Top Banner
KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh. Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan makalah ini. Dimana, makalah ini dibuat untuk memenuhi persyaratan Ujian Akhir Semester dalam mata kuliah Ide-Ide Politik Barat. Dimana bahan atau sumber-sumber yang saya dapatkan atau diperoleh, berasal dari sumber-sumber yang baik dan terpercaya. Baik dari buku, referensi, media massa, hingga website. Sehingga kualitas makalah ini sesuai dengan standar penulisan ilmiah. Saya mengakui bahwa saya adalah manusia yang mempunyai keterbatasan dalam berbagai hal. Oleh karena itu tidak ada hal yang dapat diselesaikan dengan sangat sempurna. Begitu pula dengan tugas ini. Sehingga saya berharap untuk kritikan dan saran yang membangun terhadap makalah ini. Dan penulis ingin mengucapkan terima kasih banyak kepada Bapak Dr. Ujang Komarudin M.Si dan Bapak Heri Herdiawanto, S.Pd, M.Si selaku dosen dalam mata kuliah Ide-Ide Politik Barat yang selalu memberikan ilmu serta pengetahuan baru kepada penulis sehingga penulis bisa menerapkan ilmu serta pengetahuan tersebut dalam makalah ini. Akhir kata, Penulis berharap semoga makalah ini bisa bermanfaat dan berguna bagi para pembaca makalah ini. sekian dan terimakasih. 1
28

Implikasi Perkembangan Syi’ah Dalam Kehidupan Politik Umat Islam di Indonesia

Apr 30, 2023

Download

Documents

Danisa Pitaloka
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Implikasi Perkembangan Syi’ah Dalam Kehidupan Politik Umat Islam di Indonesia

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena

atas rahmat dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan makalah

ini. Dimana, makalah ini dibuat untuk memenuhi persyaratan

Ujian Akhir Semester dalam mata kuliah Ide-Ide Politik

Barat. Dimana bahan atau sumber-sumber yang saya dapatkan

atau diperoleh, berasal dari sumber-sumber yang baik dan

terpercaya. Baik dari buku, referensi, media massa, hingga

website. Sehingga kualitas makalah ini sesuai dengan standar

penulisan ilmiah.

Saya mengakui bahwa saya adalah manusia yang mempunyai

keterbatasan dalam berbagai hal. Oleh karena itu tidak ada

hal yang dapat diselesaikan dengan sangat sempurna. Begitu

pula dengan tugas ini. Sehingga saya berharap untuk kritikan

dan saran yang membangun terhadap makalah ini. Dan penulis

ingin mengucapkan terima kasih banyak kepada Bapak Dr. Ujang

Komarudin M.Si dan Bapak Heri Herdiawanto, S.Pd, M.Si selaku

dosen dalam mata kuliah Ide-Ide Politik Barat yang selalu

memberikan ilmu serta pengetahuan baru kepada penulis

sehingga penulis bisa menerapkan ilmu serta pengetahuan

tersebut dalam makalah ini. Akhir kata, Penulis berharap

semoga makalah ini bisa bermanfaat dan berguna bagi para

pembaca makalah ini. sekian dan terimakasih.

1

Page 2: Implikasi Perkembangan Syi’ah Dalam Kehidupan Politik Umat Islam di Indonesia

Wassalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.

Hormat Saya,

Ahmad Idham

Penulis

DAFTAR ISI

Kata Pengantar..........................................1

BAB I...................................................3

1.1. Latar Belakang Masalah.............................3

1.2. Rumusan Masalah....................................4

1.3. Tujuan Penulisan...................................4

1.4. Manfaat Penulisan..................................4

1.5. Sistematika Penulisan..............................5

BAB II .................................................6

2

Page 3: Implikasi Perkembangan Syi’ah Dalam Kehidupan Politik Umat Islam di Indonesia

2.1 Kerangka Pemikiran..................................6

BAB III ................................................8

3.1. Pemahaman Syi’ah Tentang Negara dan

Politik…………………………………..8

3.2. Implikasi Pemikiran Syi’ah di Indonesia…….......

………………………….……10

3.3. Konflik Dan Konsensus Antar Umat

Islam……………………………………....12

3.2. Biografi Ayatullah Ruhullah Al Musawi Khomeini…….......

……………………13

BAB IV..................................................17

Kesimpulan..............................................17

DAFTAR PUSTAKA..........................................18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Sejak kemenangan kaum revolusioner Islam Syi’ah di Iran

pada tahun 1979, pengaruh ajaran dan pemikiran mazhab Syi’ah

3

Page 4: Implikasi Perkembangan Syi’ah Dalam Kehidupan Politik Umat Islam di Indonesia

cukup besar dikalangan masyarakat Indonesia. Hal ini antara

lain bisa dilihat dari lahirnya buku-buku karya para pemikir

Syi’ah seperti Ali Syari’ati dan Murtadha Mutahhari maupun

buku-buku yang mengkaji mazhab Syi’ah. Kelompok-kelompok

studi yang mengkhususkan diri pada kajian tentang mazhab

Syi’ah juga bermunculan di berbagai daerah di Indonesia. Di

Bandung, Jawa Barat berdiri Yayasan Mutahhari yang mengambil

nama tokoh Syi’ah. Di Pekalongan, Jawa Tengah terdapat

pesantren Al-Hadi yang dipimpin Ahmad Baragbah, lulusan Qum,

Iran. Dia secara jelas mengakui, “ini pesantren Syi’ah satu-

satunya di Pekalongan”. Sementara itu, di Ujungpandang,

Sulawesi Selatan sejak April 1994 berdiri Yayasan Al-Islah,

sebuah forum social yang secara khusus mendalami ajaran

Syi’ah.1 Derasnya perkembangan ajaran

Syi’ah, akan banyak menciptakan suatu “ketegangan” di

kalangan umat Islam Indonesia yang biasanya menganut mazhab

Sunni. Ketegangan ini dapat muncul terutama karena perbedaan

mereka dalam memahami imamah (kepemimpinan). Majelis Ulama

Indonesia (MUI) ketika di bawah pimpinan K.H. Sukri Ghazali

pernah membuat rumusan yang cukup tegas mengenai perbedaan

antara Sunni dan Syi’ah. Salah satunya adalah Syi’ah pada

umumnya tidak mengakui kekhalifahan (empat pimpinan Islam

pasca Nabi Muhammad) selain Ali bin Abi Thalib yang

sekaligus dianggap sebagai imam mereka. Sementara itu, Sunni

mengakui otoritas empat Khalifah (Abu Bakar, Umar bin

1 A. Rahman Zainudin dan M. Hamdan Basyar, 2000, Syi”ah dan Politik di Indonesia : Sebuah Penelitian, Bandung : Mizan, cet-I, hlm 33

