-
IMPLEMENTASI JURNALISME INVESTIGASI PROGRAM
SIGI INVESTIGASI DI SCTV
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Untuk
Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi
Islam
(S.Kom.I)
Oleh :
RIZKI VIRDA ULFHA
NIM : 108051100048
KONSENTRASI JURNALISTIK
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1434 H/2013 M
-
TMPLEMENTASI JURNALISME INVESTIGASI PROGRAMSIGI INVESTIGASI DI
SCTV
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk
MemenuhiPersyaratan Memperoleh Gelar sarjana Ilmu Kornunikasi
Islam
(S.Kom.I)
Oleh:
RIZKI VIRDA ULFHA
NIM: 108051100048
Di bawah bimbingan,
KONSENTRASI JURNALTSTIKFAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU
KOMUNIKASI
UNIVERSTTAS ISLAM NEGERISYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTAL434 H/2013 M
i
NIP : 197 609172001122002
-
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul IMPLEMENTAST JURNALTSME rI{VESTIGASIPROGRAM
'sIG/ INVESTIGASI DI scTV, telah diujikan dalam sidangmunaqasah
Fakultas llmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas IslamNegeri
Syarif Hidayatullah Jakarta pada hari Selasa, 05 Februari 2013.
Skripsi irii
telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Komunikasi
Islam (S.Kom.I) pacl,a Program Studi Komunikasi dan Penyiaran
Islam.
Jakarta, 05 Februari 2013
SIDANG MT]NAQASAH
Ketua Seicretaris
ftr+"(Ade Rina Farida. M.Si.
NrP. 19770s13200701 2 018NIP. 2 001
Panguji I
Rachmat Baihaki. MA.NIP. 19761129 2009121 001
Ade Masturi. MA.NIP. 19750606 200710 1 001
Anggota
Dosen pembimbing
Dr. Fatrilawati. M.Ae.NIP. 19760917 2001122 002
-
iii
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan
untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di UIN
Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah
saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil
karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya
bersedia
menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Ciputat, Mei 2013
Rizki Virda Ulfha
-
iv
ABSTRAK
Rizki Virda Ulfha
Implementasi Jurnalisme Investigasi Program Sigi Investigasi di
SCTV
Sigi investigasi merupakan salah satu program investigasi
yang
ditayangkan SCTV, program ini mencoba memotret kejadian yang
terdapat unsur-
unsur kecurangan terhadap kepentingan masyarakat atau yang
berdampak besar
bagi masyarakat. Dalam episode ‘Praktek Nakal Sumbangan Fiktif’,
tim mencoba
menguak kecurangan terorganisir yang dilakukan segelintir oknum
peminta
sumbangan dalam memanipulasi suatu peristiwa untuk mendapatkan
simpati
masyarakat.
Adapun yang menjadi rumusan masalah adalah bagaimana tahap
pelaksanaan investigative reporting dalam program Sigi
Investigasi episode
’Praktek Nakal Sumbangan Fiktif 14 Juli 2012’?, bagaimana metode
pelaksanaan
investigative reporting dalam program Sigi Investigasi episode
‘Praktek Nakal
Sumbangan Fiktif 14 Juli 2012’? dan bagaimana teknik pelaksanaan
investigative
reporting dalam program Sigi Investigasi episode ‘Praktek Nakal
Sumbangan
Fiktif 14 Juli 2012’?
Pendekatan dalam penelitian ini ialah kualitatif dengan model
deskriptif.
Metode pengumpulan data yang digunakan ialah instrumen
wawancara, observasi,
serta dokumentasi. Sedangkan model deskriptif, penelitian ini
akan
mendeskripsikan atau memberikan gambaran bagaimana implementasi
jurnalisme
investigasi dalam program investigasi di media elektronik
khususnya televisi.
Dalam hal ini SCTV dalam program Sigi Investigasi episode
‘Praktek Nakal
Sumbangan Fiktif’, bukan mencari atau menjelaskan hubungan,
menguji hipotesis,
maupun membuat prediksi.
Strategi pelaksanaan atau eksekusi dalam investigasi meliputi
beberapa
tahapan, metode dan teknik. Bagian dari tahapan adalah membentuk
tim,
melakukan riset, observasi awal, menentukan angle (fokus) dan
merumuskan
hipotesis, merancang strategi eksekusi, dan menyiapkan skenario
pasca publikasi.
Bagian dari metode adalah, paper trail (penelusuran dokumen),
people trail
(penelusuran kesaksian seseorang) dan money trail (penelusuran
uang). Dan yang
menjadi bagian dari teknik adalah undercover (penyamaran),
diantaranya immerse
(penyamaran membaur), embedded (penyamaran menempel) dan
surveillance
(penyamaran berjarak).
Dalam penelitian ini dapat disimpulkan beberapa bentuk tahapan
dalam
investigative reporting yang terdapat dalam episode ini, yakni
membentuk tim,
melakukan riset, observasi awal, atau survey, menentukan angle
(fokus) dan
merumuskan hipotesis, merancang strategi eksekusi,dan menyiapkan
skenario
pasca publikasi. Kemudian, metode investigative reporting yang
dilakukan yakni
metode people trail (menelusuri keberadaan seseorang atau
narasumber).Yang
terakhir, penulis menemukan teknik pelaksanaan investigative
reporting dengan
cara penyamaran yakni embedded atau teknik menempel. Namun,
tidak ditemukan
teknik penyamaran lainnya seperti surveillance (penyamaran
berjarak), immerse
(penyamaran membaur). Dengan memenuhi tiga syarat strategi
pelaksanaan
investigative reporting tersebut, maka liputan ini termasuk
kedalam kategori
peliputan investigative reporting.
-
v
KATA PENGANTAR
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang.
Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada
Allah SWT atas
segala rahmat dan kemudahan dari-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan
skripsi ini. Shalawat serta salam senantiasa terlimpahkan pada
junjungan Nabi
Besar Muhammad SAW.
Skripsi ini merupakan tugas akhir penulis yang disusun guna
melengkapi
salah satu syarat yang telah ditentukan dalam menempuh program
studi Strata
Satu (S 1) Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas
Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penyelesaian skripsi ini tentunya telah dibantu oleh beberapa
pihak, oleh
karena itu dengan setulus hati penulis ingin mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Dr. Arif Subhan, MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan
Ilmu
Komunikasi (FIDKOM) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dra. Rubiyanah, MA , Ketua Jurusan Konsentrasi Jurnalistik
dan Dra, Ade
Rina Farida, M.Si. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta, selalu
memberikan bantuan kepada penulis selama perkuliahan.
3. Dr. Fatmawati, M.Ag selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang
telah banyak
memberikan arahan dan menyemangati kepada penulis, saran serta
motivasi
selama penulisan skripsi ini.
4. Dosen dan Karyawan dilingkungan Fakultas Ilmu Dakwah dan
Ilmu
Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
5. Redaksi Sigi Investigasi SCTV, khususnya kepada Joy Astro
selaku produser
yang di sela kesibukannya menyempatkan diri sebagai narasumber
dalam
penelitian ini.
6. Untuk kedua orangtuaku atas lautan sayang, doa dan maaf yang
telah dan akan
selalu diberikan kepadaku selama ini.
-
vi
7. Juliarman Rasyid, yang telah mendukung, mendampingi,
menyemangati
tanpa kenal waktu dan selalu menjadi inspirasi saya, semoga kita
terus
semangat bersama untuk kebaikan.
8. Kawan-kawan Jurnalistik angkatan 2008 yang harus saya
sebutkan satu
persatu, Ajeng, Nurita, Lizonk, Meyla, Eva, Listya, Eneng,
Apris, Arini, Putri,
Rara, Tiara, Oky, Yamin, Danang, Obe, Komet, Zein, Maul, Ipul,
Bens, Riva,
Faqih, Acul, Botel, Kulay, Bob, Ncek, Fadil, Bocil, Abda, Ryan,
Fikri, Bagus.
Terimakasih atas tawa canda, semangat dan persahabatan. Saya
bangga
menjadi bagian dari kalian. Bersama kalian saya selalu menjadi
semester 1.
9. Semua pihak dan teman-teman yang telah mendukung, mendoakan,
dan
membantu saya dan tidak bisa saya sebutkan satu per satu.
Besar harapan penulis bahwa skripsi ini dapat menambah
keilmuan
terutama bagi rekan-rekan mahasiswa Jurnalistik Universitas
Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Penulis sangat sadar bahwa masih terdapat
banyak
kekurangan dalam skripsi ini, oleh karena itu penulis
mengharapkan perbaikan
pada penelitian-penelitian dengan tema yang sama selanjutnya.
Atas segala
perhatian, penulis ucapkan terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Ciputat, Mei 2013
Penulis
-
vii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING
....................................................... i
LEBAR PENGESAHAN PENGUJI
....................................................................
ii
LEMBAR PERNYATAAN
.................................................................................
iii
ABSTRAK
............................................................................................................
iv
KATA PENGANTAR
.........................................................................................
v
DAFTAR ISI
.......................................................................................................
vii
DAFTAR TABEL
..............................................................................................
ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
.................................................................
1
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah
................................................. 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
...................................................... . 8
D. Metodologi Penelitian
......................................................................
9
E. Tinjauan Pustaka
............................................................................11
F. Sistematika Penulisan
....................................................................
13
BAB II LANDASAN TEORI
A. Pengertian Implementasi
................................................................
14
B. Pengertian Reportase Investigasi
................................................... 14
C. Karakteristik Reportase Investigasi
................................................ 19
BAB III GAMBARAN UMUM
A. Profil SCTV
....................................................................................
42
1. Sejarah Singkat SCTV
.............................................................
42
2. Logo dan Tagline SCTV
......................................................... 43
3. Visi dan Misi SCTV
................................................................
44
4. Dewan Komisaris dan Direksi
SCTV...................................... 45
B. Profil Sigi Investigasi
....................................................................
46
-
viii
1. Sejarah Singkat Sigi Investigasi
............................................. 46
2. Visi dan Misi Sigi Investigasi
................................................. 48
3. Susunan Direksi Sigi Investigasi
............................................ 49
BAB IV IMPLEMENTASI JURNALISME INVESTIGASI PROGRAM
SIGI INVESTIGASI DI SCTV
A. Gambaran singkat episode ‘Praktek Nakal Sumbangan Fiktif
14
Juli 2012’
.....................................................................................
50
B. Tahapan Investigative Reporting pada program Sigi
Investigasi
(Eps. Praktek Nakal Sumbangan
Fiktif)........................................ 52
1. Membentuk Tim
.....................................................................
53
2. Riset dan Observasi Awal (Survei)
........................................ 54
3. Menentukan Angle (fokus) dan Merumuskan Hipotesis ........
56
4. Merencanakan Strategi Eksekusi
........................................... 58
5. Menyiapkan Skenario Pasca
Publikasi................................... 58
C. Metode Investigasi pada program Sigi Investigasi (Eps.
Praktek
Nakal Sumbangan Fiktif)
.............................................................
60
D. Teknik Investigasi pada program Sigi Investigasi (Eps.
Praktek
Nakal Sumbangan Fiktif)
.............................................................
60
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
...................................................................................
63
B. Saran
.............................................................................................
