Tugas 2 Resume buku Ny. Maria Farida Indrati Soeprapto, S.H.,M.H. JILID II BAB II PROSES PEMBENTUKAN UNDANG-UNDANG A. Pendahuluan Proses atau tata cara pembentukan perundang-undangan merupakan suatu tahapan kegiatan yang dilaksanakan secara berkesinambungan untuk membentuk undang-undang. Yang berhak mengajukan Rancangan undang-undang adalah : 1. Pengajuan dari Presiden berdasarkan Pasal 5 ayat (1) Undang- Undang Dasar 1945 (Perubahan). 2. Pengajuan dari Perwakilan Rakyat Republik Indonesia berdasarkan Pasal 21 Undang-Undang Dasar 1945 (Perubahan). 3. Pengajuan dari Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia berdasarkan Pasal 22D ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 (Perubahan). Secara garis besar proses pembentukan undang-undangan terdiri atas beberapa tahap, yakni : 1. Proses persiapan pembentukan undang-undang, yang merupakan proses penyusunan dan perancangan di lingkungan pemerintahan, di lingkungan dewan perwakilan rakyat, atau di lingkungan dewan perwakilan daerah. 2. Proses pembahasan di Dewan Perwakilan Rakyat 3. Proses pengesahan oleh Presiden, dan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Tugas 2Resume buku Ny. Maria Farida Indrati Soeprapto, S.H.,M.H. JILID II
BAB II
PROSES PEMBENTUKAN UNDANG-UNDANG
A. Pendahuluan
Proses atau tata cara pembentukan perundang-undangan merupakan suatu tahapan kegiatan yang
dilaksanakan secara berkesinambungan untuk membentuk undang-undang.
Yang berhak mengajukan Rancangan undang-undang adalah :
1. Pengajuan dari Presiden berdasarkan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 (Perubahan).
2. Pengajuan dari Perwakilan Rakyat Republik Indonesia berdasarkan Pasal 21 Undang-Undang
Dasar 1945 (Perubahan).
3. Pengajuan dari Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia berdasarkan Pasal 22D ayat (1)
Undang-Undang Dasar 1945 (Perubahan).
Secara garis besar proses pembentukan undang-undangan terdiri atas beberapa tahap, yakni :
1. Proses persiapan pembentukan undang-undang, yang merupakan proses penyusunan dan
perancangan di lingkungan pemerintahan, di lingkungan dewan perwakilan rakyat, atau di
lingkungan dewan perwakilan daerah.
2. Proses pembahasan di Dewan Perwakilan Rakyat
3. Proses pengesahan oleh Presiden, dan
4. Proses pengundangan ( Oleh Menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang peraturan
perundang-undangan).
B. Proses pembentukan Undang-Undang Berdasarkan Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
Dalam pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan ditetapkan bahwa yang dimaksud dengan Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan proses pembuatan peraturan perundang-undangan yang pada dasarnya
adalah :
a. Perencanaan,
b. Persiapan,
c. Teknik penyusunan,
d. Perumusan,
e. Pembahasan,
f. Pengesahan,
g. Pengundangan, dan
h. Penyebarluasan.
Tahap-tahap Pembentukan peraturan perundang-undangan pada umumnya dilakukan sebagai
berikut :
1. Perencanaan Penyusunan Undang-Undang
Proses pembentukan undang-undang menurut pasal 15 ayat (1) dan 16 Undang-Undang No. 10
Th. 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dilaksanakan sesuai dengan
Program Legislasi Nasional, yang merupakan perencanaan penyusunan Undang-Undang yang
disusun secara terpadu antara Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah Republik Indonesia.
Tata cara penyusunan dan pengelolaan Prolegnas tersebut dalam pelaksanaannya diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Presiden No. 61 Th. 2005 tentang Tata cara Penyusunan dan
pengelolaan Program Legislasi Nasional, yang ditetapkan pada tanggal 13 Oktober 2005.
