III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Bahan Penelitian 3.1.1. Bahan Makanan 1. Rumput Lapang Rumput berfungsi sebagai bahan pakan utama bagi domba. Rumput lapang akan diperoleh dari sekitar kandang domba Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Tabel 2. Kandungan Zat Makanan Rumput Lapang Berdasarkan Bahan Kering Komponen Komposisi Bahan kering (%) 21,85 Abu (%) 9,33 Protein (%) 9,10 Serat kasar (%) 28,76 Lemak kasar (%) 4,72 BETN (%) 48,09 TDN (%) 60,63 Energi (Kkl/kg) 2994 Sumber: Laboratorium Nutrisi Ternak Ruminansia dan Kimia Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran (2016). 2. Kulit Pisang Ambon Pisang Ambon yang digunakan berjenis pisang Ambon kuning. Kulit pisang yang digunakan berasal dari pisang Ambon yang masih mentah. Kulit pisang Ambon diperoleh dari pasar tradisional yang ada di sekitar Bandung dan Jatinangor (pasar Caringin, Gede Bage, dan Tanjungsari). Analisis zat makanan kulit pisang Ambon dapat dilihat pada tabel berikut.
14
Embed
III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 ... - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/200110/2013/200110130367_3_8143.pdfdari domba lokal dari tempat pemotongan milik Bapak Bandi di
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
III
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
3.1. Bahan Penelitian
3.1.1. Bahan Makanan
1. Rumput Lapang
Rumput berfungsi sebagai bahan pakan utama bagi domba. Rumput
lapang akan diperoleh dari sekitar kandang domba Fakultas Peternakan
Universitas Padjadjaran.
Tabel 2. Kandungan Zat Makanan Rumput Lapang Berdasarkan
Bahan Kering
Komponen Komposisi
Bahan kering (%) 21,85
Abu (%) 9,33
Protein (%) 9,10
Serat kasar (%) 28,76
Lemak kasar (%) 4,72
BETN (%) 48,09
TDN (%) 60,63
Energi (Kkl/kg) 2994
Sumber: Laboratorium Nutrisi Ternak Ruminansia dan Kimia Makanan
Ternak Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran (2016).
2. Kulit Pisang Ambon
Pisang Ambon yang digunakan berjenis pisang Ambon kuning. Kulit
pisang yang digunakan berasal dari pisang Ambon yang masih mentah. Kulit
pisang Ambon diperoleh dari pasar tradisional yang ada di sekitar Bandung dan
Jatinangor (pasar Caringin, Gede Bage, dan Tanjungsari). Analisis zat makanan
kulit pisang Ambon dapat dilihat pada tabel berikut.
22
Tabel 3. Kandungan Zat Makanan Kulit Pisang Ambon Mentah
Berdasarkan Bahan Kering
Komponen Komposisi
Bahan kering (%) 39,70
Abu (%) 11,20
Protein kasar (%) 7,82
Serat kasar (%) 20,40
Lemak kasar (%) 1,87
BETN (%) 58,70
TDN (%) 56,70
Tanin* (%) 5,32
Sumber: Laboratorium Nutrisi Ternak Ruminansia dan Kimia Makanan
Ternak Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran (2016).
*Laboratorium Riset dan Pengujian Bioteknologi Fakultas
Peternakan Universitas Padjadjaran (2016).
3. Konsentrat
Konsentrat berfungsi sebagai bahan pakan tambahan bagi domba selain
rumput lapang. Konsentrat yang digunakan berasal dari konsentrat komersial
KPBS Pangalengan.
Tabel 4. Kandungan zat makanan konsentrat
Komponen Komposisi
Bahan kering (%) 92,68
Abu (%) 14,21
Protein (%) 13,76
Serat kasar (%) 18,76
Lemak kasar (%) 9,37
BETN (%) 43,90
TDN (%) 65,22
Energi (Kkl/kg) 3499
Sumber: Laboratorium Nutrisi Ternak Ruminansia dan Kimia Makanan
Ternak Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran (2016).
