II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terkait Pengukuran koefisien absorpsi bunyi pada serbuk gergaji kayu nyantoh sebagai bahan peredam oleh (Kurnia, 2014). Melakukan penelitian untuk memperoleh nilai koefisien absorbsi bunyi pada papan partikel dari bahan campuran serbuk gergajian kayu nyatoh dan tepung kanji dengan variasi ukuran butir. Papan partikel dibuat dengan komposisi 50 g serbuk gergaji dan 50 g tepung kanji. Papan partikel dibuat dengan rapat massa (ρ) = 0,62 x 103 kg.−3 . Koefisien absorbsi bunyi diukur dengan menggunakan sound level meter, intensitas bunyi yang diukur antara lain intensitas bunyi yang datang, intensitas yang dipantulkan dan intensitas yang ditransmisikan. Intensitas absorbsi didapat dengan mengurangkan intensitas awal dengan intensitas transmisi dan intensitas refleksi. Data yang diperoleh dibuat grafik dan dianalisis. Diperoleh hasil bahwa papan partikel yang terbuat dari campuran serbuk gergajian kayu nyatoh dan tepung kanji dengan komposisi 1:1 (sampel 3) adalah papan partikel terbaik sebagai bahan absorbsi bunyi pada penelitian ini. Papan partikel mempunyai sifat fisis: koefisien absorbsi 0,15−1 , intensitas refleksi 1,5 dB, intensitas absorbsi 29,45 dB dan efisiensi absorbsi 29,42%. Jika frekuensi gelombang bunyi yang datang sama dengan frekuensi dari papan partikel maka akan terjadi interferensi saling menguatkan sehingga terjadi
36
Embed
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terkaitdigilib.unila.ac.id/21137/16/BAB II.pdfberkelanjutan di ruang dengung yang ditingkatkan. Saat ini penggunaan bahan-bahan tersebut menjadi
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
6
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Penelitian Terkait
Pengukuran koefisien absorpsi bunyi pada serbuk gergaji kayu nyantoh sebagai
bahan peredam oleh (Kurnia, 2014). Melakukan penelitian untuk memperoleh
nilai koefisien absorbsi bunyi pada papan partikel dari bahan campuran serbuk
gergajian kayu nyatoh dan tepung kanji dengan variasi ukuran butir. Papan
partikel dibuat dengan komposisi 50 g serbuk gergaji dan 50 g tepung kanji. Papan
partikel dibuat dengan rapat massa (ρ) = 0,62 x 103 kg.𝑚−3. Koefisien absorbsi
bunyi diukur dengan menggunakan sound level meter, intensitas bunyi yang
diukur antara lain intensitas bunyi yang datang, intensitas yang dipantulkan dan
intensitas yang ditransmisikan. Intensitas absorbsi didapat dengan mengurangkan
intensitas awal dengan intensitas transmisi dan intensitas refleksi. Data yang
diperoleh dibuat grafik dan dianalisis. Diperoleh hasil bahwa papan partikel yang
terbuat dari campuran serbuk gergajian kayu nyatoh dan tepung kanji dengan
komposisi 1:1 (sampel 3) adalah papan partikel terbaik sebagai bahan absorbsi
bunyi pada penelitian ini. Papan partikel mempunyai sifat fisis: koefisien absorbsi
0,15𝑐𝑚−1, intensitas refleksi 1,5 dB, intensitas absorbsi 29,45 dB dan efisiensi
absorbsi 29,42%.
Jika frekuensi gelombang bunyi yang datang sama dengan frekuensi dari papan
partikel maka akan terjadi interferensi saling menguatkan sehingga terjadi
7
absorbsi bunyi yang rendah. Sebaliknya jika frekuensi gelombang bunyi yang
datang tidak sama dengan frekuensi dari papan partikel maka akan terjadi
pelemahan terhadap gelombang bunyi yang datang, hal ini yang menyebabkan
koefisien absorbsi bunyi menjadi tinggi. Hasil uji statistik terhadap semua sampel
memperlihatkan bahwa sampel 3 mempunyai nilai koefisien absorbsi rata-rata
yang tertinggi (0,15 𝑐𝑚−1). Gambar 1 menunjukan presensi efisiensi absorpsi
setiap sampel.
