Page 1
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Krokot (Portulaca oleracea L.)
Tanaman krokot (Portulaca oleracea L.) adalah tanaman yang tumbuh liar di
lapangan dan dapat tumbuh di daerah yang berpasir dan tanah liat. Krokot ini dapat
tumbuh meski kekurangan air dan memiliki sifat adaptasi yang baik terhadap
lingkungan. Krokot termasuk salah satu gulma pada budidaya tanaman semusim
(Dalimartha, 2009).
Gambar 1. Tanaman Krokot (Dalimartha, 2009)
A. Taksonomi
Klasifikasi dari krokot adalah:
Kingdom : Plantae
Division : Magnoliophyta
Class : Magnoliopsida
Order : Caryophyllales
Family : Portulacaceae
Genus : Portulaca
Species : Portulaca oleracea
Krokot (Portulaca oleracea L.) merupakan tanaman yang dapat dikonsumsi sebagai
masakan, beberapa orang mengkonsumsi sebagai obat herbal dan beberapa jenis
Page 2
5
karena keindahan bunganya digunakan sebagai elemen taman. Batang krokot
berbentuk bulat bewarna coklat keunguan, tumbuh tegak, berdaun tunggal, tebal
berdaging berbentuk bulat telur dengan warna permukaan atas daun hijau tua dan
permukaan bawahnya merah tua, tangkainya pendek, dan bagian ujung daun bulat
melekuk ke dalam. Tanaman krokot mengandung garam kalium (KCl, KSO4,
KNO3), 1-noradrenalin noradrenalin, dopamine, dopa, nicotin acid, tanin,
saponin, vitamin (A, B dan C). Secara tradisional tanaman krokot digunakan
sebagai obat alternatif untuk mengobati penyakit kulit (borok, bisul, radang kulit,
dan kudis) dan diare yang diakibatkan bakteri E. coli (Karlina dkk, 2013).
Krokot atau Portulacaoleracea L, tanaman ini dapat menyembuhkan
berbagai macam penyakit seperti radang akut usus buntu, disentri, diare akut,
radang payudara, pasir berdarah, keputihan, gangguan sistem saluran kencing, sakit
kuning, cacingan, dan sesak nafas. Di Yunani kuno, krokot herbal dianggap sebagai
ramuan obat penting bagi pengobatan demam, gangguan perempuan, sakit perut,
wasir, dan untuk penyembuhan luka oleh Hippocrates, bapak kedokteran terkenal.
Krokot telah baru-baru ini diidentifikasi sebagai sumber yang sangat baik dari asam
alfalinolenat. Alpha-linolenat adalah asam lemak omega-3, juga dikenal sebagai
minyak ikan. Ini konten penting dalam krokot herbal yang dapat memainkan peran
penting dalam pertumbuhan manusia, pembangunan dan mencegah penyakit
(Anggarani dkk, 2012).
Rumput krokot (Portulaca Oleracea L) adalah kompetitor yang sangat kuat
bagi tanaman budidaya. Hal ini dikarenakan perkembangbiakan krokot yang cepat
dan juga efisien dalam pemanfaatan sumber daya untuk kelangsungan hidupnya.
Selain itu krokot juga menjadi gulma yang cukup kompetitif, karena dapat
Page 3
6
beradaptasi pada berbagai kondisi lingkungan misalnya dalam berbagai tingkatan
seperti kandungan unsur hara, berbagai jenis tipe tanah, berbagai ketinggian tempat,
serta dapat tumbuh pada berbagai tingkatan pH tanah dan suhu lingkungan (Lutfy,
2015).
Tanaman ini tumbuh di daerah yang lembab dengan cara menjalar di tanah
dan memiliki cabang yang banyak. Warna batang cokelat kemerahan, daunnya
bulat telur, kecil, berdaging tebal dan ketiak batang atau daun muncul bunga kecil
berwarna kuning atau putih (Mursito, 2011).
B. Nama Daerah
Portulaca oleracea L. memiliki banyak sekali nama. Di Indonesia dikenal
sebagai gelang (Sunda), krokot (Jawa), resereyan (Madura), dan jalu-jalu kiki
(Maluku) (Rahardjo, 2007). Di daerah Melayu, orang menyebutnya gelang pasir,
sedangkan di Thailand disebut phak bia-yai. Di Cina, penduduk lebih suka
menyebutnya machi xian. Beberapa nama lain adalah sebagai berikut : common
purslane (Inggris), beldoegra (Portugis), verdolaja (Spanyol), gartenportulak
(Jerman) dan kurfa (Arab dan Persia) (Dweck, 2001).
C. Karakteristik dan Morfologi
Tanaman krokot merupakan herba yang banyak mengandung air, tumbuh
tegak atau merayap di permukaan tanah tanpa keluar akar dari bagian tanaman yang
merayap tersebut. Batangnya bulat dan warnanya coklat keunguan, panjangnya
dapat mencapai 50 cm, serta tidak berambut. Tanaman ini memiliki daun tunggal,
berdaging tebal, permukaannya datar, tata letaknya duduk tersebar atau berhadapan.
Bentuk daunnya bulat telur, ujung bulat melekuk ke dalam, tepi rata, panjangnya 1-
4 cm, lebarnya 5-14 mm, ketiak daun tidak berambut (Rahardjo, 2007).
Page 4
7
Bunga terletak di ujung percabangan, berkelompok, terdiri dari 2-6 kuntum
bunga, daun mahkotanya berjumlah lima, kecil-kecil berwarna kuning, mulai mekar
pada pagi hari antara pukul 08.00-11.00, dan mulai layu menjelang sore hari.
