This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Setelah terbentuknya Lembaga Tata Kelola Kolaboratif dan BUMB, penguatan keterlibatan dan komitmen untuk
masing-masing stakeholder perlu diwujudkan seperti berikut :
a. Pemerintah Pusat dan Daerah
Keterlibatan dan komitmen kelembagaan pemerintahan pada tahap awal perlu didukung oleh pembentukan
atau penunjukkan tim untuk terlibat dalam forum kolaborasi. Pada tingkat provinsi dan kabupaten telah
dibentuk kelompok kerja untuk koordinasi program pengembangan pariwisata terintegrasi dan berkelanjutan
melalui keputusan gubernur/bupati. Kelompok kerja ini dapat dimanfaatkan sebagai tim yang akan terlibat
dalam forum kolaborasi tersebut.
Keterlibatan dan berkomitmen pihak pemerintah (pusat dan daerah) tidak hanya cukup dengan melaksanakan
kewenangan yang diberikan secara atributif, delegasi, maupun mandatori. Selain itu, diperlukan internalisasi
(penyesuaian) program dan kegiatan dalam ITMP Kawasan Danau Toba ke dalam rencana pembangunan
jangka menengah (RPJMN/D, Renstra K/L/OPD) dan rencana pembangunan jangka pendek (RKP Pusat dan
Daerah, RKA K/L/OPD). Internalisasi program dan kegiatan ITMP Kawasan Danau Toba ke dalam rencana
pembangunan tersebut merupakan tahapan penting untuk menjadikan rencana tersebut sebagai dasar alokasi
anggaran pemerintah (APBN dan APBD).
b. Swasta
Keterlibatan dan komitmen lembaga privat (badan usaha milik swasta) terhadap tata kelola kolaborasi dapat
diperoleh dalam berbagai bentuk. Privat dapat langsung berinvestasi untuk berbagai jenis pembangunan yang
sesuai dengan ITMP. Privat juga dapat berkomitmen dalam pengelolaan Kawasan Danau Toba dengan terlibat
dalam pokja-pokja pada Lembaga Tata Kelola Kolaboratif sebagai pelaksana proyek atau melakukan KPBU.
Sedangkan dalam hal BUMB, privat dapat berkomitmen dengan menjadi shareholder. Selain itu, privat juga
dapat memberikan komitmen dalam bentuk program CSR (Corporate Social Responsibility) atau Sustainability
Program yang diintegrasikan dengan program dan kegiatan ITMP melalui pemerintah pusat, provinsi atau
kabupaten ataupun secara langsung.
c. Lembaga Semi Pemerintah
Keterlibatan lembaga semi pemerintah dalam pengelolaan Kawasan Danau Toba diwujudkan melalui
memberikan masukan untuk perencanaan dan kebijakan pengembangan Kawasan Danau Toba, melakukan
kewenangan publik, maupaun sebagai contracting agency. Lembaga semi pemerintah juga dapat terlibat dan
berkomitmen dalam pengelolaan Kawasan Danau Toba sebagai bagian pokja di Lembaga Tata Kelola
Kolaboratif, shareholder di BUMB, maupun anggota di Toba Tourism Watch.
d. Masyarakat
Keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan Kawasan Danau Toba dikuatkan pada tiga bentuk lembaga, yaitu
sebagai bagian pokja di Lembaga Tata Kelola Kolaboratif, shareholder di BUMB, maupun anggota di Toba
Tourism Watch.
9.3 Pengembangan Kelembagaan Pengelolaan Kawasan Danau Toba
Isu pokok kelembagaan di Kawasan danau Toba ialah tata kelola kelembagaan yang ada belum efektif untuk
mengkolaborasikan pemangku kepentingan terutama pemerintah di 8 (delapan) kabupaten untuk
mengembangkan pariwisata Kawasan Danau Toba. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, bentuk yang paling
tepat untuk kelembagaan pengelolaan Kawasan Danau Toba adalah Collaborative Governance bersistem
Networked Governance, sehingga program utama untuk pengembangan kelembagaan pengelolaan Kawasan
Danau Toba ialah pembentukan Lembaga Kolaboratif Tata Kelola Danau Toba. Untuk mendukung pelaksanaan
program utama tersebut, perlu dilakukan beberapa sub-program utama, yaitu sebagai berikut.
9.3.1 Pengembangan Kelembagaan Tata Kelola Kawasan Pariwisata Danau Toba
(Penyiapan Awal)
9.3.1.1 Sosialisasi Pengembangan Pariwisata Kawasan Danau Toba
Sosialisasi pengembangan pariwisata Kawasan Danau Toba dilakukan untuk diseminasi hasil perencanaan program
pengembangan pariwisata terintegrasi dan berkelanjutan (ITMP) dan pengembangan Geopark Danau Toba.
Sosialisasi ini perlu diikuti oleh perwakilan pemangku kepentingan di tingkat provinsi dan kabupaen (8
kabupaten). Program sosialisasi ini perlu dilakukan di awal tahun perencanaan (2020).
9.3.1.2 Pembentukan Forum Kolaborasi Pelaksana ITMP
Forum Pelaksana ITMP Danau Toba ialah wadah koordinasi dan kolaborasi untuk pemerataan pemahaman terkait
perencanaan dalam ITMP. Dalam Forum ini akan dibuat sub-sub forum untuk membentuk jaringan yang
dipersiapkan menjadi lembaga kolaboratif pada tahapan berikutnya. Aktor-aktor yang terlibat dalam dialog
langsung (face-to-face dialogue) di forum ini diharapkan dapat membentuk jaringan yang kemudian akan terlibat
dalam kelembagaan kolaboratif setelah Perpres kelembagaan dibentuk.
Forum Kolaborasi Pelaksana ITMP dibentuk melalui Peraturan Gubernur Sumatera Utara setelah disahkannya ITMP
dalam bentuk Peraturan Presiden. Anggota forum ini dapat berisi anggota Kelompok Kerja Koordinasi Program
Pengembangan Pariwisata Terintegrasi dan Berkelanjutan (P3TB) yang dibentuk melalui SK Gubernur Provinsi
Sumatera Utara Nomor 188.44/159/KPTS/2019 yang ditambahkan dengan aktor-aktor lainnya yang berkaitan
dengan pelaksanaan ITMP terutama pada simpul-simpul badan usaha milik negara/daerah/swasta, asosiasi profesi,
LSM/NGO, komunitas, dan lainnya.
Forum kolaborasi ini dilaksanakan dan didanai oleh Sekretariat Daerah Provinsi Sumatera Utara. Penyelenggaraan
forum dilakukan selama 2 (dua) tahun. Fokus tahun pertama (2020) ialah untuk meningkatkan kesepahaman
bersama terkait ITMP dan merumuskan isu bersama pengelolaan Kawasan Danau Toba. Sedangkan fokus tahun
kedua (2021) ialah untuk transisi kelembagaan menjadi Lembaga Tata Kelola Kolaboratif, BUMB, dan Toba Tourism
Watch serta merumuskan strategi bersama untuk pengelolaan Kawasan Danau Toba.
Bagian III: Strategi Pengembangan Kawasan III-463
9.3.1.3 Rapat Koordinasi Forum Kolaborasi Pelaksana ITMP
Forum Kolaborasi Pelaksana ITMP akan menyelenggarakan rapat koordinasi rutin yang melibatkan partisipasi
stakeholder dalam 2 bentuk forum, yaitu rapat besar forum dan rapat subforum dengan frekuensi rapat sekali
sebulan dalam bentuk rapat besar maupun sub-forum. Pada rapat koordinasi besar dilibatkan seluruh stakeholder
yang mewakili instansi-instansi pemerintahan di Provinsi Sumatera Utara dan 8 (delapan) kabupaten sedangkan
forum kolaborasi, badan usaha, komunitas, tokoh masyarakat dan kebudayaan, NGOs, LSM, akademisi, asosiasi
pengusaha dan profesi. Rapat koordinasi sub forum dibagi menjadi 3 (tiga) bagian besar, yaitu:
1. Sub Forum – Pemerintah
Rapat koordinasi sub forum pemerintah dihadiri oleh OPD di tingkat provinsi dan 8 kabupaten, BOPDT, dan
BPGKT dan dipimpin oleh Sekretaris Daerah Provinsi Sumatera Utara, BAPPEDA Provinsi Sumatera Utara, atau
OPD lainnya bergantung tema dan tingkat urgensi pelaksanaan forum.
