IMPLEMENTASI PENANGANAN PASIEN PENYAKIT KRONIS DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH (RSUD) PRAYA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 44 TAHUN 2009 TENTANG RUMAH SAKIT JURNAL ILMIAH Oleh : BAIQ AZIZAH KUMALASARI D1A 013056 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM MATARAM 2018
17
Embed
IMPLEMENTASI PENANGANAN PASIEN PENYAKIT KRONIS DI …Berdasarkan dari uraian di atas maka penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Praya, dengan judul, “Implementasi
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
IMPLEMENTASI PENANGANAN PASIEN PENYAKIT KRONIS DI RUMAH
SAKIT UMUM DAERAH (RSUD) PRAYA BERDASARKAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 44 TAHUN 2009 TENTANG RUMAH SAKIT
JURNAL ILMIAH
Oleh :
BAIQ AZIZAH KUMALASARI
D1A 013056
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MATARAM
MATARAM
2018
i
HALAMAN PENGESAHAN
IMPLEMENTASI PENANGANAN PASIEN PENYAKIT KRONIS DI RUMAH
SAKIT UMUM DAERAH (RSUD) PRAYA BERDASARKAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 44 TAHUN 2009 TENTANG RUMAH SAKIT
Oleh :
BAIQ AZIZAH KUMALASARI
D1A 013056
Mataram, ___________________
Menyetujui,
Pembimbing Utama,
Dr. Any Suryani Hamzah, S.H., M.Hum.
NIP: 196407061990012001
i
IMPLEMENTASI PENANGANAN PASIEN PENYAKIT KRONIS DI RUMAH
SAKIT UMUM DAERAH (RSUD) PRAYA BERDASARKAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 44 TAHUN 2009 TENTANG RUMAH SAKIT
BAIQ AZIZAH KUMALASARI
D1A 013056
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui implementasi Undang-Undang
Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit dalam penanganan pasien penyakit
kronis RSUD Praya, serta mengetahui faktor-faktor penghambat implementasi
tersebut. Metode yang digunakan adalah normatif empiris. Implementasi Undang-
Undang nomor 44 tahun 2009 terhadap pasien penyakit kronis pada pasal 32 huruf c
tentang jaminan persamaan hak, pasal 32 huruf g tentang kebebasan pilihan layanan,
dan pasal 32 huruf q dan r tentang kebebasan menuntut apabila pasien dirugikan.
Faktor-faktor penghambat implementasi adalah kurangnya tenaga kesehatan,
lingkungan kerja kurang kondusif, dan kurangnya sosialisasi dari tenaga kesehatan
kepada pasien.
Kata kunci: pelayanan kesehatan, RSUD Praya, penyakit kronis
IMPLEMENTATION OF HANDLING PATIENTS WITH CHRONIC DISEASES
BASED ON LAW NUMBER 44 OF 2009 ABOUT HOSPITAL
ABSTRACT
The purpose of this study was to determine the implementation of Law Number 44 of
2009 concerning Hospitals in the handling of Praya Hospital patients with chronic
diseases, as well as knowing the inhibiting factors of the implementation. The method
used is normative empirical. The implementation of Law No. 44 of 2009 concerning
patients with chronic diseases in article 32 letter c concerning guarantee of equal
rights, Article 32 letter g concerning freedom of choice of services, and article 32
letter q and r concerning freedom of claim if the patient is harmed. The factors that
impede implementation are lack of health workers, unfavorable work environment,
and lack of socialization from health workers to patients.
Keywords: health services, Praya Public Hospital, chronic illness
i
I. PENDAHULUAN
Dokter, pasien, dan rumah sakit adalah tiga subjek hukum yang terkait dalam
bidang bidang pemeliharaan kesehatan. Ketiganya membentuk baik hubungan medik
maupun hubungan hukum berupa pemeliharaan pada umumnya dan pelayanan
kesehatan pada khususnya.
Dalam upaya pelayanan kesehatan, salah satu jenis penyakit yang diberikan
pengobatan intensif adalah terkait penyakit kronis. Penyakit kronis umumnya terjadi
pada mereka yang telah cukup lama mengalaminya hingga berkembang secara
perlahan selama bertahun-tahun. Akan tetapi usia tidak selalu menjadi faktor penentu
dalam memperoleh penyakit kronis. Kenyataannya sebagian besar penyakit kronis
terjadi pada semua usia, walaupun kebanyakan diantaranya terjadi pada tahap
kehidupan lanjut (Timmreck, 2004).