2. Persiapan Pembentukan Undang-Undang
Rancangan undang-undang dapat berasal dari (Anggota) DPR, Presiden, maupun dari DPD yang
disusun berdasarkan Prolegnas. Rancangan undang-undang yang berasal dari DPD adalah
rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan antara pusat dan
daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam
dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat
dan daerah. (Pasal 22D ayat (2) UUD 1945, dan Pasal 17 ayat (2) UU No. 10 Th. 2004).
3. Pengajuan Rancangan Undang-Undang
Pengajuan rancangan undang-undang yang berasal dari Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, dan
Dewan Perwakilan Daerah diatur dalam Pasal 18 dan Pasal 19 Undang-Undang No. 10 Th. 2004
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Setelah rancangan undang-undang yang
diajukan oleh Presiden, selesai disiapkan, maka sesuai dengan Pasal 20 Undang-Undang No. 10
Th. 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, rancangan undang-undang
tersebut diajukan ke Dewan Perwakilan Rakyat dengan surat Presiden (dahulu Amanat Presiden).
C. Proses Penyiapan Rancangan Undang-Undang dari Pemerintah berdasarkan Peraturan Presiden
No. 68 Tahun 2005 tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang, Rancangan
Peraturan Pengganti Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah, dan Rancangan
Peraturan Presiden.
Proses penyiapan rancangan undang-undang yang berasal dari Pemerintah saat ini dilakukan
menurut Peraturan Presiden No. 68 Th. 2005 tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan
Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Rancangan
Peraturan Pemerintah, dan Rancangan Peraturan Presiden, yang ditetapkan tanggal pada tanggal
24 November 2005. Tata cara mempersiapkan undang-undang yang berasal dari Pemerintah
dilakukan melalui tahapan sebagai berikut:
a. Penyusunan Rancangan Undang-Undang ada dua jenis yakni;
a. Penyusunan undang-undang berdasarkan Prolegnas (Pasal 2 Peraturan Presiden No. 68 Th.
2005)
Konsepsi pengaturan rancangan undang-undang yang diajukan meliputi:
a) Urgensi dan tujuan pengaturan,
b) Sasaran yang ingin diwujudkan,
c) Pokok pikiran, lingkup, atau objek yang akan diatur; dan
d) Jangkauan serta arah pengaturan.
b. Penyusunan rancangan undang-undang diluar Prolegnas (Pasal 3 ayat (1) Peraturan Presiden No.
68 Th. 2005)
Keadan tertentu untuk mengajukan rancangan undang-undang yang dimaksud dalam Pasal 3 ayat
(1) tersebut adalah;
a) Menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang menjadi Undang-Undang
b) Meratifikasi konvensi atau perjanjian internasional
c) Melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi
d) Mengatasi keadaan luar biasa, keadaan konflik, atau bencana alam; atau
e) Keadaan tertentu lainnya yang memastikan adanya urgensi nasional atas suatu Rancangan
Undang-Undang yang dapat disetujui bersama oleh Badan Legislasi DPR dan Menteri.
b. Penyampaian Rancangan Undang-Undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat (Pasal 25
Peraturan Presiden No. 68 Th. 2005)
Sesuai dengan Ketentuan Pasal 26 Peraturan Presiden No. 68 Th. 2005, Menteri Sekretaris
Negara akan menyiapkan Surat Presiden kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat untuk
menyampaikan rancangan undang-undang disertai dengan Keterangan Pemerintah mengenai
rancangan undang-undang tersebut antara lain memuat tentang:
1) Menteri yang ditugasi untuk mewakili Presiden dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang
di Dewan Perwakilan Rakyat;
2) Sifat penyelesaian rancangan undang-undang yang dikehendaki;
3) Cara penanganan dan pembahasannya.
D. Proses Penyiapan Rancangan Undang-Undang dari Dewan Perwakilan Rakyat berdasarkan
Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia No. 08/DPR RI/I/2005-2006 tentang
Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
Proses penyiapan rancangan undang-undang yang berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat dan
Dewan Perwakilan Daerah dilaksanakan berdasarkan Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan
Rakyat, yang saat inidiatur dalam Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia No.
