ISBN: 978-979-3775-55-5 3 rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014 IDENTIFIKASI SIGNIFIKANSI DAN KONSISTENSI HUBUNGAN VARIABELVARIABEL PENELITIAN DALAM RANGKA PENGEMBANGAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN ETIS AKUNTAN Suryadi Winata SITE Buddhi Tangerang suryadiwinata @ ymail.com ABSTRACT Research about ethical decision making (EDM) is now more explaining the influence of individuals and organizational factors to the different stages of ethical decision making (ethical awareness, ethical judgments, ethical intentions and ethical behavior). Where as to apply the factors or one of the factors which are most useful in the development of individual's ethical decision making still need to consider influencing significance and consistency of these factors upon the ethical decision making. Thus there is a gap to do research in order to identify the significance and consistency. The objective of this study is to propose a simple identification of significance and consistency of the research results for the development of accountant's ethical decision making. This study uses a very simple method in evaluating the conclusions of EDM research and Analytic Hierarchy Process (AHP) in identifying the significance and consistency,likes make comparisons to each conclusions of ethical decision-making research relating to accounting. The results of this study identified the highest number in six major categories of significance and consistency likes ethical climate, ethical judgments, code of conducts application,ethical awareness, cognitive moral developments (CMD) and education. Ethical climate, ethical judgments and awareness strongly influence EDM. Strong application of code of ethics also has important contribution to influence ethical behavior. Contribution of this study are the developments of ethical decision-making in Indonesian accountants Keywords: Ethical climate, ethical judgment, code of conduct, ethical awareness, cognitive moral development, education and ethical decision making. PENDAHULUAN Arti penting pengambilan keputusan di dalam praktik akuntansi salah satunya pengambilan keputusan berdasarkan ketajaman pertimbangan etis akuntan (Barlaup et ah, 2009). Akuntansi dapat dimanfaatkan untuk meningkatnya fokus ketajaman pertimbangan dan perilaku etis yang dilakukan, selanjutnya perilaku etis akuntan dapat membantu mengembalikan kepercayaan dan keyakinan pada sistem pasar modal dengan berkurangnya kasus penyimpangan pelaporan keuangan. Ketajaman etis diperlukan dalam melihat permasalahan etis dalam penyimpangan pelaporan keuangan. Selain itu perlu di dalam perpajakkan, misalnya (Buttross et ah, 2011) yang menyatakan bahwa terdapat tekanan dari atasan (tekanan ketaatan) yang kuat sekali mempengaruhi pilihan etis akuntan manajemen pada situasi kepatuhan terhadap pajak yang berhubungan dengan pemotongan yang kurang beralasan pada biaya perjalanan dan perjamuan. Dalam menjaga ketajaman etis, akuntan di dalam profesi perlu mendapatkan penyegaran ketajaman etis nya secara periodic. Sejalan dengan fakta di atas, (Billiot et ah, 2012) menguji pengaruh proses pendidikan pada konteks yang berbeda tentang ukuran sensitivitas etis dan tingkatan pertimbangan moral dari mahasiswa jurusan akuntansi yang sedang mengikuti kelas akuntansi menengah. Temuan penelitian ini adalah bahwa penempatan mahasiswa pada konteks etis telah mengembangkan Fakultas Ekonomika dan Bisnis ^229 Universitas Kristen Satya Wacana m feb , WWW
23
Embed
Identifikasi Signifikansi dan Konsistensi Hubungan ... · beralasan pada biaya perjalanan dan perjamuan. Dalam menjaga ketajaman etis, akuntan di dalam profesi perlu mendapatkan penyegaran
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
ISBN: 978-979-3775-55-5 3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014
IDENTIFIKASI SIGNIFIKANSI DAN KONSISTENSI
HUBUNGAN VARIABELVARIABEL PENELITIAN DALAM
RANGKA PENGEMBANGAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN
ETIS AKUNTAN
Suryadi Winata SITE Buddhi Tangerang
suryadiwinata @ ymail.com
ABSTRACT
Research about ethical decision making (EDM) is now more explaining the influence of individuals and organizational factors to the different stages of ethical decision making (ethical awareness, ethical judgments, ethical intentions and ethical behavior). Where as to apply the factors or one of the factors which are most useful in the development of individual's ethical decision making still need to consider influencing significance and consistency of these factors upon the ethical decision making. Thus there is a gap to do research in order to identify the significance and consistency. The objective of this study is to propose a simple identification of significance and consistency of the research results for the development of accountant's ethical decision making. This study uses a very simple method in evaluating the conclusions of EDM research and Analytic Hierarchy Process (AHP) in identifying the significance and consistency,likes make comparisons to each conclusions of ethical decision-making research relating to accounting. The results of this study identified the highest number in six major categories of significance and consistency likes ethical climate, ethical judgments, code of conducts application,ethical awareness, cognitive moral developments (CMD) and education. Ethical climate, ethical judgments and awareness strongly influence EDM. Strong application of code of ethics also has important contribution to influence ethical behavior. Contribution of this study are the developments of ethical decision-making in Indonesian accountants
Keywords: Ethical climate, ethical judgment, code of conduct, ethical awareness, cognitive moral development, education and ethical decision making.
PENDAHULUAN
Arti penting pengambilan keputusan di dalam praktik akuntansi salah satunya
pengambilan keputusan berdasarkan ketajaman pertimbangan etis akuntan (Barlaup et ah,
2009). Akuntansi dapat dimanfaatkan untuk meningkatnya fokus ketajaman pertimbangan dan
perilaku etis yang dilakukan, selanjutnya perilaku etis akuntan dapat membantu
mengembalikan kepercayaan dan keyakinan pada sistem pasar modal dengan berkurangnya
kasus penyimpangan pelaporan keuangan. Ketajaman etis diperlukan dalam melihat
permasalahan etis dalam penyimpangan pelaporan keuangan. Selain itu perlu di dalam
perpajakkan, misalnya (Buttross et ah, 2011) yang menyatakan bahwa terdapat tekanan dari
atasan (tekanan ketaatan) yang kuat sekali mempengaruhi pilihan etis akuntan manajemen pada
situasi kepatuhan terhadap pajak yang berhubungan dengan pemotongan yang kurang
beralasan pada biaya perjalanan dan perjamuan. Dalam menjaga ketajaman etis, akuntan di
dalam profesi perlu mendapatkan penyegaran ketajaman etis nya secara periodic.
Sejalan dengan fakta di atas, (Billiot et ah, 2012) menguji pengaruh proses pendidikan
pada konteks yang berbeda tentang ukuran sensitivitas etis dan tingkatan pertimbangan moral
dari mahasiswa jurusan akuntansi yang sedang mengikuti kelas akuntansi menengah. Temuan
penelitian ini adalah bahwa penempatan mahasiswa pada konteks etis telah mengembangkan
Fakultas Ekonomika dan Bisnis ^229 Universitas Kristen Satya Wacana m feb ,■ WWW
ISBN: 978-979-3775-55-5 3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014
ukuran sensitivitas etis dan pertimbangan moral serta menyarankan pentingnya pendidikan
etis, khususnya pengambilan keputusan etis yang dilaksanakan di dalam masa studi, dan
pelaksanaan pendidikan etis untuk akuntan yang sudah berpraktik misalnya bentuk latihan
penyegaran etika.