4

Page 5: Implikasi Perkembangan Syi’ah Dalam Kehidupan Politik Umat Islam di Indonesia

Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib). Dengan

perumusan itu, MUI mengeluarkan fatwa bahwa Syi’ah tidak

cocok untuk masyarakat Islam Indonesia. Sementara itu,

hubungan antara agama dan politik akan muncul sebagai suatu

permasalahan hanya pada bangsa-bangsa yang tidak homogen

secara agama.2 Hal ini bisa diartikan dalam masyarakat yang

homogen secara agama, permasalahan politik dan agama tidak

begitu diperbincangkan. Kehomogenan agama itu sendiri akan

menyebabkan pembicaraan masalah politik sudah termasuk dalam

wacana agama itu sendiri. Dan politik bukanlah suatu wacana

yang terpisah dari agama. Sehubungan dengan tema yang

diangkat makalah ini tentang Politik Islam : Implikasi

Perkembangan Syi’ah Dalam Kehidupan Politik Umat Islam di

Indonesia. Makalah ini berusaha membahas pertanyaan-

pertanyaan sebagai berikut: Bagaimana sebenarnya

perkembangan Syi’ah dalam kehidupan politik umat Islam di

Indonesia? Dan benarkah kehadiran Syi’ah merupakan suatu

ancaman terhadap kemapanan politk mazhab Sunni di Indonesia?

Yang mana mayoritas masyarakat di Indonesia dalam berpolitik

menggunakan mazhab Sunni. Dan apakah kedua mazhab itu bisa

hidup berdampingan secara damai di Indonesia? Dan kontribusi

apa yang Syi’ah berikan untuk Indonesia? Makalah ini akan

membahas pertanyaan-pertanyaan tersebut secara mendetail dan

lebih mendalam.

2 Roland Robertson, 1995, Agama: Dalam Analisa dan Interpretasi Sosiologis, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Hlm 379

5

Page 6: Implikasi Perkembangan Syi’ah Dalam Kehidupan Politik Umat Islam di Indonesia

1.2. Rumusan Masalah

1. Mengapa perbedaan mazhab di Indonesia bisa menyebabkan

konflik dan konsesus politik antar umat Islam di

Indonesia?

1.3. Tujuan Pembahasan

1. Untuk memahami apa saja permasalahan yang bisa

menyebabkan konflik dan konsesus dalam politik antar

umat Islam di Indonesia.

1.4. Manfaat Penulisan

Pembaca diharapkan mendapat wawasan dan pengetahuan

yang lebih ketika membaca makalah yang berjudul Politik

Islam : Implikasi Perkembangan Syi’ah Dalam Kehidupan

Politik Umat Islam di Indonesia dan tentang bagaimana dan

apa saja permasalahan serta konflik dan konsensus politik

antar umat islam di Indonesia.

1.5. Sistematika Penulisan

BAB I

Berisikan tentang latar belakang masalah yang terdapat

dalam Implikasi Perkembangan Syi’ah Dalam Kehidupan Politik

Umat Islam di Indonesia. Beserta rumusan masalah, tujuan

6

Page 7: Implikasi Perkembangan Syi’ah Dalam Kehidupan Politik Umat Islam di Indonesia

pembahasan, manfaat penulisan, dan sistematika penulisan

yang akan dijelaskan secara rinci dan teratur.

BAB II

Berisikan kerangka pemikiran sebagai pembuka sebelum

memasuki isi dari makalah.

BAB III

Berisikan Isi / Pembahasan dari makalah ini yang

membahas tentang Politik Islam : Implikasi Perkembangan

Syi’ah Dalam Kehidupan Politik Umat Islam di Indonesia.

BAB IV

Berisikan kesimpulan dari seluruh pembahasan yang ada

dimakalah ini.

7

Page 8: Implikasi Perkembangan Syi’ah Dalam Kehidupan Politik Umat Islam di Indonesia

BAB II

2.1. Kerangka Pemikiran

Syi’ah dilihat dari bahasa berarti pengikut, pendukung,

partai, atau kelompok, sedangkan secara terminologis adalah

sebagian kaum muslimin yang dalam bidang spiritual dan

keagamaannya selalu merujuk kepada keturunan Nabi Muhammad

saw. atau orang yang disebut sebagai ahl al-bait. Menurut

Thabathbai, istilah Syi’ah untuk pertama kalinya ditujukan

pada para pengikut Ali (Syi’ah Ali), pemimpin pertama ahl

al-bait pada masa Nabi Muhammad Saw. para pengikut Ali yang

disebut Syi’ah itu di anratanya adalah Abu Dzar Al-Ghiffari,

Miqadi bin Al-Aswad, dan Ammar bin Yasir.3

Syi’ah adalah segolongan dari umat Islam yang sangat

mencintai Ali bin Abi Thalib dan keturunannya secara

berlebih-lebihan. Golongan syi’ah berpendapat bahwa yang

paling berhak memangku jabatan khalifah adalah Ali bin Abi

Thalib dan keturunannya, sebab dialah yang diwasiatkan oleh

Nabi SAW untuk menjadi khalifah setelah beliau wafat.4 Dari

sini Syi’ah dimaksudkan sebagai suatu golongan dalam Islam

yang beranggapan bahwa Sayydina Ali bin Abi Thalib ra.

adalah orang yang berhak sebagai khalifah pengganti Nabi,

berdasarkan wasiatnya. Sedangkan khalifah-khalifah Abu Bakar

as-Shiddiq, Umar bin Khattab, dan Utsman bin Affan adalah3 Rosihon Anwar dan Abdul Rozak, Ilmu Kalam, hlm. 89. 4 Abdul Wahab Khallaf, Sejarah Pembentukan dan Perkembangan Hukum Islam,

Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2002, hlm. 61.

