Page 1
6
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sistem
Sistem adalah sekumpulan elemen yang saling terkait atau terpadu untuk
mencapai suatu tujuan. Suatu sistem pasti mempunyai tujuan atau sasaran. Sasaran
dari sistem sangat menentukan sekali masukan yang dibutuhkan sistem, dan
keluaran yang akan dihasilkan sistem. Suatu sistem dikatakan berhasil apabila
mengenai sasaran atau tujuannya.
Sistem dapat diklasifikasikan dari beberapa sudut pandang, diantaranya adalah
sebagai sistem abstrak (abstract system) dan sistem fisik (physical system). Sistem
abstrak adalah sistem yang berupa pemikiran atau ide-ide yang tidak tampak secara
fisik. Sistem fisik merupakan sistem yang ada secara fisik, misalnya sistem
komputer, sistem akuntansi, sistem produksi dan lain sebagainya.
Pengembangan sistem (system development) dapat berarti menyusun suatu
sistem yang baru untuk menggantikan sistem yang lama secara keseluruhan atau
memperbaiki sistem yang telah ada. Sistem yang lama perlu diperbaiki atau diganti
disebabkan antara lain karena adanya permasalahan yang timbul di sistem yang
lama, untuk meraih kesempatan, adanya instruksi dan sebagainya.
2.2 Uji Banding Antar Laboratorium (Uji Profisiensi)
Mutu adalah derajat dari serangkaian karakteristik produk atau jasa yang
memenuhi kebutuhan atau harapan yang dinyatakan (ISO, 2008). Jaminan mutu
merupakan seluruh perencanaan dan kegiatan sistematis yang diperlukan untuk
memberi keyakinan bahwa suatu produk atau jasa akan memenuhi persyaratan mutu
(Tjahja, 2008).
Laboratorium harus mempunyai prosedur jaminan mutu untuk memantau
keabsahan pengujian dan kalibrasi yang dilakukan. Data yang dihasilkan harus
direkam sedemikian rupa sehingga kecenderungan dapat dideteksi dan, bila
dimungkinkan, teknik statistika harus diterapkan pada pengkajian hasil. Pemantauan
tersebut harus direncanakan dan dikaji serta mencakup, tapi tidak terbatas pada, hal-
hal berikut:
Page 2
7
a. Penggunaan bahan acuan bersertifikat secara reguler dan/atau pengendalian
mutu internal menggunakan bahan acuan sekunder;
b. Partisipasi dalam uji banding antar laboratorium atau uji profisiensi;
c. Replika pengujian atau kalibrasi menggunakan metode yang sama atau
berbeda;
d. Pengujian ulang atau kalibrasi barang yang masih ada;
e. Korelasi hasil dari karakteristik barang yang berbeda (ISO, 2005).
Uji banding antar laboratorium/uji profisiensi adalah uji banding antar
laboratorium (inter laboratory comparison) yang telah digunakan secara luas untuk
sejumlah tujuan dan penggunaannya meningkat secara internasional. Beberapa
tujuan umum uji banding antar laboratorium mencakup:
a. Evaluasi kinerja laboratorium dalam pengujian atau pengukuran tertentu dan
pemantauan kinerja laboratorium secara serentak;
b. Identifikasi permasalahan di laboratorium serta inisiasi tindakan untuk
peningkatan yang, misalnya, dapat berhubungan dengan prosedur pengujian
atau pengukuran kinerja staf individu atau kalibrasi peralatan yang kurang
memadai;
c. Penetapan efektifitas dan kesebandingan (comparability) metode pengujian
atau pengukuran;
d. Peningkatan kepercayaan pelanggan terhadap laboratorium;
e. Identifikasi perbedaan antar laboratorium;
f. Edukasi bagi laboratorium-laboratorium yang berpartisipasi berdasarkan hasil
dari uji banding;
g. Validasi klaim ketidakpastian;
h. Evaluasi karakteristik kinerja dari sebuah metode sering dinyatakan sebagai uji
coba kolaboratif;
i. Penetapan nilai bahan acuan dan penilaian kelayakannya untuk digunakan
dalam prosedur uji tertentu atau prosedur pengukuran tertentu (ISO, 2010).
Uji profisiensi mencakup penggunaan uji banding antar laboratorium
(interlaboratory comparisons) untuk penentuan kinerja laboratorium, sebagaimana
tercantum pada a-g. Uji profisiensi tidak selalu dimaksudkan untuk butir h, dan i,
Page 3
8
karena untuk kegunaan tersebut laboratorium telah dianggap kompeten, tapi hal ini
dapat digunakan untuk membuktikan kompetensi laboratorium secara independen
(ISO, 2010).
