Sumber peta:
https://i0.wp.com/www.ezilon.com/maps/images/asia/political-map-of-Indonesia.gif
(putih back)
Indonesia Memiliki 13.466 Pulau yang Terdaftar dan
BerkoordinatIndonesia merupakan negara kepulauan, terbentang dari
Sabang sampai Merauke, yang tersusun dalam ribuan pulau besar dan
kecil, yang terhubung oleh berbagai selat dan laut. Saat ini pulau
yang terdaftar dan berkoordinat berjumlah 13.466 pulau.
Informasi tersebut ini dikatakan Kepala Badan Informasi
Geospasial Asep Karsidi kepada Menteri Pariwisata dan Ekonomi
Kreatif Mari Elka Pangestu, saat serah terima perangkat pendukung
infrastruktur informasi geospasial di Gedung Sapta Pesona
Kemenparekraf Jakarta, pada 7 Mei 2014. Perangkat tersebut
merupakan dukungan dari BIG kepada Kemenparekraf untuk turut
membantu membangun bidang kepariwisataan Indonesia. Mari Pangestu
sangat tertarik saat Asep Karsidi mempresentasikan ina-geoportal,
karena program ini dapat mempermudah Kemenparekraf untuk mengetahui
dan mempublikasi tempat-tempat pariwisata yang belum banyak
diketahui oleh masyarakat Indonesia maupun masyarakat luar
negeri.
Selanjutnya dijelaskan oleh Asep Karsidi, bahwa jumlah tersebut
sudah diakui dunia internasional dan tercatat di PBB. Melalui
United Nations Group of Experts on Geographical Names (UN GEGN),
dimana Indonesia bergabung di dalamnya, setiap tahun dapat
memberikan informasi jika ada penambahan jumlah pulau. Penghitungan
jumlah pulau ini dilakukan oleh Tim Nasional Pembakuan Rupabumi
Indonesia.
Banyak masyarakat berpendapat bahwa Indonesia memiliki pulau
lebih yang disebutkan di atas, yaitu lebih 17.000 lebih. Namun Asep
Karsidi mengatakan bahwa jumlah 17.000 itu mungkin benar, karena
masyarakat menganggap bahwa gosong, daratan yang hanya ada pada
saat laut surut juga dianggap pulau oleh masyarakat. Selain gosong
pulau tidak bernama pun juga masuk dalam hitungan masyarakat, hal
itu juga yang membuat masyarakat berpendapat Indonesia mempunyai
pulau lebih 17.000.
Hal yang terpenting adalah wilayah dengan jumlah ribuan pulau
tersebut adalah masuk ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI). Hal yang tidak kalah pentingnya adalah bahwa Indonesia
berbatasan dengan 10 (sepuluh) negara tetangga. Batas tersebut ada
pada 92 pulau terluar yang perlu dijaga dan dikelola dengan baik,
karena pulau-pulau tersebut digunakan untuk menentukan garis
pangkal batas wilayah negara Indonesia dengan negara lain. Untuk
itu BIG sebagai penyelenggara informasi geospasial termasuk di
dalamnya telah memetakan 92 pulau terluar tersebut, yang sudah
disajikan dalam bentuk peta dan buku atlas.Sumber:
http://www.bakosurtanal.go.id/berita-surta/show/indonesia-memiliki-13-466-pulau-yang-terdaftar-dan-berkoordinat
Berapa Jumlah Pulau yang Dimiliki Indonesia Sebenarnya?May 9,
2015 M Ambari, JakartaPredikat sebagai negara maritim yang memiliki
garis pantai 95.181 km dan menjadikannya sebagai negara yang
memiliki garis pantai terpanjang di dunia setelah Kanada sudah lama
melekat kepada Indonesia. Namun, selama itu pula Indonesia masih
belum bisa merapikan akurasi datanya tentang kelautan dan
perikanan.
Salah satu yang hingga kini masih diperdebatkan adalah jumlah
pulau yang ada di Nusantara. Selama ini, banyak yang menyebut
jumlah pulau dari Sabang di Aceh sampai Merauke di Papua adalah
17.500 pulau. Benarkah jumlahnya sebanyak itu?
Pulau Gee, Halmahera Timur, Maluku Utara. Pulau-pulau kecil ini
dinaggap sebelah mata oleh pemerintah dan mungkin dianggap tak
penting, hingga bisa begitu saja dieksploitasi hingga ludes, botak
dan hancur lebur. Seakan, pulau ini hilang tak masalah yang penting
sudah dikuras terlebih dahulu. Foto: AMAN MalutPulau Gee, Halmahera
Timur, Maluku Utara. Pulau-pulau kecil ini dinaggap sebelah mata
oleh pemerintah dan mungkin dianggap tak penting, hingga bisa
begitu saja dieksploitasi hingga ludes, botak dan hancur lebur.
Seakan, pulau ini hilang tak masalah yang penting sudah dikuras
terlebih dahulu. Foto: AMAN Malut
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Indroyono Soesilo di
Jakarta, mengatakan, pulau yang ada di Indonesia hingga saat ini
memang masih 17.500 pulau. Namun, jumlah tersebut berbeda dengan
data yang dimiliki Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) yang memiliki
data resmi 13.466 pulau.
Kenapa bisa demikian? Karena memang data yang diberikan kepada
PBB adalah data valid dan sudah bernama. Artinya, jumlah pulau yang
dilaporkan ke PBB masing-masing sudah memiliki nama, ujar Indroyono
disela-sela pelepasan Ekspedisi Widya Nusantara dan Ekspedisi
Sabang di Pelabuhan Nizam Zachman, Muara Baru, Jakarta Utara, Kamis
(07/05/2015) kemarin.
Indroyono menuturkan, setiap tahun PBB menggelar pertemuan yang
membahas khusus tentang temuan dan kondisi pulau-pulau di setiap
negara yang menjadi anggota. Dalam pertemuan tersebut akan dibahas
pulau apa saja yang sudah bernama, letaknya pada lintang dan bujur
berapa.
Data tersebut akan dibahas secara mendetil dan karenanya setiap
negara berpotensi memiliki jumlah yang berbeda setiap tahunnya,
kata dia.
Menurut Indroyono, data yang dikirim ke PBB disebut valid,
karena tidak akan bisa lagi diubah atau direvisi jika memang ada
kesalahan. Karenanya, meski jumlah sebenarnya ada 17.500 pulau,
tapi yang dilaporkan ke PBB dan dinilai valid baru 13.466 pulau.
Sementara sisanya, hingga saat ini masih belum dilaporkan karena
belum memiiki nama.
Itu yang harus segera diselesaikan. Penamaan pulau itu penting.
Sebagian besar pulau tak bernama itu adalah pulau terluar yang
seharusnya menjadi barikade pertahanan Indonesia dari negara lain,
ungkap Indroyono.
Untuk bisa menyelesaikan pekerjaan rumah tersebut, menurut dia,
diperlukan penelitian yang cukup mendalam yang melibatkan para
ilmuwan, birokrat pemerintahan dan stakeholder lain, agar proses
penamaan pulau bisa berjalan lebih cepat.
Walaupun sebenarnya tidak. Untuk memberi nama sebuah pulau itu
prosesnya lama dan harus ada keterlibatan dengan warga lokal. Kita
harus tahu sejarah pulau tersebut dari penduduk disana atau yang
berdekatan dengan pulau tersebut jika memang tak berpenghuni,
jelasnya.
Salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk menyelesaikan anonim
pulau, menurut Indroyono, adalah penelitian ekspedisi ke berbagai
pulau tersebut. Termasuk, dengan melibatkan Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang memiliki peran yang lembaga riset
ilmu pengetahuan di Tanah Air.
Saat ini ada 16 kapal riset dan survei di Indonesia. Diharapkan
seluruhnya bisa difungsikan dengan maksimal untuk menyelesaikan
berbagai permasalahan yang ada di wilayah kelautan Indonesia.
Karena sekarang penelitian melalui ekspedisi sudah menjadi program
nasional, maka harusnya penamaan pulau bisa masuk tujuan segera,
tandas dia.
Selesaikan Kedaulatan Laut Nasional
Akan tetapi, walau mendesak untuk dilaksanakan penamaan pulau
tak bernama, Indroyono menilai, langkah yang harus dilakukan
Indonesia saat ini adalah menyelesaikan permasalahan kedaulatan
maritim. Terutama, tentang batas laut Indonesia dengan negara
tetangga.
Kita berhak mengklaim ZEE (zona ekonomi eksklusif) kita adalah
350 mil dari garis pantai, tapi sekarang kan kenyataannya 250 mil.
Untuk bisa mengklaim 350 mil, kita harus menyebutkan secara ilmiah
dulu (alasannya), papar Indroyono.
Alasan ilmiah harus dilakukan melalui riset ekspedisi
kapal.Kapal yang digunakan pun harus dilengkapi dengan sensor
khusus. Berarti itu perlu uang. Nah, karena kedaulatan maritim
sangat penting, berapun rupiah yang harus dikeluarkan itu tidak
boleh dipermasalahkan lagi, cetusnya.
Kepala LIPI Prof. Dr. Iskandar Zulkarnain mengakui kalau
penelitian adalah satu-satunya cara yang bisa ditempuh Indonesia
untuk menyelesaikan permasalahan pulau. Namun, perlu dukungan kuat
dari Pemerintah dan semua stakeholder terkait.
Kita sekarang terbiasa menyebut jumlah 17.500 pulau, tapi
kenyataannya data resmi di PBB adalah 13.466 pulau. Siapa yang
salah dan benar? Ya kita sendiri yang bisa menjawabnya. Kita harus
bisa merapikan hal ini karena kan data itu menyangkut identitas
negara juga di mata internasional, tutur Iskandar.
Jika Indonesia memiliki data valid yang bisa
dipertanggungjawabkan, itu bisa mempengaruhi kedaulatan di mata
internasional. Sehingga Indonesia bisa lebih baik lagi
mengembangkan sektor kelautan dan perikanan dibanding yang saat ini
ada.