64
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN – LAMPIRAN
-
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Perbedaan Regular News, In-depth dan Investigatagive
.............................. 23
Tabel 1.2 Gambaran Topik investigasi dan orientasi jenis
medianya .......................... 27
Tabel 1.3 Membentuk Tim
..................................................................................
53
Tabel 1.4 Melalukan Riset dan Observasi Awal (Survey)
..................................55
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Seiring dengan kemajuan teknologi komunikasi yang semakin
berkembang pada masyarakat modern saat ini, informasi dan berita
menempati
posisi yang sangat strategis. Ia menjadi salah satu kebutuhan
yang paling
mendesak untuk segera dipenuhi pada masa kini. Melalui berbagai
jenis media
yang berkembang, masyarakat mendapatkan haknya untuk
memperoleh
informasi yang benar dan lengkap atau disebut juga “People‟s
Right to
Know”. Dalam wilayah media elektronik seperti televisi dan
radio, informasi
atau berita yang disampaikan harus memenuhi berbagai kualitas
seperti
keakuratan, kelengkapan, keadilan, dan keberimbangan.1
Bidang jurnalisme kini juga semakin berkembang. Mulai dari
jurnalisme televisi, jurnalisme radio, jurnalisme online,
jurnalisme sastra, dan
bahkan jurnalisme investigasi. Di Indonesia sendiri pelaksanaan
jurnalisme
investigasi sendiri dipengaruhi antara lain oleh sistem politik
“Keterbukaan
dan Kemerdekaan Pers”.2
Di Indonesia, harian Indonesia Raya merupakan salah satu media
di
Indonesia yang banyak dinilai cukup fenomenal di dalam
pelaporan
investigasi. Koran yang dipimpin Mochtar Lubis3 ini pernah
mengangkat
1 Tim Redaksi LP3ES, Liputan 6 (antara peristiwa dan ruang
publik), (Jakarta : PT
Pustaka LP3ES Indonesia, 2006), cet ke-1, hal 33 2 Santana
Septiawan, Jurnalisme Investigasi (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
2003),cet
ke-2, hal 8 3 Mochtar Lubis adalah seorang wartawan senior yang
memiliki masa karir kewartawanan
dari sejak masa penjajahan di Indonesia (dalam buku Jurnalisme
Investigasi karya Santana
Septiawan, hal 9)
-
2
skandal korupsi yang terjadi di Pertamina dan Badan Logistik
(1969-1972).
Liputan mereka menginvestigasi dugaan korupsi ulah Dirut
Pertamina Ibnu
Sutowo “yang hampir membuat” “bangkrut negeri”. Mereka
menggali
berbagai keterangan yang didapat dari narasumber di perusahaan
Negara
tersebut.4
Harian Indonesia Raya (1949-1958 dan 1968-1974) bisa
dikatakan
tipikal awal penerbitan pers yang mengarahkan liputannya ke
dalam bentuk
investigatif. “Berbagai berita yang disuguhkannya sering
mencerminkan
sikapnya untuk „berjihad‟ menentang apa yang di pandangnya
sebagai
korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, ketidakadilan dan
ketidakbenaran”,
menurut P.Swantoro dan Atmakusumah.5
Visi jurnalismenya mengambil konsep advocacy journalism,
sebuah
aliran New Journalism yang berkembang di Amerika Serikat, tahun
1960-an,
dengan mengambil format pemberitaan crusading dalam
materi-materi
liputannya. Format advocacy dipakai untuk “satu gaya jurnalistik
yang amat
teguh dalam mendesakkan pendiriannya untuk „suatu perbaikan
keadaan‟.
Pada amatan pengamat pers “tua” Oy Hong Lee, di tahun 1971,
harian ini juga
membawakan media yang bersifat mucraking paper, yakni “surat
kabar yang
melakukan penyidikan mengenai kasus korupsi atau tuduhan korupsi
oleh
pejabat pemerintahan serta pengusaha dan menyiarkannya dengan
„gegap
gempita‟.6
4 Santana Septiawan, Jurnalisme Investigasi (Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia, 2003),cet
ke-2, hal 9 5 Santana Septiawan, Jurnalisme Investigasi
(Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2003),cet
ke-2, hal 9 6 Santana Septiawan, Jurnalisme Investigasi
(Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2003),cet
ke-2, hal 10
-
3
Salah satu program acara televisi yang menayangkan acara
investigasi
adalah Sigi Investigasi dari SCTV yang tayang setiap Minggu
pukul 00.31
WIB. Berbagai topik hangat dan menarik yang menjadi perhatian
masyarakat
diungkap dengan jelas, lengkap dan mendalam, baik di bidang
sosial,
ekonomi, politik dan budaya. Berbagai peristiwa tersebut dilihat
dari berbagai
sudut pandang sehingga peristiwa yang diangkat menjadi jelas,
lugas dan
berimbang.
Sigi Investigasi mencoba memotret kejadian yang ada unsur
kecurangan yang terjadi dimasyarakat. Dalam kasus „Praktek
Nakal
Sumbangan Fiktif‟ yang tayang 14 Juli 2012, tim berusaha
mengungkap
kecurangan yang dilakukan oleh oknum-oknum peminta sumbangan
untuk
meraup keuntungan dengan mengharap belas kasihan dari
pemberi
sumbangan. Tim mencari tahu siapa saja yang bermain dalam kasus
ini, apa
saja modus yang dilakukan dan bagaimana mereka melakukan
kecurangan ini.
Dari hasil penelusuran tim mendapatkan fakta di lapangan bahwa
ternyata
kecurangan ini dilakukan dengan professional. Mereka
melalukannya dengan
sangat rapi, mulai dari merevisi proposal berkali-kali untuk
menghilangkan
jejak, bermodalkan seragam dan lainnya.
Dengan liputan ini, tim ingin masyarakat lebih waspada
dengan
kecurangan yang terjadi disekitarnya, karena modusnya kini kian
beragam.
Sumbangan sesungguhnya memang penting untuk mereka yang
memang
benar-benar membutuhkan, namun, ada segelintir oknum yang
memanfaatkan
kesempatan ini, karena celahnya yang sangat mudah dan tidak
pernah
dilakukan audit terhadap mereka membuat usaha tanpa modal ini
kian subur.
-
4
Sigi Investigasi pernah mendapatkan penghargaan dari
Perhimpunan
Jurnalis Indonesia (PJI) di Jakarta, Selasa (15/1) tentang
demokrasi dan
pemberantasan korupsi. Selain Sigi Investigasi, lima program
televisi lainnya
yang memperoleh penghargaan adalah Republik Mimpi (Metro Tv),
Kupas
Tuntas (Trans 7), Program Rakyat Bicara (TPI), Telisik (ANTV),
dan Soegeng
Sarjadi Forum (Geo Tv), Keenam program televisi itu dinilai PJI
berhasil
memberikan pencerahan kepada masyarakat tentang demokrasi
dan
pemberantasan korupsi.7 Penghargaan lain yang diterima Sigi
Investigasi
adalah selama dua bulan berturut-turut, Maret dan April 2008
program
investigasi khas Liputan 6 SCTV, Sigi Investigasi meraih
penghargaan dari dua
buah lembaga berbeda: Aliansi Jurnalistik Independen (AJI) dan
Departemen
Hukum dan Hak Asasi Manusia (Dephukham). Dari AJI, karya
Sigi
Investigasi berjudul Anak-Anak Yang Tercerabut memperoleh
penghargaan
sebagai Juara II dalam lomba Karya Jurnalistik bertemakan Buruh
Anak.
Sedangkan dari Dephukham, Sigi Investigasi meraih Juara Pertama
atas
liputan bertajuk Di Nusa Kambangan Menanti Eksekusi.
Sikap dasar yang pertama bagi jurnalis ialah rasa ingin tahu
(curiosity)
yang tinggi terhadap informasi. Rasa ingin tahu akan selalu
mendorong
jurnalis untuk menggali informasi yang ingin diberitakan. Sikap
dasar
berikutnya yang harus dimiliki jurnalis adalah menggali
informasi seluas-
luasnya mengenai kasus yang akan diberitakan. Caranya adalah
membiasakan
diri mengikuti berita-berita di media massa, seperti televisi,
radio, surat kabar,
majalah dan sebagainya. Menggali informasi secara komperhensif
dengan
7 Sigi 30 Menit Raih Penghargaan PJI, Artikel ini diakses pada
tanggal 22 Maret 2012
dari
http://berita.liputan6.com/read/153601/sigi-30-menit-raih-penghargaan-pji
-
5
menanyai berbagai pihak juga dimaksudkan untuk memperoleh
informasi
yang objektif dan paling mendekati kebenaran, karena pekerjaan
jurnalistik
termasuk pekerjaan yang bertujuan mencari kebenaran. Media massa
harus
bersikap netral terhadap pihak-pihak yang berkepentingan, tetapi
harus
berpihak kepada kebenaran.
Sejalan dengan asumsi tersebut, Theodore M. Bernstein dari New
York
Times berkata : “Jurnalis yang besar akan terlihat dari
kecakapannya, perasaan
tanggung jawabnya serta semangatnya yang tidak pernah menyerah
untuk
mengemukakan kebenaran”. Dalam melakukan investigasi jurnalis
ada
baiknya juga membaca buku, jurnal yang relevan untuk
mempertajam
pengamatannya mengenai peristiwa-peristiwa yang diliput,
selanjutnya liputan
komperhensif itu memerlukan kesabaran, konsistensi dan
kesopanan.
Kesabaran diperlukan supaya tidak mudah mengeluh dan menyerah
ketika
menghadapi tantangan, konsistensi agar kerja kerasnya itu
terus-menerus dan
kesopanan supaya menjaga diri dari hal-hal yang membuat sumber
berita itu
terganggu atau tersinggung.8
Kesabaran, konsistensi dan kesopanan diajarkan agama,
seperti
tasawuf dalam islam. Karena itu, sikap dasar jurnalis pada
akhirnya
mengembalikan segala kerja kerasnya itu kepada Tuhan agar
mengandung
nilai-nilai ibadah, karena profesi ini merupakan suatu upaya
mencari dan
membela kebenaran. Setiap jurnalis diharuskan memberikan
informasi yang
benar, jujur kepada masyarakat supaya tidak ada pihak-pihak yang
dirugikan
oleh berita itu.
