SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA(PKL) OLEH SATUAN POLISI PAMONG PRAJA (SATPOL PP)DI KOTA MEULABOH (StudiKasusPada Kantor Satpol PP Kabupaten Aceh Barat) SKRIPSI Oleh : RACHMADHIDAYAT SAPUTRA NIM : 06C20210024 PROGRAM STUDI ILMU SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS TEUKU UMAR MEULABOH-ACEH BARAT 2014
145
Embed
SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA(PKL)
OLEH SATUAN POLISI PAMONG PRAJA (SATPOL PP)DI KOTA MEULABOH
(StudiKasusPada Kantor Satpol PP Kabupaten Aceh Barat)
SKRIPSI
Oleh :
RACHMADHIDAYAT SAPUTRA
NIM : 06C20210024
PROGRAM STUDI ILMU SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS TEUKU UMAR
MEULABOH-ACEH BARAT
2014
i
SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL)
OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA (SATPOL-PP)
DI KOTA MEULABOH
(Studi Kasus Pada Kantor Satpol PP Kabupaten Aceh Barat)
SKRIPSI
Oleh :
RACHMAD HIDAYAT SAPUTRA
NIM : 06C20210024
PROGRAM STUDI ILMU SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS TEUKU UMAR
MEULABOH – ACEH BARAT
2014
ii
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI
Skripsi dengan judul:
SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL)
OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA (SATPOL-PP)
DI KOTA MEULABOH
Yang disusun oleh :
Nama : RachmadHidayatSaputra
NIM : 06C2-0210024
ProgramStudi : Sosiologi
Fakultas : Ilmu Sosial dan IlmuPolitik
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal…….Agustus2014 dan
dinyatakan memenuhi syarat untuk diterima(LULUS).
SUSUNAN DEWAN PENGUJI
1. (KetuaDewanPenguji)
SudarmanAlwy, M.Ag .……………….…..
NIDN. 01-2504-7601
2. (AnggotaDewanPenguji I)
Muhammad Idris, M.Pd ...............................
Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 148 ayat (2)
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, perlu mengatur pembentukan dan
susunan organisasi Satuan Polisi Pamong Praja;
b. bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pedoman Satuan Polisi Pamong Praja sudah tidak
sesuai lagi dengan jiwa dan semangat Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,
sehingga perlu diganti;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dan huruf b perlu menetapkan Peraturan
Pemerintah tentang Satuan Polisi Pamong Praja;
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang–Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah
diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua
atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
3. Peraturan . . .
- 2 -
3. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4737);
4.
Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang
Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 89, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4741);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SATUAN POLISI
PAMONG PRAJA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Pemerintah pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah
Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan
pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan
pemerintahan oleh pemerintah daerah dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam
sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
3. Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota,
dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara
pemerintahan daerah.
4. Daerah . . .
- 3 -
4. Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah
kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas
wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat
menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat
dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
5. Peraturan daerah, selanjutnya disingkat Perda, adalah
peraturan daerah provinsi dan/atau peraturan daerah
kabupaten/kota.
6. Peraturan kepala daerah adalah peraturan gubernur
dan/atau peraturan bupati/walikota.
7. Aparatur adalah aparatur pemerintahan daerah.
8. Satuan Polisi Pamong Praja, yang selanjutnya disingkat
Satpol PP, adalah bagian perangkat daerah dalam
penegakan Perda dan penyelenggaraan ketertiban umum
dan ketenteraman masyarakat.
9. Polisi Pamong Praja adalah anggota Satpol PP sebagai aparat
pemerintah daerah dalam penegakan Perda dan
penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman
masyarakat.
10. Ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat adalah
suatu keadaan dinamis yang memungkinkan Pemerintah,
pemerintah daerah, dan masyarakat dapat melakukan
kegiatannya dengan tenteram, tertib, dan teratur.
11. Menteri adalah Menteri Dalam Negeri.
BAB II
PEMBENTUKAN, KEDUDUKAN, TUGAS, DAN FUNGSI
Pasal 2
(1) Untuk membantu kepala daerah dalam menegakkan Perda
dan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman
masyarakat, di setiap provinsi dan kabupaten/kota
dibentuk Satpol PP.
(2) Pembentukan organisasi Satpol PP ditetapkan dengan Perda
berpedoman pada Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 3 . . .
- 4 -
Pasal 3
(1) Satpol PP merupakan bagian perangkat daerah di bidang
penegakan Perda, ketertiban umum dan ketenteraman
masyarakat.
(2) Satpol PP dipimpin oleh seorang kepala satuan dan
berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada
kepala daerah melalui sekretaris daerah.
Pasal 4
Satpol PP mempunyai tugas menegakkan Perda dan
menyelenggarakan ketertiban umum dan ketenteraman
masyarakat serta perlindungan masyarakat.
Pasal 5
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4, Satpol PP mempunyai fungsi:
a. penyusunan program dan pelaksanaan penegakan Perda,
penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman
masyarakat serta perlindungan masyarakat;
b. pelaksanaan kebijakan penegakan Perda dan peraturan kepala daerah;
c. pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan ketertiban umum
dan ketenteraman masyarakat di daerah;
d. pelaksanaan kebijakan perlindungan masyarakat;
e. pelaksanaan koordinasi penegakan Perda dan peraturan
kepala daerah, penyelenggaraan ketertiban umum dan
ketenteraman masyarakat dengan Kepolisian Negara
Republik Indonesia, Penyidik Pegawai Negeri Sipil daerah,
dan/atau aparatur lainnya;
f. pengawasan terhadap masyarakat, aparatur, atau badan
hukum agar mematuhi dan menaati Perda dan peraturan
kepala daerah; dan
g. pelaksanaan tugas lainnya yang diberikan oleh kepala
daerah.
BAB III . . .
- 5 -
BAB III
WEWENANG, HAK, DAN KEWAJIBAN
Pasal 6
Polisi Pamong Praja berwenang:
a. melakukan tindakan penertiban nonyustisial terhadap
warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang
melakukan pelanggaran atas Perda dan/atau peraturan
kepala daerah;
b. menindak warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum
yang mengganggu ketertiban umum dan ketenteraman
masyarakat;
c. fasilitasi dan pemberdayaan kapasitas penyelenggaraan
perlindungan masyarakat;
d. melakukan tindakan penyelidikan terhadap warga
masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang diduga
melakukan pelanggaran atas Perda dan/atau peraturan
kepala daerah; dan
e. melakukan tindakan administratif terhadap warga
masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang melakukan
pelanggaran atas Perda dan/atau peraturan kepala daerah.
Pasal 7
(1) Polisi Pamong Praja mempunyai hak sarana dan prasarana
serta fasilitas lain sesuai dengan tugas dan fungsinya
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Polisi Pamong Praja dapat diberikan tunjangan khusus
sesuai dengan kemampuan keuangan daerah.
Pasal 8
Dalam melaksanakan tugasnya, Polisi Pamong Praja wajib:
a. menjunjung tinggi norma hukum, norma agama, hak asasi
manusia, dan norma sosial lainnya yang hidup dan
berkembang di masyarakat;
b. menaati . . .
- 6 -
b. menaati disiplin pegawai negeri sipil dan kode etik Polisi
Pamong Praja;
c. membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat
yang dapat mengganggu ketertiban umum dan
ketenteraman masyarakat;
d. melaporkan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia
atas ditemukannya atau patut diduga adanya tindak
pidana; dan
e. menyerahkan kepada Penyidik Pegawai Negeri Sipil daerah
atas ditemukannya atau patut diduga adanya pelanggaran
terhadap Perda dan/atau peraturan kepala daerah.
Pasal 9
(1) Polisi Pamong Praja yang memenuhi syarat dapat ditetapkan
menjadi Penyidik Pegawai Negeri Sipil sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Polisi Pamong Praja yang ditetapkan sebagai Penyidik
Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat langsung mengadakan penyidikan terhadap
pelanggaran Perda dan/atau peraturan kepala daerah
yang dilakukan oleh warga masyarakat, aparatur, atau
badan hukum.
BAB IV
ORGANISASI
Bagian Kesatu
Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi
Pasal 10
Susunan Organisasi Satpol PP provinsi terdiri atas:
a. Kepala;
b. 1 (satu) sekretariat yang terdiri atas paling banyak 3 (tiga) subbagian;
c. Bidang . . .
- 7 -
c. Bidang paling banyak 4 (empat) dan masing-masing bidang
terdiri atas 2 (dua) seksi; dan
d. Kelompok Jabatan Fungsional.
Bagian Kedua
Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten/Kota
Paragraf 1
Klasifikasi
Pasal 11
(1) Satpol PP kabupaten/kota terdiri atas Tipe A dan Tipe B.
(2) Besaran organisasi Tipe A dan/atau Tipe B ditetapkan berdasarkan klasifikasi besaran organisasi perangkat
daerah.
(3) Satpol PP Tipe A apabila variabel besaran organisasi
perangkat daerah mencapai nilai lebih dari atau sama
dengan 60 (enam puluh).
(4) Satpol PP Tipe B apabila variabel besaran organisasi
perangkat daerah mencapai nilai kurang dari 60 (enam
puluh).
Paragraf 2
Susunan Organisasi
Pasal 12
(1) Organisasi Satpol PP Tipe A terdiri atas:
a. Kepala;
b. 1 (satu) sekretariat yang terdiri atas paling banyak 3 (tiga) subbagian;
c. Bidang paling banyak 4 (empat) dan masing-masing
bidang terdiri atas 2 (dua) seksi; dan
d. Kelompok Jabatan Fungsional.
(2) Organisasi . . .
- 8 -
(2) Organisasi Satpol PP Tipe B terdiri atas:
a. Kepala;
b. 1 (satu) Subbagian Tata Usaha;
c. Seksi paling banyak 5 (lima); dan
d. Kelompok Jabatan Fungsional.
Pasal 13
(1) Pada kecamatan dapat dibentuk Unit Pelaksana Satpol PP
Kabupaten/Kota.
(2) Unit Pelaksana Satpol PP Kabupaten/Kota di kecamatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh seorang
kepala satuan.
(3) Kepala satuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) secara
ex-officio dijabat oleh Kepala Seksi Ketenteraman dan
Ketertiban Umum pada kecamatan.
BAB V
ESELON
Bagian Kesatu
Provinsi
Pasal 14
(1) Kepala Satpol PP provinsi merupakan jabatan struktural
eselon IIa.
(2) Sekretaris dan Kepala Bidang merupakan jabatan struktural
eselon IIIa.
(3) Kepala Subbagian dan Kepala Seksi merupakan jabatan
struktural eselon IVa.
Bagian Kedua
Kabupaten/Kota
Pasal 15
(1) Kepala Satpol PP Tipe A merupakan jabatan struktural
eselon IIb.
(2) Kepala . . .
- 9 -
(2) Kepala Satpol PP Tipe B merupakan jabatan struktural
eselon IIIa.
(3) Sekretaris dan Kepala Bidang merupakan jabatan struktural
eselon IIIb.
(4) Kepala Subbagian, Kepala Seksi, dan Kepala Satpol PP Kecamatan merupakan jabatan struktural eselon IVa.
BAB VI
PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN
Pasal 16
Persyaratan untuk diangkat menjadi Polisi Pamong Praja
adalah:
a. pegawai negeri sipil;
b. berijazah sekurang-kurangnya Sekolah Lanjutan Tingkat Atas atau yang setingkat;
c. tinggi badan sekurang-kurangnya 160 cm (seratus enam
puluh sentimeter) untuk laki-laki dan 155 cm (seratus lima
puluh lima sentimeter) untuk perempuan;
d. berusia sekurang-kurangnya 21 (dua puluh satu) tahun;
e. sehat jasmani dan rohani; dan
f. lulus Pendidikan dan Pelatihan Dasar Polisi Pamong Praja.
Pasal 17
Ketentuan mengenai pedoman penetapan jumlah Polisi Pamong
Praja diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 18
Polisi Pamong Praja diberhentikan karena:
a. alih tugas;
b. melanggar disiplin Polisi Pamong Praja;
c. dipidana . . .
- 10 -
c. dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap; dan/atau
d. tidak dapat melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai
Polisi Pamong Praja.
Pasal 19
Pengangkatan dan pemberhentian Polisi Pamong Praja
ditetapkan dengan keputusan pejabat yang berwenang sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 20
Pengisian jabatan struktural di lingkungan Satpol PP diisi oleh
pejabat fungsional Polisi Pamong Praja.
BAB VII
PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
Pasal 21
Polisi Pamong Praja wajib mengikuti pendidikan dan pelatihan
teknis dan fungsional Polisi Pamong Praja.
Pasal 22
(1) Pedoman pendidikan dan pelatihan teknis dan
fungsional bagi Polisi Pamong Praja ditetapkan dengan
Peraturan Menteri.
(2) Pelaksanaan pendidikan dan pelatihan teknis dan
fungsional bagi Polisi Pamong Praja dikoordinasikan dengan
instansi terkait.
BAB VIII . . .
