A. Kelistrikan Tubuh 1. Listrik Dalam Tubuh Listrik memegang peranan penting dalam kedokteran. Ada dua aspek listrik dan magnet dalam pengobatan yaitu efek listrik dan magnetik yang dihasilkan di dalam tubuh dan aplikasi listrik dan magnet ke permukaan tubuh. Luigi Galvani memberikan kontribusi pertama di bidang ini pada tahun 1786 ketika ia menemukan listrik di kaki kodok. Sejak saat itu bertahun-tahun penelitian telah dilakukan dengan berbagai macam percobaan yang berhubungan dengan efek listrik di dalam dan pada permukaan tubuh. Penelitian dasar masalah ini disebut neurofisiologi. Listrik yang dihasilkan di dalam tubuh berfungsi untuk mengontrol dan mengoperasikan syaraf, otot, dan organ. Pada dasarnya semua fungsi dan aktivitas tubuh melibatkan listrik dalam beberapa cara, diantaranya yaitu kekuatan otot yang disebabkan oleh daya tarik dan tolakan dari muatan listrik. Aktifitas otak pada dasarnya juga bersifat elektrik. Pada sistem saraf otak semua sinyal dari otak dan yang menuju otak melibatkan aliran arus listrik. Sistem saraf berperan penting dalam hampir setiap fungsi tubuh. Pada dasarnya, pusat saraf (otak) menerima sinyal internal dan eksternal dan biasanya 5
97
Embed
Web viewSel saraf berfungsi untuk menerima, menginterpretasi, dan men-transmisikan pesan listrik. Ada banyak jenis neuron, pada dasarnya neuron terdiri dari sel-sel tubuh
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
A. Kelistrikan Tubuh
1. Listrik Dalam Tubuh
Listrik memegang peranan penting dalam kedokteran. Ada dua aspek
listrik dan magnet dalam pengobatan yaitu efek listrik dan magnetik yang
dihasilkan di dalam tubuh dan aplikasi listrik dan magnet ke permukaan tubuh.
Luigi Galvani memberikan kontribusi pertama di bidang ini pada tahun 1786
ketika ia menemukan listrik di kaki kodok. Sejak saat itu bertahun-tahun
penelitian telah dilakukan dengan berbagai macam percobaan yang berhubungan
dengan efek listrik di dalam dan pada permukaan tubuh. Penelitian dasar masalah
ini disebut neurofisiologi.
Listrik yang dihasilkan di dalam tubuh berfungsi untuk mengontrol dan
mengoperasikan syaraf, otot, dan organ. Pada dasarnya semua fungsi dan aktivitas
tubuh melibatkan listrik dalam beberapa cara, diantaranya yaitu kekuatan otot
yang disebabkan oleh daya tarik dan tolakan dari muatan listrik. Aktifitas otak
pada dasarnya juga bersifat elektrik. Pada sistem saraf otak semua sinyal dari otak
dan yang menuju otak melibatkan aliran arus listrik.
Sistem saraf berperan penting dalam hampir setiap fungsi tubuh. Pada
dasarnya, pusat saraf (otak) menerima sinyal internal dan eksternal dan biasanya
membuat tanggapan yang tepat. Informasi ini ditransmisikan sebagai sinyal-sinyal
listrik di sepanjang saraf. Sistem komunikasi yang efisien ini dapat menangani
banyak jutaan bentuk informasi pada waktu yang sama dengan kecepatan tinggi.
Dalam melaksanakan fungsinya, tubuh banyak menghasilkan sinyal listrik.
Sinyal listrik yang dihasilkan merupakan hasil aksi elektrokimia sel tertentu.
Pengukuran isyarat listrik tubuh secara selektif sangat berguna untuk memperoleh
informasi klinik tentang fungsi tubuh dan gangguan pada organ-organ tertentu.
Potensial listrik dan sinyal listrik dapat diukur dengan alat-alat sebagai berikut:
Elektromiograf (EMG) adalah alat yang digunakan untuk memantau aktivitas
listrik otot, elektrokardiograf (EKG) yang digunakan untuk memantau aktivitas
listrik jantung, dan elektroensefalograf (EEG) adalah alat yang digunakan untuk
memantau aktivitas listrik otak.
5
6
2. Kelistrikan Sistem Saraf Dan Neuron
Sel saraf berfungsi untuk menerima, menginterpretasi, dan men-
transmisikan pesan listrik. Ada banyak jenis neuron, pada dasarnya neuron terdiri
dari sel-sel tubuh yang menerima pesan listrik dari neuron lain melalui kontak
yang disebut sinapsis yang terletak di dendrit atau pada tubuh sel.
