Top Banner
TERJEMAH AL-QUR’AN BAHASA SASAK Studi Kitab Juz ‘Amma al-Majīdi Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S. Ag) Imam Hidayatullah NIM :1112034000084 PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2018 M./1439 H.
84

Imam Hidayatullah NIM :1112034000084repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42201/2/IMAM... · dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus

Apr 10, 2019

Download

Documents

doanminh
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Imam Hidayatullah NIM :1112034000084repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42201/2/IMAM... · dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus

TERJEMAH AL-QUR’AN BAHASA SASAK

Studi Kitab Juz ‘Amma al-Majīdi

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Agama (S. Ag)

Imam Hidayatullah

NIM :1112034000084

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2018 M./1439 H.

Page 2: Imam Hidayatullah NIM :1112034000084repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42201/2/IMAM... · dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus
Page 3: Imam Hidayatullah NIM :1112034000084repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42201/2/IMAM... · dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus
Page 4: Imam Hidayatullah NIM :1112034000084repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42201/2/IMAM... · dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus
Page 5: Imam Hidayatullah NIM :1112034000084repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42201/2/IMAM... · dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke pada Allah SWT yang telah memberikan berbagai macam

nikmat dan rahmat-Nya kepada penulis, sehingga dengan nikmat dan rahmat

tersebut penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Shalawat serta salam

semoga tetap tercurahkan kepada Saiyyidina Nabi Muhammad SAW., berserta

para keluarrga dan sahabatnya yang telah mengajarkan berbagai macam ilmu

pengetahuan dan budi pekerti yang baik kepada umat manusia.

Skripsi berjudul “Terjemah Al-Qur’an Bahasa Sasak Studi Kitab Juz

‘Amma al-Majīdi “ disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Agama pada jurusan Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Penulis menyadari skripsi ini tidak mungkin dapat terselesaikan tanpa

dukungan, bantuan dan motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis

mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Masri Mansoer, M.A., selaku Dekan Fakultas Ushuluddin

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA., selaku Ketua Jurusan Ilmu Al-Qur‟an

dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus

Penguji I dalam skripsi ini.

3. Ibu Banun Binaningrum, M.Pd., selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Al-Qur‟an

dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Bapak Dr. Eva Nugraha, M.Ag selaku penguji II dalam skripsi ini, yang

menurut penulis banyak memberikan perspektif baru (fresh perspektif)

sehingga finishing skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

5. Dosen Pembimbing Bapak Dr. Yusuf Rahman, MA., yang telah berkenan

membimbing, hingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

6. Bapak Jauhar Azizi, MA., selaku dosen penguji Proposal Skripsi, yang

telah memberikan banyak perspektif dalam penulisan skripsi ini.

Page 6: Imam Hidayatullah NIM :1112034000084repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42201/2/IMAM... · dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus

ii

7. Bapak Dr. Kusmana, MA., selaku Dosen Pembimbing Akademik, yang

telah memberikan banyak ilmu dan arahan-arahan di dalam penyusunan

dan pengajuan proposal skripsi.

8. Bapak Dr. Isa Salam, M.Ag yang telah memberikan banyak dukungan,

nasehat, dan kritikan agar penulis segera menyelesaikan penyususan

skripsi ini.

9. Seluruh Dosen Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Semoga ilmu yang telah diberikan dapat penulis amalkan dan kelak

mendapat balasan yang terbaik di sisi Allah SWT.

10. Kepada Ayahanda tercinta H. Imam Hidayat Ma‟in, SH dan Ibunda Hj.

Sumiati yang telah memberikan segala bentuk dukungan kepada penulis,

kesabaran, do‟a dan kerja keras beliau selalu memberikan semangat yang

lebih. Juga kepada Kakakku Muhammad Robi Abror dan Adik-adikku

Maulana Putra Malik dan Rifa Risa Liani, yang selalu mendukung dan

memberikan semangat terus menerus hingga penulis dapat menyelesaikan

penyusunan skripsi ini.

11. Kepada Bapak H. Maman Sutriaman, SH dan Ibu Hj. Ida Fatimah yang

telah berkenan memberikan support dan do‟a hingga penulis bisa

meyelesaikan penulisan skripsi ini.

12. Kepada tunanganku tersayang Siti Khairina, S. Pd., yang telah

memberikan support, dukungan serta saran hingga penulis bisa

merampungkan penyusunan skripsi ini.

13. Kepada teman-teman Ikatan Mahasiswa Sasak (IMSAK) Jakarta. Semeton

Maliki, Bang Helmy, Bang Zulfan, Bang Deni, Khalik, Lalu Hafiz, Kanda

Hadi, Gufron, Syamsuddin, Kanda Hirman Jayadi, Dianul Malik, Saiful

Hadi dan kawan-kawan yang lain.

14. Kepada kawan-kawan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang

Ciputat, Kanda Jarwo (BJ), Kanda Ali Taufan, Aan Suherman, Adul,

Ihsan, Amar, Syauki, Yakub Batubara dan kawan-kawan kawan yang lain.

15. Kepada teman-teman angkatan wabil khusus saudaraku Nurkhalis, Arjuna,

Ridho Ilahi, Yasir dan kawan-kawan yang lain yang sudah banyak

membantu dalam proses penyususnan skripsi ini.

Page 7: Imam Hidayatullah NIM :1112034000084repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42201/2/IMAM... · dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus

iii

16. Akhirnya penulis hanya bisa bersyukur dan memanjatkan do‟a atas segala

perhatian, dukungan, motivasi dan bantuan mereka, mudah-mudahan

Allah SWT membalas kebaikan mereka dengan balasan yang terbaik.

Amin ya Rabb

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih sangat jauh dari

kata sempurna, untuk itu penulis sangat mengharapakan saran dan kritik yang

konstruktif demi kesempurnaan skripsi ini. Besar harapan penulis semoga skripsi

ini dapat bermanfaat untuk penulis dan bagi khalayak banyak.

Ciputat, 6 Juni 2018.

Penulis

Page 8: Imam Hidayatullah NIM :1112034000084repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42201/2/IMAM... · dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus

iv

ABSTRAK

IMAM HIDAYATULLAH

Terjemah al-Qur’an Bahasa Sasak : Studi Kitab Juz ‘Amma al-Majīdi.

Skripsi ini mengkaji tentang penerjemahan al-Qur‟an dalam bahasa Sasak

yang dilakukan oleh tim dari Lajnah Penerjemah al-Qur‟an Bahasa Sasak

(LPQBS) bekerjasama dengan Forum Alumni Timur Tengah (FKATT) Nusa

Tenggara Barat yang diberi judul Juz ‘Amma al-Majīdi Terjemahan Bahasa

Sasak. Diangkatnya terjemahan tersebut untuk memperkenalkan kepada publik,

karena sejauh ini belum dikaji para peneliti untuk dikelompokkan sebagai

literature terjemah atau tafsir di Indonesia. Rumusan masalah dalam penelitian ini

adalah: : Bagaimana karakteristik dan dialek bahasa Sasak yang di gunakan dalam

penerjemahan kitab Kitab Juz’Amma al-Majīdi oleh tim Lajnah Penerjemahan al-

Qur‟an Bahasa Sasak (LPQBS) dan Forum Komunikasi Alumni Timteng NTB

(FKATT) pada kitab Juz ‘Amma al-Majīdi.

Jenis penilitian ini adalah penelitian deskriptif. Sumber data primernya

adalah kitab Juz ‘Amma al-Majīdi Terjemahan Bahasa Sasak dan wawancara

(interview) dengan tim penulis, sedangkan data sekundernya adalah bahan

pendukung seperti Literature Tafsir Indonesia karya Mafri Amir, Khazanah Tafsir

Indonesia karya Islah Gusmian, Tafsir al-Qur’an Nusantara Tempo Doeloe karya

Ervan Nurtawab, dan beberapa tulisan di jurnal yang berkaitan dengan tema

tersebut. Selanjutnya penulis menggunakan lima tahapan analisis dari mulai,

mengorganisasi data, koding data, hingga klasifikasi data berdasarkan sejumlah

dialek yang digunakan dalam kitab Juz ‘Amma al-Majīdi Juz ‘Amma al-Majīdi.

Karakteristik kitab Juz ‘Amma al-Majīdi Juz ‘Amma al-Majīdi Terjemahan

Bahasa Sasak ini memiliki komposisi yang cukup sederhana. Penulisnya memulai

penerjemahan al-Qur‟an dari surah al-Fatiḥaḥ kemudian dilanjutkan ke surah an-

Naba’ sampai dengan surah an-Nas. Format penerjemahan kemudian dilakukan

setelah mengetengahkan teks al-Qur‟an di bagian kanan, dan terjemahannya di

bagian kiri. Dengan format seperti ini dimungkinkan setiap orang mengetahui arti

kata dari masing-masing ayat yang diterjemahkan.

Dialek bahasa Sasak yang digunakan dalam kitab Juz ‘Amma al-Majīdi

Terjemahan Bahasa Sasak ini lebih cenderung menggunakan dialek secara

campuran, yakni dialek ngeno-ngene, dialek keto-kete, dan dialek meno-mene.

Sehingga tidak merepresentasikan semua dialek yang ada.

Penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan bahasa Sasak dalam kitab

Juz ‘Amma al-Majīdi masih memerlukan penyempurnaan, karena masih terdapat

inkonsistensi dan pemilihan dialek yang digunakan dalam kitab Kitab Juz’Amma

al-Majīdi ini termasuk dalam kategori bahasa Sasak “kasar” (sogol). Oleh karena

itu, penulis menyarankan agar kitab Juz ‘Amma al-Majīdi Terjemahan Bahasa

Sasak di terjemahkan ulang ke dalam bahasa Sasak yang lebih sopan dan halus

(sasak alus), seperti bahasa Sasak yang ditampilkan atau digunakan dalam karya

sastra babad atau bahasa Sasak yang digunakan dalam acara-cara besar dan formal

Masyarakat Sasak.

Page 9: Imam Hidayatullah NIM :1112034000084repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42201/2/IMAM... · dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus

v

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB - LATIN

Berikut adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara Latin

yang digunakan dalam skripsi ini: 1

A. Konsonan

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

tidak dilambangkan ا

b Be ب

t Te ت

ts te dan es ث

j Je ج

ḥ h dengan titik bawah ح

kh ka dan ha خ

d da د

dz de dan zet ذ

r er ر

z zet ز

s es س

sy es dan ya ش

ṣ es dengan titik bawah ص

ḍ de dengan titik bawah ض

ṭ te dengan titik bawah ط

zh zet dengan titik bawah ظ

,koma terbalik di atas „ ع

menghadap ke kanan

gh ge dan ha غ

f ef ف

q ki ق

k ka ك

l el ل

1Diambil dari : Tim penyusun, Pedoman Akademik Uiniversitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2013/2014), h. 391-393 dengan

beberapa pengecualian pada huruf yang awalnya bergaris bawah menjadi diberi titik bawah.

Page 10: Imam Hidayatullah NIM :1112034000084repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42201/2/IMAM... · dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus

vi

m em م

n en ن

w we و

h ha ه

apostrof , ء

y ye ي

B. Vokal Tunggal

Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari

vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal

tunggal alih aksaranya adalah sebagai berikut:

Tanda Vokal

Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

A fatḥah

I Kasrah

U ḍammah و

Adapun vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya sebagai berikut:

Tanda Vokal

Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

Ai a dan i ي

Au a dan u و

C. Vokal panjang (Madd)

Ketentuan alih aksara vocal panjang (madd) yang dalam bahasa Arab

dilambangkan dengan harakat dan huruf, adalah sebagai berikut:

Tanda Vokal

Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

Ā a dengan garis di atas ئَا

Ī i dengan daris di atas ي

Ū u dengan garis di atas سو

Page 11: Imam Hidayatullah NIM :1112034000084repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42201/2/IMAM... · dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus

vii

D. Kata Sandang

Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan

huruf, yaitu alif dan lam, dialih aksarakan menjadi huruf /l/ baik diikuti huruf

syamsiyyah maupun qamariyyah. Contoh: al-rijāl bukan ar-rijāl, al-diwān bukan

ad-diwān.

E. Syaddah (Tasydid)

Syaddah atau tasydid yang dalam sistem Arab dilambangkan dalam

sebuah tanda, dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan

menggandengkan huruf yang diberi syaddah itu. Akan tetapi, hal itu tidak berlaku

jika huruf yang menerima tanda/syaddah itu terlektak setelah kata sandang yang

diikuti oleh huruf-huruf syamsyiah. Misalnya secara lisan berbunyi ad-dauurah,

tidak ditulis “ad-daurah”, melainkan “al-daurah”, demikian seterusnya.

F. Ta marbūṯah

Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf Ta marbūṯah terdapat pada

kata yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut di alih aksarakan menjadi huruf /h/

(lihat contoh satu dibawah ini). Hal yang sama juga berlaku jika Ta marbūṯah

tersebut diikuti oleh kata sifat (na’t) (lihat contoh 2). Akan tetapi, jika huruf Ta

marbūṯah tersebut diikuti oleh kata benda (isim), maka huruf tersebut dialih

aksarakan menjadi huruf /t/ (lihat contoh 3).

No Kata Arab Alih Aksara

1 Ṭariqah طريقة

2 al-jāmi‟ah al-islāmiyyah الجامعة اإلسالمية

3 waḥdat al-wujūd وحدة الوجود

Page 12: Imam Hidayatullah NIM :1112034000084repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42201/2/IMAM... · dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus

viii

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ...................................................................... i

KATA PENGANTAR .............................................................................. ii

ABSTRAK ................................................................................................ v

PEDOMAN TRANSLITRASI ARAB-LATIN ...................................... vi

DAFTAR ISI ............................................................................................ x

DAFTAR TABEL.................................................................................... xii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................... xiii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah....................................... 4

C. Tujuan Penelitian ..................................................................... 5

D. Kajian Pustaka .......................................................................... 5

E. Metode Penelitian.................................................................... 10

F. Sistematika Penulisan.............................................................. 11

BAB II TINJAUAN UMUM PENERJEMAHAN AL-QUR’AN

DAN DIALEK BAHASA SASAK ...................................... 13

A. Perbedaan Antara Terjemah, Tafsir, dan Ta’wil ..................... 13

1. Perbedaan Terjemah dengan Tafsir .................................... 13

2. Perbedaan Tafsir dengan Ta’wil ......................................... 15

B. Syarat-Syarat dan Macam-Macam Terjemah.......................... 16

1. Syarat-Syarat Terjemah dan Menerjemahkan .................... 17

2. Macam-Macam Terjemahan .............................................. 19

C. Sejarah Penerjemahan al-Qur‟an di Indonesia ........................ 20

1. Periode Pertama Abad XVI-XIX ...................................... 21

2. Periode Kedua Abad XX-XXI .......................................... 32

D. Dialek Bahasa Sasak ................................................................ 29

1. Pengertian Dialek .............................................................. 29

2. Ragam Dialek Bahasa Sasak .............................................. 29

BAB III SEKILAS TENTANG PENULIS DAN GAMBARAN

UMUM KITAB JUZ ‘AMMA AL-MAJĪDI ........................ 33

A. Tujuan Penerjemahan al-Qur‟an Bahasa Sasak ...................... 33

Page 13: Imam Hidayatullah NIM :1112034000084repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42201/2/IMAM... · dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus

ix

B. Anggota Tim Penerjemah Kitab Juz ‘Amma al-Majīdi .......... 36

C. Gambaran Umum Kitab Juz ‘Amma al-Majīdi ....................... 40

BAB IV TERJEMAHAN AL-QUR’AN BAHASA SASAK

KITAB JUZ ‘AMMA AL-MAJĪDI......................................... 41

A. Karakteristik Kitab ................................................................. 41

1. Sistematika Penterjemahan ......................................... 41

2. Metode Terjemah Kitab Juz ‘Amma al-Majīdi ........... 43

B. Dialek Bahasa Sasak yang Digunakan .................................... 45

BAB V PENUTUP ............................................................................... 52

A. Kesimpulan ............................................................................. 52

B. Saran-Saran ............................................................................. 53

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 54

Lampiran

Page 14: Imam Hidayatullah NIM :1112034000084repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42201/2/IMAM... · dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus

x

Daftar Tabel

Tabel 4.1: Identifikasi Penggunaan Dialek Bahasa Sasak dalam kitab Juz

‘Amma al-Majīdi Terjemahan Bahasa Sasa…………………………45

Tabel 4.2: Pilihan alternatif dialek terjemah kitab Juz ‘Amma al-Majīdi

dengan dialek yang lebih sopan atau alus..........................................51

Page 15: Imam Hidayatullah NIM :1112034000084repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42201/2/IMAM... · dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus

xi

Daftar Gambar

Gambar 3.1 : Sampul depan dan belakang kitab Juz ‘Amma al-

Majīdi……………………………………………………40

Page 16: Imam Hidayatullah NIM :1112034000084repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42201/2/IMAM... · dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Upaya menerjemahkan al-Qur‟an bukanlah hal baru. Ia telah dilakukan

sejak permulaan abad ke-2 M di mana al-Qur‟an diterjemahkan ke dalam bahasa

Latin oleh Robert of Ketton (Robert de Retines). Hingga saat ini al-Qur‟an telah

diterjemahkan ke berbagai bahasa dunia, seperti bahasa Persia, Turki, Urdu, India,

Jepang, Inggris, Prancis, Spanyol, Mandarin, Indonesia hingga beberapa bahasa

negara-negara di Afrika. Ini dilakukan berangkat dari berbagai kebutuhan

masyarakat setempat, baik non-muslim maupun muslim, untuk tujuan positif

maupun negatif; pengembangan studi keagamaan, misi perpolitikan, memahami

agama (Islam), menjawab persoalan-persoalan kehidupan yang dihadapi sehari-

hari dan sebagainya.1

Melihat kebutuhan-kebutuhan yang semakin mendesak dan kompleks,

maka menerjemahkan al-Qur‟an menjadi kebutuhan ketika agama Islam masuk ke

wilayah-wilayah non-Arab.2 Realitas yang paling dekat adalah masuknya Islam

ke Indonesia. Masyarakat Indonesia dalam kesehariannya menggunakan bahasa

Indonesia atau bahasa daerah masing-masing. Dimungkinkan mereka tidak bisa

memahami al-Qur‟an secara langsung kecuali orang-orang yang menguasai

dwibahasa (bahasa Indonesia dan Arab sekaligus),3 sehingga penerjemah al-

Qur‟an ke dalam bahasa Indonesia atau ke bahasa daerah di Indonesia menjadi

kebutuhan, guna menjadi perantara bagi masyarakat Indonesia yang ingin

memahami pesan-pesan yang terkandung dalam al-Qur‟an.4

Namun, pada saat menerjemahkan, penerjemah dituntut menjaga amanah

teks awal, agar pesan inti dari teks itu tersampaikan. Selain tuntutan amanah,

seorang penerjemah juga dihadapkan dengan masalah ketepatan memilih kosa

1Lihat Rifa‟i Sauqi dan M. Ali Hasan, Pengantar Ilmu Tafsir (Jakarta: Bulan Bintang,

1992), h. 169-171. 2M. Hadi Ma‟rifat, Sejarah al-Qur’an. Penerjemah Thoha Musawa (Jakarta: al-Huda,

2007), h. 276. 3Siti Rohmatin Fitriani, “Membandingkan Metodologi Penafsiran A. Hassan dalam

Tafsir al-Furqon dan H.B Jassin dalam al-Qur‟an al-Karim Bacaan Mulia,” (Skripsi S1 Tafsir

Hadis Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2003), h. 3. 4Howard M. Federspiel, Kajian al-Qur’an di Indonesia. Penerjemah Rahmat Taufiq

Hidayat (Bandung: Mizan, 1996), h. 154.

Page 17: Imam Hidayatullah NIM :1112034000084repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42201/2/IMAM... · dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus

2

kata, agar pesan yang terkandung dalam teks awal ke dalam bahasa sasaran

tersampaikan secara utuh. Begitulah kesulitan yang dihadapi oleh seorang

penerjemah, sampai-sampai terkadang ia harus melakukan “pengkhianatan”

kepada salah satu bahasa bahkan pada keduanya. Apa lagi yang diterjemahkan

adalah teks al-Qur‟an yang posisinya sebagai firman tuhan.5

Dalam bahasa Indonesia sulit didapatkan tejemahan yang berhasil karena

banyak ide-ide dalam al-Qur‟an yang tidak tertampung oleh bahasa Indonesia. Ini

persis apa yang ditulis oleh Nurcholish Madjid dalam artikel Terjemahan al-

Qur’an sebagai Tafsir, Nurcholish Madjid mencontohkan terjemahan Bismi Allah

ar-Rahman ar-Rahim “Dengan Menyebut Nama Allah yang Maha Pengasih lagi

Maha Penyayang”. Menurut Nurcholish Madjid, ini merupakan contoh terjemahan

yang dipaksakan, karena kata Bismi Allah artinya “atas nama Allah” atau kalau

dalam terjemahan bahasa Inggris In The Name Of Allah, bandingkan dengan

terjemahan sekarang “dengan nama”. Menurut beliau ini penerjemahan semi

analitik, sebab “dengan nama” itu tidak ada artinya. Apalagi kadang-kadang ada

tambahan sisipan “dengan menyebut nama Allah”.6

Ahmad Syarbashi mengatakan Allah mengajarkan arti-arti isyarat,

rumusan-rumusan dan dalil-dalil yang tidak bisa diungkapan dalam bahasa

apapun. Walau seberapa kuat, jenius dan mampunya seseorang tidak akan mampu

untuk memindahkan arti-arti kata dalam al-Qur‟an ke bahasa lain. Jika

penerjemah memaksakan arti kata lain dan beranggapan lafaz tersebut lebih tepat

dari arti sebenarnya, berarti dia telah mengadakan perubahan.7

Hal ini terjadi karena setiap bahasa tidak mungkin disamakan dalam

semua aspek baik lafaz, susunan, bentuk metaphor, kosa kata, kata kerja dan

lainnya.8 Senada dengan apa yang dipaparkan oleh Komaruddin Hidayat, di

dalam bukunya Memahami Bahasa Agama, bahwa al-Qur‟an ketika

5Muchlis M. Hanafi, “Problematika Terjemah al-Qur‟an: Studi Pada Penerbitan al-Qur‟an

dan Kasus Kontemporer”, dalam Suhuf Vol. 4, No.2 (2011): h. 170. 6M. Fudail, “Terjemah al-Qur‟an dalam bahasa Mandar: Telaah Metodologi

Penerjemahan Karya Khalid Bodi,” (Skripsi S1 Tafsir Hadis, Fakultas Ushuluddin, Universitas

Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2003), h. 4. 7Ahmad Syarbashi, Dimensi-Dimensi Kesejatian al-Qur’an (Yogyakarta: Ababil, 1996),

h. 45. 8Muchlis M. Hanafi, “Problematika Terjemah al-Qur‟an: Studi Pada Penerbitan al-Qur‟an

dan Kasus Kontemporer,” h. 170.

Page 18: Imam Hidayatullah NIM :1112034000084repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42201/2/IMAM... · dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus

3

diterjemahkan sudah pasti mengalami perubahan makna, baik perubahan yang

bersifat pengembangan maupun penyusutan.9

Melihat realitas yang ada di Indonesia, terjemahan al-Qur‟an berbahasa

Indonesia10

tidak cukup memberikan solusi bagi masyarakat daerah yang ada di

Indonesia untuk memahami al-Qur‟an, karena mereka dalam kesehariannya

menggunakan bahasa daerah. Dari itu, banyak ulama daerah yang

menterjemahkan al-Qur‟an ke dalam bahasa daerahnya, seperti terjemahan bahasa

Sunda yang ditulis oleh K.H. Ahmad Sanusi bin K.H. Abdurrahim,11

dengan

menggunakan Arab pegon.12

Tafsīr al-Ibriz Lima‘rifati Tafsīr al-Qur’an bi al-

Lughati al-Jawiyyah karya K.H. Bisri Musthafa.13

Dari namanya tafsir ini sudah

kelihatan bahwa karya ini menggunakan bahasa Jawa dengan tulisan Arab-

Pegon.14

Dari semua buku yang membahas tentang Tafsir di Indonesia, seperti

Literatur Tafsir Indonesia karya Mafri Amir, dan Khazanah Tafsir Indonesia

karya Islah Gusmian dan Tafsir al-Qur’an Nusantara Tempo Doeloe karya Ervan

Nurtawab, belum dijelaskan terjemah al-Qur‟an bahasa Sasak atau Lombok.

