Page 1
1
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Memberikan jaminan sosial kepada siapapun yang
menderita merupakan suatu kebiasaan yang baik dalam
Islam. Jaminan sosial merupakan salah satu cara
penanggulangan masalah kaum dhuafa yang telah
direalisasikan sejak zaman Rasulullah SAW. Apa yang
dilakukan Rasulullah SAW telah memperlihatkan
bagaimana Islam memberikan perhatian yang besar
terhadap kaum dhuafa. Jaminan sosial yang diberikan
oleh Rasulullah SAW tidak sekedar dalam sabda-sabda
beliau, tetapi juga berwujud aktivitas konkret dan
riil yang beliau lakukan.
Dalam sirah nabawiyah dapat dilihat bagaimana cara
dan aktivitas Rasulullah dalam membantu dan
menyelesaikan masalah kaum dhuafa. Data yang
dikeluarkan Badan Pusat Statistik Indonesia melalui
laman resminya melansir bahwa hingga Maret 2013
1
Page 2
2
tercatat 28, 07 juta penduduk Indonesia yang hidup
dalam rantai kemiskinan.
Kemiskinan selalu menjadi permasalahan pelik yang
tak kunjung menemui titik terang. Lingkaran
kemiskinan yang seakan membelenggu langkah Indonesia
untuk nergerak maju. Bagaimana tidak, kemiskinan
menjadi dalih nutrisi yang tidak terpenuhi, gizi
yang tak memadai menyebabkan sistem imun lemah dan
kesehatan terganggu, kesehatan tak mendukung
menghambat adanya pendidikan yang baik, kurangnya
pendidikan mengakibatkan perolehan pekerjaan yang
tidak layak, sehingga upah yang diterima sedikit,
upah rendah lagi lagi menyebabkan kemiskinan.
Salah satu yang bisa dilakukan untuk memerangi
kemiskinan yaitu membudayakan zakat. Zakat diyakini
mampu memberikan jaminan sosial bagi kaum dhuafa.
Namun zakat belum begitu “sukses” di Indonesia
sekalipun mayoritas penduduk bumi pertiwi ini
muslim. Kampanye wajib pajak seolah-olah
menenggelamkan kewajiban membayar zakat.
2
Page 3
3
Eksistensi Organisasi Pengelola Zakat sebagai
lembaga yang mengumpulkan, mengelola, dan
menyalurkan zakat mutlak diperlukan. Regulasi zakat
pertama di Indonesia adalah Surat Edaran Kementerian
Agama No.A/VII/17367 tahun 1951 yang melanjutkan
ketentuan ordonansi Belanda bahwa negara tidak
mencampuri urusan pemungutan dan pembagian zakat,
tetapi hanya melakukan pengawasan.
Di Indonesia, pengelolaan dana ZIS telah diatur
Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang
Pengelolaan Zakat. UU ini mengatur tentang
Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) yang boleh
beroperasi di Indonesia. OPZ yang disebutkan dalam
UU tersebut adalah Badan Amil Zakat (BAZ) dan
Lembaga Amil Zakat (LAZ). BAZ merupakan lembaga
pengumpul dan pendayagunaan dana zakat yang dibentuk
oleh pemerintah dari tingkat pusat sampai dengan
tingkat daerah sedangkan LAZ merupakan OPZ yang
dibentuk atas swadaya masyarakat.
3
Page 4
4
Dalam perkembangannya LAZ lebih maju dan dinamis
dibandingkan BAZ bahkan bentuk LAZ bisa dikembangkan
dalam berbagai kelompok masyarakat seperti takmir
masjid, yayasan pengelola dana ZIS, maupun Unit
Pengumpul Zakat (UPZ) yang ada di setiap perusahaan
yang berusaha mengorganisir pengumpulan dana ZIS
dari direksi maupun karyawan.
Perkembangan BAZ dan LAZ di Indonesia perlu diikuti
dengan proses akuntabilitas publik yang baik dan
transparan dengan mengedepankan motivasi
melaksanakan amanah umat. Pemerintah telah mengatur
tentang proses pelaporan bagi BAZ dan LAZ dengan
Keputusan Menteri Agama RI Nomor 373 Tahun tentang
pelaksanaan UU Nomor 38 Tahun 1999 tentang
Pengelolaan Zakat Pasal 31 yang isinya:
Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) memberikan
laporan tahunan pelaksanaan tugasnya kepada pemerintah sesuai
dengan tingkatannya selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah akhir
tahun.
4
Page 5
5
Bahkan dalam salah satu syarat pendirian LAZ yang
tertuang pada Pasal 22 SK Menteri Agama RI tersebut
disebutkan bahwa untuk mendapatkan ijin dari
pemerintah, maka laporan keuangan LAZ untuk 2 tahun
terakhir harus sudah diaudit oleh Akuntan Publik.