08/DPR RI/I/2005-2006 tentang Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia. Berdasarkan ketentuan Pasal 130-133, pengajuan rancangan undang-undang dari
Dewan Perwakilan Rakyat.
E. Proses Penyiapan Rancangan Undang-Undang dari Dewan Perwakilan Daerah
Berdasarkan Keputusan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia No. 2/DPD/2004 tentang
Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Keputusan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Nomor 29/DPD/2005
tentang Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, khususnya diatur
dalam Pasal 123 s/d 139 Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Daerah. Sesuai dengan
ketentuan dalam Peraturan Tata Tertib DPD, proses penyusunan dan pembahasan Rancangan
Undang-undang yang berasal dari DPD dilakukan sebagai berikut;
1) Tingkat pembicaraan (Pasal 123 Peraturan Tata Tertib DPD)
2) Prakarsa Penyusunan Usul Rancangan Undang-undang (Pasal 126 s/d 131 Peraturan Tata Tertib
Dewan Perwakilan Daerah.
3) Pengajuan dan Pembahasan Rancangan Undang-Undang yang berasal dari Dewan Perwakilan
Daerah (Pasal 132 s/d 135 Peraturan Tata Tertib DPD)
4) Pembahasan Rancangan Undang-Undang yang berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat atau
Presiden Dewan Perwakilan Daerah. (Pasal 136 Peraturan Tata Tertib DPD)
F. Pengajuan Rancangan Undang-Undang dari Dewan Perwakilan Daerah kepada Dewan
Perwakilan Rakyat
Dalam Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia No. 08/DPR RI/I?2005-2006
tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia diatur tentang Rancangan
undang-undang yang berasal dari Dewan Perwakilan Daerah dalam Pasal 134.
G. Proses Pembahasan Rancangan Undang-Undang di Dewan Perwakilan Rakyat
Berdasarkan Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia No. 08/DPR RI/I?2005-
2006 tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Pasal 136, 137 dan 138.
Berdasarkan Pasal 136 Peraturan Tata Tertib DPR, Pembahasan rancangan undang-undang
dilakukan melalui 2 (dua) tingkat pembicaraan, yaitu;
1) Pembicaraan Tingkat I, yang dilakukan dalam Rapat Komisi, Rapat Gabungan Komisi, Rapat
Badan Legislasi, Rapat Panitia Anggaran, atau Rapat PAnitia Khusus (Pasal 137 Peraturan Tata
Tertib DPR).
2) Pembicaraan Tingkat II, yang dilakukan dalam Rapat Paripurna(Pasal 138 Peraturan Tata Tertib
DPR).
Selain itu, sebelum dilakukan pembicaraan Tingkat I dan Tingkat II, diadakan Rapat Fraksi.
H. Pengesahan Rancangan Undang-Undang, Pengundangan, dan Penyebarluasan
a) Menurut Undang-Undang No. 10 Th. 2004
Rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan
Presiden terebut dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 7 hari terhitung sejak tanggal
persetujuan bersama (Pasal 37 Undang-undang no. 10 Th. 2004).
Setelah menerima rancangan undang-undang yang telah disetujui Dewan Perwakilan Rakyat dan
Presiden tersebut, Sekretariat Negara akan menuangkannya dalam kertas kepresidenan dan
akhirnya dikirim kepada Presiden untuk disahkan menjadi undang-undang.
Pengesahan rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama tersebut dilakukan dengan
membubuhkan tanda tangan dalam jangka waktu paling lambat 30 hari sejak rancangan undang-
undang tersebut di setujui bersama Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden.
Setelah Presiden mengesahkan rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama Dewan
Perwakilan Rakyat tersebut, maka Undang-Undang tersebut kemudian diundangkan oleh
Menteri (yang tugas dan tanggung jawabnya dibidang peraturan perundang-undangan), agar
Undang-Undang itu dapat berlaku dan mengikat umum.
Dalam hal rancangan undang-undang tersebut tidak ditanda tangani oleh Presiden dalam waktu
paling lambat 30 hari sejak rancangan undang-undang tersebut disetujui bersama Dewan
Perwakilan Rakyat dan Presiden, maka rancangan undang-undang tersebut sah menjadi undnag-
undang dan wajib diundangkan, sesuai ketentuan Pasal 38 ayat (2) Undang-Undang No. 10 Th.
