Page 1
IDENTIFIKASI SESAR SEALING DAN LEAKING
MENGGUNAKAN SEISMIK ATRIBUT DAN
SHALE GOUGE RATIO DI LAPANGAN
F3 NETHERLANDS
SKRIPSI
NADEA ARIE SARAGIH F1D316033
PROGRAM STUDI TEKNIK GEOFISIKA
JURUSAN TEKNIK KEBUMIAN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS JAMBI
2021
Page 2
i
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul “ IDENTIFIKASI SESAR SEALING
DAN LEAKING MENGGUNAKAN SEISMIK ATRIBUT DAN SHALE GOUGE RATIO DI
LAPANGAN F3 NETHERLANDS” merupakan hasil karya saya sendiri. Sepanjang
sepengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang diterbitkan oleh orang lain
kecuali hanya untuk acuan atau kutipan sebagai tuntunan tata cara penulisan karya ilmiah
yang telah lazim. Tanda tangan yang tertera pada halaman pengesahan adalah asli. Jika
tidak asli, saya siap menerima sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku
Jambi,
Yang Menyatakan,
Nadea Arie Saragih
F1D316033
Page 3
ii
IDENTIFIKASI SESAR SEALING DAN LEAKING
MENGGUNAKAN SEISMIK ATRIBUT DAN
SHALE GOUGE RATIO DI LAPANGAN
F3 NETHERLANDS
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat dalam melakukan penelitian dalam rangka
penulisan skripsi pada Program Studi Teknik Geofisika
NADEA ARIE SARAGIH
F1D316033
PROGRAM STUDI TEKNIK GEOFISIKA
JURUSAN TEKNIK KEBUMIAN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS JAMBI
2021
Page 4
iii
PENGESAHAN
Skripsi dengan Judul IDENTIFIKASI SESAR SEALING DAN LEAKING
MENGGUNAKAN SEISMIK ATIBUT DAN SHALE GOUGE RATIO DI LAPAGAN
F3 NETHERLANDS yang disusun oleh NADEA ARIE SARAGIH, NIM:
F1D316033 telah dipertahankan di depan tim penguji pada tanggal 28 Juni 2021
dan dinyatakan lulus.
Susunan Tim Penguji:
Ketua : Drs. Faizar Farid, M.Si.
Sekretaris : Juventa, S.T., M.T.
Anggota : 1. Dr. Lenny Marlinda, S.T., M.T.
2. Rustan, S.Pd., M.Si.
3. Ira Kusuma Dewi, S.Si., M.T.
Disetujui:
Diketahui:
Pembimbing Pendamping,
Juventa, S.T.,M.T.
NIP. 199003062019031012
Pembimbing Utama,
Drs. Faizar Farid, M.Si.
NIP. 195812171989021001
Dekan
Fakultas Sains dan Teknologi
Prof. Drs. Damris M, M.Sc., Ph. D
NIP. 196605191991121001
Ketua Jurusan
Teknik Kebumian
Dr. Lenny Marlinda, S.T., M.T.
NIP. 197907062008122002
Page 5
iv
RINGKASAN
Lapangan F3 Cekungan Souhtern North Sea Netherlands merupakan
lapangan minyak dan gas bumi yang memiliki struktur patahan dan stratigrafi
yang kompleks akibat adanya pergerakan kompresional tektonik selama era Kapur Akhir dan Tersier. Informasi keberadaan patahan dapat bertindak sebagai
perangkap (sealing) atau leaking yang kemudian sangat berpengaruh pada
produksi minyak dan gas serta proses injeksi. Analisa atribut seismik similarity
dan curvature digunakan untuk interpretasi keberadan struktur patahan untuk memperoleh informasi keberadaan patahan bawah permukaan lapangan F3
Netherlands. Interpretasi hasil kalkulasi atribut similarity memperlihatkan
patahan ditandai dengan nilai minimum similarity 0,77, 0,68 dan 0,66 pada sayatan waktu Z = 400ms, 1700ms dan 1800ms. Nilai maksimum most post positive curvature mempresentasikan adanya blok patahan naik dan nilai
maksimum most negative curvature mempresentasikan adanya blok patahan
turun pada sayatan waktu yang sama. Identifikasi sesar sealing dan leaking dengan menggunakan metoda Shale Gouge Ratio (SGR) di F3 Netherlands diperoleh Sesar I, Sesar C dan Sesar D yang merupakan sealing dengan penyekat
rendah dengan nilai SGR tertinggi 34,75% dan terdapat enam sesar leaking dengan nilai SGR terendah 14,29% pada Sesar F.
