PELAKSANAAN PENDAFTARAN PENDUDUK DI DINAS KEPENDUDUKAN DAN CATATAN SIPIL KOTA PALEMBANG TAHUN 2009 Kata metodologi : Pelaksanaan Variabel penelitian: Pelaksanaan pendaftaran penduduk Tabel pengamatan penelitian Jumlah Penduduk Kota Palembang Tahun 2003 – 2008 Kecamatan Jumlah Penduduk 2003 2004 2005 2006 2007 2008 1. Ilir Barat II 60.761 62.032 63.264 64.708 65.923 66.923 2. Gandus 48.502 49.015 50.078 51.182 52.125 53.288 3. Seberang Ulu I 142.587 146.403 149.135 152.607 155.521 160.233 4. Kertapati 74.738 76.417 77.978 79.736 81.225 82.220 5. Seberang Ulu II 82.902 85.109 86.889 88.833 90.482 91.500 6. Plaju 76.996 79.155 80.749 82.581 84.129 85.125 7. Ilir Barat I 106.727 109.952 112.099 114.668 116.833 118.090 8. Bukit Kecil 45.408 45.865 46.789 47.850 48.748 49.524
38
Embed
IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA PALEMBANG (Autosaved)
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PELAKSANAAN PENDAFTARAN PENDUDUK DI DINAS KEPENDUDUKAN DAN
CATATAN SIPIL KOTA PALEMBANG TAHUN 2009
Kata metodologi : Pelaksanaan
Variabel penelitian: Pelaksanaan pendaftaran penduduk
Tabel pengamatan penelitian
Jumlah Penduduk Kota Palembang Tahun 2003 – 2008
KecamatanJumlah Penduduk
2003 2004 2005 2006 2007 2008
1. Ilir Barat II 60.761 62.032 63.264 64.708 65.923 66.923
Dari variabel x yang terdiri dari dimensi Sumber Daya, Komunikasi, Disposisi atau
Pelaksana, Struktur Birokrasi
Bagaimana seharusnya dan realitas dari dimensi Sumber Daya?
Dalam upaya mewujudkan tertib administrasi negara, pemerintah perlu membuat
suatu kebijakan sebagai pelaksana atas tercapainya suatu tujuan lembaga administrasi dari
pada berpegang teguh pada ketentuan hukum untuk menyelengarakan tugas-tugas pelayanan
kepentingan umum. Tugas-tugas pelayanan publik ini termasuk pula dalam bidang kearsipan
kependudukan. Dalam bidang ini diperlukan suatu kebijakan publik guna melakukan
pendokumentasian kependudukan. Hal ini dilakukan sebagai suatu langkah pendataan Warga
Negara Indonesia. Di dalam Pasal 26 (1) UUD 1945 (Amandemen) disebutkan bahwa yang
menjadi Warga Negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain
yang disahkan dengan Undang-Undang sebagai Warga Negara.
Berdasarkan pasal tersebut maka dapat disimpulkan bahwa seseorang yang menjadi
Warga Negara Indonesia harus disahkan dengan bukti-bukti tertentu berdasarkan Undang-
Undang. Hal ini dilakukan sebagai suatu tertib administrasi pendaftaran kependudukan dan
pencatatan sipil sebagaimana yang termaktub dalam pembukaan UUD 1945 yang
mengisyaratkan bahwa tujuan dari Negara Indonesia yakni melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Perlindungan yang dimaksud merupakan 1 Latar Belakang : Kesenjangan antara harapan dengan kenyataan, baik kesenjangan teoritis maupun kesenjangan praktis yang melatrbelakangi masalah yang diteliti (Bambang Dwiloka dan Rati Riana, 2005 :33)
perlindungan kepastian hukum bahwa seseorang tersebut merupakan Warga Negara
Indonesia yang mempunyai hak mendapat perlindungan hukum dari negara seperti yang
tercantum dalam Pasal 28D (1) UUD 1945 (Amandemen). Di Indonesia, salah satu alat bukti
kependudukan yakni Kartu Tanda Penduduk (KTP). KTP merupakan alat bukti yang dapat
digunakan untuk membuktikan bahwa yang bersangkutan sebagai penduduk Indonesia,
namun KTP tidak dapat digunakan untuk membuktikan bahwa dirinya adalah Warga Negara
Indonesia. Dalam Pasal 26 ayat 1 dan ayat 2 UUD 1945 Amandemen perubahan kedua
menyebutkan bahwa adanya pembedaan Warga Negara dengan penduduk.
Bagaimana seharusnya dan realitas dari dimensi Komunikasi?