Penelitian (Schweikart 1992) tentang suatu pendekatan teori kognitif bersyarat
(cognitive-contingency theory) dikatakan berguna dalam menjelaskan dan memprediksi
perilaku etis para akuntan. Jika faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku diketahui, maka
kemudian mengganti faktor-faktor tersebut dengan faktor lainnya, sehingga hasilnya berubah
dan memberikan basil keputusan yang lebih etis lagi atau sebaliknya. Selanjutnya (Schweikart
1992) menjelaskan juga bahwa keberadaan kode etik profesional yang terus dikembangkan
mengakomodasi kepentingan tersebut. Kemudian cognitive moral development (CMD) yang
menjadi dasar cognitive-contingency theory dan implementasi kode etik mempunyai pengaruh
besar terhadap pengambilan keputusan etis.
Pemilihan dan penetapan suatu keputusan melibatkan aspek keperilakuan para pembuat
keputusan. Begitu pula pelaksana atau penyusun informasi akuntansi yang berperan penting
dalam mendukung operasi organisasi bisnis sehari-hari dan motivasi kerja dengan memberikan
ukuran kinerja melalui sistem akuntansi. (Khomsiyah dan Indriantoro 2000) menyimpulkan
bahwa akhirnya, akuntansi bukanlah suatu yang statis, namun akan berkembang terus agar
dapat memenuhi informasi yang dibutuhkan oleh para pengguna nya, seiring dengan
perkembangan lingkungan akuntansi. Demikian juga (O'Fallon dan
Butterfield 2005) menggunakan tahapan keputusan etis dari (Rest's 1986) yang
mengembangkan lebih lanjut dari tahapan perkembangan etis (Kohlberg 1968), sehingga
review atas penelitian pengambilan keputusan etis ini mengusulkan empat tahap pengambilan
keputusan etis yang berurutan untuk menggambarkan bagaimana tahapan teori kognitif dari
individu-individu dalam rangka mereka mengadapi suatu dilema etis. Tahapan ini dapat
dipersingkat menjadi sebagai berikut: 1) pengakuan etis (ethical recognition) yang merupakan
tahap individu dapat mengintepretasi situasi tertentu sebagai suatu yang bersifat etis atau tidak
etis; 2) pertimbangan etis (ethical judgement) merupakan tahap individu melakukan penetapan
suatu tindakan adalah benar secara moral; 3) intensi etis (ethical intention) merupakan tahap
yang memprioritaskan suatu alternatif etis diatas alternatif yang lainnya; dan 4) perilaku etis
(ethical behavior) tahap mulainya suatu pekerjaan untuk berperilaku etis. Review kesimpulan
hasil penelitian tentang pengambilan keputusan etis bidang akuntansi, dengan variabel
konstruks masing-masing dapat diperlihatkan pada tabel 1.1 yang dapat dilihat pada lampiran
1.
(Brierley dan Cowton 2000), dan (Cowton 1998) menempatkan analisis secara
kwalitatif untuk membahas konflik profesional yang terjadi di dalam organisasi para akuntan
dan mengusulkan digunakannya data skunder di dalam penelitian etika bisnis. Usulan tersebut
menjadi dasar- penelitian ini untuk menerangkan peringkat pengaruh faktor-faktor individual,
organisasional dan situasional dengan pengambilan keputusan etis saat ini sehingga
memudahkan aplikasinya. Sementara penelitian yang telah dilakukan penelitian sebelumnya
lebih banyak menyimpulkan bagaimana pengaruh faktor-faktor individual, organisasional dan
situasional pada tahap-tahap pengambilan ke Pada sisi lainnya secara praktis untuk
menerapkan faktor-faktor atau salah satu faktor mana saja yang paling berguna dalam
pengembangan pengambilan keputusan etis seorang individu masih perlu mempertimbangkan
kajian dan pertimbangan awal atau ulangan pengaruh faktor-faktor tersebut di atas terhadap
pengambilan keputusan etis. Sehingga terdapat kesenjangan untuk dilakukan penelitian dalam
Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana 1230
ISBN: 978-979-3775-55-5 3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014
rangka identifikasi signifikansi dan konsistensi faktor-faktor tersebut.
Penelitian ini mengemukakan pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana faktor-faktor yang paling berperan signifikan di dalam pengambilan
keputusan etis oleh para akuntan ? putusan etis, atau langsung perilaku etis, (Ford dan
Richardson 1994).
2. Bagaimana identifikasi konsistensi faktor-faktor yang paling berperan tersebut di
dalam pengembangan pengambilan keputusan etis oleh para akuntan di dalam
organisasi bisnis ?
Berdasarkan motivasi penelitian, latar belakang penelitian dan pertanyaan-pertanyaan
penelitian yang telah dikembangkan tersebut, maka penelitian ini bertujuan:
1. Mengidentifikasi faktor-faktor signifikan yang paling berperan di dalam pengambilan
keputusan etis oleh para akuntan.
2. Mengidentifikasi bagaimana konsistensi faktor-faktor yang paling berperan dalam
rangka pengembangan pengambilan keputusan etis para akuntan di dalam organisasi
bisnis ?
TINJAUAN PUSTAKA
Pertumbuhan profit perusahaan juga merupakan dari kinerja profesi akuntansi dengan
pelaporan keuangannya. Pengambilan keputusan etis akuntan adalah suatu aspek penting
keberhasilan dan kelangsungan karir profesional di bidang akuntansi atau keuangan yang
berdampak besar pada kelangsungan hidup perusahaan melalui suatu pertambahan profit yang
dihasilkan. Apa pun yang dikatakan sukses tidak akan berarti, selain pengambilan keputusan
yang etis oleh akuntan dalam manajemen suatu organisasi perusahaan (Barlaup et al., 2009).
Sehingga pengambilan keputusan etis yang akurat juga merupakan aspek penting keberhasilan
dan kelangsungan karir profesional seseorang serta berdampak besar pada kelangsungan hidup
perusahaan melalui suatu pertambahan profit yang dihasilkan.
Definisi pengambilan keputusan etis:
Pengambilan keputusan etis (ethical decision making) didefrnisikan sebagai "suatu
proses di mana invididu-individu menggunakan dasar pemikirannya untuk menentukan
apakah suatu isu tertentu adalah benar atau salalr " (Carlson et ah, 2002).