Gambar 2.1 Skema Neuron (Sumber Kamus Visual, 2003)
Gambar 2.1 merupakan gambar bagian-bagian dari sel saraf. Pada
bagian ujung saraf terdapat dendrit. Dendrit merupakan bagian dari neuron yang
khusus untuk menerima informasi dari rangsangan atau dari sel lainnya. Pada
dendrit saraf terdapat multi sensor yang berfungsi menerima segala bentuk
rangsangan dan mengubahnya menjadi sinyal listrik. Jika stimulus atau
rangsangan cukup kuat, neuron mengirimkan sinyal listrik ke luar sepanjang serat
yang disebut akson. Akson, atau serat saraf, yang panjangnya 1 m, membawa
sinyal listrik ke otot, kelenjar, atau neuron lainnya melalui terminal akson.
a. Potensial Listrik Saraf
Di seluruh permukaan atau membran neuron terdapat beda potensial
(tegangan) yang disebabkan adanya ion negatif yang lebih di bagian dalam
membran daripada di luar. Pada kondisi ini, neuron dikatakan terpolarisasi.
Bagian dalam sel biasanya mempunyai tegangan 60-90 mV lebih negatif daripada
di bagian luar sel. Beda potensial ini disebut potensial istirahat neuron. Gambar
2.2 menunjukkan konsentrasi skematis dari berbagai ion di dalam dan di luar
suatu membran akson. Ketika neuron dirangsang, terjadi perubahan potensial
7
sesaat yang besar pada potensial istirahat di titik rangsangan. potensi ini disebut
potensial aksi, yang menyebar sepanjang akson. Potensial aksi adalah metode
utama transmisi sinyal di dalam tubuh. stimulasi ini dapat disebabkan oleh
rangsangan secara fisik dan berbagai reaksi kimia seperti panas, dingin, cahaya,
suara, dan bau. Jika rangsangan ini berupa sinyal listrik, hanya diperlukan sekitar
20 mV melintasi membran untuk memulai potensial aksi.
Gambar 2.2 Tingkat konsentrasi ion K+, Na+, Cl-, dan ion-ion protein di dalam dan luar sel (dalam mol/L). Di dalam sel lebih negatif dibandingkan di luar sekitar 60-90 mV. dengan medan
listrik E. (John R. Cameron, 2003: 200).
Potensial istirahat dapat dijelaskan dengan menggunakan model suatu
membran yang memisahkan larutan KCl (Gambar 2.3a). KCl terdiri dari larutan
ion K+ dan ion Cl-. Diasumsikan bahwa membran memungkinkan ion K+
melewatinya tetapi tidak mengizinkan lewatnya ion Cl ˉ. Ion K+ menyebar bolak-
balik melintasi membran, namun, transfer bersih berlangsung dari daerah
konsentrasi tinggi H ke wilayah konsentrasi rendah L. Akhirnya akibat dari
gerakan ini menyebabkan kelebihan muatan positif di L dan kelebihan muatan
negatif di H. Muatan tersebut berbentuk lapisan pada membran yang berfungsi
untuk menghasilkan kekuatan listrik yang menghambat aliran ion K+ dari H ke L.
Pada akhirnya ada suatu keseimbangan (Gambar 2.3b). Secara kualitatif, potensial
8
istirahat sebuah saraf ada karena membran bersifat impermeable (tidak dapat
dilewati) terhadap ions A- (protein) yang berukuran besar, ditunjukkan pada
Gambar 2.2 dan membran tersebut bersifat permeable (dapat dilewati) untuk ion
K+, Na+, dan ion Clˉ.
Gambar 2.3 Model potensial istirahat (a) Ion K+ menyebar dari H ke L, menghasilkan beda potensial (lapisan dipol) sepanjang membran dan menghasilkan potensial. (b) keadaan seimbang.
(John R. Cameron, 2003: 201).
Rangsangan Sel saraf
Potensial sel saraf istirahat dapat diganggu oleh:
1. Rangsangan Listrik
2. Kimia
3. Fisis/mekanik
Gambar 2.4 Gelombang aktifitas listrik sel saraf (Sumber: http://alifis.wordpress.com/category/fisika-corner/fisika-kesehatan/)
Jika ada impuls, maka butir-butir membran akan berubah dan ion-ion Na+
akan masuk dari luar sel ke dalam sel. Hal ini menyebabkan dalam sel akan
menjadi lebih positif daripada di luar sel, dan potensial membran meningkat.