Penyakit kronis adalah penyakit yang terjadi secara menahun atau status
riwayat penyakit yang telah berlangsung lama dan pengobatan yang dilakukan
membutuhkan waktu yang panjang. Ada yang berminggu-minggu, berbulan-bulan,
bahkan ada yang seumur hidup hingga meninggal dunia.
Melalui pemahaman atas jenis dan karakteristik penyakit kronis di atas, dapat
diketahui bahwa pasien penyakit kronis adalah pasien yang memiliki hubungan
interaksi yang sering dengan pelayanan rumah sakit dan dokter, dibanding pasien
dengan jenis penyakit lainnya. Sehingga pasien dengan penyakit kronis akan lebih
ii
banyak merasakan pelayanan kesehatan yang diberikan rumah sakit. Hal inilah yang
membuat penulis tertarik untuk menjadikan pasien penyakit kronis sebagai objek
penelitian dalam menguji implementasi Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009
tentang Rumah Sakit yang dilakukan rumah sakit.
Berdasarkan dari uraian di atas maka penelitian dilakukan di Rumah Sakit
Umum Daerah (RSUD) Praya, dengan judul, “Implementasi Penanganan Pasien
Penyakit Kronis di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Praya berdasarkan Undang-
Undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.” Adapun permasalahannya
sebagai berikut: 1. Bagaimana bentuk implementasi dari penanganan pasien penyakit
kronis berdasarkan undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, 2.
Apa saja yang menjadi faktor-faktor penghambat dokter dalam mengimplementasikan
Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 dalam memberikan pelayanan kesehatan
kepada pasien penyakit Kronis di RSUD Praya.
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Mengetahui
implementasi Undang-Undang No 44 Tahun 2009 dalam memberikan pelayanan
kesehatan kepada pasien penyakit kronis di Rumah Sakit umum daerah (RSUD)
Praya, 2. Mengetahui faktor-faktor penghambat dokter dalam mengimplementasikan
Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009 dalam memberikan pelayanan kesehatan
kepada pasien penyakit kronis di RSUD Praya
Metode yang di gunakan dalam penelitian ini yaitu metode penelitian
Normatif-empiris. Adapun pendekatan yang di gunakan antara lain: 1.Pendekatan
Perundang-Undangan (Statue Approach) yaitu pendekatan yang mengkaji tentang
iii
asas-asas hukum, norma-norma hukum, dan peraturan perundang-undangan yang
baik berasal dari undang-undang ,dokumen,buku-buku dan sumber-sumber resmi
yang berkaitan dengan penelitian hukum yang akan diteliti; 2. Pendekatan Konseptual
(Conceptual Approach) yaitu Pendekatan yang mengkaji asas hukum konsep
hukum,pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu
hukum yang terkait isu hukum. Jenis dan bahan hukum berupa: 1. Bahan hukum
primer, 2. Bahan Hukum sekunder, dan 3. Bahan Hukum Tersier. Teknik
pengumpulan data melalui : 1. Wawancara dan 2. Studi dokumen.
iv
II. PEMBAHASAN
Implementasi Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit di
RSUD Praya
Pembahasan Implementasi Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit1 ini penulis bagi dalam 3 aspek yakni Kebebasan Menuntut Apabila
Pasien Dirugikan, Kebebasan Memilih Layanan, dan Jaminan Persamaan Hak.
Kebebasan Menuntut Apabila Pasien Dirugikan
Kebebasan untuk menuntut hak-hak yang dirugikan merupakan hak pasien.
Dalam hal ini sangat penting karena menyangkut hak pasien apabila dirugikan oleh
dokter/tenaga kesehatan dan Rumah Sakit, menurut Undang-Undang Nomor 44
Tahun 2009 tentang Rumah Sakit sesuai pasal 32 huruf q dan r2 yang berbunyi:
q. “menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit diduga
memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik secara perdata ataupun
pidana; dan”
r. “mengeluhkan pelayanan Rumah Sakit yang tidak sesuai dengan standar
pelayanan melalui media cetak dan elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.”