2. Sub Forum – Investor dan Badan Usaha
Rapat koordinasi sub forum investor dan badan usaha dihadiri oleh BOPDT, BUMN, BUMD Provinsi Sumatera
Utara, BUMD 8 Kabupaten, dan BUMS (operator dan investor). Rapat sub forum ini dipimpin oleh DPMPTSP
Provinsi Sumatera Utara untuk mendorong peningkatan investasi di Kawasan Danau Toba dan menguatkan
jejaring antar badan usaha untuk mendorong partisipasi dalam penanaman modal BUMB.
3. Sub Forum – Masyarakat
Rapat koordinasi sub forum masyarakat dan dihadiri oleh berbagai stakeholder yang mewakili masyarakat
seperti akademisi, LSM, NGO, tokoh adat, pokdarwis, desa wisata, asosiasi usaha, asosiasi profesi dll. Rapat sub
forum ini dipimpin oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumatera Utara untuk mendorong partisipasi
lembaga-lembaga tersebut dalam pengembangan pariwisata maupun monitoring dan evaluasi pelaksanaan
ITMP Kawasan Danau Toba.
9.3.1.4 Peningkatan Kapasitas Pemerintah dalam Pengelolaan Kepariwisataan Danau Toba
Peningkatan kapasitas pemerintah lebih ditujukan pada peningkatan kapasitas pemerintah provinsi dan
kabupaten. Peningkatan kapasitas SDM pemerintah ditekankan pada pelatihan untuk pengelolaan kepariwisataan,
peningkatan investasi, pengembangan sistem perizinan dan penanaman modal berbasis elektronik, dana
manajemen data keparwisitaan.
9.3.1.5 Peningkatan Kapasitas dan Pengembangan Kelembagaan Badan Pengelola Geopark Kaldera
Toba (BPGKT)
Peningkatan kapasitas BPGKT lebih ditekankan pada peningkatan kapasitas SDM BPGKT untuk melaksanakan
pengelolaan Geopark. Terkait kelembagaan BPGKT, diperlukan pula pengembangan kelembagaan BPGKT dari
bentuk yang ada saat ini. Kepurusan Gubernur Sumatera Utara No. 188.4/778/KPTS/2017 telah menetapkan
pengangkatan personil BPGKT secara ex-officio yang dirasakan tidak efektif dan memerlukan evaluasi.
Pengembangan kelembagaan juga dibutuhkan untuk meningkatkan kewenangan dan kinerja BPGKT.
9.3.1.6 Penyusunan Naskah Akademik dan Raperpres Lembaga Tata Kelola Kolaboratif
Lembaga Tata Kelola Kolaboratif dibentuk sesuai dengan alternatif 5 yang telah dijelaskan sebelumnya.
Pembentukan lembaga ini perlu ditetapkan dalam bentuk peraturan presiden agar dapat mencakupi lembaga
pemerintahan di tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten. Setelah terbentuk, Lembaga Tata Kelola Kolaboratif
Kawasan Danau Toba akan menyusun rencana strategis yang mengakomodasi upaya-upaya penguatan komitmen
dan jejaring serta perumusan visi, misi, strategi, dan program bersama lembaga tata kelola kolaboratif. Pada setiap
akhir tahapan pengembangan dalam ITMP dilakukan monitoring dan evaluasi kinerja Lembaga Tata Kelola
Kolaboratif dan penyusunan rencana strategis untuk tahapan berikutnya.
9.3.2 Peningkatan Kapasitas dan Penguatan Kelembagaan BOPDT
Peningkatan kapasitas Badan Pelaksana BOPDT lebih ditekankan pada peningkatan kapasitas SDM dan rekrutmen
tenaga professional. Tujuannya ialah untuk meningkatkan kapasitas SDM Badan Pelaksana BOPDT dalam
melaksanakan tugas dan fungsi sebagai badan layanan umum. Kewenangan BOPDT sebagai BLU sangat terbatas
sehingga diperlukan evaluasi kelembagaan BOPDT. Namun, evaluasi dapat dilakukan setelah fungsi BOPDT
sebagai Badan Layanan Umum berjalan dan dapat dilakukan penilaian kinerja. Evaluasi ini dibutuhkan untuk
melakukan pengembangan kelembagaan tersebut. Diperlukan pula pelaksanaan kajian pengembangan
kelembagaan BOPDT untuk mengidentifikasi kemungkinan transformasi BOPDT yang memiliki pola pengelolaan
keuangan BLU menjadi Badan Usaha Milik Bersama.
9.3.3 Pembentukan Toba Tourism Watch
Toba Tourism Watch ialah usulan kelembagaan baru yang secara khusus bertugas untuk melakukan pemantauan
secara real time, mendokumentasikan peristiwa penting di Kawasan Danau Toba, serta menangani
pengintegrasian dan manajemen data secara transparan. Lembaga ini berfokus pada monitoring dan evaluasi
untuk memastikan bahwa pembangunan pariwisata berjalan ‘on the right track’ dan memegang prinsip ‘doing the
right things rightly’. Sebelum dibentuk, anggota dari Toba Tourism Watch yang berasal dari akademisi, masyarakat,
asosiasi usaha, asosiasi profesi, komunitas, dan lainnya perlu untuk memiliki kapasitas dalam pelaksanaan
penelitian dan pengembangan kepariwisataan. Peningkatan kapasitas ini ditujukan untuk menyiapkan kompetensi
masyarakat untuk menjalankan fungsi sebagai Toba Tourism Watch. Pelatihan dilakuan untuk meningkatkan
kapasitas masyarakat, asosiasi usaha, asosiasi profesi, komunitas dll dalam melaksanakan penelitian dan
pengembangan pariwisata serta untuk melaksanakan monitoring dan evaluasi pembangunan di Kawasan Danau
Toba. Setelah ditingkatkan kapasitasnya, lembaga ini didorong untuk membentuk jejaring pada sub-forum
masyarakat pada Forum Pelaksana ITMP. Pembentukan lembaga ini dilakukan secara fasilitatif dan didorong oleh
Pemerintah Provinsi melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (bukan dibentuk secara atributif).
9.4 Pengembangan Kelembagaan di Kabupaten dan KWU
9.4.1 Pengembangan Kelembagaan Tata Kelola Kawasan Wisata Unggulan
Pada kabupaten-kabupaten yang memiliki kawasan wisata unggulan (Kab. Simalungun, Kab. Samosir, Kab. Toba
Samosir, Kab. Tapanuli Utara, Kab. Karo, dan Kab. Humbang Hasundutan) perlu dibentuk Forum Percepatan
Pengembangan dan Investasi Pariwisata. Forum ini menjadi wadah koordinasi dan kolaborasi pemangku
kepentingan terkait percepatan pengembangan dan investasi pariwisata di kawasan wisata unggulan pada
masing-masing kabupaten. Forum ini berisikan perwakilan-perwakilan dari OPD, swasta, masyarakat, tokoh
adat/budaya, asosiasi, komunitas, dan lainnya. Sama halnya yang dibentuk pada level provinsi (Kawasan Wisata
Danau Toba), forum ini dapat memanfaatkan kelompok kerja yang telah dibentuk untuk Program Pengembangan
Pariwisata Terintegrasi dan Berkelanjutan (P3TB) dengan menambahkan jejaring yang lebih luas dari elemen badan
usaha, masyarakat, komunitas, LSM/NGO, dan lainnya. Forum ini dibentuk melalui Peraturan Bupati. Forum akan
melaksanakan rapat koordinasi yang dilaksanakan dan didanai oleh Sekretariat Daerah masing-masing kabupaten.
Penyelenggaraan forum dilakukan selama 5 (lima) tahun.
9.4.2 Pengembangan Kelembagaan Tata Kelola Pengembangan Potensi Wisata
Kabupaten
Tata kelola pengembangan pariwisata di Kabupaten Dairi dan Kabupaten Pakpak Bharat dibutuhkan untuk
mengembangkan potensi wisata yang ada dan mempertahankan potensi yang akan punah. Seperti 6 (enam)
kabupaten lainnya di Kawasan Wisata Danau Toba, di kedua kabupaten ini perlu dibentuk Forum Inisiasi
Pengembangan & Investasi Pariwisata. Forum dibentuk untuk mewadahi koordinasi dan kolaborasi pemangku
kepentingan dalam menginisiasi pengembangan wisata lokal dan mengundang investasi pariwisata di masing-
masing kabupaten. Dengan format yang sama dengan 6 (enam) kabupaten lainnya, forum ini berisikan
Bagian III: Strategi Pengembangan Kawasan III-464
perwakilan-perwakilan dari OPD, swasta, masyarakat, tokoh adat/budaya, asosiasi, komunitas, dan lainnya yang
ditetapkan melalui Peraturan Bupati.
9.4.3 Peningkatan Partisipasi Desa dan BUMDes
Pada masing-masing KWU terdapat desa-desa yang termasuk dalam wilayah perencanaan. Pemerintah dan
masyarakat desa dapat dilibatkan dalam pengembangan pariwisata di masing-masing desa dengan
memanfaatkan adanya dana desa. Untuk beberapa jenis infrastruktur dasar yang menjadi kewenangan pemerintah
desa, penyediaan dan pengelolaannya dapat memanfaatkan adanya dan desa melalui pemrograman dalam
RKPDes dan pengalokasian anggaran dalam APBDes. Untuk meningkatkan partisipasi pemerintah dan masyarakat
desa terlebih dahulu diperlukan peningkatan kapasitas SDM pemerintah desa dan masyarakat desa dalam hal
pengelolaan kepariwisataan.
Desa juga memiliki kewenangan untuk mendirikan BUMDes. Peran BUMDes dalam pengembangan pariwisata di
KWU menjadi penting. BUMDes dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan usaha akomodasi, sarana
transportasi, ataupun pengelolaan atraksi wisata di desa. Peningkatan peran BUMDes ini juga membutuhkan
peningkatan kapasitas SDM terlebih dahulu terutama dalam hal pengembangan dan manajemen bisnis/usaha
pariwisata.
Bagian III: Strategi Pengembangan Kawasan III-465
Bagian III: Strategi Pengembangan Kawasan III-466
10. Evaluasi dan Mitigasi Dampak Lingkungan
Berdasarkan program-program utama yang ada di tiap KWU maka potensi dampak lingkungan serta kemungkinan langkah mitigasi yang dapat dilakukan dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3. 208 Dampak dan Mitigasi Aspek Lingkungan KWU Parapat
Jenis Kegiatan Potensi Dampak Lingkungan Kemungkinan Langkah Mitigasi dan Instrumen EA
Quick Wins
(2020-2021)
1.1 Restorasi Area Colonial
Heritage Rumah
Pengasingan Bung Karno &
sekitarnya.
Positif: Restorasi ini akan meningkatkan situs warisan yang ada di KWU dan membalikkan degradasi lingkungan untuk mengoptimalkan
apresiasi pengunjung.
Negatif: terdapat risiko lingkungan dari pekerjaan restorasi selama konstruksi berlangsung yang dapat mempengaruhi pekerja dan
masyarakat disekitarnya.
Hal yang perlu diantisipasi dari Risiko tempat kerja dan kesehatan serta keselamatan adalah:
a. Cedera dan jatuh karena tidak menggunakan alat pelindung diri yang layak saat melakukan kegiatan konstruksi.
b. Resiko bagi masyarakat sekitar apabila tidak menyediakan cukup barikade atau tanda bahaya untuk menginformasikan batasan wlayah
proyek yang beresiko selama kegiatan konstruksi berlangsung.
c. Pembuangan limbah konstruksi yang tidak tepat dari kamp pekerja karena beberapa kontraktor tidak menyediakan toilet portable yang
layak dan mempraktikan houskeeping dengan baik.
Selama implementasi, langkah-langkah mitigasi dapat dipantau
dengan lebih baik melalui pengawasan dan desakan oleh petugas
pengawasan Kesehatan dan Keselamatan Lingkungan (EHS), termasuk
perhatian pada penyediaan dan penggunaan APD serta penggunaan
rambu-rambu dan barikade di lokasi bahaya.
1.2 Revitalisasi Pantai Bebas
Perbaikan dari yang lama
Positif: Restorasi ini berfokus pada peningkatan situs warisan yang ada di KWU dan membalikkan degradasi lingkungan untuk apresiasi
pengunjung yang optimal.
Negatif: terdapat risiko lingkungan dari pekerjaan restorasi selama konstruksi berlangsung yang dapat mempengaruhi pekerja dan
masyarakat disekitarnya.
Hal yang perlu diantisipasi dari Risiko tempat kerja, kesehatan serta keselamatan adalah;
a. Cedera dan jatuh karena tidak menggunakan alat pelindung diri yang layak saat melakukan kegiatan konstruksi.
b. Resiko bagi masyarakat sekitar apabila tidak menyediakan cukup barikade atau tanda bahaya untuk menginformasikan batasan wlayah
proyek yang beresiko selama kegiatan konstruksi berlangsung.
c. Pembuangan limbah konstruksi yang tidak tepat dari kamp pekerja karena beberapa kontraktor tidak menyediakan toilet portable yang
layak dan mempraktikan houskeeping dengan baik.
Selama implementasi, langkah-langkah mitigasi dapat dipantau
dengan lebih baik melalui pengawasan dan desakan oleh petugas
pengawasan Kesehatan dan Keselamatan Lingkungan (EHS), termasuk
perhatian pada penyediaan dan penggunaan APD serta penggunaan
rambu-rambu dan barikade di lokasi bahaya.
1.3 Proyek percontohan
dalam mengembangkan
greenhotel dan public beach
(Inna Parapat)
Positif: Proyek ini akan menginisiasikan pengembangan greenhotel yang akan mempertimbangkan keberlanjutan dan rendahnya karbon yang
dihasilkan. Hal ini dapat memberikan model untuk pengembangan hotel lainnya di KWU dan menghindari degradasi lingkungan lebih lanjut.
Negatif:
Dampak negatif akan terjadi selama tahap konstruksi dan operasi. Masalah lingkungan, kesehatan dan keselamatan diekspeKWUsikan selama
konstruksi, sementara selama operasi akan ada generasi makanan dan limbah umum, air limbah, sampah pantai, dan kebisingan. Energi, air,
dan limbah adalah tiga sumber utama dampak lingkungan.
Selama implementasi, langkah-langkah mitigasi dapat dipantau
dengan lebih baik melalui pengawasan dan desakan oleh petugas
pengawasan Kesehatan dan Keselamatan Lingkungan (EHS), termasuk
perhatian pada penyediaan dan penggunaan APD serta penggunaan
rambu-rambu dan barikade di lokasi bahaya.
1.4 Konstruksi waterfront
dan jalur pejalan kaki
koridor utama Parapat
Positif: Komponen ini berfokus pada peningkatan kesenjangan layanan dasar yang ada untuk populasi KWU dan membalikkan degradasi
lingkungan.
Negatif:
Risiko umum untuk sebagian besar kegiatan konstruksi seperti jalan dan trotoar, yaitu
• Hilangnya vegetasi dan humus dari pembukaan lahan
• Erosi tanah dan sedimentasi aliran
• Debu
• Kebisingan dan emisi udara dari alat berat
• Pembuangan limbah konstruksi yang tidak benar
• Tumpahan bahan bakar dan pelumas
• Kerusakan infrastruktur atau sumber daya budaya fisik lainnya
• Intrusi visual infrastruktur ke dalam lanskap alam dan budaya
Selama implementasi, langkah-langkah mitigasi dapat dipantau
dengan lebih baik melalui pengawasan dan desakan oleh petugas
pengawasan Kesehatan dan Keselamatan Lingkungan (EHS), termasuk
perhatian pada penyediaan dan penggunaan APD serta penggunaan
rambu-rambu dan barikade di lokasi bahaya.
1. Konstruksi ruas jalan Aek
Natolu – Ajibata dan
Ajibata – Parapat
Positif: Komponen ini berfokus pada peningkatan kesenjangan layanan dasar yang ada untuk populasi KWU dan membalikkan degradasi
lingkungan.
Negatif:
Risiko umum untuk sebagian besar kegiatan konstruksi seperti jalan dan trotoar, yaitu
• Hilangnya vegetasi dan humus dari pembukaan lahan
Risiko-risiko ini dapat dikurangi dengan :
a) analisis lingkungan alternatif di FSs;
b) persiapan Lingkungan dan Rencana Manajemen Sosial (ESMP) yang
baik;
Bagian III: Strategi Pengembangan Kawasan III-467
Jenis Kegiatan Potensi Dampak Lingkungan Kemungkinan Langkah Mitigasi dan Instrumen EA
• Erosi tanah dan sedimentasi aliran
• Debu
• Kebisingan dan emisi udara dari alat berat
• Pembuangan limbah konstruksi yang tidak benar
• Tumpahan bahan bakar dan pelumas
• Kerusakan infrastruktur atau sumber daya budaya fisik lainnya
• Intrusi visual infrastruktur ke dalam lanskap alam dan budaya
c) implementasi dari ESMP tersebut dimasukkannya mitigasi tindakan
dalam DED dan kontrak konstruksi menggabungkan Pedoman EHS;
serta
d) menyediakan Environmenta Code of Practice (ECOP) atau Standar
Prosedur Operasi (SOP) untuk kegiatan lain dimana penyaringannya
menunjukkan bahwa RKL dan UKL tidak diperlukan.
1.6 Manajemen lalu lintas
Pusat Kota Parapat
Positif: Peluang untuk meningkatkan manajemen dampak di sektor pariwisata.
Negatif: Tidak ada dampak buruk yang diantisipasi.
Tidak Membutuhkan Mitigasi.
1.7 Optimalisasi IPAL
regional (pengolahan air
limbah) Parapat-Ajibata
Positif: Komponen ini berfokus pada peningkatan kesenjangan layanan dasar yang ada untuk populasi KWU dan membalikkan degradasi
lingkungan.
Negatif:
Risiko umum untuk sebagian besar kegiatan konstruksi:
• Hilangnya vegetasi dan humus dari pembukaan lahan
• Erosi tanah dan sedimentasi aliran
• Debu
• Kebisingan dan emisi udara dari alat berat
• Pembuangan limbah konstruksi yang tidak benar
• Tumpahan bahan bakar dan pelumas
• Kerusakan infrastruktur atau sumber daya budaya fisik lainnya
• Intrusi visual infrastruktur ke dalam lanskap alam dan budaya
Risiko tambahan dari konstruksi atau perluasan / peningkatan dan pengoperasian instalasi pengolahan air limbah
- Eutrofikasi dari nutrisi dalam limbah cair
- Kematian organisme air yang disebabkan oleh oksigen terlarut rendah, atau zat beracun yang dimasukkan ke dalam sistem pengumpulan
- Bau yang disebabkan oleh gangguan tanaman
Risiko-risiko ini dapat dikurangi dengan : a) analisis lingkungan
alternatif di FSs; b)
persiapan
Lingkungan dan
Rencana Manajemen Sosial
(ESMP) yang baik; dan c) penyaringan yang tepat untuk menunjukkan
bahwa RKL dan UKL diperlukan atau tidak.
Key Programs
(2020-2025)
1.8 Revitalisasi Terminal
Sosor Saba Parapat
(dengan food court)
Positif: Komponen ini berfokus pada peningkatan kesenjangan layanan dasar yang ada untuk populasi KWU dan membalikkan degradasi
lingkungan.
Negatif: terdapat risiko lingkungan dari pekerjaan restorasi selama konstruksi berlangsung yang dapat mempengaruhi pekerja dan
masyarakat disekitarnya yang perlu diantisipasi dari Risiko tempat kerja dan kesehatan serta keselamatan adalah:
a. Cedera dan jatuh karena tidak menggunakan alat pelindung diri yang layak saat melakukan kegiatan konstruksi.
b. Resiko bagi masyarakat sekit
c. ar apabila tidak disediakannya barikade atau tanda bahaya guna menginformasikan batasan wilayah proyek yang beresiko selama
kegiatan konstruksi berlangsung.
d. Pembuangan limbah konstruksi yang tidak tepat dari kamp pekerja karena beberapa kontraktor tidak menyediakan toilet portable yang
layak dan mempraktikan houskeeping dengan baik.
Selama implementasi, langkah-langkah mitigasi dapat dipantau
dengan lebih baik melalui pengawasan dan desakan oleh petugas
pengawasan Kesehatan dan Keselamatan Lingkungan (EHS), termasuk
perhatian pada penyediaan dan penggunaan APD serta penggunaan
rambu-rambu dan barikade di lokasi bahaya.
1.9 Peningkatan SPAM
(sistem manajemen
pasokan air) di Parapat
Positif: Komponen ini berfokus pada peningkatan kesenjangan layanan dasar yang ada untuk populasi KWU dan membalikkan degradasi
lingkungan.
Negatif:
Risiko umum untuk sebagian besar kegiatan konstruksi:
• Hilangnya vegetasi dan humus dari pembukaan lahan
• Erosi tanah dan sedimentasi aliran
• Debu
• Kebisingan dan emisi udara dari alat berat
• Pembuangan limbah konstruksi yang tidak benar
• Tumpahan bahan bakar dan pelumas
• Kerusakan infrastruktur atau sumber daya budaya fisik lainnya
• Intrusi visual infrastruktur ke dalam lanskap alam dan budaya
Risiko tambahan dari pengoperasian sistem pengolahan air;
• Pembuangan lumpur dan air limbah yang tidak benar
• Eksposur pekerja dan anggota masyarakat terhadap pengolahan air berbahan kimia selama pengiriman dan penggunaan.
Selama implementasi, langkah-langkah mitigasi dapat dipantau
dengan lebih baik melalui pengawasan dan desakan oleh petugas
pengawasan Kesehatan dan Keselamatan Lingkungan (EHS), termasuk
perhatian pada penyediaan dan penggunaan APD serta penggunaan
rambu-rambu dan barikade di lokasi bahaya.
Bagian III: Strategi Pengembangan Kawasan III-468
Jenis Kegiatan Potensi Dampak Lingkungan Kemungkinan Langkah Mitigasi dan Instrumen EA
1.10 Penyediaan FS dan
DED untuk TPA regional
Parapat – Ajibata
Positif: Studi ini memberikan peluang untuk meningkatkan hasil investasi lingkungan yang disediakan.
Negatif: Studi itu sendiri tidak akan memberikan dampak negatif secara langsung.
Program peningkatan kapasitas dan pelatihan bersama untuk institusi
yang bertanggung jawab.
TOR untuk FS akan membutuhkan analisis alternatif, jika diperlukan,
dan perbandingan alternatif dengan alasan lingkungan. DED akan
memasukkan langkah-langkah mitigasi terkait desain dari UKL, RKL,
ECOPs atau SOP dan akan konsisten dengan Pedoman EHS.
1.11 Pengembangan Desa
Wisata (Geosite Patra
Sibaganding)
Positif: Komponen ini berfokus pada peningkatan rural villages dengan geosit atau warisan budaya yang terletak di dalam atau di luar KWU
dengan menggunakan partisipasi masyarakat sebagai fitur inti.
Negatif: Dampak kecil yang diantisipasi untuk restorasi homestay.
Risiko dari pengoperasian toilet umum
- Polusi air tanah dari tangki septik karena lokasi di tanah yang tidak cocok, kerusakan, atau pemeliharaan yang buruk.
- Bau dan bahaya kesehatan yang disebabkan oleh housekeeping yang tidak memadai
Selama implementasi, langkah-langkah mitigasi dapat dipantau
dengan lebih baik melalui pengawasan dan desakan oleh petugas
pengawasan Kesehatan dan Keselamatan Lingkungan (EHS), termasuk
perhatian pada penyediaan dan penggunaan APD serta penggunaan
rambu-rambu dan barikade di lokasi bahaya.
1.12 Pengembangan
Pariwisata pendidikan di
Aek Nauli
Positif: Peluang untuk meningkatkan manajemen dampak di sektor pariwisata dan untuk memasukkan aspek-aspek lingkungan, kesehatan,
keselamatan, dan manajemen sosial dalam pengembangan bisnis di tingkat UKM menuju pembangunan ekonomi berkelanjutan.
Negatif: Tidak ada yang diantisipasi
Tidak diperlukan mitigasi.
1.13 Konstruksi pusat
pemuda, koperasi SME dan
food court
Positif: Peluang untuk meningkatkan manajemen dampak di sektor pariwisata dengan keterlibatan masyarakat dan penyedia layanan.
Negatif:
Risiko yang umum untuk sebagian besar kegiatan konstruksi ;
• Hilangnya vegetasi dan humus dari pembukaan lahan
• Erosi tanah dan sedimentasi aliran
• Debu
• Kebisingan dan emisi udara dari alat berat
• Pembuangan limbah konstruksi yang tidak benar
• Tumpahan bahan bakar dan pelumas
• Kerusakan infrastruktur atau sumber daya budaya fisik lainnya
• Intrusi visual infrastruktur ke dalam lanskap alam dan budaya
Selama implementasi, langkah-langkah mitigasi dapat dipantau
dengan lebih baik melalui pengawasan dan desakan oleh petugas
pengawasan Kesehatan dan Keselamatan Lingkungan (EHS), termasuk
perhatian pada penyediaan dan penggunaan APD serta penggunaan
rambu-rambu dan barikade di lokasi bahaya.
Sumber: ITMP Toba, 2019
Tabel 3. 209 Dampak dan Mitigasi Aspek Lingkungan KWU Simanindo
Jenis Kegiatan Potensi Dampak Lingkungan Kemungkinan Langkah-Langkah Mitigasi dan Instrumen EA
Quick Wins
(2020-2021)
2.1 Revitalisasi kursi batu
Siallagan
- Restorasi rumah, tempat
parkir, kios
Positif : Restorasi ini berfokus pada peningkatan situs warisan yang ada di kawasan wisata utama dan membalikkan degradasi lingkungan
untuk apresiasi pengunjung yang optimal.
Negatif : terdapat risiko lingkungan dari pekerjaan restorasi selama konstruksi berlangsung yang dapat mempengaruhi pekerja dan
masyarakat disekitarnya;
Hal yang perlu diantisipasi dari Risiko tempat kerja dan kesehatan serta keselamatan adalah;
• Cedera dan jatuh karena tidak menggunakan alat pelindung diri yang layak saat melakukan kegiatan konstruksi.
• Resiko bagi masyarakat sekitar apabila tidak disediakannya barikade atau tanda bahaya guna menginformasikan batasan wilayah proyek
yang beresiko selama kegiatan konstruksi berlangsung.
• Pembuangan limbah konstruksi yang tidak tepat dari kamp pekerja karena beberapa kontraktor tidak menyediakan toilet portable yang
layak dan mempraktikan houskeeping dengan baik.
Selama implementasi, langkah-langkah mitigasi dapat dipantau
dengan lebih baik melalui pengawasan dan desakan oleh petugas
pengawasan Kesehatan dan Keselamatan Lingkungan (EHS),
termasuk perhatian pada penyediaan dan penggunaan APD serta
penggunaan rambu-rambu dan barikade di lokasi bahaya.
2.2 Pengembangan Eco-
camp Aek Natonang
Positif: Peluang untuk meningkatkan manajemen dampak di sektor pariwisata
2.3 Peningkatan jalur
hiking dan jalur pejalan
kaki di koridor utama
Ambarita-Tuk Tuk-Tomok
Positif: Peluang untuk meningkatkan manajemen dampak di sektor pariwisata.
Negatif: Estetika atau polusi visual seperti sampah yang ditinggalkan oleh wisatawan, graffiti pada cabang pohon, penciptaan jalur sekunder,
dan gangguan pada area bersarang burung.
Memantau indikator, ketika pengunjung menyimpang dari jalan
utama atau mengambil jalan pintas. Hal ini dapat menyebabkan erosi
dan kerusakan vegetasi serta berdampak pada burung dan satwa liar
2.4 Manajemen lalu litas
pusat kota Simanindo
Positif: Peluang untuk meningkatkan manajemen dampak di sektor pariwisata.
Negatif: Tidak ada dampak buruk yang diantisipasi.
Tidak memerlukan mitigasi.
Bagian III: Strategi Pengembangan Kawasan III-469
Jenis Kegiatan Potensi Dampak Lingkungan Kemungkinan Langkah-Langkah Mitigasi dan Instrumen EA
2.5 FS, DED, dan
konstruksi instalasi
pengolahan air limbah
yang terintegrasi
Positif: Komponen ini berfokus pada peningkatan kesenjangan layanan dasar yang ada untuk populasi KWU dan membalikkan degradasi
lingkungan.
Negatif:
a) Risiko yang umum untuk sebagian besar kegiatan konstruksi ;
Hilangnya vegetasi dan humus dari pembukaan lahan
Erosi tanah dan sedimentasi aliran
Debu
Kebisingan dan emisi udara dari alat berat
Pembuangan limbah konstruksi yang tidak benar
Tumpahan bahan bakar dan pelumas
Kerusakan infrastruktur atau sumber daya budaya fisik lainnya
Intrusi visual infrastruktur ke dalam lanskap alam dan budaya
Risiko tambahan dari konstruksi atau perluasan / peningkatan dan pengoperasian instalasi pengolahan air limbah:
Eutrofikasi dari nutrisi dalam limbah cair
Kematian organisme air yang disebabkan oleh oksigen terlarut rendah, atau zat beracun yang dimasukkan ke dalam sistem pengumpulan
Bau yang disebabkan oleh gangguan tanaman
Program peningkatan kapasitas dan pelatihan bersama untuk
institusi yang bertanggung jawab.
Risiko-risiko ini dapat dikurangi dengan (a) analisis lingkungan
terhadap alternatif-alternatif dalam FS; (b) persiapan Rencana
Pengelolaan Lingkungan dan Sosial (ESMP) yang baik; dan (c)
penyaringan yang tepat untuk menunjukkan bahwa RKL dan UKL
diperlukan atau tidak.
Key Programs
(2020-2025)
2.6 Revitalisasi Makam
Raja Sidabutar dan
sekitarnya
Positif: Restorasi ini berfokus pada peningkatan situs warisan yang ada di KWU dan membalikkan degradasi lingkungan untuk apresiasi
pengunjung yang optimal.
Negatif: terdapat risiko lingkungan dari pekerjaan restorasi yang diantisipasi selama konstruksi yang dapat mempengaruhi pekerja dan
masyarakat disekitarnya;
Hal yang perlu diantisipasi dari Risiko tempat kerja dan kesehatan serta keselamatan adalah;
• Cedera dan jatuh karena tidak menggunakan alat pelindung diri yang layak saat melakukan kegiatan konstruksi.
• Resiko bagi masyarakat sekitar apabila tidak disediakannya barikade atau tanda bahaya guna menginformasikan batasan wilayah proyek
yang beresiko selama kegiatan konstruksi berlangsung.
• Pembuangan limbah konstruksi yang tidak tepat dari kamp pekerja karena beberapa kontraktor tidak menyediakan toilet portable yang
layak dan mempraktikan houskeeping dengan baik.
Selama implementasi, langkah-langkah mitigasi dapat dipantau
dengan lebih baik melalui pengawasan dan desakan oleh petugas
pengawasan Kesehatan dan Keselamatan Lingkungan (EHS),
termasuk perhatian pada penyediaan dan penggunaan APD serta
penggunaan rambu-rambu dan barikade di lokasi bahaya.
2.7 Pengembangan Desa
Wisata (Geosite Ambarita-
Tuktuk)
Positif: Komponen ini berfokus pada peningkatan rural villages dengan geosit atau warisan budaya yang terletak di dalam atau di luar KWU
dengan menggunakan partisipasi masyarakat sebagai fitur inti.
Negatif : Dampak kecil yang diantisipasi untuk restorasi rumah bagi homestay.
Risiko dari pengoperasian toilet umum
- Polusi air tanah dari tangki septik karena lokasi di tanah yang tidak cocok, kerusakan, atau pemeliharaan yang buruk.
- Bau dan bahaya kesehatan yang disebabkan oleh housekeeping yang tidak memadai.
Selama implementasi, langkah-langkah mitigasi dapat dipantau
dengan lebih baik melalui pengawasan dan desakan oleh petugas
pengawasan Kesehatan dan Keselamatan Lingkungan (EHS),
termasuk perhatian pada penyediaan dan penggunaan APD serta
penggunaan rambu-rambu dan barikade di lokasi bahaya.
2.8 DED dan UPL/UKL
untuk pembangunan
Pelabuhan Tomok
Positif: Peluang untuk meningkatkan manajemen dampak di sektor pariwisata.
Tidak memerlukan mitigasi.
DED akan memasukkan langkah-langkah mitigasi terkait desain dari
UKL, RKL, ECOPs atau SOP dan akan konsisten dengan Pedoman EHS.
2.9 Penyediaan bus
pariwisata, tempat parkir
dan area pengendara.
Positif: Ini akan menyediakan sistem pergerakan dan parkir kendaraan yang terorganisir di sekitar area pariwisata.
Negatif: Risiko yang diantisipasi yaitu polusi udara, keramaian, kemacetan dan, sampah yang dihasilkan.
Emisi dari bus dan kendaraan dapat memengaruhi wisatawan dan integritas sumber daya fisik budaya yang peka terhadap polutan.
Kendaraan yang diparkir harus mematikan mesin mereka untuk
menghindari emisi karbon monoksida dan nitrogen oksida yang
berbahaya bagi manusia dan warisan budaya.
Tempat sampah yang layak harus disediakan di lokasi yang terlihat.
2.10 Ulasan DED dan
pembangunan distribusi
instalansi pipa air minum
Positif: Komponen ini berfokus pada peningkatan kesenjangan layanan dasar yang ada untuk populasi KWU dan membalikkan degradasi
lingkungan.
Negatif:
Risiko yang umum untuk sebagian besar kegiatan konstruksi ;
Hilangnya vegetasi dan humus dari pembukaan lahan
Erosi tanah dan sedimentasi aliran
Debu
Kebisingan dan emisi udara dari alat berat
Pembuangan limbah konstruksi yang tidak benar
Tumpahan bahan bakar dan pelumas
Kerusakan infrastruktur atau sumber daya budaya fisik lainnya
DED akan memasukkan langkah-langkah mitigasi terkait desain dari
UKL, RKL, ECOPs atau SOP dan akan konsisten dengan Pedoman EHS
Selama implementasi, langkah-langkah mitigasi dapat dipantau
dengan lebih baik melalui pengawasan dan desakan oleh petugas
pengawasan Kesehatan dan Keselamatan Lingkungan (EHS),
termasuk perhatian pada penyediaan dan penggunaan APD serta
penggunaan rambu-rambu dan barikade di lokasi bahaya.
Bagian III: Strategi Pengembangan Kawasan III-470
Jenis Kegiatan Potensi Dampak Lingkungan Kemungkinan Langkah-Langkah Mitigasi dan Instrumen EA
Intrusi visual infrastruktur ke dalam lanskap alam dan budaya.
2.11 Konstruksi TPS3R
(fasilitas limbah padat
sementara dengan
pemilahan)
Positif: Fasilitas ini akan bertindak sebagai stasiun transfer yang akan memungkinkan pemilahan limbah menuju daur ulang, baik
biodegradable untuk pengomposan maupun limbah nondegradable untuk di daur ulang. Residu dibawa ke sanitasi TPA
Negatif:
Kemungkinan resiko keselamatan yang dapat terjadi pada petugas selama proses pemilahan sampah
Kehadiran vector penyakit, seperti lalat dan nyamuk.
Asap dan kebakaran yang tidak terkendali.
Selama implementasi, langkah-langkah mitigasi dapat dipantau
dengan lebih baik melalui pengawasan dan desakan oleh petugas
pengawasan Kesehatan dan Keselamatan Lingkungan (EHS),
termasuk perhatian pada penyediaan dan penggunaan APD serta
penggunaan rambu-rambu dan barikade di lokasi bahaya.
- Pelatihan bagi para pekerja dalam menghindari paparan terhadap
resiko yangtidak perlu, seperti luka, memar, gigitan serangga, bau,
dll.
Sumber: ITMP Toba, 2019
Tabel 3. 210 Dampak dan Mitigasi Aspek Lingkungan KWU Pangururan
Jenis Kegiatan Potensi Dampak Lingkungan Kemungkinan Langkah-Langkah Mitigasi dan Instrumen EA
Quick Wins
(2020-2021)
3.1 Beautifikasi kawasan
waterfront Pangururan
Positif: Peluang untuk meningkatkan sektor pariwisata.
Negatif: Tidak ada yang diantisipasi
Tidak memerlukan mitigasi.
3.2 Pembangunan pusat
informasi Geopark baru
Positif: Komponen ini berfokus pada peningkatan kesenjangan layanan dasar yang ada untuk populasi KWU dan membalikkan degradasi
lingkungan
Negatif:
Risiko yang umum untuk sebagian besar kegiatan konstruksi ;
Hilangnya vegetasi dan humus dari pembukaan lahan
Erosi tanah dan sedimentasi aliran
Debu
Kebisingan dan emisi udara dari alat berat
Pembuangan limbah konstruksi yang tidak benar
Tumpahan bahan bakar dan pelumas
Kerusakan infrastruktur atau sumber daya budaya fisik lainnya
Intrusi visual infrastruktur ke dalam lanskap alam dan budaya.
Selama implementasi, langkah-langkah mitigasi dapat dipantau
dengan lebih baik melalui pengawasan dan desakan oleh petugas
pengawasan Kesehatan dan Keselamatan Lingkungan (EHS),
termasuk perhatian pada penyediaan dan penggunaan APD serta
penggunaan rambu-rambu dan barikade di lokasi bahaya.
3.3 Konstruksi jalur pejalan
kaki di koridor utama
Pangururan
Positif: Komponen ini berfokus pada peningkatan kesenjangan layanan dasar yang ada untuk populasi KWU dan membalikkan degradasi
lingkungan
Negatif:
Risiko yang umum untuk sebagian besar kegiatan konstruksi ;
Hilangnya vegetasi dan humus dari pembukaan lahan
Erosi tanah dan sedimentasi aliran
Debu
Kebisingan dan emisi udara dari alat berat
Pembuangan limbah konstruksi yang tidak benar
Tumpahan bahan bakar dan pelumas
Kerusakan infrastruktur atau sumber daya budaya fisik lainnya
Intrusi visual infrastruktur ke dalam lanskap alam dan budaya.
Selama implementasi, langkah-langkah mitigasi dapat dipantau
dengan lebih baik melalui pengawasan dan desakan oleh petugas
pengawasan Kesehatan dan Keselamatan Lingkungan (EHS),
termasuk perhatian pada penyediaan dan penggunaan APD serta
penggunaan rambu-rambu dan barikade di lokasi bahaya.
3.4 Manajemen lalulintas
pusat kota Pangururan
Positif: Peluang untuk meningkatkan manajemen dampak di sektor pariwisata.
Negatif: Tidak ada dampak buruk yang diantisipasi.
Tidak diperlukan mitigasi.
Key Programs
(2020-2025)
3.5 Revitalisasi Aek Rangat
dan area sekitarnya
Positif: Restorasi ini berfokus pada peningkatan situs warisan yang ada di KWU dan membalikkan degradasi lingkungan untuk apresiasi
pengunjung yang optimal.
Negatif: terdapat risiko lingkungan dari pekerjaan restorasi selama konstruksi berlangsung yang dapat mempengaruhi pekerja dan
Selama implementasi, langkah-langkah mitigasi dapat dipantau
dengan lebih baik melalui pengawasan dan desakan oleh petugas
pengawasan Kesehatan dan Keselamatan Lingkungan (EHS),
termasuk perhatian pada penyediaan dan penggunaan APD serta
Bagian III: Strategi Pengembangan Kawasan III-471
Jenis Kegiatan Potensi Dampak Lingkungan Kemungkinan Langkah-Langkah Mitigasi dan Instrumen EA
masyarakat disekitarnya;
Hal yang yang perlu diantisipasi dari Risiko tempat kerja dan kesehatan serta keselamatan adalah:
• Cedera dan jatuh karena tidak menggunakan alat pelindung diri yang layak saat melakukan kegiatan konstruksi.
• Resiko bagi masyarakat sekitar apabila tidak disediakannya barikade atau tanda bahaya guna menginformasikan batasan wilayah proyek
yang beresiko selama kegiatan konstruksi berlangsung.
• Pembuangan limbah konstruksi yang tidak tepat dari kamp pekerja karena beberapa kontraktor tidak menyediakan toilet portable yang
layak dan mempraktikan houskeeping dengan baik.
Risiko dari pengoperasian toilet umum ;
- Polusi air tanah dari tangki septik karena lokasi di tanah yang tidak cocok, kerusakan, atau pemeliharaan yang buruk.
- Bau dan bahaya kesehatan yang disebabkan oleh housekeeping yang tidak memadai
penggunaan rambu-rambu dan barikade di lokasi bahaya.
3.6 Pengembangan Desa
Wisata (Geosite
Hutatinggi-Sidihoni)
Positif: Komponen ini berfokus pada peningkatan rural villages dengan geosite atau warisan budaya yang terletak di dalam atau di luar KWU
dengan menggunakan partisipasi masyarakat sebagai fitur inti.
Negatif:
Dampak kecil diantisipasi untuk restorasi rumah untuk homestay.
Risiko dari pengoperasian toilet umum ;
- Polusi air tanah dari tangki septik karena lokasi di tanah yang tidak cocok, kerusakan, atau pemeliharaan yang buruk.
- Bau dan bahaya kesehatan yang disebabkan oleh housekeeping yang tidak memadai.
Selama implementasi, langkah-langkah mitigasi dapat dipantau
dengan lebih baik melalui pengawasan dan desakan oleh petugas
pengawasan Kesehatan dan Keselamatan Lingkungan (EHS),
termasuk perhatian pada penyediaan dan penggunaan APD serta
penggunaan rambu-rambu dan barikade di lokasi bahaya.
3.7 Penyediaan bus
pariwisata, dan ‘park and
ride’ area
Positif: Ini akan menyediakan sistem pergerakan dan parkir kendaraan yang terorganisir di sekitar area pariwisata.
Negatif: Risiko yang diantisipasi yaitu polusi udara, keramaian, kemacetan dan, sampah yang dihasilkan.
Emisi dari bus dan kendaraan dapat memengaruhi wisatawan dan integritas sumber daya fisik budaya yang peka terhadap polutan.
Kendaraan yang diparkir harus mematikan mesin mereka untuk
menghindari emisi karbon monoksida dan nitrogen oksida yang
berbahaya bagi manusia dan warisan budaya.
Tempat sampah yang layak harus disediakan di lokasi yang terlihat.
3.8 Peningkatan SPAM di
Pangururan Parbaba dan
Parjonggi (sistem
manajemen pasokan air)
Positif: Komponen ini berfokus pada peningkatan kesenjangan layanan dasar yang ada untuk populasi KWU dan membalikkan degradasi
lingkungan.
Negatif:
Risiko yang umum untuk sebagian besar kegiatan konstruksi ;
Hilangnya vegetasi dan humus dari pembukaan lahan
Erosi tanah dan sedimentasi aliran
Debu
Kebisingan dan emisi udara dari alat berat
Pembuangan limbah konstruksi yang tidak benar
Tumpahan bahan bakar dan pelumas
Kerusakan infrastruktur atau sumber daya budaya fisik lainnya
Intrusi visual infrastruktur ke dalam lanskap alam dan budaya
Risiko tambahan dari pengoperasian sistem pengolahan air
• Pembuangan lumpur dan air limbah yang tidak benar
• Resiko pekerja dan masyarakat terhadap pengolahan air berbahan kimia selama pengiriman dan penggunaan.
Selama implementasi, langkah-langkah mitigasi dapat dipantau
dengan lebih baik melalui pengawasan dan desakan oleh petugas
pengawasan Kesehatan dan Keselamatan Lingkungan (EHS),
termasuk perhatian pada penyediaan dan penggunaan APD serta
penggunaan rambu-rambu dan barikade di lokasi bahaya.
3.9 Konstruksi TPS3R
(fasilitas SW sementara,
dengan penyortiran)
Positif: Fasilitas ini akan bertindak sebagai stasiun transfer yang akan memungkinkan pemilahan limbah menuju daur ulang, baik
biodegradable untuk pengomposan maupun limbah nondegradable untuk di daur ulang. Residu dibawa ke sanitasi TPA.
Negatif:
- Dampak terkait konstruksi
- Kemungkinan resiko keselamatan yang dapat terjadi pada petugas selama proses pemilahan sampah
- Kehadiran vektor penyakit seperti lalat dan nyamuk
- Asap dan kebakaran yang tidak terkendali
Selama implementasi, langkah-langkah mitigasi dapat dipantau
dengan lebih baik melalui pengawasan dan desakan oleh petugas
pengawasan Kesehatan dan Keselamatan Lingkungan (EHS),
termasuk perhatian pada penyediaan dan penggunaan APD serta
penggunaan rambu-rambu dan barikade di lokasi bahaya.
Pelatihan bagi para pekerja dalam menghindari paparan terhadap
resiko yangtidak perlu, seperti luka, memar, gigitan serangga, bau,
dll.
Sumber: ITMP Toba, 2019
Bagian III: Strategi Pengembangan Kawasan III-472
Tabel 3. 211 Dampak dan Mitigasi Aspek Lingkungan KWU Balige
Jenis Kegiatan Potensi Dampak Lingkungan Kemungkinan Langkah-Langkah Mitigasi dan Instrumen EA
Quick Wins
(2020-2021)
4.1 Revitalisasi Pasar
Onan Balerong
Positif: Restorasi ini berfokus pada peningkatan situs warisan yang ada di KWU dan membalikkan degradasi lingkungan untuk apresiasi
pengunjung yang optimal.
Negatif: terdapat risiko lingkungan dari pekerjaan restorasi selama konstruksi berlangsung yang dapat mempengaruhi pekerja dan
masyarakat disekitarnya;
Hal yang perlu diantisipasi dari Risiko tempat kerja dan kesehatan serta keselamatan adalah;
• Cedera dan jatuh karena tidak menggunakan alat pelindung diri yang layak saat melakukan kegiatan konstruksi.
• Resiko bagi masyarakat sekitar apabila tidak disediakannya barikade atau tanda bahaya guna menginformasikan batasan wilayah proyek
yang beresiko selama kegiatan konstruksi berlangsung.
• Pembuangan limbah konstruksi yang tidak tepat dari kamp pekerja karena beberapa kontraktor tidak menyediakan toilet portable yang
layak dan mempraktikan houskeeping dengan baik.
Risiko dari pengoperasian toilet umum ;
- Polusi air tanah dari tangki septik karena lokasi di tanah yang tidak cocok, kerusakan, atau pemeliharaan yang buruk.
- Bau dan bahaya kesehatan yang disebabkan oleh housekeeping yang tidak memadai
Selama implementasi, langkah-langkah mitigasi dapat dipantau
dengan lebih baik melalui pengawasan dan desakan oleh petugas
pengawasan Kesehatan dan Keselamatan Lingkungan (EHS), termasuk
perhatian pada penyediaan dan penggunaan APD serta penggunaan
rambu-rambu dan barikade di lokasi bahaya.
4.2 Pembangunan Rest
Area Lumban Pea yang
Terintegrasi
Positif: Komponen ini berfokus pada peningkatan kesenjangan layanan dasar yang ada untuk populasi KWU dan membalikkan degradasi
lingkungan
Negatif:
Risiko yang umum untuk sebagian besar kegiatan konstruksi ;
Hilangnya vegetasi dan humus dari pembukaan lahan
Erosi tanah dan sedimentasi aliran
Debu
Kebisingan dan emisi udara dari alat berat
Pembuangan limbah konstruksi yang tidak benar
Tumpahan bahan bakar dan pelumas
Kerusakan infrastruktur atau sumber daya budaya fisik lainnya
Intrusi visual infrastruktur ke dalam lanskap alam dan budaya
Selama implementasi, langkah-langkah mitigasi dapat dipantau
dengan lebih baik melalui pengawasan dan desakan oleh petugas
pengawasan Kesehatan dan Keselamatan Lingkungan (EHS), termasuk
perhatian pada penyediaan dan penggunaan APD serta penggunaan
rambu-rambu dan barikade di lokasi bahaya.
4.3 Peningkatan jalur
pejalan kaki di koridor
utama Balige
Positif: Komponen ini berfokus pada peningkatan kesenjangan layanan dasar yang ada untuk populasi KWU dan membalikkan degradasi
lingkungan.
Negatif:
Risiko yang umum untuk sebagian besar kegiatan konstruksi ;
Hilangnya vegetasi dan humus dari pembukaan lahan
Erosi tanah dan sedimentasi aliran
Debu
Kebisingan dan emisi udara dari alat berat
Pembuangan limbah konstruksi yang tidak benar
Tumpahan bahan bakar dan pelumas
Kerusakan infrastruktur atau sumber daya budaya fisik lainnya
Intrusi visual infrastruktur ke dalam lanskap alam dan budaya
Selama implementasi, langkah-langkah mitigasi dapat dipantau
dengan lebih baik melalui pengawasan dan desakan oleh petugas
pengawasan Kesehatan dan Keselamatan Lingkungan (EHS), termasuk
perhatian pada penyediaan dan penggunaan APD serta penggunaan
rambu-rambu dan barikade di lokasi bahaya.
4.4 Manajemen lalu lintas
pusat kota Balige
Positif: Peluang untuk meningkatkan manajemen dampak di sektor pariwisata.
Negatif: Tidak ada dampak buruk yang diantisipasi.
Tidak diperlukan mitigasi.
Key Programs
(2020-2025)
4.5 Pembangunan
Boatyard untuk docking
di Parparean
Positif: Komponen ini berfokus pada peningkatan kesenjangan layanan dasar yang ada untuk populasi KWU dan membalikkan degradasi
lingkungan.
Negatif: Risiko yang umum untuk sebagian besar kegiatan konstruksi ;
Hilangnya vegetasi dan humus dari pembukaan lahan
Erosi tanah dan sedimentasi aliran
Debu
Kebisingan dan emisi udara dari alat berat
Pembuangan limbah konstruksi yang tidak benar
Tumpahan bahan bakar dan pelumas
Selama implementasi, langkah-langkah mitigasi dapat dipantau
dengan lebih baik melalui pengawasan dan desakan oleh petugas
pengawasan Kesehatan dan Keselamatan Lingkungan (EHS), termasuk
perhatian pada penyediaan dan penggunaan APD serta penggunaan
rambu-rambu dan barikade di lokasi bahaya.
Bagian III: Strategi Pengembangan Kawasan III-473
Jenis Kegiatan Potensi Dampak Lingkungan Kemungkinan Langkah-Langkah Mitigasi dan Instrumen EA
Kerusakan infrastruktur atau sumber daya budaya fisik lainnya
Intrusi visual infrastruktur ke dalam lanskap alam dan budaya
4.6 Penyediaan ‘park and
ride’ area
Positif: penyediaan sistem pergerakan dan parkir kendaraan yang terorganisir di sekitar area pariwisata.
Negatif: Resiko yang diantisipasi adalah kebisingan dan polusi udara, keramaian, kemacetan dan sampah yang dihasilkan.
Emisi dari bus dan kendaraan dapat memengaruhi wisatawan dan integritas sumber daya budaya fisik yang peka terhadap polutan.
Kendaraan yang diparkir harus mematikan mesin mereka untuk
menghindari emisi karbon monoksida dan nitrogen oksida yang
berbahaya bagi manusia dan warisan budaya.
Tempat sampah yang layak harus disediakan di lokasi yang terlihat.
4.7 Peningkatan SPAM di
Balige
Positif: Komponen ini berfokus pada peningkatan kesenjangan layanan dasar yang ada untuk populasi KWU dan membalikkan degradasi
lingkungan.
Negatif: Risiko tambahan dari pengoperasian sistem pengolahan air
• Pembuangan lumpur dan air limbah yang tidak benar
• Resiko pekerja dan masyarakat terhadap pengolahan air berbahan kimia selama pengiriman dan penggunaan.
Selama implementasi, langkah-langkah mitigasi dapat dipantau
dengan lebih baik melalui pengawasan dan desakan oleh petugas
pengawasan Kesehatan dan Keselamatan Lingkungan (EHS), termasuk
perhatian pada penyediaan dan penggunaan APD serta penggunaan
rambu-rambu dan barikade di lokasi bahaya.
4.8 Konstruksi TPS3R
(fasilitas limbah padat
sementara dengan
penyortiran)
Positif: Fasilitas ini akan bertindak sebagai stasiun transfer yang akan memungkinkan pemilahan limbah menuju daur ulang, baik
biodegradable untuk pengomposan maupun limbah nondegradable untuk di daur ulang. Residu dibawa ke sanitasi TPA.
Negatif:
Kemungkinan resiko keselamatan yang dapat terjadi pada petugas selama proses pemilahan sampah
Kehadiran vektor penyakit seperti lalat dan nyamuk
Asap dan kebakaran yang tidak terkendali
Selama implementasi, langkah-langkah mitigasi dapat dipantau
dengan lebih baik melalui pengawasan dan desakan oleh petugas
pengawasan Kesehatan dan Keselamatan Lingkungan (EHS), termasuk
perhatian pada penyediaan dan penggunaan APD serta penggunaan
rambu-rambu dan barikade di lokasi bahaya.
Pelatihan bagi karyawan dalam menghindari paparan terhadap
risiko yang tidak perlu seperti luka, memar, gigitan serangga, bau,
dll.
Penggunaan peralatan pelindung pribadi
4.9 FS dan DED untuk
IPLT di Kab. Toba
Samosir
Positif: Studi ini memberikan peluang untuk meningkatkan hasil investasi lingkungan yang disediakan.
Negatif: Studi itu sendiri tidak akan memberikan dampak negatif secara langsung.
Pengembangan kapasitas dan program pelatihan bersama bagi
institusi yang bertanggung jawab.
Tidak diperlukan mitigasi.
4.10 Peningkatan TPA
Laguboti
Positif: meningkatkan praktik pembuangan limbah padat dan menghindari dampak lingkungan dan kesehatan.
Negatif: Risiko tambahan dari konstruksi dan pengoperasian fasilitas pengumpulan dan pembuangan limbah padat.
• Kontaminasi air tanah oleh leachate karena lokasi di tanah yang tidak cocok atau pengumpulan lapisan dan leachate yang tidak efektif.
• Polusi permukaan air dari limpasan yang terkontaminasi atau tidak diolah dengan baik.
• Asap dan api
• Vermin dan vector penyakit
Selama implementasi, langkah-langkah mitigasi dapat dipantau
dengan lebih baik melalui pengawasan dan desakan oleh petugas
pengawasan Kesehatan dan Keselamatan Lingkungan (EHS), termasuk
perhatian pada penyediaan dan penggunaan APD serta penggunaan
rambu-rambu dan barikade di lokasi bahaya.
4.11 Konstruksi Pusat
Pemuda
Positif: Peluang untuk meningkatkan manajemen dampak di sektor pariwisata.
Negatif:
Risiko yang umum bagi sebagian besar kegiatan konstruksi ;
Hilangnya vegetasi dan humus dari pembukaan lahan
Erosi tanah dan sedimentasi aliran
Debu
Kebisingan dan emisi udara dari alat berat
Pembuangan limbah konstruksi yang tidak benar
Tumpahan bahan bakar dan pelumas
Kerusakan infrastruktur atau sumber daya budaya fisik lainnya
Intrusi visual infrastruktur ke dalam lanskap alam dan budaya
Selama implementasi, langkah-langkah mitigasi dapat dipantau
dengan lebih baik melalui pengawasan dan desakan oleh petugas
pengawasan Kesehatan dan Keselamatan Lingkungan (EHS), termasuk
perhatian pada penyediaan dan penggunaan APD serta penggunaan
rambu-rambu dan barikade di lokasi bahaya.
4.12 Pengembangan
Desa Wisata (Geosite
Balige-Liang Sipege)
Positif: Komponen ini berfokus pada peningkatan rural villages dengan geosit atau warisan budaya yang terletak di dalam atau di luar KWU
dengan menggunakan partisipasi masyarakat sebagai fitur inti.
Negatif: Dampak kecil yang diantisipasi untuk restorasi homestay.
Risiko dari pengoperasian toilet umum ;
- Polusi air tanah dari tangki septik karena lokasi di tanah yang tidak cocok, kerusakan, atau pemeliharaan yang buruk.
- Bau dan risiko kesehatan yang disebabkan oleh housekeeping yang tidak memadai
Selama implementasi, langkah-langkah mitigasi dapat dipantau
dengan lebih baik melalui pengawasan dan desakan oleh petugas
pengawasan Kesehatan dan Keselamatan Lingkungan (EHS), termasuk
perhatian pada penyediaan dan penggunaan APD serta penggunaan
rambu-rambu dan barikade di lokasi bahaya.
Sumber: ITMP Toba, 2019
Bagian III: Strategi Pengembangan Kawasan III-474
Bagian III: Strategi Pengembangan Kawasan III-475
11. Evaluasi dan Mitigasi Dampak Sosial
Berdasarkan program-program utama yang ada di tiap KWU maka potensi dampak lingkungan serta kemungkinan langkah mitigasi yang dapat dilakukan dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3. 212 Identifikasi Mitigasi Sosial berdasarkan Isu dan Dampak di KWU Parapat