Buku-buku di atas membahas tafsir Indonesia sampai tahun 2000-an, tepatnya

pada Tafsīr al-Misbah karya Muhammad Quraish Shihab. Padahal penulis

menemukan karya dari kumpulan beberapa ulama‟ Lombok yang tergabung dalam

tim Lajnah penerjemah al-Qur‟an Bahasa Sasak yang di beri nama Juz ‘Amma al-

Majīdi Terjemahan Bahasa Sasak.15

Melihat realitas di atas, penting kiranya Kitab Juz ‘Amma al-Majīdi

Terjemahan al-Qur’an Bahasa Sasak tersebut untuk diteliti. Dengan ini akan

9Komaruddin Hidayat, Memahami Bahasa Agama (Jakarta: Paramadina, 1996), h. 172.

10Lihat: Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, (Ciputat: Mazhab Ciputat, 2013). Islah

Gumian, Khazanah Tafsir Indonesia, (Yogyakarta: LKiS, 2013). dan Ervan Nurtawab, Tafsir al-

Qur’an Nusantara Tempo Doeloe, (Jakarta: Usul Press, 2009). 11

Lihat, Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, h. 85-90. 12

Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, h. 100-103. 13

Lihat, Syaiful Amin Ghofur, Profil Para Mufasir al-Qur’an, (Yogyakarta: Pustaka

Insan Madani, 2008), h. 214-218. 14

Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, h. 133-145. 15

Tim Lajnah Penerjemah al-Qur‟an Bahasa Sasak (LPQBS) dan Forum Komunikasi

Alumni Timteng NTB (FKATT), Juz ‘Amma al-Majīdi Terjemahan Bahasa Sasak, (Mataram:

LPQBS & FKATT, 2012). Sedangkan “Sasak” adalah suku asli masyarakat yang ada dipulau

Lombok. Daud Gerung mengistilahkan bahwa semua orang bisa jadi orang Lombok, akan tetapi

tidak semua orang bisa menjadi orang Sasak. Lihat: Daud Gerung, dkk, Lombok Mirah Sasak Adi,

Sejarah Sosial, Ekonomi, dan Politik, (Ciputat: IMSAK Press, 2010), h. 27.

Page 19: Imam Hidayatullah NIM :1112034000084repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42201/2/IMAM... · dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus

4

terlihat perkembangan terjemahan al-Qur‟an dalam bahasa daerah yang ada di

Indonesia. Oleh karena itu, penulis akan melanjutkan penelitian ini dalam bentuk

skripsi mengingat; Pertama: Seperti yang tertera didalam sambutan Gubernur

Nusa Tengara Barat Tuan Guru Bajang Muhammad Zainul Majdi pada lembar

ketiga kitab tersebut, bahwa penerjemahan al-Qur‟an ke dalam bahasa Sasak

merupakan upaya dakwah kultural dalam rangka mendekatkan al-Qur‟an kepada

masyarakat dengan bahasa yang dimiliki sekaligus memberikan notifikasi Islam

terhadap simbol-simbol kultural masyarakat Sasak. Kedua: Kitab Juz’Amma al-

Majīdi memiliki keunikan tersendiri, karena bahasa Sasak yang digunakan dalam

terjemahan al-Qur‟an pada kitab tersebut adalah bahasa Sasak yang hanya

mereprentasikan beberapa bahasa daerah di Lombok, sehingga tidak semua

masyarakat Lombok mengerti. Ketiga: Kitab terjemahan al-Qur‟an bahasa Sasak

ini diberi nama Juz ‘Amma al-Majīdi. Hal ini mengundang peneliti untuk meneliti

sejauh mana peran Gubernur Nusa Tengara Barat Tuan Guru Bajang Muhammad

Zainul Majdi dalam proses penulisan kitab ini.

Sebagai gambaran umum, kitab Juz’Amma al-Majīdi ini dapat dilihat dari

judul kitab tersebut yang hanya baru menyelesaikan penerjemahan al-Qur‟an Juz

30 atau Juz ’Amma, untuk melihat respons masyarakat Lombok atas kitab

Juz’Amma al-Majīdi ini. Cetakan pertama diterbitkan Lajnah Penerjemahan al-

Qur‟an Bahasa Sasak (LPQBS) dan Forum Komunikasi Alumni Timur Tengah

NTB (FKATT) sebagai penerbit kitab ini hanya menerbitkan 6000 eksemplar

yang dibagikan ke masjid-masjid yang ada di pulau Lombok.

Berdasarkan latar belakang di atas, pembahasan penerjemahan al-Qur‟an

bahasa Sasak akan dibahas lebih lanjut dalam bentuk skripsi berjudul

“Terjemahan al-Qur’an Bahasa Sasak Studi Kitab Juz’Amma al-Majīdi”

B. Batasan dan Rumusan Masalah

Mengacu pada latar belakang yang sudah diuraikan di atas, maka

penelitian skripsi ini akan dibatasi pada surah al-Fatiḥaḥ dan Juz ‘Amma. Karena

itu, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimana karakteristik dan

dialek bahasa Sasak yang di gunakan dalam penerjemahan kitab Kitab Juz’Amma

al-Majīdi oleh tim Lajnah Penerjemahan al-Qur‟an Bahasa Sasak (LPQBS) dan

Page 20: Imam Hidayatullah NIM :1112034000084repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42201/2/IMAM... · dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus

5

Forum Komunikasi Alumni Timteng NTB (FKATT) pada kitab Juz ‘Amma al-

Majīdi.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan :

1. Menguraikan karakteristik yang melekat dalam kitab Juz ‘Amma al-

Majīdi.

2. Menganalisis dialek bahasa Sasak yang di gunakan dalam terjemah

kitab Juz ‘Amma al-Majīdi.

3. Mengeksplorasi terjemah al-Qur‟an bahasa daerah karya ulama

Nusantara.

Manfaat Penelitian :

4. Secara teoritis penelitian ini bertujuan untuk melengkapi kajian

terjemah bahasa daerah yang dilakukan oleh Ervan Nurtawab dan

menambah kajian literatur tafsir di Indonesia yang dilakukan oleh Mafri

Amir.

5. Temuan dalam skripsi ini menjadi rekomendasi bagi tim LPQBS dan

FKATT agar melakukan perbaikan dalam terjemahan al-Qur‟an bahasa

Sasak khususnya dari surah an-Naba‟ sampai surah an-Nas.

D. Kajian Pustaka

Terdapat berbagai buku kajian tentang terjemah al-Qur‟an bahasa daerah

karya Ulama Nusantara yang berkaitan tentang tafsir, terjemah atas al-Qur‟an, dan

naskah keagamaan yang dilakukan oleh beberapa peneliti. Di antaranya; Ahmad

Syaifuddin, menulis dalam skripsinya tentang “Kisah-Kisah Isra’iliyat dalam

Tafsir al-Ibriz Karya K.H. Bisri Mustafa (Studi Kisah Umat-umat dan Para Nabi

dalam Kitab al-Ibriz).16

Kitab yang berjudul lengkap al-Ibriz lima’rifati Tafsīr al-

Qur’an al-Aziz, menurut Ahmad Syaifuddin, dalam skirpsi ini K.H. Bisri Mustafa

mampu menjawab tuntutan masyarakat, karena menggunakan bahasa Jawa

16

Achmad Syaefuddin, “Kisah-Kisah Isra‟iliyat dalam Tafsir al-Ibris Karya K.H. Bisri

Mustafa: Studi Kisah Umat-umat dan Para Nabi dalam Kitab al-Ibris,” (Skripsi S1 Tafsir Hadis,

Fakultas Ushuluddin, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2013).

Page 21: Imam Hidayatullah NIM :1112034000084repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42201/2/IMAM... · dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus

6

sehingga bisa dibaca oleh masyarakat umum. K.H. Bisri Mustafa ketika

menafsirkan kisah-kisah al-Qur‟an pun, berusaha menceritakannya dengan jelas,

sehingga beliau banyak menukil cerita-cerita isra’iliyat secara detail, seperti nama

tempat, dan waktu terjadinya kisah.

Ahmad Syaifuddin, melihat bahwa cerita isra’iliyat merupakan cerita yang

tidak berasal dan sumber-sumber Islam yang keberadaannya dalam penafsiran

masih dalam perdebatan para Ulama, teruma dalam hal maqbul atau mardud-nya

riwayat tersebut. Metodologi yang digunakan dalam skripsi ini, mendeskrisikan

penafsiran K.H. Bisri Mustafa terhadap ayat-ayat kisah, kemudian

menganalisisnya dengan membandingkan dengan penafsiran-penafsiran yang ada.

K.H. Bisri Mustafa berusaha menjelaskan penafsiran ayat-ayat qiṣaṣ tentang para

nabi dan umat terutama yang berhubungan dengan kehidupan dan perkembangan

bangsa Bani Israil (Yahudi) dengan menukil kisah isra’iliyat. Selain itu, tema

isra’iliyat yang ada hanya berupa sejarah ataupun hikmah dan bukan hal hukum

ataupun aqidah. Sedangkan tentang kesesuaian dengan akal dan syari’at, cerita-

cerita tersebut termasuk diterima dan tidak ditemukan yang ditolak, karena K.H.

Bisri Mustafa berhati-hati dalam menukil cerita isra’iliyyun, meskipun mayoritas

tidak dicantumkan asal riwayatnya.

Mursyidi memfokuskan penelitiannya tentang, Terjemahan I’raban

Keterangan Madhurah Atoro’ Lil-Jalalain (Tikmal) Terjemah al-Qur’an bahasa

Madura.17

Terjemah al-Qur‟an bahasa Madura ini di susun oleh tim dari Forum

Mudzakarah Tafsir al-Qur‟an (FMTQ) antara lain beranggotakan: Ali Karrar

Shinhaji, Umar Hamdan, Khazai, Rosyad Imam, Fattah Mahmud. Metodologi

penerjemahan yang digunakan oleh FMTQ dalam Terjemahan I’raban

Keterangan Madhurah Atoro’ Lil-Jalalain (Tikmal), adalah berpola i’raban

karena setiap kata yang memiliki kedudukan dalam struktur bahasa Arab selalu

menggunakan penanda i’rab, seperti dhining sebagai penanda dari mubtada’,

panika sebagai penanda khabar, de’ sebagai penanda dari maf’ul, hale sebagai

penanda hal, dan penanda i’rab lainya, penanda i’rab tersebut juga menjadi bukti

bahwa metode terjemah yang digunakan oleh FMTQ adalah harfiyyah.

17

Mursyidi, “Terjemahan al-Qur‟an Bahasa Madura: Studi Kasus Terjemah I‟raban

Keterangan Madhurah Atoro‟ Lil-Jalalain (Tikmal), (Skripsi Ilmu al-Qur‟an dan Tafsir, Fakultas

Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016).

Page 22: Imam Hidayatullah NIM :1112034000084repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42201/2/IMAM... · dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus

7

M. Fudail memfokuskan skripsinya dalam “Terjemahan al-Qur’an dalam

Bahasa Mandar (Telaah Metodologi Penerjemahan Karya M. Idham Khalid

Bodi,”18

pada metodelogi penerjemahan yang digunakan Idham dalam

penyusunan karya Terjemahan al-Qur’an dalam Bahasa Mandar dan Konsistensi

Bahasa Mandar dan konsistensi penggunaan bahasa Mandar dalam

penerjemahannya.

Metodologi yang digunakan Idham dalam karyanya Terjemahan al-

Qur’an dalam Bahasa Mandar adalah bahwa ia menerjemahkan al-Qur‟an ke

dalam bahasa Mandar bukan secara harfiyyah mutlaq dan bukan pula secara

maknawiyah mutlaq karena terkadang ia memberi penjelasan secukupnya secara

langsung dengan bentuk dalam kurung bukan footnote. Dalam penerjemahan

Idham belum sepenuhnya konsisten menggunakan bahasa Mandar. Hal ini dapat

ditemukan dalam ketidakseragaman bahasa yang digunakan, penulisan huruf

Mandar yang seharusnya sesuai dengan fonologi/ucapan namun terkadang

terlupakan, kemudian penggunaan dialek yang bermacam-macam.

M. Nurdin Zuhdi, menulis dalam tesisnya tentang “Tipologi Tafsir al-

Qur’an Madzhab Indonesia.”19

Jenis penelitian yang digunakan dalam tesis ini

adalah library research, dengan sifat analisis diskriptif dengan historis-kritis

dengan latar belakang yang diangkat dari: Potret Metodologi dan Hermeneutika

Tafsir al-Qur’an di Indonesia, pada tahun 2000-2010, Tipologi Tafsir al-Qur’an

di Indonesia, tahun 2000-2010. Dan sejauh manakah kontribusi dan implikasinya

dalam menjawab problem-problem kekinian. Dari metode penelitian yang

digunakan dan masalah yang diangkat ditemukan karya-karya tafsir di Indonesia

dipengaruhi atas dua aspek: pertama; apek metodologi karya tafsir. Kedua; aspek

tipologi karya tafsir. Dengan karya tafsir yang dikaji sebanyak 29 karya tafsir.

Dari jumlah tersebut telah ditemukan bahwa semua karya menggunakan metode

tematik. Kemudian, dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu: model tafsir

tematik klasik dan model tafsir tematik modern. Sedangkan dari segi tipologi,

karya tafsir yang dijadikan tolak ukur adalah quasi-obyektifis tradisionalis,

18

M. Fudail, “Terjemahan al-Qur‟an dalam Bahasa Mandar (Telaah Metodelogi

Penerjemahan Karya M. Idham Khalid Bodi,”( Skripsi S1 Tafsir Hadis, Fakultas Ushuluddin

Sunan Kalijaga Yogjakarta, 2003). 19

M. Nurdin Zuhdi, “Tipologi Tafsir al-Qur‟an Madzhab Indonesia,” (Tesis S2 Program

Pascasarjana, UIN Sunan Kalijaga, 2011).

Page 23: Imam Hidayatullah NIM :1112034000084repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42201/2/IMAM... · dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus

8

subektifis dan quasi-obyektifis modernis. Dari analisis yang telah dilakukan

terhadap 29 karya tafsir yang dikaji setidaknya ada 17 karya tafsir quasi-obyektifis

tradisionalis. Sedangkan untuk pandangan subyektifis dan karya tafsir yang dikaji,

belum ada satupun yang masuk pandangan subyektifitas. Masih banyak penafsir

yang terlalu mensakralkan metodologi yang telah mapan dalam ulum al-Qur’an

dan tidak berani menggunakan ilmu bantu baru lainnya yang berkembang

sehingga banyak produk tafsir yang stagnan.

Irwan, menulis Skripsinya tentang “Analisis Metodologi Tahsin al-Fatihah

Karya Achamad Chodjim: Aplikasi Metodologi Kajian Tafsir Islah Gusmian.”20

Penelitiannya menggunakan metode penelitian kepustakaan (library research) dan

wawancara dengan metode pemahasan mengikuti rumusan Islah Gusmian yaitu:

Variabel Teknik Penulisan Tafsir dan Aspek Kontruksi Hermeneutika Karya

Tafsir. Penelitian ini fokus pada permasalahan metodologi tafsir al-Fatihah

Achmad Chodjim bila dilihat berdasarkan rumusan metodologi kajian tafsir Islah

Gusmian. Pada akhirnya ia berkesimpulan dari sisi teknis penulisannya al-Fatihah

masuk kedalam kategori tematik klasik, sedangkan dalam bentuk penyajian, al-

Fatihah masuk dalam kategori global. Dari sisi Hermeneutis, al-Fatihah

menggunakan metode interteks. Nuansa sosial kemasyarakatan adalah ruang

dominan yang dijadikan sudut pandang dalam menafsirkan al-Fatihah.

Pendekatan yang digunakan al-Fatihah adalah pendekatan sosial.

Ummi Hanik, menulis skripsinya tentang “Model Terjemah Tafsir al-

Qur’an Bahasa Lokal (Analisis Terjemah Tafsir al-Jalalain Bahasa Madura

Karya Muhammad Arifun).”21

Ia menganalisis bagaimana model terjemah yang

digunakan Muhammad Arifun dalam kitab Terjemah Tafsir al-Jalalain Litashili

al-Fikri bahasa Madura, bagaimana isi keterangan yang diawali kata faidah,

qissah, dan qouluhu ta’ala serta catatan kaki dalam terjemah kiai Arifun dan

bagaimana konsistensi penggunaan simbol gramatikal bahasa Arab dalam

terjemahannya. Hasil penelitian ini menemukan bahwa: kiai Arifun menggunakan

20

Irwan, “Analisis Metodologi Tahsir al-Fatihah Karya Achamad Chodjim: Aplikasi

Metodologi Kaian Tafsir Islah Gusmian,” (Skripsi S1 Tafsir Hadis, Fakultas Ushuluddin, UIN

Syarif Hidayatullah, 2010). 21

Ummi Hanik, menulis dalam skripsinya tentang “Model Terjemah Tafsir al-Qur‟an

Bahasa Lokal (Analisis Terjemah Tafsir al-Jalalain Bahasa Madura Karya Muhammad

Arifun),”(Skripsi S1 Tafsir Hadis, Fakultas Ushuluddin, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015).

Page 24: Imam Hidayatullah NIM :1112034000084repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42201/2/IMAM... · dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus

9

dua metode dalam menerjemahkan yaitu metode harfiah dan tafsiriah, keterangan

tambahan adalah komentar penerjemah dan penegasan terjemahan atas terjemah

harfiah dan terdapat tiga sombol yang konsisten digunakan dalam

menerjemahkan yaitu mim (mubtada), kha’ (khabar) dan fa’ (fail).

Berikutnya beberapa karya berupa jurnal dan buku yang membahas

tentang penerjemahan al-Qur‟an dan penerjemahan tafsir al-Qur‟an dalam bahasa

daerah. Di antaranya : Tawalinuddin Haris,22

“Al-Qur‟an dan Terjemahannya

Bahasa Sasak Beberapa Catatan,”. Dalam tulisannya, Haris memberikan catatan-

catatan penting, semisal teknik penulisan dan terjemahan tidak konsisten yang

banyak dilakukan oleh tim penerjemah. “Terjemahan al-Qur’an bahasa Sasak”

yang diterbitkan Puslitbang Lektur dan Khazanah Keagamaan, Kementerian

Agama Republik Indonesia. Selanjutnya, Howard M. Federspiel, dalam buku

Popular Indonesia Literature Of The Qur’an yang telah di terjemahkan ke dalam

bahasa Indonesia dengan judul Kajian al-Qur’an di Indonesia oleh Tadjul

„Arifin.23

Dalam tulisannya, Federspiel mengkaji literature tafsir, ilmu tafsir,

terjemah al-Qur‟an, dan buku-buku lain yang berkaitan dengan al-Qur‟an. Karya

berikutnya adalah Literatur Tafsir Indonesia karya Mafri Amir.24

Dalam

tulisannya Mafri Amir menghimpun 14 profil kitab beserta profil penulisnya baik

berupa terjemahan tafsir al-Qur‟an maupun terjemahan al-Qur‟an yang ada di

Indonesia. Baik yang menggunakan bahasa Melayu, bahasa Indonesia maupun

bahasa daerah. Karya berikutnya adalah Khazanah Tafsir Indonesia Dari

Hermeneutika Hingga Ideologi, karya Islah Gusmian.25

Dalam tulisan Islah

Gusmian mengungkap khazanah tafsir al-Qur‟an yang ada di Indonesia dengan

pendekatan Hermeneutik dan analisis wacana kritis, dan merangkum keseluruhan

literatur kajian al-Qur‟an di Indonesia atau tafsir al-Qur‟an.

Berdasarkan hasil penelusuran referensi yang ada, penelitian atas

terjemahan al-Qur‟an bahasa Lombok atau bahasa Sasak kitab Juz ‘Amma al-

Majīdi yang disusun oleh tim Lajnah Penerjemah al-Quran Bahasa Sasak

22 Tawalinuddin Haris, “al-Qur‟an dan Terjemahannya Bahasa Sasak Beberapa Catatan,”

Jurnal Suhuf , Vol. 10 No. 1 Juni 2017 23

Howard M. Federspiel, Kajian al-Qur’an di Indonesia, h. 5-7 24

Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, (Tangerang: Madzhab Ciputat, 2013), h.vii-xi. 25

Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia Dari Hermeneutika Hingga Ideologi

(Yogyakarta: LkiS, 2013), h. v-vi.

Page 25: Imam Hidayatullah NIM :1112034000084repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42201/2/IMAM... · dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus

10

(LPQBS) dan Forum Komunikasi Alumni Timur Tengah (FKATT) Nusa

Tenggara Barat, sejauh pengamatan penulis hingga saat ini belum ada yang

mengkajinya. Oleh sebab itu, penelitian ini akan menjadi penelitian pertama yang

akan membahas kitab Juz ‘Amma al-Majīdi Terjemahan Bahasa Sasak. Penulis

akan mengangkat masalah tersebut dalam penelitan berbentuk skripsi.

E. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini termasuk penelitian deskriptif yaitu penelitian yang

dilakukan dengan menelusuri dan menelaah literatur-literatur primer dan

sekunder.26

Data-data dalam penelitian ini diperoleh dari bahan-bahan pustaka

elektronik seperti, makalah, skripsi, tesis, jurnal ilmiah, dan literatur lainnya.

2. Sumber Data

Sumber data terdiri dari dua jenis data, yaitu data primer dan data

sekunder. Data primer dalam penelitian ini adalah Kitab Juz ‘Amma al-Majīdi

Terjemahan al-Qur’an Bahasa Sasak dan hasil wawancara dengan anggota tim

penerjemah. Dalam hal ini peneliti mewancarai LPQBS dan FKATT yang

diwakili oleh Dr. H. Muhammad Said Ghazali, Lc.,MA27

dan Dr. H. L. Supriadi,

Lc., MA.,28

agar penulis mendapatkan data yang akurat. Adapun data sekunder

dalam penelitian ini adalah berbagai buku, jurnal dan makalah yang relevan

dengan judul penelitian ini.

3. Teknik Pengolahan Data

Selanjutnya penulis menggunakan lima tahapan analisis dari mulai,

mengorganisasi data, koding data, hingga klasifikasi data berdasarkan sejumlah

dialek yang digunakan dalam kitab Juz ‘Amma al-Majīdi Juz ‘Amma al-Majīdi

26

Hamka Hasan, Metodologi Penelitian Tafsir Hadis (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN

Syarif Hidayatullah, 2008), h. 128. 27

Lahir di Gelogor Lombok Barat, merupakan salah satu anggota tim penerjemah kitab

Juz ‘Amma al-Majidi Terjemahan Bahasa Sasak LPQBS & FKATT serta sebagai respondent

dalam interview. 28

Lahir di Kotaraja Lombok Timur, merupakan Sekertaris dalam tim penerjemah dan

pencatat hasil penerjemahan LPQBS & FKATT serta sebagai respondent dalam interview.

Page 26: Imam Hidayatullah NIM :1112034000084repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42201/2/IMAM... · dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus

11

Sedangkan teknik penulisan dan translitrasi, penulis mengacu pada buku

“Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) yang dikelurkan

oleh Center for development and assurance (CEQDA)” Karya Hamid Nasuhi, dan

kawan-kawan terbitan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Cetakan XXIX tahun

2012.29

F. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan dalam penelitian ini, penulis membagi pembahasan

kedalam beberapa bab yang diuraikan ke dalam sitematika sebagai berikut:

BAB I, adalah pendahuluan. Dalam pendahuluan ini penulis membahas

enam sub bab yaitu terdiri dari: latar belakang masalah, batasan dan rumusan

masalah, tujuan dan manfaat dan penelitian, metodologi penulisan dan penelitian,

kajian pustaka dan sistematika penulisan.

BAB II, pada bab ini penulis akan membahas tentang tinjauan umum

penerjemahan al-Qur‟an. Kedua, Syarat-syarat dan macam-macam terjemah.

Ketiga, Sejarah penerjemahan al-Qur‟an di Indonesia.

BAB III, pada bab ini penulis berupaya untuk memberikan gambaran

tentang biografi para penerjemah dan gambaran umum kitab Juz ‘Amma al-

Majīdi. Terdiri dari tujuan penerjemahan al-Qur‟an Bahasa Sasak, penelusuran

Anggota Tim LPQBS dan FKATT dan gambaran umum kitab Juz ‘Amma al-

Majīdi.

