Page 1
IMPLEMENTASI PROGRAM GIZI TERHADAP ANGKA STUNTING
PADA MASA PANDEMI COVID 19 DI KABUPATEN LAHAT
Tesis ini diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Magister Kesehatan Masyarakat
Oleh :
MULAWARMAN
19131011101
PROGRAM STUDI MAGISTER KESEHATAN MASYARAKAT
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA HUSADA
PALEMBANG
2021
Page 2
IMPLEMENTASI PROGRAM GIZI TERHADAP ANGKA
STUNTING PADA MASA PANDEMI COVID 19 DI
KABUPATEN LAHAT
Oleh :
MULAWARMAN
19131011101
PROGRAM STUDI MAGISTER KESEHATAN MASYARAKAT
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA HUSADA
PALEMBANG
2021
Page 6
vi
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur, Penulis memanjatkan kehadirat Allah
SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga Penulis dapat
menyelesaikan Tesis Program Studi Magister Kesehatan Masyarakat (PSMKM) di
Dinas Kesehatan Kabupaten Lahat, tepat pada waktunya.
Adapun tujuan penyusunan Tesis PSMKM ini, dalam rangka melengkapi
tugas akhir, dan memenuhi persyaratan kelulusan untuk menyelesaikan
Pendidikan Magister Sarjana di Sekolah Tinggi Bina Husada Palembang Tahun
2021.
Dengan tersusunnya Tesis ini, Penulis banyak mendapatkan bantuan, baik
moril, maupun materil dari berbagai pihak, baik secara langsung, maupun tidak
langsung.
Ucapan terima kasih Penulis sampaikan kepada :
1. Ns. Ersita, S.Kep, M.Kes, selaku Ketua Yayasan STIK Bina Husada
Palembang.
2. Helen Evelina Siringo-ringo, S.ST, M.Keb, selaku Wakil Ketua 1 Yayasan
STIK Bina Husada Palembang
3. Sofa Herman, SE, M.Kes, selaku Wakil Ketua 2 Yayasan STIK Bina Husada
Palembang
4. Dr Nani Sari Murni, SKM., M.Kes, selaku Ketua Prodi Magister Kesmas Bina
Husada Palembang
5. Dewi Suryanti, S.ST, M.Kes, selaku Sekretaris Prodi Magister Kesmas Bina
Husada Palembang
6. Arie Wahyudi, ST., M.KES, selaku Dosen Pembimbing I
7. Dr. Erma Gustina, ST., M.Kes, selaku Pembimbing II
8. Dr. Ali Harokan, S.Kep., Ners., M.Kes Selaku Penguji Tesis
9. Miftahul Jannah, A.Md, selaku Staf Sekretariat STIK Bina Husada Palembang
10. Taufiq Maryansa Putra, SKM., MM, selaku Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten Lahat yang bersedia memberikan izin pelaksanaan Tesis.
11. Ibu Agustianingsih, SKM, MM., selaku Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat
dan Ibu Fauziah, SKM selaku Kepala Seksi Kesga dan Gizi yang telah
Page 7
vii
membimbing, membantu dan memberikan masukan yang sangat berharga dan
bermanfaat bagi penulis dalam pelaksanaan dan penyusunan Tesis
12. Seluruh pegawai beserta staf di Dinas Kesehatan Kabupaten Lahat yang telah
membantu dalam pelaksanaan Tesis
13. Dosen - Dosen beserta staf Tata Usaha STIK Bina Husada Palembang
14. Sahabat tercinta, teman-teman sejawat dan STIK Bina Husada Palembang
yang tidak bisa di sebutkan satu persatu yang telah memberikan inspirasi,
bantuan, dorongan dan semangat dalam menjalankan pendidikan di STIK Bina
Husada Palembang.
15. Almamater tercinta dan semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu
persatu yang telah membantu, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis
PSMKM.
Tiada kesanggupan bagi penulis untuk membalas budi dan jasa mereka yang
telah memberikan sumbangan pemikiran, tenaga, dan waktunya sehingga Tesis ini
dapat menjadi lebih baik, semoga bantuan yang diberikan mendapat balasan
pahala dari Allah SWT… Amin
Terakhir penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua, istri,
anak, kakak, adik tercinta, dan keluarga besar yang telah memberikan motivasi,
dan do’a serta selalu perhatian untuk saya dalam menyelesaikan pendidikan di
Prodi Magister Kesehatan Masyarakat STIK Bina Husada Palembang.
Penulis menyadari bahwa Tesis ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu,
saran, dan kritik yang membangun sangatlah diharapkan guna lebih sempurnanya
Tesis ini.
Akhirnya Penulis berharap Tesis ini dapat bermanfaat, dan menambah
khasanah pengetahuan bagi pembaca pada umumnya, dan bagi Penulis khususnya.
Lahat, 14 Agustus 2021
Penulis
Page 8
viii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Program Studi Magister Kesehatan Masyarakat
(PSMKM) Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIK) Bina Husada, saya yang
bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Mulawarman
NIM : 19131011101
Program Studi : Magister Kesehatan Masyarakat (PSMKM)
Jenis karya : Tesis
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
STIK Bina Husada Hak Bebas Royalti Non-eksklusif (Non-exclusive Royalty-
Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:
Implementasi Program Gizi Terhadap Angka Stunting Pada Masa
Pandemi Covid 19 Di Kabupaten Lahat.
beserta perangkat yang ada jika diperlukan. Dengan Hak Bebas Royalti Non-
eksklusif ini STIK Bina Husada berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan,
mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan
memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis/pencipta dan sebagai pemilik hak cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Palembang
Pada tanggal : 14 Agustus 2021
Yang menyatakan,
Mulawarman
Page 9
ix STIK Bina Husada Palembang
STIK BINA HUSADA PALEMBANG
PROGRAM STUDI MAGISTER KESEHATAN MASYARAKAT
TESIS , 14 AGUSTUS 2021
Mulawarman
Implementasi Program Gizi Terhadap Angka Stunting Pada Masa Pandemi Covid
19 Di Kabupaten Lahat.
xvii + 133 Halaman, 11 Gambar , 5 tabel, 4 Lampiran
ABSTRAK
Penilaian masalah balita pendek (Stunting) sebagai masalah kesehatan
masyarakat di suatu wilayah apabila prevalensi gizi pendek (Stunting) di atas 20%
yang telah disepakati secara universal. Berdasarkan dari Pemantauan Status Gizi
(PSG) pada tahun 2017 angka Stunting di Kabupaten Lahat sebesar 28,2 %, hasil
riset kesehatan dasar tahun 2018 di Kabupaten Lahat yaitu sebesar 48,1% dan
hasil SSGI sebesar 29,7%. Tujuan penelitian ini Untuk mengetahui Bagaimana
Implementasi Program Gizi Terhadap Angka Stunting pada masa pademi Covid
19 di Kabupaten Lahat.
Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode
kualitatif dengan desain studi fenomenologi yang dilaksanakan di Dinas
Kesehatan Kabupaten Lahat selama 2 bulan. Informasi diperoleh melalui
wawancara mendalam terhadap 4 key informan dan 4 informan lainnya, serta
telaah dokumen. Informasi dalam penelitian ini dilakukan dengan cara wawancara
dan observasi. Analisis data dalam penelitian ini dibuat dalam bentuk matrik.
Keabsahan informasi melalui triagulasi sumber, metode dan data.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa implementasi kebijakan
koordinasinya belum begitu berjalan dengan baik, Komunikasi telah berjalan
namum belum maksimal dikarenakan kondisi pandemic covid-19. Sumber Daya
dalam implementasi program gizi sangat kurang dari segi staf, disposisi atau sikap
pelaksana program gizi terhadap angka Stunting secara di Kabupaten sangat
mendukung dan berkomitmen dibuktikan lewat pengalangan komitmen pada saat
rembuk Stunting, struktur birokrasi sudah mengacu pada peraturan dan pedoman-
pedoman dan SOP program gizi.
Daftar Pustaka : 45 (2001-2021)
Kata Kunci : Implementasi, Komunikasi, Sumberdaya Manusia, Sikap,
Birokrasi.
Page 10
x STIK Bina Husada Palembang
STIK BINA HUSADA
PUBLIC HEALTH MASTER STUDY PROGRAM
THESIS, AUGUST 14th 2021
Mulawarman
Implementation of the Nutrition Program Against Stunting Rates During the
Covid 19 Pandemic In Lahat Regency.
xvii + 133 Pages, 11 Figures, 5 tables, 4 Attachments
ABSTRACT
Assessment of stunting as a public health problem in an area if the
prevalence of stunting is above 20% which has been universally agreed. Stunting
rate in Lahat regency based on the Nutrition Status Monitoring (PSG) in 2017
was 28.2% ,from the results of basic health research in 2018 in Lahat Regency
were 48.1% and from the SSGI results were 29.7%. The purpose of this study was
to find out how the nutrition program was implemented against stunting rates
during the Covid 19 pandemic in Lahat Regency.
The method that used in this research is the Qualitative research method
with a phenomenological study design carried out at the Lahat District Health
Office for 2 months. Information was obtained through in-depth interviews with 4
key informants and 4 other informants, as well as document review. Information
in this study was conducted by means of interviews and observations. Data
analysis in this study was made in the form of a matrix. The validity of
information through triagulation of sources, methods and data.
The results of this study indicate that the implementation of the
coordination policy has not gone well, Communication has been running but not
optimal due to the Covid-19 pandemic condition. Resources in the implementation
of the nutrition program are very lacking in terms of staff, disposition or nutrition
program implementers to stunting rates in the district are very supportive and
committed, as evidenced by raising commitments during the Stunting
consultations. Bureaucratic structure has referred to the regulations and SOP
guidelines for the nutrition program.
Literature : 45 (2001 - 2021)
Keywords: Implementation, Communication, Human Resources, Attitude,
Bureaucracy.
Page 11
xi STIK Bina Husada Palembang
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i
HALAMAN ORISINALITAS ........................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ iv
HALAMAN PANITIA SIDANG ......................................................................... v
KATA PENGANTAR ......................................................................................... vi
HALAMAN PENYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ........................ viii
ABSTRAK .......................................................................................................... ix
ABSTRACT ............................................................................................................ x
DAFTAR ISI ...................................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xiv
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xvi
DAFTAR ISTILAH ......................................................................................... xvii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian ......................................................................................... 4
1.3.1 Tujuan Umum .................................................................................... 3
1.3.2 Tujuan Khusus .................................................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian ...................................................................................... 5
1.4.1 Manfaat Bagi Mahasiswa ................................................................... 5
1.4.2 Manfaat Bagi STIK Bina Husada Palembang ..................................... 5
1.4.3 Manfaat BagiDinas Kesehatan Kabupaten Lahat ................................ 5
1.5 Ruang Lingkup Penelitian ............................................................................ 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kebijakan ....................................................................................................... 6
2.1.1 Definisi Kebijakan ............................................................................... 6
2.1.2 Kebijakan Kesehatan ........................................................................... 6
Page 12
xii STIK Bina Husada Palembang
2.1.3 Sistem dan Komponen Kebijakan ....................................................... 8
2.1.4 Isi Kebijakan (Policy Content) ............................................................ 8
2.2 Analisis Kebijakan ...................................................................................... 10
2.2.1 Definisi Analisis Kebijakan .............................................................. 10
2.3 Konsep Implementasi ................................................................................. 11
2.4 Model Implementasi Kebijakan ................................................................. 21
2.5 Konsep Pendekatan Implementasi Kebijakan ............................................ 26
2.6 Evaluasi/Dampak Implementasi Kebijakan ............................................... 28
2.7 StuntingPada Anak Balita ........................................................................... 29
2.7.1 Pertumbuhan Balita ............................................................................ 30
2.7.2 Penilaian Status Gizi .......................................................................... 30
2.8 Penelitian Sebelumnya ............................................................................... 32
2.9 Kerangka Teori ........................................................................................... 33
BAB III METODELOGI PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian ......................................................................................... 34
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................................... 34
3.3 Sumber Informasi ....................................................................................... 34
3.4 Jenis Informasi dan keabsahan Informasi ................................................. 35
3.5 Metode Pengumpulan Informasi ................................................................. 35
3.6 Alat Pengumpul data dan Analisis Informasi ............................................. 36
3.6.1 Alat Pengumpul Data .......................................................................... 36
3.6.2 Analisis Informasi ............................................................................... 36
3.7 Kerangka Pikir ............................................................................................ 36
3.8 Definisi Istilah ............................................................................................ 37
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian .......................................................... 39
4.1.1 Letak ................................................................................................. 39
4.1.2 Wilayah Kerja .................................................................................. 41
4.1.3 Struktur Organisasi ........................................................................... 42
Page 13
xiii STIK Bina Husada Palembang
4.1.4 Tugas Pokok dan Fungsi Seksi Kesga dan Gizi ............................... 43
4.1.5 Sumber Daya .................................................................................... 44
4.1.6 Angka Status Gizi Masyarakat ......................................................... 44
4.2 Karakteristik Informan ............................................................................... 45
4.3 Hasil Penelitian ........................................................................................... 46
4.3.1 Kebijakan ......................................................................................... 46
4.3.2 Faktor komunikasi ............................................................................ 47
4.3.3 Faktor Sumber Daya ......................................................................... 47
4.3.4 Faktor Disposisi ................................................................................ 50
4.3.5 Faktor Birokrasi ................................................................................ 51
4.3.6 Faktor Pendukung dan Penghambat ................................................. 52
BAB V PEMBAHASAN
5.1 Keterbatasan Penelitian .............................................................................. 54
5.2 Karakteristik Informan ............................................................................... 54
5.3 Analisis Hasil Penelitian ............................................................................ 55
5.3.1 Implementasi Kebijakan ................................................................... 55
5.3.2 Faktor-faktor Keberhasilan / Implementasi Kebijakan .................... 59
5.3.3 Faktor Sumber Daya Manusia .......................................................... 62
5.3.4 Faktor Disposisi ................................................................................ 67
5.3.5 Faktor Birokrasi ................................................................................ 70
5.4 Faktor Pendukung dan Penghambat ........................................................... 72
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan ................................................................................................. 74
6.2 Saran ........................................................................................................... 76
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 77
Page 14
xiv STIK Bina Husada Palembang
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Hubungan Komponen dalam Sistem Kebijakan ................................. 8
Gambar 2.2 Segitiga Kebijakan ............................................................................ 10
Gambar 2.3 Kerangka Teori .................................................................................. 33
Gambar 3.1 Kerangka Pikir ................................................................................... 36
Page 15
xv STIK Bina Husada Palembang
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Daftar Informan dan Cara Pengumpulan Data ...................................... 34
Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Per Kecamatan Tahun 2021 ..................................... 40
Tabel 4.2 Jumlah Kecamatan, Desa/Kelurahan, Polindes/Poskesdes per……….....
Puskesmas di Kabupaten Lahat ............................................................ 41
Tabel 4.3 Karakteristik Informan Tenaga Kesehatan ........................................... 45
Tabel 4.4 Karakteristik Informan Kader dan Ibu Balita ....................................... 45
Page 16
xvi STIK Bina Husada Palembang
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Izin Penelitian .......................................................................... 81
Lampiran 2 Surat Izin Penelitian Tesis Mahasiswa Stikes Bina Husada ............. 82
Lampiran 3 Riwayat Hidup .................................................................................. 83
Lampiran 4 Inform Consent dan Pedoman Wawancara Mendalam...................... 84
Lampiran 5 Pedoman Observasi .......................................................................... 90
Lampiran 6 Dokumen Penelitian ......................................................................... 91
Lampiran 7 Surat Selesai Melakukan Penelitian ................................................. 95
Lampiran 8 Surat Keterangan Layak Terbit ......................................................... 96
Lampiran 9 Matrik Hasil Wawancara .................................................................. 97
Page 17
xvii STIK Bina Husada Palembang
DAFTAR SINGKATAN
ASN : Aparatur Sipil Negara
BGM : Bawah Garis Merah
BOK : Biaya Operasional Kesehatan
Balita : Bawah Lima Tahun
BKKBN : Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana
Nasional
BBLR : Bayi Baru Lahir Rendah
Covid 19 : Corona Virus Disease of 2019
e-PPGBM : Elektonik Pencatatan Pelaporan Gizi Berbasis
Masyarakat
KEK : Kurang Energi Kronik
Minlok : Mini Lokakarya
RUK : Rencana Usul Kegiatan
RPK : Rencana Pelaksana Kegiatan
SOP : Standar Operasional Prosedur
SK : Surat Keputusan
SDK : Sumber Daya Kesehatan
SDM : Sumber Daya Manusia
TPG : Tenaga Petugas Gizi
UPTD : Unit Pelayanan Teknis Daerah
Yankes : Pelayanan Kesehatan
P2P : Pencegahan Pengendalian Penyakit
PMT : Pemberian Makanan Tambahan
Pansimas : pembangunan Program Nasional Penyediaan Air
Minum
PKK : Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga
Yankes : Pelayanan Kesehatan
Page 18
1 STIK Bina Husada Palembang
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Secara global angka stunting pada tahun 2000 yaitu 32,6%. Jika
dibandingkan dengan angka stunting pada tahun 2017, terdapat sekitar 150,8 juta
atau 22,2% balita yang mengalami stunting. Dari keseluruhan angka tersebut,
setengah balita yang mengalami stunting yaitu 55% dengan jumlah 83,6 juta balita
yang mengalami stunting berasal dari Asia. Sedangkan lebih dari sepertiganya
berasal dari Afrika dengan persentase sebesar 39% (Kemenkes RI, 2018).
Kebijakan dalam mengatasi masalah penurunan kejadian stunting harus
difokuskan pada 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) atau yang disebut dengan
Scalling Up Nutrition (SUN) sampai dengan usia 24 bulan. World Health
Organization (WHO) merekomendasikan 3,9% penurunan stunting per tahun
untuk memenuhi target penurunan stunting pada tahun 2025 yaitu 40%. Pada
sepanjang siklus kehidupan, intervensi yang dilakukan harus melibatkan berbagai
lapisan baik sektor kesehatan maupun non kesehatan, seperti pemerintah, swasta,
dan masyarakat sipil. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui tindakan
kolektif dalam meningkatkan perbaikan gizi, baik intervensi spesifik (jangka
pendek) maupun intervensi sensitif (jangka panjang) (LPPM STIKes Hang Tuah
Pekanbaru, 2015)
Stunting pada masa anak-anak dapat menyebabkan gangguan
intellegence quotient (IQ), perkembangan psikomotor, gangguan motorik dan
itegrasi neuronsensori, Stunting juga menyebabkan penurunan kapasitas kerja
pada masa dewasa. Tingkat kecerdasan intelektual sangat dipengaruhi oleh
perkembangan otak terutama saat balita. Perkembangan otak ini dipengaruhi oleh
faktor genetika, faktor lingkungan dan faktor gizi. Faktor genetik hanya
berpengaruh sekitar 30% terhadap kecerdasan intelektual anak dan selebihnya
dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan faktor gizi (Gunasari, 2016). Stunting
muncul sebagai akibat dari keadaan kekurangan gizi yang terakumulasi dalam
waktu yang cukup lama sehingga akan lebih terlihat manifestnya secara fisik di
usia 24 –59 bulan. Dalam prosesnya, Stunting pada tahap awal konsepsi sampai
Page 19
2
tahun keempat kehidupan sangat penting pada pertumbuhan anak dan
berpengaruh terhadap tingkat kecerdasannya. Anak yang mengalami Stunting
mempunyai risiko 9 kali lebih besar memiliki nilai IQ di bawah rata-rata bila
dibandingkan dengan anak yang tidak mengalami Stunting (Arfines PP, 2017).
Anak dengan stunting akan cenderung lebih rentan terhadap penyakit
infeksi, sehingga memperbesar risiko mengalami penurunan kualitas belajar
(Indrawan S, 2015). Di Provinsi Sumatera Selatan prevalensi stunting sebesar
31,7% yang tersebar di 17 Kabupaten kota di provinsi sumatera selatan.
(Riskesdas, 2018)
Hasil penelitian Bella.,F.,D.,et all.,2019 di kota Palembang, Pola asuh
dalam keluarga seperti cara mengasuh, memberikan makan, menjaga kebersihan
dan mendapatkan pelayanan kesehatan berhubungan dengan kejadian stunting
pada balita. Permasalahan gizi balita stunting tidak mutlak terjadi pada keluarga
miskin, tetapi lebih disebabkan oleh peranan pola asuh dalam keluarga seperti
cara mengasuh, memberikan makan, menjaga kebersihan dan mendapatkan
pelayanan kesehatan yang baik dalam keluarga miskin yang dapat mengurangi
kecenderungan balita untuk mengalami stunting. Perbaikan permasalahan gizi
dengan pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan positive deviance dapat
digunakan dalam upaya preventif dan promotif, mengubah kebiasaan keluarga
dalam meningkatkan status gizi dengan mengenali kebiasaan positif ibu balita dan
mampu menyebarkan kebiasaan positif.
Menurut Syukur (1988) Proses implementasi program berupa rangkaian
kegiatan tindak lanjut yang terdiri atas pengambilan keputusan, langkah-langkah
yang strategis maupun operasional yang ditempuh guna mewujudkan suatu
program atau kebijaksanaan menjadi kenyataan, guna mencapai sasaran yang
ditetapkan semula. Proses implementasi dalam kenyataanya yang sesungguhnya
dapat berhasil, kurang berhasil ataupun gagal sama sekali ditinjau dari hasil yang
dicapai “outcomes” serta unsur yang pengaruhnya dapat bersifat mendukung.
(Reno,A, 2018).
Kasus pertama Covid-19 di Kabupaten Lahat terjadi pada bulan April
tahun 2020 yang memberikan dampak yang luar biasa. Penyebaran virus ini
sangat cepat sehingga membawa berbagai masalah kesehatan, sosial dan ekonomi.
Page 20
3
STIK Bina Husada Palembang
Salah satu dampak yang sangat serius dari masalah ini adalah turunnya
kemampuan masyarakat dalam penyediaan pangan ditingkat rumah tangga.
Dampak terhadap pelayanan kesehatan seperti Posyandu di berhentikan
sementara, sehingga dapat mengakibatnya kegiatan monitor pertumbuhan dan
perkembangan bayi dan anak terhambat. Upaya-upaya untuk menurunkan dan
mencegah naiknya stunting harus mendapatkan prioritas khusus, yaitu mencegah
virus masuk dan meningkatkan imunitas dengan memperbaiki asupan serta tetap
melakukan kegiatan pelayanan kesehatan di masyarakat (Dinas Kesehatan
Kabupaten Lahat, 2020)
Berdasarkan dari Pemantauan Status Gizi (PSG) pada tahun 2017 angka
stunting di Kabupaten Lahat sebesar 28,2 %, hasil Riset Kesehatan Dasar tahun
2018 di Kabupaten Lahat yaitu sebesar 48,1% dan hasil Survey Status Gizi
Indonesia (SSGI) sebesar 29,7%. Tingginya Prevalensi stunting di Kabupaten
Lahat, maka pemerintah Kabupaten Lahat menetapkan Desa lokus Stunting di
Kabupaten Lahat Tahun 2020 berdasarkan surat keputusan Bupati Lahat Nomor
050//129/KEP/Bappeda/2020 tentang Penetapan Desa/Kelurahan Lokus
Percepatan Penurunan stunting (Dinas Kesehatan Kabupaten Lahat, 2018)
Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian tentang Implementasi Program Gizi Terhadap Angka Stunting pada
Masa Pandemi Covid 19 di Kabupaten Lahat.
Page 21
4
STIK Bina Husada Palembang
1.2 Rumusan Masalah
Implementasi Program Gizi Terhadap Angka Stunting pada masa pandemi
Covid-19 di Kabupaten Lahat, diharapkan akan bermanfaat bagi masyarakat pada
umumnya terutama ibu hamil, ibu balita dan balita. Kehawatiran saat ini terhadap
perkembangan kognitif dan motorik anak yang diakibatkan kurangnya
pengetahuan ibu tentang stunting maka upaya penanganan harus dilakukan sedini
mungkin dikarenakan dampak stunting dapat menyebabkan rendahnya kualitas
sumber daya manusia di masa produktif. Berdasarkan latar belakang diatas,
mendorong penulis untuk melihat bagaimana Implementasi Program Gizi
Terhadap Angka stunting pada masa pademi Covid 19 di Kabupaten Lahat.
1.3 Tujuan Penelitian
1.1.1 Tujuan Umum
Diketahui Bagaimana Implementasi Program Gizi Terhadap Angka
Stunting pada masa pandemi Covid 19 di Kabupaten Lahat.
1.1.2 Tujuan Khusus
1. Bagaimana Implementasi Program Gizi Terhadap Angka Stunting pada masa
pandemi Covid 19 di Kabupaten Lahat
2. Bagaimana Komunikasi, Sikap, Sumberdaya Manusia, Birokrasi dalam
implementasi Program Gizi Terhadap Angka Stunting pada masa pandemi
Covid 19 di Kabupaten Lahat
3. Bagaimana dukungan dan hambatan dalam pelaksanaan Implementasi
Program Gizi Terhadap Angka Stunting pada masa pandemi Covid 19 di
Kabupaten Lahat
Page 22
5
STIK Bina Husada Palembang
1.4 Manfaat Penelitian
1.1.3 Bagi Mahasiswa
Sebagai sarana untuk menambah pengalaman dan pengetahuan dalam
mengaplikasikan teori-teori yang diperoleh selama perkuliahan, dalam bidang
kesehatan masayarakat khususnya bidang Administrasi Kebijakan Kesehatan
(AKK) dan dapat mendukung terlaksananya penyelesaian penyusunan Tesis.
1.1.4 Bagi STIK Bina Husada Palembang
Sebagai literatur untuk penelitian selanjutnya dan fasilitas Kerjasama
antara STIK Binas Husada Palembang dengan Pemerintah Kabupaten Lahat.
1.1.5 Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Lahat
Mendapatkan masukan mengenai intervensi perbaikan gizi masyarakat dan
perencanaan kegiatan-kegiatan dalam mengatasi balita pendek (stunting) di
Kabupaten Lahat.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kesehatan masyarakat yang masuk
dalam lingkup administrasi kebijakan kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui Implementasi Program Gizi Terhadap Angka Stunting pada masa
pandemi Covid 19 di Kabupaten Lahat. Jenis penelitian yang digunakan pada
penelitian ini adalah pendekatan deskripsi kualitatif. Penelitian ini dilaksanakan di
Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Lahat, pada tanggal 24 Mei – 04 Juni
2021. Sumber informasi dalam penelitian ini adalah Seksi Kesehatan Keluarga
dan Gizi, khususnya bagian. Informan terdiri Kepala Bidang Kesehatan
Masyarakat, Kasi Kesga dan Gizi, Petugas Gizi Puskesmas, Kader, dan Orang Tua
Balita. Dengan teknik purposive sampling yakni metode penentuan sampel
berdasarkan pertimbangan tujuan yang akan diteliti serta tidak memperhatikan
prinsip keterwakilan dari sebuah populasi.
Page 23
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kebijakan
2.1.1 Definisi Kebijakan
Definisi kebijakan adalah suatu upaya atau tindakan untuk mempengaruhi
sistem pencapaian tujuan yang diinginkan, upaya dan tindakan dimaksud bersifat
strategis yaitu berjangka panjang dan menyeluruh (Taufiqurokhman, 2014).
Kebijakan merupakan suatu rangkaian alternatif yang siap dipilih
berdasarkan prinsip-prinsip tertentu yang bermuara kepada keputusan tentang
alternatif terbaik. Kebijakan merupakan rangkaian dan asas yang menjadi garis
besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan
cara bertindak (tentang organisasi atau pemerintah); pernyataan cita-cita, tujuan,
prinsip atau maksud sebagai garis pedoman untuk manajemen dalam suatu
pencapaian tertentu (Gurning, 2018).
Ealau dan Pewitt 1973 dalam Ayuningtyas (2018) mengatakan bahwa
kebijakan juga sebagai sebuah ketetapan yang berlaku yang dicirikan oleh perilaku
yang konsisten dan berulang, baik dari yang membuatnya maupun yang
menaatinya. Kebijakan merupakan serangkaian tindakan yang menjadi keputusan
pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang bertujuan untuk
memecahkan masalah demi kepentingan masyarakat.
2.1.2 Kebijakan Kesehatan
Barker 1996 dalam Ayuningtyas (2018) mengatakan bahwa Health Policy
menurut WHO (2016) adalah sebagai keputusan, rencana dan tindakan yang
dilakukan untuk mencapai tujuan kesehatan tertentu dalam masyarakat. Lahirnya
kebijakan kesehatan dimaksudkan untuk mencapai misi dan masa depan sektor
kesehatan memulai penetapan target dan titik acuan jangka pendek dan menengah.
Page 24
7
Kebijakan kesehatan sebagian sebagai kebijakan publik merupakan
kumpulan dari keputusan-keputusan yang saling terkait yang membentuk suatu
pendekatan atau strategi dalam pemberian pelayanan kesehatan. Karena begitu
strategis dan pentingnya sektor kesehatan, World Health Organization (WHO)
menetapkan delapan elemen yang harus tercakup dan menentukan kualitas dari
sebuah kebijakan kesehatan, yaitu :
1. Pendekatan holistik, kesehatan sebaiknya didefinisikan sebagai sesuatu yang
dinamis dan lengkap dari dimensi fisik, mental, sosial, dan spiritual. Artinya
pendekatan dalam kebijakan kesehatan tidak dapat semata-mata mengandalkan
upaya kuratif, tetapi harus lebih mempertimbangkan upaya preventif, promotif
dan rehabilitatif.