23
3.1.2. Cairan Rumen
Cairan rumen berfungsi sebagai sumber mikroba rumen yang berperan
dalam proses fermentasi secara in vitro. Cairan rumen yang digunakan berasal
dari domba lokal dari tempat pemotongan milik Bapak Bandi di daerah Caringin,
Jatinangor.
3.1.3. Larutan Saliva Buatan
Larutan saliva buatan digunakan sebagai suatu medium buffer yang
menyerupai kondisi rumen yang sesungguhnya, yaitu 39-40°C, pH 6,5-6,8.
Pembuatan saliva buatan ini mengacu kepada metode McDougall (1948) yang
dikutip Tilley dan Terry (1963). Prosedur pembuatan larutan saliva buatan
tercantum pada Lampiran 1.
3.1.4. Zat Kimia
1. Larutan NaCl fisiologis berfungsi sebagai larutan pengencer dalam
penghitungan bakteri dan protozoa.
2. HgCl2 berfungsi untuk mematikan mikroba rumen pada saat dilakukan
penyaringan.
3. Aquadest berfungsi untuk membersihkan alat, bahan campuran untuk
larutan pengencer.
4. Alkohol berfungsi untuk sterilisasi alat.
3.1.5. Gas Karbondioksida (CO2)
Gas Karbondioksida berfungsi dalam percobaan in vitro untuk membuat
isi tabung dalam suasana anaerob.
24
3.2. Peralatan Penelitian
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi peralatan sebelum
inkubasi, peralatan selama inkubasi dan peralatan penghitungan mikroorganisme
cairan ruman.
3.2.1. Peralatan Sebelum Inkubasi
1. Timbangan digital untuk menimbang sampel pakan.
2. Wadah digunakan untuk menyimpan bahan penyusun ransum.
3. Golok untuk mencacah rumput.
4. Hammer mill untuk memperkecil ukuran partikel bahan pakan.
5. Termos berisi air hangat dengan kisaran suhu 390-40
0C, untuk membawa
cairan rumen pada kondisi suhu yang sesuai dengan kondisi suhu yang
sebenarnya.
6. Kain saring muslin untuk menyaring cairan rumen.
7. Gelas Beaker untuk menampung saliva buatan
8. pH meter untuk mengukur pH saliva buatan.
9. Stirer, untuk mengocok larutan McDougall agar menjadi homogen.
3.2.2. Peralatan Selama Inkubasi
1. Tabung fermentor sebagai media in vitro.
2. Penutup karet berventilasi untuk menutup tabung fermentor.
3. Waterbath, untuk media merendam tabung in vitro dengan suhu 390-40
0C.
3.2.3. Peralatan Penghitungan Bakteri dan Protozoa Cairan Rumen
1. Tabung reaksi untuk pengenceran.
2. Mikroskop untuk mengamati mikroorganisme.
25
3. Pipet untuk mengambil sespensi mikroorganisme yang akan dihitung.
4. Object glass untuk menempatkan hasil pengenceran.
5. Cover glass untuk menutup permukaan object glass.
3.3. Metode penelitian
3.3.1. Pengukuran Kandungan Nurien dan Tanin Kulit Pisang
1. Pengukuran kandungan Nutrien
Pengukuran menggunakan prosedur analisis proksimat yang mengacu pada
AOAC (2005). Analisis yang dilakukan meliputi kadar air, abu, protein kasar,
lemak kasar, serat kasar, bahan ekstrak tanpa nitrogen dan energi bruto.
2. Pengukuran Kandungan Tanin
Pengukuran total tanin didasarkan pada Metode Folin-Ciocalteu yang
dijelaskan oleh Makkar (2003).
3.3.2. Prosedur Pembuatan Tepung Kulit Pisang Ambon
1. Mengumpulkan pisang Ambon dari berbagai pasar di sekitar Jatinangor
dan Bandung.