8

Page 9: Implikasi Perkembangan Syi’ah Dalam Kehidupan Politik Umat Islam di Indonesia

penggasab (perampas) kedudukan khalifah.5

Mengenai kemunculan Syi’ah dalam sejarah,

terdapat perbedaan pendapat dikalangan para ahli. Menurut

Abu Zahrah, Syi’ah mulai muncul pada masa akhir pemerintahan

Usman bin Affan kemudian tumbuh dan berkembang pada masa

pemerintahan Ali bin Abi Thalib. Adapun menurut Watt, Syi’ah

baru benar-benar muncul kertika berlangsung peperangan

antara Ali dan Mu’awiyah yang dikenal dengan Perang Siffin.

Dalam peperangan ini, sebagai respon atas penerimaan Ali

terhadap arbitrase yang ditawarkan Mu’awiyah, pasukan Ali

diceritakan terpecah menjadi dua, satu kelompok mendukung

sikap Ali kelak disebut Syi’ah dan kelompok lain yang

menolak sikap Ali, kelak disebut Khawarij.

Kalangan Syi’ah sendiri berpendapat

bahwa kemunculan Syi’ah berkaitan dengan masalah pengganti

(khalifah) Nabi Muhammad Saw. mereka menolak kekhalifahan

Abu Bakar, Umar bin Khattab dan Usman bin Affan karena dalam

pandangan mereka hanya Ali bin Abi Thaliblah yang berhak

menggantikan Nabi Muhammad Saw.6

5 Sahilun A. Nasir, Pemikiran Kalam (Teologi Islam), hlm. 72. 6 Rosihon Anwar, Ibid., hlm. 90.

9

Page 10: Implikasi Perkembangan Syi’ah Dalam Kehidupan Politik Umat Islam di Indonesia

BAB III

PEMBAHASAN

3.1. Pemahaman Syi’ah Tentang Negara dan Politik

Jika “politik” diartikan sebagai suatu bentuk

“perjuangan” atau “perlawanan” aktif dan real terhadap suatu

tatanan yang dinilai tidak adil, maka agaknya benar klaim

bahwa Syi’ah “lebih politis” ketimbang Sunni. Syi’ah memang

10

Page 11: Implikasi Perkembangan Syi’ah Dalam Kehidupan Politik Umat Islam di Indonesia

lahir karena factor politik dalam arti kekuasaan. Yaitu,

menyangkut masalah siapa yang berhak menggantikan Nabi

Muhammad Saw. Sebagai pemimpin umat Islan, Syi’ah yang

dimaksud penulis disini adalah Syi’ah Imamiah, karena

seperti ditulis oleh Thabathaba’i, mayoritas penganut Syi’ah

yang menjadi sumber dari cabang-cabang Syi’ah, adalah Syi’ah

Imam Dua Belas yang disebut juga sebagai kaum imamiah.7

Sementara negara bagi mazhab Syi’ah

dilihat dari konsep Wilayah Al-Faqih. Menurut Ayatullah Khomeini,

ada keterkaitan yang erat antara agama dan politik.

Pemerintah sebagai penguasa Negara mestinya dimpimpin oleh

para ulama. Negara Islam akan menjamin keadilan social,

demokrasi yang sebenarnya dan kemerdekaan yang murni dari

imperialism. Islam dan pemerintahan Islam adalah fenomena

Ilahi yang penggunaannya menjamin kebahagiaan manusia di

dunia dan di akhirat.8 Khomeini menerangkan

gagasannya ini sebagaimana tercantum dalam bukunya yang

terkenal Al-Hukumah Al-Islamiyah (Pemerintahan Islam). Buku yang

merupakan kumpulan pidatonya ini berisi empat tema pokok.

Pertama, kritikan yang tajam terhadap lembaga monarki. Hal

ini mengingat betapa Ayatullah Khomeini menentang rezim Reza

Syah Pahlevi yang dapat dia tumbangkan. Kedua, negara Islam,

yang didasarkan pada Al-Quran dan dibentuk setelah umat

Islam diperintah oleh Nabi pada abad ketujuh, bukanlah7 Allamah M.H. Thabathaba’i, 1989, Islam Syi’ah, Jakarta: Grafiti, hlm. 888 Riza Silhbudi, 1996, Biografi Politik Imam Khomeini, Jakarta: Gramediadan Ismes.

11

Page 12: Implikasi Perkembangan Syi’ah Dalam Kehidupan Politik Umat Islam di Indonesia

merupakan suatu gagasan yang hanya bisa dicapai jauh di masa

mendatang, tetapi sebagai suatu bentuk pemerintahan yang

praktis dan dapat direalisasikan pada masa sekarang sampai

generasi berikutnya. Ketiga, ulama memegang pernan penting

dalam kepemimpinan umat Islam. Keempat, umat Islam harus

berjuang melawan setiap bentuk penindasan dan tirani.9

Al-Quran telah

memuat hukum Tuhan yang dapat mengatur seluruh kehidupan

manusia. Oleh karena itu, suatu tatanan social politik akan

hancur bila masih mencari hukum lain dan melaksanakan hukum

buatan manusia yang lahir dari gagasan yang sempit dan

menyesatkan. Hukum Tuhan yang telah dicantumkan dalam Al-

Quran itu, hanya dapat dilaksanakan oleh seorang penguasa

yang dipilih oleh para mujtahid. Dia dapat mengenal perintah

Tuhan dan mengamalkan keadilan tanpa terpenjara oleh tekanan

dan ambisi dunia. Suatu sistem pemerintahan yang mengamalkan

hukum Tuhan, yang mendapatkan pengawasan dari para ahli

hukum agama (faqih), akan mengungguli semua system

pemerintahan yang tidak adil di dunia ini.10

Hukum Islam telah menyediakan suatu tatanan

bagi negara dan masyarakat. Eksekutif bertugas melindungi

dan mengawal masyarakat. Yudikatif berfungsi menerapkan

hukum Islam tersebut. Sementara Legislatif tidak diperlukan

karena hanya Tuhan yang berwenang membuat undang-undang dan

9 Khomeini, Al-Hukumah Al-Islamiyah, Teheran: Dar Kutub Islamiyyah.10 Ibid, Hlm 132

12

Page 13: Implikasi Perkembangan Syi’ah Dalam Kehidupan Politik Umat Islam di Indonesia