Thompson (2006) menegaskan bahwa laboratorium yang telah diakreditasi
oleh suatu badan akreditasi wajib ikut serta dalam program uji banding antar
laboratorium. Hasil yang didapat dari pelaksanaan uji banding tersebut akan dapat
memberi gambaran terhadap kinerja laboratorium tersebut.
Komite Akreditasi Nasional (KAN) menyelenggarakan program uji profisiensi
secara berkala untuk mendukung pengoperasian sistem akreditasi KAN berdasarkan
ISO/IEC 17011: Conformity assessment -- General requirements for accreditation
bodies accrediting conformity assessment bodies
Pendekatan evaluasi hasil uji yang sering digunakan sampai saat ini adalah
pendekatan dengan nilai konsensus (ketetapan) dari laboratorium penguji yang
mengikuti uji profisiensi. Pendekatan ini memiliki beberapa kelemahan, antara
lain apabila hasil uji dari laboratorium penguji yang mengikuti uji profisiensi
terlalu beragam ataupun apabila hasil uji dari laboratorium penguji yang
mengikuti uji profisiensi terjadi kesalahan jamak, maka evaluasi data dengan
pendekatan ini menjadi sangat bias, dan kadangkala mengarah ke kesalahan
(Uhlig, 2008).
. Sebagai badan akreditasi yang
telah menandatangani Mutual Recognition Arrangement Asia Pacific Laboratory
Accreditation Cooperation (MRA-APLAC), KAN berkewajiban mengikuti kegiatan
uji profisiensi yang diselenggarakan oleh lembaga akreditasi di lingkungan regional
lain dan internasional (KAN, 2008).
Perbedaan pelaksanaan teknik evaluasi yang digunakan juga dapat
mempengaruhi hasil, yang berarti berpengaruh pula terhadap penilaian terhadap
laboratorium peserta (Pedro, 2007).
Pengujian itu sendiri yang selanjutnya menghasilkan suatu nilai hasil uji serta
evaluasi hasil uji sangat menentukan untuk mengetahui mutu suatu bahan, dalam hal
ini produk agroindustri. Dengan uji profisiensi, suatu hasil uji dapat dinyatakan
memuaskan atau tidak memuaskan. Keabsahan hasil uji profisiensi adalah sangat
penting bagi seluruh pihak terkait.
Page 4
9
2.3 Kakao Bubuk (Cocoa Powder)
Indonesia merupakan produsen kakao terbesar ketiga di dunia setelah negara
Pantai Gading dan Ghana. Dari segi kualitas, kakao Indonesia tidak kalah dengan
kakao dunia dimana bila dilakukan fermentasi dengan baik dapat mencapai cita rasa
setara dengan kakao yang berasal dari Ghana dan kakao Indonesia mempunyai
kelebihan yaitu tidak mudah meleleh sehingga cocok bila dipakai untuk blending.
Sejalan dengan keunggulan tersebut, peluang pasar kakao Indonesia cukup terbuka
baik ekspor maupun kebutuhan dalam negeri. Dengan kata lain, potensi untuk
menggunakan industri kakao sebagai salah satu pendorong pertumbuhan dan
distribusi pendapatan cukup terbuka. Meskipun demikian, agribisnis kakao
Indonesia masih menghadapi berbagai masalah kompleks antara lain produktivitas
kebun masih rendah akibat serangan hama penggerek buah kakao, mutu produk
masih rendah serta masih belum optimalnya pengembangan produk hilir kakao
(Kementerian Perindustrian, 2007).
Untuk memperoleh kakao bubuk, maka sebagian lemak kakao (cocoa butter)
yang ada di dalam pasta coklat harus dikeluarkan. Proses pengeluaran lemak
dilakukan dengan mengepress pasta menggunakan pengepress (hidraulik atau
mekanis) pada tekanan 400 bar – 500 bar dan suhu 90oC – 100o
Kementerian Perindustrian telah memberlakukan Standar Nasional Indonesia
(SNI) wajib kakao bubuk, SNI 01-3747:2009. Kebijakan ini merupakan respon atas
maraknya peredaran kakao bubuk palsu dan impor. Kebijakan SNI wajib kakao
bubuk tertuang dalam Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 45/M-ID/PE/5/2009,
dan mulai berlaku pada November 2009. Aturan ini dalam rangka peningkatan mutu
C. Lemak coklat
panas dilewatkan ke filter press untuk memisahkannya dari kotoran yang mungkin
terbawa, untuk selanjutnya dicetak dan didinginkan. Lemak coklat ini digunakan
oleh industri coklat. Bungkil biji hasil dari pengepressan dihaluskan dengan
menggunakan alat penghalus (breaker) dan diayak untuk memperoleh ukuran
partikel bubuk yang seragam. Kadar lemak di dalam kakao bubuk berkisar antara
10% – 22%. Kakao bubuk dengan kadar lemak yang lebih tinggi biasanya memiliki
warna yang lebih gelap dan flavor yang lebih ringan. Kakao bubuk ini digunakan
dalam berbagai produk pangan, misalnya untuk membuat minuman coklat, cake,
puding, ice cream dan sebagainya (Bernard, 1999).
