Top Banner
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkotaan dan Ruang Terbuka Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 2 tahun 1987, kota adalah pusat pemukiman dan kegiatan penduduk yang mempunyai batas wilayah administrasi yang diatur dalam peraturan perundang-undangan serta permukiman yang telah memperlihatkan watak dan ciri kehidupan perkotaan. Menurut Simonds (1983), kawasan perkotaan adalah suatu bentuk lanskap buatan manusia yang yang terbentuk akibat aktivitas manusia dalam mengelola kepentingan hidupnya, sedang kota adalah sebuah pusat populasi yang besar dan padat dengan aktivitas ekonomi, sosial, politik dan kebudayaan. Pertambahan penduduk, perkembangan kawasan permukiman dan industri serta pembangunan sarana dan prasarana transportasi menyebabkan terjadinya penurunan luas lahan pertanian dan vegetasi lain sebagai suatu konsekuensi yang logis, karena tuntutan kebutuhan masyarakat. Walaupun demikian, keputusan mengenai perubahan penggunaan lahan atau konversi lahan areal bervegetasi menjadi lahan terbangun memerlukan perencanaan yang logis pula, agar tidak terjadi dampak negatif, misalnya berkurangnya lahan pertanian produktif, erosi, kenaikan suhu permukaan dan udara, penurunan kualitas lingkungan dan degradrasi lahan, ketidaknyamanan hunian dan polusi akibat kegiatan industri. Berdasarkan masalah-masalah tersebut maka berkembang kepedulian masyarakat di daerah perkotaan untuk menciptakan lingkungan yang lebih nyaman, terutama dalam hal keleluasaan berinteraksi, baik sesama individu, kelompok maupun antar keduanya. Kemudian disusun perencanaan-perencanaan mengenai tata guna ruang dan pemanfaatannya yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kelangsungan lingkungan di sekitarnya. Melalui pengembangan ruang-ruang binaan di lingkungan perkotaan tersebut, maka muncul konsep- konsep perencanaan ruang terbuka dan/ruang terbuka hijau yang ditujukan untuk mengakomodasi kebutuhan masyarakat perkotaan dalam hal interaksi dan sebagai penunjang kenyamanan di dalam ruang perkotaan. Berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 tahun 1988, ruang terbuka adalah ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas, baik dalam bentuk
22

II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · satu tempat dengan tempat yang lain, pembatas jarak antara massa bangunan dan pelembut arsitektur bangunan. Lebih lanjut Simonds (1983)

Mar 03, 2019

Download

Documents

vuongphuc
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · satu tempat dengan tempat yang lain, pembatas jarak antara massa bangunan dan pelembut arsitektur bangunan. Lebih lanjut Simonds (1983)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perkotaan dan Ruang Terbuka

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 2 tahun 1987, kota

adalah pusat pemukiman dan kegiatan penduduk yang mempunyai batas wilayah

administrasi yang diatur dalam peraturan perundang-undangan serta permukiman

yang telah memperlihatkan watak dan ciri kehidupan perkotaan. Menurut

Simonds (1983), kawasan perkotaan adalah suatu bentuk lanskap buatan manusia

yang yang terbentuk akibat aktivitas manusia dalam mengelola kepentingan

hidupnya, sedang kota adalah sebuah pusat populasi yang besar dan padat dengan

aktivitas ekonomi, sosial, politik dan kebudayaan.

Pertambahan penduduk, perkembangan kawasan permukiman dan industri

serta pembangunan sarana dan prasarana transportasi menyebabkan terjadinya

penurunan luas lahan pertanian dan vegetasi lain sebagai suatu konsekuensi yang

logis, karena tuntutan kebutuhan masyarakat. Walaupun demikian, keputusan

mengenai perubahan penggunaan lahan atau konversi lahan areal bervegetasi

menjadi lahan terbangun memerlukan perencanaan yang logis pula, agar tidak

terjadi dampak negatif, misalnya berkurangnya lahan pertanian produktif, erosi,

kenaikan suhu permukaan dan udara, penurunan kualitas lingkungan dan

degradrasi lahan, ketidaknyamanan hunian dan polusi akibat kegiatan industri.

Berdasarkan masalah-masalah tersebut maka berkembang kepedulian

masyarakat di daerah perkotaan untuk menciptakan lingkungan yang lebih

nyaman, terutama dalam hal keleluasaan berinteraksi, baik sesama individu,

kelompok maupun antar keduanya. Kemudian disusun perencanaan-perencanaan

mengenai tata guna ruang dan pemanfaatannya yang disesuaikan dengan

kebutuhan dan kelangsungan lingkungan di sekitarnya. Melalui pengembangan

ruang-ruang binaan di lingkungan perkotaan tersebut, maka muncul konsep-

konsep perencanaan ruang terbuka dan/ruang terbuka hijau yang ditujukan untuk

mengakomodasi kebutuhan masyarakat perkotaan dalam hal interaksi dan sebagai

penunjang kenyamanan di dalam ruang perkotaan.

Berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 tahun 1988, ruang

terbuka adalah ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas, baik dalam bentuk

Page 2: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · satu tempat dengan tempat yang lain, pembatas jarak antara massa bangunan dan pelembut arsitektur bangunan. Lebih lanjut Simonds (1983)

8

area atau kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur tanpa bangunan

diatasnya. Menurut Rob Rimer dalam Hakim dan Utomo (2003), bentuk ruang

terbuka secara garis besar ada dua jenis, yaitu memanjang (koridor) dan

membulat. Bentuk memanjang pada umumnya hanya mempunyai batas pada sisi-

sisinya, seperti pada jalan dan sungai, sedangkan bentuk membulat pada

umumnya mempunyai batas di sekelilingnya, seperti pada lapangan upacara, area

rekreasi dan lapangan olah raga.

Menurut Simonds (1983), ruang terbuka berhubungan langsung dengan

penggunaan struktur sehingga dapat mendukung fungsi struktur tersebut.

Sebagian besar masalah perkotaan merupakan masalah sosial. Penguasaan ruang

kota oleh manusia merupakan salah satu bentuk perilaku utama manusia modern.

Fungsi ruang terbuka menurut Hakim (1991) adalah sarana penghubung antara

satu tempat dengan tempat yang lain, pembatas jarak antara massa bangunan dan

pelembut arsitektur bangunan. Lebih lanjut Simonds (1983) menjelaskan bahwa,

karakteristik dan kelangsungan hidup suatu kota sebagian besar ditentukan oleh

pengaturan Ruang Terbuka Hijau (RTH).

Dalam Rencana Umum Tata Ruang DKI Jakarta 1985-2005, disebutkan

bahwa RTH mempunyai fungsi sebagai berikut :

1. Proteksi lingkungan

Fungsi pengamanan ruang terbuka hijau adalah (i) mencegah pengikisan air

laut dan kemungkinan meluasnya abrasi pantai (ii) mencegah meluapnya air

sungai, waduk dan kanal.

2. Pemanfaatan

Aspek pemanfaatan ruang terbuka hijau sangat luas, diantaranya ruang terbuka

hijau diperuntukkan sebagai sarana penelitian, sarana olahraga dan rekreasi,

kawasan untuk resapan air, sarana pengungsian pada saat bencana alam, sarana

penampung luapan air di sepanjang sungai dan kesegaran kota serta halaman

yang dinikmati setiap penghuninya.

