IMPLEMENTASI PROGRAM PRO RAKYAT FASE KE 5 PEMERINTAH KOTA CILEGON (Studi Kasus Warung Ekonomi Pedagang Kaki Lima) SKRIPSI Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial pada Konsentrasi Kebijakan Publik Program Studi Ilmu Administrasi Negara Oleh: Silvia Romanova NIM. 6661120857 FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA SERANG, November 2016
307
Embed
IMPLEMENTASI PROGRAM PRO RAKYAT FASE KE 5 …repository.fisip-untirta.ac.id/764/1/IMPLEMENTASI PROGRAM PRO... · mempertimbangkan ketentuan, dan tidak adanya koordinasi antara pihak
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
IMPLEMENTASI PROGRAM PRO RAKYAT FASE KE 5
PEMERINTAH KOTA CILEGON
(Studi Kasus Warung Ekonomi Pedagang Kaki Lima)
SKRIPSI
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Ilmu Sosial pada Konsentrasi Kebijakan Publik
Program Studi Ilmu Administrasi Negara
Oleh:
Silvia Romanova
NIM. 6661120857
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
SERANG, November 2016
ABSTRAK
Silvia Romanova. NIM. 6661120857. SKRIPSI. 2016. Implementasi Program Pro Rakyat Fase Ke 5 Pemerintah Kota Cilegon (Studi Kasus Warung Ekonomi Pedagang Kaki Lima). Konsentrasi Kebijakan Publik, Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Pembimbing I: Leo Agustino, Ph.D., Pembimbing II: Listyaningsih, S.Sos., M.Si
Program pro rakyat Pemerintah Kota Cilegon merupakan wujud dari “Agenda Cilegon Sejahtera” yang ada di dalam RPJMD 2010-2015 Kota Cilegon. Program pro rakyat dikelompokkan ke dalam 5 fase. Pada fase ke 5 salah satunya yaitu program bantuan kios warung ekonomi pedagang kaki lima. Tujuan program ini yaitu untuk menciptakan ketertiban, keindahan, dan kenyamanan pedagang dalam berusaha. Adapun permasalahannya yakni sosialisasi program warung ekonomi pedagang kaki lima belum dilakukan secara maksimal, pelaksanaan bantuan kios warung ekonomi belum dilakukan secara merata, besaran pinjaman penerima bantuan kios warung ekonomi tidak mempertimbangkan ketentuan, dan tidak adanya koordinasi antara pihak pelaksana warung ekonomi dengan Satpol PP Kota Cilegon. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Implementasi Program Pro Rakyat Fase Ke 5 Pemerintah Kota Cilegon (Studi Kasus Warung Ekonomi Pedagang Kaki Lima). Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Peneliti menggunakan teori implementasi dari Merilee S. Grindle. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Implementasi Program Pro Rakyat Fase Ke 5 Pemerintah Kota Cilegon (Studi Kasus Warung Ekonomi Pedagang Kaki Lima) belum berjalan optimal. Hal tersebut dikarenakan terdapat perbedaan kepentingan antara pihak pelaksana program warung ekonomi pedagang kaki lima dengan pihak Satpol PP Kota Cilegon dalam melakukan kegiatan penertiban yang dapat menghambat pelaksanaan dari program warung ekonomi tersebut. Saran dari peneliti adalah kepentingan yang mempengaruhi program harus dikaji ulang oleh pemerintah dengan membuat kebijakan khusus dalam program ini agar dapat memiliki kekuatan lebih, pelaksanaannya jelas, serta kepentingan yang ada dapat sejalan agar dapat mengoptimalkan pelaksanaan program warung ekonomi tersebut.
Kata Kunci: Kebijakan, Implementasi, Program Pro Rakyat Fase Ke 5 Warung Ekonomi
ABSTRACT
Silvia Romanova. NIM. 6661120857. Thesis. 2016. The Implementation of Fifth Phase Pro-People Program in Cilegon Government (Case Study of “Warung Ekonomi” Street Sellers). Concentration in Public Policy, State Administration Major, Faculty of Social and Political Sciences, University of Sultan Ageng Tirtayasa. Advisor I: Leo Agustino, Ph.D., Advisor II: Listyaningsih, S.Sos., M.Si
Pro-people program in Cilegon Government is a manifestation of the "Agenda Cilegon Sejahtera". It was arranged in RPJMD Cilegon City period 2010-2015. Pro-people program are grouped into five phases. In phase 5, one of program is supporting “Warung Ekonomi” to street seller. The initial goal of this program is to create order, beauty, and comfort merchants in the attempt. Problems identified of the research in this study is the socialization of fifth phase pro-people program “Warung Ekonomi” street sellers not optimal, assistance to street sellers has not done evenly, the amount of loan beneficiaries to street sellers does not take into consideration the provisions, and lack of coordination between the assistance to street sellers with Satuan Pamong Praja/Satpol PP. This study aims to determine the implementation of fifth phase pro-people program in Cilegon Government (Case Study of “Warung Ekonomi” Street Sellers). This research uses descriptive method with qualitative approach. Researcher uses the theory of implementation of Merilee S. Grindle. The results showed that the implementation of fifth phase pro-people program in Cilegon Government (Case Study of “Warung Ekonomi” street sellers) haven’t run optimally. It’s because there are any conflict of interests between the street seller and Satpol PP Cilegon in conducting enforcement activities that can obstruct the program. Suggestion of researcher that the program must be reviewed by the government to make a specific policy in this program in order to have more power, clear implementation, as well as the interests that can be aligned in order to optimize the implementation of the program.
Keywords: Policy, Implementation, Fifth Phase Pro-People Program Warung Ekonomi
viii
4. Iman Mukhroman, S.Ikom., M.Ikom selaku Wakil Dekan II Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
5. Kandung Sapto Nugroho, S.Sos., M.Si selaku Wakil Dekan III Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
6. Listyaningsih, M.Si selaku Ketua Prodi Ilmu Administrasi Negara dan
Dosen Pembimbing II Skripsi yang telah memberikan ilmunya serta
membimbing peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.
7. Arenawati M.Si selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah
membimbing penulis dari awal hingga akhir.
8. Leo Agustino, Ph. D selaku Dosen Pembimbing I Skripsi yang selalu
membimbing, memberikan ilmunya, serta memotivasi penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih atas segala ilmu dan bantuannya.
9. Semua Dosen dan Staff Jurusan Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa yang membekali
penulis dengan ilmu pengetahuan selama perkuliahan.
10. Kesbanglinmas Kota Cilegon yang telah memberikan izin penelitian kepada
peneliti.
11. Unit Pelayanan Teknis Pemberdayaan Masyarakat Kota Cilegon yang telah
memberikan informasi kepada peneliti.
12. Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) PT. Krakatau Steel yang
telah memberikan informasi kepada peneliti.
13. Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Ketahanan Pangan (BPMKP) Kota
Cilegon yang telah memberikan informasi kepada peneliti.
ix
14. Satpol PP Kota Cilegon yang telah memberikan informasi kepada peneliti.
15. Disperindagkop Kota Cilegon yang telah memberikan informasi kepada
peneliti.
16. Dinas Tata Kota Cilegon yang telah memberikan informasi kepada peneliti.
17. Para pedagang kaki lima pemilik warung ekonomi yang telah bersedia untuk
meluangkan waktunya dan memberikan informasi kepada peneliti.
18. Kedua orang tua yang selalu membimbing dan mengantarkan anaknya
sampai ke dalam tahap perguruan tinggi. Terimakasih banyak pa, ma.
19. Saudara-saudariku, Dian, Vina, Aldy, dan Alya dan keluarga besar.
20. M. Rafli Maulid yang selalu memberikan semangat dan selalu menemani
sehingga penulis dapat termotivasi untuk cepat menyelesaikan skripsi ini
dengan baik.
21. Sahabat-sahabatku, dan teman-teman seperjuangan kelas C Administrasi
Negara angkatan 2012. Khususnya “Ngebet Lulus”: Mentari, Annisa, Nur,
Rani, Tangen, dan Ulfa semoga kami semua dapat sukses bersama.
Peneliti menyadari bahwa skripsi ini terdapat kekurangan. Oleh karena itu peneliti
mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun. Penulis meminta maaf
yang sebesar-besarnya apabila dalam skripsi ini terjadi kesalahpahaman yang kurang
berkenan selama penulis melakukan penelitian. Terimakasih.
Serang, Oktober 2016
x
Silvia Romanova
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL
ABSTRAK
ABSTRACT
LEMBAR PERSETUJUAN
LEMBAR PENGESAHAN
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS
KATA PENGANTAR ........................................................................................ i
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL .............................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ............................................................................. 1
xi
1.2 Identifikasi Masalah .................................................................................. 9
1.3 Batasan Masalah ...................................................................................... 10
1.4 Rumusan Masalah ................................................................................... 10
1.5 Tujuan Penelitian .................................................................................... 11
Krakatau Steel tersebut tertuang dalam MoU (Memorandum of Understanding)
tentang pelaksanaan program kemitraan dan bina lingkungan PT. Karakatau Steel
(Persero) Tbk.
Adapun hasil observasi awal dengan kepala UPT PEM Kota Cilegon
menjelaskan bahwa bantuan kios warung ekonomi masih tergolong ke dalam program
dana bergulir, yang berbeda hanya pada jenis pinjaman yang diberikan. Sehingga
pelaksanaan bantuan kios warung ekonomi ini mengacu kepada Perwal Nomor 25
Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Dana Bergulir Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat
Kota Cilegon. Bantuan kios warung ekonomi merupakan mitra binaan yang diberikan
pinjaman melalui pengembangan usaha yang termasuk ke dalam investasi modal
kerja yang berbentuk pemberian bantuan kios warung ekonomi pedagang kaki lima
ini. Adapun pinjaman dana yang diberikan kepada setiap mitra binaan maksimal
sebesar Rp. 3.000.000,- yang dicicil dalam jangka waktu satu tahun + jasa pinjaman
sebesar 6%. Pelaksanaan warung ekonomi sendiri di bagi menjadi dua tahap yang
pertama yaitu pada tahun 2014 dan yang kedua yaitu pada tahun 2015. Bantuan kios
warung ekonomi ini berbentuk kios atau gerobak besi yang berwarna merah dan di
depan kios tersebut terdapat logo Kota Cilegon dan PT. Krakatau Steel. Saat ini
sudah terdapat 34 kios bantuan dari pemerintah Kota Cilegon yang terletak di trotoar
jalur protokol.
Tujuan dari dibuatnya Program Pro Rakyat Fase Ke 5 Pemerintah Kota
Cilegon yaitu bantuan kios warung ekonomi pedagang kaki lima ini adalah untuk
6
mensejahterakan rakyat yang dilakukan melalui pemberian bantuan kepada usaha
kecil dalam rangka mengembangkan serta meningkatkan perekonomian masyarakat
Kota Cilegon sehingga dapat mewujudkan Visi Kota Cilegon, yaitu “Masyarakat
Cilegon Sejahtera Melalui Daya Dukung Industri, Perdagangan Dan Jasa”
Berdasarkan hasil observasi awal peneliti dan wawancara pendahuluan,
ditemukan beberapa masalah dan kendala-kendala terkait dengan pelaksanaan
Program Pro Rakyat Fase Ke 5 yaitu bantuan kios warung ekonomi pedagang kaki
lima. Pertama, pelaksanaan program terlebih pada tahap awal yaitu pengsosialisasian
program warung ekonomi dirasa masih belum maksimal dilakukan oleh pemerintah,
sosialisasi yang dilakukan oleh pihak pelaksana hanya sebatas sosialisasi awal saja
sebelum program tersebut dilaksanakan dan untuk selanjutnya tidak ada sosialisasi
lebih lanjut ketika program tersebut sudah berjalan. Dari hasil observasi awal peneliti
kepada PKL menemukan banyak masyarakat Kota Cilegon yang belum mengetahui
mengenai program pemerintah tersebut. Masyarakat khususnya pedagang kaki lima
atau pemilik usaha kecil belum mengetahui secara pasti bagaimana mekanisme dan
tata cara perolehan bantuan kios warung ekonomi tersebut. Jika sosialisasi dilakukan
secara maksimal dan lebih luas kepada masyarakat maka akan memberikan peluang
kepada para pedagang yang memiliki usaha kecil seperti pedagang kaki lima yang
ingin mengembangkan usaha yang dimilikinya. Terlebih jika mengingat bahwa
tempat yang diperuntukkan atau disediakan oleh pemerintah yaitu di trotoar
sepanjang jalan protokol yang merupakan tempat strategis untuk berjualan.
7
Kedua, belum meratanya pendistribusian bantuan warung ekonomi bagi
pedagang kaki lima dan masyarakat yang memiliki usaha kecil. Dalam Perwal Kota
Cilegon Nomor 25 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Dana Bergulir Pemberdayaan
Masyarakat Kota Cilegon dijelaskan pada BAB III Asas Pasal 4 bagian (a) yaitu dana
bergulir dilaksanakan asas keadilan yang berarti dana bergulir dapat dimanfaatkan
oleh seluruh masyarakat kelurahan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan. Setiap
PKL memiliki hak yang sama terutama dalam mendapatkan bantuan kios warung
ekonomi bagi pedagang kaki lima, dapat dikatakan setiap pedagang kaki lima
berpeluang untuk menerima bantuan dari pemerintah Kota Cilegon ini. Akan tetapi,
bantuan kios warung ekonomi pedagang kaki lima hingga saat ini belum merata
diberikan kepada masyarakat Kota Cilegon. Dalam data angsuran pinjaman dana
bergulir pengembangan usaha (investasi modal kerja) warung ekonomi yang
diberikan oleh UPT PEM Kota Cilegon dari hasil observasi awal peneliti, penerima
warung ekonomi sendiri di dominasi oleh masyarakat Kelurahan Jombang Wetan dan
Kelurahan Masigit yang termasuk dalam Kecamatan Jombang yaitu sebesar 23
warung ekonomi. Selanjutnya oleh masyarakat Kecamatan Citangkil sebesar 6,
Kecamatan Purwakarta sebesar 4, dan Kecamatan Cilegon sebesar 1 dari total
keseluruhan 34 warung ekonomi. Sedangakan jumlah Kecamatan Kota Cilegon
sendiri berjumlah 8 Kecamatan yaitu Kecamatan Cilegon, Kecamatan Ciwandan,
Kecamatan Pulomerak, Kecamatan Cibeber, Kecamatan Grogol, Kecamatan
Purwakarta, Kecamatan Citangkil, dan Kecamatan Jombang. Hal ini dikarenakan
letak wilayah kantor UPT PEM yang masih dalam lingkup Kecamatan Jombang dan
8
sosialisasi awal memang dominan dilakukan di tempat tersebut karena tempat
tersebut dinilai cukup strategis dalam pelaksanaan warung ekonomi.
Ketiga, dari hasil observasi awal peneliti dengan penerima bantuan kios
warung ekonomi bahwa besaran jasa pinjaman yang dibebankan tidak
mempertimbangkan ketentuan yang telah ditetapkan dalam Perwal Kota Cilegon
Nomor 25 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Dana Bergulir Pemberdayaan
Masyarakat Kota Cilegon pada BAB IX mengenai Jasa Pinjaman, Jangka Waktu
Pengembalian Pinjaman, dan Alokasi Peruntukan. Pada bagian kesatu yaitu jasa
pinjaman Pasal 13 ayat (2) menjelaskan bahwa besaran jasa pinjaman dengan
mempertimbangkan daya beli masyarakat, resiko penyaluran dana, dan
keberlangsungan dana bergulir. Penerima bantuan kios warung ekonomi (mitra
binaan) akan diberikan pinjaman dana maksimal sebesar Rp. 3.000.000,- yang akan
dicicil dalam jangka waktu satu tahun. Setiap mita binaan yang menerima bantuan
dana tersebut akan dikenakan jasa administrasi sebesar 6% per tahun dari besaran
pinjaman yang diberikan dengan sistem tetap selama jangka waktu pinjaman.
Sehingga nantinya penerima bantuan kios warung ekonomi ini menyicil dana sebesar
Rp. 3.000.000,- selama satu tahun + jasa administrasi 6%. Akan tetapi besaran jumlah
jasa pinjaman tersebut ditentukan oleh pihak pelaksana warung ekonomi secara
sepihak yaitu sebesar 6% tanpa mempertimbangkan daya beli masyarakat, resiko
penyaluran dana, dan keberlangsungan dana bergulir pada saat mitra binaan akan
menjalankan usahanya dengan memanfaatkan bantuan kios warung ekonomi tersebut.
9
Keempat, pada observasi awal peneliti dengan Satuan Polisi Pamong Praja
(Satpol PP) Kota Cilegon menemukan tidak adanya koordinasi antara pihak
pelaksana warung ekonomi pedagang kaki lima dengan Satpol PP Kota Cilegon.
Dalam hal ini pemerintah daerah menyerahkan wewenangnya kepada Satpol PP Kota
Cilegon untuk melaksanakan tugas pembinaan serta penertiban PKL yang ada di Kota
Cilegon. Akan tetapi dalam pelaksanaannya, pihak pelaksana warung ekonomi tidak
berkoordinasi dengan Satpol PP Kota Cilegon sehingga dalam pelaksanaan program
tersebut berbenturan dengan tugas dari Satpol PP yaitu untuk mentertibkan para PKL
yang berjualan di atas trotoar sepanjang jalur protokol Kota Cilegon, sedangkan
program pemerintah Bantuan Kios Warung Ekonomi Pedagang Kaki Lima ini
ditempatkan di atas trotoar jalan sehingga tidak jarang pedagang kaki lima atau
pedagang yang mendapatkan bantuan kios warung ekonomi dari pemerintah Kota
Cilegon juga ikut ditertibkan oleh petugas Satpol PP. Selain itu juga alasan pihak
Satpol PP untuk mentertibkan PKL dan warung ekonomi karena mereka memang
melanggaran ketentuan yang ada dalam letak berjualan yaitu memakai trotoar jalan
untuk berjualan.
Dari latar belakang masalah yang telah diungkapkan di atas, peneliti tertarik
untuk mengkaji lebih dalam mengenai: “Implementasi Program Pro Rakyat Fase
Ke 5 Pemerintah Kota Cilegon (Studi Kasus Warung Ekonomi Pedagang Kaki
Lima).”
10
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan pada latar belakang masalah diatas, peneliti mengidentifikasikan
permasalahan sebagai berikut:
1. Sosialisasi Program Pro Rakyat Fase Ke 5 mengenai bantuan kios warung
ekonomi pedagang kaki lima belum dilakukan secara maksimal.
2. Pelaksanaan Program Pro Rakyat Fase Ke 5 mengenai bantuan kios
warung ekonomi pedagang kaki lima belum dilakukan secara merata sesuai
dengan asas pada Perwal Kota Cilegon Nomor 25 Tahun 2012 Tentang
Pengelolaan Dana Bergulir Pemberdayaan Masyarakat Kota Cilegon.
3. Besaran jasa pinjaman yang dibebankan kepada masyarakat penerima
bentuan kios warung ekonomi tidak mempertimbangkan ketentuan yang
telah ditetapkan dalam Perwal Kota Cilegon Nomor 25 Tahun 2012
Tentang Pengelolaan Dana Bergulir Pemberdayaan Masyarakat Kota
Cilegon.
4. Tidak adanya koordinasi antara pihak pelaksana warung ekonomi pedagang
kaki lima dengan Satpol PP Kota Cilegon.
1.3 Batasan Masalah
Peneliti menyadari bahwa permasalahan yang terdapat pada pelaksanaan
Program Pro Rakyat Fase Ke 5 Pemerintah Kota Cilegon mengenai bantuan kios
warung ekonomi pedagang kaki lima sangatlah kompleks, akan tetapi peneliti dalam
penelitian ini tidak dapat melakukan eksplorasi terhadap semua hal mengenai
11
Program Pro Rakyat di Kota Cilegon. Dalam hal ini peneliti membuat batasan
masalah penelitiannya hanya pada implementasi Program Pro Rakyat Fase Ke 5
Pemerintah Kota Cilegon yaitu warung ekonomi pedagang kaki lima.
Selanjutnya yang dimaksud dengan Implementasi program disini adalah
Implementasi Program Pro Rakyat Fase Ke 5 Pemerintah Kota Cilegon (Studi Kasus
Warung Ekonomi Pedagang Kaki Lima).
1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan dari latar belakang masalah, identifikasi masalah dan
batasan masalah di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah: “Bagaimanakah Implementasi Program Pro Rakyat Fase Ke 5 Pemerintah
Kota Cilegon (Studi Kasus Warung Ekonomi Pedagang Kaki Lima)?”
1.5 Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada rumusan masalah tersebut diatas maka tujuan yang hendak
dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui Implementasi Program Pro
Rakyat Fase Ke 5 Pemerintah Kota Cilegon (Studi Kasus Warung Ekonomi Pedagang
Kaki Lima).
12
1.6 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dari penelitian yang berjudul Implementasi Program
Pro Rakyat Fase Ke 5 Pemerintah Kota Cilegon (Studi Kasus Warung Ekonomi
Pedagang Kaki Lima) adalah:
1. Secara Teoritis
Secara teoritis penelitian ini bermanfaat bagi pengembangan keilmuan dan
pengetahuan karena akan menambah ilmu pengetahuan dalam dunia
akademis khususnya Ilmu Administrasi Negara, terutama yang berkaitan
dengan implementasi kebijakan publik. Selain itu, penelitian ini juga dapat
bermanfaat untuk pengembangan studi implementasi kebijakan publik.
2. Secara praktis
Bagi penulis, diharapkan penelitian ini dapat mengembangkan kemampuan
dan penguasaan ilmu-ilmu yang telah diperoleh peneliti selama mengikuti
pendidikan di Program Studi Ilmu Administrasi Negara Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa sampai saat ini. Selain itu, karya peneliti dapat dijadikan
bahan informasi dan referensi bagi pembaca dan peneliti selanjutnya.
1.7 Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini berisi tentang latar belakang masalah, identifikasi masalah,
batasan masalah, rumusan masalah, serta tujuan dan manfaat dalam penelitian
ini.
13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN ASUMSI DASAR
Bab ini berisi tentang beberapa teori yang digunakan sebagai orientasi dan
landasan teori, serta kerangka berfikir guna menunjang kajian dalam
penelitian ini. Selanjutnya terdapat penelitian terdahulu dan asumsi dasar yang
digunakan dalam peneltian ini
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini menjelaskan mengenai metode peneltian yang digunakan peneliti
dalam penelitian ini
BAB IV HASIL PENELITIAN
Bab ini berisi paparan data-data dan hasil dari wawancara sebagai hasil dari
peneltian, baik hasil wawancara maupun observasi lengkap dengan
analisisnya.
BAB V PENUTUP
Bab ini berisi kesimpulan atau hasil kajian penelitian, sekaligus paparan saran
yang bisa di sampaikan oleh peneliti.
DAFTAR PUSTAKA
Bagian ini berisi referensi yang digunakan dalam skripsi ini.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Bagian ini berisi hasil dokumentasi lapangan, matriks wawancara, surat izin
penelitian, dan data-data penunjang lainnya yang berkaitan dengan penelitian
skripsi ini.
14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN ASUMSI DASAR
2.1 Tinjauan Pustaka
Suatu teori adalah suatu konseptualisasi yang umum. Konseptualisasi atau
sistem pengertian ini diperoleh melalui, jalan yang sistematis. Suatu teori harus dapat
diuji kebenarannya, bila tidak, dia bukan suatu teori. Dalam bidang Administrasi Hoy
& Miskel dalam Sugiyono (2013: 55) mengemukakan definisi teori sebagai berikut:
Theory in administration, however has the same role as theory in physics, chemistry,
or biology; that is providing general explanations and guiding research.
Menurut Wirawan (2012: 27) mengemukakan tiga hal mengenai teori:
1. Teori merupakan suatu set dalil yang terdiri dari konstruk-konstruk yang mempunyai definisi dan saling terkait.
2. Teori mengemukakan saling terkaitnya suatu set variabel-variabel (konstruk-konstruk), dan dalam melakukan itu, mengemukakan suatu pandangan sistematik mengenai fenomena yang dilukiskan oleh variabel-variabel.
3. Teori menjelaskan fenomena. Dalam melakukan hal tersebut teori menjelaskan variabel apa, berkaitan dengan variabel apa, dan bagaimana variabel-variabel tersebut berhubungan. Jadi memungkinkan peneliti untuk memprediksi dari variabel tertentu ke variabel lainnya.
Berdasarkan hal diatas teori merupakan sebuah gambaran atau penjelasan
yang terkonsep serta sistematis dan dapat dibuktikan kebenarannya. Teori yang ada
15
dalam ilmu-ilmu lainnya diciptakan berbeda namun memiliki satu tujuan yang sama
yaitu untuk menjelaskan dan dapat digunakan sebagai panduan dalam sebuah
penelitian.
Tinjauan pustaka dalam suatu penelitian merupakan uraian sistematis tentang
teori dan hasil-hasil penelitian yang relavan dengan variabel yang akan diteliti,
jumlah kelompok teori yang akan dideskripsikan tergantung pada luasnya
permasalahan dan tergantung pada jumlah variabel yang diteliti. Adapun teori
merupakan sebuah penjelasan, pendefinisian, dan uraian-uraian secara mendalam dan
lengkap dari suatu variabel-variabel yang digunakan dalam sebuah penelitian agar
variabel tersebut menjadi lebih jelas dan terarah.
2.1.1 Definisi Kebijakan
Dunn dalam Ali (2012: 13) menyarankan bahwa kebijakan dianggap sebagai
rangkaian yang panjang dari kegiatan yang lebih kurang saling berhubungan dan
berakibat untuk sesuatu yang perlu diperhatikan dari sekedar sebagai suatu keputusan
tertentu. Adapun definisi Rose dalam Ali (2012: 13) memperkuat dugaan bahwa
kebijakan adalah arah dan pola dari kegiatan dan bukan sekedar keputusan untuk
melalukan sesuatu. Dunn dalam Ali (2012: 14) merumuskan kebijakan sebagai:
“Bentuk tindakan yang dibuat oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu kesempatan dan tantangan lingkungan dimana kebijakan diajukan untuk digunakan guna menanggulangi kesulitan atau permasalahan yang
16
terjadi dalam usaha mencapai tujuan atau merealisasikan program atau tujuan yang dikehendaki.”
Selain itu terdapat definisi kebijakan lainnya, Budiarjo (2008: 20) mendefinisikan kebijakan (policy):
“Suatu kumpulan keputusan yang diambil oleh seorang pelaku atau kelompok politik, dalam usaha memilih tujuan dan cara untuk mencapai tujuan itu. Pada prinsipnya, pihak yang membuat kebijakan itu mempunyai kekuasaan untuk melaksanakannya.”
Dari beberapa definisi yang telah dikemukakan diatas, maka dapat
disimpulkan bahwa kebijakan adalah suatu konsep yang dibuat untuk menghadapi
atau menyelesaikan suatu permasalahan tertentu, ditentukan dan dibuat oleh
pemerintah yang memiliki wewenang yang berisi suatu nilai-nilai ataupun suatu
program yang akan dicapai untuk memenuhi suatu tujuan yang telah direncanakan
sebelumnya dan harus dipatuhi.
Suatu sistem kebijakan dapatlah diperlihatkan dalam pola sebagaimana pada
gambar berikut:
17
Gambar 2.1
Pola Sistem Kebijakan
Sumber: Dunn dalam Ali (2012: 39)
Pola yang diperlihatkan oleh sistem kebijakan menunjukan bahwa ada 3 sub
sistem yang saling berinteraksi dalam suatu kesatuan sistem tindakan. Terlihat sub
sistem stakeholder atau para pelaku kebijakan berinteraksi dengan lingkungan
kebijakan (policy environment) dan dengan kebijakan publik yang diperlukan (publik
policy). Interaksi berlangsung secara timbal balik dalam pengertian para stakeholder
yang mempengaruhi para pelaku kebijakan.
Ukuran-ukuran suatu kebijakan menurut Hoogerwerf dalam Ali (2012: 17)
terdiri dari 3 (tiga) ukuran, yaitu:
1. Asas termasuk di dalamnya teori yang mendasari;
Policy Environment
Stakeholder
Publik Policy
18
2. Norma hukum yang diperlukan; dan 3. Tujuan yang diinginkan untuk dicapai.
Terhadap pembagian atas dasar corak kebijakan, Sharkansky dalam Ali (2012:
96) membagi model kebijakan ke dalam 4 (empat corak), yaitu:
1. Kebijakan Distributive yaitu kebijakan yang memberikan hasil kepada suatu kelompok atau lebih. Pemberian sesuatu melalui suatu kebijakan yang dilakukan oleh yang berkompeten di bidangnya dan pemberian adalah bertujuan. Pengaturan yang dilakukan atas dasar adanya proses permintaan atau permohonan yang terjadi dan atau atas dasar permasalahan yang dipandang relavan dengan kebutuhan orang yang diberikan.
2. Kebijakan re-distributive diartikan sebagai kebijakan yang membagi kembali diaman dilakukan pemberian hasil terhadap satu atau beberapa kelompok tetapi dengan merugikan kelompok lain. Hal ini pun mengandung aspek pengaturan, walaupun disatu pihak diberikan keuntungan sementara pihak lain harus dirugikan.
3. Kebijakan regulatory adalah kebijakan yang mengatur. Ini dimaksudkan sebagai kebijakan yang memberi pembatasan terhadap tindakan-tindakan atau tingkah laku dari satu atau lebih kelompok dengan demikian meniadakan atau membenarkan walaupun secara tidak langsung perolehan hasil-hasil terntentu untuk kelompok-kelompok ini.
4. Kebijakan self-regulatory adalah kebijakan yang mengatur diri sendiri menentukan juga pembatasan terhadap tingkah laku atau tindakan dari satu atau lebih kelompok, dengan demikian justru memperbesar hasil-hasil yang akan diperoleh dan tidak menguranginya.
2.1.2 Definisi Publik
Menurut Syafiie (2006: 18) Publik adalah sejumlah manusia yang memiliki kesamaan berpikir, perasaan, harapan, sikap, tindakan yang benar dan baik berdasarkan nilai-nilai norma yang mereka miliki.
Selain itu Syafiie (2010: 17) juga mendefinisikan publik sebagai berikut:
“istilah publik berasal dari bahasa Inggris public yang berarti umum, masyarakat atau negara. Yang didefinisikan sebagai “umum” misalnya public
19
offering (penawaran umum), public ownership (milik umum), public service
corporation (perseroan jasa umum), public switched network (jaringan telepon umum), public utility (perusahaan umum) dan lain-lain. Yang didefinisikan sebagai “masyarakat” misalnya public relation (hubungan masyarakat), public
service (pelayanan masyarakat), publik opinion (pendapat masyarakat), public
interest (kepentingan masyarakat), dan lain-lain. Yang didefinisikan sebagai negara misalnya public authorities (otoritas negara), public building (gedung negara), public finance (keuangan negara).”
Jadi yang dimaksud dengan publik yaitu sekumpulan masyarakat yang terdiri dari
orang-orang yang memiliki suatu pandangan tertentu tetapi secara garis besar
memiliki kepentingan yang sama dan saling mempengaruhi serta memiliki timbal
balik diantaranya.
Adapun pendapat dari Frederickson dalam Syafiie (2006: 17) menjelaskan lima model formal yang berkaitan dengan kedudukan konsep publik yang umum digunakan dalam ilmu-ilmu sosial untuk dikaji dalam rangka revitalisasi konsep tersebut, sehingga diharapkan muncul suatu perspektif baru yang menjadi esensi administrasi publik modern. Kelima perspektif untuk memahami konsep publik tersebut memuat:
1. Perspektif pluralis. Dalam perspektif ini publik dipandang sebagai konfigurasi dari berbagai kelompok kepentingan. Pendukung perspektif ini berpendapat bahwa setiap orang punya kepentingan yang sama akan bergabung satu sama lain dan membentuk suatu kelompok yang pada nantinya kelompok-kelompok tersebutberinteraksi dan berkompetisi untuk memperjuangkan kepentingan-kepentingan individu yang mereka wakili, khususnya dalam konteks pemerintahan.
2. Perspektif pilihan publik. Perspektif ini berakar pada tradisi pemikiran utilitarian yang sangat menekan pada awal kebahagiaan dan kepentingan individu,. Pandangan utilitarian berpendapat bahwa publik sebagai konsumen dan pasar. Dengan kata lain perspektif ini mencoba mengaplikasikan prinsip-prinsip ekonomi pasar ke dalam sektor publik, sehingga asumsi metedologis utama dari pandangan ini adalah bahwa tindakan publik harus dimengerti sebagai tindakan individual yang
20
termotivasi oleh kepentingan-kepentingan yang berbeda-beda satu sama lainnya.
3. Perspektif legislative. Sifat pemerintahan yang demokrasi tidak selalu menggunakan sisrtem perwakilan secara langsung. Pada kenyatannya, banyak pemerintah yang demokratis akan tetapi menggunakan sistem perwakilan secara tidak langsung. Asumsi perspektif ini adalah bahwa setiap pejabat yang diangkat untuk mewakili kepentingan publik, sehingga mereka melegitimasi mewujudkan perspektif publik dalam administrasi publik. Pejabat-pejabat yang di anggap sebagai menifestasi tunggal dari perspektif publik. Jelasnya, perspektif ini tidak bisa untuk mengakomodasi kepentingan-kepentingan publik, baik dalam teori maupun praktik admnistrasi di lapangan.
4. Perspektif penyedia lapangan. Apabila konsep pelayanan orima, maka individu diposisikan sebagai pelanggan. Oleh karenanya perspektif ini memandang bahwa publik sebagai pelanggan yang harus dilayani. Selain itu, aparatur pemerintah yang berada paling dekat dengan publik dengan segala keahlian, pendidikan dan pengetahuan diharapkan memberikan yang terbaik untuk publik. Mempunyai tugas untuk melayani publik yang terdiri atas individu-individu dan kelompok-kelompok.
5. Perspektif kewarganegaraan. Reformasi administrasi publik khususnya di Indonesia dan umumnya di berbagai dunia, ditandai dua tuntutan penting. Pertama, tuntutan adanya pelayanan publik yang lebih terdidik dan terseleksi dengan berdasar pada meritokrasi. Kedua, tuntutan agar setiap warga negara diberi informasi yang cukup agar dapat aktif dalam berbagai kegiatan publik dan memahami konstitusi secara baik.
2.1.3 Definisi Kebijakan Publik
Banyak sekali definisi mengenai kebijakan publik. Sebagaian besar ahli
memberi pengertian kebijakan publik dalam kaitanya dengan keputusan atau
ketetapan pemerintah untuk melakukan suatu tindakan yang dianggap akan mebawa
dampak baik bagi kehidupan warganya. Bahkan dalam pengertian yang lebih luas,
kebijakan publik sering diartikan sebagai “Apa saja yang dipilih oleh pemerintah
untuk dilakukan atau tindak dilakukan”. Seperti kata Dye dalam Parson (2005: xi),
21
kebijakan publik adalah studi tentang “Apa yang dilakukan oleh pemerintah,
mengapa pemerintah mengambil tindakan tersebut, dan apa akibat dari tindakan
tersebut.” Eyestone dalam Winarno (2012: 20) mengatakan bahwa “secara luas”
kebijakan publik dapat didefinisikam sebagai” hubungan suatu unit pemerintah
dengan lingkungannya”.
Dunn dalam Ali (2012: 13) mengemukakan suatu definisi yang merumuskan
kebijakan publik adalah “hubungan dari unit pemerintahan dengan lingkungannya.”
Di lain tulisan Dunn dalam (Ali 2012: 13) merumuskan dengan mengemukakan
bahwa kebijakan publik ialah apapun yang pemerintah hendak lakukan atau tidak
lakukan. Menurut Dye dalam Nugroho (2003: 4) kebijakan publik didefinisikan
sebagai segala sesuatu yang dikerjakan oleh pemerintah, mengapa mereka
melakukan, dan hasil yang membuat sebuah kehidupan bersama tampil berbeda.
Fredrick dalam Nugroho (2003: 5) mendefinisikan kebijakan publik sebagai:
“Serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok, atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu, dengan ancaman dan peluang yang ada, dimana kebijakan yang diusulkan tersebut ditujukan untuk memanfaatkan potensi sekaligus mengatasi hambatan yang ada dalam rangka mencapai tujuan tertentu.”
Menurut Heinz dan Kenneth Prewitt dalam Agustino (2008: 6-7)
mendefinisikan kebijakan publik sebagai keputusan yang dicirikan dengan
konsistensi dan pengulangan (repetisi) tingkah laku dari mereka yang membuat dan
22
dari mereka yang mematuhi keputusan tersebut. Sedangkan menurut Carl Friedrich
dalam Agustino (2008: 7) mengatakan bahwa:
“Kebijakan Publik adalah serangkaian tindakan/kegiatan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok, atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dimana terdapat hambatan-hambatan (kesulitan-kesulitan) dan kemungkinan-kemungkinan (kesempatan-kesempatan dimana kebijakan tersebut diusulkan agar berguna dalam mengatasinya untuk mencapai tujuan yang dimaksud.”
Friedrich dalam Agustino (2008: 7) menambahkan ketentuan bahwa kebijakan
tersebut berhubungan dengan penyelesaian beberapa maksud dan tujuan. Meskipun
maksud atau tujuan dari kegiatan pemerintah tidak selalu mudah untuk dilihat, tetapi
ide bahwa kebijakan melibatkan perilaku yang mempunyai maksud, merupakan
bagian penting dari definisi kebijakan. Bagaimanapun juga kebijakan harus
menunjukan apa yang sesungguhnya dikerjakan dari pada apa yang diusulkan dalam
beberapa kegiatan pada suatu masalah.
Kebijakan publik dalam arti luas dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu
kebijakan dalam bentuk peraturan-peraturan pemerintah yang tertulis dalam bentuk
peraturan perundangan, dan peraturan-peraturan yang tidak tertulis namun disepakati,
yaitu yang disebut sebagai konvensi-konvensi. Peraturan tertulis lebih mudah diamati
dan dipahami. Lewi dalam Nugroho (2003: 57) membagi amatan kebijakan publik
menjadi dua, yaitu yang berkenaan dengan substansi dan yang berkenaan dengan
prosedur.
23
Kebijakan publik sebenarnya dapat disebut sebagai hukum dalam arti luas,
jadi “sesuatu yang mengikat dan memaksa”. Undang-Undang Dasar 1945 Bab I
tentang Bentuk dan Kedaulatan pasal 1 ayat 3 menyebutkan bahwa:
“Negara Indonesia adalah negara hukum. Kesepakatan nasional tersebut diperkuat dalam Penjelasan UUD 45 pada Sistem Pemerintahan Negara yang menyebutkan bahwa Negara Indonesia berdasarkan hukum (Rechsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machsstaat).”
Kesepakatan awal adalah bahwa negara diselenggarakan atas dasar hukum-
hukum yang disepakati bersama. Dalam bentuk yang luas, hukum itu adalah
kebijakan publik dari tingkat yang paling tinggi, yaitu sejak di tingkat tertinggi yaitu
Keputusan Presiden, Keputusan Kepala Daerah, Keputusan Menteri, Keputusan
Pimpinan Dinas, dan seterusnya, bahkan hingga peraturan di tingkat Rukun Tetangga
(RT).
Dari beberapa definisi mengenai kebijakan publik diatas, maka dapat
disimpulkan bahwa kebijakan publik adalah seperangkat aturan yang dibuat oleh
pemerintah bertujuan untuk mengatasi suatu permasalahan tertentu, yang
mementingkan kesejahteraan dan kelangsungan hidup masyarakat.
Adapun gambaran mengenai Siklus Skematik Dari Kebijakan Publik yaitu
sebagai berikut:
24
Gambar 2.2
Siklus Skematik Dari Kebijakan Publik
Sumber: Nugroho (2003: 73)
1. Terdapat isu atau masalah publik. Disebut isu apabila masalahnya bersifat strategis, yakni bersifat mendasar, menyangkut banyak orang atau bahkan keselamatan bersama, (biasanya) berjangka panjang, tidak bisa diselesaikan oleh orang-seorang, dan memang harus diselesaikan. Isu ini diangkat sebagai agenda politik untuk diselesaikan.
2. Isu ini kemudian menggerakkan pemerintah untuk merumuskan kebijakan publik dalam rangka menyelesaikan masalah tersebut. Rumusan kebijakan ini akan menjadi hukum bagi seluruh negara dan warganya termasuk pimpinan negara.
3. Setelah dirumuskan kemudian kebijakan publik ini dilaksanakan baik oleh pemerintah, masyarakat, atau pemerintah bersama-sama dengan masyarakat.
4. Namun di dalam proses perumusan, pelaksanaan, dan pasca pelaksanaan, diperlukan tindakan evaluasi sebagai sebuah siklus baru sebagai penilaian
Perumusan Kebijakan Publik
Implementasi Kebijakan Publik
Isu / Masalah Publik
Evaluasi Kebijakan Publik
Output
Outcome
25
apakah kebijakan tersebut sudah dirumuskan dengan baik dan benar dan diimplementasikan dengan baik dan benar pula.
5. Implementasi kebijakan bermuara kepada output yang dapat berupa kebijakan itu sendiri maupun manfaat langsung yang dapat dirasakan oleh pemanfaat.
6. Di dalam jangka panjang kebijakan tersebut menghasilkan outcome dalam bentuk impak kebijakan yang diharapkan semakin meningkatkan tujuan yang hendak dicapai dengan kebijakan tersebut.
Kebijakan publik dalam bentuk Undang-Undang atau Perda adalah jenis
kebijakan publik yang memerlukan kebijakan publik penjelas atau yang sering
diistilahkan sebagai peraturan pelaksanaan. Kebijakan publik yang bisa langsung
oprasional antara lain Keppres, Inpres, Kepmen, Keputusan Kepala Daerah,
Keputusan Kepala Dinas, dan lain-lain. Kebijakan publik menurut Winarno (2012:
33) secara garis besar mencakup tahap-tahap perumusan masalah kebijakan,
implementasi kebijakan dan evaluasi kebijakan.
2.1.4 Implementasi Kebijakan Publik
Pada suatu proses kebijakan, implementasi kebijakan publik merupakan
langkah yang sangat penting untuk dilakukan. Jika suatu proses kebijakan tidak
melalui tahap implementasi maka kebijakan tersebut hanya akan menjadi suatu
wacana saja tanpa adanya suatu tindakan atau bentuk realisasi dari kebijakan tersebut.
Salah satunya seperti kebijakan yang dibuat dan diterapkan oleh pemerintah baik
kebijakan yang berdampak positif maupun negatif, kebijakan tersebut harus di
26
implementasikan agar dapat memiliki manfaat serta pengaruh yang membawa
masyarakat ke dalam suatu perubahan ke arah yang lebih baik lagi.
Adapun menurut Nugroho (2003: 158) “implementasi kebijakan pada
prinsipnya adalah cara agar suatu kebijakan dapat mencapai tujuannya.” Dan menurut
Agustuno (2008: 138) dalam praktiknya “implementasi merupakan suatu proses yang
begitu kompleks bahkan tidak jarang bermuatan politis dengan adanya intervensi
sebagai kepentingan.”
Daniel Mazmanian dan Paul Sabatier dalam Agustino (2008: 139)
mendefinisikan Implementasi Kebijakan sebagai:
“Pelaksanaan keputusan kebijaksanaan dasar, biasanya dalam bentuk undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan. Lazimnya, keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah yang ingin diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan atau sasaran yang ingin dicapai, dan berbagai cara untuk menstrukturkan atau mengatur proses implementasinya”.
Selain itu, implementasi kebijakan menurut Van Meter dan Van Horn dalam
Agustino (2008: 139) di definisikan sebagai:
“Tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu atau pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijaksanaan”.
27
Sedangkan menurut Webster dalam Wahab (2012: 139) merumuskan bahwa
Istilah to implement (mengimplementasikan) itu berarti to provide the means for
carrying out (menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu), to give practical
effect to (menimbulkan dampak/akibat terhadap sesuatu).
Dari definisi tersebut menurut Agustino (2008: 139) dapat diketahui bahwa
implementasi kebijakan menyangkut tiga hal yaitu:
1. Adanya tujuan atau sasaran kebijakan 2. Adanya aktifitas atau kegiatan pencapaian tujuan 3. Adanya hasil kegiatan
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa implementasi kebijakan
merupakan suatu proses yang dinamis, dimana pelaksana kegiatan melakukan suatu
kegiatan. Sehingga pada akhirnya akan mendapatkan suatu hasil yang sesuai dengan
tujuan atau sasaran kebijakan itu sendiri.