Selanjutnya, laporan keuangan LAZ tingkat pusat
maupun propinsi harus bersedia diaudit oleh Akuntan
Publik dan disurvey sewaktu-waktu oleh Tim dari
Departemen Agama.
Dalam proses pelaporan keuangan BAZ dan LAZ selama
ini sampai dengan SK Menteri Agama tersebut
dikeluarkan, OPZ belum memiliki standar akuntansi
keuangan sehingga terjadi perbedaan penyusunan
laporan keuangan antara satu lembaga dengan lembaga
yang lain. OPZ yang cukup inovatif kemudian
menggunakan PSAK Nomor 45 tentang Pelaporan Keuangan
Organisasi Nirlaba. Namun demikian, penggunaan PSAK
tersebut tidaklah mampu sepenuhnya mengatasi
permasalahan standar akuntansi keuangan untuk OPZ.
Sampai akhirnya pada Tahun 2005, Forum Zakat
5
Page 6
6
berupaya untuk menyusun Pedoman Akuntansi bagi
Organisasi Pengelola Zakat (PA-OPZ).
Belum lagi sempat disosialisasikan dan diterapkan
secara luas, Forum Zakat telah mengadakan kerja sama
dengan Ikatan Akuntan Indonesia untuk menyusun
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Zakat
pada tahun 2007. Akhirnya pada tahun 2008, IAI telah
menyelesaikan ED PSAK Nomor 109 tentang Akuntansi
Zakat yang resmi diberlakukan untuk penyusunan dan
penyajian laporan keuangan entitas pengelola zakat
per 1 januari 2009.
Namun, pada pelaksanaannya, masih banyak OPZ yang
belum mengimplementasikan PSAK Nomor 109 tentang
Akuntansi Zakat, Infaq, dan Sedekah dalam melakukan
pengakuan, pengukuran, pengungkapan, dan penyajian.
Salah satunya adalah Rumah Zakat Cabang Bandar
Lampung. Berdasarkan uraian tersebut, maka
penelitian ini diberi judul, “Implementasi Penerapan
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 109
Tentang Akuntansi Zakat, Infak, dan Sedekah pada
6
Page 7
7
Rumah Zakat Cabang Bandar Lampung.”
B. RUMUSAN DAN BATASAN MASALAH
Rumusan masalah yang ingin diteliti adalah
bagaimanakah implementasi PSAK Nomor 109 tentang
akuntansi zakat, infak, dan sedekah pada Rumah Zakat
Cabang Bandar Lampung?
Untuk memfokuskan penelitian agar masalah yang
diteliti memiliki ruang lingkup dan arah yang jelas,
maka peneliti memberikan batasan masalah sebagai
berikut:
1. Implementasi yang diukur dalam penelitian ini
adalah kemampuan organisasi pengelola zakat dalam
melakukan pengakuan, pengukuran, pengungkapan, dan
penyajian zakat, infak, dan sedekah sesuai dengan
PSAK Nomor 109 tentang akuntansi zakat, infak, dan
sedekah.
2. Sampel yang dipakai dalam penelitian ini adalah
organisasi pengelola zakat yang beroperasi di
Bandarlampung yaitu Rumah Zakat.
7
Page 8
8
C. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
apakah penerapan Akuntansi Zakat, Infak, dan Sedekah
pada Rumah Zakat Cabang Bandar Lampung sudah sesuai
dengan PSAK Nomor 109.
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Untuk menambah pengetahuan dan wawasan peneliti
dalam bidang akuntansi zakat, infak, dan sedekah
2. Hasil penelitian ini bisa digunakan sebagai
bahan dan masukan dalam melakukan penelitian
pada bidang yang sejenis.
3. Bagi Organisasi Pengelola Zakat, penelitian ini
menjadi bahan evaluasi dalam hal ini yaitu
penerapan pernyataan standar akuntansi keuangan
nomor 109 tentang akuntansi zakat, infak, dan
sedekah.
8
Page 9
9
II.LANDASAN TEORI
A. Pengertian Zakat
Ditinjau dari segi bahasa, kata zakat
mempunyai beberapa arti, yaitu albarakatu
‘keberkahan’, al-namaa ‘pertumbuhan dan
perkembangan’, al-thaharatu ‘kesucian’ dan ash-
shalahu ‘keberesan’. Sedangkan secara istilah zakat
ialah nama pengambilan tertentu dari harta
tertentu, menurut sifat-sifat yang tertentu,
dan untuk diberikan kepada golongan tertentu.
