Implementasi Carbon Accounting di Indonesia dan Kendala/permasalahan/solusi (PT Indocement, Tbk) Reni Hariyani, SE, M.Akt Fakultas Ekonomi Universitas Budi Luhur, Jakarta, 12260 Telp : (021) 5853753 ext 287, Fax : (021)5853489 E-mail : [email protected]Martini, SE, M.Akt Fakultas Ekonomi Universitas Budi Luhur, Jakarta, 12260 Telp : (021) 5853753 ext 301, Fax : (021)5853489 E-mail : [email protected]Latar Belakang Seputar Global Warming Pemanasan global terjadi sebagai akibat oleh semakin banyaknya gas rumah kaca yang dilepaskan ke atmosfer bumi. Ada dua kelompok gas rumah kaca yaitu kelompok gas rumah kaca yang berpengaruh langsung dan kelompok gas rumah kaca yang berpengaruh secara tidak langsung terhadap pemanasan global. Gas rumah kaca yang berpengaruh langsung adalah CO 2 (karbon dioksida), CH 4 (Metana), N 2 O (Nitro oksida), PFCs (Perfluorocarbons) dan HFCs (Hydrofluorocarbons). Gas rumah kaca yang berpengaruh secara tidak langsung adalah SO 2 , NOx, CO dan NMVOC. Dari semua jenis gas rumah kaca tersebut, gas CO 2 menempati urutan pertama penyebab pemanasan global. Banyak sumber yang menjadi penyebab dilepaskannya gas CO 2 ke udara, diantaranya kegiatan pertanian, peternakan, industri, kendaraan bermotor dan lain-lain. Kegiatan-kegiatan yang berbasis lahan atau tanah di Indonesia menyumbangkan emisi gas rumah kaca lebih besar dibandingkan sektor industri. Saat ini Indonesia belum memiliki standar sistem penghitungan emisi karbon yang digunakan secara nasional, skala regional ataupun areal tertentu, khususnya penghitungan emisi karbon berbasis lahan. Pada era yang sekarang ini, sektor bisnis di Indonesia mulai berkembang. Tentu saja kebanyakan dari mereka masih memfokuskan tujuan utamanya pada pencarian keuntungan semata. Perusahaan atau organisasi lainnya menganggap bahwa sumbangsih kepada masyarakat cukup diberikan melalui nilai dalam penyediaan lapangan pekerjaan, pemenuhan kebutuhan dengan produknya dan pembayaran pajak kepada negara. Ketiga hal tersebut tidaklah cukup apabila perusahaan ingin bertahan sampai lima tahun ke depan karena masyarakat tidak hanya menuntut perusahaan menyediakan barang dan jasa saja tetapi juga pertanggungjawaban secara sosial terhadap kehidupannya. Hal inilah yang mendorong perubahan paradigma para pemegang saham dan pengguna laporan keuangan dimana fokusnya tidak hanya pada perolehan laba perusahaan tetapi juga memperhatikan tanggung jawab sosial dan lingkungan sekitar perusahaan. Selain itu para pemimpin perusahaan juga menghadapi tantangan dalam menerapkan standar-standar etis terhadap praktik bisnis yang bertanggung jawab. Tanggung jawab sosial perusahaan dituangkan dalam bentuk suatu kepedulian sosial yang dapat kita namakan sebagai Corporate Social Responsibility (CSR). Dimana dalam praktiknya organisasi-
18
Embed
Implementasi Carbon Accounting di Indonesia dan Kendala ...portal.kopertis3.or.id/bitstream/123456789/1571/1/carbon accounting.pdf · Implementasi Carbon Accounting di Indonesia dan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Pemanasan global terjadi sebagai akibat oleh semakin banyaknya gas rumah kaca yang dilepaskan ke atmosfer bumi. Ada dua kelompok gas rumah kaca yaitu kelompok gas rumah kaca yang berpengaruh langsung dan kelompok gas rumah kaca yang berpengaruh secara tidak langsung terhadap pemanasan global. Gas rumah kaca yang berpengaruh langsung adalah CO2 (karbon dioksida), CH4 (Metana), N2O (Nitro oksida), PFCs (Perfluorocarbons) dan HFCs (Hydrofluorocarbons). Gas rumah kaca yang berpengaruh secara tidak langsung adalah SO2, NOx, CO dan NMVOC.
Dari semua jenis gas rumah kaca tersebut, gas CO2 menempati urutan pertama penyebab pemanasan global. Banyak sumber yang menjadi penyebab dilepaskannya gas CO2 ke udara, diantaranya kegiatan pertanian, peternakan, industri, kendaraan bermotor dan lain-lain. Kegiatan-kegiatan yang berbasis lahan atau tanah di Indonesia menyumbangkan emisi gas rumah kaca lebih besar dibandingkan sektor industri. Saat ini Indonesia belum memiliki standar sistem penghitungan emisi karbon yang digunakan secara nasional, skala regional ataupun areal tertentu, khususnya penghitungan emisi karbon berbasis lahan.
Pada era yang sekarang ini, sektor bisnis di Indonesia mulai berkembang. Tentu saja kebanyakan dari
mereka masih memfokuskan tujuan utamanya pada pencarian keuntungan semata. Perusahaan atau
organisasi lainnya menganggap bahwa sumbangsih kepada masyarakat cukup diberikan melalui nilai
dalam penyediaan lapangan pekerjaan, pemenuhan kebutuhan dengan produknya dan pembayaran pajak
kepada negara. Ketiga hal tersebut tidaklah cukup apabila perusahaan ingin bertahan sampai lima tahun
ke depan karena masyarakat tidak hanya menuntut perusahaan menyediakan barang dan jasa saja tetapi
juga pertanggungjawaban secara sosial terhadap kehidupannya.
Hal inilah yang mendorong perubahan paradigma para pemegang saham dan pengguna laporan keuangan
dimana fokusnya tidak hanya pada perolehan laba perusahaan tetapi juga memperhatikan tanggung jawab
sosial dan lingkungan sekitar perusahaan. Selain itu para pemimpin perusahaan juga menghadapi
tantangan dalam menerapkan standar-standar etis terhadap praktik bisnis yang bertanggung jawab.
Tanggung jawab sosial perusahaan dituangkan dalam bentuk suatu kepedulian sosial yang dapat kita
namakan sebagai Corporate Social Responsibility (CSR). Dimana dalam praktiknya organisasi-
organisasi bisnis melihatnya sebagai tekanan karena dalam mengimplementasikannya CSR masuk
kedalam sebuah tantangan bisnis yang baru berkembang di tahun 2000-an.
Dalam praktiknya, seperti yang kita telah ketahui CSR belum mempunyai dasar pemikiran dan aturan
yang cukup jelas dan kuat. Hal ini dapat dilihat dari pengimplementasian CSR itu sendiri masih bersifat
sukarela (volountary). Tim International Organization for Standarization (ISO) pada bulan September
2004 sebagai induk dari organisasi standar internasional mengundang berbagai pihak untuk melahirkan
panduan (guedelines) dan standarisasi untuk tanggung jawab sosial yang diberi nama ISO
26000: Guidance Standard on Social Responsibilty. ISO 26000 ini sifatnya hanya panduan saja dan
bukan pemenuhan terhadap persyaratan (requirements) karena memang tidak dirancang sebagai standar
sistem manajemen dan tidak digunakan sebagai sebagai standar sertifikasi (Yusuf Wibisono, 2007 : 38).
Hal ini memang harus dapat kita pahami, karena seperti yang telah kita ketahui CSR merupakan dampak
dari perkembangan perubahan di dunia bisnis.
Dengan menganalisis perkembangan corporate social responsibility, didapatkan bahwa
terdapat keterbatasan alam dalam mendukung kehidupan manusia sehingga perlu adanya upaya untuk
menyadarkan dan membuat manusia peduli tidak hanya terhadap lingkungan hidup tapi juga pada
lingkungan sosialnya (sustainability communication). Para akuntan di Indonesia telah turut menyadari
bahwa pentingnya penyusunan sustainability report karena di dalamnya terdapat prinsip dan standar
pengungkapan yang mampu mencerminkan tingkat aktivitas perusahaan secara menyeluruh dan tentu saja
berbeda dengan yang diungkapkan dalam laporan keuangan. Dengan adanya hal tersebut kinerja
perusahaan bisa langsung dinilai oleh pemerintah, masyarakat, organisasi lingkungan, media massa
khususnya pada investor dan kreditor (bank) karena investor maupun kreditor (bank) tidak mau
menanggung kerugian yang disebabkan oleh adanya kelalaian perusahaan tersebut terhadap tanggung
jawab sosial dan lingkungannya.
Dalam proses pelaporannya sustainability report, banyak diatur dalam standar aturan-aturan internasional
baku yang diadopsi oleh Indonesia salah satunya adalah Global Reporting Initiative (GRI) yang di
dalamnya mengatur prinsip dasar yang harus terdapat pada sustainability report yaitu: seimbang, dapat
dibandingkan, teliti, tepat waktu, jelas dan dapat dipercaya.