2. Partisipatori, partisipasi masyarakat akan meningkatkan efisiensi dan efektivitas
kebijakan, karena melalui partisipasi masyarakat dapat dibangun collective
action (aksi bersama masyarakat) yang akan menjadi kekuatan pendorong
dalam pengimplementasian kebijakan dan penyelesaian masalah.
3. Kebijakan publik yang sehat, yaitu setiap kebijakan harus diarahkan untuk
mendukung terciptanya pembangunan kesehatan yang kondusif dan berorientasi
kepada masyarakat.
4. Ekuitas, berarti harus terjadinya distribusi yang merata dari layanan kesehatan.
5. Efisiensi, berarti layanan kesehatan berorientasi proaktif dengan optimalisasi
biaya dan teknologi.
6. Kualitas, berarti pemerintah harus menyediakan pelayanan kesehatan yang
berkualitas.
7. Pemberdayaan masyarakat, hal ini dapat mengoptimalkan kapasitas sumber
daya yang dimiliki.
8. Self-reliant, dapat memenuhi keyakinan dan kepercayaan masyarakat akan
kapasitas kesehatan di wilayah sendiri (Ayuningtyas, 2014).
Page 25
8
STIK Bina Husada Palembang
2.1.3 Sistem dan Komponen Kebijakan
Menurut Dunn (1994), sistem kebijakan memiliki hubungan timbal balik
dari tiga unsur, yaitu kebijakan publik, pelaku kebijakan, dan lingkungan
kebijakan. Hubungan timbal balik antara ketiga komponen sistem kebijakan
tersebut digambarkan dalam Gambar berikut ini.
Aktor Kebijakan
Lingkungan Kebijakan Kebijakan Publik
Gambar 2.1 Hubungan Komponen dalam Sistem Kebijakan
Dari Gambar di atas, dapat dijelaskan bahwa sebagai sebuah sistem,
kebijakan merupakan sesuatu rangkaian dari beberapa komponen yang saling
terkait dan bukan komponen yang berdiri sendiri. Segitiga sistem kebijakan
menjelaskan adanya aktor kebijakan yang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh
kebijakan publik. Kesemuanya juga tidak luput dari pengaruh lingkungan
kebijakan, yaitu tatanan kelembagaan yang berperan dalam penyelenggaraan
kebijakan publik yang mengakomodasi aspek teknis, sosiopolitik maupun interaksi
antara unsur kebijakan. (Wibawa, S. 2003)
Penjelasan lebih lanjut tentang sistem dan komponen kebijakan publik
dikemukakan oleh William Dunn, 1994 dalam Wibawa, S. 2003 sebagai berikut :
2.1.4 Isi Kebijakan (Policy Content)
Terdiri dari sejumlah daftar pilihan keputusan tentang urusan publik
(termasuk keputusan untuk tidak melakukan tindakan apa-apa) yang dibuat oleh
lembaga dan pejabat pemerintah. Isi sebuah kebijakan merespon sebagai masalah
publik (public issues) yang mencakup berbagai bidang kehidupan mulai dari
pertahanan, keamanan, energi, kesehatan, pendidikan, kesejahteraan, dan lain-lain.
Secara umum isi kebijakan dituangkan dalam bentuk dokumentasi tertulis yang
memiliki standar isi sebagai berikut:
Page 26
9
STIK Bina Husada Palembang
- Pernyataan tujuan; mengapa kebijakan tersebut dibuat dan apa dampak yang
diharapkan.
- Ruang lingkup; menerangkan siapa saja yang mencakup dalam kebijakan dan
tindakan-tindakan apa yang dipengaruhi oleh kebijakan.
- Durasi waktu yang efektif; mengindikasikan kapan kebijakan mulai
diberlakukan.
- Bagian pertanggungjawaban; mengindikasikan siapa individu atau organisasi
mana yang bertanggung jawab dalam melaksanakan kebijakan.
- Pernyataan kebijakan; mengindikasikan aturan-aturan khusus atau modifikasi
aturan-aturan khusus atau modifikasi aturan terhadap perilaku organisasi yang
membuat kebijakan tersebut.
- Latar belakang; mengindikasikan alasan dan sejarah pembuatan kebijakan
tersebut, yang kadang-kadang disebut sebagai fakor-faktor motivasional.
- Definisi; menyediakan secara jelas dan tidak ambigu mengenai definisi bagi
istilah dan konsep dalam dokumen kebijakan.
1. Aktor atau Pemangku Kepentingan Kebijakan (Policy Stakeholder)
Pemangku kepentingan kebijakan atau aktor kebijakan adalah individu
atau kelompok yang berkaitan langsung dengan sebuah kebijakan yang
dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh keputusan atau kebijakan
tersebut. Pemangku kepentingan kebijakan tersebut biasa terdiri dari
sekelompok warga, organisasi buruh, pedagang kaki lima, komunitas
wartawan, partai politik, lembaga pemerintahan, dan semacamnya.
2. Lingkungan Kebijakan (Policy Environment)
Lingkungan kebijakan merupakan latar khusus sebuah kebijakan terjadi,
yang berpengaruh dan dipengaruhi oleh pemangku kepentingan kebijakan
serta kebijakan publik itu sendiri.
Istilah lingkungan dalam segitiga sistem kebijakan yang dijelaskan diatas,
dalam terminologi yang dikembangkan oleh Walt dan Gilson (1994) disebut
sebagai konteks. Konteks ini memiliki peran yang hampir sama dengan
lingkungan kebijakan sebagaimana dijelaskan oleh Dunn, yakni faktor yang
memberi pengaruh dan dipengaruhi oleh unsur lain dalam sistem kebijakan,
perhatikan Gambar berikut ini.
Page 27
10
STIK Bina Husada Palembang
Konteks
Aktor Individu
kelompok
Gambar 2.2 Segitiga Kebijakan (Triangle of Health Policy)(Walt dan
Gilson,1994)
Segitiga kebijakan kesehatan merupakan sebuah representasi dari kesatuan
kompleksitas hubungan antara unsur-unsur kebijakan (konten, proses, konteks, dan
aktor) yang dalam interaksinya saling memberi pengaruh. Salah satu unsur dari
segitiga kebijakan, yaitu aktor-aktor kebijakan (baik sebagai individu maupun
kelompok), misalnya, dipengaruhi oleh konteks di mana mereka bekerja atau
menjalankan perannya. Konteks merupakan rekayasa atau hasil interaksi dinamis
dari banyak faktor seperti ideologi atau kebijakan yang berubah-ubah, sejarah, dan
nilai-nilai budaya (Gurning, 2018).
2.2 Analisis Kebijakan
2.2.1 Definisi Analisis Kebijakan
Dunn 2013 dalam Ayuningtyas (2018) mengatakan bahwa definisi analisis
kebijakan sebagai disiplin ilmu sosial terapan yang menggunakan berbagai
pendekatan atau metode ilmiah dan argumen untuk menghasilkan dan
memindahkan informasi relevan dengan kebijakan. Analisis kebijakan adalah
pengetahuan dalam perumusan kebijakan (knowledge in policy making)
merupakan aktivitas “mencari tahu”, menggali informasi tentang dan dalam proses
pembuatan kebijakan, didalamnya termasuk aktivitas menganalisis atau menggali
sebab, akibat, dan kinerja kebijakan dan program publik untuk kemudian disajikan
kepada pengambil kebijakan yang memiliki peran didalam keputusan-keputusan
Proses Konten
Page 28
11
STIK Bina Husada Palembang
publik agar dapat menggunakan hasil-hasil analisis kebijakan tersebut untuk
memperbaiki proses pembuatan kebijakan dan kinerja kebijakan. Dan oleh
karenanya pengetahuan, komunikasi dan penggunaan analisis kebijakan menjadi
penting sekali dalam pembuatan kebijakan publk.
Analisis kebijakan dapat dipandang sebagai suatu proses pengkajian yang
meliputi lima komponen informasi kebijakan (policy informational compenents)
yang ditransformasikan dari satu ke lainnya dengan menggunakan lima prosedur
analisis kebijakan (policy analytic prosedures) (Satrianegara, 2014).
2.3 Konsep Implementasi
Kebijakan Implementasi kebijakan akan dipahami secara utuh jika
pengertiannya dipahami secara utuh, oleh karena itu perlu di rumuskan terlebih
dahulu pengertian tentang implementasi kebijakan.
1. Pengertian Implementasi
Dalam kamus Webster (Abdul, W.S, 2014) pengertian implementasi
dirumuskan secara pendek, dimana “to implement" (mengimplementasikan)
berarti “to provide means for carrying out; to givepractical effect to” (menyajikan
alat bantu untuk melaksanakan; menimbulkan dampak/berakibat sesuatu). Dalam
studi kebijakan publik, dikatakan bahwa implementasi bukanlah sekedar
bersangkut-paut dengan mekanisme penjabaran keputusan-keputusan politik ke
dalam prosedur-prosedur rutin melalui saluran-saluran birokrasi, melainkan lebih
dari itu implementasi menyangkut masalah konflik, keputusan, dan siapa yang
memperoleh apa dari suatu kebijakan. Oleh karena itu tidaklah terlalu salah jika
dikatakan bahwa implementasi kebijakan merupakan aspek yang sangat penting
dalam keseluruhan proses kebijakan.
Pengertian yang sangat sederhana tentang implementasi adalah sebagaimana
yang diungkapkan oleh Charles O. Jones dalam Siregar, 2014, dimana
implementasi diartikan sebagai "getting the job done" dan "doing it". Tetapi di
balik kesederhanaan rumusan yang demikian berarti bahwa implementasi
kebijakan merupakan suatu proses kebijakan yang dapat dilakukan dengan mudah.
Namun pelaksanaannya, menurut Jones, menuntut adanya syarat yang antara lain :
Page 29
12
STIK Bina Husada Palembang
a) Adanya orang atau pelaksana.
b) Uang dan kemampuan organisasi atau yang sering disebut dengan resources.
Lebih lanjut Jones merumuskan batasan implementasi sebagai proses
penerimaan sumber daya tambahan, sehingga dapat mempertimbangkan apa yang
harus dilakukan. Van Meter dan Horn (Horn, 1978 ) mendefinisikan implementasi
kebijakan sebagai “Policy implementation encompasses those actions by public
and private individuals (and groups) that are directed at the achievement of goal
sand objectives set forth in prior policy decisions”. Definisi tersebut memberikan
makna bahwa implementasi kebijakan adalah tindakan-tindakan yang dilakukan
oleh individu-individu (dan kelompok) pemerintah dan swasta yang diarahkan
pada pencapaian tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Tindakan-tindakan ini,
pada suatu saat berusaha untuk mentransformasikan keputusan-keputusan menjadi
pola-pola operasional serta melanjutkan usaha-usaha tersebut untuk mencapai
perubahan, baik yang besar maupun yang kecil, yang diamanatkan oleh keputusan
kebijakan. (Siregar, 2014)
Dengan mengacu pada pendapat tersebut, dapat diambil pengertian bahwa
sumber-sumber untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya oleh
pembuat kebijakan, di dalamnya mencakup : manusia, dana, dan kemampuan
organisasi; yang dilakukan baik oleh pemerintah maupun swasta (individu
ataupun kelompok). Selanjutnya Mazmanian dan Sabatier (Abdul, W.S, 2014) :
menjelaskan lebih lanjut tentang konsep implementasi kebijakan sebagaimana
berikut :
“Memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah program dinyatakan
berlaku atau dirumuskan merupakan fokus perhatian implementasi kebijakan,
yaitu kejadian-kejadian atau kegiatan yang timbul setelah disahkannya pedoman-
pedoman kebijakan negara, yaitu mencakup baik usaha-usaha untuk
mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan akibat / dampak nyata pada
masyarakat atau kejadian-kejadian. "Berdasarkan pada pendapat tersebut di atas,
nampak bahwa implementasi kebijakan tidak hanya terbatas pada tindakan atau
perilaku badan alternatif atau unit birokrasi yang bertanggung jawab untuk
melaksanakan program dan menimbulkan kepatuhan dari target group, namun
lebih dari itu juga berlanjut dengan jaringan kekuatan politik sosial ekonomi yang
Page 30
13
STIK Bina Husada Palembang
berpengaruh pada perilaku semua pihak yang terlibat dan pada akhirnya terdapat
dampak yang diharapkan maupun yang tidak diharapkan. Banyak model dalam
proses implementasi kebijakan yang dapat digunakan. Van Meter dan Horn dalam
Samudra Wibowo, mengajukan model mengenai proses implementasi kebijakan
(a model of the policy implementation process). Dalam model implementasi
kebijakan ini terdapat 6 variabel yang membentuk hubungan antara kebijakan
dengan pelaksanaan. Van Meter dan Van Horn dalam teorinya ini beranjak dari
argumen bahwa perbedaan-perbedaan dalam proses implementasi akan
dipengaruhi oleh sifat kebijakan yang akan dilaksanakan. Selanjutnya mereka
menawarkan suatu pendekatan yang mencoba untuk menghubungkan antara isu
kebijakan dengan implementasi dan suatu model konseptual yang
menghubungkan dengan prestasi kerja (performance). Kedua ahli ini menegaskan
pula pendiriannya bahwa perubahan, kontrol dan kepatuhan bertindak merupakan
konsep-konsep penting dalam prosedur implementasi.
Jelasnya respon para pelaksana terhadap suatu kebijakan di dasarkan pada
persepsi dan interpretasi mereka terhadap tujuan kebijakan tersebut. Walaupun
demikian, hal ini bukan berarti bahwa komunikasi yang baik akan
menyeimbangkan disposisi yang baik atau positif diantara para pelaksanan.
Standar dan tujuan juga mempunyai dampak yang tidak langsung terhadap
disposisi para pelaksana melalui aktivitas penguatan atau pengabsahan. Dalam hal
ini para atasan dapat meneruskan hubungan para pelaksana dengan organisasi lain.
Hubungan antar sumber daya (resources) dengan kondisi sosial, ekonomi dan
politik dalam batas wilayah organisasi tertentu dapat dikemukakan bahwa
tersedianya dana dan sumber lain dapat menimbulkan tuntutan dari warga
masyarakat swasta, kelompok kepentingan yang terorganisir untuk ikut berperan
dalam melaksanakan dan mensukseskan suatu kebijakan. Jelasnya prospek
keuntungan pada suatu program kebijakan dapat menyebabkan kelompok lain
untuk berperan serta secara maksimal dalam melaksanakan dan mensukseskan
suatu program kebijakan. Bagaimanapun juga dengan terbatasnya sumber daya
yang tersedia, masyarakat suatu negara secara individual dan kelompok
kepentingan yang terorganisir akan memilih untuk menolak suatu kebijakan
karena keuntungan yang diperolehnya lebih kecil bila dibandingkan dengan biaya
Page 31
14
STIK Bina Husada Palembang
operasional. Demikian juga dengan kondisi sosial, ekonomi dan politik dalam
batas wilayah tertentu, mempengaruhi karakter-karakter agen-agen pihak
pelaksana, disposisi para pelaksana dan penyelenggaraan atau pelaksanaan
kebijakan itu sendiri. Kondisi lingkungan di atas mempunyai efek penting
terhadap kemauan dan kapasitas untuk mendukung struktur birokrasi yang telah
mapan, kwalitas, dan keadaan agen pelaksana (implementor). Kondisi lapangan
ini juga mempengaruhi disposisi implementor. Suatu program kebijakan akan
didukung dan digerakkan oleh para warga pihak swasta, kelompok kepentingan
yang terorganisir, hanya jika para implementor mau menerima tujuan, standar dan
sasaran kebijakan tersebut. Sebaliknya suatu kebijakan tidak akan mendapat
dukungan, jika kebijakan tersebut tidak memberikan keuntungan kepada mereka.
Disamping itu karakteristik para agen implementor dapat mempengaruhi
disposisi mereka. Sifat jaringan komunikasi, derajat kontrol secara berjenjang dan
tipe kepemimpinan dapat mempengaruhi identifikasi individual terhadap tujuan
dan sasaran organisasi, dalam impelementasi kebijakan yang efektif sangat
tergantung kepada orientasi dari para agen / kantor implementor kebijakan.
Dari uraian diatas, dapat dipahami bahwa keberhasilan impelementasi
kebijakan sangat dipengaruhi oleh berbagai variabel atau faktor yang pada
gilrannya akan mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan itu sendiri
2. Tahap-tahap Implementasi Kebijakan
Untuk mengefektifkan implementasi kebijakan yang ditetapkan, maka
diperlukan adanya tahap-tahap implementasi kebijakan. M. Irfan Islamy, 1997
dalam Syarifudin, (2009) membagi tahap implementasi dalam 2 bentuk, yaitu :
a. Bersifat self-executing, yang berarti bahwa dengan dirumuskannya dan
disahkannya suatu kebijakan maka kebijakan tersebut akan
terimplementasikan dengan sendirinya, misalnya pengakuan suatu negara
terhadap kedaulatan negara lain.
b. Bersifat non self-executing yang berarti bahwa suatu kebijakan publik perlu
diwujudkan dan dilaksanakan oleh berbagai pihak supaya tujuan pembuatan
kebijakan tercapai.
Page 32
15
STIK Bina Husada Palembang
Ahli lain, Brian W. Hogwood dan Lewis A. Gunn (Abdul, W.S, 2014)
mengemukakan sejumlah tahap implementasi sebagai berikut :
Tahap I. Terdiri atas kegiatan-kegiatan :
- Menggambarkan rencana suatu program dengan penetapan tujuan secara jelas
- Menentukan standar pelaksanaan
- Menentukan biaya yang akan digunakan beserta waktu pelaksanaan
Tahap II : Merupakan pelaksanaan program dengan mendayagunakan struktur
staf, sumber daya, prosedur, biaya serta metode
Tahap III : Merupakan kegiatan-kegiatan :
- Menentukan jadwal
- Melakukan pemantauan
- Mengadakan pengawasan untuk menjamin kelancaran pelaksanaan program
Dengan demikian jika terdapat penyimpangan atau pelanggaran dapat
diambil tindakan yang sesuai dengan segera. Jadi implementasi kebijakan akan
selalu berkaitan dengan perencanaan penetapan waktu dan pengawasan,
sedangkan menurut Mazmanian dan Sabatier dalam Abdul, W.S, 2014, yaitu
mempelajari masalah implementasi kebijakan berarti berusaha untuk memahami
apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program diberlakukan atau
dirumuskan. Peristiwa-peristiwa dan kegiatan- kegiatan yang terjadi setelah proses
pengesahan kebijakan baik yang menyangkut usaha-usaha untuk
mengadministrasi maupun usaha untuk memberikan dampak tertentu pada
masyarakat. Hal ini tidak saja mempengaruhi perilaku lembaga-lembaga yang
bertanggung jawab atas sasaran (target grup) tetapi juga memperhatikan berbagai
kekuatan politik, ekonomi, sosial yang berpengaruh pada impelementasi kebijakan
negara.
1. Faktor-faktor Pendukung / Menghambat Implementasi Kebijakan
Menurut Warwick, 1979 dalam Subianto, (2012). Pada implementasi
terdapat dua kategori faktor yang bekerja dan mempengaruhi keberhasilan
pelaksanaan proyek yaitu: 1) Faktor pendorong (facilitating conditions); dan 2)
Faktor penghambat (impending conditions).
Page 33
16
STIK Bina Husada Palembang
a. Faktor Pendorong
1) Komitmen Pimpinan Politik : dalam praktek adalah terutama komitmen
dari pimpinan pemerintah karena pimpinan pemerintah pada hakekatnya
tercakup dalam pimpinan politik yang berkuasa didaerah.
2) Kemampuan Organisasi : dalam tahap implementasi program hakekatnya
dapat diartikan sebagai kemampuan untuk melaksanakan tugas, seperti
yang ditetapkan atau dibebankan pada salah satu unit organisasi.
3) Komitmen Para Pelaksana (Implementers) : salah satu asumsi yang sering
kali terbukti keliru ialah jika pimpinan telah siap untuk bergerak, maka
bawahan akan segera ikut.
b. Faktor Penghambat
1) Banyaknya ‘Pemain’ (actors) Yang Terlibat
Semakin banyak pihak yang terlibat dan turut mempengaruhi
pelaksanaan, makin rumit komunikasi makin besar kemungkinan
terjadinya ‘delay’ hambatan dalam proses pelaksanaan.
2) Terdapatnya Komitmen atau Loyalitas Ganda
Dalam banyak kasus terjadi, pihak yang terlibat maupun seseorang yang
seharusnya ikut berperan demi keberhasilan dalam menentukan ataupun
menyetujui suatu proyek dalam pelaksanaannya masih mengalami
penundaan karena adanya komitmen terhadap proyek, waktunya tersita
oleh tugas-tugas lainnya atau program lain.
3) Kerumitan yang Melekat pada proyek itu sendiri
Dalam hal ini berupa faktor teknis, faktor ekonomi, pengadaan bahan dan
faktor perilaku pelaksana atau masyarakat.
4) Jenjang Pengambilan Keputusan yang Terlalu Banyak
Makin banyak jenjang dan tempat pengambilan keputusan yang
persetujuannya diperlukan sebelum rencana proyek dilaksanakan.
Demikian pula pada tahap operasi, penyaluran dana dan sumbangan yang
diperlukan, memakan banyak waktu karena memerlukan persetujuan dari
banyak pihak.
Page 34
17
STIK Bina Husada Palembang
5) Faktor Lain : Waktu dan Perubahan Kepemimpinan
Makin panjang waktu yang dibutuhkan dari saat penyusunan rencana
dengan pelaksanaan, makin besar kemungkinan pelaksanaan menghadapi
hambatan. Terlebih bila terjadi perubahan kebijakan.
2. Faktor-faktor Implementasi Kebijakan
Menurut George C. Edwards III dalam bukunya Implementing Public Policy
(1980) Goerge C. Edwards III menguraikan tentang beberapa pendekatan terhadap
studi implementasi dari beberapa ahli, seperti Merelle S. Grindle (Case Study
Approach), pendekatan berdasarkan analisis keputusan oleh Graham Alison dalam
bukunya “Essence of decesion” (1971), pendekatan yang memandang
(Implementation) sebagai suatu permainan oleh Eugene Bardach pendekatan yang
dilakukan oleh Donald Van Matterdan Kart Van Horn serta yang paling akhir
ialah menurut Paul Sabatier dan Daniel
Mazmanian. Berdasarkan latar belakang pendapat para ahli tersebut diatas,
Edwards III tiba pada pendekatan yang dipilihnya, dengan terlebih dahulu
mengemukakan 2 pernyataan pokok yaitu :
a. Hal-hal apa saja yang merupakan persyaratan bagi suatu implementasi yang
berhasil ?
b. Apa saja yang merupakan penghambat utama terhadap keberhasilan
implementasi program ?
Berdasarkan kedua pertanyaan tersebut di atas dirumuskan empat faktor
atau Variabel yang merupakan syarat-syarat terpenting guna keberhasilan
implementasi. Adapun Faktor-faktor keberhasilan/kegagalan Implementasi
kebijakan menurut George C. Edwards III (1980), adalah sebagai berikut :
a. Faktor Komunikasi
Dalam implementasi, menurut George C Edwards III (1980), komunikasi ini
memiliki peranan penting, tidak hanya bagi para implementor, tapi juga bagi
policy maker. Karena bagaimanapun juga dalam implementasi yang efektif, para
policy maker dalam meminta para pelaksana (implementor) tidak sekedar dengan
suatu petunjuk yang jelas, tetapi yang penting adalah adanya konsisten
komunikasi dari atas ke bawah, dalam arti arus komunikasi yang terjadi harus
Page 35
18
STIK Bina Husada Palembang
jelas dan tegas. Bila tidak, maka akan membuka peluang bagi para pelaksana
untuk menafsirkan kebijakan tersebut. Atau dengan kata lain, perlu dihindari
adanya suatu hal yang dapat menimbulkan suatu kegaduhan, kebingungan
diantara para pelaksana, sebagai akibat dari adanya kelonggaran-kelonggaran
dalam menafsirkan kebijakan tersebut. Terpenting lagi harus adanya ketetapan
dan keakuratan informasi kebijakan, sehingga para pelaksana dapat mengetahui
dengan jelas apa yang menjadi tujuan yang sebenarnya ingin dicapai dari
implementasi kebijakan tersebut, dan mereka dapat mengetahui dengan tegas dan
jelas, apa yang seharusnya mereka lakukan.
Dengan kata lain, agar didapat implementasi yang efektif, para pelaksana
harus mengetahui apa yang menjadi tujuan yang hendak dicapai dalam
implementasi kebijakan tersebut. Ketentuan-ketentuan atau aturan-aturan untuk
implementasi suatu kebijakan harus disampaikan pada orang-orang yang tepat,dan
mereka harus menjadi jelas, akurat, konsisten terhadap ketentuan-ketentuan atau
aturan-aturan tersebut. Jika tidak, maka akan terjadi salah pengertian diantara
mereka dalam mengimplementasikan suatu kebijakan dan hasilnya tidak sesuai
dengan apa yang diharapkan.
b. Faktor Sumber Daya
Faktor sumber daya ini juga mempunyai peranan penting dalam
implementasi kebijakan. Karena bagaimana pun jelas dan konsisten ketentuan
ketentuan atau aturan-aturan serta bagaimana pun akuratnya dalam
menyampaikan ketentuan-ketentuan tentang kebijakan sertifikasi, jika personil
yang bertanggung jawab untuk melaksanakan kebijakan kurang mempunyai
sumber-sumber untuk melakukan pekerjaan secara efektif, maka implementasi
kebijakan tersebut tidak akan efektif. Sumber-sumber penting dalam implementasi
kebijakan yang dimaksud antara lain mencakup staf, dimana harus memiliki
keahlian dan kemampuan yang bisa melaksanakan tugas, perintah, dan anjuran
atasan. Disamping itu, harus ada kesesuaian antara jumlah staf yang dibutuhkan
dan keahlian yang harus dimiliki sesuai dengan tugas yang akan dikerjakan, dan
untuk membiayai operasionalisasi implementasi kebijakan tersebut, informasi
yang relevan dan cukup tentang bagaimana cara mengimplementasikan suatu
kebijakan dan kesanggupan dari berbagai pihak yang terlibat dalam implementasi
Page 36
19
STIK Bina Husada Palembang
kebijakan tersebut. Informasi yang demikian ini juga penting untuk menyadarkan
orang-orang yang terlibat dalam implementasi, agar di antara mereka mau
melaksanakan dan mematuhi apa yang menjadi tugas dan kewajibannya.
Kewenangan untuk menjamin atau menyakinkan bahwa kebijakan yang akan
dilaksanakan adalah sesuai dengan yang mereka kehendaki, dan fasilitas yang
digunakan untuk mengoperasionalkan implementasi kebijakan. Kurang cukupnya
sumber-sumber ini, berarti ketentuan-ketentuan atau aturan-aturan (law) tidak
akan menjadi kuat, layanan terpadu tidak akan diberikan secara maksimal, dan
peraturan-peraturan pelaksanaannya yang dibutuhkan tidak akan berkembang.
c. Faktor Kecenderungan (Disposisi)
Disposisi ini diartikan sebagai kecenderungan, keinginan atau kesepakatan
para pelaksana untuk melaksanakan kebijakan. Dalam implementasi kebijakan,
jika ingin berhasil secara efektif dan efisien, para pelaksana tidak hanya
mengetahui apa yang harus dilakukan dan mempunyai kemampuan untuk
melakukan kebijakan itu, tetapi mereka juga harus mempunyai kemampuan untuk
melaksanakan kebiajakan tersebut. Kebanyakan para pelaksana dapat
mengimplementasikan kebijakan dengan leluasa. Alasannya adalah adanya
ketergantungan mereka terhadap superioritas orang-orang yang merumuskan
kebijakan. Alasan lainnya adalah karena kompleksnya kebijakan itu sendiri.
Sumber daya juga mempunyai pengaruh tidak langsung pada implementasi,
yaitu melalui interaksi komunikasi dengan berbagai cara. Tidak cukupnya staf
pelaksana juga menyebabkan tidak tercapainya apa yang menjadi arah suatu
kebijakan. Jika sumber daya yang tersedia cukup banyak, menyebabkan individu
dan organisasi yang terlibat dalam implementasi kebijakan itu melakukan
persaingan ketat di antara mereka sendiri untuk menjaga kepentingan pribadi dan
organisasinya. Jadi dengan bertumpu pada penjelasan di atas, maka jelas bahwa
faktor komunikasi, sumber daya, disposisi, dan struktur birokrasi mempengaruhi
derajat keberhasilan implementasi kebijakan. Masing-masing faktor tersebut
saling berinteraksi dan mempengaruhi satu sama lainnya, yang pada akhirnya
mempengaruhi implementasi kebijakan. Selanjutnya Van Meter dan Van Horn
berpendapat dalam teorinya ini beranjak dari suatu argumen bahwa perbedaan-
perbedaan dalam proses implementasi akan dipengaruhi oleh sifat kebijakannya
Page 37
20
STIK Bina Husada Palembang
yang akan dilaksanakan. Selanjutnya mereka menawarkan suatu pendekatan yang
mencoba untuk menghubungkan antara isu kebijakan dengan implementasi dan
suatu model konseptual yang mempertalikan kebijaksanaan dengan prestasi kerja
(performance). Kedua ahli ini menegaskan pula pendiriannya bahwa perubahan,
kontrol, dan kepatuhan bertindak merupakan konsep–konsep penting dalam
prosedur implementasi. Dengan memanfaatkan konsep-konsep tersebut, maka
permasalahan yang perlu dikaji dalam hubungan ini ialah hambatan-hambatan
apakah yang terjadi dalam mengenalkan perubahan dalam organisasi ? Seberapa
jauhkan tingkat efektifitas mekanisme-mekanisme kontrol pada setiap jenjang
struktur (masalah ini meyangkut kekuasaan dari pihak yang paling rendah
tingkatnya dalam organisasi yang bersangkutan).