Allah berfirman dalam surat At Taubah 103:
Artinya: ”Ambilah zakat dari sebagian harta mereka,dengan
zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka.
Sesungguhnya doa kamu itu menjadi ketentraman jiwa bagi mereka.
Dan Allah Maha Mendengar Lagi Maha Mengetahui.” (QS. At
Taubah:103)
Infaq adalah mengeluarkan harta yang mencakup zakat
dan non zakat. Infaq ada yang wajib dan ada
9
Page 10
10
yang sunah. Infaq wajib diantaranya adalah
zakat, kafarat, dan nadzar.
Sedangkan Infaq sunah diantaranya adalah infaq
kepada fakir miskin sesama muslim, infaqbencana
alam, dan infaq kemanusiaan. Menurut PSAK No.109,
infaq/sedekah adalah harta yang diberikan secara
sukarela oleh pemiliknya, baik yang
peruntukannya dibatasi (ditentukan) maupun tidak
dibatasi.
Sedekah adalah pemberian harta kepada orang-
orang fakir-miskin, orang yang membutuhkan,
ataupun pihak-pihak lain yang berhak menerima
sedekah, tanpa disertai imbalan, tanpa paksaan,
tanpa batasan jumlah, kapan saja dan berapapun
jumlahnya. Sedekah ini hukumnya adalah sunah,
bukan wajib.
B. Dasar Hukum Zakat
Zakat merupakan salah satu rukun Islam dan menjadi
salah satu unsur pokok bagi tegaknya syariat Islam.
10
Page 11
11
Zakat merupakan kewajiban untuk mengeluarkan
sebagian harta yang bersifat mengikat. Kewajiban
tersebut berlaku untuk seluruh umat yang
baligh atau belum, berakal atau gila. Dimana
mereka sudah memiliki sejumlah harta yang
sudah masuk batas nisabnya, maka wajib
dikeluarkan harta dalam jumlah tertentu untuk
diberikan kepada mustahiq zakat yang terdiri
dari delapan golongan. Landasan kewajiban zakat
disebutkan dalam Al Qur’an dan Sunah:
a. Al Qur’an
Dalam Al Qur’an Allah SWT telah menyebutkan
tentang zakat, diantaranya dalam Surat Al Baqarah
ayat 43: “Dan Dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat
dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku.”
Surat at Taubah ayat 103: “Ambillah zakat dari
sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan
mensucikan mereka dan mendo’alah untuk mereka. Sesungguhnya
do’a kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka, dan Allah
Maha mendengar lagi Maha Mengetahui”. Surat al
11
Page 12
12
Baqarah ayat 282: “Hai orang-orang yang beriman, apabila
kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang
ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah
seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar.
Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah
mengajarkannya…” .Surat An Nisa’ ayat 58:
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat
kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila
menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan
dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-
baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar
lagi Maha melihat.”
b. Hadits
Hadits Rasulullah SAW menyatakan: Artinya:
“Islam adalah engkau beribadah kepada Allah dan tidak
menyekutukanNya, mendirikan sholat, menunaikan zakat yang di
fardhukan, dan berpuasa di bulan Ramadhan.”(HR Bukhori)
Kemudian dalam hadits yang lain juga
dijelaskan, ketika Rasulullah SAW mengutus
mu’adz bin jabal ke daerah yaman. Beliau
12
Page 13
13
bersabda kepadanya: “….jika mereka menuruti perintahmu
untuk itu, ketetapan atas mereka untuk mengeluarkan zakat,
beritahukanlah kepada mereka bahwasanya Allah SWT
mewajibkan kepada mereka untuk mengeluarkan zakat yang
diambil dari orang-orang kaya dan diberikan lagi kepada orang-
orang fakir diantara mereka….” (HR Bukhori)
c. Ijma'
Ulama khalaf (kontemporer) maupun ulama salaf
(klasik) telah sepakat bahwa zakat wajib bagi
umat muslim dan bagi yang mengingkari berarti telah
kafir dari Islam.
C. Muzaki dan Mustahiq
Muzaki adalah orang atau badan yang dimiliki oleh
orang muslim yang berkewajiban menunaikan zakat.
Sedangkan mustahiq adalah orang atau badan
yang berhak menerima Zakat. Adapun yang berhak
menerima zakat yaitu ada delapan golongan
diantaranya, fakir, miskin, amil, muallaf, hamba
sahaya, gharim, fissabilillah, dan ibnu sabil.
