IMPLEMENTASI KEBIJAKAN BANK SAMPAH DI KECAMATAN LAMONGAN KABUPATEN LAMONGAN TAHUN 2011-2013 S K R I P S I Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 (S1) Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dengan Minat Utama Inovasi Pemerintahan Oleh : Jordan Wella De Villa NIM. 105120607111025 PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2015
17
Embed
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN BANK SAMPAH DI KECAMATAN LAMONGAN KABUPATEN LAMONGAN TAHUN 2011-2013
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN BANK SAMPAH
DI KECAMATAN LAMONGAN KABUPATEN LAMONGAN TAHUN
2011-2013
S K R I P S I
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 (S1) Pada
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dengan Minat Utama Inovasi Pemerintahan
Oleh :
Jordan Wella De Villa
NIM. 105120607111025
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015
A B S T R A C T
Jordan Wella De Villa. 2014.: Waste Bank Policy Implementation In the District
Lamongan Regency of Lamongan In 2011-2013. Essay of Governmental Science, Faculty
of Social and Political Science, Brawijaya University.
Supervisors : Fathur Rahman, S.IP., M.A and Dr. M. Lukman Hakim, S.IP., M.Si.
The waste problem urban areas have become national problems including lamongan
district. In addition, structuring the environment that is still minimal also be problems in the
environment. This coupled with limited broad final disposal place (TPA) who have only area
of landfill 3.7 hectares (ha). And limited means of waste management infrastructure also add
problem series environmental issues in dealing with the government. In addition, the lack of
public awareness about waste management also exacerbate environmental problems faced by
the District Government Lamongan. The intervention of the District Government Lamongan
in the development of environmentally sound necessary.
Based on the issue of the problems that present about the environment and the
District Government Lamongan had a policy through the trash bank Lamongan of green and
clean (LGC). The purpose of this program is to make safety Lamongan the city clean, green,
and healthy and free from trash. Where the policy of mandated in the act of number 8 year
2008 on waste management said that the government is obliged to do business districts and
the reduction of waste management, facilitate, develop, and implementing reduction effort,
handling, and the utilization of garbage. The arrival of reaping response trustee of the act
quickly to issue instructions regent number 01 year 2011 about the program Lamongan of
Green and Clean (LGC).
Research using methods kualitatif-descriptif, and the case study on the technical data
such documentation, interviews and observation participants have to find the implementation
of a policy of trash bank in 2011-2013. The result showed that the management of garbage
such as the impact on the environment and public health, clean up revenues increased and
the pride of the people of being risen. The lesson that can be taken from this program is for
the efforts to increase economic community, change people's behavior to the waste
management is true, and empower the garbage has become the economic value.
Key Words: Policy of the waste bank, Lamongan district government, Society.
A B S T R A K
Jordan Wella De Villa, 2014. : Implementasi Kebijakan Bank Sampah di Kecamatan
Lamongan Kabupaten Lamongan Tahun 2011-2013. Skripsi Program Studi Ilmu
Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Brawijaya.
Dosen Pembimbing: Fathur Rahman, S.IP., M.A dan Dr. M. Lukman Hakim, S.IP.,
M.Si.
Permasalahan sampah perkotaan telah menjadi permasalahan nasional termasuk
Kabupaten Lamongan. Selain itu, penataan lingkungan yang masih minim pun menjadi
permasalahan dalam isu lingkungan. Hal tersebut ditambah dengan keterbatasan luas Tempat
Pembuangan Akhir (TPA) yang hanya memiliki TPA seluas 3,7 hektare (ha). Keterbatasan
sarana dan prasarana pengelolaan persampahan juga menambah deret permasalahan isu
lingkungan yang di hadapi Pemerintah. Selain itu, minimnya kesadaran masyarakat tentang
pengelolaan sampah juga memperparah permasalahan lingkungan yang dihadapi oleh
Pemerintah Kabupaten Lamongan. Campur tangan Pemerintah Kabupaten Lamongan dalam
pembangunan berwawasan lingkungan diperlukan.
Berdasarkan isu permasalahan yang hadir tentang lingkungan maka Pemerintah
Kabupaten Lamongan mempunyai kebijakan Bank Sampah melalui program Lamongan
Green and Clean (LGC). Tujuan diadakannya program ini adalah untuk menjadikan
Lamongan kota yang bersih, hijau, dan sehat serta merdeka dari sampah. Dimana kebijakan
tersebut sesuai amanat Undang-Undang No.8 Tahun 2008 tentang pengelolaan sampah
menyebutkan bahwa Pemerintah Kabupaten / Kota wajib melakukan usaha pengurangan dan
penanganan sampah, memfasilitasi, mengembangkan, dan melaksanakan upaya pengurangan,
penanganan, dan pemanfaatan sampah. Hadirnya Amanat Undang-Undang tersebut menuai
respon secara cepat dengan menerbitkan Instruksi Bupati Nomor 01 tahun 2011 tentang
Program Lamongan Green and Clean (LGC).