kaum Muslim pada hakikatnya sudah memiliki hukum Tuhan.11

Menurut Khomeini,

pemerintah Islam merupakan sesuatu yang mungkin terjadi dan

penting. Dia mengutip perkataan imam Ali Ar-Ridha : “Bahwa

tidak logis kalau Tuhan Yang Maha Tinggi dan Maha Bijaksana

membiarkan rakyat-Nya, makhluk-Nya, tanpa mendapat pentunjuk

ataupun pelindung”. Kebijakan Tuhan tidak dapat dibatasi

hanya dalam ruang dan waktu tertentu saja, karena itu sejak

saat ini sampai saat mendatang sangatlah diperlukan seorang

imam yang dapat melaksanakan hukum Islam.12 Sifat Tuhan ini

yang disebut sebagai Luthf (Kebaikan/Kehalusan Tuhan). Dengan

sifat ini, manusia akan dibimbing oleh Tuhan dengan

“diturunkannya” para imam dan faqih.Dan pemerintahan Islam

menurut Syi’ah haruslah adil. Dengan demikian, pemegang

kekuasaan mestinya yang mempunyai pengetahuan yang luas

mengenai syariat yang berlaku. Para faqih-lah yang mendapat

memenuhi keriteria ini, karena mereka mendalami hukum yang

ada dalam ajaran Islam. Akan tetapi, menurut Khomeini, tidak

setiap faqih mempunyai kualifikasi sebagai pemimpin.

Setidaknya ada 8 (delapan) persyaratan yang harus dipenuhi

oleh seorang faqih untuk bisa memimpin sebuah pemerintahan

Islam. Yakni : Pertama, mempunyai pengetahuan yang luas

tentang hukum islam. Kedua, harus adil, dalam arti memiliki

iman dan akhlak yang tinggi. Ketiga, dapat dipercaya dan

11 John L. Esposito, 1991, Islam and Politics, Syracause: Syracause University Press, hlm 19812 Riza Silhbudi, Op.Cit., hlm 133

13

Page 14: Implikasi Perkembangan Syi’ah Dalam Kehidupan Politik Umat Islam di Indonesia

berbudi luhur. Keempat, jenius. Kelima, memiliki kemampuan

administratif. Keenam, bebas dari segala pengaruh asing.

Ketujuh, mampu mempertahankan hak-hak bangsa, kemerdekaan dan

integritas territorial tanah islam, sekalipun harus dibayar

dengan nyawanya. Dan kedelapan, hidup sederhana.13

3.2. Implikasi Pemikiran Syi’ah di Indonesia

Perkembangan mazhab Syi’ah di Indonesia, di satu sisi

merupakan suatu khazanah dalam Islam, akan tetapi, di sisi

lain, akan timbul suatu “kejutan” baik di bidang ideologi,

politik, dan budaya. Secara ideologi dan politik, konsep

imamiah dan Wilayah Al-Faqih yang dianut oleh Syi’ah,

mendapatkan berbagai reaksi dari kalangan Islam Sunni yang

merupakan mayoritas muslim di Indonesia. Reaksi ini bergerak

sepanjang garis kontinum (along the continuum line) yang memiliki

dua kutub ekstrem (two extreme poles). Penolakan total atas

pandangan dan pemikiran Syi’ah, sebagaimana tercermin dari

sikap para pemakalah dalam seminar Syi’ah di Masjid

Istiqlal, merupakan reaksi yang berada di kutub ekstrem

negatif. Mereka tidak hanya menentang keras dan menolak

mentah-mentah mazhab Syi’ah, tetapi juga menindaklanjuti

dengan mengajukan desakan dan tuntutan pada pemerintah untuk

secara tegas melarang Syi’ah di Indonesia dan menutup

sejumlah yayasan Syi’ah yang tersebar di beberapa kota di

Indonesia. Kelompok ini juga menghendaki Pemerintah untuk

mengontrol penyebaran buku-buku dan penerbitan Syi’ah dan

13 Ibid. hlm 136

14

Page 15: Implikasi Perkembangan Syi’ah Dalam Kehidupan Politik Umat Islam di Indonesia

menyetop peredarannya.14

Mereka yang dapat menerima ajaran dan pandangan Syi’ah

secara keseluruhan berada di kutub ekstrem positif. Sedang

mereka yang berada diantara dua titik ekstrem ini adalah

kelompok moderat yang dapat mentolerir (perbedaan) pandangan

Syi’ah yang spesifik, meskipun tidak berarti dapat menerima

keseluruhan dari ajaran Syi’ah. Dengan kata lain, ada ajaran

tertentu yang bisa diterima khususnya yang menyangkut

peranan Wilayah Al-Faqih, ada pula hal-hal yang tidak dapat

diterima sepenuhnya, khususnya yang menyangkut masalah-

masalah fiqih. Misalnya kebiasaan Syi’ah dalam menentukan

waktu magrib, menggabungkan dua waktu shalat, dan meniadakan

shalat jumat.15 Beberapa kalangan Sunni moderat

mengakui ada sisi-sisi ajaran Syi’ah, khususnya yang

menyangkut figure dan peranan kepemimpinan ulama yang patut

untuk diteladani. Mereka mengakui bahwa Iran sangat

berentung memiliki figure kepemimpinan semacam Ayatullah

Khomeini, yang mewarisi nilai spiritualitas tinggi utamanya

dalam menentang kezaliman, tirani, dan ketidakadilan. Tipe

kepemimpinan ulama yang sangat militant yang berhasil

mempelopori revolusi untuk menggulingkan tirani dan hagemoni

Syi’ah Iran tidak dimiliki oleh mayoritas Sunni di Arab

Saudi maupun di Indonesia. Di Indonesia, rezim Soeharto14 A. Rahman Zainuddin, Op.Cit., hlm 11715 Syi’ah menentukan waktu magrib lebih lambat daripada Sunni, yakni ketika cahaya asar, antara magrib dan isya disebut waktu yang mustahak. Mereka melakukan shalat zuhur dan asar dengan jamak (gabungan); dengan demikian juga dengan shalat magrib dan isya. Shalat jamak ini tidak hanya dilakukan ketika berpergian, tetapi juga ketika mereka dirumah.