Potensi kelautan kita masih sedikit yang tergarap. Padahal
potensinya sangat besar. Kita harapkan melalui penelitian ekspedisi
kapal, itu bisa membantu untuk memetakan kondisi terkini
kemaritiman Indonesia, pungkas dia.Sumber:
http://www.mongabay.co.id/2015/05/09/berapa-jumlah-pulau-yang-dimiliki-indonesia-sebenarnya/
Kapal bantalan udaraDari Wikipedia bahasa Indonesia,
ensiklopedia bebas
Sebuahhovercraftmiliter milik Angkatan Laut Amerika SerikatKapal
bantalan udaraatauhovercraft(bahasa Inggris: "kapal melayang")
adalah suatu kendaraan yang berjalan di atas bantalan udara (air
cushion). Bantalan udara tersebut ditimbulkan dengan cara meniupkan
udara ke ruang bawah kapal ini (plenum chamber) melalui skirt
(sekat yang lentur) sehingga tekanan udara di dalamplenum
chamberlebih tinggi daripada tekanan udara luar sehingga timbul
gaya angkat.[1]Untuk menggerakkan kapal bantalan udara, digunakan
gaya dorong yang diperoleh daribaling-balingseperti pada pesawat
udara. Gaya angkat kapal ini bekerja pada penampang yang luas,
sehingga tekanan terhadap tanah atau air (ground pressure) yang
ditimbulkan tidak besar. Dengan demikian, kendaraan ini dapat
berjalan di atas lumpur, air maupun daratan dengan membawa beban
yang cukup berat. Karena tidak adanya kontak langsung
antarahovercraftdan permukaan daratan atau air, maka hambatan yang
terjadi kecil sehinggahovercraftdapat melaju dengan kecepatan
tinggi.Daftar isi[sembunyikan] 1Prinsip bantalan udara 2Komponen
utama 3Jenis-jenis Hovercraft 4Sejarah 5Penggunaan Hovercraft
6ReferensiPrinsip bantalan udara[sunting|sunting sumber]Prinsip
penggunaan bantalan udara ini pertama kali dirancang olehJohn
Thorneycroftpada tahun 1879. Pada tahun 1953, dikembangkan
olehChristoper Cockerell, juga dari Inggris. Ternyata metode baru
Cockerell ini dinilai sebagai salah satu percobaan yang berhasil
menakjubkan.Prinsip Cockerell ini pada memerangkap udara ke dalam
bantalan yang dipasang sebagai hull kapal, dengan tujuan
menghilangkan geseran pada hull kapal dari permukaan air, yang
menurutnya aka memperlambat jalannya kapal seperti pada kapal
konvensional. Proses itu tercapai dengan cara meniupkan udara
kedalam bantalan yang dipasang pada dasar kapal, untuk menimbulkan
pendangkalan ke atas dan ke bawah dengan tekanan yang lebih ringan
dariatmosfer, dan memerangkap udara yang masuk dengan tabir udara
yang bertakanan tinggi di sekitar sisi hull. Udara yang diperangkap
dalam bantalan itu menghasilkan daya angkat sampai tiga kali lebih
besar dibandingkan bila memasukkan udara secara langsung kedalam
bantalan. Cockerell menciptakan modelfree-flightdengan menggunakan
sistem ini diikuti konstruksi hovercraft bersekala penuh.Pada tahun
1961, diperkenalkan sistem baru yang dikenal sebagai "Flexible
Skirt System" yaitu menggunakan material karet sebagai penutup sisi
bantalan sekitar hull sehingga penutup ini menyerupai rok yang
dinamakan skirt. Hal itu dilakukan untuk menutup biaya produksi dan
fungsi rok ini untuk menggantikan fungsi tabir udara dalam
pengisian bantalan. Dengan penggunaan bantalan sebagai dasar kapal
berarti resistan air menjadi kecil dan dengan dorongan tenaga
propeler, kecepatan akan tiga kali lebih besar dibandingkan dengan
kapal biasa. Selain itu, bantalan udara yang terbuat dari karet
yang kuat memungkinkan kapal jenis ini dapat bergerak diberbagai
medan, tidak hanya di air namun juga dirawa-rawa.Komponen
utama[sunting|sunting sumber] Lambungyakni badan kapal yang dapat
dibuat darialuminiumataupunserat kacayang dibuat kedap air. Rongga
di dalam lambung ini diisi dengan busa poliuretana yang
membuathovercrafttetap mengapung jika terjadi kebocoran pada
lambung. Skirtyaitu bagianhovercraftyang berfungsi untuk menahan
udara di bawahhovercraftagar tidak mudah keluar.Skirtterbuat dari
tekstil yang dilapisi karet untuk menjaga agar udara tetap berada
di dalam ruang di bawah lambung kapal. Sumber
tenagahovercraftbiasanya disediakan oleh mesin diesel atau bensin.
Mesin digunakan untuk memutar baling-baling yang akan menghasilkan
gaya dorong.Jenis-jenis Hovercraft[sunting|sunting sumber] Open
PlenumJenis ini menggunakan konstruksi ruang terbuka dengan sebuah
ruang besar yang berisi udara bertekanan tinggi. Konstruksi semacam
ini memerlukan tenaga/energi yang besar untuk menjamin adanya
tekanan yang cukup tinggi. Peripheral JetKonstruksi rancangan Sir
Christoper Cockerel memakaijet annular(cincin), udara dipompa ke
sekeliling sisi kendaraan. Tenaga yang diperlukan lebih sedikit,
untuk membangkitkan alas bantalan udara secara terus menerus.
Plexible SkirtPada konstruksi ini, selubung flexible pada jet
annular menyebabkan penambahan ketinggian letak hovercraft sampai
10 kali lipat, dengan demikian hovercraft dapat melintasi medan
darat yang permukaannya tidak rata maupun medan pantai yang kurang
baik. Fixed WallPada konstruksi ini, hovercraft dengan dinding sisi
yang baku ini dikenal dengan itilah CAB (Capture Air Bubble atau
Gelembung Udara yang Diperangkap), dilengkapi dengan selubung yang
bagian ringkas pada sisi haluan sedangkan dinding sisi dapat
menutup rapat bantalan udara pada bagian bawah kendaraan.Pada
hovercraft, jenis selubung yang lain dari bantalan angin yang lazim
berupa kantung yang ringkas dengan tonjolan yang berdungsi sebagai
penjejak dengan permukaan yang dilalui dan membentuk sekat penutup
di sekitar bantalan udara.Sejarah[sunting|sunting sumber]Rancangan
kendaraan miriphovercraftyang pertama dicatat adalah pada
tahun1716oleh Emanuel Swedenborg, seorang perancang, filsuf dan
teologSwedia. Rancangannya berupa sebuah kendaraan berbantalan
udara bertenaga manusia dengan sebuah kokpit di tengah. Pada
pertengahan 1980-an, seorang insinyurBritania Rayabernama Sir John
Isaac Thornycroft membuat sejumlah model kendaraan yang menggunakan
udara di antara badan kendaraan dan air untuk mengurangi hambatan
(drag). Walaupun ia mematenkan sejumlah paten yang berhubungan
dengan lambung kapal yang memakai udara untuk mengurangi hambatan
pada 1877, tidak ada satupun dari patennya yang diaplikasikan.
Penggunaan Hovercraft[sunting|sunting sumber]Setelah mengalami
berbagai penyempurnaan teknis, hovercraft mulai diproduksi secara
pabrikan. Pabrik yang pertama kali memproduksi adalahSaunders-Roe,
yang dibiayai oleh Britain's National Research Development
Corporation yaitu tipe SR. N1, sampai kemudian diproduksi jenis SR.
