-
0
TUGAS MATA KULIAH IMMUNOKIMIA
WESTERN BLOTTING DAN IMMUNOHISTOKIMIIA
Dosen pengampu mata kuliah : Muhaimin Rifai, S,Si, Msc Med.
PhD.
OLEH :
NINIK AFRIZATUS SHOLICHAH
106090200111001
PROGRAM PASCASARJANA
JURUSAN KIMIA KEKHUSUSAN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
-2011-
-
1
WESTERN BLOTTING
1. Western Blot
Western blot atau protein immunoblot merupakan teknik analitik
semi kuantitatif yang digunakan untuk mendeteksi protein spesifik
pada sampel homogenate jaringan atau ekstrak. Western blot ini juga
sering digunakan untuk menentukan pengaruh perlakuan eksperimental
pada ekspresi protein di dalam sel atau jaringan. Pendekatan
menggunakan gel elektroforesis untuk memisahkan native atau protein
yang terdenaturasi oleh panjang polipeptida (kondisi denaturasi)
atau struktur 3D protein (native/ kondisi non-denaturating).
Protein selanjutnya ditransfer pada membrane (nitroselulose atau
PVDF) yang dideteksi dengan menggunakan antibodi spesifik untuk
protein target.
Metode ini digunakan pada bidang biologi molekuler, biokimia,
immunogenetik, dan disiplin biologi molekuler yang lain. Metode ini
berasal dari laboratorium George Stark di Stanford.. nama western
blot diberikan untuk teknik yang ditemukan oleh W. Neal Burnette.
Sedangkan Southern blot merupakan
teknik yang digunakan untuk menganalisa DNA yang ditemukan oleh
Edwin Southern. Sedangkan deteksi RNA adalah northern blotting dan
deteksi yang digunakan untuk modifikasi post-translasi protein
adalah eastern blotting.
2. Aplikasi Western Blot
Western blotting digunakan dalam kisaran yang luas pada aplikasi
diagnosis medis, seperti:
Test konfirmasi HIV, western blot digunakan untuk mendeteksi
antibodi anti-HIV pada sampel serum manusia. Protein yang berasal
dari sel yang terinfeksi HIV dipisahkan dan diblot diatas membrane.
Selanjutnya serum yang diujikan diinkubasi dengan antibodi primer,
antibodi yang bebas atau tidak terikat akan tercuci, selanjutnya
diberikan antibodi sekunder anti-human yang terlabel enzim. Pita
yang terbentuk mengindikasikan adanya protein pada serum pasien
yang mengandung antibodi.
-
2
Western blot juga digunakan untuk menentukan Bovine spongiform
encephalopathy (BSE, yang digunakan untuk mendeteksi penyakit sapi
gila).
Beberapa bentuk penyakit Lyme dapat diuji dengan menggunakan
western blotting
Western blotting juga dapat digunakan untuk menguji infeks
hepatitis B. Pada kedokteran hewan, western blot digunakan untuk
mendeteksi FIV+ pada
kucing
3. Tahapan Western Blot
Skema western blotting dan prsedur deteksi
a. Persiapan Sampel Sampel yang digunakan dari semua jaringan
atau dari kultur sel. Pada
hampir semua kasus, jaringan padat akan dipecah secara mekanik
menggunakan blender, homogenizer, atau sonikasi, begitu juga pada
sel. Pada western blot ini. Sampel tidak hanya terbatas pada sel,
tetapi juga mencakup protein yang terdapat pada bakteri, virus, dan
sampel di lingkungan.
-
3
Penggunaan detergen, garam, dan buffer akan menyebabkan sel
lisis
dan dapat digunakan untuk melarutkan protein. Inhibitor protease
dan fosfatase juga sering ditambahkan untuk menghindari adanya
denaturasi sampel karena adanya enzim pada sampel tersebut.
Preparasi jaringan biasanya dilakukan pada temperatur rendah untuk
menghindari denaturasi
protein. Selain itu, kombinasi teknik biokimia dan mekanik
seperti filtrasi dan sentrifugasi dapat digunakan untuk memisahkan
kompartmen atau organel sel yang berbeda.
Gambar 1. Persiapan sampel
b. Gel Electrophoresis Protein sampel dipisahkan menggunakan gel
electrophoresis. Pemisahan
protein dapat berdasarkan point isoelectric (pI), berat molekul,
muatan listrik, atau kombinasi dari factor tersebut. Sifat
pemisahan bergantung pada treatmen
sampel dan sifat gel. Metode tersebut sangat bermanfaat untuk
penentuan protein.
Metode yang paling banyak digunakan yaitu gel electrophoresis
yang menggunakan gel polyacrylamide dan loaded buffer dengan sodium
dodesil sulfat
(SDS). SDS-PAGE (SDS polyacrylamide gel electrophoresis)
mempertahankan protein dalam keadaan terdenaturasi setelah diberi
agent pereduksi yang mengubah struktur sekunder dan tertier (yaitu
adanya ikatan disulfida (S-S) menjadi gugus sulfuhidril (SH dan
SH), sehingga dapat menyebabakan pemisahan berdasarkan berat
molekul. Protein sampel akan menjadi bermuatan negatif akibat
penggunaan SDS dan berpindah ke elektroda bermuatan positif melalui
pori gel acrylamide. Protein yang berukuran kecil akan bermigrasi
lebih cepat melalui pori dan protein akan terpisah berdasarkan
ukurannya (biasanya diukur pada
-
4
kilodalton, kDa). Konsentrasi acrylamide menetukan resolusi gel.
Semakin besar konsentrasi acrylamide maka resolusinya akan semakin
tinggi untuk berat molekul protein. Sedangkan semakin rendahnya
konsentrasi acrylamide maka akan baik urtuk protein yang berat
moleklulnya tinggi. Protein akan berjalan atau melaju hanya pada
satu dimensi sepanjang gel.
Dalam pemisahan dapat juga digunakan dua-dimensional (2-D) gel
yang memisahkan protein dari sampel tunggal pada dua dimensi.
Protein dipisahkan berdasarkan titik isoelektrik (pH dimana protein
tersebut mempunyai muatan netral) serta berdasarkan berat
molekulnya.