Landasan Teori
2.1 Kaitan Akuntansi Lingkungan sebagai dasar lahirnya Corporate Social Responsibility
Adanya Perubahan dari sudut pandang dunia bisnis bahwa tujuan akhir organisasi berubah bukan hanya
berorientasi pada keuntungan belaka menyadarkan sektor bisnis akan pentingnya tanggung jawab sosial
terhadap lingkungan sekitar. Dengan menerapkan program tanggung jawab sosial terhadap lingkungan,
hal ini dapat membawa perubahan dalam bentuk rencana strategis bagi perusahaan guna mempertahankan
kelangsungan bisnisnya sampai dimasa yang akan datang.
Dari data statistik yang didapat, menunjukkan bahwa pertumbuhan positif dari peningkatan kehidupan
dari banyak orang di seluruh dunia ternyata diimbangi dengan informasi yang mengkhawatirkan
mengenai kondisi lingkungan serta beban kemiskinan dan kelaparan yang berlanjut dari jutaan orang
lainnya (bahwa pertumbuhan positif dari peningkatan taraf kehidupan banyak orang di seluruh dunia
ternyata diimbangi dengan informasi mengenai kondisi lingkungan yang semakin mengkhawatirkan serta
meningkatnya kemiskinan dan kelaparan dari jutaan orang lainnya). Kondisi kontras ini menciptakan
dilema yang paling menantang bagi abad ke-21.
Banyak perusahaan yang menganggap bahwa bentuk kepedulian kepada masyarakat cukup diberikan
melalui penyediaan lapangan pekerjaan, pemenuhan kebutuhan dengan produknya dan pembayaran pajak
kepada negara. Tentu saja hal tersebut tidaklah cukup apabila perusahaan ingin bertahan dan berkembang
untuk masa depannya karena masyarakat tidak hanya menuntut perusahaan menyediakan barang dan jasa
saja tetapi juga pertanggungjawaban secara sosial. Sehingga saat ini pandangan pemegang saham dan
pengguna laporan keuangan pada telah berubah dimana fokusnya tidak hanya pada perolehan laba
perusahaan tetapi juga memperhatikan tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan. Selain itu para
pemimpin perusahaan juga menghadapi tantangan dalam menerapkan standar-standar etis terhadap
praktik bisnis yang bertanggung jawab. Tekanan untuk menerapkan Corporate Social
Responsibility (CSR) menempati ranking kedua dari tantangan-tantangan bisnis paling penting di tahun
2000. Walaupun sedang banyak dibicarakan tetapi CSR itu sendiri merupakan hal yang belum pasti, hal
ini bisa dilihat dari definisi secara operasional.
Pada bulan September 2004 tim International Organization for Standarization (ISO) sebagai induk dari
organisasi standar internasional mengundang berbagai pihak untuk melahirkan panduan (guedelines) dan
standarisasi untuk tanggung jawab sosial yang diberi nama ISO 26000 : Guidance Standard on Social
Responsibilty. ISO 26000 ini sifatnya hanya panduan saja dan bukan pemenuhan terhadap persyaratan
(requirements) karena memang tidak dirancang sebagai standar sistem manajemen dan tidak digunakan
sebagai sebagai standar sertifikasi (Yusuf Wibisono, 2007 : 38). Hal ini memang harus kita pahami
karena seperti yang kita ketahui CSR merupakan dampak dari perkembangan dunia bisnis yang umurnya
baru berkembang . Walaupun demikian inti dari konsep ini adalah keseimbangan antara perhatian
terhadap aspek ekonomis dan aspek sosial serta lingkungan. Selain itu pelaporan non keuangan secara
umum telah diakomodasi dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK). PSAK No. 1
menyatakan tentang penyajian laporan keuangan dinyatakan bahwa perusahaan dapat pula menyajikan
laporan tambahan, khususnya bagi industri di mana lingkungan hidup memegang peranan penting. Untuk
itu sudah selayaknya perusahaan melaporkan semua aspek yang mempengaruhi kelangsungan operasi
perusahaan kepada masyarakat.
Sesuai dengan Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) yang
mengungkap berbagai ketentuan tentang pendirian PT dan salah satunya pada pasal 74 membahas tentang
tanggung jawab sosial dan lingkungan yang bertujuan mewujudkan pembangunan ekonomi berkelanjutan
guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat bagi PT itu sendiri, komunitas
setempat dan masyarakat pada umumnya. Untuk melaksanakan kewajiban tersebut, kegiatan tanggung
jawab sosial dan lingkungan harus dianggarkan serta diperhitungkan sebagai biaya PT yang dilaksanakan
dengan memperhatikan kepatuhan dan kewajaran. Pada pasal 66 juga dijelaskan bahwa kegiatan tersebut
dimuat dalam laporan tahunan PT, salah satunya adalah laporan pelaksanaan tanggung jawab sosial dan
lingkungan. Apabila PT tidak melaksanakannya maka PT yang bersangkutan dikenai sanksi sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dengan menganalisis perkembangan corporate social responsibility, didapatkan bahwa
terdapat keterbatasan alam dalam mendukung kehidupan manusia sehingga perlu adanya upaya untuk
menyadarkan dan membuat manusia peduli tidak hanya terhadap lingkungan hidup tapi juga pada
lingkungan sosialnya (sustainability communication). Para akuntan menyadari bahwa pentingnya
penyusunan sustainability report karena di dalamnya terdapat prinsip dan standar pengungkapan yang
mampu mencerminkan tingkat aktivitas perusahaan secara menyeluruh dan tentu saja berbeda dengan
yang diungkapkan dalam laporan keuangan. Dengan adanya hal tersebut kinerja perusahaan bisa langsung
dinilai oleh pemerintah, masyarakat, organisasi lingkungan, media massa khususnya pada investor dan
kreditor (bank) karena investor maupun kreditor (bank) tidak mau menanggung kerugian yang disebabkan
oleh adanya kelalaian perusahaan tersebut terhadap tanggung jawab sosial dan lingkungannya. Dimana
dalam proses pelaporan, ada beberapa standar yang sudah dikenal untuk menunjukkan kinerja perusahaan
dalam mengimplementasikan tanggung jawab sosial dan lingkungannya. Salah satunya adalah Global
Reporting Initiative(GRI).
Pada dasarnya sustainability report perlu ada untuk melaporkan kegiatan Corporate Social
Responsibility (CSR) yang merupakan hal yang penting bagi sebuah perusahaan. Yang mana di dalam
perusahaan ada yang dinamakan proses internal dan proses eksternal, di mana proses internal biasanya
terkendali dan proses eksternal biasanya uncertain. Dengan diterapkannya sustainibility report pada
organisasi atau perusahaan berdasarkan standar GRI ini, diharapkan dapat menciptakan perusahaan
berbisnis secara beretika dan dapat berkembang secara berkelanjutan.
2.2 Definisi Sustainability reporting dan kaitannya dengan Akuntansi Lingkungan
Akuntansi lingkungan dapat didefinisikan sebagai proses pengidentifikasian, pengukuran dan
pengaokasian biaya-biaya lingkungan hidup dan pengintegrasian biay-biaya ke dalam pengambilan
keputusan usaha serta mengkomunikasikan hasilnya kepada para stockholders perusahaan (Sri Hastuti
dan Ikhsan:2002)
Sedangkan menurut Djogo (2002) mendefinisikannya sebagai suatu istilah yang berkaitan dengan
memasukkan biaya lingkungan ke dalam praktik akuntansi perusahaan atau lembaga pemerintah. Dimana
biaya lingkungan merupakan dampak baik moneter maupun non-moneter yang haris diakui sebagai akibat
dari dilakukannya kegiatan yang mempengaruhi kualitas lingkungan.
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa akuntansi lingkungan dapat memuat kaitan komponen-
komponen didalam lingkungan social dimana dapat menjelaskan hubungan sebab akibat dari pos-pos
biaya yang dikeluarkan yang akan berdampak pada kualitas lingkungan disekitarnya. Pada akuntansi
lingkungan terdapat perhitungan atas polusi (baik air, tanah, dan udara), pengelolaan sampah, limbah dan
lain-lainnya yang secara langsung ataupun tidak dapat terkena akibat dari kegiatan usaha yang dilakukan
oleh perusahaan atau organisasi.
Akuntansi lingkungan ini merupakan salah satu dampak dari adanya perubahan pandangan seiring dengan
munculnya berbagai kasus yang merugikan lingkungan. Dimana memunculkan paradigma bisnis yang
tidak lagi mengacu pada single P, tetapi berubah menjadi Triple P (Profit, People dan Planet).
Hal ini mengindikasikan bahwa bisnis yang dibangun haruslah menguntungkan tidak hanya bagi
perusahaan tetapi bermanfaat juga bagi manusia/pekerja, dan lingkungannya. Pandangan ini didasarkan
pada konsep Sustainable development, yaitu konsep pembangunan dimana untuk memenuhi kebutuhan
hidup manusia sekarang tidak boleh mengganggu kemampuan generasi yang akan datang dalam
memenuhi kebutuhan hidup mereka dimasa yang akan datang. Cara yang mudah untuk
mengimplementasikan pengukuran dan penganalisisan sustainability development yakni dengan
menggunakan sustainability reporting dalam praktinya. Dimana sustainability reporting dapat
menginformasikan segala bentuk kegiatan perusahaan melalui pos-pos pembiayaan perusahaan guna
lingkungan sosialnya yang tentunya berbeda seperi pengungkapan pada laporan keuangan seperti
biasanya.
