i IMPLEMENTASI MODEL PENDIDIKAN PESANTREN BERBASIS AKHLAK PLUS WIRAUSAHA DI PESANTREN DAARUT TAUHIID BANDUNG SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Ilmu Tarbiyah Jurusan/ Prodi : Pendidikan Agama Islam (PAI) Disusun oleh: Nur Chahyadi 3105164 FAKULTAS TARBIYAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2009
107
Embed
IMPLEMENTASI MODEL PENDIDIKAN PESANTREN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/97/jtptiain-gdl... · Kelebihan dan kekurangan dari pendidikan berbasis akhlak plus wirausaha
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
i
IMPLEMENTASI MODEL PENDIDIKAN PESANTREN
BERBASIS AKHLAK PLUS WIRAUSAHA
DI PESANTREN DAARUT TAUHIID BANDUNG
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna
Memperoleh Gelar Sarjana dalam Ilmu Tarbiyah
Jurusan/ Prodi : Pendidikan Agama Islam (PAI)
Disusun oleh:
Nur Chahyadi 3105164
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2009
ii
ABSTRAK PENELITIAN
Nur Chahyadi (NIM. 3105164), Implementasi Model Pendidikan Pesantren Berbasis Akhlak plus Wirausaha di Pesantren Daarut Tauhiid Bandung, Skripsi, Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, 2009.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Implementasi pendidikan pesantren berbasis akhlak plus wirausaha di Pesantren Daarut Tauhiid Bandung (2) Kelebihan dan kekurangan dari pendidikan berbasis akhlak plus wirausaha di Pesantren Daarut Tauhiid Bandung. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif lapangan dengan menggunakan analisis deskriptif, yaitu dengan mendeskripsikan data-data yang telah peneliti kumpulkan, baik data hasil wawancara, observasi maupun dokumentasi selama mengadakan penelitian di Pesantren Daarut Tauhiid Bandung, dengan obyek penelitian tentang “Implementasi Model Pendidikan Pesantren Berbasis Akhlak plus Wirausaha di Pesantren Daarut Tauhiid Bandung”.
Pendidikan pesantren berbasis akhlak plus wirausaha adalah salah satu program unggulan di Pesantren Daarut Tauhiid, dengan jangka waktu yang cukup singkat yaitu 6 bulan, para santri dididik agar menjadi sosok santri yang memiliki kebeningan hati (qolbun salim), kemandirian, bertanggungjawab dan bermental wirausaha, berjiwa kepemimpinan, mampu membangun opini massa dan mampu mengaplikasikan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari. Dalam pendidikan pesantren berbasis akhlak plus wirausaha ini, dibagi menjadi tiga tahapan/marhalah, yang mana pada marhalah pertama santri dididik untuk memiliki mental baik dan kuat (BAKU), pada marhalah ke dua, santri diberi materi-materi pembelajaran tentang pengetahuan Islam, manajemen qolbu, dan wirausaha, dan pada marhalah ketiga, para santri diarahkan untuk dapat mengaplikasikan ilmu-ilmu yang didapat pada marhalah satu dan dua, dengan praktek magang, praktek wirausaha dan praktek pengabdian masyarakat (PPM).
Di dalam pendidikan pesantren berbasis akhlak plus wirausaha ini didapati beberapa kelebihan dan kekurangan yang harus diperbaiki terus menerus. Diantara kelebihannya, yaitu merupakan model pendidikan pesantren yang tidak ditemukan di pesantren lainnya (berciri khas Daarut Tauhiid). Adapun kekurangan yang didapati, yaitu materi pelajaran yang kurang komprehensif, proses pembelajaran dengan metode yang kurang bervariasi, hingga masalah kedisiplinan santri.
Akhirnya, berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan nantinya dapat menjadi bahan informasi dan masukan bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam menerapkan model pendidikan berbasis akhlak plus wirausaha dan menjadi bahan pertimbangan bagi lembaga pendidikan pesantren lainnya yang hendak menerapkan model pendidikan serupa.
iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Lamp : 7 (tujuh) eks
Hal : Naskah Skripsi
A. n. Sdr. Nur Chahyadi
Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Setelah saya mengadakan koreksi perbaikan seperlunya maka bersama
ini saya kirimkan naskan skripsi saudara:
Nama : Nur Chahyadi
NIM : 3105164
Jurusan : Pendidikan Agama Islam (PAI)
Dengan Judul : Implementasi Model Pendidikan Pesantren Berbasis Akhlak
plus Wirausaha di Pesantren Daarut Tauhiid Bandung
Dengan ini saya mohon agar skripsi saudara tersebut di atas dapat segera
dimunaqasahkan.
Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih.
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
Semarang, 11 Desember 2009
Pembimbing I pembimbing II
Musthafa Rahman, M.Ag. Ismail SM, M. Ag
NIP. 150276925 NIP. 150282135
iv
PENGESAHAN PENGUJI
Tanggal Tanda Tangan Drs. Mat Solikhin, M.Ag. Ketua Fahrurrozi, M.Ag. Sekretaris Drs. Fatah Syukur, M.Ag. Anggota DR. H. Hamdani, M.Ag. Anggota
v
PERNYATAAN
Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, penulis menyatakan bahwa skripsi ini
tidak berisi materi yang telah pernah ditulis oleh orang lain atau diterbitkan.
Demikian juga skripsi ini tidak berisi satupun pikiran-pikiran orang lain, kecuali
informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan rujukan.
Semarang, 9 Desember 2009
Deklarator,
Nur Chahyadi
NIM : 3105164
vi
MOTTO
إيا ك نعبد و إيا ك نستعين
Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan. (al Fatihah:5)1
Jadikan Allah no.1 dalam hidupmu (Nur Chahyadi)
1 R.H.A. Soenarjo (Ketua), Yayasan Penyelenggara Penterjemah/ Pentafsir al Qur'an, al
Qur'an dan Terjemahannya, (Jakarta:Indah Press, 1994), h. 5-6.
vii
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan untuk orang-orang yang telah membantu saya
menyelesaikan skripsi ini, semoga doa-doa orang yang saya sebutkan disini selalu
menyertai saya. Yang pertama, Ayah dan Ibuku tersayang, Bpk. Musthafa Rahman
M.Ag dan Bpk. Ismail SM, M.Ag pembimbing skripsi penulis, teman-temanku
pembimbing skripsi penulis yang telah bersedia meluangkan waktu dan
mengoreksi naskah skripsi penulis ditengah kesibukannya.
4. K.H Abdullah Gymnastiar, guru penulis yang telah banyak memberikan
ilmunya kepada penulis tentang hakekat ma'rifatullah
5. Ayah dan Ibuku tercinta, yang telah memberikan curahan perhatian dan biaya
kepada penulis dalam menyelesaikan studinya.
6. Ust. Roni Abdul Fattah, yang telah banyak memudahkan penulis dalam
mencari data-data berkenaan dengan penelitian penulis, jazakallahu khairan
katsiron
ix
7. Kakak dan adikku tersayang Nadhir Zacky al Falah yang telah memberikan
semangat kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan
8. Serta semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini
khususnya teman-teman DKM Daarut Tauhiid.
Kepada mereka penulis tidak dapat memberikan apa-apa selain ungkapan
terimakasih dan iringan doa semoga Allah SWT membalas semua amal kebaikan
kalian semua dengan sebaik-baik balasan.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini belum mencapaii
kesempurnaan. Namun demikian penulis berharap semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.
Semarang, 18 Desember 2009
Penulis,
Nur Chahyadi
NIM: 3105164
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................... i
HALAMAN ABSTRAK PENELITIAN ............................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................ iv
HALAMAN PERNYATAAN ............................................................... v
HALAMAN MOTTO ............................................................................ vi
HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................... vii
HALAMAN KATA PENGANTAR ..................................................... viii
HALAMAN DAFTAR ISI .................................................................... x
HALAMAN GAMBAR ........................................................................ xiii
HALAMAN DAFTAR LAMPIRAN ................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .............................................. 1
B. Penegasan Istilah ......................................................... 4
C. Rumusan Masalah ....................................................... 5
D. Tujuan Penelitian ........................................................ 6
E. Kegunaan Penelitian ................................................... 6
F. Kajian Pustaka ............................................................. 7
G. Metode Penelitian ....................................................... 8
H. Sistimatika Pembahasan ............................................. 11
BAB II MODEL PENDIDIKAN PESANTREN BERBASIS
AKHLAK DAN WIRAUSAHA
A. Pengertian Pendidikan Pesantren Berbasis Akhlak
plus Wirausaha ............................................................ 13
xi
B. Unsur dan Karakteristik Pendidikan Pesantren
Berbasis Akhlak plus Wirausaha ................................. 19
C. Akhlak sebagai Jiwa Wirausaha .................................. 25
BAB III PELAKSANAAN MODEL PENDIDIKAN
PESANTREN BERBASIS AKHLAK PLUS
WIRAUSAHA DI PESANTREN DAARUT TAUHIID
BANDUNG
A. Profil Pesantren Daarut Tauhiid .................................. 47
B. Pelaksanaan Program Pendidikan Pesantren Berbasis
Akhlak plus Wirausaha (APW) Daarut Tauhiid .......... 58
1. Latar Belakang Adanya Model Pendidikan
Pesantren Berbasis Akhlak Plus Wirausaha ............ 58
2. Tujuan Pendidikan Pesantren Berbasis Akhlak
plus Wirausaha ..................................................... 59
3. Materi Pendidikan Pesantren Berbasis Akhlak
plus Wirausaha ........................................................ 59
4. Keadaan Guru/ Asaatidz ......................................... 61
5. Sarana dan Prasarana............................................... 62
6. Proses Pembelajaran Pendidikan Pesantren
Berbasis Akhlak plus Wirausaha ............................ 64
7. Implementasi Pendidikan Pesantren Berbasis
Akhlak plus Wirausaha ........................................... 64
BAB IV KELEBIHAN DAN KEKURANGAN PELAKSANAAN
MODEL PENDIDIKAN PESANTREN BERBASIS
AKHLAK PLUS WIRAUSAHA DI PESANTREN
DAARUT TAUHIID BANDUNG
xii
A. Kelebihan Implementasi Model Pendidikan Pesantren
Berbasis Akhlak plus Wirausaha di Pesantren Daarut
Tauhiid Bandung ........................................................ 70
B. Kekurangan Implementasi Model Pendidikan Pesantren
Berbasis Akhlak plus Wirausaha di Pesantren Daarut
Tauhiid Bandung ..........................................................
BAB V PENUTUP
A. Simpulan ...................................................................... 75
B. Saran ............................................................................. 76
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
xiii
HALAMAN GAMBAR
1. Gambar Denah Lokasi Pesantren Daarut Tauhiid...............................50
xiv
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1: Foto Kegiatan Penelitian
Lampiran 2: Pedoman wawancara
Lampiran 3: Trasnkip Wawancara
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pondok Pesantren merupakan lembaga dan wahana pendidikan agama
sekaligus sebagai komunitas santri yang “ngaji“ ilmu agama Islam. Pondok
Pesantren sebagai lembaga tidak hanya identik dengan makna keislaman,
tetapi juga mengandung makna keaslian (indigenous) Indonesia1, sebab
keberadaanya mulai dikenal di bumi Nusantara pada periode abad ke 13 – 17
M, dan di Jawa pada abad ke 15 – 16 M.2
Pondok pesantren pertama kali didirikan oleh Syekh Maulana Malik
Ibrahim atau Syekh Maulana Magribi, yang wafat pada tanggal 12 Rabiul
Awal 822 H, bertepatan dengan tanggal 8 April 1419 M.3 Menurut Ronald
Alan Lukens Bull, Syekh Maulana Malik Ibrahim mendirikan Pondok
pesantren di Jawa pada tahun 1399 M untuk menyebarkan Islam di Jawa.4
Namun dapat dihitung bahwa sedikitnya pondok pesantren telah ada sejak
300–400 tahun lampau. Usianya yang panjang ini kiranya sudah cukup alasan
untuk menyatakan bahwa pondok pesantren telah menjadi milik budaya
bangsa dalam bidang pendidikan, dan telah ikut serta mencerdaskan
kehidupan bangsa.5
Tradisi pondok pesantren paling tidak memiliki lima elemen dasar, yakni
pondok, masjid, santri, pengajaran kitab-kitab Islam klasik dan kiai.6 Menurut
Martin van Bruinessen, salah satu tradisi agung (great tradition) di Indonesia
adalah tradisi pengajaran agama Islam, yang bertujuan untuk mentransmisikan
Islam tradisional sebagaimana yang terdapat dalam kitab-kitab klasik yang
1 Nurcholish Madjid, Bilik-bilik Pesantren: sebuah Potret Perjalanan (Jakarta:
Paramadiana, 1997), h. 3. 2 Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren (Jakarta: INIS, 1994), h. 6. 3 Wahjortomo, Perguruan Tinggi Pesantren (Jakarta: Gema Insani Press, 1997), h. 70. 4 Ronald Alan Lukens Bull, A Peaceful Jihad: Javanese Education and Religion Identity
Construction, ( Michigan:Arizona State University, 1997), h. 70 5 Mastuhu. Dinamika….., h. 7. 6 Zamakhsyari Dhofier. Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup Kiai (Jakarta:
LP3ES, 1982), h. 44.
2
ditulis berabad-abad yang lalu.7 Proses belajar mengajarnya dilakukan melalui
struktur, metode dan literatur tradisional, baik berupa pendidikan formal di
sekolah atau madrasah dengan jenjang yang bertingkat, ataupun pemberian
pengajaran dengan sistem halaqah dalam bentuk wetonan atau sorogan. Ciri
utama dari pengajaran tradisional ini adalah cara pemberian ajarannya yang
ditekankan pada penangkapan harfiah atas suatu kitab (teks) tertentu.8
Dalam perkembangannya dari dulu sampai sekarang, model pendidikan
pesantren pun mengalami banyak perubahan, antara satu pesantren dengan
pesantren lainnya berbeda-beda. Kita lihat adanya pada zaman sekarang model
pendidikan pesantren salaf, pesantren khalaf dan yang baru-baru ini pesantren
virtual, mana yang lebih baik? semuanya punya kelebihan dan kekurangan
masing-masing.