Gambar 2. Gel elektroforesis
c. Transfer
Agar supaya protein dapat dideteksi dengan antibodi, maka
protein tersebut harus dipindahkan dari gel ke membran seperti
membran nitroselulose atau polyvinylidene difluoride (PVDF).
Membran diletakkan pada bagian atas gel, dan disusun dengan kertas
saring diatasnya. Semua susunan tersebut diletakkan pada
larutan buffer yang memindahkan pada kertas dengan adanya gaya
kapiler, yang membawa protein. Metode yang lain yang untuk
mentransfer protein yaitu electroblotting dan menggunakan arus
listrik untuk menarik protein dari gel ke membran. Sebagai hasil
dari proses blotting, protein diarahkan pada lapisan permukaan yang
tipis yang digunakan untuk deteksi selanjutnya. Pengikatan protein
berdasarkan pada interaksi hidrofobik, sama halnya dengan interaksi
muatan antara membran dengan protein.
-
5
Keseragaman dan keefektifan transfer protein secara menyeluruh
dari gel ke
membran dapat diuji dengan staining membran menggunakan pewarna
Coomassie atau Ponceau S. Ponceau S merupakan pewarna yang sering
digunakan, karena memiliki sensitivitas yang tinggi dan larut air,
sehingga lebih mudah untuk dilakukan destaining dan mudah untuk
dianalisis. Sedangkan pewarna Comassie
secara umun bertentangan dengan western blot.
Gambar 3. Transfer Teknik transfer protein pada Gel ke
membrane
1. Difusi sederhana Difusi sederhana mulanya dikembangkan untuk
transfer protein yang
terseparasi oleh isoelectric focusing pada gel tipis ke membran
dan
selanjutnya diperluas ke sisitem gel yang lain. Pada prosedur
ini, membran diletakkan pada permukaan gel dengan tumpukan kertas
saring kering pada bagian atas membran. Glass plate dan object
glass dengan berat yang diketahui ditempatkan bersama untuk dapat
dilakukan proses difusi. Pada
transfer difusi ini, hal yang menarik yaitu bahwa 12 blot dapat
dicari dari single gel dengan disusun atau ditumpuk diantara dua
membran secara sekuen.
-
6
Gambar 4. Transfer bidirectional nonelectrophoretic protein dari
gel SDS-PAGE ke membran nitroselulose untuk memperoleh 12 blot. Gel
PAGE disandwichkan
antara dua membran, kertas saring, glass plates dan diinkubasi
pada 37C selama waktu yang berbeda untuk memperoleh 12 blot
2. Vakum Blotting
Metode ini dikembangkan sebagai alternatif untuk difusi blotting
dan electroblotting. Penyedot pompa dihubungkan dengan system papan
pengering yang digunakan untuk memisahkan polipeptida dari gel ke
membran nitroselulose. Protein dengan berat molekul yang tinggi dan
yang rendah dapat ditransfer menggunakan metode ini. Gel dapat
dikeringkan jika prosedur ini dilakukan lebih dari 45 menit dan
digunakan larutan buffer yang cukup. Pada beberapa contoh gel
polyacrylamide dengan konsentrasi yang kecil melekat pada membran
yang digunakan untuk transfer.
Rehidrasi gel akan membantu melepaskan membran nitroselulose
dari gel sisa.
3. Elektoblotting
Elektroblotting merupakan prosedur yang secara umum banyak
digunakan untuk transfer protein dari gel ke membran. Keuntungan
utama yaitu kecepatan dan kesempurnaan transfer dibandingkan dengan
difusi atau vakum blotting. Elektroelusi dapat diperoleh dengan
pencelupan yang
-
7
sempurna pada tumpukan gel-membran pada buffer (transfer basa)
atau dengan menempatkan tumpukan gel-membran diantara kertas
penyerap yang direndam pada buffer transfer (transfer
semikering).
Kondisi transfer bergantung pada tipe gel, membran imobilisasi,
alat yang digunakan untuk transfer seperti well untuk protein. gel
SDS, gel
urea, gel yang mengandung lithium dodecyl sulfat, gel
nondenaturating, gel dua dimansi, gel agarose telah banyak
digunakan untuk protein blotting (elektrophoretic). Muatan listrik
protei harus ditemtukan dan membran harus diletakkan pada bagian
gel yang sesuai. Ketika menggunakan gel urea, membran harus
diletakkan pada bagian katoda gel. Protein dari gel SDS PAGE
dielusidasi sebagai anion, dan oleh karena itu, maka filter harus
diletakkan pada sisi anoda gel.
Gambar 5. Elektroblotting
4. Wet transfer
Pada prosedur ini, tumpukan diletakkan pada tanki buffer
dengan
kawat platina sebagai elektroda. Banyak peralatan yang berbeda
yang tersedia untuk transfer protein secara efisien dari protein ke
membran. Pada prosedur ini, digunakan elektroda platinum atau
stainless steel yang dipasang secara vertical pada tanki yang
besar.
-
8
5. Semidry transfer Pada transfer semikering ini, tumpukan
gel-membran diletakkan
diantara electrode pelat karbon. Semidry atau horizontal
blotting menggunakan dua pelat elektroda (stainless steel dan
grafit/karbon) untuk medan listrik yang seragam diatas jarak yang
dekat. Dan tumpukan tersebut ditutupi dengan susunan gel, membran,
enam kertas asring yang
bersamaan, dan dicelupkan pada buffer kemudian tunpukan tersebut
dijepi yang berfungsi untuk melindungi sisinya, dan transfer
elektrofretik ini dipengaruhi oelh posisinya, penggunaan buffer
transfer yang terdapat pada gel, kertas saring.
Keuntungan dari prosedur ini dibandingkan dengan metode
konvensional yaitu gel dapat diblotkan dengan cepat, elektroda yang
digunakan yaitu karbon yang harganya relatif murah, energi yang
diperlukan sedikit untuk transfer.