2. Mengupas pisang Ambon dan memisahkan bagian kulitnya.
3. Menampung kulit pisang Ambon dalam wadah atau baki.
4. Menjemur kulit pisang Ambon dibawah sinar matahari sampai kering.
5. Menggiling kulit pisang Ambon dengan menggunakan hammer mill.
6. Mencampurkan tepung kulit pisang Ambon dari berbagai pasar tradisional
dengan perbandingan 1:1
7. Menyimpan tepung kulit pisang Ambon di dalam toples.
8. Melakukan analisis proksimat kulit pisang Ambon di laboratorium.
26
3.3.3. Prosedur Pembuatan Ransum
1. Menyiapkan bahan-bahan penyusun ransum yang terdiri atas rumput
lapang, konsentrat dan tepung kulit pisang Ambon.
2. Menimbang masing-masing bahan penyusun ransum yang telah digiling
sesuai dengan presentase masing-masing perlakuan (Tabel 2).
3. Memasukan dan mencampur bahan-bahan penyusun ransum ke dalam
tabung fermentor sampai homogen.
Tabel 5. Susunan ransum penelitian
No
Bahan Pakan
Perlakuan
R1 R2 R3 R4
%
1 Rumput Lapang 50 40 30 20
2 Konsentrat 40 40 40 40
3 Kulit Pisang Ambon 10 20 30 40
Tabel 6. Kandungan Nutrien Ransum Penelitian
No
Kandungan Nutrien
Bahan Pakan
Perlakuan
R1 R2 R3 R4
%
1 Protein Kasar 10,832 10,704 10,576 10,448
2 Serat Kasar 23,924 23,088 22,252 21,416
3 Lemak Kasar 6,127 6,010 5,450 5,440
4 BETN 47,475 48,475 49,597 50,658
5. Abu 11,469 11,656 11,843 12,030
6. TDN 62,037 61,680 61,287 60,894
7. Tanin 0,532 1,064 1,596 2,128
Sumber : Berdasarkan hasil perhitungan dari tabel 1, 2 dan 3
3.3.4. Prosedur Percobaan In Vitro
Pada tahap ini dilakukan percobaan In Vitro untuk mencari dosis level
pemberian terbaik dari kulit pisang Ambon mentah. Level yang digunakan adalah
10,20,30 dan 40% kulit pisang yang digunakan untuk menggantikan rumput
lapang sebagai sumber serat dalam ransum yang terdiri atas 60% hijauan dan 40%
konsentrat masing –masing mengandung protein ± 10% dan TDN ±60-62%.
27
Percobaan in vitro ini berpedoman kepada metode Tilley dan Terry
(1963). Prosedurnya yaitu tabung fermentor sebagai media in vitro disiapkan,
kemudan sampel ditimbang sebanyak 0,5 gram lalu dimasukkan ke dalam tabung
fermentor. Larutan saliva buatan dimasukkan sebanyak 40 mL disertai cairan
rumen sebanyak 10 mL ke dalam tabung fermentor tersebut. Gas CO2 dialirkan ke
dalam tabung kemudian ditutup dengan karet.
Tabung fermentor kemudian dimasukkan ke dalam waterbath dengan suhu
390-40
0C selama 24 jam dan dikocok setiap 3 jam sekali. Setelah masa inkubasi
selesai ditambahkan 3 tetes HgCl2 0,1 persen ke dalam tabung untuk membunuh
mikroorganisme rumen. Sampel dari tiap tabung diambil kemudian disaring untuk
dilakukan pengukuran jumlah bakteri dan protozoa.