Hal ini sesuai pula dengan apa yang diungkapkan oleh Lester dan Stewart
dalam Agustino (2008: 139) menyatakan bahwa:
“Implementasi sebagai suatu proses dan suatu hasil (output) keberhasilan suatu implementasi kebijakan dapat diukur atau dilihat dari proses dan pencapaian tujuan hasil akhir (output) yaitu tercapai atau tidaknya tujuan-tujuan yang ingin diraih”.
28
Selain itu, Grindle dalam Agustino (2008: 139) mengutarakan suatu hal yang
tidak jauh berbeda yaitu:
“Pengukuran keberhasilan implementasi dapat dilihat dari prosesnya, dengan mempertanyakan apakah pelaksanaan program sesuai dengan yang telah ditentukan yaitu melihat pada action program dari individual projects dan yang kedua apakah tujuan program tersebut tercapai”.
Dari beberapa definisi implementasi yang telah di paparkan diatas, dapat
disimpulkan bahwa implementasi kebijakan publik merupakan suatu proses atau
tahapan yang harus dilalui agar suatu kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah
dapat terealisasi dengan baik dan dapat mencapai tujuannya.
Pada studi implementasi kebijakan publik terdapat beberapa model
implementasi kebijakan publik yang dikemukakan oleh para ahli untuk melihat
indikator-indikator apa saja yang dapat mempengaruhi suatu kinerja implementasi
kebijakan publik itu sendiri. Menurut Subarsono (2012: 89) kompleksitas
implementasi yaitu:
“Bukan saja ditunjukkan oleh banyaknya aktor atau unit organisasi yang terlibat, tetapi juga dikarenakan proses implementasi dipengaruhi oleh berbagai variabel yang kompleks, baik variabel yang individual maupun variabel organisasional, dan masing-masing variabel pengaruh tersebut juga saling berinteraksi satu sama lain.”
29
Adapun beberapa model implementasi kebijakan publik seperti yang telah
dikemukakan oleh Van Meter dan Van Horn, Daniel Mazmanian dan Paul Sabatier,
Goerge Edward III, dan Merille S. Grindle. Menurut Van Meter dan Van Horn dalam
Agustino (2008: 142) terdapat suatu model implementasi kebijakan publik yang akan
mempengaruhi kinerja impelementasi kebijakan publik itu sendiri, yaitu:
1. Ukuran dan Tujuan Kebijakan Kinerja implementasi kebijakan dapat diukur tingkat keberhasilannya jika dan hanya jika ukuran dan tujuan dari kebijakan memang realistis dengan sosio-kultur yang mengada di level pelaksana kebijakan. Ketika ukuran kebijakan atau tujuan kebijakan terlalu ideal (bahkan terlalu utopsi) untuk dilaksanakan dilevel warga, maka agak sulit merealisasikan kebijakan publik hingga titik yang dapat dikatakan berhasil.
2. Sumberdaya Keberhasilan proses implementasi kebijakan sangat tergantung dari kemampuan memanfaatkan sumberdaya yang tersedia. Manusia merupakan sumberdaya yang terpenting dalam menentukan suatu keberhasilan proses implementasi. Tahap-tahap tertentu dari keseluruhan proses implementasi menuntut adanya sumberdaya manusia yang berkualitas sesuai dengan pekerjaan yang diisyaratkan oleh kebijakan yang telah ditetapkan secara politik. Tetapi ketika kompetensi dan kapabilitas dari sumber-sumbernya itu nihil, maka kinerja kebijakan publik sangat sulit untuk diharapkan. Tetapi diluar sumberdaya manusia, sumber-sumberdaya lain yang perlu diperhitungkan juga, ialah: Sumberdaya finansial dan sumberdaya waktu. Karena mau tidak mau, ketika sumberdaya manusia yang berkompeten dan kapabel telah tersedia, maka memang menjadi persoalan pelik untuk merealisasikan apa yang hendak dituju oleh tujuan kebijakan publik. Demikian pula halnya dengan sumberdaya waktu. Saat sumberdaya manusia giat bekerja dan kucuran dana berjalan dengan baik, tetapi terbentur dengan persoalan waktu yang terlalu ketat, maka hali ini pun menjadi penyebab ketidakberhasilan implementasi kebijakan. Karena itu, sumberdaya yang diminta dan dimaksud oleh Van Meter dan Van Horn adalah ketiga bentuk sumberdaya tersebut.
3. Karakteristik Agen Pelaksana Pusat perhatian pada agen pelaksana meliputi organisasi formal dan organisasi informal yang akan terlibat pengimplementasian kebijakan publik. Hal ini sangat penting karena kinerja implementasi kebijakan
30
publik akan sangat banyak dipengaruhi oleh ciri-ciri yang tepat serta cocok dengan agen pelaksananya. Misalnya, implementasi kebijakan publik yang berusaha untuk merubah perilaku atau tingkah laku manusia secara radikal, maka agen pelaksana projek itu haruslah berkarakteristik keras dan ketat pada aturan serta sanksi hukum. Sedangkan bila kebijakan publik itu tidak terlalu merubah perilaku dasar manusia, maka dapat saja agen pelaksana yang diturunkan tidak sekeras dan tidak setegas gambaran yang pertama. Selain itu, cakupan atau luas wilayah implementasi kebijakan perlu juga diperhitungkan manakala hendak menentukan agen pelaksana. Semakin luas cakupan implementasi kebijakan, maka seharusnya semakin besar pula agen yang dilibatkan.
4. Sikap/Kecenderungan (Disposisi) para Pelaksana Sikap penerimaan atau penolakan dari (agen) pelaksana akan sangat banyak mempengaruhi keberhasilan atau tidaknya kinerja implementasi kebijakan publik. Hal ini sangat mungkin terjadi oleh karena kebijakan yang dilaksanakan bukanlah hasil formulasi warga setempat yang mengenal betul persoalan dan permasalahan yang mereka rasakan. Tatpi kebijakan yang dilaksanakan bukanlah akan implementor laksanakan adalah kebijakan “dari atas” (top down) yang sangat mungkin para pengambil keputusannya tidak pernah mengetahui (bahkan tidak mampu menyentuh) kebutuhan, keinginan, atau permasalahan yang warga ingin selesaikan.
5. Komunikasi Antarorganisasi dan Aktivitas Pelaksana Koordinasi merupakan mekanisme yang ampuh dalam implementasi kebijakan publik. Semakin baik koordinasi komunikasi diantara pihak-pihak yang terlibat dalam suatu proses implementasi, maka asumsinya kesalahan-kesalahan akan sangat kecil untuk terjadi. Dan begitu pula sebaliknya.
6. Lingkungan Ekonomi, Sosial dan Politik Hal terakhir yang perlu juga diperhatikan guna menilai kinerja implementasi publik dalam perspektif yang ditawarkan oleh Van Meter dan Van Horn adalah sejauh mana lingkungan eksternal turut mendorong keberhasilan kebijakan publik yang telah ditetapkan. Lingkungan sosial, ekonomi dan politik yang tidak kondusif dapat menjadi biang keladi dari kegagalan kinerja implementasi kebijakan. Karena itu, upaya untuk mengimplementasikan kebijakan harus pula memperhatikan kekondusifan kondisi lingkungan eksternal.
31
Adapun model implementasi kebijakan menurut Mazmanian dan Paul
Sabatier dalam Agustino (2008: 145) terdapat tiga variabel yang dapat mempengaruhi
kinerja dari impelementasi kebijakan publik, yaitu:
1. Mudah atau tidaknya masalah yang akan digarap, meliputi: a. Kesukaran-kesukaran Teknis.
Tercapai atau tidaknya tujuan suatu kebijakan akan tergantung pada sejumlah pernyataan teknis, termasuk diantaranya: kemampuan untuk mengembangkan indikator-indikator pengukur prestasi kerja yang tidak terlalu mahal serta pemahaman mengenai prinsip-prinsip hubungan kausual yang mempengaruhi masalah. Disamping itu, tingkat keberhasilan suatu kebijakan dipengaruhi juga oleh tersedianya atau telah dikembangkannya teknik-teknik tertentu.
b. Keberagaman Perilaku yang Diatur. Semakin beragam perilaku yang diatur, maka asumsinya semakin beragam pelayanan yang diberikan, sehingga semakin sulit untuk membuat peraturan yang tegas dan jelas. Dengan demikian semakin besar kebebasan bertindak yang harus dikontrol oleh para pejabat dan pelaksana (administratur atau birokrat) di lapangan.
c. Persentase Totalitas Penduduk yang Tercangkup dalam Kelompok Sasaran. Semakin kecil dan semakin jelas kelompok sasaran yang perilakunya akan diubah (melalui implementasi kebijakan), maka akan semakin besar peluang untuk memobilisasikan dukungan politik terhadap sebuah kebijakan dan dengannya akan lebih terbuka peluang bagi pencapaian tujuan kebijakan.
d. Tingkat dan Ruang Lingkup Perubahan Perilaku yang Dikehendaki. Semakin besar jumlah perubahan perilaku yang dikehendaki oleh kebijakan, maka semakin sukar/sulit para pelaksana memperoleh implementasi yang berhasil. Artinya ada sejumlah masalah yang jauh lebih dapat kita kendalikan bila tingkat dan ruang lingkup perubahan yang dikehendaki tidaklah terlalu besar.
2. Kemampuan Kebijakan Menstruktur Proses Implementasi Secara Tepat. Para pembuat kebijakan mendayagunakan wewenang yang dimilikinya untuk menstruktur proses implementasi secara tepat melalui beberapa cara:
32
a. Kecermatan dan kejelasan penjenjangan tujuan-tujuan resmi yang akan dicapai. Semakin mampu suatu peraturan memberikan petunjuk-petunjuk secara cermat dan disusun secara jelas skala prioritas/urutan kepentingan bagi para pejabat-pejabat pelaksana dan aktor lainnya. Maka semakin besar pula kemungkinan bahwa output kebijakan dari badan-badan pelaksana akan sejalan dengan petunjuk tersebut.
b. Keterandalan teori kausalitas yang diperlukan. Memuat suatu teori kausalitas yang menjelaskan bagaimana kira-kira tujuan usaha pembaharuan yang akan dicapai melalui implementasi kebijakan.
c. Ketetapan alokasi sumber dana. Tersedianya dana pada tingkat batas ambang tertentu sangat diperlukan agar terbuka peluang untuk mencapai tujuan-tujuan formal.
d. Keterpaduan hirarki di dalam lingkungan dan diantara lembaga-lembaga atau instansi-instansi pelaksana. Salah satu ciri penting yang perlu dimiliki oleh peraturan perundang yang baik ialah kemampuannya untuk menyatupadukan dinas, badan, dan lembaga dapat dilaksanakan, maka koordinasi antara instansi yang bertujuan mempermudah jalannya implementasi kebijakan justru akan membuyarkan tujuan dari kebijakan yang telah ditetapkan.
e. Aturan-aturan pembuat keputusan dari badan-badan pelaksana. Selain dapat memberikan kejelasan dan konsistensi tujuan, memperkecil jumlah titik-titik veto dan intensif yang memadai bagi kepatuhan kelompok sasaran, suatu undang-undang harus pula dapat mempengaruhi lebih lanjut proses implementasi kebijakan dengan cara menggariskan secara formal aturan-aturan pembuat keputusan dari badan-badan pelaksana.
f. Kesepakatan para pejabat terhadap tujuan yang termasuk dalam undang-undang. Para pejabat pelaksana memiliki kesepakatan yang diisyaratkan demi tercapainya tujuan. Hal ini sangat signifikan halnya, oleh karena itu, top down policy bukanlah perkara yang mudah untuk diimplementasikan pada para pejabat pelaksana di level lokal.
g. Akses formal pihak-pihak luar. Faktor lain yang juga dapat mempengaruhi implementasi kebijakan adalah sejauhmana peluang-peluang yang terbuka bagi partisipasi para aktor di luar badan pelaksana dapat mendukung
33
tujuan resmi. Ini maksudnya agar kontrol pada para pejabat pelaksana yang ditunjuk oleh pemerintah pusat dapat berjalan sebagaimana mestinya.
3. Variabel-variabel diluar Undang-undang yang Mempengaruhi Implementasi.
a. Kondisi sosial-ekonomi dan teknologi. Perbedaan waktu dan perbedaan diantara wilayah-wilayah hukum pemerintah dalam hal kondisi sosial, ekonomi, dan teknologi sangat signifikan berpengaruh terhadap upaya pencapaian tujuan yang digariskan dalam suatu undang-undang. Karena itu, eksternal faktor juga menjadi hal penting untuk diperhatikan guna keberhasilan suatu upaya pengejawantahan suatu kebijakan publik.
b. Dukungan publik. Hakekat perhatian publik yang bersifat sesaat menimbulkan kesukaran-kesukaran tertentu, karena untuk mendorong tingkat keberhasilan suatu implementasi kebijakan sangat dibutuhkan adanya sentuhakn dukungan dari warga. Karena itu, mekanisme partisipasi publik sangat penting artinya dalam proses pelaksanaan kebijakan publik di lapangan.
c. Sikap dan sumber-sumber yang dimiliki kelompok masyarakat. Perubahan-perubahan yang hendak dicapai oleh suatu kebijakan publik akan sangat berhasil apabila di tingkat masyarakat, warga memiliki sumber-sumber dan sikap-sikap masyarakat yang kondusif terhadap kebijakan yang ditawarkan pada mereka. Ada semacam local genius (kearifan lokal) yang dimiliki oleh warga yang dapat mempengaruhi keberhasilan atau ketidakberhasilan implementasi kebijakn publik. Dan, hal tersebut sangat dipengaruhi oleh sikap dan sumber yang dimiliki oleh warga masyarakat.
d. Kesepakatan dan kemampuan kepemimpinan para pejabat pelaksana. Kesepakatan para pejabat instansi merupakan fungsi dari kemampuan undang-undang untuk melembagakan pengaruhnya pada badan-badan pelaksana melalui penyeleksian institusi-institusi dan pejabat-pejabat terasnya. Selain itu pula, kemampuan berinteraksi antarlembaga dan individu di dalam lembaga untuk menyukseskan implementasi kinerja kebijakan publik.
34
Selain itu terdapat model impelementasi kebijakan yang diberikan oleh
George C. Edward III dalam Agustino (2008: 150) terdapat 4 variabel yang akan
1. Komunikasi Variabel pertama yang mempengaruhi keberhasilan implementasi suatu kebijakan menurut George C. Eward III adalah komunikasi. Komunikasi menurutnya lebih lanjut sangat menentukan keberhasilan pencapaian tujuan dari implementasi kebijakan publik. Implementasi yang efektif terjadi apabila para pembuat keputusan sudah mengetahui apa yang akan mereka kerjakan. Terdapat tiga indikator yang dapat dipakai (atau digunakan) dalam mengukur keberhasilan variabel komunikasi tersebut di atas, yaitu:
a. Transmisi; penyaluran komunikasi yang baik akan dapat menghasilkan suatu implementasi yang baik pula. Seringkali yang terjadi dalam penyaluran komunikasi adalah adanya salah pengertian (miskomunikasi), hal tersebut disebagiankan karena komunikasi telah melalui beberapa tingkatan birokrasi, sehingga apa yang diharapkan terdistorsi di tengah jalan.
b. Kejelasan; komunikasi yang diterima oleh para pelaksana kebijakan (street-level-bureuacrats) haruslah jelas dan tidak membingungkan (tidak ambigu/mendua). Ketidakjelasan pesan kebijakan tidak selalu menghalangi implementasi, pada tataran tertentu, para pelaksana membutuhkan fleksibilitas dalam melaksanakan kebijakan. Tetapi pada tataran yang lain hal tersebut justru akan menyelewengkan tujuan yang hendak dicapai oleh kebijakan yang telah ditetapkan.
c. Konsistensi; perintah yang diberikan dalam pelaksanaan suatu komunikasi haruslah konsisten dan jelas (untuk diterapkan atau dijalankan). Karena jika perintah yang diberikan sering berubah-ubah, maka dapat menimbulkan kebingungan bagi pelaksana di lapangan.
35
2. Sumberdaya Variabel atau faktor kedua yang mempengaruhi keberhasilan implementasi suatu kebijakan adalah sumberdaya. Indikator sumberdaya terdiri dari beberapa elemen, yaitu:
a. Staf; sumberdaya utama dalam implementasi kebijakan adalah staf. Kegagalan yang sering terjadi dalam implementasi kebijakan salah satunya disebagiankan oleh karena staf yang tidak mencukupi, memadai, ataupun tidak kompeten di bidangnya. Penambahan jumlah staf dan implementor saja tidak mencukupi, tetapi diperlukan pula kecukupan staf dengan keahlian dan kemampuan yang diperlukan (kompeten dan kapabel) dalam meng-implementasikan kebijakan atau melaksanakan tugas yang diinginkan oleh kebijakan itu sendiri.
b. Informasi; dalam implementasi kebijakan, informasi mempunyai dua bentuk, yaitu pertama informasi yang berhubungan dengan cara melaksanakan kebijakan. Implementor harus mengetahui apa yang harus mereka lakukan disaat mereka diberi perintah untuk melakukan tindakan. Kedua informasi mengenai data kepatuhan dari para pelaksana terhadap peraturan dan regulasi pemerintah yang telah ditetapkan. Implementor harus mengetahui apakah orang lain yang terlibat di dalam pelaksanaan kebijakan tersebut patuh terhadap hukum.
c. Wewenang; pada umumnya kewenangan harus bersifat formal agar perintah dapat dilaksanakan. Kewenangan merupakan otoritas atau legitimasi bagi para pelaksana dalam melaksanakan kebijakan yang ditetapkan secara politik. Ketika wewenang itu nihil, maka kekuatan para implementor dimata publik tidak terlegitimasi, sehingga dapat menggagalkan proses implementasi kebijakan. Tetapi, dalam konteks yang lain, ketika wewenang formal tersebut ada, maka sering terjadi kesalahan dalam melihat efektivitas kewenangan. Di satu pihak, efektivitas kewenangan diperlukan dalam pelaksanaan implementasi kebijakan tetapi di sisi lain, efektivitas akan menyurut manakala wewenang diselewengkan oleh para pelaksana demi kepentingannya sendiri atau demi kepentingan kelompoknya.
d. Fasilitas; fasilitas fisik juga merupakan faktor penting dalam implementasi kebijakan. Implementor mungkin memiliki staf yang mencukupi, mengerti apa yang harus dilakukannya, dan memiliki wewenang untuk melaksanakan tugasnya, tetapi tanpa adanya fasilitas pendukung (sarana dan prasarana) maka implementasi kebijakan tersebut tidak akan berhasil.
36
3. Disposisi Disposisi atau sikap dari pelaksana kebijakan adalah faktor penting ketiga dalam pendekatan mengenai pelaksanaan suatu kebijakan publik. Jika pelaksanaan suatu kebijakan ingin efektif, maka para pelaksana kebijakan tidak hanya harus mengetahui apa yang akan dilakukan tetapi juga harus memiliki kemampuan untuk melaksanakannya, sehingga dalam praktiknya tidak terjadi bias. Hal-hal penting yang perlu dicermati pada variabel disposisi ini ialah:
a. Pengangkatan birokrat; disposisi atau sikap para pelaksana akan menimbulkan hambatan-hambatan yang nyata terhadap implementasi kebijakan bila personil yang ada tidak melaksanakan kebijakan-kebijakan yang diinginkan oleh pejabat-pejabat tinggi. Karena itu, pemilihan dan pengangkatan personil pelaksana kebijakan haruslah orang-orang yang memiliki dedikasi pada kebijakan yang telah ditetapkan; lebih khusus lagi pada kepentingan warga.
b. Insentif; Edward menyatakan bahwa salah satu teknik yang disarankan untuk mengatasi masalah kecenderungan para pelaksana adalah dengan memanipulasi insentif. Oleh karena itu, pada umumnya orang bertindak menurut kepentingan mereka sendiri, maka memanipulasi insentif oleh para pembuat kebijakan mempengaruhi tindakan para pelaksana kebijakan. Dengan cara menambah keuntungan atau biaya tertentu mungkin akan menjadi faktor pendukung yang membuat para pelaksana kebijakan melaksanakan perintah dengan baik. Hal ini dilakukan sebagai upaya memenuhi kepentingan pribadi (self interest) atau organisasi.
4. Struktur Birokrasi Variabel keempat yang mempengaruhi tingkat keberhasilan implementasi kebijakan publik adalah struktur birokrasi. Kebijakan yang begitu kompleks menuntut adanya kerjasama banyak orang, ketika struktur birokrasi tidak kondusif pada kebijakan yang tersedia, maka hal ini akan menyebagiankan sumberdaya-sumberdaya menjadi tidak efektif dan menghambat jalannya kebijakan. Birokrasi sebagai pelaksana sebuah kebijakan harus dapat mendukung kebijakan yang telah diputuskan secara politik dengan jalan melakukan koordinasi dengan baik.
37
Dua karakteristik yang dapat mendongkrak kinerja struktur birokrasi/organisasi ke arah yang lebih baik, adalah: melakukan Standar Operating Prosedures (SOPs) dan melaksanakan Fragmentasi. SOPs adalah suatu kegiatan rutin yang memungkinkan para pegawai (atau pelaksana kebijakan/administratur/birokrat) untuk melaksanakan kegiatan-kegiatannya pada tiap harinya sesuai dengan standar yang ditetapkan (atau standar minimum yang dibutuhkan warga). Sedangkan pelaksanaan fragmentasi adalah upaya peyebaran tanggungjawab kegiatan-kegiatan atau aktivitas-aktiuvitas pegawai diantara beberapa unit kerja.
Terakhir terdapat model implementasi kebijakan yang dikemukakan oleh
Marilee S. Grindle dalam Agustino (2008: 154) terdapat 2 varibel besar yang
suatu kebijakan publik dapat diukur dari proses pencapaian hasil akhir (outcomes),
yaitu tercapai atau tidaknya tujuan yang ingin diraih. Menurut Grindle dalam
Agustino (2008: 154) pengukuran keberhasilan implementasi kebijakan tersebut
dapat dilihat dari dua hal, yaitu:
1. Dilihat dari prosesnya, dengan mempertanyakan apakah pelaksanaan kebijakan sesuai dengan yang ditentukan (design) dengan merujuk pada aksi kebijakannya.
2. Apakah tujuan kebijakan tercapai. Dimensi ini diukur dengan melihat dua faktor, yaitu:
a. Impak atau efeknya pada masyarakat secara individu dan kelompok.
b. Tingkat perubahan yang terjadi serta penerimaan kelompok sasaran dan perubahan yang terjadi.
Keberhasilan suatu implementasi kebijakan publik juga sangat ditentukan oleh
tingkat implementability kebijakan itu sendiri, yaitu yang terdiri atas Content of
Policy dan Context of Policy, Grindle dalam Agustino (2008: 154).
38
1. Content of Policy menurut Grindle adalah: a. Interest Affected (kepentingan-kepentingan yang mempengaruhi) Interest Affected berkaitan dengan berbagai kepentingan yang
mempengaruhi suatu implementasi kebijakan. Indikator ini berargumen bahwa suatu kebijakan dalam pelaksanaannya pasti melibatkan banyak kepentingan, dan sejauhmana kepentingan-kepentingan tersebut membawa pengaruh terhadap implementasinya, hal inilah yang ingin diketahui lebih lanjut.
b. Type of Benefit (tipe manfaat) Pada poin ini Content of Policy berupaya untuk menunjukkan
atau menjelaskan bahwa dalam suatu kebijakan harus terdapat beberapa jenis manfaat yang menunjukkan dampak positif yang dihasilkan oleh pengimplementasian kebijakan yang hendak dilaksanakan.
c. Extent of Change Envision (derajat perubahan yang ingin dicapai) Setiap kebijakan mempunyai target yang hendak dan ingin
dicapai. Content of Policy yang ingin dijelaskan pada pola ini adalah bahwa seberapa besar perubahan yang hendak atau ingin dicapai melalui suatu implementasi kebijakan harus mempunyai skala yang jelas.
d. Sites of Decision Making (letak pengambilan keputusan) Pengambilan keputusan dalam suatu kebijakan mempunyai
peranan penting dalam pelaksanaan suatu kebijakan, maka pada bagian ini, harus dijelaskan dimana letak pengambilan keputusan dari suatu kebijakan yang hendak diimplementasikan.
e. Program Implementor (pelaksana program) Dalam menjalankan suatu kebijakan atau program harus
didukung dengan adanya pelaksana kebijakan yang kompeten dan kapabel demi keberhasilan suatu kebijakan. Hal ini harus terdata atau terpapar dengan baik pada bagian ini.
f. Resources Commited (sumber-sumber daya yang digunakan) Pelaksanaan suatu kebijakan juga harus didukung oleh sumber-sumber daya yang mendukung agar pelaksanaannya berjalan dengan baik.
2. Context of Policy menurut Grindle adalah:
a. Power, Interest, and Strategy of Actor Involved (kekuasaan, kepentingan-kepentingan dan strategi dari aktor yang terlibat) Dalam suatu kebijakan perlu diperhitungkan pula kekuatan atau kekuasaan, kepentingan-kepentingan serta strategi yang digunakan oleh para aktor guna memperlancar jalannya pelaksanaan suatu implementasi kebijakan. Bila hal ini tidak
39
diperhitungkan dengan matang, besar kemungkinan program yang hendak di implementasikan akan jauh arang dari api.
b. Institution and Regima Characteristic (karakteristik lembaga dan rezim yang berkuasa) Lingkungan dimana suatu kebijakan dilaksanakan juga berpengaruh terhadap keberhasilannya, maka pada bagian ini ingin dijelaskan karakteristik dari lembaga yang akan turut mempengaruhi suatu kebijakan.
c. Compliance and Responsiveness (tingkat kepatuhan dan adanya respon dari pelaksana) Hal ini yang dirasa penting dalam proses pelaksanaan suatu kebijakan adalah kepatuhan dan respon dari para pelaksana, maka yang hendak dijelaskan pada pola ini adalah sejauhmana kepatuhan dan respon dari pelaksana dalam menanggapi suatu kebijakan.
Setelah pelaksanaan kebijakan yang dipengaruhi oleh isi atau konten dan
lingkungan atau konteks yang diterapkan, maka akan dapat diketahui apakah para
pelaksana kebijakan dalam membuat sebuah kebijakan sesuai dengan apa yang
diharapkan, juga diketahui apakah suatu kebijakan dipengaruhi oleh suatu
lingkungan, sehingga tingkat perubahan yang diharapkan dapat terjadi.
Adapun kriteria pengukuran keberhasilan implementasi menurut Ripley dan
Franklin dalam Anggara (2014: 262) didasarkan pada tiga aspek, yaitu:
1. Tingkat kepatuhan birokrasi terhadap birokrasi di atasnya atau tingkat birokrasi sebagaimana diatur dalam undang-undang
2. Adanya kelancaran rutinitas dan tidak adanya masalah 3. Pelaksanaan dan dampak (manfaat) yang dikehendaki dari semua
program yang ada terarah.
40
2.1.5 Pedagang Kaki Lima
UU No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil menjelaskan bahwa yang di
maksudkan dengan ushaa kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil
dan memenuhi kriteria kekayaan besih atau hasil penjualan tahunan serta
kepemilikan. Adapun usaha kecil tersebut meliputi: usaha kecil formal, usaha kecil
informal dan usaha kecil tradisional. Usaha kaki lima adalah bagian dari Kelompok
Usaha Kecil yang bergerak disektor informal, yang oleh istilah dalam UU No. 9
Tahun 1995 di atas dikenal dengan istilah “Pedagang Kaki Lima”.
Pedagang kaki lima muncul dari adanya suatu kondisi pembangunan
perekonomian dan pendidikan yang belum merata di seluruh Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) ini. PKL ini juga timbul dari akibat dari tidak tersedianya
lapangan pekerjaan bagi rakyat kecil yang tidak memiliki kemampuan dalam
berproduksi. Pemerintah kota dalam hal ini sebenarnya memiliki tanggung jawab
didalam melaksanakan pembangunan bidang pendidikan, bidang perekonomian dan
penyediaan lapangan pekerjaan. Ketentuan ini diatur dalam peraturan perundang-
undangan yang tertinggi yaitu UUD 45. Diantaranya adalah: Pasal 27 ayat (2) UUD
45: “Tiap-tiap warga negara berkah atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan.”
Pedagang kaki lima atau disingkat PKL menurut Ali (2012: 185) adalah
istilah untuk menyebut penjaja dagangan yang menggunakan gerobak. Istilah itu
sering ditafsirkan karena jumlah kaki yang dipakai pedagangnya ada lima. Lima kaki
tersebut adalah dua kaki pedagang ditambah tiga “kaki” gerobak (yang sebenarnya
41
adalah tiga roda atau dua roda dan satu kaki). Saat ini istilah PKL juga digunakan
untuk pedagang di jalanan pada umumnya.
Manning dalam Ali (2012: 186) menyebutkan bahwa pedagang kaki lima
adalah salah satu pkerjaan yang paling nyata dan penting dikebanyakan kota di
Afrika, Asia, Timur Tengah dan Amerika Latin. Menurut Ali (2012: 186) pedagang
kaki lima merupakan usaha kecil yang dilakukan oleh masyarakat yang
berpenghasilan rendah (gaji harian) dan mempunyai modal yang terbatas. Dalam
bidang ekonomi, pedagang kecil ini termasuk dalam sektor informal, di mana
merupakan pekerjaan yang tidak tetap dan tidak terampil serta golongan-golongan
yang tidak terikat pada aturan hukum, hidup serba susah dan semi kriminil pada
batas-batas tertentu.
Kemudian menurut An-nat dalam Ali (2012: 186) menjelaskan bahwa:
“Istilah pedagang kaki lima merupakan peninggalan zaman penjajahan Inggirs. Istilah ini diambil dari ukuran lebar trotoar yang waktu itu dihitung dengan feet (kaki), yaitu kurang lebih 31 cm lebih sedikit, sedang lebar trotoar pada waktu itu adalah lima kaki atau sekitar 1,5 meter lebih sedikit. Jadi orang berjualan diatas trotoar kemudian disebut pedagang kaki lima.”
Sedangkan Karafir dalam Ali (2012: 186), mengemukakan bahwa pedagang
kaki lima adalah pedagang kecil yang berjualan disuatu tempat umum seperti tepi
jalan, taman-taman, emper toko dan pasar-pasar tanpa izin usaha dari pemerintah.
Secara spesifik, definisi pedagang kaki lima, menurut pemerintah Indonesia dalam
42
Ali (2012: 186) adalah seseorang yang menjalankan usaha perorangan yang
melakukan penjualan barang-barang dengan menggunakan bagian jalan/trotoar dan
tempat-tempat untuk kepentingan umum serta tempat lain yang bukan miliknya.
Secara garis besar, pemerintah Indonesia menganggap bahwa keberadaan pedagang
kaki lima mengganggu kenyamanan pengguna kota atau kawasan karena melakukan
kegiatan ekonomi terhadap kepentingan umum.
Selanjutnya menurut definisi International Labour Organization (ILO) dalam
Ali (2013: 187):
“Pedagang kaki lima didefinisikan sebagai sektor yang mudah dimasuki oleh pendatang baru, menggunakan sumber-sumber ekonomi dalam negeri, dimiliki oleh keluarga berskala kecil, menggunakan teknologi padat karya, keterampilan yang dibutuhkan diperoleh di luar bangku sekolah, tidak dapat diatur oleh pemerintah dan bergerak dalam persaingan penuh.”
Berdasarkan beberapa pengertian dan definisi-definisi mengenai pedagang
kaki lima diatas dapat disimpulkan bahwa pedagang kaki lima merupakan suatu
bentuk usaha kecil yang didirikan, tidak perlu menggunakan modal yang besar untuk
memulai usahanya tersebut, dan dapat memanfaatkan kondisi serta peluang yang ada.
Kemudian menurut Ali (2012: 187) pengertian pedagang kaki lima adalah
kegiatan sektor marjinal (kecil-kecilan) yang mempunyai ciri sebagai berikut:
1. Pola kegiatan tidak teratur baik dalam hal waktu, permodalan maupun penerimaannya.
43
2. Tidak tersentuh oleh peraturan-peraturan atau ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah (sehingga kegiatannya sering dikategorikan “liar”).
3. Modal, peralatan dan perlengkapan maupun omzetnya biasanya kecil dan diusahakan dasar hitungan harian.
4. Pendapatan mereka rendah dan tidak menentu. 5. Tidak mempunyai tempat yang tetap dan atau keterkaitan dengan usaha-
usaha yang lain 6. Umumnya dilakukan oleh dan melayani golongan masyarakat yang
berpenghasilan rendah. 7. Tidak membutuhkan keahlian dan keterampilan khusus sehingga secara
luas dapat menyerap bermacam-macam tingkatan tenaga kerja. 8. Umumnya tiap-tiap satuan usaha yang mempekerjakan tenaga yang
sedikit dan dari lingkungan keluarga, kenalan atau berasal dari daerah yang sama.
9. Tidak mengenal sistem perbankan, pembukuan, perkreditan dan sebagainya.
Pedagang kaki lima merupakan bagian dari usaha sektor informal, menurut
Budiarjo dalam Ali (2012: 189) bahwa pada hakikatnya sektor tersebut adalah
marjinilitas di kota seperti pemukiman marjinal, transportasi marjinal, dan ekonomi
marjinal termasuk kategori sektor informal (pedagang kaki lima).
Menurut Hidayat dalam Ali (2012: 190) ciri-ciri sektor informal (pedagang
kaki lima) adalah sebagai berikut:
1. Kegiatan usaha tidak terorganisir secara baik. 2. Pola unit usaha tidak memiliki izin usaha. 3. Pola kegiatan usaha tidak beraturan dalam arti lokasi maupun pola jam
kerja. 4. Pada umumnya kebijakan pemerintah untuk membantu golongan
ekonomi lemah tidak sampai ke sektor ini. 5. Unit usaha mudah keluar masuk dari sub-sektor ke lain sub-sektor. 6. Teknologi yang dipergunakan bersifat tradisional. 7. Modal dan perputaran uang relatif kecil. 8. Untuk menjalankan usaha tidak diperlukan pendidikan formal. 9. Mengerjakan sendiri atau bersama-sama keluarga.
44
10. Sumber dana dari tabungan sendiri atau dari lembaga keuangan tidak resmi.
11. Hasil produksi dikonsumsikan oleh golongan berpenghasilan rendah atau menengah.
2.1.6 Program Program Pro Rakyat Pemerintah Kota Cilegon
Merujuk kepada website resmi Pemerintah Kota Cilegon (http://cilegon.go.id)
dalam rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD) 2010-2015 Kota
Cilegon dibawah kepemimpinan Walikota H. Tb Iman Ariyadi S.Ag.MM.M.Si dan
Wakil Walikota Drs. H. Edi Ariyadi,M.S menggagas arah baru pemerintahan melalui
program pro rakyat yang dituangkan kedalam salah satu bagian 5 agenda besar
kepemimpinannya yaitu”Agenda Cilegon Sejahtera” yang diluncurkan pada 25
Februari 2011. Program ini diawali dengan sebuah langkah yang dilakukan walikota
melalui berbagai program yang dilaksanakan selama 100 hari pertama
kepemimpinanya. Diantaranya dengan berkeliling ke 8 kecamatan dan 43 kelurahan,
mengecek langsung kondisi masyarakat dalam hal pendidikan, kesehatan, pendapatan
masyarakat, termasuk usaha mikro, usaha kecil dan lingkungan.
Berbekal dari road show dan evaluasi yang telah dilakukan, Walikota Cilegon
mendapat kesimpulan bahwa yang menjadi unsur penentu baik tidaknya kondisi
kesejahteraan masyarakat Kota Cilegon hanya dapat dinilai dari empat hal. Pertama
tingkat pendidikan masyarakatnya, kedua tingkat kesehatan masyarakatnya, ketiga
penghasilan rumah tangganya, dan keempat lingkungan sosialnya. Program pro
rakyat ini ditunjukan untuk kepentingan masyarakat langsung guna meningkatkan
yang dikelompokan melalui empat aspek yang meliputi:
1. Fase Pertama yaitu tentang pendidikan, yang diwakili oleh penyediaan buku paket bagi sekolah menengah swasta. Program ini didukung oleh BUMD di Kota Cilegon melalui program Corporate Social Responsibility (CSR) dengan meluncurkan meluncurkan bantuan buku paket bagi sekolah swasta di Kota Cilegon mulai dari jenjang SMP dan SMA/SMK. Selain itu Pemerintah Kota Cilegon menanggulangi pembayaran SPP bagi seluruh siswa madrasah aliyah negeri (MAN) yang ada di Kota Cilegon.
2. Fase Kedua tentang kesehatan, yang diwakili oleh pemberian bantuan operasional posyandu dari tim penggerak pemberdayaan kesejahteraan keluarga (TP PKK) provinsi Banten, dan pemberiian honor bagi 1.755 kader posyandu dari APBD Kota Cilegon. Penyediaan ruang persalinan di puskesmas Ciwandan dari PT Chandra Asri, serta tenatng katarak dan bibir sumbing dari PT Krakatau Steel.
3. Fase Ketiga tentang penghasilan rumah tangga (ekonomi), diwakili oleh penyaluran pinjaman modal dari PKBL, PT.KS penyaluran pembentukan wirausaha baru dari UPT-Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat (PEM), serta beberapa bantuan social dan bantuan peralatan dari APBN dan APBD Kota Cilegon.
4. Fase keempat yaitu aspek lingkungan, yang diwakili oleh program percepatan pembangunan infrastruktur di 43 kelurahan, pemugaran 80 rumah tidak layak huni melalui Peningkatan Peran Wanita Menuju Keluarga Sehat Sejahtera (P2WKSS) pendataan 2012 dan 350 rumah pada tahun ini. Serta pemberian bantuan forum RW dari Gubernur Banten sebesar Rp 50 juta per kelurahan dalam beberapa kesempatan Walikota menyatakan bahwa rumusan ini bukan sekedar retorika, karena beserta segenap jajaran aparaturnya di lingkungan Pemerintah Kota Cilegon, senantiasa berkomitmen untuk melaksanakannya dalam wujud program dan kegiatan dan pencanganan program pro rakyat ini merupakan wujud pelaksanaan agenda Cilegon sejatera, dan juga agenda Cilegon cerdas dan sehat.
Selain itu dalam rangka mensejahterakan masyarakat Kota Cilegon
pemerintah Kota Cilegon di pimpin oleh walikota Tb. Iman Ariyadi juga saat ini telah
dari pemerintah bahwa usaha yang didirikannya sesuai dengan aturan bersifat resmi
dan tidak mengganggu, selain itu juga untuk menghindari penertiban yang dilakukan
oleh Satpol PP Kota Cilegon.
Sebelumnya pemerintah juga telah mengeluarkan Program "Satu Kecamatan
Satu Miliar" yang merupakan program dana bergulir yang ditujukan kepada calon
wirausahawan baru dan pelaku UMKM yang termasuk ke dalam program pro rakyat
fase ke 3. Akan tetapi berbeda dengan kios warung ekonomi, bantuan kios warung
ekonomi ini merupakan inovasi terbaru yang terdapat dalam program pro rakyat fase
ke 5 Pemerintah Kota Cilegon.
Kepala UPT PEM Kota Cilegon sendiri menjelaskan bahwa bantuan kios
warung ekonomi masih tergolong ke dalam program dana bergulir, yang berbeda
hanya pada jenis pinjaman yang diberikan. Sehingga pelaksanaan bantuan kios
warung ekonomi ini mengacu kepada Perwal Nomor 25 Tahun 2012 Tentang
Pengelolaan Dana Bergulir Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Kota Cilegon.
Adapun dalam Perwal Nomor 25 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Dana
Bergulir Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Kota Cilegon pada Pasal 11 yang
menyebutkan bahwa jenis pinjaman kepada mitra binaan tergolong dalam:
a. Perintisan usaha b. Penguatan usaha c. Pengembangan usaha
48
Bantuan kios warung ekonomi merupakan mitra binaan yang diberikan pinjaman
melalui pengembangan usaha yang termasuk ke dalam investasi modal kerja yang
berbentuk pemberian bantuan kios warung ekonomi pedagang kaki lima ini. Adapun
pinjaman dana yang diberikan kepada setiap mitra binaan maksimal sebesar Rp.
3.000.000,- yang dicicil dalam jangka waktu satu tahun.
Kriteria dan persyaratan yang akan menjadi calon mitra binaan (warung
ekonomi) seperti yang dijelaskan pada Perwal Nomor 25 Tahun 2012 Tentang
Pengelolaan Dana Bergulir Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Kota Cilegon Pasal
12 yaitu:
1. Masyarakat Kota Cilegon (memiliki KTP Kota Cilegon) 2. Memiliki/Sudah berusaha minimal 1 (satu) tahun 3. Diprioritaskan berusaha di sektor produk unggulan daerah dan mampu
menyerap tenaga kerja 4. Tidak mempunyai tunggakan pinjaman ke berbagai lembaga keuangan,
bank, maupun non bank, atau pihak lain.
Program warung ekonomi ini direalisasikan melalui PKBL PT. Krakatau
Steel sebagai penyalur pinjaman modal yang berkerjasama dengan BPMKP Kota
Cilegon dan UPT PEM Kota Cilegon sebagai penyalur pembentukan wirausaha baru.
Kerjasama antara kedua belah pihak dalam menjalankan program kemitraan dan bina
lingkungan tertuang dalam MoU (memorandum of understanding) pada Pasal 11
yang menyepakati bahwa setiap mita binaan yang menerima bantuan dana tersebut
dikenakan jasa administrasi sebesar 6% per tahun dari besaran pinjaman yang
49
diberikan dengan sistem tetap selama jangka waktu pinjaman sehingga nantinya
penerima bantuan kios warung ekonomi ini menyicil dana sebesar Rp. 3.000.000,-
selama satu tahun + jasa administrasi 6%.
Bantuan kios warung ekonomi sendiri diperuntukkan bagi para pemilik usaha
yang tergolong dalam jenis UMKM seperti para pedagang kaki lima yang ada di
pinggiran jalan protokol Kota Cilegon. Bantuan kios warung ekonomi ini berbentuk
kios atau gerobak besi yang berwarna merah dan di depan kios tersebut terdapat logo
Kota Cilegon dan PT. Krakatau Steel. Saat ini sudah terdapat 34 kios bantuan dari
pemerintah Kota Cilegon yang terletak di trotoar jalur protokol di wilayah Pondok
Cilegon Indah (PCI) sampai ke wilayah Cigading dan Merak.
Adapun alur dari program pro rakyat fase ke 5 pemerintah kota cilegon yaitu
bantuan kios warung ekonomi pedagang kaki lima seperti yang digambarkan sebagai
persyaratan terlebih dahulu untuk melengkapi usulan pinjaman yang berupa KTP
peminjam dan ahli waris, Kartu Keluarga, surat keterangan usaha yang masih
berlaku, surat keterangan domisili, dan khusus untuk warung ekonomi tidak diminta
jaminan apapun.
Tahap 2
Setelah syarat yang dibutuhkan sudah terkumpul calon mitra binaan dapat
mengajukan usulan pinjaman tersebut kepada pihak UPT PEM pusat pemerintah Kota
Cilegon. Lalu pihak UPT PEM memerika persyaratan tersebut dan jika memenuhi
persyaratan maka calon mitra binaan tersebut akan diberikan formulir usulan
Calon Mitra Binaan (Warung Ekoniomi)
UPT PEM Kota Cilegon
PKBL PT. Krakatau Steel
Bank (Pencairan Cek)
UPT PEM Kota Cilegon
PKBL PT. Krakatau Steel
51
pinjaman. Setelah semua persyaratan terkumpul lalu pihak UPT PEM mengajukan
kepada pihak PKBL KS Kota Cilegon untuk di proses lebih lanjut.
Tahap 3
Ketika persyaratan usulan pinjaman diterima oleh PKBL KS, lalu akan
dianalisa oleh bagian Manajer PKBL KS dan jika memenuhi persyaratan, maka
pinjaman tersebut akan di acc dan pihak Manajer PKBL KS mengeluarkan usulan
pinjaman usaha kecil dengan nilai terlampir dan ditandatangani oleh yang berwenang
yaitu mitra binaan tersebut.
Lalu pada bagian keuangan PKBL KS akan memproses usulan pinjaman
usaha kecil lebih lanjut menjadi pengeluaran kas. Jika semuanya sudah terverifikasi
bahwa semua sudah lengkap maka dana pinjaman tersebut akan dicairkan.