- 11 -
BAB VIII
PAKAIAN DINAS, PERLENGKAPAN, DAN
PERALATAN OPERASIONAL
Pasal 23
Pakaian dinas, perlengkapan, dan peralatan operasional
Polisi Pamong Praja ditetapkan dengan peraturan
gubernur atau peraturan bupati/walikota berpedoman pada
Peraturan Menteri.
Pasal 24
Untuk menunjang operasional, Polisi Pamong Praja dapat
dilengkapi dengan senjata api yang pengaturan mengenai jenis
dan ketentuan penggunaannya berdasarkan rekomendasi dari
Kepolisian Negara Republik Indonesia.
BAB IX
TATA KERJA
Pasal 25
Satpol PP dalam melaksanakan tugas dan fungsinya wajib
menerapkan prinsip koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi baik
secara vertikal maupun horizontal.
Pasal 26
Setiap pimpinan organisasi dalam lingkungan Satpol PP
provinsi dan kabupaten/kota bertanggung jawab memimpin,
membimbing, mengawasi, dan memberikan petunjuk bagi
pelaksanaan tugas bawahan, dan bila terjadi penyimpangan,
mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 27 . . .
- 12 -
Pasal 27
Setiap unsur pimpinan pada unit kerja Satpol PP wajib
mengikuti dan mematuhi petunjuk dan bertanggung jawab
kepada atasan masing-masing serta menyampaikan laporan
berkala tepat pada waktunya.
BAB X
KERJA SAMA DAN KOORDINASI
Pasal 28
(1) Satpol PP dalam melaksanakan tugasnya dapat meminta
bantuan dan/atau bekerja sama dengan Kepolisian Negara
Republik Indonesia dan/atau lembaga lainnya.
(2) Satpol PP dalam hal meminta bantuan kepada Kepolisian
Negara Republik Indonesia dan/atau lembaga lainnya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertindak selaku
koordinator operasi lapangan.
(3) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan
atas hubungan fungsional, saling membantu, dan saling
menghormati dengan mengutamakan kepentingan umum
dan memperhatikan hierarki dan kode etik birokrasi.
Pasal 29
(1) Dalam rangka pelaksanaan tugas, Satpol PP provinsi
mengoordinir pemeliharaan dan penyelenggaraan
ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat lintas
kabupaten/kota.
(2) Rapat koordinasi Satpol PP diadakan secara berkala paling sedikit 1 (satu) kali dalam 6 (enam) bulan atau sewaktu-
waktu sesuai dengan kebutuhan.
BAB XI . . .
- 13 -
BAB XI
PEMBINAAN DAN PELAPORAN
Pasal 30
(1) Menteri melakukan pembinaan umum Satpol PP.
(2) Gubernur, bupati, dan walikota melakukan pembinaan
teknis operasional Satpol PP.
Pasal 31
(1) Gubernur menyampaikan laporan kepada Menteri secara
berkala dan/atau sewaktu-waktu diperlukan.
(2) Bupati/walikota menyampaikan laporan kepada gubernur
masing-masing secara berkala dan/atau sewaktu-waktu
diperlukan.
(3) Pedoman sistem pelaporan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
BAB XII
PENDANAAN
Pasal 32
(1) Pendanaan untuk pembinaan umum sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dibebankan pada
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dengan
berpedoman pada peraturan perundang-undangan.
(2) Pendanaan untuk pembinaan teknis operasional
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) dibebankan
pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dengan
berpedoman pada peraturan perundang-undangan.
BAB XIII . . .
- 14 -
BAB XIII
JABATAN FUNGSIONAL
Pasal 33
(1) Polisi Pamong Praja dapat diangkat sebagai pejabat
fungsional yang penetapannya dilakukan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Jumlah jabatan fungsional Polisi Pamong Praja
didasarkan atas kebutuhan dalam rangka melaksanakan
tugas menegakkan Perda dan penyelenggaraan
ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat serta
perlindungan masyarakat.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan jumlah
jabatan fungsional Polisi Pamong Praja ditetapkan dengan
Peraturan Menteri.
BAB XIV
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 34
Satpol PP di tingkat kabupaten/kota yang berkedudukan
sebagai ibu kota provinsi atau penyangga ibu kota provinsi
dapat ditetapkan sebagai Satpol PP Tipe A.
Pasal 35
Pedoman organisasi Satpol PP untuk Provinsi Daerah Khusus
Ibu Kota Jakarta, diatur dengan Peraturan Menteri dengan
pertimbangan menteri yang menangani urusan pemerintahan di
bidang aparatur negara.
Pasal 36 . . .
- 15 -
Pasal 36
Penyesuaian atas Peraturan Pemerintah ini dilakukan paling
lambat 2 (dua) tahun sejak Peraturan Pemerintah ini
diundangkan.
Pasal 37
Ketentuan mengenai jabatan fungsional Polisi Pamong Praja
ditetapkan paling lambat 1 (satu) tahun sejak Peraturan
Pemerintah ini diundangkan.
Pasal 38
Pedoman organisasi dan tata kerja Satpol PP diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Menteri dengan pertimbangan menteri yang
menangani urusan pemerintahan di bidang aparatur negara.
BAB XV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 39
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Peraturan
Pemerintah Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pedoman Satuan
Polisi Pamong Praja (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4428) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 40
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Agar . . .
- 16 -
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 6 Januari 2010
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 6 Januari 2010
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
PATRIALIS AKBAR
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR 9
Salinan sesuai dengan aslinya SEKRETARIAT NEGARA RI
Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan Bidang Politik dan Kesejahteraan Rakyat,
Wisnu Setiawan
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 6 TAHUN 20102004
TENTANG
SATUAN POLISI PAMONG PRAJA
I. UMUM
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,
merupakan salah satu wujud reformasi otonomi daerah dalam rangka
meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan otonomi daerah
untuk memberdayakan daerah dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Dalam rangka mengantisipasi perkembangan dan dinamika kegiatan
masyarakat seirama dengan tuntutan era globalisasi dan otonomi daerah,
maka kondisi ketenteraman dan ketertiban umum daerah yang kondusif
merupakan suatu kebutuhan mendasar bagi seluruh masyarakat untuk
meningkatkan mutu kehidupannya.
Satpol PP mempunyai tugas membantu kepala daerah untuk menciptakan
suatu kondisi daerah yang tenteram, tertib, dan teratur sehingga
penyelenggaraan roda pemerintahan dapat berjalan dengan lancar dan
masyarakat dapat melakukan kegiatannya dengan aman. Oleh karena itu, di
samping menegakkan Perda, Satpol PP juga dituntut untuk menegakkan
kebijakan pemerintah daerah lainnya yaitu peraturan kepala daerah.
Untuk mengoptimalkan kinerja Satpol PP perlu dibangun kelembagaan
Satpol PP yang mampu mendukung terwujudnya kondisi daerah yang
tenteram, tertib, dan teratur. Penataan kelembagaan Satpol PP tidak hanya
mempertimbangkan kriteria kepadatan jumlah penduduk di suatu daerah,
tetapi juga beban tugas dan tanggung jawab yang diemban, budaya,
sosiologi, serta risiko keselamatan polisi pamong praja.
Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pedoman Satuan
Polisi Pamong Praja dirasakan tidak sesuai lagi dengan jiwa dan semangat
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Sehubungan . . .
- 2 -
Sehubungan dengan hal tersebut dan sesuai dengan ketentuan susunan
organisasi, formasi, tugas, fungsi, wewenang, hak dan kewajiban Satpol PP
ditetapkan dengan Perda yang berpedoman pada peraturan pemerintah,
maka disusunlah Peraturan Pemerintah ini.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Pertanggungjawaban Kepala Satpol PP kepada kepala daerah melalui
sekretaris daerah adalah pertanggungjawaban administratif.
Pengertian “melalui” bukan berarti Kepala Satpol PP merupakan
bawahan langsung sekretaris daerah. Secara struktural Kepala
Satpol PP berada langsung di bawah kepala daerah.
Pasal 4
Sesuai Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah bahwa penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman
masyarakat merupakan urusan wajib yang menjadi kewenangan
pemerintah daerah termasuk penyelenggaraan perlindungan masyarakat.
Pasal 5
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d . . .
- 3 -
Huruf d
Tugas perlindungan masyarakat merupakan bagian dari fungsi
penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat,
dengan demikian fungsi perlindungan masyarakat yang selama ini
berada pada Satuan Kerja Perangkat Daerah bidang kesatuan
bangsa dan perlindungan masyarakat menjadi fungsi Satpol PP.
Huruf e
Yang dimaksud dengan ”aparatur lainnya” adalah aparat pengawas
fungsional.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Pelaksanaan tugas lainnya yang diberikan oleh kepala daerah adalah
antara lain ikut melakukan pembinaan dan penyebarluasan produk
hukum daerah, membantu pengamanan dan pengawalan VVIP
termasuk pengamanan dan pengawalan pejabat negara dan tamu
negara, pelaksanaan pengamanan dan penertiban aset yang belum
teradministrasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan, dan tugas pemerintahan umum lainnya yang diberikan
oleh kepala daerah sesuai dengan prosedur dan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 6
Huruf a
Tindakan penertiban nonyustisial adalah tindakan yang dilakukan
oleh Polisi Pamong Praja dalam rangka menjaga dan/atau
memulihkan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat
terhadap pelanggaran Perda dan/atau peraturan kepala daerah
dengan cara yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan dan tidak sampai proses peradilan.
Huruf b
Yang dimaksud dengan ”menindak” adalah melakukan tindakan
hukum terhadap pelanggaran Perda untuk diproses melalui
peradilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Huruf c . . .
- 4 -
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “tindakan penyelidikan” adalah tindakan
Polisi Pamong Praja yang tidak menggunakan upaya paksa dalam
rangka mencari data dan informasi tentang adanya dugaan
pelanggaran Perda dan/atau peraturan kepala daerah, antara lain
mencatat, mendokumentasi atau merekam kejadian/keadaan, serta
meminta keterangan.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “tindakan administratif” adalah tindakan
berupa pemberian surat pemberitahuan, surat teguran/surat
peringatan terhadap pelanggaran Perda dan/atau peraturan kepala
daerah.
Pasal 7
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan ”fasilitas lain” adalah pakaian dinas dan
perlengkapan operasional lainnya.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 8
Huruf a
Yang dimaksud dengan ”norma sosial lainnya” adalah adat atau
kebiasaan yang diakui sebagai aturan/etika yang mengikat secara
moral kepada masyarakat setempat.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan ”membantu menyelesaikan perselisihan”
adalah upaya pencegahan agar perselisihan antara warga
masyarakat tersebut tidak menimbulkan gangguan ketenteraman
dan ketertiban umum.
Huruf d . . .
- 5 -
Huruf d
Yang dimaksud dengan ”tindak pidana” adalah tindak pidana di luar
yang diatur dalam Perda.
Huruf e
Cukup jelas.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Daerah yang mempunyai jumlah skoring lebih dari atau sama
dengan 60 (enam puluh) berdasarkan variabel dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat
Daerah ditetapkan organisasi Satpol PP sebagai Tipe A.
Ayat (4)
Daerah yang mempunyai jumlah skoring kurang dari 60 (enam
puluh) berdasarkan variabel dalam Peraturan Pemerintah Nomor 41
Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah ditetapkan
organisasi Satpol PP sebagai Tipe B.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3) . . .
- 6 -
Ayat (3)
Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 tentang
Kecamatan pada kecamatan dibentuk Seksi Ketenteraman dan
Ketertiban Umum. Pada pembentukan Satpol PP pada tingkat
kecamatan sebagai Unit Pelaksana Satpol PP Kabupaten/Kota,
untuk efisiensi dan efektivitas pelaksanaan ketertiban umum dan
ketenteraman masyarakat, serta penegakan Perda dan peraturan
kepala daerah, Kepala Satpol PP di kecamatan secara ex-officio
dijabat oleh Kepala Seksi Ketenteraman dan Ketertiban Umum.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Sebelum jabatan fungsional Polisi Pamong Praja ditetapkan, pengisian
jabatan struktural di lingkungan Satpol PP diprioritaskan pegawai yang
telah berkarir di unit kerja Satpol PP yang memenuhi syarat
kepangkatan.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22 . . .
- 7 -
Pasal 22
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “instansi terkait” antara lain Kepolisian
Negara Republik Indonesia, Tentara Nasional Indonesia, dan
Kejaksaan.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Ayat (1)
Pemeliharaan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat di
seluruh wilayah provinsi merupakan kewenangan gubernur. Dalam
hal terjadi gangguan ketenteraman dan ketertiban umum yang
meliputi dua atau lebih wilayah kabupaten/kota dalam satu
provinsi, penanganannya dikoordinir oleh Satpol PP provinsi.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 30 . . .
- 8 -
Pasal 30
Ayat (1)
Pembinaan umum meliputi pemberian pedoman dan standar,
bimbingan, supervisi, pendidikan dan pelatihan, monitoring dan
evaluasi penyelenggaraan tugas Satpol PP.