Penelitian menggunakan metode kualitatif-deskriptif, dan pendekatan studi kasus
dengan metode teknik pengumpulan data seperti dokumentasi, wawancara dan observasi
partisipan bertujuan untuk mengetahui “Implementasi Kebijakan Bank Sampah Tahun 2011-
2013”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam pengelolaan bank sampah berdampak
pada masyarakat diantaranya lingkungan bersih sehingga kesehatan masyarakat terjaga,
pendapatan bertambah, dan kebanggaan masyarakat menjadi meningkat. Pelajaran yang dapat
diambil dari program tersebut adalah untuk upaya peningkatan ekonomi masyarakat,
mengubah perilaku masyarakat dalam pengelolaan sampah secara benar, dan
mendayagunakan sampah menjadi barang yang memiliki nilai ekonomis.
Kata Kunci: Kebijakan Bank Sampah, Pemerintah Kabupaten Lamongan dan Masyarakat.
A. PENDAHULUAN
Latar belakang
Implementasi kebijakan bank sampah di Kecamatan Lamongan merupakan program
pembangunan berwawasan lingkungan untuk mewujudkan Lamongan Green and Clean.1
Implementasi bank sampah berdasarkan Instruksi Bupati Lamongan Nomor 01 Tahun 2011
tentang Program Lamongan Green and Clean, sejak launching pada tahun 2011 bank sampah
telah mendapat antusiasme oleh masyarakat Lamongan. Bank sampah merupakan bentuk
kebijakan Pemerintah Kabupaten Lamongan melalui Badan Lingkungan Hidup (BLH)
bekerjasama dengan masyarakat serta pihak swasta (pengepul sampah) dalam pelaksanaan
pelestarian lingkungan.
Pengelolaan bank sampah berbasis 3R (reduce, reuse, recycle)2 sebagai bentuk
terobosan dalam meningkatkan peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah yang
bersifat berkelanjutan dan implementatif. Mekanisme bank sampah dimulai dari pemilahan
sampah skala rumah tangga, penyetoran, penimbangan, pencatatan hingga hasil sampah
dilaporkan atau dimasukkan dalam buku tabungan. Pelaksanaan bank sampah diharapkan
akan memberikan sebuah nilai tambah (added value) serta nilai ekonomis (economic value)
terhadap sampah. Keberadaan bank sampah juga akan menjadikan realisasi konsep ekonomi
kerakayatan yang dapat diimplementasikan dengan mudah. Bank sampah juga mampu
memberikan manfaat utamanya keuntungan finansial dari sampah tersebut.
Fokus peneliti dalam penelitian ini adalah tentang implementasi kebijakan “bank
sampah” yang berisi tentang apa yang melatarbelakangi kebijakan tersebut, proses
pelaksanaanya, faktor pendukung dan penghambat hingga manfaat yang dirasakan oleh
masyarakat. Yang melatarbelakangi adanya bank sampah merupakan permasalahan sampah
perkotaan telah menjadi permasalahan nasional termasuk Kabupaten Lamongan. Selain itu,
penataan lingkungan yang masih minim pun menjadi permasalahan dalam isu lingkungan
1 Lamongan Green and Clean yang selanjutnya disingkat LGC
2 3R terdiri atas reuse, reduce, dan recycle. Reuse berarti menggunakan kembali sampah yang masih dapat
digunakan untuk fungsi yang sama ataupun fungsi lainnya. Seperti botol minuman digunakan untuk botol
minuman. Reduce berarti mengurangi segala sesuatu yang mengakibatkan sampah. Contoh
menggunakan tas belanja dari kain dari pada menggunakan kantong plastik untuk ke pasar. Recycle
berarti mengolah kembali (daur ulang) sampah menjadi barang atau produk baru yang bermanfaat.
Contoh menggunakan bekas botol plastik air minum atau apapun sebagai pot tanaman, melakukan
pengolahan sampah organik menjadi kompos. Wawancara dengan Bpk. Hamim BLH Kab. Lamongan
Bagian Tata Lingkungan Pada jumat 7 Maret 2014 Pukul 14.20 WIB.
yang dihadapi. Hal tersebut ditambah dengan keterbatasan luas Tempat Pembuangan Akhir
(TPA), keterbatasan sarana dan prasarana pengelolaan persampahan juga menambah deret
permasalahan isu lingkungan yang dihadapi. Selain itu, minimnya kesadaran masyarakat
tentang pengelolaan sampah juga memperparah keadaan lingkungan yang dihadapi oleh
Kabupaten Lamongan.