N4 berkapasitas 254 penumpang dan 30 kendaraan.Namun sangat
disayangkan, perkembangan hovercraft yang ditanggapi berbagai
kalangan bidang kemaritiman, terkesan kurang populer, bukan karena
kemampuannya yang disangsikan, namun strategi pemasaran dari pihak
produsennya yang kurang begitu menjangkau dunia luas. Berbagai
negara dianggap lamban dalam penggunaan dan pengembangan
hovercraft. Padahal bila ditinjau dari segi biaya, pembuatan
hovercraft dewasa ini lebih murah dibandingkan dengan pembuatan
kapal perang konvensional. Menurut konsultanAmerika Serikat,Lavis
Associates, banyak negara-negara yang memiliki potensi bahan
bakukaretalam yang nantinya dipergunakan khususnya jenis SIR-5L
ataupun SIR-10, kemudian studi dengan memperhitungkan pembiayaan
pembuatan, penggunaan propulsi diesel sebagai pengganti propeler
udara dan dari segi ekonomis juga timbul dalam perancangannya.Untuk
penggunaan di bidang sipil, sejauh ini hanyaInggrisyang
menggnakannya untuk kepentingan konvensional. Perusahaan Hoverlloyd
mengoperasikan hovercraft sebagai sarana angkutan laut jarak dekat
dengan memperoleh keuntungan dengan mengoperasikannya.Penggunaan
Hovercraft justru lebih banyak dibidang militer, dengan
pertimbangan pakar strategi, hanya 17 persen dari garis pantai
diseluruh dunia yang mampu didarati oleh kapal pendarat
konvensional. Sedangkan 73 persen dari garis pantai di seluruh
dunia hanya dapat dipakai oleh kapal pendarat jenis hovercraft
serta 10 persen sisanya merupakan medan yang sama sekali tidak
dapat dijangkau dengan kapal/perahu pendarat dari jenis-jenis yang
ada saat ini, karena merupakan tebing yang tinggi dan curam serta
memiliki kontur yang sangat tidak menguntungkan.Dari negera yang
mengoperasikan hovercraft di bidang militer, tercatat Inggris yang
banyak mengoperasikannya. Pabrik terbesar yang kemudian memproduksi
hovercraft adalahBritish Hovercraft Corporation(BHC). Militer
Inggris mengoperasikan yakni type BH7Mk20 yang dibuat tiga versi
diantaranya penyapu ranjau, serbu cepat dan pendukung
logistik.Varian lain yakni SR. N6 Mk6 sebagai sarana angkut persoel
dan patroli, kemudian varian AP1-88 sebagai multy-duty hovercraft
yang dibuat berbagai versi diantaranya penyapuranjau, antikapal
selam, SAR-patroli pantai, serbu amfibi, pendukung logistik serta
keperluan polisi perairan dan bea-cukai. Type AP1-88 digolongkan
dalam jenis LCVP (Landing Craft Vehicle Personnel).Angkatan
LautAmerika Serikatmaupun korp marinirnya mengoperasikan Hovercraft
type LCAC-1 (Landing Craft Air Cushion) yang diproduksi
olehTextron, sebagai sarana penunjang operasi pendaratan amfibi
Korps Marinir Amerika Serikat (USMC). Mampu membawa satu unit tank
tempur utama tupeM1A1 Abramsatau empat unit LAV sekalikus dan
beberapa personel maupun bekal. Sementara itu, Amerika Serikat
mengoperasikan hovercraft jenis ringan atau kecil guna kepentingan
patroli sungai yang efektif, dari type PACV (Patrol Air Cushion
Vehicle) sementara kalangan AS sendiri menyebut hovercraft sebagai
Air Cushion Vehicle.SementaraRusia(duluUni Soviet) memproduksi
hovercraft yang diproduksi dalam tiga jenis yakni kelas Aist
berbobot 250 ton dengan kemampuan membawa empat unit tank ringan
jenisPT-76atau satu buah tank tempur utama jenis T-72M, atau
membawa 220 personel dengan perlengkapan dan kapasitas jelajahnya
mulai dari tengah laut hingga masuk melalui garis pantai. Kemudian
kelas Lebed berbobot 85 ton dan kelas Gus berbobot 27 ton. Untuk
keperluan yang akan datang, negara-negara ini akan meningkatkan
kemampuan hovercraft yang dioperasikannya.Negara-negara lain yang
banyak menggunakan Hovercraft yakni negara di Afrika (tidak
disebutkan) dengan jenis produksi British Hovercraft Corporation
(BHC), kemudian negara Timur-Tengah (juga tidak disebutkan
negaranya) banyak menggunakan hovercraft lansiran BHC dengan type
BH7 Mk20 versi multirole hovercraft, berkemampuan sebagai sarana
serbu amfibi, antikapalselam, serbu cepat dan pembawa
rudal.DiAsia,Jepangdikabarkan tertarik untuk memproduksi dan
mengoperasikanhovercraft, meski masih belum jelas pengembangan dan
operasionalnya. Kemudian tercatatSingapurayang juga ikut
memproduksi Hovercraft. Atas rancangan dariBritain's Air Vehicle
Ltd,Inggris, Singapura memproduksi hovercraft dengan nama Tiger-40
yang berkemampuan angkut 3, 25 ton dengan kecepatan maksimum 35
knot di air dan 20 knot didarat. Disebut-sebut menggunakan empat
mesin diesel type pendingin udara pabrikan Deutz type BF6L913C
dengan kapasitas bahan-bakar 820 liter dengan konsumsi 109
liter/jam. Hovercraft ini digunakan sebagai versi angkut personel
dan angkut kendaraan. Hovercraft Singapura ini diproduksi
olehSingapore Shipbuilding And Engineering Ltd. Namun belum ada
kabar tentang kelanjutan penggunaan hovercraft versi Singapura
tersebut.
Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Kapal_bantalan_udara
Hovercraft Dan Sejarah PembuatannyaJumat, 23 November 2012
Sebagai negara kepulauan, Indonesia tentu saja membutuhkan
sarana transportasi laut dalam jumlah yang mencukupi. Apalagi
mengingat Indonesia adalah negara yang memiliki jumlah pulau
terbanyak di dunia. Untuk menghubungankan satu pulau dengan pulau
lainnya diperlukan sarana transportasi laut yang dapat diandalkan.
Tapi hingga belakangan ini perhatian orang kearah ini masih kurang.
Dikabarkan, sekitar lebih dari 50% sektor pelayaran maritim masih
belum tergarap. Salah satu moda transportasi laut (air) yang
memiliki prospek yang cukup bagus dan bisa berfungsi multi guna
adalah Hovercraft.Hovercrafttermasuk dalam jenis kendaraan amfibi,
dalam arti bisa berfungsi dengar baik di perairan maupun daratan.
Bahkan Hovercraft tetap dapat digunakan pada daerah rawa atau
lumpur dimana kendaraan darat atau kapal tidak dapat digunakan
disitu.
Pada saat hovercraft melaju di permukaan air atau tanah, badan
atau bagian lain hovercraft sama sekali tidak menyentuh permukaan
lintasannya. Pada saat melaju, kendaraan ini melayang dengan
ketinggian tertentu sesuai type hovercraft yang digunakan. Tapi
tidak terbang seperti pesawat terbang. Ini membuat gesekan dengan
permukaan lintasan ( air atau tanah ) dapat dihilangkan sehingga
kecepatan sebuah Hovercraft dapat dipacu maksimal sesuai
batas-batas kecepatan teraman. Pada umumnya Hovercraft digunakan
sebagai kendaraan perairan sehingga bisa disebut sebagai kapal yang
tidak memerlukan dermaga, karena setelah melintasi perairan
Hovercraft dapat berjalan hingga sejauh mungkin di daratan pada
permukaan yang rata.
Lalu sejak kapanHovercraftdibuat orang? Berdasarkan beberapa
literatur, seorang filsuf dan teolog asal Swedia yang bernama
Emanuel Swedenborg pada tahun 1716 pernah merancang sebuah
kendaraan yang cara kerjanya mirip dengan prinsip-prinsip yang
digunakan pada Hovercraft. Menurut rencana kendaraan ini berjalan
dengan bantuan tenaga manusia. Tapi berhubung tenaga manusia tidak
cukup kuat untuk menjalankan mekanisasi yang digunakannya,
kendaraan itu tidak diwujudkan pembuatannya.
Satu setengah abad kemudian, tepatnya pada pertengahan 1870an,
seorang perancang dari Kerajaan Inggris, John Isaac Thornycroft,
juga sudah membuat model kendaraan yang dilengkapi dengan bantalan
udara pada bagian bawahnya yang bertujuan untuk mengurangi gaya
gesekan antara badan kendaraan dengan permukaan lintasan. Dan pada
tahun 1877 perancang dari Inggris ini sudah mendapatkan paten untuk
prinsip-prinsip kerja bantalan udara ini atas namanya. Tapi sampai
sejauh itu, kendaraan seperti yang diinginkannya itu belum juga
bisa diwujudkan pembuataanya.
Semenjak itu usaha-usaha untuk mengembangkankendaraan yang
menggunakan bantalan udaraini masih terus berlanjut. Pada tahun
1931 di Finlandia, Toivo J. Kaario mulai melakukan perancangan
kapal yang menggunakan kantong udara. Dia telah membuat konstruksi
serta melakukan uji coba sendiri pada rancangannya tersebut dan
mendapatkan hak paten dari pemerintah Finlandia. Tapi sayang sekali
usahanya ini terpaksa terhenti karena kurangnya dana.
Orang yang pertama kali menggunakan nama Hovercraft untuk
menyebut kendaraan yang menggunakan prinsip bantalan udara ini
adalah Christopher Cockerell. Pada tahun 1952 penemu dari Inggris
ini berhasil merancang sebuah kendaraan berdasarkan prinsip-prinsip
kerja Hovercraft. Penemuannya ini dinilai sebagai temuan yang
paling berhasil dibanding usaha-usaha serupa yang telah dilakukan
oleh beberapa pendahulunya di bidang ini. Selanjutnya pada tahun
1959 dia berhasil mewujudkan rancangannya ini dan sejak itulah nama
Hovercraft digunakan untuk menyebut kendaraan berbantalan udara
ini. Dan pada tahun-tahun berikutnya dasar-dasar prinsip kerja
kendaraan ini digunakan oleh perusahaan Saunders Roe untuk
pembuatan banyak Hovercraft.
Akan tetapi pada masa itu Hovercraft masih belum mengenakan rok
atau skirt seperti yang banyak digunakan oleh Hovercraft dewasa
ini. Bagian ini ( rok / skirt ) pertama kali diperkenalkan oleh
seorang anggota Angkatan Laut Kerajaan Inggris, Latimer-Needham.
Bagian ini digunakan untuk menunjang system baru pada Hovercraft
yang disebut Flexible Skirt System. Skirt terbuat dari bahan karet
yang kuat dan dipasang pada bagian samping seluruh hull (badan)
Hovercraft sehingga selintas mirip seperti rok.
Sebenarnya bagaimanacara kerja Hovercrafthingga disebut-sebut
memiliki keunggulan yang lebih dibanding kapal konvensional?
Sebenarnya cara kerja Hovercraft lebih mirip seperti pesawat
terbang meskipun masih digolongkan sebagai kendaraan air. Sebab
pada saat melaju, bagian bawah kapal (hull) tidak bersentuhan
dengan air. Dengan kondisi seperti itu, gayak gesek antara hull
(badan kapal) dengan air hampir tidak ada sama sekali. Boleh
dibilang hovercraft dalam keadaan melayang pada saat berjalan.
Ketinggian pada saat melayang berkisar antara ketinggian 15 Centi
meter sampai dengan 2,7 Meter dari permukaan lintasan. Tentu saja
tergantung pada type Hovercraft. Keadaan melayang (gaya angkat) ini
dihasilkan dari beberapa kipas (fan) yang dipasang pada bagian
bawah kapal. Hembusan angin yang dihasilkan oleh kipas-kipas
tersebut ditahan oleh skirt atau rok yang dipasang melingkar
diseluruh badan kapal. Sedangkan gerakan maju pada Hovercraft
dihasilkan oleh beberapa propeller ( baling-baling ) seperti milik
pesawat terbang yang dipasang pada bagian atas kapal.
Dengan cara kerja seperti itu, sebuah Hovercraft dapat melaju
dengan kecepatan 130 Km per jam dimana kapal konvensional tidak
mampu melakukannya. Dan karena dapat berada pada kondisi melayang
pada saat berjalan, Hovercraft dapat dikendarai di air atau pun di
darat.
Dewasa ini Hovercraft paling banyak dioperasikan oleh negara
Inggris. Hal ini wajar karena pabrik Hovercraft terbesar, British
Hovercraft Corporation, terletak di negara ini juga. Inggris banyak
mengoperasikan Hovercraft untuk penyeberangan Feri. Tapi hingga
saat ini, jika dilihat prosentasenya, kalangan militer lebih banyak
menggunakan jasa kendaraan ini dibanding dunia sipil.
