II KAJIAN KEPUSTAKAAN 1.1 Itik Cihateup Itik Cihateup adalah itik yang berasal dari Desa Cihateup, Kecamatan Rajapolah, Kabupaten Tasikmalaya, Propinsi Jawa Barat. Selain di daerah asalnya, itik Cihateup juga telah dikembangbiakkan di daerah-daerah sekitar Tasikmalaya seperti Garut. Daerah Cihateup berada pada ketinggian 378 meter di atas permukaan laut (dpl) yang merupakan dataran tinggi, sehingga itik tersebut disebut juga dengan itik gunung. Daya adaptasinya dengan lingkungan dingin yang baik, membuat itik tersebut sesuai dipelihara untuk daerah dingin atau pegunungan. Itik tersebut merupakan salah satu kebanggaan peternak itik di Propinsi Jawa Barat di samping itik Cirebon (Wulandari dkk., 2005). Ilustrasi 1. Itik Cihateup (Wulandari dkk., 2005)
13
Embed
II KAJIAN KEPUSTAKAAN 1.1 Itik Cihateupmedia.unpad.ac.id/thesis/200110/2013/200110130410_2_4843.pdf · hewan golongan crustaceae seperti : udang, ... nitrogen pada gugus amin. ...
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
II
KAJIAN KEPUSTAKAAN
1.1 Itik Cihateup
Itik Cihateup adalah itik yang berasal dari Desa Cihateup, Kecamatan
Rajapolah, Kabupaten Tasikmalaya, Propinsi Jawa Barat. Selain di daerah
asalnya, itik Cihateup juga telah dikembangbiakkan di daerah-daerah sekitar
Tasikmalaya seperti Garut. Daerah Cihateup berada pada ketinggian 378 meter di
atas permukaan laut (dpl) yang merupakan dataran tinggi, sehingga itik tersebut
disebut juga dengan itik gunung. Daya adaptasinya dengan lingkungan dingin
yang baik, membuat itik tersebut sesuai dipelihara untuk daerah dingin atau
pegunungan. Itik tersebut merupakan salah satu kebanggaan peternak itik di
Propinsi Jawa Barat di samping itik Cirebon (Wulandari dkk., 2005).
Ilustrasi 1. Itik Cihateup (Wulandari dkk., 2005)
13
Warna paruh dan shank itik Cihateup didominasi oleh warna hitam dan
sedikit yang berwarna kuning. Konversi pakan itik jantan cenderung lebih rendah
daripada itik betina. Hal ini mengindikasikan bahwa itik jantan lebih efisien
dalam memanfaatkan pakan untuk pertumbuhan dibanding dengan itik betina.
Ciri-ciri itik Cihateup, antara lain : itik ini memiliki leher yang lebih panjang
dibandingkan dengan itik lainnya, tubuh tegak dan warna bulu itik jantan dan
betina lebih gelap dibandingkan dengan itik lokal Tegal, Cirebon dan Mojosari,
serta dapat beradaptasi di tempat dingin atau daerah pegunungan (Wulandari dkk.,
2005).
Itik Cihateup dapat memproduksi telur sampai 200 butir/ekor/tahun,
sedangkan itik Alabio dan Mojosari masing-masing dapat mencapai 249 dan 238
butir/ekor/tahun. Hal ini dikarenakan pengembangan dan perbaikan genetik
melalui seleksi terhadap itik Alabio dan Mojosari sudah lebih maju dibandingkan
dengan itik Cihateup yang sampai sekarang belum ada sentuhan seleksi untuk
perbaikan genetik ke arah yang baik (Susanti dan Prasetyo, 2007).
Daging itik Cihateup memiliki flavor daging yang berbau amis cukup
tinggi (Matitaputty, 2012). Berdasarkan konstruksi pohon fenogram, itik
Cihateup memiliki ukuran jarak genetik dengan itik Cirebon yang cukup dekat
dibandingkan dengan itik Mojosari (Muzani dkk., 2005). Itik Cihateup
mempunyai kapasitas produksi telur dapat mencapai 200 butir/ekor/tahun dan
produksi karkas pada umur potong delapan minggu sekitar 970-1.323 gram/ekor.
Kemampuan produksi tersebut masih bisa ditingkatkan dengan pengelolaan
budidaya yang baik dan melakukan seleksi terhadap itik-itik yang ada untuk
mendapatkan itik Cihateup yang unggul (Matitaputty dan Suryana, 2014).
14
1.2 Kitosan Iradiasi
Kitosan merupakan turunan dari kitin. Kitin banyak terdapat di kulit luar
hewan golongan crustaceae seperti : udang, lobster dan kepiting (Kusumaningsih
dkk., 2004). Sebagai bahan utama, kulit crustaceae mengandung 14-35% (berat
kering) kitin. Diperkirakan limbah kulit crustaceae dunia mencapai sekitar 1,5
juta ton (kering) atau setara dengan 200 ribu ton. Survei yang dilakukan
menunjukkan bahwa untuk daerah Jabodetabek dapat tersedia sekitar 100 ton kulit
udang kering setiap bulannya atau setara dengan 13 ton kitin kitin (Ditjen
PDSPKP, 2015).
Ilustrasi 2. Limbah Kitin (Ditjen PDSPKP, 2015)
Limbah kulit udang mengandung 16,9% protein; 23,5% kitin; dan 24,8%
kalsium (Sossrowinoto, 2007). Limbah kulit udang diproses melalui proses
demineralisasi dan deproteinasi. Proses demineralisasi ini bertujuan untuk
menghilangkan garam-garam anorganik atau kandungan mineral yang ada pada
kulit udang. Kandungan mineral utamanya adalah CaCO3 dan Ca3(PO4)2 dalam
jumlah kecil, mineral yang terkandung dalam kulit udang ini lebih mudah
dipisahkan dibandingkan dengan protein karena hanya terikat secara fisik
(Marganov, 2003).
15
Proses yang terjadi pada tahap demineralisasi adalah mineral yang
terkandung dalam kulit udang bereaksi dengan HCl sehingga terjadi pemisahan
mineral dari kulit udang tersebut. Proses pemisahan mineral ditunjukkan dengan
terbentuknya gas CO2 berupa gelembung udara pada saat larutan HCl
ditambahkan dalam sampel (Hendry, 2008), sehingga penambahan HCl ke dalam
sampel dilakukan secara bertahap agar sampel tidak meluap.
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut: (Hendry, 2008)