BAB IV, pada bab ini penulis akan menguraikan tentang terjemahan al-

Qur‟an bahasa Lombok “Kitab Juz ‘Amma al-Majīdi” terdiri dari tiga sub bab.

Pertama, Karakteristik Kitab. Kedua, Dialek bahasa Sasak yang digunakan.

Ketiga, Metode terjemah al-Qur‟an bahasa Sasak Juz ‘Amma al-Majīdi.

BAB V, adalah penutup yang berkesimpulan dan saran-saran serta diakhiri

dengan daftar pustaka. Kesimpulan menjawab persoalan yang diangkat dalam

penelitian ini, sedangkan pada bagian saran, penulis menyampaikan potensi

masalah yang diangkat diteliti lebih lanjut dari pengkajian yang diteliti, dan saran-

saran untuk pemanfaatan praktis dari tema kajian ini.

29

Tim Penyusun, Pedoman Akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah 2013/2014), h. 391-393.

Page 27: Imam Hidayatullah NIM :1112034000084repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42201/2/IMAM... · dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus

13

BAB II

TINJAUAN UMUM PENERJEMAHAN AL-QUR’AN

DAN DIALEK BAHASA SASAK

Pada bagian ini, penulis akan menguraikan tinjauan umum mengenai

terjemahan al-Quran, yang penulis bagi menjadi beberapa sub bab, dianataranya:

perbedaan antara terjemah, tafsir dan ta‟wil, syarat-syarat dan macam-macam

terjemah, dan sejarah penerjemahan al-Qur‟an di Indonesia.

A. Perbedaan Terjemah, Tafsir, dan Ta’wil

1. Perbedaan Terjemah dengan Tafsir

Asal kata “terjemah” diambil dari bahasa arab tarjamah merupakan maṣdar

fi‟il ruba„i, yang artinya penjelasan. Menurut beberapa pendapat penulis kamus,

terjemah adalah pengalihan bahasa dari suatu bahasa ke bahasa yang lain.1 Secara

umum terjemah adalah proses memindahkan pesan yang telah diungkapkan dalam

bahasa sumber (Bsu) kedalam bahasa sasaran (Bsa).2

Menurut Husain al-Dzahabi, seperti dikutip Muhammad Amin Suma, kata

tarjamah mengandung dua pengertian. Pertama, mengalihkan atau memindahkan

suatu pembicaraan dari suatu bahasa ke bahasa yang lain, tanpa menerangkan makna

dari bahasa asal yang diterjemahkan. Kedua, menafsirkan suatu pembicaraan dengan

menerangkan maksud yang terkandung di dalamnya, dengan menggunakan bahasa

yang lain.3

Kata “tarjamah” menurut pengertian istilah dapat dipergunakan dalam dua

arti, yaitu 1) Terjemah harifiyyah, yaitu mengalihakan lafaz-lafaz dari suatu bahasa

ke dalam lafaz-lafaz yang serupa dari bahasa lain sedemikian rupa sehingga susunan

dan tertib bahasa kedua sesuai dengan susunan dan tertib bahasa pertama. 2)

Terjemah tafsiriyyah atau terjemah maknawiyyah, yaitu menjelaskan makna

1M. Hadi Ma‟rifat, Sejarah al-Qur‟an. Penerjemah Thoha Musawat (Jakarta: al-Huda, 2007),

h.268. 2Moh. Syarif Hidayatullah, Seluk Beluk Penerjemahan Arab Indonesia Kontemporer: Dasar,

Teori, dan Masalah (Ciputat: UINPress, 2014), h. 17. 3 Muhammad Amin Suma, „Uluml Qur‟an (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013), h. 112

Page 28: Imam Hidayatullah NIM :1112034000084repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42201/2/IMAM... · dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus

14

pembicaraan dengan bahasa lain, tanpa terikat dengan tartib bahasa asal, dan tanpa

memeperhatikan susunan kalimatnya.4

Sedangkan kata tafsir berasal dari kata al-Fasr yang artinya al-Bayan

(penjelasan atau keterangan). Kata kerjanya mengikuti wazan (ḍaraba, yaḍribu,

ḍarban) atau mengikuti wazan (naṣara, yanṣuru, naṣran) yang memiliki arti al-

Ibānah (penjelasan). Pendapat yang lain mengatakan bahwa tafsir berasal dari akar

kata al-Tafsir mengikuti wazan fa„ala di tambah tasydid pada „ain fi‟il-nya yang

mengikuti wazan fassara-yufassiru-tafsiran yang memiliki arti al-Ibānah dan al-

Kasyfu yang artinya menerangkan atau mengungkap. Dengan demikian, dari dua kata

tafsir tersebut dapat diartikan juga, bahwa tafsir dari akar kata al-Fasr berarti

memiliki kata kasyful mughatta‟ yaitu mengungkap sesuatu yang abstrak. Sedangkan

yang berasal dari akar kata al-Tafsir berarti memiliki kata kasyfu al-murād „an al-

lafazh al-musykil yang artinya mengungkap sesuatu lafaz yang muskil. Di antara

kedua bentuk kata tersebut, kata al-Tafsir yang paling banyak digunakan.5

Al-Jurjani, berpendapat bahwa kata tafsir menurut pengertian bahasa adalah

al-Kasyaf wa al-Izhar yang artinya menyingkap, membuka, dan melahirkan.6

Menurut Manna al-Qattan, al-tafsir dan al-fasr bermakna menjelaskan dan bermakna

menyingkap sesuatu yang tertutup.7

Secara istilah tafsir adalah ilmu yang membahas tentang cara pengucapan

lafaz-lafaz al-Qur‟an, indikator-indikatornya, masalah hukum-hukumnya baik

independen maupun yang berkaitan dengan yang lain, serta tentang makna-maknanya

yang berkaitan dengan kondisi struktur lafaz yang melengkapinya.8 Zarqani

menyatakan bahwa tafsir adalah ilmu pengetahuan yang digunakan untuk memahami

kitab Allah (al-Qur‟an) yang diturunkan kepada Nabi Muhammad, selain itu tafsir

4 Manna‟ al-Qattan, Mabāhits Fī Ulūm al-Qur‟an (Surabaya: al-Hidayah, 1973), h. 312.

5 Abdul Qadir Muhammad Shaleh, al-Tafsīr Wa al-Mufassirūn Fī al-Hadits, (Beirut: Dar al-

Ma‟rifah, 1424 H/2003 M), Cet. Ke-1 h. 80-81. 6 al-Jurjani, al-Ta‟rifāt al-Thaba‟ah wa al-Nasyr wa al-Tauzi (Jeddah:T.pn, t.t), h.63.

7 Manna‟ al-Qattan, Mabāhits Fī Ulūm al-Qur‟an, Penerjemah Muzakkir As (Bogor: Litera

Antar Nusa, 1996), h. 407-408 8 Manna‟ al-Qattan, Mabāhits Fī Ulūm al-Qur‟an, h. 314

Page 29: Imam Hidayatullah NIM :1112034000084repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42201/2/IMAM... · dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus

15

juga menjelaskan makna-makna dan menarik hukum-hukum serta hikmah-hikmah

yang terkandung di dalamnya.9

Dalam tafsir yang diutamakan adalah menyampaikan penjelasan dan pesan

dari bahasa aslinya yang pertama. Sedangkan pada terjemah terutama terjemahan

secara harfiyyah, makna yang diungkap tidak lebih dari sekedar pengganti bahasa

asal. Dalam tafsir yang menjadi pokok perhatian adalah tercapainya penjelasan tepat

sasaran baik secara global maupun secara terperinci. Tidak demikian halnya dengan

terjemah. Ia pada lazimnya mengandung tuntutan terpenuhinya semua makna yang

terpenuhi oleh bahasa pertama.10

Dengan memperhatikan pernyataan-pernyataan di atas, maka dapat dipahami

bahwa antara tafsir dengan terjemah baik tafsiriyyah maupun harfiyyah terdapat

perbedaan yang cukup jelas. Tafsir memungkinkan adanya pemahaman dan arti yang

lebih spesifik atau bahkan lebih luas atas makna ayat atau lafaz al-Qur‟an sedangkan

terjemah lebih pada lafaz tanpa ada tambahan di luar sumber.

2. Perbedaan Tafsir dengan Ta’wil

Kata ta‟wil memiliki makna yang sama dengan tafsir, yakni “menerangkan”

dan “menjelaskan”.11

Takwil berasal dari kata awwala-yuawwilu- ta‟wīlan kata

tersebut dapat berarti al-Marju‟u (kembali, mengembalikan) yakni, mengembalikan

makna pada proporsi yang sesungguhnya.12

Adapun ta‟wil secara istilah menurut al-

Jurjani, memalingkan suatu lafaz dari makna yang sebenarnya terhadap makna yang

dikandungnya, apabila makna alternatif yang dipandang sesuai dengan ketentuan al-

Qur‟an dan hadits.13

Menurut Quraish Shihab, ta‟wil adalah mengembalikan makna

kata, kalimat ke arah yang bukan makna harfiyyah-nya yang dikenal secara umum.14

9 Muhammad „Abd al-Azhim al-Zarqani, Manāhil al-Irfān Fī Ulūm al-Qur‟an (Beirut: Dar

Ihya‟ al-Turats al-Arabi, 1995), h. 5-6. 10

Manna‟ al-Qattan, Mabāhits Fī Ulūm al-Qur‟an, h. 314 11

Muhammad „Ali al-Shabuni, al-Tibyān Fī Ulūm al-Qur‟an (Beirut: Dar al-Irsyad, 1970), h.

74. 12

Usman, Ulūm al-Qur‟an (Yogjakarta: Teras, 2009), h. 37. 13

al-Jurjani, al-Ta‟rifat al-Thaba‟ah wa al-Nasyr wa al-Tauzi, h. 49. 14

M. Quraish Shihah, Kaidah Tafsir (Tanggerang: Lentera Hati, 2013), h. 39

Page 30: Imam Hidayatullah NIM :1112034000084repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42201/2/IMAM... · dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus

16

Ada beberapa perbedaan pendapat para ulama mengenai tafsir dan ta‟wil di

antaranya; Pertama: apabila kita berpendapat ta‟wil adalah menafsirkan perkataan

dan maknanya, maka ta‟wil dan tafsir adalah dua kata yang berdekatan atau sama

maknanya. Kedua: ta‟wil diartikan sebagai esensi dari perkataan, maka bisa dipahami

ta‟wil dari berita adalah esensi dari yang diberitakan. Jika demikian maka ta‟wil dan

tafsir memiliki perbedaan yang sangat besar, karena tafsir berfungsi sebagai syarh

atau penjelasan bagi suatu perkataan, dan penjelasan berada dalam pikiran yang

diungkapkan melalui lisan. Sedangkan ta‟wil sesuatu yang ada dalam realita. Ketiga:

tafsir adalah sesuatu yang sudah jelas dalam al-Qur‟an dan yang dijelaskan dalam

hadits. Dan ta‟wil adalah apa yang disimpulkan ulama. Sebagian ulama mengatakan,

tafsir adalah apa yang berhubungan dengan riwayat sedangkan ta‟wil adalah apa yang

berhubungan dengan dirayat. Keempat: tafsir lebih pada menjelaskan makna kata,

sedangkan ta‟wil adalah menjelaskan maknanya dan susunan kalimat.15

B. Syarat-syarat dan Macam-macam Terjemah

Seperti yang sudah dibahas di atas menterjemahkan berarti memindahkan atau

mengalihkan dari suatu bahasa ke bahasa yang lain, maka teks yang sudah

diterjemahkan itu sudah bisa dipastikan mengalami perubahan dan mengandung

penafsiran dan penjelasan.16

Karenanya ketika menertejemahkan ke dalam bahasa

yang dituju, harus memilih artikulasi yang akurat untuk memperoleh pemahaman

akurat seperti yang diinginkan bahasa aslinya.17

Sebenarnya hakikat manusia adalah

makhluk penafsir “Man is an interpreter being” yang memungkinkan keakuratan dan

ketepatan masih cendrung salah.18

Oleh karena itu, penting kiranya untuk

memberikan syarat dan ketentuan dalam menerjemahkan, agar hasil penerjemahan

dapat dipertanggungjawabkan secara akademis.

15

Manna‟ al-Qattan, Mabāhits fī „Ulūm al-Qur‟an, h. 323. 16

Komaruddin Hidayat Memahami Bahasa Agama (Jakarta: Paramadina, 1996), h. 72. 17 M. Hadi Ma‟rifat, Sejarah al-Qur‟an, h. 269. 18 Komaruddin Hidayat, Memahami Bahasa Agama, h. 75.

Page 31: Imam Hidayatullah NIM :1112034000084repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42201/2/IMAM... · dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus

17

1. Syarat-syarat Terjemah dan Menterjemahkan

Seorang penerjemah harus menguasai syarat-syarat yang telah disepakati oleh

para ulama. Syarif Hidayatullah, dalam bukunya; Seluk Beluk Penerjemahan Arab-

Indonesia Kontemporer: Dasar, Teori dan Masalah, mensyaratkan bagi penerjemah

al-Qur‟an sebagai berikut: Pertama, harus seorang muslim, sehingga tanggungjawab

keislamannya dapat dipercaya. Kedua, tidak fasik. Ketiga, menguasai bahasa sasaran

dengan teknik penyusunan kata, ia harus mampu bahasa sasaran dengan baik.

Keempat, berpegang teguh pada syarat-syarat penafsiran al-Qur‟an dan memenuhi

kriteria sebagai penafsir, karena penerjemah adalah mufasir.19

Syarat nomor satu dan

dua perlu direvisi atau diberi pemaknaan yang berbeda, kerana syarat ini menjadikan

tafsir orientalis (non muslim) tidak dapat diterima. Sebaiknya syarat tersebut diganti

dengan kaliamat objektifitas, maka siapa saja yang objektif, ia berpotensi memahami

ayat-ayat al-Qur‟an, asal syarat minilmal terpenuhi.20

Sedangakan syarat menerjemahkan adalah: Pertama, menghindari istilah-

istilah teknis dan pembahasan-pembahasan ilmiah, kecuali yang dibutuhkan oleh

pemahaman ayat. Kedua, tidak menguraikan atau membahas teori-teori ilmiah.

Ketiga, kalau pemahaman makna ayat membutuhkan pembahasan meluas, maka itu

diletakkan pada catatan kaki. Keempat, tidak terikat denga mazhab tertentu, baik

mazhab fiqih maupun teologi. Kelima, makna ayat dipetik dari qirā‟at hafs. Keenam,

tidak melakukan pemaksaan dalam menghubungkan satu ayat dengan ayat lain.

Ketujuh, menjelaskan tempat atau waktu turunnya ayat, apakah Makkiyah dan

Madaniyyah dan jumlah ayat-ayatnya.21

Menurut Muhammad „Ali al-Sabuni dalam kitab al-Tibyān fī „Ulūm al-

Qur‟an, syarat-syarat terjemah harfiyyah dan terjemah tafsiriyyah adalah: Pertama,

penerjemah harus mengetahui dua bahasa yaitu bahasa naskah yang mau

diterjemahkan dari bahasa terjemah itu sendiri. Kedua, penerjemah harus mengetahui

19

Moh. Syarif Hidayatullah, Seluk-Beluk Penerjemahan Arab Indonesia Kontemporer:Dasar,

Teori dan Masalah, h.100. 20

M Quraish Shihab, Kaidah Tafsir (Tangerang: Lentera Hati, 2013), h. 397. 21

Moh. Syarif Hidayatullah, Seluk-Beluk Penerjemahan Arab Indonesia Kontemporer:Dasar,

Teori dan Masalah, h.100-101

Page 32: Imam Hidayatullah NIM :1112034000084repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42201/2/IMAM... · dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus

18

uslub-uslub serta ciri khas bahasa yang hendak diterjemahkan. Ketiga, sighah

terjemah harus benar jika diletakkan pada tempat aslinya. Keempat, terjemahan

haruslah cocok benar dengan makna-makna dan tujuan-tujuan aslinya.22

Di samping

itu, terjemahan harfiyyah harus memenuhi dua syarat sebagai berikut; Pertama,

adanya kata yang sempurna dalam bahasa terjemah, yang sesuai dengan kata bahasa

aslinya. Kedua, antara bahasa sumber dan bahasa terjemah harus mempunyai

kesamaan ḍamir (kata ganti orang), mustatir (yang disimpan), dan rabit-rabit

(penghubung) yang menggunakan jumlah untuk menyusun susunan kalimat.23

Syaikh Muhammad bin Salih al-Utsaimin, memberikan syarat atas hasil

terjemah al-Qur‟an; Pertama, hendaknya terjemah tidak dianggap sebagai pengganti

al-Qur‟an sehingga di kemudian hari al-Qur‟an berbahasa Arab tidak dibutuhkan lagi.

Kedua, hendaknya seorang penerjemah memahami makna dari lafaz dari dua bahasa,

makna bahasa sumber dan bahasa terjemahan sesuai dengan konteks kalimat. Ketiga,

selanjutnya penerjemah harus mengetahui syar‟i dari lafaz-lafaz al-Qur‟an.24

Sedangkan pola penyajian hasil penerjemahan terbagi atas dua; Pertama,

menterjemahkan teks al-Qur‟an asli, yaitu bahasa Arab ke bahasa-bahasa lain di mana

teks aslinya masih dimuat. Kedua, menyodorkan terjemahan dalam bahasa lain tanpa

menuliskan teks aslinya.

Hakikat dalam penerjemahan adalah menafsirkan, yang didalamnya terdapat

anggapan dan penafsiran penerjemah. Ini terbukti ketika penerjemah mendatangkan

makna yang dekat atau yang sesuai dengan lafaz-lafaz di dalam al-Qur‟an.25

Ervan

Nurtawab, mengutip penjelasan Gadamer, bahwa tindakan penerjemahan pada

dasarnya adalah tindakan penafsiran karena itu mereka yang melakukan

penerjemahan bisa dianggap penafsir. Akan tetapi Gadamer, tidak menganggap kedua

aktivitas ini sebagai dua hal yang sama, karena Gadamer pada kenyataannya

membuat perbedaan antara terjemahan dan penafsiran dengan mendeskripsikan

22

Muhammad „Ali al-Sabuni dalam kitab al-Tibyān fī „Ulūm al-Qur‟an Praktis. Penerjemah

Qodirun Nur (Jakarta: Pustaka Amani, 2001), h. 333. 23

Muhammad „Ali al-Sabuni dalam kitab al-Tibyān fī „Ulūm al-Qur‟an Praktis,h. 334. 24

Syaikh Muhammad bin Salih al-Utsaimin, Usūl Fī Tafsīr Pengantar Dan Dasar-Dasar

Mempelajari Ilmu Tafsir. Penerjemah Ummu Saniyyah (Solo: al-Qowam,2014), h. 59. 25

Manna‟ al-Qattan, Mabāhits fī „Ulūm al-Qur‟an, h. 313.

Page 33: Imam Hidayatullah NIM :1112034000084repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42201/2/IMAM... · dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus

19

karakteristik terjemahan. Gadamer, meletakkan terjemahan berada pada titik tertinggi

penafsiran, dimana sang penerjemah memiliki kosa kata yang sesuai dengan bahasa

asli.26

2. Macam-macam Penerjemahan

Secara umum penerjemahan dibagi menjadi tiga yaitu: Pertama,

Penerjemahan tekstual atau harfiyyah,27

adalah menerjemahkan setiap kata dari

bahasa aslinya ke dalam bahasa penerjemah, susunan-susunan kalimat, satu demi

satu, kata demi kata diubah sampai akhir. Ciri dari metode ini, antara lain adalah:

seorang penerjemah meletakkan kata-kata teks sasaran (Tsa) langsung di bawah versi

teks sumber (Tsu), kata-kata dalam (Tsu) diterjemahkan di luar konteks. Seorang

penerjemah juga mencari padanan kata kontruksi gramatikal (Tsu) yang terdekat

dalam (Tsa), dan seorang penerjemah memproduksi makna kontektual, tetapi masih

dibatasi oleh gramatikalnya, kata-kata yang bermuatan budaya dialihbahasakan, tetapi

penyimpangan dari segi tata bahasa dan diksi masih tetap dibiarkan, ia berpegang

teguh pada maksud dan tujuan dari (Tsu), sehingga hasil terjemahannya masih terlihat

kaku dan terasa asing.28

Kedua: Penerjemahan bebas (ma„nawiyyah) adalah memindahkan suatu

makna dari suatu wadah ke wadah yang lain, tujuannya adalah mencerminkan makna

awal dengan sempurna. Metode ini banyak digunakan oleh para penerjemah buku-

buku ilmiyah, karena metode ini dipandang mampu menjaga amanah teks awal

dengan baik.

Ketiga: Terjemah penafsiran atau tafsiriyyah yaitu menjelaskan dan

menguraikan masalah yang tercantum dalam bahasa asli dengan menggunakan bahasa

yang dikehendaki, seperti tafsir-tafsir berbahasa persia atau bahasa-bahasa yang lain.

26

Ervan Nurtawab, Tafsir al-Qur‟an Nusantara Tempo Doeloe, 3-44 27

Metode harfiyyah ini dipandang banyak menimbulkan kontroversi, karena pada umumnya

metode ini digunakan untuk menerjemahkan kalimat-kalimat pendek, dan dianggap sebagai metode

terjemah yang sangat buruk, apalagi yang diterjemahkan adalah al-Qur‟an dimana didalamnya terdapat

banyak ungkapan-ungkapan kiasan dan analog, kiasan dan analog setiap bahasa hanya khusus untuk

bahasa itu sendiri. Lihat: M. Hadi Ma‟rifat, Sejarah al-Qur‟an. Penerjemah Thoha Musawat (Jakarta:

al-Huda, 2007), h. 27. 28

Moh. Syarif Hidayatullah, Seluk Beluk Penerjemahan Arab Indonesia Kontemporer: Dasar,

Teori dan Masalah, h. 57-60

Page 34: Imam Hidayatullah NIM :1112034000084repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42201/2/IMAM... · dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus

20

Manna‟ al-Qattan dalam Mabāhits fī Ulūm al-Qur‟an membagi terjemah ke dalam

dua yaitu; tekstual atau harfiyyah dan Penerjemahan bebas atau ma„nawiyyah.

Manna‟ al-Qattan, tidak membedakan antara penerjemahan bebas atau ma„nawiyyah

dan terjemah penafsiran atau tafsiriyyah.29

Merujuk pada penelitian Syihabuddin, bahwa Ahmad Hasan al-Zayyat, tokoh

penerjemah modern, menggunakan dua metode dalam menerjemahkan yaitu terjemah

harfiyyah dan terjemah tafsiriyyah. Paling tidak ada tiga langkah yang dilakukan oleh

Ahmad Hasan al-Zayyat dalam menerjemahkan. Pertama, menerjemahkan teks

sumber secara harfiyyah dengan mengikuti struktur dan urutan teks sumber. Kedua,

mengalihkan harfiyyah ke dalam struktur bahasa penerima tanpa menambahkan atau

mengurangi makna asli dari bahasa sumber. Ketiga, mengulangi proses penerjemahan

dengan menyelami perasaan dan spirit penulis melalui penggunaan metafora yang

relevan. Metode yang digunakan Ahmad Hasan al-Zayyan, menurut Syihabuddin,

diistilahkan dengan metode elektrik karena metode tersebut mengambil dan

mengaplikasikan kebaikan yang terdapat dalam metode tafsiriyyah.30

Berdasarkan macam-macam terjemah di atas, maka dapat dipahami terjemah

harfiyyah adalah menerjemahkan setiap kata dari bahasa aslinya ke dalam bahasa

penerjemah, susunan-susunan kalimat, satu demi satu, kata demi kata di rubah hingga

akhir, atau menjelaskan makna lafaz dengan memperhatikan susunan dan urutan

bahasa sumber. Sedangkan Terjemah ma„nawiyyah atau tafsiriyyah, adalah

memindahkan suatu makna dari suatu wadah ke wadah yang lain, tujuannya adalah

mencerminkan makna awal dengan sempurna, menjelaskan dan menguraikan masalah

yang tercantum dalam bahasa asli dengan menggunakan bahasa yang dikehendaki.