2004, dan Pasal 20 ayat (5) UUD 1945 Perubahan.
Setelah undang-undang tersebut diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia,
Pemerintah wajib menyebarluaskan Undang-Undang yang telah diundangkan tersebut. (Pasal 51
Undang-undang No. 10 Th. 2004)
b) Menurut Peraturan Presiden No. 1 Th. 2007
Hal tantang Pengesahan, pengundangan dan penyebarluasan peraturan perundang-undangan
selain diatur dalam Undang-Undang No. 10 Th. 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan, juga diatur dalam Peraturan Presiden No. 1 Th. 2007 tentang Pengesahan,
pengundangan dan penyebarluasan peraturan perundang-undangan.
I. Pembentukan Undang-Undang secara Ringkas
Secara ringkas pembentukan Undang-Undang dilakukan sebagai berikut;
1) Tahap Perencanaan- dilakukan berdasarkan :
a. Peraturan Presiden No. 61 Th. 2005 tentang tentang Tata cara Penyusunan dan pengelolaan
Program Legislasi Nasional;
b. Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia No. 1/DPR-RI/III/2004-2005 tentang
Persetujuan Penetapan Program Legislasi Nasional Tahun 2005 sampai dengan 2009; dan
c. Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia No. 02F/DPR-RI/II/2005-2006
tentang Program Legislasi Nasional Rancangan Undang-Undang Prioritas Tahun 2006.
2) Tahap Penyiapan Rancangan Undang-Undang- dilakukan sebagai berikut :
a. Rancangan Undang-Undang dari Pemerintah berdasarkan Peraturan Presiden No. 68 Th. 2005
tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah, dan Rancangan
Peraturan Presiden
b. Rancangan Undang-Undang dari Dewan Perwakilan Rakyat berdasarkan Keputusan Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia No. 08/DPR RI/I/2005-2006 tentang Peraturan Tata
Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
c. Rancangan Undang-Undanga dari Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia berdasarkan
Keputusan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia No. 02/DPD/2004 sebagaimana
diubah terakhir dengan Keputusan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia No.
29/DPD/2005 tentang Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia.
3) Tahap Pembahasan di Dewan Perwakilan Rakyat – Berdasarkan Keputusan Dewan Perwakilan
Rakyat Republik Indonesia No. 8 /DPR RI/I/2005-2006 tentang Peraturan Tata Tertib Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
4) Tahap Pengesahan – Menurut Undang-Undang No. 10 Th. 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan, juga diatur dalam Peraturan Presiden No. 1 Th. 2007 tentang Pengesahan,
pengundangan dan penyebarluasan peraturan perundang-undangan.
5) Tahap Pengundangan – Menurut Undang-Undang No. 10 Th. 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan, juga diatur dalam Peraturan PresidenNo. 1 Th. 2007 tentang
Pengesahan, pengundangan dan penyebarluasan peraturan perundang-undangan.
BAB III
PROGRAM LEGISLASI NASIONAL
I. Prolegnas berdasarkan Undang-Undang No. 10 Th. 2004
Undang-Undang No. 10 Th. 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
menetapkan dalam Bab IV tentang Perencanaan Penyusunan Undang-Undang, yang terdiri dari
dua Pasal, yaitu Pasal 15 dan Pasal 26.
Dalam Pasal 15 ditetapkan bahwa, Perencanaan Penyusunan Undang-Undang dilakukan dalam
suatu Program Legislasi Nasional, sedangkan Penyusunan Peraturan Daerah dilakukan dalam
suatu Program Legislasi Daerah.
Selanjutnya dirumuskan dalam Pasal 16 bahwa,
1) Penyusunan Program Legislasi Nasional antara Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah
dikoordinasikan oleh Dewan Perwakilan Rakyat melalui alat kelengkapan DPR yang khusus
menangani bidang legislasi
2) Penyusunan Prolegnas di lingkungan DPR dikoordinasikan oleh alat kelengkapan DPR yang
khusus menangani bidang legislasi
3) Penyusunan Prolegnas di lingkungan Pemerintah dikoordinasikan oleh Menteri yang tugas dan
tanggung jawabnya meliputi bidang Peraturan Perundang-undangan.