-
9
d. Blocking
Ketika membran dipilh untuk berikatan dengan protein, antibodi
dan protein target, maka harus dilakukan tahap untuk mencegah
interaksi antara membran dan antibodi yang digunakan untuk
mendeteksi protein target. Bloking pengikatan non-spesifik dicapai
dengan menempatkan membran pada larutan protein seperti Bovine
Serum Albumine (BSA) atau susu skim, dan penambahan detergen
seperti Tween 20. Protein BSA atau susu skim pada larutan akan
menempel dengan membrane pada tempat dimana protein target tidak
menempel. Sehingga, ketika antibodi ditambahkan, maka tidak ada
ruang membran untuk mengikat yang lain pada sisi pengikatan dari
protein
target spesifik.
e. Deteksi Selama proses deteksi, membrane difiksasi utuk
protein interest dengan
amtibodi modifikasi yang diikatkan dengan enzim label untuk
substrat yang sesuai dimana reaksi antara enzim dan substrat
menghasilkan warna dapat dideteksi dengan kolorimeter. Di dalam
deteksi terdapat dua macam tahapan untuk deteksi
yaitu, proses satu tahap dan proses dua tahap.
Gambar 6. Deteksi
-
10
Proses dua tahap
Antibodi primer
Antibodi akan digenerasi ketika sel protein dipapar dengan
protein yang diinginkan. Secara normal ini merupakan bagian dari
respon imun yang mana akan dihasilkan dan digunakan sebagai alat
deteksi yang sangat sensitif dan
spesifik yang berikatan dengan protein secara langsung Setelah
bloking, antibodi primer diinkubasi dengan membran yang
diagitasi secara perlahan. Larutan yang digunakan untuk agitasi
adalah buffer saline yang mengandung detegen dan susu skim atau
BSA. Larutan antibodi dan membran dapat tertutupi dan diinkubasi
bersama selama semalam dan juga diinkubasi pada temperature yang
berbeda, dimana dengan temperature sedikit lebih tinggi akan
meningkatkan pengikatan.
Antibodi sekunder
Setelah membran dibilas untuk menghilangkan antibodi primer yang
tidak
berikatan, membran ditambahkan antibodi yang lain yang mana akan
berikatan dengan antibodi primer yang dikenal dengan antibodi
sekunder yang biasanya mengacu pada anti-mouse, anti-goat, dan
sebagainya. Antibodi sekunder biasanya berikatan dengan biotin atau
enzim penanda seperti alkaline fosfatase dan horseradish
peroxidase. Dengan demikian, antibodi primer akan berikatan dengan
antibodi sekunder
dan akan memberikan sinyal.
Hampir semua antibodi primer menggunakan horseradish peroxidase
yang
diikatkan pada antibodi sekunder yang digunakan sebagai agen
chemiluminescent, dan reaksi manghasilkan luminescence pada
sejumlah protein. Bagian sensitive film fotografi diletakkan
berlawanan dengan membran dan diberi paparan sinar dari reaksi yang
akan menghasilkan gambar pengikatan antibodi
untuk blotting. Sebagai contoh, penggunaan 4-chloronaphthol
stain dengan 1% hydrogen peroxide, dimana reaksi radikal peroksida
dengan 4-chloronaphthol menghasilkan pita coklat gelap yang dapat
divisualisasi tanpa menggunakan film fotografik khusus.
-
11
Metode yang lain untuk mendeteksi antibodi sekunder menggunakan
near-
infrared (NIR) fluorophore-linked antibodi. Cahaya dihasilkan
dari eksitasi pewarna fluorescent bersifat statik, penggunaan
deteksi fluorescent akan lebih akurat untuk mengukur perbedaan
sinyal yang dihasilkan oleh antibodi terlabel yang berikatan dengan
protein pada western blot. Protein dapat secara akurat
diukur karena sinyal dapat diperoleh oleh sejumlah protein pada
membran yang diukur pada keadaan statik, bila dibandingkan dengan
chemiluminescence yang mana cahaya dihasilkan pada keadaan
dinamik.
f. Metode Deteksi
Setelah probe yang tak berikatan dicuci dan dihilangkan, maka
western blot
telah siap untuk mendeteksi probe yang dilabeli dan berikatan
dengan protein interest. Dalam kasus ini, tidak semua western hanya
menunjukkan protein pada satu pita dalam membran.
Colorimetric detection Metode deteksi kolorimetri bergantung
pada inkubasi western blot dengan
substrat yang bereaksi dengan enzim label yang berikatan dengan
antibodi sekunder akan mengubah pewarna yang larut menjadi tak
larut dengan warna yang berbeda yang selanjutnya dipresipitasi pada
enzim dan dengan pita pada membran. Pengembangan blot akan
dihentikan dengan mencuci pewarna yang larut. Jumlah protein akan
ditentukan melalui densitometry atau spektrometri.
Chemiluminescent detection
Metode deteksi Chemiluminescent bergantung pada inkubasi western
blot dengan substrat yang akan luminesce ketika dipapar dengan
label pada antibodi sekunder. Selanjutnya cahaya akan dideteksi
oleh photographic film. Penemuan terbaru yaitu dengan menggunakan
kamera CCD yang dapat
menangkap gambar digital western blot. Gambar dianalisis dengan
densitometer yang mengukur sejumlah protein dan ditentukan dengan
optical density.
-
12
Gambar 7. Deteksi Chemiluminescene
Radioactive detection Label radioaktif tidak membutuhkan enzim
substrat, tetapi membutuhkan
film X-ray secara langsung pada western blot yang digunakan
untuk melabel
dan akan menghasilkan daerah yang gelap yang berhubungan dengan
pita protein interest. Metode deteksi menggunakan radioaktif ini
sangat ditentang karena sangat mahal dan beresiko bagi kesehatan
dan keselamatan.
Fluorescent detection Probe yang terlabel fluorescent dieksitasi
oleh sinar dan diemisi dari
keadaan eksitasi akan dideteksi oleh photosensor seperti kamera
CCD yang dilengkapi dengan filter emisi yang dapat menangkap gambar
digital western
blot dan juga dapat menganalisis data seperti analisis berat
molekul dan analisis western blot kuantitatif. Fluorescence
dipertimbangkan pada hampir semua metode deteksi yang sensitif
untuk analisis blotting.