Bagaimana dengan perkembangan Hovercraft di tanah air?
Pada awal tahun 1980an, Hovercraft sudah pernah diperkenalkan
oleh Henk Kawulusan. Tapi sayang sekali hal ini tidak mendapat
sambutan yang baik dari kalangan teknolog di Indonesia. Orang lebih
menyukai teknologi Jet Foil yang dianggap lebih canggih untuk
dioperasikan di Indonesia. Setelah memasuki abad 21, Hovercraft
mulai diproduksi di Indonesia.
Apakah perkembanganHovercrafthanya sampai disitu saja? Ternyata
sudah diperkenalkan varian Hovercraft yang lebih maju lagi. Yaitu
Hovercraft yang dilengkapi dengan sayap pada bagian kanan dan kiri.
Sehingga cara kerjanya sudah benar-benar mirip dengan pesawat
terbang. Gaya angkat yang terjadi pada badan kapal bukan dihasilkan
dari hembusan fan yang dipasang pada bagian bawah kapal. Tapi lebih
karena gaya aerodinamik yang dihasilkan karena kecepatan. Gaya ini
dihasilkan oleh sayap yang terpasang pada sisi kanan dan kiri
kapal. Hovercraft jenis ini menggunakan prinsip kerja yang dikenal
dengan sebutan WIGE, singkatan dari Wing In Ground Effect. Dan nama
populernya adalah kapal bersayap. Kapal air ini benar-benar terbang
melayang diatas permukaan air. Salah satunya adalah yang sudah
diperkenalkan oleh seorang teknisi asal New Zealand, Rudy Heeman.
Kendaraan yang dirancangnya itu tampak seperti pada gambar
disamping.
HOVERCRAFT SARANA TRANSPORTASI ALTERNATIF DI INDONESIASecara
teknologi sarana transportasi ini sebenarnya tidak lah terlalu baru
karena telah dikembangkan sejak tahun 60-an dan mulai digunakan
sebagai sarana transportasi sejak tahun 70-an. Di Indonesia belum
begitu dikenal karena memang tidak begitu dikembangkan secara
serius, hanya beberapa perguruan tinggi yang sempat membuat dan
sedikit mengembangkannya seperti mahasiswa jurusan Teknik Mesin UI
dan Unit Kegiatan Mahasiswa Aerokreasi ITB. Di UI sekarang ini
tidak begitu terdengar lagi, sedang UKM Aerokreasi ITB sekarang ini
tidak aktif lagi.Melihat kemampuan para mahasiswa dalam memanfaat
teknologi hovercraft ini sebenarnya SDM Indonesia dapat diandalkan,
namun karena belum adanya dana pendukung yang memadai jadilah
proyek pengembangan sarana transportasi ini tersendat-sendat,
bahkan sekarang ini boleh dikatakan terhenti sama sekali.Dengan
kelebihan sarana transportasi ini sebenarnya hovercraft sangatlah
bermanfaat untuk pembangunan di daerah Indonesia bagian Timur,
karena sarana pelabuhan tidak diperlukan lagi untuk pendaratan
sebuah hovercraft dan ini tentunya sangat membantu memperlancar
transportasi di wilayah yang belum tersedia sarana pelabuhan yang
memadai. Cukup dengan adanya pantai yang landai, hovercraft dapat
mendarat. Bandingkan dengan sebuah kapal laut dan jetfoil yang
memerlukan sarana pelabuhan yang memerlukan biaya pembangunan yang
tidak murah.Secara teknologi hovercraft tidak lah terlalu rumit
seperti teknologi pesawat terbang. Kita hanya perlu ingat lagi
pelajaran SMP tentang prinsip gaya sama dengan tekanan dikalikan
luas area penekanan atau F = P x A itu adalah sebuah rumus
sederhana untuk menghitung gaya angkat sebuah hovercraft. Jadi bila
ada sebuah hovercraft yang mempunyai luas area angkat A dan berat
total hovercraft ditambah muatan totalnya W, diperlukan tekanan
udara dibawah hovercraft sebesar P = W / F, dan untuk menghasilkan
tekanan sebesar P ini sebuah hovercraft memanfaatkan baling-baling
FAN untuk menghasilkan aliran udara yang akan dijebak di bawah
permukaan hovercraft, aliran udara yang terjebak ini akan
menghasilkan peningkatan tekanan udara, kurang lebih sama halnya
bila kita meniup sebuah balon, udara yang terjebak di dalam balon
tekanan udarannya juga meningkat untuk mengembungkan balon itu.
Bedanya aliran udara yang terjebak di bawah hovercraft akan
meningkat tekanannya. Dan bila tekanan telah melampaui P maka
hovercraft akan terangkat sedikit dan udara yang terjebak akan
keluar dari bawah permukaan hovercraft, dan begitu seterusnya
hovercraft terbang sekitar 1 5 cm dari permukaan tanah / air.
Karena terbang inilah hovercraft bisa beroperasi di permukaan tanah
maupun air (ampibi).Sebagai sebuah kendaraan ampibi tentunya sangat
bermanfaat sekali bila diterapkan di Indonesia yang notabene negara
kepulauan.Sumber:
http://torche-indonesia.com/mobile/read/opini/HOVERCRAFT-SARANA-TRANSPORTASI-ALTERNATIF-DI-INDONESIA1377
Alur laut kepulauan Indonesia (ALKI)Alur laut yang ditetapkan
Sebagai HAK alur untuk pelaksanaan lintas alur laut kepulauan
berdasarkan konvensi hukum laut internasional.Ini merupakan alur
alur untuk pelayanan dan penerbangan yang dapat dimanfaatkan oleh
kapal atau pesawat udara asing tersebut diatas laut untuk
dilaksanakan Pelayaran dan penerbangan damai dengan cara
normal.Penetapan ALKI dimaksudkan agar Pelayaran dan penerbangan
internasional dapat terselanggara secara menerus, cepat dan dengan
tidak terhalang oleh ruang dan udara Perairan Teritorial
Indonesia.AlKI ditetapkan untuk mengubungkan dua periran bebas,
yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik meliputi:ALKI Aku
melintasi Laut Cina Selatan-Selat Karimata-Laut DKI-Selat SundaALKI
II melintasi Laut Sulawesi-Selat Makassar-Luatan Flores-Selat
LombokALKI IIIMelintas Sumadera Pasifik-Selat Maluku, Luat
Seram-Laut BandaSumber:
http://pustaka.pu.go.id/new/istilah-bidang-detail.asp?id=6
Sungai Kayan Dangkal, Kapal Barang Sulit Sandar di DermagaSenin,
21 April 2014 14:57
TANJUNG SELOR, tribunkaltim.co.id Sejumlah pihak perusahaan
kapal beserta buruh Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) mengeluhkan
kurang lancarnya aktifitas bongkar muat barang di Pelabuhan/Dermaga
Kayan 1, Tanjung Selor. Diantara mereka (pihak perusahaan kapal dan
TKBM, red) menyebutkan, kurang lancarnya aktifitas bongkar muat
tersebut disebabkan oleh pendangkalan sungai akibat endapan lumpur
yang kian hari semakin meninggi. Alhasil, kapal pengangkut barang
pun kesulitan berlabuh dengan sempurna di dermaga. Abdul Rahman
(50), salah satu pihak perusahaan kapal asal Surabaya yang
menyuplai sembako dan komoditas serta logistik lainnya ke Tanjung
Selor ini menyebutkan, jika hal ini terus dibiarkan tanpa ada upaya
pengerukan oleh pemerintah, pihaknya mengkhawatirkan aktifitas
bongkar muat di pelabuhan yang berada di sisi Sungai Kayan ini akan
membahayakan pihak kapal maupun TKBM. Pasalnya, sewaktu-waktu
posisi kapal miring beberapa derajat, mengikuti kontur tepi (akibat
endapan, red) sungai. Apalagi kalau sungai surut. Sisi kapal tidak
keseluruhan bisa merapat di pelabuhan, hanya bagian depannya saja.
Kalau dipaksakan merapat juga bisa bahaya karena posisi kapal
miring, jelasnya kepada Tribun, Minggu (20/4). Selain itu, akibat
pendangkalan ini juga mengakibatkan antrean kapal yang hendak
bongkar muat barang cukup menyita waktu. Sebab, dermaga yang
biasanya sekaligus dilabuhi dua hingga tiga kapal, kini hanya dapat
bisa satu kapal saja. Mardianto yang juga sebagai pihak perusanaan
kapal menyayangkan kondisi ini. Pasalnya antrean tersebut bisa
berlangsung hingga 15 hari lamanya. Akibatnya selain menyita waktu,
juga mengakibatkan kerugian tenaga dan materil yang tak sedikit.
Kita tidak bisa berbuat apa-apa. Kita tidak juga bisa memaksakan,
karena kalau dipaksa bersandar, pasti akan sangat berbahaya dan
beresiko. Tidak ada jalan lain kecuali menunggu giliran sandar.
Biasanya 15 hari bahkan lebih baru bisa bongkar muatan, tuturnya.