8 Sudirman Tebba, Jurnalistik Baru (Ciputat: Penerbit Kalam
Indonesia, 2005),cet ke-1,
hal 37
-
6
Seperti yang tertuang dalam firman Allah SWT dalam surat Al-
Hujarat ayat ; 6 berikut ini,
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang
Fasik
membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti agar kamu
tidak
menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui
keadaannya
yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu”.(QS Al-
Hujarat :6)
Firman Tuhan tersebut pesannya sangat jelas, jika memberitakan
sesuatu
hendaklah memberitakannya secara jujur, benar dan adil agar
tidak ada pihak-
pihak tertentu yang dirugikan oleh berita yang disiarkan. Ini
berarti bahwa
kejujuran dan kebenaran harus selalu dipegang dalam menjalankan
pekerjaan
sebagai jurnalis. Kejujuran dan kebenaran tidak boleh
dikorbankan oleh
kepentingan apa pun.9
Dandhy10
menjelaskan dalam bukunya bahwa investigasi yang dilakukan
jurnalis bukan investigasi dalam konsep kepolisian. Meski,
sebagian teknik
yang digunakan bisa saja sama, seperti pengamatan, pengintaian,
bahkan
penyamaran atau uji laboratorium. Tetapi jurnalis tetaplah
jurnalis. Ia bekerja
dengan batasan yang sangat jelas. Jurnalis tidak bisa
menggeledah rumah atau
kantor seseorang, jurnalis juga tak mungkin memanggil paksa
narasumbernya,
atau mustahil pula menangkap seseorang. Dengan alasan apa pun,
jurnalis
juga tidak dibenarkan mengambil atau mencuri sebuah dokumen dari
pihak
9 Sudirman Tebba, Jurnalistik Baru (Ciputat: Penerbit Kalam
Indonesia, 2005),cet ke-1,
hal 41 10
Dandhy adalah seorang wartawan senior yang sempat menyabet
beberapa penghargaan dalam bidang Jurnalistik. Di antaranya adalah
Jurnalis Terbaik Jakarta (2008) untuk liputan
investigasi Pembunuhan Munir dari Aliansi Jurnalis Independen
(AJI)
-
7
lain.11
Dengan segala keterbatasan wewenang yang ada, jurnalis
investigasi
dituntut untuk menghasilkan laporan yang bermanfaat bagi pubik
dan
gamblang mengurai siapa yang mesti bertanggung jawab. Meski
demikian,
tetap saja, kebenaran jurnalistik bukanlah kebenaran hukum.
Fakta jurnalistik
juga tidak selalu sama dengan fakta hukum. Bila hasil
investigasi jurnalis
tidak lebih hebat daripada investigasi polisi atau jaksa, itu
memang sudah
“kodrat”-nya. Mustahil membandingkan hasil kerja jurnalis dengan
aparat
yang memiliki kewenangan menyita dokumen, menggeledah TKP,
memanggil
paksa atau menangkap seseorang. Sedangkan lembaga hukum yang
memiliki
segudang kewenangan itu saja tak jarang masih melakukan
peradilan sesat.
Masih saja salah tangkap. Karena itu, sebuah laporan investigasi
yang baik tak
harus berakhir dengan vonis penjara bagi aktor-aktor yang
diangggap terlibat.
Tetapi bagaimana dari laporan tersebut, masyarakat (termasuk
institusi hukum
atau Negara) bisa mengambil keputusan atau
menindaklanjutinya.12
Berangkat
dari segala keterbatasan wewenang yang dimiliki jurnalis dalam
melakukan
tugasnya, khususnya jurnalis investigasi. Maka, dilakukan
penelitian dengan
tema Implementasi Jurnalisme Investigasi Program “Sigi
Investigasi” di
SCTV.
B. Batasan dan Rumusan Masalah
Merujuk pada latar belakang yang telah dijabarkan pada
bagian
sebelumnya, maka penulis membatasi penelitian dengan
menitikberatkan pada
implementasi fungsi investigative reporting, untuk mengetahui
bagaimana
11
Dandhy Dwi Laksono, Jurnalisme Investigasi (Bandung: PT Mizan
Pustaka, 2010),cet
ke-1,hal 44 12
Dandhy Dwi Laksono, Jurnalisme Investigasi (Bandung: PT Mizan
Pustaka, 2010),cet
ke-1 hal 45-46
-
8
strategi pelaksanaan investigasi yang diterapkan Sigi
Investigasi episode
„Praktek Nakal Sumbangan Fiktif 14 Juli 2012‟
Adapun rumusan masalah penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagaimana implementasi karakteristik pelaksanaan
investigative reporting
dalam program Sigi Investigasi Eps. „Praktek Nakal Sumbangan
Fiktif 14
Juli 2012‟?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan pemikiran dan perumusan masalah di atas, maka
tujuan
dari penelitian ini adalah:
1. Tujuan Umum
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk memberikan
pengetahuan
mengenai konsep dasar investigasi dalam program Sigi Investigasi
di
SCTV episode „Praktek Nakal Sumbangan Fiktif‟.
2. Tujuan Khusus
Secara khusus, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
dan
mempelajari bagaimana bentuk implementasi kerja investigative
reporting
dalam program Sigi Investigasi episode „Praktek Nakal Sumbangan
Fiktif‟
dan bagaimana tahapan, metode dan tekniknya.
3. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
Dalam segi akademis, penelitian ini selain dapat menambah
pengetahuan serta wawasan tentang bagaimana penulis mengulas
secara detail tahapan demi tahapan yang dilakukan untuk
memahami
investigative reporting. Penelitian ini juga diharapkan
dapat
-
9
memberikan kontribusi pada disiplin ilmu jurnalistik tentang
sebuah
karya jurnalistik yakni mengenai liputan investigasi.
b. Manfaat Praktis
Adapun manfaat praktis dalam penelitian ini adalah :
1) Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para
praktisi
komunikasi jurnalistik, terlebih mahasiswa yang belajar ilmu
kejurnalistikan, baik yang berada di Universitas Islam
Negeri
Syarif Hidayatullah (UIN) Jakarta, ataupun mahasiswa lain
yang
menekuni ilmu tersebut, penelitian ini mencoba memberikan
gambaran mengenai seluk beluk jurnalisme investigasi.
2) Penelitian ini diharapkan juga dapat melengkapi
penelusuran
koleksi skripsi pada perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan
Ilmu
Komunikasi, penelitian tentang Implementasi Jurnalisme
Investigasi dalam media elektronik khususnya televisi kepada
seseorang yang tertarik dalam bidang jurnalisme investigasi.
D. Metodologi Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Pendekatan dalam penelitian ini ialah kualitatif dengan
model
deskriptif. Metode pengumpulan data yang digunakan ialah
instrumen
wawancara, observasi, serta dokumentasi. Sedangkan model
deskriptif,
penelitian ini akan mendeskripsikan atau memberikan gambaran
bagaimana implementasi jurnalisme investigasi dalam program
investigasi
di media elektronik khususnya televisi. Dalam penerapannya,
pendekatan
kualitatif menggunakan metode pengumpulan data dan metode
analisis
-
10
yang bersifat nonkuantitatif, seperti penggunaan instrumen
wawancara,
serta dokumentasi dari hasil temuan dilapangan atau studi
pustaka.13
Sedangkan, analisis deskriptif berfokus pada penelitian
nonhipotesis sehingga dalam langkah penelitiannya tidak
perlu
merumuskan hipotesis.14
Penelitian ini hanya menggambarkan suatu
proses implementasi jurnalisme investigasi redaksi media
televisi dalam
program acaranya. Dalam hal ini SCTV dalam program Sigi
Investigasi
episode „Praktek Nakal Sumbangan Fiktif‟, bukan mencari atau
menjelaskan hubungan, menguji hipotesis, maupun membuat
prediksi.
2. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah tim redaksi program acara
“Informan
atau crew Sigi Investigasi” SCTV. Objek penelitian adalah
program acara
Sigi Investigasi episode „Praktek Nakal Sumbangan Fiktif‟ 14
Juli 2012.
3. Tahapan Penelitian Data
a. Teknik Pengumpulan Data
Sumber data dalam penelitian ini terbagi dalam dua kategori
yaitu data primer dan data sekunder. Data primer merupakan
sasaran
utama dalam penelitian ini, data primer dalam penelitian ini
diperoleh
melalui wawancara kepada tim redaksi program “Sigi
Investigasi”.
Sedangkan data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari
referensi
berupa buku-buku ,artikel, jurnal, atau tulisan lain yang
berkaitan
dengan penelitian. Data sekunder digunakan untuk diaplikasikan
guna
13
Antonius Birowo, Metode Penelitian Komunikasi : Teori dan
Aplikasi (Yogyakarta:
Gintanyali, 2004), h.2 14
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik
(Jakarta: PT. Bina
Aksara, 1989), h. 194
-
11
mempertajam analisis data premier, yaitu sebagai pendukung
dan
penguat data dalam penelitian.
b. Teknik Pengolahan Data
Langkah selanjutnya ialah mengolah hasil temuan atau data,
melalui meninjau kembali berkas-berkas yang telah terkumpul.
Data
yang diperoleh yaitu dari wawancara, serta dokumentasi seperti
arsip-
arsip tampilan program acara ”Sigi Investigasi” di SCTV, seluruh
data
tersebut nantinya akan dipaparkan dengan didukung oleh
beberapa
hasil temuan studi pustaka yang kemudian dianalisis.
c. Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan analisis
investigative reporting dengan menganalisis beberapa bagian
di
dalamnya. Yakni pada bagian pelaksanaan investigasi yang
mencakup
tahapan, metode dan teknik yang diambil dari literatur
kepustakaan.
Kemudian, penulis menganalisis program Sigi Investigasi
episode
„Praktek Nakal Sumbangan Fiktif‟ 14 Juli 2012 tersebut
dengan
berpedoman pada tahapan, metode, dan teknik pelaksanaan
investigative reporting tersebut.
E. Tinjauan Pustaka
Setelah melakukan penelusuran koleksi skripsi pada
perpustakaan
umum dan perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Pedoman
penulisan
penelitian ini yaitu mengacu pada penulisan skripsi dengan
judul
-
12
1. "Implementasi Investigative Reporting Dalam Buku Memoar „168
Jam
Dalam Sandera‟ Karya Meutya Hafid" disusun oleh Lailiyah
Oktavianti,
mahasiswa jurusan Jurnalistik, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta,
angkatan
2008.
2. “Implementasi Regulasi Penyiaran dalam Program Berita
Kriminal
Sergap di RCTI” disusun oleh Siti Aisah, mahasiswa jurusan
Jurnalistik,
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, angkatan 2006. Dalam
penelitian
tersebut, menggunakan teknik pengolahan data deskriptif
interpretatif,
pendekatan kualitatif ini bertujuan untuk menjelaskan fenomena
dengan
sedalam-dalamnya. adapun temuan yang dihasilkan yaitu bahwa
program
berita kriminal SERGAP telah mengimplementasikan regulasi
penyiaran
khususnya pasal 48 ayat 4 poin d (pembatasan adegan seks,
kekerasan, dan
sadisme).
3. “Implementasi Regulasi Penyiaran dalam Program Drama Reality
Show
REALIGI di Trans TV”, disusun oleh Silvia Maulina, mahasiswa
Jurnalistik, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, angkatan 2007.
Dalam
penelitian tersebut, menggunakan teknik pendekatan kualitatif.
Temuan
yang dihasilkan yaitu bahwa implementasi regulasi penyiaran
dalam
tayangan Realigi dinilai belum sepenuhnya menerapkan kaidah
penyiaran,
terbukti ada beberapa pasal dalam Undang-undang penyiaran No.32
Tahun
2002 yang belum diterapkan dalam tayangan Realigi.
-
13
F. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini akan dipaparkan mengenai latar belakang
masalah,
pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian,
metodologi penelitian, tinjauan pustaka dan sistematika
penulisan.
BAB II LANDASAN TEORI
Bab ini akan menguraikan landasan teori yang terdiri atas
pengertian
implemantasi, pengertian reportase investigasi dan karakteristik
reportase
investigasi.
BAB III GAMBARAN UMUM SCTV DAN PROGRAM SIGI
INVESTIGASI
Pada bab ini penulis memuat tentang sejarah berdiri dan
perkembangan
SCTV, visi dan misi SCTV, dan struktur direksi SCTV. Deskripsi
program Sigi
Investigasi, visi dan misi Sigi Investigasi, dan struktur
organisasi Sigi
Investigasi.