15

Page 16: Implikasi Perkembangan Syi’ah Dalam Kehidupan Politik Umat Islam di Indonesia

berhasil mempertahankan kekuasaan absolut selama puluhan

tahun tanpa ada seorang pun ulama yang mampu menentangnya

secara terbuka. Diakui, khususnya

oleh kalangan Sunni moderat, konsep kepemimpinan yang

menempatkan ulama di atas umara sebagai pengontrol eksekutif

merupakan sesuatu yang ideal dalam pemerintahan. Bagi Sunni,

model kepemimpinan ini menjadi wishful thinking atau utopia yang

relatif sulit diterapkan dalam kehidupan politik Indonesia.

Hal ini diantaranya disebabkan oleh kondisi masyarakat

Indonesia yang majemuk yang diwarnai dengan latar belakang

perbedaan agama, etnis, budaya, bahasa, serta kultur

setempat. Meski umat Islam sendiri merupakan kelompok

mayoritas, namun kondisi kultural mereka amatlah beragam.

Umumnya mereka masih memiliki sentiment primordial yang kuat

yang didasari oleh ikatan etnisitas dan kultur local yang

amat beragam. Di samping itu, level pemahaman dan penerapan

ajaran Islam dari umat Islam Indonesia juga bervariasi.

Ikatan sentiment primordial sangat mempengaruhi terjadinya

kesenjangan di antara Islam sebagai suatu konsep doctrinal

(doctrinal concept) dan Islam sebagai suatu fenomena kultural

(cultural phenomena). Budaya local sangat berpengaruh terhadap

manifestasi pelaksanaan syariat Islam. Di beberapa wilayah

tertentu masih banyak terdapat praktik-praktif keagamaan

yang berbaur dengan kebudayaan setempat. Fenomena Islam

16

Page 17: Implikasi Perkembangan Syi’ah Dalam Kehidupan Politik Umat Islam di Indonesia

nominal (abangan)16 dan Islam santri di Jawa17, Islam Wetu

Telu dan Waktu Lima di Lombok,18 membuktikan derajat

pemahaman dan penerapan Islam di Indonesia banyak sekali

dipengaruhi oleh varian-varian budaya etnik yang bersifat

lokalistik (local cultural variations).19

3.3. Konflik dan Konsesus Antar-Umat Islam (Sunni dan

Syi’ah)

Sudah menjadi kelaziman, bila ada perbedaan dalam suatu

komunitas, sekecil apapun perbedaan itu, akan timbul suatu

gesekan kepentingan. Gesekan bila menjurus pada kebaikan,

maka akan timbul consensus antara berbagai pihak yang

terlibat. Dan ini akan menghasilkan suatu kekuatan baru yang

jauh lebih besar dan kuat. Sebaliknya, bila gesekan menjurus

pada keburukan, maka akan timbul suatu konflik yang biasanya

akan merugikan kedua belah pihak.

Umat Islam Indonesia yang terdiri atas

berbagai komunitas membutuhkan suatu consensus bila ingin

menuju pada kebaikan bersama. Umat Islam Indonesia sebagian

besar mengaku menganut apa yang dinamakan Ahl Al-Sunnah wa Al-

Jama’ah (Islam Sunni). Diantara mereka, ada berbagai kelompok16 Sinkretisme (religious syncreticism) merupakan istilah yang dilontarkan Greertz (1960) untuk menggambarkan budaya agama kelompok Islam abangan Jawa yang membaurkan kepercayaan animism, Hindu-Buddhisme,dan Islam.17 Clifford Geertz, 1960, The Religion of Java, New York : Free Press18 Sven Cederroth, 1981, The Spell of The Ancestors and The Power of Mekkah: A Sasak Community on Lombok, Sweden: Acta Universitatis Goyhoburgenesis.19 A. Rahman Zainuddin, Op.Cit., hlm 118

17

Page 18: Implikasi Perkembangan Syi’ah Dalam Kehidupan Politik Umat Islam di Indonesia

yang secara ritual kadang berbeda. Kelompok besar Islam

Sunni Indonesia adalah Nahdatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah.

Selain kedua kelompok itu, ada Persatuan Islam (Persis),

Persatuan Tarbiyyah Islamiyah (Perti), Syarikat Islam, Al-

Irsyad Al- Islamiyah, Ittihadul Muballighin dan beberapa

yang lain.20 Pada masa

awal terjadinya perbedaan kelompok di atas, muncul berbagai

friksi di antara mereka. Perbedaan yang sebenarnya bersifat

furu’ (bagian dari ibadah) ini telah menyita kelompok-kelompok

itu. Bahkan saling kecam di antara mereka. Kini, mereka

tidak mempersoalkan perbedaan yang bersifat furu’ tersebut.

Menurut mereka, masih banyak hal-hal yang lebih penting

untuk dipikirkan, ketimbang mengurusi perbedaan-perbedaan

“kecil”. Dengan lain perkataan, mereka mengadakan consensus

untuk berkiprah demi kemajuan umat Islam di Indonesia.