Buahnya berbentuk oval, mempunyai biji yang berjumlah banyak, berwarna hitam
coklat mengkilap. Cara perbanyakannya melalui biji (Rahardjo, 2007)
D. Budidaya
Tanaman krokot dapat diperbanyak melalui biji dengan mudah. Biji yang
telah masak dan mengering kemudian jatuh ke tanah, akan tumbuh dengan
sendirinya. Sebelum biji jatuh, hendaknya biji dipanen kemudian dikeringkan. Biji
yang sudah kering dapat disemaikan di dalam petak persemaian (Rahardjo, 2007).
Krokot dapat tumbuh baik di dataran rendah dan tinggi, di tanah yang gembur
dan subur dengan pH tanah 5,5-6, curah hujan 200 mm/bulan dengan bulan kering
2-4 bulan pertahun. Namun, tanaman ini dapat tumbuh juga di jenis tanah apapun,
bahkan di lahan-lahan marginal sekalipun. Krokot dapat tumbuh di tempat terbuka
maupun di sela-sela tanaman lain. Tanaman ini lebih menyukai tanah-tanah yang
cenderung basah (Rahardjo, 2007).
1.2 Kandungan Kimia
Menurut Kardinan (2007), tanaman krokot (Portulaca oleracea L.)
berkhasiat sebagai penurun panas, menghilangkan rasa sakit, peluruh air seni, anti
toksi, penenang, menurunkan gula darah, anti skorbut (bibir retak akibat
kekurangan vitamin C), menguatkan jantung, menghilangkan bengkak,
melancarkan darah, dan sebagai antioksidan pencegah pertumbuhan sel kanker di
tubuh. Hal ini dikarenakan krokot memiliki kandungan gizi yang baik, seperti yang
tertera pada Tabel 1.
Page 5
8
Tabel 1 Kandungan Gizi Krokot (Portulaca oleracea L.) per 100 gram
Keterangan Jumlah Satuan
Bagian Dapat Dimakan (BDD) 80 %
Protein 1,7 g
Karbohidrat 3,8 g
Lemak 0,4 g
Kalsium 103 mg
Fosfor 39 mg
Kalori 21 kkal
Vitamin C 25 mg
Vitamin B1 0,03 mg
Vitamin A 2550 IU
Zat Besi 4 mg
Sumber : Kardinan (2007)
Beberapa penelitian melaporkan bahwa krokot mengandung banyak
komponen senyawa aktif. Beberapa senyawa yang telah dilaporkan mencakup asam
organik (asam oksalat, asam kafein, asam malat, dan asam sitrat), alkaloids,
komarin, flavonoid, cardiac glycosides, anthraquinone glycosides, alanin,
katekolamin, saponin, dan tannin (Mohammad et al., 2004 ; Xin et al., 2008).
Flavonoid yang terkandung dalam krokot terdiri dari 5 jenis, yakni kaempferol,
apigenin, myricetin, quercetin, dan luteolin (Xu et al., 2005).
Menurut penelitian Batari (2007) krokot yang memiliki daun berwarna hijau
dan agak sedikit tersamar warna kuning, dengan rasa yang agak asam dan asin, serta
batangnya yang berwarna kemerahan memiliki kadar air sebesar 92,53%.
Berdasarkan hasil analisis total fenol, diketahui bahwa kandungan fenol pada
krokot adalah sebanyak 33,46 mg/100g samppel segardan 447,91 mg/100g sampel
kering.
Page 6
9
Tabel 2 Perbandingan luasan area kromatografi ekstrak krokot
Komponen
flavonoid
Area pada ekstrak
krokot (mAu*s)
Area pada
standar
campuran
(mAu*s)
Area pada
ekstrak krokot
dengan standar
campuran
(mAu*s)
Myricetin 263,62018 233,97159
Luteolin 118,35878 113,00703
Quercetin 18,87924 259,90009 273,30203
Apigenin 80,74374 75,91625
Kaemperol 168,29596 167,60463
Batari (2007)
Kandungan flavonol dan flavone pada krokot hanya diberikan oleh kontribusi
dari quercetin, yaitu sebanyak 0,30 mg quercetin/100g sampel segardan 4,05 mg
quercetin/100g sampel kering (dengan perhitunan menggunakan kurva standar).
Kandungan flavonol dan flavone pada krokot dengan perhitungan menggunakan
eksternal standar memberikan hasil sebanyak 0,14 mg quercetin/100g sampel segar
dan 1,83 mg quercetin/100g sampel kering (Batari, 2007).
Berdasarkan hasil yang diperoleh, dapat diketahui bahwa krokot
dibandingkan antara jumlah flavonol dan flavonenya dengan nilai total fenol,
selisihnya sangat jauh. Hal ini berarti bahwa didalam sampel krokot memang tidak
banyak mengandung komponen flavonol dan flavone, namun terdapat komponen
fenolik lain yang jumlahnya cukup banyak (Batari, 2007).
Hertog et al (1992) melakukan penelitian yang sama terhadap krokot. Hasil
yang diperoleh melalui penelitian tersebut yaitu bahwa kompone yang
teridentifikasi adalah quercetin dan kaempferol. Hal ini agak berbeda denga hasil
penelitian batari, karena komponen yang teridentifikasi hanyalah quercetin. Namun
ia bila dilihat dari jumlahnya, Hertog et al (1992) juga mendeteksi komponen
tersebut dalam jumlah yang sangat kecil.
