain.
6. Strategi 6: Meningkatkan Kedudukan dan Posisi Indonesia di Forum Internasional di
Bidang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU dan TPPT.
7. Strategi 7: Penguatan Regulasi dan Peningkatan Pengawasan Pembawaan Uang
Tunai dan Instrumen Pembayaran Lain Lintas Batas Negara Sebagai Media
Pendanaan Terorisme.
RESULT ON NATIONAL RISK ASSESSMENT (NRA) Dalam rangka menerapkan kebijakan berkelanjutan terkait pencegahan danpemberantasan TPPU, Indonesia melalui Komite TPPU memformulasikan danmengembangkan Strategi Nasional dalam Pencegahan dan Pemberantasan TPPUdan TPPT (Stranas) pada periode 2017-2019 yang merujuk kepada NRA.
Rezim APU PPT di Indonesia
Direksi, komisaris, pengurus atau pegawai Pihak Pelapor dilarang
memberitahukan kepada Pengguna Jasa atau pihak lain, baik secara langsung
maupun tidak langsung, dengan cara apa pun mengenai laporan Transaksi
Keuangan Mencurigakan yang sedang disusun atau telah disampaikan kepada
PPATK
Pasal 12 ayat (1)
Ketentuan mengenai larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku
untuk pemberian informasi kepada Lembaga Pengawas dan PengaturPasal 12 ayat (2)
9
Pelanggaran atas ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda
paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)
Pasal 12 ayat (5)
UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU
Transaksi dengan Pihak Pelapor –Terkait dengan Anti Tipping-Off
10
UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan PemberantasanTPPU
Transaksi dengan Pihak Pelapor –Terkait dengan Kewajiban Pengguna Jasa (Nasabah)
Setiap Orang yang melakukan Transaksi dengan Pihak Pelapor wajib memberikan identitas dan
informasi yang benar yang dibutuhkan oleh Pihak Pelapor dan sekurang-kurangnya memuat
identitas diri, sumber dana, dan tujuan Transaksi dengan mengisi formulir yang disediakan oleh
Pihak Pelapor dan melampirkan Dokumen pendukungnya.
Pasal 19 ayat (1)
Dalam hal Transaksi dilakukan untuk kepentingan pihak lain, Setiap Orang sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) wajib memberikan informasi mengenai identitas diri, sumber dana, dan tujuan
Transaksi pihak lain tersebut.Pasal 19 ayat (2)
Identitas dan dokumen pendukung yang diminta oleh Pihak Pelapor harus sesuai dengan
ketentuan peraturan dan perundang-undangan yang ditetapkan oleh setiap LPP. Pihak Pelapor
wajib menyimpan catatan dan dokumen mengenai identitas pelaku transaksi paling singkat 5
tahun sejak berahirnya hubungan usaha dengan Pengguna Jasa tersebut.
Pasal 21
PJK wajib memutuskan hubungan usaha dengan Pengguna Jasa jika menolak mematuhi PMPJ dan
PJK meragukan kebenaran informasi yang disampaikan Pengguna Jasa. PJK wajib melaporkan
tindakan pemutusan hubungan usaha sebagai Transaksi Keuangan Mencurigakan (TKM).
Pasal 22
Pihak Pelapor wajib mengetahui bahwa Pengguna Jasa yang melakukan Transaksi
dengan Pihak Pelapor bertindak untuk diri sendiri atau untuk dan atas nama
orang lain.
Pasal 20 ayat (1)
11
Dalam hal Transaksi dengan Pihak Pelapor dilakukan untuk diri sendiri atau untuk
dan atas nama orang lain, Pihak Pelapor wajib meminta informasi mengenai
identitas dan Dokumen pendukung dari Pengguna Jasa dan orang lain tersebut.
Pasal 20 ayat (2)
Dalam hal identitas dan/atau Dokumen pendukung yang diberikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) tidak lengkap, Pihak Pelapor wajib menolak Transaksi
dengan orang tersebut.
Pasal 20 ayat (3)
UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan PemberantasanTPPU
Transaksi dengan Pihak Pelapor –Terkait dengan Beneficial Owner
• PJK wajib menyampaikan laporan kepada PPATK terkait:
Transaksi keuangan mencurigakan (TKM);
Transaksi keuangan tunai paling sedikit Rp500 juta atau dengan mata uang asing nilai setera baik dalam satu
kali atau beberapa kali transaksi dalam satu hari kerja dan atau
Transaksi keuangan transfer dana dari dan ke luar negeri (TKL).
Pasal 23
12
• Perubahan besarnya jumlah TKT ditetapkan dengan keputusan Kepala PPATK dan terdapat kewajiban TKT
dikecualikan yaitu terhadap:
a) transaksi yang dilakukan oleh PJK dengan Pemerintah dan bank sentral;
b) transaksi untuk pembayaran gaji atau pensiun; dan
c) transaksi lain yang ditetapkan oleh Kepala PPATK atau atas permintaan PJK yang disetujui oleh PPATK.
• PJK wajib membuat dan menyimpan daftar TKT yang dikecualikan dan PJK yang tidak membuat dan menyimpan
daftar TKT yang dikecualikan dikenai sanksi administratif.
UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan PemberantasanTPPU
Pelaporan PJK Ke PPATK
• Besarnya jumlah TKL yang wajib dilaporkan diatur dengan Peraturan Kepala PPATK.
a. korupsi;
b. penyuapan;
c. narkotika;
d. psikotropika;
e. penyelundupan tenaga kerja;
f. penyelundupan migran;
o. penculikan;
p. pencurian;
q. penggelapan;
r. penipuan;
s. pemalsuan uang;
t. perjudian;
u. prostitusi;
Hasil tindak pidana adalah Harta Kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana:
g. di bidang perbankan;
h. di bidang pasar modal;
i. di bidang perasuransian;
j. kepabeanan;
k. cukai;
l. perdagangan orang;
m. perdagangan senjata gelap;
n. terorisme;
v. di bidang perpajakan;
w. di bidang kehutanan;
x. di bidang lingkungan hidup;
y. di bidang kelautan dan perikanan; atau
z. tindak pidana lain yang diancam dengan pidana
penjara 4 (empat) tahun atau lebih,
Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)
UU No. 8 Tahun 2010
13
Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)
UU No. 8 Tahun 2010
Pasal 3Setiap Orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan,
membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas Harta
Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana dengan tujuan menyembunyikan atau
menyamarkan asal usul Harta Kekayaan dipidana karena tindak pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh)
tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
Pasal 4Setiap Orang yang menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau
kepemilikan yang sebenarnya atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana dipidana
karena tindak pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00
(lima miliar rupiah).
Pasal 5Setiap Orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah,
sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya
merupakan hasil tindak pidana dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 11. Pencucian Uang adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam Undang-
Undang ini
14
Penempatan (Placement), yaitu upaya menempatkan uang tunai yang berasal dari tindak
pidana ke dalam sistem keuangan, atau upaya menempatkan uang giral (seperti cheque, weselbank, sertifikat deposito) kembali ke dalam sistem keuangan, terutama sistem perbankan.
Transfer (Layering), yaitu upaya untuk mentransfer harta kekayaan yang berasal dari tindak
pidana (dirty money) yang telah berhasil ditempatkan kepada PJK (terutama bank) sebagai hasilupaya penempatan (placement) ke PJK yang lain. Sebagai contoh, dengan melakukan beberapa kali transaksi atau transfer dana.
Penggunaan Harta Kekayaan (Integration), yaitu upaya menggunakan harta
kekayaan yang berasal dari tindak pidana yang telah berhasil masuk ke dalam sistem keuanganmelalui penempatan atau transfer sehingga seolah menjadi harta kekayaan halal (clean money), untuk kegiatan bisnis yang halal atau untuk membiayai kembali kegiatan kejahatan. Sebagai contohdengan pembelian aset dan membuka/melakukan kegiatan usaha.
1
3
2
Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)
Tahapan Pencucian Uang
15
Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)
UU No. 8 Tahun 2010
16
Pencucian uang secara sederhana merupakan upaya menyembunyikan atau menyamarkan uang
atau dana yang dihasilkan dari suatu aksi kejahatan atau hasil tindak pidana sehingga seolah-olah
tampak menjadi harta kekayaan yang sah (yang berasal dari 26 jenis tindak pidana asal sesuai UU
TPPU).
TPPU adalah tindak pidana lanjutan (follow up crime) yang merupakan kelanjutan dari tindak
pidana asal (predicate crime) yang memiliki “kekhususan” dan “kekhasan” yaitu tidak perlu
dibuktikan terlebih dahulu kejahatan asalnya karena berdiri sendiri (separate crime). Dengan kata
lain, penuntutan TPPU tidak harus menunggu keputusan dari tindak pidana asalnya.
Penyusunan dakwaan TPPU dapat dilakukan tanpa harus dibuktikan tindak pidana asalnya atau
stand alone money laundering yang menjadi relevan pada saat:
a) tidak terdapat cukup bukti dari tindak pidana asal tertentu yang menimbulkan hasil kejahatan
atau
b) dalam situasi dimana terdapat kekurangan pada wilayah hukum atas terjadinya tindak pidana
asal.
Sejatinya, pelaku TPPU berusaha untuk menyembunyikan/menyamarkan asal usul harta kekayaan
yang merupakan hasil tindak pidana dengan berbagai cara agar sulit ditelusuri oleh aparat penegak
hukum (law enforcement agency).
17
Pendekatan Anti Pencucian Uang
Background Rezim APU PPT - TPPT
Tindak Pidana PendanaanTerorisme (TPPT)
Perbedaan Pencucian Uang dan PendanaanTerorisme
Pendanaan TerorismePencucian Uang
Sumber dana ilegal
Nominal transaksi pada
umumnya tinggi
Sumber dana dapat berasal
dari sumber yang legal
Nominal transaksi relatif kecil
19
Tindak Pidana PendanaanTerorisme (TPPT)
Tindak Pidana PendanaanTerorisme
Pendanaan
Terorisme
United Nations
Security Council
resolution 1267
PJK wajib
melakukan
Freezing
without delay
(pemblokiran
seketika)
United Nations
Security Council
resolution 1718
• Pertama kali dikeluarkan
Dewan Keamanan (DK) PBB
pada 15 Oktober 1999
• Daftar nama berupa UN List
(usulan dari DK PBB)
• Pertama kali dikeluarkan DK
PBB pada 28 September 2001
• Daftar nama berupa Domestic
List (usulan dari negara
anggota PBB)
Berupa Daftar
TerdugaTeroris dan
OrganisasiTeroris
(DTTOT)
20
United Nations
Security Council
resolution 1373
Berupa Daftar
TerdugaTeroris dan
OrganisasiTeroris
(DTTOT)
• Pertama kali dikeluarkan DK
PBB pada 14 Oktober 2006
• Sanksi terhadap Korea Utara
karena klaimnya yang
menyatakan bahwa negara itu
telah melakukan uji coba
nuklirnya
Berupa Daftar
Pendanaan
Proliferasi Senjata
Pemusnah Massal
Pasal 1
(1) Pendanaan Terorisme adalah segala perbuatan dalam rangka menyediakan,
mengumpulkan, memberikan, atau meminjamkan Dana, baik langsung
maupun tidak langsung dengan maksud untuk digunakan dan/atau yang
diketahui akan digunakan untuk melakukan kegiatan terorisme, organisasi
teroris, atau teroris.