Sedangkan etik atau etika mungkin dapat digambarkan sebagai usaha sistematik untuk
memahami konsep-konsep moral dan mengusulkan dan mempertahankan prinsip-prinsip dan
teori-teori yang terkait dengan perilaku benar- dan salah. Kemudian di dalam Merriam
Webster Collegiate Dictionary yang dikutip oleh (Barlaup et ah, 2009) menjelaskan empat
pengertian dasar tentang etika :
(1) Disiplin tertentu yang berkenaan dengan apa yang dikatakan baik atau buruk tentang tugas
dan kewajiban moral
(2) Seperangkat prinsip-prinsip dan nilai-nilai moral
(3) Suatu teori atau sistem dari nilai-nilai moral
(4) Prinsip-prinsip tertentu dari tata kelola yang harus dilaksanakan individu atau kelompok
Par a peneliti sering melakukan pembedaan antar a etika dan moralitas, di mana etika
Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana 1231
ISBN: 978-979-3775-55-5 3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014
adalah suatu teori tentang tindakan yang baik dan benar, dan moralitas adalah suatu catatan
yang menandakan kembali praktik etika.
(Loe et al., 2000) menjelaskan model sintesis pengambilan keputusan etis yang paling
komprehensif adalah yang dibuat oleh (Jones 1991). Model tersebut mengintegrasikan model-
model pengambilan keputusan etis sebelumnya dan merepresentasikan sccara menyeluruh
suatu variable-variable yang sudah disepakati mempengaruhi pengambilan keputusan etis dan
memperkenalkan suatu konsep "intensitas moral" Jones yakin bahwa studi sebelumnya kurang
membahas isu-isu etis sampai ke apa yang menjadi penyebab nya. Intensitas etis adalah
"perluasan dari isu yang terkait dengan perintah moral yang hams dilakukan di dalam situasi
tcrtcntu" Fondas! dari model Jones tersebut didasarkan pada empat tahap proses (Rest's 1986)
yang merupakan empat tahap proses: pengakuan isu-isu moral (moral awarness/recognizing),
pembentukan pertimbangan moral (moral judgment), penetapan intensi moral (establishing
moral intention) dan keterlibatan di dalam perilaku moral (engaging in moral behavior). (Jones
1991) menggunakan empat tahap dari (Rest's 1986) menghubungkan model pengambilan
keputusan etis yang positif dan mengasumsikan bahwa pilihan etis adalah bukan hanya
keputusan individual, namun ditentukan oleh pembelajaran sosial di dalam suatu organisasi.
Sebelumnya (Trevino 1986) telah mengusulkan suatu model keputusan etis etis paling
memperhatikan pengaruh timbal balik, yang sebagian besar dibangun atas dasar teori kognitif
perkembangan moral (cognitive moral development atari CMD) dari (Kohlberg's 1968) dan
telah memasukan juga tiga bagian proses pengambilan keputusan etis dari Rest ke dalam model
nya. Di dalam model yang rumit ini, digambarkan proses pengambilan keputusan etis dalam
tiga tahap mulai dari pengakuan suatu isu etis, pada pemerosesan sccara kognitif, dan dalam
rangka bagaimana memulai kerja nyata sebagai perilaku etis. Terdapat dua kelompok variabel
individual dan organizasional yang terkait dengan cara berpikir individu-individu dalam
menghadapi dilema-dilema etis. Mensubstitusikan variabel-variabel tersebut dalam kerangka
kerja teoretis pengambilan keputusan etis telah diakui menjadi suatu perkembangan penting di
dalam penelitian-penelitian tentang etika bisnis; sebagai contoh tiga review yang telah
dilakukan oleh (Ford dan Richardson 1994), (O'Fallon dan Butterfield 2003), dan (Craft 2013).
Berdasarkan model (Rest's 1986), (Jones 1991) telah membangun model isu kontinjen
pengambilan keputusan etis. Jones berargumentasi bahwa kebanyakan model pengambilan
keputusan etis di dalam penelitian bisnis etis yang dikembangkan atas (Rest 1986) merupakan
model empat komponen yang berurutan. Meskipun demikian, tidak satu pun model-model
tersebut telah membentuk suatu karaktcristik isu etis itu sendiri baik sebagai faktor independen
(independent factor) atau faktor pemoderasi (moderating factor). Oleh karena itu, Jones telah
mengembangkan berbagai hal dari isu etis itu sendiri seperti komponen intensitas etis, ke dalam
model proses pengambilan keputusan etis. (Jones 1991) mengatakan bahwa orang bereaksi
berbeda pada isu-isu etis dalam hal yang secara sistematik berhubungan dengan karaktcristik
isu itu sendiri. (Jones 1991) kemudian mengklaim bahwa karaktcristik tertentu dari isu etis itu
sendiri adalah penentu penting dari proses pengambilan keputusan etis.
Menurut (Ponemon et al 1997) rancangan teoretis pengambilan keputusan etis
awalnya berasal dari ilmu psikologi sosial, dan ilmu filsafat sosial yang kemudian
diaplikasikan ke dalam ilmu ekonomi, sebagai contoh; (Kohlberg 1968), (Fishbein dan Ajzen
1975), (Rest 1986), (Norren 1988), (Macintosh 1995). Berdasarkan dokumentasi
perkembangan psikologi moral mulai dengan catatan pekerjaan seorang psikolog anak yang
bernama (Plaget 1932 sampai dengan 1966), maka (Kohlberg 1968) selanjutnya
Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana 1232
ISBN: 978-979-3775-55-5 3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014
mengembangkan suatu teori tahapan perkembangan moral dari (Kohlberg 1968) yang dapat
dilihat dalam tabel II. 1 pada lampiran 2.
Pengakuan etis (ethical recognition) adalah suatu tahap yang mendasar dan penting
pengambilan keputusan etis, karena dengan mengakuinya suatu isu etis artinya menginisiasi
pengambilan keputusan etis.
"Aw individual's recognition that his or her potential decision or action could influence
the interests, welfare, or expectations of the self or others in a way that may conflict
with one or more ethical principles", (Butterfield et ah, 2000) yang dikutip oleh
(Musbah 2010).
Pengakuan etis sebagai "suatu pengakuan oleh individu bahwa potensi keputusan atau
tindakan individu tersebut dapat mempengaruhi keinginan, kesejahteraan, atau harapan
nya sendiri atau pihak lain melalui suatu cara yang dapat menimbulkan pertentangan
pada satu atau lebih prinsip-prinsip etis"
(Jones 1991) mengklaim bahwa pengakuan adanya isu-isu etis meliputi dua komponen
penting dalam mengidentifikasi isu-isu etis: 1) individu harus merealisasikan bahwa
tindakannya akan mempengaruhi kesejahteraan orang lain dan 2) individu mempunyai
kemauan sendiri di dalam isu tersebut. Sekarang, ketika individu-individu gagal
mengidentifikasi isu etis tersebut, mereka tidakpunya lagi kesempatan untuk melanjutkan pada
tahap berikutnya dari suatu pengambilan keputusan etis dan keputusan mereka akan dibuat
sesuai pada aspek lain misalnya motivasi ekonomi. Studi empirik (Chan dan Leung, 2006);
(Trevino, 1986) menyarankan dan memperlihatkan bahwa pengakuan etis adalah bersyarat di
atas variabel-variabel individual (misalnya: umur, gender, tingkat pendidikan), variabel-
variabel organisasi (misalnya: kode etis, iklim etis, manajemen puncak) dan konten tertentu
dari isu etis (besarnya konsekwensi, konsensus sosial, kemungkinan pengaruh). Para peneliti
telah terpanggil untuk riset lebih lanjut untuk mengklarifikasi variabel-variabel tersebut yang
mungkin mempengaruhi pengakuan etis (Chan dan Leung, 2006).