4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan dan pengelolaan Prolegnas sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Presiden.
II. Penetapan Prolegnas berdasarkan Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia No. 01/DPR-RI/III/2004-2005
a. Latar belakang
Program pembangunan hukum perlu menjadi prioritas utama karena perubahan terhadap
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memiliki implikasi yang luas
dan mendasar dalam system ketatanegaraan kita yang perlu diikuti dengan perubahan-perubahan
dibidang hukum. Disamping itu, arus globalisasi yang berjalan pesat yang ditunjang oleh
perkembangan teknologi informasi telah mengubah pola hubungan antara Negara dan warga
dengan pemerintahannya. Hukum sebagai perekat kehidupan berbangsa dan bernegara bermakna
bahwa dalam Negara Republik Indonesia terdapat satu kesatuan system hukum nasional
Indonesia. System hukum nasional adalah system yang menganut asas kenusantaraan yang tetap
mengakui keanekaragaman atau heterogenitas hukum seperti hukum adat, hukum islam, hukum
agama lainnya, hukum kontemporer, dan hukum barat, serta merumuskan berbagai simpul yang
menjadi titik taut fungsional di antara aneka ragam kaidah yang ada melalui unifikasi terhadap
hukum-hukum tertentu yang dilakukan, baik secara parsial, maupun dalam bentuk kodifikasi.
b. Prinsip dasar Pembentukan Undang-Undang
Dalam Prolegnas dinyatakan bahwa, dalam pembentukan undang-undang secara komprhensif
perlu memperhatikan 3 dimensi, yaitu masa lalu yang terkait dengan sejarah perjuangan bangsa,
masa kini yaitu kondisi objektif yang ada sekarang dengan lingkungan strateginya dengan
memandang ke masa depan yang dicita citakan. Dalam kaitan itu, maka dalam penyusunan
program pembentukan undang-undang perlu mempertimbangkan heterogenitas hukum yang
terdiri dari hukum adat, hukum islam, hukum agama lainnya, hukum kontemporer, serta
pancasila dan undang-undang dasar republic Indonesia tahun 1945 sebagai sumber hukum
tertinggi.
Selain itu prinsip dasar dalam pembentukan undang-undang yang perlu dipegang teguh adalah:
1) Kesetian kepada cita-cita Sumpah Pemuda, Proklamasi kemerdekaan 17 agustus, serta nilai-nilai
filosofi yang terkandung dalam pancasila, serta nilai-nilai konstitusional sebagaimana termaktub
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2) Terselenggaranya Negara hukum Indonesia yang demokratis, adil, sejahtera, dan damai
3) Dikembangkannya norma-norma hukum dan pranata hukum baru dalam rangka mendukung dan
melandasi masyarakat secara berkelanjutan, tertib, lancer dan damai serta mengayomi seluruh
tumpah darah dan segenap bangsa Indonesia.
c. Tujuan Prolegnas
Beberapa tujuan Prolegnas yang diharapkan dapat dicapai saat ini adalah :
1) Mempercepat proses pembentukan peraturan perundang-undangan sebagai bagian dari
pembentukan system hukum nasional
2) Membentuk peraturan perundang-undangan sebagai landasan dan perekat bidang pembangunan
lainnya serta mengaktualisasikan fungsi hukum sebagai sarana rekayasa social/pembangunan,
instrument pencegah/penyelesaian sengketa, pengatur perilaku anggota masyarakat dan sarana
pengintegrasi bangsa dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia
3) Mendukung upaya dalam rangka mewujudkan supremasi, terutama penggantian terhadap
peraturan perundang-undangan warisan colonial dan hukum nasional yang sudah tidak sesuai
dengan perkembangan masyarakat.