13
Page 14
14
Sesuai dengan firman Allah SWT dalam Surah at-
Taubah ayat 60:
“ Sesungguhnya zakat- zakat itu hanya disalurkan untuk orang-
orang fakir, orangorang miskin, pengurus zakat, mualaf,
memerdekakan budak, orang yang berhutang (gharim), fi
sabilillah, dan orang-orang yng sedang dalam perjalanan
(musafir) sebagai untuk memperoleh penghasilan yang tidak terikat
oleh suatu hubungan kerja sesuatu ketetapan yang diwajibkan
Allah SWT. sesungguhnya Allah maha mengetahui lagi maha
bijaksana”.
D. Organisasi Pengelola Zakat
Secara kelembagaan, Organisasi Pengelola Zakat
(OPZ) harus memiliki kemapanan berupa kelengkapan
hal-hal berikut:
14
Page 15
15
a. Visi dan Misi
Setiap OPZ harus memiliki visi dan misi yang
jelas. Visi dan misi yang akan mengarahkan
aktivitas/ kegiatan dengan baik. Kejelasan visi
dan misi yang akan menghindarkan OPZ dari
formalism organisasi, dimana pengelolaan zakat
hanya sebatas pemenuhan kewajiban, tidak lebih.
b. Kedudukan dan Sifat Lembaga
Kedudukan OPZ dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. BAZNAS adalah organisasi pengelola zakat yang
dibentuk oleh pemerintah, dimana pengelolaannya
terdiri dari unsur-unsur pemerintah.
2. LAZ adalah organisasi pengelola zakat yang
dibentuk sepenuhnya atas prakarsa masyarakat
dan merupakan badan hukum tersendiri, serta
mendapat izin dari pemerintah setalah
memperoleh rekomendasi dari BAZNAS
Pengelolaan dari kedua jenis OPZ tersebut
haruslah bersifat
1. Independen
15
Page 16
16
Independen artinya lembaga ini tidak mempunyai
ketergantungan kepada orang-orang tertentu atau
lembaga lain. Hal ini untuk menjaga keleluasaan
untuk memberikan pertanggungjawaban kepada
masyarakat donator.
2. Netral
Karena didanai oleh masyarakat, berarti lembaga
ini adalah milik masyarakat, sehingga dalam
menjalankan aktivitasnya lembaga tidak boleh
hanya menguntungkan golongan tertentu saja.
3. Tidak Berpolitik (Praktik)
Lembaga jangan sampai terjebak dalam kegiatan
politik praktis. Hal ini perlu dilakukan agar
donator dari partai lain yakin bahwa dana itu
tidak digunakan untuk kepentingan partai
politik.
4. Tidak Diskriminatif
Dalam menyalurkan dananya, lembaga tidak boleh
berdasarkan pada perbedaan suku atau golongan,
tetapi selalu menggunakan parameter-parameter
16
Page 17
17
yang jelas dan dapat dipertanggungkawabkan baik
secara syariah maupun manajerial.
c. Legalitas dan Struktur Organisasi
Khususnya untuk LAZ, badan hokum yang dianjurkan
adalah yayasan yang terdaftar sebagai organisasi
kemasyarakatan Islam. Struktur organisasi
seramping mungkin dan disesuaikan dengan
kebutuhan sehingga organisasi akan efektif dan
efisien.
OPZ harus melakukan aliansi strategis dengan
berbagai pihak, baik dalam hal pencarian dana,
penyaluran dana, dan publikasi.
E. Pengertian Akuntansi Zakat
Akuntansi dapat didefinisikan sebagai proses
pencatatan, penggolongan, peringkasan, pelaporan
dan penganalisaan data keuangan suatu
organisasi. Menurut Husein Sahatah (1997) akuntansi
zakat mal dianggap sebagai salah satu cabang ilmu
akuntansi yang dikhususkan untuk menentukan dan
menilai aset wajib zakat, menimbang kadarnya
17
Page 18
18
(volume), dan mendistribusikan hasilnya kepada para
mustahiq dengan berdasarkan kepada kaidah-kaidah
syariat Islam.
Standar akuntansi zakat sesungguhnya mempunyai
aturan tersendiri dengan melihat sifat zakat ini,
standar akuntansi akan mengikuti bagaimana harta
dinilai dan diukur. Secara umum standar akuntansi
zakat akan dijelaskan sebagai berikut: penilaian
dengan harga pasar sekarang, aturan satu tahun,
kekayaan/aset, aktiva tetap tidak kena zakat,
nisab (batas jumlah). Transaksi Zakat adalah
transaksi Zakat, Infaq dan Sedekah.
Akuntabilitas organisasi pengelola zakat
ditunjukkan dalam laporan keuangan tersebut,
untuk bisa disahkan sebagai organisasi resmi,
lembaga zakat harus menggunakan sistem pembukuan
yang benar dan siap diaudit akuntan publik. Ini
artinya standar akuntansi zakat mutlak diperlukan.