Selanjutnya pihak PKBL KS akan mengadakan pelatihan bagi mitra binaan,
dan biasanya berlangsung selama 1 hari dengan materi kewirausahaan. Pada sesi
kedua dalam pelatihan mitra binaan tersebut akan berlanjut kepada pencairan dana
dan pembacaan kontrak-kontrak tentang pembayaran.
Khusus untuk warung ekonomi dana pinjaman tersebut dicairkan berupa cek
senilai Rp. 3.000.000,- dan akan diserahkan langsung kepada mitra binaan yang
datang pada acara pelatihan tersebut.
52
Tahap 4
Setelah mitra binaan memperoleh pinjaman berupa cek sebesarRp.
3.000.000,-lalu mitra binaan bisa mencairkan ceknya sendiri atas nama peminjam
melalui Bank BRI.
Tahap 5
Jika cek tersebut sudah di cairakan, mitra binaan menyerahkan uang senilai
Rp. 3.000.000,- tersebut kepada pihak UPT PEM untuk kemudian di tukarkan dengan
gerobak warung ekonomi.
Mitra binaan menyicil dana pinjaman sebesar Rp. 3.000.000,- + jasa
administrasi 6% dari keseluruhan total pinjaman setiap bulannya kepada pihak UPT
PEM dalam jangka waktu satu tahun.
Tahap 6
Pihak UPT PEM menyetorkan cicilan dana pinjaman dari para mitra binaan
yang sudah terkumpul setiap bulannya kepada pihak PKBL KS.
2.2 Penelitian Terdahulu
Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Esyin Quraesin. NIM. 081080.
Implementasi Program Satu Kecamatan Satu Milyar di Kecamatan Purwakarta Kota
53
Cilegon. Program Studi Ilmu Administrasi Negara. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Program satu kecamatan satu milyar
merupakan program Pemerintah Kota Cilegon dan terdapat kerjasama dengan PT.
Krakatau Steel yang ditujukan untuk wirausaha. Tujuan awal dari program ini dalam
upaya percepatan penanggulangan kemiskinan dan pengangguran. Tujuan penelitian
ini untuk mendapatkan gambaran pelaksanaan program satu kecamatan satu milyar
dengan metode penelitian adalah metode kualitatif dengan menggunakan teori
implementasi dari Mazmanian dan Sabatier, Hasil penelitian bahwa implementasi
program satu kecamatan satu milyar di Kecamatan Purwakarta belum berjalan
optimal karena hasil mitra binaan sampai tahun 2012 untuk sasaran awal yaitu RTS
tidak mencapai target yang ditentukan oleh UPT PEM pusat, Tidak adanya
pengawasan yang dilakukan oleh UPT PEM Kecamatan Purwakarta dalam waktu
yang ditentukan yaitu kurun waktu satu bulan, pencairan dana pinjaman tidak sesuai
waktu ideal yang ditentukan yaitu sekitar 14 hari, sosialiasasi program yang kurang
maksimal yang dilakukan oleh UPT PEM Kecamatan Purwakarta, ketersediaan
komputer dinilai kurang mencukupi. Saran dari peneliti adalah kebijakan pemerintah
harus lebih konsisten dalam menangani kemiskinan, memaksimalkan pengawasan,
tersedianya jaringan komunikasi tersetruktur dari tingkat kota sampai kelurahan,
pemahaman pelaksana tidak hanya sebatas pada aspek pinjaman dana namun juga
harus ke aspek keberdayaan masyarakat dan ketersediaan komputer hendaknya
minimal 4 unit komputer.
54
Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Marina. NIM. 6661082046. Skripsi.
Efektivitas Program Corporate Social Responsibility PT. Krakatau Steel di
Kecamatan Citangkil Periode 2010-2011. Program Corporate Social Responsibility
merupakan bentuk tanggung jawab suatu perusahaan atau instansi kepada masyarakat
setempat. Subjek pertama yang harus merasakan CSR adalah masyarakat sekitar
dimana perusahaan itu beroperasi. Adapun metode penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode penelitian kuantitatif dengan pendekatan deskriptif.
Indikator yang digunakan dalam penelitian ini adalah indikator efektivitas dari
Gibson Tehnik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti yaitu wawancara,
kuisioner, observasi langsung serta dokumentasi. Responden dalam penelitian ini
yaitu masyarakat Kecamatan Citangkil yang mendapatkan bantuan pinjaman modal
usaha dengan jumlah responden sebanyak 61 orang.Hasil dari penelitian ini adalah
Efektivitas Program Corporate Social Responsibility PT. Krakatau Steel di
Kecamatan Citangkil Periode 2010-2011 mencapai 77%. Karena harga t hitung lebih
besar dari pada t tabel (9,57 > 1,289) dan jatuh pada penerimaan Ho, maka hipotesis
alternatif (Ha) ditolak dan hipotesis nol (Ho) diterima. Artinya, Program Corporate
Social Responsibility PT. Krakatau Steel Terhadap di Kecamatan Citangkil Periode
2010-2011 sudah efektif.Adapun faktor pendorong antara lain: (1) Adanya koordinasi
serta komunikasi yang baik antara masyarakat penerima dana CSR dengan pihak
PKBL (Program Kemitraan Bina Lingkungan) PT.Krakatau Steel.Tbk ; (2) Bunga
yang ditetapkan atas pinjaman rendah yaitu sebesar (6%), sehingga masyarakat terus
menerus mengajukan pinjaman. Sedangkan faktor penghambat terbesar yang
55
ditemukan adalah (1) Kurangnya pengawasan dari pihak PT. Krakatau Steel maupun
UPT PEM Citangkil; (2) Masih kurangnya keadilan (diskriminasi) dalam hal
pemberian pinjaman modal usaha.
Perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti
saat ini memiliki beberapa kelebihan, yaitu tujuan untuk dilakukannya penelitian ini
yaitu untuk mengetahui Implementasi Program Pro Rakyat Fase Ke 5 Pemerintah
Kota Cilegon (Studi Kasus Warung Ekonomi Pedagang Kaki Lima). Program warung
ekonomi ini direalisasikan melalui PKBL PT. Krakatau Steel yang berkerjasama
dengan BPMKP Kota Cilegon dan UPT PEM Kota Cilegon.
Pada obervasi awal peneliti menemukan dalam pelaksanaannya terjadi
ketidaksesuaian pelaksanaan program tersebut dengan Perda yang telah dikeluarkan
oleh pemerintah Kota Cilegon, selain itu kurangnya sosialisasi dan belum meratanya
program tersebut diberikan serta tidak adanya koordinasi dengan pihak Satpol PP
juga dapat menghambat pelaksanaan program tersebut untuk kedepannya. Lalu
peneliti juga menggunakan metode penelitian kualitatif dengan menggunakan teori
yang berbeda yaitu Teori Implementasi menurut Merille S. Grindle yang
mengemukakan keberhasilan suatu implementasi kebijakan publik dapat diukur dari
dua hal, yaitu: isi kebijakan dan konteks kebijakan. Adapun isi kebijakan yang
mempengaruhi di dalamnya adalah kepentingan-kepentingan yang mempengaruhi,
jenis manfaat yang bisa diperoleh, derajat perubahan yang ingin dicapai, letak
pengambilan keputusan, pelaksanaan program, sumber daya yang digunakan.
56
Sedangkan dalam konteks kebijakan adalah kekuasaan, kepentingan-kepentingan dan
strategi aktor yang terlibat, karakteristik lembaga dan rezim yang berkuasa, tingkat
kepatuhan dan adanya respon dari pelaksana.
2.3 Kerangka Berfikir
Kerangka berfikir merupakan suatu alur berfikir peneliti dalam penelitian
untuk dapat mengetahui bagaimana alur berfikir peneliti dalam menjelaskan
permasalahan penelitian maka dibuatlah kerangka berfikir sebagai berikut: dalam
penelitian ini yang menjadi fokus penelitian adalah Implementasi Program Pro
Rakyat Fase Ke 5 (Studi Kasus Warung Ekonomi Pedagang Kaki Lima) yang
bertujuan untuk menciptakan ketertiban, keindahan, dan kenyamanan pedagang
dalam berusaha. Di dalam pelaksanaan program tersebut terjadi ketidaksesuaian
antara pelaksanaan program dengan Perda yang telah dikeluarkan oleh pemerintah
Kota Cilegon, selain itu kurangnya sosialisasi dan belum meratanya program tersebut
diberikan serta tidak adanya koordinasi dengan pihak Satpol PP juga dapat
menghambat pelaksanaan program tersebut untuk kedepannya.
Melihat permasalahan dan fakta yang ada, peneliti akan menghubungkan
permasalahan tersebut dengan Teori Implementasi menurut Merille S. Grindle yang
mengemukakan keberhasilan suatu implementasi kebijakan publik dapat diukur dari
dua hal, yaitu: isi kebijakan dan konteks kebijakan. Adapun isi kebijakan yang
mempengaruhi di dalamnya adalah kepentingan-kepentingan yang mempengaruhi,
57
jenis manfaat yang bisa diperoleh, derajat perubahan yang ingin dicapai, letak
pengambilan keputusan, pelaksanaan program, sumber daya yang digunakan.
Sedangkan dalam konteks kebijakan adalah kekuasaan, kepentingan-kepentingan dan
strategi aktor yang terlibat, karakteristik lembaga dan rezim yang berkuasa, tingkat
kepatuhan dan adanya respon dari pelaksana. Dengan menghubungkan permasalahan
dengan teori yang ada maka peneliti dapat memberikan jawaban mengenai
pelaksanaan program tersebut dalam implementasinya sudah berjalan dengan baik
atau tidak.
58
Gambar 2.4 Kerangka Berfikir
Proses
Model Implementasi Grindle,
Isi kebijakan:
1. Kepentingan-kepentingan yang mempengaruhi
2. Jenis manfaat yang bisa diperoleh
3. Derajat perubahan yang ingin dicapai 4. Letak pengambilan keputusan 5. Pelaksana program 6. Sumber-sumberdaya yang digunakan
Input:
1. Sosialisasi Program Pro Rakyat Fase Ke 5 mengenai bantuan kios warung ekonomi pedagang kaki lima belum dilakukan secara maksimal.
2. Pelaksanaan Program Pro Rakyat Fase Ke 5 mengenai bantuan kios warung ekonomi pedagang kaki lima belum dilakukan secara merata sesuai dengan asas pada Perwal Kota Cilegon Nomor 25 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Dana Bergulir Pemberdayaan Masyarakat Kota Cilegon.
3. Besaran jasa pinjaman yang dibebankan kepada masyarakat penerima bentuan kios warung ekonomi tidak mempertimbangkan ketentuan yang telah ditetapkan dalam Perwal Kota Cilegon Nomor 25 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Dana Bergulir Pemberdayaan Masyarakat Kota Cilegon.
4. Tidak adanya koordinasi antara pihak pelaksana warung ekonomi pedagang kaki lima dengan Satpol PP Kota Cilegon.
Proses
Konteks kebijakan:
1. Kekuasaan, kepentingan- kepentingan dan strategi aktor yang terlibat
2. Karakteristik lembaga dan rezim yang berkuasa
3. Tingkat kepatuhan dan adanya respon dari pelaksanan Output
Diperoleh gambaran umum mengenai Implementasi Program Pro Rakyat Fase Ke 5 (Studi Kasus Warung Ekonomi Pedagang Kaki Lima)
Feedback
Mengetahui bagaimana Implementasi Program Pro Rakyat Fase Ke 5 (Studi Kasus Warung Ekonomi Pedagang Kaki Lima)
Program Pro Rakyat Fase Ke 5 Warung Ekonomi Pedagang Kaki Lima
Perwal Kota Cilegon Nomor 25 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Dana Bergulir Pemberdayaan Masyarakat Kota Cilegon
59
2.4 Asumsi Dasar
Berdasarkan pada kerangka pemikiran yang telah dibuat, peneliti sebelumnya
telah melakukan observasi awal terhadap objek yang akan diteliti. Dari hasil
observasi awal maka peneliti dapat berasumsi bahwa penelitian mengenai
Implementasi Program Pro Rakyat Fase Ke 5 (Studi Kasus Warung Ekonomi
Pedagang Kaki Lima) yaitu dalam pelaksanaannya dapat dikatakan masih belum
optimal sehingga implementasi bantuan kios warung ekonomi pedagang kaki lima di
Kota Cilegon akan sulit untuk mencapai hasil dan tujuan yang diinginkan.
60
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian
Menurut Sugiyono (2013: 2) Metodologi Penelitian pada dasarnya merupakan
cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Metode
penelitian yang dipakai oleh peneliti akan berkaitan erat dengan tujuan penelitian dan
cara-cara peneliti untuk memperoleh data serta informasi yang dibutuhkan. Penelitian
ini menggunakan metode studi kasus dengan pendekatan deskriptif kualitatif.
Metode studi kasus menurut Suryabrata (1992: 24) adalah penelitian
mendalam mengenai unit sosial tertentu, yang hasilnya merupakan gambaran yang
lengkap dan terorganisasi mengenai unit tersebut. Menurut Yin dalam Wirawan
(2012: 178) menyatakan studi kasus merupakan cerita mengenai sesuatu yang unik,
khusus, menarik – cerita tersebut dapat mengenali individu-individu, program-
program, rukun tetangga, institusi-institusi, dan bahkan kejadian-kejadian.
Sedangkan dekriptif kualitatif yang dimaksud yaitu penelitian yang
memberikan gambaran secara terinci dan mendalam mengenai kondisi tentang apa
saja yang sebenarnya terjadi dilapangan. Menurut Moleong (2005: 4) metode
kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa
61
kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku-prilaku yang dapat diamati.
Dengan menggunakan metode kualitatif, maka data yang didapat lebih lengkap,
mendalam, kredible dan bermakna sehingga tujuan penelitian dapat dicapai.
Dengan menggunakan metode ini diharapkan permasalahan yang telah
dirumuskan oleh peneliti akan terjawab dari hasil observasi dan wawancara secara
langsung dengan stakeholders (pihak yang terlibat) dilokasi penelitian dalam
pelaksanaan Program Pro Rakyat Fase Ke 5 Pemerintah Kota Cilegon (Studi Kasus
Warung Ekonomi Pedagang Kaki Lima).
3.2 Fokus Penelitian
Fokus penelitian merupakan suatu kajian dalam penelitian yang akan
dilakukan dan memiliki tujuan untuk membatasi ruang lingkup penelitian yang luas
sehingga kajian yang dilakukan oleh peneliti hanya terfokus pada suatu permasalahan
saja. Penelitian ini membahas mengenai Implementasi Program Pro Rakyat Fase Ke 5
Pemerintah Kota Cilegon (Studi Kasus Warung Ekonomi Pedagang Kaki Lima)
dimana dalam penelitian yang dilakukan oleh peneliti hanya berfokus kepada
permasalahan pelaksanaan warung ekonomi pedagang kaki lima saja yang sudah
diberlakukan pada saat ini dan merupakan salah satu program pro rakyat pemerintah
Kota Cilegon fase ke 5.
62
Selain itu permasalahan dalam penelitian ini dibatasi pada sudut kajian pokok
yang akan menilai fenomena penelitian yaitu pelaksanaan warung ekonomi pedagang
kaki lima berdasarkan aspek implementasi kebijakan publik. Sehingga dalam
penelitian ini hanya akan menyajikan fokus masalah mengenai sejauhmana
pelaksanaan program pro rakyat fase ke 5 pemerintah Kota Cilegon yaitu bantuan
kios warung ekonomi pedagang kaki lima, manfaat yang diperoleh dari pelaksanaan
program, serta tingkat kepatuhan dan adanya respon dari pelaksana yang tentunya
akan berpedoman kepada teori implementasi kebijakan publik yaitu menurut Merille
S. Grindle.
3.3 Lokasi Penelitian
Lokasi yang dipilih untuk dijadikan sebagai locus penelitian secara umum
adalah Kota Cilegon. Kota Cilegon adalah sebuah kota di Provinsi Banten, Indonesia.
Cilegon beraada di ujung barat pulau Jawa, di tepi Selat Sunda. Berdasarkan
administrasi pemerintahan, Kota Cilegon memiliki luas wilayah ±17.550 Ha terbagi
atas 8 (delapan) Kecamatan berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) No.15 Tahun
2002.
Alasan mengapa Kota Cilegon dipilih menjadi locus (tempat) penelitian
adalah Kota Cilegon merupakan sebuah kota di Provinsi Banten, sebagai suatu kota
sudah seharusnya dapat menjaga hal Ketertiban, Kebersihan, dan Keindahan (K3)
63
seperti penatataan kota dan pemeliharaan fasilitas umum seperti trotoar dan bahu
jalan supaya bersih dan tertib jauh dari keberadaan PKL. Namun berdasarkan hasil
observasi awal diketahui bahwa Kota Cilegon masih mempermasalahkan tentang
keberadaan PKL yang memenuhi trotoar dan bahu jalan. Pemerintah Kota Cilegon
juga telah mengeluarkan Perda Kota Cilegon No 6 Tahun 2003 Tentang Pengendalian
Pedagang Kaki Lima (PKL). Tetapi Perda tersebut bisa dikatakan belum optimal
menangani permasalahan PKL, terlebih terkait dengan pelaksanaan bantuan kios
warung ekonomi pedagang kaki lima di Kota Cilegon saat ini yang dibuat oleh
pemerintah dan ditempatkan diatas trotoar atau pinggir jalan protokol Kota Cilegon
bertentangan dengan peraturan daerah yang telah dibuat sebelumnya, oleh karena itu
peneliti memilih Kota Cilegon karena menarik untuk dikaji lebih lanjut.
3.4 Fenomena yang Diamati
3.4.1 Definisi Konsep
Definisi konsepual memiliki fungsi untuk memberikan penjelasan mengenai
konsep dari variabel yang akan diteliti berdasarkan kerangka teori yang akan
digunakan pada penelitian ini. Dalam penelitian ini peneliti akan melakukan
penelitian yang berkaitan dengan Implementasi Program Pro Rakyat Fase Ke 5
Pemerintah Kota Cilegon (Studi Kasus Warung Ekonomi Pedagang Kaki Lima).
Adapun teori yang akan digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah Teori
64
Implementasi menurut Merille S. Grindle yang mengemukakan keberhasilan suatu
implementasi kebijakan publik dapat diukur dari dua hal, yaitu: isi kebijakan dan
konteks kebijakan. Adapun isi kebijakan yang mempengaruhi di dalamnya adalah
kepentingan-kepentingan yang mempengaruhi, jenis manfaat yang bisa diperoleh,
derajat perubahan yang ingin dicapai, letak pengambilan keputusan, pelaksanaan
program, sumber daya yang digunakan. Sedangkan dalam konteks kebijakan adalah
kekuasaan, kepentingan-kepentingan dan strategi aktor yang terlibat, karakteristik
lembaga dan rezim yang berkuasa, tingkat kepatuhan dan adanya respon dari
pelaksana.
Sehingga dalam penelitian ini akan menggambarkan bahwa Implementasi
Program Pro Rakyat Fase Ke 5 Pemerintah Kota Cilegon (Studi Kasus Warung
Ekonomi Pedagang Kaki Lima) ini sudah berjalan dengan baik atau tidak dengan
melihat pelaksanaan dari program yang telah dilakukan hingga saat ini.
3.4.2 Definisi Operasional
Definisi Operasional merupakan penjabaran dari suatu konsep atau variabel
dalam penelitian secara rinci dan terukur atau dapat disebut juga sebagai indikator
dalam penelitian. Biasanya dapat menggunakan tabel matriks, indikator dan nomor
pertanyaan sebagai lampiran. Mengingat bahwa penelitian yang dilakukan oleh
peneliti yaitu menggunakan metode kualitatif maka dalam penjelasan definisi
65
operasional akan dikemukakan fenomena-fenomena penelitian yang tentunya
dikaitkan dengan konsep teori implementasi kebijakan publik dari Merille S. Grindle
yang telah dijelaskan di dalam definisi konsep sebelumnya.
Definisi operasional ini disusun dengan fokus penelitian berdasarkan apa yang
akan peneliti kaji dan temukan saat di lapangan, kemudian akan diolah dan
dikembangkan sesuai dengan data yang diperoleh sehingga akan menjadi satu
rangkaian informasi yang dijabarkan dalam bentuk deskriptif dan penelitian tersebut
merupakan penelitian yang dapat dipertanggung jawabkan keabsahan datanya.
Adapun untuk lebih jelasnya mengenai definisi operasional dalam penelitian ini dapat
dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 3.1 Pedoman Wawancara Penelitian
No. Dimensi Penilaian Sub Dimensi Penilaian
1. Isi Kebijakan:
1. Kepentingan-kepentingan yang mempengaruhi kebijakan
2. Jenis manfaat yang diperoleh
Latar belakang dibuatnya program tersebut Kepentingan yang mempengaruhi pelaksanaan
program
Manfaat yang diharapkan oleh pembuat kebijakan
Manfaat untuk masyarakat yang dirasakan saat
66
3. Derajat perubahan yang ingin dicapai
4. Letak pengambilan keputusan
5. Pelaksana program
6. Sumberdaya yang digunakan
ini
Perubahan yang diharapkan para pelaksana kebijakan
Perubahan yang terjadi pada penerima kebijakan
Koordinasi yang dilakukan untuk menyikapi suatu kebijakan atau program yang sedang berlaku
Wewenang masing-masing pihak pelaksana program
Implementator dalam pelaksanaan program Teknis pelaksanaan kebijakan/program
SDM sebagai fasilitator Sarana dan prasarana yang digunakan untuk
mendukung pelaksanaan program
2. Konteks Kebijakan:
1. Kekuasaan, kepentingan-kepentingan, dan strategi aktor yang terlibat
Pengaruh kekuasaan dari aktor yang terlibat Kepentingan yang di prioritaskan para
pelaksana kebijakan Strategi yang digunakan pada pelaksanaan
program
67
2. Karakteristik lembaga dan rezim yang berkuasa
3. Tingkat kepatuhan dan adanya respon dari pelaksana
Peran serta dorongan dari pemerintah dalam pelaksanaan program tersebut
Kebijakan suatu program pemerintah dapat diterima dan dipahami oleh masyarakat
Pelaksana program merespon dan patuh terhadap keputusan
Faktor penghambat dari pelaksana kebijakan
Sumber: Peneliti, 2016
3.5 Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini instrumen yang utama adalah penelitian sendiri,
kedudukan peneliti dalam penelitian kualitatif adalah sebagai perencana, pelaksana
pengumpulan data, analisis dan pelaporan hasil penelitianya. Selain itu, menurut
Nasution dalam Sugiyono (2005: 61) menyebutkan bahwa peneliti sebagai instrumen
penelitian harus mempunyai kriteria berikut:
1. Peneliti sebagai alat peka dan dapat bereaksi terhadap segala stimulus dari lingkungan yang harus diperkirakannya bermakna atau tidak bagi penelitian;
2. Peneliti sebagai alat dapat menyesuaikan diri terhadap semua aspek keadaan dan dapat mengumpulkan aneka ragam data sekaligus;
3. Tiap situasi merupakan keseluruhan. Tidak ada suatu instrumen berupa tersy atau angket yang dapat menangkap keseluruhan situasi, kecuali manusia;
68
4. Suatu situasi yang melibatkan interaksi manusia, tidak dapat difahami dengan pengetahuan semata. Untuk memahaminya kita perlu sering merasakan, menyelaminya berdasarkan pengetahuan kita;
5. Penelitian sebagai instrumen dapat segera menganalisis data yang diperoleh. Ia dapat menafsirkan, melahirkan hipotesis dengan segera untuk menentukan arah pengamatan, untuk mengetest hipotesis yang timbul seketika;
6. Hanya manusia sebagai instrumen dapat mengambil kesimpulan berdasarkan data yang dikumpulkan pada suatu saat dan menggunakan segera sebagai balikan untuk memperoleh penegasan, perubahan, perbaikan atau pelakan;
7. Dengan manusia sebagai intrumen penelitian, respon yang aneh menyimpang justru diberi perhatian, bahkan yang bertentangan dipakai untuk mempertinggi tingkat kepercayaan dan tingkat pemahaman mengenai aspek yang diteliti.
3.6 Informan Penelitian
Informan penelitian merupakan sumber data yang digunakan pada penelitian
ini. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik purposive yaitu informan-
informan yang peneliti tentukan dimana informan ini merupakan orang-orang yang
menurut peneliti memiliki informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini, karena
mereka (informan) dalam keseharianya senantiasa berurusan dengan permasalahan
yang sedang peneliti teliti.
Deskripsi informan yaitu menggambarkan secara umum informan-informan
yang diambil sebagai sumber yang tentunya berhubungan sangat dekat dengan objek
yang diteliti. Sesuai dengan kebutuhan peneliti sehingga data dan informasi yang
diambil mencapai taraf jenuh dalam penelitian kualitatif ini. Dalam sebuah penelitian
sosial dengan metode kualitatif, informan menjadi salah satu hal yang sangat penting.
69
Peneliti melakukan penelitian wilayah di Kota Cilegon mengenai
Implementasi Program Pro Rakyat Fase Ke 5 Pemerintah Kota Cilegon (Studi Kasus
Warung Ekonomi Pedagang Kaki Lima) dengan deskripsi informan sebagai berikut:
1 Kepala UPT PEM Kota Cilegon Key Informan 1 Orang I1
2. Pelaksana Pembiayaan UPT PEM Kota Cilegon
Key Informan 1 Orang I2
3. Spesialis Kerjasama Lembaga Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) PT. Krakatau Steel
Key Informan 1 Orang I3
4. Spesialis Keuangan Lembaga Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) PT. Krakatau Steel
Key Informan 1 Orang I4
5. Sekretaris Dinas Tata Kota Kota Cilegon
Key Informan 1 Orang I5
6. Bagian Fungsional Umum Disperindagkop Kota Cilegon
Key Informan 1 Orang I6
7. Kasi Trantib Satpol PP Kota Cilegon
Key Informan 1 Orang I7
8. Pedagang Kaki Lima (Warung Secondary 8 Orang I8 - I15
70
Ekonomi) Informan
9. Pedagang Kaki Lima (Non Warung Ekonomi)
Secondary
Informan
3 Orang I16 - I8
10. Pejalan Kaki Secondary
Informan
3 Orang I19 - I21
11. Pejalan Kaki (Pelanggan Warung Ekonomi)
Secondary
Informan
3 Orang I22 - I24
Sumber: Peneliti, 2016 3.7 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data menurut Sugiyono (2005: 62) merupakan langkah
yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah
mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak
akan mendapatkan data yang memenuhi standar yang ditetapkan. Dalam penelitian ini
teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan mengumpulkan data yang
diperlukan sebanyak-banyaknya baik dari data primer (data yang didapatkan langsung
dari informan melalui hasil wawancara maupun observasi lapangan), dan data
sekunder (data yang didapatkan melalui studi kepustakaan, dan studi dokumentasi),
sebagai berikut:
1. Peneliti menggunakan teknik wawancara tidak terstruktur, wawancara
yang dilakukan yaitu wawancara secara mendalam dengan informan yang
menguasai dan memahami data yang akan dicari oleh peneliti.
71
Wawancara mendalam dimaksudkan agar peneliti mendapatkan informasi
yang diperlukan. Metode wawancara menggunakan panduan wawancara
yang berisi butiran-butiran pertanyaan untuk diajukan kepada informan,
hal ini dilakukan untuk memudahkan dalam melakukan wawancara,
penggalian data dan informasi dan selanjutnya tergantung improvisasi di
lapangan.
2. Studi Lapangan Langsung, merupakan pengumpulan data yang
dibutuhkan dengan cara turun langsung ke lokasi penelitian yang salah
satunya dengan melakukan observasi. Sebagaimana yang diungkapkan
Marshall dalam Sugiyono (2005: 64) yang menyatakan bahwa “Through
observation, the research learn about behavior and the meaning attached
to those behavior.” Melalui observasi peneliti belajar tentang perilaku dan
makna dari perilaku tersebut.
3. Studi dokumentasi, ialah studi yang digunakan untuk mencari dan
memperoleh data sekunder berupa data hasil dokumentasi di lapangan.
Studi dokumentasi menurut Moleong (2005: 217) dapat diartikan sebagai
teknik pengumpulan data melalui bahan-bahan tertulis yang diterbitkan
oleh lembaga-lembaga yang menjadi obyek penelitian, baik berupa
prosedur, peraturan-peraturan, gambar, laporan hasil pekerjaan berupa
foto ataupun dokumen elektronik.
72
3.8 Teknik Analisis Data
Dalam penelitian kualitatif, kegiatan analisis data dimulai sejak penelitian
melakukan kegiatan pra-lapangan sampai dengan selesainya penelitian. Analisis data
yang dilakukan secara terus-menerus tanpa henti sampai data tersebut bersifat jenuh.
Menurut Mulyana (2006: 84) analisis data ialah kegiatan analisis mengkategorikan
data untuk mendapatkan pola hubungan, tema, menaksirkan apa yang bermakna, serta
menyampaikan atau melaporkannya kepada orang lain yang berminat.
Analisis data menurut Bogdan dalam Sugiyono (2013: 244) adalah proses
mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara,
catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat dengan mudah dipahami, dan
temuannya dapat di informasikan kepada orang lain.
Analisis data dalam penelitian kualitatif bersifat induktif dimana data yang
diperoleh akan dianalisis dan dikembangkan menjadi sebuah hipotesis atau asumsi
dasar. Kemudian data-data lain terus dikumpulkan dan ditarik kesimpulan.
Kesimpulan tersebut akan dapat memberikan suatu hasil akhir apakah asumsi dasar
penelitian yang telah dibuat sesuai data yng ada atau tidak. Teknik analisis data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif mengikuti konsep yang
dipaparkan oleh Prasetya Irawan. Seperti yang ada pada gambar berikut ini:
73
Gambar 3.1
Proses Analisis Data
Sumber: Irawan (2005: 5)
Adapun penjelasan dari proses analisis data di atas adalah sebagai berikut:
1. Pengumpulan data mentah
Tahap pertama yang dilakukan oleh peneliti adalah mengumpulkan data
mentah. Hal ini diperoleh melalui wawancara, observasi ke lapangan,
kajian pustaka.
2. Transkip data
Pada tahap ini peneliti mulai merubah data yang diperoleh (baik dari
hasil rekaman saat wawancara, hasil observasi maupun catatan lapangan
yang sebelumnya belum tersusun rapih) ke dalam bentuk tertulis.
Pengumpulan data mentah
Transkip Data Pembuatan koding
Kategorisasi data
Penyimpulan sementara
Triangulasi Penyimpulan akhir
74
3. Pembuatan koding
Pada tahap ketiga, peneliti membaca teliti transkip data yang telah
dibuat sebelumnya, kemudian memahami secara seksama sehingga
menemukan kata kunci yang akan diberi kode. Hal ini dilakukan untuk
mempermudah peneliti pada saat akan mengkategorisasikan data.
4. Kategorisasi data
Pada tahap keempat peneliti mulai menyederhanakan data dengan
membuat kategori-kategori tertentu.
5. Penyimpulan sementara
Pada tahap ini peneliti mengambil kesimpulan sementara dari data yang
telah dikategorikan sebelumnya.
6. Triangulasi
Triangulasi adalah proses check and recheck antara satu sumber data
dengan sumber data lainnya.
7. Penyimpulan akhir
Pada tahap terakhir, peneliti melakukan penyimpulan akhir atas hasil
penelitian. Dimana pada tahap ini peneliti dapat mengembangkan teori
baru, maupun mengembangkan teori yang sudah ada.
75
3.9 Uji Keabsahan Data
Data yang diperoleh dalam hasil penelitian yang menggunakan metode
kualitatif dapat dipercaya dan dapat di pertanggungjawabkan apabila telah
menggunakan teknik uji keabsahan data. Dalam penelitian kualitatif menurut
Sugiyono (2005: 117), kriteria utama terhadap data hasil penelitian adalah valid,
reliabel, dan obyektif. Uji keabsahan data dalam kualitatif menurut Sugiyono (2005:
121) terdapat 4 macam pengujian yaitu uji kredibilitas data, uji transferability, uji
dependability, dan uji comfirmability. Peneliti memilih untuk melakukan uji
kredibilitas data melalui dua teknik pemeriksaan yaitu dengan melakukan triangulasi
dan member check terhadap data hasil penelitian kualitatif antara lain:
1. Triangulasi
Wiliam Wiersna (dalam Sugiono 2005: 125) Triangulasi dalam pengujian
kredibilitas ini diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber
dengan berbagai cara, dan berbagai waktu. Menurut Sugiono (2013: 274)
terdapat 3 macam triangulasi yaitu:
1) Triangulasi Sumber Triangulasi sumber untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber. Sebagai contoh, untuk menguji kredibilitas data tentang gaya kepemimpinan seseorang, maka pengumpulan data pengujian data yang telah diperoleh dilakukan bawahan yang dipimpin, ke atasan yang menugasi, dan ke teman kerja yang merupakan kelompok kerjasama. Data dari ketiga sumber tersebut, tidak bisa dirata-ratakan seperti dalam penelitian kuantitatif, tetapi dideskripsikan, dikategorisasikan, mana pandangan yang sama, yang berbeda, dan mana spesifik dari tiga sumber data tersebut. Data yang telah
76
dianalisis oleh peneliti sehingga menghasilkan suatu kesimpulan selanjutnya dimintakan kesepakatan (member check) dengan tiga sumber data tersebut.
2) Triangulasi Teknik Triangulasi teknik untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda. Misalnya data diperoleh dengan wawancara, lalu dicek dengan observasi, dokumentasi, atau kuersioner. Bila dengan tiga teknik pengujian kredibilitas data tersebut, menghasilkan data yang berbeda-beda, maka peneliti melakukan diskusi lebih lanjut kepada sumber data yang bersangkutan atau yang lain, untuk memastikan data mana yang dianggap benar. Atau mungkin semuanya benar, karena sudut pandangnya berbeda-beda.
3) Triangulasi Waktu Waktu juga sering mempengaruhi kredibilitas data, data yang dikumpulkan dengan teknik wawancara di pagi hari pada saat narasumber masih segar, belum banyak masalah, akan memberikan data yang lebih valid sehingga lebih kredibel. Untuk itu dalam rangka pengujian kredibilitas data dapat dilakukan dengan cara melakukan pengecekan dengan wawancara, observasi atau teknik lain dalam waktu atau situasi yang berbeda. Bila hasil uji menghasilkan data yang berbeda, maka dilakukan secara berulang-ulang sehingga sampai ditemukan kepastian datanya.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan triangulasi sumber dan
tiangulasi teknik untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara
mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber.
2. Mengadakan Member Check
Member check adalah, proses pengecekan data yang diperoleh peneliti
kepada pemberi data. Tujuan Member check adalah untuk mengetahui
seberapa jauh data yang diperoleh sesuai dengan apa yang diberikan oleh
pemberi data. Apabila data yang ditemukan disepakati oleh para pemberi
data berarti data tersebut valid, sehingga semakin kredibel/dipercaya,
77
tetapi apabila data yang ditemukan peneliti dengan berbagai
penafsirannya tidak disepakati oleh pemberi data, maka peneliti perlu
melakukan diskusi dengan pemberi data, dan apabila perbedaannya tajam,
maka peneliti harus merubah temuannya, dan harus menyesuaikan dengan
apa yang diberikan oleh pemberi data.
3.10 Jadwal Penelitian
Adapun jadwal penelitian Implementasi Program Pro Rakyat Fase Ke 5
Pemerintah Kota Cilegon (Studi Kasus Warung Ekonomi Pedagang Kaki Lima)
dilkakukan pada bulan Oktober 2015 sampai dengan bulan November 2016 yaitu
sebagai berikut:
78
Tabel 3.3 Jadwal Penelitian
No Nama Kegiatan
O
kt
N
ov
D
es
Ja
n
Fe
b
M
ar
A
pr
M
ei
Ju
n
Ju
l
A
gs
Se
pt
O
kt
N
ov
De
s
1. Pengajuan judul
2. Perizinan dan Observasi awal
3. Penyusunan BAB I - BAB III
4. Seminar Proposal Skripsi
5. Revisi Seminar Proposal
6. Acc Lapangan
7. Penyusunan BAB IV –V
8. Acc Sidang
9. Sidang Skripsi
10. Revisi
Sumber: Peneliti, 2016
Pelaksanaan Kegiatan
Oktober 2015 – November 2016 2015 2016
79
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Deskripsi Obyek Penelitian
4.1.1 Profil Kota Cilegon
Cilegon merupakan wilayah bekas Kewadenaan (Wilayah kerja pembantu
Bupati KDH Serang Wilayah Cilegon), yang meliputi 3 (tiga) Kecamatan yaitu
Cilegon, Bojonegara dan Pulomerak. Berdasarkan Pasal 27 Ayat (4) UU No 5 Tahun
1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah, Cilegon kiranya sudah
memenuhi persyaratan untuk dibentuk menjadi Kota Administratif.
Kota Administratif Cilegon telah memperlihatkan kemajuan yang pesat di
berbagai bidang baik bidang Fisik, Sosial maupun Ekonomi. Hal ini tidak saja
memberikan dampak berupa kebutuhan peningkatan pelayanan di bidang
pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan, tetapi juga memberikan gambaran
mengenai perlunya dukungan kemampuan dan potensi wilayah untuk
menyelenggarakan otonomi daerah. Dengan ditetapkannya dan disahkannya UU No.
15 tahun 1999 tanggal 27 April 1999 tentang pembentukan Kotamadya Daerah
Tingkat II Depok dan Kotamadya Daerah Tingkat II Cilegon, status Kota
Administratif Cilegon berubah menjadi Kotamadya Cilegon, dengan kepemimpinan
80
Drs. H. Tb. Rifai Halir sebagai Pejabat Walikota Cilegon dan H. Zidan Rivai sebagai
Ketua DPRD Cilegon.
Berdasarkan administrasi pemerintahan, Kota Cilegon memiliki luas wilayah
±17.550 Ha terbagi atas 8 Kecamatan berdasarkan Perda No.15 Tahun 2002 Tentang
Pembentukan Kecamatan baru, wilayah Kota Cilegon yang semula terdiri dari 4
Kecamatan berubah menjadi 8 Kecamatan, yaitu: Kecamatan Cilegon, Kecamatan
Ciwandan, Kecamatan Pulomerak, Kecamatan Cibeber, Kecamatan Grogol,
Kecamatan Purwakarta, Kecamatan Citangkil, dan Kecamatan Jombang.
Merujuk dalam data Kota Cilegon dalam angka 2016 yang diperoleh peneliti
melalui Badan Pusat Statistik Kota Cilegon menjelaskan bahwa jumlah penduduk
Kota Cilegon pada tahun 2015 yaitu sebesar 412.106 jiwa. Jumlah ini tentunya
mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya, pada tahun 2014 penduduk kota
Cilegon adalah sebanyak 405.303 jiwa. Artinya, Kota Cilegon mengalami
peningkatan penduduk yang cukup signifikan setiap tahunnya. Dalam Badan Pusat
Statistik Kota Cilegon sendiri tercatat jumlah persentase pendududuk berumur 15
tahun keatas menurut jenis kegiatan utama di Kota Cilegon pada tahun 2014 yang
termasuk dalam angkatan kerja dalam kategori bekerja sebanyak 56,22% dan yang
menganggur sebanyak 7,54%.
Selain itu dalam Badan Pusat Statistik Kota Cilegon juga mencatat jumlah
keluarga sejahtera berdasarkan tahapan menurut Kecamatan di Kota Cilegon, data
81
terakhir yaitu pada tahun 2012 tercatat jumlah penduduk Kota Cilegon yang
tergolong dalam kategori hampir miskin sebanyak 2.898 jiwa, miskin 5.507 jiwa,
sangat miskin 5.504 jiwa dari jumlah total keluarga sejahtera sebanyak 13.909 jiwa.
Lapangan usaha yang terdapat di Kota Cilegon sangat beragam mulai dari
pertanian, peternakan, kehutanan, pertambangan dan penggalian, industri pengolahan,
listrik, gas, dan air bersih, bangunan, perdagangan, hotel dan restoran, pengangkutan
dan komunikasi, keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan, serta jasa-jasa. Dalam
Badan Pusat Statistik Kota Cilegon pada taun 2013 mencatat bahwa lapangan usaha
tertinggi di dapat dari industri pengolahan dan paling rendah di dapat dari lapangan
usaha bangunan. Lapangan usaha industri pengolahan sendiri terdiri mulai dari
industri besar, industri sedang, industri kecil, sampai dengan industri rumah tangga.
Merujuk kepada website resmi (http://ukmbinaankotacilegon.com/) di Kota
Cilegon tercatat jumlah UKM sebanyak 35 UKM binaan Kota Cilegon dan UMKM
sebanyak 39 UMKM binaan Kota Cilegon yang memproduksi usahanya sendiri.
Adapun jumlah dari pedagang kaki lima di Kota Cilegon pada tahun 2010 tercatat
sebanyak 96 pedagang kaki lima.
Adapun dalam website resmi Pemerintah Kota Cilegon
(http://cilegon.go.id/v2/index.php/pemerintahan/visi-dan-misi) menjelaskan dalam
masa kepemimpinan Walikota H. Tb Iman Ariyadi S.Ag.MM.M.Si dan Wakil
Walikota Drs H. Edi Ariyadi,M.Si, bahwa konsep pembangunan yang diterapkan di
Kota Cilegon dalam tahun 2011-2015 di prioritaskan pada pembangunan yang
berorientasi publik serta kepada pembangunan yang menunjang perekonomian
daerah. Selain itu beberapa isu strategis, seperti Globalisasi dan ACFTA (Asean-
China Free Trade Agreement), peningkatan harga kebutuhan dasar masyarakat
seperti TDL (tarif dasar listrik), dan BBM (Bahan Bakar Minyak), fluktuasi
pertumbuhan perekonomian daerah, serta kemiskinan dan pengangguran yang
berdampak pada tingkat kesejahteraan masyarakat Cilegon. Berangkat dari kondisi
lokal, regional dan nasional, serta permasalahan dan tantangan yang dihadapi sampai
dengan tahun 2015 dan juga mempertimbangkan potensi dan harapan masyarakat
Kota Cilegon, maka “Visi Pembangunan Kota Cilegon Tahun 2011-2015” adalah
“Masyarakat Cilegon Sejahtera Melalui Daya Dukung Industri, Perdagangan dan
Jasa”.
Indikasi wujud pencapaian sasaran strategis visi pembangunan Kota Cilegon
Tahun 2011-2015 yang tertuang dalam website resmi Pemerintah Kota Cilegon
adalah sebagai berikut:
1. Meningkatnya kesejahteraan masyarakat 2. Menurunnya kemiskinan 3. Menurunnya pengangguran 4. Meningkatnya kinerja dan kualitas perekonomian 5. Dalam upaya mewujudkan Visi tersebut, diperlukan sejumlah Misi yang
mengarahkan pencapaian visi secara sistemis, maka dirumuskan “Misi Pembangunan Kota Cilegon tahun 2011-2015” adalah sebagai berikut:
a. Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat melalui Penanggulangan Kemiskinan dan Pengangguran
b. Meningkatkan Perekonomian Daerah Melalui Daya Dukung Sektor Industri, Perdagangan dan Jasa
83
c. Meningkatkan Potensi Daya Saing Daerah Melalui Pengembangan Kepelabuhanan, Pergudangan, Penataan Ruang dan Pengelolaan Lingkungan
d. Mempersiapkan Sumber Daya Manusia Melalui Pendidikan, Kesehatan dan Keagamaan
e. Mewujudkan Tata Kelola Pemerintahan yang Baik, Bersih, Berkeadilah, Demokratis, Berlandaskan Hukum serta berorientasi Publik.
4.1.2 Profil UPT PEM Kota Cilegon
UPT PEM masih merupakan bagian dari Badan Pemberdayaan Masyarakat
dan Ketahanan Pangan (BPMKP) Kota Cilegon yang mempunyai tugas pokok
membantu Walikota dalam penyelenggaraan sebagian kewenangan desentralisasi dan
tugas pembantuan di bidang Pemberdayaan Masyarakat dan Ketahanan Pangan.
Adapun tugas dari UPT PEM sendiri yaitu untuk melaksanakan sebagian tugas Badan
dalam bidang perencanaan, pengelolaan, dan pemberdayaan ekonomi masyarakat.