Penelitian (Hwang et ah, 2008) dimaksudkan untuk memeriksa dampak dari budaya
pada para profesional akuntansi dan auditing masa sekarang dan yang akan datang dan
mempunyai intensi untuk memperkenalkannya di dalam budaya masyarakat China. Penelitian
ini menghasilkan temuan bahwa mayoritas para responden percaya bahwa pengertian umum
dari suatu moralitas merupakan faktor yang paling penting untuk dapat diperdengarkannya.
Tahap kedua dari proses pengambilan keputusan etis adalah pertimbangan etis atau
ethical judgement.
(Trevino, 1986) mendefmisikan pertimbangan etis (ethical judgement) sebagai "proses
kognitif dalam hal seorang individu menentukan serangkaian tindakan yang secara
moral benar atau salah" atau "cognitive process in which an individual t/efermines
which courses of action are morally rignt or wrong". Element utama dari definisi ini
adalah bahwa keahlian kognitif akan digunakan oleh pembuat keputusan ketika
menghadapi suatu isu etis untuk membedakan benar atau salah.
Di dalam tahap pertama tahap perkembangan moral (Kohlberg 1968), kepatuhan
terhadap aturan-aturan adalah penting karena itu artinya menghindari sanksi dan hukuman.
Individu-individu pada tahap ke dua mendasarkan kebijakan etisnya pada tipe analisis biaya
dan manfaat tertentu, yang terutama merefleksikan kepentingan mereka, tahap-tahap ini dikenal
sebagai tingkatan sebelum konvensional (pre-conventional), individu mendasarkan
Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana 1233
ISBN: 978-979-3775-55-5 3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014
pertimbangan moral atas kepentingan pribadinya saja. Pada tahap ke tiga individu-individu
berpenlaku etis dalam rangka memuaskan keinginannya dan beberapa hal yang penting lainnya.
Pada tahap ke empat, fokusnya adalah penegakan hukum dan adanya pesan untuk mengikuti
aturan, pengerjaan suatu tugas, dan bagaimana tanggungjawabnya. Tingkatan kedua (tahap tiga
dan empat), yang disebut sebgai tingkatan konvensional (conventional level), di mana individu-
individu mengembangkan kebijakan moral mereka dari perspektif tertentu di mana mereka
merupakan bagian dari suatu kelompok yang anggota-anggotanya berbagi kepentingan umum.
Tahap kelima mulai untuk memperhatikan pada perbedaan di dalam nilai-nilai, pendapat, dan
keyakinan orang lain. Pada tahap ke enam, perilaku etis didasarkan pada usaha
mempertahankan prinsip-prinsip keadilan universal dan etika. Tingkatan ketiga (tahap lima dan
enam), yang disebut sebagai tingkatan setelah konvensional (post-conventional), fungsi
individu-individu secara rasional dan etis dalam upaya untuk mempertahankan standar etis di
atas apa yang telah dibangun oleh masyarakat.
Walaupun teori Kohlberg tersebut telah mendominasi bidang penelitian etis di dalam
psikologi seperti juga bidang bisnis, namun bukan artinya tidak ada kritik atas teori ini (Jones
1991), (Rest's et al.,1999). Di dalam review nya, (Rest's et al., 1999) mengikhtisarkan beberapa
keterbatasan teori perkembangan moral kognitif (Cognitive Moral Development) atau CMD,
mereka mengkritisi bahwa teori perkembangan moral kognitif berfokus hanya pada kebijakan
etis sebagai penentu utama perilaku etis yang terjadi penghindaran bagian-bagian lain dari
proses etis misalnya intensi etis yang dapat mempengaruhi perilaku individual-individual.
Kritik berikutnya adalah teori perkembangan moral kognitif didasarkan pada philosopi dan
budaya barat. Beberapa negara timur, seperti China dan India, dengan budaya dan philosipi
yang berbeda mungkin juga mempunyai pandangan etis yang beda dari pandangan etis barat
yang tidak diperhitungkan oleh teori Kohlberg. Bahkan teori Kohlberg hanya untuk masyarakat
tertentu saja karcna terialu umum dan abstrak.
(Ponemon 1990) menyatakan bahwa satu jalan untuk memahami tiga tingkatan ini
adalah untuk memikirkan tentang hal tersebut secara berbeda dalam pergertian hubungan antara
hal itu sendiri dengan aturan yang ada di masyarakat dan harapan-harapan nya. Enam tahap
pertimbangan moral yang diadaptasi dari teori Kohlberg tiga tingkat moralitas dapat
digambarkan pada tabel II.2 yang dapat dilihat pada lampiran 2. Selanjutnya (Venecia 2005)
melakukan penelitian yang membandingkan bagaimana perbedaan pertimbangan etis (ethical
reasoning) dan (etichal judgement) antara mahasiswa akuntansi di Taiwan dengan di Amerika
Serikat (US). Hasil penelitian ini menyatakan bahwa mahasiswa akuntansi di Taiwan
melakukan proses pertimbangan etis yang lebih tinggi dibandingkan dengan mahasiswa
akuntansi di Amerika Serikat.
Menurut (Rest's 1986) yang menyatakan bahwa motivasi atau intensi etis (ethical
intention) adalah "tingkatan tertentu dari komitmen untuk mengambil serangkaian tindakan,
penempatan nilai-nilai moral di atas nilai-nilai lain, dan mengambil tanggungjawab personal
untuk basil-basil yang etis. Namun (Shaw 2006) mengargumentasi bahwa intensi bukan
motivasi, karena motivasi adalah suatu motivasi untuk bertindak sesuatu adalah tujuan dari
tindakan tertentu yang ditujukan pada realisasi suatu tujuan akhir. Walaupun sebelumnya
(Armstrong et al., 2002) dengan menggunakan istilah virtu telah memperkuat teori tersebut
dengan menggunakan model yang dikembangkan (Thorne 1998) berargumentasi bahwa
motivasi etis adalah tingkatan komitmen untuk mendapatkan kepastian untuk tindakan,
penempatan nilai etik di atas nilai yang lainnya, dan memastikan adanya tanggungjawab moral
untuk diperolehnya hasil kebaikan moral. Oleh karena itu, pada tahap ini individu tertentu akan
Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana 1234
ISBN: 978-979-3775-55-5 3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014
mempertimbangkan nilai-nilai etis dalam hubungannya dengan nilai-nilai lain dalam
Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana 1246
ISBN: 978-979-3775-55-5 3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014
Lampiran 1
Tabel LI Ikhtisar Easil Peo^litian EDM - Akuntan
no. fakto r-foktor StQn PerirtQkat
i Cacfer of crm dutrt 1Q 3 2 Eelucatian 7 & 3 Eth it&t juiiQmrnt 11 2
EthicQt awareness 5 Ethicaf t: If mate 12 1 G CMt> a S
Tcstal 57
Lampiran 2
u<i hi r.r^Ti'i Tzh^p p£i.riiii":'3iig^ji Moral izrxiTiige'z of:\iora! ■
Tmdcat satu: Mcfrabtac iebelimi k oin-eiiiiona. ]! Fotui pada pelayanac
Tahap I: Oneataii kepatiLhsn ku'ena menejaiiAi dan hukmnai: yang atan ditenma TaLap 2; OneLtaii pada eeotslik dax. uaaL yang a}.ax. ditenmanvai da^ai- untuk T-»ax-da.patl-:an ixematuln.