Karena dalam PSAK No. 109, akuntansi zakat
bertujuan untuk mengatur pengakuan, pengukuran,
18
Page 19
19
penyajian dan pengungkapan transaksi zakat,
infak/sedekah.
F. Pengakuan, Pengukuran, Pengungkapan, dan Penyajian
Zakat, Infaq dan Sedekah
Berdasarkan PSAK Nomor 109 tentang Akuntansi Zakat,
Infak, dan Sedekah, maka diatur hal-hal berikut:
a. Pengakuan
i. Zakat
Penerimaan zakat diakui pada saat kas atau aset
lainnya diterima. Zakat yang diterima dari
muzakkidiakui sebagai penambah dana zakat:
(a) jika dalam bentuk kas maka sebesar jumlah
yang diterima;
(b) jika dalam bentuk nonkas maka sebesar nilai
wajar aset nonkas tersebut.
ii. Infak dan Sedekah
Infak/sedekah yang diterima diakui sebagai
danainfak/sedekah terikat atau tidak terikat
sesuai dengan tujuan pemberi infak/sedekah
sebesar:
19
Page 20
20
(a) jumlah yang diterima, jika dalam bentuk kas;
(b) nilai wajar, jika dalam bentuk nonkas.
Infak/sedekah yang diterima diakui sebagai dana
amil untuk bagian amil dan dana infak/sedekah
untuk bagian penerima infak/sedekah.
b. Pengukuran
i. Zakat
Jika terjadi penurunan nilai aset zakat nonkas,
jumlah kerugian yang ditanggung harus
diperlakukan sebagai pengurang dana zakat atau
pengurang dana amil tergantung dari sebab
terjadinya kerugian tersebut
ii. Infak dan Sedekah
Infak/sedekah yang diterima dapat berupa kas
atau aset nonkas. Aset nonkas dapat berupa aset
lancar atau tidak lancar.Aset tidak lancar yang
diterima oleh amil dan diamanahkan untuk
dikelola dinilai sebesar nilai wajar saat
penerimaannya dan diakui sebagai aset tidak
lancar infak/sedekah. Penyusutan dari aset
tersebut diperlakukan sebagai pengurang dana
20
Page 21
21
infak/sedekah terikat apabila penggunaan atau
pengelolaan aset tersebut sudah ditentukan oleh
pemberi.
c. Pengungkapan
i. Zakat
Amil harus mengungkapkan hal-hal berikut terkait
dengan transaksi zakat, tetapi tidak terbatas
pada:
(a) kebijakan penyaluran zakat, seperti
penentuan skala prioritas penyaluran, dan
penerima;
(b) kebijakan pembagian antara dana amil dan
dana nonamil atas penerimaan zakat, seperti
persentase pembagian, alasan, dan konsistensi
kebijakan;
(c) metode penentuan nilai wajar yang digunakan
untuk penerimaan zakat berupa aset nonkas;
(d) rincian jumlah penyaluran dana zakat yang
mencakup jumlah beban pengelolaan dan jumlah
dana yang diterima langsung mustahiq; dan
21
Page 22
22
(e) hubungan istimewa antara amil dan mustahiq
yang meliputi:
1. sifat hubungan istimewa;
2. jumlah dan jenis aset yang disalurkan; dan
3. presentase dari aset yang disalurkan
tersebut dari total penyaluran selama
periode.
ii. Infak/Sedekah
Amil harus mengungkapkan hal-hal berikut terkait
dengan transaksi infak/sedekah, tetapi tidak
terbatas pada:
(a) metode penentuan nilai wajar yang digunakan
untuk penerimaan infak/sedekah berupa aset
nonkas;
(b) kebijakan pembagian antara dana amil dan dana
nonamil atas penerimaan infak/sedekah, seperti
persentase pembagian, alasan, dan konsistensi
kebijakan;
(c) kebijakan penyaluran infak/sedekah, seperti
penentuan skala prioritas penyaluran, dan
penerima;
22
Page 23
23
(d) keberadaan dana infak/sedekah yang tidak
langsung disalurkan tetapi dikelola terlebih
dahulu, jika ada, maka harus diungkapkan jumlah
dan persentase dari seluruh penerimaan
infak/sedekah selama periode pelaporan serta
alasannya;
(e) hasil yang diperoleh dari pengelolaan yang
dimaksud di huruf (d) diungkapkan secara
terpisah;
(f) penggunaan dana infak/sedekah menjadi aset
kelolaan yang diperuntukkan bagi yang berhak,
jika ada, jumlah dan persentase terhadap
seluruh penggunaan dana infak/sedekah serta
alasannya;
(g) rincian jumlah penyaluran dana infak/sedekah
yang mencakup jumlah beban pengelolaan dan
jumlah dana yang diterima langsung oleh
penerima infak/sedekah;
(h) rincian dana infak/sedekah berdasarkan
peruntukannya, terikat dan tidak terikat; dan
23
Page 24
24
(i) hubungan istimewa antara amil dengan penerima
infak/sedekah yang meliputi:
1. sifat hubungan istimewa;
2. jumlah dan jenis aset yang disalurkan; dan
3. presentase dari aset yang disalurkan tersebut
dari total penyaluran selama periode.
