Top Banner
1 BAB I PENDAHULUAN A. latar belakang Ilmu kalam merupakan ilmu yang membahas tentang keesaan ALLAH, yang berisi keyakinan- keyakinan kebenaran agama yang di perintahkan melalui a Ilmu kalam atau metodologi termasuk salah satu bidang studi Islam yang amat dikenal baik oleh kalangan akademis maupun oleh masyarakat pada umumnya. Hal ini antara lain terlihat dari keterlibatan ilmu tersebut dalam menjelaskan berbagai masalah yang muncul di masyarakat. Keberuntungan atau kegagalan seseorang dalam kehidupannya sering dilihat dari sisi teologi. Dengan kata lain, berbagai masalah yang terjadi di masyarakat seringkali dilihat dari sudut teologi. Hal tersebut diatas merupakan fenomena yang cukup menarik untuk diteliti secara leebih seksama. Itulah sebabnya telah banyak karya ilmiah yang ditulis para ahli dengan mengambil tema kajian masalah teologi, dan itu pula yang selanjutnya teologi menjadi salah satu bidang kajian islam mulai dari tingkat pendidikan dasar, sampai dengan pendidikan tinggi. Pada bagian ini, pembaca akan diajak untuk mengkaji secara saksama model penelitian ilmu kalam yang dilakukan para ahli, baik penelitian pemula, maupun penelitian lajutan yag bersifat deskriptif anallitis, dengan terlebih dahulu mengemukakan pengertian Ilmu Kalam tersebut. rgument-argumen rasional, jika pembahasan ilmu kalam hanya berkisar pada keyakinan-keyakinan tanpa adanya argument- argumen yang rasional maka lebih spesifik disebut dengan ilmu tauhid / aqidah.
31

ILMU KALAM

Oct 23, 2015

Download

Documents

Erik Pujianto

ILMU KALAM
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: ILMU KALAM

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. latar belakang

Ilmu kalam merupakan ilmu yang membahas tentang keesaan ALLAH, yang berisi keyakinan-

keyakinan kebenaran agama yang di perintahkan melalui a Ilmu kalam atau metodologi termasuk

salah satu bidang studi Islam yang amat dikenal baik oleh kalangan akademis maupun oleh

masyarakat pada umumnya. Hal ini antara lain terlihat dari keterlibatan ilmu tersebut dalam

menjelaskan berbagai masalah yang muncul di masyarakat. Keberuntungan atau kegagalan

seseorang dalam kehidupannya sering dilihat dari sisi teologi. Dengan kata lain, berbagai

masalah yang terjadi di masyarakat seringkali dilihat dari sudut teologi.

Hal tersebut diatas merupakan fenomena yang cukup menarik untuk diteliti secara leebih

seksama. Itulah sebabnya telah banyak karya ilmiah yang ditulis para ahli dengan mengambil

tema kajian masalah teologi, dan itu pula yang selanjutnya teologi menjadi salah satu bidang

kajian islam mulai dari tingkat pendidikan dasar, sampai dengan pendidikan tinggi.

Pada bagian ini, pembaca akan diajak untuk mengkaji secara saksama model penelitian ilmu

kalam yang dilakukan para ahli, baik penelitian pemula, maupun penelitian lajutan yag bersifat

deskriptif anallitis, dengan terlebih dahulu mengemukakan pengertian Ilmu Kalam tersebut.

rgument-argumen rasional,

jika pembahasan ilmu kalam hanya berkisar pada keyakinan-keyakinan tanpa adanya argument-

argumen yang rasional maka lebih spesifik disebut dengan ilmu tauhid / aqidah.

Page 2: ILMU KALAM

2

Dalam membahas ilmu kalam pastilah ada sejarah munculnya dan metode pemikiran-

pemikiranya.Oleh karena itu, dalam makalah ini menjelaskan metode-metode pembahasan ilmu

kalam oleh aliran-aliran/golongan-goolongan tertentu secara singkat.

B. Rumusan Masalah

A. Pengertian Ilmu Kalam

B. Perkembangan Ilmu Kalam

C. Sumber Pemikiran Ilmu Kalam

D. Bagaimana Ilmu Kalam Menurut Sistem Mutakalim

E. Macam-Macam Metode Pemikiran Menurut Golongan-Golongan

F. Macam-Macam Studi Kritis Ilmu Kalam

Page 3: ILMU KALAM

3

BAB II

PEMBAHASAN

A.Pengertian Ilmu Kalam

Menurut ibn Khaldun ilmu Kalam adalah ilmu yang berisi alas an-alasan yang

mempertahankan kepercayaan-kepercayaan iman dengan menggunakan dalil pikiran dan berisi

bantahan terhadap orang-orang yang menyeleweng dari kepercayaan-kepercayaan-kepercayaan

aliran golongan salaf dan ahli sunnah. Sedangkan menurut Muhammad Abduh berpendapat

bahwa ilmu kalam adalah ilmu yang membicarakan tentang tuhan (Allah) dan membicarakan

pula tentang rasul-rasul tuhan serta membicarakan sifat-sifat yang melekat pada tuhan maupun

Rasul-Nya baik berupa sifat-sifat wajib, sifat-sifat muhal maupun sifat-sifat Jaiz.

Berdasarkan batasan tersebut tampak terlibat bahwa Ilmu Kalam (theolpgi) adalah ilmu yang

pada intinya berhubungan dengan masalah ketuhanan. Namun pada perkembangan selanjutnya

ilmu theology berbicara tentang berbagai masalah tentang keimanan seperti iman, kufur,

musyrik, murtad, masalah kehidupan akhirat dan berbagai kenikamatan dan penderitaanny, serta

hal-hal yang berkaitan dengan kalamullah yakni Al-Qur‟an, status orang-orang yang tidak

beriman dan lain sebagainya. Sejalan dengan perkembangan ruang lingkup pembahasan ilmu ini,

maka theology dinamai pula ilm u tauhid, ilmu ushuluddin, ilmu „aqoid, dan ilmu ketuhanan.

Dari beberapa pendapat diatas segera dapat diketahui bahwa theology adalah ilmu yang secara

khusus membahas tentang masalah yang berkaitan dengannya berdasarkan dalil-dalil yang

menyakinkan. Dengan demikian, orang yang mempelajarinya dapat mengetahui bagaimana

carra-cara untuk memiliki keimanan dan bagaimana menjaga keimanan tersebut.

Page 4: ILMU KALAM

4

B. Model - Model Penelitian Ilmu Kalam

Secara garis besar, penelitian ilmu kalam dapat dibagi dalam dua bagian. Pertama,

penelitianyang bersifat daar dan pemula, dan kedua, penelitian yang bersifat lanjutan atau

pengembangan dari penelitian model pertama. Penelitian model pertama ini sifatnya baru pada

tahap membangun ilmu kalam menjadi suatu disiplin ilmu dengan merujuk pada Al-Qur‟an dan

hadits serta berbagai pendapat tentang kalam yang dikemukakan oleh berbagai aliran teologi.

