IMPLEMENTASI PEMBAYARAN UANG IWADH DI PENGADILAN AGAMA CIBINONG SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy) OLEH : ZULFIKAR AWALUDIN HELMI NIM 1111044100052 K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 1436 H/2015 M
84
Embed
IMPLEMENTASI PEMBAYARAN UANG IWADH DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28036/1/ZULFIKAR... · Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Dr. H. Abdul
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
IMPLEMENTASI PEMBAYARAN UANG IWADH
DI PENGADILAN AGAMA CIBINONG
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
OLEH :
ZULFIKAR AWALUDIN HELMI
NIM 1111044100052
K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1436 H/2015 M
IMPLEMENTASI PEMBAYARAN UANG IWADH
DI PENGADILAN AGAMA CIBINONG
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh:
Zulfikar Awaludin Helmi
Nim 1111044100052
Di Bawah Bimbingan
Pembimbing
Drs. Wahyu Widiana, MA
NIP. 195209181978031003
K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1436 H/2015 M
LEMBARAN PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Strata 1 di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta
Ciputat, Juni 2015
Zulfikar Awaludin Helmi
ABSTRAK
Zulfikar Awaludin Helmi. NIM (1111044100052) “Implementasi Pembayaran
Uang Iwadh di Pengadilan Agama Cibinong” Konsentrasi Peradilan Agama,
Program Study Hukum Keluarga, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2015M/1436H, ix+68+38.
Khulu‟ merupakan suatu perceraian dimana seorang isteri membayar
sejumlah uang sebagai iwadh (penggangti) kepada suaminya. Iwadh merupakan
rukun yang harus ada apabila ingin melakukan khulu‟. Dalam hadist yang mengatur
tentang khulu‟ disebutkan bahwa iwadh ini diberikan kepada suami, namun
prakteknya di pengadilan agama tidak mesti di serahkan kepada suami. tujuan yang
ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1)Untuk mengetahui penerimaan dan
penyaluran uang iwadh di Pengadilan Agama Cibinong, 2)Untuk mengetahui
bagaimana pandangan hukum Islam mengenai implementasi pembayaran uang iwadh
tersebut. Dari penelitian ini penlis berfokus pada penerimaan dan penyaluran uang
iwadh di Pengadilan Agama Cibinong.
Penelitian ini adalah penelitian lapangan dengan jenis penelitian normatif
empiris, dengan metode kualitatif dengan cara wawancara agar mendapatkan
informasi terkait penulisan skripsi ini. Sedangkan sumber datanya berasal dari
Pengadilan Agama Cibinong dan dokumen-dokumen yang lain tentang uang iwadh.
Analisis yang dipakai adalah analisis kualitatif dengan cara mendeskripsikan
dokumen atau berkas pelaporan uang iwadh yang didapat dari Pengadilan Agama
Cibinong dan menghubungkan dengan hasil wawancara terhadap hakim dalam
menerapkan pelaksanaan uang iwadh tersebut,sehingga dapat ditarik kesimpulan
untuk menjawab permasalahan. Penulis belum menemukan penelitian tentang uang
iwadh ini adapun penelitian-penellitian yang penulis temukan membahas tentang
khulu‟ tidak berfokus pada uang iwadh.
Temuan dari penelitian penulis bahwa implementasi penerimaan dan
penyaluran uang iwadh (tebusan) di Pengadilan Agama Cibinong tidak menyalahi
aturan yang berlaku. Dalam prakteknya uang iwadh tersebut tidak diberikan kepada
suami tetapi diberikan kepada Badan Kas Masjid Pusat untuk kepentingan ibadah
sosial yang besarannya Rp. 10.000. Sebagaimana diatur dalam PMA No. 02 tahun
tahun 1990 Pasal 11 jo Peraturan Menteri Agama No. 23 tahun 2007 Pasal 23 jo
KMA No. 441 tahun 2000.
Dalam hukum Islam tidak terjadi perbedaan pendapat mengenai penyerahan
uang iwadh tersebut diserahkan kepada selain suami, namun harus melalui suami
terlebih dahulu atau suami telah setuju diberikan kepada yang lain demi kepentingan
ibadah dengan alasan qawaid fiqhiyah:
همشروطالمسلمىن على
Karena uang iwadh di pengadilan agama dilakukan apabila adanya pelanggaran
taklik talak.