BAB IV IMPLEMENTASI JURNALISME INVESTIGASI
PROGRAM ACARA SIGI INVESTIGASI DI SCTV
Bab ini berisikan tentang hasil anlisa penulis mengenai
strategi
pelaksanaan investigative reporting yang terdiri atas tahapan,
metode dan
teknik investigative reporting.
BAB V PENUTUP
Bab ini berisikan mengenai kesimpulan dan saran penulis.
-
14
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Implementasi
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, implementasi adalah
pelaksanaan atau penerapan.1 Penerapan merupakan kemampuan
menggunakan materi yang telah dipelajari kedalam situasi konkret
atau nyata.
Implementasi merupakan suatu proses penerapan ide, konsep,
kebijakan, atau inovasi dalam suatu tindakan praktis sehingga
memberikan
dampak, baik berupa perubahan pengetahuan, keterampilan, maupun
nilai, dan
sikap. Implementasi dapat berarti “put something into effect”,
(penerapan
sesuatu yang memberikan efek/dampak).2
Dari definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
implementasi
adalah suatu proses penerapan konsep, atau kebijakan yang telah
dipelajari
kedalam situasi yang nyata, sehingga menimbulkan dampak bagi
orang lain,
baik berupa perubahan pengetahuan, keterampilan, maupun nilai,
dan sikap.
B. Pengertian Reportase investigasi
Reportase investigasi adalah suatu teknik pencarian berita
dan
melaporkan sebuah berita dengan cara pengusutan.3 Jenis
reportase ini
mengandalkan bukti-bukti material, baik berupa dokumen maupun
dari
kesaksian. Reportase adalah suatu laporan perjalanan yang tidak
memerlukan
1 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
(Jakarta:Balai
Pustaka, 1988), h. 327 2 Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi:
Konsep, Karakteristik, dan Implementasi,
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya), cet ke-1, h.31 3 Septiawan
Santana, Jurnalisme Investigasi, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
2004),
cet ke-2, h.11
-
15
persyaratan waktu tetapi ia memerlukan pendalaman tentang suatu
yang jadi
objek kunjungannya. sebuah laporan investigasi harus diperkaya
dengan
kepustakaan karena apa yang ditulis pasti mempunyai pengetahuan
umum
yang luas.4 Dalam kamus komunikasi, kata „Investigative
Reporting’ atau
pelaporan penyelidikan diartikan sebagai kegiatan memberitahukan
suatu
peristiwa melalui media massa sebagai hasil penelaahan yang
seksama dan
pengolahan yang mendalam mengenai masalah sosial.5
Atmakusumah coba menyidiknya dari asal kata Latin. Reporting
berasal
dari kata reportare, yang berarti “membawa pulang sesuatu dari
tempat lain”,
sementara investigative berasal dari kata Latin vestigum, yang
berarti “jejak
kaki”. Pada sisi ini, hal itu menyiratkan berbagai bukti yang
telah menjadi
suatu fakta, berbentuk data dan keterangan, dari sebuah
peristiwa.6
Laporan investigatif (investigative reporting) adalah pencarian
berita
secara mendalam dengan teknik investigasi. Investigative berasal
dari kata “to
investigate” dalam bahasa inggris yang artinya menyelidiki atau
mengusut.
Jadi, dapat dikatakan investigative reporting adalah teknik
mencari dan
melaporkan sebuah berita dengan cara pengusutan. Dalam hal ini,
jurnalis
berusaha menyingkapkan penyelewengan, korupsi, dan kejahatan
yang
dilakukan secara sembunyi-sembunyi.7
Dari segi sejarah, laporan investigasi (investigative
reporting)
berkembang dan dimulai oleh seorang tokoh jurnalis Amerika
Joseph Pulitzer,
4 Yurnaldi, Jurnalistik Siap Pakai, (Padang: Angkasa Raya,
1992), h. 83
5 Onong Uchjana Effendy, Kamus Komunikasi, (Bandung: Mandar
Maju, 1989), h. 192
6 Septiawan Santana, Jurnalisme Investigasi, (Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia, 2004),
cet ke-2, h.135 7 Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi,
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008),
cet ke-26, h. 228
-
16
yang menerbitkan New York World dan St. Louis Dispatch. Teknik
laporan
investigasi (investigative reporting) berkembang sejalan dengan
apa yang
disebutkan jurnalistik jihad (crusading journalism) di Amerika
Serikat, yakni
ketika kejahatan merajalela di Amerika dan para wartawan
memutuskan untuk
memerangi kejahatan itu. Joseph Pulitzer mengatakan kepada
wartawannya,
“janganlah anda hanya puas menyiarkan suatu berita saja, karena
yang harus
dikerjakan seorang wartawan adalah menggali lebih dalam
fakta-fakta yang
masih tersembunyi”. Bagi Pulitzer reporting adalah merupakan
inti dari suatu
karya pengabdian jurnalistik kepada publik.8
Sedangkan menurut Mitchell V. Charnley yang menulis buku
“Reporting”, laporan investigative adalah alat dari wartawan
yang
bertanggung jawab untuk membuat laporan pemberitaan yang
bersifat
mendalam.9
Reportase jenis ini mempunyai kekhasan dalam pemilihan topik
atau
kasus, yakni dengan menentukan satu kasus yang benar-benar
berbobot dan
dikupas secara tuntas, gamblang dan habis-habisan. Data yang
diperoleh dan
disajikan ke pembaca, harus benar-benar akurat, lengkap dan
dapat
dipertanggungjawabkan. Gaya tulisan reportase harus menarik
dibaca. Lead
tetap memegang peranan penting untuk menggugah pembaca
menuntaskan
membaca reportase ini. Gaya bahasa yang lincah tetapi sederhana,
mengikuti
alur cerita yang menarik, kadang diselingi humor dan kadang
menggigit,
8 Dja‟far Assegaf, Jurnalistik Masa Kini, (Jakarta : Ghalia
Indonesia, 1985), cet ke-2, h.
87 9 Septiawan Santana, Jurnalisme Investigasi, (Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia, 2004),
cet ke-2, h.12
-
17
menghentak, sehingga membuat pembaca penasaran dan tak ingin
melepaskan
tulisan itu sebelum selesai membacanya.10
Pekerjaan jurnalisme investigatif, menurut Chris White dari
The
Parliament Magazine di Brussels: pertama, tertuju untuk
mengungkapkan dan
mendapatkan sebuah kisah berita yang bagus dan, kedua, menjaga
masyarakat
untuk memiliki kecukupan informasi dan mengetahui adanya bahaya
di tengah
kehidupan mereka.11
Untuk bisa memenuhi kebutuhan informasi tersebut, ada
baiknya seorang wartawan menempatkan diri sebagai anak kecil
yang selalu
ingin tahu. Ketika diberi hadiah mainan, si anak akan memandang
penuh
selidik, menyentuh, melihat bagian demi bagian, membaui,
menjilat,
mengocok untuk mendengar barangkali ada sesuatu didalamnya. Tak
puas, si
anak akan membongkar mainan itu, ia bisa juga bertanya kepada
orang-orang
dewasa di sekelilingnya. Meminta mereka untuk menjelaskan
hal-hal yang
berkaitan dengan mainan baru itu. Kurang puas, informasi di
brosur, tulisan di
bungkus akan jadi petunjuk. Tujuannya satu, agar jelas mainan
macam apa
yang sedang dipegangnya. Bagi jurnalis, mainan tersebut sama
halnya dengan
peristiwa yang fakta-faktanya perlu diselidiki dengan cermat
agar benar-benar
jelas. Lalu, hasil penyelidikan itu diceritakan lewat berita di
media massa.
Tanpa dilebihkan atau dikurangi. Mau tidak mau, teknik
pengumpulan fakta
harus dikuasai seorang wartawan.12
Karena peristiwa sebagai suatu realitas
sesungguhnya dibangun oleh sejumlah fakta.
10
Koesworo dkk, Dibalik Tugas Kuli Tinta, (Yogyakarta : Yayasan
Pustaka Nusatama,
1994), h. 98 11
Septiawan Santana, Jurnalisme Investigasi, (Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia, 2004),
cet ke-2, h 136 12
Hanif Suranto dan Dicky Lopulalan, Menjadi Wartawan Lokal,
(Jakarta: Lembaga
Studi Pers dan Pembangunan, 2002), cet ke-2, h.13
-
18
Fakta dari suatu realitas tidak selalu statis, melainkan
memiliki
dinamika yang mungkin berubah seiring dengan perubahan peristiwa
itu
sendiri. Fakta itu sendiri belum tentu terkategori, fakta suatu
realitas bisa
berserakan tanpa memperlihatkan hubungan satu sama lain. Baik
hubungan
dalam pengertian tempat,waktu, atau hubungan logis.13
Ada tiga cara dalam
mengumpulkan fakta, diantaranya: pengamatan (observasi),
wawancara dan
riset media.14
Peliputan investigasi pada umumnya adalah upaya untuk
membongkar
sebuah kasus yang ditutup-tutupi atau permasalahan lain yang
menyangkut
kepentingan umum yang tidak transparan. Goenawan Mohamad
meyebut
pekerjaan investigasi yang dilakukan jurnalis adalah pekerjaan
membongkar
kejahatan. Pada abad XX, para jurnalis yang melakukan
investigasi dijuluki
sebagai muckrakers atau “pembongkar kasus”. Karena upaya
pembongkaran
kasus itulah pers mendapat julukan sebagai sang “anjing
penjaga”. Para
pendukung jurnalisme investigasi menyatakan bahwa pers harus
mampu
mencegah para pemimpin politik melakukan hal-hal yang seharusnya
tak
mereka lakukan. Para jurnalis investigasi memaparkan kebenaran
yang mereka
temukan, melaporkan adanya sejumlah kesalahan, dan menyentuh
masyarakat
untuk menanggapi persoalan yang dikemukakan.15
13
Ashadi Siregar, dkk, Bagaimana Meliput dan Menulis Berita Untuk
Media Massa,
(Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2007), cet ke-9, h.34 14
Hanif Suranto dan Dicky Lopulalan, Menjadi Wartawan Lokal,
(Jakarta: Lembaga
Studi Pers dan Pembangunan, 2002), cet ke-2, h.13 15
William C Gaines, Laporan Investigasi Untuk Media Cetak dan
Siaran, Ed. Terjemah,
(Jakarta: Institut Studi Arus Informasi, 2007), h. xvii
-
19
C. Karakteristik Reportase Investigasi
Farid Gaban16
berpandangan bahwa esensi sebuah liputan investigasi
bukanlah soal besar-kecilnya suatu isu, persoalan hidup
sehari-hari pun bisa
menjadi tema liputan investigasi yang dahsyat. Tidak harus
berakhir dengan
kejatuhan seorang presiden seperti Richard Nixon setelah The
Washington
Post mengungkap skandal Watergate di Amerika Serikat, era
1970-an.17
Menurut Farid, kini zaman sudah menuntut wartawan tidak hanya
terpaku pada
investigasi yang menyangkut pejabat atau politisi, tetapi juga
berkaitan dengan
relasi konsumen-produsen atau kejahatan korporasi. Karena itu,
kini
persoalannnya bukan lagi apakah isunya harus nasional,
menyangkut Istana
Negara, Bank Sentral, tetapi bisa juga kantor polsek, pasar
tradisional, bahkan
tempat ibadah.