Dalam kaitannya dengan judul proposal penelitian diatas, penulis ingin
meneliti lebih jauh model pendidikan pesantren yang tidak menutup dari
perkembangan zaman (globalisasi), yang mana pada zaman sekarang ini,
manusia dituntut untuk memiliki keterampilan tertentu jika mau bersaing dan
bertahan dalam kehidupannya
Latar belakang utama penulis mengajukan penelitian dengan judul
”Implementasi Model Pendidikan Pesantren Berbasis Akhlak Plus Wirausaha
di Pesantren Daarut Tauhiid Bandung” adalah karena penulis tertarik untuk
mengetahui lebih jauh mengenai model dan implementasi pendidikan
pesantren yang penulis anggap lain dari model pendidikan pesantren pada
umumnya, yang mana menurut informasi yang penulis dapatkan, model
pendidikan di Pesantren Daarut Tauhiid ini tujuannya adalah menghasilkan
sosok santri yang mampu :
1. Memiliki Kebeningan Hati (Qolbum Salim)
2. Mandiri dan Bertanggungjawab
3. Berjiwa Kepemimpinan (Leadership)
4. Bermental Wirausaha (Entreperneurship)
7 Martin van Bruinessen, Kitab Kuning: Pesantren dan Tarekat (Bandung: Mizan, 1995), h. 17.
8 Abdurrahman Wahid, Menggerakkan Tradisi (Yogyakarta: LkiS, 2001), h. 55.
3
5. Mengaplikasikan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari
Untuk mencapai tujuan tersebut, Pesantren Daarut Tauhiid membuat suatu
program pendidikan sebagai usaha dalam membentuk generasi muda yang
berakhlakul karimah dan mempunyai kemampuan berwirausaha. Karena
dalam mengahadapi derasnya laju kemajuan, baik itu kemajuan teknologi,
ekonomi, dan bisnis, tentu dibutuhkan suatu keahlian yang praktis dalam
menghadapinya. Penulis juga ingin mengetahui kelebihan dan kekurangan
model pendidikan ini, dengan harapan nantinya dapat menjadi pertimbangan
ketika ada lembaga pendidikan lain yang hendak meniru atau
mengembangkan model pendidikan yang serupa.
Adanya program ini diharapkan mampu menumbuhkan jiwa entrepreneur
bagi seorang Muslim, sehingga ia mampu hidup tanpa tergantung pada orang
lain. Minimal ia dapat hidup mandiri dan tidak menjadi beban siapapun dan
kehadirannya akan menjadi manfaat bagi umat, demi tegaknya syiar Islam
yang kokoh, baik itu akhlaknya, pondasi iman yang kuat, dan yang tidak kalah
penting yaitu kekuatan dibidang ekonomi dan kemandirian yang nyata.9
Latar belakang lain disusunnya skipsi ini adalah karena penulis prihatin
melihat banyaknya perguruan tinggi yang meluluskan para sarjana setiap
tahunnya, tetapi tidak bisa menjadi solusi untuk mengurangi jumlah
pengangguran tetapi malah menambah daftar pengangguran (pengangguran
terpelajar). Secara subyektif penulis juga merasa prihatin terhadap sebagian
sikap para lulusan perguruan tinggi yang penulis temui, yang sibuk untuk
mencari lapangan kerja yang semakin hari semakin sulit, tetapi tidak pernah
sibuk memikirkan bagaimana membuat lapangan kerja.
Melihat fenomena ini penulis ingin meneliti lebih mendalam tentang
pendidikan pesantren berbasis kewirausahaan di Pesantren Daarut Tauhiid
Bandung, bagaimana pendidikan disana bisa menanamkan akhlak plus mental
berusaha serta mental pantang menjadi beban bagi orang lain pada santri-
santrinya.
9 Tim MQ Publishing, Welcome To Daarut Tauhiid: Berwisata Rohani, Melapangkan
Hati (Bandung: MQ Publishing, 2003), h. 52-53.
4
Adapun secara implisit latar belakang lain yang mengganjal di hati penulis
yaitu, apakah model pendidikan pesantren ini dapat menjadi solusi dalam
mengatasi problematika pengangguran?, khususnya dalam skala mikro di
lingkungan pesantren Daarut Tauhiid Bandung, yang nanti kedepannya
mungkin model pendidikan ini dapat diterapkan dalam pendidikan formal
dengan berbagai jenjang.
B. Penegasan Istilah
Agar memberikan pemahaman yang tepat serta untuk menghindari
kesalahan pemahaman dalam menginterpretasikan judul skripsi ini, maka
penulis merasa perlu untuk mengemukakan makna dan maksud kata-kata
dalam judul tersebut, serta memberikan batasan-batasan istilah agar dapat
dipahami secara konkret dan lebih operasional. Adapun penjelasan dari istilah
tersebut adalah :
1. Implementasi
Implementasi secara sederhana dapat diartikan sebagai pelaksanaan.10
Pelaksanaan di sini jika dikaitkan dengan judul proposal diatas ialah
pelaksanaan model pendidikan akhlak plus wirausaha pada santri pesantren
Daarut Tauhiid
2. Pendidikan Pesantren
Dalam buku yang berjudul ”Tradisi Pesantren”, Zarmakhsyari Dhofier
menjelaskan bahwa pendidikan pesantren adalah pendidikan yang tidak
semata-mata untuk memperkaya murid dengan penjelasan-penjelasan, tetapi
untuk meninggikan moral, melatih dan mempertinggi sikap dan tingkah laku
yang jujur dan bermoral, dan menyiapkan para murid untuk hidup sederhana
dan bersih hati yang didalamnya diajarkan kitab-kitab klasik dan ilmu agama.
Tujuan pendidikan pesantren bukanlah untuk mengejar kepentingan
kekuasaan, uang dan keagungan duniawi, tetapi ditanamkan kepada mereka
10 Alex MA, Kamus Ilmiah Populer Kontemporer, (Surabaya: Karya Harapan, 2005), h.
240
5
bahwa belajar adalah semata-mata kewajiban dan pengabdian pada Tuhan.11
dari situ penulis akan meneliti apakah pendidikan pesantren Daarut Tauhid
sama dengan pendidikan pesantren pada umumnya.
3. Akhlak Plus Wirausaha
Ialah salah satu model pendidikan yang diterapkan pada santri mukim di
pesantren Daarut Tauhid Bandung12. Program santri akhlak plus wirausaha ini
adalah program seperti kursus, yang mana santri menempuh program ini
selama 6 bulan dan diwisuda serta mendapatkan sertifikat kelulusan setelah
dinyatakan lulus.
4. Pesantren Daarut Tauhiid
Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan Islam, yang mengajarkan
ilmu-ilmu keIslaman, dipimpin oleh kiai sebagai pemangku/ pemilik Ponpes
dan dibantu oleh ustadz/ guru yang mengajarkan ilmu-ilmu keislaman kepada
santri, melalui metode dan teknik yang khas.13 Dalam kaitannya dengan judul
penelitian ini, pesantren yang dimaksud ialah Pesantren Daarut Tauhiid yang
terletak di jalan Gegerkalong Girang, Bandung.
C. Rumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang masalah yang diuraikan diatas, penulis
berusaha merumuskan pokok-pokok permasalahan yang relevan dengan judul
skripsi ini. Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana implementasi pendidikan pesantren berbasis akhlak plus
wirausaha di Pesantren Daarut Tauhid?
2. Bagaimana kelebihan dan kekurangan pendidikan berbasis akhlak plus
wirausaha di Pesantren Daarut Tauhid?
11 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup Kiai
(Jakarta: LP3ES, 1982), h. 21. 12 Tim MQ Publishing, loc.cit., 13 A.Halim, Rr. Suhartini, M Chorul Arif dan A. Sunarto AS. Manajemen Pesantren
(Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2005), h. 247.
6
D. Tujuan Penelitian
Dewasa ini pandangan masyarakat umum terhadap dunia pesantren dapat
dibedakan menjadi 2 macam, pertama masyarakat yang menyangsikan
eksistensi dan relevansinya lembaga pesantren untuk menyongsong masa
depan. Kedua, masyarakat yang menaruh perhatian dan sekaligus harapan
bahwa pesantren merupakan alternatif model pendidikan Islam masa depan.14
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui bagaimana implementasi pendidikan pesantren berbasis
akhlak plus wirausaha di Pesantren Daarut Tauhid.
2. Untuk mengetahui bagaimana kelebihan dan kekurangan dari pendidikan
berbasis akhlak plus wirausaha di Pesantren Daarut Tauhid.
E. Kegunaan Penelitian
Harapan penulis disusunnya proposal penelitian ini, yang nanti akan
ditindak lanjuti dengan penelitian, dapat memberi manfaat sebagai berikut :
1. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan rujukan bagi lembaga
pendidikan atau pesantren lain yang ingin menerapkan model pendidikan
berbasis akhlak dan wirausaha.
2. Dengan mengetahui kelebihan dan kekurangan model pendidikan berbasis
akhlak plus wirausaha dapat menjadi pertimbangan bagi lembaga
pendidikan atau pesantren lain yang ingin menerapkan model pendidikan
ini dengan lebih mengembangkan atau meminimalisir kekurangan-
kekurangannya.
3. Sebagai bahan kajian lebih lanjut untuk peneliti lain yang hendak meneliti
model pendidikan ini secara lebih luas.
4. Sebagai bahan pustaka bagi fakultas tarbiyah berupa penelitian
pengembangan pendidikan
14 Imam Tholkhah dan Ahmad Barizi, Membuka Jendela Pendidikan: Mengurai Akar Tradisi Dan Integrasi Keilmuan Pendidikan Islam (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), h. 50
7
F. Kajian Pustaka
Sebagai sebuah pesantren yang umurnya masih sangat muda, pesantren
Daarut Tauhiid telah menjadi pesantren yang telah diakui eksistensinya, baik
dalam skala regional, nasional, maupun internasional. Sebutan sebagai
pesantren virtual sangat melekat pada pesantren ini, berbagai penelitian
mengenai pesantren ini telah banyak dilakukan, beberapa literatur yang ada
korelasinya dengan tema penelitian yang dikaji dalam skripsi ini yaitu:
1. Tesis berbahasa Inggris oleh Zaki Nur’aeni mahasiswa program doktor
Universitas Syarif Hidayatullah yang berjudul ”Daarut Tauhiid :
Modernizing a Pesantren Tradition” yang mana isi dalam pesantren ini
ialah tentang profil pesantren daarut tauhid yang makin melejit karena
kemodernannya. Dalam tesis ini dibahas mengenai pendiri dan pengasuh
pondok pesantren ini, kemodernannya dalam hal pemanfaatan teknologi,
kegiatan-kegiatan yang rutin dilakukan di pondok pesantren ini, serta sikap
plural dan multikultural masyarakat dan santrinya serta model
pendidikannya yang menerapkan konsep learning by doing.15
2. Skripsi Saudara Asep Cuwantoro yang berjudul Stigma Terorisme dan
Masa Depan Pendidikan Pesantren, yang mana obyek penelitiannya di
Pesantren Ngruki, Solo, yang diasuh oleh K.H. Abu Bakar Ba’asyir.
Dalam skiripsi ini si peneliti meneliti salah satu pesantren yang diklaim
sebagai lembaga pendidikan yang mencetak para teroris. Selain
menampilkan profil Pondok Pesantren Ngruki, Solo, si peneliti juga
memaparkan model pendidikan Pondok Pesantren ini, apakah sama
dengan model pendidikan pesantren pada umumnya atau tidak, lalu
dikaitkan dengan terorisme dan klaim yang disandarkan pada pondok
pesantren tersebut.16
3. Skripsi Saudari Fitriyatun Khasanah (3103120) yang berjudul ” Upaya
Pesantren Berbasis Agrobisnis Dalam Meningkatkan Life Skill Santri
menyelidiki dokumen-dokumen dan sebagainya sebagai sumber data yang
dibutuhkan. Dalam metode ini yang penulis gunakan untuk
mengumpulkan data adalah dokumentasi yang berhubungan dengan
kelembagaan, administrasi, desain kurikulum, struktur organisasi, kegiatan
santri dan sebagainya yang terkait dengan pesantren Daarut Tauhid ini.
5. Tehnik Analisis Data
Penulis hendak menggunakan tehnik analisis deskriptif, proses analisis
dilakukan secara interaktif (berkelanjutan) dari mulai penetapan masalah,
pengumpulan data maupun setelah data dikumpulkan. Setelah data
terkumpul, langkah selanjutnya adalah penulis melakukan analisis
terhadap data yang terhimpun dengan menggunakan metode ini. Metode
analisis ini penulis gunakan untuk menyampaikan hasil penelitian yang
20 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta: Rineka
Cipta), cet 12, h. 132 21 Ibid, h. 132
11
diwujudkan bukan dalam bentuk angka-angka melainkan dalam bentuk
laporan dan uraian deskriptif.22
H. Sistematika Pembahasan
Skripsi ini ditulis dalam lima bab. Antara bab yang satu dengan yang
lainnya saling berkaitan dan kesemuanya itu merupakan satu pokok
pembahasan. Adapun susunan penulisannya adalah sebagai berikut:
Bab pertama, pada bagian ini penulis akan membahas tentang latar
belakang penelitian. Yaitu penulis menerangkan apa alasan penulis
memberikan judul skripsi ini. Lalu didalamnya ada rumusan masalah
mengenai hal-hal yang hendak diteliti penulis, penegasan istilah yang
fungsinya menerangkan judul skripsi yang dimaksud, kajian pustaka, metode
penelitian atau cara yang akan dilakukan penulis/ peneliti dalam
mengumpulkan data, dan yang terakhir sistematika penulisan.