Kata kunci: khulu’, uang iwadh, Pengadilan Agama Cibinong
Pembimbing: Drs. H. Wahyu Widiana, MA
Tahun Daftar Pustaka: 1974-2015
v
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan nikmat sehat jasmani dan rohani sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan karya ilmiah ini. Sholawat serta salam tidak lupa juga penulis panjat
kepada junjungan baginda alam Nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya,
kepada sahabatnya, serta kepada kita semua selaku umatnya semoga akan
mendapatkan syafaatnya di akhirat nanti.
Alhamdulillah, penulis telah menyelesaikan skripsi dengan judul
“Implementasi Pembayaran Uang Iwadh di Pengadilan Agama Cibinong” sebagai
syarat kelulusan untuk menerima gelar Sarjana Syariah (S.Sy) pada Fakultas Syariah
dan Hukum di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis menyadari dalam penyelesaian penulisan skripsi ini banyak mendapat
bantuan dan motivasi dari berbagai pihak. Untuk itu sudah sepatutnya penulis
mengucapkan terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada:
1. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta, Dr. Asep Saepudin Jahar, MA.
2. Ketua Jurusan Prody Ahwal As-Sakhsiyah Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Dr. H. Abdul Halim, M.Ag
Beserta Sekretaris Jurusan Prody Ahwal As-Sakhsiyah Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Arip Purqon, MA.
3. Drs. H. Wahyu Widiana, MA, selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan
waktunya untuk memberikan bimbingan, pengarahan serta petunjuk-petunjuk
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
vi
4. Afwan Faizin, MA, selaku dosen pembimbing akademik, yang telah meluangkan
waktunya untuk memberikan bimbingan dalam menentukan judul dan penulisan
proposal skripsi.
5. Kedua orang tua penulis ayah Safrudin Helmi, S.Pd.I dan ibu Yoyoh Istiharah.
Dan juga kepada kedua adik penulis yaitu Rizal Fahrudin dan Nazwa Hilmina
Putri, dan juga kepada bibi penulis Leli Budiawati S.Pd Serta keluarga yang
lainnya yang telah memotivasi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
6. Dosen-dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif
HIdayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu serta pengarahan kepada
penulis sewaktu menempuh perkuliahan.
7. Penjaga perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum serta Perpustakaan Utama
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan pelayanan jepada
penulis dengan mengadakan referensi-refensi yang dibutuhkan dalam
menyeesaikan skripsi ini.
8. Kepada teman-teman Peradilan Agama angkatan 2011, khususnya kepada Didi
Nahtadi. Kepada sahabat KKN Chanvash 2014 khususnya yang terbentuk dalam
kelompok belajar Ratih Karina, Fadriani, Riski Abdul Basith. Kepada Keluarga
Besar Mahasiswa Peradilan Agama (KBPA). Kepada Pelatih serta teman-teman
dari Kelatnas Indonesia Perisai Diri. Kepada sahabat dan sahabati PMII
Komisariat Fakultas Syariah dan Hukum (komfaksyahum). Kepada dulur-dulur
HIMABO (Himpunan Mahasiswa Bogor).
9. Juga kepada seluruh yang telah mencurahkan ide, fikiran, saran, bimbingan serta
motivasi kepada penulis tanpa pamrih, mohon maaf penulis tidak dapat
vii
menyebutkannya satu-persatu namun tidak mengurangi rasa hormat dan terima
kasih dari penulis.
Akhirnya hanya kepada Allah SWT, penulis serahkan semoga pihak-
pihak yang telah membantu dalam penyusan skripsi ini dibalas segala
kebaikannya dengan berlipat ganda. Dan yang terakhir semoga skrip ini dapat
bermanfaat bagi penulis khususnya, umunya bagi para pembaca. Untuk itu penulis
mengharapkan masukan atau kritikan yang membangun agar dapat memperbaiki
kekurangan-kekurangan dalam penulisan skripsi ini atau penulisan-penulisan yang
lain.