Pasca-Revolusi Islam Iran pada

tahun 1979, aliran Syi’ah merebak ke seluruh dunia, tidak

terkecuali ke Indonesia.21 Kedatangan aliran “baru” ini

menimbulkan polarisasi baru di kalangan umat Islam. Penganut

Sunni, ada yang menerima kedatangan aliran ini dan bahkan

menjadi penganut dan penganjur aliran Syi’ah. Ada yang

bersikap kagum dan simpati, tetapi masih menganut mazhab

Sunni, ada pula yang menentang dengan keras kedatangan

aliran Syi’ah. Berbagai sikap ini tentunya akan menimbulkan

20 Ibid., Hlm 109-11021 John L. Esposito, 1990, The Iranian Revolution: It’s Global Impact, Miami: Florida International University Press.

18

Page 19: Implikasi Perkembangan Syi’ah Dalam Kehidupan Politik Umat Islam di Indonesia

konsekuensi tersendiri bagi adanya suatu consensus atau

konflik. Penganut Sunni kelompok pertama

jelas tidak bermasalah bagi penganut Syi’ah, karena mereka

telah mengganti mazhab dan bahkan menjadi penganjur aliran

Syi’ah. Kelompok Sunni kedua juga tidak begitu bermasalah

dengan Syi’ah. Mereka cukup toleran dalam menyikapi ajaran

Syi’ah dan bahkan dalam beberapa kesempatan “membela”

kepentingan Syi’ah. Sementara itu, Sunni kelompok ketiga

yang disebut juga sebagai “ekstrem” akan selalu bertolak

belakang dengan ajaran Syi’ah. Mereka akan berusaha sekuat

tenaga untuk membentengi beredarnya ajaran Syi’ah dengan

lebih luas. Sikap “keras” yang diperlihatkan oleh

sebagian penganut Islam Sunni di Indonesia ternyata tidak

disepakati oleh sebagian Sunni yang lain. Dr. Said Agil

Siradj misalnya, dengan “gigih” menentang kelompok Sunni

yang memusuhi Syi’ah. Sudah tentu pembelaan terhadap ajaran

Syi’ah akan dilakukan oleh penganut Sunni yang sudah

“mengagumi” Syi’ah. Dr. Jalaludin Rakhmat, misalnya, merasa

yakin pemerintah Indonesia tidak akan melarang Syi’ah

berkembang di Indonesia. Malah, dia mengadakan serangan

balik dengan mengharapkan pemerintah akan meneliti orang-

orang yang meminta agar Syi’ah dilarang. Hal ini,

menurutnya, karena mereka telah membuat resah dan

memperuncing konflik Sunni dan Syi’ah di Indonesia.22

22 Harian Terbit, 6 november 1997

19

Page 20: Implikasi Perkembangan Syi’ah Dalam Kehidupan Politik Umat Islam di Indonesia

3.4. Biografi Ayatullah Ruhullah Al Musawi Khomeini (Imam

Besar Syi’ah)

Ruhullah Musawi Khomeini lahir pada tanggal 20 Jumadis-

Tsani 1320 H (24 September 1902) di kota Khomein, provinsi

Markazi, Iran tengah. Ia terlahir di tengah keluarga agamis,

ahli ilmu, dan pejuang, keluarga terhormat yang masih

menyimpan darah keturunan Sayidah Fatimah Az-Zahra as, putri

Rasulullah saw. Ruhullah adalah pribadi agung yang menjadi

pewaris kemuliaan para bapak dan pamannya yang selalu

mengabdikan diri untuk membimbing umat dan menuntut makrifat

ilahi dari suatu generasi ke generasi lainnya. Ayah Imam

Khomeini adalah Al-Marhum Ayatollah Sayid Mostafa Musawi.

Beliau hidup sezaman dengan Al-Marhum Ayatollah Al-Udzma

Mirza Eshirazi. Setelah bertahun-tahun menuntut ilmu agama

di kota suci Najaf dan berhasil meraih gelar mujtahid,

Ayatollah Sayid Mostafa Musavi kembali ke Iran dan menetap

di Khomein. Di kota kecil inilah beliau mendermakan umurnya

untuk mengabdi kepada masyarakat dan menjadi pembimbing

mereka dalam urusan agama.

Tak lama setelah kepindahan Ayatollah Al-Udzma Haj

Syeikh Abdul Karim Hairi Yazdi, ke Qom pada Rajab 1340 H

(Sekitar bulan Maret 1921), Imam Khomeini pun akhirnya turut

hijrah ke Hauzah Ilmiah Qom dan dengan segera ia

menyelesaikan pendidikan tingkat akhirnya di sana. Imam

Khomeini mempelajari bagian akhir kitab Al-Muthawwal di

bidang ilmu ma’ani dan bayan (sastra Arab) di bawah

20

Page 21: Implikasi Perkembangan Syi’ah Dalam Kehidupan Politik Umat Islam di Indonesia

bimbinganAgha Mirza Muhammad Ali Adib Tehrani. Sebagian

besar pelajaran tingkat menengah hauzahnya ia tamatkan di

bawah asuhan Ayatollah Sayid Ali Yatsribi Kashani, dan

jugaAyatollah Sayid Muhammad Taqi Khounsari. Sementara

pelajaran Fiqih dan Ushul Fiqih beliau pelajari

dari Ayatollah Al-Udzma Haj Syeikh Abdul Karim Hairi Yazdi,

pendiri Hauzah Ilmiah Qom. Setelah wafatnya Ayatollah Hairi

Yazdi, berkat upaya Imam Khomeini dan para ulama besar

Hauzah Ilmiah Qom lainnya, Ayatollah Al-Udzma Boroujerdi

akhirnya dikukuhkan sebagai pengasuh Hauzah Ilmiah Qom. Di

masa itu, Imam Khomeini terpilih sebagai salah satu pengajar

Hauzah dan dikenal sebagai mujtahid di bidang Fiqih, Ushul

Fiqih, Filsafat, Irfan, dan Akhlak. Selama bertahun-tahun

menjadi pengajar di Hauzah, Imam Khomeini mengajar di

madrasah Faiziyah, masjid A’zam, masjid Muhammadiyah,

madrasah Haj Molla Shadiq, masjid Salmasi dan beberapa

tempat lainnya.Sementara itu, selama 14 tahun di Hauzah

Ilmiah Najaf, Irak, Imam Khomeini mengajar ilmu-ilmu Ahlul

Bait as dan fiqih pada peringkat tertinggi Hauzah, di masjid

Syeikh A’zam Ansari. Di kota Najaf inilah, Imam Khomeini

untuk pertama kalinya mengungkapkan dasar-dasar teori

pemerintahan Islam dalam rangkaian pelajaran wilayatul-

faqihnya.

