Page 1
ILLEGAL FISHING DI KAWASAN PERAIRAN KEPULAUAN
BANGKA BELITUNG (STUDI KASUS PENANGKAPAN IKAN TANPA
DOKUMEN YANG SESUAI) Departemen Kriminologi Fakultas Imu Ssosial dan Ilmu Politik UI
[email protected]
ABSTRAK
Setiap nelayan yang melakukan kegiatan penangkapan ikan harus memiliki lisensi memancing. Namun, dokumen keberadaan seharusnya dimiliki oleh nelayan kadang-kadang tidak diperhatikan melakukan kegiatan penangkapan ikan tanpa dokumen yang sesuai. Kegiatan penangkapan ikan tanpa dokumen menjadi salah satu modus operandi dalam kegiatan illegal fishing. Penelitian tentang kegiatan penangkapan ikan ilegal yang terjadi di Kepulauan Bangka Belitung menggunakan pendekatan kualitatif dan jenis penelitian deskriptif. Untuk menganalisis, peneliti menggunakan kejahatan korporasi, teori pilihan rasional dan kejahatan terorganisir. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa kegiatan penangkapan ikan ilegal yang terjadi di wilayah perairan Kepulauan Bangka Belitung menggunakan jaring trawl dan tidak dilengkapi dengan dokumen yang sesuai. Kegiatan penangkapan ikan ilegal menggunakan jaring trawl menjadi pelanggaran hukum yang terpola oleh perusahaan. Ada juga hubungan antara pemilik perusahaan dengan instansi pemerintah yang berpartisipasi dalam melakukan pencurian ikan di wilayah perairan Kepulauan Bangka Belitung. Selain itu, penelitian ini juga menemukan bahwa tujuan pelaku melakukan kegiatan penangkapan ikan dengan jaring trawl untuk mendapatkan keuntungan dari hasil tangkapan ikan.
Kata Kunci: Illegal Fishing, Jaring Trawl, Kejahatan korporasi, Teori pilihan rasional, Kejahatan Organisasi.
Illegal Fishing in waterworks area of Bangka Belitung Island (case studi fishing without appropriate documents)
ABSTRACT
Every fisherman who performs the activity of fishing must have license fishing. However, existence document supposed to be possessed by fisherman sometimes not reck do the activity of fishing without documents accordingly. The activity of fishing without documents being one modus operandi in illegal fishing activity.Research on illegal fishing activities occurring in Bangka Belitung island using qualitative approach and type research descriptive. To analyze, researchers used corporate crime, rational choice theory and organized crime in the theory. This research result concluded that illegal fishing activity which occurred in the area waters Bangka Belitung island used a trawl gear and not furnished with documents accordingly. Illegal fishing activities uses a trawl gear be a statutory offense has patern by company. There is also the relation between company owner with a government agency which certainly should participate in do theft fish in area waters Bangka Belitung island.In addition, this research also found that the purpose of an offender conducting any activity of fishing with the trawl gear to get the profit from the catch fish.
Key words: corporate crime, trawl gear, illegal fishing, rational choice theory, organized crime
Pendahuluan
Di perairan Indonesia setidaknya terdapat tiga wilayah yang sangat rawan terhadap
kegiatan illegal fishing. Ketiga perairan tersebut adalah perairan Natuna, perairan Arafuru dan
Perairan Sulawesi Utara. Perairan Natuna merupakan wilayah yang paling sering terjadi
kegiatan illegal fishing (www.kabarbisnis.com, Kamis 8 November 2012, pukul 15:30).
Illegal Fishing..., Bob Ivan, FISIP UI, 2013
Page 2
Rentannya wilayah perairan tersebut menjadi kegiatan illegal fishing tidak terlepas dari
potensi perikanan yang cukup besar yang terkandung di dalamnya. Hal ini dapat dijelaskan
dari Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia No. 45 Tahun 2011
tentang Estimasi Potensi Sumber Daya Ikan Di WPP-RI yang menyatakan bahwa perairan di
WPP 711 (Perairan Selat Karimata, Laut Natuna dan Laut Cina Selatan) memiliki potensi
sumber daya ikan terbesar yaitu 1,059 ton/tahun.
Perairan Kepulauan Bangka Belitung berada di salah satu WPP 711 yang juga
bersama provinsi Jambi, Kepulauan Riau, dan Kalimantan Barat dapat melakukan
pengelolaan dan pemanfaatan akan sumber daya ikan yang terkandung didalamnya. Oleh
karena itu, memunculkan armada perikanan terutama perusahaan perikanan untuk melakukan
penangkapan ikan secara legal maupun ilegal. Selain itu adanya kegiatan perikanan ini juga
membuat munculnya industri perikanan yang juga berarti menimbulkan kompetisi diantara
indsutri tersebut dan menyebabkan sumber perikanan menjadi semakin langka (Yumiko, dkk,
2004: 85).
Situasi demikian memunculkan ancaman terhadap kegiatan pencurian ikan.
Kegiatan illegal fishing yang paling banyak ditemui yaitu penggunaan alat tangkap jaring
trawl untuk mendapatkan hasil tangkapan yang lebih banyak. Penggunaan jaring trawl dalam
setiap kegiatan penangkapan ikan ini sangat sering digunakan nelayan terutama oleh nelayan
yang menggunakan kapal berukuran besar. Tidak heran maraknya penggunaan trawl dalam
kegiatan penangkapan ikan dikarenakan alat trawl ini merupakan alat tangkap yang produktif
untuk berbagai jenis ikan dasar, terutama udang (Tribawono, 2002: 68). Penggunaan jaring
trawl selain bisa menghasilkan banyak ikan, namun juga dapat menimbulkan masalah.
Masalah yang ditimbulkan yakni berkurangnya hasil tangkapan ikan bagi nelayan lain yang
hanya menggunakan alat tangkap tradisional. Selain itu penggunaan trawl ini juga dapat
merusak terumbu karang dan juga habitat ikan karena ikan-ikan kecil juga ikut terangkat.