Ayat (2)
Pembinaan teknis operasional meliputi pembinaan kemampuan
Polisi Pamong Praja melalui pembinaan etika profesi, pengembangan
pengetahuan, dan pengalaman di bidang Pamong Praja.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Organisasi perangkat daerah kabupaten/kota sebagai ibu kota provinsi
atau penyangga ibu kota provinsi tidak termasuk pola organisasi dengan
klasifikasi besar berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 41
Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah, namun mengingat
permasalahan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat yang
relatif besar, organisasi Satpol PP kabupaten/kota sebagai ibu kota
provinsi atau penyangga ibu kota provinsi dapat ditetapkan sebagai
organisasi Satpol PP Tipe A.
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39 . . .
- 9 -
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5094
QANUN KABUPATEN ACEH BARAT NOMOR 11 TAHUN 2012
TENTANG
SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA TEKNIS DAERAH KABUPATEN ACEH BARAT
BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG
ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI ACEH BARAT,
Menimbang : a. bahwa dalam rangka memenuhi prinsip-prinsip penyelenggaraan pemerintahan yang efektif dan berdayaguna berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah, dipandang perlu menata kembali Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Kabupaten Aceh Barat yang sesuai dengan karakteristik, potensi dan kemampuan daerah;
b. bahwa Qanun Kabupaten Aceh Barat Nomor 4 Tahun 2008 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Aceh Barat sebagaimana telah diubah dengan Qanun Kabupaten Aceh Barat Nomor 12 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Qanun Kabupaten Aceh Barat Nomor 4 Tahun 2008 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Aceh Barat tidak sesuai lagi dengan perkembangan dan kebutuhan daerah sehingga perlu diganti;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b tersebut di atas, perlu membentuk Qanun Kabupaten Aceh Barat tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Aceh Barat.
Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 7 (Drt.) Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten-kabupaten dalam Lingkungan Daerah Propinsi Sumatera Utara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1092) Jo. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Aceh Barat Daya, Kabupaten Gayo Lues, Kabupaten Aceh Jaya, Kabupaten Nagan Raya dan Kabupaten Aceh Tamiang di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam;
3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaga Negara Tahun 1974 Nomor 55, tambahan Lembaran Negara Nomor 3041) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999;
4. Undang-Undang . . . .
SALINAN
- 2 -
4. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Propinsi Daerah Istimewa Aceh (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 172, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3893);
5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
6. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
7. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (Lembaran Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4633);
8. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82 Tambahan Lembahan Negara Nomor 5234);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4741);
10. Qanun Aceh Nomor 5 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pembentukan Qanun (Lembaran Aceh Tahun 2011 Nomor 10, Tambahan Lembaran Daerah Aceh Nomor 38);
Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT KABUPATEN ACEH BARAT
dan BUPATI ACEH BARAT
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : QANUN KABUPATEN ACEH BARAT TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA TEKNIS DAERAH KABUPATEN ACEH BARAT.
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Qanun ini yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Kabupaten Aceh Barat.
2. Kabupaten adalah Kabupaten Aceh Barat yang merupakan suatu kesatuan masyarakat hukum yang diberi kewenangan khusus untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia . . . .
- 3 -
Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang dipimpin oleh seorang Bupati.
3. Pemerintahan Kabupaten adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan yang dilaksanakan oleh pemerintah Kabupaten Aceh Barat dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten Aceh Barat sesuai dengan fungsi dan kewenangan masing-masing.
4. Pemerintah Kabupaten Aceh Barat yang selanjutnya disebut Pemerintah Kabupaten adalah unsur penyelenggaraan pemerintahan kabupaten yang terdiri atas Bupati dan Perangkat Kabupaten.
5. Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten Aceh Barat yang selanjutnya disingkat DPRK adalah unsur penyelenggara pemerintahan kabupaten Aceh Barat yang anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.
6. Bupati/Wakil Bupati adalah Kepala Pemerintah Kabupaten Aceh Barat yang dipilih melalui suatu proses demokratis yang dilakukan berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.
7. Sekretaris Daerah yang selanjutnya disebut Sekda adalah Sekretaris Daerah Kabupaten Aceh Barat.
8. Satuan Kerja Perangkat Kabupaten yang selanjutnya disingkat SKPK adalah unsur pembantu Bupati dalam penyelenggaraan Pemerintahan Kabupaten Aceh Barat yang terdiri dari Sekretariat Daerah Kabupaten dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten, Dinas dan Lembaga Teknis Daerah Kabupaten.
9. Lembaga Teknis Daerah adalah Satuan Kerja Perangkat Kabupaten yang meliputi Badan, Inspektorat, Kantor, Rumah Sakit Umum Daerah dan Satuan Polisi Pamong Praja dan Wilayatul Hisbah di lingkungan Pemerintah Kabupaten Aceh Barat.
10. Kepala Lembaga Teknis Daerah adalah Kepala Badan, Inspektur, Kepala Kantor, Direktur Rumah Sakit Umum Daerah, Kepala Satuan Polisi Pamong Praja dan Wilayatul Hisbah di lingkungan Pemerintah Kabupaten Aceh Barat.
11. Sekretaris adalah Sekretaris pada Badan dan Inspektorat di lingkungan Pemerintah Kabupaten Aceh Barat.
12. Inspektur Pembantu adalah Inspektur Pembantu pada Inspektorat Kabupaten Aceh Barat.
13. Bidang adalah Bidang pada Badan dan Rumah Sakit Umum
Daerah di lingkungan Pemerintah Kabupaten Aceh Barat.
14. Bagian adalah Bagian pada Rumah Sakit Umum Daerah di lingkungan Pemerintah Kabupaten Aceh Barat.
15. Sub Bagian adalah Sub Bagian pada Badan, Inspektorat, Kantor, Rumah Sakit Umum Daerah, Satuan Polisi Pamong Praja di lingkungan Pemerintah Kabupaten Aceh Barat.
16. Sub Bidang adalah Sub Bidang pada Badan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Aceh Barat.
17. Seksi . . . .
- 4 -
17. Seksi adalah Seksi pada Badan, Inspektorat, Kantor, Rumah Sakit Umum Daerah, Satuan Polisi Pamong Praja dan Wilayatul Hisbah di lingkungan Pemerintah Kabupaten Aceh Barat.
18. Unit Pelaksana Teknis Badan yang selanjutnya disingkat UPTB adalah Unit Pelaksana Teknis Badan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Aceh Barat.
19. Kelompok Jabatan Fungsional adalah Kelompok Jabatan Fungsional pada Badan, Inspektorat, Kantor, Rumah Sakit Umum Daerah, Satuan Polisi Pamong Praja dan Wilayatul Hisbah di lingkungan Pemerintah Kabupaten Aceh Barat yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak seseorang Pegawai Negeri Sipil dalam rangka menjalankan tugas pokok, fungsi, keahlian dan/atau keterampilan untuk mencapai tujuan organisasi.
BAB II PEMBENTUKAN
Pasal 2
Dengan Qanun ini, dibentuk Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Aceh Barat, terdiri dari: 1. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah; 2. Badan Pemberdayaan Masyarakat; 3. Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan; 4. Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan
Kehutanan; 5. Inspektorat; 6. Kantor Lingkungan Hidup; 7. Kantor Arsip dan Perpustakaan; 8. Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik; 9. Kantor Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Sejahtera; 10. Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu; 11. Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien; dan 12. Satuan Polisi Pamong Praja dan Wilayatul Hisbah.
BAB III ORGANISASI LEMBAGA TEKNIS DAERAH
Bagian Kesatu Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
Paragraf 1 Susunan dan Kedudukan
Pasal 3
(1) Susunan Organisasi Badan Perencana Pembangunan Daerah, terdiri dari: a. Kepala Badan; b. Sekretariat; c. Bidang Perencanaan Pembangunan Sarana dan Prasarana; d. Bidang Perencanaan Pembangunan Ekonomi, dan
Ketenagakerjaan; e. Bidang Perencanaan Pembangunan Sosial Budaya,
Keistimewaan Aceh dan Sosial Politik; f. Bidang Penelitian, Pengendalian dan Evaluasi Pembangunan; g. UPTB; dan h. Kelompok Jabatan Fungsional.
(2) Sekretariat, . . . .
- 5 -
(2) Sekretariat, terdiri dari: a. Sub Bagian Umum; b. Sub Bagian Perencanaan dan Evaluasi; dan c. Sub Bagian Keuangan.
(3) Bidang Perencanaan Pembangunan Sarana dan Prasarana, terdiri dari: a. Sub Bidang Infra Struktur, Iptek dan Energi; dan b. Sub Bidang Sumber Daya dan Penataan Wilayah.
(4) Bidang Perencanaan Pembangunan Ekonomi dan Ketenagakerjaan, terdiri dari: a. Sub Bidang Ekonomi; dan b. Sub Bidang Ketenagakerjaan.
(5) Bidang Perencanaan Pembangunan Sosial Budaya, Keistimewaan Aceh dan Sosial Politik, terdiri dari: a. Sub Bidang Sosial Budaya; dan b. Sub Bidang Keistimewaan Aceh dan Sosial Politik.
(6) Bidang Penelitian, Pengendalian dan Evaluasi Pembangunan, terdiri dari: a. Sub Bidang Penelitian, Data dan Informasi; dan b. Sub Bidang Pengendalian dan Evaluasi Pembangunan.
Pasal 4
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah merupakan unsur pendukung Pemerintah Kabupaten yang dipimpin oleh Kepala Badan, berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Bupati melalui Sekda.
Paragraf 2 Tugas, Fungsi dan Kewenangan
Pasal 5
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah mempunyai tugas melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah di bidang perencanaan pembangunan daerah.
Pasal 6
Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah menyelenggarakan fungsi: a. perumusan kebijakan teknis perencanaan; b. pengkoordinasian penyusunan perencanaan pembangunan; c. pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang perencanaan
pembangunan daerah dan pembangunan kawasan tertinggal; d. pelaksanaan pelayanan umum bidang perencanaan
pembangunan kabupaten dan membantu tugas umum Bupati sesuai dengan kewenangan yang diberikan;
e. pelaksanaan urusan kesekretariatan badan; f. pembinaan UPTB; dan g. pelaksanaan tugas-tugas kedinasan lainnya yang diberikan oleh
Bupati sesuai dengan bidang tugas dan fungsinya.
Pasal 7
Untuk menyelenggarakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah mempunyai kewenangan:
a. menyusun . . . .
- 6 -
a. menyusun Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Daerah;
b. menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah;
c. menyusun rencana kebijakan umum anggaran; d. melakukan Koordinasi Penyusunan Rencana Kerja SKPK (Renja
SKPK); e. melaksanakan Musyawarah Perencanaan Pembangunan
(Musrenbang); f. melakukan koordinasi Penyusunan Program dan Kegiatan dalam
bentuk Rencana Kerja Perangkat Kabupaten (RKPK), berdasarkan rumusan hasil Musrenbang;
g. mengkoordinasikan perencanaan program/kegiatan daerah tahunan dalam bentuk Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) melalui Tim Anggaran;
h. menyusun Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah melalui Tim Anggaran;
i. meneliti dan mengevaluasi Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) untuk bahan penyusunan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) perangkat kabupaten melalui Tim Anggaran;
j. melakukan penelitian dan pengembangan perencanaan pembangunan daerah dan pembangunan kawasan tertinggal; dan
k. menghimpun dan menganalisis hasil pemantauan pelaksanaan rencana pembangunan dari masing-masing SKPK.
Bagian Kedua Badan Pemberdayaan Masyarakat
Paragraf I Susunan dan Kedudukan
Pasal 8
(1) Susunan Organisasi Badan Pemberdayaan Masyarakat, terdiri dari: a. Kepala Badan; b. Sekretariat; c. Bidang Pemberdayaan Sosial Budaya dan Ekonomi; d. Bidang Bidang Pemberdayaan Masyarakat Mukim dan
Gampong; dan e. Bidang Pengembangan Sumber Daya Alam dan Teknologi
Pedesaan; f. UPTB; dan g. Kelompok Jabatan Fungsional.
(2) Sekretariat, terdiri dari: a. Sub Bagian Umum; b. Sub Bagian Perencanaan dan Evaluasi; dan c. Sub Bagian Keuangan.
(3) Bidang Pemberdayaan Sosial Budaya dan Ekonomi, terdiri dari: a. Sub Bidang Pembinaan Sosial Budaya; dan b. Sub Bidang Pembinaan Ekonomi
(4) Bidang Pemberdayaan Masyarakat Mukim dan Gampong, terdiri dari: a. Sub Bidang Pembinaan Kelembagaan Mukim dan Gampong;
dan b. Sub Bidang Pembinaan Keuangan dan Asset
Mukim/Gampong. (5) Bidang . . . .
- 7 -
(5) Bidang Pengembangan Sumber Daya Alam dan Teknologi Pedesaan, terdiri dari: a. Sub Bidang Pengembangan Sumber Daya Alam dan Sarana
Prasarana; dan b. Sub Bidang Pengembangan Teknologi Tepat Guna.