Paruh kedua tahun 1350 (menjelang akhir tahun 1971),

perselisihan antara rezim Ba’ast Irak dan Syah Iran makin

memanas. Perselisihan itu diikuti dengan diusirnya warga

21

Page 22: Implikasi Perkembangan Syi’ah Dalam Kehidupan Politik Umat Islam di Indonesia

Iran yang bermukim di Irak. Dalam telegramnya kepada

Presiden Irak di masa itu, Imam Khomeini mengecam keras aksi

pengusiran tersebut. Dalam situasi semacam itu, Imam

Khomeini bertekad untuk segera keluar dari Irak. Namun

pemerintah Baghad tanggap dengan dampak dari keluarnya Imam

Khomeini dari Irak sehingga Imam pun dilarang meninggalkan

Irak. Pada tahun 1354 HS (Juni 1975) bersamaan dengan

peringatan hari Kebangkitan 15 Khordad, madrasah Faiziyah

kembali menjadi pentas kebangkitan para santri revolusioner

Iran. Yel-yel ‘Hidup Khomeini dan matilah dinasti Pahlevi’

terus membahana selama dua hari berturut-turut. Padahal,

sebelum peristiwa ini, banyak organisasai-organisasi

perjuangan rakyat yang telah dilumpuhkan, para tokoh

keagamaan dan politik yang aktif berjuang ramai yang

dijebloskan ke penjara. Di sisi lain, Syah terus melanjutkan

politik anti-Islamnya. Kebijakan anti-Islamnya itu ditandai

dengan diubahnya dasar kalender nasional Iran pada bulan

Esfand 1354 HS (Maret 1976). Selama ini, dasar kalender

nasional Iran dihitung sejak dimulainya hijrah Nabi Muhammad

saw. Namun dasar tersebut diubah oleh Syah dengan menetapkan

masa dimulainya kekuasaan dinasti Achemanid sebagai dasar

perhitungan kalender nasional Iran. Mereaksi hal itu, Imam

Khomeini mengeluarkan fatwa yang mengharamkan penggunaan

kalender nasional Iran versi Syah. Rakyat Iran pun mendukung

penuh fatwa Imam Khomeini tersebut, mereka juga turut

mendukung diboikotnya Partai Rastakhiz (Kebangkitan). Kedua

22

Page 23: Implikasi Perkembangan Syi’ah Dalam Kehidupan Politik Umat Islam di Indonesia

masalah ini merupakan pukulan berat bagi rezim Syah hingga

akhirnya pada tahun 1357 (1978), Syah terpaksa melangkah

mundur dan membatalkan penggunaan kalender nasional versi

pemerintah.

Dengan begitu teliti dan cermat, Imam Khomeini terus

memantau perkembangan terbaru di Iran maupun dunia

internasional. Beliau juga amat tanggap dalam memanfaatkan

secara maksimal kesempatan yang muncul. Imam Khomeini pada

bulan Mordad 1356 HS (Agustus 1977) dalam pesan tertulisnya

menyatakan, “Kini, lewat situasi dalam dan luar negeri yang

ada, serta dengan terungkapnya kejahatan rezim Syah di mata

publik dan media asing merupakan kesempatan bagi kalangan

ilmuan, budayawan, tokoh nasionalis, mahasiswa dalam dan

luar negeri, dan organisasi-organisasi Islam di mana pun

berada untuk tanggap memanfaatkan peluang yang ada dan

bangkit secara terbuka.” Gugur syahidnya, putra Imam

Khomeini, Ayatollah Haj Agha Mostafa Khomeini, pada awal

bulan Aban 1356 HS (23 Oktober 1977) merupakan titik tolak

gerakan kebangkitan kembali komunitas Hauzah dan masyarakat

muslim Iran. Imam Khomeini bahkan menyebut peristiwa itu

sebagai anugrah tersembunyi ilahi. Sementara itu rezim Syah

membalas aksi Imam Khomeini dengan melansir sebuah artikel

di koran Ettela’at . Artikel ini berisi hinaan terhadap Imam

Khomeini. Protes luas rakyat Iran terhadap artikel tersebut

berujung dengan melutusnya peristiwa Kebangkitan 19 Dey 1356

HS (9 Januari 1978) di Qom. Dalam peristiwa tersebut,

23

Page 24: Implikasi Perkembangan Syi’ah Dalam Kehidupan Politik Umat Islam di Indonesia

sejumlah santri pendukung revolusi gugur syahid akibat

tindak represif pihak keamanan. Meski Syah melancarkan aksi

pembantaian massal untuk melumpuhkan gejolak kebangkitan

rakyat, namun ia tetap gagal memadamkannya.

Awal bulan Bahman 1357 HS (akhir Januari 1979), kabar

tentang keputusan Imam Khomeini untuk kembali ke tanah

airnya tersebar luas. Bagi rakyat Iran, kabar tersebut

merupakan berita gembira yang paling dinanti-nantikan.

Sekitar 14 tahun rakyat Iran merindukan kembalinya Imam

Khomeini ke negerinya. Meski demikian, mereka juga amat

mengkhawatirkan keselamatan jiwa pemimpin revolusi itu.