Sementara salah seorang TKBM yang enggan dikorankan namanya
mengungkapkan, kondisi ini telah disampaikan kepada Dinas
Perhubungan Kabupaten Bulungan. Namun, hingga saat ini belum ada
kejelasan akan upaya pengerukan untuk menambah kedalaman sungai di
sekitar area pelabuhan. Pihak Pemkab sudah pernah meninjau ke sini,
tapi sampai sekarang belum ada tanda-tanda akan dikeruk. Kami
berharap secepatnya sajalah dibenahi, keluhnya. Selain itu beberapa
pihak yang sehari-hari melakukan aktifitasnya di Dermaga Kayan 1
juga mengharapkan, dalam waktu dekat ke depan Pemerintah Kabupaten
(Pemkab) Bulungan dapat membenahi kondisi ini, tidak saja perihal
pengerukan dasar (endapan) sungai, melainkan juga penambahan
panjang sisi pelabuhan serta aspek kebersihannya. Aktifitas bongkar
muat dan pengoperasian pelabuhan bisa lancar, dan kalau perlu
gudang penyimpanan barangnya juga ditambah. Itu yang kita harapkan,
pungkasnyaSumber:
http://kaltim.tribunnews.com/2014/04/21/sungai-kayan-dangkal-kapal-barang-sulit-sandar-di-dermaga
Minggu, 2/03/2014 - 14:00 WIBBerita Utama|Aditya - Bengkulu
EkspressAlur Pelabuhan Masih Dangkal?BENGKULU, BE Persoalan kapal
besar tidak bisa mengisi muatan lebih dari 33 ribu ton di Dermaga
Pulau Baai sampai saat ini belum ditemukan solusi. Kondisi ini
terjadi disinyalir akibat alur pelabuhan yang masih dangkal. Ini
berbeda dengan klaim PT Pelindo saat memaparkan perkembangan
pelabuhan Pulau Baai kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat
kunjungan di Bengkulu awal Februari lalu.Diketahui kala itu paparan
Direktur PT Pelindo II RJ Lino, sejak PT Pelindo II bergerak
mengambil alih pengerukan alur masuk pada 2012 perubahan signifikan
di Pelabuhan Pulau Baai. Kedalaman alur mencapai 13 meter. Ini
(Pelabuhan Pulau Baai) merupakan pelabuhan terdalam di Pantai Barat
Sumatera, ujarnya Lino kala itu.Pemaparan itu memang berbuah manis.
Presiden sumringah dan lantas memuji kiprah PT Pelindo dalam
pengelolaan pelabuhan Pulau Baai. Pasalnya, Pelabuhan Pulau Baai
saat ini menjadi pintu masuk dan keluar berbagai komoditas, seperti
batu bara curah kering, dan juga melayani kapal kargo yang membawa
berbagai komoditas. Pelabuhan ini pula diharapkan mampu
menggeliatkan ekonomi Bengkulu.Kenyataannya jika benar kedalaman
alur telah mencapai 13 meter, tentunya keluhan pengguna kapal atas
minimnya muatan yang bisa dibawa keluar dari pelabuhan tidak
terjadi. Lantas berapakah kedalaman alur saat ini?General Manager
Pelindo II Bengkulu, Nurhikmat saat dihubungi melalui telepon
menyampaikan belum mendapatkan laporan berapa data terakhir
kedalaman alur. Dengan begitu, ia belum bisa menyampaikan angka
pasti dalamnya alur tersebut.Masalah kedalaman dan kapal dengan
volume berapa bisa masuk belum bisa memastikan. Saya belum mendapat
laporan terakhir, namun yang pasti setiap 2 minggu sekali dilakukan
pengecekan, paparnya.Sementara itu Kepala Dishubkominfo Provinsi
Drs Eko Agusrianto, mengatakan mengenai kondisi alur Pelabuhan
Pulau Baai Bengkulu, pada 25 Februari lalu pukul 14.00 WIB hingga
Pukul 16.00 WIB telah dilakukan sounding Pelabuhan Pulau Baai.
Pihak-pihak yang mengikuti sounding antara lain Direktorat
Pelabuhan dan Pengairan Ditjen Hubungan Laut, KSOP, Dishubkominfo
Provinsi, Pangkalan Angkatan Laut, Polairut Polda Bengkulu,
Pelindo, DPC INSA Bengkulu, Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat dan
Assosiasi Gaffeksi.Selanjutnya pada 26 Februari juga telah
dilakukan rapat pembahasan hasil sounding alur, kolam dan
verifikasi data/exsisting fasilitas pelabuhan Pulau Baai Bengkulu.
Tapi hasilnya belum dilaporkan kepada saya, kata Eko.Dia mengatakan
setelah data semua dia terima, pihaknya baru akan membahas dan
membicarakannya berdasarkan data tersebut. Setelah ada laporan
resmi, nanti kami akan mengambil langkah apa, sesuai dengan hasil
sounding itu, tegasnya.Sounding tersebut dilakukan berdasarkan
surat keputusan KSOP NO. KP 104/317/KSOP/BKL.14 tanggal 18
Februari, perihal pembentukan tim terpadu sounding alur, kolam dan
fasilitas pelabuhan Pulau Baai Bengkulu.Laporan belum kita terima.
Saya akan berbicara pelabuhan dengan data, katanya.Terkait dengan
tidak mampunya pelabuhan Pulau Baai menampung kapal berbobot 50
ribu ton, sehingga melakukan transhipmen di Pulau Tikus, dia juga
belum bisa mengambil kebijakan. Maka kita perlu data (hasil
sounding) untuk mengambil kebijakan berikutnya, katanya.Namun,
meski belum mendapatkan laporan, melihat keluhan yang alami kapal
besar yang tak bisa ditampung di Dermaga Pelabuhan Pulau Baai,
menandakan alur pelabuhan masih belum sehat. Kalau dilihat,
kondisinya (alur) seperti yang dikeluhkan para awak kapal (seperti
diberitakan), ujar Eko.(100)
Sumber;
http://bengkuluekspress.com/alur-pelabuhan-masih-dangkal/
Pelabuhan Indonesia Kini dan Masa Mendatang19 February
2013PERKEMBANGAN ekonomi dunia yang semakin cepat dan akan
diterapkannya skema kerja sama ASEAN pada 2015, menuntut peran
pelabuhan yang semakin besar. Bukan saja dibutuhkan lahan pelabuhan
yang luas, dermaga yang panjang dan alur yang cukup dalam, namun
tantangan kedepan bagaimana mengefektifkan dan mengefisienkan
pelabuhan Indonesia sehingga memiliki daya saing. Anne Padmos dari
Rotterdam Shipping and Transport College pernah menyatakan, bila
tahun 2010 pelabuhan pelabuhan di dunia membongkar muat 547 unit
peti kemas ukuran 20 kaki, pada tahun 2017 diprediksi melayani 731
juta TEUs (twenty foot equivalent units). Bahkan, Direktur Utama PT
Pelabuhan Indonesia II (Persero) RJ Lino pernah mengatakan, bila
pada tahun 1980-1996 sebanyak 60 persen lebih kapal kontainer
berukuran di bawah 3.000 TEUs, pada tahun 2012 lalu sebanyak 46,03
persen kapal kontainer yang melaut berukuran di atas 5.000 TEUs.
Prediksi peningkatan tersebut sudah terlihat dari tahun ke tahun
pada pelabuhan pelabuhan di Indonesia. Catat saja, arus peti kemas
yang melewati pelabuhan yang dikelola PT Pelabuhan Indonesia II
(Persero) atau dikenal Indonesia Port Corporation (IPC) sepanjang
tahun 2012 lalu mencapai 6.445.791 TEUs. Angka ini naik sekitar 9
persen dari 2011 yang hanya 5.918.797 TEUs. Penyumbang terbesar
trafik peti kemas ini memang Pelabuhan Tanjung Priok atau melayani
98 persen (5.830.589 TEUs) dari total arus peti kemas. Kondisi tak
jauh berbeda terjadi di Terminal Peti Kemas Surabaya (TPS) yang
merupakan pelabuhan terbesar kedua di Indonesia. Jika tahun-tahun
terdahulu, kenaikan total throughput pada pelabuhan ini hanya
berkisar 3-5 persen, tahun 2012 mencapai 7 persen. Realisasi
bongkar muat peti kemasnya sepanjang 2012 mencapai 1. 364.045 TEUs.
Menariknya, menurut Direktur Utama PT Terminal Peti Kemas Surabaya
M Zaini, total throughput itu masih didominasi oleh peti kemas
international. Ia juga memaparkan bahwa fenomena saat ini,
perusahaan perusahaan asing yang mendominasi angkutan komoditas
ekspor/impor mulai mengoperasikan kapal-kapal dengan volume yang
lebih besar. Didukung pernyataan Support Manager Operational TPS
Rumaji, untuk kapal-kapal berbendera asing jumlahnya mencapai 80
call per bulan. Sedangkan untuk angkutan komoditas antarpulau yang
mayoritas menggunakan kapal berbendera Indonesia mencapai 55 call
setiap bulan. Kondisi di atas menggambarkan bahwa modernisasi dan
perbaikan fasilitas pelabuhan mau tak mau harus segera dilakukan.
Apalagi mengingat, hampir 70 persen perdagangan dunia berlangsung
di kawasan Asia Pasifik dan 75 persen produk dan komoditas yang
diperdagangkan itu dikirim melalui laut Indonesia. Nilainya tak
tanggung-tanggung, mencapai 1.300 triliun dolar AS per tahun.
Memang, seiring skema ekonomi dunia, terjadi pergeseran pusat
ekonomi dari Atlantik ke Asia Pasifik. Lantas bagaimana kesiapan
pelabuhan Indonesia? Ketua Umum DPP Indonesian National Ship Owners
Association (INSA) Carmelita Hartoto di Jakarta mengatakan,
fasilitas pelabuhan masih jauh dariOPTIMAL. Fasilitas pelabuhan
kontainer dan kargo seperti lapangan penumpukan, dermaga dan alat
bongkar muat terbatas, akses keluar masuk pelabuhan tidak
tersistem, hingga soal buruh dan kenaikan tarif yang tidak tertib,
yang pada akhirnya berdampak pada tingginya biaya logistik di
pelabuhan. Wakil Ketua Bidang Angkutan Laut KADIN Asmari Herry
mengatakan, buruknya fasilitas pelabuhan membuat tingginya biaya
logistik pengangkutan kontainer di pelabuhan. Menurutnya, terjadi
kenaikan tarif bongkar muat yang gila-gilaan di sejumlah daerah.
Dia mencontohkan, di Pelabuhan Belawan, tarif bongkar muat naik 50
persen, sementara pelabuhan Pontianak naik 100 persen. Menurut
Asmari, perusahaan pelayanan telah berusaha melakukan efisiensi.