Penelitian mengenai kegiatan penangkapan ikan yang merusak lingkungan pernah
dilakukan oleh Pondra Novara pada tahun 2007 di kawasan Kepulauan Seribu, yang
menjelaskan bahw a pelaku dalam melakukan kegiatan penangkapan ikan menggunakan Bom
sehingga menghasilkan ikan dalam jumlah besar. Namun akibat yang ditimbulkan
menyebabkan rusaknya terumbu karang dan keseimbangan ekosistem. (Novara, 2007)
Selain itu, penelitian mengenai kegiatan penangkapan ikan juga dilakukan Mariah
Deborah Sumual (1997) yang menjelaskan beberapa teknik penangkapan ikan yang merusak
Terumbu Karang di kawasan Kepulauan Seribu. Teknik penangkapan ikan yang merusak
Illegal Fishing..., Bob Ivan, FISIP UI, 2013
Page 3
tersebut antara lain, penggunaan Potasium Sianida, Muro Ami dan penggunaan Bagan
Tancap.(Sumual, 1997).
Illegal fishing memberikan dampak, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Dampak langsung dari kegiatan illegal fishing yaitu rusaknya lingkungan karena hilangnya
habitat di dasar laut akibat penggunaan alat penangkap ikan. Sedangkan, dampak secara tidak
langsung meliputi perubahan potensi dalam perubahan materi dan energi ekosistem perairan
dan perubahan keseimbangan proses produksi primer, konsumsi, dan produksi sekunder
terhadap nilai ekonomis (John, dkk, 2002: 19). Oleh karena itu, dalam penelitian ini penulis
mengangkat permasalahan kegiatan illegal fishing yang terjadi di kawasan perairan
Kepulauan Bangka Belitung dalam studi kasus penangkapan ikan tanapa dokumen yang
sesuai.
Kerangka Pemikiran
Perusahaan perikanan sebagai suatu unit ekonomi yang melakukan kegiatan
penangkapan/budidaya binatang/tanaman air dengan tujuan sebagian/seluruhnya untuk dijual
(Direktorat Jendral Perikanan, Departemen Pertanian, 1975: 6). Perusahaan Perikanan sebagai
sumber modal dapat menggunakan barang modal yang dimiliki seperti kapal penangkap ikan,
alat penangkap ikan sebagai alat untuk menangkap ikan dengan memperkerjakan suatu
kelompok nelayan kecil. Nelayan kecil ini merupakan orang yang mata pencahariannya
melakukan penangkapan ikan utnuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Menurut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 5 tahun 2008, dalam pasal 1
ayat 21 menyebutkan bahwa Surat izin penangkapan ikan, yang selanjutnya disebut SIPI,
adalah izin tertulis yang harus dimiliki setiap kapal perikanan untuk melakukan penangkapan
ikan yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari SIU (Surat Izin Usaha Perikanan). Surat
Perusahaan
Perikanan
Nelayan
S
I
P
I
Corporate Crime
Rational Choice Theory
Illegal fishing Organized Crime
Illegal Fishing..., Bob Ivan, FISIP UI, 2013
Page 4
Izin Penangkapan Ikan (SIPI) merupakan hal yang utama dalam setiap kegiatan perikanan dan
harus dimiliki oleh setiap nelayan. Hal ini dikarenakan di dalam SIPI tercantum ketentuan
mengenai wilayah penangkapan ikan, alat penangkapan ikan, dan kapal penangkap ikan.
Dalam membahas penelitian ini, peneliti menggunakan konsep corporate crime yang
dikemukakan oleh Clinard dan Yeager 1980 yang menyatakan bahwa kejahatan korporasi
adalah setiap tindakan yang dilakukan oleh korporasi yang bisa diberikan sangsi hukuman
oleh negara, baik dibawah hukum administrasi negara, hukum perdata maupun hukum pidana.
(Clinard & Yeager, 1980: 16). Tujuan korporasi selain memaksimalkan keuntungan dapat
juga terkait dengan tujuan selain keuntungan. Korporasi dapat berkembang dengan cara
mengendalikan kondisi lingkungan ekonomi dan politik. Oleh karena itu dalam usahanya
untuk mengembangkan perusahaannya korporasi mungkin dapat melakukan pelanggaran
hukum.
Selain menggunakan konsep corporate crime, peneliti juga menggunakan konsep
Rational Choice Theory untuk mejelaskan pertimbangan pelaku sebelum melakukan kegiatan
illegal fishing di kawasan perairan Kepulauan Bangka Belitung. Konsep Rational Choice
Theory yang digunakan dalam penelitian ini mengacu kepada Clarke dan Cornish (1985)
yang didasarkan pada dua pendekatan teoritis. Pertama, asumsi bahwa seseorang membuat
suatu keputusan dengan tujuan untuk memaksimalisasi keuntungan dan meminimalisasi
kerugian. Kedua, basis teori pilihan ekonomis tradisional yang menyatakan bahwa seseorang
mempertimbangkan pilihan dan memilih apa yang mereka yakini akan memenuhi kebutuhan
mereka. (Adler, dkk, 1998: 239-240). Peneliti juga menggunakan konsep organized crime
yang nantinya digunakan untuk menjelaskan hubungan pelaku dengan lembaga pemerintah
dalam melakukan kegiatan illegal fishing.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan suatu bentuk pelanggaran
hukum terpola yang dilakukan oleh perusahaan perikanan untuk mendapatkan keuntungan
yang sebesar-besarnya.
Metode Penelitian.
