perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i IMPLEMENTASI HAK-HAK TERSANGKA ANAK DALAM PROSES PENANGKAPAN SAMPAI DENGAN PROSES PENAHANAN UNTUK KEPENTINGAN PENYIDIKAN (Studi Kasus Perkara No. Pol.: LP/B/986/ VI/2009/SPK I, di Polresta Surakarta) Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Oleh : MOCHAMAD TAUFANY BAHTIAR E. 1104170 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012
76
Embed
IMPLEMENTASI HAK-HAK TERSANGKA ANAK DALAM …/Implementasi...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i IMPLEMENTASI HAK-HAK TERSANGKA ANAK DALAM PROSES PENANGKAPAN
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
IMPLEMENTASI HAK-HAK TERSANGKA ANAK DALAM
PROSES PENANGKAPAN SAMPAI DENGAN PROSES PENAHANAN
UNTUK KEPENTINGAN PENYIDIKAN
(Studi Kasus Perkara No. Pol.: LP/B/986/ VI/2009/SPK I, di Polresta
Surakarta)
Penulisan Hukum (Skripsi)
Disusun dan Diajukan untuk
Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta
Oleh :
MOCHAMAD TAUFANY BAHTIAR E. 1104170
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Penulisan Hukum (Skripsi)
IMPLEMENTASI HAK-HAK TERSANGKA ANAK DALAM PROSES
PENANGKAPAN SAMPAI DENGAN PROSES PENAHANAN UNTUK
KEPENTINGAN PENYIDIKAN ( Studi Kasus Perkara No. Pol.:
LP/B/986/VI/2009/SPK I, di Polresta Surakarta ).
Disusun Oleh:
MOCHAMAD TAUFANY BAHTIAR
NIM : E1104170
Disetujui dan Dipertahankan
Dosen Pembimbing
Dosen Pembimbing I EDY HERDYANTO, S.H., M.H. NIP. 195706291985031002
Dosen Pembimbing II MUHAMMAD RUSTAMAJI, S.H., M.H NIP. 198210082005011001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PENGESAHAN PENGUJI
Penulisan Hukum (Skripsi)
IMPLEMENTASI HAK-HAK TERSANGKA ANAK DALAM PROSES
PENANGKAPAN SAMPAI DENGAN PROSES PENAHANAN UNTUK
KEPENTINGAN PENYIDIKAN ( Studi Kasus Perkara No. Pol.:
LP/B/986/VI/2009/SPK I, di Polresta Surakarta )
Disusun oleh :
MOCHAMAD TAUFANY BAHTIAR
NIM : E1104170
Telah diterima dan di sahkan oleh Tim Penguji Penulisan Hukum ( Skripsi )
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pada :
Hari :
Tanggal :
MENGETAHUI
Dekan,
Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum NIP : 19570203 1985032001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
MOTTO
Hanya Engkaulah (ya Allah) yang kami sembah dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan
(Al-Fatihah ayat 5)
Menyerah bukanlah jawaban, karena setiap manusia menyimpan kekuatan semangat. Barangsiapa menyenangi amalan kebaikannya dan menyedihkan
(bersedih dengan) keburukannya maka dia adalah seorang mukmin (H.R Al Hakim)
Hidup tidak untuk di isi dengan mimpi-mimpi belaka, tanpa ada suatu perjuangan
mimpi itu tak akan terwujud. (Penulis)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
PERSEMBAHAN
Karya kecil ini penulis persembahkan kepada:
¥ Allah SWT Penguasa Alam Semesta atas
segala karunia, rahmat, dan nikmatnya yang
telah di berikan-Nya.
¥ Kedua orang tuaku tercinta Ayah
Mochamad Hilmy dan Ibu Siti Musyarofah
(Almarhumah), serta Bunda Siti Rahayu
yang senantiasa mendukung, memberikan
doa dan nasihat, semangat, cinta dan kasih
sayang serta kerja keras yang tak ternilai
harganya demi mewujudkan cita-cita
menjadi seorang Sarjana Hukum.
¥ Keluarga kecil Kakak tersayang Shinta
Rusmala Dewi yang selalu mendukungku.
¥ Keluarga besar Om Nur Mahfudi yang
selalu bijaksana terhadapku.
¥ Keluarga besar Mama Dewi Hastuti (Palur
Solo) terimakasih atas segalanya dan
dukungannya.
¥ Orang-orang yang merelakan dirinya
menjadi batu pijakan untukku melompat
lebih tinggi.
¥ Teman-temanku yang telah memberi warna
kehidupan selama penulis menyelesaikan
studi di institusi pendidikan.
¥ Diriku sendiri.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
ABSTRAK
MOCHAMAD TAUFANY BACHTIAR, E 1104170, IMPLEMENTASI HAK-HAK TERSANGKA ANAK DALAM PROSES PENANGKAPAN SAMPAI DENGAN PROSES PENAHANAN UNTUK KEPENTINGAN PENYIDIKAN ( Studi Kasus Perkara No. Pol.: LP/B/986/VI/2009/SPK I, di Polresta Surakarta ), Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta, Penulisan Hukum 2011. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mengenai implementasi hak-hak tersangka anak, kendala dalam implementasi pemenuhan hak-hak tersangka anak dan upaya yang dilakukan untuk mengatasi kendala- kendala dalam implementasi hak-hak tersangka anak pada proses penangkapan dan proses penahanan dalam penyidikan perkara No Pol. : LP/B/986/VI/2009/SPK I.
Penelitian ini dilihat dari tujuannya termasuk jenis penelitian hukum empiris bersifat yuridis sosiologis dengan menggunakan metode kualitatif. Sumber data berasal dari sumber data primer yaitu hasil wawancara dengan pejabat penyidik Polresta Surakarta. Sumber data sekunder yaitu buku, literatur, peraturan perundang-undangan, laporan, arsip, dan dari internet. Setelah data diperoleh lalu dilakukan analisis data kualitatif dengan model interaktif.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dapat diketahui bahwa implementasi hak-hak tersangka anak dalam proses penangkapan sampai dengan proses penahanan untuk kepentingan penyidikan Di Polresta Surakarta adalah sebagai berikut : implementasi hak-hak tersangka anak yang melanggar Pasal 362 KUHP dalam proses penangkapan sampai dengan proses penahanan dalam penyidikan perkara No. Pol.: LP/B/986/VI/2009/SPK I yang ditangani Polrseta Surakarta telah sesuai dengan hak-hak tersangka yang diatur dalam KUHAP dan peraturan pelaksanaanya tersangka terkadang masih belum mengerti hak-hak yang dimilikinya. Hambatan-hambatan yang dijumpai dalam proses penangkapan sampai dengan proses penahanan dalam rangka implementasi hak-hak tersangka ditingkat penyidikan adalah hambatan yang disebabkan oleh tersangka yaitu ketidaktahuan tersangka akan hak-hak yang dimiliki, tersangka dalam memberikan keterangan juga berbelit-belit dan tersangka tidak menunjukan sifar kooperatif, sedangkan hambatan dari pihak penyidik adalah kurang profesionalnya oknum aparat kepolisian dalam melakukan penyidikan, mereka hanya memburu waktu dan tidak menghormati hak-hak tersangka dan melakukan tekanan baik fisik maupun mental hal ini dilakukan untuk mendapatkan pengakuan dari tersangka. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi hambatan dalam proses penangkapan sampai dengan proses penahanan adalah pendidikan dan pelatihan tentang profesionalisme kerja dan peningkatan kinerja penyidik khususnya dalam menghadapi tersangka anak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
Mochammad Taufany Bachtiar, E 1104170, IMPLEMENTATION OF CHILDREN SUSPECT RIGHTS IN THE PROCESS OF ARRESTING UNTIL DETENTION FOR THE PURPOSE OF INVESTIGATION (CASE STUDY NO. POL: LP/ B/ 989/ VI/ 2009/ SPK I, IN POLRESTA SURAKARTA), LAW FACULTY SEBELAS MARET UNIVERSITY, LAW WRITING 2011.
This research aims to know the implementation of children rights, the problems in implementing the children suspect rights and effort done to solve the problems in implementing children suspect rights in the process of arresting until detention for the purpose of investigation No. Pol: LP/B/989/VI/2009/SPK I. This research is belongs to empirical law research which is juridical sociologic using qualitative method. The sources of data were from primer source data, the result of interview with the right officer investigator in Polresta Surakarta. The secondary data were book, literature, rule of law, report, archives, and from internet. After getting the data, data analysis was done using interactive model.
Based on the result research done, it could be known that implementation of children suspect rights in the process of arresting until detention for the purpose of investigation in Polresta Surakarta were: the implementation of children rights, which break 364 KUHP in the process of arresting until detention for the purpose of investigation No. Pol: LP/B/989/VI/2009/SPK handle by Polresta Surakarta was appropriate with the suspect rights which ruled in KUHAP and the implementation of the rules for the suspects did not know the rights they had. The problems faced in the process of arresting until detention in implementing suspects right in the level of investigation was the problem which caused by the suspects who did not know their rights, the suspects also twist in giving information, the suspects also were not cooperative, while the problems from the investigators were the police officers were not professional in doing investigation, they were only rushed about the time so they did not respect to the suspects rights and did physical pressure or mental. The pressure done was to get the confession from the suspects. The effort done to solve the problems in the process of arresting until detention were training and education about professionalism and improvement the work of investigators especially in facing children suspects.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan hukum (Skripsi) yang berjudul “ IMPLEMENTASI HAK-HAK
TERSANGKA ANAK DALAM PROSES PENANGKAPAN SAMPAI
DENGAN PROSES PENAHANAN UNTUK KEPENTINGAN PENYIDIKAN
(Studi Kasus Perkara No. Pol.: LP/B/986/VI/2009/SPK I, di Polresta Surakarta)”.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah memberikan bantuan, saran, dan dorongan bagi penulis
dalam menyelesaikan penulisan hukum ini. Ucapan terima kasih ini penulis
sampaikan terutama kepada :
1. Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas segala karunia hidup serta nikmat keimanan
kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan di
perguruan tinggi ini.