(2) Tindak Pidana Terorisme adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur
tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang yang
mengatur pemberantasan tindak pidana terorisme.
(6) Transaksi Keuangan Mencurigakan terkait Pendanaan Terorisme adalah:
a. transaksi keuangan dengan maksud untuk digunakan dan/atau yang
diketahui akan diguakan untuk melakukan tindak pidana terorisme;
atau
b. transaksi yang melibatkan Setiap orang yang berdasarkan daftar
terduga teroris dan organisasi teroris.
Tindak Pidana PendanaanTerorisme (TPPT)
UU No. 9 Tahun 2013
21
Pasal 4
Setiap Orang yang dengan sengaja menyediakan, mengumpulkan, memberikan, atau
meminjamkan Dana, baik langsung maupun tidak langsung, dengan maksud digunakan seluruhnya
atau sebagian untuk melakukan Tindak Pidana Terorisme, organisasi teroris, atau teroris
dipidana karena melakukan tindak pidana pendanaan terorisme dengan pidana penjara paling lama 15
(lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 5
Setiap Orang yang melakukan permufakatan jahat, percobaan, atau pembantuan untuk
melakukan tindak pidana pendanaan terorisme dipidana karena melakukan tindak pidana pendanaan
terorisme dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.
Pasal 6
Setiap Orang yang dengan sengaja merencanakan, mengorganisasikan, atau menggerakkan
orang lain untuk melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dipidana karena
melakukan tindak pidana pendanaan terorisme dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara
paling lama 20 (dua puluh) tahun.
Tindak Pidana PendanaanTerorisme (TPPT)
UU No. 9 Tahun 2013
22
Menerapkan CDD
Tindak Pidana PendanaanTerorisme (TPPT)
Dampak dan Tindak Lanjut Pemerintah terkait UU No. 9 Tahun 2013
Melakukan pemantauan
terhadap UNTerrorist List
Melaporkan sebagai LTKM
Melakukan pemblokiran
sesuai perintah Apgakum
Dikeluarkannya UU No. 9 Tahun
2013 pada 12 Februari 2013
Menerbitkan DTTOT
Menetapkan asas freeze
without delay sesuai dengan
sistem hukum Indonesia
PJK
23
Modus Pendanaan
Terorisme BerisikoTinggi
Sumbangan ke yayasan, berdagang/kegiatan usaha, aktivitas
kriminal
Profil BerisikoTinggi Pelajar/Mahasiswa, Yayasan/Organisasi Nirlaba
Wilayah BerisikoTinggi DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten, Sumatera
Utara, Nanggroe Aceh Darussalam, Sulawesi Selatan, NTB
Pemindahan Dana Berisiko
Tinggi
Sistem Pembayaran Elektronik, Sistem Pembayaran Online,
New Payment Method
InstrumenTransaksi
BerisikoTinggi
Tarik/SetorTunai
Sektor Jasa Keuangan dijadikan sebagai
media untuk pendanaan terorisme
Sumber: NRA 2015 - PPATK
Tindak Pidana PendanaanTerorisme (TPPT)
National Risk Assessment (NRA) 2015
24
Tindak Pidana PendanaanTerorisme (TPPT)
Proses PendanaanTerorisme
Pelaku
TerorisPemilik Dana
Collecting/Raising
FundsMoving/Storing/Transferring Funds Using Funds
Dana dari kegiatan
kriminal
Dana “legal” atau tampak
legal:
1. Donasi Legal NPO
2. Penyalahgunaan Donasi
Legal NPO
3. Donasi Pendapatan Legal
Pelaku Teroris
Barter/perdagangan barang
dan jasa
Lainnya
Melalui Perbankan
Melalui Pengiriman Uang
(Remittance)
Melalui Legitimasi Bisnis atau
Bisnis Baru
Pembawaan Uang Tunai atau
Instrumen Sejenisnya
Melalui Pembayaran
Elektronik, Pembayaran
Online, dan NPM
Untuk direct cost
terorisme domestik
Untuk direct cost
terorisme di luar negeri
Untuk pengelolaan
jaringan teroris domestik
Untuk pengelolaan
jaringan teroris
internasional
Sumber: NRA 2015 - PPATK
25
Pemblokiran Secara Serta Merta Atas Dana Nasabah di Sektor Jasa Keuangan Yang Identitasnya Tercantum Dalam DTTOT
26
Daftar Terduga Teroris dan Organisasi Teroris (DTTOT)
27
Alur DTTOT
Pasal 46 POJK No. 12/POJK.01/2017
tentang Penerapan Program APU PPT di Sektor Jasa Keuangan
Surat Edaran OJK Nomor 38/SEOJK.01/2017
tentang Pedoman Pemblokiran Secara Serta Merta Atas Dana
Nasabah di Sektor Jasa Keuangan Yang Identitasnya Tercantum
dalam Daftar Terduga Teroris dan Organisasi Teroris
• OJK menyampaikan DTTOT serta setiap perubahannya disertai dengan permintaan Pemblokiran secara serta merta terhadap seluruh
Dana yang dimiliki atau dikuasai, baik secara langsung maupun tidak langsung, oleh orang perseorangan atau Korporasi dari Kepala
Kepolisian Republik Indonesia kepada PJK, melalui surat yang disampaikan secara elektronik.
• Dalam melakukan Pemblokiran secara serta merta, PJK harus melakukan mitigasi risiko atas kemungkinan terjadinya false positive
atau false negative, untuk meminimalisir kesalahan dalam pelaksanaan Pemblokiran.