Selanjutnya pada bab kedua mengenai model pendidikan pesantren
berbasis akhlak plus wirausaha, karakteristik pendidikan pesantren berbasis
akhlak plus wirausaha, dan akhlak sebagai jiwa wirausaha. Di dalamnya
penulis akan menjelaskan tentang beberapa kajian teoritis mengenai
pengertian pesantren, apa itu pendidikan pesantren berbaisis akhlak dan
wirausaha, karekteristiknya dan bagaimana hendaknya akhlak menjadi jiwa
wirausaha.
Pada bab ketiga, penulis akan membahas mengenai pelaksanaan model
pendidikan akhlak plus wirausaha. Pada bab ini pembahasannya akan meliputi
profil pesantren yang akan diteliti, dalam kaitannya disini ialah pesantren
Daarut Tauhid Bandung, didalamnya akan dibahas tentang sejarah berdirinya,
letak geografisnya, visi dan misi, kondisi santri, guru dan staf, sarana dan
prasarana yang dimiliki serta akan dipaparkan pula bagaimana implementasi
model pendidikan berbasis akhlak dan wirausaha di pesantren Daarut Tauhid
ini.
22 Nana Sudjana dan Ibrahim. Penelitian dan Penilaian Pendidikan (Bandung: Sinar
Baru, 1989), h. 64
12
Pada bab keempat, mengenai hasil analisis penelitian. Penulis akan
menganalisis bagaimana pelaksanaan model pendidikan berbasis akhlak plus
wirausaha di pesantren Daarut Tauhid Bandung serta menganalisi kelebihan
dan kekurangan model pendidikan tersebut. Intinya pada bab ini penulis
hendak menjawab rumusan masalah yang terdapat pada bab pertama.
Pada bab kelima, penulis akan memberikan kesimpulan hasil penelitian,
saran-saran dan penutup. Sekian.
13
BAB II
MODEL PENDIDIKAN PESANTREN BERBASIS AKHLAK PLUS
WIRAUSAHA
A. Pengertian Pendidikan Pesantren Berbasis Akhlak plus Wirausaha
Untuk mengetahui arti pondok pesantren, perlu diketahui lebih dahulu
pengertian pendidikan secara umum. Sebab, pondok pesantren adalah
merupakan salah satu bentuk dari lembaga pendidikan, khususnya lembaga
pendidikan yang bernafaskan Islam.
Definisi pendidikan umumnya sangat bervariasi, oleh para ahli, pendidikan
didefinisikan tidak sama. Pendidikan menurut Syekh Musthafa al Ghulayani
adalah:
Pendidikan adalah penanaman akhlak yang mulia dalam jiwa anak-anak yang sedang tumbuh menyiraminya dengan siraman petunjuk dan nasehat, sehingga menjadi suatu watak yang melekat dalam jiwa, kemudian buahnya berupa keutamaan, kebaikan, suka beramal demi kemanfaatan bangsa1
Sedangkan pendidikan menurut Ngalim Purwanto adalah segala usaha
orang dewasa dalam pergaulan anak-anak untuk memimpin perkembangan
jasmani dan ruhaninya kearah kedewasaan.2
Berbeda lagi dengan al Syaibani, yang mengatakan bahwa pendidikan
adalah proses mengubah tingkah laku individu peserta didik pada kehidupan
pribadi, masyarakat, dan alam sekitarnya.3
Berdasarkan 3 pengertian pendidikan di atas, jelaslah bahwa pendidikan
yang diterapkan di pesantren juga ada kesamaan dengan prinsip pengertian
pendidikan yang telah dijelaskan di atas. Namum demikian, pesantren adalah
lembaga yang bisa dikatakan merupakan wujud proses wajar perkembangan
1 Muhammad Musthafa al Ghulayani, Idhatun Nashihin, (Beirut: al Maktabah al Ahliyah,
1949), h. 185. 2 Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: Remaja
Rosdakarnya, 2003),cet. ke-12., h. 11. 3 Omar Muhammad al Thoumy al Syaibani, Falsafah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1979), h. 399.
14
sistem pendidikan nasional. Menurut Nurcholis Madjid, dari segi historis
pesantren tidak hanya identik dengan makna keislaman, tetapi juga
mengandung makna keaslian Indonesia (indegenous). Sebab, lembaga yang
serupa pesantren ini sebenarnya sudah ada sejak pada masa kekuasaan Hindu-
Budha.4 Lebih lanjut beliau menjelaskan:
Seandainya negeri kita ini tidak mengalami penjajahan, mungkin pertumbuhan sistem pendidikannya akan mengikuti jalur-jalur yang ditempuh pesantren-pesantren itu. Sehingga perguruan-perguruan tinggi yang ada sekarang ini tidak akan berupa UI, ITB, UGM, UNDIP ataupun yang lain, tetapi mungkin namanya ”Universitas” Tremas, Krapyak, Tebuireng, Bangkalan, Lasem, dan seterusnya. Kemungkinan ini bisa kita tarik setelah melihat dan membandingkan secara kasar dengan pertumbuhan sistem pendidikan di negeri-negeri Barat sendiri, dimana hampir semua universitas terkenal cikal-bakalnya adalah perguruan yang semula berorientasi keagamaan. Mungkin juga, seandainya kita tidak pernah dijajah, pesantren-pesantren itu tidaklah begitu terpencil di daerah pedesaan seperti kebanyakan pesantren sekarang ini, melainkan akan berada di kota-kota pusat kekuasaan atau ekonomi, atau sekurang-kurangnya tidak terlalu jauh dari sana, sebagaimana hal nya sekolah-sekolah keagamaan di Barat yang kemudian tumbuh menjadi universitas-universitas tersebut.5
Adapun definisi pondok pesantren sendiri terdapat berbagai variasinya,
antara lain pondok pesantren didefinisikan sebagai lembaga keagamaan yang
memberikan pendidikan dan pengajaran serta mengembangkan dan
menyebarkan ilmu agama Islam.6
Secara harfiah, kata pondok berasal dari bahasa Arab “funduq” yang
berarti “Hotel atau Asrama”.7 Pesantren sendiri pun menurut pengertian
dasarnya adalah tempat belajar para santri, sedangkan pondok berarti rumah
atau tempat tinggal sederhana yang terbuat dari bambu.
4 Sehigga Islam tinggal meneruskan dan mengislamkan lembaga pendidikan yang sudah
ada. Tentunya ini tidak berarti mengecilkan peranan Islam dalam memelopori pendidikan di Indonesia. Lihat: Nurcholis Madjid, Bilik-bilik Pesantren; Sebuah Potret Perjalanan, (Jakarta: Paramadina, 1997), h. 3.
5 Ibid, h. 4. 6 M. Ridwan Nasir, Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal, Pondok Pesantren di
Tengah Arus Perubahan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), h. 80 7 Ahmad Syafi’i Noer, Pesantren: Asal-usul dan Pertumbuhan Kelembagaan, dalam
buku “ Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga-lembaga Pendidikan Islam di Indonesia, karya Abuddin Nata (ed), (Jakarta: PT. Grasindo, 2001), h. 89
15
Prof. Dr. H. M. Ridlwan Nasir, MA., mengatakan bahwa pondok
pesantren adalah gabungan dari pondok dan pesantren. Istilah pondok,
mungkin berasal dari kata funduk, dari bahasa Arab yang berarti rumah
penginapan atau hotel. Akan tetapi di dalam pesantren Indonesia, khususnya
Pulau Jawa, lebih mirip dengan pemondokan dalam lingkungan padepokan,
yaitu perumahan sederhana yang dipetak-petak dalam bentuk kamar-kamar
yang merupakan asrama bagi santri. Sedangkan istilah pesantren secara
etimologi asalnya pe-santri-an yang berarti tempat santri. Santri atau murid
mempelajari agama dari seorang Kyai atau Syaikh di pondok pesantren.
Pondok pesantren adalah lembaga keagamaan yang memberikan pendidikan
dan pengajaran serta mengembangkan dan menyebarkan ilmu agama dan
Islam.8
Sedangkan menurut Zamakhsyari Dhofier, bahwa pesantren berasal dari
kata santri, yang dengan awalan pe di depan dan akhiran an berarti tempat
tinggal para santri. Lebih lanjut beliau mengutip dari pendapat Profesor Johns
dalam ”Islam in South Asia”, bahwa istilah santri berasal dari bahasa Tamil,
yang berarti guru ngaji. Sedang menurut C.C Berg, bahwa istilah santri berasal
dari istilah shastri yang dalam bahasa india berarti orang yang tahu buku-buku
suci agama Hindu. Kata Shastri berasal dari akar kata shastra yang berarti
buku-buku suci, buku-buku agama atau buku-buku tentang ilmu pengetahuan.9
Pondok pesantren bukan saja merupakan sub culture yang unik dan
penting untuk diteliti lebih dalam, tetapi juga suatu lembaga pendidikan yang
yang mampu bertahan dan terus berkembang hingga saat ini, namun juga
paling sedikit diketahui umum atau paling kurang memperoleh perhatian
pemerintah atau kalangan pendidik. Sejarah pendidikan Nasional lebih
mengenal Ki Hajar Dewantara dengan Taman Siswanya, atau KH. Ahmad
8 Lebih lanjut diterangkan: pondok pesantren adalah salah satu bentuk lembaga
pendidikan dan keagamaan yang ada di Indonesia. Secara lahiriyah, pesantren pada umumnya merupakan suatu komplek bangunan yang terdiri dari kyai, masjid, pondok tempat tinggal para santri dan ruangan belajar. Disinilah para santri tinggal selama beberapa tahun belajar langsung dari kyai dalam hal ilmu agama. Meskipun dewasa ini pondok pesantren telah tumbuh dan berkembang secara bervariasi.
9 M. Ridlwan Nasir, op.cit., h. 82 atau lihat: Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve, 1994), h. 99.
16
Dahlan dengan Muhammadiyah-nya, dan hampir tidak pernah mengungkapkan
pola pendidikan di pondok-pondok pesantren yang sudah berpuluh tahun ada di
tengah masyarakat pedesaan Indonesia. Padahal, jutaan penduduk desa telah
memasuki proses pendidikan melalui puluhan ribu pondok-pondok pesantren
yang tersebar di pulau Jawa, bahkan sejak jauh sebelum Gerakan Perjuangan
Nasional untuk kemerdekaan Indonesia.
Meskipun demikian, fungsi pendidikan pondok pesantren tidak tercerabut
dari akar kulturnya. Yaitu memiliki fungsi sebagai (1) lembaga pendidikan
yang melakukan transfer ilmu-ilmu agama (tafaqquh fi al diin) dan nilai-nilai
Islam (Islamic values), (2) Lembaga keagamaan yang melakukan kontrol sosial
(social control), dan (3) lembaga keagamaan yang melakukan rekayasa sosial
(social engineering).10
Dewasa ini pesantren telah memasuki era baru dengan munculnya
pesantren-pesantren modern, dimana berbagai keterampilan telah memasuki
pesantren, mata pelajaran yang dipelajari pun bukan hanya agama saja, tetapi
juga mencangkup pelajaran umum lainnya, seperti bahasa Inggris,
Matematikan, Sosiologi, Anthropologi, dan sebagainya.11
Adapun jika berbicara tentang tujuan pendidikan pesantren,
mengambil pendapat mastuhu, yaitu:
Menciptakan dan mengembangkan kepribadian muslim, yaitu kepribadian yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan, berakhlak mulia, bermanfaat bagi masyarakat dengan jalan menjadi kawula atau abdi masyarakat seperti rasul, yaitu menjadi pelayan masyarakat sebagaimana kepribadian Nabi Muhammad (mengikuti sunnah Nabi), mampu berdiri sendiri, bebas dan teguh dalam kepribadian, menyebarkan agama atau menegakkan Islam dan kejayaan umat Islam di tengah-tengah masyarakat (’Izzul Islam wal Muslimin), dan mencintai ilmu dalam rangka mengembangkan kepribadian Indonesia. Idealnya pengembangan kepribadian yang ingin dituju ialah kepribadian Muhsin,12 bukan sekedar muslim.13
10 Ibid, h. 6. 11 Tim Penyusun IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia, (Jakarta:
Djambatan, 1992), h. 771. 12 Dalam nomenklatur Islam dikenal istilah-istilah: mukmin, muslim dan muhsin, yang
berbeda secara gradual. Mukmin: sekedar beriman kepada Allah dan Muhammad sebagai Nabi dan Rasul, tetapi belum tentu mengamalkannya. Muslim: beriman, mengamalkan secara konsekuen dan selalu merasa dekat dengan Allah dan Rasulnya. Muhsin: memiliki perilaku yang lebih
17
Apa yang telah dikemukakan oleh Mastuhu tentang tujuan pendidikan
pesantren tersebut diatas jika dikontekskan dengan konteks keIndonesiaan
(Tujuan Pendidikan Nasional) maka belum mencangkup secara keseluruhan,
artinya peran pesantren yang merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam
masih belum terasa jelas peranannya dalam pembangunan bangsa. Oleh karena
itu maka kita perlu melihat bagaimana tujuan pendidikan pesantren jika dalam
konteks tujuan pendidikan Nasional.