Seberapa pentingkah rasa keterikatan masing-masing orang dalam
organisasi (Hal ini menyangkut masalah kepatuhan). Atas Dasar pandangan
seperti ini Van Metter dan Van Horn kemudian berusaha untuk membuat tipologi
kebijakan menurut :
a. Jumlah masing-masing perubahan yang akan dihasilkan
b. Jangkauan atau lingkup kesempatan terhadap tujuan di antara pihak-pihak
yang terlibat dalam proses implementasi
Alasan dikemukakannya hal ini ialah bahwa proses implementasi itu akan
dipengaruhi oleh dimensi-dimensi kebijakan semacam itu, dalam artian bahwa
implementasi kebanyakan akan berhasil apabila perubahan yang dikehendaki
relatif sedikit, sementara kesempatan terhadap tujuan terutama dari mereka yang
mengoperasikan program di lapangan relatif tinggi.
Hal lain yang dikemukakan oleh kedua ahli di atas ialah bahwa jalan yang
menghubungkan antara kebijakan dan prestasi kerja dipisahkan oleh sejumlah
vaiabel bebas (independent variable) yang saling berkaitan. Variabel-variabel
bebas ini ialah :
a. Ukuran dan Tujuan Kebijakan
b. Sumber-sumber kebijakan
c. Ciri-ciri atau Sifat Badan / Instansi Pelaksana
d. Komunikasi antar organisasi terkait dan kegiatan-kegiatan pelaksanaan
e. Sikap para pelaksana
Page 38
21
STIK Bina Husada Palembang
f. Lingkungan ekonomi, sosial, politik
2.4 Model Implementasi Kebijakan
Model implementasi yang dikembangkan oleh para ahli banyak sekali,
untuk lebih memahaminya dapat dilihat dari pembahasan berikut :
1. Model Pendekatan Top-Down
Model implementasi Top-Down (model rasional) digunakan untuk
mengidentifikasi faktor–faktor yang membuat implementasi sukses. Van
Meterdan Van Horn (1978) berpandangan bahwa dalam implementasi kebijakan
perlu pertimbangan isi dan tipe kebijakan. Hood (1976) menyatakan implementasi
sebagai administrasi yang sempurna. Gun (1978) menyatakan ada beberapa syarat
untuk mengimplementasikan kebijakan secara sempurna. Grindle (1980)
memandang implementasi sebagai proses politik dan administrasi. Mazmanian
dan Sabatier (1979) melihat implementasi dari kerangka implementasinya. Van
Meter dan Van Horn (Abdul, W.S, 2014), memandang implementasi kebijakan as
those actions by publik or provide individuals (or group) that are directedat the
achievement of objectives set forth in prior policy decision (tindakan–tindakan
yang oleh individu–individu / pejabat–pejabat atau kelompok–kelompok
pemerintah atau swasta yang diarahkan pada pencapaian tujuan–tujuan yang telah
digariskan dalam keputusan kebijakan).
Dalam teorinya, Van Meter dan van Horn beranjak dari suatu argumentasi
bahwa perbedaan–perbedaan dalam proses implementasi akan dipengaruhi oleh
sifat kebijakan yang akan dilakukan. Selanjutnya keduanya menawarkan suatu
pendekatan yang mencoba untuk menghubungkan antara isu kebijakan dengan
implementasi dan suatu model konseptual yang menghubungkan kebijakan
dengan prestasi kerja (performance). Mereka menegaskan pendiriannya bahwa
perubahan, kontrol, dan kepatuhan bertindak merupakan konsep–konsep penting
dalam prosedur–prosedur implementasi. Dengan memanfaatkan konsep-konsep
tersebut, maka permasalahan yang perlu dikaji dalam proses implementasi ini
adalah hambatan–hambatan apakah yang terjadi dalam mengenalkan perubahan
dan organisasi ? Seberapa jauhkah tingkat efektifitas mekanisme–mekanisme
Page 39
22
STIK Bina Husada Palembang
kontrol pada setiap jenjang struktur? (masalah ini menyangkut kekuasaan dari
pihak yang paling rendah tingkatannya dalam organisasi yang bersangkutan).
Seberapa pentingkah rasa keterkaitan masing–masing orang dalam
organisasi ? (hal ini menyangkut masalah kepatuhan). Atas dasar pandangan
tersebut diatas, Van Meter dan Van Horn kemudian berusaha untuk membuat
tipologi kebijakan menurut (1) jumlah masing-masing perubahan yang akan
dihasilkan dan (2) jangkauan atau lingkup kesepakatan terhadap tujuan diantara
pihak–pihak yang terlibat dalam proses implementasi. Alasan dikemukakannya
hal tersebut ialah bahwa proses implementasi itu akan dipengaruhi oleh dimensi–
dimensi semacam itu, dalam pengertian bahwa implementasi kebanyakan berhasil
apabila perubahan yang dikehendaki relatif sedikit, sementara kesepakatan
terhadap tujuan, bagi mereka yang mengoperasikan program dilapangan relatif
tinggi.
Selain Van Meter dan Van Horn, model top-down dikemukakan juga oleh
Mazmanian dan Sabatier (Stillmen, 1988) dan Hill (1993) kedua tokoh ini
meninjau implementasi dari kerangka analisisnya. Model top-down yang
dikemukakan oleh kedua ahli ini dikenal dan dianggap sebagai salah satu model
top-down paling maju, Karena keduanya telah mencoba mensintesiskan ide–ide
dari pencetus teori model top-down dan bottom-up menjadi enam kondisi bagi
implementasi yang baik, yaitu :
a. Standar evaluasi dan sumber yang legal
b. Teori kausal yang memadai, sehingga menjamin bahwa kebijakan memiliki
teori yang akurat bagaimana melakukan perubahan
c. Integrasi organisasi pelaksana, guna mengupayakan kepatuhan bagi pelaksana
kebijakan dan kelompok sasaran
d. Para implementator mempunyai komitmen dan keterampilan dalam
menerapkan kebebasan yang dimilikinya guna mewujudkan tujuan kebijakan
e. Dukungan dari kelompok–kelompok kepentingan dan kekuatan dalam hal ini
legislatif dan eksekutif
f. Perubahan kondisi sosial ekonomi yang tidak menghilangkan dukungan
kelompok dan kekuasaan, atau memperlemah teori kausal yang mendukung
kebijakan tersebut Oleh kedua tokoh disadari pula bahwa bila kondisi–kondisi
Page 40
23
STIK Bina Husada Palembang
diatas terpenuhi bukan berarti ada jaminan mutlak bahwa implementasi itu
akan benar–benar berjalan efektif
Ada faktor–faktor lain yang harus diperhatikan Oleh Mazmanian dan
Sabatier faktor tersebut disebut sub optimal conditional yaitu kondisi dimana,
para legislator atau para perumus kebijakan menghadapi : (1) Informasi yang tidak
valid, (2) Konflik tujuan dan kompleksitas politik dilegislatif, (3) Kesulitan
melakukan aktifitas, terutama pada implementasi dan evaluasi yang dibebaskan
oleh tidak jelasnya masalah, (4) Tidak adanya dukungan dari kelompok
kepentingan, dan (5) Validitas, teknik dan teori yang tidak memadai Mazmanian
dan Sabatier (Wibawa, 1994) membuat proses model implementasi kebijakan
dengan a frame work implementation yang mempengaruhi tercapainya tujuan
dengan 3 (tiga) kategori besar yaitu :
a. Mudah tidaknya masalah yang akan dikendalikan
b. Kemampuan keputusan kebjiakan untuk menstruktur secara cepat proses
implementasi
c. Pengaruh langsung berbagai variabel politik terhadap keseimbangan dukungan
bagi tujuan yang termuat dalam keputusan kebijakan
Mazmaninan dan Sabatier (Islamy, 2001) menegaskan bahwa untuk
mengimplementasikan kebijakan secara optimal ada enam syarat yaitu :
a. Adanya tujuan yang ditetapkan secara legal / sah, jelas dan konsisten
b. Adanya landasan teori sebab akibat yang tepat pada setiap perumusan dan
implementasi kebijakan yang menghubungkan perubahan perilaku kelompok
sasaran dengan tercapainya tujuan akhir yang diinginkan
c. Proses implementasi yang distruktur secara legal guna mendorong adanya atau
timbulnya kepatuhan dari para pejabat pelaksana dan kelompok sasaran
d. Adanya komitmen dan kecakapan (politik dan manajerial) yang dimiliki oleh
para aparat pelaksana untuk memanfaatkan sumber–sumber bagi tercapainya
tujuan kebijakan
e. Adanya dukungan politik yang aktif dari para pemegang kekuasaan (eksekutif,
dan legislatif) dan kelompok kepentingan
f. Prioritas pelaksana tujuan kebijakan pokok/utama tidak boleh terganggu oleh
adanya kebijakan lain yang bertentangan, atau adanya perubahan kondisi
Page 41
24
STIK Bina Husada Palembang
sosial ekonomi tidak boleh mengganggu secara substansial terhadap
pelaksanaan teknis dan dukungan politik serta teori
Sebab akibat dari pelaksanaan kebijakan/program yang ada, model
implementasi yang dikemukakan Mazmanian dan Sabatier pada dasarnya tidak
jauh berbeda dengan model implementasi top-down yang dikemukakan oleh Van
Meter danVan Horn (1975); Hood (1976); Gun (1978) dan Grindle (1980) yaitu
dalam hal perhatiannya terhadap kebijakan dan lingkungan kebijakan.
Perbedaannya, pemikiran dari Mazmaninan dan Sabatier ini menganggap bahwa
suatu implementasi akan efektif apabila birokrasi pelaksananya memenuhi apa
yang telah digariskan oleh peraturan (petunjuk pelaksana dan petunjuk teknis).
Disamping itu model ini juga memandang bahwa implementasi kebijakan dapat
berjalan secara makanis atau linier, maka penekanannya terpusat pada koordinasi
dan kontrol yang efektif yang mengabaikan manusia sebagai target group dan juga
peran dari aktor lain. Disinilah kelemahan pendekatan Mazmanian dan Sabatier
tersebut dalam menjelaskan proses implementasi yang terjadi jika dibandingkan
dengan model yang digunakan oleh Edwards III, melalui analisis faktor
komunikasi, struktur birokrasi, sumber daya dan disposisi yang dimiliki oleh
masing–masing pelaksana program.
2. Model Pendekatan Bottom-Up
Pendekatan Bottom-Up ini sering pula dianggap sebagai lahan harapan
(promised land), bertolak dari pengidentifikasian kerangka aktor-aktor yang
terlibat dalam “service delivery” di dalam satu atau lebih wilayah lokal dan
mempertanyakan kepada mereka tentang arah, strategi, aktevitas dan kontak
mereka. Selanjutnya model ini menggunakan “kontak” sebagai sarana untuk
mengembangkan teknik network guna mengidentifikasi aktor-aktor lokal, regional
dan nasional yang terlibat dalam perencanaan, pembiayaan dan pelaksanaan
program pemerintah dan non pemerintah yang relevan. Pendekatan ini
menyediakan suatu mekanisme untuk bergerak dari street level bureaucrats (the
bottom) sampai pada pembuatan keputusan tertinggi (the top) disektor publik
maupun privat. Dalam hal ini kebijakan dilakukan melalui bergaining (eksplisit
atau implisit) antara anggota-anggota organisasi dan klien mereka. Dalam
pendekatan Bottom-Up pun masih menemukan kelemahan, karena asumsinya
Page 42
25
STIK Bina Husada Palembang
bahwa implementasi berlangsung di dalam lingkungan pembuatan keputusan yang
terdesentralisasi, sehingga pendekatan ini keliru dalam menerima kesulitan
empiris sebagai statemen normatif maupun satu-satunya basis analisis atau
komplek masalah organisasi dan politik. Selain itu petugas lapangan tentu pula
melakukan kekeliruannya. Karena itu berbahaya untuk menerima realitas
deskriptif yang menunjukan bahwa birokrat lapangan membuat kebijakan dan
mengubahnya kedalam suatu deskripsi tindakan.
3. Model Pendekatan Sintesis (Hybrid Theories)
Model pendekatan yang dikembangkan oleh Sabatier sintesanya
mengkombinasikan unit analisis bottom-upers, yaitu seluruh variasi aktor publik
dan privat yang terlibat didalam suatu masalah kebijakan, dengan top-downers,
yaitu kepedulian pada cara-cara dimana kondisi-kondisi sosial ekonomi dan
instrumen legal membatasi perilaku. Pendekatan ini tampaknya lebih berkaitan
dengan konstruksi teori daripada dengan penyediaan pedoman bagi praktisi atau
potret yang rinci atas situasi tertentu. Selain itu model ini lebih cocok untuk
menjelaskan suatu perubahan kebijakan dalam jangka waktu satu dekade atau
lebih (Lester, 1987).
Usaha yang ketiga untuk mensintesakan unsur-unsur pendekatan top-down
dan bottom-up dikembangkan oleh Goggin. Di dalam modelnya mengenai
implementasi kebijakan antar pemerintah, mereka memperlihatkan bahwa
implementasi di tingkat daerah (state) adalah fungsi dari perangsang-perangsang
dan batasan-batasan yang diberikan kepada (atau yang ditimpakan kepada) daerah
dari tempat lain di dalam sistem pusat (federal), dan kecenderungan daerah untuk
bertindak serta kapasitasnya untuk mengefektifkan preferensi-preferensinya.
Pilihan-pilihan daerah bukanlah pilihan dari aktor Nasional yang kompak tetapi
merupakan hasil bergaining antar unit-unit internal maupun eksternal yang terlibat
di dalam politik daerah. Dengan demikian pendekatan pendekatan ini
mengandalkan bahwa implementasi program-program pusat di tingkat daerah
pada akhirnya tergantung pada tipe variabel-variabel top down maupun bottom up.
Page 43
26
STIK Bina Husada Palembang
2.5 Konsep Pendekatan Implementasi Kebijakan
Beberapa pendekatan yang seringkali digunakan oleh para ahli dalam
menjelaskan dan mengungkap aktivitas implementasi kebijakan publik adalah
dapat dibagi kedalam beberapa jenis pendekatan diantaranya pendekatan politik
(political approaches), pendekatan struktural (structural approach), pendekatan
prosedural (procedural and managerial approaches) serta pendekatan
keperilakuan (behavioral approaches). Masing–masing pendekatan tersebut
memiliki karakteristik dan metode kajiannya masing–masing dalam memahami
fenomena implementasi kebijakan publik selama ini.
1. Pendekatan Politik
Istilah politik yang digunakan pada pola pendekatan ini adalah mengacu
pada pola–pola kekuasaan dan pengaruh diantara dan yang terjadi dalam
organisasi birokrasi. Asumsi Dasar dari pendekatan ini adalah penjelasan
implementasi tidak terlepas dari proses kekuasaan yang terjadi dalam keseluruhan
proses kebijakan publik, seperti di contohkan adanya beberapa kelompok
penentang kebijakan yang berusaha untuk memblokir usaha dari berbagai
pendukung kebijakan yang ada yang serta merta dapat menjadi faktor penghambat
dalam proses pelaksanaan suatu kebijakan publik. (Abdul, W.S, 2014). Dengan
demikian, keberhasilan dan kegagalan suatu kebijakan publik pada akhirnya akan
sangat bergantung pada kesediaan dan kemampuan berbagai kelompok yang
dominan dan berpengaruh (atau terdiri dari berbagai koalisi kepentingan) untuk
memaksakan kehendak mereka. Dalam kondisi tertentu distribusi kekuasaan
mungkin dapat pula menimbulkan kemacetan pada saat implementasi kebijakan,
walaupun sebenarnya kebijakan publik secara formal telah disahkan.
2. Pendekatan Struktural
Pemanfaatan pendekatan struktural ini banyak dapat konstribusi hasil
pemikiran dari studi dan ahli organisasi yang mengesahkan pada pentingnya
mempelajari arus dan pola serta mekanisme organisasi dalam menjelaskan
fenomena implementasi kebijakan publik dalam pendekatan ini diketengahkan
bahwa implementasi membutuhkan pendekatan yang lebih adaptif, proses
pembuatan kebijakan secara keseluruhan menjadi sangat linier, dan hubungan
Page 44
27
STIK Bina Husada Palembang
antara kebijakan dan implementasi mendekati yang dinyatakan oleh Barret dan
Fudge (1981) sebagai urutan Policy-Action-policy continum.
Secara umum dapat diungkap melalui pendekatan ini bahwa struktur yang
bersifat ‘organis” nampaknya sangat relevan untuk situasi implementasi dimana
perlu untuk merancang bangun berbagai struktur yang mampu melaksanakan
suatu kebijakan publik yang senantiasa berubah bila dibandingkan dengan
melakukan rancangan terhadap suatu struktur khusus yang sekali bangun langsung
diimplementasikan.
3. Pendekatan Prosedural dan Managerial
Memiliki struktur yang relevan terhadap proses implementasi kebijakan
publik barang kali kurang begitu penting bila dibandingkan dengan upaya untuk
mengembangkan proses dan prosedur yang tepat, termasuk dalam hal ini adalah
proses dan prosedur managerial dan berbagai teknik dan metode yang ada. Dalam
hal ini prosedur yang dimaksud adalah diantaranya yang terkait dengan proses
penjadwalan (scheduling), perencanaan (planning) dan pengawasan (controling)
kebijakan publik.
Bentuk dan wujud dari pendekatan yang bersifat managerial ini diantaranya
dapat dilihat pada perencanaan jaringan kerja dan pengawasan (network planning
and controling) atau sering kali diistilahkan dengan NPC. Pendekatan ini
menggambarkan suatu kerangka kerja di mana proyek dapat direncanakan dan
proses implementasinya dapat diawasi dengan cara mengidentifikasi berbagai
tugas yang harus diselesaikan, urutan logis pelaksanaannya di mana tugas itu
harus diselesaikan.
4. Pendekatan Keperilakuan (Behavioral Approach)
Berkenaan dengan pendekatan struktural seperti dijelaskan sebelumnya
adalah memiliki berbagai kelemahan dan kekurangan baik dalam proses maupun
pada paradigma dan metodenya. Perilaku manusia beserta berbagai sikapnya yang
ada harus pula dipengaruhi kalau kebijakan itu ingin dapat diimplementasikan
dengan baik. Pendekatan ini diawali dengan suatu kesadaran bahwa sering kali
penolakan terhadap proses perubahan yang sedang dan akan terjadi. Dalam
kenyataannya berbagai alternatif kebijakan yang tersedia jarang sekali yang
sederhana seperti menerima dan menolak dan pada prinsipnya terbentang
Page 45
28
STIK Bina Husada Palembang
spektrum kemungkinan reaksi sikap yang ada, mulai dari penerimaan akti hingga
penerimaan pasif, acuh tak acuh, dan penolakan dalam bentuk pasif hingga
kepenolakan dalam bentuk aktif. Penerapan analisis keperilakuan (behavioral
analysis) pada berbagai masalah manajemen yang paling terkenal adalah yang
seringkali disebut oleh para penganut aliran organisasi sebagai “organizational
development”, pengembangan organisasi juga merupakan salah satu bentuk
konsultasi manajemen dimana seorang konsultan bertindak selaku agen perubahan
untuk mempengaruhi seluruh budaya organisasi yang ada termasuk pada dimensi
sikap dan perilaku dari pegawai yang menduduki posisi kunci.
2.6 Evaluasi / Dampak Implementasi Kebijakan
Dampak kebijakan merupakan salah satu dari lingkup studi analisis
kebijakan dan telaah mengenai dampak atau evaluasi kebijakan yaitu
dimaksudkan untuk mengkaji akibat–akibat suatu kebijakan, atau dengan kata lain
untuk mencari jawaban apa yang terjadi sebagai akibat dari implementasi
kebijakan membahas “hubungan antara cara–cara yang digunakan dan hasil yang
dicapai” Dampak kebijakan disini adalah seluruh dampak pada kondisi dunia
nyata (the impact of a policy is all its on real-world conditions). Konsep evaluasi
dampak yang mempunyai makna yang hampir sama dengan konsep kebijakan
diatas, yaitu didefinisikan oleh Thomas R.Dye (1981), sebagai, policy evaluation
is learning about the concequences of publik policy. Dalam definisi yang lebih
kompleks dinyatakan bahwa policy evaluation is the assessment of the overall
effectiveness of two or more programs in meeting common.
Islamy, (1994) mengatakan Evaluasi kebijakan dengan demikian merupakan
kegiatan untuk menunjukan signifikasi dari sebuah proyek atau program terhadap
akibat–akibat atau dampak kebijakan dari berbagai program. Dalam dampak
kebijakan dibedakan antara policy impact/outcomes dan policy output. Policy
impact / policy outcomes adalah akibat–akibat impact / outcomes dan policy
output. Policy impact/policy outcomes adalah akibat–akibat dan konsekuensi–
konsekuensi yang ditimbulkan dengan dilaksanakan suatu kebijakan. Sedangkan
yang imaksud dengan policy output adalah apa–apa yang telah dihasilkan dengan
adanya program proses perumusan kebijakan (Abdal, 2015)
Page 46
29
STIK Bina Husada Palembang
Dari pengertian ini maka dampak mangacu pada adanya perubahan yang
diakibatkan oleh suatu implementasi kebijakan. Setiap kebijakan yang telah dibuat
dan dilaksanakan, menurut Islamy (1994) akan membawa dampak tertentu
terhadap kelompok sasaran, baik yang positif (intended) maupun yang negatif
(unintended). Ini berarti bahwa konsep dampak menekankan pada apa yang terjadi
secara aktual pada kelompok yang ditargetkan dalam kebijakan, maka dapat
dijadikan alat salah satu tolok ukur keberhasilan implementasi kebijakan dan juga
dapat dijadikan sebagai masukan dalam proses perumusan kebijakan yang akan
meningkatkan kualitas kebijakan tersebut. Sejalan dengan pendapat Mazmanian
dan Sabatier (1987) mengatakan bahwa mengkaji masalah implementasi
kebijakan berarti berusaha memahami apa yang terjadi sebuah program
dinyatakan diberlakukan atau dirumuskan, yakni peristiwa–peristiwa dan
kegiatan–kegiatan yang terjadi setelah proses pengesahan kebijakan, baik yang
menyangkut usaha mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan dampak
nyata pada masyarakat atau pada kejadian–kejadian tertentu. (Abdal, 2015)
2.7 Stunting Pada Anak Balita
Status gizi merupakan salah satu unsur penting dalam membentuk status
kesehatan. Status gizi (nutritional status) adalah sebuah keadaan yang diakibatkan
oleh keseimbangan antara asupan zat gizi dari makanan dan kebutuhan zat gizi
(Harjatmo, 2017). Status gizi anak adalah suatu kesehatan anak yang ditentukan
oleh derajat fisiknya diukur secara antropometri dan dikategorikan berdasarkan
standar baku WHO dengan indeks BB/U, TB/U dan BB/TB (Suharjo, 2002).
Status gizi pada anak balita merupakan indikator keadaan gizi pada
masyarakat secara keseluruhan.Masalah gizi anak balita yang masih umum
ditemui di Indonesia adalah kurang gizi yang sifatnya kronis yang dapat dilihat
dari indikator tinggi badan menurut umur (pendek atau Stunting). Faktor yang
mempengaruhi secara langsung adalah asupan makanan dan infeksi. Pengaruh
tidak langsung dari status gizi ada empat faktor yaitu pertanian, ekonomi, sosial
budaya dan lingkungan (Februhartanty et.al, 2011).
Stunting didefinisikan sebagai indek tinggi badan menurut umur (TB/U)
kurang dari minus dua standar deviasi (-2 SD) atau dibawah rata-rata standar yang
Page 47
30
STIK Bina Husada Palembang
ada (ACC/SCN, 2000). Pendek dan sangat pendek adalah status gizi yang
didasarkan pada indeks panjang badan menurut umur (PB/U) atau tinggi badan
menurut umur (TB/U) yang merupakan istilah lain untuk Stunting. Kependekan
mengacu kepada anak yang memiliki indeks TB/U rendah, pendek (Stunting)
dapat mencerminkan baik variasi normal dalam pertumbuhan atau defisit dalam
pertumbuhan. Penelitian menunjukan bahwa Stunting berawal dari penurunan
frekuensi waktu pertumbuhan, amplitude pertumbuhan ketika sebuah peristiwa
terjadi, ataupun gabungan keduanya (ACC/SCN, 1997).
2.7.1 Pertumbuhan Balita
Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran dan jumlah sel serta jaringan
interaseluler berarti bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh sebagian atau
keseluruhan, sehingga dapat diukurdengan satuan panjang dan berat (Kemenkes,
2010).
Stunting didiagnosa melalui pemeriksaan antropometrik. Stunting
menyebabkan keadaan gizi kurang sudah berjalan lama dan memerlukan waktu
bagi anak untuk berkembang pulih kembali.Sejumlah besar penelitian
memperlihatkan keterkaitan antara Stunting dengan berat badan kurang, sedang
atau berat. Perkembangan motorik dan mental yang buruk dalam usia kanak-
kanak dini serta prestasi kognitif dan prestasi sekolah buruk dalam usia kanak-
kanak lanjut (ACC/SCN, 2000).
2.7.2 Penilaian Status Gizi
Parameter antropometri merupakan dasar penilaian status gizi. Indeks
antropometri merupakan kombinasi dari parameter-parameter yang ada. Indeks
antropometri terdiri dari berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut
umur (TB/U) dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB).
Pengukuran status gizi anak berdasarkan antropometri adalah jenis
pengukuran paling sederhana dan praktis karena lebih mudah dilakukan, murah,
cepat, dan dapat dilakukan dalam jumlah sampel yang besar, serta hasil
pengukurannya lebih akurat. Antropometri merupakan pengukuran dimensi tubuh
dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat usia dan tingkat gizi yang dapat
Page 48
31
STIK Bina Husada Palembang
dilakukan terhadap berat badan, tinggi badan, dan lingkaran-lingkaran bagian
tubuh serta tebal lemak di bawah kulit (Supariasa, 2002). Sekedar pembakuan,
WHO menganjurkan penggunaan data dari NCHS sebagai acuan (Arisman, 2009).
Ukuran antropomoetri yang dipakai untuk balita pendek (Stunting)adalah :
a. Umur
Faktor usia sangat penting dalam penentuan status gizi. Kesalahan
penentuan usia akan menyebabkan interpretasi status gizi menjadi salah. Menurut
Puslibangkes (1980) dalam Supariasa (2002), batasan usia digunakan adalah tahun
usia penuh (Completed Year) dan untuk balita usia 0-2 tahun digunakan bulan usia
penuh (Completed Month).
b. Panjang Badan
Tinggi badan merupakan parameter yang penting untuk keadaan
sekarangmaupun keadaan lalu, apabila umur tidak diketahui dengan tepat.Tinggi
badan merupakan ukuran kedua yang terpenting, sebab dengan menghubungkan
dengan berat badan menurut tinggi badan, faktor umur dapat
ditiadakan.Pengukuran tinggi badan untuk balita yang sudah berdiri dengan
menggunakan alat ukur mikrotoa (mikrotoise) dengan ketelitian 0.1 cm
(Supariasa, 2002). Tinggi badan diukur dengan subjek berdiri tegak pada lantai
yang rata, tidak menggunakan alas kaki, kepala sejajar Frankfurt (mata melihat
lurus kedepan), kaki menyatu, lutut lurus, tumit, bokong dan bahu menyentuh
dinding yang lurus, tangan mengantung di sisi badan, subyek diinstruksikan untuk
menarik nafas kemudian bar pengukur diturunkan hingga menyentuh puncak
(vertex) dan angka yang paling mendekati skala milimeter dicatat (Gibson, 2005).
Untuk mengetahui balita Stunting atau tidak indeks yang digunakan adalah
indeks tinggi badan menurut umur (TB/U). Tinggi badan merupakan parameter
antropometri yang mengambarkan keadaan pertumbuhan tulang. Tinggi badan
menurut umur adalah ukuran dari pertumbuhan linier yang dicapai dapat
digunakan indeks status gizi atau kesehatan masa lampau. Menurut WHO (2015)
Rendahnya tinggi badan menurut umur didefinisikan sebagai “kependekan” dan
mencerminkan baik variasi normal atau proses patologi yang mempengaruhi
kegagalan untuk mencapai potensi pertumbuhan linier. Hasil proses yang terakhir
Page 49
32
STIK Bina Husada Palembang
ini disebut “Stunting” atau mendapatkan insufisiensi dari tinggi badan menurut
umur (Gibson, 2005)
2.8 Penelitian Sebelumnya
Dalam Judul Penelitian Implementasi Peraturan Bupati Cilacap Nomor 60
Tahun 2019 tentang Penurunan Stunting Pada Kinerja Bidan di Wilayah Cilacap
Kota, 2020. Di teliti oleh Uti Lestari dkk, dengan Jenis Penelitian Kualitatif dan
Variabel Penelitian snowball Sampling disimpulkan bahwa pelaksanaan peraturan
Bupati Cilacap No. 60 Tahun 2019 sudah efektif. Sedangkan faktor yang dominan
mempengaruhi efektivitas pelaksanaan peraturan tersebut adalah faktor
komunikasi, faktor sosial dan faktor ekonomi.