Gambar 1. Grafik Persentase Efisiensi Absorbsi Setiap Sampel
Penelitian pengukuran koefisien absorbsi bunyi menggunakan sound level meter
juga dilakukan oleh (Krisman, 2012) yang berjudul pengukuran absorbsi bunyi
dari limbah batang kelapa sawit. Metode yang digunakan adalah tabung impedansi
yang terbuat dari akrilik. Dari penelitian yang dilakukan didapatkan hasil pada
keseluruhan sampel sebagai berikut (Gambar 2)
8
Gambar 2. Perbandingan koefisien Absorpsi Bunyi Terhadap Ketebalan dari
Keseluruhan Sampel
Dari (Gambar 2) menunjukan bahwa pada frekuensi rendah (125-500 Hz) ada
pengaruh ketebalan terhadap koefisien absorpsi bunyi. Nilai koefisien absorpsi
bunyi dari sampel pada frekuensi rendah (125-500 Hz) cukup kecil dibandingkan
pada frekuensi tinggi. Koefisien absorbsi bunyi meningkat seiring meningkatnya
frekuensi. Hasil penelitian pada frekuensi 125-500 Hz menunjukan bahwa
koefisien penyerapan suara sampel dipengaruhi ketebalan sampel. Koefisien suara
dari sampel meningkatkan ketebalan sampel diperbesar.
Penelitian selanjutnya pengukuran karakteristik akustik ampas singkong sebagai
bahan penyerap bunyi dengan metode tabung impedansi dua mikrofon oleh
(Niken, 2009). Karakteristik akustik dari limbah industri ampas singkong telah
ditentukan dengan metode tabung impedansi dua mikrofon. Sampel dengan
ketebalan yang berbeda dari bahan limbah ampas singkong tanpa backing plate,
dengan backing plate, serta dengan backing plate dan penambahan air cavity diuji
koefisien absorpsinya. Metode yang digunakan untuk perhitungan koefisien
absorbsi menggunakan peralatan uji sampel dari Bruel dan Kjer (B & K) berikut
setting peralatan (Gambar 3).
9
Gambar 3. Setting peralatan metode dua rongga
Hasil penelitian berupa grafik langsung ditampilkan pada komputer dengan
menggunakan software Soft Pulse System Type 7700 versi 6.1 Sound and
Vibration dan Material Testing Measurement. Berikut hasil yang didapatkan :
Gambar 4. Koefisien absorpsi pada ampas singkong dengan penambahan Backing
Plate dan air cavity pada sampel N3front
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bertambahnya ketebalan sampel tidak
menghasilkan pengaruh secara langsung terhadap peningkatan koefisien absorpsi
bunyi. Sedangkan penambahan backing plate dan air cavity dapat menyebabkan
meningkatnya koefisien absorpsi dan menggesernya ke frekuensi yang lebih
10
rendah. Peningkatan koefisien absorpsi bunyi. Sedangkan penambahan backing
plate dan air cavity dapat menyebabkan meningkatnya koefisien absorpsi dan
menggesernya ke frekuensi yang lebih rendah.
Adapun teknik untuk penyerapan suara yang dilakukan oleh (Angelo, Anna) yaitu
pengukuran koefisien penyerapan suara dengan teknik intensitas suara baru.
Penelitian ini mengkaji teknik pengukuran yang terbaru dari sifat penyerapan
suara bahan, berdasarkan pengukuran intensitas aktif dan kepadatan energi suara.
Hal ini memungkinkan seseorang untuk mengukur koefisien penyerapan dengan
band eksitasi lebar, menggunakan pita frekuensi lebar dan untuk membuat
pengukuran baik di dalam tabung atau disana. Teknik intensitas dibandingkan
Transfer Metode Fungsi (sebagaimana didefinisikan dalam standar ASTM E-
1050), melalui studi teoritis lengkap dan validasi eksperimental besar. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa metode baru setidaknya sama akurat dan dapat
diandalkan sebagai standar ASTM E 1050. Pengukuran inijuga memiliki banyak
keuntungan lebih cepat, lebih mudah, langsung menghasilkan hasil dalam 13
atau 1 band oktaf, dapat diimplementasikan dengan portable, instrumentasi murah.
