II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Jamur Tiram Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2006) jamur merupakan tumbuhan yang banyak dijumpai di alam. Jamur sudah dikenal oleh masyarakat sejak dulu dan tumbuh liar di hutan-hutan pada musim hujan dikarenakan kelembaban yang cukup tinggi menyebabkan jamur dapat tumbuh dengan baik. Jamur tiram merupakan salah satu dari sekian jenis jamur kayu yang bisa dikonsumsi. Dinamakan jamur tiram karena bentuk tudung jamur ini sepintas menyerupai cangkang tiram. Orang Inggris pun menyebut jamur ini dengan nama osyster mushroom yang berarti jamur tiram. Jamur tiram sudah cukup dikenal di masyarakat luas, baik di Indonesia maupun di berbagai negara. Menurut catatan sejarah, jamur tiram sudah dibudidayakan di Cina sejak 1.000 tahun silam. Sementara di Indonesia, jamur tiram mulai dibudidayakan pada tahun 1980 di Wonosobo. Varietas yang umum dibudidayakan di Indonesia adalah jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus), meskipun varietas jamur tiram yang lain ada akan tetapi pembudidayaannya kurang popular (Rahmat dan Nurhidayat, 2011) Menutut Rahmat dan Nurhidayat (2011) jamur tiram terdiri dari beberapa varietas, diantaranya jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus), jamur tiram abu-abu (Pleurotus cystidius), jamur tiram merah (Flabellatus), dan jamur tiram coklat (Pleurotus umbellatus) atau dikenal juga sebagai jamur tiram raja karena bentuknya yang besar. Kingdom : Mycetea Divisio : Amastigomycotae Phylum : Basidiomycotae Kelas : Hymenomycetes Ordo : Agaricales Family : Agraricaeae Genus : Pleurotus Spesies : Pleurotus sp. Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2006), jamur tiram merupakan jenis jamur yang paling banyak dibudidayakan karena memiliki produktivitas yang relatif tinggi. Dari seribu gram substrat kering, 50-70 persen jamur segar
12
Embed
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Jamur Tiram · Pengaturan temperature udara dapat dilakukan dengan dengan penyemprotan kabut air, ... memperpanjang umur pakai bambu yaitu melalui
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
10
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Karakteristik Jamur Tiram
Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2006) jamur merupakan
tumbuhan yang banyak dijumpai di alam. Jamur sudah dikenal oleh masyarakat
sejak dulu dan tumbuh liar di hutan-hutan pada musim hujan dikarenakan
kelembaban yang cukup tinggi menyebabkan jamur dapat tumbuh dengan baik.
Jamur tiram merupakan salah satu dari sekian jenis jamur kayu yang bisa
dikonsumsi. Dinamakan jamur tiram karena bentuk tudung jamur ini sepintas
menyerupai cangkang tiram. Orang Inggris pun menyebut jamur ini dengan nama
osyster mushroom yang berarti jamur tiram. Jamur tiram sudah cukup dikenal di
masyarakat luas, baik di Indonesia maupun di berbagai negara. Menurut catatan
sejarah, jamur tiram sudah dibudidayakan di Cina sejak 1.000 tahun silam.
Sementara di Indonesia, jamur tiram mulai dibudidayakan pada tahun 1980 di
Wonosobo. Varietas yang umum dibudidayakan di Indonesia adalah jamur tiram
putih (Pleurotus ostreatus), meskipun varietas jamur tiram yang lain ada akan
tetapi pembudidayaannya kurang popular (Rahmat dan Nurhidayat, 2011)
Menutut Rahmat dan Nurhidayat (2011) jamur tiram terdiri dari beberapa
varietas, diantaranya jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus), jamur tiram abu-abu
(Pleurotus cystidius), jamur tiram merah (Flabellatus), dan jamur tiram coklat
(Pleurotus umbellatus) atau dikenal juga sebagai jamur tiram raja karena
bentuknya yang besar.
Kingdom : Mycetea
Divisio : Amastigomycotae
Phylum : Basidiomycotae
Kelas : Hymenomycetes
Ordo : Agaricales
Family : Agraricaeae
Genus : Pleurotus
Spesies : Pleurotus sp.
Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2006), jamur tiram merupakan
jenis jamur yang paling banyak dibudidayakan karena memiliki produktivitas
yang relatif tinggi. Dari seribu gram substrat kering, 50-70 persen jamur segar
11
dapat dihasilkan bahkan saat ini sudah dapat ditingkatkan hingga 120-150 persen.