Warga Negara adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain
yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga Negara. Sedangkan penduduk adalah
Warga Negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia. Status sebagai
Warga Negara dapat dibuktikan dengan adanya pengadministrasian penduduk yang
bersangkutan. Pengadministrasian ini dilakukan dengan penerbitan akta-akta kependudukan
seperti akta kelahiran, akta perkawinan, akta perceraian, akta kematian, akta pengakuan,
pengesahan, dan pengangkatan anak. Proses penerbitan akta-akta ini menjadi kewenangan
dari Kantor Catatan Sipil. Akta digunakan sebagai bukti seseorang dalam bidang publik
maupun bidang keperdataan. Sebagai contoh pada saat seseorang melakukan pendaftaran
sekolah. Hal yang menjadi bukti utama yakni akta kelahiran. Dalam prosedur pelayanan
administrasi kependudukan tersebut, Kantor Catatan Sipil berpedoman pada suatu
ketentuan/kebijakan publik yang mengatur pelaksanaan prosedur pelayanan publik tersebut.
Kebijakan publik merupakan rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar
rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan dan cara bertindak
(pemerintahan, organisasi) pernyataan cita-cita, tujuan, prinsip atau maksud sebagai garis
pedoman untuk manajemen dalam usaha mencapai sasaran.
Bagaimana seharusnya dan realitas dari dimensi Disposisi atau pelaksana ?
Tujuan utama dari kebijakan publik yaitu dapat memberikan batasanbatasan dalam
bidang yang dikaji supaya pelaksanaanya sesuai dengan apa yang menjadi target dari
kebijakan publik yang bersangkutan. Dalam mencapai tujuan utama tersebut diperlukan 2
(dua) tindakan, yakni tindakan regulatif dan tindakan alokatif. Tindakan regulatif adalah
tindakan yang dirancang untuk menjamin kepatuhan terhadap standar atau prosedur tertentu.
Sedangkan tindakan alokatif adalah tindakan yang membutuhkan masukan berupa uang,
waktu, personil dan alat. Peraturan kebijakan dalam bahasa Belanda – selain dinamakan
beleidsregels – juga diberi nama ‘pseudowetgeving’ atau ‘spiegelrecht’. Aturan ini hanya
mengatur kegiatan administrasi negara, tetapi karena sifat tugas administrasi negara
menyangkut pihak luar, secara tidak langsung akan mengenai juga masyarakat umum. Aturan
kebijakan timbul dari prinsip kebebasan bertindak yang dibuat untuk mencapai suatu tujuan
pemerintahan yang dibenarkan secara hukum. Aturan kebijakan dibuat karena tidak dapat
diatur dengan peraturan biasa, baik karena jabatanya tidak berwenang, maupun tidak lagi
menyangkut materi muatan suatu peraturan. Aturan kebijakan lebih bertolak pada aspek
pencapaian tujuan atau manfaat dari pada dasar pembenaran hukum. Bentuk-bentuk aturan
kebijakan beraneka ragam seperti surat edaran, juklak, juknis, pedoman, keputusan, bahkan
disebut Peraturan.
Bagaimana seharusnya dan realitas dari dimensi dimensi Struktur Birokrasi?
Dalam peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia, kebijakan publik yang
terkait dengan administrasi negara yakni peraturan-peraturan pelaksana lainya, seperti
Peraturan Menteri, Keputusan Menteri, dan Instruksi Menteri. Peraturan pelaksana yang
terkait dengan bidang pendaftaran kependudukan dan pencatatan sipil yakni Undang-undang
republik indonesia Nomor 23 tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan
. Dewasa ini kesadaran masyarakat akan pentingnya aktaakta Catatan Sipil semakin
meningkat, namun seirama dengan itu permasalahan yang muncul kepermukaan juga
semakin komplek. Pada satu sisi penyelenggaraan Catatan Sipil harus melayani masyarakat
yang semakin majemuk latar belakang primordialnya, yang pada giliranya juga membiaskan
perbenturan aspirasi dan kepentingan yang berbeda.
Undang-undang republik indonesia Nomor 23 tahun 2006 Tentang Administrasi
Kependudukan ini berisikan berbagai aturan-aturan dalam bidang pencatatan sipil. Hal
tersebut antara lain mengenai Ketentuan Umum Pencatatan Sipil, Register Pejabat Pencatatan
Penatausahaan Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil, Pelaporan, Ketentuan lain-lain,
Pendanaan, Ketentuan Peralihan, dan Ketentuan Penutup. Dengan mendasarkan substansi
kebijakan publik, seperti Undang-undang republik indonesia Nomor 23 tahun 2006 Tentang
Administrasi Kependudukan untuk diimplementasikan di lembaga administrasi negara seperti
Kantor Catatan Sipil, maka perlu kiranya dikaji sejauh mana pelaksanaan pendaftaran
penduduk di kota Palembang dan apa pengaruhnya terhadap sistem tata kerja yang berlaku di
Kantor Catatan Sipil Kota Palembang dan hambatan serta pendukung dari proses
implementasi Peraturan Daerah tersebut di Kantor Catatan Sipil Kota Palembang. Adapun
harapan peneliti atas penelitian ini adalah agar setiap pihak dapat mengetahui sejauh mana
pelaksanan pendaftaran penduduk di Dinas Kependudukan dan Citatan Sipil Kota
Palembang. Dari paparan diatas maka ada masalah variabel Pelaksanaan(Implementasi)
dilihat dari dimensi Komunikasi, Sumberdaya, Disposisi atau pelaksana dan struktur birokrasi
1.2 Kerangka teori2
Judul penelitian pelaksanaan pendaftaran penduduk di dinas kependudukan dan catatan sipil
kota palembang tahun 2009 dan variabel penelitian pelaksanaan pendaftaran penduduk
diambil dari mata kuliah Analisis Proses Kebijakan Publik dengan sub bahasan Implementasi
(Pelaksanaan) (Drs. AG Subarsono Msi,MA, Analisis Kebiajkan Publik(Konsep, Teori, dan
Aplikasi), Pustaka Pelajar, 2005)
Konsep dari variabel penelitian
Pelaksanaan (Implementasi)
Implementasi sebagai proses dalam kebijakan publik
Dalam studi kebijakan publik, implementasi bukanlah sekedar mekanisme penjabaran
keputusan politik melalui struktur birokrasi melainkan lebih dari sebuah siapa yang
memperoleh apa dari sebuah kebijakan.