Berdasarkan kalkulasi aribut similarity, curvature, dan SGR dapat di
interpretasi patahan besar bersifat sealing pada Top Zechstein hingga Upper
Pliocene dan keterdapatan patahan beruntun dengan sifat leaking pada Top
Zechstein hingga Base Lower Createceous di Lapangan F3 Netherlands.
Kata Kunci: Similarity, Curvature, F3 Netherlands, Cekungan Souhthern North Sea.
Page 6
v
SUMMARY
F3 of the Souhtern North Sea Basin, Netherlands, is an oil and gas field
that has a complex fracture and stratigraphic structure due to compressional
tectonic movements during the Late Cretaceous and Tertiary eras. Information on the presence of a fault can act as a trap or migration which then greatly affects oil
and gas production and the injection process. Seismic attribute analysis of
similarity and curvature is used to interpret the existence of fault structures to obtain information on the existence of subsurface faults in the F3 Netherlands
field. Interpretation of the calculation of the similarity attribute shows that the
fault is characterized by a minimum similarity value of 0,77, 0,68 and 0,66 at time
slices of Z = 400ms, 1700ms and 1800ms. The maximum value represents the maximum positive curvature of the upward fault block and the maximum value
represents the negative curvature of the downward fault block at the same time
incision. Identification of sealing and leaking faults using the Shale Gouge Ratio (SGR) method at F3 Netherlands obtained Sesar I, Sesar C, and Sesar D which is
a low sealing seal with the highest SGR value of 34,75% and there are six leaking
faults with the lowest SGR value of 14,29% in Sesar F. Based on the calculation of the similarity, curvature, and SGR attributes,
it can be interpreted that large faults are sealing in Top Zechstein to Upper
Pliocene and the presence of successive faults with leaky properties at Top Zechstein to Base Lower Createceous in F3 Field Netherlands.
Keywords: Similarity, Curvature, F3 Netherland, Souhthern Basin North Sea.
Page 7
vi
RIWAYAT HIDUP
Nadea Arie Saragih dilahirkan di Kota Tebing Tinggi,
Provinsi Sumatera Utara pada 09 November 1998 dari
pasangan Bapak Drs Gustin Saragih dan Ibu Nurliati
Purba. Penulis menempuh pendidikan formal dimulai
pada sejak Sekolah Dasar (SD) Negeri 163081 Kota
Tebing Tinggi yang diselesaikan pada tahun 2010,
Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang diseleseaikan di
SMP Negeri 4 Kota Tebing Tinggi pada tahun 2013, dan
Sekolah Menengah Atas (SMA) yang diselesaikan di SMA
Negeri 2 Kota Tebing Tinggi. Tahun 2016, penulis terdaftar sebagai mahasiswi
Teknik Geofisika Fakultas Sains dan Teknologi.