Mengacu kepada tuntutan makro serta mikro pendidikan Nasional
Indonesia, maka pendidikan pondok pesantren harus memadukan tujuan
pendidikan nasional dengan tujuan pendidikan pesantren agar menghasilkan
sosok santri yang memiliki beberapa kompetensi lulusan seperti yang
dikemukakan M.M Billah sebagaimana dikutip oleh Pupuh Faturrahman yaitu
menciptakan sosok santri yang memiliki:
1. Religious Skillfull People, yaitu insan yang akan menjadi tenaga-tenaga
terampil, ikhlas, cerdas mandiri, tetapi sekaligus mempunyai iman yang
teguh, dan utuh sehingga religius dalam sikap dan perilaku, yang akan
mengisi kebutuhan tenaga kerja di dalam berbagai sektor pembangunan.
2. Religious Community Leader, yaitu insan Indonesia yang ikhlas, cerdas dan
mandiri dan akan menjadi penggerak yang dinamis di dalam transformasi
sosial budaya (madani) dan sekaligus menjadi benteng terhadap ekses
negatif pembangunan dan mampu membawakan aspirasi masyarakat, dan
melakukan pengendalian sosial (social control).
3. Religious Intelectual, yang mempunyai integritas kukuh serta cakap
melakukan analisa ilmiah dan concern terhadap masalah-masalah sosial.
Dalam dimensi sosialnya, pondok pesantren dapat menempatkan posisinya
pada lembaga kegiatan pembelajaran masyarakat yang berfungsi
menyampaikan teknologi baru yang cocok buat masyarakat sekitar dan
mendalam dari pada muslim. Pengabdiaannya kepada Tuhan dilakukan semata-mata karena rasa cinta kepadanya, tanpa ada rasa kepentingan dan takut, dan rasa cinta itu sudah mendarah daging merupakan bagian dari biological menchanism. Lihat: Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan: Suatu Kajian Tentang Unsur-Unsur dan Nilai Sistem Pendidikan Pesantren, (Jakarta: INIS, 1994), h. 54.
13 Ibid, h. 55-56.
18
memberikan pelayanan sosial dan keagamaan, sekaligus pula memfungsikan
sebagai laboratorium sosial, dimana pondok pesantren melakukan
eksperimentasi pengembangan masyarakat, sehingga tercipta keterpaduan
hubungan antara pondok pesantren dengan masyarakat secara baik dan
harmonis, saling menguntungkan dan saling mengisi.14
Akhirnya tujuan pendidikan pondok pesantren dapat didefinisikan
kepada; memelihara dan mengembangkan fitrah peserta didik (santri) untuk
taat dan patuh kepada Allah SWT, mempersiapkannya agar memiliki
kepribadian muslim, membekali mereka dengan berbagai ilmu pengetahuan
untuk mencapai hidup yang sempurna, menjadi anggota masyarakat yang
baik dan bahagia lahir dan batin, dunia dan akherat.
Model pendidikan pesantren berbasis akhlak plus wirausaha adalah
model pendidikan pesantren yang berupaya untuk mencapai tujuan
pendidikan diatas. Model pendidikan pesantren yang tidak menutup dari
perkembangan zaman (globalisasi), yang mana pada zaman sekarang ini,
manusia dituntut untuk memiliki keterampilan tertentu jika mau bersaing
dan bertahan dalam kehidupannya.
Model dan implementasi pendidikan pesantren ini lain dari model
pendidikan pesantren pada umumnya, yang mana model pendidikan di
Pesantren ini tujuannya adalah menghasilkan sosok santri yang mampu :
1. Memiliki Kebeningan Hati (Qolbum Salim)
2. Mandiri dan Bertanggungjawab
3. Berjiwa Kepemimpinan (Leadership)
4. Bermental Wirausaha (Entreperneurship)
5. Mengaplikasikan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari
Untuk mencapai tujuan tersebut, dibutlah suatu program pendidikan
sebagai usaha dalam membentuk generasi muda yang berakhlakul karimah
dan mempunyai kemampuan berwirausaha. Karena dalam mengahadapi
derasnya laju kemajuan, baik itu kemajuan teknologi, ekonomi, dan bisnis,
14 Pupuh Faturrahman, Pengembangan Pondok Pesantren: Analisis Terhadap
Keunggulan Sistem Pendidikan Terpadu, Lektur Seri XVI/ 202, h. 322-323.
19
tentu dibutuhkan suatu keahlian yang praktis dalam menghadapinya. Model
pendidikan ini diharapkan mampu menumbuhkan jiwa entrepreneur bagi
seorang Muslim, sehingga ia mampu hidup tanpa tergantung pada orang lain.
Minimal ia dapat hidup mandiri dan tidak menjadi beban siapapun dan
kehadirannya akan menjadi manfaat bagi umat, demi tegaknya syiar Islam
yang kokoh, baik itu akhlaknya, pondasi iman yang kuat, dan yang tidak kalah
penting, yaitu kekuatan dibidang ekonomi dan kemandirian yang nyata.15
B. Unsur dan Karakteristik Pendidikan Pesantren Berbasis Akhlak Plus
Wirausaha
Pesantren merupakan lembaga pendidikan yang mempunyai sejarah
panjang dan unik. Secara historis, termasuk pendidikan Islam yang paling
awal dan masih bertahan sampai sekarang. Berbeda dengan lembaga
pendidikan yang muncul kemudian, pesantren telah sangat berjasa mencetak
kader-kader ulama, dan kemudian berperan aktif dalam penyebaran agama
Islam dan transfer ilmu pengetahuan. Namun dalam perkembangannya,
pesantren telah mengalami transformasi yang memungkinkannya kehilangan
identitas jika nilai-nilai tradisionalnya tidak dilestarikan.16
Unsur-unsur yang melekat pada lembaga pendidikan pesantren
menurut Zamaksyari Dofier ada 5, yaitu kiai, pondok, masjid, santri,dan
pengajaran kitab-kitab klasik. Namun, berdasarkan kenyataannya, sekarang
unsur-unsur pokok lembaga pendidikan pesantren tidak hanya terdapat lima
unsur an sich, dapat ditemukan di lembaga pendidikan pesantren sekarang
yaitu kyai, pondok, masjid, santri, pengajaran ilmu-ilmu agama,
madrasah,/pengajian, lembaga ekonomi, perpustakaan, tempat keterampilan
(pendidikan vokasional). Yang mana penambahan dan pengurangan unsur-
15 Tim MQ Publishing, Welcome To Daarut Tauhiid: Berwisata Rohani, Melapangkan
Hati (Bandung: MQ Publishing, 2003), h. 52-53. 16 Abudin Nata, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga-Lembaga
Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: PT. Grasindo, 2001), h.101...
20
unsur pesantren ini menunjukkan tentang tipologi dan modernisasi sebuah
pesantren. 17
Dewasa ini, banyak sekali ditemukan pendidikan pesantren yang
mempunyai spesifikasinya masing-masing. Asep muhyiddin18 dalam semiloka
perencanaan strategi yayasan Daarut Tauhiid yang bertajuk ”Dialektika
Pesantren, Perubahan Zaman dan Transformasi Sosial” membagi pendidikan
pesantren menjadi 5 tipologi yaitu; yang pertama, pesantren salafi, dengan ciri
khas kitab-kitab klasik, metode yang digunakan masih tradisional (wetonan,
sorogan, halaqah dan hafalan) yang mana pesantren model ini berfungsi
sebagai lembaga pendidikan yang mentransmisi ilmu-ilmu Islam, pemelihara
tradisi-tradisi Islam, dan pencetak para ulama. Yang kedua, Pesantren Khalafi,
yaitu pesantren yang terbuka dan modern. Pesantren yang tidak hanya
mengajarkan kitab-kitab klasik saja tetapi juga pelajaran umum. Pesantren
yang berbasis kebahasaan, vokasional, madrasah atau sekolah dengan ijazah
formal. Yang ketiga, pesantren campuran; yaitu kombinasi antara kedua unsur
tadi. Yang keempat, Pesantren konsentrasi ilmu-ilmu agama; Pesantren al
Kelautan dan lain-lain. Dan yang keenam, Pesantren berbasis budaya.19
Adapun Prof. Dr. Haidar Putra Daulay, dalam bukunya ”Pendidikan
Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional Indonesia”, membagi pola
pendidikan pesantren menjadi 5 pola berdasarkan karakteristiknya yaitu:
a. Pola I
Pesantren pola I yang dimaksud dalam tulisan ini adalah pesantren
yang masih terikat kuat dengan sistem pendidikan Islam sebelum zaman
pembaruan pendidikan Islam di Indonesia. Ciri-ciri pola I adalah pertama,
pengkajian kitab-kitab klasik semata-mata. Kedua, memakai metode sorogan,
17 Asep Muhyiddin, “Dialektika Pesantren, Perubahan Zaman dan Transformasi Sosial”
dalam semiloko perencanaan strategi Yayasan Daarut Tauhiid Bandung. 18 Dekan Fakultas Dakwah Komunikasi UIN Bandung 19 Asep Muhyiddin, op.cit.
21
wetonan, dan hafalan dalam berlangsungnya proses belajar mengajar. Ketiga,
tidak memakai sistem klasikal, pengetahuan seseorang diukur dari sejumlah
kitab-kitab yang telah dipelajarinya dan kepada ulama mana ia berguru.
Keempat, tujuan pendidikan adalah untuk meninggikan moral, melatih, dan
mempertinggi semangat menghargai nilai-nilai spiritual, dan kemanusiaan,
mengajarkan sikap dan tingkah laku yang jujur dan bermoral, serta
menyiapkan para santri untuk hidup dan bersih hati.
Sebagian dari pesantren pola I ini ada yang lebih mengkhususkan diri
kepada satu bidang tertentu, misalnya keahlian Fiqh, Hadits, Bahasa Arab,
Tasawuf, ataupun lainnya. Oleh karena itulah sering seorang santri pindah dari
satu pesantren ke pesantren lainnya yang menjadi pola spesifik pesantren yang
dituju.20
b. Pola II
Pesantren pola II adalah merupakan pengembangan daari pesantren
pola I. Kalau pola I inti pelajaran adalah pengkajian kitab-kitab klasik dengan
menggunakan metode sorogan, wetonan, dan hafalan, sedangkan pada
pesantren pola II ini l ebih luas dari pada itu. Pada pesantren pola II, inti
pelajaran tetap menggunakan kitab-kitab klasik yang diajukan dalam
berbentuk klasikal dan non klasikal. Disamping itu, diajarakan ekstra
kurikuler seperti keterampilan dan praktik keorganisasian.
Pada bentuk klasikal, tingkat pendidikan dibagi kepada jenjang
pendidikan dasar (ibtidaiyyah) 6 tahun, jenjang pendidikan atas (tsanawiyah) 3
tahun, dan jenjang pendidikan atas (aliyah) 3 tahun. Diluar waktu pengajaran
klasikal di pesantren pola II ini diprogramkan pula sistem non klasikal, yakni
membaca kitab-kitab klasik dengan metode sorogean atau wetonan. Pimpinan
pesantren telah mengatur jadwal pengkajian tersebut lengkap dengan waktu,
kitab yang akan dibaca dan ustadz yang akan mengajarkannya. Para santri
bebas memilih kitab apa yang diikutinya untuk dibaca.21
20 Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam Dalam Sistem Pendidikan Nasional Indonesia,
(Jakarta: Kencana, 2004), h. 28 21 Ibid, h. 29.
22
Selain dari materi pelajaran ilmu agama lewat kitab-kitab klasik, di
pesantren ini juga diajarkan sedikit pengetahuan umum, keterampilan, latihan
berorganisasi, olahraga, dan lain-lain.
c. Pola III
Pesantren pola III adalah pesantren yang didalamnya program
keilmuan telah diupayakan menyeimbangkan antara ilmu agama dan umum.
Ditanamkan sikap positif terhadap kedua jenis ilmu itu kepada santri. Selain
dari itu dapat digolongkan kepada ciri pesantren pola III ini adalah penanaman
berbagai aspek pendidikan, seperti kemasyarakatan, keterampilan, kesenian,
kejasmanian, kepramukaan dan sebagian dari pesantren pola III telah
melaksanakan program pengembangan masyarakat.22
Struktur kurikulum yang dipakai pada pesantren pola III ini ada yang
mendasarkannya kepada struktur madrasah negeri dengan memodifikasi mata
pelajaran agama, dan ada pula yang memakai kurikulum yang dibuat oleh
pondok sendiri. Pengajaran ilmu-ilmu agama pada pesantren pola III ini tidak
mesti bersumber dari kitab-kitab klasik.
d. Pola IV
Pesantren pola IV, adalah pesantren yang mengutamakan pengajaran
ilmu-ilmu keterampilan disamping ilmu-ilmu agama sebagai mata pelajaran
pokok. Pesantren ini mendidik para santrinya untuk memahami dan dapat
melaksanakan berbagai keterampilan guna dijadikan bekal hidupnya. Dengan
demikian kegiatan pendidikannya meliputi kegiatan kelas, praktik di
laboraturim, bengkel, kebun/ lapangan.23
e. Pola V
Pesantren pola V, adalah pesantren yang mengasuh beraneka ragam
lembaga pendidikan yang tergolong formal dan non formal. Pesantren ini juga
dapat dikatakan sebagai pesantren yang lebih lengkap dari pesantren yang
telah disebutkan diatas. Kelengkapannya itu ditinjau dari segi
keanerakagaman bentuk pendidikan yang dikelolanya.
22 Ibid, h. 29. 23 Ibid, h. 30.
23
Di pesantren ini ditemukan madrasah, sekolah, perguruan tinggi,
pengkajian kitab-kitab klasik, majelis taklim, dan pendidikan keterampilan.