• Dalam hal PJK melakukan false positive dan false negative, maka PJK wajib melakukan koordinasi dengan Kepolisian Negara
Republik Indonesia cq. Detasemen Khusus 88 Anti Teror.
United Nations
Security Council
Resolution (UNSCR)
• 1267 (Al Qaeda
dan Taliban)
• 1373 (Domestik)
FATF RECOMMENDATION 6
Targeted Financial Sanctions Related to Terrorism and
Terroris Financing
Dasar Hukum
28
Pasal 46 POJK No. 12/POJK.01/2017
tentang Penerapan Program APU PPT di Sektor Jasa Keuangan
PJK
(1) PJK wajib memelihara DTTOT
(2) PJK wajib melakukan identifikasi dan memastikan secara berkala nama Nasabah yang memiliki
kesamaan nama dan informasi lain dengan DTTOT
(3) Dalam hal terdapat kemiripan nama, PJK wajib memastikan kesesuaian identitas Nasabah
tersebut dengan informasi lain yang terkait.
(4) Dalam hal terdapat kesamaan nama Nasabah dan kesamaan informasi lainnya dengan nama yang
tercantum dalam DTTOT, PJK wajib segera melakukan pemblokiran secara serta merta dan
melaporkannya sebagai laporanTransaksi Keuangan Mencurigakan.
Tindak Lanjut oleh PJK
29
PJK
Yang melakukan
pemblokiran serta merta
Membuat berita acara Pemblokiran
Serta Merta
Membuat laporan Pemblokiran
Serta Merta
Menyampaikannya kepada Kapolri
dgn tembusan kepada OJK
Melaporkan sebagai TKM
Menyampaikan laporan
NIHIL kepada Kapolri dgn
tembusan kepada OJK
PJK
Tidak menemukan adanya
kesesuaian identitas
False positive merupakan kesalahan pelaksanaan pemblokiran yang dikarenakan sistem informasi nasabah pada PJK menemukan adanya kesesuaian
sebagian informasi nasabah yang berada dalam database nasabah yang ada di PJK dengan identitas yang tercantum dalam DTTOT
Database nasabah yang ada di PJK DTTOT Kesesuaian/ Status Kesalahan
Zulkarnain Zulkarnaen Sesuai/ Blokir Zulkarnain ≠ Zulkarnaen
Santoso
Tentena, 21 Agustus 1976
Santoso
Tentena, 21 Agustus 1967
Sesuai/ Blokir 21 Agustus 1976 ≠ 21 Agustus 1967
False negative merupakan kesalahan tidak dilakukannya Pemblokiran secara serta merta oleh PJK yang dikarenakan sistem informasi nasabah pada PJK
menemukan adanya kesesuaian atas sebagian informasi nasabah yang berada dalam database nasabah yang ada di PJK dengan identitas orang
perseorangan atau Korporasi yang tercantum dalam DTTOT, namun kurang memperhatikan adanya kesesuaian seluruh informasi.
Database nasabah yang ada di PJK DTTOT Kesesuaian/ Status Kesalahan
• Mohamad Iqbal
• Lombok Timur, 17 Agustus 1958
• Fihir alias Mohamad Iqbal
• Lombok Timur, 17 Agustus 1958
Tidak Sesuai/
Tidak Blokir
Fihir alias Mohamad Iqbal adalah sama
dengan Mohamad Iqbal yang masuk
DTTOT.
Pemblokiran Secara Serta Merta Atas Dana Milik Orang Atau Korporasi yang Tercantum dalam Daftar Pendanaan Proliferasi Senjata Pemusnah Massal
30
Daftar Pendanaan Prilferasi Senjata Pemusnah Massal
31
Alur Daftar Proliferasi FATF RECOMMENDATION 7
Targeted Financial Sanctions Related To Proliferation
Peraturan Bersama Menlu, Kapolri, Ka. Ppatk, dan Ka.
Bptn tentang Pencantuman Identitas Orang dan
Korporasi dalam Daftar Pendanaan Proliferasi Senjata
Pemusnah Massal dan Pemblokiran Secara Serta Merta
atas Dana Milik Orang atau Korporasi yang Tercantum
dalam Daftar Pendanaan Proliferasi Senjata Pemusnah
MassalTanggal 31 Mei 2017
• Pendanaan Proliferasi WMD dapat diartikan sebagai tindakan penyediaan dana atau jasa keuangan yang digunakan, seluruhnya
atau sebagian, untuk pembuatan, akuisisi, pemilikan, pengembangan, ekspor, pengiriman, perantara, pengangkutan,
pengalihan, penimbunan atau penggunaan senjata nuklir, kimia atau senjata biologi dan materi-materi terkait hal-hal tersebut
(seperti pembelian barang-barang atau upah), yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan nasional atau ketentuan
internasional.
• OJK menyampaikan Daftar Pendanaan Proliferasi Senjata Pemusnah Massal serta setiap perubahannya disertai dengan permintaan
Pemblokiran secara serta merta terhadap seluruh Dana yang dimiliki atau dikuasai, baik secara langsung maupun tidak langsung, oleh
orang perseorangan atau Korporasi sebagaimana Surat Keputusan Kepala PPATK kepada PJK, melalui surat yang disampaikan secara
elektronik.
United Nations
Security Council
Resolution (UNSCR)
• 1540 (WMD
Proliferation)
• 1718 (DPRK)
• 2231 (Iran)
Setelah PJK menerima Daftar Pendanaan Proliferasi Senjata Pemusnah Masal dan Permintaan
Pemblokiran Secara Serta Merta, PJK harus menindaklajuti dengan:
1. melakukan kegiatan pemeliharaan Daftar Pendanaan Proliferasi Senjata Pemusnah Masal;
2. melakukan identifikasi dan pemeriksaan kesesuaian identitas pihak yang tercantum dalam
Daftar Pendanaan Proliferasi Senjata Pemusnah Masal dengan database Nasabah yang ada di
PJK;
3. melakukan Pemblokiran Secara Serta Merta; dan
4. melaporkan transaksi yang melibatkan pihak yang tercantum dalam Daftar Pendanaan
Proliferasi Senjata Pemusnah Masal dalam bentuk laporan sebagai laporan transaksi keuangan
mencurigakan terkait Pendanaan Terorisme.