Namun penerapan tarif yang tidak fleksibel, membuat biaya kapal
mengangkat barang sangat tinggi, mulai dari biaya sandar, bongkar
muat, hingga penyimpanan. Selain itu, komponen biaya di pelabuhan
mencapai 60 pesen dari total biaya pengiriman barang. Asmari
mengansumsikan, jika bongkar muat sebesar Rp 6 juta, kapal muatan
1.000 TEUs Jakarta-Belawan bisa menghabiskan biaya pelabuhan
sebesar Rp 3 juta. Sedangkan total biaya pengiriman hanya Rp 5
juta. Bagi pengusaha, kata dia, akses jalan, ketersediaan kendaraan
dan kelancaran angkutan pelabuhan sangat menentukan biaya. Memang
berdasarkan hasil survei yang pernah dilakukan Pusat Studi
Transportasi dan Logistik LPPM-ITS Surabaya dengan Komisi Pengawas
Persaingan Usaha (KPPU), biaya pelayaran masih relatif terbesar
yaitu 52-60 persen dari total biaya angkutan (dari struktur biaya
produksi), tergantung dari komoditas dan lokasinya. Biaya terbesar
lainnya adalah ongkos pelabuhan, baik pelabuhan muat dan pelabuhan
tujuan yang diperkirakan dalam rentang 27-36 persen. Sisanya
angkutan darat 9-16 persen. World Economic Forum (WEF) juga pernah
melansir bahwa pada tahun 2012 lalu peringkat daya saing global
Indonesia turun. Dari peringkat 46 (2011) menjadi 50 (2012). Dalam
skala perdagangan international, pelabuhan Indonesia juga masih
kalah dengan pelabuhan Singapura dan Malaysia. Lihat saja,
kedalaman kolam rata-rata pelabuhan di Indonesia hanya 6-12 meter.
Sehingga hanya kapal-kapal kecil menengah saja yang bisa bersandar.
Sementara kapal-kapal berkapasitas besar memilih berlabuh di
Pelabuhan Singapura, Malaysia atau Hongkong yang memiliki kedalaman
kolam 16 meter. Akibatnya, kegiatan ekspor impor Indonesia masih
sangat bergantung kepada negara lain. Dulu ketika Pelabuhan Tanjung
Priok masih memiliki kedalaman kolam 13,5 meter, hanya kapal kecil-
menengah yang mampu bersandar di pelabuhan ini. Kapal-kapal
tersebut umumnya hanya menjadi feeder untuk pelabuhan di Singapura,
Malaysia, dan Hongkong. Namun, setelah kolam diperdalam menjadi 14
meter dan fasilitas pelabuhan dimodernisasi, beberapa kapal
berkapasitas 4.000-5.000 TEUs mulai bersandar di Tanjung Priok.
Kini, tingkat ketergantungan Indonesia terhadap pelabuhan di negara
lain pun turun drastis. Menurut PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo)
II, arus kontainer ekspor- impor Indonesia melalui Singapura turun
dari 70 persen menjadi 18 persen. Dari sisi jumlah pelabuhan,
dibanding dengan negara kepualuan di dunia seperti Jepang dan
Philipina, jumlah pelabuhan di Indonesia masih sedikit. Rasio
pelabuhan Indonesia terhadap luas wilayah Indonesia adalah 2,93
km2/pelabuhan, sedangkan Jepang 0,34 km2/pelabuhan dan Philipina
0,46km2/pelabuhan. Berdasarkan jumlah penduduk, rasio pelabuhan di
Indonesia hanya 0,3 juta orang/pelabuhan, di Jepang 0,11 juta
orang/pelabuhan, dan Philipina 0,11 juta orang/pelabuhan. Pada
skala nasional di tahun 2005 baru ada 6.000 kapal beroperasi di
dalam negeri, tapi saat ini sudah ada 12 ribu kapal. Dan itu tidak
sebanding dengan pelabuhan yang ada. Karena itu, Ketua Umum DPP
Indonesian National Ship Owners Association (INSA) Carmelita
Hartoto di Jakarta beberapa waktu lalu mendesak agar modernisasai
pelabuhan tidak ditunda-tunda lagi. Menurut dia, pemerintah dan
operator pelabuhan harus benar-benar fokus dalam melakukan
pembangunan infrastruktur "Pengerjaan proyek-proyek pelabuhan di
Indonesia harus dipercepat," tegasnya. Menurut dia, sektor logistik
melalui laut harus siap dalam menghadapi perkembangan zaman. Dan
itu kuncinya ada di pelabuhan. Pelabuhan harus menjadi lokomotif
bagi Indonesia menurunkan biaya logistik secara signifikan. "Jika
pelabuhan sudah modern, operator kapal dengan sendirinya akan
berinvestasi menambah kapasitas dengan ukuran yang lebih besar,"
jelas dia. Bahkan, jika pelabuhan sudah modern, INSA siap menambah
jumlah kapal ekspor-impor. INSA bahkan berharap dana bantuan luar
negeri juga bisa digunakan untuk percepatan modernisasi
pelabuhan-pelabuhan strategis. Menurut Carmelita, anggota INSA akan
berinvestasi menambah kapal-kapal dengan ukuran yang lebih besar
berdasarkan ketersediaan infrastruktur dan muatan. Menurut dia,
perusahaan pelayaran banyak yang ingin meremajakan kapalnya. Namun
memilih menunggu hingga pelabuhan di Indonesia benar-benar
diperbaiki. Ia mengakui, saat ini tidak kurang 60 persen dari
11.300 unit kapal niaga nasional sudah masuk usia diremajakan.
Namun rencana peremajaan menunggu modernisasi pelabuhan, supaya
kapal yang didatangkan bisa bermanfaat secaraOPTIMAL. Wakil Kepala
Kantor Perwakilan Bank Pembangunan ASIA (ADB) di Indonesia Edimon
Ginting pernah mengatakan, konektivitas yang kurang baik, kendala
infrastruktur, dan biaya logistik yang tinggi menghalangi Indonesia
untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dan upaya
pemerataan kesejahteraan bagi seluruh penduduk Indonesia. Edimon
mencontohkan, sekitar 70 persen perbedaan harga beras di daerah di
seluruh Indonesia diakibatkan oleh biaya pengiriman. Ini cerminan
dari kondisi buruknya jalan, pelabuhan yang padat dan belum
berkembangnya sistem transportasi antarpulau. Karena itu,
percepatan pembangunan dan modernisasi infrastruktur pelabuhan
tampaknya memang tidak bisa ditunda-tunda lagi guna menurunkan
biaya logistic dan menyambut persaingan pasar bebas.Tantangan dan
UpayaLangkah-langkah menyambut tantangan di atas memang perlahan
sudah disiapkan, baik oleh pemerintah maupun pihak pelabuhan.
Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) atau lebih
dikenal IPC RJ Lino menyatakan, pihaknya telah melakukan berbagai
langkah pengembangan korporasi sesuai dengan standar international.
IPC sejak tahun 2012 lalu, menurut dia, telah mengakselerasi
perubahan penanganan bisnis. Jika sebelumnya, perusahaan bekerja
secara regional base, berubah menjadi business base. Itu dilakukan
dengan pembentukan anak-anak perusahaan yang lebih fokus
danOPTIMALdalam menangani masing-masing line business. Tahun 2012
lalu, IPC membentuk lima anak perusahaan baru dan pada tahun ini
berencana membentuk lima anak perusahaan lagi. "Kami ingin IPC
menjadi entitas operator terminal yang dapat memberikan pelayanan
operasional yang lebih baik. Sehingga pada akhirnya, IPC mampu
memberikan end to end port solution kepada para pengguna jasa,"
jelasnya pada konferensi pers 'Menengok Kinerja IPC Tahun 2012 dan
Rencana Korporasi Tahun 2013' di Jakarta pada Selasa (5/2/2013).
Dari sisi hard infrastructure, kata Lino, IPC melakukan pembenahan
berbagai fasilitas pelabuhan serta peralatan handling kontainer.
Penempatan teknologi modern berupa Gantry Hib Crane, QCC Twin, dan
RMCG di Pelabuhan Panjang, Pontianak, Teluk Bayur, Pangkal Balam,
dan Palembang. IPC juga melakukan optimalisasi dan konfigurasi
lahan serta pembangunan terminal NewPriok. IPC pada tahun ini pun
siap mengoperasikan sistem Indonesia Logistics Community Service
(ILCS) dan sistem Pendulum Nusantara. Melalui ILC ini, proses
bisnis akan lebih sederhana, sehingga diharapkan mampu mendorong
produktivitas sebesar 30-60 persen. Menurut IPC, ini bisa berdampak
pada penurunan waktu tunggu (dwelling time) sehingga dapat
meningkatkan daya saing Indonesia dalam industri kepelabuhan dunia.
Jika waktu tunggu barang rata rata 6,3 hari, tahun ini targetnya
menjadi 4 hari saja. Lino mengatakan, dengan percepatan dwelling
time ini akan meningkatkan daya saing pelabuhan Indonesia dan
target biaya logistik 10 persen bisa tercapai. Lino juga
menjelaskan, beberapa keuntungan lain yang ditawarkan ILCS.