Page 7
10
Bila melihat data pada tabel 2, dapat diketahui bahwa krokot memiliki
persentase jumlah komponen unknown yang paling besar dibandingkan sampel
lainnya. Hal ini berrarti sebenarnya dalam tanaman krokot masih banyak senyawa
golongan flavonol dan flavone yang lain selain kelima senyawa yang diidentifikasi.
Menurut Larson (1998), senyawa antioksidan di dalam tanaman tingkat tinggi
selain berupa protein, senyawa bernitrogen, karetonoid, vitamin c adalah senyawa
fenolik. Senyawa fenolik yang berfungsi sebagai antioksidan primer dalam tanaman
bersifat polar. Pada penelitian ini diasumsikan bahwa komponen aktif antioksidan
yang terkandung dalam sayuran indigenous adalah senyawa fenolik karena
antioksidan yang paling umum terdapat pada tanaman adalah kelompok senyawa
fenolik (Pratt, 1992). Menurut Hougton dan Raman (1998) komponen fenolik yang
umumnya terdapat dalam tanaman berada dalam bentuk fenol bebas dan glikosidik.
Senyawa fenolik cenderung relatif polar karea banyak mengandung gugus OH dan
larut dalam pelarut alkohol dan metanol.
Krokot juga dilaporkan mengandung senyawa kimia lain, termasuk urea,
kalsium, besi, fosfor, mangan, tembaga, asam lemak, terutama asam lemak omega-
3. Asam lemak omega-3 merupakan suatu komponen kimia penting yang tidak
dapat diproduksi di dalam tubuh. Di antara jenis sayuran yang ada, krokot
mempunyai konsentrasi asam lemak omega-3 tertinggi. Bijinya mengandung β-
sitosterol. Seluruh bagian tanaman ini mengandung l-norepinefrin, karbohidrat,
fruktosa, vitamin A, vitamin B1, vitamin B2, dan kaya akan asam askorbat (Rashed
et al., 2004). Krokot juga kaya akan beta karoten (BarbosaFilho et al., 2008).
Page 8
11
1.3 Manfaat Farmakologi
Tanaman krokot memiliki banyak fungsi sebagai obat tradisional (Rahardjo,
2007). Tanaman ini biasanya dipotong kecil-kecil dan dimakan atau digunakan
secara topikal (Kumar et al., 2008). Masyarakat Brazil menggunakannya sebagai
obat hemoroid (Agra et al., 2008). Masyarakat Cina mengenal krokot sebagai obat
antihipertensi dan antidiabetik (Gong et al.,2009). T anaman ini juga biasa
digunakan sebagai obat luka dan relaksan otot (Rashed et al., 2004). Berdasarkan
penelitian yang telah dilakukan oleh Karimi et al. (2008), dilaporkan bahwa ekstrak
krokot mempunyai efek penurunan ketergantungan morfin pada tikus.
Seluruh bagian tanaman dianggap sebagai antiflogistik, bakterisida,
anafrodisiak, emolien, dan diuretik. Herbanya digunakan sebagai sedatif lambung,
dan mengurangi peradangan. Kecuali akarnya, seluruh bagian tanaman digunakan
sebagai antibakteri, antiinflamasi, dan antihelmintik. Tanaman ini juga digunakan
untuk mengobati desentri basiler dan disuria. Tumbukan dari daunnya yang segar
digunakan untuk obat luka bakar dan impetigo (Sanja et al., 2009).
1.4 Ekstraksi Herba Krokot
2.4.1 Ekstraksi
Ekstraksi merupakan salah satu cara pemisahan satu atau lebih komponen dari
suatu bahan atau jaringan tanaman. Proses awal ekstraksi komponenkomponen
aktif dari suatu jaringan tanaman adalah dengan menghaluskan jaringan tanaman
tersebut. Hal ini bertujuan untuk memperbesar peluang terlarutnya komponen-
komponen metabolit yang diinginkan. Sebelum diekstraksi, jaringan tanaman
dikeringkan untuk mempertahankan kandungan metabolit dalam tanaman yang
telah dipotong sehingga proses metabolisme terhenti (Mursito, 2002).
Page 9
12
Menurut Anonim (2014), cara ekstraksi sangat beragam, salah satu cara
ekstraksi yang paling mudah yaitu dengan menggunakan pelarut. Ekstraksi dengan
menggunakan pelarut dapat dilakukan dalam kondisi pelarut dingin atau pelarut
dipanaskan. Proses ekstraksi dengan pelarut sebagai berikut:
1. Ekstraksi dengan Pelarut Dingin
a. Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia menggunakan pelarut
dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada suhu kamar. Prinsip
ekstraksi cara ini adalah penyarian zat aktif yang dilakukan dengan cara
merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari yang sesuai pada temperatur
kamar. Cairan penyari akan masuk ke dalam sel melewati dinding sel. Isi sel
akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel
dengan di luar sel. Larutan yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan
digantikan oleh cairan penyari dengan konsentrasi rendah (proses difusi).
Peristiwa tersebut berulang sampai terjadi keseimbangan konsentrasi antara
larutan di luar sel dan di dalam sel. Keuntungan metode ini yaitu peralatannya
sederhana, sedangkan kerugiannya adalah waktu yang diperlukan untuk
mengekstraksi sampel cukup lama, cairan penyari yang digunakan lebih banyak,
tidak dapat digunakan untuk bahan-bahan yang mempunyai tekstur keras seperti
lilin.
Maserasi adalah proses penyarian simplisia menggunakan pelarut dengan
perendaman dan beberapa kai pengocokan atau pengadukan pada temperatur
ruangan (kamar). Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk
kedalam rongga sel yang mengandung zat aktif yang akan larut, karena adanya
Page 10
13
perbedaan konsentrasi larutan zat aktif di dalam sel dan di luar sel maka larutan
terpekat didesak keluar. Proses ini berulang sehingga terjadi keseimbangan
konsentrasi antara larutan di dalam dan di luar sel. Cairan penyari yang
digunakan dapat berupa air, etanol, metanol, etanol-air atau pelarut lainnya.