2. Nabi Muhammad SAW, semoga penulis dapat istiqomah dijalan-Nya hingga
akhir jaman.
3. Ibu Prof. Dr. Hartiwiningsih , S.H., M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
4. Bapak Bambang Joko Soedibyo, S.H, selaku Pembimbing Akademik.
5. Bapak Edy Herdyanto, S.H., M.H selaku Dosen Pembimbing Pertama yang
telah meluangkan waktu untuk memberikan arahan dan bimbingan sehingga
penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum ini.
6. Bapak Muhammad Rustamaji, S.H., M.Hum. selaku Dosen Pembimbing
Kedua yang senantiasa memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis
dalam menyelesaikan penulisan hukum ini.
7. Bapak Harjono, S.H., M.H selaku Ketua Program Non Reguler Fakultas
Hukum Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta.
8. Bapak dan Ibu staf karyawan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
yang telah membantu dan berperan dalam kelancaran kegiatan proses belajar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
mengajar dan segala kegiatan mahasiswa di Fakultas Hukum Universitas
Sebelas Maret.
9. Segenap Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum UNS yang telah memberi
dan membagikan ilmu pengetahuan dan pengalaman berharga kepada penulis
yang dapat dijadikan bekal dalam penyelesaian skripsi ini serta menghadapi
persaingan di lingkungan masyarakat luas.
10. Pengelola Penulisan Hukum (PPH) yang telah membantu dalam mengurus
prosedur-prosedur skripsi mulai dari pengajuan judul, pelaksanaan seminar
proposal sampai pendaftaran ujian skripsi.
11. Kedua orang tuaku tercinta Ayah Mochamad Hilmy dan Ibu Siti Musyarofah
(Almarhumah) serta Bunda Siti Rahayu yang senantiasa sabar mendoakan
dan memberikan motivasi tinggi sampai detik ini, kalian sangat berharga
untukku.
12. Kakakku (mbak Shinta dan mas Nanang) yang selalu bijaksana,memberiku
nasehat, keponakanku tersayang Altifa Pucan yang selalu sayang (i les yu om
pani).
13. Keluarga besar Mama Dewi Hastuti (Indria Ayu Jayanti) yang pernah
Menguatkanku dan mewarnai perjalanan hidupku terimakasih atas doa dan
dukungannya selama ini.
14. Keluarga besar Om Nur Mahfudi yang selalu memberi dukungan, nasihat dan
doa untukku.
15. Petete Soulmate Pamelo Khususnya Veteran penimba Ilmu di Solo (Catur
Budi alias Dolor).
16. Untuk teman-temanku di FH UNS yang masih berjuang bersama Sukma
526, 531, 532, 536, 541 serta belum lewat dua tahun sejak
dinyatakan salah karena kejahatan atau salah satu pelanggaran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
tersebut di atas, dan putusannya menjadi tetap atau
menjatuhkan pidana.
Dengan demikian dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tidak
diatur tentang batasan umur seorang anak pelaku tindak pidana mulai
dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatannya. Mengenai kepastian
tentang hal ini tidak disebutkan dalam Pasal 45 tersebut. Semuanya
diserahkan kepada keyakinan Hakim.
Terkait dengan Pasal 45 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
tersebut menurut pendapat SR. Sianturi (1996: 157): bahwa sistem
pertanggungjawaban pidana anak yang dianut oleh KUHP (yang
berlaku sekarang ini) adalah sistem pertanggungjawaban yang
menyatakan bahwa semua anak (berusia 1 tahun sampai dengan 16
tahun), anak yang jiwanya sehat, dianggap mampu bertanggungjawab
dan dituntut.
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tidak
menyebutkan secara eksplisit mengenai batas usia anak, akan tetapi
dalam Pasal 153 ayat (5) memberi wewenang kepada Hakim untuk
melarang "anak yang belum mencapai usia 17 tahun" untuk
menghadiri sidang. Sedangkan Pasal 171 a menentukan bahwa anak
yang belum berusia 15 tahun dan belum pernah kawin dapat memberi
keterangan tanpa sumpah. Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana mengatur juga mengenai batas usia pertanggungjawaban anak
pelaku tindak pidana yaitu, pada Pasal 113 disebutkan bahwa :
(1) Anak yang belum mencapai umur 12 tahun melakukan
tindak pidana tidak dapat dipertanggungjawabkan.
(2) Pidana dan tindakan bagi anak hanya berlaku bagi orang
yang berumur antara 12 tahun dan 18 tahun yang
melakukan tindak pidana.
Ketentuan ini mengatur tentang batas umur minimum untuk
dapat dipertanggungjawabkan secara pidana bagi seorang anak yang
melakukan tindak pidana. Penentuan batas usia 12 tahun didasarkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
pada pertimbangan psikologis yaitu kematangan emosional, intelektual
dan mental anak. Seorang anak di bawah umur 12 tahun tidak dapat
dipertanggungjawabkan secara pidana dan karena itu penyelesaian
kasusnya harus didasarkan pada peraturan perundang-undangan
lainnya. ini Adanya batasan umur 12-18 tahun bagi pelaku tindak
pidana anak ini, memberi konsekuensi bahwa untuk seorang anak
pelaku tindak pidana yang berumur kurang dari 12 tahun tidak dapat
dipertanggungjawabkan. Hal ini memberikan kemajuan tersendiri
dalam perkembangan hukum pidana Indonesia, yaitu dengan tidak
menetapkan batas usia yang terlalu rendah bagi anak pelaku tindak
pidana untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Dengan
demikian menurut konsep KUHP, yang menjadi subjek hukum adalah
anak yang berumur 12 tahun sampai 18 tahun, yang dapat
dipertanggungjawabkan terhadap perbuatannya.
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan
Anak dalam Pasal 4 menyebutkan bahwa : Batas umur anak nakal
yang dapat diajukan ke sidang anak sekurang-kurangnya 8 (delapan)
tahun tetapi belum mencapai 18 (delapan belas) tahun dan belum
kawin. Paulus Hadisuprapto (2008: 10) mengemukakan : “Batasan usia
terhadap seorang anak yang dapat dipertanggung-jawabkan terhadap
perbuatannya tersebut tidak ada keseragaman. Hal ini juga dijumpai
dalam perumusan batasan tentang pertanggungjawaban pidana anak di
berbagai negara. Di Amerika Serikat, 27 negara bagian menentukan
batas umur antara 8 – 18 tahun, sementara 6 negara bagian
menentukan batas umur antara 8 – 17 tahun, ada pula negara bagian
lain yang menentukan batas umur antara 8 – 16 tahun. Sementara itu,
Inggris menentukan batas umur antara 12 – 16 tahun. Sebagian besar
negara bagian Australia menentukan batas umur antara 8 – 16 tahun.
Dari apa yang dikemukakan di atas mengenai batas usia
pertanggungjawabkan pidana bagi anak pelaku tindak pidana ini
memang tidak ada keseragaman. Hal ini tergantung dari masing-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
masing negara dalam melihat kematangan mental, intelektual dan
emosional seorang anak yang dapat dipertanggungjawabkan. Namun
semuanya sudah mengacu dan sesuai dengan ketentuan yang
diamanatkan oleh The Beijing Rules, bahwa batasan usia seorang anak
yang dapat dipertanggungjawabkan terhadap perbuatannya diserahkan
kepada masing-masing negara dengan mempertimbangkan keadaan
emosional, mental dan pikirannya. Begitu juga dengan peraturan di
Indonesia yaitu adanya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang
Pengadilan Anak telah mengacu pada The Beijing Rules dalam
menentukan batasan usia seorang anak yang dapat
dipertanggungjawabkan, walaupun masih ada kekurangannya.
3. Tersangka Anak
Anak yang melakukan tindak pidana menurut defenisi hukum
Nasional adalah ”orang yang dalam perkara Anak Nakal telah mencapai
umur 8 tahun tetapi belum mencapai umur 18 tahun dan belum pernah
kawin. ”Anak Nakal” Anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan
terlarang bagi anak, baik menurut peraturan perundang-undangan maupun
menurut peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat
yang bersangkutan.
Anak yang melakukan tindak pidana atau dalam praktek sehari-hari
di pengadilan disebut sebagai anak yang sedang berhadapan dengan
hukum, harus diperlakukan secara manusiawi, didampingi, disediakan
sarana dan prasarana khusus, sanksi yang diberikan kepada anak sesuai
dengan prinsip kepentingan terbaik anak, hubungan keluarga tetap
dipertahankan artinya anak yang berhadapan dengan hukum kalau bisa
tidak ditahan/dipenjarakan kalaupun dipenjarakan/ditahan, ia dimasukkan
dalam ruang tahanan khusus anak dan tidak bersama orang dewasa.