Selain itu, amil mengungkapkan hal-hal berikut:
(a) keberadaan dana nonhalal, jika ada,
diungkapkan mengenai kebijakan atas penerimaan
dan penyaluran dana, alasan, dan jumlahnya; dan
(b) kinerja amil atas penerimaan dan penyaluran
dana zakat dan dana infak/sedekah.
d. Penyajian
Amil menyajikan dana zakat, dana infak/sedekah,
dana amil, dan dana nonhalal secara terpisah dalam
neraca (laporan posisi keuangan).
24
Page 25
25
G. Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian terdahulu tentang PSAK Nomor 109
telah dilakukan yaitu implementasi PSAK Nomor 109
pada suatu Lembaga Amil Zakat.. Umi (2011) melakukan
studi terhadap penerapan akuntansi zakat pada LAZ
DPU DT Cabang Semarang. Hasil dari penelitian ini
adalah LAZ DPU DT Cabang Semarang belum mampu
menerapkan PSAK Nomor 109 karena belum melakukan
lima laporan keuangan menurut PSAK No. 109
diantaranya adalah neraca, laporan sumber dan
penggunaan dana, laporan perubahan dana asset
kelolaan, laporan arus kas, dan catatan atas
laporan keuangan.
Istutik (2013) melakukan penelitian deskriftif
kualitatif ini untuk menjelaskan kondisi
faktual bentuk dan komponen laporan keuangan yang
dimiliki oleh lembaga amil sebagai cerminan dari
pemahamannya terhadap standar akuntansi ZIS
(PSAK 109) yang berlaku. Penelitian dilakukan
terhadap lima lembaga amil yang berada di kota
25
Page 26
26
Malang, meliputi LAZIS Sabilillah, BaitulMaal
Hidayatullah (BMH), Yayasan Dana SosialAl-Falah
(YDSF), LAZISMU, dan LAZIS Baitul Ummah. Hasil
dari penelitian ini adalah Semua lembaga amil
yang diteliti sampai dengan akhir tahun 2011
telah melakukan pertanggungjawaban keuangan atas
dana ZIS yang diterima dan disalurkannya. Namun
bentuk dan komponen laporan keuangan yang
disusun dari kelima lembaga amil tersebut tidak
mencerminkan hasil implementasi standar akuntansi
ZIS (PSAK 109). Laporan keuangan yang disusun
hanya untuk memberikan informasi tentang arus
kas masuk dan arus kas keluar dengan
menyebutnya laporan penerimaan dan pengeluaran
kas, bukan laporan arus kas yang diatur dalam
PSAK 2.
Periode pelaporan untuk laporan penerimaan dan
pengeluaran kas lembaga amil yang diteliti
mulai dari periode bulanan sampai dengan periode
tahunan. Penerimaan kas dikelompokkan menurut
26
Page 27
27
sumber penerimaan zakat, infak, dan sedekah,
dan pengeluaran kas dikelompokkan menurut
aktivitas atau kelompok penerima (misal:
pendidikan, yatim piatu, dhuafa). Bentuk laporan
keuangan lembaga yang diteliti tidak
mencerminkan pemahaman terhadap PSAK 109.
H. Kerangka Pemikiran
Untuk memberikan gambaran terhadap alur pemikiran
penelitian agar lebih jelas, maka akan dijelaskan
sebagai berikut:
27
Menurut Teori:
1. Akuntansi Syariah
Menurut Rumah Zakat di BandarLampung:1. Laporan Keuangan2. Pencatatan Zakat, Infak dan
Dievaluasi
Implementasi Sesuai atau Tidaksesuai
Page 28
28
III. METODE PENELITIAN
A. JENIS PENELITIAN
Penelitian skripsi yang dipilih oleh penulis adalah
penelitian kualitatif deskriptif, yaitu jenis
penelitian yang berusaha menggambarkan dan
menginterpretasi objek sesuai dengan keadaan
sebenarnya. (Hartoto, 2009) Selain itu, pendapat
lain mengatakan bahwa penelitian kualitatif
deskriptif adalah penelitian yang dimaksudkan untuk
mengumpulkan infornasi mengenai suatu gejala yang
ada, yaitu keadaan gejala menurut apa adanya pada
saat penelitian dilakukan. (Arikunto, 2005)
B. JENIS DAN SUMBER DATA
Jenis data dalam penelitian ini adalah data primer
dan data sekunder. Sumber data dari masing-masing
jenis dalam penelitian ini adalah :
1. Data Primer
28
Page 29
29
Data Primer diperoleh langsung dari hasil
wawancara dengan pihak yang
berkompeten dan berwenang dalam memberikan data
yang dibutuhkan di Rumah Zakat Cabang Bandar
Lampung.