Sedangkan pnelitian model kedua sifatnya hanya mendeskripsikan tentang adanya kajian ilmu

kalam dengan menggunakan bahan rujukan yang dihasilkan oleh penelitian model pertama.

Melalui penelitian model pertama dapat kita jumpai sejumlah referensi yang telah disusun oleh

para ulama selaku [eneliti pertam yang sifat dan keadaannya telah disenutkan diatas. Dalam

kaitan ini kita jumpai berbagai karya hasil penelitian pemula sebagai berikut.

1) Penelitian Pemula

a. Model Abu Mansur Muhammad Bin Muhammad Bin Mahmud Al-Maturidy Al- Samarqandy

Abu Mansur Muhammad Bin Muhammad Bin Mahmud Al-Maturidy Al-Samarqandy telah

menulis buku teologi berjudul Kitab al-Tauhid. Dalam buku tersebut selain dikemukakan riwayat

hidup secara singkat dari Al-Maturidy, juga telah dikemukakan berbagai masalah yang detail dan

rumit dibidang ilmu kalam. Diantaranya dibahas tentang cacatnya taklid dalam hal beriman, serta

kewajiban mengetahui agama dengan dalil al-sama‟ (dalil nakli) dan dalil akli; pembahasan

tentang alam, antrophormisme atau paham jisim pada tuhan, sifat-sifat allah, perbedaan paham

diantara manusia tentang cara Allah menciptakan makhluk, paham qadariyah; qada‟ dan qadar;

Page 5: ILMU KALAM

5

masalah keimanan; serta tidak adanya dispensasi dalam hal islam dan iman.

b. Model Al-Imam Abi Hasan bin Isma‟il Al-Asy‟ari Al-Imam Abi Hasan Ali bin Ismail Al-

Asy‟ari yang wafat pada tahun 330 Hijriyah telah menulis buku berjjudul Maqalat al-Islamiyyin

wa ikhtilaf al-Mushollin. Buku ini telah ditahkik oleh Muhammad Muhyiddin „Abd al-Hamid.

Seseorang yang ingin mengetahui sacara mendalam tentang teologi ahlu sunnah mau tidak mau

harus mempelajari buku ini. Dalam buku tersebut dibahas tentang perbedaan pendapat disekitar

penanggung arasy (hamalatul arasy), kebolehan bagi Allah dalam menciptakan alam, tentang al-

quran, perbuatan hamba, kehendak Allah, kesanggupan manusia, perbuatan manusia dan

binatang, kelahiran, imamah (kepemimpinan), masalah kerasulan, masalah keimanan, janji baik

buruk, siksaan bagi anak kecil, tentang tahkim (abitrase), hakikat manusia, alliran khawarij

dengan berbagai sektenya, Dan lain sebgainya.

c.ModelAl-ImamAl-HaramainAl-Juwainy(478H)

Imam Al-Haramain Al-Juwainy yang dikenal sebagai guru dari Imam Ghazali menulis buku

berjudul al-Syamil fi Ushul al-Din. Didalam buku ini telah dibahas tentang penciptaan alam yang

didalamnya dibahas tentang hakikat jauhar (substansi), arad (aksiden) menurut berbagai

pendapat para ahli; kitab tauhid yang didalamnya dibahas tentang hakikat tauhid, kelemahan

kaum mu‟tazilah, penolakan terhadap pendapat yang mengatakan bahwa Tuhan memiliki jism;

pembahasan tentang akidah; kajian tentang dalil atas kesucian Allah SWT, pembahasan tentang

ta‟wil; pembahasan tentang sifat-sifat bagi Allah; masalah ilat atau sebab.

Selain buku diatas Imam al-Haramain juga telah menulis buku berjudul Kitab al-Irsyad ila

Qawathi‟ al-Adillah fi Ushul al-„Itiqad li Imam al-Haramain al-Juwainy. Dalam buku ini dibahas

Page 6: ILMU KALAM

6

antara lain tentang ketentuan berpikir, hakikat ilmu, barunya alam, sifat-sifat yang wajib bagi

Allah, penentuan sifat ilmu dengan sifat maknawiwah, tentang dapat dilihatnya Allah di akhirat,

penciptaan perbuatan, paham tentang daya, tentang perbuatan yang baik dan terbaik, penetapan

tentang kenabian, tentang sifat-sifat kehidupan akhirat, tentang taubat, dan tentang imam.

f. Model Al-Ghazali (w.1111M.)

Imam Al-Ghazali telah pula menulis buku berjudul al-Iqtishad fi al-I‟tiqad. Dalam buku ini

dibahas tentang pembahasan bahwa ilmu sebagai fardlu kifayah, pembahasan tentang zat Allah,

tentang qadimnya alam, tentang bahwa pencipta alam tidak memiliki jism, karena jism

memerlukan pada materi dan bentuk; dan penetapan tentang kenabian Muhammad SAW.

g. Model Al-Amidy (551-631H)

Saif al-Din Al-Amidy menulis buku berjudul Ghayah al-Maram fi Ilmu Kalam. Dalam buku ini

telah dibahasa tentang sifat-sifat yang wajib bagi Allah, sifat-sifat nafsiyah yaitu sifat iradah,

sifat ilmu, sifat qudrat, sifat kalam dan sifat idrakat; pembahasan tentang keesaan Allah Ta‟ala,

perbuatan yang bersifat wajib al-wujud, tentang tidak ada pencipta selain Allah, tentang barunya

alam serta tidak adanya sifat tasalsul dan tentang imamah.

h.Model Al-Syahras tani Syaikh Al-Imam Al-Alim Abd Al-Karim Al-Syahrastani

menulis buku berjudul kitab Nihayah al-Iqdam fi Ilmi al-Kalam. Dalam buku ini dibahas dua

puluh masalah yang berkaitan dengan teologi. Diantaranya tentang baharunya alam, tauhid,

Page 7: ILMU KALAM

7

tentang sifat-sifat azali, hakikat ucapan manusia, tentang Allah sebagai yang maha Mendengar

dan perbuatan yang dilakukan seorang hamba sebelum datingnya syariat.

i.Model Al-Bazdawi

Al-Bazdawi yang oleh sebagian peneliti dimasukkan sebagai kelompok Asy‟ariyah menulis buku

berjudul Kitab Ushul al-Din. Dalam buku ini dibahas tentang perbedaan pendapat para ulama

mengenai mempelajari ilmu kalam, mengajarkan dan menyusunnya, perbedaan pendapat para

ulama mengenai sebab-sebab seorang hamba mengetahui sesuatu, pancaindera yang lima,

definisi mengenai ilmu pengetahuan, macam-macam ilmu pengetahuan, pendapat ahli al-sunnah

mengenai alam sebagai sesuatu yang mencakup segala yang maujud, pembahasan tentang

keesaan Allah tanpa sekutu, tentang tidak ada sesuatu yang serupa dengan Allah, tentang Allah

sebagai Pencipta alam semesta, tentang bahwa Allah Ta‟ala berbicara dengan perkataan yang

sifatnya qadim, tentang kehidupan di akhirat dan masih banyak lagi masalah teologi yang

dibahas hingga mencapai 97 permasalahan.