Ciputat, Juni 2015
Penulis
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.………………………..….……… 1
B. Identifikasi Masalah…….………………………….……… 7
C. Pembatasan dan Rumusan Masalah….…………….......... 8
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian……….………..…..…….. 9
E. Study Ilmu Terdahulu…………………...…………..……… 9
F. Metode Penelitian……………………………….….......... 11
G. Sistematika Penulisan………………………………. ……... 13
BAB II KHULU‟ DAN UANG IWADH
A. Pengertian Khulu‟ dan Uang Iwadh……………...………14
B. Dasar Hukum Khulu‟……………………………….……... 16
C. Tujuan dan Hikmah………………………………… ……... 19
D. Rukun dan Syarat ………………………………….. ……... 21
E. Akibat Khulu……………………….. …………………….. 27
BAB III CERAI GUGAT DI PENGADILAN AGAMA CIBINONG
A. Profil Pengadilan Agama Cibinong………………… ……... 30
B. Visi dan Misi………………………………………. ……... 32
C. Yurisdiksi…………………………………........................ 33
D. Struktur Pengadilan Agama Cibinong…………........……... 37
ix
E. Cerai Gugat di Pengadilan Agama Cibinong……... ……... 40
BAB IV PENERIMAAN DAN PENYALURAN UANG IWADH DI
PENGADILAN AGAMA CIBINONG
A. Penerimaan dan Penyaluran Uang Iwadh………… ……... 48
B. Pandangan Hukum Islam…………………………... ……... 61
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan…………………………. ……………………... 62
B. Saran-saran…………………………………….………….. 63
DAFTAR PUSTAKA…………………………...…………………. ……... 65
LAMPIRAN
1
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkawinan merupakan suatu kebutuhan sosial sebagaimana seseorang
membutuhkan kepuasan rohani tidak hanya mengejar kepuasan jasmani saja.
Untuk itu melalui perkawinan kita dapat memenuhi kepuasan rohani kita. Karena
dengan adanya perkawinan itu persetubuhan yang diharamkan menjadi halal.
Perkawinan menurut bahasa ialah berkumpul, sedangkan menurut ahli
ushul ialah akad yang dengan akad ini menjadi halal hubungan kelamin antara
pria dan wanita. Dan menurut ulama fikih adalah akad yang diatur oleh agama
untuk memberikan hak kepemilikan pria dalam penggunaan faraj isteri.1 Hukum
asal suatu perkawinan adalah mubah, namun bisa berubah menjadi wajib, haram,
dan sunnah,2 adapun yang menyatakan hukumnya makruh.
3
Sudah kita ketahui di mana ada perkawinan mungkin ada perceraian,
adalah suatu hal yang mungkin terjadi. Karena dalam menjalani hidup pasti ada
cobaan, begitupun dalam perkawinan pasti ada cobaan-cobaan. Memang pada
dasarnya tujuan dari perkawinan itu adalah untuk menciptakan keluarga yang
sakinah, mawaddah, warahmah. Tetapi dalam menggapai tujuan itu kadang kala
terasa sulit, sehingga terjadilah perceraian.
1 Hosen, Ibrahim, Fiqh Perbandingan dalam Masalah Perkawinan, (Jakarta: Pustaka
Firdaus, 2003), h. 115-116. 2 Sholeh, Asrorun Ni‟am, Fatwa-fatwa Masalah Pernikahan dan Keluarga, (Jakarta eLSAS,
2008), h. 6. 3 Muhammad, Syaikh bin Shalih al-„Utsaimin, Shahih Fiqih Wanita Menurut Al-Qur‟an dan
As-Sunnah. Penerjemah:Faisal Saleh, Yusuf Hamdani, (Jakarta: Akbar Media, 2010), h. 284.
2
Perceraian dalam bahasa Arabnya disebut “talak” yang artinya
lepasnya ikatan atau pembebasan4. Menurut istilah perceraian adalah melepas
tali perkawinan pada waktu sekarang atau pada waktu yang akan datang5.
Menurut istilah fiqih, thalaq disebut juga khulu‟, artinya melepaskan dan
menghilangkan,6 atau membuka sesuatu jika yang minta cerai itu pihak isteri.
Perceraian merupakan suatu yang dapat memutuskan pernikahan. Jadi dengan
perceraian itu status suami isteri yang mereka dapat melalui perkawinan tidak
lagi didapatkan.
Khulu‟ adalah suatu perceraian di mana seorang isteri membayar
sejumlah uang sebagai iwadh (penggangti) kepada suaminya. Inipun masih
tergantung pada kesediaan suami untuk menerima iwadh, karena tanpa
persetujuannya tidak akan terjadi khulu‟.7
Sebagaimana dalam Hadist yang menceritakan bahwa isteri Tsabit bin
Qais datang menemui Rasululah SAW, dan ia mengemukakan alasannya untuk
bercerai, maka Rasulullah bertanya apakah engkau bersedia mengembalikkan
apa yang telah ia berikan, kemudian ia menjawab “ya”, dan Rasulullah
memerintahkan Tsabit bin Qais untuk menerimanya dan menceraikannya.8
4 Az-Zuhaili, Wahbah, Fiqih Islam 9. Penerjemah Abdul Hayyie Al-Kattani (Jakarta: Gema
Insani, 2011), h. 318. 5 Sopyan, yayan, Islam Negara, (Jakarta: PT. Semesta Rakyat Merdeka, 2012), h. 173.