4) Menyempurnakan peraturan perundang-undangan yang sudah ada selama ini namun tidak sesuai
dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat, dan
5) Membentuk peraturan perundang-undangan baru sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan
masyarakat.
d. Kondisi objektif
Penetapan Prolegnas ini diperlukan oleh karena, meskipun sejak tahun 1993 bidang hukum telah
dijadikan bidang pembangunan tersendiri dan pada era reformasi pembangunan bidang hukum
diberikan prioritas yang tinggi, namun dalam kenyataannya masih dijumpai berbagai
permasalahan di dalam pembentukan peraturan perundang-undangan di tingkat pusat sebagai
berikut ;
1) Prolegnas sebagai bagian dari Program Pembangunan Nasional belum sepenuhnya dilaksanakan
karena lemahnya koordinasi dan sikap mengutamakan kepentingan sektoral dalam pembentukan
peraturan perundang-undangan;
2) Kemampuan lembaga pembentuk undang-undang dalam menyelesaikan pembentukan undang-
undang masih belum optimal karena belum dibakukannya cara cara dan metode perencanaan,
penyusunan dan pembahasa rancangan undang-undang, dan masih kurangnya tenaga fungsional
perancang peraturan perundang-undangan
3) Partisipasi masyarakat dalam proses penyusunan rancangan undang-undang dan pembahasannya
di Dewan Perwakilan Rakyat belum maksimal dan aspirasi masyarakat terutama yang terkait
dengan substansi suatu rancangan undang-undangan, seringkali tidak terakomodasi sehingga
suatu rancangan undang-undang ketika disahkan menjadi undang-undnag mendapat reaksi keras
dari masyarakat;
4) Perubahan system ketatanegaraan yang terjadi pasca amandemen Undnag-Undang Dasar Negara
Republik Indaonesia Tahun 1945 belum secara tuntas diikuti dengan pembentukan undang-
undang pelaksanaannya.;
5) Hukum positif maasih banyak yang tumpang tindih, tidak konsisten, baik secara vertical maupun
horizontal, sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum;
6) Bahasa hukum yang digunakan belum baku dan sering tidak sesuai Kaidah Bahasa Indonesia
yang baik dan benar, sehingga rumusan suatu ketentuan dari undang-undang tidak jelas dan multi
tafsir
7) Peraturan pelaksanaan undang-undang tidak segera diterbitkan atau terdapat jarak waktu yang
cukup lama antara berlakunya undang-undang dengan penerbitan peraturan pelaksanaannya,
sehingga undang-undang tidak terlaksana secara efektif;
8) Masih terdapat peraturan perundang-undangan yang diskriminatif, bias jender, dan kurang
responsif terhadap perlindungan hak asasi manusia terutama hak-hak kelompok yang lemah dan
marjinal;
9) Sebagai bagian dari masyarakat dunia, perlu selektif diadopsi konvensi-konvensi internasional
dalam rangka memasuki era perdagangan bebas dan mendukung upaya perlindungan hak asasi
manusia, pelestarian lingkungan hidup, pemeberantasan kejahatan transnasional dan
extraordinary crime yang mengancam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
e. Visi misi
Dalam Prolegnas Tahun 2005 s/d 2009 dirumuskan bahwa, penyusunan Prolegnas didasarkan
pada visi pembangunan hukum nasional, yaitu;
“ Terwujudnya Negara hukum yang adil dan demokratis melalui pembangunan system hukum
nasional dengan membentuk peraturan perundang-undangan yang aspiratif, berintikan keadilan
dan kebenaran yang mengabdi kepada kepentingan rakyat dan bangsa di dalam bingkai NKRI
untuk melindungi segenap rakyat dan bangsa, serta tumpah darah Indonesia, memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social berdasarkan Pancasila dan
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”
Sementara itu, untuk mencapai visi tersebut diatas, maka Prolegnas disusun dengan misi sebagai
berikut;
1) Mewujudkan materi hukum di segala bidang dalam rangka penggantian terhadap Peraturan
Perundang-undangan warisan colonial dan hukum nasional yang sudah tidak sesuai dengan
perkembangan masyarakat yang mengandung kepastian, keadilan dan kebenaran, dengan
memperhatikan nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat
2) Mewujudkan budaya hukum dan masyarakat yang sadar hukum
3) Mewujudkan aparatur hukum yang berkualitas, professional, bermoral, dan berintegritas tinggi
4) Mewujudkan lembaga hukum yang kuat, terintegrasi dan berwibawa.