Seluruh penelitian yang dilakukan para ulama yang hasilnya telah dituangkan dalam berbagai

bukutersebutdapatdikategorikansebagaipenelitianpemula.

2). Penelitian Lanjutan

Penelitian lanjutan yaitu penelitian atas sejumlah karya yang dilakukan oleh para peneliti

pemula. Pada penelitian lanjutan ini, para peneliti mencoba melakukan dekripsi, analisis,

klasifikasi,dangeneralisasi.

Page 8: ILMU KALAM

8

a.Model abu Zahrah

Abu zahrah mencoba melakukan penelitian terhadap berbagai aliran dalam bidang politik

dan teologi yang dituangkan dalam karyanya berjudul Tarikh al-Mazahib al-islamiyah fi al-

siyasah wa al-„Aqaid. Ada beberapa masalah yang dikemukakan dalam dalam penelitiannya ini

yaitu, objek-objek yang dijadikan pangkal pertentangan oleh berbagai aliran dalam bidang politik

yang berdampak pada teologi. Selanjutnya, dikemukakan tentang berbagai aliran dalam mazhab

syi‟ah yang mencapai dua belas golongan, selanjutnya dikemukakan pula aliran khawarij dengan

berbagai sektenya yang jumlahnya mencapai enam aliran lengkap dengan berbagai pandangan

teologinya.

b.Model Ali Musthafa Al-Ghurabi

Ali Musthafa Al-Ghurabi, sebagaimana Abu Zahrah tersebut, memusatkan penelitiannya

pada masalah berbagai aliran yang terdapat dalam islam serta pertumbuhan ilmu kalam di

kalangan mayarakat islam. Hasil penelitiannya ia tuangkan dalam karyanya berjudul Tarikh al-

Firaqal-Islamiyah waNasy‟atuilmualKalam„indalMuslimun.

c.ModelAbdAlLathifMuhammadAl-„AsyrAbd Al-Lathif Muhammad Al-„Asyr khusus telah

melakukan penelitian terhadap pokok-pokok pemikiran yang dianut aliran Ahl Sunnah. Hasil

penelitiannya ini telah dituangkan dalam karyanya berjudul al-Ushul al-Fikriyyah li Mazhab Ahl

Sunnah.

Page 9: ILMU KALAM

9

d.Model Ahmad Mahmud Shubhi

Ia adalah dosen filsafat Islam Fakultas adab Universitas Iskandariyah, telah melakukan penelitian

dalam bidang teologi islam yang dituangkannya dalam kitab yang berjudul fi Ilmi Kalam dalam

dua buku. Buku pertama khusus berbicara mengenai aliran mu‟tazilah lengkap dengan ajaran dan

tokoh-tokohnya. Dan buku kedua khusus berbicara tentang aliran Asy‟ariyah lengkap dengan

ajarandantokoh-tokohnya.

e. Model Ali Sami Al-Nasyr dan Ammar Jami‟iyAl-Thaliby

Keduanya telah melakukan penelitian khusus terhadap akidah kaum salaf dengan mengambil

tokoh ahmad Ibn Hambal, Al-Bukhori, Ibn Kutaibah dan Usman Al-Darimy. Dalam buku

tersebut telah diungkap tentang pemikiran kaum salaf yang berasal dari tokoh-tokohnya yang

menonjol itu. Dari kalangan ulama Indonesia yang melakukan penelitian terhadap pemikiran

teologi ulama salafiyah dilakukan oleh Abubakar Atjeh yang tertuang dalam bukunya yang

berjudul Salaf (Salaf as-Shalih Islam Dalam Masa Murni). Dalam Buku tersebut dikemukakan

tentang kelebihan salaf, pandangan salaf terhadap al-Qur‟an As-Sunnah, salaf dan keyakinan dan

hukum, juga dibahasa tentang pertumbuhan aliran yang terdiri dari sebab-sebab pertumbuhan

aliran, Ahmad bin Hambal, bantuan Asy‟ari, bantuan Maturidi, dan salaf Tabi‟in.

i.Model Harun

Nasution Salah satu hasil penelitiannya yang dituangkan dalam buku adalah buku Fi ilm-Kalam

(Teologi Islam). Dalam buku tersebut dikemukakan tentang sejarah timbulnya persoalan-

persoalan teologi dalam islam, tentang berbagai aliran teologi islam lengkap dengan tokoh-tokoh

dan pemikirannya. Setelah itu Harun Nasution melakukan analisa dan perbandingan terhadap

Page 10: ILMU KALAM

10

masalah akal dan wahy, free will dan predestimation, kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan,

keadilan tuhan, perbuatan-perbuatan Tuhan, sifat-sifat Tuhan dan konsep iman.

C. Perkembangan Ilmu Kalam

a. Ilmu Kalam Dalam Konteks Pemikiran Islam

Ilmu Kalam termasuk salah satu cabang ilmu keislaman yang muncul semenjak masa

yang terbilang awal. Dalam konteks pemikiran islam, ilmu kalam termasuk bagian dari proses

pengalaman Islam yang mengalir dalam bangunan peradaban Islam pada umumnya. Oleh karena

itu, sebagai bagian dari pemikiran islam, ilmu kalam tidak dapat dipisahkan dari proses sejarah

peradaban islam. Ilmu kalam menjadi suatu rangkaian kesatuan sejarah, dan telah ada di masa

lampau, masa sekarang dan akan tetap ada di masa yang akan dating. Akan tetapi, setiap langkah

menuju pemikiran kalam selanjutnya, diperlukan penguraian dan analisis yang mendalam dalam

hubungannya dengan entitas pandangan dunia islam.

Dalam pemetaan pemikiran islam, karena tidak lepas dari perkembangan sejarah Islam,

maka Harun Nasution membagi kedalam tiga periode besar:

1. Periode Klasik (650-1250) merupakan zaman kemajuan yang dibagi ke dalam dua fase: fase

ekspansi, integrasi dan puncak kemajuan (650-1000 M). Zaman inilah yang menghasilkan

ulama-ulama besar seperti: Imam Malik, Imam Abu Hanifah, Imam Syafi‟I, Imam Ibn Hambal.

2. Periode pertengahan (1250-1800 M), juga dibagi menjadi dua fase : Fase kemunduran (1250-

1500 M). Pada fase ini desentralisasi dan disintegrasi semakin meningkat.Yang kedua fase Tiga

kerajaan besar (1500-1800 M), yang dimulai dengan zaman kemajuan (1500-1700 M) dan zaman

kemunduran (1700-1800 M). Tiga kerajaan itu adalah Kerajaan Utsmani di turki, kerajaan

Safawi di Persia dan kerajaan Mughal di India.