Pengajian kitab-kitab klasik di pesantren ini dijadikan sebagai materi yang
wajib diikuti oleh seluruh santri yang mengikuti pelajaran di madrasah,
sekolah dan perguruan tinggi. Sementara itu ada santri yang secara khusus
mengikuti pengajian kitab-kitab klasik saja.24
Berdasarkan karakteristik diatas pendidikan pesantren berbasis akhlak
plus wirausaha menurut tipologi asep muyiddin adalah salah satu model
pendidikan pesantren yang berbasis pengembangan usaha, dan merupakan
pola pendidikan pesantren menurut Prof. Dr. Haidar Putra Dualaydengan
karakteristik model pendidikan pesantren pola IV, ciri-ciri lainnya ialah lebih
menekankan akhlak dan keterampilan wirausaha kepada santri-santrinya
disamping juga mengajarkan ilmu-ilmu agama (seperti fiqh ibadah,
muamalah, dan sebagainya) masa pendidikannya yang cukup singkat, metode
pembelajaran yang sarat fasilitas dan teknologi modern, lebih menekankan
pada kemampuan vokasional tetapi tetap dalam bingkai akhlak dan
manajemen qolbu adalah ciri utama model pendidikan ini, dengan materi
kurikulum yang telah disesuaikan.25
Pada dasarnya, pesantren hanya mengajarkan ilmu dengan sumber
kajian atau mata pelajarannya kitab-kitab yang ditulis atau berbahasa Arab.
Sumber-sumber tersebut mencakup Al Qur’an, beserta tajwid dan tafsirnya,
aqaid dan ilmu kalam, fiqh dan ushul fiqh, al hadits dan mushthalahah al
hadits, bahasa Arab dengan seperangkat ilmu alatnya, seperti nahwu, sharaf,
bayan, ma’ani, badi’ dan ’arudh, tarikh, manthiq dan tasawuf. Sumber-
sumber kajian ini biasa disebut sebagai ”kitab-kitab kuning”.26
Adapun sistem pendidikan yang digunakan untuk pengajaran kitab-
kitab kuning adalah dengan menggunakan metode sorogan, bandongan,
hafalan dan halaqah.
24 Ibid., h. 30. 25 Asep Muhyiddin, loc.cit. 26 M. Sulthon Masyhud, dan Moh. Khusnurdilo, Manajemen Pondok Pesantren, (Jakarta:
Diva Pustaka, 2003), h. 89.
24
Istilah sorogan berasal dari kata sorog (jawa) yang berarti
menyodorkan. Sebab setiap santri secara bergilir menyodorkan kitabnya
dihadapan kyai atau badal (pembantunya).
Dalam bentuknya yang asli, cara belajar pada pondok pesantren dilukiskan
oleh H. Aboebakar Aceh sebagaimana dikutip oleh M. Ridwan Nasir
mengatakan;
Guru atau kyai biasanya duduk di atas sepotong sajadah atau sepotong kulit kambing atau kulit biri-biri, dengan sebuah atau dua buah bantal dan beberapa jilid kitab disampingnya yang diperlukan, sedang murid-muridnya duduk mengelilinginya, ada yang bersimpul, ada yang bertopang dagu, bahkan ada yang sampai bertelungkup setengah berbaring, sesuka-sukanya mendengar sambil melihat lembaran kitab-kitab dibacakan gurunya. Sepotong pensil murid-muridnya itu minuliskan catatan-catatan dalam kitabnya mengenai arti atau keterangan yang lain. Sesudah guru membaca kitab-kitab Arab yang gundul tidak berbaris itu, menterjemahkan dan memberikan keterangan yang perlu, maka dipersilahkan salah seorang murid membaca kembali matan, lafadz yang sudah diterangkannya itu. Dengan demikianmurid-murid itu terlatih dalam pempinan gurunya tidak saja dalam mengartikan naskah-naskah Arab itu, tetapi juga dalam membaca bahasa Arab itu dengan mempergunakan pengetahuan ilmu bahasanya atau Nahwu. Demikian ini dilakukan bergilir-gilir dari pagi sampai petang, yang diikuti oleh murid-murid yang berkepentingan sampai kitab ini tamat dibacanya.27
Adapun metode bandongan adalah sistem pengajaran secara
kolektif yang diajarkan secara kolektif yang dilaksanakan di pesantren,
dimana seorang santri mendatangi seorang kyai/ ustadz yang membaca,
menerjemahkan, menerangkan, dan sekaligus mengulas kitab Islam
tertentu yang berbahasa Arab. Setiap santri menyimak dan memperhatikan
kitabnya masing-masing dan membuat catatan-catatan (baik arti maupun
keterangan) tentang kata-kata atau buah pikiran yang sulit. Kelompok dari
27 H. M. Ridlwan Nasir, op.cit., h. 112.
25
sistem bandongan ini disebut halaqah, yang berarti sekelompok santri yang
belajar dibawah bimbingan seorang kyai/ ustadz.”28
Dalam sistem bandongan biasanya seorang kyai/ ustadz
menggunakan bahasa daerah setempat dan langsung menterjemahkan
kalimat demi kalimat dari kitab yang dipelajarinya.29
Sedangkan metode halaqah artinya diskusi untuk memahami isi
kitab, bukan untuk mempercayakan kemungkinan benar salahnya apa-apa
yang diajarkan oleh kitab, tetapi untuk memahami apa maksud yang
diajarkan oleh kitab. Santri yakin bahwa kiai tidak akan mengajarkan hal-
hal yang salah, dan mereka juga yakin bahwa isi kitab yang dipelajari
adalah benar.30
Ketiga metode pengajaran tersebut biasanya diberlakukan hampir
di seluruh pesantren tradisional yang ada di Indonesia. Namun selain dari
ketiga metode tersebut, sekarang banyak dijumpai pesantren-pesantren
(pesantren khalaf) yang memakai metode pengajaran yang modern
didukung pula dengan media pembelajaran yang modern.
C. Ahklak sebagai Jiwa Wirausaha
Akhlak berasal dari Bahasa Arab, jama’ dari kata “khuluqun yang berarti
budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat”. Kata tersebut memiliki
persesuain dengan kata “khalqun berarti kejadian serta erat hubungannya
dengan khaliq yang berarti pencipta.31
Akhlak menurut al-Ghazali adalah gerakan dalam jiwa yang suci
bersumber pada perbuatan yang memberikan kemudahan tanpa membutuhkan
pemikiran. Jika perbuatan yang bersumber darinya baik maka dinamakan
28 Ismail SM, “Signifikasi Peran Pesantren dalam Pengembangan Masyarakat Madani”
dalam Ismail SM dan Abdul Mukti, Pendidikan Islam, Demokratisasi dan Masyarakat Madani, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000), h. 200.
29 Mastuhu, op.cit., h. 61 30 Ibid, h. 61 31 Hamzah Ya’qub, Etika Islam Pembinaan Akhlakul Karimah, (Bandung:
Diponegoro,1996), h. 11
26
akhlak baik. Apabila perbuatan tersebut bersumber pada perbuatan jelek maka
dinamakan akhlak buruk.32
Akhlak menurut Daud Ali adalah “keadaan yang melekat pada jiwa
manusia yang melahirkan perbuatan mungkin baik mungkin buruk”.33
Ibnu Qudamah menyebutkan dalam kitab Mukhtashar Minhaj al-Qashidin.
Sebagaimana dikutip oleh Farid bahwa “Akhlak merupakan ungkapan tentang
kondisi jiwa yang bisa menghasilkan perbuatan tanpa membutuhkan pemikiran
dan pertimbangan.34
Dari beberapa definisi tersebut, dapat dijelaskan bahwa Akhlak merupakan
keadaan yang melekat pada jiwa manusia tanpa melalui pemikiran dan
pertimbangan yang melahirkan perbuatan baik maupun buruk. Dapat dikatakan
sebagai percerminan akhlak apabila dilakukan berulang-ulang dan timbul
dengan sendirinya tanpa dipikirkan terlebih dahulu karena telah menjadi suatu
kebiasaan.35
Jenis-jenis akhlak dibagi menjadi beberapa bagian, yang pertama, akhlak
terhadap Allah,36 yang kedua, akhlak terhadap sesama,37 yang ketiga akhlak
kepada diri sendiri38 dan yang keempat, akhlak kepada alam.39
Tentang wirausaha, di dalam banyak literatur, antara istilah wiraswasta
dengan wirausaha sering berganti tempat, alias artinya dianggap sama.
Memang ada sebagian ahli membedakan pengertian kedua istilah tersebut,
32 Abu Hamid al Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, juz VII-IX, (Beirut: Daarul Fikr,1980), h. 96.
maksud dari tanpa membutuhkan pikiran yaitu segala gerakan anggota badan adalah buah yang terguris di dalam hati, segala amal perbuatan adalah hasil budi pekerti. Lih: Ismail Ya'kub, Ihya al Ghazali, Jilid 3, (Semarang: CV.Faizan, 1978), Cet. 2, h. 608.
33 Muhammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), h. 345
34 Farid bin Gasim Anuz, Bengkel Akhlak, (Jakarta: Darul Falah, 2002), h. 16 35 Muhammad Daud Ali, op.cit., h. 348. 36 Meliputi: mengimani dengan baik dan benar, membenarkan segala firmannya, mentaati
perintah dan menjauhi larangannya, mencintainya, senantiasa mengingatnya, senantiasa memujinya, mengesakannya, mensyukuri nikmatnya dan bertawakal padanya.
37 Meliputi: mengikuti jejak rasul, menghormati keberadaan rasul, menghormati para ulama, mentaati ulil amri.
38 Meliputi: menjaga mata, telinga, lisan, hati, kemaluan (farji), tangan, dan kaki 39 Meliputi: menyayangi binatang, menyayangi tumbuh-tumbuhan dan lain-lain
27
Tetapi pembedaan itu tidaklah terlalu signifikan. Kamus Besar Bahasa
Indonesia juga tidak membedakan arti kedua istilah tersebut.40
Adapun wirausaha dalam bahasa Indonesia merupakan gabungan dari
kata wira dan usaha, wira diartikan gagah, berani, perkasa. Sedangkan usaha
diartikan sebagai bisnis, sehingga istilah wirausaha dapat diartikan sebagai
orang yang berani atau perkasa dalam usaha/ bisnis.41
Istilah wiraswasta berasal dari dua kata, yakni ‘wira’ dan ‘swasta’.
Wira memiliki arti berani, utama, atau perkasa. Sedangkan swasta ternyata
juga berasal dari dua kata, yakni ‘swa’ dan ‘sta’. Swa artinya sendiri, dan sta,
berarti berdiri. Jadi, swasta bisa dimaknai berdiri di atas kekuatan sendiri.
Disini yang perlu diperjelas adalah makna ‘kekuatan sendiri’. Makna dari
‘kekuatan sendiri’ bukanlah kegiatan usaha yang dilaksanakan secara
sendirian, melainkan lebih mengacu kepada sikap mental yang tidak
bergantung pada orang lain. Dalam memecahkan masalah-masalah yang
dihadapi, ia lebih mengandalkan pada kekuatan sendiri daripada minta
bantuan orang lain. Jadi, pengertian ‘menggunakan kekuatan sendiri’ bisa
dikenakan pada usaha sendiri maupun bekerja sebagai karyawan.42
Istilah wirausaha atau wiraswasta juga merupakan terjemahan dari kata
entrepreneur. Entrepreneur sendiri berasal dari bahasa Perancis yang
kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan arti between taker
atau go-between. Contoh yang sering digunakan untuk menggambarkan
pengertian ‘go-between’ atau ‘perantara’ ini adalah pada saat Marcopolo yang
mencoba merintis jalur pelayaran dagang ke timur jauh. Untuk melakukan
perjalanan dagang tersebut, Marcopolo tidak menjual barangnya sendiri. Dia
hanya membawa barang seorang pengusaha melalui penandatanganan kontrak.
Dia setuju menandatangani kontrak untuk menjual barang dari pengusaha
40 "Pengertian wirausaha dan Wiraswasta", http://www. E-dukasi.net/mapok/mp.full.php?id=183, tanggal akses 17 Oktober 2009.
41 Arman Hakim Nasution, Bustanul Arifin Nur dan Mohk. Suef, Entrepreneurship Membangun Spirit Teknopreneurship, (Yogyakarta: Penerbit Andi, 2007), h. 2.
42 Ibid, h. 3
28
tersebut. Dalam kontrak ini dinyatakan bahwa si pengusaha memberi
pinjaman dagang kepada Marcopolo. Dari penjualan barang tersebut,
Marcopolo mendapat bagian 25%, termasuk asuransi. Sedangkan pengusaha
memperoleh keuntungan lebih dari 75%. Segala macam resiko dari
perdagangan tersebut ditanggung oleh pedagang, dalam hal ini Marcopolo.43
Jadi, pada masa itu wiraswasta digambarkan sebagai usaha, dalam hal
contoh ini perdagangan, yang menggunakan modal orang lain, dan
memperoleh bagian (yang lebih kecil daripada pemilik modal) dari usaha
tersebut. Di sini, segala resiko usaha tersebut menjadi tanggungan
wiraswastawan. Pemilik modal tidak menanggung resiko apapun.
Sekitar abad lima belas, pengertian entrepreneur mengalami
pergeseran. Saat itu istilah entrepreneur dipakai untuk melukiskan seseorang
yang memimpin proyek produksi. Berbeda dengan zamannya Marcopolo,
orang ini tidak menanggung resiko apapun. Tetapi ia bertanggungjawab
menyediakan sumber-sumber yang diperlukan. Entrepreneur pada masa ini
berbentuk klerikal, yakni orang yang bertanggungjawab dalam pekerjaan
arsitek, seperti untuk pekerjaan bangunan istana.