3. Produksi

Fungsi produksi ini berkaitan dengan penggunaan ruang terbuka hijau oleh

pengelolanya, diantaranya sebagai daerah pertanian, perikanan, peternakan

Page 3: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · satu tempat dengan tempat yang lain, pembatas jarak antara massa bangunan dan pelembut arsitektur bangunan. Lebih lanjut Simonds (1983)

9

atau kehutanan dan kegiatan jasa yang berkaitan dengan aktivitas rekreasi dan

wisata.

4. Kelestarian

Fungsi kelestarian ruang terbuka hijau mencakup dua aspek, yaitu (i) nilai-nilai

alam dan sosial-budaya seperti lingkungan bersejarah, cagar budaya dan

sumberdaya langka, dan (ii) lingkungan yang dilestarikan dan dipertahankan

sebagai areal terbuka dengan kehidupan asli. 2.2. Lanskap Pedestrian

2.2.1. Pengertian

Lanskap merupakan ruang di sekeliling manusia, mencakup segala hal yang

dapat dilihat dan dirasakan (Eckbo, 1964). Simonds (1983) menyatakan bahwa

lanskap apabila dipandang dari setiap tempat ternyata mempunyai karakter-

karakter lanskap tertentu yang terbentuk secara alami. Karakter ini terbentuk

karena adanya kesan harmoni dan kesatuan dari elemen yang ada di alam, seperti

bentuk suatu lahan, formasi batuan, vegetasi dan binatang. Derajat harmoni atau

kesatuan dari elemen-elemen lanskap tidak hanya diukur dari kesan yang

menyenangkan yang ditimbulkan, tetapi juga dari segi keindahan.

Menurut Simonds (1983), pedestrian adalah yang diibaratkan sebagai anak

sungai, mengalir mengikuti alur dengan mempunyai sedikit hambatan. Dalam

kaitannya dengan pedestrian, yang perlu diperhatikan adalah jalur pedestrian.

Menurut Nurisjah dan Qodarian (1995), pada umumnya jalur pedestrian

direncanakan hanya sebagai jalur pejalan kaki, dan jalur ini dapat dikembangkan

menjadi suatu sistem sirkulasi pedestrian yang indah, menyenangkan, nyaman dan

tak terasa panjangnya bila berjalan diatasnya. Caranya yaitu dengan meman-

faatkan topografi dan pemandangan alami serta pemandangan yang menarik

lainnya sehingga membentuk suatu visualisasi bentuk perjalanan yang menarik.

2.2.2. Kriteria Teknis Ruang Pedestrian

Terkait dengan ruang pedestrian, Harris dan Dines (1988) menjelaskan

tentang kriteria fisik dalam pembuatan sirkulasi pedestrian, diantaranya adalah :

1. Kriteria dimensional

Kriteria dimensional ruang pedestrian dapat dilihat pada Gambar 2.

Page 4: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · satu tempat dengan tempat yang lain, pembatas jarak antara massa bangunan dan pelembut arsitektur bangunan. Lebih lanjut Simonds (1983)

10

1,8 m A (Tempat umum)

2,8 – 3,6 m B (Tempat belanja) 4,6 – 5,5 m C (Berjalan Normal) > 10,6 m D (Jalan santai)

Gambar 2 Jarak ruang yang dibutuhkan antar pejalan kaki di depannya sesuai lokasi (Harris dan Dines, 1988).

2. Kriteria pergerakan

Faktor kecepatan pergerakan akan menurun bila jumlah pejalan kaki

meningkat, ada persimpangan dan naik atau turun tangga.

3. Kriteria visual

Kriteria atau persyaratan visual (pemandangan) disesuaikan dengan tinggi mata

dan sudut pandang pejalan kaki dan nyaman untuk melihat pada pandangan

normal setinggi mata (misalnya untuk penempatan rambu-rambu lalu-lintas).

Harris dan Dines (1988) juga menjelaskan tentang standar ruang untuk

pedestrian, yaitu :

1. Lebar

a. Lebar jalur pedestrian tergantung pada tujuan dan intensitas pemakaian

b. 1 orang = 24 inchi (60 cm) dengan lebar minimum jalan setapak = 4 ft (120

cm).

c. Memperhatikan kelengkapan dan perlengkapan jalan (street furniture).

2. Kemiringan

a. Longitudinal, dengan dasar pertimbangan kebiasaan atau kemudahan

bergerak dan tujuan desain.

1) Ideal : 0-3%

2) Maksimum : 5%

3) Tergantung iklim : 5-10%

Page 5: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · satu tempat dengan tempat yang lain, pembatas jarak antara massa bangunan dan pelembut arsitektur bangunan. Lebih lanjut Simonds (1983)

11

4) Untuk ramp : 1,5-8%

b. Transversal

1) Minimum tergantung material : 1%

2) Ideal rata-rata : 3%

3) Maksimum untuk drainase baik : 3%

3. Perhitungan dimensi untuk lebar pedestrian

Lebar jalan (W) = S

VxM

Keterangan : V = Volume (orang/menit)

M = Modul ruang (ft2/orang)

S = Kecepatan berjalan (ft/menit) 2.2.3. Vegetasi pada Jalur Pedestrian

Carpenter et. al. (1975), mengemukakan bahwa kehadiran tanaman di

lingkungan perkotaan memberikan suasana alami. Tanaman mempengaruhi

penampakan visual yang kita lihat. Secara umum di dalam lanskap, pohon

merupakan sebuah elemen utama. Secara individual maupun berkelompok,

pohon-pohon dapat memberikan kesan yang berbeda-beda jika dilihat dari jarak

yang berbeda-beda pula. Pada jarak dekat, daun, batang pohon dan cabang-cabang

dapat dilihat secara jelas. Jika dilihat dari jarak menengah puncak-puncak pohon

terlihat membentuk seperti garis. Jarak ini merupakan bagian yang penting dalam

lanskap karena memberkan kesan kedalaman yang kuat, perubahan secara halus

dalam pencahayaan dan perspektif. Bila dilihat dari jarak jauh, perbedaan

ketinggian dari puncak-puncak pohon tidak dapat dinikmati, biasanya dari jarak

ini pohon digunakan sebagai latar belakang.

Tujuan dari penanaman vegetasi tepi jalan adalah untuk memisahkan

pejalan kaki dari jalan raya dengan alasan keselamatan dan kenyamanan (Lynch,

1981). Dalam usaha mencapai kesatuan atau unity didalam pengaturan

penanamannya perlu diperhatikan pemilihan jenis tanamannya terutama untuk

jalur pedestrian. Menurut Department of Transport of British (1986), vegetasi

tidak seharusnya menghalangi jalan dan harus dipangkas secara teratur.

Ditegaskan menurut Chaniago (1980) dalam Widjayanti (1993) pemilihan pohon

harus memperhatikan karakteristiknya seperti :

Page 6: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · satu tempat dengan tempat yang lain, pembatas jarak antara massa bangunan dan pelembut arsitektur bangunan. Lebih lanjut Simonds (1983)

12

1. Akar, harus cukup kuat untuk menahan vibrasi yang disebabkan oleh

kendaraan yang lewat. Jenis yang digunakan sebaiknya tidak mempunyai akar

yang menembus aspal dan beton sehingga kerusakan utilitas dapat dihindari.