Berikut ini merupakan berbagai definisi yang dapat mendefinisikan sustainability report yakni
diantaranya adalah:
Laporan keberlanjutan adalah praktek pengukuran, pengungkapan dan upaya akuntabilitas dari kinerja
organisasi dalam mencapai tujuan pembangunan atas usaha yang berkelanjutan kepada para pemangku
kepentingan baik internal maupun eksternal. Laporan keberlanjutan merupakan sebuah istilah umum yang
dianggap sinonim dengan istilah lainnya untuk menggambarkan laporan mengenai dampak ekonomi,
lingkungan dan sosial.
sustainability report merupakan suatu bentuk informasi dimana di dalamnya terdapat prinsip dan
standar pengungkapan yang mampu mencerminkan tingkat aktivitas perusahaan secara menyeluruh dan
tentu saja berbeda dengan yang diungkapkan dalam laporan keuangan.
2.3 Sustainability Business
Dari pengertiannya sendiri ialah bentuk gabungan dari berbagai disiplin ilmu yang bertanggung jawab
soal lingkungan menjadi suatu disiplin yang selalu mengacu pada efek lingkungan sosial, dan ekonomi
dari sebuah bisnis atau proyek secara keseluruhan.
2.3.1 Faktor Pendorong untuk mengimplementasikan Sustainability Business
Secara internasional, kesadaran akan pentingnya komitmen bersama untuk menurunkan emisi gas rumah
kaca dan menyelamatkan dunia dari kerusakan yang lebih parah dimulai dari Protokol Kyoto.
Kesepakatan yang ditandatangani 11 Desember 1997 dan diberlakukan sejak 16 Februari 2005 ini
diratifikasi oleh 181 negara di dunia. Setiap Negara, terutama negara-negara industri yang menjadi
penyumbang terbesar emisi gas rumah kaca, mempunyai target penurunan emisi. Dan target-target
tersebut diturunkan pada setiap perusahaan di negara-negara tersebut.
AICPA, CICA dan CIMA-ketiganya adalah asosiasi akuntan di Amerika Serikat, Kanada dan asosiasi
akuntan manajemen secara berurutan - melakukan survei mengenai faktor apakah yang paling utama
dalam mendorong perusahaan untuk mengimplementasikan bisnis yang berkelanjutan, dan diperoleh hasil
sebagai berikut:
1. Kepatuhan terhadap regulasi
2. Pengelolaan risiko atas reputasi internasional
3. Pengurangan biaya dan efisiensi
Di Indonesia, regulasi terkait dengan penerapan dan pengungkapan bisnis yang berkelanjutan antara lain:
1. Regulasi Bappepam yang mewajibkan pengungkapan aktivitas CSR dalam laporan tahunan sejak tahun
2005
2. UU PT no 40 tahun 2007
3. Semua BUMN diwajibkan mengalokasikan 1-3% dari laba bersih untuk membiayai program
pengembangan masyarakat dan menyerahkan laporan terpisah yang sudah diaudit.
Setiap perusahaan memiliki alasan yang berbeda dalam mengimplementasikan bisnis yang
berkelanjutan. Berikut adalah faktor-faktor yang mendorong implementasi strategi keberlanjutan
perusahaan ( Survei AICPA,CICA dan CIMA).
1. Kepatuhan terhadap regulasi dan hokum
2. Pengelolaan risiko terhadap merk atau reputasi perusahaan
3. Mencapai keunggulan bersaing dan profitabilitas jangka panjang
4. Efisiensi dan penghematan biaya
5. Nilai-nilai perusahaan
6. Permintaan pelanggan akan produk yang ‘hijau’ alias peduli lingkungan
7. Pengawasan publik terhadap praktik ketenagakerjaan, dan praktik bisnis lainnya
8. Faktor-faktor yang mendorong karyawan bergabung dan bertahan
9. Persyaratan dari vendor
10. Bantuan pemerintah, atau insentif lainnya, seperti keringanan pajak atau bunga pinjaman
2.3.2 Cara Menjadi Sustainability Business
Berikut ini ada 10 langkah, yang dibagi dalam 3 (tiga) kelompok besar yang bisa dijadikan pedoman
untuk menjadi bisnis yang berkelanjutan :
Dari sisi Strategy dan Pengawasan berarti menuntut adanya
1) komitmen dari Dewan Direksi dan manajemen senior,
2) memahami dan menganalisis key sustainability drivers organisasi dan
4) memastikan bahwa keberlanjutan adalah tanggungjawab setiap orang dalam organisasi (jadi, bukan
hanya departemen tertentu),
5) menjabarkan target dan tujuan keberlanjutan organisasi menjadi target dan tujuan yang bermakna untuk
divisi, departemen atau anak perusahaan,
6) melakukan proses yang memastikan bahwa isu keberlanjutan ini dipertimbangkan secara tegas dan
konsisten dalam pengambilan keputusan sehari-hari,
7) mengikuti pelatihan terkait dengan effective dan extensive sustainability, sehingga implementasinya bisa
lebih terarah, bukan hanya common sense.
Dari sisi Kinerja dan Pelaporan membutuhkan perusahaan untuk
8) memasukkan target dan tujuan keberlanjutan dalam penilaian kinerja,
9) menjadi yang terdepan dalam mempromosikan keberlanjutan dan merayakan setiap keberhasilan dan
10) memonitor dan melaporkan kinerja keberlanjutan.
2.4 Sustainability Reporting
Dewasa ini perusahaan dituntut oleh stakeholder kunci seperti karyawan, pemegang saham dan konsumen
untuk transparan atas visi/misi, prinsip, tujuan dan kinerjanya dalam segala dimensi pembangunan
berkelanjutan. Sustainability reporting adalah jawaban yang sesuai dengan prinsip-prinsip
KPB. Sustainability reporting adalah usaha dari suatu organisasi (perusahaan) dalam memproduksi dan
mempublikasikan sustainability report (SR). SR – menurut World Business Council for Sustainable
Development – bisa didefinisikan sebagai laporan publik dimana perusahaan memberikan gambaran
posisi dan aktivitas perusahaan pada aspek ekonomi, lingkungan dan sosial kepada stakeholder internal
dan eksternalnya (WBCSD 2002:7). Dengan demikian, SR, idealnya, mengintegrasikan tiga bentuk
laporan sebelumnya (keuangan, sosial dan lingkungan). Bagaimanapun juga, memproduksi SR
merupakan proses yang menantang. SR hanyalah puncak dari gunung es. Perusahaan akan sulit membuat
laporan yang akurat dan dapat dipercaya tanpa sebelumnya memiliki dan menerapkan sistem informasi
dan manajemen internal yang handal. Memproduksi SR membutuhkan komitmen kuat dari pimpinan
perusahaan, alur tanggung jawab yang jelas dan sumber daya yang memadai. SR bukanlah hasil dari
proses instant, melainkan merupakan hasil dari pengalaman perusahaan selama bertahun-tahun dalam
melakukan aktivitas sesuai dengan konsep pembangunan berkelanjutan.
2.4.1 Peranan dan Tujuan Sustainability Reporting
Laporan keberlanjutan adalah praktek pengukuran, pengungkapan dan upaya akuntabilitas dari kinerja organisasi dalam
mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan kepada para pemangku kepentingan baik internal maupun eksternal. ‘Laporan
Keberlanjutan’ merupakan sebuah istilah umum yang dianggap sinonim dengan istilah lainnya untuk menggambarkan laporan
mengenai dampak ekonomi, lingkungan, dan sosial (misalnya triple bottom line, laporan pertanggungjawaban perusahaan, dan
lain sebagainya).
Sebuah laporan keberlanjutan harus menyediakan gambaran yang berimbang dan masuk akal dari kinerja keberlanjutan sebuah
organisasi –baik kontribusi yang positif maupun negatif.
Laporan Keberlanjutan yang disusun berdasarkan Kerangka Pelaporan GRI mengungkapkan keluaran dan hasil yang terjadi
dalam suatu periode laporan tertentu dalam konteks komitmen organisasi, strategi, dan pendekatan manajemennya. Laporan
dapat digunakan untuk tujuan berikut, di antaranya:
Patok banding dan pengukuran kinerja keberlanjutan yang menghormati hukum, norma, kode, standar kinerja, dan inisiatif
sukarela;
Menunjukkan bagaimana organisasi mempengaruhi dan dipengaruhi oleh harapannya mengenai pembangunan berkelanjutan;
dan
Membandingkan kinerja dalam sebuah organisasi dan di antara berbagai organisasi dalam waktu tertentu.
2.4.2 Prinsip-prinsip Sustainability Reporting
Laporan Keberlanjutan digunakan untuk menggambarkan laporan mengenai dampak ekonomi,
lingkungan, dan sosial suatu perusahaan. Terdapat Prinsip-prinsip dalam penyusunan sustainability
reporting, sehingga membuat informasi yang tertuang di dalam sustainability reporting menjadi informasi
yang berkualitas dan memadai. Prinsip-prinsip ini sangat fundamental bagi terwujudnya transparansi yang
efektif. Kualitas informasi akan memungkinkan pemangku kepentingan untuk membuat penilaian yang
masuk akal serta tindakan yang memadai terkait kinerja organisasi. Prinsip-prinsip tersebut yaitu :
Keseimbangan
Laporan harus menggambarkan aspek positif dan negatif dari kinerja perusahaan untuk dapat memungkinkan
penilaian yang masuk akal terhadap keseluruhan kinerja. Keseluruhan penyajian isi laporan harus menyajikan gambaran yang
tidak bias terhadap kinerja organisasi. Laporan harus menghindari pemilihan, penghilangan, atau penyajian format yang
memungkinkan kesalahan penilaian oleh pembaca laporan.