2. Data Sekunder
Data Sekunder berasal dari data yang diperoleh
dari Rumah Zakat Cabang Bandar Lampung berupa
Laporan Keuangan tahun anggaran 2013-2014. Data
sekunder lainnya seperti laporan/dokumen lainnya,
catatan-catatan, dan data terkait lainnya.
C. TEKNIK PENGUMPULAN DATA
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang
strategis dalam penelitian karena tujuan utama dari
penelitian adalah mendapatkan data.
Menurut Sugiyono (2010:63) terdapat beberapa teknik
pengumpulan data yang dapat dilakukan, diantaranya
adalah dengan observasi (pengamatan), dokumentasi
dan wawancara. Penelitian ini menggunakan teknik
pengumpulan data dengan wawancara dan dokumentasi.
29
Page 30
30
1. Dokumentasi
Sugiyono (2010:82) menyatakan bahwa dokumen
merupakan catatan
peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen dalam
penelitian ini dapat berupa laporan keuangan,
dokumen terkait, catatan-catatan dan lain-lain.
Studi dokumen ini merupakan pelengkap dari
penggunaan metode observasi dan wawancara dalam
penelitian kualitatif.
2. Wawancara
Wawancara merupakan metode survey yang menggunakan
pertanyaan secara lisan kepada subyek penelitian.
Teknik wawancara dilakukan jika peneliti
memerlukan komunikasi atau hubungan langsung
dengan responden. (Indriantoro, 2012).
Metode ini dilakukan dengan cara mewawancarai
secara langsung dan mendalam (indepth interview)
kepada pihak yang terlibat dan terkait langsung
30
Page 31
31
guna mendapatkan penjelasan pada kondisi dan
situasi yang sebenarnya pula.
Dalam penelitian ini yang menjadi informan adalah
orang-orang yang dianggap memiliki informasi kunci
(key informan) yang dibutuhkan di wilayah
penelitian. Pemilihan key informan yang berperan
dalam proses akuntansi ini bertujuan meningkatkan
validitas informasi yang disampaikan. Key informan
tersebut adalah sebanyak 2 (dua) orang yang
terdiri dari Staf Akunting dan Manajer Rumah Zakat
Cabang Bandar Lampung. Data dikumpulkan melalui
proses wawancara langsung dengan kedua responden
tersebut dengan menggunakan panduan wawancara
terlampir.
D. Teknik Analisis Data
Dalam suatu penelitian sangat diperlukan suatu
analisis data yang berguna untuk memberikan
jawaban terhadap permasalahan yang diteliti.
Menurut Sugiyono (2010:89) analisis data adalah
31
Page 32
32
proses mencari dan menyusun secara sistematis data
yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan
lapangan, dan dokumentasi, dengan cara
mengorganisasikan data ke dalam kategori,
menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa,
menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting
dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan
sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun
orang lain.
Data-data yang dibutuhkan dalam penelitian ini
berasal dari hasil wawancara, dokumentasi dan
catatan/informasi lapangan lainnya. Setelah data-
data ini diperoleh peneliti, maka akan dilakukan
analisis data menggunakan pendekatan interpretif,
di mana peneliti menginterpretasikan arti data-
data yang telah terkumpul dengan memberikan
perhatian dan merekam sebanyak mungkin aspek
situasi yang diteliti pada saat itu.
32
Page 33
33
Adapun tahapan-tahapan analisis data dalam
penelitian ini sesuai dengan analisis data
kualitatif model Miles dan Huberman (1992) dalam
Sugiyono (2010:91), yaitu sebagai berikut:
1) Pengumpulan data, yaitu peneliti mencatat semua
data secara objektif dan apa adanya sesuai
dengan hasil observasi dan wawancara di
lapangan.
2) Reduksi data, yaitu memilih hal-hal pokok yang
sesuai dengan fokus penelitian. Reduksi data
merupakan suatu bentuk analisis yang
menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak
perlu dan mengorganisasikan data-data yang
telah direduksi memberikan gambaran yang lebih
tajam tentang hasil pengamatan dan mempermudah
peneliti untuk mencarinya sewaktu-waktu
diperlukan.