Pasal 9
Badan Pemberdayaan Masyarakat merupakan unsur pendukung Pemerintah Kabupaten yang dipimpin oleh Kepala Badan, berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati melalui Sekda.
Paragraf 2 Tugas, Fungsi dan Kewenangan
Pasal 10
Badan Pemberdayaan Masyarakat mempunyai tugas melaksanakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan di bidang Pemberdayaan Masyarakat.
Pasal 11
Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Badan Pemberdayaan Masyarakat menyelenggarakan fungsi: a. pelaksanaan urusan ketatausahaan Badan; b. penyusunan program kerja tahunan, jangka menengah dan
jangka panjang; c. penyelenggaraan pelayanan umum di bidang pemberdayaan
masyarakat; d. pelaksanaan, pembinaan pengawasan dan pengendalian terhadap
penyelenggaraan tugas di bidang pemberdayaan masyarakat; e. perumusan kebijakan teknis dalam lingkup pemberdayaan
masyarakat; f. pembinaan UPTB; dan g. pelaksanaan tugas-tugas kedinasan lainnya yang diberikan oleh
Bupati sesuai dengan bidang tugasnya.
Pasal 12
Untuk menyelenggarakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Badan Pemberdayaan Masyarakat mempunyai kewenangan: a. merumuskan dan merencanakan kebijakan teknis pembangunan
di bidang Pemberdayaan Masyarakat; b. mengkoordinasikan program dan pembinaan pemberdayaan
masyarakat; c. melaksanakan pembinaan di bidang pemberdayaan masyarakat; d. melaksanakan pengawasan dan pengendalian di bidang
pemberdayaan masyarakat; e. merumuskan dan menyiapkan kebijakan pelaksanaan
kelembagaan mukim dan kampung; f. merumuskan dan menyiapkan kebijakan di bidang ketahanan
masyarakat; g. merumuskan dan menyiapkan kebijakan di bidang usaha
ekonomi masyarakat; h. merumuskan dan menyiapkan kebijakan di bidang pemanfaatan
tehnologi tepat guna dan sumber daya alam; i. merumuskan dan menyiapkan kebijakan program dan koordinasi
litbang serta penyusunan perencanaan di bidang pemberdayaan masyarakat; dan
j. melaksanakan . . . .
- 8 -
j. melaksanakan tata usaha, kepegawaian, keuangan, sarana dan prasarana serta rumah tangga.
Bagian Ketiga Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan
Paragraf 1 Susunan dan Kedudukan
Pasal 13
(1) Susunan Organisasi Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan, terdiri dari: a. Kepala Badan; b. Sekretariat; c. Bidang Perencanaan dan Kesejahteraan Pegawai; d. Bidang Sistem Informasi Kepegawaian; e. Bidang Mutasi dan Pengembangan Karier; f. Bidang Pendidikan dan Pelatihan; g. UPTB; dan h. Kelompok Jabatan Fungsional.
(2) Sekretariat, terdiri dari: a. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian; b. Sub Bagian Perencanaan; dan c. Sub Bagian Keuangan.
(3) Bidang Perencanaan dan Kesejahteraan Pegawai, terdiri dari: a. Sub Bidang Perencanaan Pegawai; dan b. Sub Bidang Pembinaan dan Kesejahteraan Pegawai.
(4) Bidang Sistem Informasi Kepegawaian, terdiri dari: a. Sub Bidang Pengelolaan Data Kepegawaian; dan b. Sub Bidang Informasi dan Dokumentasi.
(5) Bidang Mutasi dan Pengembangan Karier, terdiri dari: a. Sub Bidang Mutasi, Kepangkatan dan Penggajian; dan b. Sub Bidang Pengembangan Karier dan Purna Bakti.
(6) Bidang Pendidikan dan Pelatihan, terdiri dari: a. Sub Bidang Penjenjangan Umum dan Struktural; dan b. Sub Bidang Pendidikan dan Pelatihan Teknis Fungsional.
Pasal 14
Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan merupakan unsur pendukung Pemerintah Kabupaten yang dipimpin oleh Kepala Badan, berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati melalui Sekda.
Paragraf 2 Tugas, Fungsi dan Kewenangan
Pasal 15
Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan mempunyai tugas melaksanakan tugas umum pemerintahan di bidang kepegawaian, pendidikan dan pelatihan berdasarkan Peraturan Perundang-undangan.
Pasal 16
Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihn menyelenggarakan fungsi:
a. perumusan . . . .
- 9 -
a. perumusan kebijakan teknis kepegawaian daerah, pendidikan dan pelatihan serta penyusunan program;
b. Pelaksanaan kepegawaian daerah meliputi perencanaan, pengembangan dan promosi;
c. melakukan promosi kepangkatan dan penggajian, pemberhentian dan pensiun, serta dokumentasi dan informasi kepegawaian, pengumpulan dan pengolahan data;
d. pelaksanaan pelayanan teknis administrasi meliputi administrasi perencanaan evaluasi dan pelaporan administrasi umum serta administrasi keuangan badan;
e. pelayanan administrasi untuk kelancaran pelaksanaan kepegawaian daerah, pendidikan dan pelatihan;
f. penyelenggaraan pendidikan pelatihan bagi Pegawai Negeri Sipil yang meliputi pendidikan teknik fungsional dan penjenjangan;
g. pengkoordinasian dengan instansi terkait dalam rangka penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan di bidang pendidikan teknis fungsional dan pendidikan penjenjangan;
h. penyampaian informasi penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan di bidang pendidikan teknis fungsional dan penjenjangan kepada unit kerja di lingkungan Pemerintah Kabupaten;
i. pembinaan UPTB; dan j. pelaksanaan tugas-tugas kedinasan lainnya yang diberikan oleh
Bupati sesuai dengan bidang tugasnya.
Pasal 17
Untuk menyelenggarakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan mempunyai kewenangan: a. menyusun dan mengembangkan program kerja pelaksanaan
pembinaan kepegawaian daerah, pendidikan dan pelatihan; b. merumuskan kebijakan teknis pembinaan kepegawaian daerah,
pendidikan dan pelatihan; c. melaksanakan pendidikan dan pelatihan bagi Pegawai Negeri
Sipil; d. membina dan meningkatkan kualitas tenaga pengajar; e. mengumpul dan mengolah data serta menyiapkan penyusunan
program dan petunjuk teknis pembinaan dan pengembangan karir Pegawai Negeri Sipil;
f. melaksanakan dan mengelola mutasi dan tata usaha kepegawaian; dan
g. mengumpulkan bahan pelaksanaan ujian dinas, pemberian penghargaan dan tanda jasa.
Bagian Keempat Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian,
Perikanan dan Kehutanan.
Paragraf 1 Susunan dan Kedudukan
Pasal 18
(1) Susunan organisasi Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan, terdiri dari: a. Kepala Badan; b. Sekretariat; c. Bidang Sistem Penyuluhan, Kelembagaan dan Ketenagaan;
d. Bidang . . . .
- 10 -
d. Bidang Pengembangan Teknologi dan Informasi; e. Bidang Ketahanan Pangan; f. UPTB; dan g. Kelompok Jabatan Fungsional.
(2) Sekretariat, terdiri dari: a. Subbagian Umum dan Kepegawaian; b. Subbagian Keuangan; dan c. Subbagian Perencanaan, Evaluasi dan Pelaporan.
(3) Bidang Sistem Penyuluhan, Kelembagaan dan Ketenagaan, terdiri dari: a. Sub Bidang Penyusunan Programa dan Pembinaan
Kelembagaan; dan b. Sub Bidang Pengembangan Penyuluhan dan Bina Ketenagaan.
(4) Bidang Pengembangan Teknologi dan Informasi, terdiri dari: a. Sub Bidang Pengembangan Teknologi; dan b. Sub Bidang Informasi.
(5) Bidang Ketahanan Pangan, terdiri dari: a. Sub Bidang Ketersediaan dan Distribusi Pangan; dan b. Sub Bidang Konsumsi dan Keamanan Pangan.
Pasal 19
Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan merupakan unsur pendukung Pemerintah Kabupaten yang dipimpin oleh Kepala Badan, berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati melalui Sekda.
Pasal 20
Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan mempunyai tugas melaksanakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan di bidang Penyuluhan dan Ketahanan Pangan.
Pasal 21
Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan menyelenggarakan fungsi: a. perumusan dan perencanaan kebijakan teknis pembangunan di
bidang Penyuluhan pertanian, perikanan, kehutanan dan Ketahanan Pangan;
b. pelaksanaan pembinaan di bidang Penyuluhan pertanian, perikanan, kehutanan dan Ketahanan Pangan;
c. pelaksanaan koordinasi, monitoring, evaluasi dan pengendalian keamanan, ketersediaan dan distribusi pangan;
d. pelaksanaan penyuluhan pertanian, perikanan, kehutanan dan pengembangan mekanisme, tata kerja dan metode penyuluhan;
e. pelaksanaan pengumpulan, pengolahan, pengemasan dan penyebaran materi penyuluhan pertanian, perikanan, kehutanan bagi pelaku utama dan pelaku usaha;
f. pelaksanaan peningkatan kapasitas penyuluh PNS, swadaya dan swasta melalui proses pembelajaran secara berkelanjutan;
g. pelaksanaan pembinaan dan penyelenggaraan penyuluhan pertanian, perikanan, kehutanan dan mengembangkan kelembagaan penyuluhan, penelitian pertanian dan menggali benih unggul daerah;
h. pelaksanaan . . . .
- 11 -
h. pelaksanaan pelayanan umum dan membantu tugas umum
Bupati sesuai dengan kewenangan yang diberikan; i. pelaksanaan urusan kesekretariatan badan; j. pembinaan UPTB; dan k. pelaksanaan tugas-tugas kedinasan lainnya yang diberikan oleh
Bupati sesuai dengan bidang tugas dan fungsinya.
Pasal 22
Untuk menyelenggarakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan mempunyai kewenangan: a. melakukan pengawasan dan pemantauan terhadap pelaksanaan
norma dan standar pengadaan, pengelolaan dan distribusi bahan pangan;
b. melakukan pengkajian terhadap penyediaan, pendistribusian, sistem kewaspadaan, penganekaragaman pangan dan gizi;
c. mengatur dan memantau penyediaan dan pendistribusian pangan;
d. mengatur dan memantau harga pangan strategis; e. melaksanakan penganekaragaman pangan; f. melakukan pengendalian mutu dan keamanan pangan; g. memberikan pelayanan teknis administratif kepada instansi
terkait dalam rangka peningkatan ketahanan pangan dan sistem penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan;
h. melakukan koordinasi dalam rangka pengkajian, pemantauan, pembinaan dan perumusan, pengembangan di bidang ketahanan pangan dan sistem penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan; dan
i. melaksanakan tugas-tugas dekonsentrasi atau pembantuan.
Bagian Kelima Inspektorat
Paragraf 1 Susunan dan Kedudukan
Pasal 23
(1) Susunan Organisasi Inspektorat terdiri dari: a. Inspektur; b. Sekretariat; c. Inspektur Pembantu Wilayah I; d. Inspektur Pembantu Wilayah II; e. Inspektur Pembantu Wilayah III; f. Inspektur Pembantu Wilayah IV; dan g. Kelompok Jabatan Fungsional;
(2) Sekretariat, terdiri dari: a. Sub Bagian Umum; b. Sub Bagian Perencanaan, Evaluasi dan Pelaporan; dan c. Sub Bagian Keuangan.
Pasal 24
Inspektorat berkedudukan dan bertanggung jawab kepada Bupati secara teknis administratif mendapat pembinaan dari Sekda.
Paragraf 2 . . . .
- 12 -
Paragraf 2 Tugas, Fungsi dan Kewenangan
Pasal 25
Inspektorat mempunyai tugas melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan urusan pemerintahan umum, pembangunan dan kemasyarakatan di kabupaten, pelaksanaan pembinaan atas penyelenggaraan pemerintahan desa dan urusan pemerintahan desa.
Pasal 26
Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, Inspektorat menyelenggarakan fungsi: a. perencanaan program pengawasan; b. perumusan kebijakan dan fasilitasi pengawasan; c. pemeriksaan, pengusutan, pengujian dan penilaian tugas
pengawasan; d. pembinaan fungsional auditor pengawas kabupaten; e. pelaksanaan urusan ketatausahaan; dan f. pelaksanaan tugas-tugas kedinasan lainnya yang diberikan oleh
Bupati sesuai dengan bidang tugas dan fungsinya.