1. Dewan Pengawas yang dipimpin oleh seorang Ketua berkedudukan
dibawah dan bertanggungjawab kepada Walikota melalui Sekretaris
Daerah, yang mempunyai tugas pokok melaksanakan pengawasan,
pengendalian dan pembinaan terhadap pengelolaan Badan Layanan
Umum Daerah UPT PEM yang dilakukan oleh pejabat pengelola sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan. Dewan Pengawas
berkewajiban:
a. Memberikan pendapat dan saran kepada kepala daerah mengenai RBA yang diusulkan oleh pejabat pengelola
b. Mengikuti perkembangan kegiatan BLUD dan memberikan pendapat serta saran kepada kepala daerah mengenai setiap masalah yang dianggap penting bagi pengelolaan BLUD
c. Melaporkan kepada kepala daerah tentang kinerja BLUD d. Memberikan nasehat kepada pejabat pengelola dalam
melaksanakan pengelolaan BLUD e. Melakukan evaluasi dan penilaian kinerja baik keuangan maupun
non keuangan, serta memberikan saran dan catatancatatan penting untuk ditindaklanjuti oleh pejabat pengelola BLUD
f. Memonitor tindak lanjut hasil evaluasi dan penilaian kinerja.
2. Kepala UPT berkedudukan di bawah dan bertanggungjawab kepada
Kepala Badan, mempunyai tugas memimpin, merencanakan,
mengkoordinasikan, melaksanakan, dan mengawasi serta mengevaluasi
kegiatan di bidang pemberdayaan ekonomi masyarakat, membagi tugas
dan mengatur serta memberi petunjuk kegiatan kepada bawahan dan
memberikan laporan kepada pimpinan sehingga kegiatan di UPT PEM
85
berjalan dengan baik, efektif dan efisien, dan sesuai dengan ketentuan
yang berlaku. Kepala UPT menyelenggarakan fungsi:
a. Perumusan dan perencanaan program, kegiatan, dan anggaran UPT PEM
b. Pengkoordinasian dan pelaksanaan seleksi calon mitra binaan c. Pengkoordinasian dan pelaksanaan pelatihan dan pemagangan d. Pengkoordinasian dan pelaksanaan penyaluran pinjaman e. Pengkoordinasian dan pelaksanaan kegiatan konsultasi
manajemen f. Pengkoordinasian dan pelaksanaan pemasaran produk mitra
binaan g. Pengkoordinasian dan pelaksanaan penanggulangan pinjaman
bermasalah h. Pengendalian dan pembinaan ketatausahaan UPT PEM yang
meliputi administrasi umum, kepegawaian, dan keuangan i. Pengendalian dan pembinaan Unit-Unit dan Sub Unit – Sub Unit
pada UPT PEM j. Pelaksanaan pembinaan aparatur UPT PEM k. Pelaksanaan koordinasi dengan instansi/pihak terkait di bidang
pemberdayaan ekonomi masyarakat l. Pelaksanaan penyusunan pelaporan akuntabilitas kinerja
terhadap pelaksanaan semua kegiatan UPT PEM.
3. Sub Bagian Tata Usaha berkedudukan di bawah dan bertanggungjawab
kepada Kepala UPT, yang mempunyai tugas pokok membantu Kepala
UPT dalam mengelola penyusunan perencanaan, ketatausahaan,
administrasi pegawai, administrasi keuangan, perlengkapan dan rumah
tangga dan memberikan pelayanan administrasi kepada perangkat UPT
PEM, serta pelaksanaan laporan akuntabilitas dan evaluasi kinerja di UPT
PEM agar terlaksana dengan baik, efektif dan efisien, dan sesuai dengan
86
ketentuan yang berlaku. Sub Bagian Tata Usaha menyelenggarakan
fungsi:
a. Penyusunan perencanaan Sub Bagian Tata Usaha b. Pelaksanaan penyusunan visi dan misi UPT PEM c. Penyusunan rencana strategis UPT PEM d. Penyusunan program kerja UPT PEM e. Pelaksanaan pelayanan ketatausahaan UPT PEM f. Pelaksanaan administrasi umum dan kepegawaian UPT PEM g. Pelaksanaan pengelolaan perlengkapan dan rumah tangga UPT
PEM h. Pelaksanaan pengelolaan administrasi keuangan UPT PEM i. Pengkoordinasian dan sinkronisasi tugas, program, dan kegiatan
Unit-Unit pada UPT PEM j. Pengumpulan dan pengolahan data laporan hasil kegiatan UPT
PEM k. Penyusunan laporan akuntabilitas dan kinerja UPT PEM l. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan Sub Bagian Tata Usaha UPT
PEM. 4. Unit Pembiayaan dipimpin oleh seorang Koordinator Unit berkedudukan
di bawah dan bertanggungjawab terhadap Kepala UPT, yang mempunyai
tugas pokok membantu Kepala UPT dalam merencanakan dan
melaksanakan kegiatan Pembiayaan sehingga berhasil guna dan berdaya
guna sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Unit Pembiayaan
menyelenggarakan fungsi:
a. Penyusunan rencana kerja, program, kegiatan, dan anggaran Unit Pembiayaan
b. Pelaksanaan inventarisasi dan pengelolaan data sasaran/target group
c. Penyusunan pedoman teknis pembiayaan d. Pelaksanaan kegiatan pelatihan dan pemagangan mitra binaan e. Pelaksanaan pengendalian proses penyaluran pinjaman yang
dikelola sub unit f. Pelaksanaan monitoring kegiatan Sub Unit-Sub Unit g. Pelaksanaan pengolahan permasalahn pembiayaan yang ada pada
Sub Unit-Sub Unit
87
h. Pelaksanaan pembinaan dan bimbingan teknis kepada sub Unit-sub Unit
i. Pelaksanaan kerjasama dengan lembaga keuangan baik bank maupun non bank
j. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan Unit Pembiayaan.
5. Unit Perdagangan dipimpin oleh seorang Koordinator Unit berkedudukan
di bawah dan bertanggungjawab kepada Kepala UPT, yang mempunyai
tugas membantu Kepala UPT dalam merencanakan dan melaksanakan
kegiatan pemasaran dan perdagangan sehingga berhasil guna dan berdaya
guna sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Unit Perdagangan
menyelenggarakan fungsi:
a. Penyusunan rencana kerja, program, kegiatan, dan anggaran Unit Perdagangan
b. Pengumpulan dan pengolahan data dan informasi kebutuhan barang dan produk mitra binaan
c. Penyediaan jasa layanan informasi bisnis d. Pelaksanaan pengadaan barang dan hubungan supplier e. Pelaksanaan pemasaran produk mitra binaan f. Pelaksanaan pembentukan dan pengembangan jaringan usaha g. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan Unit Perdagangan.
6. Koordinator Sub Unit berkedudukan dibawah dan bertanggungjawab kepada
kepala UPT PEM, yang mempunyai tugas membantu Kepala UPT dalam
memimpin, merencanakan, dan melaksanakan kegiatan pembiayaan di
kecamatan sehingga berhasil guna dan berdaya guna sesuai dengan ketentuan
yang berlaku. Sub Unit menyelenggarakan fungsi:
88
a. Penyusunan rencana kerja, program, kegiatan, dan anggaran Sub Unit
b. Pelaksanaan pengolahan dan pemeliharaan data sasaran/target group
c. Pelaksanaan seleksi calon mitra binaan d. Pelaksanaan penetapan hasil seleksi calon mitra binaan e. Pelaksanaan analisa pinjaman f. Pelaksanaan penetapan pinjaman g. Pelaksanaan pencairan pinjaman h. Pelaksanaan administrasi penyaluran dan pengembalian
pinjaman i. Pelaksanaan identifikasi permasalahan yang dihadapi mitra
binaan j. Pelaksanaan bimbingan teknis/pendampingan kepada mitra
binaan k. Pelaksanaan penagihan pinjaman bermasalah l. Pelaksanaan penanggulangan pinjaman bermasalah m. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan sub unit.
7. Kelompok Jabatan Fungsional mempunyai tugas melaksanakan sebagian
fungsi UPT PEM secara profesional sesuai dengan kebutuhan. Kelompok
Jabatan Fungsional dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab
kepada Kepala UPT. Kelompok Jabatan Fungsional terdiri dari sejumlah
tenaga dalam jenjang fungsional yang terbagi dalam berbagai kelompok
sesuai dengan bidang keahliannya. Jumlah jabatan fungsional ditentukan
sifat, jenis, kebutuhan, dan beban kerja. Jenis dan jenjang jabatan
fungsional diatur sesuai dengan peraturan yang berlaku. Ketentuan lebih
lanjut mengenai ketatalaksanaan dan mekanisme kerja bagi Kelompok
Jabatan Fungsional diatur menurut ketentuan yang berlaku.
89
4.1.3 Profil PKBL (Program Kemitraan dan Bina Lingkungan) PT. Krakatau
Steel
Pelaksanaan CSR di Krakatau Steel terikat dengan Undang-undang Nomor 19
Tahun 2003 yang intinya bahwa perusahaan BUMN perlu juga melakukan pembinaan
terhadap usaha kecil, koperasi, dan masyarakat BUMN. Pro Growth, Pro Poor, Pro
Job, Pro Environment adalah empat pilar utama yang di emban Krakatau Steel.
Tekad Krakatau Steel ini secara berkesinambungan terus kami lakukan. Melalui unit
kerja tersendiri, yakti Divisi Corporate Sosial Responsibility (CSR) melalui Program
Kemitraan dan Bina Lingkungan telah menggulirkan banyak dana sebagai bentuk
kepedulian terhadap perkembangan sektor usaha kecil dan menengah, serta koperasi.
Kawasan PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. yang membentang lebih dari 2700
hektare ini sekira seperenam luas Cilegon, Banten, tak berdiri sendiri. Di luar
kompleks BUMN ini, kehidupan masyarakat Cilegon terus bergerak dinamis. Baik
Krakatau Steel maupun masyarakat sama-sama membentuk peradaban Banten
modern dan bahkan Indonesia. Tanggung jawab sosial perusahaan CSR
menjembatani satu kesatuan itu: CSR dan masyarakat saling meresapi satu sama lain.
Dari sinilah rasa peduli terhadap masyarakat sekitar mencerminkan kepekaan sosial
perusahaan demi mewujudkan tanggung jawab sosial perusahaan.
Demi mewujudkan tanggung jawab sosial, Divisi CSR membentuk satu unit
khusus yaitu Divisi Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL). Salah satu
90
misinya supaya keberasaan perusahaan ini bisa bermanfaat bagi masyarakat setempat
lewat Program Kemitraan dan Bina Lingkungan. Untuk mencapai misi itu pemerintah
mencanangkan empat pilar PKBL: Pro Growth, Pro Poor, Pro Job, Pro Environment.
Program Kemitraan menuntaskan tanggung jawab bidang ekonomi yang
termasuk pilar Pro Growth dan Pro Job. Pada sisi lain, Bina Lingkungan menggarap
tanggung jawab bidang sosial dan lingkungan dalam pilar Pro Poor, Pro Job, Pro
Environment. Kendati begitu, dalam praktiknya masing-masing pilar saling terjalin
menjadi satu, dan tak ada pilar yang berdiri sendiri.
Selain sebagai kewajiban eksistensi Krakatau Steel, pelaksanaan PKBL juga
amanat Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara
dan Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor PER-
05/MBU/2007. Namun jauh sebelum adanya amnaat Undang-undang itu, kepedulian
sosial telah dimulai sejak 1992. Sejak mula telah ada Divisi Pembinaan Industri Kecil
(PIK). Bahkan salah satu aspek kini juga melekat dalam CSR, yaitu pengembangan
masyarakat (community development) telah terentang semenjak Krakatau Steel berdiri
di Cilegon.
Program Kemitraan Krakatau Steel berbentuk pinjaman dana bergulir bagi
usaha kecil. Menurut Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor PER-05/MBU/2007
Pasal 1, program kemitraan untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar
menjadi tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN.
91
Prinsipnya, persis seperti pengembangan usaha mikro dan kecil. Program Kemitraan
Nomor PER-05/MBU/2007 berebentuk pinjaman dana bergulir bagi usaha kecil
dengan jasa administrasi per tahun sebesar 6%. Usaha kecil binaan PT Krakatau Steel
bergerak dalam bidang industri, perdagangan, pertanian, peternakan, perikanan, dan
jasa. Dengan begitu Program Kemitraan lebih banyak bersinggungan dengan Pro
Growth untuk menumbuhkan keberdayaan ekonomi rakyat. Jumlah mitra binaan
Krakatau Steel terus meningkat dari waktu ke waktu. Krakatau Steel bergerak dari
bawah agar masyarakat lapisan bawah lebih baik dan berdaya hidupnya.
Untuk membantu pemasaran produk usaha kecil, Krakatau Steel memang
kerap mengajak mitra binaannya pameran dan pelatihan. Pameran adalah salah satu
media efektif untuk memperomosikan berbagai produk usaha kecil. Dampak
selanjutnya, tak lain agar produk bisa diterima pasar sehingga mitra binaan mampu
mandiri dan tangguh.
Pengelolaan dana bergulir memang tak mudah selalu ada tantangan dan resiko
dari pihak Krakatau Steel akan mengunjungi usaha kecil yang pinjamannya macet
dan akan dilihat dulu karena keadaannya bisa macam-macam. Kita mencoba
mengembalikan dan yang macet, karena ini dana bergulir untuk digunakan kembali.
Kalaupun masih ada yang macet tapi masih mau bangkit bukan tak mungkin
Krakatau Steel member abntuan kembali tentu saja dengan perjanjian baru. Dari
pengalaman tersebut pihak PKBL akan lebih selektif menjaring proposal pengajuan
92
dana bergulir. Kita menjelaskan hal ini disetiap kecamatan dengan bantuan camat.
Selain itu, juga bersinergi dengan lembaga lain.
Selaiun melalui Divisi CSR, strategi penyaluran dana kemitraan juga
menggandeng Pemerintah Kota Cilegon melalui Unit Pelaksanaan Teknis
Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat (UPT PEM), lembaga keuangan mikro,
keluragan, dan kecamatan untuk kluster usaha.
4.2 Deskripsi Data
4.2.1 Deskripsi Data Penelitian
Data yang disajikan di bawah ini merupakan data yang sudah melalui proses
reduksi. Deskripsi data menjelaskan hasil penelitian yang telah di olah dari data
mentah dengan menggunakan teknik analisis data yang relavan. Dalam penelitian ini
peneliti menggunakan Teori Implementasi menurut Merille S. Grindle yang
mengemukakan keberhasilan suatu implementasi kebijakan publik dapat diukur dari
dua hal, yaitu: isi kebijakan dan konteks kebijakan. Mengingat bahwa jenis dan
analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif, maka data yang
diperoleh bersifat deskriptif berbentuk kata dan kalimat dari hasil wawancara, hasil
observasi lapangan, serta data atau hasil dokumentasi lainnya.
93
Berdasrkan teknik analisis data kualitatif mengikuti konsep yang di paparkan
oleh Prasetya Irawan, data-data tersebut di analisis selama proses penelitian
berlangsung. Data yang diperoleh dari hasil lapangan meliputi wawancara,
dokumentasi, maupun observasi dan dilakukan reduksi untuk mencari tema dan pola
dan diberikan kode –kode pada aspek tertentu berdasarkan jawaban-jawaban yang
sama dan berkaitan dengan pembahasan masalah penelitian serta dilakukan
kategorisasi. Dalam penyusunan jawaban penelitian, peneliti memberikan kode pada
beberapa aspek yaitu:
1. Kode A - F menandakan indikator pertanyaan
2. Kode Q 1 menandakan daftar pertanyaan
3. Kode I1 – I24 menandakan kode urutan informan
Setelah memberikan kode-kode pada aspek tertentu yang berkaitan dengan
masalah penelitian sehingga tema dan polanya ditemukan, maka dilakukan
kategorisasi berdasarkan jawaban-jawaban yang ditemukan dari penelitian lapangan
dengan membaca dan menelaah jawaban-jawaban tersebut dan mencari data-data
penunjang yang memperkuat hasil penemuan lapangan. Mengingat penelitian ini
adalah penelitian kualitatif dengan tidak menggeneralisasikan jawaban penelitian,
maka semua jawaban-jawaban yang dikemukakan informan dipaparkan dalam
pembahasan penelitian yang disesuaikan dengan teori penelitian. Berdasarkan
kategori-kategori yang telah disusun oleh peneliti berdasarkan dengan hasil lapangan
yaitu:
94
Isi Kebijakan:
1. Kepentingan-kepentingan yang mempengaruhi kebijakan a. Latar belakang dibuatnya program tersebut b. Kepentingan yang mempengaruhi pelaksanaan program c. Pandangan pembuat dan penerima kebijakan
2. Jenis manfaat yang diperoleh a. Manfaat yang diharapkan oleh pembuat kebijakan b. Manfaat untuk masyarakat yang dirasakan saat ini
3. Derajat perubahan yang ingin dicapai a. Tujuan dari pelaksanaan kebijakan/program b. Perubahan yang diharapkan para pelaksana kebijakan
4. Letak pengambilan keputusan a. Koordinasi yang dilakukan untuk menyikapi suatu kebijakan atau
program yang sedang berlaku
b. Wewenang masing-masing pihak pelaksana program
5. Pelaksana program a. Implementator dalam pelaksanaan program b. Teknis pelaksanaan kebijakan/program
6. Sumberdaya yang digunakan a. SDM sebagai fasilitator b. Sarana dan prasarana yang digunakan untuk mendukung
pelaksanaan program
Konteks Kebijakan:
1. Kekuasaan, kepentingan-kepentingan, dan strategi aktor yang terlibat a. Pengaruh kekuasaan dari aktor yang terlibat b. Kepentingan yang di prioritaskan para pelaksana kebijakan c. Strategi yang digunakan pada pelaksanaan program
95
2. Karakteristik lembaga dan rezim yang berkuasa a. Peran serta dorongan dari pemerintah dalam pelaksanaan program
tersebut b. Isi dari kebijakan suatu program yang bersifat melindungi
pemerintah c. Kebijakan suatu program pemerintah dapat diterima dan dipahami
oleh masyarakat
3. Tingkat kepatuhan dan adanya respon dari pelaksana a. Pelaksana program merespon dan patuh terhadap keputusan b. Faktor penghambat tingkat kepatuhan dan respon dari pihak
pelaksana
Berdasarkan kategori diatas, maka peneliti membuat matriks agar data-data
yang ada dari hasil kategorisasi dapat dibaca dan dipahami secara keseluruhan.
Kemudian dilakukan analisis kembali untuk mencari kesimpulan yang signifikan
selama sisa waktu penelitian dengan mencari kembali data dan informasi dari
berbagai sumber. Setelah data dan informasi yang didapatkan bersifat jenuh, artinya
telah ada pengulangan informasi, maka kesimpulan tersebut dapat diambil untuk
dijadikan jawaban dalam membahas masalah penelitian ini.
4.2.2 Informan Penelitian
Informan dalam penelitian ini adalah semua pihak yang terkait dengan
Implementasi disini adalah Implementasi Program Pro Rakyat Fase Ke 5 Pemerintah
96
Kota Cilegon (Studi Kasus Warung Ekonomi Pedagang Kaki Lima). Berikut ini
adalah daftar data informan yang berkaitan dengan penelitian ini, yaitu:
Tabel 4.1
Deskripsi Informan Penelitian
No Kode Informan
Pembagian Kode Informan Status Informan
1. I1 Eka Patria Prihatin Kepala UPT PEM Kota Cilegon
2. I2 Eka Prasetya Pelaksana Pembiayaan UPT PEM Kota Cilegon
3. I3 Afis Spesialis Kerjasama Lembaga Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) PT. Krakatau Steel
4. I4 Dewi Ratih Kumala Spesialis Keuangan Lembaga Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) PT. Krakatau Steel
5. I5 Efa Safiroh, ST. MT Sekretaris Dinas Tata Kota Kota Cilegon
6. I6 Mudzakir Bagian Fungsional Umum Disperindagkop Kota Cilegon
7. I7 Endang Sudrajat Kasi Trantib Satpol PP Kota Cilegon
8. I8 Sobar Pedagang Kaki Lima (Warung Ekonomi)
9. I9 Yasmawati Pedagang Kaki Lima (Warung Ekonomi)
10. I10 Gita Bahari Pedagang Kaki Lima (Warung Ekonomi)
11. I11 Hasani Pedagang Kaki Lima (Warung Ekonomi)
12. I12 Arwani Pedagang Kaki Lima (Warung Ekonomi)
13. I13 Riyanto Pedagang Kaki Lima (Warung Ekonomi)
14. I14 Samsul Bahri Pedagang Kaki Lima (Warung Ekonomi)
97
15. I15 Sunarto Siahaan Pedagang Kaki Lima (Warung Ekonomi)
16. I16 Ali Pedagang Kaki Lima (Non Warung Ekonomi)
17. I17 Aris Pedagang Kaki Lima (Non Warung Ekonomi)
18 I18 Usro Pedagang Kaki Lima (Non Warung Ekonomi)
19. I19 Nufus Pejalan Kaki
20 I20 Uki Pejalan Kaki
21. I21 Ida Pejalan Kaki
22. I22 Seli Pejalan Kaki (Pelanggan Warung Ekonomi)
23. I23 Nina Pejalan Kaki (Pelanggan Warung Ekonomi)
24. I24 Edi Pejalan Kaki (Pelanggan Warung Ekonomi)
4.3 Hasil Temuan
Setelah melakukan penelitian ke lokasi baik melalui wawancara maupun
observasi lapangan, peneliti mendapatkan data-data yang kompleks. Namun setelah
melakukan proses reduksi data maka didapatkan data-data yang di butuhkan dalam
penelitian ini. Data-data tersebut akan di paparkan yang terdiri atas:
98
4.3.1 Content of Policy
Pada content of policy terdapat enam dimensi yang akan dijadikan indikator
sejauh mana implementasi kebijakan atau program dapat berjalan. Indikator tersebut
yaitu sebagai berikut:
1. Kepentingan-kepentingan yang Mempengaruhi Kebijakan
Pada indikator ini berkaitan dengan kepentingan-kepentingan yang dapat
mempengaruhi implementasi suatu kebijakan atau program. Dari indikator
kepentingan-kepentingan yang mempengaruhi kebijakan ini, peneliti menilai
beberapa aspek yang terkandung di dalamnya mulai dari latar belakang dibuatnya
program pro rakyat fase ke 5 warung ekonomi pedagang kaki lima sampai dengan
kepentingan apa yang akhirnya mempengaruhi implementasi dari program tersebut.
Peneliti melakukan wawancara terkait dengan kepentingan-kepentingan yang
mempengaruhi pelaksanaan program warung ekonomi ini kepada I1 yang mengatakan
bahwa:
“Kepentingannya dibuatnya program ini yaitu kepentingan Dinas Tata Kota untuk menata kota supaya warung terlihat seragam tentunya kita UPT PEM juga berkoordinasi dengan Dinas Tata Kota. Warung ekonomi itu hanya program pemerintah untuk menata kota, menata para pedagang di sepanjang jalan protokol agar terlihat lebih indah, besih, dan rapi lalu kami fasilitasi mitra kami yang memiliki usaha kecil supaya warungnya terlihat bagus, layak, dan seragam.” (Senin, 9 Mei 2016, pukul 10.30 di Kantor UPT PEM Kota Cilegon)
99
Selain itu hasil wawancara dengan I3 juga mengatakan bahwa kepentingan-
kepentingan yang mempengaruhi pelaksanaan program warung ekonomi ini adalah:
“Kepentingan para pihak pelaksana tentunya dari pihak kita PKBL KS sebagai pelaku program kemitraan maka akan membina para pelaku usaha. Dimulai dari tupoksi PKBL KS melakukan program kemitraan bina lingkungan sesuai dengan Permen No. 9 Tahun 2015. Sebagai PK (Program Kemitraan) yang berkerjasama dengan BPMKP yaitu UPT PEM untuk mengembangkan ekonomi masyarakat melalui program pemerintah warung ekonomi ini yang termasuk kedalam program pemberdayaan ekonomi masyarakat.” (Kamis, 12 Mei 2016, pukul 08.30 di Kantor PKBL PT. KS)
Selanjutnya, I4 juga berpendapat bahwa kepentingan-kepentingan yang
mempengaruhi pelaksanaan program warung ekonomi sebagai berikut:
“Kepentingan awalnya yaitu kerjasama sebelumnya yang sudah lama dijalin antara Pemkot dengan PT. KS yaitu berupa pinjaman, pinjaman modal kerja. Warung ekonomi tidak memiliki kontrak terpisah, hanya sebagai produk baru/inovasi baru, seperti bagaimana tidak hanya uang yang bisa kita bantu tetapi bisa memberikan gerobak untuk usahanya agar dapat terlihat lebih rapi maka kita samakan. Petunjuk teknis warung ekonomi hanya sebatas kontrak saja, karena dahulu juga sudah mensepakati kerjasama antara pihak PKBL KS dengan Pemkot, seperti contohnya dana bergulir.” (Kamis, 19 Mei 2016, pukul 09.00 di Kantor PKBL PT. KS)
Dari ketiga informasi yang dikemukakan oleh masing-masing informan lalu
hal tersebut diperjelas oleh I5 melalui wawancara mengenai kepentingan-kepentingan
yang mempengaruhi pelaksanaan program warung ekonomi yaitu:
100
“Kepentingan kita yaitu pada kegiatan penertiban bangunan dan lingkungan yang ada di dalam bidang Prasaranan Kota yang ada di Dinas Tata Kota. Di dalam dinas ini ada kegiatan namanya penertiban bangunan dan lingkungan. Kita memang menata para pedagang yang berjualan di sepanjang jalan protokol Kota Cilegon yaitu khususnya para pedagang kaki lima agar terlihat lebih tertata lagi dan rapi dengan bentuk warung yang sama di sepanjang jalan Kota Cilegon.” (Rabu, 35 Mei 2016, pukul 09.00 di Kantor Dinas Tata Kota Cilegon)
Berdasarkan hasil wawancara kepada beberapa narasumber terkait dengan
indikator kepentingan-kepentingan yang mempengaruhi pelaksanaan program warung
ekonomi peneliti menemukan temuan penelitian dalam indikator ini yaitu
kepentingan utama dalam pelaksanaan program warung ekonomi untuk mendukung
kegiatan penertiban bangunan dan lingkungan yang di lakukan oleh Dinas Tata Kota
Cilegon. Dinas Tata Kota Cilegon melakukan penataan pedagang kaki lima yang ada
di sepanjang jalur protokol Kota Cilegon melalui program warung ekonomi ini. Akan
tetapi dari hasil observasi dan wawancara yang diperoleh, peneliti menemukan
adanya perbenturan kepentingan yang dibuat oleh Dinas Tata Kota Cilegon dengan
pihak Satpol PP yang melarang dan menertibkan pedagang kaki lima yang ada di
sepanjang jalur protokol Kota Cilegon termasuk warung ekonomi tersebut.
Selain itu, peneliti menemukan dalam pengimplementasian program warung
ekonomi tersebut belum mengarah kepada kepentingan untuk memberdayakan
masyarakat Kota Cilegon sepenuhnya dan belum berpedoman kepada Perwal Kota
101
Cilegon Nomor 25 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Dana Bergulir Pemberdayaan
Masyarakat Kota Cilegon khususnya seperti yang terlampir pada BAB III Asas Pasal
4 (a). Hal ini dapat dilihat dari jumlah pemiliki warung ekonomi yang hanya di
dominasi oleh 1 wilayah saja khususnya pada jalur protokol Kota Cilegon.
2. Jenis Manfaat yang Dihasilkan
Pada indikator ini menegaskan kepada manfaat yang di peroleh dari
pengimplementasian suatu program yang lebih mengarah kepada dampak positif dari
penerapannya. Dari indikator jenis manfaat yang dihasilkan ini, peneliti menilai
beberapa aspek yang terkandung di dalamnya mulai dari manfaat yang diharapkan
dan manfaat yang sudah diperoleh saat ini dalam implementasi program pro rakyat
fase ke 5 warung ekonomi pedagang kaki lima. Peneliti melakukan wawancara terkait
dengan manfaat yang dihasilkan dari pelaksanaan program warung ekonomi ini
kepada I1 yang mengatakan bahwa:
“Kalau bagi kami manfaatnya sekarang warungnya sudah terlihat seragam tetapi belum secara menyeluruh karena ada beberapa hal yang menghambat ya, akhir-akhir ini ada suatu hal yang kurang kondufif bagi pelaksanaan warung ekonomi itu seperti bentrok dengan pihak Satpol PP.” (Senin, 9 Mei 2016, pukul 10.30 di Kantor UPT PEM Kota Cilegon)
102
Lalu I3 juga berpendapat mengenai manfaat yang sudah dihasilkan dalam
pelaksanaan program warung ekonomi ini yaitu:
“Dapat memberikan kesejahteraan pada masyarakat setempat termasuk warung ekonomi ini, dengan masuknya program kemitraan dalam mengembangkan investasi yang berupa warung ekonomi diharapkan dapat membantu pemerintah dalam mengurangi pengangguran dan kemiskinan.” (Kamis, 12 Mei 2016, pukul 08.30 di Kantor PKBL PT. KS)
Sedangkan dari penerima program sendiri merasakan manfaat yang berbeda
dengan manfaat yang diharapkan oleh pelaksana kebijakan. Hal tersebut dikatakan
langsung oleh I8, I10, I13 yang mengatakan bahwa:
Menurut I8:
“Dapat membantu pedagang intinya, tapi kalo ada gangguan ya tetep disuruh geser dulu sama Satpol PP soalnya kan dapet bantuannya dari Pemda, mereka yang berwenang kita sih nurut-nurut aja.” (Sabtu, 28 Mei 2016, pukul 14.00 di trotoar jalan protokol Kota Cilegon)
Menurut I10:
“Manfaatnya keadaan lebih baik jualan di pinggir jalan, tapi makin kesini malah kesannya kaya penipuan masalahnya saya nyicil udah hampir lunas tapi malah sekarang ga boleh berjualan total.” (Sabtu, 28 Mei 2016, pukul 15.00 di trotoar jalan protokol Kota Cilegon)
103
Menurut I13:
“Manfaatnya katanya sih dari Pemda supaya lebih bagus lebih tertib jadi nantinya bapa lebih aman tapi nyatanya malah ga ada kemanan pengennya saya sih bisa jualan dari pagi lagi kaya dulu lagi biar bisa ngangsur ini ga merasa keberatan.” (Sabtu, 28 Mei 2016, pukul 16.25 di trotoar jalan protokol Kota Cilegon)
Dari sisi lain pengimpelementasian program warung ekonomi pedagang kaki
lima peneliti juga mendapatkan hasil wawancara mengenai manfaat yang dihasilkan
yang dikemukakan oleh para pejalan kaki di wilayah warung ekonomi tersebut. I19
mengatakan bahwa:
“Ini bermanfaat aja sih kan sambil jalan juga bisa beli apa gitu tapi saya ga ngerasa kenganggu masing-masing aja ya namanya yang punya warung juga mau usaha, sayanya juga kadang butuh.” (Minggu, 29 Mei 2016, pukul 17.00 di trotoar jalan protokol Kota Cilegon)
Lalu I21 juga berpendapat mengenai manfaat pelaksanaan warung ekonomi yaitu:
“Manfaat sih lumayan aja buat kadang mau apa ini deket, saya juga ga ngerasa keganggu selama saya masih bisa lewat kan di trotoar ini jadi ga masalah sih biarin aja” (Minggu, 29 Mei 2016, pukul 17.30 di trotoar jalan protokol Kota Cilegon)
104
Selain itu pejalan kaki yang merupakan pelanggan dari warung ekonomi I23
dan I24 juga mengatakan bahwa:
“Bermanfaat sih emang walaupun ada di atas trotoar tapi masih nyisain jalan lah buat kita, saya juga langganan disini karna tempatnya deket” (Rabu, 5 Oktober 2016, pukul 16.55 di trotoar jalan protokol Kota Cilegon)
“Saya rasa manfaat aja, saya sebagai pembeli butuh yang jual juga butuh, kita sama-sama butuh apa lagi kalau lagi jalan banyak warung kaya gini mau beli apa-apanya kan gampang” (Rabu, 5 Oktober 2016, pukul 17.15 di trotoar jalan protokol Kota Cilegon)
Berdasarkan hasil wawancara kepada beberapa narasumber terkait dengan
indikator jenis manfaat yang dihasilkan dalam pelaksanaan program warung ekonomi
ini, temuan peneliti dalam indikator ini yaitu jenis manfaat yang diharapkan para
pihak pelaksana warung ekonomi memang mengarah kepada manfaat positif yang
mengarah kepada kepentingan kesejahteraan para pedagang kaki lima dan penataan
kota. Akan tetapi setelah program warung ekonomi tersebut berjalan peneliti
menemukan adanya perbedaan manfaat yang dihasilkan saat ini. Awalnya memang
memiliki manfaat yang positif tetapi setelah adanya hambatan perbedaan kepentingan
dengan Satpol PP maka pihak penerima warung ekonomi tidak merasakan manfaat
yang positif bahkan sebagian dari mereka merasa kecewa dan merasa dirugikan.
Tetapi ada pihak lain yang merasakan dampak positif dari adanya program warung
105
ekonomi ini seperti para pejalan kaki yang merasa kebutuhannya terpenuhi dengan
ditempatkannya warung ekonomi di sepanjang jalur protokol Kota Cilegon.
3. Derajat Perubahan yang Ingin Dicapai
Pada indikator ini peneliti akan mengetahui seberapa besar perubahan yang
akan dicapai dari suatau pelaksanaan program. Dari indikator derajat perubahan yang
ingin dicapai, peneliti menilai beberapa aspek yang terkandung di dalamnya mulai
dari perubahan yang diharapkan oleh para pelaksana program dan perubahan yang
sudah dirasakan saat ini dalam hal implementasi program pro rakyat fase ke 5 warung
ekonomi pedagang kaki lima. Peneliti melakukan wawancara terkait dengan
perubahan yang diharapkan dari pelaksanaan program warung ekonomi ini kepada I1
yang mengatakan bahwa:
“Tujuan awal yaitu mengharapkan adanya perubahan sesuai dengan Perwal tentang dana bergulir yaitu Perwal Nomor 25 Tahun 2012. Kita mengharapkan adanya perubahan seperti dapat menumbuhkan minat masyarakat dalam berwirausaha, dapat meningkatkan pendapatan, serta dapat mengembangkan potensi-potensi usaha yang sudah ada yang dilaksanakan dengan program baru melalui penataan lingkungan dalam berusaha khususnya para PKL yang ada di sepanjang jalur protokol Kota Cilegon agar selain tujuan tersebut dapat tercapai juga terdapat perubahan lain yang bersifat positif yaitu terciptanya ketertiban, keindahan, kenyamanan dalam berusaha.” (Senin, 19 September 2016, pukul 09.30 di Kantor UPT PEM Kota Cilegon)
106
“Awalnya kita melalakukan sosialisasi ya ke para pedagang kaki lima yang ada di jalan protokol Kota Cilegon dengan memberikan informasi-informasi bahwa itu adalah program dari pemerintah. Sekarang perubahannya dapat di buktikan dengan awalnya mereka akan ditempatkan dan ditata di pinggir jalan agar kondusif sudah berjalan 34 warung ekonomi yang ada di pinggiran jalan kaki lima terlihat rapi dan seragam. Tetapi sekarang muncul kebijakan lain yang menyebutkan tidak boleh berdagang di pinggiran jalan protokol ataupun di atas trotoar maka warung ekonomi tersebut sekarang terkena gusuran sama dengan pedagang kaki lima yang lainnya.” (Senin, 9 Mei 2016, pukul 10.30 di Kantor UPT PEM Kota Cilegon)
Selain itu dari sudut pandang yang berbeda I3 juga berpendapat bahwa
perubahan yang diharapkan dari pelaksanaan warung ekonomi pedagang kaki lima ini
yaitu:
“Perubahannya yaitu adanya kesejahteraan dari pengguna warung ekonomi yang bersangkutan. Yang sudah ikut warung ekonomi dan sudah terealisasi akan kami bina dan mereka juga bisa mendapatkan omset, tetapi yang belum di bina yaitu yang belum mengikuti program warung ekonomi maka belum bisa merasakannya karena program ini akan berkelanjutan dan tempatnya pun terbatas). Selain itu, saat ini tentunya warung-warung pedagang kaki lima di pinggiran jalan terlihat lebih rapih dari yang sebelumnya.” (Kamis, 12 Mei 2016, pukul 08.30 di Kantor PKBL PT. KS)
Akan tetapi peneliti menemukan adanya pendapat lain mengenai perubahan
yang sudah terjadi dalam penerapan program warung ekonomi ini khususnya dari
pedagang kaki lima yang sudah ikut dalam program ini. Seperti yang dikatakan oleh
I10 yaitu:
107
“Perubahannya yang awal dijanjiin itu ketenangan berjualan, nyatanya ga berubah sekarang. Mau pake warung ekonomi mau engga sama aja tetep kena gusuran Satpol PP, berarti keamanan berjualan juga ga ada bentrok sama Satpol PP.” (Sabtu, 28 Mei 2016, pukul 15.00 di trotoar jalan protokol Kota Cilegon)
Lalu I13 juga mengatakan bahwa:
“Perubahannya jualannya malah mengurangi pendapatan, iya ini dari siang sampe malem aja dapetnya 100.000 biasanya kalo dari pagi bisa lah dapet sampe 300.000.” (Sabtu, 28 Mei 2016, pukul 16.25 di trotoar jalan protokol Kota Cilegon)
I14 juga berpendapat bahwa:
“Malah ga ada perubahannya sama sekali orang ga boleh jualan lagi kan disininya, tapi saya tetep jualan sih sekarang cuma pake gerobak kecil sendiri biar kalo ada Satpol PP jadi ga kena.” (Sabtu, 28 Mei 2016, pukul 16.45 di trotoar jalan protokol Kota Cilegon)
Peneliti juga melalukan wawancara kepada pedagang kaki lima yang tidak
ikut bergabung dalam program warung ekonomi ini untuk mendapatkan informasi
tambahan, lalu I17 mengetakan bahwa:
“Ga pernah tau apa yang namanya warung ekonomi, ga ada sosialisasi dari juga dari awal jualan juga pake grobak sendiri. Saya taunya dari temen itu kredit gerobak dan udah pernah ada yang ngajak tapi tetep aja ada penggusuran mah kena gusur, tetep aja kalo ada Satpol PP mah disuruh pindah dikasih peringatan jangan jualan siang, katanya sih bukan sangkut
108
pautan sama Satpol PP itu mah dari Pemda.” (Minggu, 29 Mei 2016, pukul 16.00 di trotoar jalan protokol Kota Cilegon)
Selain itu I18 juga berpendapat:
“Saya ga tau ga pernah di datengin cuma saya pernah nanya ke temen ya yang punya usaha baru ko gerobaknya bisa samaan oren-oren gitu pas saya tanya lagi saya penasaran taunya itu kredit ya tapi dari pemerintah. Saya sempet tertarik mau bikin tapi semakin kesini taunya mereka juga kena tertib Satpol PP dikira saya kan pas awalnya engga tuh ya aman-aman aja soalnya dari pemerintah eh taunya sama yaudah saya ga jadi mending pake gerobak sendiri aja cukup ga usaha utang-utang lagi.” (Minggu, 29 Mei 2016, pukul 16.30 di trotoar jalan protokol Kota Cilegon)
Berdasarkan hasil wawancara kepada beberapa narasumber terkait dengan
indikator derajat perubahan yang ingin dicapai pada pelaksanaan program warung
ekonomi, temuan penelitian dalam indikator ini yaitu perubahan yang diinginkan para
pihak pelaksana warung ekonomi tersebut belum terealisasi dengan baik. Adanya
beberapa hambatan seperti perbedaan kepentingan dengan Satpol PP dan tempat atau
lokasi penempatan warung ekonomi ini pun sangat terbatas yaitu hanya di sepanjang
jalur protokol Kota Cilegon sehingga perubahan yang diharapkan pun terhambat.
Selain itu terdapat dampak lainnya yang di alami oleh pihak penerima warung
ekonomi seperti pengurangan pendapatan.
Saat ini baru terdapat 34 pedagang kaki lima yang mengikuti program warung
ekonomi, akan tetapi saat program ini sudah berjalan terdapat kendala seperti adanya
penggusuran warung ekonomi yang dilakukan oleh pihak Satpol PP sehingga minat
109
masyarakat pun berkurang untuk mengikuti program tersebut yang menyebabkan
penataan kota melalui warung ekonomi belum bisa berjalan secara maksimal.
Dari adanya beberapa hambatan yang terjadi maka tujuan dari program
warung ekonomi tersebut yang tertuang dalam Perwal Nomor 25 Tahun 2012
Tentang Pengelolaan Dana Bergulir Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Kota
Cilegon tidak capai justru sebaliknya, peneliti menemukan selain kurangnya minat
masyarakat dalam berusaha juga dapat mengurangi pendapatan sehingga potensi-
potensi usaha yang sudah ada tidak dapat dikembangkan.
4. Letak Pengambilan Keputusan
Pada indikator ini peneliti akan mengetahui letak pengambilan keputusan
dalam suatu program yang akan di implementasikan. Dari indikator letak
pengambilan keputusan ini, peneliti menilai beberapa aspek yang terkandung di
dalamnya mulai dari koordinasi sampai dengan wewenang yang dilakukan oleh pihak
pelaksana program pro rakyat fase ke 5 warung ekonomi pedagang kaki lima. Peneliti
melakukan wawancara terkait dengan bagaimana letak pengambilan keputusan serta
wewenang dari masing-masing pihak pelaksana program warung ekonomi ini kepada
I1 yang mengatakan bahwa:
“Letak pengambilan keputusan disini yaitu berada di pemerintah sebagai kepala daerah yah, tentunya dahulu itu tertuang dalam Perwal 25 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Dana Bergulir Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat
110
Kota Cilegon yang merupakan program pemerintah juga. Sekarang ini dalam masa kepemimpinannya mengeluarkan program pro rakyat fase ke 5 yang ada di agenda cilegon sejahtera salah satunya ya warung ekonomi ini. Jadi ini memang program pemerintah, kita hanya menjalankan apa yang menjadi tugas dan intruksi pemerintah. Setahu kita pemerintah mengeluarkan program ini, lalu berkoordinasi dengan pihak yang terlibat dalam pelaksanaan ini seperti kita UPT PEM, Dinas Tata Kota, dan PKBL KS.” (Rabu, 28 September 2016, pukul 09.00 di Kantor UPT PEM Kota Cilegon)
“Wewenangnya kita hanya memfasilitasi sampai mereka mendapatkan warung, dan jika sudah selesai mencicilnya sudah kita tidak punya wewenang lain. Lalu selanjutnya kita melakukan koordinasi pendanaan dari pihak PKBL KS yang akan memberikan dana untuk membuat warung ekonomi tersebut. Jika UKM ingin mendapatkan warung ekonomi mereka datang kesini menyerahkan persyaratan lalu akan kami usulkan ke PKBL KS yang memberikan bantuan dana.” (Senin, 9 Mei 2016, pukul 10.30 di Kantor UPT PEM Kota Cilegon)
Selain itu I3 juga menjelaskan bagaimana letak pengambilan keputusan yang
terdapat dalam pelaksanaan program warung ekonomi tersebut yaitu:
“Wewenang kita yaitu sebagai pengembangan usaha, membina, memberikan pinjaman modal investasi berupa warung ekonomi. Koordinasi juga dilakukan sesuai dengan tupoksi, BPMKP melalui UPT PEM mensurvei hasil kelayakan tempat dengan dasar-dasar izin yang tidak mengganggu. Kita sebagai penyalur langsung investasi PKBL mengutamakan syaratnya layak untuk dibina dan tidak memakan trotoar jalan.” (Kamis, 12 Mei 2016, pukul 08.30 di Kantor PKBL PT. KS)
Adapun pendapat lain mengenai letak pengambilan keputusan dalam
pelaksanaan program warung ekonomi seperti yang dikatakan oleh I5 yaitu:
111
“Pada awalnya ini program dari pemerintah, program pro rakyat yang terbaru ya fase ke 5 ini. Lalu pemerintah mengumpulkan kami para pihak pelaksana atau pihak yang terlibat untuk kemudian berkoordinasi dalam pelaksanaan program warung ekonomi ini. Kita hanya mendapat intruksi mengenai program pro rakyat, warung ekonomi yang sudah dibuat pemerintah.” (Rabu, 28 September 2016, pukul 13.00 di Kantor Dinas Tata Kota Cilegon)
“Dinas Tata Kota memiliki wewenang untuk mengatur, menempatkan dimana tempat yang cocok untuk warung ekonomi ini. Lalu kita memilih untuk menempatkannya di sepanjang jalur protokol Kota Cilegon dalam rangka untuk penataan kota Cilegon ini agar terlihat lebih rapih dan bersih. Selanjutnya wewenang berada pada UPT PEM, Satpol PP, pihak ketiga, serta Disperindagkop dalam hal pelaksanaan serta pengawasan warung ekonomi ini.” (Rabu, 35 Mei 2016, pukul 09.00 di Kantor Dinas Tata Kota Cilegon)
Berdasarkan hasil wawancara kepada beberapa narasumber terkait dengan
indikator letak pengambilan keputusan pada pelaksanaan program warung ekonomi
berada di tangan pemerintah yaitu walikota sebagai kepala daerah dalam menjalankan
program pro rakyat di masa kepemimpinannya, akan tetapi dari hasil wawancara
peneliti menemukan bahwa pengambilan keputusan hanya berasal dari kepentingan
pemerintah saja. Pemerintah tidak melibatkan dan tidak mendiskusikan program
tersebut dengan SKPD yang tertibat pada saat sebelum program tersebut dibuat.
Pemerintah hanya melibatkan SKPD ketika program tersebut sudah ada dan dibuat
dengan maksud untuk memperjelas koordinasi pihak-pihak pelaksana program.
Adapun pihak yang terlibat disini yaitu hanya ada di 3 pihak yaitu UPT PEM,
112
PKBL PT. KS, dan Dinas Tata Kota Cilegon. UPT PEM dan PKBL PT. KS sebagai
fasilitator sedangkan Dinas Tata Kota Cilegon sebagai penentu lokasi dari program
warung ekonomi tersebut. Akan tetapi dari hasil obeservasi dan wawancara yang
dilakukan peneliti, saat ini dengan adanya perbedaan kepentingan dengan Satpol PP
Kota Cilegon baik dari pemerintah maupun ketiga pihak tersebut belum ada
tanggapan atau rencana lebih lanjut untuk mengatasi permasalahan tersebut. Dinas
Tata Kota hanya berperan pada tahap awal penempatan lokasi saja sedangkan saat ini
UPT PEM dan PKBL PT. KS hanya menjalankan apa yang menjadi kewenangannya
masing-masing.
5. Pelaksana Program
Pada indikator ini implementasi suatu program harus didukung dengan adanya
pihak-pihak pelaksana dari program tersebut. Dari indikator pelaksana program ini,
peneliti menilai beberapa aspek yang terkandung di dalamnya mulai dari
implementator dalam pelaksanaan program sampai dengan teknis yang dilakukan
oleh pihak pelaksana program pro rakyat fase ke 5 warung ekonomi pedagang kaki
lima. Peneliti melakukan wawancara terkait dengan pihak pelaksana program
ekonomi ini kepada I1 yang mengatakan bahwa:
“Dari pihak pemerintah kita yaitu UPT PEM dan dari pihak lain untuk mendukung dana ya PKBL KS yang terlibat dalam realisasi warung ekonomi. Kalau Dinas Tata Kota hanya sebagai perencana awal saja bagian penempatan
113
warungnya.” (Senin, 9 Mei 2016, pukul 10.30 di Kantor UPT PEM Kota Cilegon)
Selain itu pendapat I1 juga didukung dengan pernyataan I2 yang lebih
mengarah kepada teknis dari warung ekonomi sesuai dengan wewenang masing-
masing pihak pelaksana yaitu:
“Alur warung ekonomi mereka mengajukan kesini membawa berkas-berkas yang sudah komplit baru saya ajukan ke PKBL KS dan jika PKBL KS sudah memferivikasinya maka akan mencairkan dana pinjamannya berupa cek dan mitra binaan menukarkan ceknya tersebut kepada kami untuk di tukarkan dengan warung ekonomi. Pembayaran diurus dari UPT PEM dan setoran di PKBL KS, kami menerima pembayaran berbentuk kwitasi dan saya serahkan setelah itu ke PKBL KS. Tenggang waktunya penunggakan yaitu jatuh tempo dari masa pinjaman, jadi bulan ke 13 sudah jatuh tempo.” (Senin, 2 Mei 2016, pukul 10.00 di Kantor UPT PEM Kota Cilegon)
Selanjutnya I3 juga mengeluarkan pendapatnya mengenai pihak pelaksana
dalam program warung ekonomi yaitu:
“BPMKP (UPT PEM), Dinas Tata Kota, Satpol PP, Disperindagkop berkoordinasi dalam hal penempatan dan pelaksanaan warung ekonomi.” (Kamis, 12 Mei 2016, pukul 08.30 di Kantor PKBL PT. KS)
Lalu I4 melengkapi pendapat dari I3 terkait dengan wewenang masing-masing
pihak pelaksana yaitu sebagai berikut:
114
“Dari awal alur pembayaran uang tersebut diterima oleh mitra binaan, setelah dokumen baru sampe sini kemudian akan di acc oleh manajer kami lalu munculah usulan pinjaman usaha kecil dan nilainya terlampir ditanda tangani oleh yang berwenang. Peran saya disini adalah memproses ini menjadi pengeluaran kas jadi saya buat pengeluaran kas yang terdapat unit pembelanjaan dan ketika saya sudah meferivikasi bahwa itu semua sudah lengkap dan akan dibayar lalu dikirimkan kepada kepala dinas, lalu akan dibuatkan buku pembayaran dari kami dan khusus untuk ini pembayaran berupa cek dan akan kita serahkan langsung kepada mitra binaan ketika diadakan pelatihan biasanya berlangsung selama 1 hari materinya kewirausahaan dan sesi keduanya berupa pencairan. Kita langsung datang kesana dan membacakan kontrak-kontraknya tentang pembayaran lalu pencairan penyerahan cek serah terima. Kemudian mitra binaan bisa mencairkan ceknya sendiri atas nama peminjam itu sendiri ke bank BRI, dan uang tersebut diserahkan kembali kepada UPT PEM untuk kemudian dibuatkan warung ekonomi.” (Kamis, 19 Mei 2016, pukul 09.00 di Kantor PKBL PT. KS)
Selain itu I5 juga memiliki pendapat tersendiri terkait dengan pihak-pihak
pelaksana dalam warung ekonomi tersebut yang mengatakan bahwa:
“Selain Dinas Tata Kota tentunya berkoordinasi dengan pihak-pihak lain seperti BPMKP melalui UPT PEM, Satpol PP, pihak ketiga dalam hal pembiayaan, dan Disperindagkop yang mengatur para pedagang.” (Rabu, 35 Mei 2016, pukul 09.00 di Kantor Dinas Tata Kota Cilegon)
Akan tetapi pada saat peneliti mencari informasi lebih lanjut mengenai pihak-
pihak terkait dalam pelaksanaan warung ekonomi, I6 dan I7 mengatakan hal yang
115
berbeda dan mengkonfirmasi pernyataan-pernyataan yang telah dikeluarkan oleh
“Disini untuk warung ekonomi memang belum ada kaitannya, belum ada koordinasi terlalu penuh untuk dalam artian sebagai pengawasan karena warung ekonomi itu berada di jalan protokol berbentuk gerobak. Kita hanya memiliki kewenangan di pasar saja, pasar tradisional dan modern baru kita benar-benar mengawasinya kalau untuk perekonomiannya. Kita melakukan koordinasi dan kewenangan mencakup ke seluruh pedagang, tetapi tidak ada yang khusus menganai warung ekonomi karena itu merupakan program kerja BPMKP dan UPT PEM Kota Cilegon.” (Senin, 23 Mei 2016, pukul 10.00 di Kantor Diserindagkop Kota Cilegon)
Selanjutnya I7 juga memperjelas informasi mengenai pihak-pihak pelaksana
dalam warung ekonomi sebagai berikut:
“Awal pembentukan warung ekonomi Satpol PP tidak berkoordinasi dan tidak memiliki wewenang khusus, tetapi kita memiliki wewenang tersendiri untuk menertibkan pedagang kaki lima karena warung ekonomi juga termasuk dalam pedagang kaki lima. Kita hanya menyarankan agar tidak melanggar aturan dan kami sebagai Satpol PP melakukan tugas kita yaitu penertiban. Saya tidak pandang mau itu dapat izin dari siapa-siapa kalau memang itu melanggar maka saya tertibkan.” (Jumat, 27 Mei 2016, pukul 13.00 di Kantor Satpol PP Kota Cilegon)
Berdasarkan hasil wawancara kepada beberapa narasumber terkait dengan
indikator pelaksana program dalam implementasi program warung ekonomi, temuan
penelitian dalam indikator ini yaitu sebenarnya hanya terdapat 3 pihak yang
116
berkoordinasi dalam pelaksana warung ekonomi ini yaitu UPT PEM, PKBL PT. KS,
dan Dinas Tata Kota Cilegon. Ketiga pihak tersebut belum mengetahui secara jelas,
koordinasi yang dibentuk tidak optimal hal ini dikarenakan terdapat pihak yang
menyebut pihak lain kut berkoordinasi dalam pelaksanaan warung ekonomi seperti
Disperindagkop Kota Cilegon dan Satpol PP Kota Cilegon. Akan tetapi ketika
peneliti mengkonfirmasi kepada kedua pihak tersebut mereka mengaku tidak
berkoordinasi atau tidak memiliki kewenangan dalam pelaksanaan warung ekonomi.
6. Sumberdaya yang Digunakan
Di dalam indikator ini berkaitan dengan sumber daya yang digunakan yang
tentunya dapat mempengaruhi implementasi suatu kebijakan atau program. Dari
indikator sumberdaya yang digunakan ini, peneliti menilai beberapa aspek yang
terkandung di dalamnya mulai dari sumber daya manusia sebagai fasilitator, sumber
daya finansial, sampai dengan sumber daya waktu yang digunakan untuk mendukung
program warung ekonomi tersebut. Peneliti melakukan wawancara terkait dengan
sumber daya yang digunakan pada program warung ekonomi ini kepada I1 yang
mengatakan bahwa:
“Sumber daya sudah pasti pegawai dari UPT PEM yang kami kerahkan utuk mengontrol serta menagih angsuran para mitra binaan sebesar RP. 3.000.00 ditambah jasa pinjamannya yaitu sebanyak 6% dari total pinjaman semuanya sama rata ya jumlah besaran biayanya seperti itu. Kita hanya memesan bentuk warungnya harus seperti ini, warnanya ini, dan ada logo pemerintah dan
117
PKBL KS yang menunjuk vendornya. Untuk waktu ya memang memerlukan waktu ya mulai dari tahap penyeleksian calon mitra binaan sampai dengan penerimaan wujud warung ekonomi tersebut.” (Senin, 9 Mei 2016, pukul 10.30 di Kantor UPT PEM Kota Cilegon)
Lalu I3 juga menjelaskan mengenai sumberdaya yang digunakan untuk
mendukung pelaksanaan warung ekononomi yaitu sebagai berikut:
“Dengan melakukan tugas dari PKBL KS yaitu melakukan pembinaan atau pembekalan manajemen. Setelah kami memberikan pinjaman untuk mengelola usahanya, kami juga memonitoring baik dari Pemkot atau dengan PKBL dan tentunya melakukan kerjasama dengan pihak ke 3 sesuai dengan bidang usahanya.” (Kamis, 12 Mei 2016, pukul 08.30 di Kantor PKBL PT. KS)
Untuk memastikan dan melengkapi informasi terkait dengan sumber daya
yang digunakan oleh pihak pelaksana warung ekonomi, peneliti memastikannya
dengan observasi ke lapangan secara langsung dan melakukan wawancara dengan
penerima warung ekonomi tersebut. kemudian I9 mengatakan bahwa:
“Sarana sama prasarananya belum ngerasa cukup sih, sarannya kita perlu dana lagi buat modalnya juga jangan hanya buat grobaknya juga kita kan perlu dana buat modal. Masa kita punya warung sementara isinya kan ga ada.” (Sabtu, 28 Mei 2016, pukul 14.30 di trotoar jalan protokol Kota Cilegon)
118
Sementara itu I10 juga berpendapat bahwa:
“Uang 3 juta dapet warung kaya gini bagi orang proyek seharusnya harganya bisa di bawah itu. Tapi yang dipinjemin uang segitu ya begitu deh jadinya.” (Sabtu, 28 Mei 2016, pukul 15.00 di trotoar jalan protokol Kota Cilegon)
I11 berpendapat bahwa:
“Waktu pinjam sampe ngajuin itu ga lama sih emang kita ngajuin dulu ke UPT PEM entar dari sana di oper ke PKBL Katanya. Jadi saya sih tunggu informasi dari PKBL KS aja kalau lulus seleksi pinjaman entar dateng ke acara pelatihan itu sehari sekalian ambil cek, besoknya saya udah bisa cairin dananya ke bank.” (Selasa, 27 September 2016, pukul 15.00 di trotoar jalan protokol Kota Cilegon)
I12 berpendapat bahwa:
“Ga lama sih saya nunggu-nunggu aja UPT PEM sama PKBL juga ngabarin kok, pencairan dana ga lama 1 hari juga bisa.” (Selasa, 27 September 2016, pukul 15.30 di trotoar jalan protokol Kota Cilegon)
I13 juga berpendapat bahwa:
“Ga terlalu lama cuma kalo udah di cairin ceknya kita pegang uang tapi harus dikasih lagi ke UPT PEM untuk di tuker gerobak warung itu. Nah dari situ kita sampe semingguan.” (Selasa, 27 September 2016, pukul 16.30 di trotoar jalan protokol Kota Cilegon)
119
Lalu I14 juga mengeluarkan pendapat yang serupa dengan I10 terkait dengan
sarana dan prasaran yang mereka terima yaitu:
“Uang 3 juta ya dapet gerobak aja saya terima terima aja tapi kalo menurut saya ga nyampe 3 juta masalahnya saya orang proyek lah orang reklame saya juga bisa bikin itu paling gede saya taksir kira-kira 2 juta lah. Bisa saya taksir kira kira berapa besinya tiangnya ya bisa di bayangin biasanya berapa biayanya.” (Sabtu, 28 Mei 2016, pukul 16.45 di trotoar jalan protokol Kota Cilegon)
Berdasarkan hasil wawancara kepada beberapa narasumber terkait dengan
indikator sumber daya yang digubanakan dalam program warung ekonomi, temuan
penelitian dalam indikator ini yaitu sumber daya yang digunakan oleh pihak
pelaksana warung ekonomi belum semuanya maksimal dikerahkan. Adapun terkait
dengan sumber daya dari pihak aparatur sudah memadai dan terjalin kerjasama mulai
dari sisi pelaksanaan maupun pembinaan semua sudah melaksanakan sesuai dengan
tugasnya. Akan tetapi dari segi sumber daya finansial dalam program ini diperoleh
dari pihak PKBL KS selaku penyalur dana pinjaman, dari hasil wawancara yang
diperoleh sebagian besar penerima warung ekonomi justru merasa keberatan dengan
dana pinjaman sebesar Rp. 3.000.000,- ditambah dengan jasa pinjaman sebesar 6%
karena biaya yang dikeluarkan tidak sesuai dengan hasil yang di dapatkan. Hal ini di
dukung dari pernyataan para pihak penerima warung ekonomi yang menyebutkan
bahwa sarana dan prasarana belum mencukupi atau sesuai dengan uang yang sudah
mereka keluarkan untuk mendapatkan warung ekonomi tersebut. selain itu sumber
120
daya waktu dalam pelaksanaan program ini juga tidak menyita banyak waktu hanya
saja memang dibutuhkan waktu dalam menyeleksi calon mitra binaan karena hal
tersebut dilakukan oleh kedua pihak yaitu UPT PEM dan PKBL KS.
4.3.2 Context of Policy
Di dalam context of policy terdapat tiga dimensi yang akan dijadikan indikator
sejauh mana implementasi kebijakan atau program dapat berjalan. Indikator tersebut
yaitu sebagai berikut:
1. Kekuasaan, Kepentingan-kepentingan & Strategi Aktor yang Terlibat
Pada indikator ini menjelaskan mengenai kekuasaan, kepentingan-
kepentingan dan strategi yang digunakan para aktor yang terlibat untuk mendukung
pelaksanaan suatau kebijakan atau program. Dari indikator kekuasaan, kepentingan-
kepentingan dan strategi dari aktor yang terlibat, peneliti menilai beberapa aspek
yang terkandung di dalamnya mulai pengaruh kekuasaan, kepentingan sampai dengan
strategi yang digunakan untuk mendukung program warung ekonomi tersebut.
Peneliti melakukan wawancara terkait dengan kekuasaan, kepentingan-kepentingan
dan strategi yang digunakan para aktor yang terlibat yang digunakan pada program
warung ekonomi ini kepada I1 yang mengatakan bahwa:
“Pemerintah memiliki kekuatan tertinggi terlebih walikota Cilegon sudah menjabat selama dua periode dan merupakan anak dari walikota yang
121
sebelumnya menjabat, selain itu juga tentunya di dukung oleh aparatur pemerintahan itu sendiri.” (Senin, 19 September 2016, pukul 09.30 di Kantor UPT PEM Kota Cilegon)
“Selanjutnya strategi kita gunakan yaitu dengan melakukan pendekatan kepada para PKL lalu kita saring dari situ apa yang menjadi kebutuhan dan permasalahannya untuk kemudian kita melakukan sosialisasi lebih lanjut terkait dengan program pemerintah ini supaya dapat di jadikan sebuah solusi atas permasalahan yanga ada. Kita beritahu secara perlahan kepada para PKL dengan mendatangi dan mensosialisasikannya secara langsung. Kita jelaskan keuntungannya akan memperoleh kenyamanan serta keamanan dalam berjualan dan lagi akan mendukung ketertiban serta kebersihan lingkungan. Strateginya dari segi pendanaan juga kita lakukan yah, agar tidak membebani penerima maka biaya sebesar Rp. 3.000.000,- tersebut dapat di cicil selama satu tahun. Selain itu juga kita melakukan pembinaan agar calon mitra binaan kita sebelum menjalankan usahanya sudah mendapatkan ilmu baru dalam berwirausaha yah.” (Senin, 19 September 2016, pukul 09.30 di Kantor UPT PEM Kota Cilegon)
Selain itu I3 juga berpendapat mengenai kekuasaan, kepentingan-kepentingan
dan strategi yang digunakan para aktor yang terlibat yang mengatakan bahwa:
“Awalnya dari BPMKP sebagai aparat pemerintah dengan dasar awal intruksi pemerintah langsung terkait dengan dinas-dinas yang lain di putuskan oleh pemerintah selagi tidak menyalahi aturan atau pelaku. Strategi yang digunakan seperti memberi motivasi kepada warung ekonomi yang terbina untuk bersama-sama menata tempat sehingga selagi aturan tersebut masih ada warung ekonomi tidak terkena gusuran karena kelebihannya program warung ekonomi itu tidak di gusur.” (Kamis, 12 Mei 2016, pukul 08.30 di Kantor PKBL PT. KS)
122
“Strategi kami juga tentunya lebih mengarah kepada hal pendanaan. Biaya sebesar Rp. 3.000.000,- tersebut kita bebankan kepada penerima akan tetapi dilakukan dengan cara mencicilnya selama satu tahun dan tentunya di tambah jasa administrasi sesuai dengan ketentuan. Nah, ada kelebihan lain untuk warung ekonomi ini dibebaskan dari persyaratan jaminan. Jadi para mitra binaan tidak harus menyertakan jaminan apa pun untuk mengikuti program ini, berbeda dengan jenis pinjaman lainnya yang ada di PKBL KS.” (Senin, 19 September 2016, pukul 08.00 di Kantor PKBL PT. KS)
Lalu I5 juga menyatakan bahwa:
“Meskipun pemerintah memiliki kekuasaan tertinggi bukan berarti akan terhindar dari permasalahan yang menjadi kelemahan dari kekuatan yang pemerintah seperti adanya pola masyarakat yang tidak bisa di rubah, ketegasan pemerintah terhadap permasalahan yang ada seperti bentrok Satpol PP, perundang-undangan yang mendasari kebijakan tersebut, pola kerjasama dengan pihak yang kurang dukungan, serta relokasi tempat sebagai solusi dari permasalahan tersbeut belum tercapai atau dilakukan karena tempat yang di tentukan pemerintah terkendala pada aksebilitas yang tidak mendukung.” (Rabu, 28 September 2016, pukul 13.00 di Kantor Dinas Tata Kota Cilegon)
Berdasarkan hasil wawancara kepada beberapa narasumber terkait dengan
indikator kekuasaan, kepentingan-kepentingan dan strategi aktor yang terlibat dalam
pelaksanaan program warung ekonomi, temuan penelitian dalam indikator ini yaitu
pemerintah tetap memegang kekuasaan yang paling tertinggi, mereka pihak pelaksana
hanya sebagai aparat pemerintah yang menjalankan intruksi dari pemerintah. Setiap
aktor yang terlibat dalam pelaksana warung ekonomi ini menjalankan tugasnya sesuai
dengan kewenangan dan kepentingan yang dibuat oleh pemerintah dan menggunakan
123
strategi yang ada. Akan tetapi dalam pelaksanaannya, terdapat perbedaan kepentingan
dengan Satpol PP yang juga merupakan aparat dari pemerintah. Tidak adanya
koordinasi yang dilakukan oleh pihak pelaksana dengan Satpol PP menyebabkan
adanya tumpang tindih kepentingan yang hanya mementingkan bahwa tugas dan
wewenang dari pemerintah masing-masing terpenuhi dan tidak mengkhawatirkan
dampak yang terjadi dari perbedaan kepentingan tersebut.
Selain itu strategi yang digunakan dan dilaksanakan sudah tertata secara rapi
tetapi sosialisasi yang dilakukan pihak pemerintah yaitu UPT PEM dengan
berkerjasama dengan PKBL KS tidak cukup sampai disitu saja. Kelebihan yang di
janjikan pada saat pengsosialisasian program tersebut juga seketika hilang karena
tidak adanya kerjasama yang baik antar aparatur pemerintah. Lalu di temukan juga
hambatan-hambatan yang menjadi kelemahan dari program tersebut seperti pola
masyarakat, ketegasan pemerintah, dasar kebijakan, pola kerjasama, serta aksebilitas
yang tidak mendukung.
2. Karakteristik Lembaga dan Rezim yang Berkuasa
Di dalam indikator ini peneliti akan mengetahui lingkungan dimana suatu
kebijakan atau program di implementasikan serta karakteristik dari lembaga yang
berkuasa. Dari indikator karakteristik lembaga dan rezim yang berkuasa, peneliti
menilai beberapa aspek yang terkandung di dalamnya mulai dari peran serta dorongan
124
dari pemerintah serta kebijakan suatu program pemerintah dapat diterima dan
dipahami oleh masyarakat dalam hal implementasi program pro rakyat fase ke 5
warung ekonomi pedagang kaki lima ini. Peneliti melakukan wawancara terkait
dengan karakteristik lembaga dan rezim yang berkuasa dalam program warung
ekonomi ini kepada I1 yang mengatakan bahwa:
“Peran dan dorongan dari pemerintah saat ini hanya merencanakan masalah relokasi pedagang kaki lima atau warung ekonomi ini tetapi hanya sebatas wacana saja. Kebijakan dapat diterima oleh mesyarakat akan tetapi dengan bentroknya program dengan Satpol PP maka saat ini saya merasa program ini sulit untuk direalisasikan karena banyak hambatannya. Masyarakat sebenarnya apa pun kebijakan dari pemerintah selama mereka masih diberi peluang untuk berusaha maka mereka tidak menentang bahkan ada yang digusur, muncul lagi yang baru mengajukan untuk mebuat warung tetapi kita justru memberi masukan kepada mereka sekarang aja warung yang sudah ada belum aman, akhirnya kita sarankan untuk menundanya jika sudah di tempatkan yang jelas oleh pemerintah secara tetap.” (Senin, 9 Mei 2016, pukul 10.30 di Kantor UPT PEM Kota Cilegon)
Selain itu I3 juga menjelaskan menganai karakteristik lembaga dan rezim yang
berkuasa dalam program warung ekonomi sebagai berikut:
“Dari pemerintah BPMKP tentunya memerlukan waktu untuk merealisasikan warung ekonomi ini dengan baik karena karakter dan budaya sekitar berbeda-beda. Karena ini juga kebijakan pro terhadap masyarakat, dan dilakukan juga ke masyarakat atas dasar perjanjian kerjasama ekonomi masyarakat. Masyarakat tentunya mau menerima program pemerintah ini, aturan yang diberikan lebih memberikan suatu harapan dari masyarakat untuk menjadi mitra, karena di dalam pembinaannya juga mendapatkan pelatihan.” (Kamis, 12 Mei 2016, pukul 08.30 di Kantor PKBL PT. KS)
125
Selanjutnya I7 juga menyatakan pendapatnya dari sudut pandang yang berbeda
terkait dengan karakteristik lembaga dan rezim yang berkuasa dalam program warung
ekonomi yaitu:
“Peran Satpol PP khusus untuk warung ekonomi itu untuk penertiban, apa yang ada di jalur itu ya kami tertibkan. Saya sudah sering sekali melakukan penertiban, baik warung ekonomi maupun pedagang kaki lima lain. Pagi atau sore saya tidak membolehkan untuk berjualan. Saya sendiri waktu itu langsung merazia karena kita tidak ada perbedaan baik itu warung ekonomi kalau memang ada di atas trotoar dan mengganggu itu saya tertibkan. Waktu itu memang dari BPMKP datang kesini saya ngasih arahan silahkan saja berjualan tidak ada yang melarang warung ekonomi cuma jangan di trotoar atau jalan protokol.” (Jumat, 27 Mei 2016, pukul 13.00 di Kantor Satpol PP Kota Cilegon)
Berdasarkan hasil wawancara kepada beberapa narasumber terkait dengan
indikator karakteristik lembaga dan rezim yang berkuasa pada implementasi program
warung ekonomi, maka temuan penelitian dalam indikator ini yaitu dari lingkungan
kebijakan, pemerintah tetap berada dalam posisi teratas membawahi pihak pelaksana
warung ekonomi seperti UPT PEM dan PKBL PT. KS. Pihak pelaksana
melaksanakan tugasnya sesuai dengan wewenangnya masing-masing. Akan tetapi
dengan permasalahan yang ada, solusi untuk merelokasi sepertinya hanya sebatas
wacana saja dari pemerintah.
Masyarakat sebenarnya mau menerima program ini karena program ini
merupakan program dari pemerintah. Tetapi dengan adanya permasalahan tersebut
masyarakat yang menerima secara langsung kebijakan pemerintah belum mau
126
menerima sepenuhnya karena selain adanya perbedaan karakter dan budaya juga
terdapat perbedaan kepentingan lainnya yang dilakukan oleh Satpol PP dengan cara
melakukan kegiatan penertiban. Apa yang dilakukan oleh pihak Satpol PP bukam
merupakan suatu pelanggaran karena dalam pelaksanaan warung ekonomi Satpol PP
tidak berkoordinasi sehingga Satpol PP tetap melakukan apa yang menjadi
kewenangannya yaitu melakukan penertiban pedagang kaki lima atau warung
ekonomi ini.
3. Tingkat Kepatuhan dan Adanya Respon dari Pelaksana
Di dalam indikator ini menegaskan kepada tingkat kepatuhan dan respon dari
pelaksana dalam menanggapi suatu kebijakan atau program yang sedang berjalan.
Dari indikator tingkat kepatuhan dan adanya respon dari pelaksana, peneliti menilai
beberapa aspek yang terkandung di dalamnya mulai dari kepatuhan pihak pelaksana
program sampai dengan apa saja yang menjadi faktor penghambat dalam
implementasi program pro rakyat fase ke 5 warung ekonomi pedagang kaki lima.
Peneliti melakukan wawancara terkait dengan tingkat kepatuhan dan adanya respon
dari pelaksana dalam pelaksanaan program warung ekonomi ini kepada I1 yang
mengatakan bahwa:
“Kita sebagai pihak pelaksana selalu patuh terhadap apa yang menjadi kewajiban kami ya sebagai bagian dari pemerintah, kita juga mengikuti program pemerintah seperti apa dan bagaimana pelaksanaannya. Tetapi kita
127
juga mengalami hambatan, hambatannya dapat dilihat dari kenyataannya yang sekarang warung ekonomi malah di bersihkan, semua penjual yang di jalan protokol akhirnya mereka tidak tahu akan berjualan dimana dan akan berjualan seperti apa lagi. 34 warung ekonomi masih berjalan akan tetapi akhir-akhir ini terkena gusuran dan ada beberapa yang sampai tidak bisa berjualan.” (Senin, 9 Mei 2016, pukul 10.30 di Kantor UPT PEM Kota Cilegon)
Lalu I3 juga berpendapat mengenai tingkat kepatuhan dan adanya respon dari
pelaksana dalam pelaksanaan program warung ekonomi yaitu sebagai berikut:
“Tentunya kinerja dari pihak pelaksana ada dasar prosedur tersediri namun tergantung dengan kaitan dengan masyarakat yang berbeda. Selama ini respon dari masyarakat terhadap pihak pelaksana baik. Adapun hambatan dan kendala yang banyak seperti tidak nyaman berjualan di warung ekonomi karena sempit tidak ada tempat istirahat hanya kios gerobak kecil, berbeda dengan kios permanen atau yang sudah menetap. Selama ini banyak pedagang kaki lima yang lain yang telah di survei, namun tidak termasuk kelayakan atau belum memenuhi persyaratan binaan karena mereka bukan warga asli dan tidak mempunyai kartu identitas Cilegon ini juga termasuk hambatan lainnya.” (Kamis, 12 Mei 2016, pukul 08.30 di Kantor PKBL PT. KS)
Selain itu I5 juga mengeluarkan pendapat yang berbeda terkait dengan tingkat
kepatuhan dan adanya respon dari pelaksana dalam pelaksanaan program warung
ekonomi sebagai berikut:
“Semuanya berusaha menjalankan tugasnya dan wewenangnya masing-masing. Akan tetapi terdapat kendala dalam program ini yaitu pola masyarakat yang tidak bisa di rubah atau adat istiadat mau dimana juga sulit di atur dan di tempatkan karena mereka merasa bahwa mereka warga asli Cilegon dan mereka yang berhak untuk menempati dan memanfaatkan lahan
128
yang ada untuk berjualan.” (Rabu, 35 Mei 2016, pukul 09.00 di Kantor Dinas Tata Kota Cilegon)
Untuk mengetahui seberapa besar tingkat kepatuhan dan adanya respon dari
pelaksana, maka peneliti mencari informasi tambahan kepada pihak penerima warung
ekonomi untuk memastikannya secara langsung. I10 berpendapat sebagai berikut:
“Seperti lepas tangan ya saya rasa, pas awal saja welcome tapi kesininya pas ada masalah bentrok dengan Satpol PP malah kesannya diem doang ga kasih solusi.” (Sabtu, 28 Mei 2016, pukul 15.00 di trotoar jalan protokol Kota Cilegon)
Selanjutnya I11 juga mengatakan bahwa:
“Ya gitu katanya kalo kena gusuran ga akan kena tapi kenyatannya ga ada, awalnya sih baik disuruh bikin warung ekonomi aja tapi gitu rugi deh.” (Sabtu, 28 Mei 2016, pukul 16.30 di trotoar jalan protokol Kota Cilegon)
Selain itu I14 juga memgeluarkan pendapat yang hampir serupa terkait dengan
tingkat kepatuhan dan adanya respon dari pelaksana yaitu:
“Baik sih waktu awal pengsosialisasiaan warung ekonomi ini cuma sekarang jadi begini.” (Sabtu, 28 Mei 2016, pukul 16.45 di trotoar jalan protokol Kota Cilegon)
Berdasarkan hasil wawancara kepada beberapa narasumber terkait dengan
indikator tingkat kepatuhan dan adanya respon dari pelaksana, temuan penelitian
129
dalam indikator ini yaitu para pihak pelaksana warung ekonomi hanya sebatas
melakukan apa yang menjadi tugasnya saja, dan mereka juga belum tanggap dalam
hal permasalahan perbedaan kepentingan dengan Satpol PP ini. Hal tersebut diperkuat
oleh pernyataan dari pihak penerima warung ekonomi pihak pelaksana melaksanakan
tugasnya akan tetapi dengan adanya masalah ini mereka tidak memiliki solusinya
bahkan seakan lepas tangan dan hanya sebagai pelaksana awal saja yaitu sebagai
fasilitator.
4.4 Pembahasan Hasil Penelitian
Pada penelitian ini peneliti akan menguraikan pembahasan hasil penelitian
atas dasar data yang di peroleh peneliti dari hasil observasi, wawancara, dokumentasi,
serta studi kepustakaan terkait dengan Implementasi Program Pro Rakyat Fase ke 5
Pemerintah Kota Cilegon studi kasus warung ekonomi pedagang kaki lima yang
meliputi beberapa indikator diantaranya sebagai berikut:
4.4.1 Content of Policy
1. Kepentingan yang Mempengaruhi Kebijakan
Pada suatu pelaksanaan atau pengimplementasian suatu kebijakan program
pasti akan mengarah kepada kepentingan-kepentingan awal yang tentunya akan
130
mempengaruhi jalannya kebijakan atau program yang telah dibuat sebelumnya.
Dalam implementasi program pro rakyat fase ke 5 pemerintah Kota Cilegon ini,
terdapat kepentingan yang mempengaruhi di dalam pelaksanaannya seperti berikut:
Pertama, di mulai dari latar belakang pembuatan program warung ekonomi
yang dilandasi dari program awal kemitraan pihak PKBL PT. KS yang berkerjasama
dengan pemerintah atas dasar kepentingan kesejahteraan masyarakat. Kerjasama
tersebut sudah lama terjalin seperti yang tertuang dalam perjanjian antara pemerintah
Kota Cilegon dengan PT. Kratakatu Steel Tentang Pelaksanaan Program Kemitraan
dan Bina Lingkungan. Adapun kepentingan pemerintah kota Cilegon yang dilakukan
melaui UPT PEM Kota Cilegon yaitu kepentingan ekonomi dalam melaksanakan
program tersebut. Tujuan dari UPT PEM sendiri yaitu untuk pemberdayaan
masyarakat dan bagaimana caranya agar masyarakat dapat di berdayakan melalui
pengembangan usaha yang dilakukan agar dapat mengurangi pengangguran serta
dapat meningkatkan pendapatan. Selain itu terdapat kepentingan lain dari PKBL PT.
Krakatau Steel sendiri yaitu dalam rangka pemenuhan tugas serta kewajiban
perusahaan dalam menjalankan program CSR perusahaan tersebut yang dilalukan
melalui pemberdayaan masyarakat Kota Cilegon.
Warung ekonomi merupakan produk inovasi baru dalam program kemitraan
sebelumnya seperti pemberian dana bergulir yang sebelumnya sudah dilaksanalan dan
juga merupakan program kemitraan dan bina lingkungan. Oleh karena itu dalam
implementasinya program warung ekonomi tersebut berpedoman kepada Perwal Kota
131
Cilegon Nomor 25 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Dana Bergulir Pemberdayaan
Ekonomi Masyarakat Kota Cilegon. Dalam Perwal tersebut disebutkan pada BAB III
Asas Pasal 4 yang menyebutkan bahwa pengelolaan dana bergulir dilaksanaan sesuai
dengan asas:
(a) keadilan yang berarti dana bergulir dapat dimanfaatkan oleh seluruh
masyarakat kelurahan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.
Pada bagian tersebut menjelaskan bahwa program tersebut dapat berlaku dan
ditetapkan kepada seluruh masyarakat Kota Cilegon. Sedangkan dari jumlah data
penerima warung ekonomi yang didapat oleh peneliti hanya di dominasi oleh satu
wilayah saja yaitu Kelurahan Jombang Wetan dan Kelurahan Masigit yang termasuk
dalam Kecamatan Jombang yaitu sebesar 23 warung ekonomi. Selanjutnya oleh
masyarakat Kecamatan Citangkil sebesar 6, Kecamatan Purwakarta sebesar 4, dan
Kecamatan Cilegon sebesar 1 dari total keseluruhan 34 warung ekonomi. Sedangakan
jumlah Kecamatan Kota Cilegon sendiri berjumlah 8 Kecamatan yaitu Kecamatan
Cilegon, Kecamatan Ciwandan, Kecamatan Pulomerak, Kecamatan Cibeber,
Kecamatan Grogol, Kecamatan Purwakarta, Kecamatan Citangkil, dan Kecamatan
Jombang. Belum meratanya pemberian warung ekonomi tersebut menjelaskan bahwa
pengimplementasian program warung ekonomi yang berpedoman kepada Perwal
Kota Cilegon Nomor 25 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Dana Bergulir
Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Kota Cilegon belum sepenuhnya direalisasikan
dengan baik sesuai dengan aturan yang dibuat sebelumnya.
132
Kedua, jika dilihat dari aspek kepentingan yang mempengaruhi kebijakan
kepentingan awal dibuatnya program warung ekonomi ini yaitu atas dasar
kepentingan Dinas Tata Kota yang sedang melakukan kegiatan penetiban bangunan
dan lingkungan yang terdapat dalam bidang prasarana kota. Dengan adanya kegiatan
tersebut maka pemerintah mengeluarkan program warung ekonomi yang dilakukan
dengan pihak ke tiga yaitu PKBL PT. KS atas tujuan untuk penertiban lingkungan di
sekitar jalan protokol Kota Cilegon dan dalam rangka peningkatan kesejahteraan
perekonomian masyarakat Kota Cilegon. Akan tetapi, ketika kepentingan-
kepentingan tersebut satu persatu mulai di wujudkan, munculah kepentingan lain
yang bertolak belakang dengan program pemerintah tersebut yaitu kepentingan Satpol
PP Kota Cilegon yang lebih mengarah kepada kegiatan penertiban jalan dan yang
menjadi sasarannya yaitu para pedagang kaki lima yang berada di sepanjang jalur
protokol Kota Cilegon termasuk di dalamnya warung ekonomi tersebut. Saat ini
ketika pemerintah telah melaksanakan dan mewujudkan suatu program di Kota
Cilegon melalui pihak pelaksana warung ekonomi, saat itu pula Satpol PP mulai
melakukan kegiatan penertiban di jalan atas dasar kepentingan dan kewenangan yang
dimilikinya terlebih dahulu. Atas dasar perbedaan kepentingan yang terjadi di antara
pihak yang sama-sama merupakan aparatur pemerintah ini rasanya program
pemerintah warung ekonomi akan semakin sulit untuk di realisasikan dengan baik.
133
2. Jenis Manfaat yang Dihasilkan
Suatu kebijakan yang di terapkan oleh pemerintah akan memperoleh
manfaatnya, baik itu merupakan manfaat yang dihasilkan ataupun manfaat yang
diharapkan sebelumnya. Dalam hal implementasi program pro rakyat fase ke 5
pemerintah Kota Cilegon yaitu bantuan kios warung ekonomi terdapat manfaat
tersendiri yang dihasilkannya.
Pertama, manfaat yang diharapkan pada umumnya akan bersifat positif yaitu
dalam pelaksanaan program warung ekonomi memiliki manfaat selain mendukung
kegiatan penataan kota yang sedang dilakukan oleh Dinas Tata Kota agar jalan
protokol Kota Cilegon dapat terlihat lebih bersih, rapi dan tertata maka dengan
melakukan penataan pedagang kaki lima yaitu dengan menyeragamkan bentuk
warung atau kios warung ekonomi juga diharapkan akan memiliki manfaat lainnya
seperti akan memberikan kesejahteraan pada masyarakat khususnya yang paling
berpengaruh yaitu para pedagang kaki lima selain itu juga diharapkan dapat
mengurangi angka pengangguran dan kemiskinan di Kota Cilegon karena dengan
adanya warung ekonomi ini masyarakat diberikan kesempatan oleh pemerintah untuk
dapat menyicil kios warung ekonomi yang difasilitasi oleh pemerintah sehingga
nantinya akan memberikan peluang berusaha bagi masyarakat melalui warung
ekonomi ini.
Kedua, selain itu dalam pelaksanaan program warung ekonomi ini juga
memiliki manfaat yang sudah dirasakan secara langsung atau manfaat yang sudah
ada. Dari hasil observasi dan wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada dua
134
belah pihak yang berbeda yaitu kepada pihak pelaksana warung ekonomi dan dengan
pihak penerima warung ekonomi ini terdapat perbedaan antara jenis manfaat yang
diharapkan dan jenis manfaat yang dihasilkan, pada saat awal program tersebut
direalisasikan memang memberikan manfaat positif sesuai dengan apa yang
diharapkan, akan tetapi setelah adanya permasalahan seperti perbedaan kepentingan
antar pihak tersebut maka manfaat yang dahulu terasa positif seketika hilang dan
mengurangi manfaat yang sebelumnya sudah dirasakan. Sebagian penerima warung
ekonomi saat ini bahkan tidak merasakan adanya manfaat positif dari program
tersebut, bahkan ada yang merasa keweca atau bahkan dirugikan karena penerima
warung ekonomi sebelumnya dijanjikan jika mengikuti program ini maka akan
mendapatkan ketenangan dan keamanan dalam berusaha serta terhindar dari gusuran
atau penertiban yang dilakukan oleh yang dilakukan oleh pihak Satpol PP karena
program ini merupakan program pemerintah. Akan tetapi, saat ini justru berbanding
terbalik dengan apa yang dijanjikan sebelumnya. Para penerima warung ekonomi ini
tidak di izinkan atau diperbolehkan lagi berjualan di atas trotoar maupun di sepanjang
jalan protokol Kota Cilegon. Tetapi saat ini masih terdapat pedagang yang berjualan
pada sore hari ataupun malam hari hal ini dikarenakan mereka merasa telah
membayar dan mengikuti program pemerintah. Dan dari sisi lain seperti pejalan kaki
merasa tidak berkeberatan dengan adanya dan di tempatkannya warung ekonomi
tersebut di trotoar jalan Kota Cilegon para pejalan kaki justru merasakan manfaatnya
seperti merasa mudah untuk membeli barang atau hal lain yang dibutuhkannya karena
lokasinya yang strategis dan mudah dijangkau oleh pembeli. Tetapi hal tersebut
135
nyatanya tidak berpengaruh apa-apa karena sudah menjadi kewenangan dan
tangggung jawab bagi Satpol PP Kota Cilegon untuk melaksanakan kegiatan
penertiban di lapangan agar dapat menciptakan lingkungan yang kondusif dan bebas
dari pedagang kaki lima.
3. Derajat Perubahan yang Ingin Dicapai
Pada suatu pelaksanaan kebijakan pasti memiliki suatu target atau ukuran
perubahan yang akan dicapai, seperti perubahan yang di inginkan ataupun perubahan
yang sudah dihasilkan dari pelaksanaan suatu kebijakan. Dalam pelaksanaan program
warung ekonomi ini, terdapat suatu derajat perubahan yang ingin dicapai, perubahan
tersebut yaitu:
Para pihak pelaksana warung ekonomi seperti UPT PEM dan PKBL PT. KS
tentunya mengharapkan adanya suatu perubahan yang dapat menghasilkan dampak
positif bagi setiap orang terkait dengan pengimplementasian program tersebut, seperti
yang dikemukakan oleh pihak pelaksana bahwa sesuai dengan Perwal Nomor 25
Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Dana Bergulir Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat
Kota Cilegon yang terdapat pada BAB II Pasal 3 yaitu tujuan dari pelaksanaan
program ini mengharapkan dapat menumbuhkan minat masyarakat dalam
berwirausaha, dapat meningkatkan pendapatan RTS, mewujudkan UMK serta
koperasi yang tangguh dan mandiri, dan dapat mengembangkan potensi-potensi usaha
yang sudah ada yang dilaksanakan dengan program baru melalui penataan lingkungan
136
dalam berusaha khususnya para PKL yang ada di sepanjang jalur protokol Kota
Cilegon agar selain tujuan tersebut dapat tercapai juga terdapat perubahan lain yang
bersifat positif yaitu terciptanya ketertiban, keindahan, kenyamanan dalam berusaha.
Mereka mengharapkan dengan adanya program tersebut Kota Cilegon akan terlihat
lebih kondusif, hal ini dikarenakan adanya penataan kota yang dilakukan melalui
penataan pedagang kaki lima disepanjang jalur protokol Kota Cilegon dengan
menyeragamkan dan menata kios para pedagang kaki lima agar terlihat lebih rapi dan
bersih.
Tujuan yang pertama yaitu untuk menumbuhkan minat masyarakat untuk
berwirausaha. Hal ini diwujudkan pemerintah Kota Cilegon melalui pemberian 300
bantuan kios warung ekonomi agar masyarakat dapat tertarik untuk berwirausaha.