-
13
IMMUNOHISTOCHEMISTRY
1. Immunohistokimia
Imunohistokimia atau IHK merupakan suatu metode untuk mendeteksi
antigen (misalnya, protein) dalam sel-sel atau jaringan dengan
memanfaatkan prinsip pengikatan antibodi spesifik terhadap antigen
dalam jaringan biologi. immunohistokimia berasal dari kata
"immuno," yang berarti antibodi yang
digunakan dalam prosedur, dan "histo," yang berarti jaringan.
Imunohistokimia banyak digunakan dalam diagnosis sel abnormal
seperti yang ditemukan pada tumor kanker. Penanda molekul khusus
karakteristik peristiwa seluler tertentu
seperti proliferasi atau kematian sel (apoptosis).
Immunohistokimia (IHK) merupakan teknik yang digunakan secara
luas
untuk menentukan tipe sel dan menunjukkan perubahan pathologis
pada jaringan. Teknik tersebut bergantung pada interaksi spesifika
antara antigen dengan antibodi, yang dihubungkan dengan metode
visualisasi. Antibodi yang
mempunyai spesifitas yang tinggi digunakan untuk mengenal
antigen seluler, yang secara umumnya spesifik terhadap epitope
antigen (yaitu sekuen asam amino antigen). Spesifitas antibodi yang
tinggi digunakan untuk mengenal epitop yang berbeda dari beberapa
protein yang sama yang digunakan untuk mendeteksi
perubahan post-translasi dari protein untuk mendeteksi varietas
pathologi. Immunohistokimia juga banyak digunakan dalam penelitian
dasar untuk
memahami distribusi dan lokalisasi biomarker dan diferensial
dinyatakan protein dalam bagian-bagian berbeda dari sebuah jaringan
biologis. Visualisasi interaksi antibodi-antigen yang dapat dicapai
dalam beberapa cara. Aplikasi yang paling
umum, antibodi merupakan enzim konjugasi, seperti peroksidase,
yang dapat mengkatalisis reaksi yang memproduksi warna atau,
antibodi dapat ditandai ke
fluorophore, seperti fluorescein atau rhodamine.
2. Aplikasi Immunohistokimia (IHK)
-
14
IHK banyak digunakan dala aplikasi klinis untuk diagnosis dari
specimen
pathologis. Pada neurologi, biopsy jaringan otak, biopsy syaraf,
biopsy otot yang banyak menggunakan teknik IHK. IHK juga digunakan
untuk : 1. Antibodi yang spesifik secara umum digunakan untuk
mengidentifikasi tumor
sisatem syaraf dan menentukan tingkatannya. Glial fibrillary
acidic protein
(GFAP) merupakan antigen astrocytic yang dipelajari pada otak
dan ditemukan pada distribusi abnormal pada astrocytomas. GPFAP
staining juga akan dihasilkan pada kondisi inflammatory dan adanya
astrogliosis. Selanjutnya, penggunaan antibodi dan sel inflammatory
dapat mengidentifikasikan berbagai jenis reaksi inflamasi pada
jaringan.
2. Untuk mengidentifikasi protein abnormal yang terdeposit pada
sel. Agergat protein menyebabkna penyakit neurodegenerative.
Antibodi dapat langsung melawan protein spesifik yang dapat
mengenal inklusi pathologi pada jaringan otak, antibodi yang pada
umunya digunakan meliputi tau, asynuclein, ubiquitin, protein prion
dan peptide amyloid.
3. Untuk mengidentifikasi modifikasi protein post-translasi.
Banyak penyakit syaraf yang dikarakteristik dengan isoform abnormal
dari protein sel.
Modifikasi post translasi dari protein sel yang normal dapat
dideteksi dengan menggunakan antibodi yang spesifitasnya tinggi
yang dapat mengidentifikasi isoform spesifik dari protein yang
sama. Sebagai contoh, pada pathology axonal, yaitu pada system
syaraf tepid an pusat, dapat dikarakterisasi dengan adanya tingkat
abnormal fosforilasi neurofilamen. Neurofilamen membentuk
bagian dari sitoskeleton akson. Pada kondisi yang sehat,
fosforilasi tinggi. Dalam keadaan sakit, neurofilamen akan
mengalami hipofosforilasi atau hiperfosforilasi. Beberapa jenis
antibodi ada untuk mengenal neurofilamen, sehingga akan membantu
dalam proses deteksi.
4. Tahapan immunohistokimia
a. Fiksasi
Preparasi jaringan merupakan langkah awal immunohistokimia.
Untuk memastikan pengawetan struktur jaringan dan morfologi,
fiksasi yang tepat merupakan hal yang sangat penting. Bila fiksasi
tidak tepat maka akan
-
15
menyebabkan berkurangnya kemampuan pengikatan antibodi. Pada
umunya,
banyak antigen yang berhasil dilakukan pada jaringan yang
diembeding farafin dan difiksasi dengan formalin. Pada umunya
fiksasi menggunakan beberapa reagen seperti, 4% paraformaldehid
pada buffer fosfat 0,1M, 2% paraformaldehid dengan 2% asam pikrat
dalam buffer fosfat 0,1M, PLP fiksatif: 4%
paraformaldehid, 0,2% periodat, 1,2% lysine pada buffer fosfat,
4% paraformaldehid dengan 0,05% glutaraldehid. Beberapa antigen
tidak tahan dengan fiksasi aldehid, dibawah kondisi tersebut,
jaringan harus segera dibekukan dalam nitrogen cair dan memotong
dengan cryostat tanpa infiltrasi dengan sukrosa. Bagian jaringan
tersebut harus dijaga pada -20C hingga difiksasi dengan alcohol dan
aseton, setelah fiksasi, bagian tersebut diproses menggunakan
standar immunohistokimia staining.