Page 5
10
kakao bubuk, menciptakan persaingan usaha yang sehat dan memberikan
perlindungan konsumen.” Setelah aturan ini berlaku, produsen dan importir kakao
bubuk harus memiliki Sertifikat Produk Penggunaan Tanda SNI (SPPT SNI) pada
produk yang mereka edarkan. Kementerian Perindustrian akan menguji kesesuaian
mutu produk per tiga bulan. Sementara kakao bubuk impor harus memiliki dokumen
Certificate of Analysis (CoA). Dokumen itu sekurang-kurangnya mencantumkan
nama dan alamat perusahaan, nama laboratorium penguji, tanggal, dan hasil
pengujian yang telah memenuhi parameter SNI.
Kebijakan ini juga mengatur soal sanksi. Misal, jika kakao bubuk impor tidak
memenuhi ketentuan, maka produk tersebut harus diekspor kembali atau
dimusnahkan. Pengusaha senang dengan aturan ini. SNI wajib akan kembali
meningkatkan utilisasi pabrik dan penjualan. Kepastian pemberlakuan SNI wajib ini
juga telah mengerek harga kakao bubuk lokal dari Rp 20.000 per kilogram menjadi
sekitar Rp 28.000 per kg (BSN, 2011).
MMuuttuu pprroodduukk kkaakkaaoo bbuubbuukk,, aappaakkaahh tteellaahh sseessuuaaii ddeennggaann ppeerrssyyaarraattaann SSNNII wwaajjiibb
kkaakkaaoo bbuubbuukk ((SSNNII 0011--33774477--22000099)),, ddaappaatt ddiikkeettaahhuuii ddeennggaann ppeenngguujjiiaann pprroodduukk
tteerrsseebbuutt oolleehh llaabboorraattoorriiuumm ppeenngguujjii.. BBeerraappaa ppaarraammeetteerr ppeennttiinngg kkaakkaaoo bbuubbuukk sseessuuaaii
SSNNII 0011--33774477--22000099 aaddaallaahh kkaaddaarr aaiirr,, kkaaddaarr llooggaamm kkaaddmmiiuumm,, lleemmaakk,, ddaann kkeehhaalluussaann
lloollooss aayyaakkaann..
Prinsip pengujian kadar logam kadmium (Cd) dalam kakao bubuk adalah
dekstruksi sampel dengan pengabuan kering pada 450o
Prinsip pengujian kadar air dalam kakao bubuk adalah bobot yang hilang
selama pemanasan dalam oven pada suhu 100
C yang dilanjutkan dengan
pelarutan dalam larutan asam. Logam yang terlarut dihitung menggunakan alat
spektrofotometer serapan atom (SSA) dengan panjang gelombang maksimal 228,8
nm untuk Cd (BSN, 2009).
o
Prosedur pemanasan air yang ideal yaitu kehilangan berat yang dihasilkan
hanya dari penguapan air secara kuantitatif. Kenyataannya, pemanasan tersebut
dapat pula menyebabkan penguapan material yang lain selain air, terlebih apabila
C. Bobot hilang atau kadar air
dihitung secara gravimetric (BSN, 2009). Prosedur penetapan kadar air biasanya
dilakukan dengan pemanasan, karena sederhana, relatif cepat dan memungkinkan
untuk menganalisis contoh dalam jumlah yang cukup banyak.
Page 6
11
pemanasan relatif lebih lama atau temperatur pemanasan lebih tinggi dari yang
seharusnya (Pomeranz, 1987).
Suatu bahan yang telah mengalami pemanasan pada suhu 105O
Prinsip pengujian lemak adalah ekstraksi minyak bebas dari sampel kakao
dengan menggunakan pelarut organik non polar yang sebelumnya dilakukan
hidrolisis. Sampel yang berasal dari bahan nabati (termasuk kakabo bubuk) sebelum
proses ekstraksi harus dilakukan proses hdrolisis terlebih dahulu. Proses hidrolisis
dengan HCl bertujuan untuk memecahkan ikatan lemak dengan bahan organik
lainnya. Selama proses ini bahan dan larutan asam dipanaskan.