Page 11: ILMU KALAM

11

3. Periode Modern (1800 M-seterusnya), merupakan zaman kebangkitan umat Islam.

Ilmu Kalam Dalam Konteks Pemikiran Islam

Ilmu Kalam termasuk salah satu cabang ilmu keislaman yang muncul semenjak masa

yang terbilang awal. Dalam konteks pemikiran islam, ilmu kalam termasuk bagian dari proses

pengalaman Islam yang mengalir dalam bangunan peradaban Islam pada umumnya. Oleh karena

itu, sebagai bagian dari pemikiran islam, ilmu kalam tidak dapat dipisahkan dari proses sejarah

peradaban islam. Ilmu kalam menjadi suatu rangkaian kesatuan sejarah, dan telah ada di masa

lampau, masa sekarang dan akan tetap ada di masa yang akan dating. Akan tetapi, setiap langkah

menuju pemikiran kalam selanjutnya, diperlukan penguraian dan analisis yang mendalam dalam

hubungannya dengan entitas pandangan dunia islam.

Dalam pemetaan pemikiran islam, karena tidak lepas dari perkembangan sejarah Islam,

maka Harun Nasution membagi kedalam tiga periode besar:1

1. Periode Klasik (650-1250) merupakan zaman kemajuan yang dibagi ke dalam dua fase: fase

ekspansi, integrasi dan puncak kemajuan (650-1000 M). Zaman inilah yang menghasilkan

ulama-ulama besar seperti: Imam Malik, Imam Abu Hanifah, Imam Syafi‟I, Imam Ibn Hambal.

2. Periode pertengahan (1250-1800 M), juga dibagi menjadi dua fase : Fase kemunduran (1250-

1500 M). Pada fase ini desentralisasi dan disintegrasi semakin meningkat.Yang kedua fase Tiga

kerajaan besar (1500-1800 M), yang dimulai dengan zaman kemajuan (1500-1700 M) dan zaman

kemunduran (1700-1800 M). Tiga kerajaan itu adalah Kerajaan Utsmani di turki, kerajaan

Safawi di Persia dan kerajaan Mughal di India.

3. Periode Modern (1800 M-seterusnya), merupakan zaman kebangkitan umat Islam.

1 Harun Nasution.Tauhid Ilmu kalam,Pustaka 2003 Hlm 12-14

Page 12: ILMU KALAM

12

D. Sumber Pemikiran Kalam

Pemikiran Islam adalah suatu upaya ijtihadi seseorang atau sekelompok orang untuk

menerjemahkan nilai-nilai universalitas Al-Qur‟an dan As-Sunnah sesuai dengan situasi

zamannya.

a) Pengertian dan Asal-Usul Ilmu Kalam

Secara Harfiyah, kalam berarti pembicaraan atau perkataan.2 Di dalam lapangan pemikiran

Islam, istilah kalam memiliki dua pengertian : pertama, Sabda Allah, dan kedua „Ilm al-kalam.3

Pengertian yang kedua ini lebih menunjukkan kepada teologi dogmatic dalam Islam, dan

sekaligus merupakan inti pembahasan dalam tulisan sekarang ini.

Perkataan “kalam” sebenarnya merupakan suatu istilah yang sudah tidak asing lagi,

khususnya bagi kaum muslimin. Secara harfiyah, perkataan kalam dapat ditemukan baik dalam

Al-Qur‟an maupum berbagai sumber lain.

Misalnya : dalam kitab Jurmiyah,4 yang artinya “Kata-kata yang tersusun dengan sengaja

untuk menunjukkan suatu maksud atau pengertian.”

Dalam Al-Qur‟an, yakni :

1. An-Nisa ayat 164, “Dan Allah telah berbicara kepada Musa secara langsung”

2. Al-Baqarah ayat 75, “Apakah kamu masih mengharapkan mereka akan percaya kepadamu,

padahal segolongan dari mereka mendengar kalam Allah, lalu mereka mengubahnya setelah

mereka memahaminya, sedang mereka mengetahui.”

2 Mircea Eliade, ed The Encyclopedia of Religion, Vol VII, Mac Millan Publishing Company, New York, 1987, hlm

231 3 Ibid

4 Sahilun A. Nashir, Ilmu Kalam, Bina Ilmu Surabaya, 1980, hlm 9

Page 13: ILMU KALAM

13

3. At-taubah ayat 6, “Dan jika seseorang di antara orang-orang musyrikin itu meminta

perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar kalam Allah.

Kemudian antarkanlah ia ke tempat yang aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum

yang tidak mengetahui.”

Sebutan itu (kalam), juga dipertegas oleh Nurcholis Majid, yang mengutip Ali Asy-Syabi

bahwa antara istilah mantiq dan kalam secara histories ada hubungan. Keduanya memiliki

kesamaan, lalu para Mutakalimin dan filsof mengganti istilah mantiq dengan kalam, karena

keduanya memiliki makna yang sama.

Dari pengertian tersebut diperoleh gambaran bahwa ilmu kalam tiada lain adalah

perdebatan teologis di antara umat Islam yang didasarkan atyas argumen logis-rasional, terutama

dalam kalam ilahi yang dihubungkan dengan persoalan manusia seperti baik dan buruk,

kebebasan berkehendak.

Dengan mengutip Asyahrastani, Ali Asy-Syahbi mengatakan bahwa istilah kalam mula-

mula muncul pada masa pemerintahan Khalifah Al-Makmun (813-833 M) dari daulah Abbasiyah

dan diciptakan oleh kaum Mu‟tazilah., Alasan utama penggunaan istilah kalam ini, boleh jadi

karena masalah yang menonjol mereka perdebatkan yaitu tentang bicara sebagai salah satu sifat

tuhan.5

Sering kali ilmu kalam dihubungkan dengan ilmu tauhid. Berkenaan dengan ini, Al-

Ghazali berpendapat bahwa keduanya tidak identik. Sekalipun secara substansial atau materi

yang dibicarakannya adalah sama, tetapi dalam metode berbeda. Karena adanya pergesaran

metode ini, nama ilmu kalam menjadi lebih popular. Metode ilmu kalam yang dimaksud,

sebagaimana telah dikemikakan di atas adalah metode nasional yang di ambil dari logika filsafat.

5 Nurcholis Madjid, Khazanah Intelektual Islam, Bulan Bimtamg, Jakarta 1984, hlm 22

Page 14: ILMU KALAM

14

Atau menurut istilah Fazlur Rahman, metode yang dikembangkan Mutakallimin yaitu teologi

dialektis.6

Berdasarkan asal-usul dan pengertian ilmu kalam sebagaiman yang tersebut di atas, dapat

disimpulkan:

1. Masalah perselisihan yang paling diperdebatkan antar golongan islam adalah masalah-masalah

teologis, terutama menyangkut firman Allah

2. Dasar ilmu kalam adalah dalil-dalil aqli sebagaimana yang tampak pada pembicaraan

mutakallimin.

3. Pembuktian tentang keyakinan-keyakinan agama menyerupai logika dalam filsafat. Oleh

karena itu, penamaan ilmu kalam adalah untuk membedakan dengan logika dalam filsafat.

b) Nama Lain Ilmu Kalam

Para Ahli sering menggunakan ilmu kalam dengan istilah teologi islam. Istilah ini berasal

dari sebutan orang-orang Barat untuk menyebut istrilah ilmu kalm dan perbedaannya dengan

filsafat islam.

Teologi berasal dari Yunani, yakni “theos” artinya Tuhan, dan “logos” artinya ilmu.

Dengan demikian, teologi berarti ilmu tentang tuhanatau ilmu ketuhanan.

Sementara itu, Dr. Harun Nasution dalam memberikan pengertian tentang ilmu kalam

lebih menitikkan kepada aspek materi pembahasannya yang menyamakan ilmu kalam dengan

teologi islam. Dasar pemikirannya adalah:

1. Kalam adalah Sabda tuhan, maka teologi dalam islam disebut ilmu kalam, karena soal kalam

pernah menimbulkan pertentangan keras di kalangan umat Islam.

6 Fazlir Rahman, Islam, terjemahan Ahsin Mohammad, Pustaka 1984, hlm 116

Page 15: ILMU KALAM

15

2. Kalam adalah kata-kata manusia, maka teologi islam disebut juga ilmu kalam karena teologi

„bersilat‟ dengan kata-kata dalam mempertahankan pendapat dan pendirian masing-masing.

Berdasarkan penjelasan di atas, baik ilmu kalam maupun teologi islam adalah sama, baik

secara metodologis maupun materi yang dibahasnya. Pada intinya, ilmu kalam maupun teologi

membahas tentang:

1. Kepercayaan tentang tuhan dengan segala seginya, seperti : tentang wujud keesaan, dan sifat-

sifat Allah

2. Pertalian dengan alam semesta, yang berarti termasuk di dalamnya persoalan terjadinya alam,

leadilan dan kebijaksanaan tuhan, pengutusan rasul-rasul yang meliputi soal-soal penerimaan

wahyu dan berita.

Demikian juga halnya ilmu ushuluddin atau tauhid, terutama kalau dilihat dari aspek

yang menjadi objek pembahasannya. Kesamaan ini dapat dilihat dari:

1. Adakalanya masalah yang paling masyhur dan banyak menimbulakan perbedaan pendapat di

antara para ulama pada kurun waktu pertama, yaitu kalam Allah yang dibacakan itu baru atau

qadim

2. Adakalanya ilmu tauhid dibina oleh dalil-dalil akal

3. Dalam memberikan dalil-dalil tentang beberapa pokok agama, ia menyerupai logika dalam

filsafat.

Berdasarkan pengertian ilmu kalam. Sebagaimana telah dibahas sebelumnya, yang

menjadi inti kajian dan ruang lingkup yang dibahas oleh para mutakallimin, sebenarnya lebih

menekankan kepada masalah-masalah perdebatan teologis, yakni lontaran-lontaran argumebntasi

kaum muslimin untuk membenarkan dan memperkuat sikap teologisnya.

Page 16: ILMU KALAM

16

Berkaitan dengan masalah aqidah tersebut, Muzaffarudin Nadvi melihat kepada empat

masalah pokok yang menjadi objek kajian penting di dalam pemikiran islam, khususnya ilmu

kalam:

1. Masalah kebebasan berkehendak

2. Masalah sifat Allah

3. Batasan iman dan perbuatan

4. Perselisihan antara akal dan wahyu.

c) Sumber dan Faktor Lahirnya Ilmu Kalam

1. Faktor Internal

Faktor internal yang mengundang berbeda pendapat dan senantiasa mengajak umat untuk

berfikir. Kata-kata yang dipakai dalam alqur‟an untuk menggambarkan perbuatan berfikir ini,

misalnya, bukan hanya „aqala‟, tetapi juga menggunakan beberapa kata yang menunjukkan

kepada pengertian dan tuntutan yang sama.

Harun Nasution memberikan beberapa contoh dari rincian ayat-ayat yang menganjurkan

manusia untuk menggunakan akal:

a. Nazara, melihat abstrak dalam arti berfikir dan merenungkan

b. Tadabbara, dalam arti merenungkan

c. Tafakkara, arti berfikir.

d. Fakiha yang berarti mngerti atau faham

e. Tazakkara, mengingat, memperlihatkan

f. Fahima, memahami dalam bentuk “fahama”

Page 17: ILMU KALAM

17

2. Faktor eksternal

Faktor eksternal berupa paham-paham keagamaan non islam tertentu yang memengaryhi

dan ikut mewarnai sebagian paham di lingkungan umat islam.

Faktor eksternal lainnyan adalah filsafat Yunani. Filsafat Yunani diperkenalkan kepada

kaum mutakallimin melalui Persia yang secara kebetulan wilayah ini masih dipengaruhi oleh

filsafat.

Mu‟tazilah merupakan pendiri ilmu kalam yang sebenarnya dalam islam.1[7] Dalam

bentuk apologetik, sebagai pembela diri terhadap agama dan kepercayaan non-Islam, maupun

terhadap kalangan umat Islam sendiri yang tidak sepaham dengan mereka.

D. Posisi Akal dan Wahyu

Dalam Konteks linguitik, wahyu memiliki dua asoek pengertian yang berbeda, tetapi

sama-sama penting. Salah satu aspek tersebut adalah menyangkut konsep[ firman . Menurut

pengertian teknis yang sempit, istilah firman dapat dibedakan dengan bahasa. Sedangkan aspek

lainnya berkaitan dengan fakta bahwa dari semuia bahasa cultural yang ada pada saat itu, bahasa

Arab sengaja dipilih oleh Tuhan, bukan secara sarana untuk berfirman.Kalam dan lisan dalam

bahasa arab, kira-kira sama dengan bahasa langue dan paroe dalam bahasa perancis.

Dengan demikian, wahyu menurut konsepsi Al-Qur‟an merupakan parole Tuhan, wahyu

sama dengan firman Allah.

Sedangkan di dalam bahasa Arab akal diartikan kecerdasan, lawan dari kebodohan, dan

diartikan pula dengan hati, suatu kekuatan yang membedakan manusia dengan semua jenis

hewan.

Page 18: ILMU KALAM

18

Akal dan Wahyu dalam Pemikiran Mutakallimin

Harun Nasution, mengikuti kalam Muhammad Abduh, bahwa ada dua fungsi pokok

dalam wahyu, yaitu:

1. Memberi keyakinan akan adanya hidup sesudah mati

2. Wahyu akan menolong akal dalam mengatur masyarakat atas dasar prinsip-prinsip umum yang

dibawanya, dan syariatnya yang akan membimbing manusia tentang moral yang benar.

c.) Pemikiran Kalam Klasik

1. Aliran Khawarij

Khawarij berasal dari kata kharaja yang berarti „keluar‟, ditujukan bagi setiap orang yang

keluar dari imam yang hak dan telah disepakati para jama‟ah, baik ia keluar pada masa

Khulafaur Rasyidin maupun masa tabi‟in secara baik-baik

2. Aliran Mu‟tazilah

Mu`tazilah sebagai aliran teologi memiliki akar dan produk pemikiran tersendiri, yang

dimaksud akar pemikiran di sini adalah dasar dan pola pemikiran yang menjadi landasan

pemahaman dan pergerakan mereka. Sedangkan yang dimaksud produk pemikiran adalah

konsep-konsep yang dihasilkan dan dasar pola pemikiran yang mereka yakini tersebut.

3. Aliran Asy‟ariyah

Tokoh aliran ini Abu Hasan Al-Asy‟ari yang lahir di Basrah pada tahun 873 M dan wafat

tahun 935 M. Pada mulanya Al-Asy‟ari adalah murid Al-Jubba‟i salah seorang tokoh terkemuka

aliran mu‟tazilah.

Walaupun Al-Asy‟ari telah berpuluhan tahun menganut paham mu‟tazilah akhirnya ia

meninggalkan aliran mu‟tazilah dengan alasan:

Page 19: ILMU KALAM

19

a. Al-asy‟ari bermimpi, dalam mimpinya itu Nabi Muhammad SAW mengatakan kepadanya bahwa

mazhab Ahli Hadits-lah yang benar, dan mazhab mu‟tazilah salah.

b. Al-Asy‟ari berdebat dengan gurunya Al-Jubba‟i, dan dalam perdebatannya itu Al-Jubba‟i tak

dapat menjawab tantangan Al-Asy‟ari sebagai muridnya.

4. Aliran Salafiyah

Aliran ini muncul sebagai kelanjutan dari pemikiran Ahmad bin Hambalyang kemudian

pemikirannyadiformulasikan secara lebih lengkap oleh Ahmad Ibn Taymiyah.

5. 5. Aliran Murji‟ah

Murji‟ah berasal dari bahasa arab yang berarti menunda atau dari kata raja‟a yang berarti

mengharapkan. Murjiah adalah bentuk isim fail dari kata tersebut di atas, berarti orang yang

menunda atau orang yang mengharapkan. Dalam arti yang pertama dimaksudkan berarti

golongan atau paham yang menanggungkan keputusan sesuatu hal (mulanya persoalan yang

berbuat dosa besar) nanti dikelak kemudian hari disisi Allah. Sedang pengertian dalam arti yang

kedua Murjiah ialah golongan yang mengharapkan ampunan dari Tuhan atas kesalahan dan

dosanya (asal persoalan adalah orang mukmin yang berbuat dosa besar, mati sebelum bertobat).

6. Aliran Syi‟ah

Akar kata Syi‟ah bermakna pihak, puak dan kelompok, yang diambil dari kata Syayya‟a yang

memiliki arti berpihak. Aliran ini menunjukkan pengikut Ali dalam hubungannya dengan

peristiwa pergantian kekhalifahan setelah Rasulullah wafat.

Page 20: ILMU KALAM

20

Pemikiran Kalam dan Modernisme Muhammad Ibnu Abdul Wahab

1. Islam telah mengalami sejumlah pergerakan kebangkitan kembali yang cukup besar dalam dua

abad terakhir.

Gerakan Abd Al-Wahab dikelompokkan sebagai pembaharuan revivalis pra-modernis yang

dipandang sebagai denyut pertama kehidupan dalam Islam setelah kemeresotan yang pesat dalam

abad sebelumnya.

2. Muhammad Abduh

Umat Islam merespon pengikisan dunia tradisional dan penyikapan miring bangsa Barat

terhadap Islam melalui usaha-usaha pembaharuan.

Abduh meyakini akan kemandirian dan potret diri Islam, ia berusaha menghilangkan unsure-

unsur asing, sementara paparannya tentang doktrin-doktrin teologis bersifat modernistic dalam

pengertian ia menghindari penggunaan bahasa teologis tradisional.

Menuju Kalam Kontemporer Sebuah Wacana

1. Karakteristik Muslim Kontemporer

Pemikiran tentang Islam senantiasa berkembang sesuai dengan perkembangan umat

Islam itu sendiri. Umat Islam berkembang karena situasi dan kondisi yang mengelilinginya

berkembang pula. Konsepsi-konsepsi kalam, yang muncul sekitar seribu tahun lalu, sekalipun

pandangan-pandangannya dapat dicerna dan dipahami oleh generasi muslim era sekarang,

tetapiu perlu adanya rekonstruksi sistematis sesuai dengan perkembangan zamannya.

2. Orientasi Baru Kalam

Page 21: ILMU KALAM

21

Untuk menyikapi perkembangan pemikiran muslim dan pelestarian tradisi keilmuan

klasik pada era modern sekarang ini, dua trend (aliran) pemikiran Islam kontemporer dapat

menjadi inspirasi melakukan evaluasi kritis terhadap visi dan metode kalam

1. Trend pemikiran Islam yang menggarisbawahi perlunya melestarikan tradisi keilmuan Islam

yang telah terbangun sejak abad lalu.

2. Trend pemikiran Islam yang didasari oleh tradisi pemikiran keagamaan yang bersifat kritis.

E. Akal dan Wahyu dalam Pemikiran Mutakallimin

Harun Nasution, mengikuti kalam Muhammad Abduh, bahwa ada dua fungsi pokok

dalam wahyu, yaitu:

1. Memberi keyakinan akan adanya hidup sesudah mati

2. Wahyu akan menolong akal dalam mengatur masyarakat atas dasar prinsip-prinsip umum yang

dibawanya, dan syariatnya yang akan membimbing manusia tentang moral yang benar.

F. Pemikiran Kalam Klasik

1. Aliran Khawarij

Khawarij berasal dari kata kharaja yang berarti „keluar‟, ditujukan bagi setiap orang yang

keluar dari imam yang hak dan telah disepakati para jama‟ah, baik ia keluar pada masa

Khulafaur Rasyidin maupun masa tabi‟in secara baik-baik

2. Aliran Mu‟tazilah

Mu`tazilah sebagai aliran teologi memiliki akar dan produk pemikiran tersendiri, yang

dimaksud akar pemikiran di sini adalah dasar dan pola pemikiran yang menjadi landasan

Page 22: ILMU KALAM

22

pemahaman dan pergerakan mereka. Sedangkan yang dimaksud produk pemikiran adalah

konsep-konsep yang dihasilkan dan dasar pola pemikiran yang mereka yakini tersebut.

3. Aliran Asy‟ariyah

Tokoh aliran ini Abu Hasan Al-Asy‟ari yang lahir di Basrah pada tahun 873 M dan wafat

tahun 935 M. Pada mulanya Al-Asy‟ari adalah murid Al-Jubba‟i salah seorang tokoh terkemuka

aliran mu‟tazilah.

Walaupun Al-Asy‟ari telah berpuluhan tahun menganut paham mu‟tazilah akhirnya ia

meninggalkan aliran mu‟tazilah dengan alasan:

a. Al-asy‟ari bermimpi, dalam mimpinya itu Nabi Muhammad SAW mengatakan kepadanya

bahwa mazhab Ahli Hadits-lah yang benar, dan mazhab mu‟tazilah salah.

b. Al-Asy‟ari berdebat dengan gurunya Al-Jubba‟i, dan dalam perdebatannya itu Al-Jubba‟i tak

dapat menjawab tantangan Al-Asy‟ari sebagai muridnya.

4. Aliran Salafiyah

Aliran ini muncul sebagai kelanjutan dari pemikiran Ahmad bin Hambalyang kemudian

pemikirannyadiformulasikan secara lebih lengkap oleh Ahmad Ibn Taymiyah.

5. Aliran Murji‟ah

Murji‟ah berasal dari bahasa arab yang berarti menunda atau dari kata raja‟a yang berarti

mengharapkan. Murjiah adalah bentuk isim fail dari kata tersebut di atas, berarti orang yang

menunda atau orang yang mengharapkan. Dalam arti yang pertama dimaksudkan berarti

golongan atau paham yang menanggungkan keputusan sesuatu hal (mulanya persoalan yang

berbuat dosa besar) nanti dikelak kemudian hari disisi Allah. Sedang pengertian dalam arti yang

kedua Murjiah ialah golongan yang mengharapkan ampunan dari Tuhan atas kesalahan dan

dosanya (asal persoalan adalah orang mukmin yang berbuat dosa besar, mati sebelum bertobat).

Page 23: ILMU KALAM

23

6. Aliran Syi‟ah

Akar kata Syi‟ah bermakna pihak, puak dan kelompok, yang diambil dari kata Syayya‟a

yang memiliki arti berpihak. Aliran ini menunjukkan pengikut Ali dalam hubungannya dengan

peristiwa pergantian kekhalifahan setelah Rasulullah wafat.

G.Pemikiran Kalam dan Modernisme

1. Muhammad Ibn Abdul Wahab

Islam telah mengalami sejumlah pergerakan kebangkitan kembali yang cukup besar dalam

dua abad terakhir.

Gerakan Abd Al-Wahab dikelompokkan sebagai pembaharuan revivalis pra-modernis yang

dipandang sebagai denyut pertama kehidupan dalam Islam setelah kemeresotan yang pesat dalam

abad sebelumnya.

2. Muhammad Abduh

Umat Islam merespon pengikisan dunia tradisional dan penyikapan miring bangsa Barat

terhadap Islam melalui usaha-usaha pembaharuan.

Abduh meyakini akan kemandirian dan potret diri Islam, ia berusaha menghilangkan unsure-

unsur asing, sementara paparannya tentang doktrin-doktrin teologis bersifat modernistic dalam

pengertian ia menghindari penggunaan bahasa teologis tradisional.

G. Menuju Kalam Kontemporer Sebuah Wacana

1. Karakteristik Muslim Kontemporer

Pemikiran tentang Islam senantiasa berkembang sesuai dengan perkembangan umat Islam itu

sendiri. Umat Islam berkembang karena situasi dan kondisi yang mengelilinginya berkembang

Page 24: ILMU KALAM

24

pula. Konsepsi-konsepsi kalam, yang muncul sekitar seribu tahun lalu, sekalipun pandangan-

pandangannya dapat dicerna dan dipahami oleh generasi muslim era sekarang, tetapiu perlu

adanya rekonstruksi sistematis sesuai dengan perkembangan zamannya.

2. Orientasi Baru Kalam

Untuk menyikapi perkembangan pemikiran muslim dan pelestarian tradisi keilmuan

klasik pada era modern sekarang ini, dua trend (aliran) pemikiran Islam kontemporer dapat

menjadi inspirasi melakukan evaluasi kritis terhadap visi dan metode kalam

1. Trend pemikiran Islam yang menggarisbawahi perlunya melestarikan tradisi keilmuan Islam

yang telah terbangun sejak abad lalu.

2. Trend pemikiran Islam yang didasari oleh tradisi pemikiran keagamaan yang bersifat kritis.

H. Pembahasan Ilmu Kalam Menurut Sistem Mutakalim

Meskipun mutakillimin menggunakan akal untuk mencari Tuhan tetapi mereka tidak puas,

karena ada hal-hal yang di luar jangkauan kekuasaan akal manusia, yaitu masalah dogma.

Menurut orang-orang barat, dogma itu berada di bawah akal, agar dihukumi oleh akal, maka

rahasia dogma itu menjadi tidak rahasia akal, kemudian ditolaknya. Tauhid adalah berbeda

dengan dogma. Sebab dengan akal, manusia mencari Tuhan, dengan jalan memperhatikan alam

semesta.

Ada beberapa pendapat menurut nash-nash mutasyabihat :

1. Golongan salaf ; mempercayai sepenuhnya kapada nash-nash mutasyabihat. Tetapi mereka

menyerahkan maksud yang sebenarnya kepada Allah. Mereka percaya pada هلل ا دي, tangan

Page 25: ILMU KALAM

25

Allah, tetapi keadaan-Nya berbeda dengan tangan manusia. Maksud sebenarnya mereka serahkan

sepenuhnya kepada Allah.

2. Golongan Mu‟atthilah ; berpendapat bahwa kalimat-kalimat yang mengandung sifat-sifat

Allah yang tampaknya serupa dengan sifat-sifat makhluk-Nya yang terdapat pada nash-nash

mutasyabihat, harus dinafikan (ditiadakan) dari Allah bersifat semacam itu. Agar dengan

demikian dapat dengan sungguh-sungguh mentaqdiskan atau mensucikan Allah dari serupa

dengan makhluk-Nya.

3. Golongan Mujassimah atau Musyabbihah. Golongan ini dipimpin oleh Dawud Al-Jawariby

dan Hisyam bin Hakam Ar-Rafidly. Mereka berpendapat bahwa ayat-ayat Al-Qur‟an dan hadits

Nabi mengenai nash-nash mutasyabihat harus diartikan menurut lahirnya (letterlijk) saja.

4. Golongan Khalaf ; mempercayai bahwa nash-nash mutasyabihat itu menerangkan tentang

sifat-sifat Allah yang tampaknya menyerupai dengan makhluk-Nya itu, adalah kalimat-kalimat

majaz. Oleh karena itu harus di takwilkan sesuai dengan sifat keagungan dan kesempurnaan-

Nya. Seperti :

د ا هلل .diartikan kekuasaan Allah –ي

.diartikan Dzat Allah –وجه اهلل

سماء ي ال .diartikan Dzat yang mengusai langit –من ف

Adapun sebab-sebab golongan salaf tidak mengadakan takwil itu ialah :

a. Pembahasan nash-nash mutasyabihat itu tidak memberi manfaat bagi orang awam.

Page 26: ILMU KALAM

26

b. Segala yang berhubungan dengan Dzat dan sifat Allah, adalah di luar akal yang tidak

mungkin manusia dapat mencapai-Nya, kecuali dengan jalan mengqiyasakan Allah pada sesuatu.

Ini adalah kesalahan yang sangat besar.

Adapun system mutakallimin ialah beriman kepada Allah dan segala apa yang dibawa oleh

Rasul-Nya. Akan tetapi mereka perkuat dengan dalil-dalil akal yang disusun secara mantiq.

Mengenai nash-nash mutasyabihat, para mutakallimin tidak merasa puas dengan beriman secara

ijmaly saja, tanpa mengadakan takwil. Maka mereka mengumpulkan nash-nash yang pada

lahirnya bertentangan, seperti nash-nash yang diterministis, indeterministis, dan

antropomorphistis.

Mereka mentakwilkan nash-nash tersebut dan takwilan itu adalah ciri khusus daripada

mutakallimin. Mentakwilkan nash-nash ini member kebebasan pada akal untuk membahas dan

memikirkannya.

I. Metode pemikiran menurut golongan-golongan

a. Metode Mu‟tazilah dalam menemukan dalil „aqidah

Dalam menemukan dalil untuk menetapkan aqidah, Mu‟tazilah berpegang pada premis-premis

logika, kecuali dalam masalah-masalah yang tidak dapat diketahui selain dengan dalil naqli

(teks) kepercayaan mereka terhadap kekuatan akal hanya dibatasi oleh penghormatan mereka

terhadap perintah-perintah syara‟.

Page 27: ILMU KALAM

27

b. Metode berpikir Al-maturidi

Al-maturidi berpegang pada keputusan akal pikiran dalam hal-hal yang tidak bertentangan

dengan syara‟. Sebaliknya jika hal itu bertentangan dengan syara‟ maka akal harus tunduk

kepada keputusan syara‟.

c. Metode berpikir salaf

Menempatkan akal berjalan dibelakang dalil naqli, mendukung dan menguatkannya. Akal tidak

berdiri sendiri untuk dipergunakan menjadi dalil, tetapi ia mendekatkan ma‟na-ma‟na nash

G. Studi kritis ilmu kalam

Secara garis besar, titik kelemahan ilmu kalam yang menjadi sorotan para pengkritiknya berputar

pada tiga aspek :

a. Aspek Epistomologi

Pada pembahasan ini adalah cara yang digunakan oleh para pemuka aliran kalam

dalam menyelesaikan persoalan kalam, terutama ketika mereka menafsirkan Al-Qur‟an.

b. Aspek Ontologi

Harus diakui bahwa diskursus alira-aliran kalam yang ada hanya berkisar pada persoalan-

persoalan ketuhanan dan yang berkaitan dengannya yang terkesan “mengawang-awang” dan jauh

dari persoalan kehidupan umat manusia. Kalaupun tetap dipertahankan diskursus aliran kalam

juga menyentuh persoalan kehidupan manusia, persoalan itu adalah sesuatu yang terjadi pada

Page 28: ILMU KALAM

28

masa lampau, yang nota bennya berbeda dengan persoalan-persoalan kehidupan manusia masa

kini. Dengan demikian, ilmu kalam tidak dapat diandalkan untuk memecahkan masalah.

c. Aspek Aksiologi

Kritikan yang dialamatkan pada aspek Aksiologi ilmu kalam juga menyentuh persoalan-

persoalan kehidupan manusia masa kini. Dengan demikian, ilmu kalam tidak dapat diandalkan

untuk memecahkan persoalan-persoalan. Al- Ghazali, sebagai seorang tokoh ahli kalam klasik,

dapat disebut sebagai cendekiawan muslim yang mempermasalahkan hal ini. Ia tidak serta

menolak ilmu kalam, tetapi menggaris bawahi keterbatasan-keterbatasan ilmu ini sehingga

berkesimpulan bahwa ilmu ini tidak dapat mengantarkan manusia untuk mendekati tuhan. Hanya

kehidupan sufi-lah yang dapat mengantarkan seseorang dekat dengan tuhan. Mungkin karena

diantara alasan ini pula, Ibnu Taimiyah dengan penuh semangat menganjurkan kaum muslimin

untuk menjahui ilmu kalam.

Page 29: ILMU KALAM

29

BAB III

PENUTUP

A. Menurut pemikiran Penulis :

Meskipun mutakillimin menggunakan akal untuk mencari Tuhan tetapi mereka tidak puas,

karena ada hal-hal yang di luar jangkauan kekuasaan akal manusia, yaitu masalah dogma.

Menurut orang-orang barat, dogma itu berada di bawah akal, agar dihukumi oleh akal, maka

rahasia dogma itu menjadi tidak rahasia akal, kemudian ditolaknya.

a. Metode Mu‟tazilah dalam menemukan dalil „aqidah

Dalam menemukan dalil untuk menetapkan aqidah, Mu‟tazilah berpegang pada premis-premis

logika, kecuali dalam masalah-masalah yang tidak dapat diketahui selain dengan dalil naqli

(teks) kepercayaan mereka terhadap kekuatan akal hanya dibatasi oleh penghormatan mereka

terhadap perintah-perintah syara‟.

b. Metode berpikir Al-maturidi

Al-maturidi berpegang pada keputusan akal pikiran dalam hal-hal yang tidak bertentangan

dengan syara‟. Sebaliknya jika hal itu bertentangan dengan syara‟ maka akal harus tunduk

kepada keputusan syara‟.

Page 30: ILMU KALAM

30

c. Metode berpikir salaf

Menempatkan akal berjalan dibelakang dalil naqli, mendukung dan menguatkannya. Akal tidak

berdiri sendiri untuk dipergunakan menjadi dalil, tetapi ia mendekatkan ma‟na-ma‟na nash

Page 31: ILMU KALAM

31

DAFATAR PUSTAKA

Harun Nasution.Tauhid Ilmu kalam,Pustaka 2003

Sahilun A. Nashir, Ilmu Kalam, Bina Ilmu Surabaya, 1980

Fazlir Rahman, Islam, terjemahan Ahsin Mohammad, Pustaka 1984

Nurcholis Madjid, Khazanah Intelektual Islam, Bulan Bimtamg, Jakarta 1984

Abudin Nata, Dr, Metodologi Studi Islam, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2008

Diposkan oleh irfan di Sabtu, Juni 13, 2009