Fiksasi umum digunakan dalam histopatologi dibagi menjadi dua
kelompok: fiksatif koagulan, seperti etanol, dan fiksasi
cross-linking, seperti formaldehida. Kedua jenis fiksatif dapat
menyebabkan perubahan dalam konfigurasi sterik protein, yang justru
menutupi situs antigen (epitop) dan mempengaruhi mengikat dengan
antibodi. Hal ini juga diakui bahwa fiksatif silang mengubah hasil
IHK untuk sejumlah antigen, sedangkan fiksatif koagulan, khususnya
etanol, telah dilaporkan untuk menghasilkan sedikit perubahan. Pada
sebagian besar laboratorium patologi bedah, fiksatif yang digunakan
adalah 10% buffer formalin netral (NBF). Pengolahan selanjutnya
biasanya menggunakan etanol 100%, dengan demikian, jaringan secara
efektif "terfiksasi ganda" di kedua formalin dan etanol, jika
fiksasi formalin tidak memadai, jaringan akan di alkohol bagian
fiksasi.
b. Pewarnaan (staining)
Non-spesifik Bloking Dasar Staining
Terdapat dua aspek untuk dasar bloking jaringan yang dihubungkan
dengan pengikatan antibodi non-spesifik atau adanya enzim endogen.
Pengikatan antibodi non spesifik akan menyebabkan permasalahan
dengan antibodi poliklonal, karena antibodi yang tidak diinginkan
kemungkinan ada pada antiserum. Bentuk dari
pengikatan spesifik akan menghasilkan fakta bahwa antibodi
merupakan molekul
-
16
yang bermuatan tinggi dan mungkin berikatan non-spesifik pada
muatan yang
bertimbal balik pada komponen jaringan (yaitu kolagen).
Pengikatan non-spesifik menyebabkan lokalosasi amtibodi primer atau
antibodi yang terlabel (konjugat, PAP dan lainnya), sehingga
menghasilkan kesalahan positifstaining kolagen atau komponen
jaringan yang lain. Preinkubasi dengan serum normal biasanya akan
mengurangi berbagai jenis pengikatan non-spesifik. Berdasarkan
teori, protein apad serum normal akan menempati sisi muatan dalam
jaringan. Dalam prakteknya, ini biasanya menggunakan serum normal
spesies yang sama sebagai antibodi sekunder (pada konjugasi dan
metode ABC) karena serum normal bukan hanya gangguan tetapi juga
berpartisipasi pada eaksi immunologi yang terjadi pada IHK
tersebut.
Gambar 8. Contoh efektifitas "pemblokiran" pengikatan
non-spesifik dari antibodi primer dan sekunder. (A) Bagian dari
limpa yang diwarnai IgG dengan metode PAP. (B) Bagian paralel yang
berdekatan diperlakukan dengan cara yang sama
kecuali serum normal dari spesies yang sama dengan antibodi
pengikat ditambahkan sebelum antibodi primer
Pemblokingan aktivitas enzyme endogen juga merupakan hal yang
penting. Tingkat kerentanan enzim terdenaturasi dan terinaktifkan
selam fiksasi. Beberapa
enzim seperti peroksidase, diawetkan pada parafin dan juga
pembekuan.
-
17
Sedangkan contoh yang lain seperti alkalin fosfatase pada
umumnya akan
diaktifkan dengan fiksasi rutin dan embedding parafin. Aktivitas
residu dari enzyme eksogen harus dihilangkan selama immunostaining
untuk menghindari kesalahan positif reaksi ketika menggunakan enzim
yang mirip sebagai label.. aktivitas peroksidase ada pada sel
normal dan neoplastik, meliputi eritrosit,
neutrofil, eosinofil, dan hepatocyte. Ketika IHK dilakukan pada
jaringan yang banyka mengandung sel darah seperti sumsum tulang
belakang, direkomendasikan untuk menggunakn tahap bloking
peroksidase, yang bergabung dengan control substrat (yaitu bagian
yang diberi dengan cmapuran hidrogen peroksida dan chromogen untuk
menvisualisasi tingkat aktivitas peroksidase endogen. Bloking
aktivitas enzim endogen harus dilakukan sebelum penambahan antibodi
sekunder yang terlabel enzim. Sebaliknya, enzim label juga dapat
diinaktifkan dengan bloking, sehingga didapatkan kesalahan yang
negative. Pendekatan lain yang
digunakan yaitu dengan menghambat aktivitas peroksidase
menggunakan larutam hydrogen peroksida (H2O2).
c. System Deteksi
Pada dasarnya, sistem deteksi mengikat label tertentu untuk
antibodi primer atau sekunder dalam rangka untuk memvisualisasikan
lokalisasi target antibodi-antigen pada bagian jaringan. Berbagai
label telah digunakan, termasuk senyawa fluorescent dan enzim aktif
yang dapat divisualisasikan berdasarkan sifat induksi
pembentukan produk reaksi berwarna dari sistem substrat yang
sesuai. Metode tersebut telah bekerja dengan baik dalam mikroskop
cahaya dan dapat disesuaikan dengan elektron mikroskop, jika produk
tersebut diberikan elektron rapat dengan perlakuan yang sesuai atau
label yang terlihat langsung oleh mikroskop elektron dapat
digunakan, seperti emas, ferritin, atau partikel virus. Label
Fluorescent juga didasarkan pada sistem umpan balik mikroskop,
digital imaging, dan ketersediaan berbagai label fluorescent yang
tidak memudar. Pendekatan-pendekatan ini dibahas secara singkat
dengan mengacu pada metode pewarnaan ganda.
Metode Direct Conjugate-labeled Antibody
-
18
Metode pemasangan label melalui alat kimia untuk antibodi dan
kemudian
langsung menerapkan konjugat berlabel ke bagian jaringan telah
digunakan secara luas di immunohistology. Dalam persiapan konjugasi
antibodi berlabel, tujuannya adalah untuk mengikat jumlah maksimal
dari molekul label untuk setiap molekul antibodi individu. Hal ini
diinginkan untuk label 100% dari molekul antibodi dan
untuk membuat tidak satupun dari mereka secara imunologis tidak
aktif melalui proses pelabelan. Demikian pula, proses label tidak
boleh menonaktifkan antibodi atau label (misalnya, menghancurkan
situs aktif dari enzim horseradish peroksidase). Reagen berlabel
akhir tidak boleh mengandung molekul bebas dari antibodi berlabel
atau molekul dari antibodi yang berikatan dengan label yang
dilemahkan. Metode konjugasi telah meningkat sejak awal 1980-an.