C akan
cenderung bersifat higroskopis. Oleh sebab itu penyimpanan dalam desikator harus
diperhatikan. Apabila terlalu lama maka air akan direabsorpsi kembali oleh bahan
sehingga berat bahan yang ditimbang akan menjadi lebih besar dan mengakibatkan
kandungan air menjadi lebih kecil dari yang seharusnya. Dituliskan dalam prosedur
bahwa hendaknya contoh ditimbang segera setelah wadah beserta bahan yang
dianalisis mencapai suhu ruangan dan penimbangan dilakukan hingga mencapai
berat yang konstan. Pengertian konstan di sini didefinisikan apabila dilakukan
penimbangan ulang setelah bahan dipanaskan kembali dalam oven untuk kurun
waktu tertentu dan selisih berat antara 2 periode pemanasan yang berturutan dapat
mencapai nilai yang lebih kecil atau sama dengan 0.05%. Apabila setelah
pengerjaan tersebut dapat diperoleh berat yang konstan, maka pengerjaan atau
penetapan dapat dihentikan. Akan tetapi apabila masih belum didapat berat yang
konstan, maka pemanasan dalam oven harus diulang kembali.
Setelah pemanasan, hidrolisat kemudian disaring panas-panas, residu yang
dihasilkan dicuci dengan air panas sampai tidak bereaksi asam lagi, dan kemudian
dikeringkan. Apabila waktu pengeringan terlalu lama akan ada minyak yang mudah
menguap (volatil oil) yang ikut teruapkan sehingga mengakibatkan kandungan
lemak yang terukur menjadi lebih kecil dan terjadi penyimpangan negatif.
Residu bebas air kemudian diekstraksi dengan pelarut non polar. Pelarut
petroleum eter, dietil eter, n-heksan dan aseton biasa digunakan untuk mengekstraksi
lemak. Waktu eksraksi sangat berperan dalam analisis kadar lemak, bila ekstraksi
kurang dari waktu yang ditentukan, maka lemak yang terekstrak akan berkurang.
Page 7
12
Setelah semua lemak terekstraksi sempurna, pelarut organik kemudian
diuapkan dan ekstrak lemak dikeringkan dalam oven dengan suhu 100oC – 105o
Serupa dengan penetapan air, suatu bahan yang telah mengalami pemanasan
akan cenderung bersifat higroskopis. Oleh karena itu lamanya pendinginan ekstrak
lemak kering harus diperhatikan waktunya, karena apabila terlalu lama maka dapat
terjadi pertambahan angka kadar lemak karena adanya adsorpsi dari uap air.
C.
Lamanya pengeringan dalam oven inipun akan berpengaruh terhadap kandungan
lemak.
Prinsip pengujian kehalusan (lolos ayakan) adalah pengukuran derajat
kehalusan dari sampel menggunakan ayakan dengan mesh 200.
2.4 Saus Cabe
Dewasa ini cukup banyak isu yang beredar terkait bahan tambahan makanan.
Terbatasnya pengetahuan masyarakat mengenai mutu dan keamanan pangan
menyebabkan maraknya kasus keracunan makanan. Hal ini diperparah dengan
berbagai jenis bahan tambahan makanan (BTM) yang bersumber dari produk-
produk senyawa kimia dan turunannya. Beberapa bahan tambahan makanan
memang diperbolehkan dalam ambang batas yang diperkenankan, dan juga terdapat
bahan tambahan makanan yang memang dilarang penggunaannya dalam makanan.
Salah satu contoh makanan yang sering dicampuri bahan tambahan makanan
dalam jumlah yang melebihi ambang batas adalah saus cabe. Saus cabe adalah saus
yang diperoleh dari bahan utama cabe (Capsicum sp) yang baik, yang diolah dengan
penambahan bumbu-bumbu dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan
bahan tambahan pangan yang diizinkan.
Saus cabe biasanya mempunyai warna menarik (biasanya merah), mempunyai
aroma dan rasa yang merangsang (sama dengan saus sambal tanpa rasa pedas).
Walaupun mengandung air dalam jumlah besar, saus mempunyai daya simpan
panjang karena mengandung asam, gula, garam dan seringkali diberi pengawet tentu
saja pengawet yang diijinkan untuk makanan. Saus tomat dibuat dari campuran
bubur buah tomat dari buah tomat segar dan bumbu-bumbu sehingga rasanya sedap
tanpa meninggalkan rasa khas tomat. Pasta ini berwarna merah muda sesuai dengan
warna tomat yang digunakan.