Keadaan ini disebut depolarisasi. Gangguan ini sedikit mempengaruhi potensial
membran, dan cepat kembali pada nilai istirahatnya= -70 mV. Jika Rangsangan
tersebut kuat, menyebabkan terjadinya depolarisasi dari -90mV menjadi -50 mV
( potensial ambang). Terjadinya depolarisasi menyebabkan perubahan potensial
menjadi terbuka. Ion-ion Na+ mengalir masuk ke dalam sel dengan cepat dan
dalam jumlah banyak, sehingga menimbulkan arus listrik :
I= dq/dt
Keterangan :
I = Kuat arus (amper)
dq/dt = perubahan muatan per satuan waktu
Aliran Na+ menyebabkan terjadinya perubahan potensial listrik menjadi
+40mV. Setelah depolarisasi, saluran Na+ tertutup selama 1 ms sampai membran
tidak dapat dirangsang lagi. Perubahan transien pada potensial listrik di antara
membran disebut potensial aksi. Setelah mencapai puncak mekanisme
pengangkutan di dalam sel membran dengan cepat mengembalikan ion Na+ ke
luar sel sehingga membran kembali ke keadaan potensial istirahat.
Gambar 2.5 menunjukkan bagaimana skema akson menyebarkan potensial
aksi. Grafik dari potensial yang diukur antara titik P dan bagian luar akson juga
ditampilkan. Akson ini memiliki potensial istirahat dari sekitar -80 mV (Gambar
2.5a). Jika ujung kiri akson dirangsang, dinding membran menjadi menyerap ion
Na+ dan ion ini berjalan melalui membran, hal ini menyebabkan terjadinya
depolarisasi. Bagian dalamnya sesaat menjadi bermuatan positif dengan tegangan
sekitar 50 mV. Potensial aksi di bagian yang dirangsang menyebabkan pergerakan
ion, seperti yang ditunjukkan oleh tanda panah pada Gambar. 2.5b, yang
menyebabkan depolarisasi di bagian sebelah kanan (Gambar 2.5c, d, dan e).
Sementara itu di titik rangsangan asal telah pulih (repolarisasi) karena ion K+ telah
pindah keluar untuk mengembalikan potensial istirahat (Gambar. 2.5c, d, dan e).
10
Gambar 2.5 Transmisi impuls saraf sepanjang akson. (a) potensial istirahat akson sekitar – 80 mV. (b) rangsangan pada bagian kiri menyebabkan depolarisasi membran. (c) Arus positif mengalir
pada tepi leading. (d dan e) Sementara itu, ion K+ keluar dari inti akson dan memulihkan potensial istirahat (repolarisasi membran). Tegangan yang berpindah sepanjang saraf adalah potensial aksi.
(John R. Cameron, 1978: 187)
Potensial aksi kebanyakan neuron dan sel-sel otot, berlangsung selama
beberapa mili detik, namun potensi aksi untuk otot jantung berlangsung lama
sekitar 150-300 mili detik (Gambar 2.6).
11
Gambar 2.6 Bentuk gelombang potensial aksi dari (a) saraf akson (b) sel otot kerangka (c) sel otot jantung. Skala waktu masing-
masing berbeda. (John R. Cameron, 1978: 187).
b. Jenis -Jenis Serat Saraf
Pemeriksaan akson dari berbagai sel saraf dengan mikroskop elektron
menunjukkan bahwa ada dua jenis serat saraf. Membran beberapa akson ditutupi
dengan lapisan lemak insulator yang disebut mielin yang memiliki celah yang
tidak terisolasi kecil yang berukuran beberapa milimeter yang disebut nodes of
Ranvier (Gambar 2.1), saraf ini disebut sebagai saraf mielinated. Akson dari saraf
lain yang tidak memiliki lengan (selubung) mielin, disebut saraf unmielinated.
Kebanyakan saraf manusia memiliki kedua jenis serat saraf tersebut. Banyak
penelitian awal tentang perilaku listrik saraf dilakukan di serat saraf mielin. Serat
saraf bermielin, banyak terdapat pada manusia dan melakukan potensial aksi lebih
cepat daripada serat saraf tanpa mielin.
Selubung mielin pada gambar 2.1 adalah insulator yang baik dan memiliki
kapasitansi listrik sangat rendah. Potensial aksi makin menurun apabila melewati
serat saraf bermielin. Penurunan sinyal kemudian bertindak seperti rangsangan
pada node of ranvier (celah) berikutnya untuk memulihkan potensial aksi
kembali kekeadaan awalnya.