Dari hasil penelitian Hernawati, dkk tentang Analisis Implementasi Kebijakan
Program Penanggulangan Stunting Terintegrasi di Kabupaten Lombok Utara,
2020. Disimpulkan bahwa Program penanggulangan Stunting terintegrasi belum
sepenuhnya bisa berjalan dengan maksimal karena banyaknya kendala teknis yang
terjadi pada saat pelaksanaan program kegiatan dimasing-masing OPD di
lapangan. Lemahnya koordinasi dari masing-masing OPD merupakan hal yang
paling sering terjadi karena lemahnya sumber daya manusia dimana setiap OPD
kekurangan tenaga pelaksana program, penempatan yang tidak sesuai dengan
basic keilmuannya, kemudian tingginya rutinitas program prioritas lainnya yang
harus dilaksanakan sehingga berdampak pada tidak maksimalnya tenaga yang ada
dalam mengemban tugas fungsinya dalam melaksanakan rutinitas program yang
sangat padat, tidak adanya tenaga ahli dalam membantu mengcover program yang
ada. Kesimpulan didapatkan melalui Jenis Penelitian Kualitatif dan Variabel
Penelitan Metode Fenomenologi.
Dalam Judul Penelitian Tantangan Implementasi Konvergensi Pada Program
Pencegahan Stunting di Kabupaten Prioritas, 2020. Di teliti oleh Yurista
Permanasari dkk, dengan Jenis Penelitian Kualitatif dan Variabel Penelitian The
Health Policy Triangle disimpulkan Tantangan dalam implementasi konveregensi
adalah masih adanya ego sektoral pada masing-masing OPD karena masih belum
optimalnya sosialisasi sehingga banyak yang belum memahami secara
menyeluruh mengenai program pencegahan Stunting.
Page 50
33
STIK Bina Husada Palembang
Dari hasil penelitian Denas Symond, dkk tentang Peningkatan Penerapan
Intervensi Gizi Terintegrasi Untuk Anak Stunting di Kabupaten Pasaman Barat
2020. Disimpulkan Pendamping pencegahan Stunting menghasilkan usulan
intervensi kepada OPD terkait intervensi gizi. Pencegahan Stunting lebih kepada
pemberdayaan masyaraka, adapun usulan yaitu : Tersusunnya rencana aksi
pencegahan Stunting di Desa dan Daerah. Kesimpulan didapatkan melalui Jenis
Penelitian Kuantitatif dan Variabel Penelitian Metode Pemberian Asi Ekslusif,
Kunjungan Posyandu Rutin 3 Bulan Terakhir, Ibu Balita Mengikuti Bina
Keluarga Balita (BKB)
Dalam Judul Penelitian Hulu-Hilir Penanggulangan Stunting di Indonesia
2019. Di teliti oleh Rini Archa Saputri, dkk, dengan Jenis Penelitian Kualitatif dan
Variabel Penelitian Analisis Deskriptif disimpulkan Persoalan Stunting adalag isu
yang sangat menDesak untuk segera ditangani secara serius karena menyangkut
kualitas sumber daya manusia Indonesia di masa depan dan sangat mempengaruhi
eksistensi negara. Strategi utama yang perlu dilakukan adalah dengan
mengkampanyekan isu Stunting.
2.9 Kerangka Teori
Kerangka teori yang digunakan dalam penelitian mengacu Teori Evaluasi
yang dikembangkan oleh Notoatmojo (2011) yang menjelaskan tentang evaluasi
program kesehatan yang terdiri dari elemen input, proses dan output:
Gambar 2.3
Kerangka teori (Notoadmodjo, 2011)
Input Proses Output Dampak
Umpan
Balik
Page 51
34 STIK Bina Husada Palembang
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode
kualitatif dengan desain studi fenomenologi. Motode tersebut digunakan untuk
mendapatkan informasi mendalam mengenai implementasi program gizi terhadap
angka stunting pada masa pandemi Covid 19 di Kabupaten Lahat. pendekatan
pada penelitian ini dilakukan kepada Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat,
Kepala Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi, Petugas Gizi Puskesmas, Kader
Posyandu dan Ibu Balita Stunting guna mendapatkan informasi Implementasi,
Komunikasi, Sikap, Sumberdaya Manusia, Birokrasi, dukungan dan hambatan
dalam pelaksanaan Implementasi Program Gizi Terhadap Angka Stunting.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian ini akan dilaksankan di Dinas Kesehatan Kabupaten
Lahat. Waktu Penelitian akan dilaksanakan bulan Mei – Juni 2021.
3.3 Sumber Informasi
Informan dalam penelitian ini adalah Kepada Bidang Kesehatan
Masyarakat, Kepala Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi, Petugas Gizi
Puskesmas, Kader Posyandu, Orang tua Balita Pengambilan sampel penelitian
dilakukan secara purposive sampling dengan pertimbangan bahwa subjek adalah
sekelompok orang yang memiliki informasi yang dibutuhkan, juga merupakan
sekelompok orang yang paling tahu tentang apa yang diinginkan peneliti
Tabel 3.1
Daftar Informan dan Cara Pengumpulan Data
No Sumber Informan Metode Jumlah
Informan Wawancara Dokumen
1 Kepala Bidang Kesehatan
Masyarakat 1 1 1
2 Kasi Kesga dan Gizi 1 1 1
3 Petugas Gizi Puskesmas 2 1 2
4 Kader 2 - 2
5 Orang tua balita 2 - 2
Total Informan 8
Page 52
35
STIK Bina Husada Palembang
3.4 Jenis Informasi dan Keabsahan Informasi
3.1.1 Informasi yang didapat adalah informasi primer, karena peneliti langsung
memperoleh dari sumber informan.
3.1.2 Data sekunder diperoleh peneliti dari berbagai literatur yang bersumber
dari buku pedoman, referensi jurnal, dan penelusuran dokumen. Untuk
mengambil data sekunder menggunakan surat pengantar dari Program
Studi Kesehatan Masyarakat Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bina Husada
Palembang.
3.1.3 Untuk menjamin keabsahan informasi dalam penelitian ini dilakukan
triagulasi sumber triagulasi metode dan data antara lain:
a. Triagulasi sumber yaitu dengan cara melakukan pengecekan ulang
antara informan satu dengan lain, selain itu juga dilakukan pengecekan
dokumentasi atas kebenaran jawaban informan melalui wawancara
mendalam
b. Triagulasi metode dengan membandingkan informasi yang diperoleh
dari hasil wawancara mendalam dengan observasi partisipatif
c. Triagulasi data yaitu pengumpulan data yang diperoleh yang bersifat
menggabungkan dari tekhnik pengumpulan data yang telah ada.
3.5 Metode Pengumpulan Informasi
Informasi dikumpulkan dengan menggunakan metode wawancara
mendalam, telaah dokumen dan observasi. Dalam pengumpulan informasi
penelitian ini dilakukan secara bertahap yaitu melakukan wawancara mendalam
kepada informan, selanjutnya peneliti melakukan telaah dokumen dan observasi
partisipasif dimana peneliti dapat melihat secara langsung kegiatan-kegiatan yang
berkaitan dengan penelitian.
Page 53
36
STIK Bina Husada Palembang
3.6 Alat Pengumpul Data dan Analisis Informasi
3.6.1 Alat Pengumpul Data
Alat yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini antara lain :
1. Pedoman wawancara yang terdiri dari daftar pertanyaan yang berkaitan
dengan evaluasi komponen masukan (input)
2. Lembar observasi atau lembar check list
3. Alat tulis kantor (ATK) untuk mencatat hasil wawancara, alat perekam dan
kamera untuk dokumentasi.
3.6.2 Analisis Informasi
Informasi yang diperoleh dengan mencatat, observasi dan direkam dengan
menggunakan handphone, kemudian segera diproses dengan membuat matrik,
setelah itu dikelompokan sesuai dengan pertanyaan dan tujuan penelitian.
Informasi dianalisis secara interprestasi manual dan kemudian disimpulkan.
3.7 Kerangka Pikir
Berdasarkan pendekatan pustaka pada bab sebelumnya, maka kerangka pikir
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
Keterangan :
: Di teliti
: Tidak diteliti
Gambar. 3.1 Kerangka Pikir
Dampak
Angka
kejadian
stunting
Masukan Proses Keluaran
Umpan Balik
Perencanaan
Analisis situasi
Tujuan pogran
Renja
Implementasi
1. Implementasi
2. Komunikasi, Sikap,
Sumberdaya Manusia,
Birokrasi,
3. Menganalisis
dukungan dan
hambatan dalam
pelaksanaan
Implementasi
Program Gizi
Tercapai
nya SPM
Program
Gizi
Page 54
37
STIK Bina Husada Palembang
3.8 Definisi Istilah
Definisi Istilah dalam penelitian “Implementasi Program Gizi Terhadap
Angka Stunting Pada Masa Pandemi Covid 19 di Kabupaten Lahat” adalah
sebagai berikut :
Variabel Definisi Cara ukur Alat ukur Indikator
Stunting keadaan dimana
tinggi badan
berdasarkan
umur rendah,
atau keadaan
dimana tubuh
anak lebih
pendek
dibandingkan
dengan anak-
anak lain
seusianya
(ACC/SCN,
2000).
Wawancara
Telaah
Dokumen
Pedomanan
Wawancara,
lembar
ceklist
Angka kejadian
Stunting
Kebijakan Definisi
kebijakan adalah
suatu upaya atau
tindakan untuk
mempengaruhi
sistem pencapaian
tujuan yang
diinginkan, upaya
dan tindakan
dimaksud bersifat
strategis yaitu
berjangka
panjang dan
menyeluruh.
(Taufiqurokhman,
2014)
Wawancara
Telaah
Dokumen
Pedomanan
Wawancara,
lembar
ceklist
- Kebijakan,
- Faktor
Komunikasi
- Sumber Daya
Manusia,
- Faktor
kencedrunga/disp
osisi
- Faktor Birokrasi
Dampak
kebijakan
salah satu dari
lingkup studi
analisis
kebijakan dan
telaah mengenai
dampak atau
evaluasi
kebijakan yaitu
dimaksudkan
untuk mengkaji
akibat–akibat
- Impelemtasi
Pananggulangan
Stunting
dilapangan,
- ketersediaan
dana,
- saranan dan
prasarana,
- komitmen lintas
sektor,
- faktor
Page 55
38
STIK Bina Husada Palembang
suatu kebijakan,
atau dengan kata
lain untuk
mencari jawaban
apa yang terjadi
sebagai akibat
dari
implementasi
kebijakan
membahas
“hubungan
antara cara–cara
yang digunakan
dan hasil yang
dicapai” Dampak
kebijakan disini
adalah seluruh
dampak pada
kondisi dunia
nyata (the impact
of a policy is all
its on real-world
conditions).
pendukung dan
penghambat
- Manfaat program
penanggulangan
Stunting di Desa,
- harapan kader
posyandu dengan
kebijakan
penanggulangan
Stunting
- Manfaat bagi ibu
tentang
kebijakan
pemerintah dalam
penanggulangan
masalah Stunting
Page 56
39 STIK Bina Husada Palembang
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
4.1.1 Letak
Dinas Kesehatan Kabupaten Lahat beralamat di Jalan Bhayangkara I
Bandar Jaya, telepon 0731-326018, Faximili 0731-326019. Secara umum
Kabupaten Lahat merupakan salah satu Kabupaten yang ada di Propinsi Sumatera
Selatan yang berbatasan dengan :
Sebelah Barat : berbatasan dengan Kabupaten Empat Lawang
Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kota Pagar Alam dan
Kabupaten Bengkulu Selatan Propinsi Bengkulu
Sebelah Timur : berbatasan dengan Kabupaten Muara Enim
Sebelah Utara : berbatasan dengan Kabupaten Muara Enim dan
Kabupaten Empat Lawang
Berdasarkan data profil Dinas Kesehatan Kabupaten Lahat tahun 2021,
jumlah penduduk Kabupaten Lahat pada tahun 2021 berjumlah 432.425 jiwa
dengan rincian 221.043 jiwa penduduk berjenis kelamin laki laki dan 211.382
jiwa penduduk dengan jenis kelamin wanita. Rincian jumlah penduduk menurut
jenis kelamin di Kabupaten Lahat dapat dilihat di tabel 4.1 sebagai berikut :
Page 57
40
STIK Bina Husada Palembang
Tabel 4.1
Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin
per Kecamatan di Kabupaten Lahat tahun 2021
No Kecamatan
Jumlah Penduduk
Laki-Laki Perempuan
Jumlah
1 Tj.Sakti Pumi 8.670 8.215 16.885
2 Tj.Sakti Pumu 7.510 6.978 14.488
3 Kota Agung 7.235 6.641 13.876
4 Mulak Ulu 6.468 6.217 12.685
5 Tj.Tebat 4.523 4.181 8.553
6 Pulau Pinang 5.103 4.926 10.029
7 Pagar Gunung 6.730 6.335 13.065
8 Gumay Ulu 2.968 2.654 5.622
9 Jarai 10.720 10.232 20.952
10 Pajar Bulan 6.756 6.203 12.959
11 Ma.Payang 4.652 4.217 8.869
12 Kikim Barat 9.049 8.676 17.725
13 Kikim Timur 16.377 15.600 31.977
14 Kikim Selatan 8.988 8.583 17.571
15 Kikim Tengah 5.108 4.978 10.086
16 Lahat 54.744 53.927 108.671
17 Gumay Talang 6.637 6.235 12.872
18 Pseksu 4.789 4.471 9.260
19 Merapi Barat 13.409 12.869 26.268
20 Merapi Timur 12.600 12.086 24.686
21 Merapi selatan 4.372 4.181 8.553
22 Suka Merindu 4.052 3.840 7.892
23 Mulak Sebingkai 3.063 2.794 5.857
24 Lahat Selatan 6.520 6.196 12.716
JUMLAH 221.043 211.382 432.425
Sumber : Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Lahat tahun 2021
Page 58
41
STIK Bina Husada Palembang
4.1.2 Wilayah Kerja
Dinas Kesehatan Kabupaten Lahat merupakan satuan kerja perangkat
daerah dibidang kesehatan yang meliputi 33 Puskesmas yang tersebar di 24
kecamatan, 378 Desa/kelurahan dan 209 poskesdes, hal ini dapat dilihat pada
tabel 4.2 berikut:
Tabel. 4.2
Jumlah Kecamatan, Desa/Kelurahan, Polindes/Poskesdes per
Puskesmas di Kabupaten Lahat Tahun 2021
NO KECAMATAN NAMA
PUSKESMAS
JML
DESA/KEL
JML
POSKESDES
1 Tj. Sakti Pumu Sp.III Pumu 14 9
2 Tj. Sakti Pumi Tanjung Sakti 18 7
3 Kota Agung Kota Agung 22 7
4
5
Mulak Ulu
Mulak
Sebingkai
Muara Tiga 26 17
6 Tanjung Tebat Tanjung Tebat 14 10
7 Pulau Pinang Pulau Pinang 14 11
8 Pg.Gunung Pagar Gunung 20 12
9 Jarai Jarai 21 7
10 Pj.Bulan Pajar Bulan 20 7
11 Kikim Tengah Tanjung Aur 9 7
12 Kikim Timur
Bungamas 22 14
Bumi Lampung 6 5
Palembaja 4 2
13 Kikim Selatan Pagar Jati 6 4
Nanjungan 12 8
14
Kikim Barat Saung Naga 12 -
Wana Raya 7 3
15
16
Lahat
Lahat Selatan
Bandar Jaya 9 2
Pagar Agung 6 -
Senabing 5 2
Page 59
42
STIK Bina Husada Palembang
Perumnas 10 2
Selawi 7 3
Santun Usila 1 -
17 Gumai Talang Sukarami 15 14
18 Pseksu Pseksu 11 9
19 Merapi Barat Merapi II 17 17
20 Merapi Timur
Merapi I 6 3
GGB 3 3
Muara Lawai 5 1
21 Merapi Selatan Perangai 9 4
22 Gumay Ulu Tinggi Hari 10 7
23 Muara Payang Muara Payang 7 7
24 Sukamerindu Sukamerindu 10 5
Jumlah 378 209
Sumber : Profil Dinkes Kab.Lahat tahun 2021
4.1.3 Struktur Organisasi
Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Lahat Nomor 45 Tahun 2016
tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Kabupaten Lahat, struktur
organisasi Dinas Kesehatan Kabupaten Lahat sebagai berikut (lihat lampiran VII)
a. Kepala Dinas Kesehatan
b. Sekretaris Dinas Kesehatan
1) Sub Bagian Program Informasi dan Evaluasi
2) Sub Bagian Keuangan dan Pengelolaan Asset
3) Sub Bagian Hukum, Kepegawaian, Umum dan Humas
c. Bidang Sumber Daya Kesehatan
1) Seksi Kefarmasian
2) Seksi Alat Kesehatan dan PKRT
3) Seksi Sumber Daya Manusia Kesehatan
d. Bidang Pelayanan Kesehatan
1) Seksi Pelayanan Kesehatan Primer dan Tradisional
2) Seksi Pelayanan Kesehatan Rujukan dan Jaminan Kesehatan
Page 60
43
STIK Bina Husada Palembang
3) Seksi Fasyankes dan Akreditasi
e. Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
1) Seksi Survailans dan Imunisasi
2) Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
3) Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular, Kesehatan
Jiwa dan NAPZA
f. Bidang Kesehatan Masyarakat
1) Seksi Kesehatan keluarga dan Gizi
2) Seksi Promosi dan Pemberdayaan Masyarakat
3) Seksi Kesehatan Lingkungan, Kesehatan kerja dan Olahraga
g. Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Laboratorium Kesehatan
1) Kepala UPTD Laboratorium Kesehatan
2) Sub Bagian tata Usaha
h. Unit Pelaksana Teknis Dinas Puskesmas
1) Kepala UPTD Puskesmas
2) Sub Bagian tata Usaha
4.1.4 Tugas Pokok dan Fungsi Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi
Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi dipimpin oleh seorang Kepala Seksi
yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Bidang Kesehatan
Masyarakat yang mempunyai tugas, antara lain :
1. Menyiapkan perumusan dan pelaksanaan kebijakan operasional, bimbingan
teknis dan supervisi serta pemantauan, evaluasi dan pelaporan di bidang
kesehatan keluarga dan gizi masyarakat;
2. Menyusun rencana program kerja dan kegiatan serta anggaran Seksi Kesehatan
Keluarga dan Gizi;
3. Menyiapkan perumusan kebijakan di bidang kesehatan maternal dan neonatal,
balita dan anak prasekolah, usia sekolah dan remaja, usaha kesehatan sekolah,
usia reproduksi dan keluarga berencana, lanjut usia serta perlindungan
kesehatan keluarga dan gizi masyarakat;
4. Melaksanakan kebijakan di bidang kesehatan maternal dan neonatal, balita dan
anak prasekolah, usia sekolah dan remaja, usaha kesehatan sekolah, usia
Page 61
44
STIK Bina Husada Palembang
reproduksii dan keluarga berencana, lanjut usia serta perlindungan kesehatan
keluarga dan gizi masyarakat;
5. Menyusun norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang kesehatan maternal
dan neonatal, balita dan anak prasekolah, usia sekolah dan remaja, usaha
kesehatan sekolah, usia reproduksi dan keluarga berencana, lanjut usia serta
perlindungan kesehatan keluarga dan gizi masyarakat.
6. Memberikan bimbingan teknis dan supervisi di bidang kesehatan maternal dan
neonatal, balita dan anak prasekolah, usia sekolah dan remaja, usaha kesehatan
sekolah, usia reproduksi dan keluarga berencana, lanjut usia serta perlindungan
kesehatan keluarga dan gizi masyarakat
7. Memantau, mengevaluasi, dan melaporkan di bidang kesehatan maternal dan
neonatal, balita dan anak prasekolah, usia sekolah dan remaja, unit kesehatan
sekolah, usia reproduksi dan keluarga berencana, lanjut usia serta perlindungan
kesehatan keluarga dan gizi masyarakat dan,
8. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh atasan sesuai dengan bidang
tugasnya.
4.1.5 Sumber Daya
Aspek kesehatan sangat berpengaruh terhadap kualitas sumber daya
manusia sebagai pelaku pembangunan. Sumber daya manusia adalah aset penting
organisasi dan motor penggerak proses manajemen. Manusia yang sehat baik
mental maupun fisik akan menghasilkan produktivitas kerja yang tinggi yang pada
akhirnya akan berpengaruh terhadap taraf kesejahteraan.
4.1.6 Angka Status Gizi Masyarakat
Kondisi status gizi seseorang menentukan status kesehatannya, karena
status gizi merupakan keadaan dari struktur tubuh dan metabolisme yang
dipengaruhi oleh zat gizi dalam makanan yang dikonsumsi. Salah satu indikator
gizi masyarakat dapat dilihat dari status gizi penduduk usia dibawah lima tahun
(balita) karena mereka tergolong rawan gizi. Disebut begitu karena konsumsi
makanan balita sangat tergantung kepada orang dewasa di sekitarnya, dan mereka
sangat rentan terhadap penyakit. Pada hasil laporan tahunan 2020, program Kesga
dan Gizi Dinas Kesehatan Kabupaten Lahat, balita gizi buruk yang mendapatkan
Page 62
45
STIK Bina Husada Palembang
perawatan sebanyak 50 balita, balita gizi kurang 623 balita, balita sangat pendek
403 balita, balita pendek 1165 balita, sangat kurang 163 balita, kurus 789 balita,
ibu hamil kurang energi kronik (KEK) 323 orang, balita BGM 1517 balita,
kunjungan balita ke posyandu (D/S) sebesar 81%, ibu nifas yang mendapatkan
Kapsul Vitamin A 88,6%, cakupan vitamin A biru sebesar 90,2%, kapsul vitamin
A 92,%, dan cakupan Asi Ekslusif sebesar 68,4%.
4.2 Karasteristik Informan
Dalam penelitian ini, informan yang mengikuti wawancara mendalam
berjumlah 8 orang yang dianggap dapat memberikan informasi yang cukup dan
akurat, terdiri dari 1 orang Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat, 1 orang Kasi
Kesehatan Keluarga dan Gizi, 2 Orang Petugas Gizi Puskesmas, 2 Orang Kader
Posyandu, dan 2 orang ibu balita. Rincian karasteristik 8 informan dapat dilihat
pada tabel berikut :
Tabel 4.3
Karasteristik Informan Wawancara Mendalam Dengan Tenaga
Kesehatan Yang membidangi masalah Implementasi Program Gizi
Terhadap Angka Stunting
No Inisial Umur Jenis
Kelamin Pendidikan Pekerjaan
1. KI 1 49 Perempuan Strata 2 Kabid Kesmas
2. KI 2 57 Perempuan Strata 1 Kasi Kesga dan gizi
3. KI 3 48 Perempuan D. III TPG Puskesmas
4. KI 4 42 Perempuan D. III TPG Puskesmas
Sumber : Key Informan
Tabel 4.4
Karasteristik Informan Wawancara Mendalam Dengan Kader dan Ibu
BalitaTerhadap Implementasi Program Gizi Terhadap Angka Stunting
No Inisial Umur Jenis
Kelamin Pendidikan Pekerjaan
1. I 1 22 Perempuan SMU Kader Posyandu
2. I 2 37 Perempuan SMU Kader Posyandu
3. I 3 34 Perempuan SD Ibu Balita
4. I 4 42 Perempuan SD Ibu Balita
Sumber :Informan
Page 63
46
STIK Bina Husada Palembang
Dari hasil wawancara mendalam tentang karasteristik informan diperoleh
data gambaran umur, jenis kelamin, pendidikan dan pekerjaan. Berdasarkan
gambaran umum, umur informan yaitu berkisar antara usia 22 – 52 tahun, dimana
berdasarkan Pratiwi (2008) menyatakan bahwa seseorang dengan usia diatas 20
merupakan usia yang matang dalam menelaah dan memberikan informasi atau
menceritakan fenomena yang terjadi saat ini.
Gambaran umum pendidikan terakhir informan kunci memiliki pendidikan
sarjana/perguruan tinggi, memiliki pengalaman dan kemampuan dalam
menjalankan tugas sehari-hari sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya masing-
masing sedangkan untuk kader dan ibu balita yang memiliki balita Stunting
berpendidikan terakhir SD hingga SMU, dapat menimbulkan perbedaan di dalam
pemahaman implementasi program gizi.
Gambaran pekerjaan informan, yakni Kepala Bidang Kesehatan
Masyarakat, Kasi Seksi Kesga dan Gizi, serta Petugas Gizi Puskesmas yang
merupakan Aparatur Sipil Negara (ASN) sedangkan Kader Posyandu bekerja
sebagai ibu rumah tangga dan membantu suami dalam mengelola lahan pentanian.
4.3 Hasil Penelitian
4.3.1 Kebijakan Tentang Penanggulangan Stunting
Berdasarkan wawancara mendalam yang telah dilakukan dengan para
informan, menyatakan bahwa kebijakan tentang penanggulangan Stunting di
Kabupaten Lahat telah ada, seperti pada hasil wawancara mendalam dengan Ki1
sebagai berikut :
Ki 1 : Sudah ada, kebijakannya berupa peraturan Bupati yang
diterbitkan di tahun 2020 no 27 , terbentuknya kebijakan tersebut
karena Kabupaten Lahat menjadi lokus Stunting di Provinsi
SumSel sehingga dengan kejadian ini dipandang perlu untuk
menerbitkan kebijakan.
Dalam penyusunan kebijakan memiliki tahap-tahap dalam penyusunan
kebijakan sesuai dengan wawancara mendalam bersama Ki1 sebagai berikut :
Ki 1 : Pertama kali membuat draf peraturan bupati kemudian dinaikkan
ke bagian hukum pemda (Pemerintah Daerah) setelah diperiksa
Page 64
47
STIK Bina Husada Palembang
dan dikoreksi apakah isinya sudah sesuai atau belum, kemudian
dikembalikan lagi ke dinkes (Dinas Kesehatan) untuk diperbaiki
kemudian dinaikkan lagi ke bagian hukum seterusnya bagian
hukum yang prosesnya, terus terang drafnya kami adopsi dari
Kabupaten lain karena ingin cepat.
4.3.2 Faktor Komunikasi
Berdasarkan wawancara mendalam dengan informan menyatakan bahwa
Komunikasi tentang penanggulangan Stunting di Kabupaten Lahat sudah berjalan
namun belum maksimal seperti hasil wawancara mendalam dengan Key Informan
dan informan sebagai berikut :
KI.1 : Diterapkan setelah dibentuknya tim koordinasi Stunting,
disosialisasikan ketika rapat koordinasi pertama dengan
penanggung jawab Bappeda, (Badan Perencanaan Daerah)
bimbingan teknisnya dilaksanakan pada saat pelaksanaan 8 aksi
konvergensi (integrasi).
KI 2 : Komunikasi dengan petugas gizi pada saat pertemuan, dan melalui
telepon/pesan.
KI 3 : Kegiatan disampaikan melalui minlok (mini lokakarya), saat
penyuluhan, menelepon kader, posyandu sudah rutin masyarakat
sudah tahu
KI 4 : Kegiatan di Puskesmas langsung disampaikan dari bendahara ke
pengelola program, saat minlok (mini lokakarya).
I 1 : Kegiatan pusyandu sudah tahu jadwalnya, dan jika berhalangan,
kader posyandu diberi kabar
I 2 : Kalau ada kegiatan, akan ditelepon oleh pihak Puskesmas
I 3 : Ada pengumuman dari bapak kades (kepala Desa) jika ada
kegiatan, posyandu sudah ada jadwanyal
14 : Ada dari kader, posyandu setiap kamis
4.3.3 Faktor Sumber Daya
4.3.3.1 Staf
Sumber daya yang dibutuhkan di dalam penanggulangan Stunting
sebaiknya memiliki standar kompetensi sesuai dengan hasil wawancara mendalam
berikut :
Page 65
48
STIK Bina Husada Palembang
KI1 : SDM (sumber daya manusia) sesuai lampiran Surat Keputusan
Bupati yaitui Kepala Dinas, Bidang Kesehatan Masyarakat,
Bidang Sumber Daya Kesehatan, Bidang P2P (Pencegahan,
Pengendalain Penyakit) dan Bidang Pelayanan Kesehatan, dan
dari Puskesmas yang berlatar belakang gizi baru 14 Puskesmas.
KI3 : Kader posyandu aktif, pelatihan kader ada, perlu adanya
peningkatan kapasitas kader poyandu, untuk penyuluhan kami
dapat bantuan dari dana Desa.
K14 : Kader aktif, untuk penimbangan sudah cukup, untuk mengukur
tinggi badan dan berat badan masih harus dilatih
4.3.3.2 Informasi
Didalam pelaksanaan program gizi perlunya adanya informasi yang
diberikan kepada masyarakat dengan hasil wawancara mendalam bersama
informan, diantaranya :
KI1 : Informasi disampaikan pada saat rapat bulanan di Dinas
Kesehatan, sosialisasi, dalam bentuk media whatsapp dan email
KI 3 : Informasi disampaikan pada saat penyuluhan, lewat media
whatsapp, mini lokarya bulanan, tiga bulan dalam bentuk media
seperti baleho
KI4 : Informasi yang kami sampaikan ke masyarakat melalui kades
(kepala Desa) biasanye sebelum ada kegiatan kami menghubungi
kades (kepala Desa) dan kader posyandu, informasi kegiatan saat
minlok (mini lokakarya) lintas sektor, penyuluhan.