Selanjutnya penelitian disain peredam suara berbahan dasar sabut kelapa dan
pengukuran koefisien penyerapan bunyinya oleh (Khuriyawati, 2006). Telah
dilakukan penelitian mengenai penyerapan gelombang bunyi oleh peredam suara
berbahan dasar material penyusun sabut kelapa. Peredam suara dibuat dengan
komposisi dasar yang berbeda. Dibuat 12 sampel yang terdiri dari 1 sampel sabut
kelapa alami dan 11 sampel dari serat dan daging sabut kelapa dengan komposisi
tertentu. Dari 12 sampel diambil 10 sampel untuk diuji. Koefisien penyerapan
11
diukur dengan metode tabung impedansi dua mikrofon dengan standarisasi ASTM
E-1050:1990. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sabut kelapa memenuhi
persyaratan untuk peredam suara sesuai ISO 11654, yaitu dengan aw di atas 0,15.
aw sampel yang dibuat adalah A:0,30, B:0,44, C:0,27, D:0,44, E:0,51, F:0,44, G
:0,47, H:0,49, I:0,31, J:0,41. Sehingga sampel A, B,D,E,F,G,H,I dan J dapat
diklasifikasikan dalam peredam suara kelas-D sedangkan sampel C dalam kelas-
E. Peredam suara yang dibuat mutunya juga sudah sebanding dengan produk yang
ada di pasaran. Komposisi yang paling baik untuk peredam adalah campuran serat
dan daging sabut. Peningkatan komposisi serat pada campuran dapat
meningkatakan puncak penyerapan. Pemberian rongga udara antara sampel dan
dinding meningkatkan penyerapan. Peningkatan Massa Jenis sampel yang
dihasilkan dari bahan dengan berat komposisi yang sama dan jenis perekat yang
sama menyebabkan kenaikan penyerapan pada frekuensi rendah.
Kemudian penyerapan suara menggunakan sekam padi pada penelitian (Mahzam,
2009) yaitu penyeledikan penyerapan suara terhadap sekampadi yang diperkuat
komposit. Pada penelitianya mengkaji pemanfaatan limbah sekam padi sebagai
elemen potensial untuk bahan penyerapan suara sekam padi diperkuat komposit.
Sekam padi awalnya dibersihkan dan kering pada suhu kamar (25ºC - 30ºC).
Sekam padi yang kering kemudian dicampur dengan Polyurethane (PU) busa
sebagai pengikat untuk menghasilkan sekam padidiperkuatkomposit. Enam
sampel yang berbeda telah diproduksi sesuai dengan persentase sekam padi.
Spesimen diuji dengan menggunakan tabung impedansi. Hasilnya, menemukan
bahwa persentase terbaik sekam padi diperoleh pada 25%. Koefisien penyerapan
suara yang diperoleh menunjukkan bahwa campuran menghasilkan performa
12
terbaik di daerah frekuensi rendah. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa
sekam padi diperkuat komposit memiliki koefisien suara yang lebih baik
dibandingkan dengan bahan alami lainnya, maka menjanjikan potensi besar untuk
komersialisasi.
Penelitian selanjutnya oleh (D’Alessandroa, Pispolab, 2005) yaitu sifat
penyerapan suara pengukuran koefisien penyerapan suara bahan berserat
berkelanjutan di ruang dengung yang ditingkatkan. Saat ini penggunaan bahan-
bahan tersebut menjadi lebih luas untuk berbagai aplikasi, yang ekologis,
biodegradable dan terbarukan: mereka berbeda dari bahan berserat tradisional,
seperti batu atau kaca wol, toksisitas yang sangat rendah dan efek polusi. Bahan-
bahan ini dapat digunakan dalam banyak cara: mitigasi kebisingan dan bangunan
koreksi akustik yang pasti salah satu yang paling penting. Suara menyerap lapisan
terbuat dari serat alami dan bahan baku daur ulang telah diuji di ruang gema dari
Akustik Laboratorium Universitas Perugia sesuai dengan standar ISO 354, dalam
rangka untuk mengukur penyerapan suara properti dan membuat perbandingan
dengan peredam suara tradisional berserat. Sebuah optimalisasi karakteristik
ruang gema telah juga dilakukan. Baik bidang suara difusivitas dalam ruangan
merupakan persyaratan mendasar untuk akurasi pengukuran. Di antara parameter
yang terutama mempengaruhi ruang difusivitas adalah bentuk ruang dan sampel
disposisi dalam ruangan. Untuk mendapatkan nilai yang akurat dari koefisien
penyerapan suara, tindakan spesifik yang diadopsi. Spesimen uji ditempatkan di
lantai dengan tepi nonparallel ke dinding ruangan. Sebuah penutupan sebagian
sudut ruangan yang lebih rendah dengan menyerap dan memantulkan diffusers
dan diffusers pesawat ditangguhkan juga diuji, mendapatkan peningkatan yang
13
signifikan dari hasil. Kinerja diukur dari bahan yang diuji tampaknya sepenuhnya
sebanding dengan mineral serat wol: karena dampak yang rendah pada lingkungan
dan kesehatan manusia mereka dapat dilihat sebagai alternatif yang valid untuk
bahan konvensional.