Dapat diperbandingkan
Isu-isu dan informasi harus dipilih, dikumpulkan, dan dilaporkan secara konsisten. Informasi yang dilaporkan harus
disajikan dalam sebuah cara yang memungkinkan pemangku kepentingan dapat menganalisis perubahan kinerja organisasi dari
waktu ke waktu dan dapat mendukung analisis relatif terhadap organisasi lainnya. Perbandingan sangat dibutuhkan dalam
mengevaluasi kinerja. Pemangku kepentingan yang menggunakan laporan harus dapat membandingkan informasi kinerja
ekonomi, lingkungan, dan sosial yang dilaporkan dengan kinerja organisasi sebelumnya, sasarannya, dan apabila
memungkinkan dengan kinerja organisasi lainnya. Konsistensi dalam melaporkan memungkinkan pihak-pihak internal dan
eksternal untuk melakukan perbandingan.
Kecermatan
Informasi yang dilaporkan harus cukup cermat dan detail bagi pemangku kepentingan dalam menilai kinerja
organisasi.
Ketepatan waktu
Laporan dilakukan berdasarkan jadwal reguler serta informasi kepada pemangku kepentingan tersedia tepat waktu
ketika dibutuhkan dalam mengambil kebijakan. Kegunaan informasi akan sangat terkait dengan apakah waktu
pengungkapannya kepada pemangku kepentingan dapat memungkinkan mereka untuk mengintegrasikannya secara efektif
dalam pembuatan kebijakan yang mereka lakukan.
Kejelasan
Informasi harus disediakan dalam cara yang dapat dimengerti dan diakses oleh pemangku kepentingan yang
menggunakan laporan. Laporan harus menyajikan informasi dalam cara yang dapat dimengerti, dapat diakses, dan dapat
digunakan oleh para pemangku kepentingan organisasi (baik dalam bentuk cetak maupun saluran lainnya). Pemangku
kepentingan harus dapat menemukan informasi yang dibutuhkannya tanpa harus bekerja keras. Informasi harus disajikan
dalam cara yang komprehensif kepada pemangku kepentingan yang telah memiliki pemahaman akan organisasi dan
aktivitasnya. Grafik dan tabel data terkonsolidasi dapat membantu dalam memahami dan mengakses informasi yang ada dalam
laporan.
Keterandalan
Informasi dan proses yang digunakan dalam penyiapan laporan harus dikumpulkan, direkam, dikompilasi, dianalisis,
dan diungkapkan dalam sebuah cara yang dapat diuji dan dapat membentuk kualitas dan materialitas dari laporan. Pemangku
kepentingan harus yakin bahwa sebuah laporan dapat dicek ketepatan dan ketelitian isinya serta tingkatan Prinsip Pelaporan
yang digunakan. Informasi dan data yang termasuk dalam laporan harus didukung oleh pengendalian internal atau dokumentasi
yang dapat di-review oleh individu di luar mereka yang terlibat dalam pembuatan laporan.
2.4.3 Teknik Pelaporan CSR
CSR diartikan sebagai suatu tindakan etis atau tanggung jawab perusahaan terhadap stakeholders.
Tindakan etis atau tanggung jawab tersebut dimaksudkan agar mendapat penerimaan dari masyarakat
luas. Tanggung jawab sosial meliputi aspek sosial dan lingkungan, dalam hal ini aspek ekonomi
telah tercakup dalam aspek sosial. Stakeholders terdiri dari pihak dalam dan luar perusahaan. Tujuan
utama dari tanggung jawab sosial adalah untuk meningkatkan standar hidup, tanpa mengesampingkan
pencapaian keuntungan untuk semua pihak baik yang berada di dalam ataupun di luar perusahaan.
Untuk itulah maka pertanggungjawaban sosial perusahaan (CSR) perlu diungkapkan dalam perusahaan
sebagai wujud pelaporan tanggung jawab sosial kepada masyarakat. Pertanggungjawaban sosial
perusahaan diungkapkan dalam dua bentuk yaitu :
Di dalam laporan yang disebut Sustainability Reporting. Sustainability Reporting adalah pelaporan
mengenai kebijakan ekonomi, lingkungan dan sosial, pengaruh dan kinerja organisasi dan produknya di
dalam konteks pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Sustainabitity report harus
menjadi dokumen strategik yang berlevel tinggi yang menempatkan isu, tantangan dan
peluang Sustainability Development yang membawanya menuju kepada core business dan sektor
industrinya.
Laporan tanggung jawab sosial perusahaan di ungkapkan dan disajikan dalam Annual Report.
2.4.4 Standar Sustainability Reporting
Salah satu standar Sustainability Reporting adalah standar yang dibuat oleh GRI. GRI membuat kerangka
pelaporan, yang ditujukan sebagai sebuah kerangka yang dapat diterima umum dalam melaporkan kinerja
ekonomi, lingkungan, dan sosial dari organisasi. Kerangka ini didesain untuk digunakan oleh berbagai
organisasi yang berbeda ukuran, sektor, dan lokasinya. Kerangka ini juga memperhatikan pertimbangan
praktis yang dihadapi oleh berbagai macam organisasi dari perusahaan kecil sampai kepada perusahaan
yang memiliki operasi ekstensif dan tersebar di berbagai lokasi.
Kerangka Pelaporan GRI mengandung kandungan isi umum dan sektor secara spesifik yang telah disetujui oleh
berbagai pemangku kepentingan di seluruh dunia dan dapat diaplikasikan secara umum dalam melaporkan kinerja
keberlanjutan dari sebuah organisasi. Panduan Pembuatan Laporan Berkelanjutan terdiri atas Prinsip-prinsip Pelaporan,
Panduan Pelaporan dan Standar Pengungkapan (termasuk di dalamnya Indikator Kinerja) Elemen-elemen ini dipertimbangkan
memiliki bobot dan kepentingan yang sama.
Pembahasan
Sistem Perhitungan Karbon di Australia
Salah satu sistem penghitungan karbon nasional yang sudah diakui oleh UNFCCC (konvensi PBB untuk perubahan iklim) adalah sistem penghitungan karbon nasional di Australia, lebih dikenal dengan istilah NCAS (National Carbon Accounting System). NCAS adalah sebuah sistem terdepan yang digunakan untuk menghitung emisi gas rumah kaca berbasis lahan. Emisi-emisi gas rumah kaca yang bersumber pada aktifitas-aktifitas berbasis lahan dan pelepasan gas rumah kaca ke atmosfer membentuk sebagian besar emisi gas rumah kaca di Australia. Sebanyak 27 persen gas rumah kaca di Australia dihasilkan oleh aktifitas masyarakat dalam hal peternakan, penanaman tanaman produksi, pembukaan lahan dan kehutanan.
NCAS dibangun tidak hanya memperhatikan satu sektor saja, akan tetapi merupakan sistem akuntansi terpadu yang menggabungkan unsur-unsur lahan secara menyeluruh di dalam proses penghitungannya. Unsur-unsur tersebut adalah sebagai berikut :
o Remote Sensing (Penginderaan Jauh) terhadap perubahan tutupan lahan. Data penginderaan jauh di Australia diperoleh dari ribuan citra satelit yang diperoleh sejak tahun 1970, sehingga diperoleh secara lengkap data perubahan tutupan lahan dari tahun dimaksud sampai sekarang.
o Data manajemen penggunaan lahan o Iklim dan data tentang tanah o Program penghitungan emisi gas rumah kaca dan o Model ekosistem sementara dan tata ruang .
Indonesia memiliki banyak hutan baik itu kawasan hutan maupun di luar kawasan hutan seperti hutan adat yang berpotensi mendapatkan kompensasi dalam peranannya menurunkan emisi gas karbon dioksida. Untuk mendapatkan kompensasi seperti itu, tentunya hutan-hutan tersebut harus terlebih dahulu mendapatkan sertifikasi ekolabel. Sampai saat ini, masih sangat sedikit hutan di Indonesia yang sudah mendapatkan sertifikasi dari LEI.
Pada akhirnya, Untuk mempersiapkan perdagangan karbon maka perlu diperhatikan hal-hal berikut :
o Perlu segera dibuat peraturan daerah yang mengatur masalah perdagangan karbon yang mengatur masing-masing komponen yang terlibat dalam perdagangan karbon.
o Perlu dibentuk lembaga pengawas untuk perdagangan karbon. o Sebagaimana salah satu yang diamanatkan oleh PBB mengenai carbon trading, maka dalam
pelaksanaan carbon trading di seluruh daerah di Indonesia harus memberikan porsi pendapatan besar bagi masyarakat lokal sebagai insentif dalam menjaga hutan, sehingga bisa menjadi alternatif pendapatan masyarakat.
o Perlunya kerjasama yang lebih intensif antara pihak Pemerintah, swasta, LEI, LSM dan masyarakat mengenai pelaksanaan sertifikasi ekolabel.
o Perlunya sosialisasi mengenai sertifikasi ekolabel dan perdagangan karbon. o Perlunya penguatan kelembagaan di tingkat unit manajemen pengelola hutan, sehingga mampu
melaksanakan dan menjaga standar pengelolaan hutan lestari sesuai standar-standar sertifikasi yang diakui.
o Perlunya penguatan database kehutanan yang terintegrasi dari tingkat pusat sampai tingkat daerah bahkan tingkat areal proyek.