Dalam hal terjadi kelalaian dokter/tenaga kesehatan sehingga
mengakibatkan terjadinya malpraktik, korban tidak diwajibkan untuk melaporkannya
1 Indonesia Undang-Undang No 44 Tahun 2009 2 Indonesia pasal 32 huruf q dan r Undang-Undang No 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
v
ke MKEK/MKDKI terlebih dahulu. Dalam Pasal 29 UU Kesehatan3 justru disebutkan
bahwa dalam hal tenaga kesehatan diduga melakukan kelalaian dalam menjalankan
profesinya, kelalaian tersebut harus diselesaikan terlebih dahulu melalui mediasi.
Meskipun, korban malpraktik dapat saja langsung mengajukan gugatan perdata.
Jadi, ada beberapa upaya yang dapat ditempuh dalam hal terjadi kelalaian
oleh tenaga kesehatan yakni (a) Melaporkan kepada MKEK/MKDKI (b) Melakukan
mediasi (c) Menggugat secara perdata.
Jika ternyata ada kesengajaan dalam tindakan tenaga kesehatan tersebut,
maka dapat dilakukan upaya pelaporan secara pidana.
Kebebasan Pilihan Layanan
Kebebasan memilih atas pelayanan kesehatan merupakan hak dari pasien.
Ada 3 (tiga) hal yang menjadi pokok memilih atas pelayanan kesehatan yaitu
menolak atau menerima pelayanan kesehatan atau pengobatan yang
direkomendasikan oleh dokter, memilih dokter dan kelas perawatan serta
mendapatkan persetujuan pada saat diberikan pelayanan kesehatan.
Walaupun pada dasarnya setiap dokter dianggap memiliki kemampuan yang
sama untuk melakukan tindakan medis dalam bidangnya, pasien tetap berhak memilih
dokter atau Rumah Sakit yang dikehendakinya. Hak ini dapat dilaksanakan oleh
pasien, tentu saja dengan berbagai konsekuensi yang harus ditanggungnya, misalnya
3 Indonesia pasal 29 Undang-Undang No 36 tahun 2009 tentang kesehatan
vi
masalah biaya. Sebagaimana yang terdapat pada Undang – Undang No 36 tahun 2009
tentang Kesehatan pasal 56 angka (1)4 yang berbunyi:
“Setiap orang berhak menerima atau menolak sebagian atau seluruhnya
tindakan pertolongan yang akan di berikan kepadanya setelah menerima dan
memahami informasi mengenai tindakan tersebut secara lengkap.”
Undang-Undang No 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal 32 huruf g5
yaitu:
g) memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya dan
peraturan yang berlaku di Rumah Sakit.
Secara keseluruhan jaminan atas kebebasan memilih atas pelayanan
kesehatan telah dilaksanakan sepenuhnya dan dapat diterima oleh pasien dengan
implikasi baik, hal ini dapat dibuktikan dengan adanya persetujuan dari pasien untuk
diberikan pelayanan kesehatan oleh dokter/tenaga kesehatan. Dengan adanya
persetujuan dari pasien tersebut hal ini membuktikan bahwa pasien bebas untuk
memilih tenaga kesehatan serta kelas perawatan yang diinginkannya dan rumah sakit
tidak bertindak sepihak kepada pasien pada saat pemberian pelayanan kesehatan.
Serta adanya pernyataan yang sama antara dokter, tenaga kesehatan, pejabat rumah
sakit, serta pasien yaitu pasien dimintai persetujuannya untuk diberikan pelayanan
kesehatan atau pengobatannya.
Jaminan Persamaan Hak
Pasien harus diberikan jaminan atas persamaan hak dalam pelayanan
kesehatan yang diberikan oleh rumah sakit, sebagaimana yang diatur di dalam
Undang-Undang No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, pasal 32 huruf (c)6 yaitu
pasien berhak:
4 Indonesia pasal 56 angka 1 Undang-Undang No 36 tahun 2009 tentang Kesehatan 5 Indonesia pasal 32 huruf g Undang-Undang No 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit 6 Indonesia pasal 32 huruf C Undang-Undang No 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
vii
“Memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur, dan tanpa diskriminasi.”7
Berdasarkan temuan peneliti, tindakan diskriminatif bisa saja terjadi kepada
pasien seperti yang telah dijelaskan bahwa yang merasakan adalah pasien sendiri, hal
tersebut seperti yang dikatakan oleh salah seorang perawat yang mengatakan bahwa:
“Mengenai hal tersebut tentunya yang merasakan pasien jadi mengenai hal
tersebut saya kurang tahu.”8
Faktor-Faktor Penghambat Implementasi Undang-Undang Nomor 44 Tahun
2009 tentang Rumah Sakit dalam Pemberian Pelayanan Penyakit Kronis di
RSUD Praya
Dari Aspek Substansi
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, setidaknya penghambat pelayanan
kesehatan yang merupakan implementasi dari Undang-Undang Nomor 44 Tahun
20099 dapat disebabkan oleh Pemerintah, Rumah Sakit, Dokter, atau Pasien. Dapat
dikatakan bahwa pada umumnya pasien yang menderita penyakit kronik di RSUD
praya ditangani secara profesional dan baik. Hal ini dapat di lihat dari tidak adanya
keluhan yang berarti dari pasien dan keluarga pada saat pelayanan kesehatan ketika di
beri terapi, injeksi (pengobatan) atau tindakan-tindakan lain selain di obati.