Peneliti menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dan tipe penelitian deskriptif
untuk menggambarkan bagaimana bentuk kegiatan illegal fishing yang terjadi di kawasan
perairan Kepulauan Bangka Belitung. Dalam melakukan pengumpulan data, peneliti
melakukan wawancara dengan anggota lembaga pemerintah yang memiliki kekuasaan
terhadap aturan kegiatan perikanan seperti Kepolisian Perairan, Kejaksaan dan Dinas
Kelautan dan Perikanan. Sementara itu, peneliti juga melakukan wawancara kepada pemilik
Illegal Fishing..., Bob Ivan, FISIP UI, 2013
Page 5
usaha perikanan, nelayan yang menggunakan alat tangkap jaring trawl dan nelayan yang tidak
menggunakan jaring trawl dalam kegiatan penangkapan ikan. Lokasi penelitian yang dipilih
yaitu Desa Suka Damai, Kabupaten Bangka Selatan.
Hasil penelitian
Penangkapan ikan menggunakan alat tangkap jaring trawl merupakan suatu
kegiatan ilegal yang dapat digolongkan sebagai kejahatan korporasi atau corporate crime. Hal
ini ditandai dengan pelaku yang memiliki usaha perikanan berbentuk CV (commanditaire
vennootschap) atau persekutuan komanditer yang merupakan badan usaha perikanan yang
ingin mendapatkan keuntungan dengan cara melanggar hukum. Sebagaimana dalam
pemahaman definisi pelaku white-collar crime yang dikemukakan oleh Sutherland yang
menyebutkan pelaku white-collar crime merupakan orang dari kelas sosial ekonomi tinggi
yang melakukan pelanggaran terhadap hukum, hal tersebut juga sama dengan pelaku
kejahatan korporasi dalam usaha perikanan memiliki kekayaan dan memegang kekuasaan
terhadap para nelayan dan dipandang sebagai orang terhormat di kalangan masyarakat
setempat. Sebutan ‘Bos’ merupakan panggilan kepada pelaku karena kekuasaan dan
pengaruhnya yang sangat besar terhadap kehidupan masyarakat di desa setempat.
Salah satu cara yang digunakan pelaku untuk mencapai tujuannya yaitu dengan cara
melakukan penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap jaring trawl. Alat tangkap
jaring trawl merupakan alat yang sangat efektif karena ukuran serta bagian-bagian dari alat
tersebut yang dapat menangkap ikan dalam jumlah yang besar. Oleh karena itu, hasil
tangkapan ikan jaring trawl memiliki kualitas ikan yang baik dibandingkan dengan alat
tangkap lain. Sehingga tidak mengherankan jika alat tangkap jaring trawl menjadi pilihan
utama pelaku usaha perikanan untuk mendapatkan hasil tangkapan yang besar dan memiliki
kualitas ikan yang baik sehingga dapat terus melangsungkan usaha perikanannya.
Bentuk pelanggaran yang dilakukan oleh nelayan dengan penggunaan alat tangkap
trawl menjadi salah satu strategi untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya
menjadi salah satu tujuan korporasi (Setiyono, 2002: 47). Atas adanya dorongan tersebut
pelaku memutuskan untuk melakukan penyalahgunaan surat izin penangkapan ikan.
Keputusan pelaku untuk melakukan penangkapan ikan tanpa memiliki SIPI tentunya untuk
mendapatkan hasil tangkapan ikan dalam jumlah yang besar. Oleh karena itu, menurut John
Braithwaite (1984), pelanggaran yang dilakukan oleh korporasi berbeda dari pelaku kriminal
yang berasal dari kelas sosial-ekonomi rendah terutama dalam prosedur administrasi yang
sering digunakan untuk kepentingan pelaku (Simpson, 2002: 7). Dengan demikian kejahatan
Illegal Fishing..., Bob Ivan, FISIP UI, 2013
Page 6
korporasi tidak hanya mencakup tindakan yang melanggar hukum pidana saja, tetapi hukum
perdata dan administrasi. Braithwaite juga menjelaskan bahwa perusahaan sebagai badan
hukum dan anggota dari perwakilannya dipercaya sebagai aktor ilegal dan tindakan-tindakan
ilegal dilakukan bukan dalam rangka keuntungan individu melainkan untuk tujuan organisasi.
Faktor struktur organisasi koporasi menjadi peranan penting dalam menjalankan usaha
perikanan dan mendapatkan keuntungan. Penggunaan alat tangkap jaring trawl telah menjadi
pilihan strategi utama pelaku untuk mendapatkan keuntungan lebih dari usaha perikanan.
Namun, bos atau pelaku korporasi tentunya membutuhkan tenaga kerja untuk menjalankan
dan mengoperasikan kapal dan alat tangkap trawl yang dimilikinya. Tanpa adanya tenaga
kerja usaha perikanan tidak akan berjalan dengan baik dan tujuan untuk mendapatkan
keuntungan tidak akan dapat dicapai. Ketersediaan tenaga kerja menjadi suatu kebutuhan
perusahaan untuk menghadapi kebijakan perusahaan untuk memenangkan persaingan dan
mengurangi resiko (Mustofa, 2010: 48). Selain itu, adanya tenaga kerja dapat menjadi
pelaksana instruksi pelaku usaha dalam mencapai tujuan memperoleh keuntungan.
Nelayan yang bekerja kepada Bos mengakui bahwa ada atau tidak adanya surat izin
penangkapan ikan sebagai suatu hal yang tidak diperdulikannya karena Ia hanya mengikuti
aturan atau perintah dari Bos dan Ia menilai bagian penting dari surat-surat tersebut hanya
dianggap sebagai keringanan ketika berada di laut. Nelayan yang menggunakan alat tangkap
jaring trawl hanya bertugas untuk mencari ikan dan membawa hasil tangkapannya kepada Bos
dan mendapatkan gaji dari hasil tangkapan ikan tersebut. Alasan Nelayan yang hanya sebagai
pembawa dan mencari ikan, sebenarnya dirinya juga melaksanakan suatu tuntutan peran
dalam pekerjaannya sebagai nelayan. Menurut Katz dan Kahn (1966) arti “peran” mencakup
sejumlah harapan yang preferensi mengenai tindakan, karakter pribadi maupun gaya-gaya
tertentu yang diharapkan ditampilkan oleh seseorang dalam kelompok (Meliala, 1993: 108),
sehingga dalam kegiatan penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap jaring trawl,
nelayan mengalami penyesuaian dalam tuntutan perannya sebagai pekerja bos. Jika menolak
memainkan peran tersebut tentu saja akan kehilangan pekerjaannya sebagai pembawa alat
tangkap jaring trawl.