PT. INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA Tbk
Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility/CSR) terus menjadi elemen
kunci dari operasional Indocement dimana dapat membantu memperbaiki lingkungan sosial di tempat
Perseroan beroperasi dan memberikan nilai tambah. Program CSR yang dijalankan oleh Indocement
dibangun berdasarkan lima pilar utama, yaitu: Pendidikan, Kesehatan, Ekonomi, Sosial-Budaya-Agama-
Olahraga.
Dengan beberapa program yang dititikberatkan kepada pemanfaatan ketersediaan sumber daya
lokal bagi penyediaan lapangan kerja yang berkelanjutan dan untuk mendukung konservasi maka point-
point umum yang dijadikan target oleh Indocement adalah :
1. Indocement bertujuan untuk melaksanakan kegiatan yang terkait dengan lingkungan serta komunitas
yang berkelanjutan, dengan mengintegrasikannya dengan tujuan Perseroan untuk mengurangi
kemiskinan.
2. Perseroan telah memfokuskan pada beberapa program pengembangan dengan memanfaatkan sumber
daya lokal yang tersedia untuk menyediakan mata pencaharian yang berkelanjutan.
3. Indocement peduli terhadap pelestarian tradisi kehidupan masyarakat setempat, juga satwa.
Sebagai bagian dari program tanggung jawab sosial perusahaan, PT.Indocement Tbk adalah satu-
satunya perusahaan di Indonesia yang telah melaksanakan Carbon Accounting dan Proyek CDM yang
telah memperoleh sertifikasi dari Badan Dunia. Dalam implementasinya PT.Indocement Tbk berhasil
mengembangkan lebih dari 170 Ha perkebunan jarak ( Jatropha Curcas) pada bekas penambangan batu
kapur, serta reboisasi pengembalian fungsi lahan yang ditanami pepohonan sebanyak 400Ha di daerah
Kalimantan selatan. Indocement juga berhasil memprakarsai proyek pengolahan sampah rumah tangga
dalam sekala kecil untuk masyarakat di sekitar Pabrik Citeureup dan Cirebon. Sampah yang diproses dapt
digunakan sebagai bahan bakar biomassa yang menghasilkan energy pada proses produksi, dan juga
menghasilkan kompos.
Menurut kami PT. Indocement Tbk adalah salah satu contoh perusahaan yang bergerak dalam
pengelolaan sumber daya alam yang sangat baik yang mempunyai CSR (corporate social
resposbility) dengan penerapan yang menggunakan penerapan system ANDAL singkatan Analisis
Dampak Lingkungan yang sudah di mulai penerapannya di indonesia sejak 2002 yang menghitung
estimasi kerusakan alam yang diakibatkan sebuah perusahaan yang bergerak di bidang pengelolaan
sumber daya alam secara jangka panjang.
Di Indonesia perusahaan yang pertama dan satu-satunya yang telah melaksanakan penurunan
emisi CO2 dengan terlebih dahulu menghitung berapa banayak emisi CO2 yang dikeluarkan oleh suatau
industry (carbon accounting), dan perusahaan ini telah menetapkan kebijakan penurunan emisi tersebut
dengan menggunakan metode CDM (Clean Development Mecanism).
Clean Develpopment Mecanim adalah mekasnisme pembangunan bersih , dimana estimasi
kerusakan alam harus di tekan dengan perbandingan pembangunan perusahaan, khususnya yang
mengeksplorasi hasil bumi.
Dan hasil yang didapat Di tahun 2010, Indocement membukukan laba bersih sebesar Rp3.225
miliar atau naik sebesar 17,4% dibandingkan 2009 sebesar Rp2.747 miliar. Penjualan domestik
meningkat sebesar 8,5%, dari 11,8 juta ton pada tahun 2009 menjadi 12,8 juta ton pada tahun 2010.
Pertumbuhan ini jauh melampaui pertumbuhan konsumsi domestik sebesar 6,2%. Pangsa pasar Perseroan
oleh karenanya meningkat dari 30,2% menjadi 30,9%. Stabilitas harga memastikan laba kotor meningkat
seiring pertumbuhan volume penjualan domestik.
Keputusan Perseroan untuk fokus pada pasar domestic menyebabkan volume ekspor, yang pada
tahun 2009 hanya membukukan volume sebesar 1,6 juta ton, semakin menurun menjadi 1,1 juta ton pada
2010, atau turun sebesar 35,0%. Volume penjualan Indocement secara keseluruhan oleh karenanya
meningkat sebesar 3,2% menjadi 13,9 juta ton selama tahun 2010.
Menguatnya nilai Rupiah di 2010 makin memperkuat kinerja laba Indocement. Meskipun Rupiah
pada awal tahun 2009 diperdagangkan pada tingkat Rp9.420/USD, kemudian menguat ke tingkat
Rp8.888/USD dan ditutup pada Rp8.991USD pada akhir 2010. Penguatan nilai Rupiah ini sangat
membantu menekan biaya pengadaan bahan baku dan material yang dibeli dalam Dolar AS.
Auditor dalam audit di lingkungan sistem informasi komputer dituntut untuk memiliki dua keahlian yaitu keahlian
tentang ilmu pemeriksaan (auditing) dan keahlian mengenai konsep-konsep Pengolahan Data Eletronik (PDE).
Sesuai dengan standar Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) yaitu tidak membolehkan auditor menggunakan tenaga ahli
komputer dalam audit yang dilakukan. Cara yang dapat dilakukan oleh auditor dalam melakukan audit EDP, yaitu
audit sekitar komputer (audit around the computer), audit melalui komputer (audit through the computer), dan
audit dengan komputer (audit with the computer).
Audit PDE melibatkan software audit seperti A-STAT 79, Microstat, Friend Software, Supersort 1 (Mico Pro), dan
ACL (Audit Command Language), untuk membantu pengujian serta evaluasi record dan file perusahaan.
Penggunaan software audit memerlukan pertimbangan antara biaya dan manfaat.
Audit konvensional (audit non PDE) memiliki beberapa perbedaan dengan audit PDE, salah satunya adalah dari
cara melakukan audit. Dengan audit PDE dapat memberikan beberapa manfaat sehingga sebuah laporan keuangan
bebas dari salah saji yang material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan (error) atau kecurangan (fraud).
Sehingga laporan keuangan yang dibuat oleh manajemen dapat disajikan secara wajar (sesuai dengan standar
akuntansi keuangan) dan dapat bermanfaat bagi para stakeholder (pengguna laporan keuangan).
Keyword : Audit PDE (Pengolahan Data Elektronik),Auditor, Teknologi Informasi, Software Audit dan Teknik
Audit
1. PENDAHULUAN
Perubahan pola pikir, kebutuhan, dan terutama perubahan gaya hidup merupakan gejala semakin majunyamanusia
pada era kini. Dunia perekonomian pun mengalami perubahan yang sangat pesat dimana ditandai dengan semakin cepatnya
arus informasi yang terjadi di pasar. Setiap perusahaan harus saling bersaing mempertahankan kelangsungan hidupnya (going
concern). Hal ini menyebabkan meningkatnya kebutuhan perusahaan akan sumber informasi yang cepat dan akurat dalam
pengambilan keputusan.
Fakta yang terjadi saat ini adalah meningkatnya pengolahan data di perusahaan dengan ,menggunakan komputer.
Harapan yang timbul dari kondisi tersebut adalah kebutuhan setiap bagian atau manajemen perusahaan akan informasi dapat
dengan segera diperoleh. Oleh karena itu, operasional perusahaan dapat berjalan bila didukung oleh adanya informasi yang
cepat dan akurat. Penggunaan komputer dalam perusahaan akan berdampak pada pengolahan dan penyimpanan data yang
membawa perubahan pada perusahaan itu sendiri dan juga prosedur yang diterapkan sebagai pengendalian internal. Dan pada
akhirnya akan mempengaruhi teknik auditor dalam melakukan pemeriksaan terhadap salah satu informasi perusahaan, yaitu
audit terhadap laporan keuangan.
Perusahaan yang menggunakan pengolahan data secara manual melakukan perubahan total dengan pengolahan data
menggunakan komputer (elektronik) maka terjadi perubahan besar dalam perusahaan. Hal ini perlu mendapat perhatian khusus
terutama ketika auditor yang ditunjuk akan melakukan pemeriksaan terhadap sistem yang akan diaudit. Pengolahan data
elektronik berpengaruh pada profesi auditor dimana profesi ini dituntut untuk menguasai aplikasi program yang digunakan
oleh kliennya, minimal mengetahui pengetahuan mengenai konsep-konsep PDE.
Kebutuhan terhadap auditing di sistem berkomputer (Auditing PDE) semakin perlu untuk dipenuhi agar tujuan
auditing tetap dapat dicapai secaran efektif dan efisien. Meskipun tujuan dasar auditing tetap tidak berubah, tetapi proses audit
mengalami perubahan yang signifikan baik dalam pengumpulan dan evaluasi bukti maupun pengendaliannya. Hal ini
disebabkan karena adanya perubahan dalam pemrosesan data akuntansi.