Untuk menjamin Perlindungan terhadap anak-anak yang
berhadapan dengan hukum ditetapkan sebagai kelompok anak yang
membutuhkan ”Perlindungan Khusus”. Menurut Undang-undang
Perlindungan Anak Pasal 64 meliputi anak yang berkonflik dengan hukum
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
dan anak korban tindak pidana. Bentuk perlindungan khusus tersebut
meliputi :
a. perlakuan atas anak secara manusiawi sesuai dengan martabat dan hak-
hak anak;
b. penyediaan petugas pendamping khusus bagi anak sejak dini;
c. penyediaan sarana dan prasarana khusus;
d. penjatuhan sanksi yang tepat untuk kepentingan terbaik bagi anak;
e. pemantauan dan pencatatan terus menerus terhadap perkembangan
anak yang berhadapan dengan hukum;
f. pemberian jaminan untuk mempertahankan hubungan dengan orang
tua atau keluarga
g. perlindungan dari pemberitaan identitas melalui media massa dan
untuk menghindari labelisasi.
Persoalan hukum tidak hanya menimpa orang-orang dewasa.
Anak-anak juga seringkali terbentur dengan persoalan hukum. Dan seperti
halnya orang dewasa, anak-anak juga berhak mendapat perlindungan
secara hukum. Perlindungan hukum ini tidak hanya diberikan kepada anak
yang menjadi korban dalam suatu maasalah hukum, tapi juga kepada anak-
anak yang menjadi pelakunya.
Berdasarkan penjelasan Pasal 15 Undang-undang Nomor 4 tahun
2004, peradilan anak itu berada di bawah peradilan umum, yang diatur
secara istimewa dan undang-undang pengadilan anak hanyalan masalah
acara sidangnya yang berbeda dengan acara sading bagi orang dewasa.
Pengadilan anak ada pada badan peradilan umum (Pasal 2 Undang-undang
Nomor 3 tahun 1997).
Undang-undang pengadilan anak dalam pasal-pasalnya menganut
beberapa asas yang membedakannya dengan sidang pidana untuk orang
dewasa. Adapun asas-asas itu adalah sebagai berikut :
a. Pembatasan umum (Pasal 1 butir 1 jo Pasal 4 ayat (1))
Adapun orang yang dapat disidangkan dalam acara pengadilan anak
ditentukan secara limitatif, yaitu minimum berumur 8 tahun dan
maksumum 18 dan belum pernah kawin.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
b. Ruang lingkup masalah di batasi (Pasal 1 ayat 2), masalah yang dapat
diperiksa dalam sidang pengadilan anak hanyalah terbatas menyangkur
perkara anak nakal.
c. Ditangani pejabat khusus (Pasal 1 ayat 5, 6, dan 7)
Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 menentukan perakra anak nakal
harus ditangani oleh pejabat-pejabat khusus seperti :
1) di tingkat penyidikan oleh penyidik anak;
2) di tingkat penuntutan oleh penutut umum;
3) di pengadilan oleh hakim anak, hakim banding anak dan hakim
kasasi anak.
d. Peran pembimbing kemasyarakatan (Pasal 1 ayat 11)
Undang-undang Pengadilan Anak mengakui peranan dari :
1) pembimbing kemsyrakatan;
2) pekerja sosial dan;
3) pekerja sosial sukarela.
e. Suasana pemeriksaan kekeluargaan
Pemeriksaan perkara di pengadilan dilakukan dalam suasana
kekeluargaan. Oleh karena itu hakim, penuntut umum dan penasihat
hokum tidak memakai toga.
f. Keharusan splitsing (Pasal 7)
Anak tidak boleh diadili bersama dengan orang dewasa baik yang
berstatus sipil maupun militer, kalau terjadi anak melakukan tindak
pidana bersama orang dewasa, maka si anak diadili dalam sidang
pengadilan anak, sementara orang dewasa diadilan dalam sidang biasa,
atau apabila ia berstatus militer di peradilan militer.
g. Acara pemeriksaan tertutup (Pasal 8 ayat (1))
Acara pemeriksaan di sidang pengadilan anak dilakukan secara
tertutup ini demi kepentingan si anak sendiri. Akan tetapi putusan
harus diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum.
h. Diperiksa hakim tunggal (Pasal 11, 14, dan 18)
Hakim yang memeriksa perkara anak, baik ditingkat pengadilan
negeri, banding atau kasasi dilakukan dengan hakim tunggal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
i. Masa penahanan lebih singkat (Pasal 44 - 49)
Masa penahanan terhadap anak lebih singkat dibanding masa
penahanan menurut KUHAP.
j. Hukuman lebih ringan (Pasal 22 – 32)
Hukuman yang dijatuhkan terhadap anak nakal lebih ringan daripada
ketentuan yang diatur dalam KUHP. Hukuman maksimal untuk anak
nakal adalah sepuluh tahun.
4. Hak-hak Tersangka Anak
Hak-hak anak yang berkonflik dengan hukum diatur dalam Pasal
40 Konvensi Hak Anak yang berbunyi “Negara-negara peserta mengakui
hak setiap anak yang disangka, dituduh atau diakui sebagai telah
melanggar undang-undang hukum pidana untuk diperlakukan dengan cara
yang sesuai dengan peningkatan martabat dan nilai anak, yang
memperkuat penghargaan anak pada hak-hak azazi manusia dan
kebebasan dasar dari orang lain dengan memperhatikan usia anak dan
hasrat untuk meningkatkan penyatuan kembali/reintegrasi anak dan
peningkatan peran yang konstruktif dari anak dalam masyarakat”.
Dalam Pasal 37 ayat b konvensi hak anak yang berbunyi: “Tidak
seorang anakpun akan dirampas kemerdekaannya secara tidak sah dan
sewenang-wenang. penangkapan, penahanan ataupun penghukuman
seorang anak harus sesuai dengan hukum dan akan diterapkan sebagai
upaya terakhir dan untuk jangka waktu yang paling pendek”.
Kemudian dalam Pasal 37 ayat c Konvensi hak anak dinyatakan :
“Setiap anak yang dirampas kemerdekaannya akan diperlakukan secara
manusiawi dan dihormati martabat kemanusiaanya dan dengan
memperhatikan kebutuhan-kebutuhan orang seusianya”.
Di Indonesia hak-hak anak yang berkonflik dengan hukum diatur
di dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak
diantaranya mengatur tentang pemeriksaan terhadap anak harus dalam
suasana kekeluargaan, setiap anak berhak didampingi oleh penasehat
hukum, tempat tahanan anak harus terpisah dari tahanan orang dewasa,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
penahanan dilakukan setelah sungguh-sungguh mempertimbangkan
kepentingan anak dan atau kepentingan masyarakat , hukuman yang
diberikan tidak harus dipenjara /ditahanan melainkan bisa berupa hukuman
tindakan dengan mengembalikan anak keorang tua atau walinya serta
Pasal-Pasal lainnya yang cukup memberikan perlindungan terhadap anak
yang berkonflik dengan hukum.
Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Azazi
manusia (HAM) pada Pasal 66 juga mengatur hak anak yang berkonflik
dengan hukum. Demikian juga dalam Undang-undang Perlindungan Anak
yang baru disahkan pada tanggal 23 September 2002 Pasal 64 mengatur :
(1) Perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 meliputi anak yang berkonflik
dengan hukum dan anak korban tindak pidana merupakan kewajiban
dan tanggung jawab pemerintah dan masyarakat.
(2) Perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan melalui :
a. Perlakuan atas anak secara manusiawi dengan martabat dan hak-
hak anak.
b. Penyediaan petugas pendamping khusus anak sejak dini;
c. Penyediaan sarana dan prasarana khusus;
d. Penjatuhan sanksi yang tepat untuk kepentingan yang terbaik bagi
anak;
e. Pemantauan dan pencatatan terus menerus terhadap perkembangan
anak yang berhadapan dengan hukum;
f. Pemberian jaminan untuk mempertahankan hubungan dengan
orang tua atau keluarga; dan
g. Perlindungan dari pemberian identitas melalui media massa dan
untuk menghindari labelisasi.
(3) Perlindungan khusus bagi anak yang menjadi korban tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan melalui :
b. upaya rehabilitasi, baik dalam lembaga maupun diluar lembaga;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
c. upaya perlindungan dari pemberitaan identitas melalui media
massa dan untuk menghindari labelisasi;
d. pemberian jaminan keselamatan bagi saksi korban dan saksi ahli,
baik fisik, mental, maupun sosial; dan
e. pemberian aksesibilitas untuk mendapatkan informasi mengenai
perkembangan perkara.
Berdasarkan perundang-undangan yang diuraikan dan situasi
kondisi (fakta) yang terjadi selama ini, maka upaya penyelesaian masalah
anak yang berkonflik dengan hukum melalui upaya diversi dan keadilan
restorative (Restorative Justice) merupakan salah satu langkah yang tepat
bagi penyelesaian kasus-kasus anak yang berkonflik dengan hukum.
Tersangka mempunyai hak-hak sejak ia mulai diperiksa oleh
penyidik, meskipun seorang tersangka diduga telah melakukan suatu
perbuatan yang cenderung sebagai perbuatan negatif dan bahkan suatu
tindak pidana yang melanggar hukum bukan berarti seorang tersangka
dapat dilakukan semena-mena dan di langgar hak-haknya baik itu hak-hak
hukumnya,sehingga hak-hak tesebut harus dipenuhi oleh penyidik.