etn k arena apa yane men; adi bailasaai dan perbuatan etn pada dmnya XmEkat dio; MinKbs tatao k-oav ensicmal Fotus pada hahwmgan
Tahap .3; Oiientm :ebagai anak Lati atau anak parampuaii yang bads. Berkelakuaai bail, rmka dapat berbubungan lama denean orane teitenru
Tahap 4; Qnentasi pada penegakan hukum dan peamtah. Sebap oaang di daiam masyarakat diwajibkan dar dilindnrigi olet bnVnm Kerp jama ffangan nia^yarakat sedata nrmnTi menjaci fofcm utama
Tahap 5: Onentaai pada kontrak iosial Seseorang wajiib dengan caia pei]aiiiian apa pun setuju untuk la at pada prose: dan. prosedur. Fokm pada keVkajruar bukum dan peratm-ar lebagaimaiia ditetapkan denzan adil dam. secara adiil di daiam mereipon sebagai bagian dan penEemb ansani rule
Taiiap6: Orient am pada pump etis man.'eKial kiaja sama somal stbagai etika.Foku: pada kenagaoan dan hukum dan peiatm-an >'ang ditetapkan olehi oiang-oiang yane rasaonal
Sumber Diutip daji Loinvers T. T.. PcmenKiQ L.A.. R^dtieE- K. (Examin?>jgr Accotatfantz' EthicalBehmior: A Review and Impiicationz jbr .Future Re:eaj'ch)
Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana feb
ISBN: 978-979-3775-55-5 3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014
Lampiran 3
TaMin.l Eyeitas Kerja Penelidan - Suryadi Winata
Dihtisar Penelitian Etika Bisnis Terkait Pengambilan Keputiisan Eds vans Terkait dengan bidang Akxmtansi- Perpajakkan danAu^fetg No Peneliti {Tahun) Variabel Konstruk-s Kesiinpulan Hani Penelitian 1 (Abdomohammadi dan
Bater 2005) Rokeah values survey, moral
reasoning, DTT Hubungan dua arali antara kesesuaian 'conformity' nilai seperti aktnalisasi diri dan idealisme dengan pertimbanean moral pada tinekat signifikansi vans tinsei sekaii
Secara stattsiik sangat signifikan perbedaarmya bahwa wanita knrang toleran dibanding laki- laki fcetika drtanya tentang kesalahan. Secara keselinuhan hasiinj'a mendukxmg temuan bahwa pendekatan sosialisasi gender mendominasi pendekatan stniktural
ethical behavior/intentions. Terdapat hubimgan positif antara budaya etis organisasi dengan pengambilan keputiisan etis di dalam penghapusan piutang, sebagaimana meningkatnya skenario perdagangan internal (insider trading ethical decision making)
4 Amstrong Moral motivation Untufc meningkatkan motivasi moral mahasiswa akuntansi. penelitian ini menyarankan mahasiswa untuk berperilaku baik. mengutamakan mereka imtuk sungguh-sungguii membina moral, dan mendesak mereka untuk berjuang sebaik-baiknva di dalam profesi.
5 (Arnold era!., 2007) Countr}' and Culture, Perceptions, Codes of Conduct
Perbedaanpersepsi pelaku dalam ha! fcetidaksesuaian pada tindakan-tindakan yang sering tercakup oleh kode etik pemsahaan. pekeijaan dan gender. Perbedaan-perbedaan di negara ini untuk selanjutnya berhubungan dengan variable konstmks budaya yang ditemukan oleh Hofetede. individu yang lebih maskulin dan lebih indi^dualistik (menurut shore indek variable konstrak kultur dan Hofstede) didapatkankurang etis.
6 (Au dan Wong, 2000) Guanxi, the Ethical Decisior Making Process
Terdapat suatu hubungan signifikan antara pertimbangan etis auditor dan perkembangan kognitif moral seseorang. Sebagai mana suatu penelitian penjelasan. hngkup dari penelitian ini dibatasi hanya pada investigasi pengarah guanxi pada suatu proses pengambilan keputusan etis saja dan para akuntan profesiona! China di Hong Kong pada saat mereka dikonfrontasi dengan suatu dilema etis.
7 (Barlaup ei al, 2000) Restoring Trust in Auditing,ethical discernment and theJdelphia
scandal Akuntansi mtmgkin dapat dimanfaatkan dari suatu meningkatnya fokus pada ketajaman dan perilaku etis. Perilaku etis dapat membantu mengembalikan kepercayaan dan fceyakinan pada si stem pasar modal dan mengurangi peu\impangan pelaporan keuangan.
S {Belski etaL, 200S) Ethical Judgments, Managed Earnings
Mahasiswa memandang manajemen laba, menguntungfcan pemsahaan dan oleh karenanj'a lebih etis dibandingkan dengan perilaku atau maksud yang lebih semau-maimya. Manajemen laba menguntungfcan pemsahaan pembuat efisiensi dan secara tidak langsung menguntungkan pada akhimya.
9 (Bemardi dan Arnold 1997)
Mora! Development Gender,, Staff' Level, and Firm
Rata-rata tingkat perkembangan moral auditor akan tidak beiubah sesuai dengan tingkatan staf tidak dapat ditolak
Bahwa penempatan mahasiswa di dalam konteks etis meningkatkan ukuran sensitivitas dan pertimbangan (reasoning.) etis lebih tinggi.
11 (Brown et aL, 2007) Accounting code of ethics, professional conduct, impression
management exemplification Bahwa tingkatan auditor tertentu dan perilakxmya sebagai suatu yang patut dicontoh dibandingkan auditor lain, lebih patut dicontoh daripada tingkatan auditor yang lebih terdepan atau knrang pengalaman dibandingkan ahli keuangan publik. Ahli keuangan publik yang kurang terdepan memmjukkan perilaku auditor yang patut dibandingkan ahli keuangan publik yang lebih terdepan.
12 (Buclian et aL, 2005) Ethical Decision Making, Ajzen's Theory of Planned Behavior
Sikap akuntan publik akan secara positif memprediksi intensi etis. dan instmmeu iklim keija etis akan secara negatif memprediksi intensi etis.