Jika kita ikuti perkembangan makna pengertian entrepreneur, memang
mengalami perubahan-perubahan. Namun, sampai saat ini, pendapat Joseph
Schumpeter pada tahun 1912 masih diikuti banyak kalangan, karena lebih
luas. Menurut Schumpeter, seorang entrepreneur tidak selalu seorang
pedagang (businessman) atau seorang manager, ia adalah orang yang unik
yang berpembawaan pengambil resiko dan yang memperkenalkan produk-
produk inovatif dan tekhnologi baru ke dalam perekonomian.44
Pandangan tentang entrepreneur tidak selalu seorang pedagang atau
seorang manager, mendapat dukungan dari beberapa ahli, dalam buku yang
43 "Pengertian wirausaha dan Wiraswasta" , http://www. E-dukasi.net/mapok/mp.full.php?id=183, tanggal akses 17 Oktober 2009.
44"Pengertian wirausaha dan Wiraswasta", http://www. E-dukasi.net/mapok/mp.full.php?id=183, tanggal akses 17 Oktober 2009.
29
berjudul entrepreneurship spirit teknopreneurship karya Arman Hakim
Nasution dkk, dijelaskan bahwa entrepreuneur bukanlah sekedar pedagang,
namun bermakna jauh lebih dalam, yaitu berkenaan dengan mental manusia,
rasa percaya diri, efisiensi waktu, kreativitas, ketabahan, keuletan,
kesungguhan dan moralitas dalam menjalankan usaha mandiri. Tujuan
akhirnya adalah untuk mempersiapkan setiap individu maupun masyarakat
agar dapat hidup layak sebagai manusia.45
Adapun K.H Abdullah Gymnastiar (Aa Gym) juga mengatakan
“Wirausaha tidak identik dengan bisnis, melainkan keterampilan mengolah
potensi yang ada sehingga dapat bermanfaat bagi orang banyak, dalilnya
khairunnas anfauhum linnas.”46
Berbeda dengan zaman dulu, orang senang kalau menjadi karyawan
dan pegawai (ambtenar). Tapi seiring dengan perkembangan pengetahuan dan
wawasan masyarakat, mereka sudah mulai menyadari keuntungan menjadi
entrepreneur. Ditambah lagi dengan banyaknya bermunculan pengusaha baru
yang sukses dengan usahanya, ini semakin memotivasi masyarakat untuk
menjadi entrepreneur.47
Seorang entrepreneur atau wirausahawan dalam menjalankan sesuatu
selalu dengan pertimbangan yang matang dan tidak asal-asalan, itulah yang
membedakan entrepreneur sejati dengan entrepreneur asal jadi. Sehingga
dapat diketahui ciri-ciri seorang entrepreneur sejati ialah ia memiliki jiwa
wirausaha. Adapun ciri-cirinya adalah sebagai berikut:
a. Percaya Diri
Kepercayaan diri merupakan suatu paduan sikap dan keyakinan
seseorang dalam menghadapi tugas atau pekerjaan. Dalam praktik, sikap
45 Arman Hakim Nasution, Bustanul Arifin Nur dan Mohk. Suef, Entrepreneurship Membangun Spirit Teknopreneurship, (Yogyakarta: Penerbit Andi, 2007), h. 3.
46 Hasil Wawancara dengan Aa Gym, tanggal 1 Nov 2009 47 Yopi Hendra, Modul Motivasi Wirausaha, Santri Mukim APW Angkatan 12,
Disampaikan pada materi wirausaha santri APW 12, tanggal 14 Oktober 2009, h. 1.
30
dan kepercayaan ini merupakan sikap dan keyakinan untuk memulai,
melakukan dan menyelesaikan suatu tugas atau pekerjaan yang dihadapi.
Oleh sebab itu kepercayaan diri memiliki nilai keyakinan, optimis,
individualitas, dan ketidaktergantungan. Seseorang yang memiliki
kepercayaan diri cenderung memiliki keyakinan akan kemampuannya
untuk mencapai keberhasilan.48
b. Berorientasi pada tugas dan hasil
Seseorang yang selalu mengutamakan tugas dan hasil, adalah
orang yang selalu mengutamakan nilai-nilai motif berprestasi, berorientasi
pada laba, ketekunan dan ketabahan, tekad kerja keras, mempunyai
dorongan kuat, energik, dan berinisiatif. Berinisiatif artinya selalu ingin
mencari dan memulai. Untuk memulai diperlukan niat dan tekad yang
kuat, serta karsa yang besar. Sekali sukses atau berprestasi, maka sukses
berikutnya akan menyusul, sehingga usahanya semakin maju dan semakin
berkembang.49
c. Keberanian mengambil resiko
Kemauan dan kemampuan untuk mengambil resiko merupakan
salah satu nilai utama dalam kewirausahaan. Wirausaha yang tidak mau
mengambil resiko akan sukar memulai atau berinisiatif.50
Wirausaha adalah orang yang lebih menyukai usaha-usaha yang
lebih menantang untuk mencapai kesuksesan. Dengan demikian,
keberanian untuk menanggung resiko yang menjadi nilai kewirausahaan
adalah pengambilan resiko yang penuh dengan perhitungan dan realistik.
Kepuasan yang besar diperoleh apabila berhasil dalam melaksanakan
tugas-tugasnya secara realistik. Artinya, wirausaha menyukai tantangan
yang sukar namun dapat dicapai. Wirausaha menghindari situasi resiko
yang rendah karena tidak ada tantangan dan menjauhi situasi resiko yang
tinggi karena ingin berhasil.
48 Adrianto, Modul Mental Wirausaha Santri Mukim APW Angkatan 12, Disampaikan
pada kegiatan santri APW angkatan 12 di Aula Daarul Hidayah, Bandung, Jawa Barat. 49 Ibid. 50 Ibid
31
d. Kepemimpinan
Seorang wirausaha yang berhasil selalu memiliki sifat
kepemimpinan, kepeloporan, keteladanan. Ia selalu ingin tampil berbeda
lebih dulu dan lebih menonjol. Dengan menggunakan kemampuan
kreativitas dan keinovasian, ia selalu menampilkan barang dan jasa-jasa
yang dihasilkannya dengan lebih cepat, lebih dulu dan segera berada di
pasar.51
e. Berorientasi ke masa depan
Orang yang berorientasi ke masa depan adalah orang yang
memiliki perspektif dan pandangan ke masa depan. Karena ia memiliki
pandangan yang jauh ke masa depan, maka selalu berusaha untuk berkarsa
dan berkarya. Kuncinya pada kemampuan untuk menciptkan sesuatu yang
baru dan berbeda dengan yang sudah ada sekarang. Meskipun dengan
resiko yang mungkin terjadi, ia tetap tabah untuk mencari peluang dan
tantangan demi pembaharuan masa depan. Pandangan yang jauh ke depan,
membuat wirausaha tidak cepat puas dengan karsa dan karya yang sudah
ada sekarang. Oleh sebab itu, ia selalu mempersiapkannya dengan mencari
suatu peluang.52
f. Kreatif inovatif
Kreativitas adalah berpikir sesuatu yang baru (thinking new things)
dan keinovasian adalah melakukan sesuatu yang baru (doing new things).
Kreatifitas diartikan sebagai kemampuan mengembangkan ide-ide baru
dan untuk menemukan cara-cara baru dalam memecahkan persoalan dan
mencari peluang.53
Keinovasian diartikan sebagai kemampuan untuk menerapkan
kreatifitas dalam rangka memecahkan persoalan-persoalan dan peluang
untuk mempertinggi dan meningkatkan taraf hidup. Oleh karena itu
kewirausahaan adalah “thinking and doing new things or old thinks in new
51 Ibid. 52 Ibid. 53 Ibid.
32
ways” Kewirausahaan adalah berpikir dan bertindak dengan sesuatu yang
baru atau berpikir sesuatu yang lama dengan cara-cara baru.54
Jiwa wirausaha yang kuat dan sempurna harus dibingkai dengan
akhlak yang mulia, sehingga orientasi orang mempunyai jiwa ini bukan hanya
mencari keuntungan dunia, namun juga keuntungan akheratnya.
Akhlak sebagai jiwa wirausaha adalah unsur yang paling penting untuk
mencapai keuntungan dunia dan akherat. Sehingga dengan akhlak ini nantinya
akan didapati seorang yang punya rasa percaya diri dan yakin untuk mencapai
keberhasilan, tetapi tidak membuatnya diatas langit (sombong) dan tetap
bertawakal kepada Allah. Akan pula didapati seseorang yang memiliki jiwa
wirausaha yang berorientasi pada tugas dan hasil, namun ketika hasilnya tidak
sesuai dengan yang dia inginkan, dia tidak akan stress, karena akhlak
mengajarinya berprasangka baik kepada Allah.55 Ketika mempunyai jiwa
berani dalam mengambil resiko, ia akan berani jika resiko yang dia ambil
tidak melanggar aturan Allah, jika ia kreatif dan inovatif ia akan
menggunakaan kekreatifan dan keinovatifannya sebagai jalan untuk
mendekatkan diri pada Allah dan jika ia mempunyai jiwa berorientasi pada
masa depan, maka ia akan berorientasi bagaimana masa depannya bisa banyak
berguna bagi mahluk-mahluk Allah. Intinya orang yang menjadikan akhlak
sebagai jiwa wirausaha akan selalu berusaha untuk selalu mengedepankan
akhlak dalam segala usahanya.
Akhlak dalam membangun jiwa wirausaha terdapat beberapa jenis,
seperti yang telah disinggung pada uraian sebelumnya, yang pertama akhlak
kepada Allah; bentuk perbuatan yang termasuk akhlak terhadap Allah tentulah
sangat kompleks, sekompleks apa yang diajarkan dalam al-Qur’an dan Hadits,
karena dari keduanyalah akhlak kepada-Nya itu bersumber. Namun demikian
untuk memudahkan pemahaman kita, bentuk perbuatan yang termasuk akhlak
54 Ibid. 55 Kahar Mashur, op.cit., h. 30.
33
kepada Allah itu dikelompokkan dalam pokok-pokok yang lebih sederhana,
meliputi;
1. Mengimani dengan baik dan benar
Adapun cara yang harus ditempuh agar dapat mengenali-Nya
dengan baik dan benar, tidak lain adalah dengan cara membaca ayat-ayat-
Nya. Oleh karena itu, bersama dengan niat untuk berakhlak kepada Allah
juga harus dibarengi dengan peningkatan terhadap pengenalan Allah.
Sehingga manusia lebih pandai memposisikan diri di hadapan-Nya dan
lebih berakhlakul karimah kepada-Nya.56
2. Membenarkan segala firman-Nya
Dengan membenarkan segala yang difirmankan oleh Allah, berarti
kita telah mempersiapkan diri kita menjadi manusia yang hidup secara
benar. Hidup meniti kebenaran yang diajarkan oleh Allah berarti kita telah
memposisikan diri sebagai penghamba-Nya. Itulah wujud akhlakul karimah
kepada Allah.57
3. Mentaati perintah dan menjauhi segala larangan-Nya
Ketaatan dalam mejalankan segala perintah dan segala larangan Allah
bukanlah ketaatan yang berlaku secara temporal, melainkan berlaku secara
konstan selama hayat masih dikandung badan.58
4. Mencintai-Nya
Berbahagialah orang yang telah mampu mencintai Allah dengan
sebenar-benarnya cinta. Karena dengan modal cinta itu manusia akan
mempersembahkan hidupnya hanya karena cintanya kepada Allah.59
5. Senantiasa mengingat-Nya
Mengingat Allah dengan dzikir sebanyak-banyaknya mengisyaratkan
agar setiap saat kita senantiasa mengingatnya selama akal kita dalam
56 M. Nipan Abdul Halim, Menghias Diri dengan Ahklak Terpuji, (Yogyakarta: Mitra
Pustaka, 200), h. 45. 57 Ibid, h.
58 Said Hawa, Mensucikan Jiwa, (Robbani Press,1998), h. 360. 59 Ibid, h. 335.
34
keadaan sadar, kita hendaknya terus menerus mengingatnya kapan saja dan
dimana saja.60
⌧
⌧
⌧
Berkata Zakariya: "Berilah aku suatu tanda (bahwa isteriku telah mengandung)". Allah berfirman: "Tandanya bagimu, kamu tidak dapat berkata-kata dengan manusia selama tiga hari, kecuali dengan isyarat. Dan sebutlah (nama) Tuhanmu sebanyak-banyaknya serta bertasbihlah di waktu petang dan pagi hari".” (Ali Imron: 41)61
6. Senantiasa memuji-Nya
Memuji Allah adalah suatu keharusan bagi setiap hamba-Nya yang
baik. Dan Perwujudan hamba yang baik adalah hamba yang berakhlakul
karimah kepada-Nya. Maka seorang hamba yang berakhlakul karimah
kepada-Nya niscaya gemar memuji-Nya.62
7. Meng-Esakan-Nya
Salah satu pokok akhlakul karimah kepada Allah yang harus kita
tegakkan adalah meng-Esakan Allah. Mengakui ke-Maha Esaan-Nya dan
mengaktualisasikan pengakuan itu dalam kehidupan sehari-hari.63
8. Berprasangka Baik Kepada Allah
60 Kahar Mashur, Membina Moral dan Ahklak, (Jakarta: Kalam Mulia, 1987), h. 44. 61 Yayasan Penyelenggara Penterjemah/ Pentafsir al Qur’an, al Qur’an dan
Terjemahannya, (Jakarta: Indah Press, 1994). Dalam tafsir Ibnu Katsir diterangkan: nabi Zakaria diperintahkan untuk banyak berdzikir, bertakbir dan bertasbih di waktu senja dan pagi, Lihat: Salim Bahreisy dan Said Bahreisy, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 2, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 2005), edisi revisi, h. 63.
62 Hasan Basri, Keluarga Sakinah: Tinjauan Psikologi dan Agama, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995), h. 114.