Seperti, keberlangsungan informasi antara satu pelabuhan dengan
pelabuhan lainnya, kemudahan penyerahan data yang lengkap dan
terkini melalui e-logistic, transaksi yang aman dan efisien, serta
akses data yang tersentralisasi dan transparan.PROGRAMini akan
berjalan berdampingan dengan Indonesia National Single Window
(INSW) untuk secara bersama-sama memperbaiki kualitas sektor
logistik Indonesia," katanya. Seperti diketahui, sejak Juli 2012
lalu, IPC telah ujicoba menerapkan inaportnet yang mendukung INSW
sebagai upaya meningkatan pelayanan dan memangkas biaya logistik
nasional. Menurut Lino, sistem ini sangat mengutungkan penguna jasa
karena bisa mempercepat pelayanan dan menghemat waktu tunggu kapal
hinggal 15 persen. Penerapan inaportnet akan mempercepat
implementasi NSW di Indonesia dan mendorong kelancaran arus barang
serta kinerja pelayanan ekspor/impor. Lebih jauh ke depan, sistem
ini menjadi salah satu persiapan Indonesia menuju ASEAN Single
Window (ASW). Karena perdagangan global sekarang tidak lagi bisa
ditahan atau dihindari. "Kita harus siap menghadapi dan bisa
mengambil peluang dari situ," ungkap Lino. Direktur Operasional PT
Pelabuhan Indonesia II (Persero) Dana Amin menambahkan, inaportnet
merupakan sistem layanan tunggal yang mengintegrasikan layanan
kebutuhan administrasi perkapalan di seluruh instansi terkait di
pelabuhan. Sistem ini memungkinkan pengurusan administrasi online
terintegrasi untuk surat izin kelaikan berlayar, surat izin
kesehatan kapal, surat bebas karantina, entry/exit permit bagi
pekerja kapal, serta berbagai izin lain yang diperlukan sebuah
kapal untuk sandar atau berlayar.Pemilik atau kapten kapal akan
mengetahui dokumen apa saja dan berapa biaya yang diperlukan, serta
izin mana yang telah diperoleh dan mana yang tidak. Ini akan
mempercepat waktu yang dibutuhkan suatu kapal untuk mendapatkan
izin merapat atau pergi dari dermaga sehingga berthing window yang
disepakati oleh PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) dengan pemilik
kapal dapat dicapai tepat waktu. "Tren sekarang ini semua sudah
bisa dilakukan secara online, mulai dari membeli barang, transfer
dana, atau pembayaran online lain. Maka sistem logistik yang sedang
kita bangun harus dan bisa mengikuti tren itu, dengan tetap berlaku
universal bagi semua pengguna jasa atau semua cara pembayaran,
supaya tetap bisa dipakai siapa saja," tambah Dana Amin. Sedangkan
sistem Pendulum Nusantara yang saat ini terus dimatangkan persiapan
implementasinya akan melibatkan enam pelabuhan besar di Indonesia.
Yaitu, Pelabuhan Belawan, Tanjung Priok, Tanjung Perak, Makasar,
Papua dan Pelabuhan Batam. Sistem ini nantinya akan mengakomodasi
kedatangan kapal-kapal di enam pelabuhan utama dan setelah
kapal-kapal besar sandar, sistem pendulum akan memacu kapal-kapal
pendukung yang lebih kecil melayani wilayah-wilayah di sekitar enam
pelabuhan utama tadi. Keenam pelabuhan besar yang telah ditunjuk
akan menjadi pusat dari distribusi barang di area sekitarnya.
Sehingga pendulum nasional juga menjadi solusi yang efektif dalam
mencegah berlayarnya kapal berkapasitas kosong dari satu tempat ke
tempat lain. "Hal ini dapat meningkatkan perdagangan yang lebih
murah dan berdampak pada penurunan biaya logistik nasional, dan
implementasi konsep ini sejalan dengan semangat pemerataan ekonomi
yang menjadi citacita IPC," beber dirut IPC. Pemerintah, terusnya,
berkomitmen untuk mempercepat pembangunan pelabuhan dan modernisasi
fasilitasnya termasuk pendulum yang menuju ke timur yang diyakini
bisa menekan ongkos logistik. Meski begitu, Lino mengatakan, untuk
mendorong peningkatan roda perekonomian nasional perlu partisipasi
berbagai pemangku kepentingan kepelabuhan lainnya. "IPC tidak
mungkin bisa bekerja sendirian. Kami perlu dukungan dari berbagai
pihak, termasuk pemerintah. Kami berharap, pemerintah dapat menjaga
berbagai kebijakan yang akan dikeluarkan agar tetap sejalan dengan
semangat menurunkan biaya logistik nasional dan kami berharap tidak
berbenturan dengan kepentingan kami dari kacamata bisnis," ujarnya.
Ia juga mengharapkan agar pembangunan Terminal NewPriok tetap
menjadi prioritas utama pembangunan pelabuhan di Indonesia
sekaligus untuk menepis kekhawatiran terjadinya kongesti di
Pelabuhan Tanjung Priok pada tahun-tahun mendatang. ADB sendiri
bekerja sama dengan pemerintah berupaya mengurangi kesejangan
infrastruktur dan memperkuat akses bagi daerah pedesaan yang miskin
sehingga membuka jalan menuju pertumbuhan ekonomi yang lebih
bekelanjutan. ADB tahun lalu memberikan pinjamanPROGRAMsenilai USD
300 juta untuk mendukung pelaksanaan Masterplan Percepatan dan
Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) melalui perbaikan
konektivitas domestik dan international. Kementerian Perhubungan
juga telah menganggarkan dana perbaikan dan pengembangan 29
pelabuhan nasional sebesar USD 13 miliar hingga 2025. Dana ini
diharapkan dapat mengatasi masalah dalam sistem logistik di jalur
laut. Berdasarkan MP3EI yaitu diprioritaskan untuk 29 pelabuhan
dari sekitar 1.324 pelabuhan di Indonesia yang akan
diimplementasikan hingga 2025. "Ada sebanyak Rp 117 triliun yang
harus diinvestasikan dalam pengembangan pelabuhan-pelabuhan kita,"
ujar Wakil Menteri Perhubungan Bambang Susanto dalam diskusi
Kesiapan Pelabuhan Mewujudkan Konektivitas Logistik Nasional dan
ASEAN di Jakarta. Ia mengakui, jumlah tersebut tidaklah besar jika
melihat kondisi Indonesia yang memiliki ratusan pelabuhan yang
tersebar di berbagai daerah di tanah air. Karena itu, pemerintah
akan menentukan pelabuhan yang akan dikembangkan sebagai pelabuhan
lokomotif dan pelabuhan gateway. Berdasarkan data Kementerian
Perhubungan, di Indonesia terdapat 111 pelabuhan komersial, 614
pelabuhan nonkomersial, 472 terminal khusus, dan 721 terminal untuk
kepentingan sendiri (TUKS). "Kami akan melakukan regrouping, supaya
pelabuhan bisa berfungsi secara maksimal," ujarnya. Direktur Utama
IPC RJ Lino mengakui, untuk memperbaiki infrastruktur memang
membutuhkan biaya yang banyak. Karena itu, perbaikan infrastruktur
harus dilakukan secara selektif dan secepatnya. Langkah ini memang
harus segera dilakukan, mengingat waktu yang tersisa bagi Indonesia
menyambut pasar bebas tinggal sedikit.KonektivitasDengan posisi
Indonesia yang dekat dengan persilangan rute perdagangan dunia,
dilalui jalur pelayaran international timur-barat dan utara-selatan
serta menganut konsep negara kepulauan, Indonesia harus mampu
memainkan peranan penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi
nasional dan regional. Pelabuhan menjadi sarana paling penting
untuk menghubungkan antarpulau ataupun antarnegara. Kapal-kapal
yang datang dari Samudera Hindia dengan tujuan Asia Timur Jauh akan
melintasi wilayah perairan Indonesia melalui Selat Malaka, Selat
Sunda, Selat Lombok, dan Selat Timor. Sebagian besar kapal akan
melalui Selat Sunda dan Malaka karena jaraknya yang paling dekat.
Kondisi ini jelas akan sangat menguntungkan Tanjung Priok dan
Belawan, sementara Tanjung Perak lebih berfungsi sebagai pelabuhan
distribusi untuk kawasan timur Indonesia. Direktur Kelembagaan
Indonesia Maritime Institute (IMI) Dr Y Pangoanan menyatakan, dalam
skala nasional yang terpenting harus dibenahi saat ini adalah
amburadulnya pelayanan operator pelabuhan. Seperti kasus antrean
ribuan truk pengangkut bahan pangan di Pelabuhan Merak, Banten
begitupun di Bakauheni, Lampung. Kondisi itu membuat waktu tunggu
berlabuh lebih lama, sehingga distribusi barang antarpulau pun
tersendat. Efek lanjutannya, harga komoditas menjadi naik, sehingga
ekonomi biaya tinggipun terus menghantui. "Pembangunan berbasiskan
maritim, penyediaan pelabuhan yang berkualitas dan tepat guna
merupakan salah satu pilarnya," ujar dia. Menurutnya, Indonesia
harus mengembangkan sedikitnya 10 pelabuhan utama berstandar
international. Seperti, Belawan, Tanjung Priok, Tanjung Mas,
Tanjung Perak, Bitung, Pontianak, Pangkalan Bun, Pelabuhan Panjang,
dan beberapa pelabuhan yang memiliki posisi strategis.Pelabuhan
ContohTahun 2013 ini, mungkin kita akan melihat sebuah contoh
pelabuhan yang dikelola secara professional. Sebab, PT Pelindo II
(Persero) berencana membangun Pelabuhan Sorong baru di Pulau
Teleme, Papua. Direktur Utama PT Pelindo II atau IPC RJ Lino dalam
jumpa pers di Jakarta, Selasa (5/2/2013) menjelaskan, pihaknya akan
menyiapkan dana investasi sebesar Rp 7 triliun untuk mendukung
pembangunan Pelabuhan Sorong dan Kalibaru. Dikatakan dia,
Pembangunan Kalibaru sudah jalan, sementara Sorong masih dalam
proses perizinan. Lino mengatakan, ada kemungkinan Pelabuhan Sorong
nanti sejak awal pengelolaan diserahkan ke Eurogate, salah satu
pengelola terminal terbesar di Eropa yang telah melayani lebih dari
12 juta unit TEUs per tahun. Menurutnya, Indonesia memang butuh
belajar dari operator kontainer kelas dunia agar bisa bekerja lebih
efisien. Luas lahan untuk pembangunan Pelabuhan Sorong memang
sangat lebar, antara 7.500-10.000 hektare. Ini setara dengan luas
Pelabuhan Rotterdam di Belanda. Tidak hanya itu, perairan di
sekitar Teleme juga berkedalaman 18-30 meter, sehingga sangat ideal
bagi kapal kargo bermuatan ribuan hingga puluhan ribu TEUs
bersandar. Dikatakan Lino, Pelabuhan Sorong nantinya akan mendukung
sistem Pendulum Nusantara guna mengurangi mahalnya biaya logistik
angkutan laut sekaligus mendorong pemerataan ekonomi di seluruh
Indonesia. Sementara pembangunan Pelabuhan Kalibaru di Jakarta
Utara nantinya akan digunakan sebagai terminal kontainer dan
terminal bahan bakar sekaligus menambah kapasitas bongkar muat di
Pelabuhan Tanjung Priok. Indonesia juga bisa belajar pada
pelabuhan-pelabuhan kelas dunia, yang lebih dulu maju dalam
mengelola pelabuhannya. Seperti pada Pelabuhan Valencia, Spanyol.