Remaserasi berarti dilakukan penambahan pelarut setelah dilakukan
penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama, dan
seterusnya.
b. Perkolasi
Perkolasi adalah proses ekstraksi dengan jalan melewatkan pelarut yang
sesuai secara terus menerus (mengalir) dengan lambat pada simplisia dalam
suatu percolator. Prinsip metode ini yaitu serbuk simplisia ditempatkan dalam
suatu bejana silinder, yang bagian bawahnya diberi sekat berpori. Cairan penyari
dialirkan dari atas ke bawah melalui serbuk tersebut, cairan penyari akan
melarutkan zat aktif sel-sel yang dilalui sampai mencapai keadaan jenuh.
Keuntungan dari metode ini adalah tidak terjadi kejenuhan dan pengaliran
meningkatkan difusi (dengan dialiri cairan penyari sehingga zat seperti
terdorong untuk keluar dari sel), lalu kerugiannya adalah cairan penyari lebih
banyak dan resiko cemaran mikroba untuk penyari air karena dilakukan secara
terbuka.
Ekstraksi secara perkolasi dilakukan dengan cara dibasahkan 10 bagian
simplisia dengan derajat halus yang cocok, menggunakan 2,5 bagian sampai 5
basgian penyari dimasukkan dalam bejana tertutup sekurang-kurangnya 3 jam.
Massa dipindahkan sedikit demi sedikit ke dalam perkolator, ditambahkan cairan
penyari. Perkolator ditutup dibiarkan selama 24 jam, kemudian kran dibuka
Page 11
14
dengan kecepatan 1 ml/menit, sehingga simplisia tetap terendam. Filtrat
dipindahkan ke dalam bejana, ditutup dan dibiarkan selama 2 hari pada tempat
terlindung dari cahaya.
2. Ekstraksi dengan Pelarut Dipanaskan
a. Refluk
Refluk adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,
selama waktu tertentu dan jumlah pelarut yang relatif konstan dengan adanya
pendingin balik. Ekstraksi metode ini digunakan untuk mengekstraksi
bahanbahan yang tahan terhadap pemanasan. Prinsip metode ini adalah
penarikan komponen kimia yang dilakukan dengan cara sampel dimasukkan ke
dalam labu alas bulat bersama-sama dengan cairan penyari lalu dipanaskan, uap-
uap cairan penyari terkondensasi pada kondensor bola menjadi molekul-molekul
cairan penyari yang akan turun kembali menuju labu alas bulat, akan menyari
kembali sampel yang berada pada labu alas bulat, demikian seterusnya
berlangsung secara berkesinambungan sampai penyarian sempurna, penggatian
pelarut dilakukan sebanyak 3 kali setiap 3-4 jam. Filtrat yang diperoleh
dikumpulkan dan dipekatkan. Keuntungan dari metode ini adalah dapat
digunakan untuk mengekstraksi sampel-sampel yang memiliki tekstur kasar dan
kerugiannya yaitu butuh volume total pelarut yang besar.
b. Soxhletasi
Soxhletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang
umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi terus menerus
dengan jumlah pelarut yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
Prinsip metode ini adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru
Page 12
15
sehingga terjadi ekstraksi terus menerus dengan jumlah pelarut konstan dengan
adanya pendingin balik. Keuntungan metode ini adalah dapat digunakan untuk
sampel dengan tekstur yang lunak dan tidak tahan terhadap pemanasan secara
langsung, lalu dapat digunakan pelarut yang lebih sedikit, pemanasannya dapat
diatur, lebih efektif dan efisien dibandingkan dengan metode maserasi. Kerugian
metode ini adalah jumlah total senyawa-senyawa yang diekstraksi akan
melampaui kelarutannya dalam pelarut tertentu sehingga dapat mengendap
dalam wadah dan membutuhkan volume pelarut yang lebih banyak untuk
melarutkannya, lalu bila dilakukan dalam skala besar, mungkin tidak cocok
untuk menggunakan pelarut dengan titik didih yang terlalu tinggi, dan karena
pelarut didaur ulang, ekstrak yang terkumpul pada wadah di sebelah bawah terus
menerus dipanaskan sehingga dapat menyebabkan reaksi peruraian oleh panas.
c. Digesti
Digesti adalah cara ekstraksi dengan maserasi kinetik (dengan pengadukan
terus menerus) pada temperatur yang tinggi dari suhu kamar (umumnya
dilakukan pada suhu 40-500 C). Keuntungan metode ini adalah kekentalan
pelarut berkurang, sehingga dapat mengakibatkan berkurangnya lapisan-lapisan
batas, dan daya melarutkan cairan penyari akan meningkat.
d. Infus
Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air.
Bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-98°
C. Ekstraksi berlangsung selama waktu tertentu (15-20 menit).
Page 13
16
e. Dekok
Dekok adalah metode ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur
penangas air. Bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur
sampai titik didih air. Ekstraksi berlangsung selama waktu tertentu (waktu lebih
lama dari pada waktu ekstraksi infus).