Van Meter dan Horn (1978:70) mendefinisikan implementasi kebijakan sebagai beriku:
“policy implementation encompasses those actions by publikc and private individuals (and
groups) that are directed at the achievement of goals and objectivies set forth in prior policy
decisions”
Itu artinya bahwa kebijakan tersebuat merupakan sbeuah tindakan dari individu baik
pemerintah maupun swasta pada pencapaian tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan.
2 Kerangka Teori menurut Uma Sakaran (dalam Hapsary,2006:11) diartikan sebagai model konseuptual mengenai bagaimana teoriberhubungan dengan berbagai factor/variable yang telah dikenal.(diidentifikasi)ebagai masalah penting.
Ada beberapa syarat agar implementasi kebijakan sempurna menurut Brian W. Hoogwood
dan Lewisn A.Gun (1978) yaitu:
1. Kondisi Eksternal
2. Sumber Daya
3. Perpaduan Sumber-sumber yang Diperlukan Benar-benar Ada
4. Hubungan Kausial
5. Hubungan Kausial Langsung
6. Hubungan saling Ketergantungan harus Kecil
7. Kepahaman dan Kesepakatan
8. Tugas yang dirinci dan ditempatkan pada urutan yang tepat
9. Komunikasi da Koordinasi yang sempurna
10. Pihak-pihak Memilik Wewenang Kekuatan
Peraturan Daerah adalah produk dari sebuah kebijakan publik.
Menurut Hoogerwerf dalam Sjahrir (1988,66) pada hakekatnya pengertian kebijakan adalah
semacam jawaban terhadapt suatu masalah dengan cara tertentu, yaitu dengan tindakan yang
terarah. James E. Anderson (1978,33), memberikan rumusan kebiajkan sebagai perilaku dari
sejumlah aktor (pejabat, kelompok, instansi pemerintah) atau serangkaian aktor dalam bidang
kegiatan tertentu.
Kegiatan pertama dalam pembuatan kebijakan adalah merumuskan kebijakan, kegiatan ini
demikian pentingnya karena mempunyai pengaruh terhadap fase atau proses berikutnya.
Merumuskan masalah kebijakan berarti memberikan arti atau menterjemahkan problem
kebijakan secara tepat.
Adapun proses dari kebjakan publik itu sendiri digambarkan sebagai berikut:
1. Masalah
2. Issue Kebijakan
3. Analisa Kebijakan
4. Perumusan Kebijakan
5. Produk Kebijakan
6. Implementasi Kebijakan
7. Evaluasi Kebijakan
8. Rekomendasi.
Sebuah peraturan dapat dikatakan baik apabila impelemntasi nya juga baik. Pada prinsipnya
implementasi adalah bagaimnaa kebijakan tersebut dapat mencapai tujuan sesuai yang
diharapkan.
Model-Model Implementasi
Model-model Implementasi Kebijakan Publik
Implementasi Sistem Rasional (Top-Down)
Menurut Parsons (2006), model implementasi inilah yang paling pertama muncul.
Pendekatan top down memiliki pandangan tentang hubungan kebijakan implementasi seperti
yang tercakup dalam Emile karya Rousseau : “Segala sesuatu adalah baik jika diserahkan ke
tangan Sang Pencipta. Segala sesuatu adalah buruk di tangan manusia”.
Masih menurut Parsons (2006), model rasional ini berisi gagasan bahwa implementasi adalah
menjadikan orang melakukan apa-apa yang diperintahkan dan mengontrol urutan tahapan
dalam sebuah sistem.
Mazmanian dan Sabatier (1983) dalam Ratmono (2008), berpendapat bahwa implementasi
top down adalah proses pelaksanaan keputusan kebijakan mendasar. Beberapa ahli yang
mengembangkan model implementasi kebijakan dengan perspektif top down adalah sebagai
berikut :
1. Van Meter dan Van Horn
Menurut Meter dan Horn (1975) dalam Nugroho (2008), implementasi kebijakan berjalan
secara linear dari kebijakan publik, implementor dan kinerja kebijakan publik. Beberapa
variable yang mempengaruhi kebijakan public adalah sebagai berikut :
1. Aktifitas implementasi dan komunikasi antar organisasi