Hampir setiap karya jurnalis Indonesia yang diberi label
investigasi
selalu menimbulkan perdebatan tentang layak tidaknya predikat
itu disandang.
Hanya sedikit yang diakui beramai-ramai sebagai karya
investigasi. Padahal,
jurnalis tersebut atau medianya merasa sudah jungkir balik
mengerjakannya.18
Seperti laporan Bondan Winarno tentang skandal Busang setebal
270 halaman,
biasanya langsung disebut sebagai produk atau karya jurnalistik
investigatif.
Tentu saja laporan yang panjang belum tentu laporan investigasi.
Sebaliknya,
laporan-laporan pendek atau tayangan lima menit di televisi bisa
merupakan
laporan investigasi, bisa juga bukan. Hal itu dikarenakan,
produk atau karya
16
Farid Gaban adalah seorang peliput perang bosnia yang pernah
bekerja sebagai
redaktur pelaksana di majalah Tempo (1998-2003), dan pernah
memberikan kuliah umum
mengenai Investigative Reporting di London School of Publik
Relation (LSPR) di Jakarta (2008) 17
Dandhy Dwi Laksono, Jurnalisme Investigasi (Bandung: PT Mizan
Pustaka, 2010), cet
ke-1,hal. 40 18
Dandhy Dwi Laksono, Jurnalisme Investigasi (Bandung: PT Mizan
Pustaka, 2010), cet
ke-1,h. 20
-
20
investigasi yang dihasilkan oleh seorang jurnalis pasti
menggunakan teknik
investigasi dalam proses peliputannya, sedangkan teknik
investigasi yang
dilakukan seorang wartawan belum tentu menghasilkan produk atau
karya
jurnalisme investigasi.19
Banyak jurnalis Indonesia berpendapat bahwa status investigasi
bukan
ditentukan oleh panjang pendeknya laporan, atau apakah dia
menggunakan
teknik menyamar dalam liputannya, melainkan apakah laporan
itu
mengungkap kasus kejahatan terhadap kepentingan publik, apakah
laporan itu
tuntas menjawab semua hal tanpa menyisakan sedikit pun
pertanyaan, (karena
kejahatan tersebut biasanya dilakukan secara sistematis), apakah
laporan itu
sudah mendudukkan aktor-aktor yang terlibat disertai buktinya
(karena
sistematis, maka dalam kejahatan itu biasanya ada pembagian
peran, aktor
pengecoh, dan kambing hitam atau korban), serta apakah pembaca/
pendengar/
penonton sudah paham dengan kompleksitas masalah yang
dilaporkan.20
Dandhy mengungkapkan jurnalisme investigasi biasanya
memenuhi
elemen-elemen ini :
1. Mengungkap kejahatan terhadap kepentingan publik, atau
tindakan yang
merugikan orang lain.
2. Skala dari kasus yang diungkap cenderung terjadi secara luas
atau
sistematis (ada kaitan atau benang merah).
3. Menjawab semua pertanyaan penting yang muncul dan
memetakan
persoalan dengan gamblang.
19
Dandhy Dwi Laksono, Jurnalisme Investigasi (Bandung: PT Mizan
Pustaka, 2010), cet
ke-1,h.21 20
Dandhy Dwi Laksono, Jurnalisme Investigasi (Bandung: PT Mizan
Pustaka, 2010), cet
ke-1,h. 23
-
21
4. Mendudukkan aktor-aktor yang terlibat secara lugas, didukung
bukti-bukti
yang kuat.
5. Publik bisa memahami kompleksitas masalah yang dilaporkan dan
bisa
membuat keputusan atau perubahan berdasarkan laporan itu.21
Tanpa kelima elemen tersebut, sebuah laporan panjang
barangkali
hanya bisa disebut sebagai laporan mendalam (in-depth
reporting). Untuk
mendapatkan kelima elemen tersebut, tentu ada teknik dan metode
yang bisa
digunakan.
Robert Greene22
dari Newsday (Amerika) menegaskan adanya elemen
“disembunyikan” dan “orisinal” dalam sebuah laporan investigasi.
Menurut
Greene, topik seputar kejahatan publik saja tidak cukup layak
disebut
investigasi, tapi haruslah yang orisinal, dan bukan
menindaklanjuti investigasi
pihak lain, seperti polisi atau jaksa. Itulah jurnalisme
investigasi. Peraih
Pulitzer23
pada 1970 dan 1974 ini juga menegaskan pentingnya elemen
“dirahasiakan oleh mereka yang terlibat”. Jadi bila ada
kejahatan yang
sengaja ditutup-tutupi, maka itulah pintu masuk untuk
jurnalisme
investigasi.24
1. Perbedaan Investigative Reporting dengan In-Depth
Reporting
Di Indonesia banyak orang tak bisa membedakan mana sebuah
tulisan in-
depth reporting (laporan mendalam) dan mana sebuah
investigation
21
Dandhy Dwi Laksono, Jurnalisme Investigasi (Bandung: PT Mizan
Pustaka, 2010), cet
ke-1,h. 24 22
Robert Greene adalah seorang jurnalis senior asal Amerika, yang
juga dikenal sebagai
“Bapak Jurnalisme Investigasi Modern” (dalam buku Jurnalisme
Investigasi karya Dandhy Dwi
Laksono, cet ke-1) 23
Pulitzer adalah penghargaan tertinggi untuk sebuah karya
jurnalistik 24
Dandhy Dwi Laksono, Jurnalisme Investigasi (Bandung: PT Mizan
Pustaka, 2010), cet
ke-1,h.25
-
22
reporting (laporan investigasi). Misalnya pengungkapan skandal
korupsi
Pertamina oleh harian Indonesia Raya pada awal 1970-an yang
oleh
kalangan jurnalis biasanya langsung disebut sebagai model awal
praktek
peliputan investigasi di Indonesia. Posisi sebuah laporan
investigasi
memang demikian tingginya dalam jurnalisme. Baik dari sisi
kesulitan,
dampak maupun perlakuan yang diberikan kepadanya. Perlakuan
istimewa
terhadap pekerjaan investigasi secara jelas bisa dilihat dari
kode etik
sejumlah organisasi profesi wartawan, termasuk Kode Etik
Wartawan
Indonesia (KEWI) yang melarang wartawan untuk menyogok
narasumber
demi mendapatkan berita, kecuali untuk kepentingan investigasi.
Kalangan
wartawan sendiri menilai pekerjaan investigasi adalah induk dari
semua
bentuk jurrnalisme (investigative reporting is the mother’s
of
journalism).25
In-depth reporting atau laporan mendalam biasanya juga
disajikan
panjang lebar. Tetapi, dia hanya berhenti pada pemetaan masalah.
Laporan
investigasi lebih maju dengan mencari di mana letak
kesalahannya, apakah
terjadi secara sistematis, dan siapa saja yang terlibat dan
bertanggung
jawab. Karena jurnalisme investigasi adalah produk jurnalistik
yang
mengungkap cerita dibalik sebuah berita.26
Bila dibedakan antara laporan biasa (regular news), laporan
mendalam (in-
depth reporting), dan laporan investigasi (investigative
reporting),
barangkali perbandingannya adalah sebagai berikut :
25
William C Gaines, Laporan Investigasi Untuk Media Cetak dan
Siaran, Ed. Terjemah,
(Jakarta: Institut Studi Arus Informasi, 2007), h. xv 26
Dandhy Dwi Laksono, Jurnalisme Investigasi (Bandung: PT Mizan
Pustaka, 2010), cet
ke-1,h. 31
-
23
Tabel 1.1 : Perbedaan Regular News, In-depth dan
Investigative27
Regular News In-depth Investigative
Laporan yang
menceritakan
Laporan yang
menjelaskan
Laporan yang menunjukan
Menceritakan
apa,siapa,di
mana,kapan,
mengapa,bagaiman
a (5W+1H)
Lebih menjelaskan
bagaimana dan
mengapa (how dan
why)
Lebih menunjukan apa dan
siapa (what dan who)
Sebagai informasi
(data) bagi publik
Memberi
pengetahuan dan
pemahaman
Membeberkan dan meluruskan
persoalan dengan bergerak
maju ke pertanyaan:
bagaimana bisa, sampai sejauh
apa, dan siapa saja.
Sebagai ilustrasi sederhana, dalam regular news jurnalis
bercerita
kepada orang lain dengan suara-nya. Dalam in-depth, jurnalis
bercerita
sembari memperlihatkan ekspresi wajahnya. Sementara dalam
investigative, di akhir cerita, jurnalis menggunakan
telunjuknya.28
2. Modal Dasar Laporan Investigasi
a. Kemauan, Ketekunan, dan Keberanian
Tanpa modal pertama ini, anggaran dan daya dukung logistik
sebesar apa pun, akan membuat sebuah proyek investigasi macet
dan
hanya menghambur-hamburkan uang. Wartawan yang ingin
menekuni
investigasi sebaiknya punya komitmen unntuk berkorban
sebelum
menuntut pihak lain berkorban. Salah satu pengorbanan yang
harus
dibuktikan adalah kesediannya meluangkan waktu. Pengorbanan
27
Dandhy Dwi Laksono, Jurnalisme Investigasi (Bandung: PT Mizan
Pustaka, 2010), cet
ke-1,h.31 28
Dandhy Dwi Laksono, Jurnalisme Investigasi (Bandung: PT Mizan
Pustaka, 2010), cet
ke-1,h.32
-
24
waktu menjadi indikator apakah seorang jurnalis memiliki
kemauan
yang kuat atau tidak.29
Ketekunan tak kalah pentingnya, ketekunan adalah kunci
suksesnya sebuah liputan investigasi. Tanpa ketekunan, wartawan
akan
mudah frustasi atau terburu-buru mengambil kesimpulan,
sekedar
untuk mengakhiri masa liputan yang panjang.
Keberanian seorang wartawan adalah salah satu modal utama
dalam kerja-kerja investigasi. Manajemen nyali adalah sesuatu
yang
harus dilakukan tidak saja oleh mereka yang bekerja di
lapangan,
tetapi juga tim pendukungnya. Tim pendukung yang bekerja di
kantor
tak boleh menjadi “provokator” yang bisa menjerumuskan rekannya
di
lapangan dalam resiko, tetapi di saat yang sama, mereka juga
tidak
boleh menjadi faktor yang melucuti semangat, dan tanpa disadari
hal
tersebut bisa menjadi bagian dari teror yang akan menghambat
gerak
maju proses peliputan.30
b. Jejaring yang luas
Dalam kerja-kerja investigasi, jejaring yang sangat
bermanfaat
biasanya justru didapat dari mereka yang bukan pejabat atau
orang
terkenal. Mereka bisa sopir pribadi, sekretaris, tukang parkir,
pemilik
kios, atau tukang fotokopi dokumen. Mereka adalah jejaring
potensial
untuk mendapatkan dokumen apa saja, termasuk surat menyurat
dengan kategori rahasia.31
29
Dandhy Dwi Laksono, Jurnalisme Investigasi (Bandung: PT Mizan
Pustaka, 2010), cet
ke-1,h. 60 30
Dandhy Dwi Laksono, Jurnalisme Investigasi (Bandung: PT Mizan
Pustaka, 2010), cet
ke-1,h. 70 31
Dandhy Dwi Laksono, Jurnalisme Investigasi (Bandung: PT Mizan
Pustaka, 2010), cet
ke-1,h. 83
-
25
Memelihara jejaring bagi wartawan adalah keniscayaan, meski
secara realistis kita tidak mungkin menggarap semua jenis
jejaring.