Pasal 27
Untuk menyelenggarakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, Inspektorat mempunyai kewenangan: a. merumuskan kebijakan teknis pengawasan fungsional; b. melaksanakan pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan
daerah; c. mengkoordinasikan penyusunan rencana pengawasan atas
penyelenggaraan pemerintahan daerah; d. melakukan pembinaan terhadap kinerja SKPK di lingkungan
pemerintahan kabupaten; e. melakukan pemeriksaan atas laporan/pengaduan masyarakat
mengenai dugaan penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan aparat pemerintah di lingkungan pemerintahan daerah;
f. melakukan pengusutan atas dugaan adanya korupsi, kolusi dan nepotisme;
g. melakukan review atas laporan keuangan dan kinerja pemerintahan daerah;
h. melakukan evaluasi atas laporan kinerja Satuan Kerja SKPK di lingkungan pemerintahan kabupaten;
i. melakukan penilaian atas manfaat dan keberhasilan kebijakan, pelaksanaan program dan kegiatan Satuan Kerja Perangkat Kabupaten di lingkungan pemerintahan Kabupaten;
j. melakukan evaluasi atas hasil pemeriksaan aparat Pengawas fungsional dilingkungan pemerintahan daerah; dan
k. memberikan pelayanan administrasi untuk kelancaran pelaksanaan pengawasan.
Bagian Keenam Kantor Lingkungan Hidup
Paragraf 1 Susunan dan Kedudukan
Pasal 28
Susunan organisasi dan tata kerja Kantor Lingkungan Hidup, terdiri dari:
a. Kepala Kantor . . . .
- 13 -
a. Kepala Kantor; b. Sub Bagian Tata Usaha; c. Seksi Analisis Dampak Lingkungan; d. Seksi Pengawasan, Pemantauan dan Pengendalian Lingkungan; e. Seksi Konservasi dan Pemulihan Lingkungan; dan f. Kelompok Jabatan Fungsional.
Pasal 29
Kantor Lingkungan Hidup merupakan unsur pendukung Pemerintah Kabupaten yang dipimpin oleh Kepala Kantor, berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Bupati melalui Sekda.
Pasal 30
Kantor Lingkungan Hidup mempunyai tugas melaksanakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan di bidang pengendalian dampak lingkungan.
Pasal 31
Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, Kantor Lingkungan Hidup menyelenggarakan fungsi: a. pelaksanaan urusan ketatausahaan Kantor; b. penyusunan program kerja tahunan, jangka menengah dan
jangka panjang; c. perumusan kebijakan teknis dalam lingkup pengendalian
dampak lingkungan; d. pelayanan penunjang penyelenggaraan pengendalian dampak
lingkungan; e. penyelenggaraan pengendalian dampak lingkungan, termasuk
penelitian, pengujian, standardisasi, perizinan, peningkatan sumber daya manusia dan pengembangan kapasitas kelembagaan;
f. peningkatan peran serta masyarakat dalam pengelolaan lingkungan, pengendalian dampak lingkungan;
g. pemantauan, evaluasi dan pelaporan di bidang pengendalian dampak lingkungan; dan
h. pelaksanaan tugas-tugas kedinasan lainnya yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan bidang tugasnya.
Pasal 32
Untuk menyelenggarakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31, Kantor Lingkungan Hidup mempunyai kewenangan: a. merumuskan kebijakan operasional pencegahan dan
b. melaksanakan koordinasi, penelitian dan pengembangan program pengelolaan lingkungan hidup;
c. melaksanakan kerjasama dengan institusi dan lembaga terkait lainnya dalam rangka pengelolaan lingkungan;
d. melaksanakan koordinasi pencegahan dan penanggulangan pencemaran, kerusakan lingkungan dan pemulihan kualitas lingkungan hidup;
e. mengembangkan program kelembagaan dan peningkatan kualitas dan kapasitas pengendalian dampak lingkungan;
f. melaksanakan pembinaan teknis pencegahan dan penanggulangan pencemaran, kerusakan lingkungan dan pemulihan kualitas lingkungan;
g. melaksanakan . . . .
- 14 -
g. melaksanakan pembinaan dan pengendalian pengkajian teknis Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL);
h. melakukan pengawasan dan pengendalian pelaksanaan penaatan hukum lingkungan terhadap pencemaran dan kerusakan lingkungan; dan
i. mengkoordinasikan dan melakukan pengendalian terhadap kegiatan lintas sektor yang menimbulkan dampak dan kerusakan lingkungan.
Bagian Ketujuh Kantor Arsip dan Perpustakaan
Paragraf 1 Susunan dan Kedudukan
Pasal 33
Susunan Organisasi Kantor Perpustakaan dan Arsip, terdiri dari: a. Kepala Kantor; b. Sub Bagian Tata Usaha; c. Seksi Pembinaan Kearsipan; d. Seksi Pengelolaan Arsip; e. Seksi Perpustakaan; dan f. Kelompok Jabatan Fungsional.
Pasal 34
Kantor Arsip dan Perpustakaan merupakan unsur pendukung Pemerintah Kabupaten yang dipimpin oleh Kepala Kantor, berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati melalui Sekda.
Paragraf 2 Tugas, Fungsi dan Kewenangan
Pasal 35
Kantor Arsip dan Perpustakaan Kabupaten mempunyai tugas melaksanakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan di bidang Arsip dan Perpustakaan.
Pasal 36
Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35, Kantor Arsip dan Perpustakaan, menyelenggarakan fungsi: a. pelaksanaan urusan ketatausahaan; b. penyusunan program kerja tahunan, jangka menengah dan
jangka panjang; c. perumusan kebijaksanaan teknis dan program kearsipan,
dokumentasi dan perpustakaan; d. penyelenggaraan pembinaan dan pengembangan kearsipan,
dokumentasi dan perpustakaan; e. pengelolaan dan pengolahan bahan kearsipan, dokumentasi dan
perpustakaan; f. pelayanan teknologi kearsipan, dokumentasi dan perpustakaan; g. penyelenggaraan deposit, citra daerah, budaya baca dan
khasanah arsip; h. penyelenggaraan administrasi umum, perlengkapan, kepegawaian
dan keuangan; i. pengembangan kelompok fungsional di bidang kearsipan,
dokumentasi dan perpustakaan; dan
j. pelaksanaan . . . .
- 15 -
j. pelaksanaan tugas-tugas kedinasan lainnya yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan bidang tugasnya.
Pasal 37
Untuk menyelenggarakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36, Kantor Arsip dan Perpustakaan mempunyai kewenangan: a. merumuskan kebijakan teknis dan program kearsipan,
dokumentasi dan perpustakaan; b. menyelenggarakan pembinaan dan pengembangan di bidang
kearsipan, dokumentasi dan perpustakaan; c. menyediakan layanan jasa di bidang kearsipan, dokumentasi dan
perpustakaan; d. menyelenggarakan pengelolaan, pengolahan dan pelestarian
bahan kearsipan, dokumentasi dan perpustakaan; e. menyelenggarakan penilaian jabatan fungsional tenaga fungsional
pustakawan dan arsiparis; f. menyelenggarakan pengembangan teknologi kearsipan,
dokumentasi dan perpustakaan; g. menetapkan dan memberi persetujuan Jadwal Retensi Arsip
(JRA) dan pemusnahan kearsipan dan dokumentasi; h. menyelenggarakan penarikan, penyerahan karya cetak dan karya
rekam (KCKR) daerah; dan i. melaksanakan urusan umum, kepegawaian dan keuangan.
Bagian Kedelapan Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik
Paragraf 1 Susunan dan Kedudukan
Pasal 38
Susunan Organisasi Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik, terdiri dari: a. Kepala Kantor; b. Subbagian Tata Usaha; c. Seksi Pemantapan Ideologi dan Kebangsaan; d. Seksi Politik Pemerintahan dan Keamanan; e. Seksi Politik Kemasyarakatan; dan f. Kelompok Jabatan Fungsional.
Pasal 39
Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik merupakan unsur pendukung Pemerintah Kabupaten yang dipimpin oleh Kepala Kantor, berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati melalui Sekda.
Pasal 40
Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik mempunyai tugas melaksanakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan di bidang kesatuan bangsa, politik dan perlindungan masyarakat.
Pasal 41
Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik menyelenggarakan fungsi: a. pelaksanaan urusan ketatausahaan kantor; b. penyusunan program kerja tahunan, jangka menengah dan
jangka panjang; c. penyusunan . . . .
- 16 -
c. penyusunan kebijakan teknis dan strategis di bidang kesatuan bangsa, politik;
d. pelayanan administrasi bagi seluruh unit kerja di lingkungan kantor;
e. pelaksanaan fasilitasi penyelenggaraan pendidikan dan pengembangan sistem politik demokratis serta kajian strategis di bidang kesatuan bangsa dan politik;
f. pengoordinasian program peningkatan keamanan dan kenyamanan lingkungan, pemeliharaan keamanan, pengembangan wawasan kebangsaan, pemberantasan penyakit masyarakat dan pencegahan dini;
g. pelaksanaan fasilitasi Parpol, Legislatif, Pemilu, Pilkada, Ormas, LSM/NGO dan Pengawasan Orang Asing;
h. pemantauan, evaluasi dan pelaporan; dan i. pelaksanaan tugas-tugas kedinasan lainnya yang diberikan oleh
Bupati sesuai dengan bidang tugasnya.
Pasal 42
Untuk menyelenggarakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik mempunyai kewenangan: a. memfasilitasi pembauran dalam rangka perwujudan kesatuan
bangsa, politik dan perlindungan masyarakat; b. melakukan koordinasi dan kerja sama antar lembaga; c. melakukan kajian strategis di bidang idiologi negara dan identitas
kebangsaan; d. melakukan pembinaan dalam rangka pengembangan wawasan
kebangsaan; e. memberikan izin penelitian; dan f. melaksanakan pendaftaran partai politik, legislatif, Pemilihan
Umum, Pemilihan Umum Kepala Daerah, Organisasi Kemasyarakatan, Lembaga Swada Masyarakat (LSM/NGO), dan pengawasan orang asing.
Bagian Kesembilan Kantor Pemberdayaan Perempuan
dan Keluarga Sejahtera
Paragraf 1 Susunan dan Kedudukan
Pasal 43
Susunan Organisasi Kantor Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Sejahtera, terdiri dari: a. Kepala Kantor; b. Sub Bagian Tata Usaha; c. Seksi Pemberdayaan Perempuan; d. Seksi Perlindungan Anak; e. Seksi Keluarga Sejahtera; dan f. Kelompok Jabatan Fungsional.
Pasal 44
Kantor Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Sejahtera merupakan unsur pendukung Pemerintah Kabupaten yang dipimpin oleh Kepala Kantor berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati melalui Sekda.
Paragraf 2 . . . .
- 17 -
Paragraf 2 Tugas, Fungsi dan Kewenangan
Pasal 45
Kantor Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Sejahtera mempunyai tugas melaksanakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan di bidang Pemberdayaan Perempuan dan keluarga sejahtera.
Pasal 46
Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45, Kantor Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Sejahtera menyelenggarakan fungsi: a. pelaksanaan urusan ketatausahaan; b. penyusunan program kerja tahunan, jangka menengah dan
jangka panjang; c. penyusunan dan perumusan kebijakan teknis di bidang
pemberdayaan perempuan dan keluarga sejahtera meliputi perlindungan anak dan keluarga berencana;
d. pengumpulan data dan analisa dalam rangka penyusunan kebijakan di bidang peranan perempuan dan keluarga sejahtera meliputi perlindungan anak dan keluarga berencana;
e. penyusunan program dan pelaksanaan program rintisan pemberdayaan dalam rangka mengangkat harkat dan martabat serta HAM bagi perempuan dan perlindungan anak, organisasinya dan aktifitas lanjut;
f. peningkatan kualitas hidup perempuan diberbagai bidang kehidupan dan pembangunan, terutama di bidang hukum, ekonomi, politik, pendidikan dan sosial budaya serta lingkungan;
g. peningkatan partisipasi masyarakat termasuk upaya pemampuan kelembagaan untuk kemajuan perempuan dan keluarga sejahtera meliputi perlindungan anak dan keluarga berencana;
h. pelaksanaan monitoring, evaluasi dan pelaporan; dan i. pelaksanaan tugas-tugas kedinasan lainnya yang diberikan oleh
Bupati sesuai dengan bidang tugasnya.
Pasal 47
Untuk menyelenggarakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46, Kantor Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Sejahtera mempunyai kewenangan: a. merumuskan dan menyiapkan kebijakan pelaksanaan
pemberdayaan perempuan, keluarga sejahtera, perlindungan anak dan keluarga berencana;
b. melakukan pengumpulan dan pengolahan data, analisa dalam rangka penyusunan kebijakan di bidang peranan perempuan, keluarga sejahtera, perlindungan anak dan keluarga berencana;
c. menyusun program dan melaksanakan program rintisan pemberdayaan dalam rangka mengangkat harkat dan martabat serta Hak Azasi Manusia (HAM) bagi perempuan dan perlindungan anak, organisasinya dan aktifitas lanjut;
d. meningkatkan kualitas hidup perempuan di berbagai bidang kehidupan dan pembangunan, terutama di bidang hukum, ekonomi, politik, pendidikan dan sosial budaya serta lingkungan;
e. meningkatkan partisipasi masyarakat termasuk upaya pemampuan kelembagaan pengelola kemajuan perempuan,
keluarga . . . .
- 18 -
keluarga sejahtera, perlindungan anak dan keluarga berencana; dan
f. melakukan monitoring, evaluasi dan pelaporan.