Saat ini, perubahan yang diharapkan oleh pihak pelaksana program pada tahap awal
sudah mendapatkan respon dan dampak positif bagi penerima kebijakan. Saat
program tersebut di implementasikan dalam dua tahun pada tahun 2014 dan 2015
sudah terdapat 34 warung ekonomi yang sudah menjadi mitra binaan dan menerima
bantuan kios warung ekonomi tersebut dengan berbagai macam usaha yang
dimilikinya. Akan tetapi saat program tersebut sudah berjalan dan masyarakat dapat
menerimanya terdapat kebijakan lain yang melarang penempatan warung ekonomi
atau pedagang kaki lima yang berjualan di atas trotoar. Hal tersebut tentunya
menyebabkan kurangnya minat masyarakat dalam berusaha yang dilakukan melalui
program warung ekonomi ini dan tujuan yang tertuang dalam Perwal pun tidak
137
teralisasi dengan baik karena setelah program warung ekonomi dilakukan dalam dua
tahap hingga saat ini tidak ada penerimaan atau penambahan kuota lagi untuk
penerima warung ekonomi yang di targetkan pemerintah mencapai 300 warung
ekonomi sampai tahun 2015 terakhir hanya sebanyak 34 warung ekonomi.
Tujuan kedua yang tertuang dalam Perwal tersebut yaitu untuk meningkatkan
pendapatan RTS. Nyatanya saat ini tidak semua RTS yang bisa menerima bantuan
warung ekonomi bahkan dari jumlah warung ekonomi yang di dapat oleh peneliti
jumlah penerima hanya di dominasi oleh satu wilayah saja yaitu di Kecamatan
Jombang dan belum menyeluruh. Kemudian dari segi penerima bantuan kios warung
ekonomi sendiri merupakan para pedagang kaki lima yang sebelumnya telah
berjualan dan mereka hanya mengganti warungnya saja menjadi kios warung
ekonomi. Selanjutnya ketika mereka menggunakan warung ekonomi mereka justru
merasa pendapatannya berkurang hal ini karena keterbatasan waktu yang mereka
miliki untuk dapat berjualan. Jika mereka berjualan menggunakan warung biasa
mereka dapat berjualan dari pagi hingga malam hari dan ketika terdapat penertiban
oleh Satpol PP pun mereka dapat segera membereskan warung mereka. Berbeda
dengan menggunakan warung ekonomi waktu berjualan mereka di batasi hanya pada
sore hari hingga malam hari saja dan ketika ada penertiban oleh Satpol PP mereka
merasa kesulitan untuk membereskan dagangannya sehingga terkadang mereka ikut
terjaring penertiban yang dilakukan oleh Satpol PP. Dari adanya permasalahan ini
semula pedagang kaki lima yang telah memiliki warung ekonomi saat ini memilih
138
untuk kembali berjualan lagi menggunakan gerobak warung biasa agar dapat
berjualan kembali walaupun terlihat tidak rapih dan bersih akan tetapi pedagang tidak
merasa khawatir jika terjadi penggusuran atau penertiban yang dilakukan oleh Satpol
PP. Tujuan yang tertuang dalam Perwal dalam hal ini tentunya belum tercapai karena
tidak dapat meningkatkan pendapatan para penerimanya justru yang dirasakan saat ini
hanya sebatas kegiatan penataan, penertiban untuk memperindah kota dengan
menyeragamkan kios pedagang kaki lima.
Tujuan yang ketiga yaitu untuk mewujudkan UKM serta koperasi yang
tangguh dan mandiri. Dalam hal ini tujuan yang tertuang dalam Perwal Kota Cilegon
belum tercapai, hal ini dikarenakan penerima bantuan kios warung ekonomi belum
mengembangkan usaha yang mereka miliki baik yang semula hanya pedagang kaki
lima biasa sampai saat ini setelah mendapatkan bantuan kios warung ekonomi. Dari
awal mereka berusaha sebagai pedagang kaki lima sampai dengan warung ekonomi
masih berjualan di bidang yang sama dan tidak ada perkembangan atau perubahan
mengenai usaha yang dijalaninya. Hal tersebut dibuktikan oleh data penerima warung
ekonomi yang diperoleh oleh peneliti yang menunjukkan bahwa penerimanya masih
termasuk dalam data pedagang kaki lima di Kota Cilegon, sehingga membuktikan
bahwa setelah mengkuti program warung ekonomi mereka tidak mengembangkan
usahanya dan program tersebut juga tidak menjadikan mereka sebagai UKM yang
tangguh dan mandiri.
139
Adapun tujuan terakhir dari program ini yaitu agar dapat mengembangkan
potensi komoditas unggulan UMK. Pada tujuan ini tidak tercapai karena pedagang
yang mendapatkan bantuan kios warung ekonomi nyatanya belum mengembangkan
potensi komoditas ungggulan di Kota Cilegon. Hal ini dapat dilihat dari jenis usaha
para penerima bantuan kios warung ekonomi pedagang kaki lima yang rata-rata
merupakan pedagang kaki lima biasa yang berjualan seperti pedagang warung
makanan atau minuman, service jam tangan, mainan anak dan lain-lain. Dari data
penerima warung ekonomi yang di dapat oleh peneliti 34 warung ekonomi tidak ada
yang usahanya termasuk ke dalam komoditas unggulan UMK di Kota Cilegon
sehingga komoditas unggulan tersebut tidak dapat di kembangkan melalui
pelaksanaan program warung ekonomi. Hal tersebut di karenakan adanya
permasalahan kebutuhan yang berbeda serta keadaan ekonomi, penempatan warung
ekonomi yang ditempatkan di sepanjang trortoar jalan protokol Kota Cilegon serta
keterbatasan modal yang dimiliki tidak memungkinkan bagi mereka untuk
mengembangkan usaha lain seperti menjual produk unggulan UKM Kota Cilegon
sehingga sebagian besar dari penerima bantuan kios warung ekonomi usahanya hanya
tergolong ke dalam pedagang kaki lima saja yang menjuual kebutuhan para pejalan
kaki.
Adapun jenis perubahan yang sudah dicapai dalam pelaksanaan program
warung ekonomi ini berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang telah dilakukan
oleh peneliti yaitu dari adanya beberapa hambatan yang ada tentunya dapat
140
mempengaruhi perubahan dari tujuan awal program warung ekonomi tersebut yang
tertuang dalam Perwal Nomor 25 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Dana Bergulir
Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Kota Cilegon sehingga perubahan yang terjadi
saat ini tidak sesuai dengan tujuan awal saat program tersebut dibuat. Bahkan
sebagian masyarakat yang sudah mengikuti program warung ekonomi tersebut tidak
merasakan suatu perubahan yang positif atau bersifat menguntungkan. Perubahan
awal memang berjalan sesuai tetapi saat ini perubahan berbeda karena para pedagang
kaki lima dan Satpol PP mengalami bentrok kepentingan dan bahkan sebagian dari
mereka ada yang mengalami perubahan yang bersifat merugikan yaitu pengurangan
pendapatan karena waktu untuk mereka berjualan dibatasi dan mereka juga tidak
mendapatkan ketenangan dan keamanan dalam berjualan karena dari pihak Satpol PP
sendiri telah melarang pedagang kaki lima ataupun warung ekonomi tersebut untuk
berjualan di atas trotoar jalan protokol Kota Cilegon.
4. Letak Pengambilan Keputusan
Pada suatu kebijakan adanya letak pengambilan keputusan merupakan hal
yang sangat penting. Hal ini dikarenakan suatu kebijakan akan jelas di
implementasikan jika letak pengambilan keputusan sudah diketahui, letak
pengambilan keputusan dalam implementasi program pro rakyat fase ke 5 yaitu
berada di pemerintah sebagai kepala daerah. Kepala daerah yaitu walikota Kota
141
Cilegon sendiri yang membentuk dan menjalankan program pro rakyat pada masa
kepemimpinannya yang tertuang dalam 5 agenda besar yaitu agenda Cilegon
sejahtera. Salah satunya yaitu program pro rakyat fase ke 5 program warung ekonomi
ini yang berpedoman kepada Perwal Nomor 25 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan
Dana Bergulir Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Kota Cilegon. Dalam
pelaksanaan program warung ekonomi seharusnya pemerintah dalam membuat
keputusan atau program berkoordinasi terlebih dahulu dengan SKPD yang ada supaya
pada saat kebijakan atau program tersebut dilaksanakan tidak mengalami hambatan-
hambatan yang bersifat merugikan. Akan tetapi, dalam hal ini pemerintah tidak
melibatkan SKPD yang ada dalam hal pembuatan kebijakan tersebut, pemerintah
hanya berkoordinasi dengan SKPD ketika kebijakan dan program tersebut sudah di
tetapkan. Dalam hal ini letak pengambilan keputusan berada pada satu titik saja, yaitu
pemerintah daerah dalam rangka memenuhi program awal yaitu program pro rakyat
yang merupakan program utama pada masa kepemimpinannya.
Selanjutnya untuk permasalahan koordinasi yang ada, koordinasi dilakukan
oleh para pihak pelaksana program warung ekonomi yaitu dilakukan oleh UPT PEM,
PKBL PT. KS, dan Dinas Tata Kota. Masing-masing dari mereka tentunya memiliki
wewenang tersendiri dalam mendukung implementasi program warung ekonomi ini.
Seperti Dinas Tata Kota yang memiliki kewenangan awal dari implementasi program
ini yaitu wewenang untuk mengatur, menempatkan dimana tempat yang sesuai lalu
Dinas Tata Kota memilih jalur protokol Kota Cilegon dalam rangka penataan Kota
142
Cilegon agar dapat terlihat lebih rapih dan bersih. Selanjutnya jika tempat sudah
ditentukan maka beralih kepada wewenang UPT PEM yaitu sebagai penyalur serta
fasilitator program warung ekonomi ini seperti pengurusan berkas, pengajuan dan
lainnya sampai akhirnya beralih kepada pihak PKBL PT. KS untuk masalah bagian
pendanaan pelaksanaan program. Akan tetapi jika pedagang yang mengajukan
warung ekonomi tersebut sudah mendapatkan warung dan sudah mencicilnya maka
pihak UPT PEM tidak memiliki kewenangan lagi. Koordinasi dan wewenang hanya
terdapat di 3 pihak saja, dalam program ini tidak terdapat pihak-pihak lain yang
memiliki fungsi sebagai pengawas ketika program tersebut sudah berjalan. Saat
program warung ekonomi ini sudah berjalan dan terdapat 34 warung ekonomi seperti
yang sudah dijelaskan sebelumnya terdapat kepentingan lainnya yaitu penertiban
lingkungan yang dilakukan oleh Satpol PP. Dengan adanya permasalahan tersebut,
ketiga pihak pelaksana tidak memiliki kewenangan dalam menyikapi atau menanggpi
permasalahan tersebut. mereka hanya sebagai faslitator dan hanya melakukan apa
yang menjadi tugasnya saja, terlebih jika terdapat permasalahan seperti ini dan hal
tersebut merupakan di luar kuasa dari pihak pelaksana.
5. Pelaksana Program
Indikator pelaksana program dalam suatu pelaksanaan kebijakan atau program
sangatlah berpengaruh terhadap keberhasilan atau kegagalan pada saat program
143
tersebut di implementasikan. Dalam pengimplementasian program pro rakyat fase ke
5 warung ekonomi ini terdapat pelaksana program yang mendukung jalannya
program tersebut.
Pada pelaksanaan warung ekonomi terdapat pembagian tugas atau wewenang
sesuai dengan apa yang telah di tetapkan dalam pemerintah. Pihak tersebut terdiri dari
UPT PEM Kota Cilegon, Dinas Tata Kota dan PKBL PT. KS. Ketika peneliti
melakukan wawancara dengan ketiga pihak tersebut, mereka menyebutkan bahwa
mereka juga berkoordinasi dengan Disperindagkop Kota Cilegon dan dengan Satpol
PP Kota Cilegon. Akan tetapi ketika peneliti memastikan langsung kepada dua pihak
tersebut, mereka justru menyatakan hal yang berbeda dengan apa yang telah
dikatakan sebelumnya. Dari pihak Disperindagkop Kota Cilegon sendiri mengaku
bahwa tidak berkoordinasi dan tidak memiliki wewenang dalam hal perdagangan,
walaupun warung ekonomi tersebut termasuk kedalam kegiatan perdagangan akan
tetapi pihak Disperindagkop tidak memiliki kewenangan untuk itu. Bahkan dari pihak
Disperindagkop sendiri menjelaskan bahwa warung ekonomi merupakan program
BPMKP (UPT PEM) Kota Cilegon. Sama halnya seperti yang dijelaskan oleh
Disperindagkop, pihak Satpol PP pun menegaskan bahwa dari awal terciptanya dan
terlaksananya program warung ekonomi tersebut Satpol PP tidak pernah
berkoordinasi dan sudah pasti tidak memiliki kewenangan di dalamnya. Oleh karena
itu, walaupun program ini merupakan program pemerintah tetapi ketika berbenturan
dengan kewenangan dan tanggung jawab dari Satpol PP Kota Cilegon maka akan di
144
tertibkan karena letak dari warung ekonomi tersebut sama dengan pedagang kaki lima
lainnya yaitu di trotoar jalan sepanjang jalur protokol Kota Cilegon yang memang
sudah ada terlebih dahulu larangan mengenai pemakaian jalan protokol atau trotoar
untuk berjualan seperti yang tertuang dalam Perda Kota Cilegon Nomor 5 Tahun
2003 Tentang Ketertiban, Kebersihan, dan Keindahan (K3) Di Wilayah Kota Cilegon.
Pada BAB II Ketertiban Pasal 4 (b) dijelaskan bahwa:
“setiap orang dan/atau Badan Hukum dilarang berusaha dan/atau berjualan di trotar, taman hutan kota, jalur hijau, persimpangan/badan jalan, dan tempat-tempat lain yang bukan peruntukannya.”
Satpol PP hanya menjalankan aturan dan kewenangan yang ada sebelumnya.
Dari hasil observasi dan wawancara yang dilakukan oleh peneliti ternyat pihak
pelaksana program belum mengetahui secara jelas. Selain itu, koordinasi yang
terbentuk diantaranya pun tidak terjalin secara optimal karena ditemukannya pihak-
pihak yang belum mengetahui secara pasti koordinasi seperti apa yang dilakukan.
6. Sumber Daya yang Digunakan
Kebijakan atau program akan berhasil di implementasikan jika menggunakan
dan didukung dengan sumberdaya yang baik. Adapun dalam implementasi program
pro rakyat fase ke 5 warung ekonomi ini menggunakan sumber daya yang mencakup
mengenai sumber daya manusia, sumber daya financial, dan sumber daya waktu yang
145
digunakan dalam pelaksanaan program warung ekonomi tersebut. Sumber daya yang
digunakan yaitu:
Pertama, dari sumber daya yang digunakan para pihak pelaksana yaitu sumber
daya manusia itu sendiri. seperti dari pihak UPT PEM yang menggunakan
pegawainya untuk menagih angsuran dan mendata warung ekonomi. Sedangkan
pihak PKBL PT. KS yaitu melakukan pembinaan atau pembekalan manajemen serta
pencairan dana yang digunakan dalam pelaksanaan warung ekonomi dan dilakukan
oleh pegawai yang berwenang. Semuanya sudah berkoordinasi dan menjalankan
kewenangannya dengan baik sesuai dengan tugasnya masing-masing.
Kedua, jika dilihat dari sumber daya finansial yang di pakai dalam program
ini pendanaan seluruhnya berasal dari pihak PKBL KS. Pihak pemerintah hanya
sebagai penyalur saja. Sumber daya finansial yang digunakan untuk mendapatkan
warung ekonomi ini per calon mitra binaan yaitu sebesar Rp. 3.000.000,- dan
ditambah jasa administrasi sebesar 6%. Sarana dan prasarana yang diberikan oleh
pihak pelaksana kepada pihak penerima warung ekonomi nampaknya belum sesuai
dari apa yang diharapkan. Sebagian dari pihak penerima warung ekonomi mengaku
bahwa mereka tidak merasa cukup puas dan tidak sesuai dengan biaya yang di
bebankan kepada penerima warung ekonomi. Mereka mengira bahwa bantuan kios
warung ekonomi yang diterimanya tidak lebih dari Rp. 3.000.000,- + jasa
administrasi sebesar 6%. Jasa administrasi tersebut di tentukan sama rata yaitu
sebesar 6% akan tetapi seharusnya tidak demikian. Dalam Perwal Kota Cilegon
146
Nomor 25 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Dana Bergulir Pemberdayaan Ekonomi
Masyarakat Kota Cilegon pada BAB IX Jasa Pinjaman, Jangka Waktu Pengembalian
Pinjaman dan Alokasi Peruntukan ayat (2) yaitu besaran jasa pinjaman ditetapkan
dengan mempertimbangkan:
a. Daya beli masyarakat b. Resiko penyaluran dana c. Keberlangsungan dana bergulir
Mereka merasa biaya yang harus ditanggung penerima bantuan kios sangatlah besar
dan jauh dari perkiraan. Terlebih bagi mereka yang sudah membayar mahal tetapi
saat ini mengalami bentrok dengan Satpol PP. Selain itu, pemerintah juga hanya
membuat dan memberikan program warung ekonomi berpa warung atau kios saja
sedangkan yang dibutuhkan oleh pedagang bukan hanya kios melainkan beserta dana
untuk modal usaha yang akan dijalankannya.
Ketiga, dilihat dari sumber daya waktu dalam pelaksanaan program warung
ekonomi ini waktu yang dibutuhkan dari awal penyeleksian calon mitra binaan
sampai dengan pemberian bantuan warung ekonomi memang memerlukan waktu
yang tidak singkat karena dalam pelaksanaannya hal tersebut dilakukan oleh dua
pihak yaitu UPT PEM dan PKBL KS. Akan tetapi, pada saat dana sudah di cairkan
dan di tukar dengan gerobak warung ekonomi memakan waktu sekitar satu minggu
hal ini di karenakan banyaknya warung yang dibuat dan hanya di bebankan kepada
satu pihak pembuat warung saja yang sudah berkerjasama dengan pihak PKBL KS.
147
4.4.2 Context of Policy
1. Kekuasaan, Kepentingan-kepentingan dan Strategi dari Aktor yang Terlibat
Pada suatu kebijakan akan memperhatikan dan mempertimbangkan kekuatan
atau kekuasaan, kepentingan-kepentingan serta strategi yang digunakan oleh pihak
pelaksana suatu kebijakan. Jika hal tersebut tidak direncanakan secara matang maka
keberhasilan dalam suatu implementasi kebijakan program akan sulit dijalankan
secara optimal. Dalam implementasi program pro rakyat fase ke 5 warung ekonomi
ini terdapat kekuasaan, kepentingan-kepentingan dan strategi dari aktor yang terlibat
yang telah digunakan yaitu sebagai berikut:
Kekuasaan dalam pelaksanaan program warung ekonomi ini tetap berada pada
pemerintah sebagai pemegang kekuasaan tertinggi, terlebih pemerintah yaitu walikota
Kota Cilegon terlah menjabat selama dua periode dan merupakan anak dari walikota
yang sebelumnya telah menjabat. Selain itu juga kekuatan di dapat dari kerjasama
antar pemerintah dengan pihak PT. Krakatau Steel yang sebelumnya sudah dijalin
yang tertuang dalam surat perjanjian antara pemerintah Kota Cilegon dengan PT.
Krakatau Steel (Persero) Tbk. Tentang Pelaksanaan Program Kemitraan dan Bina
Lingkungan PT. Krakatau Steel (Persero) Tbk. yang termasuk dalam program CSR
dari perusahaan tersebut.
Adapun para pihak pelaksana warung ekonomi yaitu hanya sebagai aparat
pemerintah yang menjalankan intruksi langsung dari pemerintah. Setiap aktor yang
148
terlibat dalam pelaksanaan warung ekonomi menjalankan tugasnya sesuai dengan
kewenangannya masing-masing. Akan tetapi pada pelaksanaannya muncul
kepentingan-kepentingan baru yang berpengaruh terhadap jalannya program warung
ekonomi ini. Kepentingan tesebut muncul dari pihak Satpol PP yang merupakan
aparat dari pemerintah. Tidak terjalinnya koordinasi yang dilakukan oleh pihak
pelaksana warung ekonomi menyebabkan adanya tumpang tindih kepentingan yang
hanya mengarah kepada kepentingan tugas dan pelaksanaan kewenangannya masing-
masing. Pemerintah sebagai pemegang kekuasaan tertinggi pun nampaknya dengan
adanya permasalahan tersebut belum ada tanggapan lebih lanjut untuk mengatasinya.
Sedangkan para pihak pelaksana hanya bisa menjalankan apa yang menjadi tugasnya
saja walaupun memang banyak pihak penerima warung ekonomi yang mengalihkan
permasalahan tersebut kepada para pihak pelaksana tetapi memang belum ada
tanggapan lebih lanjut karena mereka tidak memiliki kewenangan lebih.
Adapun strategi yang telah digunakan pihak pelaksana saat ini yaitu hanya
sebatas pemberian motivasi kepada pihak penerima warung ekonomi yang sudah
terbina untuk menata tempat. Pihak pelaksana saat ini sudah berusaha berkoordinasi
dengan pimpinan terkait dengan penyelesaian permasalahan ini yaitu dengan
mengajukan untuk diadakannya relokasi tempat bagi para pedagang kaki lima dan
warung ekonomi ini, akan tetapi hingga saat ini belum ada tanggapan pasti terkait
dengan relokasi tempat dan program warung ekonomi tersebut masih berlangsung
149
dengan total warung ekonomi sebanyak 34 buah walaupun untuk saat ini memang
tidak ada penambahan kuota penerima warung ekonomi.
2. Karakteristik Lembaga dan Rezim yang Berkuasa
Pada suatu pelaksanaan kebijakan, lingkungan dimana kebijakan tersebut akan
diterapkan juga berpengaruh terhadap keberhasilannya. Implementasi program pro
rakyat fase ke 5 warung ekonomi terdapat karakteristik dari lembaga dan rezim yang
berkuasa yang turut mempengaruhi lingkungan dimana suatu kebijakan tersebut
diterapkan. Adapun dalam implementasi program warung ekonomi ini terdapat
karakteristik lembaga dan rezim yang berkuasa seperti ini:
Pertama, dari lingkungan dimana kebijakan atau program terkait dengan
pelaksanaan warung ekonomi itu sendiri pemerintah tetap berada dalam posisi teratas
membawahi pihak pelaksana warung ekonomi seperti UPT PEM dan PKBL PT. KS.
Jika dilihat dari rezim yang berkuasa saat ini yaitu pemerintah sebagai Walikota Kota
Cilegon malalui RPJMD tahun 2010-2015 Kota Cilegon telah mengagas arah baru
pemerintahan melaui program pro rakyat yang dituangkan kedalam salah satu 5
agenda besar kepemimpinannya yaitu ”Agenda Cilegon Sejahtera”. Walikota Kota
Cilegon yang sebelumnya telah menjabat sejak tahun 2010 dan hingga saat ini terpilih
untuk kedua kalinya memang sebelumnya telah meluncurkan program pro rakyat
sehingga dalam periode kedua dalam masa kepemimpinannya ini hanya melanjutkan
150
program yang sebelumnya telah ada yaitu program pro rakyat yang dilakukan melalui
5 fase, dan fase ke 5 ini merupakan program pro rakyat terbaru di masa
kepemimpinannya saat ini salah satunya yaitu bantuan kios warung ekonomi. Selain
itu juga program pro rakyat yang digulirkan oleh pemerintah Kota Cilegon berdasar
kepada visi Kota Cilegon yaitu menciptakan masyarakat Cilegon sejahtera melalui
daya dukung industri, perdagangan dan jasa yang di indikasikan dengan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, menurunnya kemiskinan, pengangguran
serta meningkatkan kinerja dan kualitas perekonomian.
Dari pihak UPT PEM sendiri patuh dan sudah menjalankan apa yang menjadi
kewenanganya yaitu hanya sebatas pihak pelaksana dalam program warung ekonomi
ini, begitu pula dengan pihak PKBL PT. KS yang melaksanakan tugasnya sesuai
dengan kepentingan yang tertuang dalam MoU antara pemerintah Kota Cilegon
dengan pihak PT. Krakatau Steel yang isinya sejalan dan berkaitan dengan Perwal
Kota Cilegon Nomor 25 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Dana Bergulir
Pemberdayaan Masyarakat Kota Cilegon sehingga dari pihak PKBL PT. KS sendiri
telah menjalankan apa yang menjadi tugasnya sesuai dengan aturan dan ketentuan
yang berlaku. Akan tetapi dengan permasalahan yang ada saat program tersebut
berjalan, nampaknya pihak pelaksana ataupun pemerintah belum dapat
menyelesaikannya, dan solusi yang telah disebutkan sebelumnya yaitu merelokasi
tempat khusus warung ekonomi sepertinya hanya sebatas wacana saja. Pihak
pelaksana pun menyatakan hal yang sama dan mengakuinya.
151
Kedua, kebijakan tersebut sebenarnya dapat diterima oleh masyarakat karena
kebijakan terkait dengan program tersebut dibuat oleh pemerintah dan masyarakat
pun patuh terhadapnya. Tetapi dengan adanya permasalahan tersebut terdapat
perubahan pada lingkungan dimana kebijakan tersebut diterapkan, masyarakat yang
semula mau menerima secara langsung kebijakan dan program pemerintah tersebut
tetapi saat ini masyarakat justru tidak mau menerima dan melaksanakan program
tersebut sepenuhnya karena selain adanya perbedaan karakter dan budaya juga
terdapat kepentingan lainnya yang dilakukan oleh pihak Satpol PP. Sebenarnya apa
yang dilakukan oleh pihak Satpol PP bukan merupakan suatu tindakan yang salah
atau bukanlah merupakan suatu pelanggaran karena dalam pelaksanaan warung
ekonomi pihak Satpol PP tidak berkoordinasi dan tidak terlibat didalamnya. Sehingga
dari pihak Satpol PP sendiri hanya melakukan apa yang menjadi kewenangannya
yaitu melakukan penertiban pedagang kaki lima termasuk warung ekonomi tersebut.
3. Tingkat Kepatuhan dan Adanya Respon dari Pelaksana
Pada pelaksanaan suatu kebijakan, kepatuhan dan respon dari pelaksana tidak
kalah penting dengan indikator lainnya. Tingkat kepatuhan dan adanya respon dari
pelaksana pada program warung ekonomi ini selain mencakup kepatuhan pelaksana
program juga mencakup hambatan yang dirasakan oleh pihak pelaksana program
seperti berikut:
152
Pertama, para pihak pelaksana warung ekonomi seperti UPT PEM dan PKBL
PT. KS hingga saat ini masih melakukan apa yang menjadi tugas dan
kewenangannya. Akan tetapi dengan berbagai permasalahan dengan yang ada pihak
pelaksana warung ekonomi dinilai belum tanggap dalam menyelesaikan
permasalahan yang ada. Hal tersebut dibuktikan melalui pernyataan yang
dikemukakan oleh pihak penerima warung ekonomi bahwa pihak pelaksana sudah
melakukan tugasnya masing-masing akan tetapi dengan adanya hambatan-hambatan
justru para pihak penerima menilai tidak ada solusi karena mereka seakan-akan lepas
tangan dan mengaku hanya sebagai fasilitator warung ekonomi. Apa yang dijanjikan
oleh pihak pelaksana warung ekonomi pun nampaknya hingga saat belum terealisasi
sepenuhnya. Awalnya memang terdapat respon yang baik tetapi saat ini tidak
memiliki solusi. Rencana awal program warung ekonomi yaitu dalam rangka
penataan kota dan untuk menciptakan ketertiban dan kenyamanan dalam berusaha
bagi pedagang kaki lima nampaknya belum terealisasi dengan baik pula. Pihak
pelaksana dinilai tidak cukup responsif dan tidak berani mengambil inisiatif dalam
menyikapi permasalah yang ada. Keputusan yang ada selalu didasari oleh aturan yang
berlaku sehingga pihak pelaksana merasa tidak memiliki kewenangan lebih dalam
menyikapi permasalahan yang ada dan hanya menunggu perintah dari Pemerintah
selaku pemegang kekuasaan tertinggi dalam pelaksanaan program ini.
153
Kedua, adapun beberapa hambatan yang di alami pihak pelaksana yang turut
mempengaruhi tingkat keberhasilan dalam implementasi program warung ekonomi
ini yaitu:
1. Adanya perbedaan kepentingan, yaitu penertiban warung ekonomi yang
dilakukan oleh pihak Satpol PP yang menyebabkan hilangnya tempat bagi
para pedagang kaki lima termasuk warung ekonomi.
2. Tempat yang terbatas karena warung ekonomi terletak di sepenjang jalur
protokol Kota Cilegon.
3. Pola masyarakat yang tidak bisa diubah yang berpengaruh terhadap
perkembangan pelaksanaan program warung ekonomi ini.
154
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pemaparan dan pembahasan pada bab sebelumnya
mengenai masalah dan temuan-temuan di lapangan terkait dengan penelitian
“Implementasi Program Pro Rakyat Fase Ke 5 Pemerintah Kota Cilegon (Studi Kasus
Warung Ekonomi Pedagang Kaki Lima)” peneliti memperoleh kesimpulan akhir
bahwa implementasi program bantuan kios warung ekonomi pedagang kaki lima
yang termasuk dalam program pro rakyat fase ke 5 pemerintah Kota Cilegon ini
belum berjalan secara optimal.
Dari sisi sosialisasi program warung ekonomi sendiri masih belum optimal
dilakukan, banyak warung ekonomi ataupun pedagang non warung ekonomi yang
belum mengetahuinya atau bahkan mengetahui informasi mengenai warung ekonomi
dari rekan sesama pedagang bukan dari pihak pelaksana sendiri karena sosialisasi
yang dilakukan pihak pelaksana hanya sebatas pada sosialisasi awal program saja
sehingga tidak menyeluruh dan maksimal. Hal tersebut berpengaruh terhadap
perataan program warung ekonomi, dan dari data jumlah penerima warung ekonomi
yang diperoleh peneliti, penerima warung ekonomi hanya di dominasi oleh satu
wilayah saja yaitu di Kelurahan Jombang. Sedangkan dalam Perwal Kota Cilegon
155
Nomor 25 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Dana Bergulir Pemberdayaan Ekonomi
Masyarakat Kota Cilegon di jelaskan bahwa program tersebut mengarah kepada asas
keadilan yang berarti dapat di manfaatkan oleh seluruh masyarakat kelurahan sesuai
dengan persyaratan yang telah ditetapkan. Jika dilihat dari temuan lapangan yang
diperoleh oleh peneliti program warung ekonomi tersebut belum merata di terapkan
kepada seluruh masyarakat Kota Cilegon.
Selain itu berdasarkan temuan lapangan terdapat permasalahan lainnya seperti
adanya perbedaan manfaat serta perubahan yang diharapkan oleh pihak pelaksana
akibat adanya perbenturan kepentingan dengan Satpol PP. kemudian sarana dan
prasarana yang digunakan dalam warung ekonomi belum maksimal diberikan,
pasalnya penerima bantuan warung ekonomi dikenakan baya Rp. 3.000.000,- + jasa
pinjaman 6% yang diberlakukan kepada seluruh penerima. Sedangkan dalam Perwal
Kota Cilegon Nomor 25 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Dana Bergulir
Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Kota Cilegon mengenai jasa pinjaman sudah
diatur bahwa sebesar 6% tersebut harus mempertimbangkan segala hal sesuai dengan
kondisi. Saat ini kondisi yang di alami oleh para penerima warung ekonomi
nampaknya tidak sesuai dengan ketentuan pokok jasa pinjaman tersebut karena sudah
banyak warung ekonomi saat ini yang sudah terkena penertiban oleh Satpol PP
sehingga tidak dapat merasakan fasilitas berjualan yang aman dan nyaman sesuai
dengan apa yang dijanjikan sebelumnya.
156
Dari hasil peneltian peneliti menemukan bahwa dalam pelaksanaan program
warung ekonomi berbenturan dengan kepentingan lainnya, kepentingan tersebut yaitu
kepentingan penertiban para pedagang kaki lima yang ada di sepanjang jalur protokol
Kota Cilegon sehingga warung ekonomi pun ikut ditertibkan walaupun program
tersebut berasal dari pemerintah dan tentunya hal tersebut dapat menghambat
keberhasilan dalam pelaksanaan program. Penertiban tersebut dilakukan oleh pihak
Satpol PP Kota Cilegon karena sebelumnya tidak terbentuk koordinasi yang baik
sehingga dalam pelaksanaannya pun terjadi perbenturan kepentingan dan
kewenangan yang sebelumnya sudah terbentuk. Begitu pula dengan pihak
Disperindagkop Kota Cilegon yang tidak dilibatkan dalam program warung ekonomi
ini sehingga untuk pengawasan dan keberlangsungan usaha warung ekonomi tidak
ada pihak yang menanganinya. Adapun dari pihak Dinas Tata Kota Cilegon hanya
sebagai perencana awal dan pihak UPT PEM Kota Cilegon beserta PKBL PT. KS
hanya sebagai fasilitator saja.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, peneliti memberikan saran
agar implementasi program warung ekonomi dapat berjalan secara optimal sehingga
dapat mendukung penataan kota agar dapat mencitakan ketertiban, keindahan dan
kenyamanan pedagang dalam berusaha. Adapun saran tersebut yaitu sebagai berikut:
157
1. Melakukan sosialisasi berkala dan menyeluruh sesuai dengan periode
pengajuan warung ekonomi agar masyarakat mengetahui secara jelas
bagaimana program pemerintah tersebut yaitu warung ekonomi pedagang
kaki lima.
2. Melakukaan perataan penerima bantuan kios warung ekonomi pedagang
kaki lima dengan menarik minat masyarakat seperti meningkatkan
sumber daya yang digunakan dalam program warung ekonomi ini dengan
cara menambah fasilitas yang di peroleh oleh mitra binaan seperti
peningkatan kualitas gerobak atau kios warung ekonomi ataupun dengan
penambahan modal supaya mereka tidak berkeberatan dan tertarik untuk
mengikuti program pemerintah ini.
3. Selain itu pemerintah harus mempertimbangkan penentuan jasa pinjaman
sesuai dengan Perwal Kota Cilegon Nomor 25 Tahun 2012 Tentang
Pengelolaan Dana Bergulir Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Kota
Cilegon sebesar 6% tersebut dengan memperhatikan daya beli masyarakat
karena tidak semua mitra binaan memiliki keadaan usaha dan pendapatan
usaha yang sama.
4. Dari pihak pelaksana program sebaiknya di lakukan penataan ulang
dalam hal koordinasi, agar dapat menciptakan koordinasi yang baik di
antara pihak pelaksana sehingga setiap pihak mengetahui secara pasti apa
yang menjadi kewenangannya dan siapa saja pihak yang terlibat dalam
pelaksanaan program ini. Selain itu pemerintah juga dapat melibatkan
158
pihak Disperindagkop Kota Cilegon dalam pelaksanaan program ini
tentunya dalam hal pengawasan dan keberlangsungan usaha warung
ekonomi agar usaha mitra binaan warung ekonomi ini dapat terkontrol
dan berjalan dengan baik. Lalu pemerintah juga dapat melakukan
koordinasi kepada pihak Satpol PP Kota Cilegon dalam hal penertiban
supaya pelaksanaan warung ekonomi menjadi tertib sesuai dengan aturan
yang berlaku, tidak bersifat mengganggu dan tentunya tidak tergusur oleh
Satpol PP.
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Agustino, Leo. 2008. Dasar-dasar Kebijakan Publik. Bandung: CV. Alfabeta Ali, Faried. 2012. Studi Kebijakan Pemerintah. Bandung: PT. Refika Aditama Anggara, Sahya. 2014. Kebijakan Publik. Bandung: CV. Pustaka Setia Budiarjo, Miriam. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Utama. Irawan, Prasetya. 2005. Materi Pokok Metedologi Penelitian Administrasi. Jakarta: Universitas Terbuka Moleong, Lexy J. 2005. Metodologi Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Mulyadi, Deddy. 2015. Studi Kebijakan Publik dan Pelayanan Publik. Bandung: CV. Alfabeta Mulyana, Deddy. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif Paradigma Baru Ilmu
Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung: Remaja Rosdakarya Nugroho. 2003. Kebijakan Publik Formulasi, Implementasi, dan Evaluasi. Jakarta: Gramedia Parson, Wayne. 2005. Public Policy Pengantar Teori dan Praktik Analisis Kebijakan. Jakarta: Prenada Media Subarsono. 2012. Analisis Kebijakan Publik, Konsep, Teori, dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Belajar Sugiyono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV. Alfabeta ________. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: CV. Alfabeta Suryabrata, Sumadi. 1992. Metodologi Penelitian. Jakarta: Rajawali Pers Syafiie, Inu Kencana. 2006. Ilmu Administrasi Publik. Jakarta. PT. Rineka Cipta
_________________. 2010. Ilmu Administrasi Publik (Edisi Revisi). Jakarta. PT. Rineka Cipta
Wahab, Abdul. 2012. Analisis Kebijakan. Malang: Bumi Aksara Winarno, Budi. 2012. Kebijakan Publik Teori, Proses, dan Studi Kasus. Jakarta: PT. Buku Seru Wirawan, 2012. Evaluasi Teori, Model, Standar, Aplikasi, dan Teori. Jakarta: PT. Rajawali Pers Dokumen:
UU No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil UUD 1945 BAB I Tentang Bentuk dan Kedaulatan Perda Kota Cilegon No. 5 Tahun 2003 Tentang Ketertiban, Kebersihan, dan Keindahan (K3) Di Wilayah Kota Cilegon Perda Kota Cilegon Nomor 6 Tahun 2003 Tentang Pengendalian Pedagang Kaki Lima Perwal Kota Cilegon Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Pemberdayaan Ekonomi Msyarakat Kota Cilegon Perwal Kota Cilegon Nomor 25 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Dana Bergulir MOU Pemerintah Kota Cilegon dengan PT. Krakatau Steel Tentang Pelaksanaan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan PT. Krakatau Steel (Persero) Tbk.Pemberdayaan Ekonomi masyarakat Kota Cilegon Kota Cilegon dalam Angka 2016 (Badan Pusat Satatistik Kota Cilegon) Rekam Jejak Tanggung Jawab Sosial PT Krakatau Steel (Persero) Tbk & Group
Sumber Lain:
Penelitian terdahulu:
Esyin Quraesin. NIM. 081080. Implementasi Program Satu Kecamatan Satu Milyar di Kecamatan Purwakarta Kota Cilegon. Program Studi Ilmu Administrasi Negara. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Marina. NIM. 6661082046. Skripsi. Efektivitas Program Corporate Social Responsibility PT. Krakatau Steel di Kecamatan Citangkil Periode 2010-2011. Program Studi Ilmu Administrasi Negara. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Website:
Data Angsuran Pinjaman Dana Bergulir Pengembangan Usaha (Investasi Modal Kerja) Warung Ekonomi
Eka Prasetya
2. Senin, 11 April 2016
11.000 UPT PEM Kota Cilegon
MOU Tentang Pelaksanaan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan PT. KS
Eka Patria Prihatin
3. Kamis, 14 April 2016
08.00 PKBL KS Permen Tentang Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan
Afis
4. Senin, 2 Mei 2016
10.00 UPT PEM Kota Cilegon
Buku rekam jejak tanggung jawab sosial PT Krakatau Steel (Persero) Tbk & Group
Eka Prasetya
5. Senin, 9 Mei 2016
10.30 UPT PEM Kota Cilegon
Wawancara
Eka Patria Prihatin
6. Kamis, 12 Mei 2016
08.30 PKBL KS Wawancara Afis
7. Senin, 16 Mei 2016
13.00 UPT PEM Kota Cilegon
Wawancara dan data persyaratan pengaju warung ekonomi
Eka Prasetya
8. Kamis, 19 Mei 2016
09.00 PKBL KS Wawancaradan data pengaju warung ekonomi
Dewi Ratih Kumala
9. Senin, 23 Mei 2016
11.00 Disperindagkop Kota Cilegon
Wawancara Mudzakir
10. Rabu, 25 Mei 2016
09.00 Dinas Tata Kota Cilegon
Wawancara Efa Safiroh, ST. MT
11. Jumat, 27 Mei 2016
13.00 Satpol PP Kota Cilegon
Wawancara Endang Sudrajat
12. Sabtu, 28 Mei 2016
14.00 Trotoar jalan protokol Kota Cilegon
Wawancara Sobar
13. Sabtu, 28 Mei 2016
14.30 Trotoar jalan protokol Kota Cilegon
Wawancara Yasmawati
14. Sabtu, 15.00 Trotoar jalan Wawancara Gita
28 Mei 2016
protokol Kota Cilegon
Bahari
15. Sabtu, 28 Mei 2016
15.30 Trotoar jalan protokol Kota Cilegon
Wawancara Hasani
16. Sabtu, 28 Mei 2016
16.00 Trotoar jalan protokol Kota Cilegon
Wawancara Arwani
17. Sabtu, 28 Mei 2016
16.25 Trotoar jalan protokol Kota Cilegon
Wawancara Riyanto
18. Sabtu, 28 Mei 2016
16.45 Trotoar jalan protokol Kota Cilegon
Wawancara Samsul Bahri
19. Sabtu, 28 Mei 2016
17.00 Trotoar jalan protokol Kota Cilegon
Wawancara Sunarto Siahaan
20. Minggu, 29 Mei 2016
15.00 Trotoar jalan protokol Kota Cilegon
Wawancara Ali
21. Minggu, 29 Mei 2016
16.00 Trotoar jalan protokol Kota Cilegon
Wawancara Aris
22. Minggu, 29 Mei 2016
16.30 Trotoar jalan protokol Kota Cilegon
Wawancara Usro
23. Minggu, 29 Mei 2016
17.00 Trotoar jalan protokol Kota Cilegon
Wawancara Nufus
24. Minggu, 29 Mei 2016
17.25 Trotoar jalan protokol Kota Cilegon
Wawancara Uki
25. Minggu, 29 Mei 2016
17.30 Trotoar jalan protokol Kota Cilegon
Wawancara Ida
26. Senin, 19 September 2016
09.30 Kantor UPT PEM Kota Cilegon
Wawancara Eka Patria Prihatin
27. Senin, 19 September 2016
08.00 Kantor PKBL PT. KS
Wawancara Afis
28. Selasa, 27 Septemb
15.00 Trotoar jalan protokol Kota Cilegon
Wawancara Arwani
er 2016 29. Selasa,
27 September 2016
15.30 Trotoar jalan protokol Kota Cilegon
Wawancara Riyanto
30. Selasa, 27 September 2016
16.30 Trotoar jalan protokol Kota Cilegon
Wawancara Samsul Bahri
31. Rabu, 28 September 2016
09.00 Kantor UPT PEM Kota Cilegon
Wawancara Eka Patria Prihatin
32. Rabu, 28 September 2016
13.00 Kantor Dinas Tata Kota Cilegon
Wawancara Efa Safiroh, ST. MT
33. Rabu, 5 Oktober 2016
16.30 Trotoar jalan protokol Kota Cilegon
Wawancara Seli
34. Rabu, 5 Oktober 2016
16.55 Trotoar jalan protokol Kota Cilegon
Wawancara Nina
35. Rabu, 5 Oktober 2016
17.15 Trotoar jalan protokol Kota Cilegon
Wawancara Edi
MATRIKS HASIL WAWANCARA SEBELUM REDUKSI DATA
Keterangan
I1 : Kepala UPT PEM Kota Cilegon
Q : Pertanyaan dan Jawaban Hasil Wawancara
I Q
I1
Q1 Apa yang melatar belakangi dibuatnya program warung ekonomi ini? Latar belakang pembuatan warung ekonomi ini untuk memperindah penataan di sepanjang jalan Kota Cilegon agar pedagang dapat terlihat secara rapih dan bersih dan selain itu juga untuk membantu meningkatkan perekonomian masyarakat khususnya bagi pedagang kaki lima dengan dibantu oleh program pro rakyat pemerintah warung ekonomi ini melalui pemberian grobak mungkin lebih tepatnya seperti kredit tempat usaha ya
Q2 Apa yang dimaksud dengan program warung ekonomi ini? Warung ekonomi itu hanya program pemerintah dari pa wali untuk menata kota, menata para pedagang di sepanjang jalan protokol agar terlihat lebih indah, besih, dan rapi dan kami fasilitasi mitra kami yang usaha kecil itu supaya warungnya bagus dan seragam
Q3 Kepentingan apa saja yang dapat memperngaruhi kebijakan/program ini? Kepentingannya untuk menata kota supaya warung terlihat seragam tentunya kita juga berkoordinasi dengan dinas tata kota ya, awalnya memang kepentingan dinas tata kota sebenarnya dalam program ini kita hanya membantu pelaksanaannya saja, bagian realisasinya program gitu
Q4 Apa saja manfaat yang di harapkan dan apa saja manfaat yang sudah dirasakan saat ini sejak program warung ekonomi tersebut dilaksanakan? Kalau bagi kami manfaatnya sekarang warungnya sudah terlihat seragam tetapi belum secara menyeluruh karena ada beberapa hal yang menghambat ya, akhir-akhir ini ada suatu hal yang kurang kondufif bagi pelaksanaan warung ekonomi itu seperti bentrok dengan pihak Satpol PP
Q5 Perubahan apa yang di harapkan dan dirasakan saat ini dengan adanya program warung ekonomi? Sebenarnya karena ini warung ekonomi ini merupakan program baru dan masih mengarah kepada program dana bergulir sebelumnya makan tujuan awal yaitu mengharapkan adanya perubahan sesuai dengan Perwal tentang dana bergulir yaitu Perwal Nomor 25 Tahun 2012. Sesuai dengan Perwal tadi yah tentang dana bergulir
maka kita mengharapkan adanya perubahan seperti dapat menumbuhkan minat masyarakat dalam berwirausaha, dapat meningkatkan pendapatan, serta dapat mengembangkan potensi-potensi usaha yang sudah ada yang dilaksanakan dengan program baru melalui penataan lingkungan dalam berusaha khususnya para PKL yang ada di sepanjang jalur protokol Kota Cilegon agar selain tujuan tersebut dapat tercapai juga terdapat perubahan lain yang bersifat positif yaitu terciptanya ketertiban, keindahan, kenyamanan dalam berusaha. Awalnya kita melalakukan sosialisasi ya ke para pedagang kaki lima yang ada di jalan protokol Kota Cilegon dengan memberikan informasi-informasi terkait dengan warung ekonomi bahwa itu adalah program dari pemerintah. Akhirnya ada 34 sekarang warung ekonomi secara berangsur mulai bertambah. Tapi sekarang perubahannya seperti ini lah, dapat di buktikan dengan awalnya mereka akan ditempatkan dan ditata di pinggir jalan agar kondusif sudah berjalan warung-warung yang ada di pinggiran jalan kaki lima terlihat rapi dan seragam. tetapi sekarang muncul kebijakan lain yang menyebutkan tidak boleh berdagang di pinggiran jalan protokol ataupun di atas trotoar maka warung ekonomi tersebut sekarang terkena gusuran juga sama dengan pedagang kaki lima yang lainnya. Kita bingung kebijakan awal ingin di tata supaya rapih, kami bekerjasama dan memfasilitasi bagaimana caranya pedagang tersebut mendapatkan warung dan agar dapat menata kota dari mulai Merak sampai PCI tetapi saat ini malah berbenturan dengan kebijakan lain.