Sebab hingga saat itu, pemerintah buatan Syah masih bercokol

dan Iran berada di bawah kendali militer. Kendati situasi di

Iran masih begitu kritis dan berbahaya, namun Imam Khomeini

bertekad untuk kembali ke tanah airnya. Dalam pesannya

kepada rakyat Iran, beliau menyatakan bahwa dirinya ingin

bersama rakyat di saat-saat yang paling menentukan dan

kritis. PM Bakhtiar bersama pihak militer menutup seluruh

bandar udara negara untuk penerbangan asing. Namun setelah

beberapa hari, pemerintah Bakhtiar tak sanggup bertahan dan

terpaksa memenuhi desakan rakyat. Akhirnya pagi 12 Bahman

1357 (1 Februari 1979) setelah 14 tahun hidup di

pengasingan, Imam Khomeini kembali ke tanah air

tercintannya. Rakyat Iran menyambut kedatangan Imam Khomeini

secara besar-besaran dan penuh suka cita.23

23 Biografi Singkat Ayatullah Ruhullah Al Musawi Khomeini dalam http://www.darut-taqrib.org/berita/2012/06/27/biografi-singkat-

24

Page 25: Implikasi Perkembangan Syi’ah Dalam Kehidupan Politik Umat Islam di Indonesia

BAB IV

KESIMPULAN

Perkembangan Syi’ah di Indonesia tidak dapat dilepaskan

dari kesuksesan Revolusi Islam Iran pada tahun 1979. Ada

beberapa indikasi yang menunjukan hal tersebut. Pertama, tidak

lama setelah revolusi Iran, beberapa kalangan mengirimkan

pemuda untuk belajar di Qum, Iran. Sekembalinya dari Iran,

beberapa di antara mereka mendirikan lembaga pendidikan yang

bernafaskan ajaran Syi’ah. Kedua, lembaga pendidikan yang

tersebar di berbagai daerah di Indonesia ini mempunyai

hubungan yang cukup erat. Lembaga ini kemudian mencetak

kader-kader Syi’ah baru. Beberapa kader ini dikirim ke Iran

untuk meningkatkan pengetahuan mereka tentang Syi’ah.

Sekembalinya mereka dari Iran, Syi’ah generasi baru ini

kemudian mengembangkan pahamnya di lingkungan baru. Keadaan

ini berputar terus secara lebih luas dan Syi’ah pun

berkembang. Banyaknya dukungan kalangan muda Muslim di

Indonesia pada mazhab Syi’ah menimbulkan keresahan di

kalangan lain. Potensi konflik antar kelompok ini mulai

terlihat. Contohnya seperti Seminar “Anti Syi’ah” adalah

ayatullah-ruhullah-al-musawi-khomeini-imam-khomeini-ra/ diakses pada tanggal 23 juni 2015

25

Page 26: Implikasi Perkembangan Syi’ah Dalam Kehidupan Politik Umat Islam di Indonesia

salah satu bukti nyata adanya potensi konflik itu. Kelompok

itu secara terbuka menuntut Syi’ah untuk dilarang keras di

Indonesia. Tentunya, bila ada perlawanan keras dari kelompok

Syi’ah, maka akan terjadinya gesekan serta konflik yang akan

merepotkan berbagai pihak. Agar umat Islam

tidak terjebak pada perdebatan berbau perseteruan hal yang

perlu dikembangkan dalam menyikapi eksisteni Sunni – Syi’ah

ini adalah pentingnya umat Islam memiliki ulama-ulama yang

ahli studi aliran dan akidah Sunni – Syi’ah, baik yang

klasik maupun kontemporer. Alasanya jelas, bahwa akibat

tidak adanya ulama yang mumpuni atas dua paham Islam yang

terjadi di Indonesia ini telah menyebabkan ulama menjauhi

masalah Syi’ah, atau sebaliknya.

Menurut pendapat penulis pribadi, Sunni dan Syi’ah,

adalah khazanah peradaban Islam. Keduanya memiliki

kontribusi dan memiliki keunggulan. Perbedaan antara mazhab

Sunni dan Syi’ah tidak menyebabkan masing-masing orang yang

memeluk salah satu mazhab tersebut keluar dari Islam. Mazhab

sekadar pemahaman dan pilihan dalam upaya menjadi orang

Islam yang sejati. Agama Islam melalui Rasulullah Saw

mengajarkan bahwa perbedaan merupakan anugerah dan sesama

umat Islam bersaudara sehingga yang terpenting ukhuwah

(persaudaraan) dan tasamuh (toleransi).

DAFTAR PUSTAKA

BUKU :

26

Page 27: Implikasi Perkembangan Syi’ah Dalam Kehidupan Politik Umat Islam di Indonesia

1. Anwar, Rosihon dan Rozak, Abdul, Ilmu Kalam.

2. Cederroth, Sven, 1981, The Spell of The Ancestors and ThePower of Mekkah: A Sasak Community on Lombok, Sweden: Acta Universitatis Goyhoburgenesis.

3. Esposito, John L., 1990, The Iranian Revolution: It’s Global Impact, Miami: Florida International University Press.

4. Esposito, John L., 1991, Islam and Politics, Syracause: Syracause University Press.

5. Geertz, Clifford, 1960, The Religion of Java, New York : Free Press.

6. Khallaf, Abdul Wahab, 2002, Sejarah Pembentukan dan Perkembangan Hukum Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo.

7. Khomeini, Al-Hukumah Al-Islamiyah, Teheran: Dar Kutub Islamiyyah.

8. Nasir, Salihun A., Pemikiran Kalam (Teologi Islam).

9. Robertson, Roland,1995, Agama: Dalam Analisa dan Interpretasi Sosiologis, Jakarta: Raja Grafindo Persada.

10. Silhbudi, Riza, 1996, Biografi Politik Imam Khomeini, Jakarta: Gramedia dan Ismes.

11. Thabathaba’i, Allamah M.H., 1989, Islam Syi’ah, Jakarta:Grafiti.

12. Zainudin, A Rahman dan Basyar, M. Hamdan, 2000, Syi’ah dan Politik di Indonesia : Sebuah Penelitian, Bandung : Mizan, cet-I.

27

Page 28: Implikasi Perkembangan Syi’ah Dalam Kehidupan Politik Umat Islam di Indonesia

ARTIKEL DAN JURNAL :

1. Harian Terbit, 6 november 1997.

WEBSITE :

1. Biografi Singkat Ayatullah Ruhullah Al Musawi Khomeini dalam http://www.darut-taqrib.org/berita/2012/06/27/biografi-singkat-ayatullah-ruhullah-al-musawi-khomeini-imam-khomeini-ra/ diakses pada tanggal 23 juni 2015.

28