Bagian Kesepuluh Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu
Paragraf 1 Susunan dan Kedudukan
Pasal 48
Susunan Organisasi Kantor Pelayanan Terpadu Perizinan, terdiri dari: a. Kepala Kantor; b. Sub Bagian Tata Usaha; c. Seksi Bina Program dan Informasi; d. Seksi Pelayanan; e. Seksi Perizinan; dan f. Kelompok Jabatan Fungsional.
Pasal 49
Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu merupakan unsur pendukung Pemerintah Kabupaten yang dipimpin oleh Kepala Kantor, berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati melalui Sekda.
Paragraf 2 Tugas, Fungsi dan Kewenangan
Pasal 50
Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu mempunyai tugas membantu Bupati dalam penyelenggaraan pemerintahan kabupaten di bidang pelayanan perizinan.
Pasal 51
Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50, Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu menyelenggarakan fungsi: a. pelaksanaan urusan ketatausahaan; b. penyusunan program kerja tahunan, jangka menengah dan
jangka panjang; c. perumusan dan perencanaan kebijakan teknis di bidang
pelayanan perizinan; d. pelaksanaan pembinaan di bidang pelayanan perizinan; e. pelaksanaan pengawasan dan pengendalian teknis di bidang
pelayanan perizinan; f. pelaksanaan pungutan retribusi dan pelayanan umum serta
membantu tugas Bupati sesuai dengan kewenangan yang diberikan;
g. pelaksanaan monitoring, evaluasi dan pelaporan; dan h. pelaksanaan tugas-tugas kedinasan lainnya yang diberikan oleh
Bupati sesuai dengan bidang tugas dan fungsinya.
Pasal 52
Untuk menyelenggarakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51, Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu mempunyai kewenangan: a. melaksanakan urusan ketatausahaan; b. menyusun program kerja tahunan, jangka menengah dan jangka
panjang; c. merumuskan . . . .
- 19 -
c. merumuskan kebijakan teknis penyelenggaraan pelayanan perizinan;
d. melaksanakan operasional di bidang pelayanan perizinan; e. menyelenggarakan koordinasi dan sosialisasi pelayanan
perizinan; f. melakukan pungutan retribusi dan pelayanan umum sesuai
dengan kewenangan yang diberikan; g. mengelola sistem informasi perizinan; h. melakukan monitoring, evaluasi dan pelaporan.
Bagian Kesebelas Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien
Paragraf 1 Susunan dan Kedudukan
Pasal 53
(1) Susunan Organisasi Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien, terdiri dari: a. Direktur; b. Bagian Tata Usaha; c. Bidang Pelayanan Medis; d. Bidang Keperawatan; e. Bidang Penunjang Medis; dan f. Kelompok Jabatan Fungsional.
(2) Bagian Tata Usaha, terdiri dari: a. Sub Bagian Umum; b. Sub Bagian Kepegawaian dan Tata Laksana; dan c. Sub Bagian Keuangan;
(3) Bidang Pelayanan Medis, terdiri dari: a. Seksi Rawat Jalan dan Rawat Inap; dan b. Seksi Rawat Darurat, Intensif dan Bedah Sentral.
(4) Bidang Keperawatan, terdiri dari: a. Seksi Asuhan Keperawatan; dan b. Seksi Etika Profesi dan Logistik Keperawatan.
(5) Bidang Penunjang Medis, terdiri dari: a. Seksi Penelitian dan Pengembangan; dan b. Seksi Informasi Permasalahan Sosial dan Upaya Rujukan.
Pasal 54
(1) Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien merupakan Lembaga Teknis Daerah yang memberikan Pelayanan Kesehatan kepada masyarakat, Pusat Rujukan dan Pendidikan Medis.
(2) Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien dipimpin oleh seorang Direktur yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati melalui Sekda.
Paragraf 2
Tugas Pokok, Fungsi dan Kewenangan
Pasal 55
Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien mempunyai tugas melaksanakan pelayanan pengobatan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit yang dilaksanakan melalui
pelayanan . . . .
- 20 -
pelayanan rawat inap, rawat jalan, gawat darurat (emergency) dan tindakan medik.
Pasal 56
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55, Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien menyelenggarakan fungsi: a. pelaksanaan urusan ketatausahaan rumah sakit; b. penyusunan program kerja tahunan, jangka menengah dan
jangka panjang; c. penyusunan kebijakan teknis di bidang pelayanan medis,
keperawatan, penunjang medis dan non medis; d. penyelenggaraan asuhan keperawatan; e. penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan; f. penyelenggaraan penelitian dan pengembangan ilmu
pengetahuan serta teknologi kedokteran; g. penyelengggaraan pelayanan rujukan; h. penyelenggaraan Administrasi Umum dan Keuangan; dan i. pelaksanaan tugas-tugas kedinasan lainnya yang diberikan oleh
Bupati sesuai dengan bidang tugasnya.
Pasal 57
Untuk menyelenggarakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56, Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien mempunyai kewenangan sebagai berikut: a. mengelola administrasi kepegawaian dan keuangan serta
perlengkapan sesuai dengan peraturan perundang–undangan yang berlaku;
b. menyelenggarakan kerja sama dengan Institusi Pendidikan yang memanfaatkan Rumah Sakit Umum Daerah sebagai institusi praktikum;
c. menyelenggarakan kerja sama dengan organisasi dan atau lembaga lainnya dengan berpedoman pada Peraturan Perundang-undangan yang berlaku;
d. memanfaatkan peluang pasar sesuai kemampuan dengan tetap menyelenggarakan fungsi sosial; dan
e. melakukan hubungan koordinatif dan fasilitatif dengan Dinas Kesehatan dan instansi terkait dalam pelaksanaan teknis kesehatan.
Bagian Keduabelas Satuan Polisi Pamong Praja dan Wilayatul Hisbah
Paragraf 1 Susunan dan Kedudukan
Pasal 58
Susunan Organisasi Satuan Polisi Pamong Praja dan Wilayatul Hisbah, terdiri dari: a. Kepala Satuan; b. Sub Bagian Tata Usaha; c. Seksi Penegakan Kebijakan Daerah; d. Seksi Ketentraman dan Ketertiban; e. Seksi Wilayatul Hisbah; f. Seksi Perlindungan Masyarakat dan Hubungan Antar Lembaga;
dan g. Kelompok Jabatan Fungsional.
Pasal 59 . . . .
- 21 -
Pasal 59
(1) Satuan Polisi Pamong Praja dan Wilayatul Hisbah adalah Perangkat Pemerintah Kabupaten di bidang penegakan pelaksanaan Qanun ketentraman, ketertiban umum, Syariat Islam dan pembinaan operasional, penyidikan dan penindakan; dan
(2) Satuan Polisi Pamong Praja dan Wilayatul Hisbah dipimpin oleh seorang Kepala Satuan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati melalui Sekda.
Paragraf 2 Tugas, Fungsi dan Kewenangan
Pasal 60
Satuan Polisi Pamong Praja dan Wilayatul Hisbah mempunyai tugas memelihara dan menyelenggarakan ketenteraman dan ketertiban umum, menegakkan Qanun, Peraturan Bupati, Keputusan Bupati, melakukan sosialisasi, pengawasan, pembinaan dan penyidikan.
Pasal 61
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, Satuan Polisi Pamong Praja dan Wilayatul Hisbah menyelenggarakan fungsi: a. pelaksanaan urusan ketatausahaan; b. penyusunan program kerja tahunan, jangka menengah dan
jangka panjang; c. pelaksanaan ketenteraman dan ketertiban umum, penegakan
Qanun, Peraturan Bupati dan Keputusan Bupati; d. pelaksanaan kebijakan pemeliharaan dan penyelenggaraan
ketenteraman, ketertiban umum dan perlindungan masyarakat di Kabupaten Aceh Barat;
e. pelaksanaan kebijakan penegakan Qanun, Peraturan Bupati dan Keputusan Bupati;
f. pelaksanaan koordinasi pemeliharaan dan penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban umum serta penegakan Qanun, Peraturan Bupati dan Keputusan Bupati dengan aparat Kepolisian Negara, Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dan Aparatur lainnya;
g. pengawasan implementasi Qanun, Peraturan Bupati dan Keputusan Bupati.
h. pelaksanaan upaya-upaya aktif untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran, serta pengamalan masyarakat terhadap ketentuan dalam qanun-qanun atau peraturan perundang-undangan;
i. pengkoordinasian kesatuan Polisi Pamong Praja; j. pengkoordinasian kesatuan polisi Wilayatul Hisbah; dan k. Pelaksanaan tugas-tugas kedinasan lainnya yang diberikan oleh
Bupati sesuai dengan bidang tugas dan fungsinya.
Pasal 62
Untuk menyelenggarakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61, Satuan Polisi Pamong Praja dan Wilayatul Hisbah mempunyai kewenangan: a. menertibkan dan menindak warga masyarakat atau badan
hukum yang mengganggu ketentraman dan ketertiban umum;
b. melakukan . . . .
- 22 -
b. melakukan pemeriksaan terhadap warga masyarakat atau badan hukum yang melakukan pelanggaran atas Qanun, Peraturan Bupati dan Keputusan Bupati;
c. melakukan tindakan represif non yustisial terhadap warga masyarakat atau badan hukum yang melakukan pelanggaran atas Qanun, Peraturan Bupati dan Keputusan Bupati;
d. melakukan tindakan pertama pada saat kejadian dan di tempat kejadian;
e. menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka;
f. menyuruh untuk tidak meninggalkan tempat setiap orang yang berada di tempat kejadian perkara;
g. melakukan penangkapan, penggeledahan dan penyitaan; h. melakukan pemeriksaan dan pengamanan barang bukti dugaan
pelanggaran; i. mengambil sidik jari dan memotret seseorang; j. memanggil seseorang untuk didengar dan diperiksa sebagai
tersangka atau saksi; k. mendatangkan seorang ahli yang diperlukan dalam hubungannya
dengan pemeriksaan perkara; l. melakukan tindakan lain sesuai dengan ketentuan hukum secara
bertanggung jawab; dan m. melakukan upaya dan/atau tindakan penegakan peraturan
perundang-undangan di bidang Syariat Islam sesuai dengan ketentuan hukum.
BAB IV UNIT PELAKSANA TEKNIS BADAN
Paragraf 1 Kedudukan, Tugas dan Fungsi
Pasal 63
(1) UPTB adalah unsur pelaksana tugas teknis pada Badan: (2) UPTB dipimpin oleh seorang Kepala UPTB yang berada di bawah
dan bertanggung jawab kepada Kepala Badan; dan
Pasal 64
UPTB mempunyai tugas melaksanakan sebagian kegiatan teknis operasional atau kegiatan teknis penunjang yang mempunyai wilayah kerja satu atau beberapa kecamatan.
Pasal 65
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64, UPTB menyelenggarakan fungsi: a. pelaksanaan urusan ketatausahaan dan rumah tangga UPTB; b. pelaksanaan tugas-tugas teknis operasional atau teknis
penunjang sesuai dengan bidangnya; dan c. pelaksanaan tugas-tugas kedinasan lainnya yang diberikan oleh
Kepala Badan.
Paragraf 2 Susunan Organisasi
Pasal 66
(1) Susunan Organisasi UPTB, terdiri dari: a. Kepala UPTB;
b. Sub Bagian . . . .
- 23 -
b. Sub Bagian Tata Usaha; dan c. Kelompok Jabatan Fungsional.
(2) Penetapan nomenklatur dan jumlah UPTB ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
BAB V KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL
Pasal 67
Kelompok Jabatan Fungsional mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Pemerintah Kabupaten sesuai dengan keahlian dan kebutuhan.
Pasal 68
(1) Kelompok Jabatan Fungsional dimaksud dalam Pasal 67, terdiri dari sejumlah tenaga, dalam jenjang jabatan fungsional yang terbagi dalam berbagai kelompok sesuai dengan bidang keahliannya.
(2) Setiap kelompok sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dipimpin oleh seorang tenaga fungsional senior yang ditunjuk oleh Bupati, dan bertanggung jawab kepada masing-masing SKPK
(3) Jumlah Jabatan Fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditentukan berdasarkan kebutuhan dan beban kerja.
(4) Jenis dan jenjang jabatan fungsional sebagaiman dimaksud pada ayat (1), diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB VI KEPEGAWAIAN
Pasal 69
(1) Kepala Badan dan Inspektur diangkat dan diberhentian oleh Bupati setelah melakukan konsultasi secara tertulis dengan Gubernur.
(2) Kepala Kantor, Direktur, Kepala Satuan, Sekretaris, Inspektur Pembantu dan Kepala Bagian dan Kepala Bidang diangkat dan diberhentikan oleh Bupati;
(3) Kepala Sub Bagian, Kepala Sub Bidang, Kepala Seksi dan Kepala UPTB dapat diangkat dan diberhentikan oleh Sekda atas pelimpahan kewenangan dari Bupati;
(4) Unsur-unsur lain dilingkungan Lembaga Teknis Daerah diangkat dan diberhentikan oleh Sekda atas pelimpahan kewenangan dari Bupati; dan
(5) Tata cara usulan dan konsultasi pengangkatan dan pemberhentian pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku.