2.4.2 Pelarut
Pelarut merupakan senyawa yang bisa melarutkan zat sehingga bisa menjadi
sebuah larutan yang bisa diambil sarinya. Konsentrasi larutan menyatakan secara
kuantitatif komposisi zat terlarut dan pelarut di dalam larutan. Konsentrasi
umumnya dinyatakan dalam perbandingan jumlah zat terlarut dengan jumlah total
zat dalam larutan, atau dalam perbandingan jumlah zat terlarut dengan jumlah
pelarut. Contoh beberapa satuan konsentrasi adalah molar, molal, dan bagian per
juta (part per million/ppm). Sementara itu, secara kualitatif, komposisi larutan dapat
dinyatakan sebagai encer (berkonsentrasi rendah) atau pekat (berkonsentrasi tinggi)
(Nachtrieb, 2001). Pelarut yang digunakan dalam proses ekstraksi antara lain:
Pelarut polar untuk melarutkan garam alkaloid, glikosida, bahan penyamak dan
Pelarut non polar pelarut yang tidak larut dalam air.
Proses pembuatan larutan suatu zat yang berasal dari cairan pekatnya disebut
pengenceran. Larutan didefinisikan sebagai campuran homogen antara dua atau
lebih zat yang terdispersi baik sebagai molekul, atom maupun ion yang
komposisinya dapat bervariasi. Solute adalah zat terlarut sedangkan solvent
(pelarut) adalah medium dalam mana solute terlarut. Larutan encer adalah larutan
yang mengandung sejumlah kecil solute, relatif terhadap jumlah pelarut. Sedangkan
larutan pekat adalah larutan yang mengandung sebagian besar solute. Untuk
Page 14
17
ekstraksi ini Farmakope Indonesia menetapkan bahwa sebagai cairan pelarut adalah
air, etanol, etanol – air atau eter.
1. Air
Air merupakan pelarut senyawa–senyawa organik dan memiliki sifat yang
kurang sempurna, yaitu beberapa senyawa organik tidak dapat terlarut dalam air
bila dalam bentuk tak terionisasi. Jadi air merupakan pelarut yang baik sekali untuk
senyawa ion, seperti garam, karena daya tarik antara komponen ion dari molekul
dan dipolar air cukup untuk mengatasi tarikan antara ion – ion itu sendiri. Senyawa
polar non – ion, seperti gula dan alkohol sederhana, juga sangat larut dalam air.
Gugusan fungsional polar, seperti gugus hidroksil, dari senyawa non– ionik dengan
mudah mengikat hidrogen dengan molekul air, mendispersikan senyawa di antara
molekul air. Air memiliki indeks bias pada 20°C yaitu 1,333, titik didih 100°C,
viskositas 1,00 cPoise, dan kelarutannya dalam air adalah 100% b/b.
Air dipertimbangkan sebagai penyari karena murah dan mudah dipeoleh,
bersifat stabil, tidak mudah menguap dan tidak mudah terbakar, tidak beracun,
bersifat alamiah. Namun disamping memiliki nilai positif, pelarut air juga memiliki
kekurangan yaitu bersifat tidak selektif, sehingga komponen lain dalam suatu bahan
juga dapat dilarutkan dalam air. Air merupakan tempat tumbuh bagi kuman, kapang
dan khamir, karena itu pada pembuatan sari dengan air harus ditambah zat
pengawet. Air dapat melarutkan enzim. Enzim yang terlarut dengannya air akan
menyebabkan reaksi enzimatis, yang mengakibatkan penurunan mutu dari suatu
bahan. Disamping itu adanya air akan mempercepat proses hidrolisa serta
membutuhkan waktu yang lebih lama untuk memekatkan sari air jika dibandingkan
dengan etanol.
Page 15
18
2. Etanol
Etanol disebut juga etil alkohol, alkohol murni, alkohol absolut, atau alkohol,
adalah sejenis ccairan yang mudah menguap, mudah terbakar, tak berwarna, dan
merupakan alkohol yang paling sering digunakan dalam kehidupan sehari – hari.
Etanol termasuk ke dalam alkohol rantai tunggal, dengan rumus kimia C2H5OH dan
rumus empiris C2H6O, tertera pada Gambar 2. Ia merupakan isomer konstitusional
dari dimetil eter.
Etanol dipertimbangkan sebagai penyari karena sifatnya yang lebih selektif
dibandingkan dengan air, kapang dan kuman sulit tumbuh dalam etanol 20% keatas,
tidak beracun, bersifat netral, absorbsinya baik, etanol dapat bercampur dengan air
pada segala perbandingan, panas yang diperlukan untuk pemekatan lebih sedikit.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka pelarut polar yang digunakan dalam
penelitian ini adalah pelarut etanol, mengingat pelarut etanol merupakan media
yang lebih sulit sebagai pertumbuhan bakteri, serta pemanasan dengan pelarut ini
dikeringkan. Jika kecepatan aliran udara pengering makin tinggi maka makin
cepat massa uap air yang dipindahkan dari bahan ke atmosfer.
1.5 Effervescent
Tablet effervescent dalam dunia farmasi didefinisikan tablet tanpa penyalut
yang terdiri dari satu atau lebih asam organik dan senyawa garam karbonat yang
bila dilarutkan dalam air akan menghasilkan gas karbondioksida. Effervescent juga
dapat diterapkan dalam dunia pangan yaitu sebagai flavored beverage effervescent.
Flavored beverage effervescent didefinisikan sebagai sediaan effervescent yang
digunakan dalam pembuatan minuman ringan yang praktis yaitu hanya dengan
mencampurkan serbuk atau tablet effervescent ke dalam sejumlah air. Pereaksian
Page 16
19
bubuk atau tablet effervescent dengan air akan menghasilkan gas CO2 yang akan
memberikan efek rasa sparkle atau fizzy serta melarutkan komponen-komponen
aktif yang terdapat pada produk effervescent (Linberg dan Hansson, 2007).