Selama menjalankan masa pendidikan selaku mahasiswa penulis tercatat
sebagai Sekretatis Umum Himpunan Mahasiswa Teknik Geofisika Antareja
Universitas Jambi periode 2019/2020. Penulis pernah menjadi Penerima Dana
Program Kreativitas Mahasiswa yang diadakan oleh Ristekdikti pada tahun 2019
untuk Bidang PKM-RE dengan judul “Mikrozonasi Indeks Kerentanan Seismik
(Kg) Berdasarkan Analisis Mikrotremor di Wilayah Kampus Pinang Masak
Universitas Jambi” dan PKM-AI dengan judul “Pengolahan Data Gravity Untuk
Pemisahan Anomali Regioanal Dan Residual Kawasan Manifestasi Panasbumi
Seulawah Agam, Aceh Besar”. Pada Bulan Oktober 2019, penulis melaksanakan
Praktek Kerja Lapangan di PT. Pertamina EP Asset 2 Prabumulih dengan tema
“Identifikasi Persebaran Reservoir Hidrokarbon Menggunakan Inversion
Seismic Accoustic Impedance Maximum Likelihood Sparse-Spike Di
Lapangan “deey” Cekungan Sumatera Selatan. Penulis melaksanakan penelitian
tugas akhir di Laboratorium Teknik Kebumian dengan judul skripsi “Identifikasi
Sesar Sealing Dan Leaking Menggunakam Seismik Atibut Dan Shale Gouge
Ratio Di Lapagan F3 Netherlands”
Page 8
vii
PRAKATA
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan Kehadirat Allah SWT karena
berkat rahmat, hidayah dan ridho-Nya, penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir
dengan judul “Identifikasi Sesar Sealing Dan Leaking Menggunakan Seismik
Atibut Dan Shale Gouge Ratio Di Lapagan F3 Netherlands” untuk
menyelesaikan studi pada Program Studi Teknik Geofisika Universitas Jambi.
Skripsi ini dibuat sebagai proses evaluasi mahasiswa selama Tugas Akhir dan
juga sebagai syarat menyelesaikan studi pada program studi Teknik Geofisika,
Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Jambi.
Dalam penyusunan skripsi ini, banyak pihak yang telah membantu,
memberi masukan, semangat, motivasi, maupun doa sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati
penulis mengucapkan banyak terima kasih sebesar-besarnya kepada pihak,
yakni:
1. Bapak tercinta Drs. Gustin Saragih, Ibu Nurliati Putba, Kakak Devi dan
Adik saya Mahfuza, Laila, Gasnu dan Anggi yang selalu memberikan
dukungan baik moral maupun material.
2. Bapak Prof. Drs. Damris Muhammad, M.Sc., Ph.D selaku Dekan Fakultas
Sains dan Teknologi Universitas Jambi yang telah memberikan izin
kepada penulis untuk melaksanan penelitian.
3. Bapak Drs. Faizar Farid, M.Si. dan Bapak Juventa, S.T., M.T. selaku
Dosen Pembimbing Tugas Akhir yang telah banyak memberikan banyak
bimbingan, masukan, motivasi, kesabaran, kebijaksanaan, dan waktunya
bagi penulis untuk menyelesaikan tugas akhir ini.
4. Ibu Ira Kusuma Dewi, S.Si., M.T. selaku Ketua Program Studi Teknik
Geofisika atas ilmu dan bantuan yang telah diberikan.
5. Bapak Rustan, S.Pd., M.Si., Ibu Dr Lenny Marlinda, S.T.,M.T. dan Ibu Ira
Kusuma Dewi, S.Si., M.T. sebagai dosen penguji yang telah memberikan
kritik dan saran selama penelitian.
6. Dosen-dosen Program Studi Teknik Geofisika Universitas Jambi yang
selama ini telah memberikan motivasi, ilmu pengetahuan dan wawasan
yang sangat bermanfaat di bidang Geofisika.
7. Dosen-dosen Teknik Kebumian yang telah memberikan ilmu pengetahuan
di bidang Kebumian.
8. Bapak M. Irfan Mashudi yang merupakan Petroelum Engineer di PT.
Pertamina EP Prabumulih yang telah menjadi pembiming magang dan
selalu bersedia diajak diskusi mengenai tugas akhir penulis.