Pasal 70
Jenjang kepangkatan dan formasi kepegawaian ditetapkan sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
BAB VII . . . .
- 24 -
BAB VII ESELONERING
Pasal 71
(1) Kepala Badan dan Inspektur adalah jabatan struktural Eselon II.b.
(2) Kepala Kantor, Direktur, Kepala Satuan, Sekretaris dan Inspektur Pembantu adalah jabatan struktural Eselon III.a.
(3) Kepala Bagian dan Kepala Bidang adalah jabatan struktural Eselon III.b.
(4) Kepala Sub Bagian, Kepala Sub Bidang, Kepala Seksi dan Kepala UPTB adalah jabatan struktural Eselon IV.a.
(5) Kepala Sub Bagian dan Kepala Seksi pada UPTB adalah jabatan struktural Eselon IV.b.
BAB VIII TATA KERJA
Pasal 72
(1) Sekretariat pada Badan dipimpin oleh seorang Sekretaris yang berada dibawah dan bertanggungjawab kepada Kepala Badan.
(2) Sekretariat pada Inspektorat dipimpin oleh seorang Sekretaris yang berada dibawah dan bertanggungjawab kepada Inspektur.
(3) Inspektur Pembantu pada Inspektorat dipimpin oleh seorang Inspektur Pembantu yang berada dibawah dan bertanggungjawab kepada Inspektur.
(4) Bidang pada Badan dipimpin oleh seorang Kepala Bidang yang berada dibawah dan bertanggungjawab kepada Kepala Badan sesuai dengan bidang tugas dan fungsinya.
(5) Bagian pada Rumah Sakit Umum Daerah dipimpin oleh seorang Kepala Bagian yang berada dibawah dan bertanggungjawab kepada Direktur.
(6) Bidang pada Rumah Sakit Umum dipimpin oleh seorang Kepala Bidang yang berada dibawah dan bertanggungjawab kepada Direktur sesuai dengan bidang tugas dan fungsinya;
(7) Sub Bagian pada Kantor dipimpin oleh seorang Kepala Sub Bagian yang berada dibawah dan bertanggungjawab kepada Kepala Kantor.
(8) Sub Bagian pada Badan dipimpin oleh seorang Kepala Sub Bagian yang berada dibawah dan bertanggungjawab kepada Sekretaris sesuai dengan bidang tugasnya.
(9) Sub Bagian pada Inspektorat dipimpin oleh seorang Kepala Sub Bagian yang berada dibawah dan bertanggungjawab kepada Sekretaris sesuai dengan bidang tugasnya.
(10) Sub Bidang pada Badan dipimpin oleh seorang Kepala Sub Bidang yang berada dibawah dan bertanggungjawab kepada Kepala Bidang sesuai dengan bidang tugasnya.
(11) Seksi pada Kantor dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang berada dibawah dan bertanggungjawab kepada Kepala Kantor sesuai dengan bidang tugasnya.
(12) Seksi pada Rumah Sakit Umum Daerah dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang berada dibawah dan bertanggungjawab kepada Kepala Bidang sesuai dengan bidang tugasnya.
(13) UPTB . . . .
- 25 -
(13) UPTB dipimpin oleh seorang Kepala UPTB yang berada dibawah
dan bertanggungjawab kepada Kepala Badan sesuai dengan bidang tugasnya.
(14) Sub Bagian Tata Usaha pada UPTB dipimpin oleh seorang Kepala Sub Bagian Tata Usaha yang berada dibawah dan bertanggungjawab kepada Kepala UPTB.
(15) Seksi pada UPTB dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang berada dibawah dan bertanggungjawab kepada Kepala UPTB sesuai dengan bidang tugasnya.
(16) Dalam melaksanakan tugasnya Kepala Badan, Inspektur, Kepala Kantor, Kepala Satuan, Sekretaris, Inspektur Pembantu, Kepala Bagian, Kepala Bidang, Kepala Sub Bagian, Kepala Sub Bidang, Kepala Seksi dan Kepala UPTB wajib menerapkan prinsip Koordinasi, Integrasi, Sinkronisasi dan Simplifikasi baik interen maupun antar unit organisasi lainnya, sesuai dengan tugas pokok masing-masing.
(17) Setiap pimpinan satuan organisasi di lingkungan SKPK wajib melaksanakan pengawasan melekat.
Pasal 73
Dalam hal Kepala Badan, Inspektur, Kepala Kantor, Kepala Satuan tidak dapat menjalankan tugasnya karena berhalangan, maka Kepala Badan, Inspektur, Kepala Kantor, Kepala Satuan dapat menunjuk salah seorang Pejabat untuk mewakilinya.
Pasal 74
Atas dasar pertimbangan daya guna dan hasil guna masing-masing pejabat dalam lingkungan Lembaga Teknis Daerah dapat mendelegasikan kewenangan-kewenangan tertentu kepada pejabat setingkat di bawahnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
BAB IX PEMBIAYAAN
Pasal 75
Segala biaya yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan pada Perangkat Kabupaten dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten (APBK) serta sumber-sumber lain sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
BAB X KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 76
(1) Bagan Struktur Lembaga Teknis Daerah sebagaimana tercantum dalam lampiran I sampai dengan lampiran XII merupakan bagian yang tidak terpisahkan Qanun ini.
(2) Rincian tugas dan fungsi pemangku Jabatan Struktural pada masing-masing Lembaga Teknis Daerah lebih lanjut diatur dengan Peraturan Bupati.
(3) Uraian Tugas Jabatan masing-masing Lembaga Teknis Daerah diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
BAB XI . . . .
- 26 -
BAB XI KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 77
Selama belum dilaksanakan penataan secara menyeluruh maka kegiatan-kegiatan Pemerintahan Kabupaten dilaksanakan dengan kebijakan Bupati sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
BAB XII KETENTUAN PENUTUP
Pasal 78
Hal-hal yang belum diatur dalam Qanun ini, lebih lanjut akan diatur dengan Peraturan Bupati sepanjang mengenai peraturan pelaksanaannya dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 79
Pada saat Qanun ini mulai berlaku, maka Qanun Kabupaten Aceh Barat Nomor 4 Tahun 2008 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Kabupaten Aceh Barat (Lembaran Daerah Kabupaten Aceh Barat Tahun 2008 Nomor 4) sebagaimana telah diubah dengan Qanun Kabupaten Aceh Barat Nomor 12 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Qanun Kabupaten Aceh Barat Nomor 4 tahun 2008 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Aceh Barat (Lembaran Daerah Kabupaten Aceh Barat Tahun 2010 Nomor 12), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 80
Qanun ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Qanun ini dengan penempatannya dalam Lembaran Kabupaten Aceh Barat.
Ditetapkan di Meulaboh Pada Tanggal 31 Desember 2012 M 17 S h a f a r 1434 H
BUPATI ACEH BARAT,
ttd.
T. ALAIDINSYAH
Diundangkan di Meulaboh Pada Tanggal 31 Desember 2012 M 17 S h a f a r 1434 H
SEKRETARIS DAERAH
KABUPATEN ACEH BARAT,
ttd.
B U K H A R I
LEMBARAN KABUPATEN ACEH BARAT TAHUN 2012 NOMOR: 11
- 27 -
PENJELASAN ATAS
QANUN KABUPATEN ACEH BARAT NOMOR 11 TAHUN 2012
TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA TEKNIS DAERAH
KABUPATEN ACEH BARAT I. PENJELASAN UMUM
Bahwa dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah membawa perubahan yang mendasar dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan dengan memberikan keleluasaan kepada Provinsi, Kabupaten/Kota untuk menyelenggarakan otonomi daerah sesuai dengan kewenangannya. Khusus untuk Pemerintahan Aceh, Pemerintahan Kabupaten/Kota, penyelenggaraan otonomi daerah tersebut diperkuat dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh yang didalamnya memberikan kewenangan keistimewaan dan adanya pengakuan penegasan otonomi khusus.
Perubahan dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan tersebut membawa pula perubahan pada sistem kelembagaan Pemerintahan Kabupaten, dimana sistem kelembagaan telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, Qanun Kabupaten Aceh Barat Nomor 4 Tahun 2008 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Kabupaten Aceh Barat (Lembaran Daerah Kabupaten Aceh Barat Tahun 2008 Nomor 4) sebagaimana telah diubah dengan Qanun Kabupaten Aceh Barat Nomor 12 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Qanun Kabupaten Aceh Barat Nomor 4 tahun 2008 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Aceh Barat (Lembaran Daerah Kabupaten Aceh Barat Tahun 2010 Nomor 12) yang mengatur tentang pembentukan susunan organisasi dan tata kerja Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Aceh Barat berdasarkan evaluasi dan kajian perlu untuk diadakan penyesuaian agar dapat mendukung penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan serta penyelenggaraan kewenangan khusus dalam bidang penyelenggaraan kehidupan beragama, penyelenggaraan kehidupan adat, penyelenggaraan pendidikan dan peran ulama dalam penetapan kebijakan daerah di Kabupaten Aceh Barat.
Perangkat Kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Qanun Kabupaten Aceh Barat ini adalah Lembaga Teknis Daerah pada Pemerintah Kabupaten yang bertanggung jawab kepada Bupati dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, yang secara tugas dan fungsinya bertanggung jawab kepada Pimpinan DPRK dan secara administrasi dibina oleh Sekretaris Daerah.
Organisasi Perangkat Kabupaten Aceh Barat yang ditetapkan dengan Qanun ini, adapun mengenai penjabaran tugas pokok dan fungsinya, ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Cukup jelas. Pasal 3 Cukup jelas. Pasal 4
- 28 -
Cukup jelas. Pasal 5 Cukup jelas. Pasal 6 Cukup jelas. Pasal 7 Cukup jelas. Pasal 8 Cukup jelas. Pasal 9 Cukup jelas. Pasal 10 Cukup jelas. Pasal 11 Cukup jelas. Pasal 12 Cukup jelas. Pasal 13 Cukup jelas. Pasal 14 Cukup jelas. Pasal 15 Cukup jelas. Pasal 16 Cukup jelas. Pasal 17 Cukup jelas. Pasal 18 Cukup jelas. Pasal 19 Cukup jelas. Pasal 20 Cukup jelas. Pasal 21 Cukup jelas. Pasal 22 Cukup jelas. Pasal 23 Cukup jelas. Pasal 24 Cukup jelas. Pasal 18 Cukup jelas. Pasal 19 Cukup jelas. Pasal 20 Cukup jelas. Pasal 21 Cukup jelas. Pasal 22 Cukup jelas. Pasal 23 Cukup jelas. Pasal 24 Cukup jelas. Pasal 25
-2-
- 29 -
Cukup jelas. Pasal 26 Cukup jelas. Pasal 27 Cukup jelas. Pasal 28 Cukup jelas. Pasal 29 Cukup jelas. Pasal 30 Cukup jelas. Pasal 31 Cukup jelas. Pasal 32 Cukup jelas. Pasal 33 Cukup jelas. Pasal 34 Cukup jelas. Pasal 35 Cukup jelas. Pasal 36 Cukup jelas. Pasal 37 Cukup jelas. Pasal 38 Cukup jelas. Pasal 39 Cukup jelas. Pasal 40 Cukup jelas. Pasal 41 Cukup jelas. Pasal 42 Cukup jelas. Pasal 43 Cukup jelas. Pasal 44 Cukup jelas. Pasal 45 Cukup jelas. Pasal 46 Cukup jelas. Pasal 47 Cukup jelas. Pasal 48 Cukup jelas. Pasal 49 Cukup jelas. Pasal 50 Cukup jelas. Pasal 51 Cukup jelas. Pasal 52 Cukup jelas. Pasal 53
-3-
- 30 -
Cukup jelas. Pasal 54 Cukup jelas. Pasal 55 Cukup jelas. Pasal 56 Cukup jelas. Pasal 57 Cukup jelas. Pasal 58 Cukup jelas. Pasal 59 Cukup jelas. Pasal 60 Cukup jelas. Pasal 61 Cukup jelas. Pasal 62 Cukup jelas. Pasal 63 Cukup jelas. Pasal 64 Cukup jelas. Pasal 65 Cukup jelas. Pasal 66 Cukup jelas. Pasal 67 Cukup jelas. Pasal 68 Cukup jelas. Pasal 69 Cukup jelas. Pasal 70 Cukup jelas. Pasal 71 Cukup jelas. Pasal 72 Cukup jelas. Pasal 73 Cukup jelas. Pasal 74 Cukup jelas. Pasal 75 Cukup jelas. Pasal 76 Cukup jelas. Pasal 77 Cukup jelas. Pasal 78 Cukup jelas. Pasal 79 Cukup jelas. Pasal 80 Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN KABUPATEN ACEH BARAT NOMOR: 139
-4-
- 31 -
- 32 -
- 33 -
- 34 -
- 35 -
- 36 -
- 37 -
- 38 -
- 39 -
- 40 -
- 41 -
- 42 -
SALINAN
MENTERI DALAM NEGERI
REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI
NOMOR 40 TAHUN 2011
TENTANG
PEDOMAN ORGANISASI DAN TATA KERJA
SATUAN POLISI PAMONG PRAJA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI DALAM NEGERI,
Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 38 Peraturan
Pemerintah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Satuan Polisi Pamong Praja,
perlu menetapkan Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Pedoman
Organisasi dan Tata Kerja Satuan Polisi Pamong Praja;
Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)
sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4737);
- 2 -
4. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi
Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006
Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4741);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Satuan Polisi
Pamong Praja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor
9, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5094);
M E M U T U S K A N:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI TENTANG PEDOMAN ORGANISASI
DAN TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan
pemerintahan oleh pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan
dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip
Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan
perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan
daerah.