Komponen utama minuman effervescent ialah asam dan senyawa karbonat.
Asam yang sering digunakan dapat diperoleh dari tiga macam sumber yaitu asam
makanan, asam anhidrat, dan garam asam. Asam makanan merupakan jenis asam
yang paling sering digunakan karena secara alami terdapat dalam bahan pangan.
Asam-asam yang sering digunakan antara lain asam sitrat dan asam tartarat,
(Lieberman et al., 1992).
Dalam pembuatan tablet effervescent, ada beberapa parameter kritis yang
perlu diperhatikan yaitu suhu dan RH (relative humidity). RH yang rendah dan suhu
yang rendah sangat penting untuk mencegah proses granulasi dan penyerapan uap
air yang mengganggu kestabilan uap air. Kondisi optimal pembuatan minuman
dengan teknologi effervescent ialah RH maksimum 25% dan suhu maksimal 25⁰C.
Hal ini memiliki tujuan untuk menjaga kestabilan sediaan bentuk effervescent
(Swarbrick dan Boylan, 2000).
Reaksi yang terjadi pada pelarutan tablet effervescent adalah reaksi antara
senyawa asam dan senyawa karbonat untuk menghasilkan gas CO2. Gas CO2 yang
terbentuk dapat memberikan rasa segar, sehigga rasa getir dapat tertutupi dengan
adanya CO2 dan pemanis. Reaksi ini dikehendaki terjadi secara spontan ketika
effervescent dilarutkan ke dalam air. Garam-garam effervescent biasanya diolah
dari suatu kombinasi asam sitrat dan asam tartat dari pada hanya satu macam asam
saja, karena penggunaan bahan asam tunggal saja akan menimbulkan kesukaran.
Apabila asam malat sebagai asam tunggal, granul yang dihasilkan akan mudah
Page 17
20
kehilangan kekuatannya dan akan menggumpal. Asam sitrat saja akan
menghasilkan campuran lekat dan sukar menjadi granul (Ansel, 1989). Reaksinya
adalah sebagai berikut :
(a) H3C6H5O7 . H20 + 3NaHCO3 → Na2C6H5O7 + 4H2O + 3CO2
(b) H2C4H4O6 + 2NaHCO3 → Na2C4H4O6 + 2H20 + 2C02
Reaksi diatas menunjukan bahwa untuk menetralisir satu molekul asam sitrat
dibutuhkan 3 molekul natrium bikarbonat (NaHCO3) sedangkan untuk menetralisir
satu molekul asam tartat dibutuhkan 2 molekul natrium bikarbonat (NaHCO3).
Reaksi tersebut tidak diharapkan terjadi sebelum tablet effervescent
dilarutkan, oleh karena itu perlu pengendalian kadar air bahan baku dan
kelembapan lingkungan agar tetap rendah untuk mencegah penguraian dan
kesetabilan produk. Ruang pencampuran bahan dan pencetakan yang memiliki
kelembaban maksimal 25% dan suhu maksimal 25°C merupakan kondisi yang baik
untuk proses pembuatan tablet effervescent. Kelarutan yang tinggi dalam air
merupakan salah satu hal yang paling penting dalam pembuatan tablet effervescent
agar tablet dapat larut dengan cepat (Swarbrick, 2007).
1.6 Asam Sitrat
Asam sitrat merupakan salah satu asam organik yang banyak ditemukan di
alam ini. Asam ini secara alami banyak ditemukan dalam jeruk. Senyawa asam ini
memiliki rumus kimia C6H8O7. Secara fisik, asam sitrat memiliki ciri tidak
berwarna, tidak berbau, berbentuk kristal jernih dan memiliki rasa asam yang kuat.
Asam ini secara komersial tersedia dalam bentuk anhidrat, dan monohidrat. Dalam
dunia pangan asam sitrat digunakan sebagai senyawa pengatur keasaman, flavor,
pengawet pengkelat logam dan sebagainya (Branen et al., 1990).
Page 18
21
Asam sitrat merupakan hablur bening, tidak berwarna atau serbuk hablur
granul sampai halus, putih; tidak berbau atau praktis tidak berbau; rasa sangat asam.
Bentuk hidrat mekar dalam udara kering, sangat mudah larut dalam air; mudah larut
dalam etanol (95%) P; agak sukar larut dalam eter P (Amidon, 2006).
Berbagi penelitian dilakukan untuk mengkaji keamanan dari asam sitrat.
Beberapa hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa ada korelasi asupan asam
sitrat yang berlebih dengan gejala-gejala keanehan dalam metabolisme tubuh
hewan percobaan. Akan tetapi, pengkajian lebih lanjut menyatakan bahwa asam
sitrat ditemukan secara alamiah sebagai senyawa antara dalam proses metabolisme
karbohidrat. Oleh karena itu, penggunaan asam sitrat dinyatakan sebagai GRAS
(Generally Recognize as Safe) oleh FAO/WHO pada tahun 1973 (Branen et al.,
1990).
1.7 Asam Malat
Asam malat serbuk berhablur putih, berbentuk kristal atau butir-butir,
mempunyai bau yang khas. Kelarutannya mudah larut dalam etanol 95% dan air,
tidak dapat larut dalam benzena. Asam malat ini stabil pada suhu 150°C (Owen,
2006). Asam malat dapat direaksikan dengan sumber karbonat. Kelemahannya
kekuatan asamnya kurang dibanding asam tartrat dan asam sitrat. Keunggulannya
mempunyai bau yang khas, cukup tinggi untuk larut dalam sediaan effervescent
(Mohrle, 1996). Dapat menyembunyikan rasa pahit dan digunakan sebagai
alternatif asam sitrat dalam serbuk effervescent (Owen, 2006).