2. Batang dan cabang, cukup elastis dan kuat untuk mencegah roboh dan

rusaknya pohon akibat tiupan yang kencang.

3. Naungan, yang sangat berhubungan dengan penetrasi radiasi matahari

sehingga temperatur udara di sekitar jalur pedestrian menurun.

Dalam pemilihan jenis pohon menurut Arnold (1980), tinggi dan diameter

tajuk merupakan hal yang paling penting diperhatikan oleh arsitek lanskap. Pada

beberapa tempat, ketinggian percabangan pohon yang nyaman berjalan di

bawahnya berkisar dari 2,4 – 4,5 meter. Pergerakan kendaraan membutuhkan

kejelasan pandangan sehingga diperlukan pohon peneduh jalan dengan ketinggian

percabangan minimum 4,5 meter. Pohon berukuran kecil (5,5 – 10,5 meter) dapat

digunakan sebagai tirai (screening) dan seringkali tepat digunakan sebagai pohon

tingkat bawah untuk menambah tekstur dan warna.

2.2.4. Kelengkapan dan Perlengkapan Jalan (Street Furniture)

Harris dan Dines (1988) mengartikan kelengkapan dan perlengkapan jalan

(street furniture) secara kolektif sebagai elemen-elemen yang ditempatkan dalam

suatu lanskap jalan atau streetscape untuk kenyamanan, kesenangan, informasi,

kontrol sirkulasi dan perlindungan bagi pengguna jalan. Elemen-elemen ini harus

merefleksikan karakter dari lingkungan setempat dan menyatu dengan sekitarnya.

2.2.4.1. Rambu-rambu lalu lintas

Ketinggian penempatan rambu lalu lintas pada sisi jalan minimum 1,75

meter dan maksimum 2,65 meter, sedangkan untuk lokasi fasilitas pedestrian

minimum 2 meter dan maksimum 2,65 meter (Keputusan Menteri Perhubungan

No. 63 tahun 1993).

2.2.4.2. Lampu jalan

Menurut Harris dan Dinnes (1988), penerangan jalan bertujuan untuk

mengakomodasikan pergerakan yang aman bagi pejalan kaki dan kendaraan.

Dalam pergerakan, pemakai jalan dapat dibantu orientasinya untuk mengenal zona

yang berbeda dari penggunaan suatu tapak melalui hirarki efek penerangan yang

Page 7: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · satu tempat dengan tempat yang lain, pembatas jarak antara massa bangunan dan pelembut arsitektur bangunan. Lebih lanjut Simonds (1983)

13

tepat. Hirarki penerangan terlihat dari perbedaan jarak, ketinggian dan warna

cahaya lampu yang digunakan. Penerangan juga harus cocok secara fungsional

dan dalam skala yang sesuai baik bagi pejalan kaki maupun jalur kendaraan.

Untuk penerangan jalur pejalan kaki dapat digunakan lampu dengan ketinggian

relatif agar memberikan skala manusia dan menerangi kanopi bawah dari pohon

tepi jalan. Sifat penerangan untuk jalur pedestrian sebaiknya tidak seragam

sepanjang jalan dan distribusi pencahayaan harus mencapai 2 meter agar

penglihatan ke arah pejalan kaki lain tetap jelas.

2.2.4.3. Halte

Harris dan Dinnes (1988) mengemukakan bahwa persyaratan untuk halte

bus adalah memiliki kebebasan pandangan ke arah kedatangan kendaraan baik

dalam posisi berdiri maupun duduk di halte dan zona perhentian bus harus

merupakan bagian dari jaringan akses pejalan kaki. Didalam Keputusan Menteri

Perhubungan No. 65 tahun 1993 juga disebutkan bahwa fasilitas halte harus

dibangun sedekat mungkin dengan fasilitas penyeberangan pejalan kaki. Halte

dapat ditempatkan di atas trotoar atau bahu jalan dengan jarak bagian paling

depan dari halte sekurang-kurangnya 1 meter dari tepi jalur lalu lintas.

Persyaratan struktur bangunan memiliki lebar minimal 2 meter, panjang 4 meter

dan tinggi bagian atap paling bawah minimal 2,5 meter dari lantai.

2.2.4.4. Utilitas

Elemen yang termasuk dalam utilitas meliputi hidran, boks kabel telepon,

listrik, penutup saluran bawah gril penutup pohon dan lain-lain. Secara ideal,

tempat pejalan kaki seharusnya relatif bebas dari penutupan utilitas. Jika tidak

memungkinkan, penutup utilitas dapat dimasukkan sebagai bagian dari pola lantai

keseluruhan (Harris dan Dinnes, 1988).

2.2.4.5. Papan reklame

Papan reklame merupakan elemen informasi, dalam peletakannya

memerlukan pengaturan yang sesuai. Menurut Simonds (1978), pengontrolan

peletakan papan reklame diperlukan untuk melindungi pemandangan menarik

(vista) dan pemandangan yang ada serta mempertahankan kualitas jalan dan

lingkungan sekitarnya. Salah satu cara untuk mengontrol adalah dengan

Page 8: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · satu tempat dengan tempat yang lain, pembatas jarak antara massa bangunan dan pelembut arsitektur bangunan. Lebih lanjut Simonds (1983)

14

mengelompokkan berbagai informasi dan ditempatkan pada titik lain yang mudah

terlihat. Standar jarak dalam Harris dan Dinnes (1988) untuk letak papan

informasi ini dimasukkan sebagai zona penglihatan yang dibedakan untuk jarak

tangkap setinggi mata. Dalam kondisi berdiri, jarak pandangan setinggi mata

berkisar 1,4 – 1,8 meter dan dalam kondisi duduk dalam kendaraan berkisar 1 –

1,2 meter.

2.2.4.6. Tempat duduk

Prinsip disain tempat duduk harus menekankan kenyamanan, bentuk dan

detail yang sederhana, mudah dipelihara, tahan lama dan mencegah kemungkinan

perusakan (vandalisme). Peletakan tempat duduk sebaiknya terlindung dari

gangguan angin kencang, menempati lokasi yang memiliki pemandangan (view)

yang bagus, terletak di luar jalan sirkulasi serta memberikan pilihan kepada

pengguna jalan seperti terbuka di bawah cahaya matahari, teduh, tempat yang

tenang, tempat beraktivitas, formal dan informal. Pemilihan dan peletakan elemen

tempat yang tenang, tempat yang tenang, tempat beraktivas, formal dan informal.

Pemilihan dan peletakan elemen tempat duduk harus disesuaikan dengan elemen

lainnya agar menyatu dengan lingkungan sekitarnya (Harris dan Dinnes, 1988).