C. Sejarah Penerjemahan al-Qur’an di Indonesia

Sejarah penerjemahan al-Qur‟an di Indonesia tidak bisa dipisahkan dari

sejarah penyebaran Agama Islam di Indonesia, karena dengan tersebarnya agama

Islam maka kitab suci yang diyakini sebagai pedoman hidup umat Islam menjadi

sangat penting untuk dipahami. Oleh karena itu penerjemahan kitab suci al-Qur‟an

29

Manna‟ al-Qattan, Mabāhits fī „Ulūm al-Qur‟an, h. 313 30

Syihabuddin, Penerjemahan Arab-Indonesia, h. 68-69

Page 35: Imam Hidayatullah NIM :1112034000084repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42201/2/IMAM... · dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus

21

merupakan suatu kebutuhan, sebeb pemeluk agama Islam di Indonesia tidak

semuanya paham bahasa Arab.

Dalam memahami isi al-Qur‟an sendiri perlu adanya pengajaran Islam.

Menurut Islah Gusmian sejak pertama Islam masuk ke Aceh, tahun 1290 M,

pengajaran Islam tersebut mulai tumbuh, terutama setelah berdirinya kerajaan Pasai.

Waktu itu banyak ulama yang mendirikan surau, seperti Teungku Cot Mamplam di

Geureudog dan yang lainya. Pada awal zaman Iskandar Muda Mahkota Alam Sultan

Aceh, awal abad ke-17 M, surau-surau di Aceh mengalami kemajuan. Kemudian

muncul ulama-ulama terkenal waktu itu, seperti Nuruddin al-Raniri, Ahmad Khatib

Langin, Syamsuddin al-Sumatrani, Hamzah Fansuri, „Abd al-Ra‟uf al-Sinkili dan

Burhanuddin. Satu abad kemudian muncul terjemah tafsir yang cukup otoritatif,

yakni Tafsir Tarjuman al-Mustafid yang ditulis oleh „Abd al-Rauf al-Sinkili (1615-

1693 M.) lengkap 30 juz.31

1. Periode Pertama Abad XVI-XIX

Meski berada di kawasan paling timur dari tempat lahirnya Islam, Indonesia

khususnya dan Nusantara (Asia Tenggara) umumnya, telah melahirkan ulama-ulama

yang dapat disejajarkan dengan ulama-ulama besar dari Timur Tengah. Secara

khusus, ulama-ulama Nusantara yang berdiri selevel dengan ulama besar lebih

banyak berkonsentrasi di bidang fikih dan tafsir. Karya-karya ulama Nusantara,

khususnya yang berbahasa Arab, juga diterbitkan dan dibaca di berbagai pusat studi

Islam di Timur Tengah.32

Oleh karenanya perlu bagi penulis untuk menguraikan

pembagian periodesasi ulama‟ tafsir di Indoneia, adapun periodesasi yang di gunakan

dalam penulisan ini lebih banyak merujuk kepada buku yang di tulis oleh Mafri Amir

Literatur Tafsir Indonesia dan Islah Gusmian Khazanah Tafsir Indonesia dari

Hermeneutika hingga Ideologi.

Syaikh „Abd al-Ra‟uf al-Sinkili al-Fansuri dikenal sebagai ulama pelopor

dalam menyusun kitab Tafsir dalam bahasa Melayu. Nasaruddin Umar mengutip

31

Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia dari Hermeneutika hingga Ideologi

(Yogyakarta: LkiS, 2013), h. 42-43. 32

Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia (Ciputat: Mazhab Ciputat, 2013), h. iii.

Page 36: Imam Hidayatullah NIM :1112034000084repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42201/2/IMAM... · dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus

22

pendapat Peter Riddell bahwa penyusunan kitab Tafsir Tarjuman al-Mustafid

dilakukan pada tahun 1675 berdasarkan hasil temuannya atas kopi tertua manuskrip

tafsir ini yang diperkirakan tahunnya lebih dekat kepada saat kembalinya dari Arab

dari pada saat meninggalnya,33

yaitu pada pertengahan abad ke-17 yang juga

merupakan qaḍi Kerajaan Aceh sekitar tahun 1641-1699.34

Sebagai terjemahan tafsir yang pertama maka tidak dapat dipungkiri jika

karya ini banyak tersebar luas di seluruh Nusantara. Bahkan karya ini diterbitkan pula

di luar negeri, seperti di Istanbul pada tahun 1884 M. dan Kairo pada tahun 1951 M.

serta di Makkah dicetak ulang oleh percetakan al-Amiriah tanpa keterangan tahun.

Atas dasar edisi Kairo, karya ini dicetak ulang di Bombay, Singapura dan Penang.

Terakhir karya ini diterbitkan pada tahun 1981 M. di Jakarta.35

Sayang sekali, kepeloporan „Abd al-Ra‟uf al-Sinkili al-Fansuri tidak diikuti

ulama lain dalam waktu singkat. Barulah lebih dua abad kemudian, kitab tafsir karya

ulama Nusantara lain, Syaikh Nawawi al-Bantany muncul dalam bahasa Arab. Kitab

tafsir itu berjudul al-Tafsīr al-Munir li al-Ma„ālimi al-Tanzil al-Musfir „an Wujūhi

Mahasin al-Ta‟wil. Syaikh Nawawi juga menamai karyanya ini dengan Marah Labid

li Kasyfi Ma‟na al-Qur‟an al-Majid karya ini selesai ditulis pada malam Rabu 5

Rabi‟ul Akhir 1305 H betepatan dengan tanggal 21 Desember 1887 M.36

2. Periode Kedua Abad XX-XXI

a. Tahun 1900-1950

Dalam khazanah penerjemahan al-Qur‟an di Indonesia setelah Tafsir

Tarjuman al-Mustafid selanjutnya sebuah terjemah lengkap, yaitu Tarjamah al-

Qur‟an Karim karya Mahmud Yunus (1899-1973 M). Meskipun jarak waktu yang

cukup panjang, penerjemahan yang dilakukan oleh Mahmud Yunus memberikan

angin segar, karena selama sekitar 300 tahun tentu bahasa memiliki perkembangan,

33

Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, h. iii. 34

Ismail Lubis, “Ihwal Penerjemahan Bahasa Arab ke dalam Bahasa Indonesia,” Humaniora,

Vol. 16, No. 16, (Februari 2004), h. 105. 35

Saiful Amin Ghofur, Profil Para Mufasir, h. 136 Lihat: Ismail Lubis, “Ihwal Penerjemahan

Bahasa Arab ke dalam Bahasa Indonesia,” Humaniora, Vol. 16, No. 16, (Februari 2004), h. 10. 36

Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia (Ciputat: Mazhab Ciputat, 2013), h. iv.

Page 37: Imam Hidayatullah NIM :1112034000084repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42201/2/IMAM... · dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus

23

sehingga diperlukan terjemah al-Qur‟an yang sesuai dengan masanya dan sesuai

dengan perkembangan bahasa yang ada di daerah tersebut.

Mahmud Yunus mengemukakan bahwa kitab Terjamah al-Qur‟an Karim

dimulai dalam tulisan Jawi, yaitu dalam bahasa Melayu atau bahasa Indonesia yang

ditulis dalam bentuk tulisan Arab Pegon37

yang umum digunakan pada awal abad ke-

20. Mahmud Yunus telah menerbitkan tiga bab pada tahun 1922 ketika “pada

umumnya para sarjana agama di Indonesia menyatakan bahwa menerjemahkan al-

Qur‟an adalah diharamkan.” Beberapa tahun kemudian, ketika menjadi mahasiswa di

Universitas al-Azhar Mesir, ia memperoleh dorongan dan penjelasan dari salah

seorang dosennya mengenai penerjemahan al-Qur‟an. Bahwa penerjemahan al-

Qur‟an yang dimaksud untuk memberitahu umat Islam bahwa menerjemahkan al-

Qur‟an itu diperbolehkan dalam hukum Islam, karena penerjemahan membantu orang

Islam non-Arab untuk memahami ajaran agama Islam, maka itu merupakan perbuatan

yang bermanfaat. Mahmud Yunus mengemukakan bahwa interpretasi dosennya

tersebut telah mendorongnya untuk melanjutkan usahanya dalam menerjemahkan al-

Qur‟an.38

Muhmud Yunus dengan karyanya Terjamah al-Qur‟an Karim ini mudah

untuk dipelajari dan difahami karena di dalamnya sudah dikategorikan surat-surat.

Dalam Terjamah al-Qur‟an Karim ini juga terdapat kesimpulan yang memudahkan

kita untuk mengetahui isi kandungan al-Qur‟an.39

Selanjutnya yang melakukan penerjemahan al-Qur‟an adalah Hasan bin

Ahmad bin Ahmad atau yang dikenal dengan nama Ahmad Hasan denga karyanya al-

Furqān Tafsir al-Qur‟an. Hasan bin Ahmad lahir di singapura pada tahun 1887 M.40

Ia merupakan seorang tokoh fundamentalis41

muslim Indonesia terkemuka yang

37 Arab Pegon, yaitu sebuah tulisan, aksara atau huruf arab tanpa lambang atau tanda baca

atau bunyi. Lihat dalam Pius A Partanto dan M. Dahlan al-Barry, Kamus Ilmiah Popular (Surabaya:

Penerbit Arkola, 1994), h. 756. 38

Howard M. Ferderspiel, Kajian al-Qur‟an di Indonesia, h. 34. 39 Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia (Ciputat: Mazhab Ciputat, 2013), h. 82. 40 Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, h. 111 41

Menurut Muhammad Abid al-Jabiri, istilah “muslim fundamentalis” awalnya dicetuskan

sebagai signifier bagi gerakan Salafiyyah Jamaluddin al-Afghani. Istilah ini, dicetuskan karena bahasa

Page 38: Imam Hidayatullah NIM :1112034000084repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42201/2/IMAM... · dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus

24

berkiprah mulai tahun 1920-an sampai tahun 1950-an. Ia menulis sejumlah karya

dalam bidang pembelaan terhadap agama Islam dan sejumlah buku-buku bacaan

dasar tentang agama Islam.42

Pada tahun 1928 pertama kali kitab ini diterbitkan, dan

tepatnya pada bulan Muharram 1347 H./Juli 1924 M. Ia menyelesaikan penulisan

karyanya tersebut melalui dua tahapan. Tahapan pertama sampai pada tahun 1941 M.

dengan menyelesaikan hingga surah Maryam, dan tahap kedua atas permintaan Salim

bin Nabhan seorang pengusaha percetakan dan penerbitan di Surabaya. Ahmad Hasan

mengulang kembali Tafsirnya dari awal sampai akhir dengan menempuh cara lain

yakni lebih mementingkan pemberian keterangan ayat demi ayat agar pembaca bisa

memahami maknanya dengan mudah. Sedangkan penerbitan karya ini secara lengkap

dilakukan pada tahun 1956 M.43

Selanjutnya K.H. Ahmad Sanusi Sukabumi dengan karyanya Rawḍatu al-

„Irfān (tafsir al-Qur‟an bahasa sunda). Ahmad Sanusi tidak hanya seorang mufasir,

tetapi juga seorang pejuang kemerdekaan dan organisatoris. Ahmad Sanusi lahir pada

tanggal 18 September 1888 M. bertepatan dengan 12 Muharram 1306 H. Kitab ini

terdiri dari 2 julid. Jilid pertama berisikan juz 1-15 dan jilid kedua berisikan juz 16-

30, dan menggunakan arab pegon dalam penulisannya.44

b. Tahun 1950-1980

Pada tahun 1955 M. terbit Tafsir al-Qur‟an karya H. Zainuddin Hamidy dan

Fachruddin HS. Mengutip pendapat Mafri Amir dalam Literatur Tafsir Indonesia di

bandingkan dengan tafsir karya Mahmud Yunus dan Ahmad Hasan tafsir karya H.

Zainuddin Hamidy dan Fachruddin HS ini lebih baik. Tafsir ini memberikan

komentar lebih luas dan kaya dari segi sumber bacaannya. Banyak sisi-sisi menarik

dari tafsir yang satu ini.45

Menurut Hamidy persiapan yang dilakukan dalam

menyusun tafsir tersebut tidaklah mudah, tapi agak sulit dan kompleks. Persiapan

Eropa tak punya istilah padanan yang tepat untuk menerjemahkan istilah Salafiyyah. Lihat: Azyumardi

Azra, Fenomena Fundamentalisme dalam Islam, (Jakarta: Mizan, 1993), h. 18-19. 42 Howard M. Ferderspiel, Kajian al-Qur‟an di Indonesia, h. 104. 43

Indar Abror, “Potret Kronologis Tafsir Indonesia“, Esensi Vol. 3 No. 2 (Juli 2002): h. 194. 44 Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia (Ciputat: Mazhab Ciputat, 2013), h. 97. 45 Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia (Ciputat: Mazhab Ciputat, 2013), h.121.

Page 39: Imam Hidayatullah NIM :1112034000084repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42201/2/IMAM... · dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus

25

tersebut meliputi penelitian yang cukup lama dan analisis yang teliti. Secara

keseluruhan, upaya tersebut berlangsung lebih dari seperempat abad.46

Berikutnya Tafsir al-Ibriz Lima‟rifati Tafsiril Qur‟an bi al-Lughati al-Jawiah

karya K.H. Bisri Musthafa. Tafsir ini adalah satu dari beberapa karya tafsir al-Qur‟an

berbahasa Jawa yang cukup fenomenal. K.H. Bisri Musthafa adalah seorang ulama

kharismatik asal Rembang Jawa Tengah. Karya Tafsir ini memuat penafsiran ayat

secara lengkap 30 juz, mulai dari surat al-Fatiḥaḥ hingga Surah al-Nas. Kitab tafsir

ini ditulis dengan tulisan Arab-Pegon dan diterbitkan oleh penerbit Menara Kudus,

Rembang.47

Adapun karya berikutnya yakni Tafsir “an-Nur” al-Qur‟an al-Majid karya

Hasbi Ash-Shiddieqy. Tafsir an-Nur ini dikerjakan oleh Hasbi Ash-Shiddieqy sejak

tahun 1952-1961 (Sembilan tahun) di sela-sela kesibukannya mengajar, memimpin

fakultas, menjadi anggota konstituante dan kegiatan-kegiatan lainnya. Tafsir an-Nur

tidak mempunyai corak dan orientasi terhadap bidang tertentu, sebab jika

diperhatikan semua tafsirnya tidak memuat bidang ilmu tertentu, seprti bidang

bahasa, hukum, sufi filsafat dan sebagainya.

Pada kata pengantar kitab Tafsir an-Nur Hasbi Ash-Shiddieqy menyatakan :

“Meninggalkan uraian yang tidak langsung berhubungan dengan tafsir ayat, supaya

tidak selalu para pembaca dibawa keluar dari bidang tafsir, baik kebidang sejarah atau

bidang ilmiyah yang lain”.48

Selanjutnya Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau yang popular dengan

panggilan Buya Hamka dengan karya monumentalnya Tafsir al-Azhar. Tafsir ini

merupakan tafsir yang lengkap merangkum semua 30 juz dan menggunakan bahasa

Melayu (Indonesia). Ada beberapa faktor yang melatarbelakangi terciptanya Tafsir

al-Azhar, yaitu: Pertama, adanya semangat para pemuda Indonesia dan di daerah-

daerah yang berbahasa Melayu yang sangat ingin mengetahui isi al-Qur‟an, akan

tetapi di sisi yang lain mereka tidak mempunyai kemampuan bahasa Arab. Untuk

46 Howard M. Ferderspiel, Kajian al-Qur‟an di Indonesia, h. 130. 47 Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia (Ciputat: Mazhab Ciputat, 2013), h.145. 48 Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia (Ciputat: Mazhab Ciputat, 2013), h.168.

Page 40: Imam Hidayatullah NIM :1112034000084repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42201/2/IMAM... · dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus

26

mereka inilah tujuan pertama tafsir ini disusun. Kedua, golongan peminat Islam yang

disebut muballigh atau ahli dakwah. Maka tafsir ini merupakan satu rujukan dalam

menyampakan dakwahnya.49

Berikunya Terjemahan al-Qur‟an Kementrian Agama RI yang dinamai al-

Qur‟an dan Terjemahannya Terjemahan ini telah mengalami beberapa kali perbaikan

dan penyempurnaan. Sejak pertama kali diedarkan pada 17 Agustus 1965 hingga

sekarang, kitab Terjemahan Kementrian Agama RI ini setidaknya sudah mengalami

dua kali proses perbaikan dan penyempurnaan. Pertama, penyempurnaan redaksional

pada tahun 1989, dan Kedua, penyempurnaan secara menyeluruh yang mencakup

aspek bahasa, konsistensi pilihan kata, substansi, dan aspek transliterasi.

Penyempurnaan tahap kedua ini mengahabiskan waktu yang cukup panjang, yakni

dari tahun 1998 hingga 2002 dan yang terakhir adalah tahun 2010.

Terjemahan berikutnya ialah penerjemahan al-Qur‟an yang dilakukan oleh

H.B. Jassin yang diberi judul al-Qur‟an al-Karim Bacaan Mulia. (1977M). Jassin

lahir di Gorontalo, 31 Juli 1917 dan wafat di Jakarta, 11 Maret 2000.50

Terjemahan

al-Qur‟an yang dilakukan oleh H.B. Jassin ini dilatar belakangi oleh pandangannya

mengenai al-Qur‟an baik edisi Indonesia, Turki, Mesir maupun Arab, yang

menurutnya semua susunannya sama, yakni berbentuk prosa. Selain itu, menurutnya

bahasa al-Qur‟an itu puitis seperti puisi, sehingga rasanya lebih indah kalau disusun

berbentuk puisi dan tentu enak dibaca.

c. Tahun 1981-2000

Pada periode tahun 1981-2000 ini diawali dengan Tafsir Rahmat karya Oemar

Bakry.51

Khusus mengenai Tafsir Rahmat, Oemar Bakry menulis dari tahun 1981

sampai 12 Mei 1983 bertepatan denga 29 Rajab 1342 H, pukul 19.00 WIB di Jakarta.

Tafsir ini sudah mengalami cetak ulang sekitar 20 kali. Selain di Indonesia, tafsir ini

49 Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia (Ciputat: Mazhab Ciputat, 2013), h. 183. 50 Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia (Ciputat: Mazhab Ciputat, 2013), h. 192. 51

Oemar Bakry lahir 26 Juni 1916 M./24 Sya‟ban 1334 H. di Kacang sebuah nageri yang

terletak dipinggir sebelah timur Danau Singkarak yang indah, Sumatera Barat. Lihat: Mafri Amir,

Literatur Tafsir Indonesia (Ciputat: Mazhab Ciputat, 2013), h. 228.

Page 41: Imam Hidayatullah NIM :1112034000084repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42201/2/IMAM... · dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus

27

juga sampai ke Malaysia, Brunei dan Singapura. Pemasaran tersebut didukung oleh

jaringan kerja sama antara penerbit antar negara yang bersangkutan.

Dalam kata pengantar Tafsir Rahmat, Oemar Bakry mengungkapkan bahwa

masalah menerjemahkan dan menafsirkan isi al-Qur‟an al-Karim masih sangat

diperlukan. Manakala memahami dan menguasai bahasa Arab sudah merata, tentu

umat Islam akan memahami isi al-Qur‟an al-Karim secara langsung, tanpa

terjemahan dan tafsir dalam bahasa ibu atau bahasa nasionalnya. Menurut Oemar

Bakry, umat manusia selalu berkembang alam pikirannya, berkembang cara hidup

dan kehidupannya, berkembang bahasa yang menjadi alat utama untuk

berkomunikasi.52

Tafsir Pase: Kajian Surah al-Fatiḥaḥ dan Surah-surah dalam Juz „Amma:

Paradigma baru. Penyusun: T.H Thalhas, Hasan Basri, Zaki Puad, A. Mufakhir

Muhammad dan Haji Mustafa Ibrahim.

Penamaan tafsir ini diilhami oleh nama sebuah Kerajaan Islam pertama dan

tertua di Indonesia. yaitu Kerajaan/Daulah Kesultanan Samudra Pase atau lebih

popular dengan sebutan Kesultanan Islam Samudra Pase. Tafsir ini diterbitkan oleh

Bale Kajian Tafsir al-Qur‟an Pase Jl. Mampang Prapatan, Jakarta Selatan.53

d. Tahun 2000-Sekarang

Tahun 2001, Mufasir Indonesia yang paling popular yakni M. Quraish Shihab

yang menulis sebuah karya tafsir yang diberinama Tafsir al-Misbah Pesan, Kesan,

dan Keserasian al-Qur‟an. Quraish Shihab dalam pengantarnya mengungkapkan

bahwa karyanya tersebut bukan terjemahan al-Qur‟an. Beliau mengatakan bahwa

pada hakikatnya al-Qur‟an tidak dapat diterjemahkan dalam arti dialih bahsakan.

Menurutnya yang bisa disajikan hanyalah sebagian makna bukan keseluruhannya,

dan makna itu adalah menurut sudut pandang manusia, bukan makna hakiki yang

dimaksud Tuhan.54

52

Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia (Ciputat: Mazhab Ciputat, 2013), h. 228. 53 Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia (Ciputat: Mazhab Ciputat, 2013), h. 264. 54 Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia (Ciputat: Mazhab Ciputat, 2013), h. 273-204

Page 42: Imam Hidayatullah NIM :1112034000084repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42201/2/IMAM... · dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus

28

Dalam karyanya tersebut, ia juga menyajikan asbab al-nuzul ayat-ayat

tertentu menurut penelitian para ulama. Selain itu, catatan-catatan ilmiah yang

dicantumkan dalam karyanya pada umumnya diambil dari tafsir al-Muntahab yang

disusun oleh sejumlah pakar di Mesir.

Penerjemahan berikutnya dilakukan oleh Aam Amiruddin, yang dinamai

Terjemah al-Mu‟asir. Terjemahan tersebut diterbitkan pada tahun 2012 oleh penerbit

Khazanah Intelektual di Bandung. Karena adanya gap komunikasi bagi umat Islam

yang tidak memiliki akses pemahaman bahasa Arab sehingga penting untuk

menghadirkan terjemah al-Qur‟an yang lugas dan mudah diterima. Inilah salah satu

hal yang melatar belakangi Aam Amiruddin menerjemahkan al-Qur‟an.55

Selanjutnya adalah beberapa terjemahan al-Qur‟an ke dalam bahasa daerah di

antaranya terjemahan al-Qur‟an bahasa Madura yang dilakukan oleh Lembaga

Penerjemah dan Pengkajian al-Qur‟an (LP2Q) pada 30 Juni 2012.56

Kitab ini adalah

hasil terjemah yang dilakukan oleh tim LP2Q. penggagas penerjemah awal al-Qur‟an

bahasa Madura ini adalah Abdullah Sattar Majid Ilyas yang merupakan pengasuh

Jamaah Pengajian Surabaya (JPS), dan dilanjutkan dengan lokakarya yang

melibatkan banyak komponen yakni para Kiyai, Cendikiawan Muslim, Budayawan,

tokoh Masyarakat, dan Departemen Agama. Tim ini diketuai oleh: Lailaturrahman

dan. Zainul Hasan.

Berikutnya adalah Terjemah I‟raban Keterangan Madhurah Atoro‟ Lil-

Jalalain (Tikmal) Terjemah al-Qur‟an bahasa Madura. Merujuk pada tulisan

Mursyidi,57

Terjemah al-Qur‟an bahasa Madura ini di susun oleh tim dari Forum

Mudzakarah Tafsir al-Qur‟an (FMTQ) antara lain beranggotakan Ali Karrar Shinhaji,

Umar Hamdan, Khazai, Rosyad Imam, dan Fattah Mahmud.

55

Aam Amiruddin, al-Qur‟an dengan Terjemahan Kontemporer (Bandung: Khazanah

Intelektual, 2012), h. 207. 56

Lailaturrahman, dkk, al-Qur‟an Terjemah Bahasa Madura (Pemekasan: Lembaga

Penerjemahan dan Pengkajian al-Qur‟an-LP2Q, 2006), h.v-vi 57

Mursyidi, “Terjemahan al-Qur‟an Bahasa Madura: Studi Kasus Terjemah I‟raban

Keterangan Madhurah Atoro‟ Lil-Jalalain (Tikmal), (Skripsi Ilmu al-Qur‟an dan Tafsir, Fakultas

Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016), h. 39.

Page 43: Imam Hidayatullah NIM :1112034000084repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42201/2/IMAM... · dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus

29

D. Dialek Bahasa Sasak

1. Pengertian Dialek

Menurut Poedjosoedarmo dialek adalah variasi sebuah bahasa yang adanya di

tentukan oleh oleh sebuah latar belakang asal si penutur. Nababan menjelaskan

bahwa idiolek-idiolek58

yang menunjukkan lebih banyak persamaan dengan idiolek-

idiolek yang lain dapat di golongkan dengan satu kumpulan kategori yang disebut

dialek. Besarnya persamaan ini disebabkan oleh letak geografis yang berdekatan dan

memungkinkan komunikasi antara penutur-penutur idiolek itu.59

2. Ragam Dialek Bahasa Sasak

Dalam Kamus Bahasa Sasak-Indonesia yang disusun oleh Nazir, yang

diterbitkan oleh Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan, dijelaskan bahwa bahasa Sasak memiliki lima dialek

yang disebabkan faktor tempat dan lingkungan. Kelima dialek tersebut adalah dialek

ngeno-ngene, dialek meno-mene, dialek mriak mriku dialek keto-kete, dan dialek

ngeto-ngete.60

Daerah persebaran dialek Mriak-Mriku adalah Lombok Tengah bagian

Selatan (Pujut, Batujai, Ungga, Darek). Di Lombok Barat dialek ini antara lain

digunakan masyarakat Sasak di lingkungan Petemon, Kelurahan Pagutan Timur,

Kecamatan Ampenan. Mataram. Dialek Ngeno-Ngene, di Selaparang, Swela,

Pringgabaya, dan Paok Gading (Lombok Timur). Sementara di Lombok Barat dialek

ini antara lain digunakan masyarakat Sasak di lingkungan Karanggenteng dan Presak,

Kelurahan Pagutan Barat, Kecamatan Ampenan. Mataram. Dialek Meno-mene

digunakan di Pejanggik (Lombok Tengah) dan sekitarnya. Sementara di Lombok

Barat dialek ini antara lain digunakan masyarakat Sasak di Dusun Pelulan, Desa

58 Pengertian idiolek adalah keseluruhan ujaran seorang pembicara pada suatu saat yang

dipergunakan untuk berinteraksi dengan orang lain. Lihat: Poedjosoedarmo, artikel diakses pada 9

oktober 2018 dari http://eprints.uny.ac.id/9462/3/bab%202-08205244036.pdf 59

Poedjosoedarmo, artikel diakses pada 9 oktober 2018 dari

http://eprints.uny.ac.id/9462/3/bab%202-08205244036.pdf 60

Nazir Thohir, Kamus Sasak-Indonesia (Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan

Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985)

Page 44: Imam Hidayatullah NIM :1112034000084repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42201/2/IMAM... · dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus

30

Kuripan Utara, Kuripan. Dialek Keto-kete digunakan di Bayan (Lombok Utara), dan

dialek Ngeto-ngete digunakan di daerah Sembalun, Suralaga (Lombok Timur).61

Tawalinuddin Haris, mengutip pendapat A Teeuw dalam bukunya Atlas

Dialek Pulau Lombok, mencatat bahwa untuk kata barangkali dapat diterjemahkan ke

dalam 11 dialek bahasa Sasak, yaitu berembe, berembi, berembik, ngumbe, kumbe,

kumbeq, kumbeke, akumbeke, ngembe, kembe dan kembea. Bahkan untuk kata

“jangan”, Teeuw mencatat ada 23 dialek dalam bahasa Sasak, ndaq, jerah, jera,

jeraq, jera ngkah, jera kendeq, jah, sah, ngkah, ngkaq, kendeq, nkendeq, ndeqndeq,

dendeq, wah, waq, wah ndendeq, wah kaq, kuah kaq, kuaq, ah kuaq, dan yaqyaq.62

Dari aspek sejarah, dapat diasumsikan bahwa tingginya diversitas dialek

dalam bahasa Sasak seperti dipaparkan di atas menunjukkan atau menjadi bukti

bahwa pada masa lalu suku Sasak belum pernah dipersatukan atau diikat oleh sebuah

kekuasaan yang kuat dalam bentuk kerajaan. Suku Sasak terpecah dalam beberapa

kelompok masyarakat adat yang dipimpin oleh seorang yang bergelar “datu”, antara

lain Datu Pujud, Datu Praya, Datu Pejanggik, Datu Gerung, Datu Selaparang, Datu

Kuripan, dan Datu Bayan. Ada kemungkinan mereka merupakan para “tuan tanah”

atau cikal bakal pendiri desa tertentu. Wilayah kekuasaan para Datu ini disebut

Kedatuan. Alfons van der Kraan menyebutnya sebagai “pemerintahan supradesa”

atau setara dengan pemerintahan setingkat kecamatan.63

Menurut historiografi tradisional Babad Lombok dan Selaparang, asal mula

kehadiran penguasa Bali dari Dinasti Karangasem di Lombok bukan semata-mata

dikarenakan serangan atau invasi ke pulau Lombok, yaitu antara Datu Pejanggik

dengan patihnya, Banjar Getas,64

yang kemudian meminta bantuan Raja Karangasem.

Demikian pula kehadiran penguasa kolonial Belanda di Lombok dikarenakan

terjadinya perselisiahan antara penguasa Bali dengan elit Sasak yang kemudian

61

Tawalinuddin Haris, “al-Qur‟an dan Terjemahannya Bahasa Sasak Beberapa Catatan,”

Jurnal Suhuf Vol. 10 No. 1 Juni 2017, h. 216 62

Tawalinuddin Haris, “al-Qur‟an dan Terjemahannya Bahasa Sasak Beberapa Catatan,”

Jurnal Suhuf Vol. 10 No. 1 Juni 2017, h. 217 63

Alfons van der Kraan, Lombok: Conquest, Colonization and Underdevlopment, 1870 -1940

(Singapore: Heinemann Educational Books, 1980), h. 215. 64

Anonim, Babad Selaparang (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek

Pengembangan Permuseuman, Nusa Tenggara Barat, 1974), h. 16-20.

Page 45: Imam Hidayatullah NIM :1112034000084repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42201/2/IMAM... · dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus

31

berkirim surat kepada Residen Bali dan Lombok untuk meminta bantuan Belanda.65

Selain itu, Pulau Lombok memang pernah menjadi ajang perebutan kekuasaan atau

pengaruh antara orang-orang Bali, Sumbawa, dan Makasar.66

Ditinjau dari segi bahasa, bahasa Sasak dipengaruhi oleh bahasa-bahasa Jawa,

Bali, dan Melayu, seperti yang terlihat dalam banyak karya sastra. Bahasa-bahasa

Jawa, Bali dan Melayu ikut memperkaya dan mempengaruhi pembentukan kosakata

bahasa Sasak dan tema-tema kesusastraan, sehingga sebagian bentuk sastra Sasak

berasal dari Jawa, Bali dan Melayu. Hampir semua bentuk tembang Sasak dituangkan

dalam sejumlah matra macapat Jawa. Demikian pula huruf Jejawan yang dikenal di

kalangan masyarakat suku Sasak sebagai tulisan Sasak, sesungguhnya adalah aksara

Jawa atau aksara Bali yang sudah disederhanakan dan diadopsi, kemudian dianggap

sebagai milik sendiri. Sejak abad ke-15 dan seterusnnya ada beberapa bukti

masuknya kesusastraan Jawa ke Pulau Lombok, di samping penyaduran dan

penulisan karya-karya dalam bahasa Jawa.67

Saat pemugaran Makam Seriwa, di Desa Pejanggik, Kecamatan Praya

Tengah, Kabupaten Lombok Tengah tahun 1981-1982, pada salah satu batu nisan

ditemukan empat baris inskripsi bertuliskan huruf Jawa atau Bali Kuno yang

mengandung angka tahun 1643 Jawa/Saka. Demikian pula di Desa Jenggik Lombok

Timur, pernah ditemukan 12 lempengan prasasti tembaga beraksara Jawa Baru dan

aksara Bali baru.68

Banyak kosakata dalam bahasa Sasak yang diadopsi dari bahasa Jawa semisal

kata-kata dasa (telung dasa, petang dasa, enam dasa, pitung dasa), rare, sendiko,

lamun, saking, pamit tampiasih, mangan, sare, mesiram, ngandika, meneng mangan,

dahar, kula, tiyang, dewek, dan lain-lain. Adakalanya kosakata bahasa Sasak yang

65

Alfons van der Kraan, Lombok: Conquest, Colonization and Underdevlopment, 1870 -1940,

h. 192-205. 66

Tawalinuddin Haris, “al-Qur‟an dan Terjemahannya Bahasa Sasak Beberapa Catatan,”

Jurnal Suhuf Vol. 10 No. 1 Juni 2017, h. h. 218. 67 Tawalinuddin Haris, “al-Qur‟an dan Terjemahannya Bahasa Sasak Beberapa Catatan,”

Jurnal Suhuf Vol. 10 No. 1 Juni 2017, h. h. 218. 68 Wawancara dengan Amaq Mini ((Tokoh Adat Sasak/peraih Maestro Kebudayaan Seni

Lontar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia tahun 2014) pada hari Selasa

Tanggal 2 Januari 2018 Jam. 20.00-22.00 di Pelulan, Kuripan Lombok Barat NTB.

Page 46: Imam Hidayatullah NIM :1112034000084repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42201/2/IMAM... · dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus

32

diadopsi dari bahasa Jawa atupun Bali mengalami perubahan ucapan atau pergeseran

makna, terkadang secara radikal, semisal kata tiyang (saya) diadopsi dari bahasa Bali,

titinyang (saya) atau dari bahasa Jawa tiyang yang artinya orang. Kata dewek dalam

bahasa Sasak artinya saya atau aku, diadopsi dari bahasa Jawa. Dhewek, artinya

sendiri, tanpa kawan, atau dari dheweke artinya dia atau mereka. Sebagai kata ganti,

tiyang dalam bahasa Jawa adalah kata ganti orang ketiga, tetapi dalam bahasa Sasak

bergeser menjadi kata ganti orang pertama. Sebaliknya kata dheweke dalam bahasa

Jawa yang merupakan kata ganti orang ketiga, dalam bahasa Sasak bergeser menjadi

kata ganti orang pertama. Pengaruh bahasa Bali pada bahasa Sasak antara lain

terlacak pada nama-nama bilangan atau angka, misalnya selikur (21), due likur (22),

telulikur (23), empat likur (24), dan seterunya.69

69

Tawalinuddin Haris, “al-Qur‟an dan Terjemahannya Bahasa Sasak Beberapa

Catatan,” Jurnal Suhuf Vol. 10 No. 1 Juni 2017, h. 219.

Page 47: Imam Hidayatullah NIM :1112034000084repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42201/2/IMAM... · dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus

33

BAB III

SEKILAS TENTANG PENULIS DAN GAMBARAN UMUM

KITAB JUZ ‘AMMA AL-MAJĪDI

Pada bagian ini, penulis akan menguraikan tentang tujuan dari penerjemahan

al-Qur’an bahasa Sasak yang dilakukan oleh tim dari Lajnah Penerjemah al-Qur’an

Bahasa Sasak (LPQBS) bekerjasama dengan Forum Alumni Timur Tengah (FKATT)

Nusa Tenggara Barat, sekilas profil penulis, dan gambaran umum kitab Juz ‘Amma

al-Majīdi Terjemahan Bahasa Sasak.

A. Tujuan Penerjemahan al-Qur’an Bahasa Sasak

Menurut Lalu Supriadi penerjemahan al-Qur’an ke bahasa Sasak telah melalui

berbagai proses dan tahapan yang tidak mudah, dan yang paling penting sebelum

finalisasi terjemahan pada tanggal 16 Agustus 2011 diadakan Rapat Kerja ulama al-

Qur’an se-pulau Lombok yang dihadiri 50 alim ulama, akademisi, pakar bahasa, dan

budaya Sasak untuk dimintai pendapat, masukan, koreksi dan revisi terhadap hasil

terjemahan.1

Setelah semua proses penerjemahan selesai, pada tahun 2012 Lajnah

penerjemahan al-Qur’an Bahasa Sasak (LPQBS) dan Forum Komunikasi Alumni

Timur Tengah NTB menerbitkan terjemahan al-Qur’an bahasa Sasak dengan judul

Juz ‘Amma al-Majīdi, Terjemahan Bahasa Sasak. Terjemahan ini telah ditahsin oleh

Lajnah Pentahsihan Mushaf al-Qur’an Kementerian Agama RI dengan Nomor:

P.VI/1/TL.02.1/459/2010 Kode: AAAS-I/U/0,5/VI/2010.2

Menurut Kepala Bagian Hubungan Masyarakat dan Protokoler Setda Nusa

Tenggara Barat Tri Budiprayitno edisi pertama diterbitkan sebanyak 6.000 eksemplar,

dan didistribusikan ke berbagai pondok pesantren, lembaga pendidikan Islam, dan

masjid-masjid yang ada di pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat.

1 Wawancara dengan Lalu Supriadi di Kampus Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Mataram,

pada Selasa 2 Januari 2018, jam 11.30-12.00 WITA. 2Tim Penerjemah, Juz ‘Amma al-Majīdi, Terjemahan Bahasa Sasak (Lajnah Penerjemah al-

Qur’an Bahasa Sasak (LPQBS) dan Forum Komunikasi Alumni Timur Tengah NTB, 2012)

Page 48: Imam Hidayatullah NIM :1112034000084repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42201/2/IMAM... · dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus

34

Tri Budiprayitno mengatakan, terjemahan al-Qur’an dalam bahasa Sasak

diserahkan tim penerjemah kepada Gubernur Nusa Tenggara Barat, Tuan Guru

Bajang Muhammad Zainul Majdi, saat peringatan Nuzul al-Qur’an 5 Agustus 2012

M, bertepatan dengan tanggal 17 Ramadhan 1433 H yang digelar di Masjid Raya at-

Taqwa Mataram, seusai peletakan batu pertama pembangunan menara 99 (minaret)

Masjid Akbar Islamic Center Nusa Tenggara Barat, yang terletak di jantung Kota

Mataram.3

Terjemahan al-Qur’an ke dalam bahasa Sasak ini dinamakan Juz ‘Amma al-

Majīdi, sebagai bentuk penghargaan terhadap keluarga besar Gubernur Nusa

Tenggara Barat, Tuan Guru Bajang Muhammad Zainul Majdi, atas jasa-jasanya

dalam penyebaran agama Islam di pulau Lombok khususnya dan Nusa Tenggara

Barat pada umumnya. Maulana Syaikh Tuan Guru Kiyai Haji Zainuddin Abdul

Majid4 yang merupakan kakek dari Tuan Guru Bajang Muhammad Zainul Majdi.

5

Penerjemahan al-Qur’an ke dalam bahasa Sasak memiliki sejumlah alasan.

Pertama, untuk memperkaya khazanah penerjemahan al-Qur’an ke dalam bahasa

daerah; kedua, memperluas dan mempermudah pemahaman al-Qur’an bagi

masyarakat pengguna bahasa daerah; ketiga, melestarikan bahasa daerah sebagai

bagian dari sistem budaya lokal untuk menghindari kepunahannya; dan keempat,

3Wawancara dengan Tri Budiprayitno di Pondok Pesantren Al-Madani Pelulan Desa Kuripan

Utara Kecamatan Kuripan Kabupaten Lombok Barat, pada Rabu 10 Januari 2018 , jam 13.00-14.00

WITA.

4Maulana Syaikh Tuan Guru Kyai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid lahir di Bermi

Pancor, Selong, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, 5 Agustus 1898, wafat di Pancor, Selong,

Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, 21 Oktober 1997 pada umur 99 tahun adalah seorang ulama

karismatis dari Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat dan merupakan pendiri Nahdlatul Wathan,

organisasi masa Islam terbesar di provinsi Nusa Tenggara Barat. Di pulau Lombok, Tuan

Guru merupakan gelar bagi para pemimpin agama yang bertugas untuk membina, membimbing, dan

mengayomi umat Islām dalam hal-hal keagamaan dan sosial kemasyarakatan, yang di Jawa identik

dengan Kyai. Seperti Hamka, Muhammad Zainuddin Abdul Madjid memiliki nama singkatan,

yaitu Hamzanwadi (Haji Muhammād Zainuddīn Abdul Madjīd Nahdlatul Wathan Dīniyah Islāmiyah).

Selain melakukan dakwah Islam di Lombok, ia juga merupakan Tuan Guru pertama yang

mengembangkan dakwah Islam yang berbasis sistem pendidikan. Lihat: Masnun, Tuan Guru KH.

Muhammad Zainuddin Abdul Majid; Gagasan dan Gerakan Pembaharuan Islam di Nusa Tenggara

Barat, (Jakarta: Pustaka al-Miqdad, 2007), h. 6. Lihat juga Muhammad Harfin Zuhdi, dkk, Visi

Kebangsaan Religius,Refleksi Pemikiran dan Perjuangan Tuan Guru Kiyai Haji Muhmmad Zainuddin

Abdul Majid 1904-1997, (Jakarta: Logos, 2004), h. 11. 5Wawancara dengan Lalu Supriadi di Kampus Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Mataram,

pada Selasa 2 Januari 2018, jam 11.30-12.00 WITA.

Page 49: Imam Hidayatullah NIM :1112034000084repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42201/2/IMAM... · dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus

35

mempermudah penerapan ajaran yang terkandung dalam al-Qur’an.6 Singkatnya,

upaya penerjemahan al-Qur’an ke dalam bahasa daerah bertujuan untuk

mempermudah pemahaman dan penerapan kandungan isi al-Qur’an serta

melestarikan budaya. Melalui kegiatan seperti ini diharapkan kualitas kehidupan

keberagamaan di Indonesia khususnya di pulau Lombok semakin meningkat. Namun

sebagaimana telah diuraikan para penerjemah, bahwa kitab Juz ‘Amma al-Majīdi

tidak luput dari kekurangan sehingga untuk saran dan kritik yang bersifat konstruktif

sangat terbuka.7

Gubernur Nusa Tenggara Barat Tuan Guru Bajang Muhammad Zainul Majdi

dalam sambutannya di muqadimah kitab ini menyatakan bahwa, secara kultural upaya

penerjemahan al-Qur’an ke dalam bahasa Sasak memiliki nilai strategis dalam

membangun peradaban masyarakat Sasak, sedangkan secara kebahasaan terjemahan

ini bisa juga menjadi referensi utama dalam mempelajari bahasa Sasak. Selain itu

terjemahan al-Qur’an ke dalam bahasa Sasak juga merupakan upaya dakwah kultural

dalam rangka mendekatkan al-Qur’an kepada masyarakat dengan bahasa yang

dimiliki sekaligus memberikan notifikasi Islam terhadap simbol-simbol kultural

masyarakat Sasak. Diharapkan dengan terbitnya kitab Juz ‘Amma al-Majīdi

Terjemahan Bahasa Sasak ini akan memberikan sedikit kelegaan bagi masyarakat

Muslim di Nusa Tenggara Barat, khususnya masyarakat Sasak, untuk lebih mudah

mempelajari dan memahami kandungan al-Qur’an sehingga dapat mengamalkannya

secara lebih utuh.8 Agar harapan itu bisa menjadi kenyataan, ke depan perlu

dilakukan langkah-langkah perbaikan dan penyempurnaan terhadap kitab Juz ‘Amma

al-Majīdi Terjemahan Bahasa Sasak.

6Tim Penerjemah, al-Qur’an dan Terjemahannya Bahasa Sasak (Jakarta: Puslitbang Lektur

dan Khazanah Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama, 2014), h. iii-iv 7Wawancara dengan sahabat Tuan Guru Bajang. Dr. TGH. Muhammad Said Ghazali, MA di

Desa Gelogor, Kecamatan Labuapi Lombok Barat NTB. 8Tim Penerjemah, Juz ‘Amma al-Majīdi, Terjemahan Bahasa Sasak (Lajnah Penerjemah al-

Qur’an Bahasa Sasak (LPQBS) dan Forum Komunikasi Alumni Timur Tengah NTB, 2012), h. x

Page 50: Imam Hidayatullah NIM :1112034000084repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42201/2/IMAM... · dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus

36

B. Anggota Tim Penerjemah Kitab Juz ‘Amma al-Majīdi

Menurut Lalu Supriadi penerjemahan dan penyusunan kitab Juz ‘Amma al-

Majīdi Terjemahan Bahasa Sasak ini awalnya digagas oleh beberapa alumni

Universitas Al-Azhar Kairo, Universitas Islam Madinah, Institut Dar al-Hadits al-

Hassaniyah Maroko yang tergabung dalam Forum Kumunikasi Alumni Timur

Tengah (FKATT) Nusa Tenggara Barat. Di antaranya, Tuan Guru Bajang

Muhammad Zainul Majdi yang juga merupakan Gubernur Nusa Tenggara Barat dan

beberapa alumni Timur Tengah Nusa Tenggara Barat, seperti: Muhammad Said

Ghazali, Subhan Abdullah, Lalu Ahmad Zainuri, dan Lalu Supriadi. Di saat yang

bersamaan Puslitbang Lektur dan Khazanah Keagamaan, Kementerian Agama

Republik Indonesia sedang giat-giatnya mencanangkan terjemahan al-Qur’an ke

dalam bahasa daerah, antara lain, : bahasa Bugis, bahasa Kaili, dan bahasa Mandar.

Akhirnya karena kesamaan visi Puslitbang Lektur dan Khazanah Keagamaan,

Kementerian Agama Republik Indonesia bekerja sama dengan Forum Komunikasi

Alumni Timur Tengah (FKATT) untuk melanjutkan proses penerjemahan al-Qur’an

bahasa Sasak ini sampai 30 Juz.9

Selanjutnya pada tahun 2014 hasil terjemahan dari Puslitbang Lektur dan

Khazanah Keagamaan, Kementerian Agama Republik Indonesia bekerja sama dengan

Forum Komunikasi Alumni Timur Tengah (FKATT) Nusa Tenggara Barat ini di

terbitkan oleh Puslitbang Lektur dan Khazanah Keagamaan, Kementerian Agama

Republik Indonesia.10

Adapun tim penerjemah dan penyusun kitab Juz ‘Amma al-

Majīdi ini terdiri dari :

1. Dr. TGH. Muhammad Zainul Majdi, MA.

Muhammad Zainul Majdi atau yang akrab disapa Tuan Guru Bajang (TGB)

lahir di Pancor Selong Lombok Timur, 31 Mei 1972, adalah Gubernur Nusa Tenggara

Barat 2 periode, masa jabatan 2008-2013 dan 2013-2018. Sebelumnya, Majdi

9Wawancara dengan Lalu Supriadi di Kampus Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram, pada

Selasa 2 Januari 2018, jam 11.30-12.00 WITA. 10

Wawancara dengan Lalu Supriadi di Kampus Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Mataram,

pada Selasa 2 Januari 2018, jam 11.30-12.00 WITA.

Page 51: Imam Hidayatullah NIM :1112034000084repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42201/2/IMAM... · dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus

37

menjadi anggota DPR RI masa jabatan 2004-2009 dari Partai Bulan Bintang (PBB)

yang membidangi masalah pendidikan, pemuda, olahraga, pariwisata, kesenian dan

kebudayaan (Komisi X). Sebelum memasuki perguruan tinggi ia menghafal al-Qur'an

di Ma’had Darul Qur’an wal Hadits Nahdlatul Wathan Pancor selama setahun (1991-

1992). Kemudian pada tahun 1992, Majdi berangkat ke Kairo guna menimba ilmu di

Fakultas Ushuluddin Jurusan Tafsir dan Ilmu-Ilmu Al-Qur’an di Universitas Al-

Azhar Kairo dan lulus meraih gelar Lc, pada tahun 1996. Lima tahun berikutnya, ia

meraih Master of Art (M.A.) dengan predikat Jayyid Jiddan. Majdi melanjutkan ke

program S3 di universitas yang sama dan lulus pada tahun 2011.11

2. Dr. H. Muchlis Hanafi, Lc., MA

Muchlis Muhammad Hanafi yang lahir di Jakarta 18 Agustus 1971,

adalah Kepala Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur`an Kementeian Agama RI.

Sebelum memasuki perguruan tinggi ia nyantri di Pondok Pesantren Modern Gontor

selama 6 tahun. Ia juga sempat memperdalam al-Qur’an di Ma’had Aly di Bangil.

Pendidikan S1 sampai S3 konsentrasi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir ia peroleh dari

Universitas al-Azhar Kairo Mesir.12

3. Dr. H. Subhan Abdullah, Lc., MA

Subhan Abdullah yang lahir di Sumbawa Nusa Tenggara Barat, adalah Dekan

Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram.

Pedidikan S1 ia peroleh dari Universitas Islam Madinah konsentrasi Tafsir-Hadits, S2

dan S3 ia peroleh dari Institut Dar al-Hadits al-Hassaniyah Maroko.13

4. Dr. H. Lalu Ahmad Zaenuri, Lc., MA

Ahmad Zaenuri yang lahir di Lombok Tengah Praya, adalah Wakil Dekan 3

Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram.

11

Irfan Ali Hakim, Tuan Guru Bajang, Berpolitik dengan Dakwah dan Berdakwah dengan

Politik, (Kediri: Kasysamedia, 2009), h. 8-11. 12

Artikel diakses pada 3 maret 2018 dari website Ikatan Alumni Al-Azhar Indonesia.

http://ikpma-mesir.blogspot.com/2014/07profil-dr-muchlis-hanafi-ma-kesuksesan.html?m=1. 13

Wawancara dengan Lalu Supriadi di Kampus Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Mataram,

pada Selasa 2 Januari 2018, jam 11.30-12.00 WITA.

Page 52: Imam Hidayatullah NIM :1112034000084repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42201/2/IMAM... · dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus

38

Pendidikan S1 ia peroleh dari Universitas Yordan, S2 dan S3 di Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarata, konsentrasi Kajian Dakwah.14

5. Dr. H. Muhammad Said Ghazali, Lc., MA

Muhammad Said Ghazali yang lahir di Desa Gelogor Lombok Barat, adalah

Wakil Dekan 3 Fakultas Ushuluddin dan Sosiologi Agama UIN Mataram. Pendidikan

S1 sampai S3 konsentrasi Ushul Fiqh ia peroleh dari Universitas al-Azhar Kairo

Mesir.15

6. Dr. H. Lalu Supriadi, Lc., MA

Lalu Supriadi yang lahir di Kota Raja Lombok Timur, 25 Agustus 1976,

adalah Kepala Pusat Pengembangan Bahasa UIN Mataram. Pendidikan S1 ia peroleh

dari Universitas Islam Madinah Arab Saudi, S2 dan S3 bidang Ushul Fiqh ia peroleh

dari Universitas Omdurman Sudan.16

7. Dr. H. Lalu Muhsin

Lalu Muhsin yang lahir di Pemenang, Lombok Utara, adalah dosen di

Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram

Pindidikan S1 ia peroleh dari Universitas al-Azhar Kairo Mesir, S2 Dan S3 ia

selesaikan di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, konsentrasi

Kajian Dakwah.17

8. Dr. H. Dedy Wahyudin, MA

Dedy Wahyudin yang lahir di Pelambek, Lombok Tengah, adalah dosen

Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram. Pendidikan S1 Ponpes Asembagus

14

Wawancara dengan Lalu Supriadi di Kampus Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Mataram,

pada Selasa 2 Januari 2018, jam 11.30-12.00 WITA. 15

Wawancara via telepon dengan Dr. H. Muhammad Said Ghazali, pada kamis 4 Januari

2018. 16

Wawancara dengan Lalu Supriadi di Kampus Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Mataram,

pada Selasa 2 Januari 2018, jam 11.30-12.00 WITA. 17

Wawancara dengan Lalu Supriadi di Kampus Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Mataram,

pada Selasa 2 Januari 2018, jam 11.30-12.00 WITA.

Page 53: Imam Hidayatullah NIM :1112034000084repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42201/2/IMAM... · dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus

39

Walisongo Situbondo, S2 dan S3 ia peroleh dari Universitas Abdel Malek Essaadi

Maroko, konsentrasi Pemikiran Islam.18

9. Dr. Jamaluddin

Jamaluddin yang lahir di Kembang Kerang Lombok Timur, adalah dosen

Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram. Pendidikan S1 sampai S3 ia Peroleh dari

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, konsentrasi Sejarah Kebudayaan Islam.19

10. Dr. Salimul Jihad, MA

Salimul Jihad lahir di Pancor Lombok Timur, adalah dosen Fakultas Tarbiyah

dan Ilmu Keguruan UIN Mataram. Pendidikan S1 ia peroleh dari Universitas Al-

Azhar Kairo Mesir, S2 dan S3 ia peroleh dari UIN Sunan Ampel Surabaya,

konsentrasi Usul Fiqh.20

11. Muhammad Sa’i, MA

Muhammad Sa’i yang lahir di Mataram, adalah dosen Fakultas Dakwah UIN

Mataram. Pendidikan S1 dan S2 UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta konsentrasi Sastra

Arab.21

C. Gambaran Umum Kitab Juz ‘Amma al-Majīdi

Kitab Juz ‘Amma al-Majīdi yang dibahas dalam tulisan ini dicetak pada tahun

2012, berukuran 24 x 15,5 cm, margin 1,5 kiri-kanan, margin atas dan bawah 2 cm.

Jumlah halaman 65, ditambah lima halaman kata pengantar (vii-xi). Nomor halaman

ditempatkan di bagian tengah bawah, kualitas kertas kurang baik, kemungkinan

dikarenakan cetakan pertama. Setiap halaman disertai bingkai hiasan, dan pada awal

surah dilengkapi dengan keterangan surah makiyyah dan madaniyyah. Desain sampul

18

Wawancara dengan Lalu Supriadi di Kampus Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Mataram,

pada Selasa 2 Januari 2018, jam 11.30-12.00 WITA. 19

Wawancara dengan Lalu Supriadi di Kampus Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Mataram,

pada Selasa 2 Januari 2018, jam 11.30-12.00 WITA. 20

Wawancara dengan Lalu Supriadi di Kampus Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Mataram,

pada Selasa 2 Januari 2018, jam 11.30-12.00 WITA. 21

Wawancara dengan Lalu Supriadi di Kampus Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Mataram,

pada selasa 2 Januari 2018, jam 11.30-12.00 WITA.

Page 54: Imam Hidayatullah NIM :1112034000084repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42201/2/IMAM... · dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus

40

berwarna dasar putih kemudian dibingkai dengan hiasan berwarna ungu, kuning hijau

dan merah hingga berbentuk semacam batik dan di tengah sampul buku ini terdapat

gambar berugak22

yang bertuliskan Juz ‘Amma al-Majīdi Terjemahan Bahasa Sasak.

Gambar 3.1: Sampul Depan dan Belakang Kitab Juz ‘Amma al-Majīdi

(Gambar diambil dari dokumen pribadi penulis)

Kitab Juz ‘Amma al-Majīdi Terjemahan Bahasa Sasak ini dikerjakan oleh

sebuah tim dari Lajnah Penerjemah al-Qur’an Bahasa Sasak (LPQBS) dan Forum

Komunikasi Timur Tengah Nusa Tenggara Barat yang beranggotakan pakar yang

beberapa di antaranya merupakan pengajar (dosen) UIN Mataram. Tujuh di antaranya

bergelar Doktor, selain kemampuan dalam ilmu tafsir dan bahasa Arab untuk

menerjemahkan al-Qur’an ke dalam bahasa daerah tertentu (termasuk bahasa Sasak),

dalam proses penerjemahan juga didukung kepakaran dari ahli bahasa Sasak, baik

sebagai anggota tim maupun sebagai editor. Hal ini mengingat kemampuan untuk

berbahasa Sasak tidak secara otomatis menjadikan seseorang menjadi ahli dalam

bahasa Sasak. Sebagai pembanding, kemampuan berbahasa Indonesia tidak serta

merta menjadikan mereka sebagai ahli atau pakar dalam bahasa Indonesia.

22

Berugak merupakan jenis arsitektur tradisional masyarakat suku Sasak yang saat ini telah

dikenal oleh masyarakat dunia dan bahkan bangunan berugak sudah diadopsi dan dijadikan sebagai

bangunan penghias halaman rumah oleh masyarakat di beberapa negara yang ada di dunia. Wawancara

dengan Amaq Mini (Nari) pada hari Selasa Tanggal 2 Januari 2018 Jam. 20.00-22.00 di Pelulan,

Kuripan Lombok Barat NTB.

Page 55: Imam Hidayatullah NIM :1112034000084repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42201/2/IMAM... · dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus

41

BAB IV

TERJEMAHAN AL-QUR’AN BAHASA SASAK

KITAB JUZ ‘AMMA AL-MAJĪDI

Pada bagaian ini penulis akan memberikan gambaran terkait karakteristik

yang melekat pada kitab Juz „Amma al-Majīdi Terjemahan Bahasa Sasak, dialek

bahasa Sasak yang digunakan dalam penerjemahan, dan metode penerjemahan

yang digunakan oleh tim dari Lajnah Penerjemah al-Qur‟an Bahasa Sasak

(LPQBS) dan Forum Alumni Timur Tengah (FKATT) Nusa Tenggara Barat.

A. Karakteristik Kitab

Karakteristik yang dimaksud pada bagian ini adalah sifat khas yang

melekat pada teknik penyajian kitab.1 Ada beberapa karakteristik yang setidaknya

dapat memberikan gambaran utuh mengenai kitab Juz „Amma al-Majīdi ini, yaitu

sistematika penerjemahan dan Dialek Bahasa Sasak yang digunakan.

1. Sistematika Penterjemahan

Kitab Juz „Amma al-Majīdi Terjemahan Bahasa Sasak ini memiliki

komposisi yang cukup sederhana. Penulisnya memulai penerjemahan al-Qur‟an

dari surah al-Fatiḥaḥ kemudian dilanjutkan ke surah an-Naba‟ sampai dengan

surah an-Nas. Format penerjemahan kemudian dilakukan setelah

mengetengahkan teks al-Qur‟an di bagian kanan, dan terjemahannya di bagian

kiri. Dengan format seperti ini dimungkinkan setiap orang mengetahui arti kata

dari masing-masing ayat yang diterjemahkan.

1Islah Gusmian,”Karakteristik Naskah Terjemahan al-Qur‟an Pegon Koleksi

Perpustakaan Masjid Agung”, Suhuf Vol. 5, No. 1 (2012), h. 57

Page 56: Imam Hidayatullah NIM :1112034000084repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42201/2/IMAM... · dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus

42

Gambar 4.1: Terjemahan Surah al-Fatiḥaḥ pada kitab Juz „Amma

al-Majīdi (Gambar diambil dari dokumen pribadi penulis)

Artinya : Sareng ngucap asma Allah si Maha Pengasih dait Maha Penyayang,

Selapuq puji tipak Allah, Neneq sekalian alam, Si Maha Pehasih dait Maha

Penyayang, Si ndoweang jelo pembalesan, Dekaji dong si kami sembah, dait

dekaji dong taok kami pade nunasan tulung, Langan dengan-dengan sik sampun

dekaji icanin nikmat, endekne langan dengan si temanggahin dait ndekne langan

dengan si seset.

Kutipan di atas menunjukkan bahwa kata perkata ayat al-Qur‟an telah

diterjemahkan satu persatu, sehingga masing-masing kata dapat dengan mudah

diketahui terjemahannya.

Page 57: Imam Hidayatullah NIM :1112034000084repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42201/2/IMAM... · dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus

43

2. Metode Terjemah al-Qur’an Bahasa Sasak Kitab Juz ‘Amma al-Majīdi

Metode terjemah berarti cara penerjemahan yang digunakan oleh

penerjemah dalam mengungkapkan makna teks sumber secara keseluruhan ke

dalam bahasa penerima (bahasa terjemahan). Jika sebuah nash misalnya al-Qur‟an

diterjemahkan dengan metode harfiyyah, maka makna yang terkandung dalam

surah pertama hingga surah terakhir diungkapkan secara harfiyyah, kata demi kata

hingga selesai.2

Menurut M. Hadi Ma‟rifat terjemahan setiap kata dari bahasa aslinya ke

dalam kata dari bahasa lain disebut jenis terjemahan dengan penerjemahan

tekstual. Dari terjemahan tersebut, susunan kalimat satu demi satu kata diubah

hingga akhir. Cara ini juga disebut dengan istilah terjemahan lafzhiyyah atau

musawiyyah.3

Lalu Supriadi menjelaskan, bahwa terjemahan al-Qur‟an bahasa Sasak

kitab Juz „Amma al-Majīdi ini sepenuhnya mengikuti model atau metode

terjemahan al-Qur‟an bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Kementerian Agama

pada tahun 2011, yakni menerjemahan al-Qur‟an secara harfiyyah. hal ini bisa kita

lihat dari model terjemahan yang dilakukan dari surah al-Fatihah, surah an-Naba‟

sampai surat an-Nas dari kitab Juz „Amma al-Majīdi.4

Sebagai ilustrasi, berikut ini adalah contoh umum terjemahan al-Qur‟an

yang dilakukan oleh Lajnah Penerjemah al-Qur‟an Bahasa Sasak (LPQBS) dan

Forum Alumni Timur Tengah (FKATT) Nusa Tenggara Barat.

Terjemahan dari Kementerian Agama RI.

2 Syihabuddin, Penerjemahan Arab-Indonesia (Bandung: Humaniora, 2005), h.69.

3 M. Hadi Ma‟rifat, Sejarah al-Qur‟an. Penerjemah Thoha Musawa (Jakarta: al-Huda,

2007), h. 271-272. 4 Wawancara dengan Lalu Supriadi di Kampus Institut Agama Islam Negeri (IAIN)

Mataram, pada Selasa 2 Januari 2018, jam 11.30-12.00 WITA.

Page 58: Imam Hidayatullah NIM :1112034000084repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42201/2/IMAM... · dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus

44

Katakanlah (Muhammad), “Dialah Allah, Yang Maha Esa, Allah tempat

meminta segala sesuatu, (Allah) tidak beranak dan tidak pula diperanakkan, dan

tidak ada sesuatu yang setara dengan dia.5

Terjemahan dari Lajnah Penerjemah al-Qur‟an Bahasa Sasak (LPQBS)

dan Forum Alumni Timur Tengah (FKATT) Nusa Tenggara Barat.

Gelis Muni (Muhammad): “Iye Allah Si Maha Esa”, Allah doang taoqte

nunas selapuq juwaq, Ndekne bedowe bije dait ndeqne tebijeang, Dait ndeqne

arak sopoq juwaq si sekupu kance iye.6

Bandingkan dengan terjemahan al-Qur‟an bahasa Sasak yang dilakukan

oleh TGH. Subki Sasaki.

Maniqkan (Muhmammad) “Allah nike tunggal”, Allah doang taoqte

nunasan selapuq ape, Nenten bedoe bije dait nenten tebijean, Dait nenten arak

sopoq juak siq pade kanje iye.7

Dari dua terjemahan surah al-Ikhlas/112 di atas, dapat dibedakan bahasa

Sasak yang Alus dan bahasa Sasak yang kasar. Selain kata gelis muni yang artinya

segera berkata tidak cocok karena kata muni/munian tingkatannya sama dengan

kata ngeraos. Ini adalah tingkatan yang paling bawah dalam struktur bahasa

Sasak. Padahal banyak pilihan kata yang lebih alus atau lebih sopan semisal

baosan atau maniqkan (Muhammad), “Allah nike tunggal.” Selain itu menurut

Subki Sasaki kata munian yang artinya berbicara, tidak sama dengan katakanlah

yang merupakan kata perintah (imperatif). Begitu juga dengan kata ndekne yang

tergolong bahasa yang tidak sopan dan tidak cocok untuk menerjemahkan kata

(Allah) tidak beranak karena, masih ada kata-kata yang lebih sopan. Seperti kata

nenten atau kata edaq iye.

B. Dialek Bahasa Sasak yang Digunakan

5Kementerian Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahannya (Direktorat Jenderal Bimbingan

Masyarakat Islam, Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Tahun 2012), h. 922 6Tim Penerjemah, Juz „Amma al-Majīdi, Terjemahan Bahasa Sasak (Lajnah Penerjemah

al-Qur‟an Bahasa Sasak (LPQBS) dan Forum Komunikasi Alumni Timur Tengah NTB, 2012), h.

63. 7Wawancara dengan TGH. Muhammad Subki Sasaki, via telepon pada hari Jum‟at,

tanggal 16 Maret 2018, jam 05.00 WIB.

Page 59: Imam Hidayatullah NIM :1112034000084repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42201/2/IMAM... · dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus

45

Bahasa Sasak adalah bahasa yang memiliki ragam dialek.8 Meskipun

penulis berasal dari suku Sasak, tapi penulis juga menemukan banyak kata atau

kaliamat dalam kitab Juz „Amma al-Majīdi Terjemahan Bahasa Sasak yang boleh

jadi tidak dapat dimengerti, dikarenakan perbedaan dialek tersebut. Sebagai

contoh, dalam kitab Juz „Amma al-Majīdi terdapat kata-kata ranjaq, ngengos,

lumeq, umaq meq, bepete,dan lain-lain. Arti dan makna kata tersebut baru dapat

dipahami setelah membaca al-Qur‟an terjemahan bahasa Indonesia. Jika hal itu

benar-benar terjadi, maka tujuan pembumian al-Qur‟an pada masyarakat Suku

Sasak tidak akan tercapai, atau tidak maksimal.

Menurut Lalu Supriadi dialek yang digunakan dalam kitab Juz „Amma al-

Majīdi ini adalah dialek Selaparang (Ngeno-ngene), karena dialek ini dapat

dipahami oleh semua penutur bahasa.9 Akan tetapi setelah membaca kitab Juz

„Amma al-Majīdi Terjemahan Bahasa Sasak secara keseluruhan, penulis

menemukan kecenderungan yang muncul lebih banyak mengarah pada

penggunaan dialek secara campuran. Tabel beikut menampilkan beberapa contoh

penggunaan dialek campuran dalam kitab Juz „Amma al-Majīdi Terjemahan

Bahasa Sasak.

Tabel 4.1: Identifikasi Penggunaan Dialek Bahasa Sasak dalam kitab

Juz ‘Amma al-Majīdi Terjemahan Bahasa Sasak.

Surah/Ayat Bahasa Indonesia Terjemahan

Kitab Juz ‘Amma

al-Majidi

Dialek

Yang di

Gunakan

QS. al-Ikhlās :

3

(Allah) tidak beranak (Allah) ndekn

bedowe anak

Ngeno-ngene

QS. al-Falaq :1 Katakanlah Munian Meno-mene

QS. „Abasa: 35 Ibu Bapak Inaq Amaq Meno-mene

QS. al-Fātihah:

5

Mohon pertolongan Endeng tulung Meno-mene

QS. an-Naba‟:

3

Yang dalam hal itu

mereka berselisih

Sino siqne pade

pegejuhang

Keto-kete

QS. an-Naba:

16

Dan kebun-kebun yang

rindang

Dait kebon-kebon

si rembak melaq

Keto-kete

8Tawalinuddin Haris, “al-Qur‟an dan Terjemahannya Bahasa Sasak Beberapa Catatan,”

Jurnal Suhuf Vol. 10 No. 1 Juni 2017, h. 216 9Wawancara dengan Lalu Supriadi di Kampus Institut Agama Islam Negeri (IAIN)

Mataram, pada Selasa 2 Januari 2018, jam 11.30-12.00 WITA.

Page 60: Imam Hidayatullah NIM :1112034000084repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42201/2/IMAM... · dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus

46

QS. an-

Nāzi‟at: 39

Maka sungguh,

nerakalah tempat

tinggalnya

Sejatine, lek nerake

taoqne ndot

Ngeno-ngene

QS. „Abasa: 1 Dia (Muhammad)

berwajah masam dan

berpaling

Niye (Muhammad)

nyebeng dait

ngengos

Ngeno-ngene

dan ngeto-

ngete

QS. „Abasa: 2 Karena seorang buta

telah datang kepadanya

Sengak sopok

dengan bute dating

tipaq iye

Ngeno-ngene

dan keto kete

QS. „Abasa: 38 Pada hari itu ada wajah-

wajah yang berseri-seri

Luweq pemuaq

dengan leq jelo

sino bungah

Keto-kete

QS. al-Infitār:

2

Dan apabila bintang-

bintang jatuh

berserakan

Dait lamun

bintang-bintang

geriq begeritik

Ngeno-ngene

dan keto-kete

QS. at-Tāriq :

10

Maka manusia tidak

lagi mempunyai suatu

kekuatan dan tidak

(pula) ada penolong

Banjur manusiye

ndeqne bedoe

balung dait

penulung malik

Keto-kete

QS. al-Fajr: 28 Kembalilah pada

Tuhanmu dengan hati

yang ridha dan

diridhainya

Tulaq tipaq neneq

meq isiq ate si ride

dait ridayang ne

Ngeno-ngene

dan keto-kete

QS. al-Lail: 3 Demi penciptaan laki-

laki dan perempuan

Demi pepina‟qan

nine kance mame

Ngeno-ngene

QS. ad-Duha :

6

Bukankah dia

mendapatimu sebagai

seorang yatim, lalu dia

melindungi (mu)

Ndek ke kamu

tedait isiq naneq

jari anaq iwoq

banjur tepeliharaq

Ngeno-ngene

dan keto-kete

QS. asy-Syarh

: 2

Dan kamipun telah

menurunkan bebanmu

darimu

Dait wah ku

turunang bande

meq

Ngeno-ngene

dan keto-kete

QS. al-

Bayyinah : 3

Di dalamnya terdapat

(isi) kitab-kitab yang

lurus

Lek dalemne arak

kitab-kitan sik

lombok

Ngeno-ngene

Q.S al-„Alaq

:18

Kelak kami akan

memanggil malaikat

Eraq ku kelek

malaikat zabaniyah

Ngeto-ngete

Q.S al-Ādiyat:

4

Sehingga

menerbangkan debu

Poqne kelepang

kerepuk

-

Q.S at-

Takātsur: 4

Kemudian sekali-kali!

Kelaq kamu akan

mengetahui

Bajur kendeq gati-

gati! Eraq gen

kamu taoq

Ngeto-ngene

Q.S al-Fātihah:

7

Yang telah engkau beri

nikmat

Si sampun de kaji

icanin nikmat

Ngeno-ngene

Page 61: Imam Hidayatullah NIM :1112034000084repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42201/2/IMAM... · dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus

47

Dari tabel di atas, jelas sekali bahwa dialek yang digunakan lebih dari dua

dialek (mungkin tiga atau empat). Penggunaan kata atau kalimat yang sering

muncul adalah dialek ngeno-ngene dan dialek keto-kete. Namun secara umum

sebagian besar kosakata yang digunakan termasuk dalam kategori bahasa Sasak

“kasar” (sogol). Hal ini sangat disayangkan, mengingat upaya penerjemahan kitab

suci al-Qur‟an seharusnya dapat dilakukan ke dalam bahasa yang lebih sopan dan

halus (sasak alus), seperti bahasa Sasak yang ditampilkan atau digunakan dalam

karya sastra babad atau bahasa Sasak yang digunakan dalam acara-cara besar dan

formal. Tujuannya tidak lain agar budaya Sasak yang akan diwariskan kepada

generasi penerus melalui upaya penerjemahan ini bisa menjadi contoh yang baik

dan memancarkan nilai-nilai kesasakan yang baik.10

Bahasa Sasak yang diperkenalkan kepada para pembaca terjemahan al-

Qur‟an sebaiknya merupakan bahasa Sasak yang menampilakan sopan santun.

Contoh keseharian yang tampak misalnya penggunaan ucapan “silahkan” yang

dalam bahasa Sasak berarti Ngiring, Dawek. Atau kata terima kasih yang dalam

bahasa Sasak berarti tampi asih. Kosakata ini masih jarang dipergunakan oleh

orang Sasak, terutama kelompok masyarakat jajar karang11

yang belum terlalu

paham, dikarenakan yang mereka kenal dan gunakan selama ini adalah bahasa

Sasak yang kurang sopan.

Tentu saja tidak dapat dinyatakan bahwa semua kosakata bahasa Sasak

yang digunakan dalam kitab Juz „Amma al-Majīdi Terjemahan Bahasa Sasak ini

tergolong kurang sopan atau “kasar” karena terdapat pula penggunaan kosakata

yang tergolong halus. Sebagai contoh digunakan kata bije atau tebijeang pada

Surah al-Ikhlas ayat 3 untuk terjemahan kata “anak”/”diperanakan”, deside Allah

ta‟ala ( Allahu ta‟ala/Allah subhanahu wa ta‟ala ), dekaji doang (hanya engkau),

nunas tulung (minta pertolongan), sampun (sudah), saking (dari). Untuk kata ganti

10

Wawancara dengan TGH. Muhammad Subki Sasaki, via telepon pada hari Jum‟at,

tanggal 16 Maret 2018, jam 05.00 WIB. 11

Jajar karang adalah sebutan untuk masyarakat biasa suku Sasak. Secara garis besar

masyarakat yang berada di pulau Lombok dibagi menjadi dua kalangan, yaitu Bangsawan atau

Pemenak dan Jajar karang. Namun sebenarnya masyarakat Lombok terdiri dari tiga tingkat

kebangsawanan yaitu Perwangsa Raden, Triwangsa, dan Jajar karang. Wawancara dengan Amaq

Mini (Tokoh Adat Sasak/peraih Maestro Kebudayaan Seni Lontar Kementerian Pendidikan dan

Kebudayaan Republik Indonesia 2014) pada hari Selasa Tanggal 2 Januari 2018 Jam. 20.00-22.00

di Pelulan, Kuripan Lombok Barat NTB.

Page 62: Imam Hidayatullah NIM :1112034000084repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42201/2/IMAM... · dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus

48

orang pertama ”saya” atau “aku” dalam bahasa Sasak kasar adalah aku/eku, alih-

alih menggunakan kata-kata ingsun, sun, dewek, tiang,dan kaji. Untuk kata ganti

orang kedua, penggunaan kata kamu, kemu, anta, epe dan pe memiliki rasa bahasa

agak kasar, dan terdapat pilihan kata yang lebih halus seperti side, pelinggih,

pelungguh, dekaji. Contoh penggunaan alternatif lain, selain kata mangan

(makan), tedok (diam), ndeq tauq, ndek kenaon (tidak tahu) dalam bahasa Sasak

kasar, terdapat kata-kata dahar dan medaran (makan), menang (diam), dan

mindah (tidak tahu) dalam bahasa Sasak yang lebih halus. Dengan penggunaan

bahasa Sasak halus dalam terjemahan al-Qur‟an kita berharap pemahaman

masyarakat Sasak menjadi lebih baik mengenai khazanah bahasa ibu mereka

sendiri. Demikian juga harapan Gubernur Nusa Tenggara Barat seperti telah di

singgu diatas akan dapat terwujud.

Hal lain yang perlu mendapatkan perhatian adalah penerjemahan kata

Rabb, yang diterjemahkan kedalam bahasa Sasak dengan kata Nenek Kaji Sak

Kuase yang artinya Tuhan yang Maha Kuasa seperti yang terdapat dalam surah

an-Nas (114), surah al-Falaq (113), dan surah an-Naba‟(78).

Artinya : Gelis muni, aku berlindung tipaq Neneq ne manusie, Raje ne

manusie, Sesembahan manusie, Lekan kejahatan (pesa‟an) setan sik nyeboq, Si

memiseq (Kejahatan) tipaq dalem dade manusie, Lekan (kaum) jin dait manusie.12

Kata qul (قل) pada surah al-Ikhlas/112, surah al-Falaq/113, surah an-

Nas/114 yang berarti katakan/katakanlah diterjemahkan dengan gelis muni yang

artinya segera berkata. Bahkan dalam surah al-Kafirun/109, kata tersebut

diterjemahakan dengan gelis ngeraos. Kata ngeraos artinya berbicara, tidak sama

dengan katakanlah yang merupakan kata perintah (imperatif).

Kitab Juz „Amma al-Majīdi Terjemahan Bahasa Sasak juga mendapat

perhatian berkenaan dengan pilihan kata (diksi), karena terdapat sejumlah kata

12

Tim Penerjemah, Juz „Amma al-Majīdi, Terjemahan Bahasa Sasak (Lajnah Penerjemah

al-Qur‟an Bahasa Sasak (LPQBS) dan Forum Komunikasi Alumni Timur Tengah NTB, 2012), h.

65.

Page 63: Imam Hidayatullah NIM :1112034000084repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42201/2/IMAM... · dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus

49

yang artinya sama atau hampir sama, tetapi harus dibedakan dalam

penggunaannya dalam kalimat. Terlebih lagi jika dikaitkan dengan status sosial

tertentu, misalnya kata solah dan bagus. Kata solah lebih spesifik bagi kaum

wanita yang berarti cantik, misalnya dedare solah (gadis cantik) padanannya

inges. Sedangkan bagus lebih umum sifatnya. Contoh penggunaannya dalam

kalimat terjemahan, “Sejabaning dengan-dengan berimandait gaeq pegawean

solah serte saling nasehat adeqne gawek pegawean solah dait adekne pade

sabar,”13

pada surah al-Ashar/103: 3. Pada kalimat ini penggunaan kosakata solah

tampaknya kurang sesuai, dan yang lebih tepat adalah kata bagus. Demikian juga

dengan penempatan kata muniang, puniang, raosang, dan manikang, meskipun

memiliki arti yang sama atau hampir (sinonim), tetapi berbeda penempatannya

dalam kalimat.

Terkait dengan waktu misalnya, penggunaan kosakata tipaq atau ojok,

harus sangat memperhatikan konteksnya dalam kalimat agar dapat dimengerti.

Sebagai perbandingan, dalam bahasa Indonesia naik hampir sama makna dengan

panjat, tetapi berbeda dalam pemakaiannya, misalnya saya naik tangga atau saya

memanjat pohon. Kata naik/menaiki dan manjat/memanjat dalam kedua kalimat

tersebut kurang elok kalau tempatnya dipertukarkan. Kosakata kamu, kemu, dan

anta dalam bahasa Indonesia maknanya sama, yakni kamu atau engkau, tetapi

perlu diperhatikan bahwa kosakata anta digunakan hanya untuk jenis kelamin

laki-laki dan kosakata ini tidak ditemukan dalam dialek Mriak-mriku. Sedangkan

kemu digunakan hanya untuk jenis kelamin perempuan dalam dialek Ngeno-

ngene. Kata “alam semesta” kurang tepat kalau diterjemahkan dengan gumi paer

yang artinya sama dengan bumi atau arḍ ( رضع ). Kemungkinan kata alam semesta

akan lebih tepat kalau diterjemahkan dengan jagatraya yang dalam bahasa

Arabnya adalah alamin.14

Dalam terjemahan al-Qur‟an akan lebih baik jika dipergunakan bahasa

sastra atau bahasa Sasak Alus dengan mengambil salah satu di antara kelima

dialek Sasak, sehingga lebih konsisten dan taat asas, baik dalam pilihan kata

13

Tim Penerjemah, Juz „Amma al-Majīdi, Terjemahan Bahasa Sasak (Lajnah Penerjemah

al-Qur‟an Bahasa Sasak (LPQBS) dan Forum Komunikasi Alumni Timur Tengah NTB, 2012), h.

56 14

Tawalinuddin Haris, “al-Qur‟an dan Terjemahannya Bahasa Sasak Beberapa Catatan,”

Jurnal Suhuf Vol. 10 No. 1 Juni 2017, h. h. 218.

Page 64: Imam Hidayatullah NIM :1112034000084repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42201/2/IMAM... · dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus

50

maupun dalam teknik penulisan. Sebelum salah satu dialek ditetapkan untuk

digunakan dalam terjemahan, sebaiknya dilakukan pemetaan mengenai jumlah

penutur kelima dialek di atas dan luas daerah persebarannya, sehingga dapat

dipilih dialek yang paling banyak dan luas penggunaannya.15

Jika hal ini menjadi pilihan, maka peta dialektologi seperti yang dibuat A

Teeuw dalam bukunya Atlas Dialek Pulau Lombok. Dalam peta yang dibuat

Teeuw digambarkan bahwa daerah persebaran dialek Ngeto-ngete atau dialek

Meno-mene paling luas. Kemungkinan pada masa lampau kedua dialek tersebut

yang banyak digunakan sebagai lingua franca atau sarana komunkasi di kalangan

orang-orang Sasak. Selain itu, kemungkinan juga telah terjadi pergerakan

penduduk dari Lombok bagian timur ke bagian barat atau dari bagian selatan dan

utara ke bagian tengah, karena daerah ini merupakan dataran rendah yang subur.

Perpindahan boleh jadi berlangsung setelah orang-orang Bali dari Karangasem

berdatangan dan membangun permukiman di Mataram, Cakranegara, Pagesangan,

Pagutan dan sekitarnya sehingga ketiga dialek di atas (Ngeto-ngete, Meno-mene

dan Mriak-mriku) memiliki penutur di beberapa kampung di Lombok bagian

barat. Penggunaan lebih dari satu dialek akan memunculkan kesulitan ketika

sebuah kata pada satu dialek memiliki makna yang berbeda dalam dialek yang

lain atau tidak ditemukan pada dialek yang lain. Dalam Kamus Bahasa Sasak yang

disusun oleh Nazir Thohir kata tesekoq diterjemahkan dengan kata “disikut”,

tetapi dalam dialek Mriak-mriku, tesekoq memiliki arti “terikat” atau “diikat‟.16

Pilihan yang kedua, bahasa Sasak yang digunakan dalam terjemahan

adalah bahasa pergaulan yang penggunaannya didasarkan pada perbedaan dalam

hal kedudukan, pangkat, usia, dan tingkat keakraban antara yang disapa dan yang

menyapa, yang dikenal dengan tingkat tutur atau unggah- ungguh dalam bahasa

Jawa.17

Selain kata-kata kamu, kemu, meq, dan anta (kata ganti orang kedua), ada

kata-kata side, pelinggih, pelungguh, dan dekaji; selain kata-kata aku, eku (kata

ganti orang pertama), ada kata-kata tiang, kaji dan dewek. Bahasa Sasak unggah-

15

Wawancara dengan TGH. Muhammad Subki Sasaki, via telepon pada hari Jum‟at,

tanggal 16 Maret 2018, jam 05.00 WIB. 16

Tawalinuddin Haris, “al-Qur‟an dan Terjemahannya Bahasa Sasak Beberapa Catatan,”

Jurnal Suhuf Vol. 10 No. 1 Juni 2017, h. h. 219. 17

Tawalinuddin Haris, “al-Qur‟an dan Terjemahannya Bahasa Sasak Beberapa Catatan,”

Jurnal Suhuf Vol. 10 No. 1 Juni 2017, h. h. 219.

Page 65: Imam Hidayatullah NIM :1112034000084repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42201/2/IMAM... · dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus

51

ungguh masih hidup dan tetap digunakan dalam upacara-upacara adat sorong

serah, pembayunan, dan lain-lain. Bahasa Sasak unggah-ungguh ini perlu

disebarluaskan dan diwariskan kepada masyarakat, termasuk generasi penerus,

melalui berbagai media, di antaranya Terjemahan al-Qur‟an Bahasa Sasak Juz

„Amma al-Majīdi.18

Tabel 4.2: Pilihan alternatif dialek terjemah kitab Juz ‘Amma al-

Majīdi dengan dialek yang lebih sopan atau alus.

Surah/Ayat Bahasa Indonesia Terjemahan

Kitab Juz ‘Amma

al-Majidi

Dialek

Yang di

Gunakan

QS. al-Ikhlās :

3

(Allah) tidak beranak (Allah) Nenten

bedoe bije

Meno-mene

QS. al-Falaq :1 Katakanlah Maniqan Meno-mene

QS. „Abasa: 35 Ibu Bapak Inaq Mamiq Meno-mene

QS. al-Fātihah:

5

Mohon pertolongan Tunas tolung Meno-mene

18

Wawancara dengan TGH. Muhammad Subki Sasaki, via telepon pada hari Jum‟at,

tanggal 16 Maret 2018, jam 05.00 WIB.

Page 66: Imam Hidayatullah NIM :1112034000084repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42201/2/IMAM... · dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus

52

QS. an-Naba‟:

3

Yang dalam hal itu

mereka berselisih

Sak nike siqne

pade pesiaq

Meno-mene

QS. an-Naba:

16

Dan kebun-kebun yang

rindang

Dait kebon-kebon

sik bao elen

Meno-mene

QS. an-

Nāzi‟at: 39

Maka sungguh,

nerakalah tempat

tinggalnya

Sejatine, lek nerake

taoqne ndot

Meno-mene

QS. „Abasa: 1 Dia (Muhammad)

berwajah masam dan

berpaling

Nike (Muhammad)

nyebeng dait

ngengos

Meno-mene

QS. „Abasa: 2 Karena seorang buta

telah datang kepadanya

Sengak sopok

dengan bute dawek

tipaq iye

Meno-mene

QS. „Abasa: 38 Pada hari itu ada wajah-

wajah yang berseri-seri

Luweq pemuaq

dengan leq jelo

nike seneng

Meno-mene

QS. al-Infitār:

2

Dan apabila bintang-

bintang jatuh

berserakan

Dait lamun

bintang-bintang

geriq begeritik

Meno-mene

QS. at-Tāriq :

10

Maka manusia tidak

lagi mempunyai suatu

kekuatan dan tidak

(pula) ada penolong

Sejatine manusiye

nenten bedoe

balung dait

penulung malik

Meno-mene

QS. al-Fajr: 28 Kembalilah pada

Tuhanmu dengan hati

yang ridha dan

diridhainya

Tulaq tipaq neneq

kaji sak kuase

ngiring ati si ride

dait ridayang

Meno-mene

QS. al-Lail: 3 Demi penciptaan laki-

laki dan perempuan

Demi pepina‟qan

nine kance mame

Meno-mene

QS. ad-Duha :

6

Bukankah dia

mendapatimu sebagai

seorang yatim, lalu dia

melindungi (mu)

Ndek ke kamu

tedait isiq naneq

jari kanaq iwoq

banjur tepeliharaq

Meno-mene

QS. asy-Syarh

: 2

Dan kamipun telah

menurunkan bebanmu

darimu

Dait wah tiang

turunan bande mu

Meno-mene

QS. al-

Bayyinah : 3

Di dalamnya terdapat

(isi) kitab-kitab yang

lurus

Lek dalem arak

kitab-kitan sik

Lombok

Meno-mene

Q.S al-„Alaq

:18

Kelak kami akan

memanggil malaikat

lemaq ku empoh

malaikat zabaniyah

Meno-mene

Q.S al-Ādiyat:

4

Sehingga

menerbangkan debu

Poqne terbangin

ore

Meno-mene

Q.S at-

Takātsur: 4

Kemudian sekali-kali!

Kelaq kamu akan

mengetahui

lemaq dendeq gati-

gati! Eraq gen

kamu taoq

Meno-mene

Q.S al-Fātihah:

7

Yang telah engkau beri

nikmat

Si sampun de kaji

icanin nikmat

Meno-mene

Page 67: Imam Hidayatullah NIM :1112034000084repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42201/2/IMAM... · dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus

53

Page 68: Imam Hidayatullah NIM :1112034000084repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42201/2/IMAM... · dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus

52

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian pembahasan yang telah dipaparkan pada bab-bab

sebelumnya tentang: Penerjemahan al-Qur’an bahasa Sasak yang dilakukan oleh

Lajnah penerjemahan al-Qur’an Bahasa Sasak (LPQBS) dan Forum Komunikasi

Alumni Timur Tengah (FKATT) Nusa Tenggara Barat, maka jawaban atas rumusan

masalah dalam penelitian ini dapat disimpulkan:

Karakteristik kitab Juz ‘Amma al-Majīdi Juz ‘Amma al-Majīdi Terjemahan

Bahasa Sasak ini memiliki komposisi yang cukup sederhana. Penulisnya memulai

penerjemahan al-Qur’an dari surah al-Fatiḥaḥ kemudian dilanjutkan ke surah an-

Naba’ sampai dengan surah an-Nas. Format penerjemahan kemudian dilakukan

setelah mengetengahkan teks al-Qur’an di bagian kanan, dan terjemahannya di bagian

kiri. Dengan format seperti ini dimungkinkan setiap orang mengetahui arti kata dari

masing-masing ayat yang diterjemahkan.

Dialek bahasa Sasak yang digunakan dalam kitab Juz ‘Amma al-Majīdi

Terjemahan Bahasa Sasak ini lebih cenderung menggunakan dialek secara campuran,

yakni dialek ngeno-ngene, dialek keto-kete, dan dialek meno-mene. Sehingga tidak

merepresentasikan semua dialek yang ada.

Penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan bahasa Sasak dalam kitab Juz

‘Amma al-Majīdi masih memerlukan penyempurnaan, karena masih terdapat

inkonsistensi dan pemilihan dialek yang digunakan dalam kitab Kitab Juz’Amma al-

Majīdi ini termasuk dalam kategori bahasa Sasak “kasar” (sogol). Oleh karena itu,

penulis menyarankan agar kitab Juz ‘Amma al-Majīdi Terjemahan Bahasa Sasak di

terjemahkan ulang ke dalam bahasa Sasak yang lebih sopan dan halus (sasak alus),

seperti bahasa Sasak yang ditampilkan atau digunakan dalam karya sastra babad atau

bahasa Sasak yang digunakan dalam acara-cara besar dan formal masyarakat Sasak.

Page 69: Imam Hidayatullah NIM :1112034000084repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42201/2/IMAM... · dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus

53

B. Saran

Sesuai sifat dasar penelitian keilmuan, bahwa dalam sebuah penelitian pasti

menyisakan masalah yang belum tuntas, karena proses penambahan keterangan dan

pengeditan sampai skripsi ini ditulis masih berlangsung, masih terbuka luas bagi para

peneliti berikutnya untuk melanjutkan penelitian ini. Oleh karena itu akan sangat

berharga jika dapat dikaji lebih lanjut mengenai bagaimana isi dari keterangan yang

ada di kitab Juz ‘Amma al-Majīdi. Mengingat masih kurangnya kajian seputar

terjemah al-Qur’an ataupun terjemah tafsir al-Qur’an, khususnya dalam bahasa Sasak.

Penulis merasa dalam karya skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan dan

kesalahan yang kiranya pembaca dapat memakluminya, karena penulispun masih

dalam tahap belajar. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis

khususnya, para pembaca, dan orang banyak. Amin

Page 70: Imam Hidayatullah NIM :1112034000084repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42201/2/IMAM... · dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus

54

DAFTAR PUSTAKA

Abror, Indar. “Potret Kronologis Tafsir Indonesia. “ Esensi Vol. 3 No.

2 Juli 2002.

Amir, Mafri. Literatur Tafsir Indonesia. Ciputat: Mazhab Ciputat.

2013.

Abd al-Azhim. al-Zarqani Muhammad. Manāhil al-Irfān Fī Ulūm al-

Qur’an. Beirut: Dar Ihya‟ al-Turats al-Arabi, 1995.

Anonim. Babad Selaparang. Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan. Proyek Pengembangan Permuseuman. Nusa

Tenggara Barat, 1974.

Federspiel, Howard M. Kajian al-Qur’an di Indonesia dari Mahmud

Yunus hingga Quraish Shihab. Penerjemah Rahmat Taufiq

Hidayat. Bandung: Mizan, 1996.

Fudail, M. “Terjemah al-Qur‟an dalam bahasa Mandar: Telaah

Metodologi Penerjemahan Karya Khalid Bodi”. Skripsi S1

Tafsir Hadis, Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri

Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2003.

Fitriani, Siti Rohmatin. “Membandingkan Metodologi Penafsiran A.

Hassan dalam Tafsir al-Furqon dan H.B Jassin dalam al-Qur‟an

al-Karim Bacaan Mulia”. Skripsi S1 Tafsir Hadis Fakultas

Ushuluddin Universitas Islam Negri Sunan Kalijaga

Yogyakarta, 2003.

Gusmian, Islah. Khazanah Tafsir Indonesia Dari Hermeneutika

Hingga Ideologi. Yogyakarta: LkiS, 2013.

_______.“Karakteristik Naskah Terjemahan al-Qur‟an Pegon Koleksi

Perpustakaan Masjid Agung”, Suhuf Vol. 5, No. 1 2012.

Ghofur, Syaiful Amin. Profil Para Mufasir al-Qur’an. Yogyakarta:

Pustaka Insan Madani, 2008.

Page 71: Imam Hidayatullah NIM :1112034000084repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42201/2/IMAM... · dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus

55

Gerung, Daud, dkk. Lombok Mirah Sasak Adi, Sejarah Sosial,

Ekonomi, dan Politik. Ciputat: IMSAK Press, 2010.

Hanafi, Muchlis M. “Problematika Terjemah al-Qur‟an: Studi pada

penerbitan al-Qur‟an dan Kasus Kontemporer”. Suhuf Vol. 4,

No. 2. 2011.

Hanik, Ummi. “Model Terjemah Tafsir al-Qur‟an Bahasa Lokal

(Analisis Terjemah Tafsir al-Jalalain Bahasa Madura Karya

Muhammad Arifun)”. Skripsi S1 Tafsir Hadis, Fakultas

Ushuluddin, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015.

Hidayat. Komaruddin, Memahami Bahasa Agama. Jakarta:

Paramadina, 1996.

Haris, Tawalinuddin. “al-Qur‟an dan Terjemahannya Bahasa Sasak

Beberapa Catatan,” Jurnal Suhuf , Vol. 10 No. 1 Juni 2017.

Hasan, Hamka. Metodologi Penelitian Tafsir Hadis. Jakarta: Lembaga

Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2008.

Hakim, Irfan Ali. Tuan Guru Bajang, Berpolitik dengan Dakwah dan

Berdakwah dengan Politik. Kediri: Kasysamedia, 2009.

Hidayatullah, Moh. Syarif. Seluk Beluk Penerjemahan Arab Indonesia

Kontemporer: Dasar, Teori, dan Masalah. Ciputat: UINPress,

2014.

Irwan. “Analisis Metodologi Tahsir al-Fatihah Karya Achamad

Chodjim: Aplikasi Metodologi Kaian Tafsir Islah Gusmian”.

Skripsi S1 Tafsir Hadis, Fakultas Ushuluddin, UIN Syarif

Hidayatullah, 2010.

Kraan, Alfons van der. Lombok: Conquest, Colonization and

Underdevlopment, 1870 -1940. Singapore: Heinemann

Educational Books, 1980.

Page 72: Imam Hidayatullah NIM :1112034000084repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42201/2/IMAM... · dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus

56

Kementerian Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahannya. Direktorat

Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Direktorat Urusan

Agama Islam dan Pembinaan Syariah Tahun 2012.

Lubis, Ismail. “Ihwal Penerjemahan Bahasa Arab ke dalam Bahasa

Indonesia.” Humaniora, Vol. 16, No. 16, Februari 2004.

Lailaturrahman, dkk. Al-Qur’an Terjemah Bahasa Madura.

Pemekasan: Lembaga Penerjemahan dan Pengkajian al-Qur‟an-

LP2Q, 2006.

Ma‟rifat, M. Hadi. Sejarah al-Qur’an. Penerjemah Thoha Musawat.

Jakarta: al-Huda, 2007.

Masnun. Tuan Guru KH. Muhammad Zainuddin Abdul Majid;

Gagasan dan Gerakan Pembaharuan Islam di Nusa Tenggara

Barat. Jakarta: Pustaka al-Miqdad, 2007.

Muhammad „Ali. al-Tibyān fī ‘Ulūm al-Qur’an Praktis. Penerjemah

Qodirun Nur. Jakarta: Pustaka Amani, 2001.

Mursyidi. “Terjemahan al-Qur‟an Bahasa Madura: Studi Kasus

Terjemah I‟raban Keterangan Madhurah Atoro‟ Lil-Jalalain

(Tikmal). Skripsi Ilmu al-Qur‟an dan Tafsir, Fakultas

Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016.

Nurtawab, Ervan. Tafsir al-Qur’an Nusantara Tempo Doeloe. Jakarta:

Usul Press, 2009.

Al-Qattan, Manna‟. Mabāhits Fī Ulūm al-Qur’an. Surabaya: al-

Hidayah, 1973.

_________. Mabāhits Fī Ulūm al-Qur’an. Penerjemah Muzakkir As,

Bogor: Litera Antar Nusa, 1996.

Sauqi, Rifa‟i dan M. Ali Hasan. Pengantar Ilmu Tafsir. Jakarta: Bulan

Bintang, 1992.