Asam malat merupakan salah satu asam organik yang secara alami ditemukan
pada apel. Asam ini memiliki rumus kimia C4H6O5 (Gambar 1). Asam malat
memiliki sifat fisik antara lain berbentuk kristal atau bubuk berwarna putih, tidak
Page 19
22
beraroma dan memiliki rasa asam. Asam malat menghasilkan rasa asam yang lebih
kuat dibandingkan dengan asam sitrat. Untuk menciptakan rasa asam yang sama
tingkatannya, jumlah asam malat yang dibutuhkan lebih sedikit dibandingkan
dengan asam sitrat (Branen et al.,1990).
Gambar 2. Struktur Kimia Asam Malat
Sebagai bahan tambahan pangan, asam malat banyak digunakan dalam
industri pangan sebagai senyawa flavor, penguat rasa dan pengatur keasaman.
Selain itu, asam malat juga dapat digunakan sebagai senyawa pencegah reaksi
pencoklatan dalam pengolahan buah. Asam organik ini lazim digunakan dalam
produk-produk minuman, permen, makanan kaleng, jam, jeli dan sebagainya.
Asam malat dengan konfigurasi L (+) dinyatakan sebagai senyawa yang aman
di konsumsi dengan batas GRAS oleh FAO/WHO. Hal ini didasari asam malat
dengan konfigurasi L (+) lazim ditemukan di alam. Akan tetapi, asam malat dengan
konfigurasi DL dibatasi penggunaannya sebanyak 100 mg/kg berat badan per hari
(Branen et al., 1990).
1.8 Natrium Bikarbonat
Natrium bikarbonat merupakan salah satu garam anorganik yang dikenal juga
dengan baking soda atau cooking soda. Senyawa ini memilki sifat fisik berwarna
putih tidak berbau dan berbentuk kristal atau bubuk. Senyawa ini memiliki rumus
kimia NaHCO3. Dalam industri pangan, natrium bikarbonat digolongkan ke dalam
Page 20
23
senyawa dengan fungsi pengatur keasaman, senyawa anti-caking, stabilizer dan
senyawa pengembang. Fungsi terakhir ini yang paling sering digunakan dalam
produk kue.
Dalam teknologi effervescent, natrium bikarbonat digunakan sebagai salah
satu komponen utama penghasil gas CO2 karena pereaksian dengan asam organik.
Penggunaan natrium bikarbonat dalam effervescent didasari pertimbangan sifatnya
yang mudah larut secara sempurna dalam air, tidak higroskopis dan harganya murah
(Lee, 2009).
1.9 Polovinilpirolidon (PVP)
Merupakan hasil polimerasi 1-vinil-2 pyrrolidinone. Dalam bentuk polimer
dengan rumus molekul (C6H9NO)n, berupa serbuk putih atau putih kekuningan;
berbau lemah atau tidak berbau, higroskopis, mudah larut dalam air, etanol (95%)
P, kloroform P, praktis tidak larut dalam eter P (Anonim, 1979). Selain sebagai
bahan pengikat pada pembuatan tablet, PVP juga dapat digunakan sebagai agen
pensuspensi meningkatkan disolusi, meningkatkan kelarutan, dan menambah
viskositas baik sediaan oral maupun topikal. PVP tidak bersifat toksik, tidak
menginfeksi kulit dan tidak ada kasus sensitif (Kibbe, 2006).
Nama lain dari polivinilpirolidon adalah povidone, kollidon, polyvidone, 1-
vinyl-2-pyrrolidimone polymer. Rumus struktur PVP adalah sebagai berikut :
Gambar 3 Rumus struktur polivinilpirolidon (Kibbe, 2004)
Page 21
24
PVP merupaka serbuk halus putih sampai krem, serbuk berbau atau hampir
tidak berbau, dan sangat higroskopis. PVP mudah larut dalam asam, kloroform,
etanol, metanol, dan air, praktis tidak larut dalam eter. PVP meleleh pada suhu
150°C, dan dapat menjadi berwarna gelap pada pemanasan 105°C disertai
penurunan kelarutan dalam air. PVP dapat disimpan dalam kondisi umum tanpa
mengalami dekomposisi atau degradasi, namun karena serbuk bersifat higroskopis,
harus disimpan dalam wadah kedap udara ditempat yang sejuk dan kering. PVP
merupakan pengikat yang digunaka dalam pembuatan tablet, konsentrasi yang
digunakan dalam sedian tablet biasanya berkisar antara 0,5-5%.
1.10 Bahan Pengisi (diluent)
Bahan ini dimaksudkan untuk memperbesar volume tablet (Anief, 2003).
Bahan tablet ini menjamin tablet memiliki ukuran atau massa yang dibutuhkan.
Bahan pengisi yang baik memiliki beberapa kriteria, yaitu tidak bereaksi dengan
zat aktif dan eksipien lain, tidak memiliki aktifitas fisiologis dan farmakologis,
mempunyai sifat fisika dan kimia yang konsisten, tidak menyebabkan dan
berkontribusi pada segregasi campuran bila ditambahkan, tidak menyebabkan
berkembangbiaknya mikroba, tidak mempengaruhi disolusi dan bioavailabilitas,
tidak berwarna dan tidak berbau (Sulaiman, 2007). Bahan pengisi harus inert dan
stabil. Pada proses pembuatan tablet effervescent diperlukan bahan pengisi yang
larut dalam air seperti sukrosa, laktosa, kalsium, karbonat, dekstrosa, sorbitol dan
bahan lain yang cocok.