Page 8
13
Pembuatan saus cabe meliputi beberapa tahapan yaitu :
a. Mula-mula cabe merah dipotong tangkainya dan dibuang bijinya.
b. Bersama dengan bawang putih yang juga sudah dikupas, kedua bahan dikukus
pada suhu sekitar 100O
c. Bahan-bahan lain yang juga telah dihaluskan ditambahkan ke dalam bubur
cabe dan bawang putih ini. Kemudian diaduk sambil dipanaskan dengan api
yang tidak terlalu besar sampai mendidih dan mencapai kekentalan yang
dikehendaki.
C selama 1 menit dan digiling sampai halus. Alat yang
digunakan untuk menggiling bervariasi tergantung dari kapasitas pabrik yang
memproduksinya.
d. Selanjutnya dilakukan pengemasan dengan botol steril (IPB, 1999)
Menurut SK. No. 722/Menkes/Per/IX/1988, bahan tambahan makanan
didefinisikan sebagai berikut: bahan tambahan makanan adalah bahan yang biasanya
tidak digunakan sebagai makanan, dan biasanya bukan merupakan ingredient khas
makanan, mempunyai atau tidak nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke
dalam makanan untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan, penyiapan,
perlakuan, pengepakan, pengemasan, penyimpanan, atau pengangkutan makanan
untuk menghasilkan suatu komponen atau mempengaruhi sifat khas makanan
tertentu.
Suatu bahan tambahan makanan agar dapat digunakan dalam pengolahan
makanan harus mempunyai persyaratan tertentu. Selain kegunaan tertentu dalam
bidang teknologi pengolah makanan, persyaratan yang terpenting adalah persyaratan
keamanan yaitu tidak membahayakan kesehatan konsumen. Persyaratan bahan
tambahan makanan untuk dapat digunakan adalah:
a. Harus telah mengalami pengujian dan evaluasi toksisitas.
b. Harus tidak membahayakan kesehatan konsumen pada kadar yang diperlukan
dalam penggunaan.
c. Harus selalu memenuhi persyaratan spesifikasi dan kemurnian yang telah
ditetapkan.
d. Harus dibatasi penggunaannya hanya untuk tujuan tertentu dan hanya jika
maksud penggunaan tersebut tidak dapat dicapai dengan cara lain secara
ekomonis, dan tidak membahayakan kesehatan konsumen.
Page 9
14
e. Sedapat mungkin penggunaannya dibatasi untuk makanan dan maksud tertentu
dan dengan kadar serendah mungkin, tetapi masih berfungsi seperti yang
dikehendaki.
Kandungan bahan tambahan makanan dalam suatu matriks dapat diketahui
dengan melakukan pengujian di laboratorium. Bahan tambahan makanan yang
sering dicampurkan dalam saus cabe adalah pengawet (kalium sorbat, natrium
benzoat) dan pemanis (sakarin).
Pengujian pengawet makanan dapat menggunakan metode SNI 01-2894-1992
Cara Uji Bahan Tambahan Makanan/Bahan Pengawet. Pengujian kalium sorbat dan
natrium benzoat biasanya dilakukan dengan metode High Performance Liquid
Chromatography (HPLC). Pengawet adalah bahan tambahan makanan yang
mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman atau peruraian lain terhadap
makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme.
Kalium sorbat berbentuk kristal putih, mudah larut dalam air. Berat jenis 139,
2 gr/100 ml pada suhu 20o
Natrium benzoat (C
C. Penggunaannya dapat dengan pencelupan,
perendaman, penyemprotan larutan garam sorbat atau dengan penaburan dalam
bentuk bubuk. Asam sorbat dan garamnya termasuk Generally Recognized as Safe
(GRAS) yang berarti aman untuk digunakan dalam makanan di bawah peraturan
FDA, USA. Di Indonesia penggunaannya sebagai pengawet diijinkan sekitar 500 –
3000 ppm untuk berbagai jenis produk makanan (Winarno, 1994).
7H5NaO2
Pengujian pemanis makanan (sakarin) dapat menggunakan metode SNI 01-
2893-1992 Cara Uji Pemanis Buatan. Pemanis yang termasuk bahan tambahan
makanan adalah pemanis pengganti gula (sukrosa). Pemanis buatan adalah bahan
tambahan makanan yang dapat menyebabkan rasa manis pada makanan, yang tidak
atau hampir tidak mempunyai nilai gizi.
) adalah pengawet yang luas penggunaannya
pada bahan makanan yang asam. Bahan ini digunakan untuk mencegah
pertumbuhan khamir dan bakteri pada konsentrasi di atas 400 mg/ml. Benzoat
efektif pada pH 2.5 – 4.0. Karena kelarutan garamnya lebih besar, maka biasa
digunakan dalam bentuk garam natrium benzoat (Winarno, 1994).
Sakarin (C6H4SO2NHCO) sering disebut benzoiulfonimide. Pemanis buatan
ini (sakarin) yang banyak digunakan adalah sakarin berupa Natrium dan
Page 10
15
Ammonium. Kalau dibandingkan dengan gula (sakarosa), sakarin 300 – 500 kali
lebih manis rasanya. Sakarin tidak lebur pada 226 – 230o
Pengujian cemaran logam dapat menggunakan metode SNI 01-2896-1998
Cara Uji Cemaran Logam dalam Makanan.
C dan menyublin apabila
dipanaskan di atas titik lebur dan sangat mudah larut dalam air (Winarno, 1994).
Prinsip pengujian jumlah padatan terlarut adalah selisih dari total padatan
dengan padatan yang tidak larut (BSN, 2009).
2.5 Minyak Nabati
Minyak nabati adalah minyak yang disari/diekstrak dari berbagai bagian
tumbuhan. Minyak ini digunakan sebagai makanan, menggoreng, pelumas, bahan
bakar, bahan pewangi (parfum), pengobatan, dan berbagai penggunaan industri
lainnya. Beberapa jenis minyak nabati yang biasa digunakan ialah minyak kelapa
sawit Afrika, jagung, zaitun, minyak lobak, kedelai, dan bunga matahari. Margarin
adalah mentega buatan yang terbuat dari minyak nabati (Winarno, 1999).
Minyak kelapa murni (virgin coconut oil) adalah minyak kelapa yang dibuat
dari bahan baku kelapa segar, diproses dengan pemanasan terkendali atau tanpa
pemanasan sama sekali, tanpa bahan kimia. Penyulingan minyak kelapa tersebut
berakibat kandungan senyawa-senyawa esensial yang dibutuhkan tubuh tetap utuh.
Minyak kelapa murni dengan kandungan utama asam laurat ini memiliki sifat
antibiotik, anti bakteri dan jamur. Minyak kelapa murni, atau lebih dikenal dengan
Virgin Coconut Oil (VCO), adalah modifikasi proses pembuatan minyak kelapa
sehingga dihasilkan produk dengan kadar air dan kadar asam lemak bebas yang
rendah, berwarna bening, berbau harum, serta mempunyai daya simpan yang cukup
lama yaitu lebih dari 12 bulan (Winarno, 1999).
Jika dibandingkan dengan minyak kelapa biasa, atau sering disebut dengan
minyak goreng (minyak kelapa kopra), minyak kelapa murni mempunyai kualitas
yang lebih baik. Minyak kelapa kopra akan berwarna kuning kecoklatan, berbau
tidak harum, dan mudah tengik, sehingga daya simpannya tidak bertahan lama
(kurang dari dua bulan). Dari segi ekonomi, minyak kelapa murni mempunyai harga
jual yang lebih tinggi dibanding minyak kelapa kopra.
Page 11
16
Pengujian asam lemak jenuh (miristat, palmitat, linoleat, stearat, oleat)
biasanya dilakukan dengan menggunakan gas chromatography (GC).
Lemak adalah campuran trigliserida. Trigliserida terdiri atas satu molekul
gliserol yang berikatan dengan tiga molekul asam lemak.
Asam lemak jenuh yaitu apabila rantai hidrokarbon dijenuhi dengan hidrogen.
Asam palmitat (C15H31COOH), asam stearat (C17H35
Asam lemak tidak jenuh yaitu apabila rantai hidrokarbonnya tidak dijenuhi
oleh hidrogen dan karena itu mempunyai satu ikatan rangkap atau lebih. Asam oleat
(C
COOH) adalah termasuk asam
lemak jenuh.
17H33COOH), asam linoleat (C17H29
COOH) adalah termasuk asam lemak tak
jenuh. Asam lemak tak jenuh mempunyai titik lebur lebih rendah daripada asam
lemak jenuh. Asam lemak tak jenuh apabila dibiarkan terlalu lama dalam udara
akan menimbulkan rasa dan bau yang tidak enak (tengik), kelembaban udara,
cahaya, suhu yang tinggi dan adanya bakteri perusak adalah faktor-faktor yang
menyebabkan ketengikan minyak.
2.6 Metode Evaluasi Hasil Uji Profisiensi dan Kemungkinan Penyebab
Kinerja Laboratorium Tidak Memuaskan
a. Peserta uji profisiensi
Penentuan peserta uji profisiensi ini adalah berdasarkan teknik purposive
sampling. Thompson et al. (2006) tidak mempersyaratkan jumlah minimum
atau maksimum peserta uji profisiensi. Food and Consumer Safety Authority
(1995) merekomendasikan jumlah minimum laboratorium adalah delapan.
Edegard et al.(2000) merekomendasikan sedikitnya 8 – 15 laboratorium ikut
serta dalam uji profisiensi. Edegard et al. (2000) juga mengindikasikan bahwa
jumlah laboratorium peserta tidak perlu sama untuk seluruh level konsentrasi.
b. Uji Grubbs
Uji Grubbs adalah metode yang digunakan untuk menghilangkan data yang
ekstrem. Pemilihan rumus didasarkan pada posisi data dalam kumpulan data
keseluruhan (IUPAC, 2006; Trevor J.F., 2006).
Page 12
17
Pedro R et al. (2007) menyatakan bahwa uji seleksi Grubbs digunakan untuk
menentukan apakah observasi data terbesar dan terkecil pada kumpulan data
adalah termasuk outlier.
c. Pendekatan nilai ketetapan konsensus dari laboratorium penguji yang
mengikuti uji profisiensi (Robust Z-score)
Data duplo hasil analisis yang dikirimkan oleh setiap laboratorium dihitung
secara statistika menggunakan metode perhitungan statistika Robust Z-score.
Parameter yang dihitung disini adalah Z between laboratories. Untuk
menghitung Z, mula-mula dihitung Si dengan rumus berikut ini:
Si = (Ai + Bi
A
)/√2
i dan Bi
Z
adalah kedua data duplo hasil analisis.
= Si - median
IQR
(Si)
(Si)
IQR x 0,7413 adalah IQR ternormalisasi (n IQR) yang merupakan ukuran dari
variabilitas data, yang mirip dengan simpangan baku.
x 0,7413
n IQR ≈ SD
IQR yang merupakan singkatan dari interquartile range adalah selisih antara
quartile atas dan bawah. Quartile bawah (Q1) adalah suatu harga dibawah
dimana seperempat dari seluruh hasil berada/terletak sedangkan quartile atas
(Q3
IQR = Q
) adalah suatu harga diatas mana seperempat dari seluruh hasil berada.
3 - Q
n IQR = IQR x 0,7413
1
Dimana:
Z = Z score antar laboratorium
Ai = hasil uji sampel pertama dari laboratorium i
Bi = hasil uji sampel kedua dari laboratorium i
Median = nilai tengah dari sekelompok data n hitung
0.7413 = standar distribusi normal
IQR = interquartile range
Nilai Z dapat dikelompokkan menjadi 3 kategori:
Page 13
18
a) Laboratorium yang termasuk dalam kategori “tidak memuaskan”
(outlier), apabila laboratorium tersebut memperoleh nilai Z
-3 > Z
yang
bukan terletak diantara -3 dan +3.
Besaran Z
> 3 atau (I ZI ≥3 )
b) Laboratorium yang termasuk dalam kategori ”diperingatkan” (questionable).
menggambarkan presisi antara laboratorium.
2 < I Z I
c) Laboratorium yang “memuaskan” (kompeten).
< 3 : berarti hasil analisisnya belum termasuk tidak memuaskan,
tetapi sudah dalam batas diperingatkan.
I Z I
d. Pendekatan nilai ketetapan dari pengukuran sebuah laboratorium acuan
≤ 2 : berarti hasil analisisnya memuaskan (ISO, 2005).
Nilai Z-score dihitung berdasarkan rumus:
Z-score =
S
xi – X
dimana:
xi = adalah nilai yang dilaporkan oleh laboratorium penguji yang mengikuti uji profisiensi
X = nilai acuan
S = simpangan baku t
Untuk simpangan baku digunakan SD Horwitz.
CV Horwitz = SD Horwitz / nilai acuan
SD Horwitz = CV Horwitz x nilai acuan (ISO, 2005).
e. Kemungkinan penyebab kinerja laboratorium tidak memuaskan
Laboratorium yang kinerjanya tidak memuaskan akan diidentifikasi
penyebabnya, dan akan digunakan diagram tulang ikan (fishbone diagram).
Diagram tulang ikan digunakan untuk mengidentifikasi hubungan antara
suatu masalah dengan kemungkinan penyebabnya. Struktur ini menyerupai
tulang ikan yang mempresentasikan cabang utama (tulang punggung) yang
mewakili efek dan diletakkan disamping kanan diagram tersebut sebagai
kepala ikan. Setiap tulang besar yang bercabang dari tulang punggung
berhubungan dengan suatu penyebab pokok atau kelompok penyebab.
Tulang kecil yang bercabang dari tulang besar berhubungan dengan faktor-
Page 14
19
faktor penyebab yang lebih rinci. Diagram ini berguna dalam setiap analisis
karena dapat menggambarkan hubungan sebab akibat secara rasional.
2.7 Penelitian Lain
Pedro R et al. (2007) mengidentifikasi hasil uji profisiensi komoditi logam.
Evaluasi hasil uji dilakukan dengan seleksi data (Cohcran’s Test dan Grubbs Test
dua kali) dan sisa data dievaluasi dengan Robust Z score menggunakan nilai rata-
rata konsensus dan nilai acuan.
Komite Akreditasi Nasional (2011) mengevaluasi hasil uji profisiensi dengan
seleksi data (Grubbs satu kali), kemudian data yang tersisa diolah dengan Robust Z-
score. Evaluasi Robust Z-score adalah dengan menggunakan nilai median
konsensus atau nilai median dari peserta.
Herlina (1997) mengevaluasi data hasil uji profisiensi laboratorium batubara
PT Sucofindo dengan metode seleksi data (Cochran’s Test dan Grubbs Test).
Metode seleksi data tersebut kurang peka dalam memeriksa adanya keragaman
dalam laboratorium.
Michael Kohc (2009) mengevaluasi hasil uji profisiensi dengan rata-rata
konsensus dan standar deviasi. Nilai rata-rata dapat diperoleh dengan menyeleksi
terlebih dahulu data yang outlier, kemudian dari data yang tersisa dihitung nilai
rata-ratanya.
Frank Baumeister dan Michael Kohc (1999) mengevaluasi menggunakan nilai
konsensus dan nilai acuan. Evaluasi dengan nilai acuan sangat direkomendasikan.
Erilia Yusnitha et al. (2008) mengidentifkasi uji profisiensi bahan bakar
nuklir. Evaluasi hasil uji profisiensi dilakukan dengan menggunakan nilai acuan
bersertifikat. Hasil uji dari setiap peserta dibandingkan dengan nilai acuan
bersertifikat tersebut.
Edelgard et al. (2000) membahas mengenai pelaksanaan uji profisiensi di
kimia analitik. Termasuk di dalamnya dibahas mengenai jumlah laboratorium
peserta, homogenitas sampel, evaluasi data, dan interpretasi grafik.
Irmawati (2007) mengevaluasi data hasil uji peserta uji profisiensi CPO secara
Robust Z-score dengan median konsensus. Nilai median konsensus diperoleh dari
nilai tengah seluruh hasil uji peserta uji profisiensi.
Page 15
20
Qi Zhou et al. (2011) mengevaluasi data hasil uji profisiensi serum kreatinin.
Evaluasi hasil dilakukan dengan Robust Z-score antar laboratorium dan intra
laboratorium. Robust Z-score dihitung dengan menggunakan median dari hasil uji
profisiensi.
Qi Zhou et al. (2007) mengevaluasi data hasil uji profisiensi immunoglobulin
E dengan Robust Z-score dan metode statistika lain. Evaluasi Robust Z-score
adalah dengan menggunakan inter quartile range (IQR). Evaluasi metode statistika
lain adalah dengan menyeleksi data yang outlier dan menggunakan nilai rata-rata.
Penelitian ini mengidentifikasi uji profisiensi produk agroindustri serta
mengevaluasi hasil uji dengan a) seleksi Grubbs 1 kali saja, kemudian terhadap data
yang tersisa dilakukan perhitungan Robust Z-score; b) seleksi Grubbs berulang kali
sampai tidak ada lagi data yg keluar, kemudian terhadap data yang tersisa dilakukan
perhitungan Robust Z-score; c) evaluasi langsung menggunakan cara perhitungan
Robust Z-score; d) evaluasi dengan menggunakan nilai laboratorium acuan
Kemudian akan ditentukan metode evaluasi hasil uji yang terbaik, dan selanjutnya
akan dianalisis unjuk kerja metode pengujian yang digunakan peserta dan
diidentifikasi kemungkinan penyebab hasil tidak memuaskan.