4.3.3.3 Kewenangan
Sistem perencanaan yaitu membuat usulan terlebih dahulu dalam bentuk
Rencana Kerja Anggaran (RKA) yang kemudian diusulkan melalui sub bagian
perencanan Dinas Kesehatan Kabupaten Lahat menurut pada hasil wawancara
mendalam berikut :
KI 2 : Perencanaan di program gizi berdasarkan analisis data yang
diperoleh dari laporan petugas gizi Puskesmas yang dilaporkan
setiap bulannya dan dari data tersebutlah sebagai dasar seksi
keluarga dan gizi untuk mengusulkan kegiatan ke subbag (sub
bagian) perencanaan dinkes (Dinas Kesehatan) Lahat.Namun pada
masa pandemi ini memang banyak sekali mengalami perubahan,
beberapa kali kegiatan di recofusing, sehingga ada pemangkasan
kegiatan terutama di program gizi. Sasarannya difokuskan di 1000
HPK, apalagi Kabupaten Lahat merupakan lokus Stunting.
Prosesnya dengan aplikasi SIPD. Outputnya harus kurang dari
Page 66
49
STIK Bina Husada Palembang
20% angka stunting dikatakan berhasil, yang menjadi hambatan
masih kurangnya anggaran, terkendala sinyal karena semua
laporan sekarang online.
KI 3 : Petugas gizi mengusulkan ke bendahara BOK (Bantuan
Operasional Kesehatan) untuk kegiatan gizi
KI 4 : Kami membuat RUK (Rencana Usulan Kegiatan)
Dalam melaksanakan kegiatan program gizi terhadap angka Stunting di
Kabupaten Lahat perlu dilaksanakan pergerakan dan pelaksanaan kegiatan
program gizi
KI 2 : Standar pelaksanaan sesuai dengan Peraturan Bupati No 27
Tahun 2020.dan pedoman pelaksanan penanggulangan Stunting
terintegrasi yang lebih dikenal dengan konvergensi Stunting.
Pelaksanaan kegiatan dengan biayanya sesuai dengan anggaran
yang telah diusulkan.
KI 3 : Setelah kami mengetahui Desa kami menjadi lokus Stunting, kami
mengulang data untuk memastikan data apakah benar valid, dan
memang benar di tahun 2019 ada 18 anak yang Stunting, setelah
itu kami mengadakan rembuk Stunting Desa, untuk menyampaikan
data yang sudah ada dan merencanakan bagaimana penurunan
Stunting di Desa Makartitama, sehingga ditahun 2020 turun angka
Stuntingnya, dan sekarang 2021 tinggal 6 balita Stunting sehingga
pertemuannya diadakan sebulan sekali.
KI 4 : RPK (Rencana Pelaksanaan Kegiatan) dilakasanekan atas intruksi
kapus (kepala Puskesmas), kegiatannya tidak banyaknya/terbatas
seperti pmt, pengumpulan data e- PPGBM (Elekronik Pencatatan
Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat) (Elektronik Pencatatan dan
Pelaporan Berbasis Masyarakat), sosilaisasi masih kurang sekali
untuk penangulangan stunting.
Selanjutnya setelah dilakukan pergerakan dan pelaksanaan perlunya
diadakan pengendalian pegawasan dan evaluasi berdasarkan hasil wawancara
mendalamberikut :
KI 2 : Menurunnya angka Stunting di Kabupaten Lahat dapat dilihat di
aplikasi e-PPGBM (Elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi
Berbasis Masyarakat).
KI 3 : Melalui hasil penimbangan posyandu, dientri di e-PPGBM
(Elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat)
ada juga dimasukan ke form penilaian gizi. Dikoreksi supaya bisa
di kroscek, disingkronkan dengan data pengukuran di lapangan.
Page 67
50
STIK Bina Husada Palembang
KI 4 : Dari e-PPGBM (Elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi
Berbasis Masyarakat), data kami dapatkan dari pengukuran di
posyandu, hasil entry dapat diliat dari capaian.
4.3.3.4 Sarana dan prasarana
Didalam implementasi pelaksanaan program gizi terhadap angka Stunting
di Kabupaten Lahat di perlukan sarana dan prasarana yang memadai. Hasil
wawancara mendalam diperoleh penyataan sebagai berikut :
KI 1 : Salah satu kendala yakni alat antropometri, tetapi tahun ini kita
menganggarkan untuk membeli antropometri tetapi jumlah masih
terbatas, belum seluruh Desa.
KI 3 : Untuk saranannya kita meminjam dengan Puskesmas, dari dana
Desa juga sudah diusulkan namun pengadaannya belom
terealisasi, tapi untuk transport kader sudah ada realisasinya,
untuk sarana yang lain pernah kerjasama dengan PANSIMAS
(Program penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis
Masyarakat) memberikan bantuan jamban dikhusukan rumah Ibu
hamil dan rumah yang ada balitanya. Untuk air bersih ada sumur
bor dari PANSIMAS (Program penyediaan Air Minum dan Sanitasi
Berbasis Masyarakat) pengadaan sudah mencukupi. Sumber daya
manusia untuk di Desa ada bidan Desa dan kader, untuk di
Puskesmas belum ada ahli gizi berlatar belakang pendidikan gizi
belum ada.
KI 4 : Untuk sarana alat atropometri sudah ada di Puskesmas, setiap
datang ke posyandu kami bawah, transport kader ada dari
Puskesmas
4.3.4 Faktor Disposisi
Dalam penanggulangan Stunting, diperlukan dukungan pengambil
kebijakan dan aparat pemerintahan, sehingga program gizi mengenai penurunan
angka Stunting dapat berjalan sesuai dengan rencana menurut hasil wawancara
mendalam berikut :
KI 1 : Setelah kepala daerah mengetahui Kabupaten Lahat menjadi lokus
dan bahkan Kabupaten Lahat memiliki presentasi kasus Stunting
tertinggi, Bupati sangat berkomitmen untuk penurunan stunting.
Ada komitmen yang diresmikan di acara Rembuk Stunting 2020
dan 2021
Page 68
51
STIK Bina Husada Palembang
KI 3 : Komitmen Kepala Puskesmas dan kepala Desa sangat mendukung
sekali, BKKBN (Badan Kependudukan Dan Keluarga Berencana
Nasional) juga mendukung berupa penyuluhan, Babinsa (Bintara
Pembina Desa) juga hadir memberikan motivasi, Kepala Puskes
dan TPG (Tenaga Pelayanan Gizi), PKK (Pemberdayaan
Kesejahteraan Keluarga) juga aktif dari kecamatan dan
pemerintah Desa juga aktif
KI 4 : Komitmen kapus (kepala Puskesmas) dan kades (kepala Desa),
lintas sektor sangat mendukung, untuk penyuluhan dari dinkes
(Dinas Kesehatan) dan tim, BKKBN (Badan Kependudukan Dan
Keluarga Berencana Nasional).
.
I1 : Manfaat yang saya dapat banyak sekali, Tetapi saya juga memiliki
saran yakni, pada saat posyandu datangnya lebih awal, pemberian
makanan tambahan diganti-ganti menunya supaya bervariasi,
sarana prasarananya supaya bisa direnovasi, untuk kesediaan alat
bermain diadakan meski sederhana.
I2 : Manfaat bagi warga di Desa banyak sekali, untuk kesehatan anak
balita, ada PMT (Pemberian Makanan Tambahan) untuk balita
gizi buruk dan stunting.
I3 : Anak saya perkembangannya lebih baik, terpantau terus keadaan
anak saya, anak saya dapat vitamin, susu, roti dan lain-lain. Saya
juga menjadi tahu penyebab anak saya Stunting karena waktu
hamil saya tidak suka minum susu, tablet tambah darah juga tidak
di minum, saya juga KEK (kurang energi kronik), kurang mau
makan, anak saya juga lahir BBLR (berat badan lahir rendah)
I4 : Kegiatan posyandu membantu dan dapat melihat perkembangan
anak balita, tinggi badan, berat badan anak kita. Saya baru tahu
dari Puskesmas bahwa anak saya Stunting.
4.3.5 Faktor Birokrasi
Birokrasi memiliki peran penting yang mana memuat tugas dan wewenang
dan segala ketentuan yang berkaitan dengan kegiatan penurunan stunting, seperti
pada pernyataan hasil wawancara mendalam berikut :
KI 1 : Koordinasi dan pengawasan sudah berjalan tetapi tetap harus
ditingkatkan, Menjalankan tugas sesuai tupoksi (tugas pokok dan
fungsi) dan menerapkan protokol kesehatan Ada uraian tugas dan
wewenang di lampiran SK (surat keputusan). SOP (standar
operasional prosedur) program gizi ada untuk penanganan covid
19
Page 69
52
STIK Bina Husada Palembang
KI 3 : SK (surat keputusan), tim di Puskesmas belum di buat khusus
penanganan stunting, SOP (standar operasional prosedur) ada
untuk program gizi, saat covid belum di buat SOP (standar
operasional prosedur), baru bersifat lisan sesuai dengan instruksi
dinas.
K14 : SK (surat keputusan), SOP (standar operasional prosedur) ada
untuk pengelola program gizi saat covid 19 belum di buat
4.3.6 Faktor Pendukung dan Penghambat
Faktor pedukung dan penghambat ini merupakan faktor penting didalam
pelaksanaan Implementasi penanggulangan stunting di Kabupaten Lahat dari hasil
wawancara mendalam hasil dengan informan :
K1 : Sangat mendukung kegiatan-kegiatan yang dilakukan di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan.
K2 : Puskesmas melakukan imunisasi, pemeriksaan ibu hamil,
terkadang memberikan penyuluhan
K1 : Dukungannya baik, beliau memberikan anggaran untuk PMT
(Pemberian Makanan Tambahan), untuk kadernya diberikan
transposrt.
K1 : Dukungannya ada diposyandu, saya selaku ketua merasa terbantu,
kegiatannya memberitahu sebelum kegiatan, pelaksanaan,
kunjungan rumah. Kegiatan ketika pelaksanaan yakni pendaftaran,
penimbangan, penyuluhan, ada juga dana sehat, jumantik, dan
tabulin. Dana sehat dikumpulkan dari masyarakat dan dikeluarkan
ketika sakit. dari PKK (Pemberdayaan kesejahteran dan Keluarga)
dan Desa juga datang ketika posyandu
K2 : Meningkatkan penanggulangan stunting dengan cara pemberian
makanan berupa satu kotak, telur, terkadang buah-buahan
K2 : Seringkali lancar, ada kala suatu saat tidak lancar misalnya dana
Desa belum cair kami belum dapat makanan tambahan, tidak
menjalankan meja 5, terkadang makanan dibelikan oleh ibu kades
(kepala desa). Tidak menjalankan meja 5, hanya melakukan
pendaftaran, penimbangan, pengisian KMS (Kartu Menuju Sehat),
imunisasi, penyuluhan, dan pengarahan saat refreshing kader
setahun sekali
K1 : Berkunjungnya tidak bisa berbarengan, kehadirannya juga baru
70%-80% dikarenakan jarak, karena di Desa ini posyandu stunting
Cuma 1 tempat, jadi ibu-ibu males, dan kadang karena waktnya
Page 70
53
STIK Bina Husada Palembang
siang jadi anak-anak banyak yang menangis, kondisi bangunanya
masih numpang, penjadwalannya juga dibagi waktu, untuk jam 9-
9.30 sekitar 10 sudah bergantian, itu yang sering terkendala
masalah waktu, sehingga persiapannya agak terlambat.
K2 : tidak menjadi hambatan, banyak ibu yang datang ke posyandu,
masa covid pun masih banyak juga yang datang.
Page 71
54 STIK Bina Husada Palembang
BAB V
PEMBAHASAN
5.1 Keterbatasan Penelitian
Peneliti menyadari banyaknya keterbatasan dan hambatan yang dialami
selama peneliti melakukan penelitian ini. Adapun keterbatasan yang dialami yakni
dikarenakan saat ini masa pandemi covid-19 sehingga peneliti tidak dapat secara
bebas melakukan wawancara dikarenakan harus tetap mengacu pada protokol
kesehatan sesuai dengan anjuran pemerintah sekarang sehingga informan
memiliki rasa takut untuk bertemu dengan peneliti. Selain itu, banyaknya variabel
yang seharusnya diteliti namun karena keterbatasan waktu, peneliti hanya
meneliti sebatas pada implementasi program gizi terhadap penanggulangan
Stunting di Kabupaten Lahat. Peneliti juga kesulitan mengatur waktu untuk
bertemu dengan key informan dikarena padatnya kegiatan key informan sehari-
hari, masih kurangnya pemahaman informan terhadap pertanyaan yang diajukan
peneliti dan terkadang dapat gangguan-ganguan yang berdampak pada proses
komunikasi yang tidak optimal sehingga memungkinkan informasi yang
disampaikan juga tidak terlalu mengeksplorasi apa yang mereka rasakan turut
menjadi hambatan dalam pelaksanaan kegiatan penelitian ini.
5.2 Karasteristik Informan
Informan dalam penelitian ini adalah informan yang bersedia menjadi
informan penelitian, berkompeten, bertanggung jawab serta dapat memberikan
informasi yang lengkap sesuai kebutuhan penelitian. Adapun informannya adalah
Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat, Kepala Seksi Keluarga dan Gizi, Petugas
Gizi Puskesmas, Kader Posyandu dan Ibu balita dengan usia, pendidikan,
pekerjaan dan karakteristik yang berbeda-beda. Para informan memiliki rentang
usia yang dianggap matang dan mampu memberikan informasi sesuai kebutuhan.
Page 72
55
STIK Bina Husada Palembang
Para informan juga memiliki jenjang pendidikan yang beragam, mulai dari
SD (Sekolah Dasar) hingga PT (Perguruan Tinggi) sehingga selama proses
penelitian banyak ditemukan perbedaan pemahaman implementasi penurunan
stunting sesuai dengan pernyataan Pratiwi (2018) yang menyatakan bahwa
jenjang pendidikan seseorang dapat mempengaruhi kemampuan seseorang dalam
menerima informasi dan pengetahuan. Pendidikan yang tinggi mampu
membentuk seseorang untuk berpikir lebih logis dan rasional, sehingga dapat
melakukan analisis lebih lanjut dan memecahkan suatu permasalahan (Pradono
dalam Pratiwi 2018) yang mana berkaitan dengan hasil wawancara mendalam
yang telah dilakukan dimana informan yang memiliki tingkat pendidikan tinggi
merupakan pihak-pihak yang berperan dalam membuat kebijakan dan berperan
aktif dalam pelaksanaan program-program yang dapat dilakukan dalam
implementasi program gizi terhadap penanggulangan Stunting di Kabupaten
Lahat.
5.3 Analisis Hasil Penelitian
Penelitian ini mendeskripsikan tentang implementasi program gizi
terhadap angka stunting pada masa pandemi covid-19 di Kabupaten Lahat dengan
menggunakan model implementasi kebijakan dari George C. Edwards III.
Sebelum menganalisis hasil penelitian, terlebih dahulu diuraikan tahap-tahap
penelitian kualitatif, pada tahap pertama peneliti telah mengumpulkan data
mentah melalui wawancara dan sumber literatur yang ada kemudian diubah dalam
bentuk transkrip, yaitu bentuk tulisan kemudian dibuat koding, setelah dikoding
dibuat kategori data, triagulasi data kemudian disimpulkan.
5.3.1 Implementasi Kebijakan
Penanggulangan Stunting dilakukan secara integrasi baik lintas Organisasi
Perangkat Daerah maupun organisasi profesi lainnya, maka dalam hal ini
diperlukan suatu keputusan yang mengatur tentang penanggulangan Stunting
secara integrasi. Berdasarkan wawancara mendalam dengan informan, diketahui
bahwa kebijakan tentang penanggulangan Stunting di Kabupaten Lahat telah
Page 73
56
STIK Bina Husada Palembang
tertuang di dalam Peraturan Bupati Lahat nomor 27 tahun 2020 tentang penurunan
balita pendek atau Stunting.
Penyusunan kebijakan dengan pendekatan dari atas (top to down policy)
yang dimaksudkan untuk mengubah perilaku lingkungan merupakan kebijakan
Pemerintah Daerah kemudian diturunkan kedalam kebijakan Kepala Desa. Aktor
dalam penyusunan kebijakan ini adalah Dinas Kesehatan yang isinya tentang Aksi
bersama dan terobosan untuk Percepatan Penurunan Stunting di Kabupaten Lahat
dilakukan melalui beberapa pilar yang meliputi: a). komitmen dan visi Bupati, b).
kampanye dengan fokus pada pemahaman, perubahan perilaku, komitmen politik
dan akuntabilitas c). konvergensi, koordinasi dan konsolidasi program nasional,
daerah dan masyrakat d). mendorong kebijakan nutrional food security e).
pemantauan dan evaluasi. Sasaran darai kebijakan ini adalah Lintas Organisasi
Perangkat Daerah (OPD), TP-PKK (Tim Penggerak Pemberdayaan Kesejateraan
dan Keluarga) Kabupaten, Kecamatan, Lurah/Desa dan organisasi serta
masyarakat itu sendiri . (Perbub Lahat).
Menurut informasi diperoleh dari key informan bahwa Kebijakan
Implementasi program gizi terhadap angka Stunting di Kabupaten Lahat belum
berjalan secara optimal dimana hanya beberapa Organisasi Perangkat Daerah
(OPD) yang fokus melakukan penanggulangan balita Stunting. Begitu pula halnya
penangulangan stunting di Desa masih banyak sekali hambatan dalam
menjalankan kebijakan.
Menurut Hadiat dalam Rosha (2016), untuk mencapai kegiatan percepatan
penurunan Stunting dibutuhkan dukungan lintas sektor. Penanggulangan masalah
Stunting secara sensitif sebesar 30% berada dilingkungan Dinas Kesehatan
sedangkan faktor spesifik 70% berada dilintas Organisasi Perangkat Daerah
(OPD) lainnya. Koordinasi antar lintas Organisasi Perangkat Daerah (OPD)
belum berjalan secara optimal dimana seharusnya dalam melaksanakan
implementasi kebijakan ini terdapat keterkaitan antar Organisasi Perangkat
Daerah (OPD) yang harus berjalan secara sinergi dan seimbang yang dapat
diwujudkan melalui kegiatan Aksi Konvergensi Percepatan Penurunan Stunting.
Kebijakan Penanggulangan Stunting merupakan kebijakan pemerintah
pusat dalam bidang kesehatan yang bekerjasama dengan Pemerintah Daerah dan
Page 74
57
STIK Bina Husada Palembang
dalam hal ini Bappeda Kabupaten Lahat berperan sebagai koordinator dan
perpanjangan tangan dari pemerintah sebagai instansi yang menggerakan
Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait dalam pelaksanaan implementasi
kebijakan penurunan Stunting. Implementasi penanggulangan stunting
dilaksanakan oleh lintas Organisasi Perangkat Daerah (OPD) hingga ke Desa
walaupun saat ini terjadinya pandemi covid 19 kebijakan penanggulangan stunting
harus tetap dijalankan untuk menekan agar tidak bertambahnya kasus stunting di
Kabupaten Lahat. Kebijakan program gizi yang dijalankan mengacu prosedur
protokol kesehatan pada saat pandemic covid-19 seperti mencuci tangan, memakai
masker, menjaga jarak, menghindari kerumunan, dan mengurangi mobilitas.
Hal ini sejalan dengan penelitian Nisa (2018) mengenai Berbagai
kebijakan dan regulasi telah dikeluarkan pemerintah dalam rangka
penanggulangan stunting. Salah satu kebijakan/regulasi tersebut ialah Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005–2025 Setiap Kementrian
terkait diharuskan mengalokasikan program dan kegiatannya di Desa lokus
stunting yang telah ditentukan. Pihak terkait, diantaranya Kementrian Koordinator
Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Kementrian Pertanian,
Kementrian PPN/Bappenas, dan TNP2K (Tim Nasional Percepatan
Penanggulangan Kemiskinan), Kementrian Kesehatan, dan BPKP (Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan).
Pemerintah pusat dan provinsi dapat memberikan bantuan kepada
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota agar mereka lebih leluasa dan meminimalisir
hambatan dalam melakukan upaya-upaya optimalisasi sesuai dengan potensi dan
kearifan lokal dalam dalam memperluas implementasi kebijakan tersebut.
Peningkatan peran dan alih tanggung jawab dalam implementasi kebijakan
tersebut akan sangat dipengaruhi oleh kondisi-kondisi internal dan eksternal
pemerintahan daerah, sehingga keberhasilan penurunan angka Stunting akan
sangat ditentukan oleh optimalisasi dan upaya-upaya strategis dan sinergis dari
Pemerintah Daerah terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan
Stunting yang didukung oleh dana yang memadai dari pemerintah, baik dari
pemerintah pusat maupun pemerintah provinsi. Hal ini tidak dapat berjalan seperti
apa yang diharapkan, dikarenakan faktor-faktor ekonomi, sosial, politik, budaya
Page 75
58
STIK Bina Husada Palembang
dan karakteristik wilayah serta faktor-faktor lain yang berkaitan dengan individu
kepemimpinan daerah dan respon OPD (Organisasi Perangkat Daerah).
Berdasarkan karakteristik permasalahan, kebijakan penanggulangan
Stunting mempunyai tingkat kesukaran teknis yang relatif tidak kecil, karena
keragaman karakteristik wilayah dan perilaku kelompok sasaran, sehingga
kebijakan tersebut menjadi tidak mudah untuk diimplementasikan dalam
pencapaian sasarannya, termasuk di Kabupaten Lahat. Kesulitan
mengimplementasikan kebijakan penanggulangan tersebut berkaitan dengan
faktor dari lingkungan dalam dan luar kebijakan. Faktor-faktor yang berasal dari
kebijakan itu sendiri adalah ketidakmampuan kebijakan dalam menstrukturkan
secara tepat proses implementasi. Sedangkan faktor-faktor dari luar kebijakan
yang mempengaruhi implementasi kebijakan, antara lain :
1. Kondisi sosial, budaya dan ekonomi yang beragam
2. Rendahnya pemahaman masyarakat
3. Sikap tidak patuh dan tingkat kepedulian yang rendah dari kelompok sasaran
4. Kurangnya komitmen pelaksana hingga ke Desa
Implementasi Kebijakan Program Gizi terhadap angka Stunting di
Kabupaten Lahat relatif masih rendah dan belum berhasil mencapai target
meskipun capaiannya menunjukan peningkatan yang tidak terlalu besar.
Proses pengembangan kebijakan berlangsung sebagai sebuah siklus
kebijakan yang dimulai dari pengaturan agenda (agenda setting) dengan
penetapan atau pendefinisian masalah publik yang signifikan dan mengundang
perhatian masyarakat luas (public concern) karena besarnya tingkat kepentingan
yang belum terpenuhi (degree of unmeet need) sehingga memunculkan tindakan
pemerintah. Proses pembuatan atau formulasi kebijakan merupakan satu tahapan
penting dalam pengembangan kebijakan yang akan menentukan dampak
kebijakan terhadap sasaran kebijakan (Ayuningtyas, 2014).
Salah satu alasan hasil implementasi tergolong rendah dikarenakan sumber
daya manusia, sarana dan prasarana yang belum tercukupi. Berdasarkan hasil
wawancara mendalam yang telah dilakukan dengan informan, dimana menurut
informan KI 1, Sumber daya manusia yang berperan dalam implementasi Program
Gizi terhadap Angka Stunting mulai dari Kepala Dinas Kesehatan, Bidang
Page 76
59
STIK Bina Husada Palembang
Kesehatan Masyarakat, Sumber Daya Kesehatan, Pencegahan Pengendalian
Penyakit dan pelayanan kesehatan serta Tenaga Petugas Gizi di Puskesmas yang
mana baru 14 Puskesmas yang pemegang program gizinya memiliki latar
belakang gizi. Menurut informan K3 dan K4 dapat ditarik kesimpulan bahwa
kader posyandu memiliki peran aktif sebagai tenaga yang melalukan kegiatan
penimbangan dan pengukuran sehingga perlu adanya pelatihan dan peningkatan
kapasitas kader. Dimana hal ini sejalan dengan penelitian Bahri (2021) yang
menyatakan bahwa faktor sumber daya alam merupakan salah satu kunci yang
menentukan perkembangan suatu pekerjaan.
Dalam hal sarana prasarana, Dinas Kesehatan telah menyediakan alat
antropometri namun masih dalam jumlah terbatas sehingga petugas gizi
Puskesmas harus membawah alat atropometri setiap kegiatan posyandu, kendala
lain yaitu beberapa Puskesmas masih memiliki masalah sinyal internet karena
pada saat ini laporan rutin gizi berbasis online yaitu e-PPGBM (Elekronik
Pencatatan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat). Berdasarkan wawancara yang
dilakukan dengan informan KI 1, dimana beliau mengatakan bahwa salah satu
kendala terkait sarana prasarana dalam implementasi Program Gizi terhadap
Angka Stunting di Kabupaten Lahat yakni alat antropometri yang ketersediannya
masih kurang, dan sudah dianggarkan untuk membeli antropometri tetapi masih
terbatas belum seluruh desa. Solusi lain yang dilakukan untuk mengatasi masalah
terkait sarana prasarana dijabarkan oleh informan KI 3 yakni lewat dana desa juga
sudah diusulkan namun pengadaannya belum terealisasi terkait dengan
kekurangan alat antropometri, dan untuk sarana yang lain pernah kerjasama
dengan PANSIMAS (Pembangunan Program Nasional Penyediaan Air Minum)
yang memberikan bantuan jamban dan pembuatan sumur bor sebagai sumber air
bersih dikhusukan rumah Ibu hamil dan rumah yang ada balitanya.
5.3.2 Fakor-faktor keberhasilan / implementasi kebijakan
Dalam pendekatan teori implementasi oleh George C. Edward III yang
diterjemahkan Agustino (2006), terdapat empat variabel yang sangat menentukan
keberhasilan implementasi suatu kebijakan, yaitu :
Page 77
60
STIK Bina Husada Palembang
5.3.2.1 Faktor Komunikasi
Dalam penanggulangan stunting sendiri sangat dibutuhkan koordinasi dan
komunikasi antar Organisasi Pemerintah Daerah (OPD) terkait,komunikasi
interpersonal, dikombinasikan dengan kampanye komunikasi menggunakan
media massa, advokasi kebijakan, mobilisasi/penggerakan masyarakat (Posyandu)
dan penggunaan data yang strategis – terbukti ampuh untuk menurunkan angka
stunting secara signifikan. (Kementrian Kesehatan, 2018)
Komunikasi merupakan suatu upaya pemberian pesan atau informasi dan
pemahaman dari satu orang ke orang yang lain. Komunikasi dapat menjadi
jembatan penghubung antar individu, individu dengan kelompok dan antar
kelompok (Kaswan, 2012). Komunikasi yang baik dapat menciptakan lingkungan
kerja yang kondusif yang dapat meningkatkan optimalisasi pencapaian tujuan
implementasi. Menurut Yulindasari (2019) bahwa terciptanya sistem komunikasi
yang baik dapat mengelola informasi secara keseluruhan sehingga dapat
meningkatkan efektifitas kerja dan mencegah kesalahpahaman dan perbedaan
persepsi yang menyebabkan ketidakberhasilan suatu kegiatan.
Komunikasi terjadi antara Pemerintah Kabupaten dengan Kecamatan atau
Puskesmas dimana komunikasi yang dilakukan bersifat dua arah dan terdapat
timbal balik antara dua belah pihak komunikasi yang dilakukan baik dalam bentuk
surat resmi (Feedback) muapun dalam bentuk media online pada setiap kegiatan
implementasi program gizi terhadap angka Stunting yang yang akan dillaksanakan
selalu dikoordinasikan secara bersama. Setiap kegiatan pelakasanan implementasi
program gizi terhadap angka Stunting di setiap Kabupaten akan dievaluasi oleh
tim penanggulangan Stunting terintegrasi tingkat provinsi yang merupakan salah
satu indikator kinerja kepala daerah.
Pemerintah Daerah melalui Dinas Kesehatan terus berkomunikasi dengan
pihak Puskesmas di dalam kegiatan implementasi program gizi, yang bentuk
kegiatan komunikasi yang dilakukan lebih sering dengan menggunakan telephone
aplikasi whatsapp informasi yang diperoleh dari key informan setiap kegiatan
program gizi yang akan dilaksanakan baik di Desa, kecamatan maupun Kabupaten
dikomunikasikan terlebih dahulu strategis pelaksanaan kegiatan mulai dari
penyusunan regulasi, kerangka acuan dan prosedur kegiatan tersebut terkadang
Page 78
61
STIK Bina Husada Palembang
juga komunikasi yang dilakukan pada saat pertemuan atau rapat-rapat rutin
bulanan. Dinas Kesehatan memberikan feedback terhadap capaian kinerja
Puskesmas berupa laporan bulanan, semester dan tahunan secara manual serta
laporan yang dikirimkan oleh Puskesmas melalui aplikasi elektronik pencatatan
dan pelaporan berbasis masyarakat e-PPGBM (Elekronik Pencatatan Pelaporan
Gizi Berbasis Masyarakat) dan kegiatan-kegiatan rutin yang dilakukan oleh
Puskesmas. Pihak Puskesmas pun turut menyampaikan informasi kepada
masyarakat melalui kepala Desa dan kader posyandu serta informasi kegiatan
dilakukan melalui minlok lintas sektor dan penyuluhan. Selama masa pandemi
covid 19 pelayanan kesehatan tetap berjalan untuk menjaga keseimbangan antara
penanganan pandemi covid 19 dan pemenuhan pelayanan program gizi agar
jumlah kasus stunting tidak meningkat.
Informasi yang diperoleh dari key informan bahwa Kebijakan Program gizi
terhadap angka Stunting telah disosialisasikan dan dikomunikasi pada saat rapat
lintas Organisasi Perangkat Daerah (OPD), sehingga setiap Organisasi Perangkat
Daerah mengetahui program apa yang akan diangkat untuk menurunkan angka
stunting sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya masing-masing.