Page 9
viii
9. Sahabat terbaik sepanjang dunia perkuliahan Cindy Dwi Fortuna, S.Pd.
yang selalu memberikan semangat dan dukungan dalam setiap momen.
10. Keluarga Besar Teknik Geofisika Universitas Jambi angkatan 2016 yang
begitu banyak membantu dan berbagi suka duka selama berada di masa
perkuliahan.
11. Teman seperjuangan Tugas Akhir M. Hanif Wicaksono yang menjadi
teman dalam pengumpulan data, pengolahan data dan bersama-sama
dalam proses menyelesaikan tugas akhir.
12. Teman seperjuangan Calon S.T. Yurismawan, S.T., Rd Dhani Zulianda
Putra, S.T., Faqih Sulton Valdani, S.T., Erna Y Hutasoit, Ade Irma Mentari
dan Fernando Pratama Putra, Tusmiati Al-Rasyid dan Feby Ayu Ningrum.
13. Abang Rezky Hidayat S.T., Roy Gerson Lingga dan semua pihak yang tidak
bisa disebutkan satu-persatu sudah meluangkan waktunya untuk
membantu dan memberikan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis dengan terbuka
menerima segala bentuk saran dan kritk yang membangun agar skripsi
ini menjadi lebih baik. Pada akhirnya penulis mengucapkan terimakasih
kembali atas dukungan semua pihak dan semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi saya dan semua pihak terkait.
Jambi,
Nadea Arie Saragih
F1D316033
Page 10
ix
DAFTAR ISI
Halaman
SURAT PERNYATAAN ......................................................................................... i
PENGESAHAN .................................................................................................. iii
RINGKASAN ..................................................................................................... iv
SUMMARY ........................................................................................................ v
RIWAYAT HIDUP .............................................................................................. vi
PRAKATA ........................................................................................................ vii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xi
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiii
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xiv
I.PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang......................................................................................... 1
1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah .......................................................... 2
1.3 Batasan Masalah ..................................................................................... 2
1.4 Hipotesis .................................................................................................. 3
1.5 Tujuan ..................................................................................................... 3
1.6 Manfaat Penelitian ................................................................................... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................... 4
2.1 Penelitian Yang Relevan ........................................................................... 4
2.2 Geologi Regional....................................................................................... 7
2.3 Sistem Sesar .......................................................................................... 13
2.4 Unsur – Unsur Pada Struktur Sesar ....................................................... 13
2.5 Tipe dan Klasifikasi Sesar ...................................................................... 14
2.6 Eksplorasi Seismik................................................................................. 16
2.7 Seismik Refleksi ..................................................................................... 17
2.8 Interpretasi Seismik ............................................................................... 18
2.9 Seismik Atribut ...................................................................................... 18
2.10 Similarity ............................................................................................. 20
2.11 Curvature ............................................................................................. 20
2.12 Log Gamma Ray ................................................................................... 21
2.13 Log Density .......................................................................................... 22
2.14 Log Neutron Porosity ............................................................................. 23
2.15 Log Resistivitas .................................................................................... 25