2.2.4.7. Telepon, kotak pos dan tempat sampah

Elemen-elemen ini harus ditempatkan pada lokasi yang mudah terlihat dan

mudah dicapai. Telepon dapat ditempatkan pada halte bus atau tempat tertentu

untuk memudahkan pemakaian, demikan juga dengan kotak pos dapat diletakkan

pada lokasi yang memudahkan pengangkutan. Tempat sampah untuk menjaga

kebersihan setiap jalan atau ruang terbuka umum dan dapat diletakkan pada

tempat yang ramai dilalui orang (Harris dan Dinnes, 1988).

2.2.5. Sistem Sirkulasi dan Sistem Pedestrian

Harris dan Dines (1988) memberikan pembagian secara umum sistem

sirkulasi menjadi dua kategori, yaitu sistem yang telah memiliki struktur dasar dan

yang tidak ada sirkulasi sebelumnya. Pada sistem yang telah ada, proyek terutama

berhubungan dengan peningkatan estetik dari sistem sirkulasi yang telah

diperlengkapi berbagai kenyamanan (amenity). Untuk sistem yang baru, pertama

kali harus direncanakan sesuai dengan usulan titik awal dan titik tujuan jalan serta

Page 9: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · satu tempat dengan tempat yang lain, pembatas jarak antara massa bangunan dan pelembut arsitektur bangunan. Lebih lanjut Simonds (1983)

15

memiliki lebar yang cukup untuk diakomodasikan bagi beban lalu lintas pejalan

kaki (pedestrian) terutama pada periode puncak penggunaan.

Sebagai bagian dari proses perencanaan, aspek estetik dari sistem yang

diusulkan harus dipelajari dan diintegrasikan dengan aspek fungsionalnya. Aspek

fungsional yang penting dalam sistem pedestrian adalah kenyamanan yang

diberikan kepada pejalan kaki. Dalam Kodariyah (2004) dijelaskan bahwa sistem

pedestrian mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

1. Kelongggaran, sistem ini memberikan kebebasan perancangan yang tinggi

karena sistem ini memanfaatkan kemampuan manusia/pejalan dalam

membelok pada sudut-sudut tajam, berubah arah dan berhenti.

2. Fleksibilitas, perancang harus dapat memberikan arah aliran/pergerakan

menuju lokasi-lokasi yang diinginkan.

3. Berkecepatan rendah, terdapat hierarki intensitas penggunaan, misalnya

melebar pada lokasi yang padat dan menyempit pada lokasi lalu lintas yang

ringan.

4. Skala kecil, luas ukuran dari sirkulasi berskala manusia.

Semua pengguna jalan menggunakan kegiatan berjalan untuk satu atau lebih

tahap dari setiap perjalanannya, untuk jarak yang relatif dekat lebih disesuaikan

untuk menggunakan kakinya dan lebih dari 60% perjalanan dengan jarak kurang

dari 1,5 km menggunakan kaki. Tetapi jarang sekali pejalan kaki di daerah urban

yang melakukan kegiatan berjalan kaki lebih dari 3 km (Departemen of Transport

of British, 1986). Selanjutnya aktivitas pejalan kaki dapat dibedakan antara

pejalan kaki yang hanya mempunyai kepentingan mencapai dari satu titik ke titik

lain dan pejalan kaki yang mempunyai kepentingan lain atau mempunyai karakter

rekreasi. Pada beberapa tempat footway juga digunakan sebagai tempat bermain,

berkumpul ataupun bercakap-cakap. Semua aspek ini harus dipertimbangkan

dalam mendesain fasilitas pedestrian. Pada beberapa tempat, panjang jalan yang

khusus, aktivitas pejalan kaki yang memberikan tingkat pengalaman yang tinggi

merupakan hal yang diutamakan dalam skema membuat pedestrian. Skema ini

biasanya digunakan pada daerah perbelanjaan, dapat pula menguntungkan pada

daerah perkantoran dan daerah konservasi atau daerah lain yang keadaan

lingkungannya sangat berharga.

Page 10: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · satu tempat dengan tempat yang lain, pembatas jarak antara massa bangunan dan pelembut arsitektur bangunan. Lebih lanjut Simonds (1983)

16

Menurut Brooks (1988), fungsi sistem pedestrian paling sedikit mempunyai

dua aturan yang umum, yaitu ruang untuk berjalan kaki dan tempat untuk duduk.

Sebagai tempat untuk berjalan, kondisinya beragam sesuai dengan penggunaan

lahan yang disediakan dan kualitas lingkungannya. Tujuan perencanaan sistem

pedestrian sebaiknya menfokuskan pada :

1. Pengembangan dari sistem pedestrian yang fungsinya sebagai penghubung

dan memberikan pengalaman yang menyenangkan.

2. Desain dari sistem pedestrian yang disesuaikan dengan konteks lingkungan

sekitarnya yang telah ada.

3. Desain dari sistem pedestrian yang ada sesuai secara skala.

4. Desain dari jalur yang dapat meningkatkan sense of place dari tapak tersebut.

Persyaratan ukuran lebar trotoar atau jalur pejalan kaki berdasarkan lokasi

dan jumlah pejalan kaki (Departemen Perhubungan, 1993), dapat dilihat dalam

Tabel 1 di bawah ini. Tabel 1 Lebar trotoar berdasarkan lokasi dan jumlah pejalan kaki

No Lokasi Trotoar Lebar Trotoar Minimum (m)

1. 2. 3.

4.

Jalan di daerah perkantoran atau kaki lima Daerah perkantoran utama Daerah industri :

a. Jalan primer b. Jalan akses

Di wilayah pemukiman a. Jalan primer b. Jalan akses

4 3 3 4

2,75 2

Jumlah Pejalan Kaki/Detik/Meter 1. 2. 3. 4.

6 orang 3 orang 2 orang 1 orang

2,3 – 5,0 1,5 – 2,3 0,9 – 1,5 0,6 – 0,9

Sumber : Departemen Perhubungan (1993)

Hal-hal yang harus dipertimbangkan di dalam rancangan atau modifikasi

sistem pedestrian adalah (Kodariyah, 2004) :

1. Permukaan, permukaan pedestrian harus stabil dan kuat dan tekstur relatif rata

tetapi tidak licin dan sambungan harus dibuat sekecil mungkin.

Page 11: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · satu tempat dengan tempat yang lain, pembatas jarak antara massa bangunan dan pelembut arsitektur bangunan. Lebih lanjut Simonds (1983)

17

2. Tempat istirahat, terdapat pada tempat-tempat tertentu sangat menyenangkan

dan membantu para pejalan kaki, terutama bagi para cacat fisik sehingga

membuat perjalanan kaki yang jauh menjadi terasa lebih ringan.

3. Kemiringan, untuk pedestrian kemiringan maksimal 5% sedangkan ukuran

idealnya dalah 0-3%.

4. Penerangan, sangat dibutuhkan untuk keamanan, kenyamanan dan estetika.

5. Pemeliharaan.

6. Ramp, perubahan permukaan pedestrian dari suatu ketinggian menuju

ketinggian yang berbeda dapat menimbulkan persoalan bagi orang cacat fisik.

Untuk memudahkan pergerakan dibuat suatu ramp dengan permukaan yang

tidak boleh licin. Kemiringan ramp ini maksimal adalah 17%.

7. Struktur drainase, faktor drainase air perlu diperhatikan agar pedestrian tidak

tergenang air pada saat hujan.