Q6 Bagaimanakah wewenang serta koordinasi yang dilakukan dari pihak pelaksana program warung ekonomi? Wewenangnya kita hanya memfasilitasi sampai mereka mendapatkan warung, dan jika sudah selesai mencicilnya sudah kita tidak punya wewenang lain Koordinasinya pendanaan dari pkbl ks memberikan dana untuk membuat warungnya, jika ukm ingin mendapatkan warung mereka datang kesini, kami usulkan ke PKBL KS yang memberikan bantuan dana.
Q7 Siapa sajakan pihak pelaksana yang terlibat dalam program warung ekonomi ini? Dari pihak pemerintah kita yaitu UPT PEM dan dari pihak lain untuk mendukung dana ya PKBL KS itu sih yang terlibat dalam realisasi warung ekonomi. Kalau Dinas Tata Kota hanya sebagai perencana awal saja bagian penempatan warungnya.
Q8 Sumberdaya apa saja yang digunakan dan dimanfaatkan dalam pelaksanaan program ini? Sumber daya sudah pasti pegawai dari UPT PEM yang kami kerahkan utuk mengontrol serta menagih angsuran para mitra binaan sebesar RP. 3.000.00 ditambah jasa pinjamannya yaitu sebanyak 6% dari total pinjaman semuanya sama rata ya jumlah besaran biayanya seperti itu. Kita hanya memesan bentuk warungnya harus seperti ini, warnanya ini, dan ada logo pemerintah dan PKBL KS yang menunjuk vendornya. Untuk waktu ya memang memerlukan waktu ya mulai dari tahap penyeleksian calon mitra binaan sampai dengan penerimaan wujud warung ekonomi tersebut, akan tetapi sejauh ini mitra binaan terima saja, kita juga sudah berusaha untuk mengatur waktu seefisien mungkin.
Q9 Bagaimanakah pengaruh kekuasaan, kepentingan, serta strategi yang digunakan oleh pihak pelaksana program? Bagaimana ya kita juga sebagai aparat pemerintah tetapi karena kebijakan ada di tingkat atas, kami ingin seperti ini tetapi yang membuat kebijakan lebih punya power maka yasudah. Kami inginnya seperti awal aja karena kita saling membutuhkan juga dengan kaki lima, dengan adanya kaki lima kebijakan awalnya mereka boleh di tempat awal mereka berjualan semula asal mereka bersedia warungnya di seragamkan dan harus memberikan jarak bagi pejalan kaki. Kemudian toko yang dibelakang mereka bersedia dan tidak keberatan mereka ada di depan toko mereka, semua dinas sudah sepakat tetapi kenyataannya berebeda sekarang sudah berjalan warung ekonomi tetapi muncul kebijakan lain bahwa semua pedagang yang ada di jalan protokol tidak boleh berjualan lalu kami bisa apa. Kami hanya menjalankan yang sudah ada saat ini, kami sebagai fasilitator mengalami dilema. Strategi kita berkoordinasi dengan pimpinan dengan cara menyarankan untuk merelokasi para pedagang kaki lima tetapi sampai sekarang belum ada tanggapan pasti dimana tempatnya karena program warung ekonomi ini masih berjalan dan berlangsung sampai sekarang maka akan kami cari solusinya.
Q10 Adakah peran serta dorongan dari pemerintah terkait dengan pelaksanaan warung ekonomi ini? Peran dan dorongan dari pemerintah saat ini hanya merencanakan masalah relokasi pedagang kaki lima atau warung ekonomi ini tetapi hanya sebatas wacana saja. Kebijakan dapat diterima oleh mesyarakat akan tetapi dengan bentroknya program dengan Satpol PP maka saat ini saya merasa program ini sulit untuk direalisasikan karena banyak hambatannya.
Q11 Apakah program warung ekonomi ini dapat diterima oleh masyarakat? Masyarakat sebenarnya apa pun kebijakan dari pemerintah selama mereka masih diberi peluang untuk berusaha maka mereka tidak menentang bahkan ada yang digusur, muncul lagi yang baru mengajukan untuk mebuat warung tetapi kita justru memberi masukan kepada mereka sekarang aja warung yang sudah ada belum aman, akhirnya kita sarankan untuk menundanya jika sudah di tempatkan yang jelas oleh pemerintah secara tetap.
Q12 Bagaimanakah tingkat kepatuhan dari pihak pelaksana? Kita sebagai pihak pelaksana selalu patuh terhadap apa yang menjadi kewajiban kami ya sebagai bagian dari pemerintah, kita juga mengikuti program pemerintah seperti apa dan bagaimana pelaksanaannya.
Q13 Apa saja hambatan yang dirasakan pada saat pelaksanaan program warung ekonomi ini? Hambatannya dalam dilihat dari kenyataannya yang sekarang warung ekonomi malah di bersihkan, semua penjual yang di jalan protokol akhirnya ga tau mereka jualan dimana dan kita juga ga tau kan mereka mau usaha seperti apa lagi. 34 warung ekonomi masih berjalan akan tetapi akhir-akhir ini terkena gusuran dan ada beberapa yang sampai tidak bisa berjualan.
Q14 Bagaimana peran kepala daerah dalam pengambilan keputusan?
Letak pengambilan keputusan disini yaitu berada di pemerintah sebagai kepala daerah yah, tentunya dahulu itu tertuang dalam Perwal 25 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Dana Bergulir Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Kota Cilegon yang merupakan program pemerintah juga. Sekarang ini dalam masa kepemimpinannya mengeluarkan program pro rakyat fase ke 5 yang ada di agenda cilegon sejahtera salah satunya ya warung ekonomi ini. Jadi ini memang program pemerintah, kita hanya menjalankan apa yang menjadi tugas dan intruksi pemerintah. Setahu kita pemerintah mengeluarkan program ini, lalu berkoordinasi dengan pihak yang terlibat dalam pelaksanaan ini seperti kita UPT PEM, Dinas Tata Kota, dan PKBL KS.
Q15 Bagaimana kekuatan dan strategi yang digunakan pemerintah dala program ini? Pemerintah memiliki kekuatan tertinggi terlebih walikota Cilegon sudah menjabat selama dua periode dan merupakan anak dari walikota yang sebelumnya menjabat, selain itu juga tentunya di dukung oleh aparatur pemerintahan itu sendiri. dalam program warung ekonomi ini di dukung oleh dua pihak dalam pelaksanaannya yaitu UPT PEM dan PKBL KS. Pemerintah yang membuat kebijakan kita sih hanya membantu merealisasikannya saja. Selanjutnya strategi kita gunakan yaitu dengan melakukan pendekatan kepada para PKL lalu kita saring dari situ apa yang menjadi kebutuhan dan permasalahannya untuk kemudian kita melakukan sosialisasi lebih lanjut terkait dengan program pemerintah ini supaya dapat di jadikan sebuah solusi atas permasalahan yanga ada. Kita beritahu secara perlahan kepada para PKL dengan mendatangi dan mensosialisasikannya secara langsung. Kita jelaskan keuntungannya akan meperoleh kenyamanan serta keamanan dalam berjualan dan lagi akan mendukung ketertiban serta kebersihan lingkungan. Selain warung terlihat lebih seragam juga akan terlihat rapi, bersih dan juga turut mendukung program penataan kota yang sedang dilakukan pemerintah ini. Strateginya dari segi pendanaan juga kita lakukan yah, agar tidak membebani penerima makan biaya sebesar Rp. 3.000.000,- tersebut dapat di cicil selama satu tahun. Selain itu juga kita melakukan pembinaan agar calon mitra binaan kita sebelum menjalankan usahanya sudah mendapatkan ilmu baru dalam berwirausaha yah.
Keterangan
I2 : Pelaksana Pembiayaan UPT PEM Kota Cilegon
Q : Pertanyaan dan Jawaban Hasil Wawancara
I Q
I2
Q1 Bagaimana proses pelaksanaan serta pembiayaan program warung ekonomi ini? Pembayaran diurus dari UPT PEM dan setoran di PKBL KS, kami menerima pembayaran berbentuk kwitasi dan saya serahkan setelah itu ke PKBL KS. Pembayarannya kalo untuk yang lancar mah lancar bahkan sudah ada yang lunas bahkan dari yang pertama yang lunas cuma dengan keterkaitan penertiban Satpol PP kemarin jalanan protokol di bersihkan jadi otomatis mereka juga jadi nunggak ga mau bayar karena hal itu. Kalau nunggak tetap di kembalikan maksudnya kami berupaya karena ini juga mau di alihkan pedagang-pedagang ini cuma tempatnya belum tau, mungkin kalau tempatnya sudah tau dan sudah di relokasi tempatnya dimana mungkin kita bisa tagih kembali. Kan mereka juga usahanya ga fokus karena bentar-bentar ada Satpol PP, Satpol PP lagi. Tenggang waktunya paling jatuh tempo dari masa pinjaman jadi bulan ke 13 sudah jatuh tempo. Alur warung ekonomi mereka mengajukan kesini membawa berkas-berkas yang sudah komplit baru saya ajukan ke PKBL KS dan jika PKBL KS sudah memferivikasinya maka akan mencairkan dana pinjamannya berupa cek dan mitra binaan menukarkan ceknya tersebut kepada kami untuk di tukarkan dengan warung ekonomi
Keterangan
I3 : Spesialis Kerjasama Lembaga PKBL KS
Q : Pertanyaan dan Jawaban Hasil Wawancara
I Q
I3
Q1 Apa yang melatar belakangi dibuatnya program warung ekonomi ini? Dimulai dari tupoksi PKBL KS melakukan program kemitraan bina lingkungan sesuai dengan Permen No. 9 Tahun 2015. Sebagai PK (Program Kemitraan) yang berkerjasama dengan BPMKP untuk mengembangkan ekonomi masyarakat.
Q2 Apa yang dimaksud dengan program warung ekonomi ini? Warung ekonomi yaitu program pemberdayaan ekonomi masyarakat.
Q3 Kepentingan apa saja yang dapat memperngaruhi kebijakan/program ini? Kepentingan para pihak pelaksana ya tentunya dari pihak kita saja sebagai pelaku program kemitraan maka akan membina para pelaku usaha. Dari pihak tata kota tentunya untuk menata kota. Tapi saat ini, saat warung ekonomi sudah berlangsung dan banyak yang mengikuti program ini malah muncul kepentingan lain yaitu dari pihak Satpol PP yang menertibkan para pedagang kaki lima ya termasuk warung ekonomi ini.
Q4 Apa saja manfaat yang di harapkan dan apa saja manfaat yang sudah dirasakan saat ini sejak program warung ekonomi tersebut dilaksanakan? Dapat memberikan kesejahteraan pada masyarakat setempat termasuk warung ekonomi ini dengan masuknya program kemitraan dalam mengembangkan investasi yang berupa warung ekonomi di harapkan dapat membantu pemerintah dalam mengurangi pengangguran dan kemiskinan.
Q5 Perubahan apa yang di harapkan dan dirasakan saat ini dengan adanya program warung ekonomi? Perubahannya seperti adanya kesejahteraan dari pengguna warung ekonomi yang bersangkutan. Yang sudah ikut warung ekonomi dan sudah terealisasi, di bina maka mendapatkan omset, tapi yang belum di bina belum (akan berkelanjutan, karena tempat terbatas). Dan tentunya warung-warung pedagang kaki lima di pinggiran jalan pun terlihat lebih rapih dari yang sebelumnya ya.
Q6 Bagaimanakah wewenang serta koordinasi yang dilakukan dari pihak pelaksana program warung ekonomi? Wewenang kita yaitu sebagai pengembangan usaha, membina memberikan pinjaman modal investasi berupa warung ekonomi Koordinasi dilakukan sesuai dengan tupoksi, BPMKP mensurvei hasil kelayakan tempat dengan dasar-dasar izin tidak mengganggu, sebagai penyalur langsung investasi PKBL syaratnya layak untuk dibina dan tidak memakan trotoar jalan.
Q7 Siapa sajakan pihak pelaksana yang terlibat dalam program warung ekonomi ini? BPMKP (UPT PEM), Dinas Tata Kota, Satpol PP, Disperindagkop berkoordinasi dalam hal penempatan dan pelaksanaan warung ekonomi.
Q8 Sumberdaya apa saja yang digunakan dan dimanfaatkan dalam pelaksanaan program ini? Dengan melakukan tugas dari PKBL KS yaitu melakukan pembinaan atau pembekalan manajemen setiap yang diberikan pinjaman untuk mengelola usahanya terus memonitoring baik dari pemkot atau dengan PKBL dan tentunya melakukan kerjasama dengan pihak ke 3 sesuai dengan bidang usahanya.
Q9 Bagaimanakah pengaruh kekuasaan, kepentingan, serta strategi yang digunakan oleh pihak pelaksana program? Awalnya dari BPMKP sebagai aparat pemerintah dengan dasar awal intruksi pemerintah langsung terkait dengan dinas-dinas yang lain di putuskan oleh pemerintah selagi tidak menyalahi aturan atau pelaku. Strategi yang digunakan seperti memberi motivasi kepada warung ekonomi yang terbina untuk bersama-sama menata tempat sehingga selagi aturan tersebut masih ada warung ekonomi tidak terkena gusuran (kelebihannya program warung ekonomi tidak di gusur) Strategi kami juga tentunya lebih mengarah kepada hal pendanaan. Biaya sebesar Rp. 3.000.000,- tersebut kita bebankan kepada penerima akan tetapi dilakukan dengan cara mencicilnya selama satu tahun dan tentunya di tambah jasa administrasi sesuai dengan ketentuan. Nah, ada kelebihan lain untuk warung ekonomi ini dibebaskan dari
persyaratan jaminan. Jadi para mitra binaan tidak harus menyertakan jaminan apa pun untuk mengikuti program ini, berbeda dengan jenis pinjaman lainnya yang ada di PKBL KS.
Q10 Adakah peran serta dorongan dari pemerintah terkait dengan pelaksanaan warung ekonomi ini? Ada dan tentunya cukup baik ya. BPMKP tentunya memerlukan waktu karena karakter dan budaya sekitar berbeda-beda. Karena ini kebijakan pro terhadap masyarakat, dan dilakukan juga ke masyarakat (perjanjian kerjasama ekonomi masyarakat).
Q11 Apakah program warung ekonomi ini dapat diterima oleh masyarakat? Tentunya iya, masyarakat mau, aturan yang diberikan lebih memberikan suatu harapan dari masyarakat untuk menjadi mitra, karena di dalam pembinaannya mendapatkan pelatihan.
Q12 Bagaimanakah tingkat kepatuhan dari pihak pelaksana? Tingkat kepatuhan ya, tentunya kinerja dari pihak pelaksana ada dasar prosedur tersediri namun tergantung dengan kaitan dengan masyarakat yang berbeda. Selama ini respon dari masyarakat terhadap pihak pelaksana baik.
Q13 Apa saja hambatan yang dirasakan pada saat pelaksanaan program warung ekonomi ini? Hambatan kendalanya banyak seperti tidak nyaman ya berjualan di warung ekonomi karena itu sempit tidak ada tempat istirahat hanya kios gerobak kecil, berbeda dengan kios permanen atau yang sudah menetap. Selama ini banyak pedagang kaki lima yang lain yang telah di survei, namun tidak termasuk kelayakan atau belum memenuhi persyaratan binaan karena mereka bukan warga asli dan tidak mempunyai kartu identitas Cilegon.
Keterangan
I4 : Spesialis Keuangan PKBL KS
Q : Pertanyaan dan Jawaban Hasil Wawancara
I Q
I4
Q1 Bagaimana pelaksanaan serta kordinasi yang dibentuk oleh pihak pelaksana warung ekonomi yang dilakukan hingga saat ini? Kerjasama sebelumnya sudah lama antara Pemkot dengan KS yaitu berupa pinjaman, pinjaman biasa modal kerja mungkin yang gerobak warung ekonomi itu berlaku 2013 itu jadi sebagai tindak lanjut yaitu sebagai produk baru supaya pinjaman ada program
warung ekonomi. Jadi awalnya memang sudah ada sekaligus mendukung program pemerintah akhirnya kita salurkan. Warung ekonomi merupakan produk baru dari Pemkot dan kita mendukungnya. Warung ekonomi tidak memiliki kontrak terpisah, hanya sebagai produk baru/inovasi baru, seperti bagaimana tidak hanya uang yang bisa kita bantu tetapi bisa memberikan gerobak untuk usahanya agar dapat terlihat lebih rapi maka kita samakan. Hanya sebagai icon saja untuk penanda bahwa mita tersebut mendapatkan program dari pemerintah dan tidak akan di tertibkan jika berjualan. Petunjuk teknis warung ekonomi hanya sebatas kontrak saja, karena dahulu juga sudah mensepakati kerjasama antara pihak PKBL KS dengan Pemkot, seperti contohnya dana bergulir. Dan kita sadar untuk melakukan atau mendukung program pemerintah ini yaitu perjanjian kerjasama tersebut yang sebelumnya telah kita buat.
Q2 Bagaimana alur pelaksanaan serta pembiayaan program bantuan kios warung ekonomi yang sudah dilaksanakan saat ini? Pinjaman berupa uang senilai Rp. 3.000.000,- untuk dipakai modal, behubung kita memakai konsep warung ekonomi berupa gerobak jadi uang senilai Rp. 3.000.000,- itu digunakan untuk grobak ngebuatnya juga berdasarkan kerjasama KS dengan Pemkot kita menunjuk 1 vendor mereka yang buat jadi mitra (warung ekonomi) ini menerima gerobak bukan uang. Kita melakukan kerjasama yang terdiri dari 3 pihak, kita PKBL KS, UPT PEM, dan mitra binaan itu. Mitra binaan membayar ke UPT PEM, lalu UPT PEM menyetorkan kepada kita. Dari awal alur pembayaran uang tersebut diterima oleh mitra binaan, setelah dokumen baru sampe sini dari UPT PEM berupa usulan, ada keputusan pinjaman, kelayakan, dilengkapi KTP peminjam dan ahli waris, kartu keluarga, surat keterangan usaha yang masih berlaku, surat keterangan domisili, dan khusus untuk warung ekonomi tidak diminta jaminan apapun. Ketika mereka mengajukan seperti ini, setelah di acc oleh manajer kami lalu munculah usulan pinjaman usaha kecil dan nilainya terlampir ditanda tangani oleh yang berwenang. Peran saya disini adalah memproses ini menjadi pengeluaran kas jadi saya buat pengeluaran kas ada unit pembelanjaan dan ketika saya sudah meferivikasi bahwa itu semua sudah lengkap dan akan dibayar lalu dikirimkan kepada kepala dinas, lalu akan dibuatkan buku pembayaran dari kami dan khusus untuk ini pembayaran berupa cek dan akan kita serahkan langsung kepada mitra binaan ketika diadakan pelatihan biasanya berlangsung selama 1 hari materinya kewirausahaan dan sesi keduanya berupa pencairan kita langsung datang kesana dan membacakan kontrak-kontraknya tentang pembayaran dan segalanya lalu pencairan penyerahan cek serah terima sudah sampai disitu saja. Lalu mitra binaan bisa mencairkan ceknya sendiri atas nama peminjam itu sendiri ke bank bri, untuk kemudian uang tersebut diserahkan kembali kepada UPT PEM untuk kemudian dibuatkan warung ekonomi. Layout grobak dan model warung serta penentuan vendor pembuatan kita yang milih.
Keterangan
I5 : Sekretaris Dinas Tata Kota Kota Cilegon
Q : Pertanyaan dan Jawaban Hasil Wawancara
I Q
I5
Q1 Seperti apakah wewenang dinas tata kota sebagai pihak pelaksana program warung ekonomi ini? Kita cuma ada kegiatan namanya penertiban bangunan dan lingkungan yang ada di dalam bidang Prasaranan Kota Dinas tata kota, di dalam dinas ini ada kegiatan namanya penertiban bangunan dan lingkungan isinya yang pernah di kerjakan yaitu:
1. Penataan PKL di Jalan Anyer “Pasar Kaget” KS ingin di tata dan Pemda membantu walaupun itu bukan lahan pemerintah tetapi masyarakat khususnya PKL merasa bahwa ini lahan lokasi mata penacaharian
2. Penataan Pedagang Duran Makam Ngabei yang di relokasi ke RTH Kota Cilegon dengan bantuan dana warung terpal
3. Penataan PKL di Pasar Lampu Merah Pagebangan dengan membangun pagar hijau dan selanjutnya di relokasi ke pasar kelapa
4. Program bantuan warung ekonomi atau warung orange dengan bantuan sebesar Rp. 3.000.000,- dengan dana dari pihak ke 3.
Kita memang menata para pedagang yang berjualan di sepanjang jalan protokol kota Cilegon yaitu khususnya para pedagang kaki lima agar terlihat lebih tertata lagi dan rapi dengan bentuk warung yang sama di sepanjang jalan kota Cilegon. Kalau program ini misalnya pedagang itu jumlahnya 100 saja, sudah berapa biaya yang dihasilkan. Sedangkan mereka pengennya itu gratis awal-awal itu dapat gratis dan yang terpenting pedagang tersebut bisa berjualan.
Q2 Bagaimana koordinasi yang dilakukan para pihak pelaksana program bantuan kios warung ekonomi ini? Kita dinas tata kota tentunya berkoordinasi dengan pihak-pihak lain seperti BPMKP melalui UPT PEM, Satpol PP, pihak ketiga dalam hal pembiayaan, dan Disperindagkop yang mengatur para pedagang. Kita semua memiliki peran masing-masing ya. Seperti halnya dinas tata kota memiliki wewenang untuk mengatur, menempatkan dimana tempat yang cocok untuk warung ekonomi ini. Lalu kita memilih untuk menempatkannya di sempanjang jalur protokol Kota Cilegon dalam rangka untuk penataan kota Cilegon ini agar terlihat lebih rapih dan bersih. Selanjutnya wewenang berada pada UPT PEM, Satpol PP, pihak ketiga, serta Disperindagkop dalam hal pelaksanaan serta pengawasa warung ekonomi ini.
Q3 Kendala apa saja yang terjadi pada saat pelaksanaan program bantuan kios warung ekonomi ini? Semuanya berusaha menjalankan tugasnya dan wewenangnya masing-masing. Akan tetapi terdapat kendala dalam program ini yaitu pola masyarakat yang tidak bisa di rubah atau adat istiadat mau dimana juga sulit di atur dan di tempatkan karena mereka
merasa bahwa mereka warga asli Cilegon dan mereka yang berhak untuk menempati dan memanfaatkan lahan yang ada untuk berjualan. Meskipun pemerintah memiliki kekuasaan tertinggi dan telah menjalankan strategi agar dapat mendukung pelaksanaan program tersebut bukan berarti akan terhindar dari permasalahan yang menjadi hambatan dan kelemahan dari kekuatan yang sudah ada di pemerintah seperti adanya pola masyarakat yang tidak bisa di rubah, ketegasan pemerintah terhadap permasalahan yang ada seperti bentrok Satpol PP, perundang-undangan yang mendasari kebijakan tersebut, pola kerjasama dengan pihak yang kurang dukungan, serta relokasi tempat sebagai solusi dari permasalahan tersbeut belum tercapai atau dilakukan karena tempat yang di tentukan pemerintah terkendala pada aksebilitas yang tidak mendukung.
Q4 Bagaimana peran pemerintah dalam pengambilan keputusan? Pada awalnya ini program dari pemerintah, program pro rakyat yang terbaru ya fase ke 5 ini. Lalu pemerintah mengumpulkan kami para pihak pelaksana atau pihak yang terlibat untuk kemudian berkoordinasi dalam pelaksanaan program warung ekonomi ini. Kita hanya mendapat intruksi mengenai program pro rakyat, warung ekonomi yang sudah dibuat pemerintah.
Keterangan
I6 : Fungsional Umum Disperindagkop Kota Cilegon
Q : Pertanyaan dan Jawaban Hasil Wawancara
I Q
I6
Q1 Bagaimana peran serta koordinasi yang dilakukan Disperindagkop pada pelaksana program bantuan kios warung ekonomi? Disini untuk warung ekonomi memang belum ada kaitannya, belum ada koordinasi terlalu penuh lah untuk dalam arti sebagai pengawasan karena warung ekonomi itu kan sejenisnya kaya di jalan protokol gerobak, disitu penempatannya bukan di pasar tradisional, bukan di pasar-pasar kaya gitu kita hanya memiliki kewenangan di pasar saja, pasar tradisional dan modern baru kita benar-benar mengawasinya kalau untuk perekonomiannya. Kalau untuk UKMnya kita si pelaku UKMnya kita mendatanya dan sekarang sedang melakukan pendataan ulang lagi ada pun pemasaran hasil UKM itu tersendiri di pihak atau pelaku UKMnya. Namanya pedagang memang identik dengan Disperindag dan yang namanya perputaran ekonomi dari masyarakat ke bawah dan ke atas otomatis larinya memang ke Disperindag tetapi kita melihat dulu lingkupnya program apa dan bagaimana dan kita punya kewenangan tersendiri.
Kita melakukan koordinasi dan kewenangan mencakup ke seluruh pedagang, tetapi tidak ada yang khusus menganai warung ekonomi. Kewenangan Disperindag memang dari masyarakat ekonomi menengah ke bawah larinyan ke pasar tradisional, tetapi kalau menengah ke atas larinya ke pasar modern seperti di mall atau supermarkert yang mempunyai kenyamanan lebih.
Keterangan
I7 : Kasi Trantib Satpol PP Kota Cilegon
Q : Pertanyaan dan Jawaban Hasil Wawancara
I Q
I7
Q1 Bagaimana pandangan bapa selaku pihak Satpol PP terhadap program bantuan kios warung ekonomi yang ditempatkan di sepanjang jalur protokol Kota Cilegon ini? Menurut pandangan saya program tersebut bagus-bagus saja ibaratnya diadakan warung ekonomi bagus dan menunjang juga membantu pedagang kaki lima. Kalau di Satpol PP terkait dengan pelaksanaan warung ekonomi tersebut hanya terkait kepada penertiban saja.
Q2 Bagaimanakah kordinasi yang dilakukan Satpol PP selaku aparat pemerintah terhadap program bantuan kios warung ekonomi? Awal pembentukan warung ekonomi Satpol PP tidak berkoordinasi, hanya memang sudah memiliki wewenang tersendiri untuk menertibkan pedagang kaki lima karena warung ekonomi juga kan termasuk dalam pedagang kaki lima. Kita hanya menyarankan jualannya tidak melanggar aturan dan kami sebagai Satpol PP melakukan tugas kita yaitu penertiban. Saya tidak pandang mau itu dapat izin dari siapa-siapa kalau memang itu melanggar saya ambil. Silahkan berjualan tapi tidak melanggar aturan. Sekarang karena jalur protokol itu harus bersih ya kita melakukan penertiban tiap hari cuma memang sudah ada yang kita sita tetapi di ambil lagi oleh pedagang kaki lima tersebut dan buat surat pernyataan disini. Kalau di jalan protokol sudah ada sosialisasi di lapangan, jika tidak bisa di tertibkan ya saya eksekusi.
Q3 Bagaimana bentuk penertiban yang dilakukan oleh pihak Satpol PP terkait dengan pelaksanaan program bantuan kios warung ekonomi? Peran Satpol PP khusus untuk warung ekonomi itu jadi kalau Satpol PP jika sudah penertiban, apa yang ada di jalur itu ya kami tertibkan. Saya sudah sering sekali melakukan penertiban, baik warung ekonomi maupun pedagang kaki lima lain. Pagi atau sore saya tidak membolehkan sebenarnya untuk berjualan, cuma kalau sudah ada Satpol PP pedagang juga harus ngerti lah jangan maju-maju ke trotoar.
Tingkat kepatuhan itu kita belum bisa mengatakan patuh masih sama begitu cuma ya gitu, mungkin kalau memang penataan kota berjalan jalan trotoar itu akan dibuat jadi lebih lebar lagi salah satunya kita melakukan penertiban pedagang dan merelokasinya. Saya sendiri waktu itu langsung merazia karena kita tidak ada perbedaan baik itu warung ekonomi baik itu apa kalau memang ada di atas trotoar dan mengganggu itu saya tertibkan dan waktu itu memang dari BPMKP datang kesini saya ngasih arahan silahkan saja berjualan tidak ada yang melarang warung ekonomi cuma jangan di trotoar atau jalan protokol kan gitu. Memang mungkin dari program sananya itu tujuannya bukan disana ga mungkin pemerintah juga tujuannya disana cuma ya pedagangnya aja warung ekonominya aja jadi yang melanggar memang harus di tertibkan. Disini juga ada yang merazia warung ekonomi dan saya sita sampai sekarang masih ada di kantor dan pedagangnya belum ngambil kesini. Saya tuh engga ngeliat ya kalau ya itu melanggar walaupun itu warung ekonomi. Kalau sekarang masih ada nanti pasti kita operasi lagi karena sekarang sedang penataan kota, Pa Wali itu sedang melakukan penataan kota jadi pedagang di jalur protokol itu harus sudah tidak ada lagi. Untuk sekarang ini kita tidak melihat itu warung ekonomi atau tidak ya semua yang ada di protokol memang sekarang agak-agak lebih rapi karena kami tiap hari bergerak untuk menertibkan tapi namanya kaki lima tapi tetap aja kan. Silahkan jika mau jualan tetapi aturan harus di pakai juga.
Keterangan
I8 : Pak Sobar (Pedagang Kaki Lima Warung Ekonomi)
Q : Pertanyaan dan Jawaban Hasil Wawancara
I Q
I8
Q1 Menurut bapak gimana sih pelaksanaan program warung ekonomi yang dilaksanakan pemerintah saat ini? Dapat membantu pedagang intinya, tapi kalo ada gangguan ya tetep disuruh geser dulu sama Satpol PP soalnya kandapet bantuannya dari Pemda, mereka yang berwenang kita sih nurut-nurut aja Saya pertama tau dari temen-temen yang pernah, ini saya liat rapi bersih saya tanya ke dia gimana caranya pengen punya warung ini, saya tertarik akhirnya dapat warung ekonomi ini.
Q2 Menurut bapak program warung ekonomi ini ada manfaatnya tidak setelah di terapkan? Manfaatnya Alhamdulillah ada kan dari pada nganggur dirumah. Kita masih bisa jualan, jualan udah lama cuma pake warung ini baru setahun
Q3 Menurut bapak perubahan apa saja yang sudah dirasakan setelah menerima bantuan
kios warung ekonomi ini? Perubahannya lumayan jadi pake ini rapi agak teratur beres ga terlalu semerawut, dilihatnya juga kan jadi lebih enak sama semua ya
Q4 Sejauh ini menurut bapak bagaimana respon dari petugas pelaksana warung ekonomi kepada penerima bantuan kios warung ekonomi? Saya pas ngajuin berkas itu mereka baik-baik aja dan responnya ngebantu kita
Q5 Apa sarana dan prasarana dari warung ekonomi yang diberikan pemerintah sudah cukup? Sarananya udah cukup sih lumayan, cuma ya gitu merasa terbantu kalo nyicil warung ekonomi ini.
Q6 Apakah bapak dapat menerima program pemerintah ini? Ya saya sih terima-terima aja, tapi kadang agak repot kalo mulai ada Satpol PP cuma ga bisa netep karna ga boleh jualan sama Satpol PP jualannya juga kan ga boleh pagi jadi saya bingung aja gitu program pemerintah tapi bentrok sama aparat pemerintah.
Keterangan
I9 : Ibu Yasmawati (Pedagang Kaki Lima Warung Ekonomi)
Q : Pertanyaan dan Jawaban Hasil Wawancara
I Q
I9
Q1 Menurut ibu gimana sih pelaksanaan program warung ekonomi yang dilaksanakan pemerintah saat ini? Saya ngerasa terbantu udah setahun yang lalu punya warung ini, makannya kita kan gimana gitu setelah adanya program pemerintah ini juga kita agak tenang. Tapi kalo ada Satpol PP ya tetep aja kena gusur padahal ini dari Pemda
Q2 Menurut ibu program warung ekonomi ini ada manfaatnya tidak setelah di terapkan? Manfaatnya banyak dengan adanya program ini kita agak ada rasa tenangnya soalnya Satpol PP kan walaupun dia harus ada penggusuran kita mah ngikutin tapi dari satu sisi juga Satpol PP tuh menilai kalau ini program pemerintah
Q3 Menurut ibu perubahan apa saja yang sudah dirasakan setelah menerima bantuan kios warung ekonomi ini? Perubahannya banyak sih perubahannya mah lebih tertata, kondusif terus juga orang
gampang tau kalo ada warung gitu kan keliatannya lebih bagus
Q4 Sejauh ini menurut ibu bagaimana respon dari petugas pelaksana warung ekonomi kepada penerima bantuan kios warung ekonomi? Biasa aja respon dari aparat pelaksanan mah, pelayannya cukup selalu dilayanin sih terbuka aja
Q5 Apa sarana dan prasarana dari warung ekonomi yang diberikan pemerintah sudah cukup? Sarana sama prasarananya belum ngerasa cukup sih, sarannya kita perlu dana lagi buat modalnya juga jangan hanya buat grobaknya juga kita kan perlu dana buat modal. Masa kita punya warung sementara isinya kan ga ada
Q6 Apakah ibu dapat menerima program pemerintah ini? Ya saya terima aja ga ngerasa keberatan nyicil + bunga saya nerima aja
Keterangan
I10 : Pak Gita Bahari (Pedagang Kaki Lima Warung Ekonomi)
Q : Pertanyaan dan Jawaban Hasil Wawancara
I Q
I10
Q1 Menurut bapak gimana sih pelaksanaan program warung ekonomi yang dilaksanakan pemerintah saat ini? Warung ekonomi ini yang terpenting keselamatan dalam berusaha, kenyataan yang pake warung ekonomi ga selamat kan di gusur gusur aja. Saya pake warung ini baru sebulan aja udah kena gusur padahal pertamanya yang penting ada kesempatan untuk berjualan tapi kenyataannya ga boleh jualan disini. Saya minta Satpol PP cari solusi kenyatannya ga ada solusi ga punya, dia kan ngeluarin perda ga boleh usaha kaki lima di atas trotoar. Pertama kesini di datengin sosialisasi mau ga pake warung ekonomi, jualannya disini ya mau mau aja yang penting jaminannya aman, selamat jualan disini boleh jualan disini tapi nyatanya ga seperti itu. Saya suruh ttd kontrak waktu kena gusuran sama Satpol PP ga boleh jualan disini, saya tanya ini program, program apa? kenapa ga diselesaikan dari dulu masalahnya. Saya boleh usaha boleh ngeluarin gerobak berdasarkan surat kontrak perjanjian bahwa saya di ijinin usaha disini saya minta surat pernyataan balik malah ga ngeluarin padahal saya kan bayar. Kalo bapa mau gusur ambil aja grobaknya saya udah ga mau lagi mendingan jualan pake grobak sendiri lebih enak. Saya ngerasa ada penyesalan udah ikut ini, saya yang paling ga aman karena saya di atas trotoar.
Q2 Menurut bapak program warung ekonomi ini ada manfaatnya tidak setelah di
terapkan? Manfaatnya keadaan lebih baik jualan di pinggir jalan, tapi makin kesini malah kesannya kaya penipuan masalahnya saya nyicil udah hampir lunas tapi malah sekarang ga boleh berjualan total
Q3 Menurut bapak perubahan apa saja yang sudah dirasakan setelah menerima bantuan kios warung ekonomi ini? Perubahannya yang awal dijanjiin itu ketenangan berjualan, nyatanya ga berubah sekarang. Mau pake warung ekonomi mau engga sama aja tetep kena gusuran Satpol PP, berarti keamanan berjualan juga ga ada bentrok sama Satpol PP
Q4 Sejauh ini menurut bapak bagaimana respon dari petugas pelaksana warung ekonomi kepada penerima bantuan kios warung ekonomi? Seperti lepas tangan ya saya rasa, pas awal saja welcome tapi kesininya pas ada masalah bentrok dengan Satpol PP malah kesannya diem doang ga kasih solusi
Q5 Apa sarana dan prasarana dari warung ekonomi yang diberikan pemerintah sudah cukup? Sarana prasarana uang itu langsung keluar dari KS langsung saya terima bawa cek di cairin di bank terus ke UPT PEM buat gerobak itu yang ngolah, uang 3jt dapet warung kaya gini yaaaa bagi orang proyek seharusnya harganya bisa di bawah itu. Tapi yang dipinjemin uang segitu ya begitu deh jadinya
Q6 Apakah bapak dapat menerima program pemerintah ini? Saya ga keberatan, tapi saya ga bisa usaha sekarang jadi buat apa warung ini kalo mau ambil silahkan saya taroh di pojok jalan biar aja kalo kaya gini jadinya saya keberatan bayar tiap bulan buat apa percuma. Jadi program pemerintah itu program yang ga jelas, buat apa acak acakan. Masih di gusurin belum siap aja udah dijadikan program. Ini program isinya apa juga ga tau berita usahanya, kalo kaya gini saya juga ga bisa ngelawan ga ada apa apa
Keterangan
I11 : Pak Hasani (Pedagang Kaki Lima Warung Ekonomi)
Q : Pertanyaan dan Jawaban Hasil Wawancara
I Q
I11
Q1 Menurut bapak gimana sih pelaksanaan program warung ekonomi yang dilaksanakan pemerintah saat ini?
Saya ngerasa rugi sekarang dirugikan gitu lah, orang ini 3 juta segini geh kalo beli cash mah murah. Engga terbantu kalo kata saya mah. Dari awalnya katanya kalo bikin warung ekonomi nantinya kalo ada penggusuran ga kena eh ternyata masih kena aja. Pernah kena penggusuran sekali selama jualan 1 tahun ini
Q2 Menurut bapak program warung ekonomi ini ada manfaatnya tidak setelah di terapkan? Manfaatnya gede doang sih tapi ga nyaman panas, dapetnya 3 juta cuma gini doang
Q3 Menurut bapak perubahan apa saja yang sudah dirasakan setelah menerima bantuan kios warung ekonomi ini? Pake warung ekonomi ini ga ada perubahan sih sama aja jualan mah jualan
Q4 Sejauh ini menurut bapak bagaimana respon dari petugas pelaksana warung ekonomi kepada penerima bantuan kios warung ekonomi? Ya gitu katanya kalo kena gusuran ga akan kena tapi kenyatannya ga ada, awalnya sih baik disuruh bikin warung ekonomi aja tapi gitu rugi deh
Q5 Apa sarana dan prasarana dari warung ekonomi yang diberikan pemerintah sudah cukup? Sekarang pokoknya ga sesuai ga cukup ini sarananya uang segitu masa 3 juta dapet segini.
Q6 Apakah bapak dapat menerima program pemerintah ini? Saya ga terima kalo tau gitu mah mendingan saya pake warung yang dulu, kan sayanya jadi punya utang sekarang kan
Q7 Apa memerlukan waktu yang lama untuk mendapatkan warung ekonomi ini pak? Waktu pinjam sampe ngajuin itu ga lama sih emang kita ngajuin dulu ke UPT PEM entar dari sana di oper ke PKBL Katanya. Jadi saya sih tunggu informasi dari PKBL KS aja kalau lulus seleksi pinjaman entar dateng ke acara pelatihan itu sehari sekalian ambil cek, besoknya saya udah bisa cairin dananya ke bank.
Keterangan
I12 : Pak Arwani (Pedagang Kaki Lima Warung Ekonomi)
Q : Pertanyaan dan Jawaban Hasil Wawancara
I Q
I12
Q1 Menurut bapak gimana sih pelaksanaan program warung ekonomi yang dilaksanakan pemerintah saat ini? Saya udah setahun dapet w.e ini ya ya ngerasa kebantu sih. Saya pernah kena razia Satpol PP sekali malah sempet mau di angkut warungnya, ya gitu yang saya bingungin kan ini warung dari pemerintah ya dari Pemda. Tapi sekarang-sekarang ini ko ga nyaman juga ya ga aman. Padahal pertama bilang kan aman tapi giliran ada razia ya kena tetep aja
Q2 Menurut bapak/ibu program warung ekonomi ini ada manfaatnya tidak setelah di terapkan? Manfaatnya sih lebih enak lumayan lah nyicil-nyicil
Q3 Menurut bapak perubahan apa saja yang sudah dirasakan setelah menerima bantuan kios warung ekonomi ini? Ya begini aja biasa mau pake warung ekonomi mau engga ya tetep aja kena gusuran
Q4 Sejauh ini menurut bapak bagaimana respon dari petugas pelaksana warung ekonomi kepada penerima bantuan kios warung ekonomi? Biasa aja respon mah baik pas awalnya
Q5 Apa sarana dan prasarana dari warung ekonomi yang diberikan pemerintah sudah cukup? Belum cukup sih tapi kalo dirasa mah menurut saya sih keberatan kalo 3 juta dapetnya segini
Q6 Apakah bapak dapat menerima program pemerintah ini? Saya terima tapi ga terima kalo di gusur kan kita resmi bikin warung ekonomi. Pengakuan pertama dari UPT PEM dari Walikota sendiri tapi ternyata ko masih di gusur sama Satpol PP aturannya sperti apa yang ga boleh tuh gimana saya ga tau. Saran saya sih untuk ketegasannya yang jelas dari pemerintah jangan sampe ada Satpol PP lah kan saya maunya ini warung ekonomi tuh resmi
Q7 Apa memerlukan waktu yang lama untuk mendapatkan warung ekonomi ini pak? Ga lama sih saya nunggu-nunggu aja UPT PEM sama PKBL juga ngabarin kok, pencairan dana ga lama 1 hari juga bisa.