Dua faktor utama yang mempengaruhi kecepatan propagasi potensial aksi
yaitu hambatan dalam membran inti dan kapasitansi (atau muatan yang tersimpan)
12
yang ada pada membran. Penurunan potensial aksi yang baik akan meningkatkan
kecepatan propagasi. Hambatan internal sebuah akson menurun dengan semakin
meningkatnya diameter, sehingga sebuah akson dengan diameter besar akan
memiliki kecepatan propagasi yang lebih tinggi daripada akson dengan diameter
kecil.
Semakin besar muatan yang tersimpan pada membran, semakin lama
waktu yang dibutuhkan untuk depolarisasi, dan dengan demikian semakin lambat
kecepatan propagasi. Karena kapasitansi rendah, muatan yang tersimpan di bagian
serat saraf mielin sangat kecil dibandingkan pada serat tanpa mielin pada diameter
dan panjang yang sama. Oleh karena itu kecepatan konduksi dalam serat saraf
mielin ini lebih cepat. Akson tanpa mielin cumi-cumi (diameter ~ 1 mm) memiliki
kecepatan propagasi 20 sampai 50 ms-1, sedangkan serat saraf mielin dalam
manusia (diameter ~ 10 μm) memiliki kecepatan propagasi sekitar 100 ms -1.
Perbedaan kecepatan konduksi sinyal menjelaskan mengapa terjadi loncatan dari
node dalam serat saraf mielin.
3. Kelistrikan Tulang
Sumber listrik pada tubuh yang lain adalah tulang. Pertumbuhan tulang
adalah salah satu proses kehidupan yang dikendalikan secara elektrik. Tulang
mengandung kolagen yang merupakan suatu bahan piezoelektrik yaitu apabila
diberikan suatu gaya kepada kolagen, akan terbentuk potensial dc kecil. Kolagen
menghantarkan arus listrik dengan muatan negatif sedangkan kristal mineral
tulang (apatit) yang terletak dekat dengan kolagen menghantarkan arus listrik
dengan muatan positif. Pada sambungan antara kedua jenis semikonduktor ini,
arus akan mengalir ke satu arah tetapi tidak kearah lain (ini adalah gagasan dasar
dalam mengubah sinyal ac menjadi dc dengan rectification).
4. Aktifitas Kelistrikan Pada Otot
Informasi diagnostik tentang otot dapat diperoleh dari aktivitas kelistrikan
pada saluran transmisi potensial aksi dari akson ke otot, sebagai penyebab
13
terjadinya kontraksi otot. Otot terdiri dari banyak unit motor. Sebuah unit motor
terdiri dari sebuah neuron bercabang tunggal dari batang otak atau kabel spinal
dan 25-2000 serat otot (sel) yang terhubung ke ujung pelat motor (Gambar 2.7).
Potensial istirahat pada membran serat otot mirip dengan potensial istirahat di
serat saraf. Tindakan Otot dimulai oleh potensial aksi yang bergerak sepanjang
akson dan ditransmisikan melalui ujung pelat motorik ke serat otot, menyebabkan
serat otot saling kontraksi.
Gambar 2.7 Skema neuron dimulai dari spinal cord dan diakhiri beberapa sel Neuron dan sel otot penghubung membuat sebuah
unit motorik. (John R. Cameron, 1978: 190).
Hubungan antara dua buah saraf disebut sinapsis, berakhirnya saraf pada
sel otot atau hubungan saraf otot disebut Neuromyal Juction. Baik sinapsis
maupun Neuromial Junction mempunyai kemampuan meneruskan gelombang
depolarisasi dengan cara lompat dari satu sel ke sel yang berikutnya. Gelombang
depolarisasi ini penting pada sel membran otot, karena pada waktu terjadi
depolarisasi, zat kimia yang terdapat pada otot akan trigger/ bergetar/ berdenyut
menyebabkan kontraksi otot dan setelah itu akan terjadi repolarisasi sel otot hal
mana otot akan mengalami relaksasi.
14
5. Aktifitas Kelistrikan Otot Jantung
Gambar 2.8 menjelaskan tentang bagian-bagian jantung. Jantung memiliki
empat bagian yaitu dua ruang atas, atrium kiri dan atrium kanan, yang
disinkronisasi untuk kontraksi secara bersamaan, dua ruang yang lain yaitu dua
ruang bawah, ventrikel kiri dan kanan. Atrium kanan menerima darah vena dari
tubuh dan memompanya ke ventrikel kanan. Ventrikel ini memompa darah
melalui paru-paru. Kemudian darah mengalir ke atrium kiri. Kontraksi atrium kiri
mengalirkan darah ke ventrikel kiri, yang kontrak dan memompanya ke dalam
sirkulasi umum yaitu darah melewati pembuluh kapiler ke pembuluh vena dan
kembali ke atrium kanan.
Gambar 2.8 Anatomi Jantung Manusia(Sumber: http://alifis.wordpress.com/category/fisika-corner/fisika-kesehatan/)
Aktifitas Kelistrikan Otot Jantung
Jantung mempunyai aktifitas listrik meliputi: Sino Atrio Nodus, Atrio
Ventrikuler Nodus, Berkas His dan Serabut Purkinje, inilah point penting dalam
pembacaan EKG. Listrik jantung dihasilkan oleh adanya reaksi sel jantung dengan
ion Na+. Sel membran otot jantung (miokardium) berbeda dengan saraf dan otot
bergaris. Saraf dan otot bergaris memerlukan rangsangan supaya ion Na+ masuk
ke dalam sel, proses masuknya ion Na+ ke dalam sel disebut proses depolarisasi.
Sedangkan depolarisasi pada sel otot jantung, ion Na+ mudah bocor (tidak
memerlukan rangsangan dari luar), setelah repolarisasi komplit, ion Na+ akan
masuk lagi ke dalam sel yang disebut depolarisasi spontan. Depolarisasi spontan
ini menghasilkan gelombang depolarisasi untuk seluruh otot miokardium.
Depolarisasi sel membran otot jantung oleh perambatan potensial aksi
menghasilkan kontraksi otot sehingga terjadi denyut jantung.
Gerakan ritmis jantung dikendalikan oleh sebuah sinyal listrik yang
diprakarsai oleh rangsangan spontan dari sel-sel otot khusus yang terletak di
atrium kanan. Sel-sel ini membentuk sinoatrial (SA) node, atau alat pacu jantung
alami (Gambar. 2.9). SA node berdetak secara berkala sekitar 72 kali per menit.
Namun, laju detak dapat ditingkatkan atau dikurangi dengan saraf eksternal untuk
mengetahui respon jantung terhadap kebutuhan darah tubuh serta rangsangan
lainnya. Sinyal listrik dari SA node memulai depolarisasi saraf dan otot dari kedua
atrium, menyebabkan atrium berkontraksi dan memompa darah ke dalam
ventrikel. Sehingga terjadilah repolarisasi dari atrium tersebut. Sinyal listrik
kemudian lolos ke atrioventrikular (AV) node, yang mengawali depolarisasi
ventrikel kanan dan kiri, menyebabkan mereka kontrak dan memaksa darah
masuk ke dalam paru dan sirkulasi umum. Saraf dan otot ventrikel kemudian
mengalami repolarisasi dan siklus dimulai lagi.
Secara skema dapat dijelaskan sebagai berikut:
Gambar 2.9 Penjalaran Depolarisasi (John R. Cameron, 1978: 190).
16
Keterangan: SA node memulai gelombang depolarisasi dari atrium kanan ke atrium kiri
dalam 70 sekon –> terjadi kontraksi atrium.
Gelombang depolarisasi berlanjut ke AV node –> AV node mengalami
depolarisasi.
Gelombang dari AV node melalui bundle of his (BH) dan diteruskan ke
bundle branch (BB) –> BB mengalami depolarisasi.
Diteruskan ke jaringan purkinye –> endokardium –> berakhir di
epikardium –> terjadi kontraksi otot jantung.
Setelah repolarisasi, miokardium mengalami relaksasi.
Hubungan antara pemompaan jantung dengan potensi listrik pada kulit
dapat dipahami dengan mempertimbangkan perambatan potensial aksi di dalam
jantung seperti ditunjukkan pada Gambar 2.10.
Gambar 2.10. Skema potensial aksi turun pada dinding jantung. Beberapa arus ion, diindikasikan oleh lingkaran, yang melalui torso diindikasikan sebagai resistor. Potensial aktif. (John R.
Cameron, 1978: 198).
Aliran arus yang dihasilkan tubuh memulai terjadinya penurunan potensi
seperti yang ditunjukkan skema pada resistor. Distribusi potensial untuk seluruh
jantung ketika ventrikel adalah satu-setengah kali depolarisasi yang ditunjukkan
oleh garis ekuipotensial pada Gambar 2.11. Perhatikan bahwa potensi diukur pada
permukaan tubuh bergantung pada lokasi elektroda. Bentuk garis potensial
ditunjukkan pada Gambar 2.11 hampir sama dengan yang diperoleh dari sebuah
dipol listrik.
17
Gambar 2.11. Distribusi potensial bagian dada pada saat ventrikel depolarisasi separuh. Electrode yang diletakkan di titik A, B, dan C mengindikasikan potensial pada saat itu. (John R. Cameron, 1978:
199).
Garis ekuipotensial pada waktu lain dalam siklus jantung juga bisa
direpresentasikan oleh dipol listrik, namun dipol untuk momentum yang berbeda
dalam siklus akan berbeda ukuran dan orientasi. Model dipol listrik jantung
pertama kali diusulkan oleh AC Waller pada tahun 1889 kemudian dirubah oleh
orang lain.
B. Pengukuran Isyarat Listrik Tubuh
Pengukuran isyarat listrik tubuh secara selektif sangat berguna untuk
memperoleh informasi klinik tentang fungsi tubuh dan gangguan pada organ-
organ tertentu. Alay yang digunakan untuk mengukur isyarat listrik tubuh adalah:
1. Electromiograf (EMG)
2. Electroneurograf (ENG)
3. Electroretionograf (ERG)
4. Electrogastrograf (EGG)
5. Electroensefalograf (EEG)
6. Electrokardiograf (EKG)
18
Pada pembahasan di bawah, akan dibahas 3 dari 6 isyarat listrik yang
terkenal yaitu Electromiograf (EMG), Electrokardiograf (EKG),
Electroensefalograf (EEG).
1. Sinyal Listrik Dari Otot-Elektromiograf (EMG)
Pencatatan potensial biolistrik otot selama pergerakan otot disebut
electromiogram. Otot dilayani oleh beberapa unit motor. Suatu unit motor terdiri
dari cabang-cabang tunggal neuron atau saraf dari otak atau medulla spinalis. Ada
25-2.000 serat otot (sel), dihubungkan dengan saraf via motor end plate, sehingga
potensial istirahat yang melewati serat otot serupa dengan potensial istirahat yang
melewati serat saraf. Oleh sebab itu gerakan otot berkaitan dengan satu potensial
aksi yang merambat sepanjang akson dan diteruskan ke serat saraf otot melalui
motor end plate. Catatan dari potensial aksi dalam sel otot tunggal secara skematis
diperlihatkan pada Gambar 2.12 Pengukuran tersebut dibuat dengan elektroda
yang sangat kecil (microelectrode) yang ditusukkan melalui membran otot.
Gambar 2.12 Rangkaian instrument untuk mengukur potensial aksi pada sel otot tunggal. Electrode dibenamkan didalam cairan pada
sel. (John R. Cameron, 1978: 190).
Sel-sel otot tunggal biasanya tidak dipantau dalam ujian EMG karena sulit
untuk mengisolasi serat tunggal. Sebaliknya, elektroda EMG biasanya merekam
aktivitas listrik dari beberapa serat. Dalam pemeriksaan EMG tersebut
menggunakan elektroda permukaan dan elektroda jarum konsentris. Elektroda
permukaan menempel pada kulit mengukur sinyal-sinyal listrik dari banyak unit
19
motor. Sebuah jarum elektroda konsentris dimasukkan di bawah kulit mengukur
aktivitas unit motor tunggal melalui kabel berisolasi yang terhubung ke titik unit
motor tersebut. Gambar 2.13 menunjukkan EMG dari dua jenis elektroda
Sebuah pengaturan yang khusus untuk rekaman EMG ditunjukkan pada
Gambar 2.13. Sinyal listrik otot ini dapat ditampilkan secara langsung di salah
satu saluran osiloskop, dan sinyal dapat diintegrasikan dan ditampilkan di saluran
kedua. Sinyal juga dapat dikirimkan melalui sebuah amplifier sehingga sinyal
tersebut dapat terdengar oleh pengeras suara. Catatan integrasi (dalam tegangan
kedua) adalah ukuran kuantitas listrik yang terkait dengan potensial aksi otot.
Gambar 2.13 EMG diperoleh dengan electroda jarum konsentris dan permukaan electrode. (John R. Cameron, 1978: 191).
Gambar 2.14 menunjukkan bentuk rangkaian EMG. Dalam klinik, suara
EMG dan bentuk integrasi sering digunakan untuk menentukan kondisi otot
selama kontraksi.
EMG dapat diperoleh dari otot atau unit motorik yang dipicu elektrik, dan
cara ini sesuai dengan kontraksi otot yang tidak dipaksakan. Kontraksi otot yang
tidak dipaksakan (voluntary contraction) biasanya terjadi selama 100 milidetik
karena semua unit motorik tidak akan melakukan tembakan pada saat yang sama,
20
selain itu setiap unit motorik bisa menghasilkan beberapa potensi tindakan
(potensial aksi) tergantung pada sinyal yang dikirim dari sistem saraf pusat.
Gambar 2.14 Rangkaian instrument untuk memperoleh EMG. (Sumber
EMG yang diperoleh selama rangsangan listrik dari unit motor
ditunjukkan pada Gambar 2.16 Potensial aksi muncul dalam EMG setelah jangka
waktu latency (waktu antara stimulasi dan permulaaan respon). Hasil EMG
digunakan untuk menentukan apakah potensial aksi dan periode latensinya sama.
Jika hasil EMG otot tubuh simetris maka otot tersebut normal, cara yang lain yaitu
dengan dengan membandingkannya dengan orang normal.
Gambar 2.16 Rangkaian instrument untuk memperoleh EMG selama rangsangan listrik pada unit motorik. (John R. Cameron,
1978: 193).
Gambar 2.17 Rangsangan listrik pada saraf sensorik dan motorik pada bayi (a) skema diagram instrument. (b) Untuk rangsangan per
waktu tingkat rendah. (c) Untuk rangsangan sedang. (d) Untuk rangsangan besar. (John R. Cameron, 1978: 194).
22
Rangsangan listrik unit motorik, dapat digunakan untuk merangsang
saraf sensorik yang membawa informasi ke sistem saraf pusat. Sistem refleks
dapat dipelajari dengan mengamati respon refleks pada otot (Gambar 2.17a). Pada
rangsangan tingkat rendah, beberapa saraf sensori aktif namun saraf motorik tidak
dan tidak ada respon M yang terlihat (Gambar 2.17b). Potensial aksi dari saraf
sensorik pindah ke sumsum tulang belakang dan menghasilkan respon refleks
yang bergerak sepanjang saraf motor dan memulai sebuah respon tunda H pada
otot. Saat rangsangan meningkat, kedua saraf motorik dan saraf sensorik
terangsang dan baik M dan respon H dapat terlihat (Gambar 2.17Hc). Pada tingkat
rangsangan yang besar, hanya respon M yang terlihat (Gambar 2.17.Hd).
Kecepatan dari potensial aksi dalam saraf motorik juga dapat ditentukan.
Rangsangan yang diberikan pada dua lokasi, dan periode latensi untuk setiap
respon diukur. Perbedaan antara dua periode latency adalah waktu yang
diperlukan untuk potensial aksi menempuh jarak antara kedua saraf; kecepatan
dari potensial aksi ini jarak dibagi selang waktu antara dua periode latency.
Gambar2.18 Kecepatan konduksi saraf sensori dapat ditentukan dengan rangsangan pada suatu lokasi tertentu dan dari rekaman respon dengan meletakkan electroda pada jarak yang diketahui.
(John R. Cameron, 1978: 196).
Penjelasan dari gambar diatas respon berjalan sejauh 0,25m dari posisi 1
ke posisi 2 dalam waktu 4,3 msec. Kecepatan konduksinya dapat dihitung:
23
v= ΔxΔt
= 0 , 25m4,3 x 10−3 sec
v=58 m /sec
Sedangkan kecepatan konduksi saraf sensori ketika respon berjalan dari posisi 2
ke 3 adalah:
v= ΔxΔt
= 0 ,20 m4 x 10−3 sec
v=50 m /sec
Kecepatan konduksi untuk saraf sensoris dapat diukur dengan
merangsang di salah satu bagian dan rekaman di beberapa lokasi yang diketahui
jaraknya dari titik stimulasi (Gambar 2.18). Banyak sekali kerusakan saraf pada
saat terjadi penurunan kecepatan konduksi. kecepatan umum konduksi adalah 40-
60 m/detik, kecepatan di bawah 10 m/detik menunjukkan adanya masalah.
Selama Electomiogram berlangsung dilakukan beberapa kali rangsangan
hal ini dilakukan untuk menentukan karakteristik kelelahan otot. Otot-otot utama
pada manusia dapat direstimulasi pada tingkat antara 5 dan 15 Hz. Seorang pasien
dengan penyakit myasthenia gravis menunjukkan kelemahan otot saat
melaksanakan tugas otot berulang-ulang. Hasil EMG pasien menunjukkan bahwa
pada stimulasi yang dilakukan secara berulang-ulang, saraf motorik gagal untuk
mentransmisikannya ke otot.
2. Sinyal Listrik Dari Jantung-Electrokardiograf (EKG)
Saraf dan otot jantung dapat dianggap sebagai sumber listrik tertutup
dalam sebuah konduktor listrik, batang tubuh. Jelas tidak mudah untuk membuat
pengukuran listrik langsung pada jantung; informasi diagnostik diperoleh dengan
pengukuran potensi listrik yang dihasilkan oleh jantung di berbagai tempat di
permukaan tubuh. Catatan potensi jantung pada kulit disebut elektrokardiogram
(EKG).
Hubungan antara pemompaan jantung dengan potensi listrik pada kulit
dapat dipahami dengan mempertimbangkan perambatan potensial aksi di dalam
24
jantung seperti ditunjukkan pada Gambar 2.20 Aliran arus yang dihasilkan tubuh
memulai terjadinya penurunan potensi seperti yang ditunjukkan skema pada
resistor.
Gambar 2.20 Skema potensial aksi turun pada dinding jantung. Beberapa arus ion, diindikasikan oleh lingkaran, yang melalui torso diindikasikan sebagai resistor. Potensial aktif. (John R.
Cameron, 1978: 198).
Gambar 2.21 Bidang elektrokardiografik dan vektor dipol listrik. RA, LA, RL, dan LL mengindikasikan lokasi electroda pada bagian kanan dan kiri tangan dan kaki. (John R. Cameron,
1978:200).
Potensial listrik (jantung) yang diukur pada permukaan tubuh hanyalah
proyeksi sesaat dari vektor dipol listrik dalam arah tertentu. Vektor dipol listrik
25
tersebut merupakan fungsi perubahan dari waktu. Potensial listrik diproyeksikan
sama dipole listrik tersebut. Gambar 2.21 menunjukkan vektor dipol listrik pada
tiga pesawat elektrokardiografi tubuh.
Permukaan elektroda untuk pengamatan EKG yang paling sering terletak
di lengan kiri (LA), lengan kanan (RA), dan kaki kiri (LL). Meskipun lokasi
elektroda berbeda tergantung situasi medis; namun lokasi yang paling sering
digunakan adalah tangan atau posisi yang lebih dekat ke jantung. Pengukuran
potensial antara RA dan LA disebut Lead I, dan antara RA dan LL disebut Lead
II, sedangkan antara LA dan LL disebut lead III (Gambar 2.22).
Gambar 2.22. Konektor listrik untuk lead, I, II, III. Rekaman Muatan kutub pada umumnya dalam instrument mengindikasikan
masing-masing lead. (John R. Cameron, 1978: 201).
Konfigurasi ini dirintis oleh Willem Einthoven, seorang ahli fisiologi
Belanda, dan ketiga lead tersebut disebut standar ekstremitas lead. Biasanya,
ketiga standar ekstremitas lead tersebut digunakan dalam pemeriksaan klinis.
Potensi antara dua diantaranya memberikan amplitudo relatif dan arah dari vektor
dipol listrik pada bidang frontal (Gambar 2.23).
Tiga konfigurasi lead tambahan, aVR, aVL, dan aVF , juga diperoleh di
bidang frontal. Untuk lead aVR , satu sisi perekam terhubung ke RA dan sisi lain
terhubung ke pusat dua resistor yang terhubung ke LL dan LA (Gambar 2.24).
Dua lead tambahan lainnya diperoleh dengan cara yang sama, untuk lead aVL,
perekam melekat ke elektroda LA dan resistor yang terhubung ke RA dan LL;
untuk lead aVF, perekam melekat ke elektroda LL dan resistor terhubung ke RA
dan LA.
26
Gambar 2.23 Skema dipole listrik pada jantung diproyeksikan pada bidang
frontal. Potensial didalam lead I pada beberapa moment
proposional terhadap proyeksi vector dipol pada garis RA-LA;
potensial di Lead II dan III proposional terhadap proyeksi pada
sisi lain segitiga. (Sumber: http://www.bem.fi/book/16/16.htm)
Gambar 2.24 Penambahan Lead diperoleh dengan menempatkan sebuah jarum
resistor diantara dua electrode. Jarum resistor pusat digunakan
sebagai connector satu dan elektroda sisanya digunakan sebagai
konektor kedua. (Sumber Buku Medical physics)
Setiap peta EKG menelusuri sebuah proyeksi dari vektor dipol listrik,
atau aktivitas listrik jantung, yang melalui setiap bagian dari siklus tersebut.
Gambar 2.25 memperlihatkan skema output lead II dengan simbol standar untuk