8. Ukuran, lebar trotoar berbeda menurut jumlah dan jenis lalu lintas yang

melaluinya. Lebar minimum adalah 4 kaki (1,2 meter). 2.2.6. Jenis Pedestrian

Harris dan Dines (1988) membedakan pedestrian menjadi 3 jenis, yaitu :

1. Pedestrianisasi penuh (Full pedestrianitation)

Dengan menghilangkan/melarang semua kendaraan bermotor untuk sepanjang

waktu, terkecuali untuk pemeliharaan tapak, full pedestrianitation biasanya

menghilangkan badan jalan untuk kendaraan dan menjadikan jalan secara

kontinyu ditutupi oleh paving dengan tekstur permukaan yang konsisten.

Pedestrian ini membutuhkan jalan terdekat sebagai akses lokal jalur

bus/angkutan umum. Dengan ditiadakannya kendaraan bermotor maka

dibutuhkan sekali suatu desain yang sangat baik, untuk mencapai daerah

pedestrian ini harus menberikan kesan yang jelas bahwa kendaraan akan

memberikan gangguan terhadap lingkungan pejalan kaki. Contohnya adalah

pedestrian street dan pedestrian mall yang biasanya terdapat di daerah

komersial dan ditujukan untuk kenyamanan berbelanja.

2. Pedestrianisasi sebagian (Partial pedestrianitation)

Dengan mengurangi jenis kendaraan bermotor, terutama kendaraan pribadi,

daerah ini diprioritaskan untuk kepentingan pejalan kaki. Jalur pejalan kaki

Page 12: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · satu tempat dengan tempat yang lain, pembatas jarak antara massa bangunan dan pelembut arsitektur bangunan. Lebih lanjut Simonds (1983)

18

diperbesar dan jalur kendaraan bermotor diperkecil maksimum dua jalur.

Kendaraan pribadi biasanya dilarang masuk terkecuali angkutan umum, taksi

dan bus. Laju kendaraan dibatasi pada kecepatan tertentu.

3. Pedestrian distrik

Dibuat dengan menghilangkan lalu lintas kendaraan dari sebagian daerah

perkotaan, dengan mempertimbangkan alasan adanya unit arsitektural,

komersial maupun sejarah. Kota-kota di Eropa seringkali menggunakan jenis

ini karena sesuai dengan kondisi daerah pusat kota yang bersejarah. 2.2.7. Bahan Permukaan Pedestrian

Bahan permukaan pedestrian yang biasa digunakan menurut McDowel

(1975) dalam Kodariyah (2004) adalah batu, bata, cetakan beton dan batu kerikil.

Setiap bahan-bahan ini mempunyai karakter yang membuatnya sesuai untuk suatu

situasi.

Hampir semua batu dengan bagian atas datar, dapat digunakan untuk

perkerasan pedestrian. Batu merupakan bahan alami yang paling disukai, karena

salah satu sifatnya yang mempunyai daya tahan lama. Beberapa jenis yang biasa

digunakan adalah sebagai berikut (Kodariyah, 2004):

1. Jenis sedimen seperti batu pasir, batu coklat, batu biru dan batu kapur. Jenis

tersebut merupakan jenis yang lunak, sehingga mudah dipotong dan dibentuk,

tetapi mudah berubah warnanya dan terpengaruh oleh perubahan cuaca karena

karakternya yang berpori.

2. Bentuk metamorfik dari batu kapur adalah keramik, yang lebih keras, kuat,

mudah dipahat dan diasah, dan sangat sering digunakan karena pola dan

keindahannya.

3. Bentuk metamorfik dari batu tulis (shale) adalah tipis, keras, dan merupakan

batu yang kuat serta bervariasi mulai dari warna abu-abu hingga hitam,

disamping beberapa jenis yang berwarna merah.

4. Bentuk batu karang api adalah granit, yang keras dan jelas sangat kuat.

Warnanya berkisar mulai dari keputihan sampai abu-abu tua, dengan beberapa

jenis yang memiliki warna agak merah muda. Batu jenis ini dapat dipahat dan

dipotong dalam banyak bentuk dan ukuran. Jenis ini tahan terhadap goresan

dan cuaca.

Page 13: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · satu tempat dengan tempat yang lain, pembatas jarak antara massa bangunan dan pelembut arsitektur bangunan. Lebih lanjut Simonds (1983)

19

5. Batu vulkanik memiliki karakter warna gelap dan terbatas dalam penggunaan

dengan ukuran terpecah-pecah. Hal ini menjadikannya tidak praktis untuk

dipahat. Batu ini digunakan seperti jenis batuan yang sudah dijelaskan

sebelumnya. Jenis batu ini tidak berbentuk, tajam dan berbahaya untuk kulit.

6. Batuan jenis kecil, jenis batu keras seperti trap rock. Batuan ini mudah

dibentuk dan sangat berguna sebagai bahan dasar beton, lapisan dasar

perkerasan, alas untuk kandang, dan sebagainya.

Bata dapat memberikan kontribusi yang menarik antara barat dan timur.

Bata ini bersifat hangat, bernuansa tanah, cenderung berwarna coklat,

permukaannya kasar dan bentuknya tidak rata. Bata dengan warna tua, yang

berbunyi apabila saling berbenturan, biasanya lebih kuat, merupakan unit yang

terbakar dengan baik, dan dapat dipastikan lebih tahan pecah. Bata dapat

digunakan untuk semua tipe untuk membentuk perkerasan yang baik atau bisa

dikombinasikan dengan batu alami. Batas standar yang dirancang untuk

sambungan 3/8 inci adalah bata dengan tebal 2-1/4 inci, lebar 3-5/8 inci dan

panjang 7-5/8 inci.

Cetakan beton tidak mempunyai penampilan yang alami dari batu, tetapi

bisa dikombinasikan dengan bata untuk membentuk pedestrian yang bagus,

sebagai perkerasan. Batu kerikil memiliki beberapa keuntungan di luar bahan-

bahan permukaan untuk pedestrian. Batu kerikil untuk pedestrian relatif murah,

sederhana untuk dipasang, dan mudah untuk dipelihara. Batu kerikil mengering

dengan cepat. Baik pada waktu hujan atau ada siraman air akan menggenang,

dengan kata lain, batu kerikil mempunyai permukaan yang tidak nyaman dan

lambat.

Terdapat tiga kriteria yang mempengaruhi pemilihan perkerasan, yaitu

(Steven, 1991 dalam Kodariyah, 2004) :

1. Kegunaan

Hal yang pertama dipikirkan adalah kegunaan dari dibuatnya perkerasan baik

untuk jalan kendaraan, pedestrian ataupun patio. Ketiga hal ini dapat

diakomodasi sesuai dengan kondisinya, dapat dilihat sebagai tiga hal yang

terpisah dari teknik konstruksi dan bahan permukaan yang berbeda.

Permukaan dari bahan perkerasan juga berpengaruh pada tujuan penggunaan

Page 14: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · satu tempat dengan tempat yang lain, pembatas jarak antara massa bangunan dan pelembut arsitektur bangunan. Lebih lanjut Simonds (1983)

20

area, tekstur perkerasan penting untuk pejalan kaki, juga mempunyai dampak

pada kecepatan pergerakan. Perkerasan dengan tekstur yang tidak licin, lebih

digemari karena dapat menjamin keamanan pejalan kaki, biasanya dipakai di

area sekitar display elemen air, atau tempat berbahaya. Perkerasan dengan

tekstur yang lebih kasar dipakai di tepian sungai atau pada jalur dengan

kemiringan cukup tajam.