63 M. Nipan Abdul Halim, op.cit., h. 58.
35
Manusia tidak luput dari kebiasaan berprasangka terhadap segala hal
yang dihadapinya. Prasangka baik terhadap sesuatu dan prasangka yang
tidak baik akan berkembang menjadi perasaan benci. Sehingga tidak jarang
kita menyukai atau membenci sesuatu hanya berdasarkan prasangka belaka
tanpa terlebih dahulu meneliti hal yang sebenarnya.64
9. Mensyukuri Nikmat-Nya
Bersyukur kepada Allah atas segala nikmat yang telah diberikan
adalah suatu bentuk akhlakul karimah yang harus ditegakkan dalam rangka
mengabdikan diri secara total kepada-Nya. Sebagaimana firman Allah :
☺ ⌧
☺
Maka makanlah yang halal lagi baik dari rizki yang yang telah diberikan Allah kepadamu; dan syukurilah nikmat-nikmat Allah, jika kalian benar-benar menghambakan diri secara total kepada-Nya.” (QS. an-Nahl:114)65
10. Tawakal Kepada-Nya
Tawakal kepada Allah berarti berserah diri kepada-Nya.
Yang kedua, akhlak terhadap sesama; akhlak kepada sesama pada
dasarnya bertolak pada keluhuran budi dalam menempakan diri kita dan
menempatkan diri orang lain pada posisi yang tepat. Ia merupakan refleksi
dari totalitas kita dalam menghambakan diri kepada Allah sehingga akhlak
yang terhadap sesama manusia semata-mata didasari oleh akhlak yang kita
persembahkan kepada-Nya. Adapun bentuk akhlak terhadap sesama adalah:
64 Kahar Mashur, op.cit., h. 30. 65 Yayasan Penyelenggara Penterjemah/ Pentafsir al Qur’an, al Qur’an dan
Terjemahannya, (Jakarta: Indah Press, 1994). Dalam tafsir Ibnu Katsir dijelaskan bahwa Allah swt menyuruh hamba-hambanya yang mukmin agar memakan makanan dari rezeki yang halal yang diberikan Allah kepadanya dan bersyukur kepadanya sebagai pemberi nikmat dan pemberi rezeki yang Maha Esa dan tiada bersekutu. Lih: Salim Bahreisy dan Said Bahreisy, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 4, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 2005), edisi revisi, h. 650.
36
1. Mengikuti jejak Rasulullah
Mengikuti jejak Rasuullah berarti menempatkan kedudukan beliau
sebagai manusia pilihan Allah, membenarkan kerasulannya, membenarkan
risalah yang dibawanya, mentaati segala perintahnya dan menjauhi
larangannya.66
2. Menghormati keberadaan para Nabi dan rasul
Kita harus mengimani para Nabi dan Rasul sebelum Rasululllah tanpa
membeda-bedakan antara satu dengan yang lainnya, artinya mereka Semua
adalah sama manusia pilihan Allah dan sama-sama mengajarkan risalah
tauhid Allah Swt.67
3. Menghormati para ulama
Peran ulama sangatlah besar bagi sekalian umat Islam. Berkat jasa
merekalah ajaran Islam terus lestari hingga kita dan pada masa-masa
mendatang. Tanpa jasa mereka, niscaya al-Qur’an dan al-Hadits tidak akan
kita ketahui, maka hormatilah para ulama.68
4. Berbakti kepada orang tua
Salah satu pokok akhlak kepada sesama manusia adalah berbakti
kepada kedua orang tua.69 Hal ini diperintahkan secara langsung oleh
Allah dalam surat al-Isra’ ayat 23;
⌧ ☺
☺ ⌧ ⌧ ☺
☺ ☺ ☺
66 Hamzah Ya’qub, Etika Islam, (Bandung: Diponegoro, 1996), h. 145. 67 M. Nipan Abdul Halim, op.cit., h. 95. 68 Kahar Mashur, op.cit., h. 294. 69 Ibid, h. 168.
37
Dan tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. (QS. al-Isra’: 23)70
5. Mentaati ulil amri
Kata ulil amri menurut bahasa berarti orang yang mengurus urusan
kita, orang yang berkewajiban memimpin kita atau pihak yang
berkewajiban memerintah kita. Termasuk didalamnya pemerintah,
pemimpin, imam, guru, pengurus organisasi dan suami.71
Yang ketiga, akhlak pada diri sendiri; pada prinsipnya akhlak
kepada diri sendiri merupakan kontrol diri yang harus dilakukan demi
keselamatan diri sendiri baik berupa perintah atau kewajiban yang erat
hubungannya dengan individu maupun larangan yang harus dihindari.
Seseorang yang melanggar perintah Allah dengan melakukan kemaksiatan
dengan cara mempergunakan anggota badan, berarti dia mendzalimi diri
sendiri dan itu akan berdampak negatif bagi dirinya.
Maka peliharalah seluruh anggota badanmu dari kemaksiatan
tersebut. Adapun anggota badan tersebut ialah:
1. Mata
Melihat hal-hal yang diharamkan oleh agama merupakan cobaan
yang sangat besar dan sangat berbahaya bagi keberagamaan kita,
merupakan sumber malapetaka. Melihat hal-hal tersebut merupakan
indikasi keinginan gejolak nafsu birahi. Memandang barang haram,
70 Yayasan Penyelenggara Penterjemah/ Pentafsir al Qur’an, al Qur’an dan
Terjemahannya, (Jakarta: Indah Press, 1994), h. 427. Dijelaskan bahwa kamu hendaklah berbuat baik dan hormat terhadap ke dua ibu bapakmu. Janganlah sekali-kali memperdengarkan kata yang kasar dan tidak sopan bahakan kata “ah” atau “uf”. Jangan membentak mereka, tetapi hendaklah mengucapkan kata-kata yang normal, sopan dan lemah lembut dihadapan mereka. Lih: Salim Bahreisy dan Said Bahreisy, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 5, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 2005), edisi revisi, h. 32.
71 M. Nipan Abdul Halim, op.cit., h. 105.
38
lama-kelamaan akan menyebabkan munculnya anggapan bahwa hal itu
adalah biasa. Di samping itu, menimbulkan khayalan dan keinginan
dalam pikiran dan hati.72
Maka jagalah mata dari memandang empat macam
a. Memandang wanita yang bukan muhrim
b. Melihat gambar-gambar dan sejenisnya yang dapat menimbulkan
nafsu sahwat
c. Memandang sesama muslim dengan pandangan meremehkan, sinis,
penuh kebencian, dan kesombongan
d. Berusaha melihat serta mengetahui aib orang lain maupun cacatnya
karena bertujuan mencela serta menghinanya.73
Rasulullah Saw bersabda:
ما رأيت شيئا أشبه با للمم مما قال :عن ابن عا بس قال ..زنا العني النظر: ....يه وسلمأبوهريرة عن النيب صلي اهللا عل
)رواه البخاري( Diceritakan dari Ibnu Abbas, ia berkata : saya tidak ragu (saya tidak melihat adanya ketidakjelasan) tentang dosa kecil, seperti yang telah dikatakan oleh Abu Hurairah dari Nabi Muhammad Saw bersabda : … Zinanya mata adalah memandang (hal yang diharamkan)… (HR. Bukhari).74
2. Telinga
Sesungguhnya diciptakan telinga oleh Allah Swt untuk
mendengarkan ayat Allah, sunnah Rasulullah juga sebagai alat
pendengaran menuntut ilmu.75 Apabila digunakan untuk mendengarkan
hal-hal yang buruk, maka apa yang berguna menjadi bahaya sehingga
72 Abdul Aziz al Ghazali, Menahan Pandangan Menjaga Hati, terj. Abdul Hayyie al
Kattani, (Jakarta: Gema Insani, 2003), h. 98. 73 Imam Abi Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Mughirah bin Bardizibah al
Bukhari, al Ja’fi, Shohih Bukhari, Juz VII, (Beirut Libanon: Daarul Kitab al Ilmiah, 1992), h. 168. 74 Abdul Aziz al Ghazuli, Menahan Pandangan Menjaga Hati, terj. Abdul Hayyie al
Kattani, (Jakarta: Gema Insani, 2003), h. 54. 75 Ibid, h. 88
39
penyebab keberuntungan berubah menjadi penyebab kebinasaan dan
sebagai puncak kerugian.76
3. Lisan
Lisan diciptakan untuk memperbanyak dzikrullah, membaca kitab-
Nya dan memberi petunjuk kepada makhluk-Nya agar tat kepada-
Nya.77 Secara khusus, lisan merupakan proyektor hati. Setiap kata yang
terucap akan membahas di dalam hati dan akan tergores di dalam benak
dengan demikian hatipun akhirnya berkecenderungan melakukan
penyimpangan. Demikian pula bila lisan mengobral kata yang tidak
berguna, maka hatipun menjadi pekat dan akhirnya mematikan hati.78
4. Hati
Menundukkan pandangan adalah jalan untuk menjaga hati, karena
hati awalnya bebas dari penyakit tapi kemudian pancaindera
mengotorinya dengan masukan-masukan yang diberikan. Pandangan
mata adalah perangkat yang memasukkan data-data penglihatan ke
dalam hati dan mengukir gambar-gambar dilihatnya ke dalam dan hati
menjadi sibuk memikirkannya.79
Gambaran yang terlintas dalam hati adalah lebih sukar dilepas, itu
merupakan permulaan dari kebaikan atau kejahatan. Karena dari itulah
munculnya kehendak, angan-angan dan kemajuan yang keras. Orang
yang dikuasai oleh bayangan dalam hati dan pikiran, hawa nafsunya
akan mendominasi hingga mudah terjerat dalam kemaksiatan dam
kekejian lebih-lebih bila bayangan itu terlintas secara berulang-ulang
dalam hati hingga akhirnya menjadi angan yang batil.80
Rasulullah Saw bersabda:
76 Muhammad Nawawi al Jawi, Maraqil Ubudiyah, (Semarang: Toha Putra, t.th), h. 63. 77 Ibid, h. 208. 78 Imam al Ghazali, Teosofi al Qur’an, Terj. Lukman Hakim, (Surabaya: Risalah Gusti,
1996), h. 123. 79 Abdul Aziz al Ghazuli, Menahan Pandangan Menjaga Hati, terj. Abdul Hayyie al
Kattani, (Jakarta: Gema Insani, 2003), h. 44. 80 Ibnu Qayyim al Jauzi, Terapi Penyakit Hati, terj. Salim Bazemool, (Solo: Pustaka
Mantiq, 1995), h. 273.
40
مسعت رسول اهللا: مسعت النعمان بن بشري يقول: عن عامرقال إن يف اجلسد مضـغة إذا صـلحت :.......صلي اهللا عليه يقول أالوهي القلب, وإذ فسدت فسد اجلسد كله, صلح اجلسد كله
ــاري( )رواه البخـــــــــــــــــ Diceritakan dari Amir, dia berkata : bahwa saya mendengar dari Nu’man bin Basyir yang mengatakan bahwa : saya mendengar dari Rasulullah Saw telah bersabda : …Di dalam tubuh manusia ada segumpal daging, jika ia baik maka baiklah seluruh tubuhnya, sedangkan jika ia rusak maka rusaklah seluruh tubuhnya. Segumpal daging itu adalah hati. (HR. Bukhari).81
5. Kemaluan (farji)
Peliharalah farji (kemaluan)mu dari segla perbuatan yang
diharamkan oleh Allah SWT seperti zina, liwath, lesbian, mengeluarkan
mani dengan tangan (onani), menggauli istri di waktu haidh dan
bersetubuh dengan hewan.82
Allah SWT berfirman:
☺ ⌧
Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. (QS. Al-Mu’minun : 5-6)83
81 Abdul Aziz al Ghazuli, op.cit., h.35 82 Abdullah bin Husain bin Thahir bin Muhammad bin Hasyim, Sulam at Taufiq,
(Surabaya: al Hidayah, t.th), h. 76. 83 Yayasan Penyelenggara Penterjemah/ Pentafsir al Qur’an, al Qur’an dan
Terjemahannya, (Jakarta: Indah Press, 1994), h. 526.
41
Tidaklah anda berhasil menjaga farjimu, melainkan terlebih dahulu
harus menjaga mata dari memandang hal-hal yang menimbulkan
naiknya nafsu syahwat. Menjaga hati dari memikirkan hal-hal yang
merangsang. Hal yang demikian mudah menimbulkan nafsu syahwat
dan membuat farjimu mengikuti kemauanmu.84
6. Tangan
Peliharalah kedua tanganmu dari memukuli tanpa alasan dan
menerima harta haram serta janganlah mempergunakannya untuk
menyakiti makhluk Allah SWT, menganggu seseorang atau
menghianati amanat dan menuliskan sesuatu yang tidak boleh
diucapkan, karena pena adalah salah satu dari kedua lesan. Maka
jagalah pena dari apa yang tidak boleh diucapkan.
7. Kaki
Adapun langkah perbuatan, maka setiap manusia harus menjaga
agar tidak melangkahkan kakinya kecuali kepada hal-hal yang
membawa pahala. Kalau dalam perhitungan langkah-langkahnya tidak
membawa pahala, maka duduk lebih baik daripada berjalan bolehlah
melangkahkan kaki untuk perbuatan yang mubah dalam rangka
mendekatkan diri kepada Allah. Bila manusia salah menentukan
langkah kakinya maka akan mengakibatkan keburukan.85 Seperti firman
Allah :
☺
☺
Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu (ialah) orangorang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang
84 Muhammad Nawawi al Jawi, op.cit., h. 285. 85 Ibnu Qayyim al Jauzi, op.cit., h. 285.
42
jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan katakata yang baik. (QS. Al-Furqan : 63)86
Dari penjelasan tentang akhlak terhadap diri sendiri yang
menekankan pada pengendalian diri yang harus dilaksanakan demi
keselamatan diri dengan menjaga anggota tubuh yang dimungkinkan
dapat melakukan perbuatan baik maupun buruk. Maka dapat peneliti
jelaskan bahwa dalam diri manusia dianugerahi Allah jasmani dan
rohani sebagai alat untuk mengabdi kepada Allah serta berbuat
kebaikan. Jika anggota tubuh itu dipergunakan sebagaimana mestinya
dengan tidak melakukan sesuatu yang tidak berguna serta dapat
memilahnya berarti perbuatan tersebut cerminan akhlak baik. Tetapi
jika anggota tubuh itu dipergunakan kepada perbuatan yang tidak
berguna tanpa alasan yang positif serta cenderung dikuasai oleh nafsu
yang menjurus kepada maksiat berarti perbuatan tersebut merupakan
perilaku yang tidak baik dan cerminan akhlak buruk.