2.16 Log Sonic.............................................................................................. 26
2.17 Shale Gouge Ratio ................................................................................ 27
III. METODOLOGI PENELITIAN ....................................................................... 28
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................................. 28
3.2 Alat dan Data yang Digunakan .............................................................. 28
Page 11
x
3.2 Metode Penelitian ................................................................................... 29
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................................... 32
4.1 Identifikasi Sesar Hasil Atribut Similarity ............................................... 32
4.2 Identifikasi Sesar Hasil Atribut Curvature............................................... 36
4.3 Analisa Kualitatif Penentuan Litologi ...................................................... 45
4.4 Analisa Nilai Shale Gouge Ratio (SGR) .................................................... 48
V. KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................... 51
5.1 Kesimpulan............................................................................................ 51
5.2 Saran ..................................................................................................... 51
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 52
LAMPIRAN....................................................................................................... 56
Page 12
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Area Studi Lapangan F3 (Ter Borgh dkk., 2019) ............................................ 7
2. Sistem Hidrokarbon Bawah Permukaan Northsea (Jager dan Geluk, 2007) .... 9
3. Distribusi Formasi Posidonia Shale (biru) saat ini terbatas pada rift-basin
Mesozoikum, dan lokasi ladang minyak dikontrol dengan jelas. ....................... 12
4. Unsur-Unsur Pada Struktur Sesar .............................................................. 14
5. Klasifikasi Sesar Menurut Anderson, 1951 (Davis dan Reynolds, 1996). ...... 15
6. Klasifikasi Atribut Seismik (Brown, 2000) .................................................... 19
7. Atribut curvature ......................................................................................... 21
8.Contoh Respons Umum Litologi Terhadap Log Neutron Dan Densitas,
Digunakan Sebagai Teknik Memprediksi Cepat Litologi. Gamma Ray (GR) Dan
Photoelectric Effect (PEF) Disediakan Untuk Informasi Tambahan. ................... 25
9. Rawdata ...................................................................................................... 29
10 Alur Kerja Penelitian................................................................................... 30
11. Tampilan 3D Seismik Sayatan Z = 400ms .................................................. 32
12. Peta Sayatan Waktu Similarity Z=400ms.................................................... 33
13. Tampilan 3D Seismik Sayatan Z = 1700ms ................................................ 34
14. Peta Sayatan Waktu Similarity Z= 1700ms ................................................. 34
15. Tampilan 3D Seismik Sayatan Z = 1800ms ................................................ 35
16. Peta sayatan Waktu Similarity Z= 1800ms ................................................. 36
17. Tampilan 3D Seismik Sayatan Z = 400ms .................................................. 37
18. Peta Sayatan Waktu Most Positif Curvature Z= 400ms .............................. 37
19. Tampilan 3D Seismik Sayatan Z = 1700ms ................................................ 38
20. Peta Sayatan Waktu Most Positif Curvature Z= 17000ms ........................... 39
21. Tampilan 3D Seismik Sayatan Z = 1800ms ................................................ 39
22. Peta Sayatan Waktu Most Positif Curvature Z= 1800ms ............................. 40
23. Tampilan 3D Seismik Sayatan Z = 400ms .................................................. 41
24. Peta Sayatan Waktu Most Negatif Curvature Z= 400ms .............................. 42
25. Tampilan 3D Seismik Sayatan Z = 1700ms ................................................ 43
26. Peta Sayatan Waktu Most Negatif Curvature Z= 1800ms ............................ 43
27. Tampilan 3D Seismik Sayatan Z = 1800ms ................................................ 45
28. Peta Sayatan Waktu Most Negatif Curvature Z= 1800ms ............................ 45
29. Display Log Gamma Ray, Densitas dan Porositas Sumur F06-1 ................. 46