Tersangka atau terdakwa diberikan seperangkat hak-hak oleh
KUHAP dari mulai Pasal 50 sampai dengan Pasal 68, hak-hak tersebut
antara lain meliputi:
a. Hak untuk segera diperiksa , diajukan ke pengadilan, dan diadili (Pasal
50 ayat (1), (2), (3) KUHAP).
b. Hak untuk mengetahui dengan jelas dan bahasa yang dimengerti
olehnya tentang apa yang disangkakan dan apa yang didakwakan
(Pasal 51 butir a dan b KUHAP).
c. Hak untuk memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik dan
hakim (Pasal 52 KUHAP).
d. Hak untuk dapat mendapat bantuan hukum pada setiap tingkat
pemeriksaan (Pasal 54 KUHAP).
e. Hak untuk mendapat nasehat hukum dari penasehat hukum yang
ditunjuk oleh pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
pemeriksaan bagi tersangka atau terdakwa yang diancam pidana mati
dengan biaya cuma-cuma.
f. Hak tersangka atau terdakwa mengajukan saksi atau ahli yang
memiliki keahlian khusus guna memberikan keterangan yang
menguntungkan bagi dirinya (Pasal 65 KUHAP).
Di samping hak-hak yang disebutkan diatas masih banyak lagi hak-
hak tersangka atau terdakwa yang lain, seperti bidang penahanan,
penggeledahan, dan sebagainya. Sebagai kesimpulan dari yang di
sampaikan diatas, ialah bahwa baik dalam pemeriksaan pendahuluan
maupun dalam pemeriksaan sidang pengadilan, telah berlaku asas akusator
(accusatoir). Andi Hamzah mengatakan bahwa asas akusator telah dianut
pada pemeriksaan pendahuluan, ialah adanya jaminan yang luas terutama
dalam hal bantuan hukum, sehingga dari sejak pemeriksaan dimulai,
tersangka sudah dapat meminta bantuan hukum, bahkan pembicaraan
tersangka dan penasehat hukumnya tidak didengar atau disaksikan oleh
penyidik atau penuntut umum, kecuali ialah tersangka didakwa melakukan
delik terhadap keamanan Negara (Andi Hamzah, 2000 :67).
Selain terdapat hak-hak tersangka tersebut, bila tersangkanya atau
terdakwanya adalah anak-anak maka berlakulah hak-hak tersangka khusus
untuk anak di bawah umur. Pengaturan mengenai hak-hak tersangka atau
terdakwa anak terdapat dalam Undang-undang Pengadilan Anak Pasal 45
ayat (4), Pasal 51 ayat (1) dan ayat (3). Adapun hak-hak tersangka atau
terdakwa anak adalah:
a. Setiap anak nakal sejak saat tertangkap atau ditahan berhak mendapat
bantuan hukum dari seseorang atau lebih penasehat hukum selama
dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan.
b. Setiap anak nakal yang ditangkap atau ditahan berhak berhubungan
langsung dengan penasehat hukum dengan diawasi tanpa didengar oleh
pejabat yang berwenang.
c. Tersangka anak berhak segera mendapat pemeriksaan oleh penyidik
dan selanjutnya dapat diajukan kepada penuntut umum.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
d. Tersangka anak berhak segera di adili oleh pengadilan.
e. Untuk mempersiapkan pembelaan tersangka anak berhak untuk
diberitahukan dengan jelas dalam bahasa yang dimengerti olehnya
tentang apa yang disangkakan kepadanya pada waktu pemeriksaan
dimulai.
f. Dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan pengadilan tersangka
anak berhak memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik
atau hakim.
g. Tersangka atau terdakwa anak berhak untuk mengusahakan dan
mengajukan saksi atau seseorang yang memiliki keahlihan khusus
guna memberikan keterangan yang menguntungkan bagi dirinya.
Dengan diaturnya hak-hak diatas walaupun tersangka atau terdakwa masih
anak-anak, petugas pemeriksa tidak boleh menghalang-halangi
penggunaannya, dan sebaiknya sejak awal pemeriksaan ha-hak tersebut
diberitahukan (Gatot Supramono, 2000 :27).
B. Kerangka Pemikiran
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Tindak Pidana melanggar Pasal 362 KUHP
Perkara: No Pol. LP/B/986/VI/2009/SPK I
Tersangka Anak
Kendala
KUHAP UU No 4 Th 1979 ttg Kesejahteraan Anak UU No 3 Th 1997 ttg Pengadilan Anak UU No 2 Th 2002 ttg Kepolisian RI UU No. 23 Th 2002 ttg Perlindungan Anak
Hak-hak tersangka anak
Implementasi penyidikan
Penyelesaian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
Keterangan:
Anak mempunyai hak yang bersifat asasi, sebagaimana yang dimiliki
orang dewasa, hak asasi manusia (HAM). Pemberitaan yang menyangkut hak
anak tidak segencar sebagaimana hak-hak atau isu gender yang menyangkut
hak perempuan. Perlindungan hak anak tidak banyak pihak yang turut
memikirkan dan melakukan langkah-langkah kongkrit. Demikian juga upaya
untuk melindungi hak-hak anak yang dilanggar oleh negara, orang dewasa
atau bahkan orang tuanya sendiri, tidak bagitu menaruh perhatian akan
kepentingan masa depan anak. Padahal dapat diketahui bahwa anak
merupakan belahan jiwa, gambaran dan cermin masa depan, asset keluarga,
agama, bangsa dan negara. Di berbagai negara dan berbagai tempat di negeri
ini, anak-anak justru mengalami perlakuan yang tidak semestinya, seperti
eksploitasi anak, kekerasan terhadap anak, alat pemuas seks, pekerja anak,
ditelantarkan, menjadi anak jalanan dan sampai menjadi korban perang/
konflik bersenjata.
Peraturan perundang-undangan yang mendasari atas hak-hak anak
sebagai tersangka diantaranya KUHAP, Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979
tentang Kesejahteraan Anak, Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang
Pengadilan Anak, Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian
RI, dan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Dari peraturan-peraturan yang telah dibuat ini idealnya dijadikan dasar yuridis
dalam memberikan pemenuhan perlindungan terhadap anak.
Dalam rangka mewujudkan perlindungan terhadap kepentingan-
kepentingan anak khususnya dalam hal proses penyidikan pra peradilan, salah
satu upaya yang dilakukan negara yaitu dalam hal penanganan hukum
terhadap anak yang melakukan tindak pidana. Dalam ketentuan Pasal 40
Undang-undang Pengadilan Anak, ditentukan bahwa hukum acara pengadilan
anak mengacu kepada hukum acara yang berlaku, kecuali ditentukan lain di
dalamnya. Dengan demikian ketentuan yang terdapat dalam KUHAP berlaku
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
baik secara teoritik maupun praktik. Dapat dikatakan lebih jauh bahwasannya
apabila seorang anak telah melakukan suatu tindak pidana dan diproses oleh
kepolisian dan kejaksaan, maka anak tersebut masih sebagai tersangka dan
bila telah diperiksa oleh pengadilan maka anak tersebut berubahlah statusnya
menjadi terdakwa. Dari hal ini dapat dikatakan bahwa dalam penelitian ini
nantinya hanya akan membahas persoalan tersangka anak, yaitu ketika ia
masih dalam pemprosesan oleh penyidik kepolisian.
Dari beberapa macam hak-hak yang dimiliki oleh seorang tersangka
anak, dalam hal ini dapat digolongkan bahwa seorang tersangka anak
mempunyai hak-hak yang khusus selama ia menjalani proses pemeriksaan
pendahuluan oleh pihak penyidik. Hak-hak tersebut adalah sebagai berikut:
1. Hak diperlakukan sebagai yang belum terbukti bersalah;
2. Hak-hak mendapat perlindungan dari tindakan-tindakan yang merugikan
yang dapat menimbulkan penderitaan mental, fisik dan sosial;
3. Hak untuk mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih penasehat
hukum sejak saat ditangkap atau ditahan, selama dalam waktu dan pada
setiap tingkat pemeriksaan;
4. Hak untuk menyatakan pendapat;
5. Hak untuk berhubungan langsung dengan penasehat hokum dengan
diawasi tanpa didengar oleh pejabat yang berwenang;
6. Hak pemenuhan kebutuhan jasmani, rohani dan sosial anak;
7. Hak segera mendapat pemeriksaan oleh penyidik dan selanjutnya dapat
diajukan kepada penuntut umum;
8. Hak untuk segera diadili oleh pengadilan;
9. Hak untuk pemberitahuan dengan jelas dalam bahasa yang dimengerti oleh
anak tentang apa yang disangkakan/didakwakan kepadanya;
10. Hak memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik atau hakim
pada saat pemeriksaan tingkat penyidikan dan pengadilan;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
11. Hak untuk mendapatkan juru bahasa apabila sang anak tidak paham
bahasa Indonesia;
12. Hak mendapat penerjemah apabila sang anak menderita bisu dan atau tuli;
13. Hak untuk memilih sendiri penasehat hukumnya;
14. Tersangka/terdakwa anak yang berkebangsaan asing berhak untuk
menghubungi dan berbicara dengan perwakilan negaranya dalam
menghadapi proses perkaranya;
15. Hak untuk menghubungi dan menerima kunjungan dokter pribadi untuk
kepentingan kesehatannya, baik berhubungan dengan proses perkara atau
tidak;
16. Hak untuk menghubungi dan menerima kunjungan dari pihak yang
mempunyai hubungan kekeluargaan atau lainnya dengan tersangka/
terdakwa anak guna mendapatkan jaminan bagi penangguhan penahanan
atau usaha untuk mendapat bantuan hukum;
17. Hak secara langsung atau dengan perantaraan penasehat hukumnya
menghubungi dan menerima kunjungan dari sanak keluarga dalam hal
yang tidak berhubungan dengan perkara, untuk kepentingan pekerjaan
ataupun kekeluargaan;
18. Hak untuk menghubungi dan menerima kunjungan rohaniawan;
19. Hak untuk mengusahakan dan mengajukan saksi atau seseorang yang
mempunyai keahlian khusus guna memberi keterangan yang
menguntungkan bagi dirinya;
20. Hak untuk memohon ganti kerugian dan rehabilitasi atas kerugian atau
penderitaan yang dialami.
Menurut Gatot Supramono (2000: 10), “penanganan perkara anak yang tidak
dibedakan dengan perkara orang dewasa dipandang tidak tepat, karena sistem
yang demikian akan merugikan kepentingan anak yang bersangkutan. Anak
yang mendapat tekanan ketika pemeriksaan perkaranya sedang berlangsung,
akan mempengaruhi sikap mentalnya.” Dengan ini maka, dalam menangani
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
perkara anak terutama bagi para petugas hukum diperlukan perhatian yang
khusus, pemeriksaannya atau perlakuannya tidak dapat disama ratakan dengan
orang dewasa, perlu dengan pendekatanpendekatan tertentu sehingga si anak
yang diperiksa dapat bebas dari rasa ketakutan dan senantiasa mendapat rasa
aman. Dalam menghadapi dan menanggulangi berbagai perbuatan dan tingkah
laku menyimpang yang dilakukan oleh anak-anak tidak boleh melupakan
kedudukan anak dengan segala karakternya yang khusus, dan perlu
diwujudkan adanya suatu peradilan yang benar-benar memperhatikan
kepentingan anak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Pada bagian ini peneliti akan menyajikan data yang di peroleh dalam
proses pengumpulan data mengenai masalah yang dikaji dalam penulisan
ini.Data tersebut di peroleh melalui studi kepustakaan dan analisis kasus.
Berdasarkan hasil pengkajian terhadap bahan-bahan hukum yang berhasil
dikumpulkan oleh peneliti, berikut ini merupakan paparan hasil penelitian.
1. Identitas Tersangka
Nama : Torik Syah Irawanto bin Sunaryadi alias Wawan
Tempat Lahir : Banyuwangi
Umur/Tanggal Lahir : 15Tahun/10 Oktober 1994,
Jenis Kelamin : Laki-laki
Kebangsaan : Indonesia
Agama : Agama Islam
Tempat Tinggal : Kramean Rt.01/Rw.04, Kelurahan Glenmor,
Kecamatan Kramean, Kabupaten Banyuwangi
Pekerjaan : Swasta, Pendidikan SD
2. Kasus Posisi
Bahwa tersangka TORIK SYAH IRAWANTO Bin SUNARYADI
alias WAWAN pada hari Selasa tanggal 30 Juni 2009 sekira jam 18.30
WIB, atau setidak-tidaknya masih dalam bulan Juni 2009, bertempat di
depan rumah Haryanto di Kelurahan Banyuanyar Rt. 02/Rw.09,
Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta, atau setidak-tidaknya di suatu
tempat lain yang merupakan termasuk daerah hukum Pengadilan Negeri
Surakarta, telah melakukan tindak pidana dengan mengambil sesuatu
barang, yang sama sekali atau sebagian t5ermasuk kepunyaan orang lain,
dengan maksud akan memiliki barang dengan melawan hak terhadap
42
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
barang milik Puji Suswanti yang berupa 1 (satu) unit sepeda angina/onthel
warna biru merk HEDGREEN.
Kronologi kejadian berawal pada hari Selasa tanggal 30 Juni 2009
sekira jam 18.30 WIB, tersangka mendatangi tempat parkir di depan
rumah Haryanto yang terletak di Kelurahan Banyuanyar Rt. 02/Rw.09,
Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta dan mengambil sepeda angin dalam
keadaan tanpadikunci stang.
3. Pelaksanaan Penyidikan
a. Pemeriksaan di TKP
Dari hasil pemeriksaan di TKP tidak ditemukan bekas-bekas
pengrusakan yang diduga dilakukan oleh pelaku saat melakukan
pencurian, tidak ditemukan barang bukti lain milik pelaku.
b. Pemanggilan
Tanpa surat panggilan telah dilakukan pemeriksaan terhadap saksi atas
nama SURYADI als PAK YADI, HARYANTO Bin UMAR
SLAMET, PUJI SUSWANTI als PUJI dan telah dituangkan kedalam
Berita acara pemeriksaan tanggal 30 Juni 2009.
c. Penangkapan .
Dengan Surat Perintah Penangkapan No. Po. : Sp. Kap/184/VI/2009/
Reskrim tanggal 30 Juni 2009 dilakukan Penangkapan terhadap
tersangka TORIK SYAH IRAWANTO als WAWAN Bin
SUNARYADI dan telah dibuatkan Berita Acara Penangkapan.
d. Penahanan.
Dengan Surat Perintah Penahanan No. Pol. : SP. Han/82/VII/2009/
Reskrim tanggal 1 Juli 2009, telah dilakukan Penahanan di Polresta
Surakarta atau di Rutan Surakarta atas nama tersangka : SYAH
IRAWANTO als WAWAN Bin SUNARYADI selanjutnya dibuatkan
Berita Acara Penahanan dan telah dilakukan permintaan perpanjangan
penahanan dengan surat Nopol. : B/ /VII/2009/Reskrim tanggal Juni
2009.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
e. Perpanjangan penahanan.
Dengan Surat perintah perpanjangan penahanan dari Kajari Surakarta
No.: tanggal telah dilakukan perpanjangan penahanan tersangka SYAH
IRAWANTO als WAWAN Bin SUNARYADI terhitung mulai tanggal
21 Juli 2009 sampai dengan 30 Juli 2009 dan telah dibuatkan berita
acara perpanjangan penahanan.
f. Penyitaan.
Dalam perkara pencurian ini telah dilakukan Penyitaan terhadap
barang bukti berupa 1 (satu) unit sepeda angina/onthel warna biru
merk HEDGREEN dan telah dimintakan persetujuan ijin sita dari
Pengadilan Negeri Surakarta dengan Surat penetapan penyitaan No. :
/SIP/Pen.Pid/2009/PN.Ska,selanjutnya dibuatkan berita acara
penyitaan.
g. Keterangan Saksi – Saksi
1. PUJI SUSWANTI als PUJI, Sragen 01 Mei 1980, Islam, Swasta,
Menerangkan dan membenarkan bahwa tersangka mengatakan bahwa
telah melakukan pencurian 1 (satu) unit sepeda angin/onthel warna
biru merk HEDGREEN pada hari Selasa tanggal 30 Juni 2009 sekira
jam 18.30 wib, didepan rumah orang yang tidak diketahui pemilik dan
alamat rumah tersebut. Saat melakukan pencurian tanpa menggunakan
alat maupun sarana, namun pencurian tersebut sudah direncanakan dari
awal. Pada saat mengambil sepeda angin dari tempat parkir tidak
dalam keadaan dikunci stang, dan perbuatan tersebut dilakukan oleh
tersangka tanpa sepengetahuan dan tanpa seijin pemiliknya, yang
selanjutnya sepeda tersebut akan dibongkar untuk dibawa pulang dan
diserahkan kepada adiknya sebagai pengganti sepeda adiknya yang
telah hilang.
i. Penyitaan
Barang bukti yang telah disita dalam perkara ini adalah 1 (satu) unit
sepeda angin/onthel warna biru merk HEDGREEN.
4. Analisa Pasal
Pasal 362 KUH Pidana : Barang siapa mengambil sesuatu barang, yang
sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan orang lain, dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
maksud akan memiliki barang dengan melawan hak, dihukum karena
pencurian, dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun.
Fakta – fakta yang memenuhi unsur :
a. Barang Siapa
Yang dimaksud barang siapa disini adalah semua warga negara
Republik Indonesia yang melakukan Tindak Pidana di wilayah Hukum
Negara Republik Indonesia, dalam hal ini termasuk tersangka TORIK
SYAH IRAWANTO als WAWAN Bin SUNARYADI umur 15 tahun,
pekerjaan swasta yang bertempat tinggal di Kp. Kramean Rt.01/Rw.04,
Kel.Glenmor, Kec.Kramean, Kab.Banyuwangi.
b. Mengambil
Bahwa benar, tersangka TORIK SYAH IRAWANTO als WAWAN
Bin SUNARYADI pada hari Selasa tanggal 30 Juni 2009 sekira jam
18.30 wib didepan rumah saksi HARYANTO ikut wilayah
Kel.Banyuanyar, Kec.Banjarsari, Kota Surakarta telah mengambil
sesuatu barang.
c. Sesuatu Barang .
Bahwa benar, barang yang telah diambil oleh pelaku berupa 1 (satu)
unit sepeda angin/onthel warna biru merk HEDGREEN.
d. Sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan orang lain.
Bahwa barang berupa 1 (satu) unit sepeda angin/onthel warna biru
merk HEDGREEN sama sekali bukan milik pelaku akan tetapi milik
saksi korban yaitu PUJI SUSWANTI .
e. Dengan maksud akan memiliki barang itu.
Bahwa benar perbuatan mengambil barang tersebut dilakukan oleh
tersangka untuk dimiliki yang selanjutnya akan dibawa pulang dan
diberikan kepada adiknya sebagai pengganti sepeda adiknya yang telah
hilang.
f. Dengan melawan Hak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
Bahwa benar perbuatan yang dilakukan tersangka TORIK SYAH
IRAWANTO als WAWAN Bin SUNARYADI yaitu melakukan
pencurian tersebut tanpa seijin dan tanpa sepengetahuan dari
pemiliknya, sehingga dengan adanya peristiwa tersebut saksi
mengalami kerugian.
B. Pembahasan
Berdasarkan paparan hasil penelitian yang telah penulis sajikan di sub
bab sebelumnya maka akan di lakukan analisa data lebih lanjut sehingga akan
diperoleh pembahasan. Pelaksanaan penyidikan terhadap tindak pidana
pencurian yang melanggar Pasal 362 KUHP dengan nomor perkara
LP/B/986/VI/2009/SPK I telah dilakukan tindakan proses penangkapan
sampai dengan penahanan.
1. Analisis Implementasi Hak-hak Tersangka Anak dalam Proses
Penangkapan Sampai Dengan Proses Penahanan dalam Penyidikan
Perkara No.Pol.:LP/B/986/VI/2009/SPK I
Guna mempermudah paparan atau rincian berikut peneliti gambarkan
skema analisa kasus.
Gambar 2. Skema Analisa Kasus.
Berdasarkan gambar di buat lebih rinci, peneliti paparkan terlebih
dahulu tentang kriteria hak-hak tersangka anak;
Kriteria Hak-hak Tersangka Anak dalam Undang-Undang
Pemenuhan Hak-hak Tersangka Anak Pada Kasus
No.Pol.:LP/B/986/VI/2009/SPK
Analisa Pemenuhan Hak-hak Tersangka Anak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
a. Kriteria Hak-hak Tersangka Anak dalam Undang-Undang
Kepolisian sebagai penyidik utama dalam proses tindak pidana
pada prinsipnya harus memperhatikan hak-hak yang melekat pada
tersangka anak yang telah diatur oleh KUHAP Pasal 50 - 68. Hak-hak
tersangka anak yang dijamin perlindungannya di Polresta Surakarta
selama proses penyidikan yaitu:
Tabel 1.
Hak-hak Tersangka Anak Berdasarkan KUHAP
Pasal Rumusan Pasal
50 Hak untuk segera di periksa, diajukan ke pengadilan dan di adili
51 Hak untuk mengetahui dengan jelas dan bahasa yang dimengerti olehnya
tentang apa yang disangkakan dan apa yang di dakwakan
52 Hak untuk memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik dan
hakim
53 Hak untuk mendapat juru bahasa
54
&
55
Hak untuk mendapat bantuan hukum pada setiap tingkat pemeriksaan
56
&
57
Hak untuk mendapat nasehat hukum dari penasehat hukum yang ditunjuk
oleh pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan bagi
tersangka/terdakwa yang diancam pidana mati dengan biaya cuma-cuma
58 Hak untuk menghubungi dokter bagi tersangka atau terdakwa yang di
tahan.
59
&
60
Hak untuk diberitahukan kepada keluarganya atau orang lain yang
serumah dengan tersangka atau terdakwa yang ditahan untuk mendapat
bantuan hukum atau jaminan bagi penangguhannya dan hak untuk
berhubungan dengan keluarga.
61 Berhak secara langsung atau dengan perantaraan penasihat hukumnya
menghubungi dan menerima kunjungan sanak keluarganya dalam hal
yang tidak ada hubungannya dengan perkara tersangka atau terdakwa
untuk kepentingan pekerjaan atau untuk kepentingan kekeluargaan
62 Hak tersangka atau terdakwa untuk berhubungan surat menyurat dengan
penasehat hukumnya
63 Hak tersangka atau terdakwa untuk menghubungi dan menerima
kunjungan rohaniwan
65 Hak tersangka atau terdakwa untuk mengajukan saksi ahli
67 Hak untuk mengajukan upaya hokum
68 Hak tersangka atau terdakwa untuk menuntut ganti kerugian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
Tabel 2.
Hak-hak Tersangka Anak Berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2002
Pasal Rumusan Pasal
16 Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan,
penyiksaan atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi
Setiap anak berhak memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum
Penangkapan, penahanan atau tindak pidana penjara anak hanya
dilakukan apabila sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat
dilakukan sebagai upaya terakhir
59 Pemerintah dan lembaga negara lainnya berkewajiban dan bertanggung
jawab untuk memberikan perlindungan khusus kepada anak dalam situasi
darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok
minoritas dan terisolasi, anak tereksploitasi secara ekonomi dan/atau
seksual, anak yang diperdagangkan , anak yang menjadi korban
penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya
(napza), anak korban penculikan, penjualan dan perdaganggan, anak
korban kekerasan baik fisik dan/atau mental, anak yang menyandang
cacat, dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran.
64 Perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum
sebagaimana dimaksud dalam pasal 59 meliputi anak yang berkonflik
dengan hukum dan anak korban tindak pidana, merupakan kewajiban dan
tanggung jawab pemerintah dan masyarakat.
Perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan melalui :
a. Perlakuan atas anak secara manusiawi sesuai dengan martabat dan
hak-hak anak;
b. Penyediaan petugas pembimbing khusus pendamping khusus anak
sejak dini;
c. Penyediaan sarana dan prasarana khusus;
d. Penjatuhan sanksi yang tepat untuk kepentingan yang terbaik bagi
anak;
e. Pemantauan dan pencatatan terus menerus terhadap perkembangan
anak yang berhadap dengan hukum;
f. Pemberian jaminan untuk mempertahankan hubungan dengan orang
tua atau keluarga; dan
g. Perlindungan dari pemberitaan identitas melalui media massa dan
untuk menghindari labelisasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
Tabel 3.
Hak-hak Tersangka Anak Berdasarkan UU Nomor 3 Tahun 1997
Pasal Rumusan Pasal
42 Hak untuk diperiksa dalam suasana kekeluargaan dan hak untuk
mendapatkan bimbingan kemasyarakatan
44 (6) Berhak untuk ditempatkan ruang tahanan secara khusus yang
diperuntukan bagi anak
45 (3) Berhak untuk ditempatkan secara terpisah dengan tahanan dewasa
45 (4) Berhak untuk mendapat pelayanan kebutuhan jasmani, rohani dan social
51 Berhak untuk mendapatkan bantuan hokum, hak untuk berhubungan
langsung dengan penasehat hokum tanpa didengar oleh pejabat
berwenang
Menurut Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia, hak anak adalah hak asasi manusia dan untuk
kepentingannya hak anak itu diakui dan dilindungi oleh hukum bahkan
sejak dalam kandungan, berhak untuk mendapatkan perlindungan
hukum dari segala bentuk kekerasan fisik atau mental, penelantaran,
perlakuan buruk, dan pelecehan seksual selama dalam pengasuhan
orang tua atau walinya, atau pihak lain manapun yang bertanggung
jawab atas pengasuhan anak tersebut.
Setiap anak berhak untuk tidak dipisahkan dari orang tuanya
secara bertentangan dengan kehendak anak sendiri, kecuali jika ada
alasan dan aturan hukum yang sah yang menunjukkan bahwa
pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak. Setiap anak
berhak untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka
pengembangan pribadinya sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat
kecerdasannya. Setiap anak berhak untuk tidak dilibatkan di dalam
peristiwa peperangan, sengketa bersenjata, kerusuhan sosial, dan
peristiwa lain yang mengandung unsur kekerasan.
Setiap anak berhak untuk tidak dijadikan sasaran penganiayaan,
penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
Hukuman mati atau hukuman seumur hidup tidak dapat dijatuhkan
untuk pelaku tindak pidana yang masih anak. Setiap anak berhak untuk
tidak dirampas kebebasannya secara melawan hukum. Penangkapan,
penahanan, atau pidana penjara anak hanya boleh dilakukan sesuai
dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilaksanakan sebagai
upaya terakhir.
Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak mendapatkan
perlakuan secara manusiawi dan dengan memperhatikan kebutuhan
pengembangan pribadi sesuai dengan usianya dan harus dipisahkan
dari orang dewasa, kecuali demi kepentingannya. Setiap anak yang
dirampas kebebasannya berhak memperoleh bantuan hukum atau
bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum yang
berlaku. Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk
membela diri dan memperoleh keadilan di depan Pengadilan Anak
yang objektif dan tidak memihak dalam sidang yang tertutup untuk
umum.
Perlindungan khusus diberikan kepada anak anak yang
berhadapan dengan hukum. Setiap anak berhak memperoleh
perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan
hukuman yang tidak manusiawi, berhak untuk memperoleh kebebasan
sesuai dengan hukum. Penangkapan, penahanan, atau tindak pidana
penjara anak hanya dilakukan apabila sesuai dengan hukum yang
berlaku dan hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir. Setiap anak
yang dirampas kebebasannya berhak untuk mendapatkan perlakuan
secara manusiawi dan penempatannya dipisahkan dari orang dewasa,
memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam
setiap tahapan upaya hukum yang berlaku dan membela diri dan
memperoleh keadilan di depan pengadilan anak yang objektif dan
tidak memihak dalam sidang tertutup untuk umum.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana
berhak mendapatkan bantuan hukum dan bantuan lainnya. Negara dan
pemerintah menjamin perlindungan, pemeliharaan, dan kesejahteraan
anak dengan memperhatikan hak dan kewajiban orang tua, wali, atau
orang lain yang secara hukum bertanggung jawab terhadap anak.
b. Pemenuhan Hak-hak Tersangka Anak Pada Kasus No.Pol.:
LP/B/986/VI/2009/SPK I
Dalam suatu perkara hukum yang didalamnya melibatkan anak
di bawah umur sebagai tersangkanya maka pada proses penangkapan
sampai dengan penahanannya penyidik harus memperhatikan hak-hak
anak berdasarkan undang-undang.
Pemenuhan hak-hak anak dalam proses penyidikan dari
penangkapan sampai dengan penahanan di Kepolisian Resort Kota
Surakarta pada perkara nomor LP/B/986/VI/2009/SPK I telah
dilakukan berdasarkan ketentuan undang-undang yang berlaku. Pada
proses penyidikan, sudah dilakukan sesuai dengan hukum acara pidana
yang digunakan di Indonesia dan berdasarkan ketentuan KUHAP,
Undang-undang Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002, Undang-
undang Pengadilan Anak. Hal demikian tidak lepas karena yang
menjadi tersangkanya adalah anak, hal ini dapat dilihat dalam berita
acara pemeriksaan yang telah dibuat oleh penyidik dan ditanda tangani
pejabat yang berwenang di Kepolisian Resort Kota Surakarta yang
menyebutkan si pelaku benar-benar telah dipenuhi hak-haknya sebagai
tersangka anak.
Selain berdasarkan pada berita acara pemeriksaan penulis juga
telah melakukan wawancara dengan penyidik yang memeriksa perkara
tersebut. Dari hasil wawancara tersebut penyidik mengatakan telah
melakukan prosedur berdasarkan undang-undang dalam melakukan
penyidikan karena tersangkanya termasuk anak di bawah umur. Dari
wawancara tersebut penyidik mengambil langkah-langkah penyidikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
yang berbeda dengan penyidikan orang dewasa. Langkah-langkah itu
antara lain :
1) Diberitahukan terlebih dahulu tentang apa yang disangkakan
kepadanya.
2) Penyidik menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh anak
tersebut dan melakukan pemeriksaannya dilakukan dengan
mengajaknya sembari bermain dengan suasana kekeluargaan.
3) Pemeriksaan dilakukan di ruangan yang khusus dan berbeda
dengan ruangan tempat pemeriksaan tersangka dewasa pada
umumnya.
4) Pada saat melakukan penyidikan penyidik menggunakan seragam
bebas, tidak menggunakan seragam polisi pada umumnya agar
tersangka lebih nyaman dan tidak merasa tertekan.
5) Penyidik mempersilahkan keluarganya untuk mendampinginya
pada saat dilakukan penyidikan karena tersangka menolak
didampingi oleh penasehat hukum dalam penyidikan tersebut.
6) Penyidik telah merahasiakan proses penyidikan terhadap perkara
ini agar tidak diketahui oleh media massa.
7) Penyidik juga menghadirkan anggota Balai Pemasyarakatan
(BAPAS) untuk melakukan pemeriksaan terhadap tersangka karena
tersangka merupakan anak dibawah umur.
Wawancara tersebut dilakukan peneliti dengan nara sumber
adalah penyidik yang memeriksa perkara tersebut dengan di dampingi
oleh Kepala Unit Bidang Perempuan dan Anak AKP Sri Rahayu.
Penyidik mengatakan bahwa sebenarnya tersangka memberi
keterangan secara berbelit-belit dan cenderung mengarang cerita yang
tersangka sembunyikan kebenarannya, namun pada pemeriksaan kedua
yaitu ketika tersangka diperiksa dengan di dampingi oleh keluarganya
barulah pelaku mengakui segala perbuatannya tanpa adanya unsur
paksaan dan intimidasi dari pihak penyidik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
Berdasarkan keterangan Bripka Ahmad Tri Hartono selaku
penyidik pembantu Polresta Surakarta yang menangani kasus Torik
Syah Irawanto, menerangkan selama proses penyidikan dari
penangkapan sampai dengan penahanan kondisi tersangka keadaannya
sehat, saat diperiksa menyatakan bersedia untuk diperiksa. Petugas
menanyakan apakah perlu didampingi penasehat hukum selama proses
penyidikan, dijawab langsung tidak perlu. Selama pemeriksaan,
tersanga tidak pernah tersenyum dan juru periksa tidak pernah
melakukan kekerasan fisik. Selama pemeriksaan tersangka anak,
petugas berusaha menguasai emosi dan tidak melakukan kekerasan
terhadap tersangka. Pemeriksaan tersangka anak di Polresta Surakarta
sudah disediakan ruang pelayanan khusus untuk perempuan dan anak
baik sebagai saksi, tersangka dan/atau korban.
c. Analisa Pemenuhan Hak-hak Tersangka Anak
Dalam hal setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari
sasaran penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang
tidak manusiawi, dalam prateknya hal tersebut telah dilakukan oleh
penyidik dalam memeriksa perkara pengenai persetubuhan yang
dilakukan oleh anak di bawah umur ini, hal ini dibuktikan dengan tidak
adanya luka pada tersangka pada saat selesai melakukan pemeriksaan,
adapun pemeriksaan yang dilakukan penyidik adalah pemeriksaan
dengan cara kekeluargaan, berdasarkan penyidik yang melakukan
penyidikan kepada penulis pada saat wawancara.
Dalam hal penangkapan, penahanan, atau tindak pidana
penjara anak hanya dilakukan apabila seseuai dengan hukum yang
berlaku, namun semua hal tersebut tidak dilakukan oleh penyidik
dikarenakan adanya permohonan tertulis dari orang tua tersangka agar
tidak dilakukan tindakan tersebut. ihak Polresta Surakarta selaku
penyidik perkara ini telah melakukan sesuai dengan prosedurnya,
terlihat dari penyidik yang juga menghadirkan anggota Balai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
Pemasyarakatan (BAPAS) untuk melakukan pemeriksaan terhadap
tersangka karena tersangka merupakan anak di bawah umur.
Penulis berpendapat bahwa hak-hak tersangka dalam perkara
ini tersangkanya adalah anak di bawah umur telah dipenuhi semuanya
baik itu hak-hak tersangka pada umumnya maupun hak-hak tersangka
anak dibawah umur bersadasarkan ketentuan undang-undang yang
menyebutkan bahwa anak di bawah umur yang berhadapan dengan
hukum harus lebih diperhatikan hak-haknya di bandingkan dengan
hak-hak tersangka dewasa pada umumnya. Meskipun tidak diatur
sanksi atas pelanggaran kewajiban, penyidik tetap harus meningkatkan
kemampuan profesional. Pejabat yang profesional adalah pejabat yang
mampu memberi pelayanan terbaik, mengetahui kewajiban, dan
mengetahui pula batas-batas kewenangan serta bekerja dengan tepat
dan selektif.
2. Kendala yang Muncul dalam Implementasi Hak-hak Tersangka Anak
dalam Proses Penangkapan Sampai Dengan proses Penahanan dalam
Penyidikan Perkara No. Pol.: LP/B/986/VI/2009/SPK I
Dalam melaksanakan suatu perundang-undangan sering kali
dijumpai beberapa permasalahan yang timbul, baik disebabkan karena
peraturannya yang kurang jelas maupun disebabkan faktor pelaksana
undang-undang dalam hal ini aparat penegak hukum kurang maksimal.
Implementasi hak-hak tersangka ditingkat penyidikan dalam
berbagai kasus yang terjadi diwilayah hukum Polresta Surakarta, tentunya
terdapat hambatan-hambatan atau kendala-kendala yang ditemui selama
proses penyidikan, baik yang datang dari pihak penyidik sendiri maupun
dari pihak tersangka,yang dapat menyebabkan tidak dapat dilaksanakannya
secara baik implementasi hak-hak tersangka. Adapun hambatan-hambatan
tersebut antara lain :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
a. Hambatan dari pihak Penyidik;
1) Profesionalisme, pengetahuan, dan pengalaman yang kurang dari
oknum penyidik merupakan hambatan yang sering terjadi dalam
implementasi hak-hak tersangka. Sikap-sikap seperti ini yang sering
kali membuat penyidik mengabaikan perlunya penghormatan
terhadap hak-hak tersangka selama proses penyidikan, sebagai
perwujudan dari asas Praduga tidak bersalah, sehingga tindakan
sewenang-wenang yang dilakukan terhadap tersangka lambat laun
akan hilang.
2) Perilaku dan tindakan aparat penegak hukum dalam hal ini penyidik
dalam melakukan pemeriksaan bersikap arogan mereka
menganggap sebagai pemegang nasib tersangka, sehingga
pemeriksaan yang dilakukan terkadang menggunakan cara cepat
yaitu dengan cara pemerasan pengakuan terhadap tersangka dengan
menggunakan kekerasan dan tekanan mental
b. Hambatan dari pihak tersangka
1) Kurangnya pengetahuan dan kesadaran dari tersangka tentang arti
pentingnya bantuan hukum dari seorang atau lebih penasehat
hokum sebagai pendampingan terhadap tersangka sejak ia
ditangkap, guna mendapatkan pembelaan secara dini.
2) Sikap tidak mau bekerjasama, tersangka tidak mau memberikan
keterangan yang dapat menjadikan terang suatu tindak pidana.
Tersangka terkadang juga dalam memberikan keterangan berbelit-
belit dan sifatnya selalu ingin menghindar dari tanggung jawab atas
perbuatan yang dilakukan oleh tersangka.
3) Tersangka tidak kooperatif biasanya bersikap pasif dan banyak
diam, sehingga tersangka beranggapan bahwa dengan sikap seperti
itu akan lebih sedikit fakta-fakta yang akan muncul yang dapat
menunjukkan keterlibatan tersangka.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
4) Keadaan Psikologi tersangka yang tertekan karena kesan
menakutkan yang dimiliki POLRI sebagai penyidik. Tersangka
seringkali merasa takut pada saat akan dilakukan pemeriksaan,
terlebih-lebih mereka yang baru pertama kali melakukan tindak
pidana.
5) Kurang pahamnya tersangka akan hak-hak yang dimiliki oleh
tersangka selama dalam pemeriksaan ditingkat penyidikan.
Keadaan ini sering digunakan oleh pen yidik untuk mempercepat
proses penyidik
3. Upaya yang Dilakukan untuk Mengatasi Kendala-kendala dalam
Implementasi Hak-hak Tersangka Anak dalam Proses Penangkapan
Sampai Dengan proses Penahanan dalam Penyidikan Perkara No.
Pol.: LP/B/986/VI/2009/SPK I
Hak asasi anak merupakan bagian dari hak asasi manusia yang
termuat dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Konvensi Perserikatan
Bangsa-Bangsa tentang Hak-Hak Anak. Dari sisi kehidupan berbangsa dan
bernegara, anak adalah masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita
bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh,
dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak
kekerasan dan diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan.
Meskipun Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia telah mencantumkan tentang hak anak, pelaksanaan
kewajiban dan tanggung jawab orang tua, keluarga, masyarakat,
pemerintah, dan negara untuk memberikan perlindungan pada anak masih
memerlukan suatu undang-undang mengenai perlindungan anak sebagai
landasan yuridis bagi pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab tersebut.
Dengan demikian, pembentukan undang-undang ini didasarkan pada
pertimbangan bahwa perlindungan anak dalam segala aspeknya
merupakan bagian dari kegiatan pembangunan nasional, khususnya dalam
memajukan kehidupan berbangsa dan bernegara.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
Adapun upaya mengatasi kendala-kendala dalam implementasi
hak-hak tersangka anak dalam proses penangkapan dan proses penahanan
dalam penyidikan yang dilakukan oleh Polresta Surakarta adalah:
a. Seorang penyidik harus mengetahui secara rinci dan jelas tentang
perbedaan hak-hak penyidikan terhadap tersangka anak dan tersangka
dewasa serta memilki kesadaran untuk penerapannya.
b. Pendidikan dan pelatihan tentang profesionalisme kerja perlu
diupayakan hal ini terkait dengan kinerja penyidik dalam melaksanakan
penyidikan khususnya dalam hal menangani kasus dengan tersangka
anak.
c. Dalam mendapatkan keterangan dari tersangka dilakukan pendekatan
terhadap tersangka anak, tidak seperti terhadap tersangka orang
dewasa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Bahwa dari hasil penelitian mengenai implementasi hak-hak tersangka
sebagai perwujudan asas praduga tidak bersalah dalam proses penangkapan
dan proses penahanan ditingkat penyidikan yang dilakukan di Polresta
Surakarta. Penulis mendapatkan informasi yang berharga mengenai
implementasi hak tersangka tersebut, namun secara implisit telah termuat
dalam mata kuliah hukum acara Pidana. Dari hasil penelitian tersebut penulis
dapat menarik kesimpulan, yaitu dari pembahasan yang telah diuraikan
penulis pada bab-bab terdahulu , maka berikut ini akan disampaikan beberapa
kesimpulan yang berhubungan dengan pembahasan skripsi ini :
1. Implementasi hak-hak tersangka anak yang melanggar Pasal 362 KUHP
dalam proses penangkapan sampai dengan proses penahanan dalam
penyidikan perkara No. Pol.: LP/B/986/VI/2009/SPK I yang ditangani
oleh Polresta Surakarta telah sesuai dengan hak-hak tersangka yang diatur
dalam KUHAP dan peraturan pelaksaannya. tersangka terkadang masih
belum mengerti mengenai hak-hak yang dimilikinya, apalagi terhadap
tersangka yang baru pertamakali diperiksa oleh penyidik. Pelaksanaan
penyidikan yang dilakukan oleh penyidik di Polresta Surakarta telah sesuai
dengan ketentuan yang diatur dalam KUHAP, undang-undang dan
peraturan pelaksanaan lainnya. Hal ini dilakukan guna menghindari usaha-
usaha yang lebih mengutamakan tindakan kekerasan atau tekanan baik
fisik maupun mental yang berlebuhan yang dilakukan oleh penyidik.
2. Hambatan-hambatan yang dijumpai selama proses penangkapan sampai
dengan proses penahanan dalam rangka implemantasi hak-hak tersangka
ditingkat penyidikan adalah hambatan yang disebabkan oleh tersangka
yaitu ketidaktahuan tersangka akan hak-hak yang dimiliki, tersangka
dalam memberikan keterangan sering berbelit-belit dan tersangka tidak
59
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
menunjukan sikap kooperatif dan hanya bersikap diam.sedangkan
hambatan yang muncul dari pihak penyidik adalah kurang prosefionalnya
oknum aparat kepolisian dalam melakukan penyidikan, mereka hanya
memburu waktu tanpa menghormati hak-hak tersangka dan melakukan
tekanan-tekan baik secara fisik maupun mental hal ini dilakukan guna
mendapatkan pengakuan dari tersangka.
3. Upaya mengatasi hambatan yang dijumpai selama proses penangkapan
sampai dengan proses penahanan dalam rangka implemantasi hak-hak
tersangka ditingkat penyidikan adalah pendidikan dan pelatihan tentang
profesionalisme kerja perlu diupayakan hal ini terkait dengan kinerja
penyidik dalam melaksanakan penyidikan khususnya dalam hal menangani
kasus dengan tersangka anak. Perlu ditanamkan sikap sabar dalam
menghadapi dan mengumpulkan informasi dari tersangka. Dalam
mendapatkan keterangan dari tersangka dilakukan pelan-pelan, tidak
seperti tersangka orang dewasa.
B. Saran
1. Bahwa implementasi hak-hak tersangka dalam proses penangkapan dan
proses penahanan di tinggkat penyidikan yang dilakukan di Polresta
Surakarta. Seiring dengan semakin pentingnya supremasi hukum dan
penghormatan terhadap hak-hak yang dimiliki oleh manusia maka
Implementasi hak-hak tersangka akan menjadi hal yang penting dan utama
yang harus dijamin oleh aparat penegak hukum khususnya dalam proses
pemeriksaan yang dilakukan ditingkat penyidikan supaya penggunaan-
penggunaan tekanan kekerasaan baik fisik maupun mental terhindari.
Pengakuan dari tersangka bukanlah suatu hal yang harus dikejar, tetapi
dengan bukti-bukti serta saksi-saksi yang kuat tersangka tidak bisa
menghindar dari tanggung jawab atas tindakan hukum yang dilakukan
oleh tersangka.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
2. Dalam mewujudkan implementasi hak-hak tersangka sebagai perwujudan
asas Praduga tidak bersalah dalam proses pemeriksaan ditingkat
penyidikan, aparat penegak hukum yang melakukan pemeriksaan haruslah
menganggap seorang.
3. Ketentuan yang mengatur mengenai proses beracara hukum di Indonesia
yaitu KUHAP segera dilakukan amandemen yang mencakup ketentuan
mengenai tata cara penyidikan terhadap tersangka yang masih anak di
bawah umur sehingga dapat dibedakan dengan penyidikan terhadap orang
dewasa agar hak-hak tersangka anak dan dewasa dapat terpenuhi secara
maksimal berdasarkan ketententuan tersebut.
4. Dalam perkara hukum yang melibatkan anak di bawah umur selain
memperhatikan hak-hak tersangka anak, perlu juga diatur lebih lanjut
mengenai hak-hak dari korban yang masih di bawah umur, sehingga tidak
muncul anggapan bahwa perlindungan pelaku anak di bawah umur terlalu
“over protective” dibandingkan dengan korbannya. Untuk itu diperlukan
SOP (Standart Operating Peocedure) dalam penanganan hak korban oleh
penyidik sebagai pedoman yang harus dilakukan.
5. Perlu dilakukannya pelatihan kepada penyidik yang berbasis pada
penyidikan terhadap anak di bawah umur yang sedang berhadapan dengan
hukum, sehingga penyidik yang memeriksa perkara yang di dalamnya
melibatkan anak di bawah umur dapat lebih mengenal karakteristik anak
dalam suatu proses penyidikan agar hasil penyidikannya lebih maksimal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
DAFTAR PUSTAKA Andi Hamzah, 2000, Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana, Ghalia
Indonesia, Jakarta. Bambang Sumardjoko, 2003, Metodologi Penelitian Kualitatif, Pragram
Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta. Bawengan, Gerson W. 1977, Hukum Pidana di Dalam Teori dan Praktek,
Pradnya Paramita, Jakarta. Gatot Supramono, 2000, Hukum Acara Pengadilan Anak, Penerbit Djambatan,
Jakarta. Hadisuprapto, Paulus. 2008, Juvenile Delinquency: Pemahaman dan
Penanggulangannya, Citra Aditya Bakti, Bandung. HB Sutopo, 2000, Metode Penelitian Kualitatif, UNS Press, Surakarta. Miles, Matthew B dan Huberman, A.Michael. 1992. Analisis Data Kualitatif.
Terjemahan Tjetjep Rohendi Rohidi, Universitas Indonesia. Jakarta. Sianturi, SR. 1996, Asas-asas Pidana di Indonesia dan Penerapanya, Alumni,
Bandung. Soerjono Soekanto, 2008, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta. Subekti, R. 2003, Aneka Perjanjian, Pradnya Paramita, Jakarta. UNICEF, 2004, “Perlindungan Terhadap Anak yang Berhadapan Dengan
Hukum”, Manual Pelatihan untuk Polisi. -----------, 2004, “Perlindungan Terhadap Anak yang Berhadapan Dengan
Hukum”, Buku Saku untuk Polisi. Yahya Harahap, 2008, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP,
Pustaka Kartini, Jakarta. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian RI
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
Undang-Undang No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak Undang-Undang RI No. 3 Tahun 1997 tentan Pengadilan Anak Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tantang Perlindungan Anak. Peraturan KaPolri No. Pol. 16 Tahun 2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit