Ilmu Telinga Hidung dan Tenggorokan
Ilmu Telinga Hidung dan Tenggorokan2015
BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar Belakang Untuk mengetahui penyakit dan
kelainan hidung, perlu diingat kembali tentag anatomi hidung.
Anatomi dan fungsi fisiologis normal harus diketahui dan diingat
kembali sebelum terjadi perubahan anatomi dan fisiologi yang dapat
berlanjut menjadi suatu penyakit atau kelianan.2Hidung merupakan
organ penting, yang seharusnya mendapat perhatian lebih dari
biasanya : merupakan satu organ pelindung tubuh terpenting terhadap
lingkungan yang tidak menguntungkan. Pada era dimana semakin banyak
penelitian dan publikasi ilmiah didedikasikan terhadap bahaya kerja
dan polutan udara, suatu pemahaman mendasar mengenai anatomi dan
fisiologi hidung adalah penting.1Hidung mempunyai beberapa fungsi
sebagai indra penghidu, menyiapkan udara inhalasi agar dapat
digunakan paru paru, mempengaruhi reflex tertentu pada paru paru
dan memodifikasi bicara.1
Perforasi septum adalah timbulnya lubang pada septum yang
disebabkan oleh berbagai macam trauma, penyakit, dll. Hussain
(1997) mendapatkan dari 15 kasus yang ditangani selama 2 tahun, 7
kasus (46,6%) diantaranya adalah iatrogenic. Lokasi yang paling
sering dijumpai adalah adalah pada daerah anterior septum. Kelainan
ini sering tanpa gejala, kalau pun ada tergantung dari ukuran
perforasi. Bila perforasi kecil, hidung seperti bersiul dapat
terdengar pada waktu respirasi. Gejala lain yang dapat dijumpai
adalah krusta, epistaksis dan obstruksi hidung.7Penanganan
perforasi septum terdiri dari konservatif dan tindakan bedah,
Penanganan yang tepat akan mencegah perkembangan dari perforasi dan
hal ini penting terutama pada anak anak, dimana perforasi septum
pad hidung yang sedang dalam masa pertumbuhan akan memperlambat
perkembangan hidung.7
BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI HIDUNG2.1.1
Hidung LuarMenonjol pada garis tengah di antara pipi dengan bibir
atas, struktur hidung luar dapat dibedakan atas tiga bagian yaitu :
yang paling atas, kubah tulangyang tak dapat digerakkamn,
dibawahnya terdapat kubah kartilago yang sedikit dapat digerakkan,
dan yang paling bawah adalah lobules hidung yang mudah digerakkan.
Belahan bawah aperture periformis hanya kerangka tulangnya saha,
memisahkan hidung luar dengan hidung dalam. Disebelah superior,
struktur tulang hidung berupa perosesus maksia yang berjalan ke
atas dan kedua tulang hidung, semuanya disokong oleh prosesus
nasalis tulang frontalis dan suatu bagian laminaperpendikularis
tulang etmoidalis.1
Gambar 1. Anatomi Hidung Luar
Bagian berikutnya yaitu kubah kartilago yang sedikit dapat
digerakkan, dibentuk oleh kartilago lateralis superior yang saling
berfusi di garis tengah serta berfusi pula dengan tepi atas
kartilago septum kuadrangularis. Sepertiga bawah hidung luar atau
lobules hidung, di pertahankan bentuknya oleh kartilago lateralis
inferior.Struktur tersepmit dari seluruh saluran pernapasan atas
adalah apa yang disebut sebagai limen nasi atau os internum oleh
ahli anatomi, atau sebagai katup hidung Mink oleh ahli faal.1
2.1.2 Hidung DalamStruktur yang membentang dari os internum di
sebelah anterior hingga koana di posterior, yang memisahkan hidung
dari nasofaring, Septum nasi merupakan struktur tulang digaris
tengah secara anatomi membagi organ menjadi dua hidung.
Selanjutnya, pada dinding hidung terdapat pula konka dengan rongga
udara yang tidak teratur diantaranya-meatus superior, media dan
inferior. Sementara kerangka tulang tampaknya menentukan diameter
yang pasti dari rongga udara, struktur jaringan lunak yang menutupi
hidung dalam cenderung bervariasi tebalnya, juga mengubah
resistensi, dan akibatnya tekanan dan volume aliran udara inspirasi
dan ekspirasi. Diameter yang berbeda beda disebabkan oleh kongesti
dan dekongesti mukosa, perubahan badan vascular yang dapat
mengembang pada konka dan septum atas, dan dari krusta dan deposit
atau secret mukosa.1Duktus biliaris bermuara pada meatus inferior
dibagian anterior. Hiatus semilunaris dari meatus media merupakan
muara sinus frontalais, etmoidalis anterior dan sinus
maksilaris.Ujung ujung saraf olfaktorius menempati daerah kecil
pada bagian lateral dan medial dinding hidung dalam dank e atas
hingga kubah hidung. Bagian tulang dari septum terdiri dari
kartilago septum (kuadrangularis) disebelah anterior, lamina
perpendikularis tulang etmoidalis di sebelah atas, vomer dan
rostrum sphenoid di posterior dan suatu Krista disebelah bawha,
terdiri atas Krista maksial dan Krista palatine.1
Gambar 2. Anatomi hidung dan cavum nasi
2.1.3 Anatomi Septum NasiNasal septum terdiri dari tiga bagian
yaitu :61. Septum ColumellarCollumelar septum terbentuk dari
columella krura medial kartilago alar yang bersatu bersama sama
oleh jaringan fibrosa dan kedua sisi tertutup oleh kulit.2. Septum
membraneSeptum mebran terdiri dari lapisan ganda di kulit tulang,
terletak diantara columella dan perbatasan caudal dari septum
tulang. Rawan.Kedua bagian columellar dan membrane bergerak bebas
dari sisi ke sisi.3. Septum yang tepatSeptum yang tepat terdiri
dari kerangka osteocartilanginous, ditutupi dengan selaput lender
hidung. Konstituen utamanya adalah : Pelat tegak lurus dari os
etmoid, os vomer dan sebuah septum besar (segi empat) tulang rawan
terjepit diantara dua tulang anteriorSeptum tulang rawan tidak
hanya membentuk sebuah pastisi antara kanan dan kiri dari rongga
hidung, tetapi juga memberikan dukungan dari ujung dan dorsum
cartilanginous bagian dari hidung.6
Bagiab terbesar dari septum nasi dibentuk oleh lamina
perpendikularis os temoid posterior dan tulang rawan septum
anterior, vomer membentuk bagian posterior dari septum nasi,
sementara krura medial dri kartilago alar mayor dan prosesus nasal
bawah (Krista) maksila membentuk bagian anterior septum.7
2.1.4Fisiologi HidungHidung mempunyai empat fungsi utama ; yaitu
(1) Sebagai lokasi epitel olfaktorius. (2) Saluran udara yang kokoh
menuju traktur respiratorius bagian bawah, (3) organ yang
mempersiapkan udara inspirasi agar sesuai dengan permukaan paru,
dan(4) sebagai organ yang mampu membersihkan dirinya sendiri.3a.
Sebagai jalan nafasSaat inspirasi, udara masuk melalui nares
anterior, lalu naik ke atas setinggi konka media kemudian turun
kearah nasofaring, sehingga udara berbentuk lengkungan atau arkus.
Saat ekspirasi, udara masuk melalui koana dan kemudian mengikuti
jalan yang sama seperti saat inspirasi, di bagian depan aliran
udara memecah sebagian melalui nares anterior dan sebagian lagi ke
belakang membentuk pusaran dan bergabung dengan aliran udara
nasofaring.2b. Pengatur kondisi udaraFungsi ini dilakukan dengan
cara mengatur kelembaban udara dan mengatur suhu.2c. Sebagai
penyaring dan pelindungFungsi ini berguna untuk membersihkan udara
inspirasi dari debu dan bakteri dan dilakukan oleh rambut
(vibrissae) pada vestibulum nasi, silia, palut lendir dan enzim
yang dapat menghancurkan beberapa bakteri yang disebut lisozim.2d.
Indera penghiduHidung bekerja sebagai indera penghidu karena adanya
mukosa olfaktorius pada atap rongga hidung, konka superior dan
sepertiga bagian atas septum nasi. Partikel bau dapat mencapai
daerah ini dengan cara difusi dengan palut lendir atau bila menarik
nafas dengan kuat.Epitel olfaktorius adalah epitel berlapis semu
berwarna kecoklatan dan terdiri dari tiga macam sel-sel saraf yaitu
sel penunjang, sel basal dan sel olfaktorius. Lamina propia di
daerah olfaktorius mengandung kelenjar olfaktorius Bowman. Sel
penunjang dan kelenjar Bowman (Graziadei) yang menghasilkan mukus
cair.Diantara sel-sel penunjang terdapat sel olfaktorius yang
bipolar, sedangkan di bagian puncak sel terdapat dendrit yang telah
berubah bentuk dan melanjutkan diri ke permukaan epitel, kemudian
membentuk bulatan disebut vesikel olfaktorius. Menurut teori
stereokimia untuk penghidu setiap bau dari ketujuh bau-bauan kimia
atau dasar, indera penciuman mempunyai molekul yang ukuran dan
bentuknya unik dan bersifat elektrofilik atau nukleofilik. Epitel
olfaktorius diduga mempunyai reseptor-reseptor yang bentuk dan
dimensinya tertentu sehingga satu molekul bau yang spesifik
membutuhkan partikel reseptor tersendiri. Bau-bauan primer seperti
bau-bauan eterial, kamper, musky, wangi bunga, bau permen, pedas
dan busuk. Bau tambahan termasuk bau amandel, merupakan kombinasi
yang ditimbulkan oleh pertautan molekul-molekul dengan dua atau
lebih reseptor primer.1Teori lain berpendapat bahwa kualitas
molekul yang dianggap sebagai bau adalah interaksi antara vibrasi
dengan organ reseptor. Kemungkinan besar, permulaan perjalanan
impuls pada nervus olfaktorius adalah rangsangan pada batang
olfaktorius atau silia, mungkin oleh larutan partikel bau-bauan
dalam lendir. Pada perangsangan sel reseptor, akan timbul perubahan
potensial listrik yang menghasilkan penjalaran impuls ke bulbus
olfaktorius untuk merangsang sel mitral. Bulbus olfaktorius
mempunyai aktivitas listrik yang menetap dan terus-menerus.1Ujung
proksimal sel olfaktorius menipis sampai hanya berbentuk filamen
setebal 1 mikrometer, yakni akson. Bersama-sama akson lainnya
berkumpul membentuk gabungan 20 filamen disebut fila olfaktoria,
yang berjalan melalui lubang pada lamina kribrosa dan memasuki
bulbus olfaktorius di otak. Fila ini tidak bermielin.1Di dalam
bulbus olfaktorius akson dari nervus olfaktorius akan berhubungan
dengan sel-sel mitral dan akson ini meninggalkan bulbus untuk
membentuk traktus olfaktorius yang berjalan sepanjang dasar lobus
frontalis untuk kemudian masuk ke korteks piriformis, komisura
anterior, nukleus kaudatus, tuberkulus olfaktorius dan limbus
anterior kapsula interna dengan hubungan sekunder.3.5,6e. Resonansi
suaraResonansi oleh hidung penting untuk kualitas suara ketika
berbicara dan menyanyi. Sumbatan hidung akan menyebabkan resonansi
berkurang atau hilang, sehingga terdengar suara sengau
(rinolalia).2f. Proses bicaraHidung membantu proses pembentukan
kata-kata. Kata dibentuk oleh lidah, bibir dan palatum mole. Pada
pembentukan konsonan nasal (m, n, ng) rongga mulut tertutup dan
hidung terbuka, palatum mole turun untuk aliran udara.2g. Refleks
nasalMukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan
dengan saluran cerna, kardiovaskuler dan pernafasan. Contoh:
iritasi mukosa hidung menyebabkan refleks bersin dan nafas
berhenti. Rangsangan bau tertentu menyebabkan sekresi kelenjar
liur, lambung dan pankreas.2
2.2 Epistaksis 2.2.1 DefinisiEpistaksis adalah perdarahan akut
yang berasal dari lubang hidung, rongga hidung atau nasofaring.
Epistaksis bukan suatu penyakit, melainkan gejala dari suatu
kelainan yang mana hamper 90% dapat berhenti sendiri.7
2.2.2 EtiologiPerdarahan hidung diawali oleh pecahnya pembuluh
darah di dalam selaput mukosa hidung. Delapan puluh persen
perdarahan berasal dari pembuluh darah Pleksus Kiesselbach (area
little). Pleksus Kiesselbach terletak di septum nasi bagian
anterior, di belakang persambungan mukokutaneus tempat pembuluh
darah yang kaya anastomosis. Epistkasis dapat ditimbulkan oleh
sebab sebab local dan umum atau kelainan sistemik.5,8,9,101.
Lokala. TraumaPerdarahan dapat terjadi karena trauma ringan,
misalnya mengorek hidung, benturan ringan, bersin atau mengeluarkan
ingus terlalu keras, atau sebagai akibat trauma yang lebih hebat
seperti kena pukul, jatuh atau kecelakaan lalu lintas. Trauma
karena sering mengorek hidung dapat menyebabkan ulserasi dan
perdarahan di mukosa bagian septum anterior. Selain itu epistaksis
juga bias terjadi akibat adanya benda asing tajam atau trauma
pembedahan.5,7Epistaksis sering juga terjadi karena adanya spina
septum yang tajam. Perdarahan dapat terjadi di tempat spina itu
sendiri atau pada mukosa konka yang berhadapan bila konka itu
sedang mengalami pembengkakan. Bagian anterior septum nasi, bila
mengalami deviasi atau perforasi, akan terpapar aliran udara
pernafasan yang cenderung mengeringkan sekresi hidung. Pembentukan
krusta yang keras dan usaha melepaskan dengan jari menimbulkan
trauma digital. Pengeluaran krusta berulang menyebabkan erosi
membrane mukosa septum dan kemudian perdarahan. 5,7,8Benda asing
yang berada di hidung dapat menyebabkan trauma local, misalnya pada
pipa nasogastrik dan pipa nasotrakea yang menyebabkan trauma pada
mukosa hidung. Trauma hidung dan wajah sering menyebabkan
epistaksis. Jika perdarahan disebabkan karena laserasi minimal dari
mukosa, biasanya perdarahan yang terjadi sedikit tetapi trauma
wajah yang berat dapat menyebabkan perdarahan yang banyak.
b. Infeksi Infeksi hidung dan sinus paranasal, rhinitis,
sinusitis serta granuloma spesifik, seperti lupus, sifilis dan
lepra dapat menyebabkan epistaksis. Infeksi akan menyebabkan
inflamasi yang akan merusak mukosa. Inflamasi akan menyebabkan
peningkatan permeabilitas pembuluh darah setempat sehingga
memudahkan terjadinya perdarahan di hidung.c. Neoplasma Epistaksis
yang berhubungan dengan neoplasma biasanya sedikit dan intermiten,
kadang-kadang ditandai dengan mucus yang bernoda darah. Hemangioma,
angiofibrima dapat menyebabkan epistaksis berat. Karena pada tumor
terjadi pertumbuhan sel yang abnormal dan pembentukan pembuluh
darah yang baru (neovaskularisasi) yang bersifat rapuh sehingga
memudahkan terjadinya perdarahan.
d. Kelainan KongenitalKelainan congenital yang sering
menyebabkan epistaksis ialah perdarahan telangiektasis herediter
(hereditary hemorrhagic telangiectasi/ Osleds disease). Juga sering
terjadi pada Von Willendbrand disease. Telangiectasis hemorrhagic
hereditary adalah kelainan bentuk pembuluh darah dimana terjadi
pelebaran kapiler yang bersifat rapuh sehingga memudahkan
terjadinya perdarahan. Jika ada cedera jaringan, terjadi kerusakan
pembuluh darah dan akan menyebabkan kebocoran darah melalui lubang
pada dinding pembuluh darah. Pembuluh dapat rusak dekat permukaan
seperti saat terpotong. Atau dapat rusak di bagian dalam tubuh
sehingga terjadi memar atau perdarahan dalam.
e. Deviasi SeptumDeviasi septum ialah suatu keadaan dimana
terjadi peralihan posisi dari septum nasi dari letaknya yang berada
di garis medial tubuh. Selain itu dapat menyebabkan turbulensi
udara yang dapat menyebabkan terbentuknya krusta. Pembuluh darah
mengalami rupture bahkan oleh trauma yang sangat ringan seperti
menggosok-gosok hidung.f. Pengaruh LingkunganMisalnya tinggal di
daerah yang sangat tinggi, tekanan udara rendah atau lingkungan
udaranya sangat kering. Kelembapan udara yang rendah dapat
menyebabkan iritasi mukosa. Epistaksis sering terjadi pada udara
yang kering dan saat musim dingin yang disebabkan oleh
dehumidifikasi mukosa nasal, selain itu disebabkan oleh zat-zat
kimia yang bersifat korosif yang dapat menyebabkan kekeringan
mukosa sehingga pembuluh darah gampang pecah.
2. Sistemika. Kelainan DarahBeberapa kelainan darah yang dapat
menyebabkan epistaksis adalah trombositopenia, hemophilia dan
leukemia. Trombosit adalah fragmen sitoplasma mengakarosit yang
tidak berinti dan dibentuk di sumsum tulang. Trombosit berfungsi
untuk pembekuan darah bila terjadi trauma. Trombosit pada pembuluh
darah yang rusak akan melepaskan serotonin dan tromboksan A
(prostaglandin), hal ini menyebabkan otot polos dinding pembuluh
darah berkonstriksi. Pada awalnya akan mengurangi darah yang
hilang, kemudian trombosit membengkak, menjadi lengket, dan
menempel pada serabut kolagen dinding pembuluh darah yang rusak dan
membentuk plug trombosit.Trombosit juga akan melepas ADP untuk
mengaktifasi trombosit lain, sehingga mengakibatkan agregasi
trombosit untuk memperkuaat plug. Trombositopenia adalah keadaan
dimana jumlah trombosit kurang dari 150.000/ul. Trombositopenia
akan memperlama waktu koagulasi dan memperbesar resiko terjadinya
perdarahan dalam pembuluh darah kecil di seluruh tubuh sehingga
dapat terjadi epistaksis pada keadaan trompositopenia.Hemifilia
adalah penyakit gangguan koagulasi herediter yang diturunkan secara
X-Linked resesif. Gangguan terjadi pada jalur intrinsic mekanisme
hemostasis herediter, dimana terjadi defisiensi atau defek dari
factor pembekuan VIII (hemophilia A) atau IX (hemophilia B). Darah
pada penderita hemophilia tidak dapat membeku dengan sendirinya
secara normal. Proses pembekuan darah berjalan amat klambat. Hal
ini dapat menyebabkan terjadinya epistkasis.Leukimia adalah jenis
penyakit kanker yang menyerang sel-sel darah putih yang diproduksi
oleh sumsum tulang (bone marrow). Sumsum tulang dalam tubuh manusia
memproduksi tiga tipe sel darah, diantaranya sel darah putih
(berfungsi sebagai daya tahan tubuh melawan infeksi), sel darah
merah (berfungsi membawa oksigen kedalam tubuh) dan trombosit
(bagian kecil sel darah yang membantu proses pembekuan darah). Pada
leukemia terjadi peningkatan pembentukan sel leukosit sehingga
menyebabkan penekanan atau gangguan pembentukan sel-sel darah yang
lain di sumsum tulang termasuk trombosit, sehingga terjadi keadaan
trombositopenia yang menyebabkan perdarahan mudah
terjadi.Obat-obatan seperti terapi antikoagulan, aspirin dan
fenibutazon dapat pula mempredisposisi epistaksis berulang. Aspirin
mempunyai efek antiplatelet yaitu dengan dengan menginhibisi
produksi tromboksan, yang pada keadaan normal akan mengikat
molekul-molekul trombosit untuk membuat suatu sumbatan pada dinding
pembuluh darah yang rusak. Aspirin dapat menyebabkan proses
pembekuan darah menjadi lebih lama sehingga dapat terjadi
perdarahan. Oleh karena itu, aspirin dapat menyebabkan epistasis.b.
Penyakit KardiovaskulerHipertensi dan kelainan pembuluh darah,
seperti pada aterosklerosis, sirosis hepatis, diabetes mellitus
dapat menyebabkan epistaksis. Epistaksis akibat hipertensi biasanya
hebat, sering kambuh dan prognosisnya tidak baik.
HipertensiHipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik
lebih daru 140 mmHG dan tekanan darah diastolic lebih dari 90 mmHG.
Epistaksis sering terjadi pada tekanan darah tinggi karena
kerapuhan pembuluh darah yang disebabkan oleh penyakit hipertensi
yang kronis terjadilah kontraksi pembuluh darah terus-menerus yang
mengakibatkan mudah pecahnya pembuluh darah yang tipis.
ArteriosklerosisPada arteriosklerosis terjadi kekakuan pembuluh
darah. Jika terjadi keadaan tekanan darah meningkat, pembuluh darah
tidak bias mengompensasi dengan vasodilatasi, menyebabkan rupture
dari pembuluh darah.
c. Sirosis HepatisHati merupakan organ penting bagi sintesis
protein-protein yang barkaitan dengan koagulasi darah, misalnya:
membentuk fibrinogen, protrombin, factor V,VI,VII,IX,X dan vitamin
K. Pada sirosis hepatis, fungsi sistesis protein-protein dan
vitamin yang dibutuhkan untuk pembekuan darah terganggu sehingga
mudah terjadi perdarahan yang dapat menyebabkan epistaksis pada
penderita sirosis hepatis.d. Diabetes MelitusTerjadi peningkatan
gula darah yang menyebabkan kerusakan mikroangiopati dan
makroangiopati. Kadar gula darah yang tinggi dapat menyebabkan sek
endothelial pada pembuluh darah mengambil glukosa lebih dari normal
sehingga terbentuklah lebih banyak glikoprotein pada permukaannya
dan hal ini juga menyebabkan basal membrane semakin menebal dan
lemah. Dinding pembuluh darah menjadi lebih tebal tapi lemah
sehingga mudah terjadi perdarahan. Sehingga epistaksis dapat
terjadi pada pasien diabetes mellitus.e. Infeksi Akut (Demam
Berdarah)Sebagai tanggapab terahadap infeksi virus dengue, kompleks
antige-antibodi selain mengaktivasi system komplemen, juga
menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivasu system koagulasi
melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah. Kedua factor tersebut
menyebabkan perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit terjadi sebagai
akibat dari perlekatan kompleks
2.2.3 PatogenesisSejauh ini belum ada literature yang
mengemukakan petogenesis terjadinya perforasi septum dengan jelas.
Beberapa literatur mengatakan bahwa pathogenesis berhubungan dengan
penyebab dari perforasi itu sendiri. Pada perforasi yang disebabkan
oleh trauma, perforasi terjdi akibat robejan dari mukoperikondirum
yang membentuk ulkus. Ulkus akibat trauma yang berkali kali
membentuk krusta dan rusta memperdalam ulkus sampai menyingkapkan
tulang rawan. Tulang rawan menjadi nekrosis dari perforasi yang
terjadi meluas ke mebran mukosa pada sisi yang berlawanan.72.2.4
Gejala KlinisGejala perforasi septum nasi dapat sangat mengganggu
pasien. Dapat berupa sensasi bersiul melewati hidung pada waktu
berbicara. Perforasi kecil lebih cenderung menimbulkan sensasi
bersiul ini dibandingkan perforsi yang sangat besar. Dengan
terlepasnya krusta, terjadi perdarahan. Epistaksis yang timbul
mungkin sulit dikontrol dan mungkin memerlukan pemasangan tampon
pada kedua sisi mempergunakan tekanan adekuat.1Gejala perforasi
septum juga bervariasi menurut ukuran, penyebab dan lokasi
perforainya. Perforasi kecil di anterior dapat menimbulkan bunyin
siulan, sedangkan bila besar tidak. Bila ada krusta besar, akan
terasa seperti benda asing dan bila ditiup dengan paksa atau
dikorek dengan jari, dapat menimbulkan perdarahan. Bila ada
epistaksis berulang harus dicurigai akan adanya ulkus yang
perforasi.Keluhan klinis termasuk juga pengerasan kulit dan
epistaksis berulang.3,52.2.5 DiagnosisDiagnosis ditegakkan
berdasarkan : 7a. Anamnesisb. Pemeriksaan fisik : di kavum nasi
dijumpai perforasi pada septum, adanya krusta dan epistkasisc.
Laboratorium1. Biopsy, untuk mengeluarkan kemungkinan disebabkan
peruses keganasan2. Tes serologi, pacta penderita yang diduga
terkena sifilis3. Tes urin, pada penderita yang diduga menggunakan
kokaind. Pemeriksaan Penunjang LainnyaCT-Scan dan / atau MRI :
Pacta beberapa kasus tertentu untuk menilai luasnya erosi tulang
adan mengukur besrnya perforasi.
2.2.6 Diagnosis BandingDiagnosis banding dari perforasi septum
adalah : 81. Deviasi septum2. Karsinoma hidung3. Infeksi sinus4.
Gangguan perdarahan5. Tumor jinak dari sinus6. Tumor ganas rongga
hidung7. Tumor ganas dari sinus
2.2.8 PenatalaksanaanPerforasi yang besar tidak dapat diperbaiki
dengan bedah penutupan. Yang kecil dapat ditutup dengan bedah
rekonstruksi yang baik. Bedah plastic menggunakan jabir, jabir
membrane mukosa dapat dipakai untuk menutup suatu perforasi dengan
dua jalan. Pertama, jabir mukosa septum dapat dibalik untuk menutup
perforasi.3
Brain mengatakan bahwa ada dua hal yang harus diperhatikan pada
penatalaksanaan perforasi septum, yaitu : pengobatan proses
penyebabnya dan menganjurkan penyembuhan alami pada
lesinya.7Beberapa ahli mengemukakan bahwa penatalaksanaan perforasi
septum terdiri dari 2 bagian :7a. Koservatif Tujuan dari
penatalaksaan ini adalah unutk menjaga kelembaban mukosa hidung.
Gejala seperti krusta dan epistaksis dapat dikurangi dengan
menggunakan salap dan irigasi pelembabb. OperasiBallenger
berpendapat bahwa opeasi menutupan dilakukan pada perforasi yang
kecil dan berlokasi di anterior. Dimana operas bisa diulang setelah
2 minggu.
BAB IIIKESIMPULANHidung adalah indera yang kita gunakan untuk
mengenali lingkungan sekitar atau sesuatudari aroma yang
dihasilkan. Kita mampu dengan mudah mengenali makanan yang sudah
busukdengan yang masih segar dengan mudah hanya dengan mencium
aroma makanan tersebut. Didalam hidung kita terdapat banyak sel
kemoreseptor untuk mengenali bau.Hidung berfungsi sebagai indera
pembau. Ujung-ujung saraf pembau terletak padaselaput lender rongga
hidung bagian atas, kerang hidung atas dan permukaan atas kerang
hidungyang tengah. Pada ujungs araf pembau terdapat selaput lender
yang berfungsi sebagai pelembabBau yang busuk pada rongga hidung
waktu kita menarik napas ditangkap oleh ujung sarafkemudian dibawa
ke pusat pembau di otak sehingga kita dapat menerima rangsang
bau.Perforasi septum adalah timbulnya lubang pada septum yang
disebabkan oleh berbagai macam trauma, penyakit, dll. Hussain
(1997) mendapatkan dari 15 kasus yang ditangani selama 2 tahun, 7
kasus (46,6%) diantaranya adalah iatrogenic. Lokasi yang paling
sering dijumpai adalah adalah pada daerah anterior septum. Kelainan
ini sering tanpa gejala, kalau pun ada tergantung dari ukuran
perforasi. Bila perforasi kecil, hidung seperti bersiul dapat
terdengar pada waktu respirasi. Gejala lain yang dapat dijumpai
adalah krusta, epistaksis dan obstruksi hidung.Perforasi septum
biasanya tanpa gejala, namun beberapa psien mungkin dating dengan
riwayat sumbatan hidung, pengerasan kulit, episode intermiten
epistaksis, bau busuk dari hidung atau suara bersiul saat bernafas
dari hidung.Perforasi septum dapat disebabkan oleh trauma hidung,
mengorek hidung, menghirup kokain, gangguan saluran napas nekrotik,
atau kadang kadang berbagai komplikasi sesudah operasi septum.
Kalau perforasi terlertak di depan dan besar, hidung dapat agak
pesek. Perforasi septum di belakang biasanya tanpa
gejala..Perforasi yang besar tidak dapat diperbaiki dengan bedah
penutupan. Yang kecil dapat ditutup dengan bedah rekonstruksi yang
baik. Bedah plastic menggunakan jabir, jabir membrane mukosa dapat
dipakai untuk menutup suatu perforasi dengan dua jalan. Pertama,
jabir mukosa septum dapat dibalik untuk menutup perforasi.Brain
mengatakan bahwa ada dua hal yang harus diperhatikan pada
penatalaksanaan perforasi septum, yaitu : pengobatan proses
penyebabnya dan menganjurkan penyembuhan alami pada lesinya.
DAFTAR PUSTAKA1. Effendi H, Santoso. Embriologi Anatomi dan
Fisiologi Telinga, Boies L, Higler P.Boies Buku Ajar Pentakit THT.
EGC.jakarta.1994, 2. Soetjipto D, Mangunkusumo E. Gangguan Penghidu
dalam: Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala
Leher. Soepardi EA, Iskandar N (ed). Jakarta: Balai Penerbit
FKUI,2001;1303. Ballenger JJ. Penyakit THT dan kepala leher. Ed.13.
jlid II. FKUI. Jakarta. 2002, H: 297-3034. Dhingra PL. Disease of
Ear, Nose and Throat. 4th ed. India: Elsevier. 2007;131.5. RS
Dhillon, East CA. Ear Nose and Throat and Head and Neck Surgery.
2nd ed. London: Churchill Livingstone, 1999;32.6. Romo T, et.al.A
Graduated Approach to the repair of nasal septal perforation.Plast
reconstr surg.1999 jon ; 103(2) H 66, Diambil dari
http://www.medscape.com/medline/search/local journal/ Abstr.html7.
Asroel, H. Agustaf. Perforasi Septum Nasi. Bagian Ilmu Penyakit THT
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Dalam
Repository.usu.ac.id, 20048. P.Van den Broek, L. Feenstra. Buku
saku ilmu kesehatan tenggorok, hidung dan telinga. Ed.12, Jakarta :
EGC,20099. Fornazieri, M.Aurelio. Perforation of nasal septum:
Etiologi and diagnosis. Dalam. International archives of
othorhinolaryngology. Oct-des.2010 vol.1410. S.Mocella, F.Muia.
Innovative technique for large septal perforation repair and
radiological evaluation Dalam. Acta othorhinolaryngology. Juni
2013. Vol 33(3).11. Warner Giles, Andrea Burgess. Otolaryngology
and Head and Neck Surgery. Oxford University, New York, 200912.
Corbridge Rogan, Nicholas Steventon. Oxford Handbook Of Ent and
Head and Neck Surgery, New York, 201013. J.P Medical. An
Illustrated Textbook. Ear, Nose and Throat and Head and Neck
Surgery, Second Edition, USA, 201414. J.P Medical. Textbook of Ear,
Nose and Throat Diseases. Twelfth Edition, USA. 201315. M. Seiden
Allen, Thomas A.Tani. Otolaryngology The Essentuals. Theme New
York. 200116. Nasal Perforation. Dalam
http://en.wikipedia.org/wiki/Nasal_septum_perforation17. Nasal
Septal Perforation. Dalam
http://www.channel4embarrassingillnesses.com/conditions/nasal-septal-perforation/18.
Perforasi Septum. Dalam
http://www.terapisehat.com/2010/10/perforasi-septum.html19.
Perforasi Septum. Dalam
http://assyifa12.blogspot.com/2013/04/perforasi-septum.html20.
Medicastore. Dalam
http://medicastore.com/penyakit/837/Perforasi_Septum.html
EPISTAKSISPage 12