Auditor harus mempelajari keahlian-keahlian baru untuk bekerja secara efektif dalam suatu lingkungan bisnis yang
berkomputerisasi untuk mereview teknologi komputer. Auditor harus memahami dan mempertimbangkan sifat sistem PDE.
Sistem ini akan mempengaruhi sistem akuntansi dan sistem pengendalian intern yang akhirnya akan mempengaruhi luas,
lingkup dan jangka waktu audit.
Standar umum yang pertama dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) dari Ikatan Akuntan Indonesia (IAI)
menyatakan bahwa audit harus dilaksanakan oleh satu orang auditor atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis
yang cukup sebagai auditor. Keahlian yang diperlukan dalam mengaudit PDE di samping keahlian tentang auditing dan
akuntansi juga keahlian tentang komputer. Dan keahlian boleh dimiliki oleh salah seorang dari tim auditor.
Auditor harus memiliki pengetahuan memadai tentang SIK (Sistem Informasi Komputer) untuk merencanakan,
mengarahkan, melakukan supervise, dan me-review pekerjaan yang dilakukan. Auditor harus mempertimbangkan apakah
keterampilan SIK khusus diperlukan dalam suatu audit. Hal ini kemungkinan diperlukan untuk :
a. Memperoleh pemahaman memadai tentang sistem akuntansi dan sistem pengendalian intern yang dipengaruhi oleh
lingkungan SIK
b. Menentukan dampak lingkungan SIK terhadap penaksiran risiko secara keseluruhan dan risiko pada tingkat saldo
akun dan golongan transaksi
c. Mendesain dan melaksanakan pengujian pengendalian dan pengujian substantif yang tepat
Auditor harus pula memiliki pengetahuan SIK yang memadai untuk menerapkan prosedur audit, tergantung atas
pendekatan audit yang digunakan (audit around the computer atau audit through the computer).
Menurut Weber, 1999, Selain dari keahlian minimum yaitu ilmu auditing dan ilmu komputer, terdapat dua keahlian
lain yang perlu dimiliki oleh auditor PDE, yaitu sistem informasi manajemen dan ilmu keperilakuan (behavioral science).
Keahlian yang harus dimilki oleh auditor atau stafnya dalam melaksanakan audit di lingkungan SIK adalah :
a. Pengetahuan dasar-dasar komputer dan fungsi komputer secara umum
b. Pengetahuan dasar tentang sistem operasi dan perangkat lunak
c. Pemahaman tentang teknik pengolahan file dan struktur data
d. Kemampuan bekerja dengan perangkat lunak audit
e. Kemampuan me-review sistem dokumentasi
f. Pengetahuan dasar tentang pengendalian SIK
g. Pengetahuan yang memadai dalam pengembangan perancangan audit dan supervisi pelaksanaan audit dalam
lingkungan SIK
h. Pemahaman dinamika perkembangan dan perubahan sistem dan program dalam suatu entitas
Tidak selamanya auditor PDE memiliki kesemua pengetahuan tersebut, sehingga dalam praktik keahlian tersebut
biasanya diperoleh auditor dengan salah satu atau kombinasi dari cara-cara sebagai berikut :
a. Mengajarkan konsep-konsep PDE kepada akuntan atau auditor
b. Melatih teknisi komputer dengan ilmu akuntansi dan auditing, atau melatih teknisi komputer menjadi auditor
c. Menggabungkan teknisi komputer dengan mereka yang mengetahui akuntansi dan auditing dalam satu tim audit, atau
mempekerjakan teknisi komputer sebagai tenaga ahli yang membantu auditor.
2. Tinjauan Pustaka
2.1 Auditing
Menurut Arens, 2010, Auditing adalah pengumpulan dan penilaian bukti mengenai informasi untuk menentukan dan
melaporkan mengenai tingkatan kesesuaian antara informasi tersebut dengan ketentuan yang ditetapkan. Auditing ini harus
dilaksanakan oleh orang yang kompeten dan independen. Kompetensi adalah keahlian profesional yang dimiliki oleh auditor
sebagai hasil dari pendidikan formal, ujian profesional maupun keikutsertaan dalam pelatihan, seminar, simposium dan lain-
lain. Sedangkan Independensi adalah sikap yang diharapkan dari seorang auditor untuk tidak mempunyai kepentingan pribadi
dalam pelaksanaan tugasnya, yang bertentangan dengan prinsip integritas dan objektivitas.
Independensi merupakan sikap seseorang untuk bertindak jujur, tidak memihak, dan melaporkan temuan-temuan hanya
berdasarkan bukti yang ada.
` Auditing adalah suatu proses yang sistematis mengenai perolehan dan penilaian bukti secara objektif yang berkenaan
dengan pernyataan mengenai tindakan-tindakan dan kejadian-kejadian ekonomi dengan tujuan untuk menentukan tingkat
kesesuaian antara pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan serta untuk mengkomunikasikan hasil-hasilnya
kepada pihak-pihak yang berkepentingan (Menurut The AAA Committee on Basic Auditing Concepts, dalam William F.
Messier, 2006).
Dari kedua definisi di atas dapat disimpulkan bahwa auditing adalah suatu proses penilaian yang sistematis oleh orang
(atau orang-orang) yang memiliki keahlian dan independen terhadap informasi mengenai aktivitas ekonomi suatu badan usaha.
Dari definisi ini dapat berlaku bagi audit terhadap organisasi yang tidak mengolah datanya dengan menggunakan komputer
atau audit non PDE atau audit konvensional dan dalam dalam audit terhadap auditan (pihak yang diaudit) yang telah mengolah
data bisnis mereka dengan menggunakan komputer atau audit PDE.
2.2 Audit PDE
Menurut Anies Basalamah, 2011, Auditing PDE adalah berbagai metode yang digunakan oleh auditor-auditor yang
terlatih untuk memastikan kebenaran pengolahan data dan metode audit akuntansi yang tradisional. Auditing PDE adalah
proses pengumpulan dan penilaian bukti untuk menentukan apakah sistem komputer perusahaan mampu mengamankan harta,
memelihara kebenaran data, mampu mencapai tujuan perusahaan secara efektif, dan menggunakan aset perusahaan secara
tepat.
Auditor harus memiliki pemahaman yang cukup mengenai perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software),
dan sistem pengolahan data dengan komputer untuk merencanakan penugasan dan memahami tentang dampak pengolahan
data elektronik terhadap prosedur yang digunakan oleh auditor dalam memperoleh pemahaman dan melakukan proses audit,
termasuk penggunaan Teknik Audit Berbantuan Komputer (TABK).
Auditor harus memiliki pengetahuan pengolahan data elektronik yang memadai untuk menerapkan prosedur audit. Dalam
pelaksanaan auditnya tergantung atas pendekatan audit yang digunakan yaitu audit around the computer, audit through the
computer atau audit with the computer.
Data dalam pengertian pengolahan data elektronik berarti sekumpulan catatan tentang fakta yang belum
terorganisasikan tetapi dapat diorganisasikan atau sering pula diartikan sebagai informasi yang masih mentah. Sementara itu
kata elektronik berarti memakai atau menggunakan komputer. Menurut Anies Basalamah, 2011, Dari penggabungan kata
tersebut maka istilah PDE (Pengolahan Data Elektronik) dapat diartikan sebagai serangkaian kegiatan dengan menggunakan
komputer untuk mengubah informasi yang masih mentah (data) menjadi informasi yang berguna yang sesuai dengan
tujuannya.
Rangkaian kegiatan pengolahan data elektronik terdiri dari lima bagian, yaitu sebagai berikut :
1. Inputting (proses memasukkan data)
Yaitu mengumpulkan dan mencatat transaksi atau fakta-fakta yang terjadi di dalam perusahaan (organisasi). Dalam
praktik banyak cara yang dapat dilakukan untuk memasukkan data, diantaranya adalah dengan menggunakan bar
code atau di-scan
2. Storing (penyimpanan data)
Yaitu menyimpan data atau informasi sehingga (pada waktu yang lain) pemakainya dapat menggunakan kembali data
atau informasi tersebut untuk memproses lebih lanjut atau sekedar melihat data atau informasi tersebut. Dalam praktik
banyak sarana yang dapat dilakukan untuk menyimpan data, diantaranya adalah hard disk dan USB flash disk.
3. Processing (pemrosesan data)
Yaitu serangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Dalam hubungannya dengan
komputer, maka pengolahan berarti manipulasi (pemakaian atau penggunaan) masukan untuk dijadikan keluaran
sesuai dengan yang diharapkan.
4. Outputting (proses menghasilkan keluaran)
Yaitu menghasilkan informasi yang berguna seperti misalnya dalam bentuk hasil cetakan (print-out), neraca, analisis
laporan keuangan yang ditampilkan dalam layar monitor, dan sebagainya.
5. Controlling (pengendalian)
Yaitu mengarahkan pola dan urut-urutan sehingga empat operasi yang disebutkan di atas dapat terlaksana sesuai
dengan yang dikehendaki oleh organisasi yang bersangkutan. Dengan kata lain, pengendalian bertujuan mengarahkan
perilaku kea rah pencapaian tujuan organisasi. Adanya pengendalian ini memungkinkan kegiatan orang-orang dan
operasi di dalam organisasi diarahkan menuju tercapainya tujuan organisasi.