Pada saat pandemi covid-19 terjadilah masalah komunikasi pada kegiatan
implementasi program gizi dalam penanggulangan Stunting dikarenakan
mobilisasi aktivitas dibatasi, seperti perjalanan ke Puskesmas atau Desa sehingga
sosialisasi kebijakan di tingkat paling bawah yaitu kepada Puskesmas dan forum
kepala desa yang mengelola sumber dana desa terhambat sedangkan Puskesmas,
Bidan Desa dan Desa merupakan ujung tombak dalam penurunan angka Stunting.
Langkah yang diambil komunikasi melalui handphone melalui aplikasi
whatshapp. Puskesmas telah melakukan beberapa bentuk komunikasi diantaranya
melalui min loka karya lintas sektor, penyuluhan, pelatihan kader dan spanduk
atau baleho maupun dalam bentuk advokasi, beberapa kegiatan yang telah
dilaksanakan dalam penurunan angka Stunting dengan membeli MP-ASI
(Makanan Pengganti Air Susu Ibu) yang bersumber dana desa meski belum dapat
mencapai seluruh sasaran balita di desa. Terbatasnya anggaran dan pelaksanaan
monitoring dan evaluasi kunjungan langsung ke desa-desa terutama pada masa
pandemi covid-19 sehingga menyebabkan ketidaktahuan pemerintah Kabupaten
Page 79
62
STIK Bina Husada Palembang
mengenai kondisi sebenarnya dilapangan. Edward III mengatakan; ”Lack of
clarity in policy may not only inhibitintended change, it also may lead to
substansial unanticipated change”. Tidak jelasnya pesan yang disampaikan bukan
hanya mengakibatkan tidak tercapainya perubahan yang diinginkan, namun juga
dapat mengakibatkan terjadinya perubahan yang tidak dikehendaki.
5.3.2.2 Faktor Sumber Daya Manusia
Menurut Horn dalam Nugroho (2014) diketahui bahwa dalam suatu
implementasi sebuah kebijakan diperlukan dukungan dari sumber daya, baik
berupa sumber daya manusia (human resources), sumber daya material (material
resources) dan sumber daya metode (method resources). Sumber daya yang
dimaksud Edward III adalah hal-hal yang meliputi staff, information, authority
dan facilities. Diantara hal-hal lain yang berkenaan dengan resources, keempat hal
diatas dianggap memiliki pengaruh paling signifikan terhadap pelaksanaan
kebijakan publik. Menurut Edward III sumberdaya memiliki posisi sangat penting
dalam keberhasilan implementasi program gizi dimana tanpa kecukupan sumber
daya, apa yang direncanakan tidak akan sama dengan apa yang akhirnya
diterapkan.
Menurut Agustino dalam Afianda (2018) Keberhasilan proses
implementasi tergantung dari kemampuan memanfaatkan sumber daya yang
tersedia. Manusia merupakan sumber daya terpenting dalam menentukan
keberhasilan dalam proses implementasi, tahap-tahap tertentu dari keseluruhan
proses implementasi menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas.
a. Staf
Sumber daya yang penting adalah sumber daya manusia dimana
disamping sebagai subyek implementasi sebuah kebijakan, namun sekaligus
sebagai objek (Setyawan, 2016). Staf sebagai sumber daya manusia diarahkan
pada pembahasan kualitas pegawai yang akan terlibat dalam pembuatan maupun
pelaksanaan Program Gizi. Sejelas apapun aturan dan ketentuan yang berlaku
serta akuratnya komunikasi sosialisasi mengenai suatu ketentuan dan aturan, jika
para pelaksana yang memiliki tanggung untuk melaksanakan dan
mengimplementasikan kebijakan kurang kompeten dan memadai untuk
Page 80
63
STIK Bina Husada Palembang
melakukan pekerjaannya, tentunya implementasi kebijakan tersebut tidak akan
efektif (Edward III dalam Nugroho, 2014).
Edward III mengatakan; ”We must evaluate the bureaucracy, not only in
term of absolute numbers, but also in term of its capabilities to perform desired
tasks”.Dari pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa menurut Edward III
pembahasan mengenai staf tidak hanya membicarakan besaran saja. Karena
keberhasilan implementasi Program juga sangat dipengaruhi oleh kemampuan
(kualitas) staf pelaksana. Berdasarkan hal tersebut, Edward III menyarankan dua
besaran pokok dalam menganalisa sumber daya yang dibutuhkan untuk
implementasi kebijakan publik, yaitu menganalisa size dan skills. Dari hasil
wawancara di peroleh informasi dari key informan bahwa jumlah sumber daya
manusia yang memiliki latar belakang gizi yang baru 14 Puskesmas, jika
dibandingkan dengan jumlah sebanyak 33 Puskesmas, maka dapat dipastikan
bahwa jumlah tenaga gizi sangat kurang. Dari sisi skills atau kemampuan
pelaksana program gizi, Pihak Puskesmas memiliki keluhan yang cukup
singnifikan dikarenakan tidak sampai separuh Puskesmas yang diisi oleh tenaga
pelaksana yang berpendidikan gizi. Puskesmas yang tidak memiliki tenaga yang
berbasis pendidikan gizi maka diisi oleh tenaga kesehatan lainnya seperti, bidan,
perawat, kesehatan masyarakat, kesehatan lingkungan dan tenaga lainnya.
Kabupaten telah banyak melakukan upaya dengan pelatihan upgrading bagi
tenaga kesehatan yang berpendidikan non gizi. Pihak Kabupaten Lahat juga sudah
rutin melaksanakan kegiatan seperti kegiatan sosialisasi, workshop, pelatihan-
pelatihan tentang program gizi dengan mengundang narasumber ahli yang
berkompeten di bidangnya agar dapat menjadi solusi dalam pemecahan masalah
yang berkaitan dengan implementasi program gizi segi ketepatan sasaran,
ketepatan jumlah, ketepatan waktu, ketepatan penggunaan yang berguna untuk
menambah pengetahuan, pengalaman atau wawasan dan persamaan persepsi guna
perbaikan implementasi program gizi. Di tingkat Desa perlu adanya pelatihan bagi
kader secara rutin guna meningkatkan kualitas pelayanan di posyandu.
Dari segi kuantitas, tenaga pemegang program gizi berlatar belakang gizi
masih sangat minim dikarenakan dengan tenaga kesehatan bukan yang berlatar
belakang gizi harus mengerjakan pekerjaan tambahan sebagai mengelola program
Page 81
64
STIK Bina Husada Palembang
gizi dan tugas pokok dan fungsinya masing-masing, sehingga mengakibatkan
rangkap tugas, secara keseluruhan tenaga kesehatan yang ada di Puskesmas belum
memenuhi standar peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia nomor 43
tahun 2019 tentang Puskesmas. Dari segi kualitas skills atau kemampuan
dirasakan sangatlah minim dan tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan
yang tidak pernah belajar tentang ilmu gizi masyarakat. Sehingga apa yang
dilakukan dalam penentuan status gizi, pencatatan dan pelaporan gizi tidak
maksimal.
Dengan demikian, permasalahan skills berkaitan dengan masalah
kecukupan anggaran. Pendapat menarik disampaikan oleh Edward III, sebagai
berikut; “money is not always the answer. Even with substansial funds it is not
easy to findproperly skilled personel. This is especially true when a government
agency iscarrying out or regulating highly technical activities” (Edward III,
1980). Kurangnya skills dapat diatasi dengan melakukan upgrading kemampuan
bagi petugas yang terlibat melalui pelaksanaan pelatihan, atau dilakukan
rekrutmen baru dengan standar persyaratan Kemetrian Kesehatan. Namun kedua
hal tersebut kembali berkaitan dengan anggaran atau dana. Upgrading
keterampilan petugas membutuhkan dana cukup besar, sementara rekrutmen
tenaga membutuhkan dana yang juga tidak sedikit apalagi tenaga petugas baru
yang direkrut memiliki tingkat keterampilan tinggi, maka pemberian gaji dapat
lebih tinggi dari perhitungan. Satu-satunya cara mencapai perbaikan (kualitas)
skills para pelaksana program gizi baik di tingkat Kabupaten maupun Puskesmas
adalah kondisi saat ini (dengan mengharapkan) skills upgrading terjadi secara
alami melalui pengalaman dan rutinitas pekerjaan.
b. Informasi
Menurut Syarif (2014), informasi menjadi salah satu unsur penting dalam
implementasi kebijakan penyelenggaraan kebijakan. Jika dikaji lebih lanjut,
informasi berperan untuk mempermudah koordinasi, integrasi dan sinkronisasi
dalam implementasi kebijakan. Informasi yang berpengaruh terhadap sumber
daya adalah informasi yang berkaitan dengan bagaimana program gizi
dilaksanakan. Pada dasarnya informasi yang disampaikan secara berjenjang baik
Page 82
65
STIK Bina Husada Palembang
dikalangan instansi pemerintahan terkait. Pada tingkat Kabupaten, informasi
disampaikan dalam bentuk surat resmi, surat edaran, penyuluhan, rapat-rapat
rutin, email, whatshapp. Sementara untuk tingkat Puskesmas melalui mini loka
karya bulanan dan mini loka karya triwulan, penyuluhan dan media seperti baleho
liplet poster, media sosial feedback. Informasi yang disampaikan bersifat satu
arah.
Keterlambatan informasi yang diperoleh dari Kabupaten mengenai aksi
penanggulangan balita Stunting, terletak pada lingkungan pentugas gizi sendiri
yang terkadang tidak membaca informasi yang telah dikirim, dimana indikator
yang digunakan dalam menunjukan tingkat ketersampaian informasi adalah
respon petugas gizi itu sendiri terhadap surat/pesan yang dikirim.
c. Kewenangan
Wewenang didefinisikan sebagai hak dan kekuasaan seseorang untuk
bertindak, membuat keputusan, memerintah, dan melimpahkan tanggung jawab
kepada orang lain. Tahapan dalam kegiatan implementasi program gizi terhadap
angka Stunting adalah sebagai berikut :
Perencanaan
Informasi yang diperoleh dari keterangan informan, perencanaan yang
dilakukan dengan pendekatan butun up yakni lewat satu pintu yaitu semua usulan
kegiatan dibuat oleh pengelola program yang berdasarkan program prioritas dan
analisis data diusulkan ke bagian perencanaan. Sumber dana berasal kegiatan
program gizi bersumber dari dana anggaran Pendapanan Belanja Daearh (APBD)
dan anggaran Pendapanan Belanja Negara (APBN). Pada masa pandemi covid-19
terjadi hanbatan perencanaan, dimana terjadi perubahan pagu anggaran yang
dikarenakan refocusing kegiatan atau pengalihan kegiatan esensial ke kegiatan
covid-19. Hal ini dapat diartikan bahwa anggaran yang ada untuk
penanggulangan masalah Stunting dirasakan belum mencukupi sebab banyak
kegiatan-kegiatan yang telah diusulkan tidak terakomodir akibat keterbatasan
dana maupun recofusing. Begitu juga anggaran di Puskesmas padahal kegiatan
yang ada di Puskesmas tergantung dengan kesediaan dana BOK (Biaya
Page 83
66
STIK Bina Husada Palembang
Operasional Kesehatan) yang diusulkan pengelola program gizi Puskesmas
kepada pimpinan Puskesmas
Pengerakan dan Pelaksanaan
Informasi yang diterima dari key informan, pengerakan yang dilakukan
oleh Kabupaten, yakni ketika rapat-rapat yang menghadirkan Kepala Puskesmas
dan Petugas Gizi, disosialisasikan bagaimana strategis percepatan pelaksanaan
program gizi sesuai dengan Peraturan Bupati No. 27 Tahun 2020 serta
mensosialisasikan pedoman pelaksanaan penanggulangan terintergrasi yang
dikenal sebagai konvergensi Stunting kepada OPD (Organisasi Perangkat Daerah)
terkait.
Pada tingkat Puskesmas dilakukan pada saat minilokarya bulan oleh
Puskesmas. Pelaksanaan program gizi terhadap angka Stunting tetapa mengaju
pada SOP (Standar Operasional Prosedur) dan pedoman Aksi
konvergensi/terintegrasi penurunan Stunting. Pelaksanaan kegiatan yang
dilakukan oleh Puskesmas sesuai dengan petunjuk dan arahan kepala
Puskesmas.belum memadai dikarenan terbatasnya dana yang tersedia, Puskesmas
hanya mengandalkan dana Biaya Operasinal Puskesmas dalam melaksanakan
kegiatan penurunann Stunting dengan melakukan kegiatan yang ada di Puskesmas
seperti PMT penyuluhan yang belum bervariasi. Pihak Puskesmas juga
membentuk kelompok rumah Desa sehat di Desa yang menjadi lokus stunting,
rutin mengadakan kegiatan edukasi dan penyuluhan gizi yang mana kegiatan ini
menunjukan hasil positif seperti pada Desa Makartitama di tahun 2019 ditemukan
kasus Stunting sebanyak 18 balita yang pada tahun 2020 mengalami penurunan
dan pada tahun 2021, total kasus Stunting di Desa Makartitama 7 balita. Aktif
melakukan pengumpulan data dan melakukan entry data e-PPGBM (Elekronik
Pencatatan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat) dapat menjadi indikator kegiatan
implementasi program gizi penurunan angka stunting di Kabupaten Lahat.
Pelaksanaan kegiatan program gizi sesuai dengan rencana kerja anggran
kerja yang disetujui, pelaksanaan kegiatan dilaksanakan susuai dengan Rencana
Usulan Kegiatan (RUK) yang telah dibuat.
Page 84
67
STIK Bina Husada Palembang
Pemantauan, pengendalian dan penilaian
Pemantauan dan pengendalian kebijakan mengenai implementasi program
gizi penurunan angka Stunting dilakukan. pada masa pandemi covid-19,
pemantauan dilaksanakan secara online dan tatap muka, dimana secara umum
belum berjalan secara efektif dikarenakan banyak keterbatasan seperti sumber
daya manusia yang menjadi pemegang program gizi di Dinas Kesehatan hanya 2
(dua) orang. Pemantauan secara online dilakukan lewat aplikasi e-PPGBM
(Elekronik Pencatatan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat) untuk dilihat dan
dipantau mengenai indikator gizi yang telah dicapai oleh Puskesmas.
Penilaian kinerja kegiatan implementasi program gizi dilakukan setiap
awal bulan berjalan dimana capaian kinerja program gizi setiap Puskesmas
dilakukan evaluasi apakah telah mencapai target atau belum yang indikator
penilaiannya melalui aplikasi e-PPGBM (Elektronik Pencatatan dan Pelaporan
Gizi Berbasis Masyarakat).
d. Sarana dan Prasarana
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang telah dilakukan,
didapatkan informasi bahwa ketersediaan fasilitas dalam implementasi program
gizi terhadap angka Stunting sangat berkaitan Dana berasal dari APBN (Anggaran
Pendapatan Belanja Nasional) yang diberikan oleh Pemerintah Pusat kepada
Dinas Kesehatan. Sarana yang telah tesedia berupa alat atropometri yang
digunakan untuk mengukur pertumbuhan anak balita dimana pada saat ini alat
atropometri yang tersedia sebanyak 186 Kit. Ketersediaan alat ini belum
sebanding dengan jumlah Posyandu yang ada di Kabupaten Lahat sebanyak 456
Posyandu balita.
Di Puskesmas sendiri, diketahui bahwa sarana prasarana yang berkaitan
dengan penanggulangan stunting seperti jamban dan sumber air bersih, dilakukan
kerja sama dengan PANSIMAS (Pembangunan Program Nasional Penyediaan Air
Minum). Untuk sarana sendiri, biaya transport kader telah terealisasi dan
disediakan oleh Puskesmas. Pada saat ini sarana pencatatan dan pelaporan
petugas gizi Puskesmas berbasis online yaitu e-PPGBM (Elekronik Pencatatan
Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat), menjadi hambatan dikarenakan terbatasnya
Page 85
68
STIK Bina Husada Palembang
jumlah laptop dan komputer Puskesmas sehingga petugas gizi Puskesmas dengan
rela memakai laptop pribadi digunakan untuk membuat laporan dan diketahui pula
bahwa prasarana jaringan internet rata-rata Puskesmas sudah dianggarkan melalui
dana BOK (Biaya Operasional Kesehatan) maupun kapitasi JKN (Jaminan
Kesehatan Nasional). Jaringan internet juga menjadi hambatan di bidang sarana
prasarana, sebab tidak semua area Puskesmas memiliki kualitas jaringan internet
yang baik sehingga mereka harus mencari lokasi tertentu apabila akan melakukan
upload entry data ke aplikasi online.
5.3.2.3 Faktor Disposisi
Faktor lain yang dipandang berpengaruh terhadap implementasi program
gizi adalah sikap dan persepsi implementor terhadap tugas dan tanggung jawab
yang diembannya, misalnya pada tataran Puskesmas, maupun pada tataran
Dinas Kesehatan. Edward III menyebut gejala ini sebagai “the dispositions of
implementators“ yang seringkali ditandai dengan sikap dan perilaku negatif
seperti parokhialisme, keengganan, selektif terhadap aspek kebijakan yang
menguntungkan dan melalaikan terhadap aspek kebijakan yang tidak “congruent”
dengan kepentingan organisasi asalnya.
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Wahid dalam Afianda (2018), yang
menjelaskan bahwa disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh
implementor, seperti komitmen, kejujuran, sifat, demokratis. Apabila implementor
memiliki disposisi yang baik, maka kebijakan akan berjalan dengan baik seperti
yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Ketika implementor memiliki sikap atau
perspektif yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses implementasi
kebijakan juga menjadi tidak efektif.
Menurut Edward III (dalam Nugroho, 2014), disposisi merupakan sebuah
keinginan dan kecenderungan pelaku kebijakan dalam melaksanakan kebijakan
sungguh-sungguh sehingga tujuan kebijakan dapat diwujudkan. Dalam
implementasi sebuah kebijakan, sikap atau disposisi implementator dibedakan
menjadi :
1. Respon implementator terhadap kebijakan terkait kemauan implementator
melaksanakan kebijakan publik
Page 86
69
STIK Bina Husada Palembang
2. Kondisi berupa pemahaman terhadap kebijakan yang telah ditetapkan
3. Mengenai intensistas disposisi implementator berupa preferensi nilai yang
dimiliki
Keberhasilan implementasi kebijakan juga dipengaruhi oleh bagaimana
karakteristik implementor dengan berbagai permasalahan yang dihadapinya.
Perbedaannya dapat dilihat misalnya dari aspek lokasi geografis, sosial-ekonomi,
dan sosial-budaya, besar-kecilnya sasaran implementasi kebijakan, serta status
institusi (negeri-swasta) yang bersangkutan. Mengacu hal tersebut, sikap para
pengambil kebijakan dan pelaksana kebijakan dikalangan instansi pemerintah,
temuan hasil penelitian menunjukkan sikap positif dan mendukung terhadap
terlaksananya program penurunan Stunting.
Informasi yang diterima Masing-masing pihak baik Kabupaten, Puskesmas
dan Desa memiliki persamaan persepsi terhadap implementasi program gizi dalam
terhadap angka Stunting dan para pemangku kebijakan telah memiliki komitmen
untuk kegiatan implementasi program gizi penurunan angka Stunting. Hal ini
tercipta melalui mekanisme pelaksanaan program secara sistematis sesuaitupoksi
masing-masing. Hal ini didukung oleh pendapat Grindle, 1980, yang mengatakan
Pengaruh apapun yang ada dalam implementasi kebijakan, sikap yang penting
untuk diupayakan adalah membawa implementors ke arah “well-disposed toward
particular policy” dan mencegah mereka terjerumus ke zona yang penuh
ketidakpedulian atau “a zone of indifference”. Apabila seseorang diminta untuk
mengeksekusi mengenai sesuatu program yang dia sendiri tidak menyetujui maka
dapat terjadi kemungkinan slip (slippage) yang tidak diinginkan antara harapan
dengan realitas kinerja. Untuk mencapai keberhasilan implementasi program gizi,
dukungan kader posyandu yang terampil dan masyarakat itu sendiri.Pihak kader
sendiri berpendapat bahwa kegiatan implementasi program gizi berupa posyandu
memberikan manfaat bagi warga.Masyarakat atau ibu balita berdasarkan hasil
wawancara mendalam menyatakan bahwa dengan adanya kegiatan posyandu,
perkembangan anak menjadi lebih terpantau. Ibu balita pun dapat mengetahui
penyebab terjadinya Stunting sehingga apabila hal ini berlanjut maka kedepannya
para ibu dapat memahami dan mencegah terjadinya kasus Stunting pada balita.
Page 87
70
STIK Bina Husada Palembang
Dalam pelaksanaan kegiatan implementasi program gizi, tentunya masih
terdapat hambatan dalam pelaksanaan. Menurut Thoha (1992),penyebab atau
hambatan kesiapan masyarakat dalam menerima perubahan ada tiga macam yakni:
(1) hambatan internal, hambatan yang timbul dari masyarakat itu sendiri, atau
kultur dan budaya (Socio-Cultural Constraineds); (2) hambatan eksternal,
birokrasi/pemerintah; dan (3) tingkat kesadaran yang masih rendah (pendidikan
rendah atau kurang informasi). Hasil wawancara mendalam dengan petugas gizi,
diketahui bahwa hambatan yang didapat dalam pelaksanaan implementasi
program diantaranya adalah SDM yang perlu ditingkatkan terutama pada
Puskesmas yang belum memiliki ahli gizi. Selain itu, dalam pelaksanaan
posyandu kehadirannya masyarakat baru 70%-80% dikarenakan akses jarak
posyandu yang cukup jauh sehingga masyarakat kesulitan untuk berkunjung
keposyandu terutama pada kondisi pandemi covid-19. Kegiatan posyandu harus
tetap berjalan dengan mengacu pada protokol kesehatan. Oleh karena itu, langkah
yang diambil yaitu dengan mengatur ulang jadwal kunjungan balita ke posyandu.
Mengacu pada pendapat diatas, diketahui bahwa masyarakat telah memiliki
kesadaran mengenai pentingnya posyandu yang merupakan wadah didalam
masyatakat untuk mengetahui tumbuh kembang anak dan ibu hamil.
5.3.2.4 Faktor Birokrasi
Struktur Birokrasi adalah sebuah struktur dengan tugas-tugas operasi yang
sangat rutin yang dicapai melalui spesialisasi, aturan dan ketentuan yang sangat
formal, tugas-tugas yang dikelompokkan ke dalam berbagai departemen
fungsional, wewenang terpusat, rentang kendali yang sempit, dan pengambilan
keputusan yang mengikuti rantai komando. (Afianda, 2018)
Menurut Edwrads III dalam Winarno (2005), terdapat dua karateristik
utama dari birokrasi, yakni Standard Operating Procedures (SOP) dan
Fragmentation. SOP adalah perkembangan dari tuntutan internal mengenai
kepastian waktu, sumber daya serta kebutuhan penyeragaman dalam organisasi
kerja yang kompleks dan luas. Fragmentasi adalah kegiatan penyebaran tanggung
jawab atas suatu kebijakan kepada beberapa badan atau instansi sehingga
memerlukan koordinasi. Umumnya, semakin besar koordinasi diperlukan dalam
Page 88
71
STIK Bina Husada Palembang
melaksanakan kebijakan, maka semakin berkurang kemungkinan keberhasilan
program atau kebijakan.
Struktur organisasi-organisasi yang melaksanakan kebijakan mempunyai
pengaruh penting pada implementasi. Salah satu dari aspek-aspek struktural
paling dasar dari suatu organisasi adalah prosedur-prosedur kerja ukuran dasarnya
SOP (Standar Operasional Prosedur). Prosedur-prosedur ini dalam menanggulangi
keadaan umum digunakan dalam organisasi-organisasi publik dan swasta. Dengan
menggunakan SOP (Standar Operasional Prosedur), para pelaksana dapat
memanfaatkan waktu yang tersedia.
Sifat struktur birokrasi yang berpengaruh dalam pelaksanaan kebijakan
adalah fragmentasi organisasi. Tanggung jawab bagi sesuai dengan tugas pokok
dan fungsinya artinya lintas program dan lintas sektor bekerja sesuai dengan
keahliannya masing-masing. Kegiatan koordinasi, monitoring, evaluasi dan
pelaporan penting dilakukan sebagai bahan evaluasi apakah program tersebut
sudah berjalan dengan baik sesuai dengan target yang ditentukan. Salah satu
hambatan untuk menjalankan program-program pemerintah antara lain lemahnya
koordinasi antar lintas Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Pelaksanaan program
gizi terhadap kejadian Stunting perlu dilakukan koordinasi berjenjang. Meskipun
praktek dilapangan menunjukan banyak pihak yang terlibat dalam implementasi
program Gizi, namun puncak koordinasi dan pertanggungjawaban pelaksanaan
tetap berada ditangan BAPEDA (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah)
Kabupaten Lahat.
5.3.3 Faktor pendukung dan penghambat
Implementasi kebijakan, terutama proses implementasi program gizi terhadap
angka stunting pada masa pademi covid 19 di Kabupaten Lahat, menunjukkan
implementasi kebijakan program dilaksanakan dengan memberdayakan Ketua TP-
PKK (Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga) Kecamatan,
Puskesmas, termasuk sosialisasi kebijakan program gizi berfungsi sebagai
koordinasi atau perpanjangan tangan antara Pemerintah Kabupaten ke masyarakat
sebagai koordinator sekaligus pelaksana kebijakan yang terus menerus dalam
Page 89
72
STIK Bina Husada Palembang
penanggulangan balita stunting di Desa dengan memberikan bantuan berupa
makanan tambahan untuk balita yang datang ke posyandu.
Penelitian yang dilakukan bunga ch rosha et.all (2016), menunjukkan berbagai
intervensi spesifik dan sensitif yang tidak hanya ditujukan kepada balita tetapi
juga pada ibu dan remaja. Intervensi gizi spesifik pada balita yang dilakukan oleh
sektor kesehatan adalah pemantauan pertumbuhan dan perkembangan di
posyandu, pemberian imunisasi, vitamin A, pemberian PMT (Pemberian Makanan
Tambahan). Intervensi untuk ibu (kelas ibu hamil, PMT (Pemberian Makanan
Tambahan) ibu hamil, seminar gizi dan kesehatan) dan intervensi untuk remaja
(program tablet tambah darah/ TTD). Sedangkan intervensi gizi sensitif yang
dilakukan oleh sektor non- kesehatan antara lain intervensi kesehatan lingkungan
(program Jumat dan Minggu bersih, pembuatan lubang biopori, pembuatan
septictank komunal), intervensi mengatasi kemiskinan (pemberian bantuan
langsung tunai/BLT, keluarga harapan, dana program nasional pemberdayaan
nasional/PNPM), dan intervensi pemberdayaan perempuan (penyuluhan dan
pelatihan kesehatan dan gizi, pemberian tanaman bibit untuk pemanfaatan
lingkungan). Integrasi antara intervensi spesifik dan sensitif dalam upaya
perbaikan balita sebaiknya dilakukan agar penanganan masalah gizi dapat
sustainable atau berkelanjutan.
Dengan dukungan TP-PKK (Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan
Keluarga) Kecamatan dan Puskesmas yang sangat mendukung berjalanya
kegiatan posyandu setiap bulan namun pada saat pandemi ada pengaturan ulang
jadwal dan sistem penimbangan balita. Karena harus melakukan Protokol
Kesehatan untuk sama-sama mencegah penularan.
Dari hasil wawancara mendalam bahwa kegiatan belum menyentuh sasaran
karena kegiatan hanya terfokus Pemberian Makanan Tambahan untuk balita,
padahal dalam penanggulangan balita stunting dari berbagai lini yaitu intervensi
sensitif merupakan kegiatan yang berhubungan dengan penyebab tidak langsung
stunting yang umumnya berada di luar persoalan kesehatan. Intervensi sensitif
terbagi menjadi 4 jenis yaitu penyediaan air minum dan sanitasi, pelayanan gizi
dan kesehatan, peningkatan kesadaran pengasuhan dan gizi serta peningkatan
akses pangan bergizi. Intervensi spesifik merupakan kegiatan yang langsung
Page 90
73
STIK Bina Husada Palembang
mengatasi penyebab terjadinya stunting dan umumnya diberikan oleh sektor
kesehatan seperti asupan makanan, pencegahan infeksi, status gizi ibu, penyakit
menular dan kesehatan lingkungan.
Page 91
74 STIK Bina Husada Palembang
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Implementasi program gizi terhadap angka Stunting memiliki konsep yang
telah sesuai, artinya tidak mengandung permasalahan dalam formulasinya. Setelah
melakukan penelitian dan analisis data, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Implementasi kebijakan sudah ada dalam bentuk peraturan Bupati namun
belum berjalan secara maksimal
2. Komunikasi telah berjalan namum belum maksimal dikarenakan kondisi
pandemi covid-19. Koordinasi antar lintas Organisasi Perangkat Daerah,
program, forum kepala Desa juga sudah berjalan namun pada
implementasinya masih rendah. Peraturan-peraturan pelaksanaan sebagai
petunjuk teknis implementasi program sudah ada. Pemangku kepentingan
sudah memiliki pemahaman namun masih kurangnya kepatuhan yang baik
terhadap program gizi dan pengambil kebijakan di Desa masih terdapat yang
belum mendapat sosialisasi.
3. Sumber Daya dalam implementasi program gizi sangat kurang dari segi staf,
kurangnya sumber dana, akses posyandu, sarana dan prasarana perlu solusi
dan tindak lanjut guna optimalisasi implementasi program gizi.
4. Disposisi atau sikap pelaksana program gizi terhadap angka Stunting sangat
mendukung dan berkomitmen dibuktikan lewat pengalangan komitmen pada
saat rembuk Stunting yang dihadiri oleh Bupati, Ketua Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah, Wakil Bupati, Sekretaris Daerah, Organisasi Perangkat
Daerah, beberapa Camat, Kepala Puskesmas dan Kepala Desa yang
merupakan Desa lokus Stunting.
5. Struktur Birokrasi sudah mengacu pada peraturan dan pedoman-pedoman aksi
konvergensi/integrasi Stunting, bekerja dengan uraian tugas masing-masing
sesuai dengana keahlian dibidangnya.
6. Ibu balita sangat antusian datang ke posyandu untuk mengetahui tumbuh
kembang balita, dukungan dari TP-PKK (Tim Penggerak Pemberdayaan
Page 92
75
STIK Bina Husada Palembang
Kesejahteraan dan Keluarga) Kecamatan, Puskesmas dan Desa. Kurangnya
koordinasi dan komunikasi dalam penggunaan dana dalam penanggulangan
stunting
5.2 Saran
Adapun saran untuk perbaikan dalam implementasi program program gizi
terhadap angka Stunting di Kabupaten Lahat adalah sebagai berikut :
a. Melakukan sosialisasi secara menyeluruh kepada stakeholder, seperti Camat
dan pemerintah Desa bersama dengan tim penanggulangan Stunting di lakukan
oleh kepala daerah langsung.
b. Melakukan Rapat secara rutin dan berdiskusi serta berkoordinasi dengan
Organisasi Perangkat Daerah lainnya.
c. Mengadakan dan melengkapi kekurangan yang ada seperti Sumber Daya
Manusia, perencanaan anggaran, sarana dan prasarana dan alat komunikasi di
fasilitas kesehatan terutama di tingkat Puskesmas, guna menunjang
terselenggaranya pelayanan gizi masyarakat yang prima.
d. Melakukan advokasi berdasarkan data yang rasional, agar komitmen anggaran
daerah terhadap implementasi Program Gizi terhadap angka Stunting dapat
terealisasi serta mewujudkan komitmen dari kepala daerah sebagai upaya
pencegahan dan penanggulangan stunting.
e. Melakukan kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan atau menyegarkan
kembali ilmu pengetahuan petugas kesehatan khususnya dokter, gizi, bidan,
Kesmas seperti seminar, workshop atau diskusi kasus dengan ahlinya pelatihan
tatalaksana gizi buruk, pemberian makanan bayi dan anak (PMBA).
f. Meningkatkan peran dan koordinasi dengan pihak swasta, lembaga swadaya
masyarakat, forum wanita termasuk TP-PKK (Tim Penggerak Pemberdayaan
Kesejahteraan dan Keluarga) Kecamatan dan Desa.
g. Meningkatkan validitas dan rasionalitas data dan Pencatatan dan pelaporan
Gizi berbasis Masyarakat e-PPGBM (Elekronik Pencatatan Pelaporan Gizi
Berbasis Masyarakat), baik dari Posyandu, Desa, Puskesmas dan Dinas
Kesehatan, sehingga menjadi dasar dalam mendukung terselenggaranya
program gizi terhadap angka Stunting di Kabupaten Lahat.
Page 93
76
STIK Bina Husada Palembang
h. Melaksanakan kegiatan-kegiatan promosi kesehatan dan mengalokasikan
anggaran sebagai upaya pencegahan dan penanggulangan stunting.
i. Meningkatkan kapasitas kader posyandu dalam melakukan pengukuran,
penimbangan dan penyuluhan.
Page 94
77 STIK Bina Husada Palembang
DAFTAR PUSTAKA
Abdul, W . S . (2014). Analisis kebijaksanaan dari Formulasi Ke implementasi
kebijaksanaan Negara, Jakarata: Edisi Kedua, Bumi Aksara.
Afianda, Zuhra. (2018). Analisis Implementasi Bantuan Operasional Kesehatan
(BOK) dalam Upaya Peningkatan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) di
Puskesmas Samalangka Kecamatan Samalangka Kabupaten Bireuneun.
Medan [Skripsi]
Siregar, Surya Murni. Isnaini. 2014. Implementasi Kebijakan Pemerintahan
Kabupaten Labuhanbatu dalam Pemberian Alokasi Dana Desa (add)
Tahun 2014 Di Desa Sei Tampang Kacamatan Bilah Hilih. Medan :
Universitas Medan Area.
Ayuningtyas, D. (2014). Kebijakan Kesehatan: Prinsip dan Praktik (1st ed.).
Jakarta: Rajawali Pers.
. (2018). Analisis Kebijakan Kesehatan: Prinsip dan Aplikasi (1st ed.).
Depok: Rajawali Pers.
Aryastami, N. K. (2017). Kajian Kebijakan dan Penurunan Masalah Gizi Stunting
di Indonesia. Buletin Penelitian Kesehatan, 45 (4), 233–240.
https://doi.org/10.22435/bpk.v45i4.7465.233-240
Azwar, A. 2010. Pengantar Administrasi Kesehatan. Tangerang : Binarupa Aksara.
Bahri, Samsul. 2021. Strategi Dinas Kesehatan dalam Menekan Laju Penderita
Stunting di Kabupaten Enrekang. Universitas Muhammadiyah Makassar.
Bunga Ch Rosha, Kencana Sari, Indri Yunita SP, Nurilah Amaliah MK, NH
Utami. 2016, Peran Intervensi Gizi Spesifik dan Sensitif dalam Perbaikan
Masalah Gizi Balita di Kota Bogor Buletin Penelitian Kesehatan, Vol. 44,
No. 2, Juni 2016 : 127 – 138 dakses tanggal 24 Juli 2021.
Denas, S, Idral, P, Hafifatul, A.R, Firdaus dan Erwinda. 2020. Peningkatan
Penerapan Intervensi Gizi Terintegrasi Untuk Anak Stunting Di Kabupaten
Pasaman Barat. Buletin Ilmiah Nagari Membangun Vol. 3 No. 1, Website.
E-ISSN: 2622-9978 dikases tanggal 10 April 2021.
Edwards III, George C. 2003.Implementing Public Policy.Jakarta
Febriani, D.B, Nur, A.F, Misnaniarti, 2019. Hubungan pola asuh dengan kejadian
Stunting balita dari keluarga miskindi Kota Palembang, Jurnal Gizi
Indonesia (The Indonesian Journal of Nutrition) Vol. 8, No. 1, Desember
2019 (31-39) https://ejournal.undip.ac.id/index.php/jgi/ dikases tanggal 10
April 2021.
Page 95
78 STIK Bina Husada Palembang
Gurning, F. P. (2018). Dasar Administrasi & Kebijakan Kesehatan Masyarakat
(M. Y. Pratama, ed.). Yogyakarta: K-Media.
Gunasari, Dwi sekar.2016. Hubungan Stunting Dengan Tingkat Kecerdasan
Intelektual (Intelligence Quotient - Iq) Pada Anak Baru Masuk Sekolah
Dasar Di Kecamatan Nanggalo KotaPadang. Padang : FK UNAND
dikases tanggal 15 April 2021.
Harjatmo, Titus Priyo. Par`i, Holil M. Wiyono, Sugeng. 2017. Penilaian Status
Gizi. Bahan Ajar Gizi. Pusat Pendidikan Sumber Daya Kesehatan.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Hermawati, Sastrawan. 2020. Analisis Implementasi Kebijakan Program
Penanggulangan Stunting Terintegrasi Di Kabupaten Lombok Utara,
Jurnal Kesehatan Qamarul Huda ,Volume 8, Nomor 2, dikases tanggal 10
April 2021.
Indrawati, S. Hubungan Pemberian Asi Esklusif Dengan Kejadian Stunting Pada
Anak Usia 2-3 Tahun Di Desa Karangrejek Wonosari Gunungkidul
(Skripsi). Yogyakarta: Universitas Aisyiyah; 2016
Islamy, Irfan, M. (2018). Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara.
Edisi II. Jakarta: Sinar Grafika.
Kaswan. 2012. Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Kesanggupan Bersaing
Organisasi. Yogyakarta : Graha Ilmu
Kemenkes RI. (2018). Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat, Jakarta:
@2019 oleh Lembaga Penerbit Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan (LPB)
______, (2018). Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS). Jakarta : Balitbag.
Kemenkes RI.
______, 2018. Strategi Komunikasi Perubahan Perilaku dalam Pencegahan
Stunting di Indonesia. Jakarta : Direktorat Promosi Kesehatan dan
Pemberdayaan Masyarakat.
, 2019. Survey Status Gizi Indonesia. Jakarta: Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia.
, 2019. Peraturan Menteri Kesehatan 04 tentang Mutu pelayanan
kesehatan dasar dalam stnadar pelayanan minimum bidang kesehatan.
Leo. 2006. Dasar-Dasar Kebijakan Publik. Bandung: CV. Alfabeta.
Kurniawati T. Langkah-langkah Penentuan Sebab Terjadinya Stunting pada Anak.
Page 96
79 STIK Bina Husada Palembang
Pedagogi. 2017 ; 3(1) : 58-69.3.
LPPM STIKes Hang Tuah Pekanbaru. (2015). Permasalahan Anak Pendek
(Stunting) dan Intervensi untuk Mencegah Terjadinya Stunting (Suatu
Kajian Kepustakaan) Stunting Problems and Interventions to Prevent
Stunting (A Literature Review). Jurnal Kesehatan Komunitas, 2(6), 254–
261
Muninjaya, AA, 2004, Manajemen Kesehatan, Kedokteran, Jakarta : EGC
Milman A, Frongillo EA, Onis M, Hwang J. 2005. Differential Improvement
among Countries in Child Stunting is Associated with Long-Term
Development and Specific Interventions. The Journal of Nutrition. ; 135(2)
:1415–1422.2.
Nisa, Latifa Suhada, 2018. Stunting Prevention Policies In Indonesia. Jurnal
Kebijakan Pembangunan, vol. 13. pp. 173-179
Nugroho, R. 2014. Public Policy : Teori, Manajemen, Dinamika, Analisis,
Konvergensi dan Kimia Kebijakan. Jakarta : Elex Media Komputindo
Pradono, J. Sulistyowati, N. 2013. Hubungan Antara Tingkat Pendidikan,
Pengetahuan tentang Kesehatan Lingkungan, Perilaku Hidup Sehat dengan
Status Kesehatan. Bul Spenelitian Sist Kesehat 2013; 17 (1) :89-95.
Pratiwi, Intan Gumilang. Restanty, Dian Abyi. 2018. Penerapan Aplikasi Berbasis
Android “Status Gizi Balita terhadap Pengetahuan Ibu Dalam Pemantauan
Status Gizi Anak Usia 12 – 24 Bulan”. Jurnal Kebidanan Akademi
Kebidanan Jember Vol 2 No.1.
Ruky, A. S. 2001. Sistem Manajemen Kinerja. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Satrianegara, M. F. (2014) . Organisasi dan Manajemen
Pelayanan Kesehatan.Jakarta: Salemba Medika.
Saputri, R., & Tumangger, J. 2019. Hulu-Hilir Penanggulangan Stunting di
Indonesia. JPI : Journal of Political Issues, 1(1), 1-9.. dikases tanggal 10
April 2021.
Seytawan, Dody. Srihadjono, Nanang Bagus. 2016. Analisis Implementasi
Kebijakan Undang-Undang Desa dengan Model Edward III di Desa
Ladungsari Kabupaten Malang. Jurnal Reformasi Vol 6. No 2.
Syahruddin, 2009. Evaluasi Implementasi Kebijakan Pengembangan Kawasan
Industri di Kabupaten Karawang. Jakarta : Universitas Indonesia [Tesis]
Page 97
80 STIK Bina Husada Palembang
Syarif, Ahmad. Unde, Andi Alimuddin. Asrul, Laode. 2014. Pentingnya
Komunikasi dan Informasi pada Implementasi Kebijakan Penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana di Kota Makassar. Jurnal Komunikasi KAREBA
Vol.3 No.3.
https://journal.unhas.ac.id/index.php/kareba/article/view/583/406
Tarigan, A. A. (2019). Teologi Islam dan Ilmu Kesehatan Masyarakat (M. Iqbal,
ed.). Medan: Telaga Ilmu.
Taufiqurakhman. 2014. Kebijakan Publik Pendelegasian Tanggung Jawab Negara
Kepada Presiden Selaku Penyelenggara Pemerintah. Jakarta : Universitas
Moestopo Seragaman
Uti, L, Anisa, S.O, Wiwit, D.I. 2020. Implementasi Peraturan Bupati Cilacap
Nomor 60 Tahun 2019 Tentang Penurunan Stunting Pada Kinerja Bidan
Di Wilayah Cilacap Kota Jurnal Bina Cipta Husada Vol. XVI No. 2,
diakses tanggal 10 April 2021
Wibawa, Samudra,. Et.all. 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik (Edisi
Kedua). Terjemahan. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.
Winarno, Budi. 2005. Kebijakan Publik, Teori and Proses (Edisi Revisi).
Yogyakarta : Media Presindo.
Yusuf, A.M. 2019. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan Penelitian
Gabungan. Jakarta : Prenadamedia Group.
Yulindasari, Nila Octavia. 2019. Peran Komunikasi dalam Mencapai
Keberhasilan Organisasi. Seminar Nasional Jurusan Administrasi
Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang :
Revitalisasi Manajemen Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di Era
Revolusi Industri 4.0.
http://conference.um.ac.id/index.php/apfip2/article/viewFile/377/330
Yurista, P, et al. 2020 Tantangan Implementasi Konvergensi pada Program
Pencegahan Stunting di Kabupaten Prioritas. Media Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan, Vol. 30 No. 4, Desember 2020, 315 – 328,
dikases tanggal 10 April 2021.
Page 98
81 STIK Bina Husada Palembang
Lampiran 1
Surat Izin Penelitian
Page 99
82 STIK Bina Husada Palembang
Lampiran 2
Surat Izin Pra Penelitian Tesis Mahasiswa Stikes Bina Husada
Page 100
83 STIK Bina Husada Palembang
Lampiran 3
RIWAYAT HIDUP
Nama : Mulawarman
Nim : 19131011101
Universitas : STIK Bina Husada Palembang
Tempat dan tanggal lahir : Rejang Lebong (curup), 19 Juni 1979
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Jalan Perumnas Pondok Lembayung Blok C 6
No 16 RT 17 RW 05 Perumnas Tiara Lahat
Email : [email protected]
Phone Number : 085273872169
Riwayat Pendidikan
SD Negeri 66 Kabupaten Rejang Lebong Tahun 1992
SMP Negeri 5 Kabupaten Rejang Lebong Tahun 1995
SMU Negeri 4 Kabupaten Rejang Lebong Tahun 1998
D III Gizi Poltekkes Kemenkes Palembang Tahun 2002
S1 Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya Tahun 2015
Page 101
84 STIK Bina Husada Palembang
Lampiran 4
INFORM CONSENT
Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bersedia menjadi
responden penelitian yang akan dilakukan oleh mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Bina Husada Palembang yang berjudul Implementasi Program Gizi
Terhadap angka Stunting Pada Masa Pandemi Covid 19 Di Kabupaten
Lahat.
Saya memahami bahwa penelitian ini tidak akan berakibat negatif
terhadap saya, oleh karena itu saya bersedia menjadi responden dan berperan serta
dalam penelitian dengan menjawab semua pertanyaan yang dibutuhkan oleh
peneliti dengan benar (Sesuai Fakta), sukarela tanpa ada paksaan dari pihak
manapun dan saya bersedia untuk diwawancara oleh peneliti selama 15 – 20
menit.
Lahat ,…………. .2021
Responden
(………………….)
Page 102
85 STIK Bina Husada Palembang
PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM
1. Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat
NO IDENTITAS RESPONDEN
1 Nama :
2 Umur ....... Tahun
3 Jenis Kelamin
1. Laki-laki 2. Perempuan
4 Pendidikan
1. Tidak sekolah/ Tidak Tamat SD
2. SD 4. SLTA
3. SLTP 5. Akademi/ PT
5 Pekerjaan :
1. PNS/ TNI/ POLRI 3. Pedagang
2. Buruh/ Tani 4. Pensiunan
5. Lain-lain
6 Alamat Rumah :
7 Menurut Ibu apakah ada kebijakan yang mengatur penanggulangan
stunting, Bagaimana proses langkah-langkah terbentuknya kebijakan
tersebut ?
8 Bagaimana tahapan dalam penyususnan kebijakan tersebut
9 Bagaimana kebijakan tersebut diterapkan, dan bagaimana sosialisasi
dan bimbingan teknis?
10 Sejauh mana kebijakan tersebut telah diterapkan?
11 Bagaimana informasi kegiatan program gizi disampaikan
12 Bagaimana kondisi SDM yang dimiliki, adakah petugas khusus yang
di Surat Keputusan untuk pengelola kegiatan penanggulangan
stunting, sejauh mana standar kompetesi yang sudah dimiliki ?
13 Bagaimana sistem kerja tim teknis, tim pengawas kegiatan
penanggulangan stunting?
14 Bagaimana tim dalam pengelolaan kegiatan penanggulangan
stunting?
15 Bagaimana proses pengusulan dana dalam penanggulangan stunting
di Kabupaten Lahat, jika ada jenis kegiatan apa saja yang didanai?
16 Kegiatan apa saja, apakah sudah dilaksanakan
17 Bagaimana ketersediaan sarana dan prasarana dalam menunjang
kegiatan tersebut, jenis prasarana dan sarana yang ada ?
Page 103
86 STIK Bina Husada Palembang
18 Bagaimana komitmen Pemerintah Daerah dalam penanggulangan
stunting di Kabupaten Lahat ?
19 Bagaimana uraian tugas dan wewenang masing-masing tim?
20 Bagaimana informasi program gizi di sampaikan
21 Bagaimana cara menyampaikan informasi program gizi
2. Kasi Kesehatan Keluarga dan Gizi
NO IDENTITAS RESPONDEN
1 Nama :
2 Umur ....... Tahun
3 Jenis Kelamin
1. Laki-laki 2. Perempuan
4 Pendidikan
4. Tidak sekolah/ Tidak Tamat SD
5. SD 4. SLTA
6. SLTP 5. Akademi/ PT
5 Pekerjaan :
3. PNS/ TNI/ POLRI 3. Pedagang
4. Buruh/ Tani 4. Pensiunan
5. Lain-lain
6 Alamat Rumah :
7 Bagaimana pelaksaan kegiatan dikomunikasikan?
8 Bagaimana penetapan perencanaan program, sasaran, proses dan
output?
9 Bagaimana pelaksanaan kegiatan dalam bentuk apa, apakah ada
satndarnya, jenis kegiatannya apa saja
10 Bagaimana cara penentuan biaya pelaksanaan penanggulangan
stunting, apakah ada waktu pelaksanaannya?
11 Bagaimana pemantauan progres kemajuan penanggulangan stunting,
jika ada dapat dilihat dalam bentuk apa,
12 Bagaimana pengawasan untuk menjamin kelancaran kegiatan, jika
ada dalam bentuk apa?
13 Bagaiamana cara menyampaian informasi tentang program gizi
Page 104
87 STIK Bina Husada Palembang
3. Petugas Gizi Puskesmas
NO IDENTITAS RESPONDEN
1 Nama :
2 Umur ....... Tahun
3 Jenis Kelamin
1. Laki-laki 2. Perempuan
4 Pendidikan
7. Tidak sekolah/ Tidak Tamat SD
8. SD 4. SLTA
9. SLTP 5. Akademi/ PT
5 Pekerjaan :
5. PNS/ TNI/ POLRI 3. Pedagang
6. Buruh/ Tani 4. Pensiunan
5. Lain-lain
6 Alamat Rumah :
7 Bagaimana implementasi pelakasanaan kegiatan penanggulangan
Stunting lapangan?
8 Bagaimana komitmen lintas sentor penanggulangan Stunting?
9 Bagaimana kesediaan sarana dan prasarana?
10 Bagaimana sumber data yang dapat dianalisis dari kasus Stunting ?
11 Bagaimana tindak lanjut terhadap data yang dianalisis?
12 Apakah ada hambatan didalam penangulangan Stunting di wilayah kerja
saudara, jika ada hambatan apa saja, bagaimana mengatasi hambatan?
13 Menurut ibu faktor pendukung didalam penanggulangan stunting
diwilayah ibu, jika ada faktor apa saja yang menjadi pendorong kegiatan
tersebut?
14 Bagaimana kesediaan sumber dana penanggulangan stunting di
Puskesmas, jika ada jenis kegiatan apa saja yang telah dilakukan?
15 Bagaimana komunikasi yang dilakukan ke Desa
16 Bagaimana menyampaikan informasi kegiatan gizi ke masyarakat,
bagaimana kegiatan posyandu
17 Bagaimana standar pelayanaannya, pada saat pandemi
18 Bagaimana mekanisme perencanaan anggaran di Puskesmas ibu
khusunya prograrma gizi
19 Bagaimana mekanisme pelaksanaaan
Page 105
88 STIK Bina Husada Palembang
4. Kader Posyandu
NO IDENTITAS RESPONDEN
1 Nama :
2 Umur ....... Tahun
3 Jenis Kelamin
1. Laki-laki 2. Perempuan
4 Pendidikan
10. Tidak sekolah/ Tidak Tamat SD
11. SD 4. SLTA
12. SLTP 5. Akademi/ PT
5 Pekerjaan :
7. PNS/ TNI/ POLRI 3. Pedagang
8. Buruh/ Tani 4. Pensiunan
5. Lain-lain
6 Alamat Rumah :
7 Bagaimana kendala selama melaksanakan Posyandu ?
8 Jika Ada, Jelaskan kendala yang ada selama melaksanakan posyandu !
9 Bagaimana dukungan dari pihak Puskesmas terhadap kinerja kader
dalam melaksanakan Posyandu ?
10 Jika Ada, Jelaskan dukungan yang dilakukan pihak Puskesmas selama
kegiatan posyandu !
11 Bagaimana dukungan dari pejabat daerah setempat terhadap kegiatan
Posyandu ?
12 Jika Ada, Jelaskan dukungan dari pejabat setempat terhadap kegiatan
posyandu !
13 Menurut Ibu apa manfaat program penangulangan Stunting diDesa
saudara, jika ada apa yang dirasakan dengan program tersebut ?
14 Bagaimana harapan saudara dengan kegiatan penanggulangan Stunting
sebutkan !
15 Bagaimana peran pihak swasta dalam kegiatan penanggulangan
Stunting, jika ada dalam bentuk kegiatan apa ?
16 Bagaimana komitmen pemerintah Desa dalam pengentasan kasus
Stunting di Desa, apa komitemen Desa dalam penggulangan Stunting ?
Page 106
89 STIK Bina Husada Palembang
5. Ibu Balita
NO IDENTITAS RESPONDEN
1 Nama :
2 Umur ....... Tahun
3 Jenis Kelamin
1. Laki-laki 2. Perempuan
4 Pendidikan
13. Tidak sekolah/ Tidak Tamat SD
14. SD 4. SLTA
15. SLTP 5. Akademi/ PT
5 Pekerjaan :
9. PNS/ TNI/ POLRI 3. Pedagang
10. Buruh/ Tani 4. Pensiunan
5. Lain-lain
6 Alamat Rumah :
7 Bagaimana tanggapan Ibu terkait adanya posyandu di daerah ibu ?
8 Apakah Ibu selalu datang setiap ada kegiatan posyandu di daerah ibu ?
9 Jika tidak, jelaskan alasan Ibu kenapa tidak hadir rutin !
10 Jika iya, jelaskan motivasi ibu untuk selalu hadir rutin !
11 Jelaskan manfaat yang Ibu peroleh selama kegiatan posyandu untuk
balita ibu !
12 Menurut Ibu Apa manfaat yang dirasakan Ibu dengan kebijakan
penanggulangan Stunting ?
13 Bagaimana harapannya kedepan dalam mempersiapkan generasi
penerus kita, sebutkan harapanya ?
Page 107
90 STIK Bina Husada Palembang
Lampiran 5
PEDOMAN OBSERVASI
No Hal-hal yang diobservasi Dikerjakan
Ada Tidak
1. Apakah ada Surat keputusan
2. Apakah ada Standar Operasional Prosedur yang
tertulis
3. Apakah ada buku pedoman dalam
penangulangan stunting
4. Apakah ada alat atropometri
5. Apakag ada Dokumen kegiatan
6. Usulan Rencana Usulan Kegiatan
7. Usulan Rencana Pelaksana Kegiatan
8. Register Posyandu
Page 108
91 STIK Bina Husada Palembang
Lampiran 6
Dokumentasi Penelitian Implementasi Program Gizi Terhadap Angka
Stunting di masa pandemi Covid 19.
Gambar 1. Foto Wawancara dengan KI 1 Selaku Kabid Kesehatan Masyarakat Dinas
Kesehatan Kabupaten Lahat
Gambar 2. Foto saat wawancara dengan KI2 Selaku Kasi Kesehatan Keluarga dan Gizi
Dinas Kesehatan Kabupaten Lahat
Page 109
92 STIK Bina Husada Palembang
Gambar 3. Foto saat wawancara dengan KI3 Selaku Petugas Gizi Puskesmas
Gambar 4. Foto saat wawancara dengan Ibu Balita
Page 110
93 STIK Bina Husada Palembang
Gambar 5. Foto saat wawancara dengan Kader Posyandu
Gambar6. Foto PMT Balita dan Ibu Hamil Gambar 7. Buku Register Posyandu
Gambar 8. Contoh SOP Tertulis
Page 111
94 STIK Bina Husada Palembang
Gambar 9. Foto Alat Antropometri untuk Posyandu
Gambar 10. Screenshoot RPK Puskesmas Gambar 11. Screenshoot RUK Puskesmas
Page 112
95 STIK Bina Husada Palembang
Lampiran 7
Surat Telah Selesai Melakukan Penelitian
Page 113
96 STIK Bina Husada Palembang
Lampiran 8
Surat Keterangan Layak Terbit
Page 114
97 STIK Bina Husada Palembang
Lampiran 9
MATRIK HASIL WAWANCARA
“Analisis Implementasi Penurunan Stunting
Pada Masa Pandemi Covid 19 di Kabupaten Lahat”
1. Pertanyaan mendalam KI.1
No Pertanyaan Informan (Ki1) Kesimpulan Interprestasi
1 Menurut Ibu apakah ada
kebijakan yang mengatur
penanggulangan stunting,
Bagaimana proses langkah-
langkah terbentuknya
kebijakan tersebut ?
Sudah ada, kebijakannya berupa
peraturan Bupati yang diterbitkan di
tahun 2020 dengan no 27 ,
terbentuknya kebijakan tersebut
karena Kabupaten Lahat menjadi
lokus stunting di Provinsi SumSel
sehingga dengan kejadian ini
dipandang perlu untuk menerbitkan
kebijakan.
Kebijakan berupa Peraturan
Bupati No 27 Tahun 2020.
Kebijakan berupa Peraturan
Bupati No 27 Tahun 2020.
2. Bagaimana tahapan dalam
penyususnan kebijakan
tersebut
pertama kali kali membuat draf
peraturan bupati kemudian kami
usulkan ke bagian hukum pemda
setelah diperiksanya dikoreksinya
isinya sudah sesuai apa belum,
dikembalikan lagi ke dinkes untuk
diperbaiki kemudian dinaikan lagi
ke bagian hukum seterusnya bagian
Penyusunan Kebijakan
mengikuti prosedur yang
berlaku
Menyusun draf koreksi di
bagian hukum, baru
penandatangana bupati
Page 115
98 STIK Bina Husada Palembang
hukum yang prosesnya, terus terang
drafnye kami adopsi dari Kabupaten
lain karena nak cepat.
3 Bagaimana kebijakan
tersebut diterapkan, dan
bagaimana sosialisasi dan
bimbingan teknis?
Setelah ada kebijakan tersebut, maka
dibentuknya tim stunting Kabupaten
Lahat. Dan diketuai oleh Bupati, Wk
Bupati, Pak Sekda dan OPD terkait,
setelah adanya kebijakan dan
terbentuknya tim teknis maka
dimulailah koordinasi dengan OPD
terkait dan sebagai
penanggungjawabnya adalah
Bappeda. Untuk sosialisasi awalnya
dilaksanakan saat rapat koordinasi
yang pertama di Bappeda dengan
dibagikan SK tim. Bimbingan
teknisnya pada saat pelaksanaan 8
aksi konvergensi.
Kebijakan telah dilakukan
yang diketuai oleh ketua tim
yaitu BAPEDA
Diterapkan setelah
dibentuknya tim koordinasi
stunting, disosialisasikan
ketika rapat koordinasi
pertama dengan penanggung
jawab Bappeda, bimbingan
teknisnya dilaksanakan pada
saat pelaksanaan 8 aksi
konvergensi.
4 Sejauh mana kebijakan
tersebut telah diterapkan?
Kebijakannya sudah baik dan sudah
diterapkan. tetapi masih banyak
hambatan didalm koordinasi lintas
OPD
Kebijakan Sudah diterapkan
tetapi masih banyak
hambatan
Sudah diterapkan
koordinasinya belum
maksimal.
5. Bagaimana informasi
kegiatan program gizi
disampaikan
Informasi disampaikan pada saat
rapat bulanan di Dinas Kesehatan,
sosialisasi dalam bentuk media
whatshapp dan email
Informasi telah disampaikan
dengan baik
Informasi disampaikan pada
saat rapat bulanan,
sosialisasi, whatshapp
Page 116
99 STIK Bina Husada Palembang
6. Bagaimana kondisi SDM
yang dimiliki, adakah
petugas khusus yang di Surat
Keputusan untuk pengelola
kegiatan penanggulangan
stunting, sejauh mana
standar kompetesi yang
sudah dimiliki ?