BAB IV
PROSES PEMBENTUKAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI
UNDANG_UNDANG (PERPU)
1) Proses Pembentukan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang_Undang (Perpu)
Adalah peraturan yang dibentuk oleh Presiden dalam “hal ihwal kepentingan yang memaksa”,
oleh karena itu proses pembentukannya agak berbeda dengan pembentukan suatu undang-
undang.
Dasar hukumnya adalah sebagai berikut :
Pasal 22 Undang-Undang Dasar 1945beserta penjelasannya
Pasal 24 Undang-Undang No. 24 Th. 2004 tentang Peraturan Pembentukan Undang-Undang.
Pasal 36 s/d 38 Peraturan Presiden No. 68 Th. 2005 tentang Tata cara Mempersiapkan Rancangan
Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang, Rancangan
Peraturan Pemerintah, dan Rancangan Peraturan Presiden.
2) Proses Penetapan, dan Pengundangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Dasar hukumnya adalah sebagai berikut ;
a. Pasal 8 ayat (1) Peraturan Presiden No. 1 Tahun 2007 tentang Pengesahan, Pengundangan, dan
Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan
“Presiden menetapkan rancangan peraturan pemerintah pengganti undang-undang, rancangan
peraturan Pemerintah, dan Rancangan Peraturan Presiden yang telah disusun berdasarkan
ketentuan mengenai tata cara mempersiapkan rancangan undang-undang, rancangan peraturan
pemerintah pengganti undang-undang, rancangan peraturan pemerintah dan rancangan peraturan
presiden”.
3) Proses Pemberian Persetujuan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (PERPU) oleh
Dewan Perwakilan Rakyat
Menurut ketentuan dalam Pasal 36 Undang-Undang No. 10 Th. 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan, maka pembahsan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang dilakukan dengan cara :
1) Pembahasan rancangan undang-undang tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti
undang-undang menjadi undang-undang dilaksanakan melalui mekanisme yang sama dengan
pembahasan rancangan undang-undang.
2) Dewan Perwakilan Rakyat hanya menerima atau menolak Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang.
3) Dalam hal rancangan undang-undang mengenai penetapan peraturan pemerintah pengganti
undang-undang menjadi undang-undang ditolak oleh Dewan Perwakilan Rakyat maka Peraturan
Pemerintah Pengganti undang-undang tersebut dinyatakan tidak berlaku.
4) Dalam hal Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ditolak Dewan Perwakilan Rakyat
maka Presiden mengajukan rancangan undang-undang tentang pencabutan peraturan pemerintah
pengganti undang-undang tersebut yang dapat mengatur pula segala akibat dari penolakan
tersebut.
Sementara itu, menurut Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia No. 08/DPR
RI/I/2005-2006 tentang Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia,
rancangan undang-undang yang berasal dari Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
(PERPU) tersebut akan dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat berdasarkan prosedur pembahasan
Rancangan Undang-Undang yang berasal dari Pemerintah, yaitu berdasarkan ketentuan Pasal
136, Pasal 137, dan Pasal 138. Ketentuan tersebut dirumuskan dalam Pasal 140 Peraturan Tata
Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia yang berbunyi sebagai berikut :
Pasal 140
1) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang harus mendapat persetujuan DPR dalam
persidangan yang berikut
2) Terhadap pembahasan dan penyelesaian Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 136, Pasal 137, dan 138, dengan
memperhatikan ketentuan yang khusus berlaku bagi rancangan undang-undang yang berasal dari
Pemerintah (Lihat Bab II Sub. Bab G).