30. Crossplot Gamma Ray Vs Densitas dengan Colour Key Gamma Ray........... 46
31. Crossplot Gamma Ray Vs Porositas dengan Colour Key Porositas ............... 47
32. Display Log Gamma Ray, Densitas dan Porositas Sumur F03-4 ................. 47
Page 13
xii
33. Crossplot Gamma Ray Vs Porositas dengan Colour Key Porositas ............... 48
34. Crossplot Gamma Ray Vs Densitas dengan Colour Key Densitas ................ 48
35. Kemenerusan Sesar A dan Sesar I Pada Sayatan Waktu Similarity Z= 400ms
....................................................................................................................... 49
36. Kemenerusan Sesar B, Sesar C, Sesar D, Sesar E, Sesar F dan Sesar G Pada
Sayatan Waktu Similarity Z= 1800ms .............................................................. 50
Page 14
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Densitas Matriks Dan Efek Fotolistrik Ρe Dari Litologi Secara Umum
(Courtesy Halliburton, 1991) ........................................................................... 23
2. Estimasi Litologi Formasi Menggunakan Kombinasi Neutron Porisitas Dan
Densitas (Campaign, W. J., Personal Communication) Neutron Dan Densitas Di
Terapkan Pada Limestone; Formasi Berisi Air Atau Minyak. ............................ 24
3. Rincian Kegiatan Dan Waktu Pelaksanaan .................................................. 28
4. Alat Dan Perangkat Lunak .......................................................................... 28
Page 15
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Lokasi Penelitian ......................................................................................... 56
2. Data Seismik F3 .......................................................................................... 57
3. Sumur F03-4 dan F06-1 .............................................................................. 57
4. Basemap Sumur ......................................................................................... 58
5. Crossplot Gamma Ray Vs Densitas dengan Colour Key Gamma Ray F06-1 ... 59
6. Crossplot Gamma Ray Vs Porositas dengan Colour Key Porositas F06-1 ....... 60
7. Crossplot Gamma Ray Vs Densitas dengan Colour Key Gamma Ray F03-4 ... 61
8. Crossplot Gamma Ray Vs Porositas dengan Colour Key Porositas F06-1 ....... 62
9. Perhitungan Shale Gouge Ratio .................................................................... 63
Page 16
1
I.PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sistem petroleum merupakan bagian yang sangat penting dalam dunia
eksplorasi minyak dan gas bumi. Menurut Koesoemadinata (1980), Sistem
petroleum terbagi menjadi batuan sumber, migrasi, batuan reservoir, batuan
penutup dan perangkap. Selain batuan reservoir, keberadaan jebakan dan
perangkap menjadi perhatian utama dalam dunia eksplorasi. Minyak dan gas
bumi yang terbentuk pada batuan sumber akan mengalami migrasi ke batuan
reservoir yang terbentuk akibat adanya suatu jebakan atau perangkap.
Perangkap merupakan tempat terjebaknya minyak dan gas bumi dan secara
geologi perangkap dikelompokkan menjadi tiga jenis, yakni perangkap stratigrafi,
perangkap struktur dan perangkap stratigrafi-struktur. Informasi keberadaan
reservoir dan perangkap merupakan informasi yang harus diketahui untuk
kepentingan eksploitasi minyak dan gas bumi.
Keberadaan patahan atau sesar sangat mempengaruhi produksi minyak
dan gas serta mempengaruhi proses injeksi. Hal ini terjadi akibat dari sifat dan
kemampuan sesar atau patahan dalam mengalirkan (leaking) atau menahan
(sealing) aliran fluida (Alfredo & Djoko, 2015). Identifikasi keberadaan sesar dapat
dilakukan menggunakan metode seismik atribut. Metode seismik merupakan
salah satu metode geofisika yang menggunakan gelombang seismik sebagai
sumber yang merambat ke dalam bumi dan akan terefleksikan kembali ke
permukaan sehingga dapat mencitrakan kondisi bawah permukaan (Badley,
1985). Menurut Brown (2004), metode seismik digunakan dalam eksplorasi
minyak dan gas bumi dengan bantuan data sumur. Data sumur dibutuhkan
karena memiliki resolusi vertikal yang lebih baik namun dengan luasan yang
lebih kecil. Pada data seismik, data yang diperoleh biasanya memiliki noise atau
data yang tidak dibutuhkan sehingga tidak dapat mencitrakan bawah permukaan
dengan resolusi yang baik, maka dari itu digunakan atribut seismik sebagai
solusi yang efektif dalam mengatasi masalah tersebut. Atribut seismik dinyatakan
sebagai sifat kuantitatif dan deskriptif data seismik yang dapat ditampilkan
dalam skala yang sama dengan data aslinya.