Jika SDM nya di bidang kesehatan
yakni jajajaran Dinkes yakni Kepala
Dinas, Bidang Kesmas, Bidang
SDK, Bidang P2P dan Bidang
Yankes, untuk SDM khusunya
petugas gizi dengan latar belakang
gizi baru 14 Puskesmas dari 33
Puskesmas, selebihnya bidan dan
perawat.
Jumlah SDM belum
memenuhi kebutuhan yang
ada
SDM nya sesuai lampiran SK
Perbup yakni Kepala Dinas,
Bidang Kesmas, Bidang
SDK, Bidang P2P dan
Bidang Yankes, dan dari
Puskesmas yang berlatar
belakang gizi baru 14
Puskesmas.
7 Bagaimana sistem kerja tim
teknis, tim pengawas
kegiatan penanggulangan
stunting?
Untuk Kabupaten Lahat, koordinasi
sudah jalan tapi sepertinya masih
perlu ditingkatkan lagi, untuk tim
pengawasnya yakni secara
berjenjang, dan dilapangan adalah
koordinator TPG.
Koordinasi sudah berjalan
dengan baik tetapi masih
tetep harus ditingkatkan
Koordinasi dan pengawasan
sudah berjalan tetapi tetap
harus ditingkatkan.
8 Bagaimana tim dalam
pengelolaan kegiatan
penanggulangan stunting?
Masih tetap menjalankan tugas
sesuai dengan tupoksi masing-
masing tetapi masih menyesuaikan
kondisi pada saat pelaksanaan, dan
harus mengikuti protokol kesehatan.
Berjalan sesuai dengan uraian
tugas masing-masing
Menjalankan tugas sesuai
tupoksi dan menerapkan
protokol kesehatan.
9 Bagaimana proses
pengusulan dana dalam
penanggulangan stunting di
Kabupaten Lahat, jika ada
jenis kegiatan apa saja yang
didanai?
Pengusulan dana sendiri di Kab.
Lahat sudah dianggarkan tetapi
masih belum mencukupi, artinya
untuk kedepannya akan
dimaksimalkan lagi supaya
percepatan penurunan stunting.
Dananya masih terbatas dan belum
mencukupi untuk kegiatan-kegiatan
Sudah ada anggaran dalam
penanggulangan stunting
Dana sudah dianggarkan
tetapi belum mencukupi.
Page 117
100 STIK Bina Husada Palembang
yang sudah direncanakan. Jenis
kegiatannya di Dinkes berpedoman
di Juknis.
10. Kegiatan apa saja, apakah
sudah dilaksanakan
Penyusunan regulasi, rembuk
stunting, pembinaan KPM, 1000
HPK, e-PPGBM (Elekronik
Pencatatan Pelaporan Gizi Berbasis
Masyarakat), kegiatan belom
digawikan karena masih refokusing
jadi baru kegiatan 1000 HPK, beli
pmt dan rembuk stunting yang
lainnyo belum dikerjakan
Sudah banyak kegiatan yang
telah dilakukan dalam
penanggulangan stunting
Beberapa kegiatan telah
dilaksanakan dan ada juga
yang belum
11. Bagaimana ketersediaan
sarana dan prasarana dalam
menunjang kegiatan
tersebut, jenis prasarana dan
sarana yang ada ?
Salah satu kendala yakni alat
antropometri, tetapi tahun ini kita
menganggarkan untuk membeli
antropometri tetapi masih terbatas,
belum seluruh Desa.
Alat atropometri sudah ada
tetapi belum mencukupi
Kendala di alat antropometri
tidak sesuai kebutuhan.
12. Bagaimana komitmen
Pemerintah Daerah dalam
penanggulangan stunting di
Kabupaten Lahat ?
Setelah kepala daerah mengetahui
Kab. Lahat menjadi lokus bahkan
Kab. Lahat memiliki presentasi
tertinggi. Bupati sangat
berkomitmen untuk penurunan
stuning. Ada komitmen yang
diresmikan di acara Rembuk
Stunting 2020 dan 2021.
Komitemen pemerintah
sudah cukup baik
Bupati sangat berkomitmen
untuk penurunan stuning.
Ada komitmen yang
diresmikan di acara Rembuk
Stunting 2020 dan 2021.
13. Bagaimana uraian tugas dan
wewenang masing-masing
tim?
Ada uraian tugas dan wewenang di
lampiran SK.
Ada surat keputusan tentang
uraian tugas
Ada uraian tugas dan
wewenang di lampiran SK.
Page 118
101 STIK Bina Husada Palembang
14. Bagaimana informasi
program gizi di sampaikan
Informasi di sampaikan bisanya
berjenjang dari provinsi, Kabupaten,
Puskesmas
Informasi di sampaikan
berjenjang
Informasi disapaikan
berjenjang
15. Bagaimana cara
menyampaikan informasi
program gizi
Informasi disampaikan sering nian
lewat wa, email, telpon dan rapat di
dinas
Menggunakan media Interpertasi media yang
digunakan whatsaap, telepon
email dan rapat rutin
2. Wawancara mendalam KI.2
No Pertanyaan Informan (Ki1) Keseimpulan Interprestasi
1 Bagaimana pelaksaan
kegiatan dikomunikasikan?
Komunikasi degan petugas gizi
kami sampaikan pada saat
pertemuan, rapat-rapat, lewat wa
Komunikasi Dilakukan
dengan menggunakan media
Komunikasi kegiatan
disampaikan melalui tatap
muka atau media sosial
2. Bagaimana penetapan
perencanaan program,
sasaran, proses dan output?
Perencanaan di program gizi
berdasarkan analisis data yang
diperoleh dari laporan petugas gizi
Puskesmas yang dilaporkan setiap
bulannya dari data tersebutlah
sebagai dasar kesga dan gizi untuk
mengusulkan kegiatan di subbag
perencanaan dinkes lahat. Namun
pada masa pandemi ini memang
banyak sekali mengalami
perubahan, beberapa kali kegiatan di
recofusing, sehingga ada
pemangkasan kegiatan terutama di
program gizi. Sasarannya
Sudah ada penyusunan
perencanaan
perencanaan disususn
bertahap mulai dari analisis
data, disususn dan diusulkan
kebagian perencanaan Dinas
Kesehatan, saat pademi covid
beberapa kegiatan di
recofusing, sasaranya 1000
HPK, OUPUT baduta
stunting kurang 20%
Page 119
102 STIK Bina Husada Palembang
difokuskan di 1000 HPK, apalagi
Kabupaten Lahat merupakan lokus
stunting. Prosesnya dengan aplikasi
SIPD. Outputnya balita stunting
harus kurang dari 20% baru
dikatakan berhasil . dan menjadi
hambatan masih kurangnya
anggaran, terkendala sinyal karena
semua laporan sekarang online.
3 Bagaimana pelaksanaan
kegiatan dalam bentuk apa,
apakah ada satndarnya, jenis
kegiatannya apa saja
Kalau pelaksanaan seperti biasa
kami lakukan di Dinas Kesehatan,
ada pertemuan, ada monev,
standarnya ada yaitu SOP, jenis
kegiatannya 1000 HPK, Surveilan e-
PPGBM (Elekronik Pencatatan
Pelaporan Gizi Berbasis
Masyarakat), KPM, Rembuk
stunting pembelian PMT tetapi
hanya sedikit, penangulangan
masalah gizi
Kegiatan program gizi seperti
pertemuan, monev sesuai
dengan pedoman yang
berlaku
Kegiatan program gizi
dilaksanakan sesuai dengan
standar operasional prosedur
(SOP) program gizi
4 Bagaimana cara penentuan
biaya pelaksanaan
penanggulangan stunting,
apakah ada waktu
pelaksanaannya?
Biayanya sesuai dengan anggaran
yang telah diusulkan,
Sesuai dengan anggraan yang
diusulkan
Anggaran yang telah
diusulkan
5 Bagaimana pemantauan
progres kemajuan
Dilihat dalam bentuk menurunnya
angka stunting di Kabupaten Lahat
Pemantauan dilihat dari
laporan e-PPGBM (Elekronik
Menurunnya angka stunting
di Kabupaten Lahat dilihat
Page 120
103 STIK Bina Husada Palembang
penanggulangan stunting,
jika ada dapat dilihat dalam
bentuk apa,
yang dilihat di aplikasi e-PPGBM.
data tersebut telah dilakukan
evaluasi dan diberikan feedback ke
Puskesmas
Pencatatan Pelaporan Gizi
Berbasis Masyarakat)
dari e-PPGBM (Elekronik
Pencatatan Pelaporan Gizi
Berbasis Masyarakat),
evaluasi dan feedback
6 Bagaimana pengawasan
untuk menjamin kelancaran
kegiatan, jika ada dalam
bentuk apa?
Terus dipantau setiap bulannya,
entri dari aplikasi e-PPGBM.
Di monitoring setipa bulan Dimonitoring di aplikasi e-
PPGBM
7 Bagaiamana cara
menyampaian informasi
tentang program gizi
Informasi kami sampaikan pada saat
pertemuan, pada rapat, lewat WA
Informasi digunakan
menggunakan media
informasinya disampaikan
3. Wawancara mendalam KI3 dan KI4
No Pertanyaan Key Informan
Kesimpulan Interprestasi Ki 3 Ki 4
1 Bagaimana
implementasi
pelakasanaan kegiatan
penanggulangan
Stunting lapangan?
Setelah kami mengetahui
Desa kami menjadi lokus
stunting, kami mengkroscek
data untuk memastikan data
apakah benar valid, dan
memang benar di tahun
2019 ada 18 anak yang
stunting, setelah itu kami
mengadakan rembuk
stunting Desa, untuk
menyampaikan data yang
sudah ada dan
Beberapa
pendampingan di
posyandu, konselor
terhadap ibu balita,
kemudian distribusikan
PMT dari dinas di
Desa lokus stunting
Kegiatan telah
dilaksanakan dalam
penanggulangan
stunting
Kegitan yang telah
dilakanakan pemberina
PMT, penyuluhan,
konselor, pelatihan-
pelatihan
Page 121
104 STIK Bina Husada Palembang
merencanakan bagaimana
penurunan stunting di Desa
Makartitama dan kemarin
diambil kesimpulan
dibuatlah satu kelompok
rumah Desa sehat, ada
kader pembangunan
manusia, bidan Desa, dan
kader untuk mengadakan
kegiatan rutin yakni
seminggu sekali diberikan
edukasi dan penyuluhan gizi
dari balita, ada pemeriksaan
rutin, pemberian pmt,
dananya dari Desa berupa
susu, telur, roti jadi pmtnya
bervariasi, sehingga ditahun
2020 turun angka
stuntingnya, dan sekarang
2021 tinggal 6 balita
stunting sehingga
pertemuannya diadakan
sebulan sekali.
2. Bagaimana komitmen
lintas sentor
penanggulangan
Stunting?
Komitmennya kepala Desa
sangat mendukung sekali,
BKKBN juga mendukung
berupa penyuluhan, Babinsa
juga hadir memberikan
Belum terlalu
maksimal di lakukan,
klo dari kecamatan,
perangkat Desa
melakukan kegiatan di
Komintmen sudah ada
tetapi belum maksimal
Komitmen
mendukung, dalam
pelaksanaan penurunan
stunting
Page 122
105 STIK Bina Husada Palembang
motivasi, ada Kepala
Puskes dan TPG nya juga,
PKK juga aktif dari
kecamatan dan pemerintah
Desa juga aktif.
posyandu melakukan
advokasi kader,
TPPKK Desa
3 Bagaimana kesediaan
sarana dan prasarana?
Untuk sarananya kita
meminjam dengan
Puskesmas, dari dana Desa
juga sudah diusulkan namun
pengadaannya belom
terealisasi, tapi untuk
transport kader sudah ada
realisasinya, untuk sarana
yang lain pernah kerjasama
dengan PANSIMAS
memberikan bantuan
jamban dikhususkan rumah
Ibu hamil dan rumah yang
ada balitanya. Untuk air
bersih ada sumur bor dari
PANSIMAS pengadaan
sudah mencukupi. SDM nya
untuk di Desa ada bidan
Desa dan kader, untuk di
Puskesmas belum ada ahli
gizi berlatar belakang
pendidikan gizi belum ada.
Sarana dan prasana
atropometri sudah
cukup
Sarana sudah ada Alat atropometri yang
digunakan dari
Puskesmas
4 Bagaimana sumber data Melalui hasil penimbangan Ketika melakukan Dari aplikasi e- Diperoleh dari
Page 123
106 STIK Bina Husada Palembang
yang dapat dianalisis
dari kasus Stunting ?
posyandu, dientri di e-
PPGBM (Elekronik
Pencatatan Pelaporan Gizi
Berbasis Masyarakat) ada
juga dimasukan ke form
penilaian gizi.
pengukuran validasi
stunting pengukuran
berat badan tinggi
badan, sumber data
validasi stunting 3
bulan sekali,
pengukuran TB, BB
pertriwulan disana
dilihat data-data anak
stunting
PPGBM (Elekronik
Pencatatan Pelaporan
Gizi Berbasis
Masyarakat)
pengukuran di
posyandu dientri
dalam e- PPGBM
(Elekronik Pencatatan
Pelaporan Gizi
Berbasis Masyarakat)
5 Bagaimana tindak lanjut
terhadap data yang
dianalisis?
Dikoreksi supaya bisa di
cek, disingkronkan dengan
data pengukuran di
lapangan.
Kita kelompokan
berapa jumlah anak
stunting, umur berapa
sajajika ditemuakan
anak stunting dibawah
2 tahun saya akan
koordinasikan dengan
pihak Desa agar tepat
pemberinan PMT jadi
1000 HPK tahun bisa
diperbaikai statu
gizinya menjaid status
gizi norman
Sudah ada tindak lanjut
data yang tersedia
Dikoresi hasil dengan
pengukuran
dilapangan.
6 Apakah ada hambatan
didalam penangulangan
Stunting di wilayah kerja
saudara, jika ada
hambatan apa saja,
Hambatannya untuk saat ini
enggak ada masalahnya.
Mekanismenya juga
menerapkan protokol
kesehatan. Mungkin SDM
Dari pihak Desa
biasanya menyediakan
PMT tidak maksimal
dibandingkan
kebutuhangizi anak
Ada hambatan dari
segi dana, sdm dan
pandemi covid 19
Masih terbatasnya
dana Desa dan
puskemas dalam
penaggulangan
stunting, kemapuan
Page 124
107 STIK Bina Husada Palembang
bagaimana mengatasi
hambatan?
nya perlu ditingkatkan lagi
apalagi di Puskesmas tidak
ada ahli gizi.
stunting, jika saya
berbicara makanan apa
aja yang sebaiknya
diberikan pihak merka
menyampaikan tidak
ada anggaran khusus
tentang stunting tapi
saya pikir masalah
mereka, urusan rumah
tangga mereka saya
selalu berusaha bahwa
kebutuhan gizi anak
stunting sediakan,
tetapi kurang
maksimalnya saya
langsung memberikan
penyuluhan pada ibu
balita tentang makanan
apa saja sebainya
diberikan
SDm dan kondisi
pandemi covid 19
7 Menurut ibu faktor
pendukung didalam
penanggulangan stunting
diwilayah ibu, jika ada
faktor apa saja yang
menjadi pendorong
kegiatan tersebut?
Faktor dana, faktor sarana,
faktor keterampilan kader,
komitmen Desa. Sumber
dananya tidak menjadi
masalah.
Memberikan
Pengetahuan kepada
ibu dan pola asuh,
apalagi pemberian
makanan bergizi hanya
terkadang pola
pengasuhan ada anak
Faktor komiten
pemerintah setempat
Faktor dana, faktor
sarana, faktor
keterampilan kader,
komitmen Desa
Page 125
108 STIK Bina Husada Palembang
stunting diasuh oleh
nenek, ditingalkan ke
kebun jadi apakah
anak tersebut sudah
makan atau tidak,
kemudian ada juga ibu
anak stunting karena
sibuk bermain hp ini
menurut keterangan
dari ibu kades bahwa
ibu-ibu muda ini harus
lebih telatan mengurus
anak, berangapan
bahwa makan jajanana
bahwa anak mereka
sudah makan, klo saya
selalu memberikan
penyuluhan bahwa
makanan itu tidak
sehat
8 Bagaimana kesediaan
sumber dana
penanggulangan stunting
di Puskesmas, jika ada
jenis kegiatan apa saja
yang telah dilakukan?
Dananya dari dana Desa,
dari Dinas Kesehatan
berupa susu nutricia,
dampaknya bagus ada yang
naiknya sampai 3cm, ada
juga gamau konsumsi susu.
Kegiatan-kegiatan dari
posyandu biasnya
dapat trasport dari
situlah
Dana bersumber dari
Puskesmas dan Desa
Dananya dari dana
Desa dan Dinas
Kesehatan
9 Bagaimana komunikasi Komunikasi lewat wa, Kami komunikasi Komunikasi dilakukan Komunikasi
Page 126
109 STIK Bina Husada Palembang
yang dilakukan ke Desa mimilokarya bulanan, tiga
bulan
dengan kader dengan
surat, telp, wa
dua arah dilaksanakan pada saat
rapat minilokarya,
menggunakan media
seperti, wa, surat dan
telphone
10 Bagaimana
menyampaikan
informasi kegiatan gizi
ke masyarakat,
bagaimana kegiatan
posyandu
Kalo kegiatan kami
disampaikan melalui
minlok, pada saaat
penyuluhan, kami telpon
kadernyo, posyandu sudah
rutin masyarakt sudah tau
Melalui surat wa,
minlok lintas sektor
penyuluhan
Informasi dilakukan
satu arah
Informasi disampaikan
pada saat minlok,
penyuluhan, surat wa,
dan telephone
11 Bagaimana standar
pelayanaannya, pada
saat pandemi
Kami ada sop program gizi,
pada saat pademi covid
belum kami buat, rencana
akan dibuat
Standar pelayanan
yang diberikan sesuai
informasi dari Dinas
Kesehatan, klo dalm
bentuk SOP belum ada
Belum ada SOP saat
pandemi covid belum
ada untuk program gizi
sudah ada
SOP progrma sudah
ada, saat pandemi
beluma ada
12 Bagaimana mekanisme
perencanaan anggaran di
Puskesmas ibu khusunya
prograrma gizi
Mengusulkan ke bendahara
BOK
Program gizi membuat
RUK disulkan ke
bendahara BOK
Sudah ada rencana
usulan kegiatan
petugas gizi
mengusulkan ke
bendahara BOK
13 Bagaimana mekanisme
pelaksanaaan
RPK dari bendahara BOK
setelah itu kami baru
melaksanakan kegiatan gizi
sesuai petunjuk kapus
Pelaksanaan
menunggu petunjuk
kapus dan bendahara
BOK
Sudah ada RPK Kegiatan pelaksanaan
berdasarkan RPK
Page 127
110 STIK Bina Husada Palembang
4. Wawancara mendalam I.1 dan I.2
No Pertanyaan Informan
Kesimpulan Interprestasi 1.3 I.2
1 Bagaimana kendala
selama melaksanakan
Posyandu ?
Ada kendala Kadang lancar kadang
dide lancar kalo misalnye
dana Desa belum cair
kami belum dapat
makanan tambahan, dide
jalankan lime meja,
kadang makanan lak
dibelikan gale oleh bu
kades, dide jalankan 5
meja penting didaftar,
ditimbang, ngsisi kms
kadang bulan depan, klo
dari Puskesmas dukung
tiap bulan datang nek
nyuntik merekse ibu
hamil, ngasih penyuluhan
, pengarahan saat
refresing kader setaun
sekali ade petugas
puskesmas klo ngisi
Ada kendala pemberian
PMT
Intrepetasi : Ada
2 Jika Ada, Jelaskan
kendala yang ada selama
melaksanakan posyandu !
Berkunjungnya tidak bisa
berbarengan, kehadirannya
juga baru 70%-80%
dikarenakan jarak, karena di
Dide pule hambatan, ibu
datang banyak juga ke
poyandu, masa covid
masih banyak juge yang
Masyarakat masih
cukup antusias datang
ke posyandu
Berkunjungnya tidak
bisa berbarengan,
kehadirannya juga baru
70%-80% dikarenakan
Page 128
111 STIK Bina Husada Palembang
Desa ini posyandu stunting
Cuma 1 tempat, jadi ibu-ibu
males, dan kadang karena
waktnya siang jadi anak-
anak banyak yang
menangis, kondisi
bangunannya masih
numpang, penjadwalannya
juga dibagi waktu, untuk
jam 9-9.30 sekitar 10 sudah
bergantian, itu yang sering
terkendala masalah waktu,
sehingga persiapannya agak
terlambat.
datang jarak.
3 Bagaimana dukungan
dari pihak Puskesmas
terhadap kinerja kader
dalam melaksanakan
Posyandu ?
Sangat mendukung. Puskesmas ngasi
imunisasi anak, merikese
ibu hamil, kadang-
kadang ngasih
penyuluhan
Puskesmas dukung nian
de gawian posyandu
datang saje
Sangat mendukung
4 Jika Ada, Jelaskan
dukungan yang dilakukan
pihak Puskesmas selama
kegiatan posyandu !
Melayani segala sesuatu
yang dibutuhkan untuk
perkembangan balita
stunting.
Cara ngukur, timbang
yang benar
Diajarinye gale gawian
posyandu
Melayani segala sesuatu
yang dibutuhkan untuk
perkembangan balita
stunting.
5 Bagaimana dukungan
dari pejabat daerah
setempat terhadap
kegiatan Posyandu ?
Dukungannya baik, beliau
memberikan anggaran untuk
pmt, untuk kadernya
diberikan transposrt.
Dari PKK siapkan bubur
kami dede keruan, klo
rapat2 jarang-jarang
Dukung pak kades,
ibunye ikut pule
posyandu
Dukungan baik dan
membantu memberi
anggaran.
6 Jika Ada, Jelaskan Dukungannya ada Mengalakkan Nyediakah PMT yakni Jumantik, dana
Page 129
112 STIK Bina Husada Palembang
dukungan dari pejabat
setempat terhadap
kegiatan posyandu !
diposyandu, saya selaku
ketua merasa terbantu,
kegiatannya memberitahu
sebelum kegiatan,
pelaksanaan, kunjungan
rumah. Kegiatan ketika
pelaksanaan yakni
pendaftaran, penimbangan,
penyuluhan, ada juga dana
sehat, jumantik, dan tabulin.
Dana sehat dikumpulkan
dari masyarakat dan
dikeluarkan ketika sakit.
Dari PKK dan Desa juga
datang ketika posyandu.
pengentasan stunting
berupa susu sekotak,
telur sekarpet, kadang
dienjuk buah
sehat dan tabulin.
7 Menurut Ibu apa manfaat
program penangulangan
Stunting diDesa saudara,
jika ada apa yang
dirasakan dengan
program tersebut ?
Manfaatnya adalah
masyarakat yang kurang
mampu bisa terbantu,
semenjak ada penanganan
kami terbantu sekali apalagi
untuk yang memiliki balita
stunting. Sarana yang ada di
posyandu meja cukup,
timbangannya disiapkan
dari Puskesmas dan
didampingi yakni digital.
Manfaat diberikan oleh
kades di berikan susu,
telur
Anak stunting keruan
gale jadi ame ade
penyuluhan bisa
diundang, dikasih PMT
Intrepetasi : Manfaatnya
adalah masyarakat yang
kurang mampu bisa
terbantu terutama yang
stunting akibat
kekurangan asupan
makanan bergizi dan
vitamin.
8 Bagaimana harapan
saudara dengan kegiatan
Semoga stunting di
Makartima yang saat ini
Semoga stunting di
Makartima yang saat ini
Semoga dide bedie lagi
kasus stunting di dusun
Semoga stunting di
Makartima yang saat ini
Page 130
113 STIK Bina Husada Palembang
penanggulangan Stunting
sebutkan !
berjumah 6 orang bisa
benar-benar habis.
berjumah 6 orang bisa
benar-benar habis.
kami berjumah 6 orang bisa
benar-benar habis.
9 Bagaimana peran pihak
swasta dalam kegiatan
penanggulangan Stunting,
jika ada dalam bentuk
kegiatan apa ?
Belum ada. Belum ada. Belum ade Belum ada.
10 Bagaimana komitmen
pemerintah Desa dalam
pengentasan kasus
Stunting di Desa, apa
komitemen Desa dalam
penggulangan Stunting ?
Komitmennya ada,
dukungannya baik untuk
penurunan stunting disini.
Komitmennya ada,
dukungannya baik untuk
penurunan stunting
disini.
Dukungan kades ade Komitmennya ada,
dukungannya baik
untuk penurunan
stunting disini.
5. Wawancara mendalam I.3 dan I.4
No Pertanyaan Infotman Kesimpulan interprestasi
I3 I.4
1 Bagaimana tanggapan Ibu
terkait adanya posyandu di
daerah ibu ?
Bagi saya sangat
membantu untuk melihat
perkembangan anak balita,
tinggi badan, berat badan
anak kita. Saya mengetahui
anak saya stunting dari
petugas Puskesmas.
Aku Ribang Aku
Senang Anak Aku
Pacak diimunisasi,
ditimbang, pacak
dikinai di KMS, ape
anak sehat
Anak balita dipantau
kesehatannya
Sangat membantu
untuk melihat
perkembangan anak.
2 Apakah Ibu selalu datang
setiap ada kegiatan
posyandu di daerah ibu ?
Saya datang terus ke
posyandu setiap bulannya,
bahkan sekarang ada
Aku datang terus
setiap bulan ke
posyandu, kalo
Ibu balita aktif datang
ke posyandu
Selalu datang setiap
bulannya.
Page 131
114 STIK Bina Husada Palembang
tambahan posyandu
stunting jadi sebulan dua
kali saya mengikuti
posyandu, kegiatan
posyandu stunting juga
sama tinggi badan dan
berat badan tetapi bedanya
dikasih gizi tambahan
berupa makanan langsung
jadi (dimasak oleh kader),
ada juga susu.
sekali-kali dide
datang ame ade
udangan, anye aq
rutin
3 Jika tidak, jelaskan alasan
Ibu kenapa tidak hadir
rutin !
Saya datang terus ke
posyandu setiap bulannya,
bahkan sekarang ada
tambahan posyandu
stunting jadi sebulan dua
kali saya mengikuti
posyandu, kegiatan
posyandu stunting juga
sama tinggi badan dan
berat badan tetapi bedanya
dikasih gizi tambahan
berupa makanan langsung
jadi (dimasak oleh kader),
ada juga susu.
Alasan aku ke
posyandu aku nak tau
perkembangan anak
aq timbangan mak
mane, biase dinjuk
tau anak sehat ape
dide sekali ade
peyuluhan
Ibu balita ingin
mengetahui
pertumbuhan anaknya
Ibu balita datang ke
posyandu untuk
mengetahui tumbuh
kembang anaknya
4 Jika iya, jelaskan motivasi
ibu untuk selalu hadir rutin
!
Saya selalu datang dan
juga menerapkan prokes,
dan tidak antri juga selama
Nak ngetahui anak aq
sehat ape dide
Mengetahui tumbuh
kembang anak
perkembangan BB dan
TB anak saya serta
mendapatkan vitamin
Page 132
115 STIK Bina Husada Palembang
posyandu. Motivasi saya
ingin melihat
perkembangan anak saya,
iya dijelaskan naik
turunnya perkembangan
anak saya, pada saat anak
saya ketahuan stunting
dianjurkan susu tinggi
kalsium. Saya
menggunakan air sumur
bor, saya memiliki jamban.
dan PMT.
5 Jelaskan manfaat yang Ibu
peroleh selama kegiatan
posyandu untuk balita ibu !
Anak saya
perkembangannya lebih
baik, terpantau terus
keadaan anak saya, anak
saya dapat vitamin, susu,
roti dll. Saya juga menjadi
tau penyebab anak saya
stunting karena waktu
hamil saya tidak suka
minum susu, ttd juga tidak
mau minum, saya juga
KEK, kurang mau makan,
anak saya juga lahir
BBLR.
Anak sehat ape dide,
dapat PMT
Ibu menjadi tau
penyebab anak stunting
Perkembangan anak
lebih baik dan
terpantau.
6 Menurut Ibu Apa manfaat
yang dirasakan Ibu dengan
kebijakan penanggulangan
Manfaat yang saya dapat
banyak sekali, seperti yang
saya jelaskan. Tetapi saya
Mak itulah apae anak
aq sehat ape dide
Ada manfaatnya
kegiatan di posyandu
meningkat
Manfaat kegiatan
posyandu meningkat
Page 133
116 STIK Bina Husada Palembang
Stunting ? juga memiliki saran yakni,
datangnya lebih awal,
pemberian makanan
tambahan diganti-ganti
menunya supaya
bervariasi, sarana
prasarananya supaya bisa
direnovasi, untuk
kesediaan alat bermain ada
meski sederhana.
7 Bagaimana harapannya
kedepan dalam
mempersiapkan generasi
penerus kita, sebutkan
harapanya ?
Harapan saya kedepannya,
saya bisa nambahi berat
badan anak saya, menjaga
kesehatan saya dulu, tidak
lupa minum pil tambah
darah, menjaga kesehatan
dan juga lingkungan.
Ditingkatkah lagi
jagan nimbang saje
ape ade kegiatan lain
Pelayanan posyandu
dapat ditingkatkan lagu
Harapannya supaya
Ibunya sehat terlebih
dahulu, supaya
anaknya lahir juga
sehat.