Keterangan
I13 : Pak Riyanto (Pedagang Kaki Lima Warung Ekonomi)
Q : Pertanyaan dan Jawaban Hasil Wawancara
I Q
I13
Q1 Menurut bapak gimana sih pelaksanaan program warung ekonomi yang dilaksanakan pemerintah saat ini? Tadinya saya ga pake warung ekonomi tapi kan sekarang di anjurkan kata Pemda itu suruh pake warung ekonomi, sosialisasi kesini jadi kitanya harus punya persyaratan yang komplit kalo ga punya KTP Cilegon ya ga bisa ga dapet. Saya ngerasanya sih engga kebantu deh, malahan ga sesuai. Tadinya kan saya warungnya bukan disini terus pake warung ekonomi jadinya disini biar aman tapi nyatanya sekarang ga ada mana malah sekarang ga boleh jualan pagi. Malah di gusurin padahal udah nyicil malahan saya udah hampir lunas sekarang Semenjak punya warung ini udah kena penggusuran sekali, udah di angakatin semua di taroh dijalan ga boleh jualan lagi saya pindahin sendiri. yang naroh warung ekonomi ini sih malahan Satpol PP sendiri yaudah ibu jualan disini. Katanya biar ga ganggu jalan, tapi nyatanya udah di pindahin kalo ada penggusuran ya tetep aja di gusurin. Sebetulnya kalo umpama jualan dari pagi sampe malem sih ga keberatan, tapi jualan kalo cuma dari siang sampe malem sih merasa berat kalo malem kan sepi adanya kan dari mulai pagi ramenya pagi disini tapi pagi ga boleh
Q2 Menurut bapak program warung ekonomi ini ada manfaatnya tidak setelah di terapkan? Manfaatnya katanya sih dia dari Pemda supaya lebih bagus lebih tertib jadi nantinya bapa lebih aman tapi nyatanya malah ga ada kemanan pengennya saya sih bisa jualan dari pagi lagi kaya dulu lagi biar bisa ngangsur ini ga merasa keberatan
Q3 Menurut bapak perubahan apa saja yang sudah dirasakan setelah menerima bantuan kios warung ekonomi ini? Perubahannya jualannya malah mengurangi pendapatan, iya ini dari siang sampe malem aja dapetnya 100.000 biasanya kalo dari pagi bisa lah dapet sampe 300.000
Q4 Sejauh ini menurut bapak bagaimana respon dari petugas pelaksana warung ekonomi kepada penerima bantuan kios warung ekonomi? Biasa aja mereka mah sosialisasi yaudah saya ikutin program pemerintah ini
Q5 Apa sarana dan prasarana dari warung ekonomi yang diberikan pemerintah sudah cukup? Ini programnya pemerintah masih kurang sarananya ga sepadan sama 3 juta malah di bilang ga boleh jualan pagi, kalo masih jualan dari pagi nanti bakalan di tindak sama Satpol PP
Q6 Apakah bapak dapat menerima program pemerintah ini? Awalnya nerima saya tertarik tapi kalau pelaksanaannya kaya gini saya rugi
Q7 Apa memerlukan waktu yang lama untuk mendapatkan warung ekonomi ini pak? Ga terlalu lama cuma kalo udah di cairin ceknya kita pegang uang tapi harus dikasih
lagi ke UPT PEM untuk di tuker gerobak warung itu. Nah dari situ kita sampe semingguan.
Keterangan
I14 : Pak Samsul Bahri (Pedagang Kaki Lima Warung Ekonomi)
Q : Pertanyaan dan Jawaban Hasil Wawancara
I Q
I14
Q1 Menurut bapak gimana sih pelaksanaan program warung ekonomi yang dilaksanakan pemerintah saat ini? Jadi begini saya dulunya punya warung sendiri terus disuruh bikin warung ekonomi saya ikut. Saya udah lunas nyicil setahun tapi ga boleh jualan disini lagi pertamanya begini mbak, saya tidak ganggu bapak ibu usaha tapi tolong ikut program kami. Nah kan saya ikut istilahnya kaya dipaksa kalo engga ikut ya ga boleh jualan tapi nyatanya bentrok sama Satpol PP
Q2 Menurut bapak program warung ekonomi ini ada manfaatnya tidak setelah di terapkan? Kalo sekarang udah ga ada manfaatnya udah ga saya pake lagi itu saya troh di belakang pagar, saya malah jualan aja di trotoar ini pake grobak yang dulu.
Q3 Menurut bapak perubahan apa saja yang sudah dirasakan setelah menerima bantuan kios warung ekonomi ini? Malah ga ada perubahannya sama sekali orang ga boleh jualan lagi kan disininya, tapi saya tetep jualan sih sekarang cuma pake gerobak kecil sendiribiar kalo ada Satpol PP jadi ga kena
Q4 Sejauh ini menurut bapak bagaimana respon dari petugas pelaksana warung ekonomi kepada penerima bantuan kios warung ekonomi? Baik sih waktu awal pengsosialisasiaan warung ekonomi ini cuma sekarang jadi begini
Q5 Apa sarana dan prasarana dari warung ekonomi yang diberikan pemerintah sudah cukup? Uang 3 juta ya dapet gerobak aja saya terima terima aja tapi kalo menurut saya ga nyampe tuh 3 juta masalahnya saya orang proyek lah orang reklame saya juga bisa bikin itu paling gede saya taksir kira-kira 2 juta lah. Bisa saya taksir kira kira berapa besinya tiangnya ya bisa di bayangin biasanya berapa biayanya
Q6 Apakah bapak dapat menerima program pemerintah ini? Saya sih waktu itu disuruh UPT PEM, karna saya patuh kan udah di jamin ga di usik lagi yaudah saya terima tapi sekarang nyatanya engga begitu yang seperti di janjikan di awal
Keterangan
I15 : Pak Sunarto Siahaan (Pedagang Kaki Lima Warung Ekonomi)
Q : Pertanyaan dan Jawaban Hasil Wawancara
I Q
I15
Q1 Menurut bapak gimana sih pelaksanaan program warung ekonomi yang dilaksanakan pemerintah saat ini? Ini ga ada perubahan apa-apa cuma yang tadinya jualan disuruh bayarin ini lemari warung ekonomi terus maksudnya apa ganti lemarinya juga ga sesuai sama apa yang di pesen ininya. Saya mesen ga begini masa jam sama kaya konter hp ini kan jam buat majangnya susah ini aja berantakan kaya gini
Q2 Menurut bapak program warung ekonomi ini ada manfaatnya tidak setelah di terapkan? Manfaatnya gini-gini aja sih ga ada, maksudnya sama aja gitu
Q3 Menurut bapak perubahan apa saja yang sudah dirasakan setelah menerima bantuan kios warung ekonomi ini? Perubahannya ya kalo sewaktu-waktu ada razia ya dulu di janjiinnya aman, tapi tetep aja kena paling gitu aja karna udah bentrok sama Satpol PP
Q4 Sejauh ini menurut bapak bagaimana respon dari petugas pelaksana warung ekonomi kepada penerima bantuan kios warung ekonomi? Waktu saya ngajuin sih baik aja disana nerima
Q5 Apa sarana dan prasarana dari warung ekonomi yang diberikan pemerintah sudah cukup? Kalo bikin paling 700.000 ini ga sesuai
Q6 Apakah bapak/ibu dapat menerima program pemerintah ini? Pertamanya saya liat sih disana udah ada kemari-lemari kaya gini punya temen saya liat ko bagus ga papa kalo kuat saya nerima tuh saya tertarik program pemerintah, terus kedua kalo pake warung ini dari Pemda katanya aman ga bakal kena razia ga bakal di
usir saya tertarik tapi nyatanya tetep aja sekarang kena gusuran Satpol PP juga
Keterangan
I16 : Ali (Pedagang Kaki Lima Non Warung Ekonomi)
Q : Pertanyaan dan Jawaban Hasil Wawancara
I Q
I16
Q1 Apa bapak tau dan mendapatkan sosialisasi dari pemerintah tentang program pro rakyat pemerintah kota Cilegon bantuan kios warung ekonomi ini? Pernah denger sih warung ekonomi udah sosialisasi kesini nyuruh buat warung ekonomi tapi saya ga mau lebih enak kaya gini. Saya ngerasa keberatan kalo nyicil buat bikin warung ekonomi, mahal ga kejangkau mendingans aya kaya gini. Saya ga minat, soalnya pertama dibilang aman tapi kesini sini sih saya liat sama aja yang pake warung ekonomi di gusur untung saya ga ikutan warung ekonomi kalo ikut kan percuma
Keterangan
I17 : Aris (Pedagang Kaki Lima Non Warung Ekonomi)
Q : Pertanyaan dan Jawaban Hasil Wawancara
I Q
I17
Q1 Apa ibu tau dan mendapatkan sosialisasi dari pemerintah tentang program pro rakyat pemerintah kota Cilegon bantuan kios warung ekonomi ini? Ga pernah tau apa yang namanya warung ekonomi, ga ada sosialisasi dari juga dari awal jualan juga pake grobak sendiri. Saya taunya dari temen itu kredit gerobak dan
udah pernah ada yang ngajak tapi tetep aja ada penggusuran mah kena gusur, tetep aja kalo ada Satpol PP mah disuruh pindah, katanya sih bukan sangkut pautan sama Satpol PP itu mah dari Pemda makannya males saya mah ngeluarin duit 3 juta tapi kalo ada apa-apa mah ga tanggung jawab makannya ga mau lagian juga kemarenan udah dikasih peringatan sama satpol pp disuruh jangan jualan siang
Keterangan
I18 : Usro (Pedagang Kaki Lima Non Warung Ekonomi)
Q : Pertanyaan dan Jawaban Hasil Wawancara
I Q
I18
Q1 Apa bapak tau dan mendapatkan sosialisasi dari pemerintah tentang program pro rakyat pemerintah kota Cilegon bantuan kios warung ekonomi ini? Saya ga tau ga pernah di datengin cuma saya pernah nanya ke temen ya yang punya usaha baru ko gerobaknya bisa samaan oren-oren gitu pas saya tanya lagi saya penasaran taunya itu kredit ya tapi dari pemerintah. Saya sempet tertarik mau bikin tapi semakin kesini taunya mereka juga kena tertib Satpol PP dikira syaa kan pas awalnya engga tuh ya aman-aman aja soalnya dari pemerintah eh taunya sama yaudah saya ga jadi mending pake gerobak sendiri aja cukup ga usaha utang-utang lagi
Keterangan
I19 : Ibu Nufus (Pejalan Kaki)
Q : Pertanyaan dan Jawaban Hasil Wawancara
I Q
I19
Q1 Ibu sebelumnya tau atau pernah denger ga tentang program pro rakyat pemerintah kota
Cilegon tentang warung ekonomi seperti yang ada di atas trotoar sekarang ini? Saya ga tau ah ini saya taunya warung aja kaya biasanya, emang sih beda gitu di jalan ini adanya warung catnya sama tapi saya ga tau deh saya kira ini apa. Ini bermanfaat aja sih kan sambil jalan juga bisa beli apa gitu tapi saya ga ngerasa kenganggu masing-masing aja ya namanya yang punya warung juga mau usaha, sayanya juga kadang butuh
Keterangan
I20 : Uki (Pejalan Kaki)
Q : Pertanyaan dan Jawaban Hasil Wawancara
I Q
I20
Q1 Mas sebelumnya tau atau pernah denger ga tentang program pro rakyat pemerintah kota Cilegon tentang warung ekonomi seperti yang ada di atas trotoar sekarang ini? Saya ga tau ini program apa saya taunya cuma warung, saya ga tau apa-apa tapi kalo dibilang ini ada sih manfaatnya mau beli apa jadi deket mau apa juga ada, tapi sejauh ini sih ga ngeganggu apa-apa ya saya masih bisa jalan ditrotoar ini
Keterangan
I21 : Ibu Ida (Pejalan Kaki)
Q : Pertanyaan dan Jawaban Hasil Wawancara
I Q
I21
Q1 Ibu sebelumnya tau atau pernah denger ga tentang program pro rakyat pemerintah kota Cilegon tentang warung ekonomi seperti yang ada di atas trotoar sekarang ini? Saya sih sempet liat cuma ga terlalu merhatiin saya ga tau ini warung ternyata ada ya program dari pemeirntah kaya gini. Manfaat sih lumayan aja buat kadang mau apa ini deket, saya juga ga ngerasa keganggu selama saya masih bisa lewat kan di trotoar ini jadi ga masalah sih biarin aja
Keterangan
I22 : Ibu Seli (Pejalan Kaki - Pelanggan Warung Ekonomi)
Q : Pertanyaan dan Jawaban Hasil Wawancara
I Q
I22
Q1 Ibu ngerasa ada manfaatnya ga dengan adanya warung ekonomi ini? Saya ngerasa ini manfaat banget sama aja kaya warung-warung lainnya ya, cuma saya ngerasa kebantu apa yang saya butuh jadi ada udah gitu gampang di carinya
Keterangan
I23 : Ibu Nina (Pejalan Kaki - Pelanggan Warung Ekonomi)
Q : Pertanyaan dan Jawaban Hasil Wawancara
I Q
I23
Q1 Ibu ngerasa ada manfaatnya ga dengan adanya warung ekonomi ini? Bermanfaat sih emang walaupun ada di atas trotoar tapi masih nyisain jalan lah buat kita, saya juga langganan disini karna tempatnya deket
Keterangan
I24 : Bapa Edi (Pejalan Kaki - Pelanggan Warung Ekonomi)
Q : Pertanyaan dan Jawaban Hasil Wawancara
I Q
I24
Q1 Bapa ngerasa ada manfaatnya ga dengan adanya warung ekonomi ini? Saya rasa manfaat aja, saya sebagai pembeli butuh yang jual juga butuh, kita sama-sama butuh apa lagi kalau lagi jalan banyak warung kaya gini mau beli apa-apanya kan
gampang
MATRIKS HASIL WAWANCARA SETELAH REDUKSI DATA
1. Isi Kebijakan
A. Kepentingan-kepentingan yang mempengaruhi kebijakan
Q I
Kepentingan apa saja yang mempengaruhi pelaksanaan program pro rakyat yaitu bantuan kios warung ekonomi ini?
I1 Kepentingannya dibuatnya program ini yaitu kepentingan Dinas Tata Kota untuk menata kota supaya warung terlihat seragam tentunya kita UPT PEM juga berkoordinasi dengan Dinas Tata Kota. Sebenarnya dalam program ini kita hanya membantu pelaksanaannya saja yaitu bagian realisasi program. Latar belakang pembuatan warung ekonomi ini untuk memperindah penataan di sepanjang jalan Kota Cilegon agar pedagang dapat terlihat secara rapih dan bersih, selain itu juga untuk membantu meningkatkan perekonomian masyarakat khususnya bagi pedagang kaki lima. Warung ekonomi itu hanya program pemerintah untuk menata kota, menata para pedagang di sepanjang jalan protokol agar terlihat lebih indah, besih, dan rapi lalu kami fasilitasi mitra kami yang memiliki usaha kecil supaya warungnya terlihat bagus, layak, dan seragam.
I3 Kepentingan para pihak pelaksana tentunya dari pihak kita PKBL KS sebagai pelaku program kemitraan maka akan membina para pelaku usaha dan dari pihak Dinas Tata Kota tentunya untuk menata kota. Dimulai dari tupoksi PKBL KS melakukan program kemitraan bina lingkungan sesuai dengan Permen No. 9 Tahun 2015. Sebagai PK (Program Kemitraan) yang berkerjasama dengan BPMKP yaitu UPT PEM untuk mengembangkan ekonomi masyarakat melalui program pemerintah warung ekonomi ini yang termasuk kedalam program pemberdayaan ekonomi masyarakat. Tetapi untuk saat ini warung ekonomi sudah berlangsung dan banyak yang mengikuti program tersebut, muncul kepentingan lain yaitu dari pihak Satpol PP yang menertibkan para pedagang kaki lima termasuk warung ekonomi ini.
I4 Kepentingan awalnya yaitu kerjasama sebelumnya yang sudah lama dijalin antara Pemkot dengan PT. KS yaitu berupa pinjaman, pinjaman modal kerja. Tetapi gerobak warung ekonomi yang berlaku tahun 2013 itu merupakan tindak lanjut sebagai produk baru. Warung ekonomi merupakan produk baru dari Pemkot dan kita mendukungnya. Warung ekonomi tidak memiliki kontrak terpisah, hanya sebagai produk baru/inovasi baru, seperti bagaimana tidak hanya uang yang bisa kita bantu tetapi bisa memberikan gerobak untuk usahanya agar dapat terlihat lebih rapi maka kita samakan. Hanya sebagai icon saja untuk penanda bahwa mitra tersebut mendapatkan program dari pemerintah dan tidak akan di tertibkan jika berjualan. Petunjuk teknis warung ekonomi hanya sebatas kontrak saja, karena dahulu juga sudah mensepakati kerjasama antara pihak PKBL KS dengan Pemkot, seperti contohnya dana bergulir. Dan kita sadar untuk melakukan atau mendukung program pemerintah ini yaitu perjanjian kerjasama tersebut yang sebelumnya telah kita buat.
I5 Kepentingan kita yaitu pada kegiatan penertiban bangunan dan lingkungan yang ada di
dalam bidang Prasaranan Kota yang ada di Dinas Tata Kota. Di dalam dinas ini ada kegiatan namanya penertiban bangunan dan lingkungan salah satunya yaitu program bantuan warung ekonomi atau warung orange dengan bantuan dana sebesar Rp. 3.000.000,- yang diperoleh dari pihak ke 3. Kita memang menata para pedagang yang berjualan di sepanjang jalan protokol Kota Cilegon yaitu khususnya para pedagang kaki lima agar terlihat lebih tertata lagi dan rapi dengan bentuk warung yang sama di sepanjang jalan Kota Cilegon.
B. Jenis Manfaat yang Dihasilkan
Q I
Manfaat apa saja yang di hasilkan dari pelaksanaan program warung ekonomi ini?
I1 Kalau bagi kami manfaatnya sekarang warungnya sudah terlihat seragam tetapi belum secara menyeluruh karena ada beberapa hal yang menghambat ya, akhir-akhir ini ada suatu hal yang kurang kondufif bagi pelaksanaan warung ekonomi itu seperti bentrok dengan pihak Satpol PP
I3 Dapat memberikan kesejahteraan pada masyarakat setempat termasuk warung ekonomi ini, dengan masuknya program kemitraan dalam mengembangkan investasi yang berupa warung ekonomi diharapkan dapat membantu pemerintah dalam mengurangi pengangguran dan kemiskinan.
I8 Dapat membantu pedagang intinya, tapi kalo ada gangguan ya tetep disuruh geser dulu sama Satpol PP soalnya kan dapet bantuannya dari Pemda, mereka yang berwenang kita sih nurut-nurut aja.
I10 Manfaatnya keadaan lebih baik jualan di pinggir jalan, tapi makin kesini malah kesannya kaya penipuan masalahnya saya nyicil udah hampir lunas tapi malah sekarang ga boleh berjualan total
I13 Manfaatnya katanya sih dari Pemda supaya lebih bagus lebih tertib jadi nantinya bapa lebih aman tapi nyatanya malah ga ada kemanan pengennya saya sih bisa jualan dari pagi lagi kaya dulu lagi biar bisa ngangsur ini ga merasa keberatan
I19 Ini bermanfaat aja sih kan sambil jalan juga bisa beli apa gitu tapi saya ga ngerasa kenganggu masing-masing aja ya namanya yang punya warung juga mau usaha, sayanya juga kadang butuh
I21 Manfaat sih lumayan aja buat kadang mau apa ini deket, saya juga ga ngerasa
keganggu selama saya masih bisa lewat kan di trotoar ini jadi ga masalah sih biarin aja
I22 Saya ngerasa ini manfaat banget sama aja kaya warung-warung lainnya ya, cuma saya ngerasa kebantu apa yang saya butuh jadi ada udah gitu gampang di carinya
I23 Bermanfaat sih emang walaupun ada di atas trotoar tapi masih nyisain jalan lah buat kita, saya juga langganan disini karna tempatnya deket
I24 Saya rasa manfaat aja, saya sebagai pembeli butuh yang jual juga butuh, kita sama-sama butuh apa lagi kalau lagi jalan banyak warung kaya gini mau beli apa-apanya kan gampang
C. Derajat Perubahan yang Ingin Dicapai
Q I
Perubahan apa saja yang diharapkan dengan adanya program warung ekonomi ini?
I1 Sebenarnya karena ini warung ekonomi ini merupakan program baru dan masih mengarah kepada program dana bergulir sebelumnya makan tujuan awal yaitu mengharapkan adanya perubahan sesuai dengan Perwal tentang dana bergulir yaitu Perwal Nomor 25 Tahun 2012. Sesuai dengan Perwal tadi yah tentang dana bergulir maka kita mengharapkan adanya perubahan seperti dapat menumbuhkan minat masyarakat dalam berwirausaha, dapat meningkatkan pendapatan, serta dapat mengembangkan potensi-potensi usaha yang sudah ada yang dilaksanakan dengan program baru melalui penataan lingkungan dalam berusaha khususnya para PKL yang ada di sepanjang jalur protokol Kota Cilegon agar selain tujuan tersebut dapat tercapai juga terdapat perubahan lain yang bersifat positif yaitu terciptanya ketertiban, keindahan, kenyamanan dalam berusaha. Awalnya kita melalakukan sosialisasi ya ke para pedagang kaki lima yang ada di jalan protokol Kota Cilegon dengan memberikan informasi-informasi terkait dengan warung ekonomi bahwa itu adalah program dari pemerintah. Akhirnya ada perubahan ada 34 pedagang kaki lima yang sekarang menjadi warung ekonomi. Sekarang perubahannya dapat di buktikan dengan awalnya mereka akan ditempatkan dan ditata di pinggir jalan agar kondusif sudah berjalan warung-warung yang ada di pinggiran jalan kaki lima terlihat rapi dan seragam. Tetapi sekarang muncul kebijakan lain yang menyebutkan tidak boleh berdagang di pinggiran jalan protokol ataupun di atas trotoar maka warung ekonomi tersebut sekarang terkena gusuran sama dengan pedagang kaki lima yang lainnya. Kita bingung kebijakan awal ingin di tata supaya rapi, kami bekerjasama dan memfasilitasi bagaimana caranya pedagang tersebut mendapatkan warung dan agar dapat menata kota dari mulai Merak sampai PCI tetapi saat ini malah berbenturan dengan kebijakan lain.
I3 Perubahannya yaitu adanya kesejahteraan dari pengguna warung ekonomi yang
bersangkutan. Yang sudah ikut warung ekonomi dan sudah terealisasi akan kami bina dan mereka juga bisa mendapatkan omset, tetapi yang belum di bina yaitu yang belum mengikuti program warung ekonomi maka belum bisa merasakannya karena program ini akan berkelanjutan dan tempatnya pun terbatas). Selain itu, saat ini tentunya warung-warung pedagang kaki lima di pinggiran jalan terlihat lebih rapih dari yang sebelumnya.
I10 Perubahannya yang awal dijanjiin itu ketenangan berjualan, nyatanya ga berubah sekarang. Mau pake warung ekonomi mau engga sama aja tetep kena gusuran Satpol PP, berarti keamanan berjualan juga ga ada bentrok sama Satpol PP
I13 Perubahannya jualannya malah mengurangi pendapatan, iya ini dari siang sampe malem aja dapetnya 100.000 biasanya kalo dari pagi bisa lah dapet sampe 300.000
I14 Malah ga ada perubahannya sama sekali orang ga boleh jualan lagi kan disininya, tapi saya tetep jualan sih sekarang cuma pake gerobak kecil sendiri biar kalo ada Satpol PP jadi ga kena
I17 Ga pernah tau apa yang namanya warung ekonomi, ga ada sosialisasi dari juga dari awal jualan juga pake grobak sendiri. Saya taunya dari temen itu kredit gerobak dan udah pernah ada yang ngajak tapi tetep aja ada penggusuran mah kena gusur, tetep aja kalo ada Satpol PP mah disuruh pindah, katanya sih bukan sangkut pautan sama Satpol PP itu mah dari Pemda makannya males saya mah ngeluarin duit 3 juta tapi kalo ada apa-apa mah ga tanggung jawab makannya ga mau lagian juga kemarenan udah dikasih peringatan sama Satpol PP disuruh jangan jualan siang
I18 Saya ga tau ga pernah di datengin cuma saya pernah nanya ke temen ya yang punya usaha baru ko gerobaknya bisa samaan oren-oren gitu pas saya tanya lagi saya penasaran taunya itu kredit ya tapi dari pemerintah. Saya sempet tertarik mau bikin tapi semakin kesini taunya mereka juga kena tertib Satpol PP dikira syaa kan pas awalnya engga tuh ya aman-aman aja soalnya dari pemerintah eh taunya sama yaudah saya ga jadi mending pake gerobak sendiri aja cukup ga usaha utang-utang lagi
D. Letak Pengambilan Keputusan
Q I
Bagaimana letak pengambilan keputusan dan wewenang dari pihak pelaksana program?
I1 Letak pengambilan keputusan disini yaitu berada di pemerintah sebagai kepala daerah yah, tentunya dahulu itu tertuang dalam Perwal 25 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Dana Bergulir Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Kota Cilegon yang merupakan
program pemerintah juga. Sekarang ini dalam masa kepemimpinannya mengeluarkan program pro rakyat fase ke 5 yang ada di agenda cilegon sejahtera salah satunya ya warung ekonomi ini. Jadi ini memang program pemerintah, kita hanya menjalankan apa yang menjadi tugas dan intruksi pemerintah. Setahu kita pemerintah mengeluarkan program ini, lalu berkoordinasi dengan pihak yang terlibat dalam pelaksanaan ini seperti kita UPT PEM, Dinas Tata Kota, dan PKBL KS. Wewenangnya kita hanya memfasilitasi sampai mereka mendapatkan warung, dan jika sudah selesai mencicilnya sudah kita tidak punya wewenang lain. Lalu selanjutnya kita melakukan koordinasi pendanaan dari pihak PKBL KS yang akan memberikan dana untuk membuat warung ekonomi tersebut. Jika UKM ingin mendapatkan warung ekonomi mereka datang kesini menyerahkan persyaratan lalu akan kami usulkan ke PKBL KS yang memberikan bantuan dana.
I3 Wewenang kita yaitu sebagai pengembangan usaha, membina, memberikan pinjaman modal investasi berupa warung ekonomi. Koordinasi juga dilakukan sesuai dengan tupoksi, BPMKP melalui UPT PEM mensurvei hasil kelayakan tempat dengan dasar-dasar izin yang tidak mengganggu. Kita sebagai penyalur langsung investasi PKBL mengutamakan syaratnya layak untuk dibina dan tidak memakan trotoar jalan.
I5 Pada awalnya ini program dari pemerintah, program pro rakyat yang terbaru ya fase ke 5 ini. Lalu pemerintah mengumpulkan kami para pihak pelaksana atau pihak yang terlibat untuk kemudian berkoordinasi dalam pelaksanaan program warung ekonomi ini. Kita hanya mendapat intruksi mengenai program pro rakyat, warung ekonomi yang sudah dibuat pemerintah. Dinas Tata Kota memiliki wewenang untuk mengatur, menempatkan dimana tempat yang cocok untuk warung ekonomi ini. Lalu kita memilih untuk menempatkannya di sepanjang jalur protokol Kota Cilegon dalam rangka untuk penataan kota Cilegon ini agar terlihat lebih rapih dan bersih. Selanjutnya wewenang berada pada UPT PEM, Satpol PP, pihak ketiga, serta Disperindagkop dalam hal pelaksanaan serta pengawasan warung ekonomi ini.
E. Pelaksana Program
Q I
Siapa saja pihak pelaksana dalam program warung ekonomi ini?
I1 Dari pihak pemerintah kita yaitu UPT PEM dan dari pihak lain untuk mendukung dana ya PKBL KS yang terlibat dalam realisasi warung ekonomi. Kalau Dinas Tata Kota hanya sebagai perencana awal saja bagian penempatan warungnya.
I2 Alur warung ekonomi mereka mengajukan kesini membawa berkas-berkas yang sudah komplit baru saya ajukan ke PKBL KS dan jika PKBL KS sudah memferivikasinya
maka akan mencairkan dana pinjamannya berupa cek dan mitra binaan menukarkan ceknya tersebut kepada kami untuk di tukarkan dengan warung ekonomi. Pembayaran diurus dari UPT PEM dan setoran di PKBL KS, kami menerima pembayaran berbentuk kwitasi dan saya serahkan setelah itu ke PKBL KS. Pembayarannya ada juga yang lancar dan tidak bahkan sudah ada yang lunas dari yang pertama cuma dengan keterkaitan penertiban Satpol PP kemarin jalanan protokol di bersihkan jadi otomatis mereka juga jadi nunggak pembayaran cicilannya karena hal itu. Tetapi kami berupaya karena dengan cara di alihkan pedagang-pedagang warung ekonomi ini tetapi tempatnya belum tau, mungkin kalau tempatnya sudah tau dan sudah di relokasi tempatnya dimana mungkin kita bisa tagih kembali. Kan mereka juga usahanya ga fokus karena selalu ada Satpol PP. Tenggang waktunya penunggakan yaitu jatuh tempo dari masa pinjaman, jadi bulan ke 13 sudah jatuh tempo.
I3 BPMKP (UPT PEM), Dinas Tata Kota, Satpol PP, Disperindagkop berkoordinasi dalam hal penempatan dan pelaksanaan warung ekonomi.
I4 Dari awal alur pembayaran uang tersebut diterima oleh mitra binaan, setelah dokumen baru sampe sini dari UPT PEM berupa usulan, ada keputusan pinjaman, kelayakan, dilengkapi KTP peminjam dan ahli waris, kartu keluarga, surat keterangan usaha yang masih berlaku, surat keterangan domisili, dan khusus untuk warung ekonomi tidak diminta jaminan apapun. Ketika mereka mengajukan seperti ini, kemudian akan di acc oleh manajer kami lalu munculah usulan pinjaman usaha kecil dan nilainya terlampir ditanda tangani oleh yang berwenang. Peran saya disini adalah memproses ini menjadi pengeluaran kas jadi saya buat pengeluaran kas yang terdapat unit pembelanjaan dan ketika saya sudah meferivikasi bahwa itu semua sudah lengkap dan akan dibayar lalu dikirimkan kepada kepala dinas, lalu akan dibuatkan buku pembayaran dari kami dan khusus untuk ini pembayaran berupa cek dan akan kita serahkan langsung kepada mitra binaan ketika diadakan pelatihan biasanya berlangsung selama 1 hari materinya kewirausahaan dan sesi keduanya berupa pencairan. Kita langsung datang kesana dan membacakan kontrak-kontraknya tentang pembayaran lalu pencairan penyerahan cek serah terima. Kemudian mitra binaan bisa mencairkan ceknya sendiri atas nama peminjam itu sendiri ke bank BRI, dan uang tersebut diserahkan kembali kepada UPT PEM untuk kemudian dibuatkan warung ekonomi.
I5 Selain Dinas Tata Kota tentunya berkoordinasi dengan pihak-pihak lain seperti BPMKP melalui UPT PEM, Satpol PP, pihak ketiga dalam hal pembiayaan, dan Disperindagkop yang mengatur para pedagang.
I6 Disini untuk warung ekonomi memang belum ada kaitannya, belum ada koordinasi terlalu penuh untuk dalam artian sebagai pengawasan karena warung ekonomi itu berada di jalan protokol berbentuk gerobak, disitu penempatannya bukan di pasar tradisional, bukan di pasar-pasar. Kita hanya memiliki kewenangan di pasar saja, pasar tradisional dan modern baru kita benar-benar mengawasinya kalau untuk perekonomiannya. Memang pedagang identik dengan Disperindag dan yang namanya perputaran ekonomi dari masyarakat ke bawah dan ke atas otomatis larinya memang ke
Disperindag tetapi kita melihat dulu lingkupnya program apa dan bagaimana dan kita punya kewenangan tersendiri. Kita melakukan koordinasi dan kewenangan mencakup ke seluruh pedagang, tetapi tidak ada yang khusus menganai warung ekonomi karena itu merupakan program kerja BPMKP dan UPT PEM Kota Cilegon.
I7 Awal pembentukan warung ekonomi Satpol PP tidak berkoordinasi dan tidak memiliki wewenang khusus, tetapi kita memiliki wewenang tersendiri untuk menertibkan pedagang kaki lima karena warung ekonomi juga termasuk dalam pedagang kaki lima. Kita hanya menyarankan agar tidak melanggar aturan dan kami sebagai Satpol PP melakukan tugas kita yaitu penertiban. Saya tidak pandang mau itu dapat izin dari siapa-siapa kalau memang itu melanggar maka saya tertibkan.
F. Sumberdaya yang Digunakan
Q I
Sumberdaya apa saja yang digunakan dalam pelaksanaan program warung ekonomi ini?
I1 Sumber daya sudah pasti pegawai dari UPT PEM yang kami kerahkan utuk mengontrol serta menagih angsuran para mitra binaan sebesar RP. 3.000.00 ditambah jasa pinjamannya yaitu sebanyak 6% dari total pinjaman semuanya sama rata ya jumlah besaran biayanya seperti itu. Kita hanya memesan bentuk warungnya harus seperti ini, warnanya ini, dan ada logo pemerintah dan PKBL KS yang menunjuk vendornya. Untuk waktu ya memang memerlukan waktu ya mulai dari tahap penyeleksian calon mitra binaan sampai dengan penerimaan wujud warung ekonomi tersebut, akan tetapi sejauh ini mitra binaan terima saja, kita juga sudah berusaha untuk mengatur waktu seefisien mungkin.
I3 Dengan melakukan tugas dari PKBL KS yaitu melakukan pembinaan atau pembekalan manajemen. Setelah kami memberikan pinjaman untuk mengelola usahanya, kami juga memonitoring baik dari Pemkot atau dengan PKBL dan tentunya melakukan kerjasama dengan pihak ke 3 sesuai dengan bidang usahanya.
I9 Sarana sama prasarananya belum ngerasa cukup sih, sarannya kita perlu dana lagi buat modalnya juga jangan hanya buat grobaknya juga kita kan perlu dana buat modal. Masa kita punya warung sementara isinya kan ga ada.
I10 Uang 3 juta dapet warung kaya gini bagi orang proyek seharusnya harganya bisa di bawah itu. Tapi yang dipinjemin uang segitu ya begitu deh jadinya.
I11 Waktu pinjam sampe ngajuin itu ga lama sih emang kita ngajuin dulu ke UPT PEM entar dari sana di oper ke PKBL Katanya. Jadi saya sih tunggu informasi dari PKBL KS aja kalau lulus seleksi pinjaman entar dateng ke acara pelatihan itu sehari sekalian
ambil cek, besoknya saya udah bisa cairin dananya ke bank.
I12 Ga lama sih saya nunggu-nunggu aja UPT PEM sama PKBL juga ngabarin kok, pencairan dana ga lama 1 hari juga bisa.
I13 Ga terlalu lama cuma kalo udah di cairin ceknya kita pegang uang tapi harus dikasih lagi ke UPT PEM untuk di tuker gerobak warung itu. Nah dari situ kita sampe semingguan.
I14 Uang 3 juta ya dapet gerobak aja saya terima terima aja tapi kalo menurut saya ga nyampe 3 juta masalahnya saya orang proyek lah orang reklame saya juga bisa bikin itu paling gede saya taksir kira-kira 2 juta lah. Bisa saya taksir kira kira berapa besinya tiangnya ya bisa di bayangin biasanya berapa biayanya.
2. Konteks Kebijakan
A. Kekuasaan, Kepentingan-kepentingan & Strategi Aktor yang Terlibat
Q I
Kekuasan, kepentingan dan strategi aktor apa saya yang terlibat dalam pelaksanaan program warung ekonomi ini?
I1 Pemerintah memiliki kekuatan tertinggi terlebih walikota Cilegon sudah menjabat selama dua periode dan merupakan anak dari walikota yang sebelumnya menjabat, selain itu juga tentunya di dukung oleh aparatur pemerintahan itu sendiri. dalam program warung ekonomi ini di dukung oleh dua pihak dalam pelaksanaannya yaitu UPT PEM dan PKBL KS. Pemerintah yang membuat kebijakan kita sih hanya membantu merealisasikannya saja. Selanjutnya strategi kita gunakan yaitu dengan melakukan pendekatan kepada para PKL lalu kita saring dari situ apa yang menjadi kebutuhan dan permasalahannya untuk kemudian kita melakukan sosialisasi lebih lanjut terkait dengan program pemerintah ini supaya dapat di jadikan sebuah solusi atas permasalahan yanga ada. Kita beritahu secara perlahan kepada para PKL dengan mendatangi dan mensosialisasikannya secara langsung. Kita jelaskan keuntungannya akan meperoleh kenyamanan serta keamanan dalam berjualan dan lagi akan mendukung ketertiban serta kebersihan lingkungan. Selain warung terlihat lebih seragam juga akan terlihat rapi, bersih dan juga turut mendukung program penataan kota yang sedang dilakukan pemerintah ini. Strateginya dari segi pendanaan juga kita lakukan yah, agar tidak membebani penerima makan biaya sebesar Rp. 3.000.000,- tersebut dapat di cicil selama satu tahun. Selain itu juga kita melakukan pembinaan agar calon mitra binaan kita sebelum menjalankan usahanya sudah mendapatkan ilmu baru dalam berwirausaha yah.
I3 Awalnya dari BPMKP sebagai aparat pemerintah dengan dasar awal intruksi pemerintah langsung terkait dengan dinas-dinas yang lain di putuskan oleh pemerintah selagi tidak menyalahi aturan atau pelaku. Strategi yang digunakan seperti memberi
motivasi kepada warung ekonomi yang terbina untuk bersama-sama menata tempat sehingga selagi aturan tersebut masih ada warung ekonomi tidak terkena gusuran karena kelebihannya program warung ekonomi itu tidak di gusur. Strategi kami juga tentunya lebih mengarah kepada hal pendanaan. Biaya sebesar Rp. 3.000.000,- tersebut kita bebankan kepada penerima akan tetapi dilakukan dengan cara mencicilnya selama satu tahun dan tentunya di tambah jasa administrasi sesuai dengan ketentuan. Nah, ada kelebihan lain untuk warung ekonomi ini dibebaskan dari persyaratan jaminan. Jadi para mitra binaan tidak harus menyertakan jaminan apa pun untuk mengikuti program ini, berbeda dengan jenis pinjaman lainnya yang ada di PKBL KS.
I5 Meskipun pemerintah memiliki kekuasaan tertinggi dan telah menjalankan strategi agar dapat mendukung pelaksanaan program tersebut bukan berarti akan terhindar dari permasalahan yang menjadi hambatan dan kelemahan dari kekuatan yang sudah ada di pemerintah seperti adanya pola masyarakat yang tidak bisa di rubah, ketegasan pemerintah terhadap permasalahan yang ada seperti bentrok Satpol PP, perundang-undangan yang mendasari kebijakan tersebut, pola kerjasama dengan pihak yang kurang dukungan, serta relokasi tempat sebagai solusi dari permasalahan tersbeut belum tercapai atau dilakukan karena tempat yang di tentukan pemerintah terkendala pada aksebilitas yang tidak mendukung.
B. Karakteristik Lembaga & Rezim yang Berkuasa
Q I
Bagaimanakah karakteristik dari lembaga dan rezim yang berkuasa saat ini dalam pelaksanan warung ekonomi?
I1 Peran dan dorongan dari pemerintah saat ini hanya merencanakan masalah relokasi pedagang kaki lima atau warung ekonomi ini tetapi hanya sebatas wacana saja. Kebijakan dapat diterima oleh mesyarakat akan tetapi dengan bentroknya program dengan Satpol PP maka saat ini saya merasa program ini sulit untuk direalisasikan karena banyak hambatannya. Masyarakat sebenarnya apa pun kebijakan dari pemerintah selama mereka masih diberi peluang untuk berusaha maka mereka tidak menentang bahkan ada yang digusur, muncul lagi yang baru mengajukan untuk mebuat warung tetapi kita justru memberi masukan kepada mereka sekarang aja warung yang sudah ada belum aman, akhirnya kita sarankan untuk menundanya jika sudah di tempatkan yang jelas oleh pemerintah secara tetap.
I3 Dari pemerintah BPMKP tentunya memerlukan waktu untuk merealisasikan warung ekonomi ini dengan baik karena karakter dan budaya sekitar berbeda-beda. Karena ini juga kebijakan pro terhadap masyarakat, dan dilakukan juga ke masyarakat atas dasar perjanjian kerjasama ekonomi masyarakat. Masyarakat tentunya mau menerima program pemerintah ini, aturan yang diberikan lebih memberikan suatu harapan dari masyarakat untuk menjadi mitra, karena di dalam pembinaannya juga mendapatkan pelatihan.
I7 Peran Satpol PP khusus untuk warung ekonomi itu untuk penertiban, apa yang ada di
jalur itu ya kami tertibkan. Saya sudah sering sekali melakukan penertiban, baik warung ekonomi maupun pedagang kaki lima lain. Pagi atau sore saya tidak membolehkan untuk berjualan. Saya sendiri waktu itu langsung merazia karena kita tidak ada perbedaan baik itu warung ekonomi kalau memang ada di atas trotoar dan mengganggu itu saya tertibkan. Waktu itu memang dari BPMKP datang kesini saya ngasih arahan silahkan saja berjualan tidak ada yang melarang warung ekonomi cuma jangan di trotoar atau jalan protokol.
C. Tingkat Kepatuhan & Adanya Respon dari Pelaksana
Q I
Bagaimana tingkat kepatuhan dan respon dari pihak pelaksana warung ekonomi ini?
I1 Kita sebagai pihak pelaksana selalu patuh terhadap apa yang menjadi kewajiban kami ya sebagai bagian dari pemerintah, kita juga mengikuti program pemerintah seperti apa dan bagaimana pelaksanaannya. Tetapi kita juga mengalami hambatan, hambatannya dapat dilihat dari kenyataannya yang sekarang warung ekonomi malah di bersihkan, semua penjual yang di jalan protokol akhirnya mereka tidak tahu akan berjualan dimana dan akan berjualan seperti apa lagi. 34 warung ekonomi masih berjalan akan tetapi akhir-akhir ini terkena gusuran dan ada beberapa yang sampai tidak bisa berjualan.
I3 Tingkat kepatuhan ya, tentunya kinerja dari pihak pelaksana ada dasar prosedur tersediri namun tergantung dengan kaitan dengan masyarakat yang berbeda. Selama ini respon dari masyarakat terhadap pihak pelaksana baik. Adapun hambatan dan kendala yang banyak seperti tidak nyaman berjualan di warung ekonomi karena sempit tidak ada tempat istirahat hanya kios gerobak kecil, berbeda dengan kios permanen atau yang sudah menetap. Selama ini banyak pedagang kaki lima yang lain yang telah di survei, namun tidak termasuk kelayakan atau belum memenuhi persyaratan binaan karena mereka bukan warga asli dan tidak mempunyai kartu identitas Cilegon ini juga termasuk hambatan lainnya.
I5 Semuanya berusaha menjalankan tugasnya dan wewenangnya masing-masing. Akan tetapi terdapat kendala dalam program ini yaitu pola masyarakat yang tidak bisa di rubah atau adat istiadat mau dimana juga sulit di atur dan di tempatkan karena mereka merasa bahwa mereka warga asli Cilegon dan mereka yang berhak untuk menempati dan memanfaatkan lahan yang ada untuk berjualan.
I10 Seperti lepas tangan ya saya rasa, pas awal saja welcome tapi kesininya pas ada masalah bentrok dengan Satpol PP malah kesannya diem doang ga kasih solusi
I11 Ya gitu katanya kalo kena gusuran ga akan kena tapi kenyatannya ga ada, awalnya sih baik disuruh bikin warung ekonomi aja tapi gitu rugi deh
I14 Baik sih waktu awal pengsosialisasiaan warung ekonomi ini cuma sekarang jadi begini
DOKUMENTASI PENELITIAN
1. Dengan Ibu Eka Patria Prihatin - Kepala UPT PEM Kota Cilegon
2. Dengan Bapak Eka Prasetya - Pelaksana Pembiayaan UPT PEM Kota Cilegon
3. Dengan Bapak Afis – Spesialis Kerjasama Lembaga PKBL PT. Krakatau Steel
4. Dengan Mba Dewi Ratih Kumala – Spesialis Keuangan Lembaga PKBL PT.
Krakatau Steel
17. Aris – Pedagang Kaki Lima (Non Warung Ekonomi)
18. Usro – Pedagang Kaki Lima (Non Warung Ekonomi)
19. Nufus (Pejalan Kaki)
2000-2001 TK Andhika Kota Cilegon
2001-2006 SD Negeri 3 Kota Cilegon
2006-2009 SMP Madinatul Hadid Kota Cilegon
2009-2012 SMA Negeri 1 Kota Cilegon
2012-2016 FISIP (Ilmu Administrasi Negara) Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Riwayat Organisasi
2006-2009 Anggota Marching Band SMP Madinatul Hadid Kota Cilegon
2006-2009 Anggota Paduan Suara SMP Madinatul Hadid Kota Cilegon