2. Estetika

Pedestrian yang dibuat dengan mengikuti tema yang sangat sederhana atau

sebaliknya dapat dibuat dengan sangat rumit dengan tujuan untuk menarik

perhatian. Kombinasi yang dirancang secara cermat terutama menyangkut

perubahan warna dan tekstur sangat membantu dalam menciptakan kesan

kontras, variasi dan juga skala yang diinginkan. Mengenali keragaman jenis

material berikut variasi tekstur dan warnanya sangat perlu mengingat untuk

area yang luas, agar tidak terkesan monoton, dapat pula dipilih tema yang

berbeda untuk masing-masing bagian tapak.

3. Biaya

Pemilihan material juga tergantung pada biaya yang akan dikeluarkan, jumlah

tenaga manusia yang tinggi dibutuhkan dalam pemasangan bata, batu dan

perkerasan pracetak, mengakibatkan biaya untuk jenis perkerasan ini menjadi

tinggi. Penggunaan pola yang sulit dan keterbatasan tenaga kerja terlatih bisa

menambah rumit masalah pembiayaan selanjutnya.

Menurut Reisig (1995) dalam Kodariyah (2004), area perkerasan dapat

mempunyai dampak lingkungan yang berarti, karena perkerasan dapat

mengganggu keseimbangan dari sistem air. Untuk tapak-tapak dimana banyak

menggunakan tanaman, maka pemilihan perkerasan dianjurkan agar memper-

timbangkan tingkat porositasnya, agar air dapat merembes masuk mencapai ke

akar tanaman. Apabila dipilih perkerasan yang tidak poros, maka dianjurkan agar

di sekeliling tanaman diberi ruang 1 m2 untuk menjamin perolehan air dari tapak

sekitarnya.

Page 15: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · satu tempat dengan tempat yang lain, pembatas jarak antara massa bangunan dan pelembut arsitektur bangunan. Lebih lanjut Simonds (1983)

21

2.3. Persepsi dan Preferensi

Persepsi adalah suatu gambaran, pengertian serta interpretasi seseorang

mengenai suatu objek, terutama bagaimana orang tersebut menghubungkan

informasi ini dengan dirinya dan lingkungan dimana ia berada (Porteous, 1977).

Menurut Allport (1962), persepsi seseorang terhadap lingkungan tergantung

kepada seberapa jauh suatu objek membuat arti terhadap dirinya. Persepsi juga

melibatkan derajat pengertian kesadaran, suatu arti, atau suatu penghargaan

terhadap objek tersebut. Menurut Lime dan Stanley (1971) persepsi berhubungan

dengan suatu proses dimana individu menerima informasi dari lingkungan sosial

ataupun fisik, kemudian menafsirkan dalam pengalaman dan sikapnya. Persepsi

bukanlah proses yang pasif tetapi proses yang aktif dari suatu interaksi antara

seseorang dengan lingkungannya, dan merupakan suatu pencapaian (Hilgard,

1978).

Persepsi masyarakat menurut Porteous (1977) dipengaruhi oleh faktor

internal dan eksternal. Faktor internal adalah nilai-nilai dari dalam diri dipadukan

dengan hal-hal yang ditangkap panca indera pada proses melihat, merasakan,

mencium aroma, mendengar, dan meraba. Faktor-faktor tersebut kemudian

dikombinasikan dengan faktor eksternal, yaitu keadaan lingkungan fisik dan

sosial, yang kemudian menjadi suatu respon dalam bentuk tindakan. Menurut

Brockman dan Merriem (1973), faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi adalah

jenis kelamin dan umur, latar belakang kebudayaan, pendidikan, pekerjaan,

asal/tempat tinggal, status ekonomi, waktu luang, dan kemampuan fisik dan

intelektual. Menurut Grilick dalam Porteous (1977), semakin tinggi pendidikan

seseorang, maka persepsinya akan semakin baik. Sedang menurut Tood (1987),

persepsi seseorang akan ruang tergantung pada ukuran usia dan latar belakang

budaya, suasana pikiran, pengalaman-pengalaman masa lalu dan pengharapan-

pengharapannya.

Proses yang melandasi persepsi menurut Boedojo, et al. (1986) berawal dari

adanya informasi dari lingkungan. Tidak semua informasi diterima dan disadari

oleh individu, melainkan diseleksi berdasarkan orientasi nilai yang dimilikinya

dan juga pengalaman pribadi (Gambar 3). Kekurangan yang melekat pada

informasi, begitupun bagian-bagian yang kabur, dilengkapi sendiri oleh individu,

Page 16: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · satu tempat dengan tempat yang lain, pembatas jarak antara massa bangunan dan pelembut arsitektur bangunan. Lebih lanjut Simonds (1983)

22

INFORMASI

ORIENTASI NILAI BUDAYA DAN PENGALAMAN

PERSEPSI

SELEKSI INTERPRETASI PENGUKUHAN PEMBULATAN SUBYEKTIF

baik melalui imajinasi maupun pikiran dan nalar untuk memperoleh suatu

keutuhan dan kebulatan yang bermakna. Keseluruhan informasi yang telah

membulat menjadi sesuatu yang utuh, kemudian diberi tafsiran (interpretasi,

makna) antara lain atas dasar orientasi nilai dan pengalaman pribadi individu.

Keluaran keseluruhan proses ini ialah penghayatan. Antara seleksi, pembulatan

dan tafsiran terjadi hubungan ketergantungan, namun ciri khas individualnya

diperoleh dari orientasi nilai dan pengalaman pribadi.

Preferensi adalah kecenderungan untuk memilih sesuatu yang lebih disukai

daripada yang lain. Menurut Porteous (1977), studi perilaku individu dapat

digunakan oleh ahli lingkungan dan para desainer untuk menilai keinginan

pengguna (user) terhadap suatu objek yang akan direncanakan. Dengan melihat

preferensi dapat memberikan masukan bagi bentuk partisipasi dalam proses

perencanaan.

Gambar 3 Proses persepsi (Boedojo, et al., 1986). Porteous (1977) menyatakan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara

preferensi dan sikap. Sikap selalu melibatkan preferensi yang merupakan

komponen yang mempengaruhi sikap. Preferensi juga dihubungkan dengan

kepuasan akibat dari penilaian persepsi yang berulang-ulang.