Di sini kerja pelabuhan sangat efisien dengan menerapkan IT dalam
setiap aktivitasnya. Semua kerja di pelabuhan tersistem, tidak ada
truk yang masuk pelabuhan tanpa notifikasi dari otoritas pelabuhan.
Ketika sebuah kapal hendak memasuki Pelabuhan Valencia, otoritas
pelabuhan dengan sistem IT langsung mengirimkan pesan supaya alat
siap untuk membongkar muat kontainer. Kemudian, langsung memesan
truk dari sebuah perusahaan trucking untuk membawa peti kemas
keluar dari pelabuhan. Jumlah peti kemas yang dibawa kapal itu,
juga langsung terinformasikan sehingga dapat diketahui berapa alat
kerja crane yang harus disiagakan. Juga berapa banyak truk yang
dibutuhkan, termasuk disiapkan rute perjalanannya. Bahkan, kini
Valencia menggunakan kereta api untuk bongkar muat barang, sehingga
semakin efisien. Pelabuhan Hamburg di Jerman, sudah jauh lebih
baik. Di sini, sekitar 24 persen barang sudah didistribusikan
keluar masuk dengan kereta api. Tidak hanya itu, hampir di tiap
dermaga di Pelabuhan Hamburg, memiliki emplasemen kereta api
sehingga sebagian barang yang keluar dapat diangkut tanpa
mengganggu lalu lintas lokal. Di Pelabuhan Hamburg, bahkan terlihat
taxi container atau barges yang bukan hanya mengantarkan peti kemas
dari satu dermaga ke dermaga lain, tetapi juga menuju
pelabuhan-pelabuhan lain di daratan Eropa. Sangat efisien. Karena
teorinya, biaya pengangkutan barang melalui air hanya 10 persen
dari biaya pengangkutan di darat. Di Rotterdam, dengan kapasitas
bongkar muat kargo sebanyak 430 juta ton per tahun, otoritas
Pelabuhan Rotterdam memang secara resmi hanya mempekerjakan 1.200
orang, tetapi dampaknya sangat luas. Di kawasan Pelabuhan Rotterdam
misalnya, dipekerjakan 90.000 orang yang terlibat langsung dengan
urusan pelabuhan, sedangkan pekerja yang tidak langsung berkaitan
dengan pelabuhan tetapi ikut bekerja menyokong sub sub pekerjaan
mencapai 200.000 orang. Kontribusi Pelabuhan Rotterdam pun mencapai
7 persen produk nasional bruto atau lebih dari 40 miliar Euro.
Lahan Rotterdam memang sangat luas, yakni mencapai 10.500 hektar
yang membentang sejauh 40 kilometer. Lahan seluas 5.000 hektar
merupakan kawasan komersial, 3.500 hektar perairan, dan 2.000
hektar adalah jaringan kereta api, jalan, dan ruang hijau. Di
Indonesia, bisnis pelabuhan juga memperlihatkan pencapaian laba
yang signifikan. Direktur Utama PT Pelindo II (persero) RJ Lino
mengatakan, sepanjang 2012 lalu, laba perusahaan mencapai Rp 1,79
triliun. Jumlan ini meningkat 21 persen dibanding tahun 2011.
Sejauh ini, laba Pelindo II memang terus tumbuh. Pada tahun 2008
diraih laba Rp 1,05 triliun (audited), tahun 2009 diraih laba Rp
0,94 triliun (audited), dan tahun 2010 didapatkan laba Rp 1,26
triliun (audited). Akhirnya, dengan semua upaya yang telah
dilakukan dan akan terus dilakukan secara bersama, semoga Indonesia
bisa menjadi tuan di negeri sendiri bagi bisnis pelayaran nasional
pun international.(gustina asmara)Sumber:
http://www.bumn.go.id/pelindo1/en/berita/6570/Pelabuhan.Indonesia.Kini.dan.Masa.Mendatang
Dukung Tol Laut Jokowi, Pemerintah Akan Bangun 16 Kawasan
IndustriSenin, 24 November 2014 | 08:14 WIBSHUTTERSTOCKTerkait
Tjahjo: Ada Orang yang Suka Mengecilkan Presiden dari Belakang
Layar Presiden Revisi Perpres Badan Ekonomi Kreatif Ditanya soal
Jatah Menteri, Hasto Sebut Angka 5 Penuh Makna Simbolis Cegah
Korupsi, Bareskrim Dilibatkan dalam Pembangunan Pembangkit
Listrik
15
JAKARTA, KOMPAS.com- Pemerintah berencana mengembangkan 16
kawasan industri untuk mendukung realisasi tol laut yang digagas
Presiden Joko Widodo. Menurut Deputi Bidang Sarana dan Prasarana
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Dedy Supriadi Priatna,
pemerintah justru akan membayar mahal apabila kapal 3.000 TEus
berangkat dari barat penuh, namun pulang dari timur kosong."Kawasan
industri di Papua, di Maluku harus ada dulu. Kalau tidak ada, akan
sama seperti sekarang ini," kata Dedy pada akhir pekan lalu.Dalam
draf Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019, proyek
strategis yang akan dibangun untuk mendukung 16 kawasan industri
diperkirakan menelan dana Rp 47,67 triliun. Kebutuhan tersebut
terdiri dari proyek bandara senilai Rp 8,2 triliun, proyek jalan
sebesar Rp 8,079 triliun, proyek kereta api sebanyak Rp 2,312
triliun, proyek ketenagalistrikan senilai Rp 10,477 triliun, proyek
pelabuhan senilai Rp 17,664 triliun, serta proyek sumber daya air
sebanyak Rp 939 miliar.Adapun proyek strategis yang akan dibangun
di sektor pelabuhan, antara lain Pelabuhan Kualatanjung, Pontianak
Bitung, Makasar, Banjarmasin, Kupang, serta Halmahera. Proyek jalan
tol meliputi pembangunan jalan tol Manado-Bitung. Proyek jalan di
antaranya jalan lingkar Batulicin, Palu-Parigi, Lingkar Kupang,
serta Susumuk-Bintuni. Proyek kereta api meliputi KA Manado-Bitung
dan Sei Mangke-Bandar Tinggi-Kualatanjung.Sementara itu, proyek
listrik yang akan dibangun antara lain PLTU Asahan 3, PLTU
Pangkalan Susu, PLTU Bengkayang, PLTA Konawe, PLTA/MH Morowali,
serta PLTGU Tangguh. Sementara itu bandara yang akan dibangun
antara lain, Bandara Eltari Kupang, Bandara Mutiara Palu, juga
Bandara Halu Oleo Kendari. Proyek sumber daya air yang akan
dibangun adalah pembangunan Waduk Raknamo Kupang.Berikut di bawah
ini adalah kota-kota yang rencananya akan dijadikan kawasan
industri.1. Kuala Tanjung, Sumatera Utara2. Seimangke, Sumatera
Utara3. Tanggamus, Lampung4. Batulicin, Kalimantan Selatan5.
Ketapang, Kalimantan Barat6. Landak, Kalimantan Barat7. Palu,
Sulawesi Tengah8. Morowali, Sulawesi Tengah9. Bantaeng, Sulawesi
Selatan10. Bitung, Sulawesi Utara11. Konawe, Sulawesi Tenggara12.
Kupang, NTT13. Buli, Halmahera Timur, Maluku Utara14. Teluk
Bintuni, Papua Barat15. Sayung, Jawa Tengah16. JIIPE, Jawa,
Jabodetabekbaca juga:"Mimpi" Tol Laut Jokowi Seharga Rp 700
Triliun
Ikuti perkembangan berita ini dalam topik: Kabinet KerjaPenulis:
Estu Suryowati
Editor: Erlangga Djumena
Sumber:
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2014/11/24/081435726/Dukung.Tol.Laut.Jokowi.Pemerintah.Akan.Bangun.16.Kawasan.Industri
Pintu Masuk Impor: Merangsang Pertumbuhan Ekonomi di Wilayah
TimurBYSUPPLY CHAIN INDONESIA/THURSDAY, 25 SEPTEMBER
2014/YOGYAKARTA, KOMPAS-Pemerintah Joko Widodo-Jusuf Kalla diminta
menghidupkan pelabuhan-pelabuhan di kawasan timur Indonesia dengan
menjadikannya sebagai pintu masuk barang impor. Hal tersebut
penting untuk menekan biaya pengiriman barang melalui laut.Manfaat
lain adalah merangsang pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut.Ada
pihak yang mengusulkan barang impor hanya boleh masuk ke Indonesia
melalui pelabuhan di kawasan timur. Dengan begitu, kapal-kapal dari
kawasan timur ke barat tidak akan kosong sehingga biaya logistik
juga turun, kata Ketua Umum Masyarakat Transportasi Indonesia
Danang Parikesit dalam Kongres Maritim Nasional di Balai Senat
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Rabu (24/9).Danang mengatakan,
biaya logistik ke wilayah timur Indonesia sangat tinggi karena ada
ketidakseimbangan arus barang. Kapal-kapal dari Pulau Jawa ke
kawasan timur penuh muatan, sedangkan kapal dengan rute sebaliknya
nyaris kosong. Kondisi ini membuat biaya pengiriman barang dari
wilayah barat ke timur Indonesia menjadi tinggi, bahkan kadang kala
lebih mahal daripada mengirimkan barang ke nagara lain.Untuk
mengatasi masalah itu, tambah Danang, perlu menyeimbangkan arus
barang. Salah satu caranya adalah menjadikan pelabuhan-pelabuhan di
Indonesia timur sebagai pintu masuk barang impor. Jika kebijakan
itu diterapkan, arus barang dari timur ke barat bertambah secara
drastis sehingga kapal-kapal dari wilayah timur tak akan kosong.
Biaya logistik akan turunSumber dan berita selangkapnya:Kompas,
edisi cetak 25 September 2014Sumber:
http://supplychainindonesia.com/new/pintu-masuk-impor-merangsang-pertumbuhan-ekonomi-di-wilayah-timur/