Jamur tiram memiliki rasa yang lezat dan kandungan gizi yang cukup tinggi.
Menurut Suriawiria (2001), jamur tiram yang banyak dibudidayakan
antara lain :
1. Jamur tiram putih (pleurotus ostreatus), dikenal pula dengan nama shimeji
white (varietas florida), warna tudungnya putih susu sampai putih kekuningan
dengan lebar 3-14 centimeter.
2. Jamur tiram abu-abu, dikenal dengan nama shimeji grey (varietas sajor salju),
warna tudungnya abu kecoklatan sampai kuning kehitaman dengan lebar 6-14
centimeter.
3. Jamur tiram coklat, dikenal pula dengan nama jamur abalone (varietas
cystidious), warna tudungnya keputihan atau sedikit keabu-abuan sampai abu-
abu kecoklatan dengan lebar 5-12 centimeter.
4. Jamur tiram merah/pink, dikenal pula dengan nama shakura (varietas
flabellatus), tudungnya berwarna kemerahan.
Dilihat dari aspek kesehatan, jamur tiram merupakan bahan pangan bergizi
berkhasiat obat yang lebih murah dibandingkan obat modern. Beberapa khasiat
jamur tiram putih yaitu sebagai anti kolestrol, mencegah kanker, mengurangi
risiko cacat kelahiran dan cacat otak pada anak, serta banyak mengandung vitamin
C dan sembilan asam amino esensial yang tidak bisa disintesis tubuh.
2.2 Perkembangan Jamur Tiram Putih di Indonesia
Jamur tiram merupakan jenis sayuran yang dapat dijadikan sumber
pertumbuhan ekonomi Indonesia di masa yang akan datang. Budidaya jamur
tiram memanfaatkan limbah industri penggergajian kayu sehingga dampaknya
dapat dirasakan oleh rakyat. Usaha ini dianggap potensial dalam rangka
memperbaiki tingkat ekonomi rakyat karena dengan modal relatif kecil dan
dapat dikerjakan dengan melibatkan keluarga dan tetangga terdekat. Menurut
Martawijaya dan Nurjayadi (2009), permintaan jamur tiram bukan saja datang dari
pasar domestik, namun juga dari permintaan ekspor ke berbagai negara.
Kesempatan inilah yang membuka peluang bisnis budidaya jamur tiram dan
olahan yang berbahan baku jamur tiram.
12
Dewasa ini kecenderungan minat masyarakat terhadap sayuran terus
meningkat, akibat dari pola hidup sehat yang telah menjadi gaya hidup
masyarakat. Hal ini berpengaruh terhadap perkembangan bisnis jamur tiram, di
mana sebagai tanaman sayuran berpotensi untuk dikembangkan dan
mendatangkan nilai ekonomi bagi masyarakat. Jamur tiram merupakan sumber
makanan yang bergizi tinggi dan dapat menjadi bahan pangan alternatif yang
disukai oleh semua lapisan masyarakat.
Jamur tiram merupakan jenis jamur kayu yang memiliki kandungan nutrisi
lebih tinggi dibandingkan dengan jenis jamur kayu lainnya. Jamur tiram
mengandung protein, lemak, fosfor, besi, thiamin dan riboflavin lebih tinggi
dibandingkan jenis jamur lain (Djarijah, 2001). Kandungan asam amino pada
jamur tiram mengidentifikasikan bahwa tingginya nilai gizi yang terkandung di
dalam jamur tiram. Hal ini menjadi salah satu daya tarik untuk masuk ke dalam
bisnis jamur tiram yang mengakibatkan tumbuhnya industri jamur tiram.
Indonesia selama ini hanya mampu memasok jamur sebesar 0,9 persen
dari pasar jamur dunia. Angka tersebut kecil jika dibanding dengan China yang
memasok 33,2 persen pasar jamur dunia. Dalam pengembangan usaha,
ketidakberdayaan industri jamur nasional disebabkan berbagai hal seperti
produsen benih yang terbatas, tidak adanya standarisasi dan jaminan kualitas bibit,
belum adanya standarisasi proses produksi, serta penanganan pascapanen yang
sederhana. Selain itu, terbatasnya permodalan petani, bank yang belum
mendukung dan prosedur yang berbelit mengakibatkan penjualan jamur dikuasai
oleh tengkulak (Departemen Pertanian, 2010).
2.3 Kriteria Tempat Budidaya Jamur Tiram
Seperti halnya bidang agribisnis lainnnya, membangun usaha budidaya
jamur tiram erat kaitannya dengan kondisi alam. Terlebih lagi aspek budidaya,
pengaruh alama sangat nyata sekali. Menurut Redaksi Agromedia (2011) secara
aspek agroklimatologi atau iklim lingkungan, beberapa aspek yang paling
berpengaruh dalam budidaya jamur yaitu temperatur udara.
Setiap jenis jamur membutuhkan besar suhu yang bervariasi, tergantung
pada fase pertumbuhannya. Karena itu, agar pertumbuhan jamur optimal, suhu
13
udara lingkungan budidaya jamur harus diatur sedemikian rupa, sehingga
mencapai kondisi ideal. Besarnya suhu atau temperature udara pada suatu tempat
erat kaitannya dengan ketinggian (elevasi) lokasi tersebut dari permukaann laut.
Seperti yang terlah diketahui secara umum, lokasi yang mempunyai ketinggian
rendah mempunyai suhu yang lebih tinggi dibandingkan dengan tempat yang lebih
tinggi, misalnya pegunungan.
Besarnya temperature akan menurun ketika tempat semakin tinggi. Untuk
lokasi budidaya jamur yang berada di dataran rendah temperature bisa diatur
sedemikian rupa. Pengaturan temperature udara dapat dilakukan dengan dengan
penyemprotan kabut air, penyediaan ventilasi udara dan meninggikan rangka
bangunan kumbung. Jadi ketika suhu udara terlampau tinggi, bisa dilakukan
penyemprotan kabut air dan membuka seluruh jendela ventilasi kumbung, selain
itu dengan meninggikan rangka kumbung akan menyebabkan sirkulasi udara
dalam kumbung menjadi lancar dan kelembapan udara dalam ruangan budidaya
menjadi lebih lembab (Redaksi Agromedia, 2011)
2.4 Rangka Bangunan Kumbung
Tempat atau bangunan budidaya jamur lebih dikenal dengan nama
kumbung. Bagian yang paling berperan dalam bangunan kumbung ini yaitu
rangka bangunan dimana rangka bangunan ini akan mempengaruhi biaya investasi
yang dikeluarkan, menurut Redaksi Agromedia (2011) rangka bangunan kumbung
bisa terbuat dari bambu dan kayu. Rangka bangunan yang dipilih akan
mempengaruhi umur usaha budidaya jamur sehingga perlu diperhatikan keawetan
atau daya tahan rangka yang akan digunakan.
2.4.1 Keawetan Bambu
Menurut Sulistyowati (1996), walau memiliki banyak sifat
menguntungkan, bambu rentan terhadap kerusakan. Proses kerusakan
mempengaruhi keawetan bambu. Penyebab kerusakan bambu ada 2 yaitu:
perusak biologis dan non-biologis. Perusak biologis yang sering menyerang
bambu adalah jamur, rayap, kumbang bubuk dan mikroorganisme laut. Jamur
menyebabkan kerusakan seperti : pengotoran, pelapukan dan perubahan warna.
14
Kerusakan bambu karena serangan kumbang bubuk biasanya terjadi setelah
batang bambu ditebang. Kumbang ini hidup dalam jaringan serat bambu untuk
mendapatkan patinya.
Penyebab kerusakan non-biologis yang terpenting adalah air. Kadar air
yang tinggi menyebabkan kekuatan bambu menurun dan mudah lapuk. Langkah
pertama yang harus dilakukan dalam metode pengawetan bambu apapun adalah
pengeringan. Penggunaan bambu yang benar-benar kering (kadar airnya tepat)
dalam setiap metode pengawetan akan menghasilkan tingkat keawetan yang lebih
baik dibanding penggunaan bambu yang masih basah (kadar air tinggi).
Keawetan bambu sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca dan lingkungan.
Bambu tanpa perlakuan pengawetan, apabila dibiarkan bersentuhan secara
langsung dengan tanah dan tidak terlindung dari cuaca, hanya mempunyai umur
pakai sekitar 1 - 3 tahun. Bambu yang terlindung dari gangguan cuaca, umur
pakainya dapat bertahan antara 4 - 7 tahun atau lebih. Dalam lingkungan yang
ideal rangka (konstruksi) bambu dapat tahan selama 10 - 15 tahun. Jika
berinteraksi dengan air laut, bambu cepat hancur oleh serangan mikroorganisme
laut dalam waktu kurang dari satu tahun.
Keawetan bambu dipengaruhi juga oleh : kondisi fisik bambu, bagian
ruas, spesis dan kandungan pati. Bambu yang telah dibelah lebih cepat rusak
dibanding bambu yang masih utuh (belum dibelah). Ruas bambu bagian bawah
mempunyai ketahanan rata-rata yang lebih tinggi dibanding bagian tengah atau
bagian atasnya. Bagian sebelah dalam ruas biasanya lebih dulu terserang
(serangga atau jamur) daripada bagian luar. Keawetan alamiah bambu
bervariasi antara satu spesies dengan spesies lain. Variasi ini berkaitan dengan
ketahanan spesis terhadap serangan rayap atau kumbang. Bambu yang kandungan
patinya lebih tinggi lebih rentan terhadap serangan kumbang bubuk.
Keawetan alamiah bambu relatif lebih rendah dibanding kayu. Artinya,
umur pakai struktur bambu relatif lebih pendek dibanding struktur kayu. Cara
memperpanjang umur pakai bambu yaitu melalui pengawetan dan penerapan
metode konstruksi tertentu. Metode ini bertujuan meminimalisir laju serangan
jamur dan serangga. Meletakan tonggak bambu pada dinding batu atau semen
merupakan cara sederhana yang lebih baik ketimbang membenamkan bambu
15
secara langsung ke dalam tanah. Pada konstruksi rumah bambu, sangat
dianjurkan membuat pondasi dari beton atau batu. Pelapisan bambu dengan bahan
penahan air dapat mengurangi serangan jamur.
2.4.2 Keawetan Kayu
Keawetan kayu berhubungan erat dengan pemakaian. Kayu dikatakan awet
apabila mempunyai umur pakai lama dan mampu menahan berbagai faktor
perusak kayu. Dengan kata lain keawetan kayu adalah daya tahan suatu jenis
kayu terhadap faktor-faktor perusak dari luar kayu itu (Dumanauw, 1990 dalam
Zibua, 2008). Nilai suatu jenis kayu sangat ditentukan oleh keawetannya, karena
bagaimana pun kuatnya suatu jenis kayu tersebut, penggunaan sebagai bahan
bangunan tidak akan berarti jika keawetannya rendah.
Keawetan kayu dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu faktor
karakteristik kayu dan lingkungan. Faktor karakteristik kayu yaitu kandungan zat
ekstraktif, umur pohon, bagian kayu dalam batang (gubal dan teras), dan
kecepatan tempat tumbuh. Sedangkan faktor lingkungan yaitu tempat dimana
kayu tersebut dipakai, jenis organisme penyerang, keadaan suhu, kelembaban
udara dan lain-lainnya.
Ketahanan kayu terhadap serangga dan perusak kayu khususnya yang
bersentuhan dengan laut disebabkan oleh kandungan zat ekstraktifnya. Zat
ekstraktif dalam kayu berfungsi sebagai racun bagi perusak-perusak kayu,
sehingga perusak tersebut tidak bisa masuk dan tinggal dalam kayu tersebut
(Panshin dan de Zeeuw, 1980 dalam Zibua, 2008).
Menurut Martawijaya et al, (1995), keawetan alami ialah ketahanan kayu
terhadap serangan dari unsur-unsur perusak kayu dari luar: jamur, rayap, bubuk,
cacing laut dan mahkluk lainnya yang diukur dengan jangka waktu tahunan.
Keawetan kayu tersebut disebabkan oleh adanya suatu zat di dalam kayu (zat
ekstraktif) yang merupakan sebagai unsur racun bagi perusak-perusak kayu,
sehingga perusak tersebut tidak sampai masuk dan tinggal di dalamnya serta
merusak kayu. Ada lima penggolongan kelas awet kayu yaitu sebagai berikut:
16
1. Kelas awet I
Lama pemakaian kelas awet I dapat mencapai 25 tahun. Jenis-jenis kayu yang
termasuk dalam kelas ini adalah jati, ulin, sawo kecik, merbau, tanjung,
sonokeling, johar, bangkirai, behan, resak, dan ipil.
2. Kelas awet II
Jenis-jenis kayu yang termasuk kelas awet II yaitu waru, kapur, bungur,
cemara gunung, rengas, rasamala, merawan, lesi, walikukun, dan sonokembang.
Umur pemakaian dari kelas ini yaitu antara 15-25 tahun.
3. Kelas awet III
Jenis-jenis kayu yang termasuk kelas awet III yaitu ampupu, bakau, kempas,