PJK membuat berita acara
pemblokiran serta merta
Disampaikan kepada
PPATKDitembuskan kepada
OJK
Tindak Lanjut oleh PJK
32
Apabila PJK tidak melakukan pemblokiran, maka OJK akan memerintahkan PJK segera
melakukan pemblokiran serta merta dan memberikan sanksi administratif, dalam
bentuk:
a) peringatan atau teguran tertulis;
b) denda dalam bentuk kewajiban membayar sejumlah uang;
c) penurunan dalam penilaian tingkat kesehatan;
d) pembatasan kegiatan usaha tertentu;
e) pembekuan kegiatan usaha tertentu;
f) pemberhentian pengurus dan selanjutnya menunjuk dan mengangkat pengganti sementara sampai
rapat umum pemegang saham atau rapat anggota koperasi mengangkat pengganti yang tetap dengan
persetujuan OJK; dan/atau
g) pencantuman anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris, pegawai PJK, pemegang saham dalam
daftar orang tercela di sektor jasa keuangan.
Pengawasan oleh OJK
33
Persiapan MER Indonesia oleh FATF
Financial Action Task Force (FATF)
35
• FATF adalah badan antar pemerintah yang dibentuk dalam Pertemuan G7 pada tahun 1989 di Paris oleh
para Menteri di yurisdiksi anggotanya.
• Tujuan FATF adalah untuk menetapkan standar dan mempromosikan pelaksanaan yang efektif dari
langkah-langkah hukum, peraturan dan operasional untuk memberantas pencucian uang, pendanaan
teroris dan ancaman terkait lainnya terhadap integritas sistem keuangan internasional.
Keanggotaan
• Pada awal pembentukannya, FATF hanya memiliki 16 anggota dan terus berkembang hingga saat ini pada tahun 2019
telah tergabung sebanyak 38 anggota.
• Indonesia merupakan Negara G20 yang belum menjadi anggota FATF.
• Saat ini terdapat 2 (dua) Negara dengan status observer countries dan dalam proses persiapan untuk
menjadi anggota penuh FATF, yaitu Indonesia dan Arab Saudi.
Rezim APU PPT Internasional
36
APG merupakan FATF-Style Regional
Bodies (FSRBs) di kawasan Asia Pasifik
yang merupakan FSRB terbesar dalam
hal jumlah anggota dan ukuran area
geografisnya.
Indonesia telah menjadi anggota APG
sejak Agustus 1999.
Pada tahun 2006-2009, Indonesia
menjadi APG Co-Chair.
APG mengevaluasi kepatuhan pemenuhan
40 Rekomendasi FATF, baik dari segi
Technical Compliance Assessment maupun
Effectiveness Assessment, melalui Mutual
Evaluation Review (MER) terhadap
anggotanya setiap 4 tahun sekali
Pada tahun 2017-2018, Indonesia telah
menyelesaikan rangkaian MER oleh APG
dengan hasil yang cukup memuaskan.
APG
(1997)
GIABA
(2000)
EAG
(2004)
GAFISUD/
GAFILAT
(2000)
CFATF
(1992)MONEYVAL
(1997)
ESAAMLG
(1999)
MENAFATF
(2004)
FATF(1989) – 38 anggota
APG : Asia/Pacific Group on Money
Laundering
MONEYVA
L
: The Committee of Experts on the
Evaluation of Anti-Money Laundering
Measures and the Financing of
Terrorism
EAG : The Eurasian group on combating
money laundering and financing of
terrorism
ESAAMLG : the Eastern and Southern Africa Anti-
Money Laundering Group
GIABA : Inter-Governmental Action Group
against Money Laundering in West
Africa
MENAFATF : Middle East and North Africa
Financial Action Task Force
GAFISUD/
GAFILAT
: Financial Action Task Force of South
America/Financial Action Task Force of
Latin America
CFATF : The Caribbean Financial Action Task
Force
Rezim APU PPT Internasional
37
• membuktikan kepada dunia internasional akan tingkat stabilitas dan integritas sistem keuangan danperdagangan Indonesia yang sudah memadai, sehingga dapat meningkatkan investasi dan pertumbuhanekonomi, serta disejajarkan dengan negara-negara maju, dan sejalan dengan kedudukan Indonesia dengannegara-negara G20 lainnya.
Ekonomi
• pengalaman Indonesia dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pendanaanterorisme dapat menjadi kontribusi penting dalam penyusunan kebijakan dan standar internasional terkaitupaya APU PPT.
• mendukung dunia internasional untuk menurunkan tingkat illicit flow money dan membangun kebijakan danregulasi, serta efektivitas penerapan APU PPT yang memadai, baik dari sisi pencegahan maupun sisipemberantasan, khususnya dalam mendeteksi dan memitigasi illicit flow money.
Policy-making
• meningkatkan kredibilitas Indonesia di mata internasional.
• berpotensi meningkatkan efektivitas kerja sama internasional melalui pemanfaatan komunikasi informal.
HubunganInternasion
al
Proses dan Kriteria menjadi Anggota FATF
38
Step 1 – Engaging with the country and granting observership
• The country should provide a written commitment at the political/Ministerial level.
• The Plenary decides that a high level visit to the country should be arranged.