3) Penyajian data, yaitu sekumpulan informasi yang
tersusun yang memungkinkan adanya penarikan
kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian
data merupakan analisis dalam bentuk matrik,
33
Page 34
34
network, atau grafis sehingga data dapat
dikuasai.
4) Pengambilan keputusan atau verifikasi, berarti
bahwa setelah data disajikan, maka dilakukan
penarikan kesimpulan atau verifikasi. Untuk itu
diusahakan mancari pola, model, tema, hubungan,
persamaan dan sebagainya.
Jadi, keempat komponen tersebut saling
interaktif yaitu saling mempengaruhi dan
terkait. Pertama-tama dilakukan penelitian di
lapangan dengan mengadakan observasi,
dokumentasi dan wawancara yang disebut tahap
pengumpulan data. Karena data data yang
dikumpulkan banyak, kompleks dan kemungkinan
tidak fokus dengan penelitin, maka diadakan
reduksi data. Setelah direduksi maka kemudian
diadakan penyajian data. Apabila ketiga hal
tersebut selesai dilakukan, maka diambil suatu
keputusan atau verifikasi.
34
Page 35
35
E. PENGECEKAN VALIDITAS TEMUAN
Untuk memperoleh temuan dan deskripti yang absah,
maka perlu diteliti kredibilitasnya. Kredibilitas
berkaitan dengan seberapa jauh kebenaran
hasil penelitian dapat dipercaya.
Menurut Sugiyono (2010:121) uji kredibilitas data
atau kepercayaan terhadap data hasil penelitian
kualitatif antara lain dilakukan dengan
perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan
dalam penelitian, triangulasi, diskusi dengan
teman sejawat, analisis kasus negatif, dan member
check.
Dalam penelitian ini pengujian kredibilitas data
penelitian dilakukan dengan cara:
1) Meningkatkan ketekunan, berarti melakukan
pengamatan secara lebih cermat dan
berkesinambungan. Dengan meningkatkan ketekunan
itu, maka peneliti dapat melakukan pengecekan
35
Page 36
36
kembali apakah data yang telah ditemukan itu
salah atau tidak. Demikian juga dengan
meningkatkan ketekunan maka peneliti dapat
memberikan deskripsi data yang akurat dan
sistematis tentang apa yang diamati.
2) Triangulasi, dalam pengujian kredibilitas ini
diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai
sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu.
Dengan demikian terdapat triangulasi sumber,
triangulasi teknik pengumpulan data, dan waktu.
Kredibilitas data dalam penelitian ini
diperiksa dengan menggunakan teknik triangulasi
sumber. Triangulasi sumber untuk menguji
kredibilitas data dilakukan dengan cara
mengecek data yang telah diperoleh melalui
beberapa sumber.
3) Menggunakan bahan referensi, bahan referensi
di sini adalah adanya pendukung untuk
membuktikan data yang telah ditemukan oleh
peneliti. Data hasil wawancara perlu didukung
36
Page 37
37
dengan adanya rekaman wawancara ataupun foto-
foto sehingga lebih dapat dipercaya.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an dan Terjemahannya. 2008. Departemen Agama
Republik Indonesia: Jakarta.
Ahmad, Mujahidin. 2007. Ekonomi Islam. Jakarta: Grafindo
Persada.
Antonio, Muhammad Syafii. 2010. Ensiklopedia Leadership &
Manajemen Muhammad SAW “The Super Leader Super Manager”.
Jakarta: Tazkia Publishing.
Hartono, Jogiyanto. 2012. Metodelogi Penelitian Bisnis. Edisi
ke-5. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta.
Hartoto. 2009. Penelitian Deskriptif. 24 Februari 2015.http://www.penalaran-unm.org.
Hiltebeitel, Kenneth M. 1992. A look at the modified cash basis (Accounting). 12 Januari 2015. https://nysscpa.org/ cpajournal
37
Page 38
38
Indriantoro, Nur. dan Bambang, Supomo. 2012. Metodologi
Penelitian Bisnis Untuk Akuntansi dan Manajemen. Yogyakarta:
BPFE-Yogyakarta.
Karim, Nur Azmi. 2013. Uji Asumsi Klassik dan Uji
Normalitas Data. Modul. Universitas Mercu Buana.
Jakarta.
Khalil, Jafril. 2010. Jihad Ekonomi Islam. Jakarta: Gramata
Publishing
Singarimbun, Masri, dan Sofian Effendi. 1995.Metode
Penelitian dan Survai. Jakarta: LP3ES.
Panduan Organisasi Pengelola zakat-2012 Kementrian
Agama RI
http://www.forumzakat.net/
ED PSAK 109
38