BAB V
PROSES PEMBENTUKAN PERATURAN PEMERINTAH DAN PERATURAN PRESIDEN
Proses Pembentukan Peraturan Pemerintah (Menurut Undang-Undang No. 10 Th. 2004)
Proses pembentukan suatu Peraturan Pemerintah adalah kewenangan Presiden dalam
melaksanakan undang-undang yang tidak melibatkan Dewan Perwakilan Rakyat. Selama ini
pemebentukan Peraturan Pemerintah maupun Peraturan Presiden (dulu Keputusan Presiden) dan
peraturan perundang-undangan lainnya dilaksanakan menurut Keputusan Presiden No. 188 Th.
1998 tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancanagan Undang-Undang.
Sebenarnya Keputusan Presiden No. 188 Th. 1998 hanya mengatur Tata Cara Mempersiapkan
Rancangan Undang-Undang Akan tetapi, proses Pembentukan Peraturan Pemerintah, dan
Keputusan Presiden serta Peraturan Perundang-Undangan lainnya diselenggarakan juga sesuai
tata cara tersebut
Dalam pasal 24 Undang-Undnag No. 10 Th. 2004 tentang Pembentukan Peraturan Undang-
Undang, ditetapkan bahwa :
“ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara mempersiapkan rancangan undang-undang peraturan
pemerintah pengganti undang-undang, rancangan peraturan pemerintah, dan rancangan peraturan
presiden diatur dengan peraturan presiden.”
Dalam Pasal 39 Peraturan Presiden No. 68 Th. 2005 tersebut dirumuskan bahwa, “dalam
penyusunan rancangan Pereturan Pemerintah, Pemrakarsa membentuk panitia Antardepartemen,
tata cara pembetukan Panitia Antardepartemen, Pengharmonisasian, Penyusunan, dan
Penyampaian Rancangan Peraturan Pemerintah kepada Presiden berlaku mutatis mutandis
ketentuan Bab II.”
Dengan rumusan a’berlaku mutatis mutandis” dalam Pasal 39 Peraturan Presiden No. 68 Th.
2005 tersebut, maka penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah disesuaikan dengan ketentuan
dalam Pasal 2 sampai dengan Pasal 24. Penerapan ketentuan dalam Bab II Peraturan Presiden
No. 6 Th. 2005 tersebut adalah sebatas pengaturan terhadap hal-hal yang tidak berhubungan
dengan Dewan Perwakilan Rakyat, oleh karena Pembentukan Peraturan Pemerintah adalah
merupakan wewenang pengaturan dari Presiden (lihat Bab I Huruf C).
Penetapan, dan Pengundangan Peraturan Pemerintah (Menurut Peraturan Presiden No. 1 Th. 2007)
Dalam Pasal 8 ayat (1) Peraturan Presiden No. 1 Th. 2007 tentang Pengesahan,Pengundangan,
dan Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan dirumuskan bahwa :
“Presiden menetapkan rancangan Peraturan Pemerintah Pengganti undang-undang, Rancangan
Peraturan Pemerintah, dan Rancangan Peraturan Presiden yang telah disusun berdasarkan
ketentuan mengenai tata cara mempersiapkan rancangan undang-undang, rancangan Pemerintah
Pemerintah pengganti undang-undang, rancangan Peraturan Pemerintah dan Rancangan
Peraturan Presiden.”
Untuk melaksanakan ketentuan tersebut, Menteri Sekretaris Negara melakukan penyiapan
naskah rancangan Peraturan Pemerintah, kemudian Presiden menetapkan Peraturan Pemerintah
dengan membubuhkan tanda tangan, sesuai Pasal 8 ayat (2) huruf a dan ayat (3) Peraturan
Presiden No. 1 Th. 2007. Sesudah itu, Menteri Sekretaris Negara membubuhkan nomor dan
tahun pada naskah Peraturan Pemerintah untuk disampaikan kepeda Menteri untuk
diundangkan (Pasal 8 ayat (4) huruf a Peraturan Presiden No. 1 Th. 2007).
Menteri akan mengundangkan Peraturan Pemerintah tersebut dengan menetapkannya dalam
Lembaran Negara Republik Indonesia disertai nomor dan tahunnya, menempatkan penjelasannya
dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia dengan memberikan nomor. {Pasal 9