1.11 Maltodekstrin
Maltodekstrin ialah senyawa turunan pati hasil hidrolisis pati melalui proses
hidrolisis parsial oleh enzim α-amilase. Rumus umum senyawa ini ialah
Page 22
25
[(C6H10O5)n)H2O]. Maltodekstrin terdiri atas unit-unit α-D-glukosida dengan
panjang 5-10 unit yang saling berikatan dengan ikatan α-1,4 dengan DE (dextrose
equivalent) kurang dari 20 (Kennedy et al., 1995).
Maltodekstrin banyak digunakan dalam industri pangan sebagai bahan
pengisi dan bahan campuran untuk produk berbasis tepung-tepungan. Selain itu,
maltodekstrin dapat digunakan sebagai bahan untuk mengurangi tingkat
kemanisan. Maltodekstrin juga dapat digunakan sebagai bahan pengental dan
pemantap (Schenk dan Hebeda, 1992). Sebagai bahan pengisi, maltodekstrin sering
digunakan untuk mengurangi biaya produksi karena dapat mengurangi bahan-
bahan konsentrat yang berharga tinggi. Selain itu, sebagai bahan pengisi,
maltodekstrin diaplikasikan dalam teknologi mikroenkapsulasi (Gambar 3).
Fungsi lain dari maltodekstrin ialah dapat digunakan sebagai bahan
pensubtitusi lemak (Ropper, 1996). Hal ini disebabkan karena maltodekstrin dapat
membentuk struktur seperti gel yang menyerupai lemak. Subtitusi maltodekstin
dalam bahan pangan dapat menurunkan hampir 70% dari nilai kalori produk pangan
tersebut.
Gambar 4. Enkapsulasi dengan Maltodekstrin (Schenk dan Hebeda, 1992)
Page 23
26
1.12 Metode Pengolahan
Tablet effervescent dibuat memakai tiga metode umum, yaitu metode
granulasi kering atau peleburan, metode granulasi basah dan cetak langsung
a. Metode granulasi kering (peleburan) Pada metode granulasi kering, granul
dibentuk dari penambahan bahan pengikat ke dalam campuran serbuk obat tetapi
dengan cara memadatkan massa yang jumlahnya besar dari campuran serbuk,
dan setelah itu memecahkannya dan menjadikannya pecahan-pecahan ke dalam
granul yang lebih kecil. Metode ini khususnya untuk bahan-bahan yang tidak
dapat diolah dengan metode granulasi basah, karena kepekaannya terhadap uap
air atau karena untuk mengeringkannya diperlukan temperatur yang dinaikkan
(Ansel, et al., 2005).
b. Metode granulasi basah Granulasi basah adalah proses perubahan serbuk halus
menjadi granul dengan bantuan larutan bahan pengikat. Metode ini berbeda
dengan metode 13 granulasi kering (peleburan). Langkah-langkah yang
diperlukan dalam pembuatan tablet dengan metode granulasi basah ini dapat
dibagi sebagai berikut, yaitu menimbang dan mencampur bahan-bahan yang
diperlukan dalam formulasi, pengayakan adonan lembab menjadi pellet atau
granul, kemudian dilakukan pengeringan, pengayakan kering, pencampuran
bahan pelicin, dan pembuatan tablet dengan kompresi (Ansel, et al., 2005).
Bagian asam dan karbonat formulasi effervescent dapat digunakan secara
terpisah atau dalam bentuk campuran menggunakan air (air kristal, asam sitrat,
air atau uap air), etanol (kemungkinan diencerkan dengan air), isopranol atau
pelarut lain. Bila granulasi dilakukan tanpa menggunakan pelarut air, tidak ada
reaksi effervescent. Bahan baku yang digunakan harus kering dan proses
Page 24
27
dilakukan pada kelembaban rendah. Asam sitrat sebagian akan melarut dalam
etanol atau isopropanol akan berfungsi pula sebagai pengikat bila pelarut
menguap. Apabila granulasi dilakukan menggunakan air atau pelarut
mengandung air, harus hat-hati karena akan terjadi reaksi effervescent.
Dalam pembuatan tablet effervescent, hal yang harus diperhatikan yaitu
bagaimana menentukan formula yang tepat sehingga sediaan yang dihasilkan
dapat menghasilkan pembuih yang efektif, tablet yang stabil dan menghasilkan
produk yang nyaman. Kesulitan dalam pembuatan tablet effervescent ini yaitu
mengendalikan kelembaban ruangan yang digunakan untuk pembuatan tablet.
Kelembaban berkaitan dengan stabilitas tablet effervescent yang dihasilkan.
Semakin tinggi kelembaban, maka semakin sulit dalam penabletan karena
dengan tingginya kelembaban, maka asam basa yang ada dalam tablet akan lebih
cepat 14 bereaksi sehingga tablet yang dihasilkan akan lebih cepat lembek, untuk
itu kelembaban relatif 40% harus tetap terjaga.
c. Kempa langsung Metode ini digunakan untuk bahan yang memiliki sifat mudah
mengalir sebagaimana juga sifat-sifat kohesifnya yang memungkinkan untuk
langsung dikompresi dalam mesin tablet tanpa memerlukan granulasi basah atau
kering (Ansel, et al., 2005). Kebanyakan obat berdosis besar tidak cocok
menggunakan metode ini. Banyak juga obat berdosis kecil yang tidak dapat
bercampur merata antara zat aktif dengan pengisinya, bila menggunakan metode
kempa langsung sehingga proses ini tidak praktis (Banker and Anderson, 1986).