6 Az-Zuhaili, Wahbah, Fiqih Islam 9. Penerjemah Abdul Hayyie Al-Kattani (Jakarta: Gema
Insani, 2011), h. 418. 7 Ahmad, Zaini Noeh, Peradilan Agama Islam di Indonesia, (Jakarta PT Intermasa, 1979), h.
210. 8Al-Asqalani, Ibnu Hajar, Hadis No. 1000, Bulughul Maram min Adillatil Ahkam, (Kairo: Dar-el
hadith, 1423H).
3
Adapun Menurut Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Perkawinan ialah
ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri
dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa9. Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI)
disebutkan bahwa perkawinan menurut Hukum Islam adalah pernikahan yaitu
akad yang sangat kuat atau miitsaaqan ghaliidzan untuk mentaati perintah Allah
dan melaksanakannya merupakan ibadah10
.
Selain itu untuk melakukan perkawinan harus terpenuhi rukun dan syarat
perkawinan, sebagaimana dalam KHI Pasal 14 mengatur tentang rukun
perkawinan11
, sedangkan syarat perkawinan itu sendiri diatur dalam Bab II UU
No. 1 Tahun 1974.12
Sedangkan talak dalam KHI adalah ikrar suami di hadapan sidang
pengadilan agama yang menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan. Talak
terbagi menjadi talak raj‟i, dan talak ba‟in. Talak raj‟i adalah talak satu atau dua
dan boleh rujuk selama masih dalam masa iddah. Sedangkan talak bain itu terbagi
dua, yaitu talak bain sughra dan kubra13
. Talak bain sughra yaitu talak yang
berupa talak satu atau dua dan tidak dapat rujuk tetapi dapat menikah kembali
dengan akad yang baru, dan talak bain kubra adalah talak yang dijatuhkan ketiga
9 Subekti, R. S. Tjitrosudibio, R. KUHPer dengan tambahan UUPA dan Undang-undang
Perkawinan. ,(Jakarta: PT Pradnya Paramita, 2013), h. 537. 10
Abdurrahman. Kompilasi Hukum Islam. (Jakarta: Akademika Presindo, 2010), h. 144. 11
Abdurrahman. Kompilasi Hukum Islam. (Jakarta: Akademika Presindo, 2010), h. 116. 12
Subekti, R. S. Tjitrosudibio, R. KUHPer dengan tambahan UUPA dan Undang-undang
Perkawinan. (Jakarta: PT Pradnya Paramita, 2013), h. 539. 13
Abdurrahman. Kompilasi Hukum Islam. (Jakarta: Akademika Presindo, 2010), h. 141.
4
kalinya.14
Pada talak bain sughra yang mengajukan perceraian ialah dari pihak
isteri yang diajukan ke pengadilan yang kemudian apabila gugatannya diterima
maka hakim akan memutus perceraian tersebut dan memerintahkan suami untuk
menjatuhkan talak ataupun dapat juga pihak isteri harus menyerahkan uang
tebusan (iwadh) agar suami dapat menceraikannya, dalam Islam lebih dikenal
khulu‟. Dalam talak bain sughra suami isteri tidak dapat rujuk selama dalam masa
iddah, tetapi apabila mereka ingin kembali harus dengan akad yang baru,
sedangkan dalam talak bain kubra suami isteri tidak dapat rujuk selama dalam
masa iddah dan juga tidak boleh menikah dengan akad yang baru sampai si isteri
itu menikah lagi dengan laki-laki lain dan bercerai, setelah masa iddah dengan
laki-laki itu habis maka isteri boleh dinikahi kembali dengan suami pertamanya
dengan akad yang baru.