Wartawan kadang harus memilih, jejaring mana yang menjadi
spesialisasinya; apakah kepolisian, kalangan pemain saham,
penyelidik
pajak, atau orang-orang LSM lingkungan. Semakin banyak topik
yang
pernah diliput, biasanya semakin banyak pula variasi
jejaring
narasumbernya.
c. Pengetahuan yang Memadai
Informasi dan ide liputan investigasi sebenarnya bisa
didapat
dari mana saja. Yang perlu dilakukan seorang wartawan adalah
membuka semua pancaindera dan terus menerus melatih
kepekaan,
ketekunan dan kesabaran. Setelah menerima sebuah informasi,
yang
perlu dilakukan selanjutnya adalah menakar atau menentukan
nilai
informasi itu.
Pengetahuan dan pengalaman seseorang akan meningkatkan
bobot assessment-nya (menilai informasi) pada sebuah
informasi.
Sepotong informasi baru memiliki nilai berita bila wartawan
memiliki
pengetahuan yang cukup untuk menakar dan menilai kadarnya.
Dalam memunculkan sebuah ide liputan, dibutuhkan dua syarat:
1) Menangkap informasi dengan pancaindra
2) Melakukan assessment; yakni menggunakan pengetahuan dan
pengalaman untuk menakar atau menilai bobot informasi itu.
Dengan melakukan assessment, maka seorang jurnalis bisa
menemukan titik bidik tentang apa yang salah dari sebuah
peristiwa
-
26
atau fenomena tertentu.32
d. Keterampilan Mengemas Laporan
Seorang wartawan harus memiliki keterampilan dan jeli dalam
pengemasan sebuah berita. Ini ibarat seorang koki yang akan
mengolah
bahan-bahan mentah yang bekualitas super menjadi sajian kuliner,
bila
dia gagal menyajikannya menjadi menu yang enak, maka semua
usahanya akan sia-sia. Karena itu, dalam sebuah tim investigasi
tidak
saja dibutuhkan para pemburu lapangan yang militan, tetapi
juga
seorang “koki” yang handal. Karena tujuan akhir sebuah karya
jurnalistik adalah kepentingan publik, maka memenangi
kompetisi
untuk meraih perhatian publik adalah esensinya.33
Sangat penting bagi setiap wartawan mengenal karakter media
dan topik liputan investigasi yang akan digarapnya. Karena,
tidak
semua topik liputan investigasi cocok untuk semua media, ada
topik-
topik tertentu yang akan lebih maksimal dampaknya bila digarap
oleh
jenis media tertentu, karena setiap media mempunyai
kelebihan-
kelebihan yang memang melekat pada sifat medianya. Rumusnya
sederhana saja:
1) Angka dan data untuk media cetak/Internet
2) Rekaman suara untuk radio
3) Gambar bergerak untuk televisi
Secara umum, tabel di bawah ini bisa membantu memberi
32
Dandhy Dwi Laksono, Jurnalisme Investigasi (Bandung: PT Mizan
Pustaka, 2010), cet
ke-1,h. 98 33
Dandhy Dwi Laksono, Jurnalisme Investigasi (Bandung: PT Mizan
Pustaka, 2010), cet
ke-1,h. 103
-
27
gambaran tentang topik investigasi dan orientasi jenis medianya
:
Tabel 1.2 Gambaran Topik investigasi dan orientasi jenis
medianya34
Cetak/Internet Radio Televisi
Topik Skandal
keuangan,
manipulasi
Kejahatan terhadap
konsumen,
malpraktik
Kejahatan lingkungan,
kejahatan kemanusiaan
Kekuatan Data, dokumen,
foto, deskripsi
lapangan
Kesaksian, laporan
pandangan mata di
lapangan
Rekaman peristiwa
(footage), gambar hasil
penelusuran/temuan
lapangan
e. Komitmen Institusi media
Dalam urusan yang satu ini, sulit rasanya jika tidak
membanggakan majalah Tempo. Tiga dari lima nominator
penghargaan Mochtar Lubis Award untuk kategori investigasi
tahun
2008 diantaranya adalah para wartawan Tempo. Sebagian media
biasanya hanya mau gagah-gagahan dengan label investigasi,
tetapi
enggan melakukan investasi untuk mewujudkannya. Sebuah
proyek
investigasi memang membutuhkan biaya besar bila topik yang
diliput
sangat kompleks. Data Serikat Penerbit Surat Kabar (SPS) tahun
2008
menyebut, ada 1.008 penerbitan media cetak. Sementara
panitia
Mochtar Lubis Award tahun yang sama hanya menerima 13
kiriman
karya investigasi. Hal ini sangat memprihatinkan juga
memalukan.
Sebagian besar yang melatarbelakangi hal tersebut adalah
persoalan
berpikir atau mindset yang hanya di orientasikan pada bisnis
dan
keuntungan, karena menganggap sebuah laporan investigasi
hanya
34
Dandhy Dwi Laksono, Jurnalisme Investigasi (Bandung: PT Mizan
Pustaka, 2010), cet
ke-1,h. 107
-
28
membuang-buang waktu dan biaya.35
Sebuah proyek investigasi jelas membutuhkan dukungan dan
komitmen institusi media. Bagi media yang hanya mengejar
keuntungan bisnis, seharusnya bisa dilawan dengan kebijakan
pemerintah yang lebih tegas dalam menentukan syarat-syarat bagi
para
pemegang hak frekuensi, untuk mengalokasikan durasi siarannya
di
jam-jam yang masuk akal bagi pelayanan informasi pada
publik.36
Di
sisi lain, dukungan instutusi media hanya akan muncul bila,
sekali lagi,
para jurnalis memang menunjukan semangat dan dedikasi tinggi
untuk
bekerja demi kepentingan publik. Dukungan modal dan logistik
bisa
dicari dan diperjuangkan. Tapi bila semangat yang hilang, ke
mana
pula hendak diusahakan. Kesadaran bahwa produk-produk
investigasi
adalah (1) bagian dari investasi bisnis dalam industri,
mestinya
bertemu dengan (2) kepentingan nilai-nilai jurnalisme yang
bekerja
untuk kepentingan publik, dan (3) tuntutan profesionalisme
para
wartawan untuk meningkatkan kapasitasnya sebagai pengumpul
informasi.37
3. Tahapan dalam Perencanaan Reportase Investigasi
Dalam perencanaan sebuah liputan investigasi, sangat penting
untuk
merumuskan hipotesis yang jelas untuk diuji di lapangan. Semua
itu hanya
bisa dilakukan dengan sebuah perencanaan yang baik. Hal itu
dikarenakan
35
Dandhy Dwi Laksono, Jurnalisme Investigasi (Bandung: PT Mizan
Pustaka, 2010), cet
ke-1,h. 115 36
Dandhy Dwi Laksono, Jurnalisme Investigasi (Bandung: PT Mizan
Pustaka, 2010), cet
ke-1,h.126 37
Dandhy Dwi Laksono, Jurnalisme Investigasi (Bandung: PT Mizan
Pustaka, 2010), cet
ke-1,h. 126
-
29
sebuah kejahatan yang terencana hanya bisa diungkap oleh
upaya-upaya
yang juga terencana. Plus nasib baik dan keberuntungan.38
Berikut ini adalah garis besar beberapa tahapan/ langkah
perencanaan dalam sebuah proyek investigasi: 39
a. Membentuk sebuah tim (Multi-Spesialisasi)
Dalam sebuah proyek investigasi, keberadaan tim investigasi
tidak berarti harus banyak orang. Semua bergantung pada
kompleksitas
kasus yang sedang ditangani. Namun, meski kasusnya terlihat
sederhana, kadang tetap dibutuhkan lebih dari satu kepala.
Sesakti apa
pun seorang jurnalis, tetap membutuhkan orang lain baik
formal
maupun informal, setidaknya sebagai partner diskusi. Mereka
yang
terjun ke lapangan biasanya sangat menguasai detail, sehingga
kerap
kehilangan perspektif besar (Wide angle) atau tersesat arah
liputannya.
Karena itu diperlukan mitra yang mengawasi dan mengawal
proses
peliputan dan penggarapan jalan ceritanya.
Fungsi tim dalam investigasi bukanlah soal pembagian kerja
semata, tetapi untuk saling menjaga substansi cerita. Pembagian
kerja
hanyalah salah satu strategi menyiasati keterbatasan waktu
dan
menghindari proses yang lama bila hanya dikerjakan satu
orang.40
Keuntungan lain bekerja dalam tim adalah keterlibatan orang-
orang dengan spesialisasi tertentu. Sebuah tim investigasi yang
baik,
selalu membuka kemungkinan untuk melibatkan reporter dari
aneka
38
Dandhy Dwi Laksono, Jurnalisme Investigasi (Bandung: PT Mizan
Pustaka, 2010), cet
ke-1,h. 131 39
Dandhy Dwi Laksono, Jurnalisme Investigasi (Bandung: PT Mizan
Pustaka, 2010), cet
ke-1,h.132 40
Dandhy Dwi Laksono, Jurnalisme Investigasi (Bandung: PT Mizan
Pustaka, 2010), cet ke-1,h 133
-
30
jenis kelamin, -bahkan orientasi seksual- untuk memudahkannya
dalam
kegiatan-kegiatan penyamaran atau pendekatan kepada
narasumber
atau komunitas tertentu.
Dalam skala isu yang lebih sederhana, tim investigasi
mungkin
hanya terdiri dari seorang reporter dan seorang redaktur.
Reporter di
lapangan merangkap sebagai fotografer, redaktur yang menulis
dan
melakukan verifikasi data. Karena itu, esensi dari pembagian
kerja
dalam tim investigasi adalah mencari spesialis terbaik
berdasarkan
kebutuhan, bukan semata-mata mengurangi beban kerja setiap
orang.41
b. Riset dan Observasi Awal (Survey)
Riset dalam investigasi biasanya dipahami sebagai fase yang
harus dilakukan sebelum turun ke lapangan. Tetapi ada kalanya
riset
juga bisa menjadi inti dari action investigasi itu sendiri,
terutama bila
dari hasil riset iitu bisa ditarik kesimpulan. Atau riset itu
menjawab
hipotesis yang telah kita bangun.42
Seperti halnya riset, ada dua jenis observasi yang akan
muncul
dalam “teori investigasi”. Pertama observasi untuk
pengumpulan
informasi guna menyusun perencanaan, atau bisa juga disebut
survei,
dan kedua adalah teknik observasi yang digunakan dalam
sebuah
liputan (yang biasanya dilakukan oleh jurnalis media cetak atau
radio).