Reagen berlabel yang berkualitas tinggi yang digunakan, meliputi
peroksidase, glukosa oksidase, dan label fosfatase alkali, yang
tersedia dari sejumlah sumber komersial.
Gambar 9. (A, B) metode direct conjugate. Label yang terpasang
langsung pada antibodi memiliki spesifisitas untuk antigen dimana
Px, peroksidase, F,
fluorescein
Prosedur direct conjugate, memiliki keunggulan kecepatan dan
kemudahan kinerja. Dengan prosedur ini, kemurnian (yaitu,
mono-spesifisitas) dari antibodi primer atau Antiserum (antibodi
poliklonal) yang sangat penting. Seperti dijelaskan sebelumnya,
suatu antiserum berisi berbagai molekul antibodi yang berbeda
spesifitas di samping antibodi memiliki spesifitas yang diinginkan;
semua antibodi diberi label selama prosedur konjugasi, dan setiap
atau semua dapat menghasilkan pewarnaan bagian jaringan, yang
menyebabkan interpretasi yang keliru.
-
19
Satu kelemahan praktis dari prosedur direct conjugate adalah
bahwa untuk mendeteksi antigen yang berbeda maka diperlukan untuk
setiap konjugasi antibodi primer yang sesuai secara terpisah.
prosedur direct conjugate biasanya menuntut bahwa antibodi primer
digunakan pada konsentrasi yang relatif tinggi dibandingkan dengan
metode tidak langsung dan antibodi yang tidak diberi label.
Procedur Indirect atau Sandwich
Prosedur Indirect atau Sandwich conjugate merupakan modifikasi
relatif sederhana dari metode direct conjugate. Metode ini memiliki
keuntungan sebagai berikut: 1. Fleksibilitas meningkat pada bahwa
antibodi terkonjugasi tunggal dapat
digunakan dengan beberapa antibodi primer yang berbeda.
2. Proses pelabelan diterapkan hanya untuk antibodi sekunder. 3.
Antibodi primer biasanya dapat digunakan pada pengenceran yang
tinggi
(daripada di metode direct) untuk mencapai pewarnaan yang
berhasil. 4. Antibodi sekunder yang dihasilkan melawan
imunoglobulin dari spesies dimana
antibodi primer diperoleh, dipersiapkan dengan spesifitas dan
afinitas yang tinggi.
Semua metode antibodi berlabel yang dilakukan oleh prosedur
indirect dianalogikan dalam prinsipnya. Peroksidase dan metode
fluorescent indirect conjugate diilustrasikan dalam gambar .
Antibodi primer yang memiliki spesifitas terhadap antigen
(misalnya, rabbit anti-A) ditambahkan ke bagian tersebut, dan
kelebihannya dicuci. Antibodi sekunder berlabel yang memiliki
spesifitas melawan adanya penentu antigen pada antibodi rabbit
primer (misalnya, antibodi imunoglobulin rabbit versus babi)
kemudian ditambahkan, hal tersebut berfungsi untuk melabeli situs
lokalisasi jaringan dari antibodi primer yang pada gilirannya
terikat dengan antigen.
-
20
Gambar 10. (A, B) methode Indirect conjugate (sandwich) Antibodi
primer tidak berlabel. Metode ini menggunakan antibodi sekunder
berlabel, memiliki spesifitas
terhadap antibodi primer. Pv, label peroksidase, F, label
fluorescein.
Metode Unlabeled Antibody
Teknik Jembatan Enzim Kelemahan dari prosedur konjugasi dapat
sepenuhnya dihindari melalui
rancangan teknik dimana bagian berlabel dihubungkan dengan
antigen semata-mata melalui pengikatan imunologi. Untuk mencapai
tujuan ini, Mason dan colleagues mengembangkan teknik yang menjadi
lebih dikenal sebagai metode jembatan enzim.
Gambar 11. Metode jembatan enzim. Sebuah antibodi kedua
digunakan untuk menghubungkan (jembatan) antibodi primer untuk
sebuah antibodi
antiperoxidase, yang pada gilirannya mengikat kepada peroksidase
bebas.
-
21
Tanda bintang merupakan penentu antigen pada antibodi primer dan
sekunder.
Px, label peroksidase.
Prosedur Biotin-Avidin
Prosedur biotin-avidin mengeksploitasi afinitas pengikatan yang
tinggi antara biotin dan avidin. Biotin bisa yang berikatan secara
kimia dengan
antibodi primer akan menghasilkan konjugasi terbiotinilasi yang
melokalisasi kepada situs-situs antigen dalam bagian tersebut.
Selanjutnya, avidin, yang secara kimia konjugasi ke horseradish
peroksidase, ditambahkan; avidin mengikat erat antibodi
terbiotinilasi, sehingga lokalisasi gugus peroksidase di
tempat antigen pada bagian jaringan. Metode ini cepat dan telah
digunakan terutama di sebuah prosedur indirect.
Gambar 12. (A) metode direct avidin- biotin. Antibodi primer
berikatan dengan biotin (B), avidin-peroksidase-conjugate (A-Px)
yang kemudian ditambahkan. (B) metode indirect avidin-biotin.
Menggunakan antibodi
monoklonal, antibodi primer tidak terkonjugasi, lokalisasi
dideteksi melalui antibodi sekunder terbiotinilasi. Kotak bertanda
bintang merupakan penentu
antigen pada antibodi primer. Px, label peroksidase; A, avidin,
B, biotin.
Prosedur Avidin-Biotin Conjugate
Hsu dan koleganya mengembangkan modifikasi lebih lanjut sistem
biotin-avidin yang sangat meningkatkan sensitivitasnya. Metode ini
dapat digunakan sebagai teknik direct atau indirect. Pada teknik
indirect (Gambar 1.9), antibodi
-
22
primer ditambahkan, diikuti oleh antibodi sekunder
terbiotinilasi dan
selanjutnya dengan kompleks dibentuk sebelumnya dari avidin dan
konjugat biotin horseradish peroksidase. Kompleks ini berfungsi
untuk pelokalan beberapa molekul horseradish peroksidase pada
lokasi antigen. Waktu yang diperlukan untuk melakukan prosedur
konjugat ABC lebih baik dibandingkan dengan metode PAP.