3.3.5. Peubah yang Diamati
Peubah yang diamati adalah populasi bakteri dan protozoa pada cairan
rumen domba lokal. Pengukuran populasi bakteri dan protozoa dihitung
menggunakan metode Breed yang sudah dimodifikasi oleh Ruyitno (1988),
dimana metode Breed seharusnya dilakukan dengan melakukan pewarnaan
terhadap sampel menggunakan larutan Formal Salin untuk populasi bakteri dan
larutan MFS (Methylgreen Formaldehyde Saline) untuk populasi protozoa.
Namun dapat dilakukan pula menggunakan mikroskop fluoresens yang
tersambung ke perangkat komputer, dimana mikroskop dapat melakukan
pewarnaan secara otomatis serta dapat menghitung luas daerah yang ditandai
dengan pelingkaran secara otomatis menggunakan software Axio Vision, maka
pewarnaan dan penggunaan haemocytometer tidak perlu dilakukan.
28
1. Pengukuran Populasi Bakteri
Pengukuran populasi bakteri prosedurnya sebagai berikut:
a. Supernatan yang terdapat dalam tabung plastik diambil sebanyak 1 mL
dengan menggunakan pipet kemudian dimasukan ke dalam tabung
reaksi.
b. Setelah itu dilakukan dengan pengenceran sampai 10-1
dengan
menggunakan 9 mL NaCl fisiologis.
c. Lalu preparat untuk perhitungan bakteri dibuat dengan meneteskan satu
tetes sampel hasil pengenceran dengan menggunakan mikro pipet di
atas object glass kemudian ditutup dengan cover glass.
d. Setelah itu dilakukan pengamatan bakteri dengan menggunakan
mikroskop fluoresens dengan pembesaran 1000 kali, lalu dilakukan
penandaan dengan melingkari daerah yang terdapat bakteri. Setelah
dilakukan penandaan, software otomatis akan menghitung luas daerah
lingkaran tersebut.
e. Kemudian dilakukan perhitungan jumlah bakteri dalam luas daerah
lingkaran secara manual.
f. Setelah jumlah bakteri dihitung, kemudian dilakukan perhitungan
populasi bakteri (sel/mL cairan rumen) menggunakan rumus sebagai
berikut:
e ( )
d ( )
e Te e e
Keterangan:
Luas cover glass = 20 mm x 20 mm = 400 mm2
= 400 x 106
2
Volume tetes = 0,01 mL
FP = Faktor pengencer
29
2. Pengukuran Populasi Protozoa
Pengukuran populasi protozoa prosedurnya sebagai berikut:
a. Supernatan yang terdapat dalam tabung plastik diambil sebanyak 1 mL
dengan menggunakan pipet kemudian dimasukkan ke dalam tabung
reaksi.
b. Setelah itu dilakukan dengan pengenceran sampai 10-1
dengan
menggunakan 9 mL NaCl fisiologis.
c. Lalu preparat untuk perhitungan protozoa dibuat dengan meneteskan
satu tetes sampel hasil pengenceran dengan menggunakan mikro pipet
di atas object glass kemudian ditutup dengan cover glass.
d. Setelah itu dilakukan pengamatan protozoa dengan menggunakan
mikroskop fluoresens dengan pembesaran 1000 kali, lalu dilakukan
penandaan dengan melingkari daerah yang terdapat protozoa. Setelah
dilakukan penandaan, software otomatis akan menghitung luas daerah
lingkaran tersebut.
e. Kemudian dilakukan perhitungan jumlah protozoa dalam luas daerah
lingkaran secara manual.
f. Setelah jumlah protozoa dihitung, kemudian dilakukan perhitungan
populasi protozoa (sel/mL cairan rumen) menggunakan rumus sebagai
berikut:
e ( )
d
e Te e
Keterangan:
Luas cover glass = 20 mm x 20 mm = 400 mm2 = 400 x 10
6
2
Volume tetes = 0,01 mL
FP = Faktor pengencer
30
3.3.6. Analisis Statistik
Penelitian ini dilakukan secara eksperimental menggunakan Rancangan
Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 5 ulangan. Ransum perlakuan