Bagi seorang jurnalis televisi, teknik observasi tak akan
menghasilkan
apa-apa tanpa membawa kamera video.43
41
Dandhy Dwi Laksono, Jurnalisme Investigasi (Bandung: PT Mizan
Pustaka, 2010), cet ke-1,h. 136
42 Dandhy Dwi Laksono, Jurnalisme Investigasi (Bandung: PT Mizan
Pustaka, 2010), cet
ke-1,h 140 43
Dandhy Dwi Laksono, Jurnalisme Investigasi (Bandung: PT Mizan
Pustaka, 2010), cet
ke-1,h. 142
-
31
Observasi/ survei dalam tahap perencanaan biasanya dilakukan
dalam topik-topik yang lebih kompleks dan membutuhkan kerja
sama
tim di lapangan. Survei penting dilakukan sebelum
menerjunkan
pasukan multi-tim di medan yang akan diliput. Untuk jurnalis
televisi/
radio, misalnya, observasi/ survei penting dilakukan sebelum
memutuskan akan menempatkan berapa kamera atau alat perekam
dan
di titik mana saja. Hasil observasi awal ini akan dibawa ke
rapat
perencanaan untuk menentukan berapa orang yang akan
diterjunkan,
siapa saja, apa resiko terburuknya, dan berapa
anggarannya.44
Liputan investigasi membutuhkan perencanaan yang baik.
Karena itu, semua jenis informasi harus digelar di atas meja,
sebelum
mengambil keputusan dan merumuskan strategi peliputannya.
Informasi itu bisa berupa berita kecil di koran, keterangan
dari
narasumber (whistle blower), hasil riset dokumen hingga laporan
hasil
survei lapangan. Tanpa melakukan semua ini, sebuah kerja
investigasi
hanya akan menjadi “sensasi petualangan liputan yang
mendebarkan”,
daripada sebuah kerja sistematis yang terencana, terukur, dan
rasional.
c. Menentukan Angle (Fokus) dan Hipotesis
Angle dan fokus liputan ditentukan oleh sebuah pertanyaan
sederhana : Apa yang hendak diungkap?45
Di sinilah pentingnya menentukan sudut bidik liputan
(angle),
sekaligus fokus ke bagian tertentu yang hendak dicari
jawabannya.
Tidak ada aturan baku dalam merumuskan angle, memilih angle
dalam
44
Dandhy Dwi Laksono, Jurnalisme Investigasi (Bandung: PT Mizan
Pustaka, 2010), cet
ke-1,h 143 45
Dandhy Dwi Laksono, Jurnalisme Investigasi (Bandung: PT Mizan
Pustaka, 2010), cet
ke-1,h. 149
-
32
liputan persis seperti kerja kamera belaka, sama-sama memotret
sebuah
fenomena, tetapi pemilihan sudut menjadi penting karena akan
membuat gambar tersebut bercerita dengan sendirinya.
Dadi Sumaatmadja, seorang wartawan senior yang pernah
menggawanggi Metro Realitas di Metro TV kerap menggunakan
teknik-teknik investigasi dalam liputannya. Sebelum menentukan
angle
atau fokus liputan, menurut Dadi, penting bagi seorang wartawan
untuk
mengumpulkan semua informasi dan menyusunnya dalam pohon
masalah. Menurutnya, setiap cerita memiliki unsur-unsur yang
juga
dimiliki sebuah pohon. Ada akar, ada batang utama, ada
cabang-cabang
masalah, ada ranting-ranting, dan ada dedaunan yang “menutupi”
fakta.
Juga ada puncak pohon atau kambium yang biasanya sulit
terjangkau
oleh penglihatan, padahal justru itulah bagian terpenting.
Pohon masalah ala Dadi, bisa juga digunakan sebagai kompas
di tengah-tengah proses peliputan agar tidak tersesat. Ini agar
wartawan
tetap bisa menentukan mana cerita utama yang sedang kita kejar,
dan
mana bumbu-bumbu cerita yang sepertinya sedap, tetapi
sebenarnya
tak terlalu penting.46
Setelah menentukan angle dan fokus liputan, wartawan perlu
merumuskan hipotesis yang akan diujinya di lapangan. Hipotesis
ini
bisa disusun secara deduktif (logika) maupun induktif
(informasi). Bisa
disusun dengan melihat pola peristiwa serupa yang pernah
terjadi, bisa
juga dirumuskan dari potongan-potongan fakta yang telah
terkumpul.
46
Dandhy Dwi Laksono, Jurnalisme Investigasi (Bandung: PT Mizan
Pustaka, 2010), cet
ke-1,h 151
-
33
Bila angle bertanya : “apa yang hendak diungkap?”, maka
hipotesis akan menjawab pertanyaan itu, lalu merumuskan
dugaan
berdasarkan kaitan logis dan potongan fakta yang sudah ada
di
tangan.47
Tidak ada salah-benar dalam hipotesis, yang ada ialah
seberapa
bermutu hipotesis yang disusun. Semakin baik mutu hipotesis,
maka
semakin terarah investigasi yang dilakukan, dan semakin banyak
energi
yang bisa dihemat. Jadi, kualitas sebuah hipotesis
sebenarnya
ditentukan oleh :
1) Kualitas informasi yang sudah dikumpulkan, dan
2) Seberapa kuat riset yang dilakukan, baik riset dokumen
maupun
survei lapangan
Mutu sebuah hipotesis sangat ditentukan oleh mutu proses
yang
dijalani sebelumnya. Dan karena sifatnya dugaan, hipotesis
bisa
diperbarui di tengah jalan, dimodifikasi, bahkan diganti total,
sesuai
prioritas dan perkembangan temuan.48
d. Merencanakan Strategi Eksekusi
Setelah merumuskan hipotesis, langkah selanjutnya adalah
merancang strategi eksekusi liputan. Ini semacam merancang
skenario
jalannya “operasi tempur”, harus ada lebih dari satu rencana.
Plan A,
plan B, plan C, dan seterusnya. Perencanaan strategi ini
biasanya
meliputi siapa melakukan tugas apa, di mana, bagaimana caranya,
apa
47
Dandhy Dwi Laksono, Jurnalisme Investigasi (Bandung: PT Mizan
Pustaka, 2010), cet
ke-1,h.159 48
Dandhy Dwi Laksono, Jurnalisme Investigasi (Bandung: PT Mizan
Pustaka, 2010), cet
ke-1,h 160
-
34
resikonya, dan bagaimana logistiknya. Logistik yang dimaksud
bisa
saja berupa peralatan peliputan hingga uang cash. Tapi pada
dasarnya,
strategi peliputan adalah jawaban atas pertanyaan how:
“bagaimana
investigasi ini dijalankan?”.49
Strategi operasi menuntut kecermatan hingga ke detail.
Semuanya dikembangkan secara dinamis sesuai kebutuhan.
Intinya,
target ditetapkan dan jalan menuju ke sana harus digambarkan
secara
jelas. Termasuk jalur-jalur alternatifnya.
e. Menyiapkan Skenario Pasca-Publikasi
Bila ada media cetak yang paling banyak melakukan
investigasi, barangkali memang Tempo. Dan bila ada media
yang
paling banyak digugat orang, jawabannya juga Tempo. Ada guyonan
di
kalangan siswa bahwa semakin banyak belajar, semakin banyak
lupa.
Kalau tak mau banyak lupa, ya jangan banyak belajar. Analogi
lain
barangkali seperti seorang pria yang di tubuhnya penuh bekas
luka,
karena berbagai pengalaman di medan petualangan. Sementara
yang
mulus, wangi dan klimis tak pernah mengambil resiko
apa-apa.50
Koran peraih lima kategori Pulitzer tahun 2009 seperti The
New
York Times sekalipun, tak luput dari gugatan saat menulis
tentang
Indonesia. Yang menggugat adalah bos Newmont Minahasa,
Richard
Bruce Ness, dengan nilai gugatan 64 juta dolar Amerika. Begitu
pula
dengan majalah Time yang digugat keluarga Soeharto Rp 1
triliun
setelah menurunkan laporan “Soeharto Inc”. Begitu juga
dengan
49
Dandhy Dwi Laksono, Jurnalisme Investigasi (Bandung: PT Mizan
Pustaka, 2010), cet
ke-1,h. 162 50
Dandhy Dwi Laksono, Jurnalisme Investigasi (Bandung: PT Mizan
Pustaka, 2010), cet
ke-1,h 165
-
35
liputan Bondan tentang skandal Busang yang digugat Mentamben
Ida
Bagus Sudjana hingga Rp 1 triliun.51
Selain menghadapi gugatan hukum, sebuah produk jurnalistik-
terutama investigasi- juga menghadapi ancaman lain seperti
tindak
kekerasan, baik terhadap media maupun individu jurnalisnya.
Dalam
kasus liputan kebakaran pasar Tanah Abang (Maret 2003) yang
menyinggung-nyinggung nama Tommy Winata, Tempo, menghadapi
ketiga-tiganya: kantornya digeruduk, pemimpin redaksinya
dipukul,
medianya digugat.
Setelah ada gugatan atas artikel “Ada Tommy di Tenabang”
itu,
Tempo memang lebih berhati-hati. Ada sekelompok ahli hukum
yang
bertugas menelaah kemungkinan celah gugatan dari setiap artikel
yang
dianggap sensitif sebelum diterbitkan. Hal ini juga banyak
digunakan
oleh media di Negara-negara maju. Metro Realitas juga beberapa
kali
mengonsultasikan materi yang akan ditayangkan kepada
pengacara
tertentu.
Berbagai ancaman kerap dialami wartawan secara individu
selama melakukan liputan atau setelah publikasinya. Karena
itu,
menyiapkan skenario pasca-publikasi harus menjadi bagian
dari
perencanaan. Segala kemungkinan perlu diinventarisasi, tidak
hanya
agar resiko bisa diantisipasi, tetapi yang lebih penting
persepsi
ancaman itu akan membuat sebuah tim bisa lebih teliti dan
akurat
dalam menyusun sebuah laporan untuk publik. Mengungsi
sementara
atau mengganti nomor telepon adalah jurus-jurus yang banyak
51
Dandhy Dwi Laksono, Jurnalisme Investigasi (Bandung: PT Mizan
Pustaka, 2010), cet
ke-1,h. 166
-
36
dilakukan wartawan saat merasakan adanya ancaman. Semuanya
bergantung pada situasi dan kondisi yang dihadapi.52
Cara paling mudah untuk menyiapkan skenario pascapublikasi
adalah menyusun daftar ancaman, mulai dari yang teringan
hingga
yang paling berat. Mulai dari protes atau somasi, gugatan
perdata, delik
pidana, menghadapi unjuk rasa, hingga ancaman keselamatan
jiwa.
Dari daftar tersebut lalu dirumuskan langkah-langkah yang
harus
diambil bila hal itu benar-benar terjadi.
Reaksi dari mereka yang merasa dirugikan dengan sebuah
pemberitaan memang bermacam-macam. Hal ini pula yang perlu
diidentifikasi dalam menyusun perencanaan. Rapat harus
mengidentifikasi pihak-pihak mana saja yang mungkin
terimbas,
terkena, atau tersinggung dengan hasil investigasi tersebut.
Karena,
mereka yang melakukan kejahatan terorganisasi dan sistematis
juga
menyiapkan berbagai skenario bila kegiatannya diusik media.
Maka
alangkah naifnya bila media massa sendiri tidak meyiapkan
diri
menghadapi hal tersebut.