Rumusan Masalah
Berdasarkan dari latar belakang di atas maka peneliti memeroleh rumusan masalah
sebagai berikut:
a. Bagaimana implementasi kebijakan bank sampah di Kecamatan Lamongan tahun
2011-2013?
b. Apa faktor pendukung dan penghambat implementasi kebijakan bank sampah?
Tujuan
Tujuan penelitian yang dicapai antara lain:
a. Mengetahui implementasi bank sampah di Kecamatan Lamongan pada tahun 2011-
2013.
b. Mengetahui faktor pendukung dan penghambat implementasi kebijakan bank
sampah.
Manfaat
Manfaat terbagi menjadi manfaat akademis dan manfaat praktis, antara lain:
1. Manfaat Akademis
a. Memeroleh pemahaman baru yang ditemukan oleh peneliti dalam melakukan
penelitian di lapangan.
b. Memeroleh pengembangan pengetahuan tentang mata kuliah kebijakan publik
yang diajarkan dalam Program Studi Ilmu Pemerintahan.
2. Manfaat Praktis
a. Memeroleh hasil penelitian yang dapat menjadikan pertimbangan bagi
pemerintah untuk menjaga kelestarian lingkungan terutama dalam hal
pengelolaan sampah. Memberikan dampak lingkungan, sosial dan ekonomi
yang lebih baik terhadap masyarakat.
B. KAJIAN TEORI Model Implementasi Kebijakan menurut Merrile S. Grindle
Model implementasi kebijakan ada bermacam-macam, salah satunya Grindle.
Model ini diperkenalkan oleh Merilee S. Grindle pada tahun 1980. Grindle menyatakan
implementasi merupakan proses umum tindakan administratif yang dapat diteliti pada tingkat
program tertentu.
Keberhasilan implementasi suatu kebijakan publik dapat diukur dari proses
pencapaian hasil akhir, yaitu tercapai atau tidaknya tujuan yang ingin diraih. Hal ini
dikemukakan oleh Grindle, dimana pengukuran keberhasilan implementasi kebijakan tersebut
dapat dilihat dari dua hal yaitu: 3
1. Dilihat dari prosesnya, dengan mempertanyakan apakah pelaksanaan kebijakaan
sesuai dengan yang ditentukan dengan merujuk pada aksi kebijakannya.
2. Apakah tujuan tercapai dengan melihat dampak pada masayrakat secara individu
dan kelompok, dan tingkat perubahan yang terjadi serta penerimaan kelompok
sasaran dan perubahan yang terjadi.
Rangka implementasi kebijakan publik di masyarakat telah banyak model
yang ditawarkan oleh beberapa pakar bidang kebijakan yang dapat dijadikan pedoman.
Misalnya menurut Milwan, model ini proses pengambilan keputusan dilakukan oleh beragam
aktor, dimana keluaran akhirnya ditentukan oleh baik materi program yang telah
dicapai maupun melalui interaksi para pembuat keputusan dalam konteks politik
administratif. Sementara proses politik dapat terlihat melalui proses pengambilan
keputusan yang melibatkan berbagai aktor kebijakan, sedangkan proses administrasi
terlihat melalui proses umum terkait aksi administratif yang dapat diteliti pada tingkat
program tertentu.4
Ide dasarnya adalah bahwa setelah kebijakan ditransformasikan, maka
implementasi kebijakan dilakukan. Keberhasilannya ditentukan oleh derajat implementability
dari kebijakan tersebut. Konten atau isi kebijakan yang dimaksud meliputi:5
1. Kepentingan yang terpenuhi oleh kebijakan (interest affected).
2. Jenis manfaat yang dihasilkan (tipe of benefit).
3. Derajat perubahan yang diinginkan (extent of change envisioned).
4. Kedudukan pembuat kebijakan/letak pengambilan keputusan (site of decision
making).
5. Para pelaksana program (program implementators).
6. Sumber daya yang dikerahkan (Resources commited).
Kemudian konteks implementasi yang dimaksud adalah :6
1. Kekuasaan (power) dan kepentingan strategi aktor yang terlibat (interest
strategies of actors involved).
2. Karakteristik lembaga dan penguasa (institution and regime characteristics).
3. Kepatuhan dan daya tanggap pelaksana (compliance and responsiveness).