13 (Buttros ei al, 2011) Ethical Decisions Making by Management Accountants: An
Empirical Examination of Obedience Theory
Akuntan manajemen secara signifikan lebih menu lib untuk menguraugi biaya yang tidak didukung oleh doknmentasi yang sah dan menandatangani SPT kemudian memotong biaya- biaya yang dibuat-buat'curang tersebut. Hipotesis yang mengatakan bahwa diharapkannya perilaku tidak etis lebih tinggi dalam pelanggaran huknm atau aturanpajak yang lebih dahsyat dapat dibuktikan.
Fakultas Ekonomika dan Bisnis 1248 Universitas Kristen Satya Wacana
ISBN: 978-979-3775-55-5 3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014
14 (Chan dan Lai 2011) Ethical ideolog}', software piracy, computer users' ethics; China
Pengguna komputer di China dikeiompokan menjadi empat ideologi; situationis, absolutists, subjectivists, dan exceptionists) konsisten dengan Porsjlh's taxonomy. Sikap subj'ektivisis kiuang paling merugikan terhadap pembajakan komputer Sementara relativisme berpengamh lebih kuat terhadap pembajakan komputer dibandingfcan densan ideoioei yang lainnya.
15 (Chan dan Leung 2006) Ethic ah reasoning, personal factors, and ethical sensitivity
Mahasiswa akuntansi berbeda kemampuan deteksi pada isu etis di dalam suatu skenario profesional. Tidak ada hubungan signifikan sensiti\itas etis mahasiswa akuntansi dan ethical reasoning. Mahasiswa akuntansi yang berfcarakteristik internal cendenmg memperlihatkan kemampuannya mengakui isu-isu etis dibandinekan yang berkarakteristik ekstemal.
16 (Chau et ai, 2007) Public sector, accounting standard setting, valuation of assets,
Machiavellian Pengendalian sepanjang penetapan standar akxmtansi telah diambil dan profesi akxmtan oleh pemerintah. dengan menggunakan adopsi tersebut standar pelaporan keuangan intemasional sebagai katalisator perubahan. pada akuntabilitas profesional dan pemerintahan
selection and socialization Perbedaan antara dua kelompok yang beibeda pada pengukuran tersebut menyaxanfcan bahvva pendidikan berpengamh minim pada timbulnya kesadaran mereka dari isu etis di dalam sketsa. Karena itu keselumhan angfca mahasiswa bam lulus secara marginal lebih rendah daripada mahasiswa yang baxu. Namun demikiau profesional terlibat secara signifikan kurang etis dari mahasiswa yang bam lulus.
IS (Douglas etal, 2001) Organizational culture and Ethical Orientation on Accountant
Budaya etis organisasi diinterpretasikan secara beibeda oleh individu-individu di dalam organisasi tertentu. Sebelunmya, individu merenspon pada pertanyaanyang terkait niiai pemsahaan beikisar dari sangat tidak setuju sekali sampai dengan sangat setuju sekali (Dillard dan Ferris, 1989) mengingatkan kita bahwa persepsi terkait seleksi dan iingkungan organisasi mendorong untuk membenkan am pada pengalaman imtuk pembuat persepsi.
Terdapat hubungan positif antara tanggungjawab sosial, fokus pada fceimtungan jangka panjans, idealisme. dan persepsi etis mauajemen laba dan hubungan uegatif antara fokus pada keuntungan jangka pendek. relati\isme dan persepsi etis daripada praktik manajemen laba tersebut
20 (Emerson et al, 2007) Accountants, accounting practitioners, accounting scandals,
business ethis, Enron, empirical analysts of business ethics, ethical
attitudes
Secara menyehnuh. tidak ada beda signifikan juga untuk sketsa trik-trik akuntansi. yang dikumpulkan kembali pada situasi Enron dan WorldCom. Kami menteorikan bahwa praktisi akuntansi mungkin mengaplikau suatu kerangfca kerja yang legal pada asesmen mereka untuk akseptabiiitas setiap sketsa. Tidak terdapat perbedaan signifikan antara auditor dengan praktisi dengan bidang yang beibeda.
21 (EjnonefaL 1997) Factors that Influence the Moral Reasoning A biiittes of Accountants
Moral reasoning abilify(MRA) KAP kecil lebih rendah dibandingfcan KAP yang tergolong the big6, umur, gender, dan fceyakman sosial politik, pendidikan etika tambahan atau dibangku kuliah mempeuaamhi MR.4 dan KAP kecil
22 (Gafflcin dan Lindawati 2012)
Moral development, role of moral reasoning, institutional ethics, codes
of ethics, Indonesia's public accountants, globalisation
Komponen moral development adalah penting dalam mempengaruhi moralreasoning pada indiridu akuntan publik. tingkatan profesi ouahsme akuntan publik ditetapkan dengan tingkatan perkembangan moralreasoning, dan moralreasoning individu mempengaruhi keduanya akuntan publik Indonesia dan manajer keuangan pemsahaan dalam membangun dan menEembanakau implementasi kode etik yang efektif.
23 (Geima 2004) Tax choice, voting model dan local public goods
Terjadi ekuiliberium antara kepentingan sosial yang utama dan kependngan partai politik. berdasarkan pada pemilihan skema perpajakan progresif atau regresif yang diperuntukan biaya-biaya pemsahaan jasa daerah
24 (Gibson dan Frakes 1997)
Truth, Consequences, Critical Issues and Decision Making
Individutidak menginginkansuatu perilaku atau intensi tidak etis, secara khusus di dalam situasi di mana tidak terdapat pertanyaan imtuk tidak dapat diperkenankannya suatu tindakan tertentu atau adanya denda tertentu sebagaimana disampaikau di dalam aturan etika profesional A1CFA.
Auditor sensitif terhadap integntas pihak luax terhadap integritas manajemen auditee. Auditor juga berharap mendapatkan bukti dari pihak luar yang konsisten dengan bukti yang didapat dari dalam. Terdapat interaksi signifikan antara integritas sumber bukti dan konsistensi bukti. Disarankan auditor lebih konsencrasi dengan integritas sumber ketika terjadi inkonsistensi bukti dari sumber yang beibeda.
26 (Green dan Weber 1997)
Ethical Development, .HCPA Code of Conduct
Pertimbangan moral accoMnrinfrmrfenrilebih bnggi daripada mahasiswa Jumsan bisnis lain setelah diperkenalkan pada kode etik .Pertimbangan moral dan mahasiswa jumsan akuntansi dan jumsan bisnis lainnya sebelum mahasiswa jumsan akuntansi diperkenalkan secara berbeda pada kode etik profesional A1CPA di dalam kelas perkuliahan auditing.
27 (Greenfield etaL, 2007)
Ethical Orientation, Professional Commitment, Earnings Management
Behavior Adanya hubungan signifikan antara orientasi etis individu dan pengambilan keputusan. Komitmen profesional lebih tinggi kurang bemiat meiakukan perilaku manajemen laba dan menj adi seorang yang opportumsdk.