4. Metode Investigasi
Dalam rangka mendapatkan kedua hal tersebut (tahapan
pelaksanaan investigasi), ada beberapa metode investigasi yang
bisa
digunakan, seperti, melacak keberadaan dokumen (paper trail),
melacak
orang (people trail), atau menelusuri aliran uang (money
trail-follow the
money).53
52
Dandhy Dwi Laksono, Jurnalisme Investigasi (Bandung: PT Mizan
Pustaka, 2010), cet
ke-1,h 167 53
Dandhy Dwi Laksono, Jurnalisme Investigasi (Bandung: PT Mizan
Pustaka, 2010), cet
ke-1,h. 187
-
37
a. Paper Trail
Paper trail atau material trail adalah bukti fisik dalam
konsep
jurnalisme. Material bisa berupa dokumen kertas, dokumen
digital,
bukti foto, rekaman video, atau rekaman audio yang bisa
diperoleh dari
penelusuran atas materi yang sudah ada (di tangan pihak lain),
maupun
dari hasil kerja-kerja lapangan yang dilakukan sendiri oleh
para
jurnalis.
Menelusuri bukti fisik (materials trail) baik berupa dokumen,
foto,
rekaman suara, atau rekaman video bisa dilakukan dengan tips
sebagai
berikut :
1) Siapa yang secara sah memilikinya ?
2) Siapa yang mungkin ikut memilikinya ?
3) Di mana bisa diperoleh ?
4) Di mana lagi bisa diperoleh ?
5) Bagaimana cara memperolehnya ?
6) Siapa yang bisa membantu mendapatkannya ?
Dengan cara ini, seorang jurnalis tidak akan mudah panik
dan menyerah untuk mendapatkan bukti fisik apa pun yang akan
mendukung inti cerita.
b. People Trail
People trail yakni menelusuri keberadaan jati diri seseorang
atau narasumber. Baik mereka yang diduga terlibat, maupun
mereka
yang mengetahui seluk-beluk masalah tersebut. 54
54
Dandhy Dwi Laksono, Jurnalisme Investigasi (Bandung: PT Mizan
Pustaka, 2010), cet
ke-1,h. 194
-
38
Metode ini kerap kali digunakan dalam tahap mencari
kesaksian,
metode ini akan membantu seorang jurnalis memetakan dengan
baik,
siapa menjalankan peran apa, dan siapa yang memiliki versi lain
atas
semua keterangan yang ada.
Ide dasar dari metode people trail dalam investigasi adalah:
1) Untuk mengetahui para aktor dalam sebuah kasus dan
memilah-
milah perannya.
2) Mencari keterkaitan antara satu kejadian dan kejadian lain,
melalui
benang merah orang.
3) Menentukan sumber-sumber penting lain yang bisa membantu
jurnalis memecahkan kasus tersebut.55
Memulai people trail bisa dari memetakan siapa saja yang
diuntungkan atau siapa saja yang dirugikan dalam sebuah
kasus
tertentu. Lalu setelah orang per orang dipetakan, seorang
jurnalis bisa
menggunakan analisis unit sosial atau struktur sosial untuk
membantu
memperoleh gambaran yang lebih jelas. Seorang jurnalis
investigasi
dalam hal ini bisa mengembangkan pendekatan sendiri, karena
pada
dasarnya kerja-kerja investigasi adalah seni, bukan ilmu eksakta
yang
penuh teori.56
c. Money Trail
Metode menelusuri asal-usul dan aliran arah uang dalam
mengungkap sebuah kasus juga mujarab. Uang kerap menjadi
benang
55
Dandhy Dwi Laksono, Jurnalisme Investigasi (Bandung: PT Mizan
Pustaka, 2010), cet
ke-1,h. 194 56
Dandhy Dwi Laksono, Jurnalisme Investigasi (Bandung: PT Mizan
Pustaka, 2010), cet
ke-1,h. 198
-
39
merah atas segala hal. Uang adalah salah satu motivasi utama
manusia
berbuat sesuatu. Karena itu, mengikuti aliran dan asal-usul uang
bisa
menuntun para jurnalis menemukan siapa saja yang bermain.
Jurnalis dengan segala keterbatasannya memang tidak mungkin
menelusuri rekening pribadi orang per orang. Ada aturan
tentang
kerahasiaan bank, di mana hanya pihak dengan otoritas tertentu
seperti
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang
bisa
melakukannya. Namun, seorang jurnalis tetap bisa menggunakan
instrument uang sebagai bagian dari metode peliputannya.
Tanpa
menuding bahwa seseorang menikmati uang dari hasil
kejahatan,
misalnya, jurnalis bisa membandingkan antara pendapatan
per-bulan
seseorang dengan kondisi rumah dan hartanya yang serba
mewah,
terutama setelah kasus tersebut mencuat.57
Gaya hidup seseorang yang berubah secara drastis juga bisa
menjadi petunjuk adanya aliaran uang dalam jumlah besar yang
masuk
ke dalam kehidupannya. Kesaksian ini bisa diberikan oleh
tetangga
atau kenalan yang tak terlalu akrab dengan korban.
Sementara,
keluarga atau sahabat kurang cocok untuk ditanya perihal ini
karena
akan menimbulkan kecurigaan.
5. Teknik Investigasi
Dalam investigasi, teknik penyamaran kerap kali digunakan
para
jurnalis. Tapi penyamaran sendiri sebenarnya adalah teknik umum,
setelah
memutuskan menyamar, jurnalis harus memerinci bentuk
penyamaran
57
Dandhy Dwi Laksono, Jurnalisme Investigasi (Bandung: PT Mizan
Pustaka, 2010), cet
ke-1,h. 207
-
40
seperti apa yang akan digunakan. Apakah menyamar menjadi
kelompok
target, di luar target, atau hanya menempel ke target.58
a. Penyamaran Melebur (immerse)
Teknik ini biasanya dipakai bila ingin “menangkap basah”
sebuah aktivitas, seperti menyamar sebagai pemakai atau
pembeli
narkoba untuk mendapatkan kontak dengan jaringan pengedar.
Bila
ditimbang skala resiko, barangkali teknik inilah yang paling
tinggi
resikonya, tapi juga menjanjikan hasil yang paling maksimal
karena
reporter berada di “episentrum” peristiwa atau objek
liputannya.59
Untuk itu, sebelum memutuskan menggunakan teknik ini, semua
strategi dan skenario peliputan harus disusun
secermat-cermatnya
dengan berbagai rencana cadangan, khususnya dalam aspek
keamanan.
b. Penyamaran Menempel (embedded)
Penyamaran menempel adalah teknik “kuda troya”, di mana
jurnalis memanfaatkan objek tertentu sebagai kendaraan untuk
mendapatkan fakta, keterangan, atau akses. Teknik embedded
ini,
misalnya, banyak digunakan para jurnalis yang ingin menembus
penjara dengan menyamar sebagai anggota keluarga pembesuk
atau
bagian dari tim pengacara.
Pada dasarnya teknik ini digunakan agar jurnalis tersamarkan
sebagai bagian dari kelompok tertentu yang memiliki akses
atau
58
Dandhy Dwi Laksono, Jurnalisme Investigasi (Bandung: PT Mizan
Pustaka, 2010), cet
ke-1,h. 264 59
Dandhy Dwi Laksono, Jurnalisme Investigasi (Bandung: PT Mizan
Pustaka, 2010), cet
ke-1,h.264
-
41
keleluasaan bergerak untuk beinteraksi dengan objek atau
agar
memungkinkannya bersentuhan dengan objek cerita.60
c. Penyamaran Berjarak (surveillance)
Teknik penyamaran atau pengintaian berjarak ini bisa dinilai
sebagai teknik yang paling kecil resikonya dan paling bisa
dikontrol,
dibandingkan dengan bentuk penyamaran lainnya. Dalam teknik
penyamaran berjarak ini “ruang lari” bagi jurnalis lebih
luas,
setidaknya masih ada kesempatan untuk mengubah strategi di
tengah
jalan.
Istilah surveillance sendiri juga berarti pemantauan atau
pengamatan, di mana objek atau sasaran tidak merasakan jika
ia
sedang diintai, atau istilah lainnya shadowing (membayangi).
Makna
berjarak dalam penyamaran ini bukan saja makna jarak secara
fisik,
tetapi juga secara sosiologis atau psikologis.61
Penyamaran berjarak relatif lebih mudah dilakukan di
berbagai
situasi dan kondisi asal dilakukan sesuai konteks lingkungan
dan
selogis (masuk akal) mungkin.
60
Dandhy Dwi Laksono, Jurnalisme Investigasi (Bandung: PT Mizan
Pustaka, 2010), cet
ke-1,h.266 61
Dandhy Dwi Laksono, Jurnalisme Investigasi (Bandung: PT Mizan
Pustaka, 2010), cet
ke-1,h. 270
-
42
BAB III
GAMBARAN UMUM
A. Profil SCTV
1. Sejarah Singkat SCTV
Surya Citra Televisi (SCTV) lahir pada tahun 1990 di
Surabaya.
Kata “Surya” merupakan akronim dari istilah “Surabaya-Raya” dan
kata
„Citra‟ menandakan bahwa stasiun televisi ini berada dalam
kelompok
perusahaan-perusahaan Bimantara Citra. Pada awalnya, SCTV
yang
berpusat di ibukota jawa timur itu direncanakan sebagai stasiun
televisi
regional yang melayani provinsi jawa timur dan bali. Namun, pada
tahun
1993, ketika SCTV memperoleh lisensi siaran nasional, SCTV
pindah ke
Jakarta. Sejak berada di ibukota, SCTV sebagai salah satu
stasiun televisi
swasta pertama di Indonesia berkembang menjadi semakin
popular.
Tercatat bahwa pada tahun 1997, jangkauannya telah meluas ke 33
kota
dan telah menjadi stasiun yang dikenal secara luas di
Indonesia.1
Sementara itu, untuk mengantisipasi perkembangan teknologi
informasi yang kian pesat, SCTV kemudian mengembangkan potensi
multi
medianya dengan meluncurkan stus http://.SCTV.co.id,
http://www.liputan6.com/ dan http://www.liputanbola.com/.
Melalui ketiga
situs tersebut, SCTV tidak hanya bisa menjangkau masyarakat di
wilayah
Indonesia, melainkan juga menggapai seluruh dunia.
1 Tim Redaksi LP3ES, Liputan 6 (antara peristiwa dan ruang
publik), (Jakarta : PT
Pustaka LP3ES Indonesia, 2006), cet ke-1, hal 45
http://.sctv.co.id/http://www.liputan6.com/http://www.liputanbola.com/
-
43
Sesuai dengan ketentuan UU penyiaran No. 32/2002 tentang
penyiaran, SCTV juga memberikan arahan kepada pemirsa untuk
memilih
tayangan yang sesuai. Dalam setiap tayangan SCTV, dipojok kiri
atas ada
petunjuk tayangan bagi pemirsa yang terdiri dari BO (bimbingan
orang
tua), D (dewasa), SU (semua umur). Jauh sebelum ini
diberlakukan, SCTV
secara selektif telah menentukan jam tayang programnya sesuai
dengan
karakter pemirsanya.2
Berbagai prestasi telah diraih SCTV dari dalam dan luar
negeri,
antara lain: Asian Television award (2004) untuk program
kemanusiaan
“Titian Kasih” (PIJAR), 1996 program berita “Anak-anak
Krucil”,
majalah Far Western Economic Review (tiga kali berturut sebagai
satu dari
200 perusahaan terkemuka di Asia Pasifik), Panasonic Award
(untuk
program berita dan program current affair pilihan pemirsa).3
2.