Oleh Karena itu khulu‟ adalah perceraian yang terjadi dalam bentuk
mengurangi jumlah talak dan tidak dapat dirujuk,15
Hal ini berdasarkan KHI Pasal
161. Jika seorang isteri tidak mempunyai sesuatu apapun yang dapat digunakan
untuk menebus dirinya, atau ia memiliki sesuatu tetapi suami tidak mau
menerimanya dan ingin mempertahankannya sebagai isteri, sedangkan masih
melakukan penganiayaan, dalam masalah ini Islam telah membentangkan jalan
bagi isteri untuk mengadukan kasus tersebut kepada hakim, dan megajukan
masalah tersebut dengan jelas dan lengkap dengan bukti-bukti yang ada.16
14
Ramulyo, M. Idris, Tinjauan Beberapa Pasal UU No. 1 Tahun 1974 Dari Segi Hukum
Perkawinan Islam. (Jakarta: Ind-Hillco 1990), h. 80-81. 15
Ali, Zainuddin, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), h. 78. 16
Djaelani, Abdul Qadir, Keluarga Sakinah, (Surabaya: PT Bina Ilmu,1995), h.327.
5
Berkenaan dengan cerai gugat, gugatan perceraian diajukan oleh isteri atau
kuasanya kepada pengadilan agama yang daerah hukumnya mewilayahi tempat
tinggal penggugat. Hak untuk memohon memutuskan ikatan perkawinan ini
dalam hukum Islam di sebut khulu‟, yaitu perceraian atas keinginan isteri tetapi
suami tidak menghendaki. Tentunya dalam mengajukan gugatan itu setidaknya
harus terpenuhi satu alasan-alasan perceraian17
sebagaimana tercantum dalam
Undang-Undang Perkawinan atau Peraturan Pemerintah atau Kompilasi Hukum
Islam.
Perceraian dengan jalan khulu‟ di pengadilan agama harus disertai adanya
alasan perceraian atau pelanggaran taklik talak dari pihak suami. Adapun yang
dimaksud taklik talak berarti “penggantungan talak”. Taklik talak menurut
pengertian di Indonesia ialah semacam ikrar yang dengan ikrar itu suami
menggantungkan terjadinya suatu talak atas isterinya apabila ternyata dikemudian
hari melanggar salah satu atau semua yang telah diikrarkannya.18
Bagi masyarakat Indonesia telah tersedia seperangkat hukum positif yang mengatur
perceraian19
, baik itu yang di lakukan oleh suami atau isteri yang di ajukan ke
pengadilan. Dan mengenai uang iwadh dalam KHI di terangkan dalam Pasal 14820
,
yaitu:
17
Nuruddin, Amiur, dan Tarigan, Azhari Akmal, Hukum Perdata Islam di Indonesia (Studi
Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fikih, UU No. 1 tahun 1974 Sampai KHI), (Jakarta: Prenada
Media 2004), h. 232-233. 18
Manan, Abdul, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama,
(Jakarta: Yayasan Al-Hikmah, 2000), h. 246. 19
Farida, Anik, Perempuan dalam Sistem Perkawinan dan Perceraian di Berbagai
Komunitas dan Adat, Departemen Agama RI Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Jakarta
2007,h. 26. 20
Abdurrahman. Kompilasi Hukum Islam. (Jakarta: Akademika Presindo, 2010), h. 148.
6
1. Seorang isteri yang mengajukan gugatan perceraian dengan jalan khuluk‟,
menyanpaikan permohonannya kepada pengadilan agama yang mewilayahi
tempat tinggalnya disertai alasan atau alasan-alasannya.
2. Pengadilan agama selambat-lambatnya satu bulan memanggil isteri dan
suaminya untuk didengar keterangannya masing-masing.
3. Dalam persidangan tersebut pengadilan agama memberikan penjelasan
tentang akibat khulu‟, dan memberikan nasehat-nasehatnya.
4. Setelah kedua belah pihak sepakat tentang besarnya iwadh atau tebusan,
maka pengadilan agama memberikan penetapan tentang izin bagi suami
untuk mengikrarkan talaknya di depan sidang pengadilan agama. Terhadap
penetapan itu tidak dapat dilakukan upaya banding dan kasasi.
5. Penyelesaian selanjutnya ditempuh sebagaimana yang diatur dalam pasal
131 ayat (5).
6. Dalam hal tidak tercapai kesepakatan tentang besarnya iwadh atau tebusan
pengadilan agama memeriksa dan memutusk sebagai perkara biasa.