Yang keempat, akhlak terhadap alam; manusia tidak lepas dari
alam, maka hendaknya manusia berbuat baik terhadap alam. Adapun
bentuk Akhlak terhadap alam adalah :
1. Menyayangi binatang
Sebagian dari binatang merupakan karunia Allah yang boleh kita
makan dagingnya, tetapi kita harus menyembelihnya terlebih dahulu.
Jangan sampai kita menghambat kematiannya atau menyiksanya sedikit
86 Yayasan Penyelenggara Penterjemah/ Pentafsir al Qur’an, al Qur’an dan
Terjemahannya, (Jakarta: Indah Press, 1994), h. 568. Ayat-ayat ini melukiskan sifat-sifat dan cara hidup yang hendaknya dimiliki oleh hamba-hamba Allah yang mukmin yang akan memperoleh derajat dan martabat tinggi di sisi Allah. Mereka itu disifatkan oleh Allah bahwa mereka berjalan diatas bumi dengan rendah hati, jauh dari sifat sombong atau mengesankan seakan-akan memandang rendah terhadap sesamanya, dan jika dalam perjalanan, mereka diganggu oleh orang-orang yang jahil dengan kata-kata atau perbuatan-perbuatan yang tidak berkenan dalam hati mereka, maka mereka tidak akan membalas tindakan itu dengan tindakan serupa, tetapi bahkan kan membalasnya dengan kata-kata yang sedap dan manis serta perbuatan yang mendidik dan membimbing. Lih: Salim Bahreisy dan Said Bahreisy, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 6, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 2005), edisi revisi, h. 32.
43
demi sedikit. Berbuatlah sesuatu yang membuat binatang itu senang.87
Firman Allah dalam surat al-An’am ayat 38;
⌧
Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burungburung yang terbang dengan kedua sayapnya melainkan umat-umat (juga) seperti kamu. Tiadalah Kami alpakan sesuatupun di dalam al-Kitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpun. (QS. al-An’am: 38)88
2. Menyayangi tumbuh-tumbuhan
Tumbuhan yang menghijau di muka bumi ini sungguh memberikan
kemanfaatan yang besar bagi kehidupan manusia. Sebagian dari buah-
buahannya memberikan manfaat untuk kita makan, kayunya
memberikan manfaat untuk kita jadikan aneka macam bangunan dan
kita jadikan sebagian obat-obatan dari daun dan akar-akarnya. Semua
itu wajib kita pelihara dan kita syukuri.
Lalu muncul Pertanyaan, bagaimana menumbuhkan mental atau jiwa
wirausaha? Ada dua pendapat para ahli mengenai tumbuhnya jiwa wirausaha
dalam diri seseorang. Pendapat yang pertama mengatakan bahwa jiwa
wirausaha muncul dan tumbuh dari faktor keturunan, artinya kalau orang
87 Hamzah Ya’qub, op.cit., h. 17. 88 Yayasan Penyelenggara Penterjemah/ Pentafsir al Qur’an, op.cit., h. 192. Dalam ayat
ini Allah menyatakan bahwa semua mahluk yang melata diatas tanah atau terbang di udara, mereka semuanya merupakan umat yang sama dengan manusia dalam hajat kebutuhannya kepada rahmat karunia Allah dan jaminannya, dan Allah tidak melalaikan sesuatu pun dalam al kitab mengenai rezeki dan pemeliharaannya atau mencakup segala hajat kebutuhannya. Dan kesemuanya mahluk Allah itu akan dibangkitkan untuk dihadapkan kepada Allah untuk menerima dan merasakan keadilannya. Lih: Salim Bahreisy dan Said Bahreisy, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsir, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 2005).
44
tuanya pengusaha maka anaknya pun akan memiliki bakat menjadi seorang
pengusaha. Pendapat yang kedua, bahwa jiwa wirausaha dapat
ditumbuhkembangkan dengan pendidikan dan pelatihan yang
berkesinambungan. Terlepas dari kedua pandangan tersebut, bagaimana
menumbuhkan jiwa wirausaha, penulis mengambil pendapat andrianto dalam
modul mental wirausaha santri APW angkatan ke 12 dijelaskan bahwa jiwa
wirausaha dapat ditumbuhkan melalui beberapa cara, yaitu:
a. Melalui Komitmen Pribadi
Jiwa wirausaha ditandai dengan adanya komitmen pribadi untuk dapat
mandiri, mencapai sesuatu yang diinginkan, menghindari ketergantungan
pada orang lain, agar lebih produktif dan untuk memaksimalkan potensi
diri
Anda dapat memprogram ulang diri anda untuk sukses melalui
deklarasi tertulis, bahwa pikiran perasaan, ucapan dan tindakan anda akan
selalu diperbaiki kearah yang lebih baik (buat 1 deklarasi setiap hari
selama 1 bulan).89
b. Melalui Lingkungan dan Pergaulan yang Kondusif
Dorongan untuk menumbuhkan jiwa wirausaha dapat berasal dari
lingkungan pergaulan teman, keluarga, sahabat, karena mereka dapat
berdiskusi tentang ide wirausaha, masalah yang dihadapi dan cara-cara
mengatasinya. Sehingga mempunyai semangat, kemampuan dan pikiran
untuk menaklukan cara berfikir lamban dan malas.
c. Melalui pendidikan dan pelatihan
Keberanian untuk membentuk jiwa wirausaha juga didorong oleh
guru atau dosen di sekolah atau lembaga pelatihan. Mereka memberikan
mata pelajaran kewirausahaan yang praktis dan menarik sehingga
membangkitkan minat siswa untuk berwirausaha.
d. Melalui/ karena keadaan terpaksa
89 Adrianto, Modul Mental Wirausaha Santri Mukim APW Angkatan 12, Disampaikan
pada kegiatan santri APW angkatan 12 di Aula Daarul Hidayah, Bandung, Jawa Barat.
45
Banyak orang yang sukses karena dipaksa oleh keadaan. Mungkin
pada awalnya tujuannya hanya untuk memenuhi kebutuhannya. Tetapi
karena usahanya yang keras, tidak gampang menyerah dan berputus asa,
sehingga akhirnya menjadi wirausaha yang sukses.90
Nabi Muhammad Saw adalah seorang wirausahawan yang sangat ulet,
jujur, amanah, terpercaya dan professional. Bahkan kredibilitas dan intregitas
pribadinya sebagai usahawan mendapati pengakuan bukan hanya kaum
muslimin sendiri, namun orang Yahudi dan Nasrani, hal itu dikarenakan
beliau memenejemen usahanya dengan professional.91
Sebagai agama yang menekankan dengan kuat tentang pentingnya
pemberdayaan umat, maka islam memandang bahwa berwirausaha merupakan
bagian integral dari ajaran Islam. Terdapat sejumlah ayat dan hadist yang
menjelaskan pentingnya aktifitas berusaha itu, diantaranya;
⌧
Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah di muka bumi. Dan carilah karunia Allah” (QS. Al Jumuah: 10).92
Sedemikian strategisnya kedudukan kewirausahaan dan perdagangan
dalam Islam, hingga teologi Islam itu dapat disebut sebagai “commercial
90 Ibid. 91"Menciptakan Wirausahawan Islami",
http://www. Moslemyouth.multiply.com/journal/item/29, tanggal akses 20 Oktober 2009. 92 Yayasan Penyelenggara Penterjemah/ Pentafsir al Qur’an, al Qur’an dan
Terjemahannya, (Jakarta: Indah Press, 1994). Ayat ini menganjurkan sesudah shalat (jum’at) untuk berkeliaran diatas bumi untuk mencari rezeki karunia Allah, tetapi pada akhir ayat mengingatkan supaya banyak berdzikir, dan jangan sampai perlombaan mencari rezeki dunia ini menghalangi dzikrullah, sebab dzikrullah itulah terletak keuntungan dan kejayaan, kebahagiaan yang besar. Lih: Salim Bahreisy dan Said Bahreisy, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 8, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 2005), edisi revisi, h. 138.
46
theology” (teologi perdagangan). Hal tersebut dapat dilihat dalam kenyataan
bahwa hubungan timbal balik antara Tuhan dan manusia bersifat perdagangan,
karena Allah adalah “Saudagar Sempurna. Ia (Alllah) memasukkan seluruh
alam semesta dalam pembukuan-Nya. Segala diperhitungkan, tiap amalan
dihitung, ia telah membuat sebuah pembukuan, neraca-neraca, dan tuntunan-
Nya telah menjadi arahan mutlak bagi pebisnis yang jujur. Pengembangan
kewirausahaan akan memberikan kontribusi yang besar bagi perluasan
lapangan kerja dan meminimalisir pengangguran, meningkatkan kekuatan
ekonomi Negara dalam sektor riil. Telah terbukti dalam sejarah perjalanan
bangsa kita, bahwa UKM hingga marketing yang berlandaskan syariah pun
yang paling tahan menghadapi goncangan yang bersifat multidimensional dan
dengan semakin banyaknya wirausahawan, termasuk wirausahawan muslim,
akan semakin banyak keteladanan dalam masyarakat, karena para usahawan
yang sebenarnya memiliki pribadi yang unggul, berani independent dan hidup
memberdayakan orang.93
93 Ibid, h. 2.
47
47
BAB III
PELAKSANAAN MODEL PENDIDIKAN PESANTREN BERBASIS
AKHLAK PLUS WIRAUSAHA DI PESANTREN DAARUT TAUHIID
BANDUNG
A. Profil Pesantren Daarut Tauhiid
Sebagai sebuah pesantren, Daarut Tauhid memang terbilang masih muda.
Tapi atas karunia Allah, Daarut Tauhiid berkembang begitu pesat. Daarut
Tauhiid diharapkan dapat menjadi tempat bagi setiap orang untuk
meningkatkan keyakinan kepada Allah Swt, Inilah dasar filosofis pemilihan
nama Daarut Tauhiid.1
Dengan Allah sebagai tujuan hidup, pesantren Daarut Tauhiid mencoba
mengembangkan sistem pesantren alternatif, pesantren yang tidak sekedar
bericirikan asrama santri, pesantren yang menekankan pada perubahan diri
dan pesantren yang berusaha membangun tata nilai yang aplikatif.
Dengan visi ahli dzikir2, ahli fikir3 dan ahli ikhtiar4, pesantren Daarut
Tauhiid mencoba untuk menggabungkan ketiga potensi ini untuk menjadikan
Daarut Tauhiid menjadi pesantren yang diridhoi Allah, sebagai pusat keilmuan
dan selalu berkarya dengan diiringi sikap amar ma’ruf nahi mungkar. Visi
tersebut hendak diwujudkan dengan beberapa misi, yang pertama, menjadikan
konsep manajemen qalbu sebagai konsep perubahan sikap, penyejuk hati,
penggelora semangat; pendidikan dan pelatihan serta pembinaan, kedua,
1 Tim MQ Publishing, Welcome To Daarut Tauhiid: Berwisata Rohani, Melapangkan
Hati (Bandung: MQ Publishing, 2003), h. 14. 2 AHLI DZIKIR : Menjadikan Allah sebagai tumpuan kerinduan, harapan, pertolongan
dan tujuan dalam beramal shaleh, sehingga apapun yang terjadi tidak akan mengurangi keyakinan dan selalu ridha pada ketentuan-Nya.
3 AHLI FIKIR Mengoptimalkan kemampuan berfikir, bertafakur dan bertadabbur dalam menggali
hakekat kebenaran, mengungkap hikmah yang tersembunyi, potensi diri dan lingkungan sehingga diharapkan muncul sikap yang arif, efektif dan tepat dalam mengatasi berbagai tantangan dan masalah
4 AHLI IKHTIAR Mengoptimalkan daya upaya dan ikhtiar yang diridhoi Allah, sehingga diharapkan akan muncul manusia-manusia unggul yang selalu berkarya dengan diiringi sikap amar ma’ruf nahi mungkar
48
mengarahkan aktifitas organisasi menuju pesantren kota; lingkungan barokah,
Bandung bermartabat, Ketiga, Memajukan perekonomian Daarut Tauhiid
dengan menumbuhkankembangkan jiwa entrepreneurship, produk dan jasa,
Keempat, mencetak SDM yang siap berkarya dengan etos kerja yang optimal;
menjadi pusat pendidikan dan pelatihan serta pembinaan.
Pesantren Daarut Tauhiid mempunyai konsep pesantren dengan miniatur
realita kehidupan. Pesantren Daarut Tauhiid lebih menekankan aktivitasnya
untuk mewujudkan ajaran Islam yang membumi, yang tidak sekedar bahasa
teori, namum justru lebih ditekankan pada bukti dan karya nyata, dimana
manfaatnya langsung dapat dirasakan umat. Dengan ini diharapakan
keindahan ajaran Islam, manajemen Islami, profesionalisme Islami dan solusi
Islami atas aneka permasalahan aktual umat dalam kehidupan nyata bisa
Tholkhah, Imam dan Ahmad Barizi, Membuka Jendela Pendidikan: Mengurai Akar Tradisi Dan Integrasi Keilmuan Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004.