Kegiatan penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap jaring trawl tentu saja
merupakan suatu pelanggaran dan dapat saja ditangkap oleh pihak kepolisian perairan.
Namun, Bos sebagai pemilik kapal dan anak buah (nelayan) melakukan suatu upaya untuk
mempertahankan para pekerjanya agar terlepas dan tidak menjalani proses pidana. Dengan
kekuasaan yang dimiliki oleh Bos sebagai pemilik usaha perikanan dapat melakukan
penyuapan kepada pejabat publik, sehingga dapat melemahkan hukum dan proses hukum
Illegal Fishing..., Bob Ivan, FISIP UI, 2013
Page 7
tidak dapat terlaksana. Usaha Bos untuk mempertahankan pekerjanya bertujuan untuk agar
usaha perikanannya dapat terus berjalan dan mengurangi hilangnya keuntungan.
Hubungan antara Bos dengan lembaga pemerintah seperti Kepolisian Perairan terjadi
karena adanya transaksi antara Bos dengan Kepolisian Perairan, dimana Bos melakukan suatu
pembayaran untuk alasan keamanan atas kegiatan penangkapan ikan dengan jaring trawl.
Kepolisian Perairan juga mengetahui nelayan yang menggunakan alat tangkap jaring trawl
merupakan suatu pelanggaran akan tetapi dengan adanya hubungan yang bersifat
transaksional membuat Kepolisian melakukan suatu pembiaran dan tidak melakukan upaya
pengawasan terhadap kegiatan illegal fishing tersebut. Adanya pembiaran yang dilakukan
pihak kepolisian ini juga dapat dilihat melalui organized crime, yaitu, memunculkan
pemahaman bahwa selain untuk mendapatkan keuntungan, kegiatan tersebut juga bertujuan
untuk mendapatkan perlindungan atau immunity atas kegiatan ilegal yang dilakukannya,
sehingga kegiatan yang dilakukan oleh Bos membentuk suatu tindakan korupsi
Selain dengan pihak Kepolisian Perairan, Bos juga melakukan interkasi dengan
lembaga pemerintah lainnya seperti Dinas Kelautan dan Perikanan. Dinas Kelautan dan
Perikanan merupakan lembaga yang mengurus perizinan mengenai kegiatan usaha perikanan.
Bos pemilik usaha perikanan memiliki izin usaha, namun para pekerja yang berperan sebagai
penangkap ikan tidak disertai dengan surat izin penangkapan ikan (SIPI). Hal ini
memunculkan persoalan dimana Dinas Kelautan dan Perikanan tidak melakukan pengawasan
terhadap para nelayan, sehingga Dinas Kelautan dan Perikanan melakukan pembiaran
terhadap kegiatan penangkapan ikan yang tidak disertai surat izin. Bos melakukan transaksi
dengan pihak Dinas Kelautan dan Perikanan agar kegiatan penangkapan ikan dengan alat
tangkap jaring trawl tidak dilakukan pengawasan maupun diberlakukan surat izin
penangkapan ikan.
Selain itu, Bos juga memiliki hubungan dengan PT sebagai perusahaan perikanan
besar. Hasil tangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan dengan menggunakan jaring trawl
dibawa kepada Bos, kemudian Bos memilih ikan-ikan yang memiliki kualitas baik untuk
dikumpulkan dan di jual ke PT di Pangkalpinang untuk di ekspor. Sementara itu, ikan-ikan
yang kurang memiliki nilai kemudian di jual di pasar.
Bos memiliki 3-4 orang pekerja yang bertugas untuk memilih-milih ikan yang
memiliki kualitas bagus. Kemudian, setelah dilakukan pemisahan ikan-ikan yang bagus
tersebut dimasukan ke dalam fiber yang telah berisi es. Setelah itu, fiber-fiber yang telah
berisi ikan di bawa dengan menggunakan mobil truk untuk di bawa ke PT di pangkalpinang.
Illegal Fishing..., Bob Ivan, FISIP UI, 2013
Page 8
Dengan pemahaman lain, hasil tangkapan ikan yang dibawa ke PT juga berasal dari
kegiatan ilegal dan PT dapat dikatakan juga terlibat dalam kegiatan illegal fishing. Namun,
peneliti tidak sampai mengetahui sejauh mana hubungan dan peran PT dalam kegiatan illegal
fishing yang terjadi di kawasan perairan Kapulauan Bangka Belitung. Hal ini di karenakan
peneliti tidak melakukan penelitian di PT.
Berdasarkan konsep yang dikemukakan oleh Clinard dan Yeager ditemukan bebrapa
alasan pembenaran pelaku melakukan kegiatan illegal fishing, antara lain:
a. Peraturan pemerintah berat sebelah karena adanya aturan tambahan biaya dan rumitnya
prosedur dari birokrasi yang mengurangi keuntungan.
Peraturan pemerintah dalam upaya melarang penggunaan alat tangkap terlarang dalam
kegiatan penangkapan ikan melalui Undang-Undang No 31 Tahun 2004 tentang Perikanan,
tidak mampu menghentikan kegiatan nelayan dalam aktivitas menangkap ikan dengan alat
tangkap jaring trawl. Hal ini dikarenakan pemerintah tidak dapat mengganti alat tangkap
jaring trawl dengan alat tangkap lain. Selain itu, walaupun pemerintah dapat menyediakan
alat tangkap lain sebagai pengganti jaring trawl tentu saja biaya yang dikeluarkan pemerintah
sangat besar dan kemungkinan jumlah hasil tangkapan ikan tidak sama dengan hasil
tangkapan dengan jaring trawl.
b. Peraturan yang dibuat pemerintah tidak dapat dipahami dan terlalu rumit.
Banyaknya peraturan yang dibuat oleh pemerintah untuk mengatur kegiatan usaha perikanan
dianggap sebagai suatu hal yang sulit dipahami. Pemerintah tidak membuat peraturan secara
rinci sehingga kemungkinan untuk terjadi pelanggaran sangat besar. Peraturan-peraturan yang
dibuat oleh pemerintah membuat kegiatan perikanan bagi nelayan menjadi terhambat karena
semakin banyak aturan yang berikan pemerintah semakin memunculkan ketidakjelasan dari
peraturan itu sendiri. Sehingga nelayan tidak dapat memahami dan menganggap bahwa
peraturan tersebut hanya akan membuat ruang kegiatan usaha perikanan mereka menjadi
semakin terbatas.
c. Peraturan menjadi percuma karena banyak hal yang tidak penting diatur dalam aturan
tersebut.
Banyak aturan yang tercantum di dalam Undang-Undang No. 31 Tahun 2004 Tentang
Perikanan memang bertujuan untuk mengatur perilaku korporasi agar bertindak sesuai dengan
aturan. Namun, dalam kegiatan usaha perikanan kebanyakan tidak sesuai dengan aturan
perikanan yang mengakibatkan peraturan tersebut menjadi tidak penting. Misalnya aturan
mengenai Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) dimana aturan tersebut tidak dapat menyentuh
nelayan tradisional yang menggunakan kapal kecil. Nelayan tradisional yang tidak
Illegal Fishing..., Bob Ivan, FISIP UI, 2013
Page 9
diberlakukan SIPI dapat melakukan penangkapan ikan secara bebas di wilayah perairan.
Selain itu dengan tidak diberlakukannya SIPI tersebut dapat memungkinkan nelayan secara
bebas menggunakan alat tangkap tanpa ada aturan yang mengancam kegiatan mereka.
d. Jika pemerintah tidak dapat mencegah kegiatan-kegiatan sejenis yang melanggar hukum,
maka korporasi dapat juga mengambil keuntungan dari tindakan ilegal tersebut.
Pemerintah mengetahui bahwa sebenarnya penggunaan alat tangkap jaring trawl dalam
kegiatan penangkapan ikan merupakan alat tangkap terlarang dan pemerintah sebenarnya juga
dapat melaksanakan penghukuman terhadap pelaku. Namun, kekuasaan yang dimiliki oleh
pelaku korporasi dapat melemahkan penegakan hukum bahkan para pekerja yang melakukan
penggunaan alat tangkap jaring trawl tidak mengalami proses pidana. Hal ini merupakan
salah satu upaya untuk mengurangi resiko kerugian yang akan diterima oleh korporasi,
bahkan dengan melakukan tindakan penyuapan kepada pihak Kepolisian maka tindakan-
tindakan yang dilakukan oleh korporasi dalam usaha perikanan tidak mendapatkan
pengawasan sehingga dapat mencapai tujuan yang diharapkan.
e. Meskipun benar, seperti dalam kasus penetapan harga, misalnya bahwa beberapa
pelanggaran perusahaan yang berjumlah jutaan dolar kerugian sangat terasa, tetapi bagi
konsumen individual kerugiannya kecil.
Dampak yang dihasilkan dari kegiatan penangkapan ikan secara ilegal dengan menggunakan
alat tangkap jaring trawl tidak dapat diketahui secara langsung bahkan masyarakat yang
bergantung kepada hasil perikanan tidak menyadari bahwa telah menjadi korban dari kegiatan
penangkapan ikan tersebut. Pelanggaran yang dilakukan oleh korporasi berbeda dengan
kejahatan konvensional. Pelaku pencurian hasil perikanan ini dalam kurun waktu yang lama
pastinya mendapatkan hasil keuntungan yang besar akan tetapi akibat dari penangkapan ikan
secara ilegal tersebut membuat potensi perikanan semakin berkurang. Hal ini yang kemudian
menimbulkan kecemasan dan ketakutan dari nelayan karena dalam jangka waktu yang lama
berpengaruh terhadap jumlah hasil tangkapan ikan sehingga nelayan mengalami kerugian dan
penghasilan yang menurun.
f. Jika tidak ada kenaikan tambahan keuntungan dalam korporasi, maka pelanggaran yang
dilakukan adalah tidak salah.
Pada dasarnya bahwa pelanggaran-pelangaran yang dilakukan oleh korporasi sebetulnya
untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya, namun secara sederhana dapat
dipahami bahwa tindakan pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan korporasi adalah untuk
mencegah hilangnya keuntungan. Hal ini yang kemudian menjadi pertimbangan pelaku
korporasi dalam menentukan keputusan yang akan diambil. Pelaku lebih mengutamakan
Illegal Fishing..., Bob Ivan, FISIP UI, 2013
Page 10
kepentingan usahanya dibandingkan mendapatkan resiko kerugian yang besar. Kepentingan
yang dimiliki oleh pelaku kemudian digunakan untuk mempengaruhi aparat kepolisian dalam
menjalankan proses pidana terhadap pekerja yang menggunakan alat tangkap jaring trawl
agar tidak menjalani proses pidana. Keputusan yang diambil oleh pelaku korporasi untuk
mempertahankan pekerjanya merupakan pilihan yang baik untuk menjaga kestabilan usaha
perikanan agar tetap berjalan dan mendapatkan keuntungan.
g. Pelanggaran-pelanggaran yang terjadi disebabkan oleh kebutuhan ekonomi, seperti:
melindungi nilai stok, pengembalian yang sesuai kepada stockholder, menjaga keamanan
kerja karyawan yang semuanya berasal dari keuangan korporasi).
Tujuan utama korporasi yaitu memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya. Tujuan
tersebut seringkali dipandang sebagi suatu syarat yang mutlak harus dipenuhi. Namun dalam
pelaksanaannya sering menghadapai tantangan sehingga segala cara dapat digunakan untuk
mencapai tujuan tersebut yaitu dengan cara melanggar hukum. Hal ini merupakan hasil
keputusan dari pelaku korporasi yang menginginkan keuntungan dengan atau tanpa tekanan
sehingga kegiatan yang dilakukan tidak sesuai dengan tiungkah laku etis dan bertentangan
dengan moralitas agar dapat mencapai target yang diinginkan.
Jaring trawl merupakan suatu alat tangkap produktif yang menjadi pilihan utama
nelayan di Desa Suka Damai unutk menangkap ikan. Jaring trawl atau yang lebih sering
dikenal dengan pukat harimau memiliki bagian spesifikasi yang penting dalam kegiatan
penangkapan ikan. Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Perikanan No:
IK.340/DJ.10106/97, yang menjadi spesifikasi jaring trawl yaitu, menggunakan Otter Boad
(papan pembuka), menggunakan Bobbin (bola gelinding), menggunakan rantai pengejut, mata
kantong dibawah 5 (lima) cm atau 2,5 inch, dioperasikan di dasar perairan dan kecepatan
kapal pada saat melakukan operasi penangkapan dibawah 3 (tiga) knot.
Illegal Fishing..., Bob Ivan, FISIP UI, 2013
Page 11
Gambar
Jaring Trawl milik pelaku yang digunakan pada saat kegiatan penangkapan ikan
(Sumber data: Dokumentasi Peneliti)
Bagian yang sangat berperan penting dalam kegiatan penangkapan ikan yaitu papan
pembuka yang berfungsi sebagai pembuka mulut jaring dan mempertahankan agar mulut
jaring tetap terbuka. Setelah itu, ukuran mulut jaring yang sangat kecil mengakibatkan ikan-
ikan yang masuk ke dalam jaring tidak dapat keluar. Permasalahan berikutnya yaitu kecepatan
kapal ketika sedang beroperasi dibawah 3 knot. Jika dioperasikan di atas 3 knot maka jaring
trawl yang ditarik oleh kapal akan berada di tengah permukaan perairan, sedangkan jika
dioperasikan di bawah 3 knot maka jaring berada di dasar perairan yang mengakibatkan
seluruh ikan maupun terumbu karang dapat masuk ke dalam jaring.
Clarke dan Cornish (1987) menjelaskan sebelum melakukan kejahatan pelaku
memperhitungkan motivasi dan faktor situasi lingkungan sehingga akhirnya dapat
menghasilkan suatu keputusan yang rasional. Setidaknya terdapat tujuh aspek yang pada
umumnya menjadi bahan pertimbangan pelaku sebelum melakukan kejahatan yang digunakan
untuk membahas kegiatan penangkapan ikan secara ilegal.
a. Jumlah Target dan Aksesnya.
Aspek ini merupakan bagian dari karakteristik korban yang akan menjadi sasaran
kejahatan. Pelaku mengetahui bahwa untuk jumlah potensi perikanan yang terkadung di
perairan Bangka Selatan memiliki jumlah perikanan sangat besar dan memiliki tingkat
pertumbuhan yang sangat cepat. Selain itu, target yang menjadi sasaran memiliki nilai
ekonomis tinggi. Sementara itu, dengan tidak adanya surat perizinan yang dimiliki oleh
Illegal Fishing..., Bob Ivan, FISIP UI, 2013
Page 12
Nelayan penangkap ikan maka aturan mengenai wilayah penangkapan menjadi tidak ada.
Sehingga membuat nelayan pengguna jaring trawl dapat mengambil ikan di sepanjang
wilayah perairan Bangka Selatan sesuai dengan target yang dibutuhkan.
b. Metode pilihan yang familiar.
Metode pilihan yang nantinya digunakan oleh pelaku untuk melakukan kejahatan tentu
dengan cara yang efektif, cepat dan menghasilkan target dalam jumlah yang besar. Cara yang
paling efektif untuk melakukan pencurian ikan yaitu menggunakan alat tangkap jaring trawl.
Dengan spesifikasi dan bagian-bagian yang terdapat dalam alat tangkap jaring trawl sangat
mendukung untuk mendapatkan hasil tangkapan dalam jumlah besar. Terlebih lagi dengan
alat tangkap jaring trawl hasil pekerjaan nelayan sendiri dapat memudahkan dalam
pengoperasian penangkapan ikan. Sehingga pelaku dapat melakukan pemilihan terhadap ikan-
ikan yang memiliki kualitas nilai ekonomis dan tidak memiliki nilai.
c. Hasil Keuntungan per Kejahatan.
Pelaku menuturkan ketika dulu bekerja di sebagai penangkap ikan di perairan Jawa,
biaya operasi untuk sekali penangkapan ikan sangat besar bisa mencapai 15 sampai 20 juta
akan tetapi hasil dari penangkapan ikan yang diperoleh sangat kecil hanya Rp. 500.000,- yang
dilakukan dalam waktu satu minggu. Sedangkan di perairan Bangka Selatan, pelaku
menuturkan bahwa biaya operasi yang dikeluarkan untuk sekali trip melakukan penangkapan
ikan hanya mencapai 2 sampai 3 juta. Namun, dengan potensi perikanan yang banyak juga
mendukung dalam pendapatan yang diperoleh. Pelaku mengakui rata-rata untuk sekali trip
menangkap ikan dapat menghasilkan Rp. 300.000,- sampai Rp. 500.000,- dan pernah
memperoleh pendapatan Rp. 1.000.000,- untuk satu kali trip menangkap ikan.
d. Keahlian yang dibutuhkan.
Untuk melakukan kegiatan pencurian terhadap perikanan ini, pelaku harus memiliki
keahlian khusus agar mendapatkan hasil yang menguntungkan. Keahlian dalam melakukan
kegiatan ini diperlukan dalam pengoperasian alat tangkap jaring trawl. Pengalaman pelaku
yang sebelumnya juga pernah menangkap ikan dengan menggunakan alat tangkap jaring
trawl dan bekerja di kapal penangkap ikan dengan alat tangkap pukat besar dapat dijadikan
pelajaran ketika Ia sekarang bekerja di perairan Bangka Selatan. Pengalaman selama bekerja
di kapal besar membuat pelaku mengetahui bagaimana cara-cara membuat alat tangkap jaring
trawl.
Keahlian khusus yang dimiliki oleh pelaku dalam membuat jaring trawl dapat
dijadikan modal penting dalam melakukan kegiatan penangkapan ikan. Alat tangkap jaring
Illegal Fishing..., Bob Ivan, FISIP UI, 2013
Page 13
trawl yang telah dirancang sesuai dengan ukuran kapal tentunya lebih memudahkan dalam
pengoperasian pada saat kegiatan penangkapan ikan sehingga bisa memungkinkan
mendapatkan hasil yang sesuai dengan target.
e. Waktu yang dibutuhkan untuk melakukan kejahatan.
Waktu yang dibutuhkan dalam melakukan kejahatan merupakan pertimbangan dapat
melakukan kejahatan dalam waktu yang cepat dan mendapatkan hasil keuntungan yang besar.
Pelaku menuturkan untuk proses dalam usaha perikanan di desa Suka Damai, Kabupaten
Bangka Selatan sangat cepat. Dalam satu minggu, pelaku dapat melakukan penangkapan ikan
sebanyak 2 sampai 3 kali trip dan untuk satu kali trip dapat menghabiskan waktu dua hari dan
paling lama dapat menghabiskan waktu sampai tiga hari melakukan penangkapan ikan.
Namun, jika target telah tercapai, pelaku bisa melakukan penangkapan ikan hanya dalam
waktu 1 hari.
f. Ancaman Fisik
Ancaman fisik merupakan bahaya yang akan dialami pelaku ketika melakukan
kejahatan. Dalam hal ini ancaman yang akan dihadapi pelaku yaitu bertemu dengan nelayan
setempat yang sedang mencari ikan namun tidak menggunakan alat tangkap jaring trawl.
Pertimbangan pelaku jika bertemu dengan nelayan lain maka dapat menyebabkan konflik
diantara nelayan tersebut. Konflik yang mungkin terjadi diakibatkan alat tangkap jaring trawl
yang digunakan oleh pelaku merusak alat tangkap nelayan lain, sehingga nantinya pelaku
harus mengeluarkan biaya untuk mengganti alat tangkap nelayan lain. Kemudian ancaman
fisik yang dihadapi pelaku yaitu bertemu dengan sesama nelayan pengguna jaring trawl. hal
ini dapat mengakibatkan persaingan untuk mendapatkan hasil tangkapan dalam jumlah besar.
Selain itu, faktor situasi yang melindungi target dari sasaran kejahatan. Karena perairan yang
memiliki potensi perikanan sangat rawan untuk terjadinya kejahatan maka sudah menjadi
pekerjaan pemerintah, salah satunya Kepolisian Perairan dan Dinas Kelautan dan Perikanan
untuk menjaga wilayah perairan dari kegiatan penangkapan ikan secara ilegal.
Pelaku pencurian ikan mengetahui bahwa di dalam kegiatan penangkapan ikan yang
dilakukan selama ini tidak mendapatkan pengawasan dari Dinas Kelautan dan Perikanan dan
tidak ada Kepolisian yang mengawasi selama kegiatan berlangsung. Terlebih lagi aktivitas
nelayan menangkap ikan lebih banyak dilakukan pada malam hari dan jumlah nelayan yang
menangkap ikan pada malam hari tentu sangat banyak. Selain itu, pihak Kepolisian Perairan
dalam melakukan kontrol terhadap aktivitas nelayan di perairan hanya memungkinkan
menggunakan satu atau dua kapal saja. Jika dibandingkan dengan banyaknya kapal nelayan
yang menangkap ikan secara ilegal dan tersebar di perairan Bangka Selatan dengan jumlah
Illegal Fishing..., Bob Ivan, FISIP UI, 2013
Page 14
Kepolisian yang sedikit maka kemungkinan pelaku untuk tertangkap pihak Kepolisian sangat
kecil walaupun kapal yang digunakan pihak Kepolisian lebih canggih dari kapal nelayan.
Bahkan jika tidak adanya kontrol dari pihak Kepolisian Perairan maka dapat memudahkan
pelaku untuk mengambil ikan dengan sebanyak-banyaknya.
g. Resiko
Aktivitas penangkapan ikan secara ilegal memiliki resiko yang sangat besar, terlebih
lagi dengan tidak dilengkapi dokumen resmi dari Dinas Kelautan dan Perikanan, resiko
tertangkap oleh pihak Kepolisian selalu ada. Jika tertangkap oleh pihak Kepolisian tentu saja
tidak dapat melakukan penangkapan ikan dan tidak mendapatkan penghasilan. Akan tetapi
untuk dapat terus melakukan kegiatan penangkapan ikan maka upaya yang dilakukan jika
tertangkap oleh pihak Kepolisian yaitu melakukan negosiasi dengan pihak Kepolisian agar
tidak tertangkap dan menjalani proses pidana.
Upaya yang dilakukan oleh pelaku agar tidak menjalani proses pidana dengan
pertimbangan biaya yang dikeluarkan setidaknya masih mendapatkan keuntungan. Namun,
jika biaya yang dikeluarkan sangat besar, maka pelaku tidak akan melakukan kegiatan
kejahatan tersebut.
Kesimpulan.
Penangkapan ikan secara ilegal atau illegal fishing yang terjadi di perairan Kepulauan
Bangka Belitung merupakan suatu pelanggaran hukum yang terpola. Kegiatan penangkapan
ikan yang dilakukan oleh nelayan menggunakan alat tangkap jaring trawl untuk mendapatkan
hasil keuntungan yang sebesar-besarnya. Bos sebagai pemilik usaha mempertahankan anak
buah agar tidak menjalani proses pidana. Bos sebagai pemilik usaha perikanan dapat
dikategorikan sebagai orang yang memiliki status sosial yang tinggi dan dipandang terhormat
di kalangan masyarakatnya. Dengan adanya status sosial yang dimiliki oleh Bos membuat
dirinya melakukan interaksi dengan lingkungan sosialnya untuk tetap menjaga keuntungan
yang diperolehnya.
Kekuasaan yang dimiliki oleh Bos kemudian dijadikan cara untuk menjalin hubungan
dengan lembaga pemerintah seperti Kepolisian Perairan dan Dinas Kelautan dan Perikanan
yang mengatur tentang kegiatan perikanan. Adanya hubungan Bos dengan lembaga
pemerintah terjadi dalam bentuk transaksi yang membuat lembaga tersebut melakukan
pembiaran terhadap kegiatan nelayan yang menggunakan jaring trawl dalam kegiatan
penangkapan ikan di perairan Bangka Selatan. Selain itu dengan adanya hubungan antara Bos
dengan lembaga pemerintah membuat penegakan hukum menjadi lemah bahkan tidak dapat
Illegal Fishing..., Bob Ivan, FISIP UI, 2013
Page 15
dilaksanakan sehingga tujuan pelaku usaha perikanan untuk mendapatkan keuntungan akan
terus berjalan.
Saran.
Perampasan aset menjadi pilihan yang baik untuk mencegah tindakan-tindakan
pelanggaran hukum terlebih dalam tindakan penangkapan ikan secara ilegal yang
menghasilkan keuntungan besar dari hasil kejahatan tersebut. Hukuman administrasi terhadap
korporasi yang hanya terkadang berupa peringatan dan hukuman fisik terhadap pelaku yang
dirasakan kurang efektif menjadi pertimbangan bahwa perampasan aset pelaku dapat
membuat pelaku mempertimbangkan untuk mengulangi kejahatannya. Perampasan aset
pelaku dapat dilakukan dengan merampas properti yaitu perahu dan alat tangkap jaring trawl
yang digunakan pelaku dalam melakukan pencurian ikan. Dengan upaya tersebut pelaku dapat
mempertimbangkan untuk melakukan kejahatannya kembali karena biaya yang dikeluarkan
untuk membuat atau membeli perahu dan alat tangkap jaring trawl sangat besar.
Daftar Pustaka.
Abadinsky, Howard. 2010. Organized Crime. Ninth Edition. USA: Wadswroth.Adler,
Freda., Gerhard O.W. Mueller, & William S. Laufer. 1991. Criminology (4th ed.). New York:
McGraw-Hill
Clinard and Yeager. 1980. Corporate Crime. New York: The free Press. A Division of
Macmillan Publishing Co, Inc.
Djalal, Hasjim. 2011. Kekuatan Hukum Negara Kepulauan. Membangun Laut
Membangun Kejayaan Dulu, Kini dan Masa Depan., Jakarta: Dewan Kelautan
Jakarta.
John, et al. 2002. Effects of Trawling and Dredging on Seafloor Habitat. Washington DC:
National Academy Press
Kura, Yumiko, dkk. 2004. Fishing for Answers Making Sense of The Global Fish Crisis.
Washington DC: World Recourse Institute.
Kusnadi. 2002. Konflik Sosial Nelayan. Kemiskinan dan Perebutan Sumber Daya Perikanan.
Yogyakarta: LKIS
Mustofa, Muhammad. 2010. Kleptokrasi. Persengkokolan Birokrat-Korporat sebagai Pola
White Collar Crime di Indonesia. Jakarta: Kencana
Mustofa, Muhammad. 2007. Kriminologi. Kajian Sosiologis terhadap Kriminalitas,
perilaku menyimpang dan pelanggaran hukum. Fisip UI Press.
Meliala, Adrianus. 1993. Menyingkap Kejahatan Krah Putih. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Illegal Fishing..., Bob Ivan, FISIP UI, 2013
Page 16
Setiyono, H. 2002. Kejahatan Korporasi. Analisis Viktimologis dan
Pertanggungjawaban Korporasi dalam Hukum Pidana Indonesia. Malang: Bayu
Media Publishing
Siegel, Larry. 1999. Criminology-7th Edition. USA: Wadsworth.
Simpson, Sally S. 2002. Corporate Crime, Law, and Social Control. USA: Cambridge
University Press.
Slapper and Tombs. 1999. Corporate Crime. London: Longman Criminology Series.
Tappan, Paul W. 1960. Crime, Justice and Correction. New York: McGraw-Hill.
Tribawono, Djoko. 2002. Hukum Kelautan Indonesia. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
Skripsi
Sumual, Deborah Maria. Penggunaan Teknik Penangkapan Ikan yang merusak Terumbu
Karang oleh nelayan dan faktor-faktor yang melatarbelakangi. (Studi Kasus pada
nelayan di Kepulauan Seribu, Jakarta Utara). (Skripsi Sarjana Kriminologi,
Universitas Indonesia. Depok, 1997)
Priyono, Novara Pondra. Perusakan Terumbu Karang akibat Penangkapan Ikan dengan
menggunakan Bom. (Studi kasus di kawasan Kepulauan Seribu). (Skripsi Sarjana
Kriminologi, Universitas Indonesia, Depok 2007).
Illegal Fishing..., Bob Ivan, FISIP UI, 2013