2.4. Kenyamanan Lanskap

Menurut Marsh (1991), kenyamanan dapat dibentuk melalui 2 hal, yaitu

kenyamanan klimatik dan kenyamanan visual. Kenyamanan klimatik

dihubungkan dengan kesesuaian faktor-faktor iklim mikro dalam mempengaruhi

temperatur kulit dan persepsi manusia terhadap panas dan dingin, yaitu radiasi

Page 17: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · satu tempat dengan tempat yang lain, pembatas jarak antara massa bangunan dan pelembut arsitektur bangunan. Lebih lanjut Simonds (1983)

23

matahari, temperatur udara, angin dan kelembaban. Sedangkan kenyamanan

visual dihubungkan dengan kesesuaian pemandangan yang ditangkap oleh mata

pengamat terhadap lingkungannya melalui persepsi dan preferensi. Kedua bentuk

kenyamanan di atas pada suatu lingkungan tidak dapat terbentuk secara spontan,

melainkan merupakan interaksi antara objek-objek dalam lanskap dan elemen

klimatik. Apabila terbentuk keselarasan dan keseimbangan antara-antara faktor-

faktor tersebut, maka kenyamanan lingkungan dapat terciptakan.

Faktor lain yang sering ditambahkan sebagai penunjang kenyamanan yaitu

kenyamanan fisik. Kenyamanan fisik berkaitan erat dengan kesesuaian bentuk dan

disain objek atau elemen-elemen yang dibangun terhadap lingkungan sekitarnya,

misalnya kesesuaian bangku taman, lampu-lampu taman, pedestrian, papan

reklame dan infrastruktur lainnya. Kenyamanan fisik ini sering dikaitkan dengan

konsep “ergonomis”, yaitu objek atau stuktur yang dibangun secara dimensional

dan strukturalnya mengikuti lekuk tubuh manusia penggunanya. Hal ini

dimaksudkan agar objek atau struktur yang dibangun dapat optimal dan nyaman

untuk digunakan oleh penggunanya.

2.4.1. Kenyamanan Klimatik

Faktor-faktor iklim mikro yang mempengaruhi kenyamanan manusia adalah

suhu, radiasi matahari, kelembaban nisbi dan angin. Kenyamanan menurut Albert

dalam Hakim (1991) adalah kenikmatan atau kepuasan di dalam melaksanakan

aktivitasnya. Menurut Tood (1987), seseorang yang terbiasa dengan iklim tropis

akan merasa nyaman pada suatu zona yang beberapa derajat lebih hangat dari

suhu efektif maksimum yang secara nyaman dialami seseorang dari Inggris.

Menurut Laurie (1986), standar kelembaban bagi kenyamanan manusia dalam

beraktivitas berkisar antara 40% - 70%, dengan temperatur antara 150C – 270C.

Sehingga pada kisaran itu disebut sebagai comfort zone atau zona kenyamanan,

yaitu zona atau kisaran dimana temperatur/suhu dan kombinasinya dengan

kelembaban, seusai dengan kenyamanan manusia.

Kenyamanan manusia bergantung pada faktor yang berdampak pada

temperatur kulit dan persepsi terhadap panas dan dingin. Temperatur optimal bagi

tubuh manusia yaitu 37 0C. Perpindahan energi ini pada saat kondisi ekstrim dapat

Page 18: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · satu tempat dengan tempat yang lain, pembatas jarak antara massa bangunan dan pelembut arsitektur bangunan. Lebih lanjut Simonds (1983)

24

menciptakan sengatan radiasi atau hipotermia. Tubuh menetralkan panas lewat

metabolisme, oleh karena itu panas harus dieliminasi.

Panas dieleiminasi tubuh melalui: radiasi, konveksi dan evaporasi. Energi

panas diradiasikan oleh manusia ke lingkungannya. Terdapat dua cara perubahan

radiasi, yaitu jika lingkungan lebih dingin daripada tubuh, radiasi akan hilang dari

tubuh dan kondisi dingin akan tercipta. Kedua, jika lingkungan lebih panas maka

radiasi akan menuju pada tubuh. Panas juga berpindah melalui konveksi, jika

udara lebih dingin daripada kulit atau pakaian, transport konvektif panas akan

menuju udara. Pendinginan evaporatif yaitu hilangnya panas melalui proses

pernafasan dan kontak dengan udara. Penurunan kelembaban dan meningkatnya

kecepatan angin akan meningkatakan pendinginan evaporatif.

Pepohonan, semak dan rumput menyamankan temperatur udara pada

lingkungan perkotaan melalui kontrol radiasi. Dedauanan menerima,

memantulkan, menyerap dan mentransimisikan radiasi. Efektifitasnya bergantung

pada kerapatan dan bentuk daun serta pola percabangan. Pepohonan dan vegetasi

lainnya juga berfungsi memberikan kenyamanan melalui proses evapo-transpirasi.

Alasan utama mempertimbangkan iklim mikro di dalam disain lanskap

adalah untuk menciptakan habitat yang nyaman bagi manusia. Terutamanya,

sebuah lanskap tidak akan dipakai oleh manusia apabila tidak mendukung sebuah

lingkungan yang nyaman secara termal (Brown and Gillespie, 1995). Aliran

energi yang menuju dan keluar dari seseorang dapat dinilai dan keseimbangan

yang dihasilkan dapat diestimasi bagaimana kenyamanan seseorang dalam sebuah

iklim mikro tertentu. Tujuan dari perencanaan yaitu menciptakan lanskap yang

berinteraksi dengan atmosfer menghasilkan iklim mikro, dimana manusia

memiliki keseimbangan budget energi mendekati nol (tidak kepanasan dan

kedinginan).

2.4.2. Kenyamanan Fisik

Kenyamanan pengguna dalam beraktivitas di ruang lanskap tidak terlepas

oleh kenyamanan fisik ruang itu sendiri. Kenyamanan fisik muncul karena

fasilitas-fasilitas atau struktur yang dibangun di dalam ruang tersebut, termasuk

faktor tanaman. Kelengkapan fasilitas atau struktur tersebut tergantung ruang

lanskapnya, misalnya pada lanskap jalan, fasilitas yang melengkapinya antara

Page 19: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · satu tempat dengan tempat yang lain, pembatas jarak antara massa bangunan dan pelembut arsitektur bangunan. Lebih lanjut Simonds (1983)

25

lain: jalur pedestrian, halte dan tempat tunggu, rambu-rambu jalan, papan iklan

dan street furniture lainnya. Sedangkan pada lanskap taman, fasilitas penunjang

kenyamanan fisik antara lain: jogging track, bangku dan meja taman, lampu

taman, badan-badan air buatan (seperti air mancur, kolam, danau atau situ buatan),

shelter, playground untuk anak-anak dan lainnya.

Fasilitas atau struktur bangunan yang dibuat tersebut harus mengikuti

standar-standar dimensi manusia penggunanya. Kenyamanan fisik ini sering

dikaitkan dengan konsep “ergonomis”, yaitu objek atau stuktur yang dibangun

secara dimensional dan strukturalnya mengikuti lekuk tubuh manusia

penggunanya. Hal ini dimaksudkan agar objek atau struktur yang dibangun dapat

optimal dan nyaman untuk digunakan oleh penggunanya.