Al-Shabuni, Muhammad „Ali. al-Tibyān Fī Ulūm al-Qur’an. Beirut:

Dar al-Irsyad, 1970) al-Sabuni,

Page 73: Imam Hidayatullah NIM :1112034000084repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42201/2/IMAM... · dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus

57

Shihab, M. Quraish. Kaidah Tafsir. Tanggerang: Lentera Hati, 2013.

Syarbashi, Ahmad. Dimensi-Dimensi Kesejatian al-Qur’an.

Yogyakarta: Ababil, 1996.

Suma, Muhammad Amin. ‘Uluml Qur’an. Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 2013.

Shaleh, Abdul Qadir Muhammad. al-Tafsīr Wa al-Mufassirūn Fī al-

Hadits. Beirut: Dar al-Ma‟rifah, 1424 H/2003 M.

Syaefuddin, Achmad. “Kisah-Kisah Isra‟iliyat dalam Tafsir al-Ibris

Karya K.H. Bisri Mustafa: Studi Kisah Umat-umat dan Para

Nabi dalam Kitab al-Ibris”. Skripsi S1 Tafsir Hadis, Fakultas

Ushuluddin, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2013.

Tim Lajnah Penerjemah al-Qur‟an Bahasa Sasak (LPQBS) dan Forum

Komunikasi Alumni Timteng NTB (FKATT). Juz ‘Amma al-

Majīdi Terjemahan Bahasa Sasak. Mataram: LPQBS &

FKATT, 2012.

Tim Penyusun, Pedoman Akademik Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah

2013/2014.

Thohir, Nazir. Kamus Sasak-Indonesia. Jakarta: Pusat Pembinaan dan

Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan, 1985.

Utsaimin, Syaikh Muhammad bin Salih. Usul Fi Tafsir Pengantar

Dan Dasar-Dasar Mempelajari Ilmu Tafsir. Penerjemah

Ummu Saniyyah. Solo: al-Qowam, 2014.

Zuhdi, M. Nurdin. “Tipologi Tafsir al-Qur‟an Madzhab Indonesia”.

Tesis S2 Program Pascasarjana, UIN Sunan Kalijaga, 2011.

Zuhdi, Muhammad Harfin, dkk. Visi Kebangsaan Religius, Refleksi

Pemikiran dan Perjuangan Tuan Guru Kiyai Haji Muhmmad

Zainuddin Abdul Majid 1904-1997. Jakarta: Logos, 2004.

Page 74: Imam Hidayatullah NIM :1112034000084repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42201/2/IMAM... · dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus

58

Wawancara :

Wawancara dengan Lalu Supriadi di Kampus Institut Agama Islam

Negeri (IAIN) Mataram, pada Selasa 2 Januari 2018, jam

11.30-12.00 WITA.

Wawancara dengan Tri Budiprayitno di Pondok Pesantren Al-Madani

Pelulan Desa Kuripan Utara Kecamatan Kuripan Kabupaten

Lombok Barat, pada Rabu 10 Januari 2018 , jam 13.00-13.00

WITA.

Wawancara dengan Muhammad Said Ghazali di Desa Gelogor,

Kecamatan Labuapi Lombok Barat NTB.

Wawancara dengan Amaq Mini (Tokoh Adat Sasak/peraih Maestro

Kebudayaan Seni Lontar Kementerian Pendidikan dan

Kebudayaan RI 2014) pada hari Selasa Tanggal 2 Januari 2018

Jam. 20.00-22.00 di Pelulan, Kuripan Lombok Barat NTB.

Wawancara dengan TGH. Muhammad Subki Sasaki, via telepon pada

hari Jum‟at, tanggal 16 Maret 2018, jam 05.00 WIB.

Page 75: Imam Hidayatullah NIM :1112034000084repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42201/2/IMAM... · dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus

Lampiran

Wawancara dengan Dr. H. Lalu Supriadi, MA

(Sekretaris tim penerjemah Juz ‘Amma al-Majidi)

1. Urgensi Penerjemahan al-Qur’an bahasa Sasak?

Saya mulai dari sejarah, pertama urgensi mungkin ya. Al-Qur’an

ini menjadi penting bagi masyarakat Sasak di Nusa Tenggara Barat karena

beberapa hal yang pertama adalah berhikmah terhadap Al-Qur’an

merupakan kegiatan dan aktifitas yang agung dan mulia karena ia

merupakan kitab suci umat islam, yang kedua penerjemahan Al-Qur’an

bahasa Sasak berarti membuka dialog kontak langsung antara bahasa Al-

Qur’an tanpa perantara bahasa lain yang universal di dunia ini, yang

ketiga, penerjemahan ini lahir dari putra-putra daerah yang sebagian besar

pernah mengenyang Pendidikan di Universitas-Universitas Timur Tengah

seperti Mesir, Arab Saudi, Maroko, dan Sudan, sehingga kualitas

penguasaan terhadap bahasa yang diterjemahkan tidak diragukan.

Keempat, penerjemahan ini juga melibatkan pakar bahasa dan budaya

Sasak sehingga sentuhan lokalnya masih murni. Kelima, program ini

berarti melestarikan kembali lokalism masyarakat Sasak ternyata kalau

pentingnya adalah program ini, program penerjemahan Al-Qur’an bahasa

Sasak menjadi upaya untuk memudahkan internalisasi nilai-nilai Al-

Qur’an dalam kehidupan masyarakat lokal.

2. Sejarah singkat ide pembuatan terjemahan al-Qur’an bahasa Sasak?

Sejarah singkat, ide ini penerjemahan Al-Qur’an. Jadi program ini

bermula dari ide sahabat kami Tuan Guru Bajang Zainul Majdi yang ingin

melakukan atau ingin melihat adanya terjemah Al-Qur’an bahasa Sasak

atau dalam istilah beliau menginternalisasi Al-Qur’an kedalam bahasa

Sasak kita, setelah adanya ide ini beliau (TGB) mengundang beberapa

teman-teman yang tergabung dalam Ikatan Alumni Timur Tengah NTB

dan seingat saya waktu itu kita mulai rapat pertama pada akhir tahun 2011

Page 76: Imam Hidayatullah NIM :1112034000084repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42201/2/IMAM... · dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus

sekitar bulan November, setelah rapat pertama waktu itu sebenarnya kita

menghasilkan beberapa keputusan atau hasil diantaranya menentukan

anggota tim penerjemah sebagaimana yang ada di kitab juz amma al-

Majidi tersebut, akan tetapi waktu itu juga seingat saya PUSLITBANG

Lektur Keagamaan sedang giat-giatnya menerjemahkan Al-Qur’an ke

beberapa bahasa daerah diantaranya waktu itu terjemahan al-Qur’an

bahasa Makasar, dan bahasa Kaili. Itu juga bahasa Kaili ini bahasa

didaerah Ujung Pandang, Mandar juga termasuk, tapi dalam tahun 2011

itu, Kementerian Agama itu dalam hal ini PUSLITBANG Lektur dan

Keagamaan, ini memliki program menerjemahkan 3 (tiga) bahasa daerah.

Jadi, menerjemahkan Al-Qur’an ke bahasa daerah, yang pertama bahasa

Makasar, Bali dan Kaili. Setelah kitab Juz Amma al-Majidi itu terbit

beberapa bulan setelah itu tim dari Lektur menghubungi kami yang

tergabung dalam tim tersebut untuk kemudian di tawarkan menerjemahkan

al-Qur’an seluruhnya 30 juz ke dalam bahasa Sasak, Lektur

mengkomunikasikan program ini ke Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara

Barat (NTB), tapi sebelumnya Lektur Keagamaan juga berkomunikasi

dengan para akademisi yang semuanya itu menjadi dosen di Universitas

Mataram, jadi yang terlibat disini, program ini, itu ditawarkan oleh

PUSLITBANG Lektur Keagamaan pada akademisi-akademisi Universitas

Mataram, kemudian disupport oleh Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara

Barat.

Imam : berarti Gubernur ya? kenapa yang digunakan ini bukan bahasa

Lombok tapi bahasa Sasak?

Dr. H. Lalu Supriadi : Karena berbeda, kenapa bukan bahasa Lombok,

karena kan suku kita dikenal dengan nama Suku Sasak, dan bahasa juga

kalau bahasa Sasak, bukan bahasa Lombok.

Imam : trus pemilihan anggota tim ini dari Lektur langsung, Gubernur

langsung atau bagaimana?

Page 77: Imam Hidayatullah NIM :1112034000084repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42201/2/IMAM... · dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus

Dr. H. Lalu Supriadi : Jadi kalau untuk kitab Juz ‘Amma al-Majidi

sepenuhny dari Tuan Guru Bajang (TGB), tapi kalau yang 30 juz

pemilihan anggota ini itu dari PUSLITBANG Lektur dan Keagamaan,

kemudian dari Pemerintah Provinsi juga.

3. Bagaimana proses penerjemahan al-Qur’an bahasa Sasak?

Mulai dari pihak yang terkait dengan proses penerjemahan ini yang

pertama adalah PUSLITBANG Lektur keagamaan, Kementerian Agama,

kemudian Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), kemudian

pelaksananya adalah rekan-rekan Dosen di Universitas Islam Negeri

Mataram, khususnya yang alumni Timur Tengah, kemudian karena Al-

Qur’an ini diterjemahkan ke bahasa Sasak, perlu juga melibatkan pakar

budaya kemudian pakar bahasa Sasak, ada dua waktu itu yang pertama

adalah Lalu Fathurrahman kemudian yang kedua adalah (Alm) Lalu

Jaelan.

Imam : Mengenai pembagian proses penerjemahan ini bapak tidak ada

pembagian, kan di struktur itu banyak nama yang tercantum.

Dr. H. Lalu Supriadi: Karena Al-Qur’an ini sebagaimana kita ketahui tidak

bisa dikerjakan oleh satu atau dua Orang, dan oleh sebab itu melibatkan

tim dan masing-masing dari tim ini, itu dibagi misalnya dimulai yang

pertama dilakukan waktu itu penerjemahan Al-Qur’an ini yang Juz Amma

jumlah penerjemah dari Mataram itu dibagi delapan, ada mungkin data

yang lebih kongkrit mengenai jumlahnya kemudian dibagi, setelah itu lagi

kita bertemu dengan pakar bahasa dan budaya. jadi bertemu, kemudian ada

Konsinyering di Hotel, kemudian setelah melalui Konsinyering setelah itu

proses lainnya yaitu Raker Ulama’ Al-Qur’an se-Lombok yang dihadiri

sekitar 50 orang Alim Ulama’ Akademisi bahasa Mataram maupun

Universitas Mataram, pakar bahasa dan budaya Sasak dan praktisi bahasa

Sasak untuk memberikan catatan, masukan, dan koreksi terhadap

terjemahan Al-Qur’an jadi seperti itu prosesnya, jadi yang seksama kita

Page 78: Imam Hidayatullah NIM :1112034000084repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42201/2/IMAM... · dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus

terjemahkan dulu dari masing-masing punya tugas untuk menerjemahkan

yang ayat misalnya.

Imam : pada waktu itu bapak dapat apa? (2X) misalnya surat apa begitu

pak

Dr. H. Lalu Supriadi : waktu itu surat yang Juz Amma (kurang ingat)

yang jelas kita masing-masing diberikan tugas untuk menerjemahkan Juz

Amma itu, bahkan dalam Al-Qur’an dalam semua prosesnya itu, kemudian

setelah selesai terjemahan, kemudian kumpul dengan pakar bahasa dan

sastra kemudian selanjutnya itu ada konsinering, kemudian setelahn itu ada

raker ulama’ sepulau Lombok, baru setelah melewati empat tahapan ini

naskah hasil terjemahan kita berikan ke tim dari TGB, tapi seingat saya

kalau untuk penerjemahan juz amma memang waktu itu terkesan terburu-

buru karena menjelang pilgub 2013, dan waktu itu di launching di Masjid

Raya at-Taqwa Mataram, dulukan belum ada Masjid Hubbul Wathan

Islamic Center.

4. Dialek bahasa Sasak yang digunakan dalam terjemahan ini?

Jadi berdasarkan pengamatan itu yang dilakukan oleh tim pakar bahasa

dan budaya Sasak itu terdapat sistem bahasa yang terstrata Namanya

ditandai ada kumpulan bahasa yang berbeda-beda tingkatannya, ada

bahasa halus kemudian ada bahasa Sasak kasar seperti itu, jadi Al-Qur’an

ini bahasanya tidak semuanya bahasa halus, tidak semuanya bahasa kasar

Cuma sempat terjadi dialog, diskusi dengan beberapa pihak, misalnya

kenapa tidak pilih bahasa Lombok Tengah, yang kebanyakan

menggunakan bahasa halus misalnyakan, terus kenapa tidak memilih

bahasa Pancor misalnya, kan agak kasar seperti itu, jadi setelah diamati

oleh kami tim waktu itu walaupun tidak banyak yang menggunakan dialek

ngeno ngene tapi waktu itu memang kebanyakan dari anggota tim

penerjemah menggunakan ngeno ngene jadi kita sepakati menggunakan

dialek itu khususnya dalam kitab Juz Amma al-Majidi. Atau mungkin

seperti variasi pemakaian bahasa yang secara faktor sosiologis terdapat

Page 79: Imam Hidayatullah NIM :1112034000084repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42201/2/IMAM... · dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus

pula variasi yang disebabkan faktor geografi, keadaan lingkungan itu

dialek ataukah lahjah memiliki 5 dialek yaitu dialek ngeno ngeni, dialek

meno meni, dialek meriak meriku (pernah denger dialek ini), dialek keto

kete dan dialek gento gente, ini ada lima dialek. Jadi lima dialek ini karena

di Lombok yang paling banyak digunakan setelah diamati paling banyak

menggunakan dialek ngeno ngeni, jadi standar bahasa yang paling banyak

digunakan dalam penerjemahan Al-Qur’an adalah dialek ngeno ngeni

karena dialek ini paling banyak digunakan di Lombok daerah Lombok

Timur tepatnya di daerah Pringgebaye, kemudian kesana-kesana

pokoknya.

5. Kenapa dinamakan kitab Juz ‘Amma al-Majidi?

Jadi dinamakan Juz Amma Al majdi karena pemerintah provinsi

juga mensupport kegiatan ini, dan pemerintah provinsi yang memberi

nama jadi kenapa dinamakan Juz Amma Al Majdi mungkin karena ada

dua pemaknaan yang pertama Misbahillah Al Mukarrom TGKH. M.

Zainuddin Abdul Madjid, kemudian kedua bisa juga ada muatan lokal

disini TGKH. Maulana Syeikh, kira-kira seperti itu. Makanya ada dua

makna kenapa dinamakan Al Majdi.

Imam : anda masih ingat kapan mulai dilakukan penerjemahan ini?

Dr. H. Lalu Supriadi : tahun 2011 sampai tahun 2013 karena seingat saya

waktu itu penyerahan naskah ke Kementerian Agama. Tahun 2013 naskah

terjemahan diserahkan secara keseluruhan.

Imam : itu kan sudah dapat tahsin di lajnah penghafal Al-Qur’an

Kementerian Agama tahun 2012.

Dr. H. Lalu Supriadi : karena waktu itu banyak kebutuhan program kita

di daerah, banyak kegiatan salah satunya hari raya Idul Fitri dan ada

aktifitas keagamaan pada waktu itu, pemerintah provinsi menganggap

penting mencetak terjemahan Al-Qur’an mungkin kalau semuanya

diterjemakhkan waktunya tidak memungkinkan akhirnya yang paling

Page 80: Imam Hidayatullah NIM :1112034000084repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42201/2/IMAM... · dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus

memungkinkan bisa jadi satu buku adalah juz Amma Al Majdi, dan waktu

itu dibagi orang-orang yang melaksanakan sholat Idul Fitri.

6. Metode penerjemahan yang digunakan?

Jadi waktu kita menerjemahkan kita dibekali oleh terjemahan

terbaru tahun 2011 itu terjemahan yang dilakukan oleh Kementerian

Agama versi terbaru dan mengikuti itu kira-kira. Adapun metode

penerjemahan saya kira ini masuk metode harfiyah ya, karena walapun

kita agak sulit mencari terjemahan al-Qur’an atau bahasa Arab ke bahasa

Sasak tapi kita mencoba mencari padanan kata yang benar benar pas dalam

menerjemahkan, jadi ini kita tidak terjemahkan bahasa Indonesia yang dari

kemenag ke bahasa Sasak. Tidak seperti itu. Walaupun dalam

menerjemahkan al-Qur’an saya kira tidak mungkin bisa harfiyah tapi kalau

kita bagi terjemahan itu kedalam dua pembagian yakni, harfiyah dan

tafsiriyah saya kira juz amma al-Majidi ini lebih cocok di kategorikan

terjemahan harfiyah.

7. Biodata singkat tim penerjemah?

Dari Dr. Subhan Abdullah, beliau adalah Dosen di UIN Mataram

alumni Daarul Hasaniah Maroko S1 di Universitas Islam Madinah dan S2,

S3 di Maroko.

Imam : Jurusannya?

Dr. H. Lalu Supriadi : Jurusannya adalah Tafsir Hadits, dan beliau

pejabat juga di kampus, kemudian sekarang dekan Fakultas Dakwah dan

Ilmu Komunikasi.

Imam : asli beliau (Dr. Subhan Abdullah) bapak?

Dr. H. Lalu Supriadi: asli beliau dari Sumbawa.

Imam : terus ada Dr. H. L. Ahmad Zainuri.

Page 81: Imam Hidayatullah NIM :1112034000084repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42201/2/IMAM... · dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus

Dr. H. Lalu Supriadi : Dr. H. L. Ahmad Zainuri ini dari Praya Lombok

Tengah, beliau Dosen juga di UIN Mataram Pendidikan S1 di Yordania,

kemudian S2 S3 di UIN Ciputat jurusannya dakwah.

Imam : berarti sekarang beliau dekan 3.

Imam : tahun lahirnya (Dr. H. L. Ahmad Zainuri)?

Dr. H. Lalu Supriadi : tahun lahir mungkin ada datanya di Internet.

Imam : kemudian Dr. H. Muhammad Said Ghazali?

Dr. H. Lalu Supriadi : Dr. H. Muhammad Said Ghazali berasal dari

Gelogor Lombok Barat, S1 S2 S3 di Universitas Al Azhar Mesir Dosen di

Fakultas Syari’ah UIN Mataram dan sekarang dia wakil dekan 3 di

Fakultas Ushuluddin dan Sosiologi Agama, konsentrasinya Ushul Fiqh.

Imam : Dr. H. L. Supriadi, MA?

Dr. H. Lalu Supriadi : ia berasal dari Kutaraja Lombok Timur, 25

Agustus 1976, Pendidikan S1 di Universitas Islam Madinah, S2 S3 di

Universitas Islam AsSunnah Sudan, konsentrasi Ushul Fiqh dan sekarang

kepala fakukltas pusat pengembangan bahasa UIN Mataram.

Imam : kemudian DR. H. L. Muhsin?

Dr. H. Lalu Supriadi : Dr. H. L. Muhsin ini dari Pemenang Kabupaten

Lombok Utara Dosen di Fakultas Tarbiyah UIN Mataram, S1 di

Universitas Al Azhar Mesir, S2 S3 di UIN Ciputat. Sekarang beliau Dosen

di Fakultas Tarbiyah bidang Ilmu Keguruan.

Imam : kemudian ada Dr. H. Dedi Wahyudi?

Dr. H. Lalu Supriadi : beliau berasal dari Pelambek Lombok Tengah, S1

di Universitas Wali Songo yang di Jawa, S2 S3 di Maroko, namanya

Universitas Abdul Malik Saaqil, konsentrasi di pemikiran islam.

Imam : kemudian Dr. Jamaludin MA?

Page 82: Imam Hidayatullah NIM :1112034000084repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42201/2/IMAM... · dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus

Dr. H. Lalu Supriadi : beliau dari kembang keram Lombok Timur, S1 S2

S3 di UIN Ciputat.

Imam : ini direktur pascasarjana.

Dr. H. Lalu Supriadi : beliau konsentrasi di Sejarah Kebudayaan Islam,

banyak meneliti tentang situs-situs purbakala dan makam-makam.

Imam : kemudian ada TGH. Salimun Jihan?

Dr. H. Lalu Supriadi : beliau dari Pancor Lombok Timur, S1 di

Universitas Al Azhar Mesir, S2 S3 di UIN Sunan Ampel, beliau belum

ditulis gelar S3 nya, Dosen Fakultas Tarbiyah. baiklah kebetulan waktu itu

belum selesai S3 nya, konsentrasi Ushul Fiqh. Ust. M. Sa’i? beliau S1 S2

S3 di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Sastra Arab berasal dari dekat

Sweta Mataram, (lupa nama desanya), beliau sekarang Dosen Fakultas

Dakwah dan Komunikasi.

Imam : selanjutnya pak mungkin ada rekomendasi dari bapak? Ada tidak

jurusan ilmu Al-Qur’an dan tafsir di UIN Mataram yang lulusannya?

Dr. H. Lalu Supriadi : belum ya, karena masih baru, IQT namanya (Ilmu

Qur’an dan Tafsir).

Imam : berarti belum ada ya untuk skripsi mengenai itu?

Dr. H. Lalu Supriadi : belum ada.

Imam : berarti ini tulisan-tulisan yang belum mengkaji tentang itu, bapak

mungkin ada rekomendasi yang bisa saya baca?

Dr. H. Lalu Supriadi: kalau tentang Al-Qur’an tidak ada. Tapi kalau

bahasa Sasak, kamus bahasa Sasak ada, memang ada beberapa refrensi

yang dipergunakan termasuk bahasa.

Dr. H. Lalu Supriadi: dibagikan juga kita dahulu kamus bahasa Sasak,

kemudian ada juga misalnya dalam buku pelajaran bahasa Sasak celaten,

karya pak Lalu Ije yang dikoreksi oleh L. Muksir.

Page 83: Imam Hidayatullah NIM :1112034000084repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42201/2/IMAM... · dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus

Imam : sebelum atau sesudah ini?

Dr. H. Lalu Supriadi : waktu itu sebelum dia diserahkan ke Kementerian

Agama kebetulan saya berdua diminta untuk ke Jakarta sebagai pembahas

Al-Qur’an terjemahan bahasa daerah termasuk Makasar, kemudian Kaili

dan Sasak, waktu setelah pulang dari sana saya menulis opini, mungkin

mudah-mudahan bermanfaat terkait misalnya adanya keterbatasan-

keterbatasan bahasa Sasak untuk menerjemahkan Al-Qur’an begitu kan,

keterbatasa-keterbatasan seperti keterbatasan kosa-kata dan kalau KBBI

ada 62.100 jadi jumlahnya yang dipakai kosa-kata Indonesia itu, jadu

jumlah entry dalam KBBI 62.100. Berhadapan dengan bahasa Arab yang

lebih kaya lebih dari 80.000 entry, sementara bahasa Sasak ini katanya dia

tidak sampai 5000 entry. jadi bahasa Sasak 5000 entry, bahasa Indonesia

62.100 entry kemudian bahasa Arab 80.000 entry jadi bagaimana bisa

berhadapan bahasa Sasak dengan bahasa Arab yang kosa-katanya banyak,

kemudian yang kedua ada keterbatasan gramatikal dalam format logika, ini

kemudian ada juga misalnya metodologi belum. misalnya ketika

menggunakan perumpamaan, majas dan kinayah misalnya keterbatasan

aspek fungsional, misalnya kata belian, dalam kata belian yang ada,

kemudian secara fungsional bergeser ke dokter, jadi belian sudah tidak

ada, semakin tidak banyak dipergunakan tapi diganti oleh dokter,

kemudian matak diganti dengan merampek.

Imam : kalau literatur yang sudah diterbitkan mengenai ini ada yang

kemudian di Yogya yang pernah wawancara anda ada tidak? Atau buku,

tesis, disertasi yang menulis tentang ini ada tidak?

Dr. H. Lalu Supriadi : saya belum tahu, untuk itu maksudnya mengenai

bahasa Sasak kan?

Imam : iya mengenai terjemahan ini maksudnya.

Page 84: Imam Hidayatullah NIM :1112034000084repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42201/2/IMAM... · dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus

Dr. H. Lalu Supriadi: sejauh ini sih belum ada, dulu ada yang katanya mau

nulis dari UIN ciputat juga tapi saya dengar dari Dr. Saparuddin tidak jadi

melakukan penelitian karena masa studinya habis.