28 (Hume et al., 1999) Ethical standards, tax return preparation
Meuyarankan bahwa kebanyakan Clean CPTmengikuti Standard on ResponsibiUties in Tax Practice (SRIPs) lebih sering dibanding dengan yang dilakukan oleh yang tidak berijin.
Sebagran besar responden yakin bahwa pengertian umiun moralitas merupakan faktor yang paling penting imtuk mendorong whisiieblomng, dengan terpercaya oleh kebijakan organisasi, kemudian didapatkan juga bahwa di dalam guanxi adanya pembalasan yang wajar dan pemberitaan media mungkin membuat jera di dalam masyarakat China.
30 Jackling et al. Perceptions of ethical issues, causes of ethical failure and ethical
education P^esponden mengidentifikasi sejumlah kesempatan peutmg melipud konflik kepentingan, manajemen laba dan whistleblowing. Diikxmgan yang kuat imtuk partisipasi menformula -ukan sifat dasar etika pendidikan oleh anssota dewan akxmtan profesional
31 (Kaplan 2001) Ethically Related Judgements by- Secara keselumhan hasilnya tidak secara konsisten bahwa para manajer akan membuat
m teb Fakultas Ekonomika dan Bisnis —— 1249 Universitas Kristen Satya Wacana
ISBN: 978-979-3775-55-5 3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014
Observers of Earnings Management kebijakan etis yang tidak menguntungkan di dalam manajemen lab a, dan para manajer yang tidak mengetahui secara personal sebagai moral agent akan membuat kebijakan yang tidak etis dan burang menguntungkan.
32 (Karecaer et al., 2009) Pakistan, Turkey, auditors, ethics, personal values, Rokeah value
survey Tidak diketemuban perbedaan signifikan secara statistik antara niiai utama intensitas moral in di kedua negara tersebut. Di sisi lain, perbedaan statistik yang signifikan antara tempat dan instnunen nilai di negara yang diteliti tersebut. Balrwa persepsi intensitas moral mempengamhi pertimbansan etis dan intensi imtuk melakukannva.
33 (Karcher 1996) Type of employment, experiences, ethical sensitivity,
Keinginan mendeteksi permasalahanetis yang berbeda-beda di antara pekerjaan yang bervariasi berdasarkan dngfcat bepentingannya. CRtyang lebih terkenal dan ahli mempunyai sensifi\itas etis lebih tinggi.
34 (Lark in 2000) Internal audit large financial services organization, ethical and unethical situations, gender, age,
years of employment dan peer group influence.
Umur mempakan prediktor yang lemah dan penlaku etis .Lebih lama pengalaman cenderung lebih konser\ratif di dalam interpretasi etis. Gen^rberperiiaku etis lebih baik daripadalaki-iaki seperti temuan (Ruegger dan King, 1992). Mendukung bahwa individu merasa lebih etis daripada individu iainnya.Pertimbangan dan penlaku etis internal auditor dapat meliputi variabel yang berbeda. Juga, pada sampel yang lebih besar mungbin mengembangban validitas temuan dari luar.
35 Leitzch Perseptions of Moral Intensity in the Moral Decision Process
Isu akimtansi akan berdampak pada snatu kepentingau (komponen dari) intensitas moral dan sensidvitas moral mahasiswa.
36 (Leung dan Cooper 2005)
Types of ethical issues, experience, field of employment and position.
Ada perbedaan di dalam persepsi tentang isu-isu etis di antara akuntan di dalam iapangan kerja yang berbeda, Hubimgan timbal bahk antara posisi hirarkis dan persepsi etis di antara pimp man tertinggi, menengah dan staf junior, dengan peringkat akuntan lebih tinggi yang berbeda yang paling merasakan isu etis, sebagaimana kurang penting dibandingban staf bawaharmva.
37 (Marques 2009)
dan Pereira Accounting, business ethics, ethical decision making, ethical ideology,
ethical Judgment, ethics Umur merupakan detenninan utama relativisme. Responden yang lebih tua memperlihatkan secara signifikan lebih relatiiistik daripada orang lebih muda. Gender terhhat mempakan detenninan penting pertunbangan etis (ethical judgment), di luar harapan, pria terbiikti lebih tegas pertimbangannya secara signifikan daripada wanita di dalam dua dari lima skenario. Ethical Judgment responden tidak berbeda signifikan yang didasarkan pada ideoiogi etis dan mempakan detenninan vane penting imtuk kebiiakan etis.
instrument, hotel industry Secara positif memvalidasi instrumen bam dengan menggunakan tiga dari lima komponen intensitas moral yang diidentifikasi cocok untuk nilai eigen (eigenvalues'). Riset mengindikasa bahwa hal tersebut berpenganih signifikan pada psnelitian ini. Faktor pertama dimensi konsensus sosial yang satu skenario dengan dimensi kedekatan (proximity>. Kedua. interaksx antara dimensi ketergesaan sementara dan besamya konsekwensi. Ke tiga kemungkinan dampak dari skenario vane sama pada dimensi kedekatan
39 (O'Leary dan Pangemanan 2007)
Groupwork and Ethical Decision- Making
Individucenderung lebih kuat dari group untuk melakukan tindakanyang tidak etis atau pun etis. dan group seiahi memperlihitkan kecendemngan yang lebih kuat untuk melakukan pilihan yang lebih netrai atau aman
40 (O'Leary dan Stewart 2007)
Governance Factors and Ethical Decision Making
Partisipan sensitif terhadap dilema etis tetapi tidak selalu yakin bahwa teman sejawatnya juga bertindak secara etis. Extemalauditor yang lebih berkuahtas secara positif berhubungan dengan pengambilan kepulusan etis internal auditor. Tatakdola lainnya tidak berpengaruh padaEDM, dan internal auditor yang pengalaman mengadopsi sikap lebih etis di beberapa kasus.
Keberadaan kode etik berdampak positif pada kualrtas kebijakan yang dibuat oieh akuntan profesionai. namxm tidak untuk para mahasiswa. Paset menyarankan bahwa kode etik di dalam kontekspengalamanurmun vane banyak akanmemicu kualitas kebijakan Judgment!
42 (Ponemou 1992) Audit underreporting of time and moral reasoning: An experimental
lab study Underreported waktu audit akan lebih thiggi pada kondisi tidak tercapainya target waktu dibanding tidak adanya target waktu. Underreported waktu audit akan lebih tinggi pada kondisi adanya tekanan dari teman sejavvat dibanding tidak ada. Pada kondisi tidak tercapainya target waktu, auditor dengan pertunbangan etis rendah akan melakukan underreport waktu lebih banyak dari pada auditor dengan pertunbangan etis lebih tinggi. Begitu pula pada kondisi adanya tekanan dari sejawat.