3. Daerah otonom, yang selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan
masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang
berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
4. Peraturan daerah, yang selanjutnya disingkat Perda, adalah
peraturan daerah provinsi dan/atau peraturan daerah
Kabupaten/Kota.
5. Peraturan kepala daerah adalah peraturan gubernur dan/atau
peraturan bupati/walikota.
6. Aparatur adalah aparatur pemerintah daerah.
7. Satuan Polisi Pamong Praja, yang selanjutnya disebut Satpol PP,
adalah bagian perangkat daerah dalam penegakan Perda dan
penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat.
8. Polisi Pamong Praja adalah anggota Satpol PP sebagai aparat
pemerintah daerah dalam penegakan Perda dan penyelenggaraan
ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat.
- 3 -
9. Ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat adalah suatu
keadaan dinamis yang memungkinkan Pemerintah, pemerintah
daerah, dan masyarakat dapat melakukan kegiatannya dengan
tenteram, tertib, dan teratur.
10. Perlindungan masyarakat adalah suatu keadaan dinamis dimana
warga masyarakat disiapkan dan dibekali pengetahuan serta
keterampilan untuk melaksanakan kegiatan penanganan bencana
guna mengurangi dan memperkecil akibat bencana, serta ikut
memelihara keamanan, ketenteraman dan ketertiban masyarakat,
kegiatan sosial kemasyarakatan.
11. Menteri adalah Menteri Dalam Negeri.
BAB II
KEDUDUKAN, TUGAS DAN FUNGSI
Bagian Kesatu
Kedudukan
Pasal 2
(1) Satpol PP merupakan bagian perangkat daerah di bidang penegakan
Perda, ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat.
(2) Satpol PP dipimpin oleh seorang Kepala satuan yang berkedudukan di
bawah dan bertanggung jawab kepada kepala daerah melalui sekretaris
daerah.
Bagian Kedua
Tugas dan Fungsi
Pasal 3
Satpol PP mempunyai tugas menegakkan Perda dan menyelenggarakan
ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat serta perlindungan
masyarakat.
Pasal 4
(1) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3,
Satpol PP mempunyai fungsi:
a. penyusunan program dan pelaksanaan penegakkan Perda dan
Peraturan Kepala Daerah, penyelenggaraan ketertiban umum dan
ketenteraman masyarakat serta perlindungan masyarakat;
b. pelaksanaan kebijakan penegakkan Perda dan Peraturan Kepala
Daerah;
c. pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan ketertiban umum dan
ketenteraman masyarakat di daerah;
d. pelaksanaan kebijakan perlindungan masyarakat;
- 4 -
e. pelaksanaan koordinasi penegakan Perda dan Peraturan Kepala
Daerah serta penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman
masyarakat dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia, Penyidik
Pegawai Negeri Sipil daerah, dan/atau aparatur lainnya;
f. pengawasan terhadap masyarakat, aparatur, atau badan hukum agar
mematuhi dan mentaati penegakkan Perda dan Peraturan Kepala
Daerah; dan
g. pelaksanaan tugas lainnya.
(2) Pelaksanaan tugas lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g
meliputi:
a. mengikuti proses penyusunan peraturan perundang-undangan serta
kegiatan pembinaan dan penyebarluasan produk hukum daerah;
b. membantu pengamanan dan pengawalan tamu VVIP termasuk
pejabat negara dan tamu negara;
c. pelaksanaan pengamanan dan penertiban aset yang belum
teradministrasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
d. membantu pengamanan dan penertiban penyelenggaraan pemilihan
umum dan pemilihan umum kepala daerah;
e. membantu pengamanan dan penertiban penyelenggaraan
keramaian daerah dan/atau kegiatan yang berskala massal; dan
f. pelaksanaan tugas pemerintahan umum lainnya yang diberikan oleh
kepala daerah sesuai dengan prosedur dan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
BAB III ORGANISASI
Bagian Kesatu
Satpol PP Provinsi
Pasal 5
(1) Susunan Organisasi Satpol PP provinsi terdiri atas:
a. Kepala Satuan;
b. Sekretariat, terdiri atas:
1) Subbagian Program;
2) Subbagian Keuangan; dan
3) Subbagian Umum dan Kepegawaian.
c. Bidang Penegakan Perundang-undangan Daerah, terdiri atas:
1) Seksi Pembinaan, Pengawasan dan Penyuluhan; dan
2) Seksi Penyelidikan dan Penyidikan.
d. Bidang Ketertiban Umum dan Ketenteraman masyarakat, terdiri atas:
- 5 -
1) Seksi Operasi dan Pengendalian; dan
2) Seksi Kerjasama.
e. Bidang Sumber Daya Aparatur, terdiri atas:
1) Seksi Pelatihan Dasar; dan
2) Seksi Teknis Fungsional.
f. Bidang Perlindungan Masyarakat, terdiri atas:
1) Seksi Satuan Linmas; dan
2) Seksi Bina Potensi Masyarakat.
g. Kelompok Jabatan Fungsional.
(2) Bagan struktur organisasi Satpol PP Provinsi tercantum dalam Lampiran I
sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(3) Penjabaran tugas dan fungsi Sekretariat dan masing-masing bidang serta
rincian tugas masing-masing subbagian dan seksi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f diatur dengan
Peraturan Gubernur.
Bagian Kedua
Satpol PP Kabupaten/Kota
Paragraf 1
Susunan Organisasi
Pasal 6
(1) Susunan Organisasi Satpol PP kabupaten/kota Tipe A, terdiri atas:
a. Kepala Satuan;
b. Sekretariat, terdiri atas:
1) Subbagian Program;
2) Subbagian Keuangan; dan
3) Subbagian Umum dan Kepegawaian.
c. Bidang Penegakan Perundang-undangan Daerah, terdiri atas:
1) Seksi Pembinaan, Pengawasan dan Penyuluhan; dan
2) Seksi Penyelidikan dan Penyidikan.
d. Bidang Ketertiban Umum dan Ketenteraman masyarakat, terdiri atas:
1) Seksi Operasi dan Pengendalian; dan
2) Seksi Kerjasama.
e. Bidang Sumber Daya Aparatur, terdiri atas:
1) Seksi Pelatihan Dasar; dan
2) Seksi Teknis Fungsional.
f. Bidang Perlindungan Masyarakat, terdiri atas:
1) Seksi Satuan Linmas; dan
- 6 -
2) Seksi Bina Potensi Masyarakat.
g. Kelompok Jabatan Fungsional.
(2) Susunan Organisasi Satpol PP kabupaten/kota Tipe B, terdiri atas:
a. Kepala Satuan;
b. Subbagian Tata Usaha;
c. Seksi Penegakan Perundang-undangan Daerah;
d. Seksi Ketertiban Umum dan Ketenteraman Masyarakat;
e. Seksi Pengembangan Kapasitas;
f. Seksi Sarana dan Prasarana;
g. Seksi Perlindungan Masyarakat; dan
h. Kelompok Jabatan Fungsional.
(3) Bagan Struktur Organisasi Satpol PP kabupaten/kota tercantum dalam
Lampiran II dan lampiran III sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri ini.
(4) Penjabaran tugas dan fungsi Sekretariat dan masing-masing bidang serta
rincian tugas masing-masing subbagian dan seksi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Bupati/Walikota.
Pasal 7
(1) Pada kecamatan dibentuk Unit Pelaksana Satpol PP kabupaten/kota.
(2) Unit Pelaksana Satpol PP kabupaten/kota di kecamatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh kepala satuan.
(3) Kepala satuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) secara ex-officio
dijabat oleh Kepala Seksi Ketenteraman dan Ketertiban Umum pada
kecamatan.
(4) Kepala satuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) secara teknis
administratif bertanggung jawab kepada camat dan secara teknis
operasional bertanggung jawab kepada Kepala Satpol PP kabupaten/kota.
Paragraf 2
Klasifikasi Satpol PP Kabupaten/Kota
Pasal 8
(1) Satpol PP kabupaten/kota, terdiri atas:
a. Tipe A; dan
b. Tipe B.
(2) Besaran organisasi Satpol PP kabupaten/kota Tipe A dan Tipe B
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan klasifikasi
besaran organisasi perangkat daerah.
- 7 -
(3) Satpol PP kabupaten/kota Tipe A apabila variabel besaran organisasi
perangkat daerah mencapai nilai lebih dari atau sama dengan 60
(enampuluh).
(4) Satpol PP kabupaten/kota Tipe B apabila variabel besaran organisasi
perangkat daerah mencapai nilai kurang dari 60 (enampuluh).
Pasal 9
Satpol PP di tingkat kabupaten/kota yang berkedudukan sebagai ibu kota
provinsi atau penyangga ibu kota provinsi dapat ditetapkan sebagai Satpol PP
Tipe A.
BAB IV
ESELON
Bagian Kesatu
Provinsi
Pasal 10
(1) Kepala Satpol PP provinsi merupakan jabatan struktural eselon IIa.
(2) Sekretaris dan kepala bidang Satpol PP provinsi merupakan jabatan
struktural eselon IIIa.
(3) Kepala subbagian dan kepala seksi Satpol PP provinsi merupakan jabatan
struktural eselon IVa.
Bagian Kedua
Kabupaten/Kota
Pasal 11
(1) Kepala Satpol PP kabupaten/kota Tipe A merupakan jabatan struktural
eselon IIb.
(2) Sekretaris dan kepala bidang Satpol PP kabupaten/kota Tipe A merupakan
jabatan struktural eselon IIIb.
(3) Kepala subbagian dan kepala seksi Satpol PP kabupaten/kota Tipe A
merupakan jabatan struktural eselon IVa.
Pasal 12
(1) Kepala Satpol PP kabupaten/kota Tipe B merupakan jabatan struktural
eselon IIIa.
(2) Kepala subbagian dan kepala seksi Satpol PP kabupaten/kota Tipe B
merupakan jabatan struktural eselon IVa.
- 8 -
BAB V
KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL
Pasal 13
(1) Kelompok jabatan fungsional mempunyai tugas sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
(2) Selain tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Kelompok jabatan
fungsional melaksanakan tugas khusus sesuai dengan bidang keahliannya
berdasarkan peraturan perundang-undangan.
(3) Kelompok jabatan fungsional terdiri atas:
a. tenaga fungsional polisi pamong praja; dan
b. jabatan fungsional lainnya yang terbagi dalam beberapa kelompok
jabatan fungsional sesuai dengan bidang keahliannya.
(4) Jumlah tenaga fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a
ditentukan berdasarkan kebutuhan dan beban kerja yang dipimpin oleh
seorang tenaga fungsional senior yang ditunjuk.
(5) Jenis dan jenjang jabatan fungsional diatur berdasarkan peraturan
perundang-undangan.
BAB VI
PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN
Pasal 14
(1) Kepala Satpol PP provinsi diangkat dan diberhentikan oleh gubernur sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Kepala Satpol PP kabupaten/kota diangkat dan diberhentikan oleh
bupati/walikota setelah berkonsultasi kepada gubernur dengan
pertimbangan Kepala Satpol PP provinsi.
(3) Sekretaris, kepala bidang, kepala subbagian dan kepala seksi Satpol PP
provinsi, diangkat dan diberhentikan oleh gubernur atas usul sekretaris
daerah.
(4) Sekretaris, kepala bidang, kepala subbagian dan kepala seksi Satpol PP
kabupaten/kota, diangkat dan diberhentikan oleh bupati/walikota atas usul
sekretaris daerah.
Pasal 15
Pejabat struktural di lingkungan Satpol PP diprioritaskan diangkat dari
pejabat fungsional dan/atau pejabat di lingkungan Satpol PP.
- 9 -
BAB VII
TATA KERJA
Pasal 16
Satpol PP provinsi dan Satpol PP kabupaten/kota dalam melaksanakan
kewenangannya wajib menerapkan prinsip koordinasi, integrasi, dan
sinkronisasi secara vertikal dan horizontal.
Pasal 17
Setiap pimpinan satuan organisasi dalam lingkungan Satpol PP provinsi dan
Satpol PP kabupaten/kota melaksanakan sistem pengendalian intern di
lingkungan masing-masing.
Pasal 18
Setiap pimpinan organisasi dalam lingkungan Satpol PP provinsi dan