Gambar 13. Metode Avidin-biotin conjugate (ABC). Sebuah antibodi
sekunder terbiotinilasi berfungsi untuk menghubungkan antibodi
primer untuk sebuah
kompleks yang terdiri atas avidin, biotin, dan peroksidase.
Kotak bertanda bintang determinan antigen pada antibodi primer. A,
avidin, B, biotin, Pv, label
peroksidase.
Sistem Biotin-Streptavidin
Metode B-SA mengatasi beberapa masalah yang terkait dengan
sistem ABC
dengan menggantikan streptavidin untuk avidin dan langsung
mengkonjugasi streptavidin ke molekul enzim. Streptavidin yang
analog dengan tetrameric avidin analog diisolasi dari bakteri
Streptomyces avidinii, mampu mengikat biotin dengan afinitas yang
sangat tinggi. Secara teoritis, afinitasnya sekitar 10 kali
lebih
tinggi daripada kebanyakan antibodi untuk antigen masing dan
memberikan deteksi yang sangat spesifik dan amplifikasi dari
pengikatan antibodi-antigen . Penggunaan streptavidin lebih disukai
daripada avidin karena:
-
23
1. Streptavidin tidak mengandung karbohidrat, yang dapat
mengikat non-spesifik
pada zat lektin seperti yang ditemukan pada jaringan normal dari
ginjal, hati, otak, dan sel tiang.
2. Titik isoelektrik dari streptavidin dekat dengan netral
(sekitar 7), sedangkan avidin memiliki titik isoelektrik sebesar
10. Dengan demikian, konjugasi streptavidin menunjukkan pengikatan
kurang non-spesifik elektrostatik dari konjugasi avidin.
3. Karena enzim secara langsung terkonjugasi pada streptavidin
dalam sistem B-SA, maka reagen tersebut sangat stabil yang dapat
diencerkan dan disimpan untuk waktu yang lama dalam bentuk RTU.
Dengan jenis sistem tersebut, reagen sekunder dan pelabelan
dapat
dimodifikasi untuk memaksimalkan jumlah biotin dan menggunakan
label enzim, sehingga memberikan peningkatan substansial dalam
sensitivitas. Peningkatan
sensitivitas memungkinkan peningkatan pengenceran antibodi
primer yang mahal. phosphatase peroksidase atau alkali dapat
digunakan sebagai label enzim.
Gambar 14. Metode Avidin-biotin conjugate (ABC). Sebuah antibodi
sekunder terbiotinilasi berfungsi pada menghubungkan antibodi
primer pada sebuah kompleks yang terbentuk besar avidin, biotin,
dan peroksidase. Asterisk kemas merupakan determinan antigen pada
antibodi primer. A, avidin, B, biotin, Pv,
label peroksidase.
-
24
Alkaline Phosphatase Labels. nDouble Stains, and Polyvalent
Detection Systems
Semakin banyak pathologists sedang berusaha untuk menunjukkan
lebih dari satu antigen dalam bagian jaringan tunggal (slide) di
bagian untuk mengurangi jumlah slide yang diwarnai, tapi khususnya
untuk memfasilitasi interpretasi pola pewarnaan sel kompleks pada
populasi campuran. Pewarnaan
ganda harus menghasilkan warna kontras menjadi efektif dalam
patologi rutin. Cara paling mudah untuk mencapai hal ini telah
menggunakan label enzimatik kedua (alkali fosfatase), yang memiliki
rentang chromogens yang berbeda. Awalnya, pewarna gandadilakukan
secara berurutan, tetapi baru-baru ini
penggunaan pewarnaan telah memungkinkan untuk kinerja bersamaan.
Sistem ini menyediakan reagen primer dan sekunder dalam "koktail"
antibodi, biasanya diproduksi pada spesies yang berbeda (atau
hibridoma) untuk menghindari reaksi silang yang mengganggu
Ada beberapa cara memperkenalkan reagen alkali fosfatase
berlabel, pada dasarnya metode paralel tersebut digunakan dengan
horseradish peroxidase. Penyempurnaan metode tersebut merupakan
metode berbasis polimer. Metode ini akan menggantikan metode PAP
dan streptavidin biotin sebagai metode dasar dan
juga untuk pewarna ganda. Namun, penjelasan singkat aplikasi
alkali fosfatase khusus berikut.
Metode Alkaline PhosphataseAntialkaline Phosphatase
Prinsip teknik alkali fosfatase-antialkaline fosfatase (APAAP)
yang sama seperti yang dijelaskan pada metode PAP. kecuali bahwa
kompleks PAP diganti dengan aplikasi tiga kompleks APAAP. metode
ini telah memiliki aplikasi yang
besar: (1) pewarnaan jaringan dengan peroksidase endogen tingkat
tinggi, (2) immunostaining ganda dalam hubungannya dengan
peroksidase, dan (3) pewarnaan jenis sel tertentu yang
menguntungkan dari warna merah terang substrat alkali fosfatase.
Berbeda dengan kompleks PAP, kompleks APAAP terdiri dari dua
molekul antigen (alkalin fosfatase) yang terikat ke molekul
antibodi tunggal, menyerupai interaksi pengikatan antibodi bivalen
normal. Kompleks APAAP stabil dalam jangka waktu lama. Alkaline
fosfatase label tidak hanya berguna
-
25
sebagai pewarna kedua tetapi juga mungkin lebih disukai untuk
jaringan kaya peroksidase endogen, seperti sumsum tulang atau
jaringan limfoid yang mengandung infiltrasi sel-sel myeloid,
khususnya ketika menggunakan bagian yang telah dibekukan, karena
pemblokiran peroksidase endogen yang lengkap dalam darah dan apusan
sumsum tulang yangsulit dan menghalangi prosedur
sehingga dapat mengubah sifat sesuatu benda beberapa penentu
antigen. Metode APAAP telah terbukti bermanfaat dalam pewarnaan
sumsum tulang.