Sebagai contoh pada lanskap jalan, fasilitas atau struktur bangunan yang

dibuat harus sesuai dengan dimensi manusia penggunanya, seperti lebar jalur

pedestrian disesuaikan volume pengguna (rendah, sedang, tinggi) dan karakter

penggunaannya (berjalan di tempat umum, berjalan di tempat belanja, berjalan

normal atau berjalan santai). Selain dimensi/ukuran pedestrian juga perlu

diperhatikan mengenai bahan perkerasannya, disain dan pola, sudut kemiringan

dan lainnya. Sehingga fasilitas atau struktur jalur pedestrian tersebut secara

fungsional mampu mengakomodasikan pergerakan pengguna secara nyaman. Hal

ini juga berlaku pada fasilitas/struktur atau street furniture lainnya pada lanskap

jalan tersebut, halte dibangun berdasarkan potensi volume pengguna yang akan

menggunakannya, standar ergonomi manusia yang nyaman untuk duduk,

kesesuaian peletakan pada konsentrasi pengguna. Rambu-rambu jalan, papan

petunjuk, papan iklan dibuat sesuai dengan sudut ketinggian dan jarak pandang

mata, dimensi dan disainnya tidak mengganggu pemandangan dan standar teknis

lainnya.

Salah satu objek lanskap lain yang memiliki pengaruh besar dalam

membentuk kenyamanan fisk melalui modifikasi iklim mikro, yaitu vegetasi.

Vegetasi memiliki peranan besar dalam memodifikasi elemen-elemen iklim mikro

dalam lingkungan, baik radiasi matahari, temperatur udara, angin dan

kelembaban. Vegetasi baik secara individu atau soliter maupun dalam suatu

konfigurasi memiliki nilai penting di dalam menciptakan kenyamanan.

Page 20: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · satu tempat dengan tempat yang lain, pembatas jarak antara massa bangunan dan pelembut arsitektur bangunan. Lebih lanjut Simonds (1983)

26

Konfigurasi pohon-pohon menciptakan naungan, keindahan dan keuntungan-

keuntungan lainnya.

2.4.3. Kenyamanan Visual

Kenyamanan visual dihubungkan dengan kesesuaian pemandangan yang

ditangkap oleh mata pengamat terhadap lingkungannya melalui persepsi dan

preferensi. Pohon dan semak baik secara individu maupun kelompok dapat

membentuk keindahan pada seluruh susunan. Keindahan dapat muncul dari garis,

bentuk, warna dan tekstur yang tampak. Pepohonan dan semak membingkai

pemandangan, memperhalus garis-garis arsitektural, meningkatkan dan meleng-

kapi elemen-elemen arsitektural, menyatukan elemen-elemen yang beragam dan

menciptakan suasana alami.

Sedang keindahan menurut Hakim (1991) merupakan hal yang perlu

diperhatikan sekali dalam hal penciptaan kenyamanan karena hal tersebut dapat

mencakup masalah kepuasan batin dan panca indera. Pemandangan sebagian

besar didasarkan pada estetika (buatan manusia), tetapi pada beberapa hal juga

berhubungan dengan konservasi dan preservasi. Pemandangan yang merupakan

suatu karya seni dalam lanskap (karya seni alam) lebih bersifat artifisial, yang

memandang alam bukan sebagai suatu totalitas tetapi hanya memandang sebagian

atau relatif jarang memperhatikan. Bentuk pengartikulasian lingkungan oleh

seseorang dilakukan melalui hubungan langsung dengan alam dan selalu

mengobservasinya.

Persepsi kita merupakan dasar utama bagi fungsi penglihatan. Perwujudan

ruang atau spasial dicapai melalui jarak pada elemen yang terhalang oleh

pandangan. Perwujudan ruang dicapai melalui tekstur dan naungan. Pepohonan

dan semak membentuk dinding dan kanopi pada lanskap dan bersama dengan

komponen arsitektural lainnya dapat digunakan untuk mendekatkan, mengisi,

membingkai, mengubungkan, memperluas, mengurangi dan mengartikulasi ruang

eksterior.

Perilaku estetika manusia tergantung pada tingkat ketidaktertarikan dan

jarak konsepsi yang diartikan dalam asumsi-asumsi terhadap objek. Tindakan ini

dibagi menjadi model objek, model lanskap atau pemandangan, dan model

lingkungan. Bentuk dari tindakan tersebut akan mempengaruhi penilaian

Page 21: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · satu tempat dengan tempat yang lain, pembatas jarak antara massa bangunan dan pelembut arsitektur bangunan. Lebih lanjut Simonds (1983)

27

seseorang terhadap karya seni hubungannya dengan lanskap, sejauh mana orang

tersebut mampu mengidentifikasi dan mengklasifikasikan gaya-gaya alam yang

diterimanya termasuk model atau objek (baik artifisial atau alami). Manusia

membuat objek menjadi sebuah karya seni (alam), yang merupakan wujud

metafora alam, objek atau model lanskap, unit, totalitas terbatas atau karya

spasial, dimana seseorang bergerak.

Daniel dan Booster (1976) mengungkapkan bahwa, sentimen dan

pernyataan-pernyataan publik yang memerlukan pertimbangan estetika dan

konsekuensi tak terukur lainnya terhadap tata guna lahan publik harus

dipertimbangkan. Keindahan pemandangan lanskap adalah salah satu sumberdaya

alami yang paling penting. Dari beberapa sumberdaya yang kita pakai,

dipreservasi dan dicoba untuk dikembangkan, keindahan pemandangan (scenic

beauty) telah terbukti merupakan sumberdaya yang paling sulit untuk dihitung

dengan objektif secara ilmiah. Hal ini disebabkan karena keindahan hanya secara

parsial didefinisikan oleh karakteristik lingkungan dan tergantung pada penilaian

manusia.

2.5. Pendugaan Keindahan Pemandangan

Menurut Daniel dan Booster (1976), keindahan pemandangan lanskap

merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat penting walaupun secara

obyektif keindahan pemandangan sulit untuk diukur. Namun pendekatan yang

bisa mendukungnya bahwa keindahan pemandangan lanskap tidak hanya

ditentukan oleh karakteristik lingkungan dan kekayaan lanskapnya saja namun

sebagian besar ditentukan oleh penilaian manusia.

Lebih lanjut Daniel dan Booster (1976) juga mengemukakan, bahwa

pendugaan keindahan dapat menggunakan metode pengukuran keindahan

pemandangan (scenic beauty) yang ditentukan oleh penilaian responden sebagai

persepsi manusia terhadap suatu lanskap. Menurut Dharmawandhani (1997),

penilaian responden sebagai pengguna tapak merupakan partisipasi dari

masyarakat umum untuk memberikan tanggapan kepada perencana (planner),

karena pendapat dari responden sebagai masyarakat umum digunakan dalam

pembentukan kebijaksanaan atau keputusan dalam perencanaan suatu lingkungan.

Page 22: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · satu tempat dengan tempat yang lain, pembatas jarak antara massa bangunan dan pelembut arsitektur bangunan. Lebih lanjut Simonds (1983)

28

Scenic Beauty Estimation (SBE) merupakan metode yang menyediakan

ukuran secara kuantitatif dari suatu hal yang disukai keindahannya terhadap

alternatif sistem manajemen lanskap alam. SBE menunjukkan arti keefektifan dan

keobjektifan dari keputusan scenic beauty dari lanskap alam secara umum dan

juga menduga konsekuensi keindahan dari alternatif tata guna lahan. Scenic

beauty diartikan sebagai keindahan alami, estetik lanskap atau sumber

pemandangan untuk memecahkan kemonotonan (Daniel dan Booster, 1976).