43 (Radtke 2004) Multiple factors affecting EDM Latihan pembelajaran akan membuat mahasiswa sadar adanya beberapa faktor yang mempengamhi pengambilan keputusan etis dan memungkinkan mereka suatu kesempatan berdiskusi isu etis dengan mahasiswa yang mempunyai orientasi eds berbeda.
44 (Ryan 2001) Moral Reasoning, Determinant of Organizational Citizenship
Behaviors (OCR) Pertimbangan moral yang mendasar secara positif dan signifikan berhubungan dengan dimensi OCB perilaku pertolongan sesama personal dan penlaku sportif keolahragawanan
45 (Santaran dan Medina 2013)
Ethical attitudes 1) Etika berhubungan simetris dengan daya saing individu 2) Tipe personaliti tidak semuanya mempunyai wadah di dalam etika 3) Ellka akan menurun bersamaan bertambahnp umur 4) Wanita lebih tinggi secara etika Pdset juga membandingkan tingkat etika jumsan akimtansi dengan jumsan bisnis lainnya dan jiuusan non bisnis.
46 (Schweikart 1992) Cognitive-Contingency Theory, Ethics in Accounting
Pendekatan tecri kognitif bersyarat tcognitive-contingency theory) mungkin dapat digimakan imtuk menjelaskan dan memprediksi perilaku eds di dalam akimtansi. Ketika faktor-faktor
m teb Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana ^50
ISBN: 978-979-3775-55-5 3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014
tertentu yang mempengamhi penlaku diketemukan. kemudian suatu penehtian dilanjutkan lagi untuk mengganti faktor-faktor tersebut hingga suatu kewajaran yang lebih terargiimentasi.
47 (Shafer dan Simmons 2011)
Ethical climate Tidak sesuai yang diharapkan iklim etis yang dirasakan di dalam KAP lokal tidak lebih negatif. Meskipnn auditor yang berkeija di KAP Lokal mempertimbangban tindakan yang dipertanyakan sebagaimana lebih etis dan mengindikasikan kecenderungan yang lebih tinggi untuk berkomitmen pada tindakan-tindakan yang mirip.
48 (Shafer dan Wang 2011) Earnings management, ethics, Machiavellianism, accountant,
China Persepsi snatn tekman organisasional yang kuat imtuk melayani kepenhnsan publik tbenevolenvcosmopolitan climate) secara signifikan mengurangi keinginau para akuntan profesional imtuk mentoieiir manajemen laba akuntansi. Akuntan profesional juga menentukan manajemen laba lebih keras lagi. Machiavellian yang tinggi memperlakukan manajemen laba dengan tidak fcejam.
49 (Shafer 2008) Ethical climate Secara kontras iklim etis yang dirasakanKAP lokal adalah positif dan KAP lokal memperhmbangkan tindakan yang dipertanyahan lebih etis dan mengindikasikan suatu kecendenmgan lebih tinggi untuk melakukan tindakan jmig sempa Konsisten dengan hipotesis mereka. persepsi suatu iklim etis pada suatu organisasi mempunyai dampak sigmfikan pada intensi imtuk melakukan tmdakan yang secara etis dipertanyakan.
50 (Shafer etai, 2001) Personal Values, Ethical Decisions Tiga dimensi yang mendasari nilai inslrumen Rokeah Value Survey (RVS);selfdirection (pengendahan diri). conformity (persesuaian), dan virtuousness (keluhuran budi) {Supported)EmpeX dimensi yang mendasari nilai tenninal RVS; self actualization, hedonisme. idealisme, dan security (keamanan) (Supported). Intensitas moral yang dirasakan dari suatu dilema etis akan mempengamhi kebijakan etis dan intensi keperilabuan auditor terkait dengan dilema tertentu {Strongsupported)
51 (Su 2006) Culture difference, ethical perception and decision making
.Analisis statistik menemukan bahwa terdapat perbedaan signifikan antara respon dari mahasiswa akuntansi yang terkait pada lima dimensi budaya (Lndividualism, pccwer distance, uncertainty avoidance, masculinity dan Confucian dynamismlpzAa kedua negara (Taiwan dan .Amerika Serikat)
52 (SuryamTigTuni, et ai, 2012)
Accounting Student, Lec turer Ethical Behavior, Gender and Locus
of Control Tidak ada perbedaan perilaku etis antara dosen akuntansi sesuai gender, antara dosen dan mahasiswa, pada hubungan antara perilaku etis. perilaku etis antara dosen akuntansi dengan locus of control internal imextemal. antara mahasiswa akuntansi pada tevelakreditasi progdi akuntansi. antara dosen akuntasi pada setiap level akreditasi progdi akuntansi.
underreporting of time, quality threatening behaviours, time
pressure
Tekanan tidak etis yang dirasakan untuk terlibat perilaku yang tidak berguna dan pembicaraan tidak etis di tingfcat pimpinan adalah signifikan dalam membentuk suatu evaluasi etis. Hanya tekanan tidak etis yang dirasakan yang berdampak pada intensi untuk terhbat dalam perilaku tersebut. Pemerintah juga punya dampak signifikan dengan hasil studi bahwa responden Amerika didapatkan mempunyai evaluasi etis yang lebih tinggi dan intensi yang rendah untuk terhbat dalam tindakan tidak etis danpada crane Irlandia.
54 (Utami ei aL, 2007) Locus of control, professional commitment, audit experience,
ethical reasoning dan audit conflict situation
Locus of control, komitmen profesional dan pertLmbangan etis lebih baik dalam menjeiaskan pengambilan keputusan etis di dalam praktik audit oleh KAP
55 Cl'enezia etai, 2005) Ethical reasoning, accounting students
Studi ini mendapatkan bukti bahwa mahasiswa akuntansi Taiwan menekankan pertimbangan moral (ethical reasoning) yang lebih tuegi daripada mahasiswa di Amerika Serikat.
56 (Wakefield 2008) Mac h iavelli an ism, accountants, personabn^ traits, codes of conduct, accounting ethics, job satisfaction,
idealism, relativism
.Akimtan responden pada riset ini signifikan kurang Machiavellian daripada group vokasi yang beipartisipasi di riset sebelumn}^. Meskipnn para akuntan lebih kurang puas dengan akuntansi sebagai karir yang cendemng bersikap pendinau relatiyistik. Riset menyarankan juga Machiavellian tidak menjadi akuntan, yang hams memiliki integritas tinggi yang dicirikan oleh idealis.
57 (Yetmar dan Eastman 2000)
Tax Practitioners' Ethical Sensitivity Kerancuhan aturan danoveritippaniransecara negatif berhubungan sensitivitas etispraktisi peipajakan. Kepuasan kenapraktisi perpajakan secara positif berhubungan dengan sensitivitas etis prakdsi perpajakan
Sivmber: Diokh senditi berdasarkan beberapa peneiitian sebehunnya yang berk ait an dengan pengambilan keputnsan etis akimtan, auditor atau prakdoi pajak.
Fakultas Ekonomika dan Bisnis 1251 Universitas Kristen Satya Wacana