2.3 Perbedaan Audit Konvensional dengan Audit PDE
Menurut Anies Basalamah, 2011, Perbedaan Audit Konvensional dengan Audit PDE, yaitu sebagai berikut :
1. Kesalahan secara berulang-ulang (terus menerus) atau sebaliknya
Karena pengolahan transaksi dengan komputer ini seragam, instruksi atau masukan yang salah akan menghasilkan
keluaran yang salah secara berulang-ulang (terus menerus) dan sistematis atau dalam istilah komputer disebut GIGO
(Garbage In Garbage Out), yaitu apabila masukannya salah maka keluarannya pun akan sala, meskipun bisa berarti
juga Gold In Gold Out yang berarti sebaliknya, yaitu apabila masukannya benar/baik maka keluarannya pun akan
baik. Dalam organisasi yang menggunakan komputer untuk mengolah data bisnisnya, maka jejak audit ini mungkin
hanya timbul untuk jangka waktu pendek saja, atau dalam bentuk yang hanya bisa dibaca oleh komputer. Artinya,
penggunaan komputer untuk mengolah data sering mengurangi atau bahkan menghilangkan dokumen atau bukti asal
yang memungkinkan bagi seseorang untuk menelusuri (trace) informasi akuntansi organisasi yang bersangkutan.
Meskipun demikian jejak audit dalam sistem komputer dapat membantu mengidentifikasi di mana kesalahan terjadi
atau di mana terjadi upaya memasuki sistem oleh pihak-pihak yang tidak memiliki otorisasi.
2. Jejak audit (audit trail)
Jejak audit memungkinkan bagi seseorang untuk menelusuri transaksi dari sumber asalnya ke akun yang bersangkutan
atau sebaliknya, dari suatu akun ke sumber asalnya.
3. Sering tidak ada pemisahan tugas
Sering terjadi tidak adanya pemisahan tugas dalam lingkungan PDE, terutama dalam metode pengolahan data secara
on-line, real time. Pengendalian alternative ini dalam sistem on-line, real time harus “ditanam” di dalam sistem
sehingga tidak memungkinkan bagi orang yang sama untuk menguasai transaksi dari awal sampai akhir tanpa campur
tangan pihak lain.
4. Ketergantungan pada piranti keras dan piranti lunak komputer
Dalam sistem PDE, ketergantungan pada piranti keras dan piranti lunak komputer menjadi semakin meningkat, atau
bahkan dalam sistem perbankan dewasa ini tidak berjalannya sistem komputer bahkan mengakibatkan terhentinya
aktivitas utama bisnis tersebut. Hal ini disebabkan karena input, proses, output dan penyimpanannya dalam bentuk
yang standar. Oleh karena itu sangat penting bagi setiap organisasi yang mengolah datanya secara elektronik untuk
membuat pengendalian yang sedemikian rupa sehingga piranti keras dan piranti lunak serta data komputer terlindungi
dari kerusakan fisik akibat virus, pemakaian yang tidak ada otorisasinya, sabotase atau pengaruh lingkungan seperti
suhu yang terlalu tinggi, kebakaran, kebanjiran, kelembaban udara, dan sebagainya. Dalam PDE dikenal beberapa
teknik seperti penempatan salinan cadangan (backup) di tempat terpisah.
5. Risiko yang dihadapi auditor semakin besar
Empat hal di atas dengan sendirinya akan membuat risiko yang harus dihadapi oleh auditor menjadi semakin
meningkat. Risiko bagi auditor disebut dengan risiko audit (audit risk), yaitu kemungkinan terjadinya kegagalan bagi
auditor dalam melakukan audit.
Menurut Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP), risiko yang dihadapi oleh auditor meliputi beberapa jenis, yaitu
sebagai berikut :
a. Risiko bawaan (inherent risk)
Yaitu kerentanan suatu saldo akun atau golongan transaksi terhadap salah saji yang material dengan asumsi
tidak adanya struktur pengendalian intern.
b. Risko pengendalian (internal control risk)
Yaitu risiko bahwa suatu salah saji material yang dapat terjadi pada suatu akun atau golongan transaksi tidak
dapat dicegah atau dideteksi secara tepat waktu oleh struktur pengendalian intern.
c. Risiko deteksi (detection risk)
Yaitu risiko bahwa prosedur-prosedur audit yang dilakukan auditor tidak dapat mendeteksi salah saji
material yang terjadi pada suatu akun atau golongan transaksi.
Beberapa faktor yang menyebabkan meningkatnya risiko audit dalam mengaudit PDE antara lain sebagai berikut :
a. Pengolahan transaksi yang seragam atau simultan dalam PDE mengakibatkan suatu transaksi yang salah
akan menimbulkan kesalahan yang semakin besar apabila transaksi tersebut digunakan untuk memperbaharui
(update) transaksi lainnya.
b. Pengolahan (pemrosesan) yang tidak logis. Artinya adalah kesalahan memasukkan data dapat memperbesar
risiko auditor.
c. Kesalahan memasukkan data, baik disengaja atau tidak, juga dapat memperbesar risiko auditor karena dapat
menimbulkan kesalahan baik dalam inputting, prpcessing ataupun outputting.
6. Manfaat penilaian pengendalian intern
Dalam audit konvensional, penilaian terhadap pengendalian intern dilakukan di samping untuk memenuhi standar
pekerjaan lapangan juga untuk merencanakan audit serta untuk menentukan sifat, banyaknya waktu yang diperlukan
untuk melakukan audit tersebut serta luasnya prosedur-prosedur audit dalam pengujian substantif.
Dalam audit PDE, selain untuk hal-hal di atas, adanya pengaruh sistem PDE terhadap pengendalian, seperti menjadi
tidak efektifnya teknik-teknik pengendalian tradisional.
Menurut Yanuar, 2011, Audit dalam perusahaan yang menggunakan komputer berbeda dengan audit untuk
perusahaan yang masih menggunakan sistem manual. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari tabel berikut :
Tabel 1
Perbedaan Sistem Komputer dan Sistem Manual
Segi Sistem Komputer Sistem Manual
1. Visbility (a) Dokumen tidak dapat dilihat
(b) Proses langsung masuk komputer dan otomatis
mempengaruhi laporan
(c) Secara serentak memenuhi beberapa tujuan
(a) Dapat dilihat
(b) Dicatat dan tidak otomatis
mempengaruhi laporan keuangan
(c) Tidak secara serentak
2. Sarana dan fasilitas (a) Lebih banyak dan lebih cepat (a) Sedikit dan lebih lama
3. Personalia (a) Ahli bidang komputer (a) Tidak diperlukan
4. Pemisahan tugas (a) Pengumpulan dan memproses data (a) Tidak dipisahkan
2.4 Hubungan Audit dengan Komputer
Terlibatnya komputer dalam proses penyusunan laporan keuangan mau tidak mau auditor harus dapat dan mampu
melakukan audit terhadap komputer yang digunakan perusahaan yang diaudit.
Terdapat tiga (3) tahap yang harus dilalui dalam pelaksanaan audit untuk perusahaan yang menggunakan komputer (PDE)
yaitu sebagai berikut :
1. Mempelajari struktur dan prosedur umum satuan usaha
2. Mempelajari sistem akuntansi dan kaitannya dengan struktur pengendalian intern satuan usaha
3. Merencanakan audit atas saldo dan transaksi
Perbedaan pokok audit untuk perusahaan yang menggunakan sistem komputer dengan yang menggunakan sistem manual
adalah dalam hal pengumpulan bukti. Dalam pengumpulan bukti, auditor dapat menggunakan sistem manual, teknik komputer,
atau gabungan antara keduanya.
3. PEMBAHASAN
3.1 Pendekatan Untuk Audit Pengolahan Data Elektronik
Dalam mengaudit PDE, seorang auditor dapat menggunakan pendekatan-pendekatan sebagai berikut :
1. Audit sekitar komputer (audit around the computer)
Dengan cara ini, auditor menguji keandalan pengolahan data dengan hanya memeriksa masukan dan keluarannya saja.
Apabila masukannya benar dan keluarannya juga benar, maka pekerjaan pengolahan (pemrosesan) dianggap benar.
Auditor tidak mempermasalahkan bagaimana pemrosesannya (komputer dianggap sebagai black box). Karena yang
terpenting bagi auditor adalah input harus sama dengan output. Bila keduanya sudah sama maka prosesnya berarti
benar.
Pendekatan ini dipilih oleh auditor, jika sistem aplikasi yang digunakan oleh auditee memiliki 3 karakteristik, yaitu :
a. Sistemnya sederhana dan berorientasi batch. Ciri-ciri sistem yang menggunakan batch :
1) Risiko bawaan dari sistem batch adalah rendah
2) Lojik dari program dengan sistem batch adalah langsung
3) Proses memasukkan masukannya dikelompok-kelompokkan (batch), dan pengendaliannya dilakukan
dengan metode tradisional
4) Sistem pemrosesan terdiri dari mensortir data masukan dan memutakhirkan fail induk
5) Jejak audit yang jelas terlihat dalam sistem batch karena tersedianya laporan yang rinci
6) Lingkungan tempat beroperasinya sistem batch relatif konstan dan jarang dimodifikasi
b. Sistem aplikasi menggunakan paket umum sebagai platform piranti lunak
c. Sistem yang digunakan lebih mengandalkan pada para pemakai sistem (user) dibanding pada pengendalian
komputer untuk menjaga asset, memelihara integritas data, dan mencapai sasaran efektivitas dan efisiensi.