• Based on the outcomes of the report of the high level visit, the Plenary may decide to invite the country to participate in the FATF
as an observer starting from the next Plenary meeting.
Step 2 – Carrying out a mutual evaluation, agreeing an action plan and granting membership
Membership is granted if the mutual evaluation is satisfactory.A mutual evaluation is not satisfactory if the country:
• has 8 or more NC/PC ratings for technical compliance,
• is rated NC/PC on any one or more of R.3, 5, 10, 11 and 20,
• has a low or moderate level of effectiveness for 7 or more of the 11 effectiveness outcomes,
• has a low level of effectiveness for 4 or more of the 11 effectiveness outcomes.
Berpartisipasi aktif di FATF
Proses Keanggotaan Indonesia dalam FATF
39
3 Nopember 2017
Penyampaian surat
komitmen
Pemerintah RI
melalui surat
Menkeu No.
S-639/MK.010/2017
10 Agustus 2017
Dalam Sidang Pleno
FATF di
Buenos Aires-
Argentina,
Indonesia disetujui
mengikuti proses
keanggotaan FATF
High Level Visit
Presiden FATF
dengan Pimpinan
Kementerian/Lemb
aga terkait (OJK,
BI, PPATK, Menlu,
Menkeu, Polri,
BNPT, Kejaksaan,
Menkumham)
09-11 Mei 2018 29 Juni 2018
Dalam FATF Plenary
Meeting di Paris, 29
Juni 2018, FATF
secara menyeluruh
dan konsensus
mengesahkan status
Indonesia sebagai
observer.
September 2019 -
2020
Pelaksanaan
Mutual Evaluation
Review Indonesia
oleh FATF
Okt 2020
Penetapan
hasil ME
dibahas pada
FATF Plenary
bulan
Oktober
2020.
Mutual Evaluation Review (MER)
40
Mutual Evaluation Review (MER) adalah penilaian
kepatuhan rezim Anti Pencucian Uang dan
Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU PPT) suatu
negara terhadap 40 Rekomendasi dari Financial Action
Task Force (FATF).
Pemenuhan dan pelaksanaan rekomendasi-
rekomendasi FATF tersebut akan dinilai atau
dievaluasi secara “peer-to-peer review” oleh sesama
anggota.
Penilaian mencakup aspek technical compliance
terhadap 40 Rekomendasi FATF dan penilaian
terhadap efektifitas pelaksanaannya (11
Immediate Outcomes).
METODOLOGI PENILAIAN MER
TECHNICAL COMPLIANCE
EFFECTIVENESS ASSESSMENT
IMPLEMENTATION OF THE FATF
RECOMMENDATIONS
LEGAL & INSTITUTIONAL FRAMEWORK
1 2
Hasil MER Indonesia oleh APG
41
• Pada APG Plenary bulan Juli 2018, telah dikeluarkan Indonesia’s third mutual evaluation report.
• Hasil MER Indonesia oleh APG tersebut juga telah dibahas oleh FATF Quality and Consistency Review. Pada FATF Plenary
bulan Oktober 2018 diputuskan bahwa hasil MER Indonesia oleh APG telah memiliki kualitas dan konsistensi yang
sejalan dengan standar FATF.
Technical Compliance
Compliant 6
Largely Compliant 29
Partially Compliant 4
Non-Compliant 1
Immediate Outcome
Substantial 5
Moderate 5
Low 1
Penilaian kepatuhan atas
legal and institutional
framework dari 40
Rekomendasi FATF
Penilaian efektifitas
implementasi atas 11
Immediate Outcome
Targeted financial
sanctions –
proliferation
Per Oktober 2018, Indonesia telah
memasukkan pihak/individu Iran
dalam Daftar Pendanaan Proliferasi
Senjata Pemusnah Massal
Key deficiencies pada report
tersebut telah dirumuskan ke
dalam Priority Action Plan OJK.
Kriteria Keberhasilan MER FATF
Berdasarkan hasil MER APG
42
A mutual evaluation is not satisfactory if the country: Posisi Indonesia di MER APG Status
has 8 or more NC/PC ratings for technical compliance Compliant (C): 6
Largely Compliant (LC): 29
Partially Compliant (PC): 4
Non Compliant (NC): 1
is rated NC/PC on any one or more of R3 (Money Laundering
Criminalization), R5 (Terrorism Financing Criminalization), R10 (CDD),
R11 (Record Keeping), and R20 (STR)
R3 (LC), R5 (LC), R10 (LC), R11 (LC),
R20 (C)
has a low or moderate level of effectiveness for 7 or more of the 11
effectiveness outcomes,Substantial: 5
Moderate: 5
Low: 1
has a low level of effectiveness for 4 or more of the 11 effectiveness
outcomesIndonesia hanya memiliki 1 nilai Low
untuk IO11 (proliferasi)
Peran Otoritas Jasa Keuangan dalam Rezim APU PPT
Jenis Pihak Pelapor dalam Rezim APU PPT
Jenis Pihak Pelapor (Sesuai UU TPPU)
1. Penyedia Jasa Keuangan (PJK)2. Penyedia Barang
dan Jasa
BANK
P. PEMBIAYAAN
ASURANSI &
PIALANG ASURANSI
DPLK
P. EFEK
MNJ INVESTASI
KUSTODIAN
WALI AMANAT
PEGADAIAN
PROPERTI
KEND. MOTOR
PERMATA DLL
SENI/ANTIK
BALAI LELANG
PVA
APMK
E-MONEY
KUPU
KOMODITI
KOPERASI SP
PERPOSAN
PERUSAHAAN
MODAL VENTURA
LKM
LP EKSPOR
PP Nomor 43 Tahun
2015 tentang Pihak
Pelapor dalam PPTPPU
44
LP INFRASTRUKTUR NOTARIS
PPAT
AKUNTAN
AKUNTAN
PUBLIK
Profesi
berdasarkan PP Nomor 43
Tahun 2015 tentang Pihak
Pelapor dalam PPTPPU
PERENCANA
KEUANGAN
ADVOKAT
3. Profesi
Otoritas Jasa Keuangan sebagai Lembaga Pengawas dan Pengatur
45
OJK memilki peran sebagai LPP yang memiliki kewenangan pengawasan, pengaturan,
dan/atau pengenaan sanksi bagi Phak Pelapor Sektor Jasa Keuangan
UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)
Pasal 18 ayat (1) dan ayat (4)
“Lembaga Pengawas dan Pengatur (LPP) menetapkan
ketentuan prinsip mengenali Pengguna Jasa (nasabah) dan
melaksanakan pengawasan kepatuhan Pihak Pelapor dalam
menerapkan prinsip mengenali nasabah”.
Pasal 31
“Pengawasan kepatuhan atas kewajiban pelaporan bagi
Pihak Pelapor dilakukan oleh LPP dan atau PPATK.”
UU No. 9 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme (TPPT)
Pasal 12
“LPP menetapkan ketentuan prinsip mengenali Pengguna Jasa
Keuangan, termasuk Pengguna Jasa Keuangan yang terkait
tindak pidana pendanaan terorisme, adapun ketentuan
sebagaimana dimaksud diatur tersendiri oleh LPP dan wajib
diterapkan oleh PJK.”
Pasal 14
“Pengawasan kepatuhan PJK atas kewajiban pelaporan
Transaksi Keuangan Mencurigakan terkait Pendaaan
Terorisme dilakukan oleh PPATK dan LPP yang
berwenang.”
Rekomendasi FATF No. 26 terkait Pengaturan dan Pengawasan SJK
Latar Belakang Pengawasan Program APU PPT oleh OJK
46
UU No. 21/2011 ttg OJK terkait mandat untuk mengatur dan mengawasi SJK
UU No. 8/2010 ttg PP TPPU & UU No. 9/2013 ttg PP TPPT: mandat pengaturan dan
pengawasan terkait PMPJ dan pengawasan kepatuhan atas kewajiban pelaporan SJK
Pengawasan Kepatuhan terhadap
Penerapan PMPJ
Pengawasan Kepatuhan terhadap
Kewajiban Pelaporan
Pengawasan terhadap penerapan manajemen risiko PJK secara keseluruhan (end to end
business process), yang paling sedikit meliputi:
(1) Pengawasan Aktif Direksi dan Dewan Komisaris;
(2) Kebijakan dan Prosedur;
(3) Pengendalian Intern;
(4) Sistem Informasi Manajemen, dan
(5) Sumber Daya Manusia dan Pelatihan
Dasar hukum Pengawasan berdasarkan pedoman yang ada pada masing-masing Sektor
Pengawasan
Kewajiban PJK pada Pasal 23 UU PP TPPT untuk menyampaikan LTKM, LTKT, dan
LTKM kepada PPATK,
Pengawasan kepatuhan terhadap kewajiban pelaporan yang dilakukan oleh PJK sebagai
Pihak Pelapor sejalan dengan mandat pada Ps 31 UU PP TPPU dan Ps 14 UU PP TPPT.
Pengawasan on-site dan off-site
1. Perbankan
2. Pasar Modal
3. IKNB
Otoritas Jasa Keuangan dalam Rezim APU PPT
47
Otoritas Jasa Keuangan sebagai LPP menerapkan langkah-langkah dalam rangka
penguatan penerapan program APU PPT terkait Sektor Jasa Keuangan
Pengaturan
Pengawasan
Koordinasi
Perlindungan
Konsumen
Pengembangan
Kapasitas & Awareness
Peraturan APU PPT terintegrasi & Risk Based Approach (RBA)
Penyusunan Sectoral Risk Assesment (SRA) Sektor Jasa Keuangan
Pengawasan program APU PPT secara on-site dan off-site serta Risk Based
Pembangungan Sistem Informasi Program APU PPT (SIGAP)
Memorandum of Understanding (MoU) dengan Stakeholder Nasional & Internasional
Satuan Tugas Waspada Investasi
Pelaksanaan pelatihan
Peningkatan Awareness kepada masyarakat melalui poster, banner, social media, dan artikel
Latar Belakang Kebutuhan Sistem Informasi
Latar Belakang Kebutuhan Sistem
49
UU No. 21/2011 ttg OJK Pasal 5&6: Sistem
pengaturan & pengawasan terintegrasi terhadap SJK
UU No. 8/2010 ttg PP TPPU & UU No. 9/2013 ttg
PP TPPT: LPP memiliki kewenangan pengawasan,
pengaturan, dan/atau pengenaan sanksi terhadap
Pihak Pelapor
LPP terbesar
bagi PJK di
sektor:
- Perbankan
- Pasar Modal
- IKNB
POJK No.
12/POJK.01/2017
tentang
Penerapan
Program APU
PPTdi SJK
Kebutuhan sistem untuk menjawab
kecukupan statistik
Mendukung
Implementasi
Pengawasan
Dokumentasi
data dengan
baik
APG Meeting: penyampaian statistik berkala
FSRB
40 Rekomendasi FATF
Rekomendasi No. 33: StatisticsKewajiban statistik yang komprehensif ttg
efektivitas&efisiensi sistem APU PPT
Immediate Outcome 3Kebutuhan informasi terkait pengawasan
utk mendukung penilaian efektivitas
penerapan program APU PPT dalam MER
Latar Belakang – Rekomendasi FATF
50
FATF Recommendations No. 33:
Statistics
Countries should maintain comprehensive statistics on matters relevant to the effectiveness and efficiency of
their AML/CFT systems. This should include keeping statistics on:
(a) STRs, received and disseminated;
(b) ML/TF investigations, prosecutions and convictions;
(c) Property frozen; seized and confiscated; and
(d) Mutual legal assistance or other international requests for co-operation made and received.
Immediate Outcome 3 FATF:
Supervisors appropriately supervise, monitor and regulate financial institutions and DNFBPs for compliance with
AML/CFT requirements commensurate with their risks.
One of the information that could support the conclusions on Core Issues on Immediate
Outcome 3 is information on supervision, i.e.:
(a) frequency, scope and nature of monitoring and inspections (onsite and off-site);
(b) nature of breaches identified; sanctions and other remedial actions (e.g., corrective actions, reprimands, fines)
applied, examples of cases where sanctions and other remedial actions have improved AML/CFT compliance).
Pengembangan SIGAP
Latar Belakang Pengembangan SIGAP
52
▪ SIGAP merupakan sistem berbasis web yang dibangun untuk mengintegrasikan data dan informasi terkait hasil
pengawasan program APU PPT dan menjadi sumber data pendukung untuk penerapan program APU PPT.
▪ SIGAP dibangun untuk mendukung implementasi pengawasan program APU PPT dalam rangka menjawab
rekomendasi FATF no. 33 terkait Statistik dan mendukung implementasi pengawasan program APU PPT
berdasarkan POJK Nomor 12/POJK.01/2017 tentang Penerapan Program APU PPT di Sektor Jasa Keuangan.
▪ SIGAP telah dibangun sejak tahun 2017 untuk keperluan internal OJK. Saat ini sedang dilakukan pengembangan
SIGAP tahap II yang mencakup pertukaran informasi dengan PJK.
1. Penguatan Pengawasan program APU PPT pada sektor jasa keuangan.
2. Peningkatan kualitas hasil pengawasan program APU PPT.
3. Monitoring hasil pengawasan program APU PPT secara periodik.
4. Memperluas dan meningkatkan akses terhadap pertukaran data dan informasi terkait program
APU PPT baik untuk internal maupun eksternal OJK.
5. Mempermudah penyediaan statistik untuk memenuhi kebutuhan assessment.
Tujuan:
Sistem Informasi Program APU PPT (SIGAP)
Pengembangan SIGAP
53
Pengembangan SIGAP akan disesuaikan dengan penyempurnaan
regulasi terkait APU PPT bagi sektor jasa keuangan, baik regulasi
internasional maupun regulasi yang mengatur penerapan program APU
PPT secara nasional dan institusional.
1. Penerapan Rekomendasi FATF
2. Penyempurnaan Pengaturan Program APU PPT di Indonesia
3. Penerapan Prinsip-Prinsip Pengawasan Sektoral (Perbankan, Pasar Modal dan IKNB)
4. Kebutuhan Lainnya:
• sistem informasi yang mampu menyajikan data/informasi dari berbagai sumber;
• sistem informasi yang mampu mengakomodir berbagai tuntutan pengawasan program APU PPT
Pengembangan SIGAP Tahap II –Terkait Temuan MER APG
54
SIGAP dapat menjadi
salah solusi dalam
menjawab temuan
MER tersebut.
Daftar Terduga Teroris dan Organisasi Teroris (DTTOT)
• Rekomendasi FATF No. 6
• United Nation Security Council Resolution (UNSCR) 1267 dan
1373
Daftar Pendanaan Proliferasi Senjata Pemusnah Massal
• Rekomendasi FATF No. 7
• United Nation Security Council Resolution (UNSCR) 1540,
1718, 2375 dan 2231
Harus menerapkan
Prinsip Freezing
Without Delay
Penyampaian DTTOT dan Daftar Pendanaan Proliferasi
Senjata Pemusnah Massal masih dianggap tidak efektif
karena masih terdapat delay.
TEMUAN MER
▪ Mutual Evaluation Review dilaksanakan pada tahun 2017 yang menilai ketaatan Indonesia terhadap penerapan program
APU PPT baik dari sisi kecukupan peraturan dan efektivitas penerapannya. Terdapat salah satu temuan dari sisi
efektivitas pencegahan pendanaan terorisme (DTTOT dan Daftar Pendanaan Proliferasi Senjata Pemusnah Massal)
Pengembangan SIGAP Tahap II
55
Mekanisme Pertukaran Informasi terkait DTTOT dan Daftar Pendanaan
Proliferasi Senjata Pemusnah Massal
Kondisi Saat Ini Kondisi Kedepan
Data dan Informasi disampaikan melalui
email yang teregistrasi sebagai PIC pada
perusahaan (perorangan ataupun email
perusahaan).
▪ Informasi disampaikan melalui sistem kepada
alamat email baru (registrasi baru email
perusahaan) untuk memitigasi risiko tidak
diterimanya email perseorangan.
▪ Terdapat notifikasi langsung kepada email
yang telah diregistrasikan.
▪ Laporan dari PJK kepada OJK sebagai
tembusan (pemblokiran secara serta merta
dan laporan nihil) disampaikan melalui sistem
(melalui mekanisme upload).
▪ Monitoring laporan sebagai bahan
pengawasan dapat dilihat melalui sistem
▪ Laporan dari PJK kepada OJK sebagai
tembusan (pemblokiran secara serta
merta dan laporan nihil) disampaikan
melalui surat dan email .
▪ Monitoring laporan sebagai bahan
pengawasan dilakukan secara manual.
Grup Penanganan APU PPT OJK
Gedung Sumitro Djojohadikusumo Lantai 14
J l . Lapangan Banteng Timur No. 2 -4, Jakarta 10710
E-mail : [email protected]
56