Besarnya uang iwadh diatur dalam Keputusan Menteri Agama No. 441
tahun 2000 yang besarnya adalah Rp. 10.000,00.21
Namun di Indonesia ini kita
ketahui perceraian itu harus dilakukan di depan pengadilan, maka perceraian yang
diajukan oleh isteripun harus diputus di depan pengadilan begitupun dengan
adanya tebusan (uang iwadh) itu diserahkan melalui pengadilan tidak langsung
kepada suami. Beranjak dari sini maka penulis akan mengangkat permasalahan
21
Keputusan Menteri Agama No. 441 tahun 2000
7
tersebut dalam penulisan skripsi dengan judul “IMPLEMENTASI
PEMBAYARAN UANG IWADH DI PENGADILAN AGAMA CIBINONG”.
B. Identifikasi Masalah
Sebagaimana telah dipaparkan dalam latar belakang di atas maka
muncullah permasalahan-permasalahn yang telah ada sebelumnya atau bahkan
permasalahan yang baru setelah adanya penelitian-penelitian. Untuk itu dari latar
belakang di atas dapat di jabarkan beberapa identifikasi masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana implementasi pembayaran uang iwadh di Pengadilan Agama
Cibinong ?
2. Bagaimana pendapat hakim mengenai implementasi pembayaran uang iwadh
tersebut ?
3. Siapa saja yang berhak menerima uang iwadh tersebut ?
4. Apakah ada kesepakatan dalam penentuan besarnya uang iwadh tersebut ?
5. Bagaimana persamaan hak-hak suami isteri dalam perkawinan mengenai
pembayaran uang iwadh tersebut ?
6. Bagaimana pandangan hukum Islam mengenai implementasi pembayaran
uang iwadh dalam cerai gugat di Pengadilan Agama ?
C. Pembatasan dan Perumusah Masalah
1. Pembatasan Masalah
Sebagaimana telah dipaparkan dalam latar belakang dan identifikasi
masalah di atas dan untuk mempertajam pembahasan, maka penulis
membatasi masalah tentang uang iwadh untuk mengetahui bagimana
iplementasi dan pandangan hukum Islam mengenai pembayaran uang iwadh
8
tersebut di Pengadilan Agama Cibinong dalam periode tahun kemarin antara
tahun 2012-2015.
2. Perumusan Masalah
Di Indonesia perceraian itu harus dilakukan di pengadilan dan suami
atau isteri berhak mengajukan perceraian tersebut tentunya dengan alasan-
alasan yang di atur dalam KHI Pasal 11622
jo PP No. 09 tahun 197523
agar
pemohonan atau gugatan yang diajukan dapat di terima. Namun peraturan di
Indonesia tidak mengatur secara rinci mengenai uang iwadh, padahal dalam
kasus di Indonesia cerai yang dilakukan oleh pihak isteri semakin banyak
yang akan menimbulkan adanya uang iwadh sebagai tebusan. Uang iwadh
tersebut hanya diatur mengenai jumlahnya tidak kepada siapa uang iwadh itu
berhak diberikan. Tetapi dalam hadist sudah di jelaskan bahwa uang iwadh
diserahkan kepada suami tetapi pada praktiknya di pengadilan tidak
sepenuhnya dilakukan sebagaimana dalam hadist tersebut. Untuk itu yang
menjadi perumusan masalah dalam penulisan skripsi ini adalah:
a. Bagaimana implementasi pembayaran uang iwadh dalam cerai gugat di
Pengadilan Agama Cibinong ?
b. Bagaimana pandangan hukum Islam mengenai implementasi pembayaran
uang iwadh dalam cerai gugat di Pengadilan Agama Cibinong ?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan yang ingin di capai dalam penelitian ini adalah:
22
Abdurrahman. Kompilasi Hukum Islam. (Jakarta: Akademika Presindo, 2010), h. 141. 23
PP No. 09 tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Perkawinan
9
1. Untuk mengetahui penerimaan dan penyaluran uang iwadh di Pengadilan
Agama Cininong
2. Untuk mengetahui bagaimana pandangan hukum Islam mengenai
implementasi pembayaran uang iwadh tersebut.
Sedangkan manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Dapat mengetaui bagaimana penerimaan dan penyaluran uang iwadh di
Pengadilan Agama.
2. Dapat menambah keilmuan dalam bidang perkawinan khusunya dalam
praktik uang iwadh.
E. Study Ilmu Terdahulu
Setahu penulis belum ada penelitian yang membahas secara khusus
tentang uang iwadh, namun karena uang iwadh bertalian dengan khulu‟, maka
penulis membandingkannya dengan penelitian mengenai khulu‟ tersebut, dari
sini penulis akan mengemukakan perbedaan-perbedaan dari apa yang akan