2. Audit melalui komputer (audit through the computer)
Dengan cara ini, auditor menguji pemrosesan komputer tersebut. Apabila sistem komputer tersebut dikembangkan
dengan baik dengan tersedianya pengendalian yang memadai, maka kesalahan dan penyalahgunaan kemungkinan
besar akan terdeteksi.
Pendekatan ini harus digunakan dalam hal-hal sebagai berikut :
a. Risiko bawaan yang terkait dengan sistem aplikasi tersebut adalah tinggi
b. Sistem aplikasi yang digunakan memproses masukan yang banyak dan menghasilkan keluaran yang juga
banyak yang membuat pengujian validitas masukan dan keluaran secara langsung menjadi sulit untuk
dilakukan
c. Bagian yang penting dari sistem pengendalian intern ditanam (embedded) di dalam program aplikasi yang
bersangkutan
d. Logik dari pemrosesan yang ditanam di dalam program aplikasi yang bersangkutan sifatnya rumit
e. Karena pertimbangan biaya, maka jejak audit tidak dapat dimunculkan di dalm sistem aplikasi yang
digunakan oleh auditan
3. Audit dengan komputer (audit with the computer)
Dengan cara ini, auditor dalam melakukan audit menggunakan Teknik-Teknik Audit Berbantuan Komputer (TABK)
atau menggunakan komputer sebagai alat bantu audit, baik dengan software khusus maupun umum (Generalized
Audit Software atau GAS). Contoh software auditor adalah A-STAT 79, Microstat, Friend Software, Supersort 1
(Mico Pro), dan ACL (Audit Command Language).
Software tersebut diperlukan untuk (a) menilai sistem pengendalian kualitas dalam sistem yang digunakan; (b)
mengetahui bagaimana cara sistem software bekerja merusak sistem pengendalian komputer; (c) mengumpulkan bukti
tentang kualitas sistem aplikasi. Dalam hal ini auditor harus mampu memilih software yang cocok dan dapat
diterapkan dalam tugas-tugas audit yang bersangkutan.
3.2 Metode PDE
Pemasukan data (inputting) maupun pengolahan data (processing) atau bagaimana data diolah menjadi informasi
dapat dilakukan secara seketika setiap terjadi transaksi atau secara periodic. Artinya, apabila terjadi suatu transaksi maka kapan
transaksi tersebut dimasukkan atau diinput ke dalam sistem dan kapan sistem tersebut memproses transaksi yang sudah diinput
tersebut dapat dilakukan secara instan atau ditunda.
Terdapat tiga (3) metode yang sering digunakan, yaitu sebagai berikut :
1. Pemasukan dan pengolahan data secara ditunda (batch entry/batch processing)
Dalam metode ini dokumen-dokumen transaksi yang terjadi tidak langsung diproses tetapi dikelompokkan dalam
batch yang diakumulasikan sesuai dengan kategorinya seperti penjualan, kas dan sebagainya menunggu pemrosesan
secara keseluruhan. Penundaan ini bisa secara harian seperti dilaksanakan pada akhir kerja, secara mingguan, bulanan
atau mungkin juga pada saat terjadinya suatu kejadian tertentu seperti siklus pembayaran gaji atau siklus pembuatan
laporan.
2. Pemasukan data seketika dan pengolahan data secara ditunda (on-line data entry/ batch processing)
Dalam metode pengolahan data seketika dan pemutakhiran data secara kelompok atau on-line data entry and batch
update ini pemasukan data dilakukan secara seketika (on-line) ke dalam komputer atau sistem melalui terminal setiap
kali terjadi tanpa ada penundaan sebagaimana dalam metode sebelumnya.
3. Pemasukan dan pengolahan data secara seketika (on-line entry/ on-line processing)
Metode yang sering disebut on-line data entry and time processing atau on-line, real time (OLRT) ini memutakhirkan
fail induk secara seketika bersamaan dengan masuknya data transaksi ke dalam sistem, dan kesalahan memasukkan
data dideteksi dan diperbaiki secara on-line.
3.3 Tahap-tahap Audit PDE
Audit PDE dapat dilakukan dengan berbagai macam tahap-tahap. Menurut Ron Weber, 1999, terdapat lima (5) tahap
sebagai berikut :
1. Tahap pemeriksaan pendahuluan
Dalam tahap ini auditor melakukan audit terhadap susunan, struktur, prosedur, dan cara kerja komputer yang
digunakan perusahaan. Dalam tahap ini auditor dapat memutuskan apakah audit dapat diteruskan atau mengundurkan
diri menolak melakukan/meneruskan auditnya.
2. Tahap pemeriksaan rinci
Dalam tahap ini auditnya berupaya mendapatkan informasi lebih mendalam untuk memahami pengendalian yang
diterapkan dalam sistem komputer klien. Auditor harus dapat memperkirakan bahwa hasil audit pada akhirnya harus
dapat dijadikan sebagai dasar untuk menilai apakah struktur pengendalian intern yang diterapkan dapat dipercaya atau
tidak.
3. Tahap pengujian kesesuaian
Dalam tahap ini auditor dapat menggunakan ‘computer assited evidence collection techniques’ untuk menilai
keberadaan dan kepercayaan auditor terhadap struktur pengendalian intern tersebut.
4. Tahap pengujian kebenaran bukti
Tahap ini untuk mendapatkan bukti yang cukup kompeten, sehingga auditor dapat memutuskan apakah resiko yang
material dapat terjadi atau tidak selama pemrosesan data di komputer. Pengujian ini yaitu dengan mengidentifikasi
kesalahan dalam pemrosesan data dan menilai kualitas data, mengidentifikasi ketidakkonsistenan data,
membandingkan data dengan perhitungan fisik, dan konfirmasi data dengan sumber-sumber dari luar perusahaan.
5. Tahap penilaian secara umum atas hasil pengujian
3.4 Teknik Audit
Teknik audit PDE yaitu sebagai berikut :
a. Menggunakan data uji
Menentukan apakah program komputer klien dapat menangani dengan benar transaksi yang sah ataupun
yang tidak sah.
b. Dengan fasilitas pengujian terpadu
Merupakan pengembangan dari teknik data uji. Teknik ini melibatkan pemasukan data terpadu. Dengan
teknik, yaitu (1) menggunakan perangkat lunak audit (program komputer auditor), (2) dengan teknik simulasi
paralel, (3) dengan modul audit terpasang
c. Audit dengan bantuan mikrokomputer
4. KESIMPULAN
Komputerisasi mempunyai dampak besar terhadap prosedur dan teknik auditing. Pelaksanaan semua audit dilandasi
standar yang menyangkut profesionalisme yang dibutuhkan. Oleh karena itu, pelaksanaan audit PDE tidak dapat
menghilangkan kebutuhan akan pengalaman dan penilaian profesional auditor.
Tiga pendekatan kunci metode auditing berdasarkan komputer (Audit PDE) adalah audit sekitar komputer (audit around the
computer), audit melalui komputer (audit through the computer), dan audit dengan komputer (audit with the computer).
Cara yang digunakan dalam Audit PDE adalah data uji, pengujian terpadu, simulasi paralel, teknik modul audit terpasang
dan audit dengan bantuan mikrokomputer.
Proses audit terdiri dari tahap-tahap mulai dari tahap pemeriksaan pendahuluan, tahap pemeriksaan rinci, tahap
pengujian kesesuaian, tahap pengujian kebenaran bukti, dan tahap penilaian secara umum atas hasil pengujian.
Audit PDE melibatkan software audit untuk membantu pengujian serta evaluasi record dan file perusahaan. Penggunaan
software audit memerlukan pertimbangan antara biaya dan manfaat. Auditor dan stafnya dalam melaksanakan audit di
lingkungan PDE harus mempunyai keahlian minimum tentang sistem berkomputer (PDE).
Perkembangan penggunaan komputer dalam bisnis akan mempengaruhi metode pelaksanaan audit. Satuan usaha
(organisasi/perusahaan) disebut menggunakan sistem berkomputer / PDE apabila dalam memproses data penyusunan
laporan keuangan menggunakan komputer dan tipe dan jenis tertentu. Pentingnya memahami PDE bagi auditor PDE.
Karena dalam audit keuangan untuk tujuan pemberian opini, pemahaman mengenai PDE akan sangat bermanfaat, terlebih
apabila auditor merencanakan untuk menggunakan rancangan audit dengan komputer (audit with the computer).
5. DAFTAR PUSTAKA
Sabahan, Global Warming dan Kerjasama Perdagangan Karbon, Tulisan ini dimuat dalam rubrik
Opini Pontianak Post Edisi Rabu 26 Mei 2010, Dosen Politeknik Sambas.
Cahyandito, M. Fani. Pembangunan Berkelanjutan, Ekonomi Dan Ekologi, Sustainability Communication
Dan Sustainability Reporting. Http://Pustaka.Unpad.Ac.Id/Wp-