Untuk immunostaining ganda, akan lebih mudah untuk menggunakan
metode alkali fosfatase dalam hubungannya dengan pewarnaan
immunoperoxidase. Penggunaan alkali fosfatase sebagai label kedua
memiliki keunggulan dalam menghindari reaktivitas silang yang
mungkin terjadi ketika dua prosedur immunoperoxidase digunakan
bersama-sama. Selain itu, dapat melakukan prosedur immunostaining
ganda secara simultan dengan menggunakan
antibodi heterospecific seperti antibodi poliklonal
danmonoklonal sebagai dua antibodi primer.
Gambar 15. Alkalin fosfatase-antialkaline fosfatase (APAAP) dan
metode PAP menunjukkan kemungkinan pewarnaan ganda dengan
menggunakan antibodi
primer dan sekunder yang berbeda
Metode Polymer-Based Labeling, Basic Two-Step
System enhanced polymer one-step staining (EPOS) diperkenalkan
pada tahun 1993 oleh Bisgaard. System Ini merupakan metode
pewarnaan
-
26
imunohistokimia polimer satu tahap langsung. Dalam sistem ini,
sejumlah molekul dari kedua antibodi monoklonal primer dan
horseradish peroksidase (HRP) yang terikat kovalen pada inert.
Teknik ini memberikan keuntungan dengani menggabungkan langkah
pemberian antibodi dan langkah deteksi kompleks inkubasi menjadi
satu langkah. Hal ini menghasilkan imunohistokimia yang lebih
sederhana dan lebih cepat pada proses pewarnaan. Namun, pemanfaatan
dari sistem ini terbatas karena ketersediaan dari antibodi EPOS
terbatas Dibandingkan dengan sebelum prosedur standar multi-tahap
menggunakan HRP langsung, PAP, ABC, atau APAAP, yang biasanya
membutuhkan 2 sampai 4 jam untuk proses kerjakanya, sedangkan waktu
yang diperlukan untuk sistem EPOS secara signifikan sekitar 1
jam.
Gambar 16. Skema sistem deteksi berbasis polimer. Antibodi
pengikat enzim memiliki bentuk molekul lebih padat daripada polimer
lain carrier-based
konjugasi dan dengan demikian memungkinkan pengikatan beberapa
konjugat dalam jarak dekat satu sama lain.
Metode Lain
Protein A, berasal dari Staphylococcus, memiliki kemampuan untuk
berikatan dengan bagian konstan molekul imunoglobulin (Fc) dari
beberapa spesies yang berbeda. Satu-satunya persyaratan mutlak
yaitu antibodi primer berikatan dengan
protein A. Kebanyakan molekul IgG mengikat protein A. Meskipun
afinitas antara subkelas IgG yang berbeda bervariasi dan dalam
spesies yang berbeda Protein A-peroksidase dan terkait metode
protein A-PAP tidak sesuai dengan
-
27
sensitivitas PAP, ABC, atau teknik berbasis streptavidin, tetapi
mereka memiliki
keuntungan yang dapat menjamin penggunaan mereka dalam keadaan
tertentu.
Gambar 17. Metode konjugasi protein A. Protein A diberi label
dengan peroksidase mengikat komponen Fc dari antibodi primer
Gambar 18. Metode Protein A -PAP. A protein digunakan untuk
menghubungkan antibodi primer (Fc) ke antibodi (Fc) dalam kompleks
PAP.
Metode enzyme-labeled antigen dirancang sebagai metode yang
mungkin
untuk spesifisitas pada teknik immunoperoxidase. Hanya satu
antibodi yang digunakan pada metode eksploitasi yang pada kenyataan
molekul antibodi memiliki dua valensi, salah satu yang dapat
terikat pada antigen dengan valensi kedua dibiarkan bebas untuk
berikatan dengan molekul antigen tambahan.
-
28
Antigen tambahan diberikan dalam bentuk terkonjugasi langsung
dengan horseradish peroksidase.
Gambar 19. Metode antigen berlabel. Antibodi ditambahkan lebih
sehingga satu valensi terikat terhadap antigen dalam bagian
tersebut, meninggalkan kedua
valensi bebas untuk mengikat antigen berlabel yang
ditambahkan
Antibodi primer umumnya digunakan pada konsentrasi yang relatif
tinggi. Metode ini karenanya tidak ekonomis dalam penggunaan
antibodi primer dan paling baik diterapkan untuk mendeteksi antigen
di mana kedua antigen dan antibodi dalam pasokan yang baik. Salah
satu keunggulan utama yang bahwa antibodi primer tidak perlu
menjadi sangat murni karena spesifisitas antibodi tidak relevan
tidak akan terdeteksi oleh teknik ini, bahkan jika mengikat bagian
jaringan yang kekurangan spesifisitasnya untuk antigen A, sehingga
tidak akan berikatan konjugat antigen-peroksidase dan dengan
demikian tidak akan divisualisasikan.
Gambar 20. Pewarnaan terlabel antigen ganda. Dua antibodi
mengenali antigen yang berbeda masing-masing di bagian jaringan dan
selanjutnya hanya berikatan
antigen berlabel yang sesuai
-
29
DAFTAR PUSTAKA
Dabbs, D.J. 2010. Diagnostic Immunohistochemistry. Saunders
Elsevier. Philadelphia
Kurien B.T. and Scofield R. H. 2009. Protein Blotting and
Detection Methods and Protocols. Humana Press. New York
Anonim. 2011. Immunohistochemistry. http://en.wikipedia.org
/wiki/ Immunohistochemistry. Tanggal akses: 5 juni 2011
Anonim, 2011. Overview of Immunohistochemistry.
http://www.piercenet.com. Tanggal akses : 5 juni 2011
Anonim. 2011. Transfer of Proteins. http://www.millipore.com/
immunodetection/id3/proteintransfer . Tanggal akses: 5 juni
2011
Anonym. 2011. Western blot.
http://en.wikipedia.org/wiki/Western_blot. Tanggal akses: 5 juni
2011