Selanjutnya penelitian (Seddeq, 2009) tentang faktor yang mempengaruhi kinerja
akustik penyerapan suara pada bahan. Hasil penelitian menunjukkan hubungan
antara penyerapan suara dan ketahanan aliran udara, bahan ketebalan, celah udara
dan film tipis. Resistensi aliran udara yang lebih tinggi selalu memberikan
penyerapan suara yang lebih baik tetapi untuk ketahanan aliran udara lebih tinggi
dari 1000 penyerapan suara memiliki nilai kurang karena gerakan kesulitan
gelombang suara melalui bahan. Penciptaan celah udara, 5mm, 10mm balik bahan
serap meningkatkan nilai koefisien penyerapan suara pada pertengahan dan lebih
tinggi frekuensi. Tidak ada banyak perbedaan yang terlihat antara 5 mm
sampelcelah udara dan 10 mm celah udara sampel. Selain itu, puncak maxima
untuk celah udara yang berbeda berbeda (lebih tinggi kesenjangan jarak udara,
maxima pergeseran puncak ke arah frekuensi yang lebih rendah). Penelitian
selanjutnya (Joo Na, 2007) tentang koefisien penyerapan suara kain micro-serat
dengan gema metode ruangan. Pada penelitian ini Young Joo Na dkk menguji
koefisien penyerapan suara lima microfiber kain dan satu serat kain biasa oleh
Metode ruang gema. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyerapan suara
mikro-serat kain adalah lebih tinggi dari kain konvensional dengan ketebalan yang
sama atau berat, dan micro-fiber kain Struktur ditemukan menjadi penting untuk
mengendalikan penyerapan suara menurut suara frekuensi. Kepadatan Fabric
ditemukan memiliki Efek lebih dari ketebalan kain atau berat pada suara
14
penyerapan, dan Koefisien Noise Reduction meningkatkan nilai tertinggi dengan
kepadatan kain sekitar 0,14 g/𝑐𝑚3, dan menurun setelahnya.
B. Teori Dasar
a. Bunyi
a.1 Gelombang Bunyi
Gelombang bunyi merupakan gelombang longitudinal yang terjadi karena energy
membuat (partikel) udara merapat dan merenggang, dengan cara ini pula energy
dirambatkan keseluruh ruang. Jika partikel udara tidak ada atau anda berada
dalam ruang vakum seperti diluar angkasa, suara anda tidak akan menjalar dan
tidak terdengan rekan astronot karena tidak ada medium yang merambatkan
energinya, maka untuk komunikasi di luar angkasa mereka tidak menggunakan
gelombang suara namun menggunakan gelombang elektromanegtik yang tidak
memerlukan medium untuk menjalar.
Ketika anda berbicara, maka energy dari getaran dari pita suara anda diperkuat
didalam diaghframa anda kemudian diteruskan ke udara dan menyebabkan
molekul udara merapat dan merenggang secara bergantian ke segala arah,
membentuk muka gelombang berbentuk bola yang semakin jauh energinya makin
kecil. Semakin keras anda berteriak energy yang disebarkan dalam bentuk
gelombang semakin besar, dan dapat terdengar semakin jauh pula.
Tidak semua gelombang suara bisa terdengar oleh indera pendengaran kita,
telinga kita hanya mampu mendengar dengan frekuensi 20 Hz hingga 20 KHz,
daerah frekuensi ini disebut daerah pendengaran manusia (audible range),
15
sedangakan dibawah 20 Hz disebut infrasonic, sedangkan suara diatas 20 KHz
disebut ultrasonic.
a.2 Pengaruh Temperatur Pada Kecepatan Bunyi
Kecepatan bunyi selain dipengaruhi oleh modulus Bulk medium ternyata juga
dipengaruhi oleh temperature medium. Untuk melihat gejala ini, perhatikan
kembali definisi modulus Bulk berikut:
𝐾 = −𝑉
∆𝑉∆𝑃…………………………….(2)
Untuk udara , pada umumnya berlaku sifat adiabatic (yaitu sebuah keadaan
dimana tidak ada kalor yang masuk atau keluar dari sistem yang ditinjau)
sehingga berlaku persamaan :
𝑃𝑉𝛾 = 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛………………...………(3)
Pada umumnya, udara dapat dipandang sebagai gas ideal dimana berlaku
persamaan keadaan 𝑃𝑉 = 𝑛𝑅𝑇 , atau bisa dituliskan 𝑃 = (𝜌𝑅𝑇)/𝑀, dengan M
adalah masa molar, sehingga didapatkan persamaan sebagai berikut :
𝐾 =𝜌 .𝑅.𝑇
𝑀𝛾……………………………….(4)
Dari persamaan diatas maka didapatkan persamaan untuk kecepatan gelombang
suara sebagai berikut :
𝑣 = 𝛾 .𝑅.𝑇
𝑀………………...……………..(5)
Kita perhatikan persamaan diatas, ternyata kecepatan suara memang dipengaruhi
juga oleh temperature udara. Namun pada umumnya kita anggap temperatur udara
konstan sehingga kecepatan suara diudara tetap sekitar 340 𝑚/𝑠.
16
a.3 Intensitas Bunyi
Daya per satuan luas disebut dengan intensitas suara I (energy persatuan waktu
persatuan luas). Energi suara ini semakin kecil ketika menjauhi sumber suara
dengan rasio 1/𝑟2 energi sumbernya dengan r jarak pendengar dari sumber.
Kuantitas suara diukur melalui kenyaringanya, secara matematis suatu suara
diukur melalui tingkat intensitas suara 𝛽, dimana :
𝛽 = 10 log(𝐼
𝐼0)……………………..…….(6)
𝐼0adalah itensitas acuan (atau patokan) yang diambil sebagai ambang pendengaran
manusia yaitu 10−12𝑊/𝑚2, Satuan dari tingkat intensitas adalah dB (decibel).
Dalam skala decibel, batas terendah pendengaran kita adalah:
𝛽 = 10. log𝐼0
𝐼0= 10. log 1 = 0 𝑑𝐵……..(7)
Sedangkan menurut satuan frekuensi batas terendah pendengaran kita adalah
20 Hz (Ishaq ,2007).
Intensitas bunyi adalah aliran energi yang dibawa gelombang suara dalam suatu
daerah per satuan luas, intensitas bunyi sangat penting difahami untuk mengetahui
radiasi total dari suatu sumber bunyi dan juga tekanannya. Untuk sebuah
gelombang datar yang semakin menyebar (Plane Progressive Wave) dapat kita
ketahui intensitasnya dengan persamaan berikut:
𝐼 = 𝑃2
𝜌𝑐(𝐽𝑢𝑜𝑙𝑒 𝐽
𝑚2𝑠)…………..……………..(8)
Umumnya refrensi intensitas bunyi menggunakan refrensi intensitas yang
berdasarkan tekanan bunyi 10-12
W/m2
atau 10-16
W/cm2
. Ilustrasi keadaan
intensitas bunyi dapat dilihat pada gambar 5.
17
Gambar 5. Intensitas bunyi (Doelle, 1972)
Analogi intensitas bunyi antara satuan W/m2
dengan dB dapat kita lihat seperti
pada gambar 6.
Gambar 6. Analogi thermometer dengan intensitas bunyi (Doelle, 1972)
Karena intensitas (I) adalah sebuah fungsi dari tekanan persegi (𝑃2), kita dapat
mengembangkan sebuah persamaan untuk tingkat tekanan bunyi (Sound pressure
Level)/SPL sebagai berikut:
𝑆𝑃𝐿 = 10 log𝑝1
2
𝑝02 𝑑𝐵 …………..………..(9)
atau:
𝑆𝑃𝐿 = 20 log𝑝1
𝑝0 (𝑑𝐵)………………….(10)
Dimana:
18
P0
= tekanan refrensi sebagai tekanan bunyi yang mampu didengar pada sebuah
frekuensi 1000 Hz. Untuk sistim Internasional (SI) Po
10-12
W/m2
atau 10-16
W/cm2
.
P1
= tekanan kerja
Selama daya bunyi (Sound Power Level)/PWL adalah sebuah ukuran total radiasi
energi suara dari sebuah sumber dan SPL adalah tekanan pada sebuah jarak radial
xr
dari sumber suara, hubungan antara dua parameter ini dapat dilihat menjadi