Sebagaimana dijelaskan dalam UU Nomor 44 Tahun 2009 Bab VI tentang Tanggung
Jawab Pemerintah Daerah pada Poin (b) menjamin pembiayaan pelayanan kesehatan
7 dr.Siti Rahayu Andini, 28 Desember 2017, RSUD Praya. pkl. 12.00 WITA. 8 Baiq Widia Mandalika, 23 Desember 2017, RSUD Praya, pkl.09.00 WITA. 9 Indonesia Undang-Undang No 44 Tahun 2009 tentang kesehatan
viii
di Rumah Sakit bagi fakir miskin, atau orang tidak mampu sesuai ketentuan peraturan
perundangundangan; (i) menyediakan sumber daya manusia yang dibutuhkan; dan (d)
memberikan perlindungan kepada Rumah Sakit agar dapat memberikan pelayanan
kesehatan secara profesional dan bertanggung jawab.
Dari Aspek Struktural
Secara struktur keadaan pegawai/personil pelayanan kesehatan pada Rumah
Sakit Umum Daerah Praya seperti struktur PNS pada umumnya yang memiliki tugas
pokok dan fungsi sesuai dengan jabatan yang telah ditetapkan pada mereka oleh
pejabat yang berwenang.
Kondisi Rumah Sakit turut mengambil peran besar dalam proses pelayanan
kesehatan sebagaimana yang diamanatkan UU Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah
Sakit. Setidaknya penulis menemukan bahwa faktor penyebab terhambatnya
implementasi tersebut adalah karena fasilitas yang kurang memadai.
ix
Fasilitas yang kurang memadai dari rumah sakit bisa berasal dari pengelola
rumah sakit maupun pemerintah. Untuk kasus di RSUD Praya, kurangnya fasilitas
salah satunya terjadi akibat minimnya kucuran anggaran dari pemerintah.
Sebagaimana yang disampaikan dr. Muzakir Langkir selaku Direktur RSUD Praya,
“Anggaran yang kita butuhkan untuk membangun ruang poli dan ruang rawat jalan
sebesar Rp. 48 miliar. Sementara anggaran yang tersedia tahun ini baru sekitar Rp. 9
miliar saja. Jika ditambah dengan anggaran yang sudah digunakan pada tahun lalu
sebesar Rp. 3,7 miliar, maka total anggaran yang ada sudah mencapai Rp. 13 miliar.
Itu artinya, masih ada kekurangan anggaran sebesar Rp 35 miliar lagi. Untuk bisa
menuntaskan pembangunan gedung baru untuk layanan poli dan rawat inap tersebut.
Implementasi UU Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit dapat
terhambat akibat dipengaruhi oleh hal-hal terkait dokter/tenaga kesehatan seperti
kurangnya tenaga kesehatan, upah tenaga kesehatan yang minim, lingkungan kerja
kurang kondusif, dan sosialisasi informasi dari tenaga kesehatan ke pasien yang
kurang.
Budaya Hukum
Pada umumnya pasien yang ingin sembuh pasti optimis dengan segala upaya
pelayanan kesehatan yang berupa pengobatan / terapi yang di berikan oleh tenaga
kesehatan / dokter. Sikap optimis haruslah ada dalam diri pasien dan keluarganya
karena kekuatan / sugesti untuk sembuh berawal dari kekuatan jiwa untuk tidak sakit.
x
Pemahaman ini sangat dianjurkan oleh tenaga kesehatan kepada keluarga pasien
terutama yang berpenyakit kronis.
Dengan adanya sikap pesimis dari pasien, hal ini menunjukkan adanya
pelayanan kesehatan yang tidak dapat memuaskan pasien untuk memberikan
kepercayaan sepenuhnya kepada dokter/tenaga kesehatan serta pihak rumah sakit. Hal
ini dapat dibuktikan dari keterangan pasien yang tidak tahu lagi kemana mengadukan
keluhannya dan seakan tidak percaya lagi terhadap pelayanan kesehatan yang
diberikan oleh pihak rumah sakit, hal ini menjadi faktor yang menghambat adanya
implementasi UU Nomor 44 Tahun 2009 terhadap pasien dalam Rumah Sakit.
Ketidakpatuhan Pasien
Kepatuhan pasien sangat diperlukan untuk mencapai keberhasilan terapi,
terutama pada terapi penyakit tidak menular. Seperti diabetes, hipertensi, asma,
kanker, gangguan mental, penyakit infeksi HIV/AIDS, dan tuberkulosis. Dari laporan
tersebut, dapat diketahui bahwa diagnosa yang tepat, pemilihan, serta pemberian obat
yang benar dari tenaga kesehatan, ternyata belum cukup untuk menjamin
keberhasilan suatu terapi jika tidak diikuti dengan kepatuhan pasien dalam
mengkonsumsi obat.
xi
III. PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas, maka dapat ditarik
beberapa kesimpulan, Sebagai Berikut:
(1) Implementasi Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
terhadap penanganan pasien penyakit kronis di RSUD Praya telah dilakukan,
khususnya dalam hal Kebebasan Menuntut Apabila Pasien Dirugikan, Kebebasan
Memilih Layanan, dan Jaminan Persamaan Hak. Penanganan atas ketiga hal
tersebut dipengaruhi oleh kegawatdaruratan penyakit pasien serta kelas perawatan
yang diambilnya, (2) Faktor-faktor penghambat dokter dalam
mengimplementasikan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah
Sakit dipengaruhi oleh faktor pemerintah, rumah sakit, tenaga kesehatan, dan
pasien. Terkait tenaga kesehatan, terdapat 4 hal, yakni kurangnya tenaga
kesehatan, minimnya upah tenaga kesehatan, lingkungan kerja yang kurang
kondusif, dan kurangnya sosialisasi informasi dari tenaga kesehatan ke pasien.
Adapun dari sisi pasien, penyebab terhambatnya implementasi UU tersebut
adalah karena sikap pesimis dan ketidakpatuhannya terhadap arahan tenaga
kesehatan
.
xii
Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah di kemukakan di atas,maka dapat
diberikan saran sebagai berikut :
(1) Kepada Pihak Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Praya, pelayanan yang
prima sangat ditentukan oleh kualitas tenaga kesehatan, salah satunya dokter.
Semoga kekurangan tenaga spesialis yang saat ini dialami RSUD Praya dapat
segera dibenahi, (2) Kepada Pemerintah, RSUD Praya sebagai salah satu aset
pemerintah di sektor kesehatan hendaknya didukung oleh Anggaran Pendapatan
Belanja Daerah (APBD) yang memadai sehingga keterbatasan sarana dan
prasarana yang dialami RSUD Praya saat ini dapat segera dipenuhi, (3) Kepada
Segenap Civitas Akademika, penelitian ini belum sepenuhnya sempurna. Masih
banyak hal mengenai RSUD Praya yang perlu dikaji dari aspek hukumnya.
Dengan demikian semoga penelitian ini dapat menjadi salah satu bagian
pembahasan implementasi hukum tersebut.
IV. DAFTAR PUSTAKA
Buku
Republik Indonesia.2009. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah
Sakit
Republik Indonesia.2009. Pasal 32 huruf q dan r Undang-Undang Nomor 44 Tahun
2009 Tentang Rumah Sakit
Republik Indonesia.2009. Pasal 29 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang
Kesehatan
.Republik Indonesia.2009. Pasal 56 angka 1 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
Tentang Kesehatan
Republik Indonesia.2009. Pasal 32 Huruf g Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009
Tentang Rumah Sakit
Republik Indonesia.2009. Pasal 32 Huruf c Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009
Tentang Rumah Sakit
Republik Indonesia.2009. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Bab VI Tentang
Tanggung Jawab Pemerintah Daerah
Republik Indonesia.2009. Undang-Undang No 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan