III. TANGGUNG JAWAB PENERBIT KARTU KREDIT (ISSUER) JIKA TERJADI PENYALAHGUNAAN KARTU KREDIT YANG MERUGIKAN PEMEGANG KARTU A. Hubungan Hukum Antara Para Pihak Dalam Kartu Kredit Berikut ini adalah perjanjian-perjanjian yang terjadi antara para pihak dalam perjanjian penerbitan dan perjanjian penggunaan kartu kredit yang mengakibatkan adanya hubungan hukum berupa hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh para pihak. Perjanjian Perjanjian Bank penerbit dengan calon pemegang kartu kredit membuat perjanjian penerbitan kartu kredit. Setelah itu penerbit (issuer)dari kartu ini memberikan sejumlah pinjaman kepada pemegang kartu kredit (cardholder/user). Sehingga dapat “meminjam” uang untuk Bank Penerbit (Issuer) Pemegang Kartu (Card holder/user) Penjual barang/jasa (Merchant) Transaksi Barang/Jasa Tagihan Pembayaran tagihan, bunga, denda(jika ada)
26
Embed
III. TANGGUNG JAWAB PENERBIT KARTU KREDIT …digilib.unila.ac.id/1266/4/BAB III.pdf · Perjanjian kredit dan perjanjian kartu kredit mempunyai perbedaan sebagi berikut: 1. Pada perjanjian
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
61
III. TANGGUNG JAWAB PENERBIT KARTU KREDIT (ISSUER) JIKA TERJADI
PENYALAHGUNAAN KARTU KREDIT YANG MERUGIKAN PEMEGANG
KARTU
A. Hubungan Hukum Antara Para Pihak Dalam Kartu Kredit
Berikut ini adalah perjanjian-perjanjian yang terjadi antara para pihak dalam perjanjian
penerbitan dan perjanjian penggunaan kartu kredit yang mengakibatkan adanya hubungan
hukum berupa hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh para pihak.
Perjanjian Perjanjian
Bank penerbit dengan calon pemegang kartu kredit membuat perjanjian penerbitan kartu
kredit. Setelah itu penerbit (issuer)dari kartu ini memberikan sejumlah pinjaman kepada
pemegang kartu kredit (cardholder/user). Sehingga dapat “meminjam” uang untuk
Bank Penerbit
(Issuer)
Pemegang Kartu
(Card holder/user)
Penjual barang/jasa
(Merchant)
Transaksi
Barang/Jasa
Tagihan
Pembayaran
tagihan, bunga,
denda(jika ada)
62
melakukan pembayaran ke merchant. Kartu Kredit memungkinkan pelanggan untuk
“menunda” tagihan mereka, namun akan menambah denda yang harus mereka bayar.
Pemegang kartu akan melakukan transaksi dengan merchant, kemudian penandatanganan
nota transaksi/sales slip, yang diikuti dengan penyerahan barang/jasa. Setelah itu
pedagang/merchant akan mengajukan klaim uang sesuai nota transaksi/sales slip.
Penerbit/bank penerima tagihan kartu kredit akan mentransfer uang kepada merchant dengan
potongan komisi untuk bank penerima, misal 3%. Setelah itu bank penerbit akan melakukan
penagihan kartu kredit kepada pemegang kartu kredit sesuai dengan nota transaksi/sales slip.
Pemegang kartu yang menerima tagihan tersebut akan melakukan pembayaran sesuai dengan
nota transaksi/sales slip. Penerbit akan mengeluarkan tagihan kartu kredit pada hari yang
telah ditentukan dalam satu bulan. Pemegang kartu kredit harus membayar sebelum masa
tenggang berakhir, selebihnya, denda keterlambatan harus dibayar.
1. Perjanjian antara Penerbit dan Pemegang Kartu Kredit
Hubungan hukum yang berupa perjanjian antara penerbit dan pemegang kartu merupakan
perjanjian bilateral, bukan perjanjian segitiga karena belum mengikutsertakan pihak ketiga
yaitu pedagang (merchant). Perjanjian antar pemegang dan penerbit bisa juga tidak
melibatkan pihak ketiga, misalnya jika pemegang kartu hanya menggunakan kartu tersebut
guna mendapatkan uang tunai (cash) baik melalui penarikan langsung di bank maupun
melalui Anjungan Tunai Mandiri (ATM).
Perjanjian penerbitan kartu kredit didahului dengan proses dimana calon pemegang kartu
mempelajari terlebih dahulu syarat-syarat kartu kredit dan berbagai ketentuan yang terkait.
Selanjutnya apabila calon pemegang kartu telah setuju dengan syarat dan kondisi yang
diajukan oleh pihak penerbit, maka ia akan mengajukan permohonan untuk dipertimbangkan
63
menjadi pemegang kartu kredit. Di dalam proses pengajuan permohonan penerbitan kartu
kredit, calon pemegang kartu wajib memenuhi persyaratan sebagaimana tercantum di dalam
formulir aplikasi. Persyaratan-persyaratan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Data pribadi ditulis secara lengkap sesuai dengan identitas pemohon (KTP, Paspor),
nomor identitas, kewarganegaraan, tanggal lahir, alamat lengkap pemohon dan status
kepemilikannya, serta pendidikan terakhir pemohon;
2. Data pekerjaan ditulis apakah sebagai wiraswasta, pegawai swasta/profesi. Disebutkan
nama perusahaannya, bidang usaha, lamanya berusaha, jabatan dan departemen, lamanya
bekerja, alamat kantor, kota, dan jumlah karyawan. Dokumen-dokumen yang perlu
dilengkapi bagi wiraswasta adalah seluruh data perusahaan yang mendukung beserta
perjanjiannya, sedangkan bagi pegawai swasta atau kalangan profesi lain dapat berupa
surat keterangan penghasilan dari lembaga dimana yang bersangkutan bertugas;
3. Data penghasilan dan referensi bank, dihitung besarnya per tahun dari penghasilan pokok
dan penghasilan tambahan. Aktivitas pemohon dalam mengelolan penghasilan yang
diperolehnya pada lembaga keuangan bank dan bukan bank yang digunakan untuk
keperluan hidup serta membayar angsuran/hutang lain jika ada. Data penghasilan dibuat
dalam bentuk dokumen-dokumen rekening koran, tabungan, deposito, atau pendukung
lainnya;
4. Persyaratan pemohon umumnya terdapat pernyataan dari pemohon tentang kebenaran dari
informasi yang diberikan kepada bank penerbit, dokumen yang diserahkan, menerima
alasan-alasan terhadap penolakan aplikasi penerbitan kartu kredit dan kesediaan untuk
terikat dalam persyaratan-persyaratan dan ketentuan-ketentuan yang tertuang dalam
perjanjian kartu kredit.
64
Penerbit akan melakukan penelitian tentang kredibilitas dan kapabilitas calon nasabah.
Permohonan kartu kredit yang diajukan oleh nasabah kemudian diproses dengan
memperhatikan segi keamanan, antara lain:
a. Memeriksa keaslian KTP/Paspor;
b. Melakukan pemeriksaan silang (cross checking) kepada penerbit lain apabila pemohon
mempunyai kartu kredit lain;
c. Melakukan penelitian dalam daftar hitam Bank Indonesia atau Asosiasi Kartu Kredit
Indonesia (AKKI);
d. Bila diperlukan penerbit akan melakukan penyelidikan lapangan;
e. Meneliti data rekening atau tabungan dan keterangan gaji yang ada untuk menetapkan
apakah pemohon layak diberikan kartu kredit.
Setelah pemeriksaan tersebut di atas selesai dilakukan, selanjutnya penerbit menentukan
apakah permohonan pemohon untuk mendapatkan kartu kredit disetujui atau tidak disetujui.
Jika penerbit menganggap bahwa pihak pemohon layak karena telah memenuhi persyaratan,
baik persyaratan umum maupun khusus dan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan lain
yang diperlukan, maka permohonan tersebut dapat disetujui. Kemudian dibuatlah perjanjian
antara penerbit dan pemegang kartu kredit.
Perjanjian ini dibuat dibuat dalam bentuk tertulis yang telah dibuat oleh pihak bank selaku
pihak penerbit yang memuat beberapa dokumen seperti: informasi permohonan, syarat dan
ketentuan, informasi tentang prosedur dan tata cara penggunaan kartu kredit, yang
kesemuanya merupakan bagian tidak terpisahkan dari satu kesatuan dalam bentuk tertulis.
Dengan demikian pemegang kartu hanya tinggal memilih menyetujui atau menolak perjanjian
tersebut. Pemegang kartu tidak mempunyai hak untuk mengajukan syarat-syarat yang
65
diinginkannya. Perjanjian ini disebut perjanjian standart atau perjanjian baku yang sifatnya
“take it or leave it”.1
Perjanjian baku yang dibuat oleh pihak penerbit, jika dikaitkan dengan KUHPerdata maka
akan bertentangan dengan ketentuan Pasal 1320 Ayat (1) KUHPerdata yaitu perjanjian harus
dibuat berdasarkan konsensus/kesepakatan. Sedangkan perjanjian kartu kredit klausula-
klausula dalam perjanjian sudah ditentukan secara sepihak oleh Spenerbit tanpa adanya
kewenagan dari pemegang kartu kredit untuk menentukan isi perjanjian. Oleh karena itu
perjanjian kartu kredit tidak sah karena tidak memenuhi ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata.
Namun saat ini perjanjian kartu kredit yang dibuat dalam bentuk baku sudah menjadi
kebutuhan dalam hal kepraktisan. Pihak penerbit tidak mungkin akan membuat, serta
mencetak satu persatu perjanjian kartu kredit setiap ada calon pemegang kartu kredit yang
mengajukan permohonan penerbitan kartu kredit. Oleh karena itu sebagai upaya untuk
menghindari perjanjian yang memuat klausula-klausula yang berat sebelah, maka pihak
penerbit harus mencantumkan hak dan kewajiban masing-masing pihak secara jelas dan
terperinci.
Berdasarkan hubungan hukum antara penerbit dan pemegang kartu kredit, terdapat tiga hal
pokok dari perjanjian tersebut, yaitu:
1. Pemegang kartu kredit akan memperoleh barang/jasa tanpa harus membayar tunai kepada
pedagang (merchant);
2. Penerbit/pihak yang mengelola kartu kredit, membayar barang/jasa yang telah diterima
oleh pemegang kartu kepada pedagang;
1 Gunawan Widjaja, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
2001), hal. 53.
66
3. Pemegang kartu akan membayar harga barang/jasa tersebut kepada penerbit/pengelola
kartu kredit sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan.
Berdasarkan hubungan hukum antara penerbit dan pemegang kartu kredit, maka akan
menimbulkan akibat hukum berupa hak dan kewajiban bagi para pihak. Bank
penerbit/lembaga pembiayaan mempunyai hak-hak sebagai berikut:
1. Menerima iuran tahunan (annual fee) dan menagih serta memperoleh pembayaran dari
pemegang kartu termasuk bunga, biaya administrasi, denda, dan sebagainya;
2. Membatalkan/memperpanjang keanggotaan pemegang kartu secara sepihak, serta menarik
kembali kartu kredit baik yang masih berlaku maupun yang sudah tidak berlaku lagi;
3. Menerima uang komisi dari penjual atas tagihan yang dibayarkan secara langsung oleh
penerbit;
4. Menolak transaksi kartu kredit jika pemegang kartu belum memenuhi kewajibannya
kepada penerbit, dan atau penerbit meragukan transaksi yang dilakukan oleh pemegang
kartu.
Kewajiban bank penerbit/perusahaan pembiayaan sebagai berikut:
1. Memberikan kartu kredit kepada pemegang kartu;
2. Memberikan informasi yang jelas serta transparan kepada pemegang kartu;
3. Memberitahukan kepada pemegang kartu setiap tagihan dalam periode tertentu biasanya
setiap satu bulan;
4. Memberitahukan kepada pemegang kartu berita mengenai hak, kewajiban, dan kemudahan
baginya.
Pemegang kartu kredit mempunyai hak-hak sebagai berikut:
a. Hak untuk membeli barang/jasa dengan memakai kartu kredit pada tempat-tempat yang
menerima pembayaran dengan menggunakan kartu kredit;
67
b. Hak untuk mengambil uang tunai (cash). Kebanyakan kartu kredit juga memberi hak
kepada pemegangnya untuk mengambil uang tunai baik pada mesin uang tertentu dengan
memakai kode tertentu ataupun via bank-bank lain atau bank penerbit;
c. Hak untuk mendapatkan informasi dari penerbit tentang perkembangan kreditnya dan
tentang kemudahan yang disediakan baginya;
d. Memperoleh kartu pengganti, baik karena hilang ataupun karena kadaluwarsa;
e. Hak untuk menolak memperpanjang keanggotaan, dengan memberitahukan secara tertulis
kepada bank penerbit.
Berdasarkan hak-hak tersebut, pemegang kartu kredit mempunyai hak untuk menggunakan
kartu kredit sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh bank penerbit, selain itu
pemegang kartu juga mendapatkan penjelasan mengenai perkembangan yang terjadi tentang
perkembangan kreditnya, serta advokasi dan perlindungan bagi mereka jika terjadi
pelanggaran terhadap hak-hak konsumen.
Kewajiban pemegang kartu kredit :
1. Membayar uang pangkal, uang tahunan, biaya-biaya lainnya yang ditetapkan oleh
penerbit;
2. Mematuhi batas maksimum jumlah yang boleh dibayar dengan menggunakan kartu kredit,
sehingga tidak melakukan pembelian yang melebihi batas maksimum penggunaan kartu;
3. Menandatangani surat tanda pembelian barang/jasa yang menggunakan kartu kredit, dan
tanda pembayaran tunai untuk setiap pengambilan uang tunai;
4. Membayar kembali harga pembelian sesuai dengan tagihan penerbit;
5. Memberitahukan kepada penerbit bila ada perubahan alamat penagihan;
6. Mengembalikan kartu kredit kepada penerbit bila terjadi pembatalan atau pengakhiran
perjanjian.
68
Berdasarkan pemaparan mengenai kewajiban pemegang kartu kredit, wajib untuk memenuhi
semua kewajiban yang telah dibebankan kepada mereka sebagai konsekuensi atas hak-hak
mereka terhadap kartu kredit. Sampai saat ini kebiasaan yang terjadi adalah mereka hanya
memperhatikan apa yang menjadi hak tetapi kurang memperhatikan apa yang menjadi
kewajibannya. Misalnya pemegang kartu hanya mengetahui berapa bunga yang harus mereka
bayar tanpa memperhatikan adanya biaya-biaya lain yang harus mereka keluarkan setiap
bulannya.
Perjanjian antara kedua belah pihak sama dengan perjanjian kredit bank. Berikut ini adalah
persamaan antara perjanjian kredit bank dan perjanjian kartu kredit :
a. Perjanjian kredit dan perjanjian kartu kredit merupakan perjanjian pinjam uang. Pemegang
kartu mengikatkan diri untuk meminjam sejumlah uang kepada penerbit, uang tersebut
akan digunakan untuk membayar tagihan dari penjual (merchant) terhadap transaksi yang
dilakukan. Pinjaman tersebut akan dilunasi pada akhir bulan atau dengan pembayaran
sejumlah minimum tertentu pada setiap bulan (mencicil) dan sisa tagihan dikenakan bunga
sesuai dengan ketentuan penerbit.
b. Perjanjian kredit dan perjanjian kartu kredit merupakan perjanjian dengan jangka waktu.
Perjanjian kredit jangka waktunya disesuaikan dengan klausula yang telah disepakati pada
waktu menandatangani perjanjian. Setelah berakhirnya jangka waktu, perjanjian kredit
dapat diperpanjang kembali dengan melakukan permohonan kredit kepada bank. Sama
dengan perjanjian kartu kredit yang juga mempunyai jangka wakyu tertentu, jika ingin
melakukan perpanjangan maka setelah jangka waktu kredit habis dapat diperpanjang
kembali secara otomatis. Perpanjangan kartu kredit berdasarkan kewenangan dari bank
penerbit yang akan melihat apakah pemegang kartu selama perjanjian berlangsung
69
membayar anguran setiap tanggal jatuh tempo. Limit kartu kredit pun bisa ditambah sesuai
dengan penghasilan pemegang kartu pada saat perpanjangan dilakukan.
Perjanjian kredit dan perjanjian kartu kredit mempunyai perbedaan sebagi berikut:
1. Pada perjanjian kredit objeknya sudah jelas seperti mobil, rumah, sedangkan perjanjian
kartu kredit objeknya bisa bermacam-macam seperti barang/jasa, uang.
2. Pada perjanjian kredit umumnya ada jaminan tertentu yang memberikan jaminan
keamanan bagi pihak bank dan guna menghindari risiko kredit. Jaminan tersebut bisa
berupa benda berwujud maupun benda tidak berwujud. Sedangkan perjanjian kartu kredit
tidak ada jaminan tertentu dan penerbit memberikan kredit berdasarkan penilaian dari
surat keterangan penghasilan (slip gaji) pemegang kartu.
3. Pada perjanjian kredit besarnya bunga ditetapkan secara mutlak pada waktu perjanjian
dibuat. Besarnya bunga bisa tetap misalnya kredit kendaraan bermotor, namun bisa juga
berubah sesudah jangka waktu tertentu misalnya Kredit Pemilikan Rumah (KPR).
2. Perjanjian Antara Pemegang Kartu dengan Penjual Barang atau Jasa
Hubungan hukum yang terjadi antara pemegang kartu dengan penjual barang atau jasa berupa
perjanjian yang tidak tertulis, yang lazim tentunya perjanjian jual beli. Perjanjian ini
merupakan perjanjian tiga pihak yaitu perjanjian antara penjual, penerbit dan pemegang
kartu. Perjanjian ini merupakan perjanjian assessoir dari perjanjian pokoknya yaitu perjanjian
penerbitan kartu yang terjadi antara penerbit dan pemegang kartu kredit.
Pada saat tercapai kesepakatan antara pemegang kartu dengan penjual untuk membeli
barang/jasa yang dimiliki penjual dengan menggunakan kartu kredit sebagai sarana untuk
melakukan pembayaran, maka perjanjian jual beli tersebut telah terjadi dan mengikat kedua
belah pihak. Jadi pada saat tercapai kesepakatan bahwa pemegang kartu kredit akan membeli
70
barang maka pemegang kartu akan menyerahkan kartu kredit kepada penjual, kemudian
penjual akan memberi cap kartu kredit tersebut pada slip/wesel penjualan (sales draft) dengan
menyertakan data-data barang yang dibeli sesuai dengan jumlah/nilai barang tersebut.
Kemudian pemegang kartu akan menandatangani slip tersebut dan akan mendapatkan salinan
(copy) dari slip penjualan tersebut sebagai tanda terima. Jika ada potongan harga (discount)
yang diberikan penjual kepada pemegang kartu, maka setiap penjual sudah ditentukan batas
tertingginya (floor limit) oleh penerbit kartu kredit tersebut. Setiap pembebanan atas
potongan harga penjual (merchant discount) yang melampaui limit, harus disahkan terlebih
dahulu oleh pihak penerbit. Slip pembayaran tadi agar dapat dimintakan pembayaran kepada
penerbit, maka slip tersebut harus memuat data-data penjualan secara benar bahwa pedagang
telah menjual serta menyerahkan barang yang menjadi objek kepada pembeli sebagai
pemegang kartu dengan harga/nilai sesuai dengan yang tertera di dalam kartu secara normal
serta tidak terdapat unsur kredit dengan tujuan apapun, karena pemberian kredit atas
penjualan barang atau jasa dengan menerbitkan slip penjualan (wesel draft) adalah melanggar
ketentuan perjanjian antara penerbit (issuer) dengan penjual (merchant).
3. Perjanjian antara Penerbit dengan Penjual Barang/Jasa
Terjadinya pembelian barang/jasa yang dilakukan oleh pemegang kartu kredit pada merchant
menyebabkan keikutsertaan pihak penerbit sebagai pihak dalam perjanjian jual beli, karena
penerbitlah yang akan melakukan pembayaran kepada merchant. Setelah terbitnya kartu
kredit, maka secara otomtis penerbit sudah mengikatkan diri untuk malakukan pembayaran
barang/jasa kepada pihak yang menjual barang/jasa yang dibeli oleh pihak pemegang kartu.
Perjanjian jual beli ini baru sempurna jika jual beli telah dilakukan antara penjual dengan
pembeli/pemegang kartu. Kemudian perjanjian segitiga tersebut diperkuat lagi dengan
71
melakukan konfirmasi setelah melakukan otorisasi (biasanya via telepon) terhadap penjual
dalam jual beli yang bersangkutan, karena jual beli yang bersangkutan mempunyai syarat
untuk dibayar. Akan tetapi tanpa konfirmasi otorisasi tersebut, artinya dengan penerbitan
kartu kredit saja, pihak penerbit sudah mengikat secara sah dan berlaku sebagai undang-
undang dengan ketentuan bahwa perjanjian tersebut memenuhi syarat-syarat perjanjian yang
telah ditentukan. Misalnya pemegang kartu tidak melakukan pembelian yang melebihi jumlah
maksimum yang diberikan kartu kredit. Jika terjadi pembelian barang yang diklakukan
pemegang kartu melebihi nilai maksimum kartu, hal tersebut merupakan kesalahan pembeli.
Penerbit yang bertanggung jawab atas kesalahan pemegang kartu jika penerbit telah
memberikan otorisasinya jika jual beli melebihi maksimum nilai kartu.
B. Bentuk Penyalahgunaan Kartu Kredit Yang Menimbulkan Kerugian Bagi
Pemegang Kartu
Penggunaan kartu kredit yang semakin meningkat, disertai juga semakin tingginya bentuk
penyalahgunaan kartu. Berdasarkan data dari Bank Indonesia, transaksi elektronik yang
dilakukan dengan menggunakan kartu (kartu kredit, kartu debet, ATM, kartu ATM + debet)
di Indonesia selama jangka waktu Januari s/d Agustus 2012. Pada bulan Mei 2012 tercatat
1.009 kasus fraud yang dilaporkan dengan nilai kerugian mencapai Rp2,37 Miliar. Jenis
fraud yang paling banyak terjadi adalah pada pencurian identitas dan Card Not Present
(CNP) yaitu masing- masing sebanyak 402 kasus dan 458 kasus dengan nilai kerugian
masing- masing mencapai Rp1,14 Miliar dan Rp545 Juta yang dialami oleh 18 penerbit.
Berbagai macam penyalahgunaan APMK yang kerap terjadi. Bentuk penyalahgunaan kartu
kredit yang merugikan konsumen juga dapat terjadi karena adanya tagihan dan pembobolan,
misalnya ada nasabah yang tidak melakukan registrasi permintaan kartu kredit, tetapi mereka
72
terdaftar dan memiliki tagihan hal ini biasanya terjadi dengan menghubungi calon pemegang
kartu melakui telfon, pencurian kartu kredit baik oleh pihak lain, pemalsuan kartu kredit baik
oleh pihak ketiga maupun oleh oknum dari bank penerbit, pencatatan transaksi yang
berulang-ulang oleh pihak merchant, kesalahan dalam pengiriman kartu kredit oleh pihak
bank penerbit dan pembocoran informasi dan data-data rahasia kartu kredit oleh pihak bank
penerbit yang akan merugikan konsumen, menggunakan jasa penagih hutang untuk menagih
hutang. Selain itu saat ini dengan kemajuan teknologi, penyalahgunaan kartu kredit dapat terjadi
melalui internet.
Pemegang kartu kredit yang secara sah memiliki kartu tersebut tentu saja setiap transaksi
yang dilakukan menjadi tanggung jawabnya, baik untuk melakukan cicilan ataupun
kewajiban lain sebagai pemegang kartu. Namun jika pemegang kartu harus membayar
transaksi yang tidak dilakukan olehnya seperti adanya penggunaan data palsu.
Penyalahgunaan kartu kredit oleh pihak lain bisa disebabkan oleh berbagai keadaan. Bisa
dengan menggunakan kartu asli yang diperoleh dengan data palsu. Pelaku memalsu biodata
antara lain: KTP (alamat), pasport, rekening koran, surat keterangan penghasilan dan
referensi lalu mengajukan aplikasi kepada penerbit untuk mendapatkan kartu kredit. Setelah
berhasil diterima sebagai pemegang kartu kredit, selanjutnya melakukan transaksi berkali-kali
yang nilainya makin lama makin besar dan tiba-tiba melarikan diri atau menghilang tanpa
memenuhi kewajibannya sebagai pemegang kartu, yaitu membayar pemakaian kartu
kreditnya.
Bentuk penyalahgunaan lainnya adalah pembobolan data nasabah, seperti tanggal kartu dan
nomor kartu tersebut dengan dicetak ulang (re-embossed), kemudian diisi data baru (re-
encoded), data tersebut didapat dari kerjasama (point of compromise) antara lain oknum
pedagang/penjual, oknum bank, teman/orang-orang dekat di lingkungan pemegang kartu
73
yang sah. Setelah kartu itu jadi, kemudian pelaku melakukan transaksi ke pedagang dan
biasanya jumlah transaksi besar serta kemungkinan oknum pedagang terlibat.
Selain itu penyalahgunaan kartu dapat dilakukan dengan menggunakan kartu kredit yang
seluruhnya palsu. Pelaku mencetak/membuat kartu tiruan bergambar/logo dan fisik
seluruhnya palsu, dibubuhkan data nomor dan nama pemegang kartu yang masih berlaku, hal
ini dilakukan dengan cara embossing dan encoding. Sebagaimana kartu asli, kartu ini
digunakan dalam transaksi dalam jumlah yang besar. Biasanya pelaku sebelumnya berusaha
melakukan uji coba otorisasi. Modus operandi ini dapat berhasil dilakukan karena kartu
kredit palsu tersebut mutunya baik dan sangat sulit dibedakan dengan kartu kredit asli.
Selain bentuk–bentuk penyalahgunaan kartu kredit yang dapat merugikan pemegang kartu,
jika suatu peristiwa yang merugikan nasabah pengguna kartu kredit atau konsumen pengguna
kartu kredit terjadi, misalnya timbul kerugian setelah memakai produk kartu kredit, maka
yang pertama sekali dicari adalah apakah ada hubungan kontraktual antara bank penerbit
dengan nasabah”.2
Jika terdapat hubungan hukum dalam bentuk perjanjian kredit antara penerbit dengan
pemegang kartu, selanjutnya adalah mencari bagian-bagian dari perjanjian tersebut yang
mungkin tidak dipenuhi oleh penerbit sehingga menimbulkan kerugian pada nasabah
pengguna kartu kredit. Apabila ada kewajiban yang tidak dipenuhi oleh pihak bank penerbit
kartu kredit, baik menurut kontrak maupun menurut undang-undang, maka dapat dikatakan
bahwa bank sebagai pelaku usaha kartu kredit telah wanprestasi. Untuk itu, perlu
diperhatikan kewajiban-kewajiban penerbit, sebagaimana terdapat dalam perjanjian maupun
dalam undang-undang serta segala macam garansi atau jaminan yang ada. Mungkin di dalam
2 Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti,
2006), hal. 111.
74
perjanjian tidak jelas disebutkan apa saja yang menjadi kewajiban penerbit. Dengan
demikian, maka ketentuan undang-undang yang berlaku. ”Sebaliknya mungkin juga di dalam
perjanjian dikemukakan beberapa hal yang mengecualikan kewajiban penerbit dari ketentuan
undang-undang, maka dalam hal seperti ini berlakulah isi perjanjian tersebut.3
Jika tidak terdapat hubungan hukum berupa perjanjian antara penerbit dengan pemegang
kartu kredit, maka harus dicari hubungan hukum lain dengan cara mengkonstruksikan fakta-
fakta pada peristiwa itu ke dalam suatu perbuatan melawan hukum (tort).
Perjanjian kartu kredit yang klausul-klausulnya dibuat oleh penerbit secara sepihak sebenarnya
merugikan pemegang kartu. Ini adalah praktek curang bank/penerbit dalam kartu kredit, baik
menurut hukum, kesusilaan dan atau ketertiban umum:
1. Bertukar informasi tentang data atau identitas pemegang kartu kredit dengan card center
lainnya;
2. Mengungkapkan informasi termasuk transaksi yang berhubungan dengan pemegang kartu
kredit kepada pihak ketiga;
3. Menetapkan klausula mengenai perhitungan bunga dan biaya-biaya lain yang dapat
berubah sesuai dengan kebijakan bank tanpa diperlukan pemberitahuan terlebih dahulu
kepada pemegang kartu;
4. Mengubah atau menambah persyaratan dan ketentuan, dan perubahan atau penambahan
yang mengikat sejak saat diadakannya perubahan tanpa harus pemberitahuan terlebih
dahulu kepada pemegang kartu;
5. Atas kebijaksanaannya sendiri tanpa harus memberitahu pemegang kartu dan tanpa
memberi alasan, berhak melarang atau merubah batas kredit pemegang kartu atau
menolak dengan cara lainnya, baik untuk selamanya ataupun sementara atau mengakhiri
3 Ibid, hal. 113.
75
keanggotaan dan mencabut semua hak baik yang melekat pada penggunaan dari kartu
kredit ataupun hak lainnya dan selanjutnya berhak untuk menyampaikan pemberitahuan
kepada semua pedagang dan setiap orang yang berkepentingan mengenai pencabutan hak
tersebut.
Berdasarkan kajian yang dilakukan ID-SIRTII (Indonesia Security Incident Response Team
on Internet Infrastructure), ada beberapa titik rawan dalam keamanan dan kasus kejahatan
terkait layanan perbankan elektronik di Indonesia:
a. Kerawanan prosedur perbankan, yaitu lemahnya proses identifikasi dan validasi calon
nasabah, sehingga mudah untuk dilakukan pemalsuan identitas;
b. Kerawanan fisik, dimana kartu kredit yang digunakan bank saat ini jenisnya magnetic
stripe card yang tidak dilengkapi pengaman chip (smart card), sehingga skimming PIN
mudah dilakukan;
c. Kerawanan aplikasi, aplikasi yang dikembangkan oleh perbankan harus mengikuti faedah
secure programming dari front end sampai dengan back end;
d. Kerawanan perilaku atau faktor manusianya baik dari sisi perbankan maupun dari sisi
nasabah yang cenderung careless dalam bertransaksi.
e. Kerawanan regulasi dan kelemahan penegakan hukum.4
Perjanjian yang terjadi antara penerbit, pemegang kartu dan penjual, merupakan perjanjian
yang harus dipenuhi oleh kedua belah pihak dengan itikad baik. Namun di dalam praktik
sering terjadi penyalahgunaan fungsi dari segi hukum perdata dalam lingkup hukum
4 Ronald Waas, Pencegahan dan Penanganan Kejahatan Pada Layanan Perbankan Elektronik, 2012