Sesar atau patahan dapat bertindak sebagai perangkap hidrokarbon dan
sebagai migrasi hidrokarbon. Sesar leaking menjadi jalan migrasi hidrokarbon
sedangkan Sesar sealing sebagai perangkap atau zona penutup hidrokarbon.
Identifikasi sesar sealing maupun leaking sangatlah diperlukan sebelum
pemilihan kandidat sumur injeksi atau produksi sehingga penempatan sumur
dapat dilakukan dengan tepat dan memperkecil resiko kesalahan yang terjadi.
Hal ini seperti yang dilakukan oleh (Sahoo et al, 2010), pada cekungan Cambay,
Page 17
2
India Barat. Perhitungan SGR pada juxtaposition target reservoar diaplikasikan
untuk menentukan sesar tersebut bersifat penyekat (sealing). Peta atribut
similarity dan curvature dapat diaplikasikan untuk mendeliniasi patahan yang
bersifat seal potensial dalam suatu reservoir dan dapat menunjukkan patahan
pada daerah penelitian yang menjadi tempat terakumulasinya hidrokarbon oleh
lapisan impermeable di atasnya.
Lapangan F3 Laut Utara Belanda merupakan lapangan minyak dan gas
bumi yang berada pada blok sektor Belanda terbentuk pada zaman antara
Jurassic sampai Cretaceous. Pengembangan struktural dan pengendapan yang
didominasi oleh rifting dari zaman Mesozoik dengan fase post-rift sag Kenozoikum
dan beberapa pergerakan kompresial tektonik selama era Kapur Akhir dan Tersier
menyebabkan lapangan F3 memiliki struktur sesar besar dan struktur statigrafi
yang kompleks (Schroot et al, 2003). Keberadaan struktur sesar tersebut menjadi
menarik untuk dilakukan penelitian sehingga dapat mengetahui apakah sesar
pada lapangan F3 adalah menahan (seal) atau mengalirkan (leak) hidrokarbon.
1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah
Adanya sesar sealing sebagai perangkap reservoir potensial sehingga
hidrokarbon tidak mengalami migrasi dan hanya terperangkap pada suatu
reservoir tersebut. Dalam eksploitasi minyak dan gas bumi, pemahaman
mengenai sesar atau patahan baik itu sealing maupun leaking sangatlah
diperlukan sebelum pemilihan kandidat sumur injeksi atau produksi sehingga
penempatan sumur dapat dilakukan dengan tepat. Identifikasi sesar dilakukan
dengan menggunakan atribut similarity dan curvature serta shale gouge ratio
dimana suatu patahan menunjukkan adanya perbedaan nilai litologi shale
dominan.
Berdasarkan kajian yang telah dilakukan mengenai sesar sealing dan non
sealing dan geologi regional dapat menjawab rumusan masalah antara lain:
a. Bagaimana atribut similarity dan curvature mendeteksi patahan pada
Lapangan F3 Netherlands?
b. Struktur patahan bagaimana yang dapat diidentifikasi sebagai sealing dan
leaking pada Lapangan F3 Netherlands?
1.3 Batasan Masalah
Penelitian ini difokuskan pada kajian utama untuk pengendalian proses
penelitian dalam identifikasi sesar sealing dan leaking yang akan dilakukan,
antara lain:
a. Penggunaan seismik atribut similarity dan curvature serta shale gouge
ratio dalam mengidentifikasi sesar sealing.
Page 18
3
b. Penggunaan seismik atribut similarity dan curvature serta shale gouge
ratio dalam mengidentifikasi sesar leaking.
1.4 Hipotesis
Berdasarkan studi literatur dan geologi pada Lapangan F3 Netherlands
maka keterdapatan sesar berada pada Top Zechstein hingga Base Lower
Cretaceous dan terdapat pula sesar besar dari Top Zechstein hingga diatas Upper
Pliocene dengan nilai similarity tidak identik mendekati 1 dan memiliki
kemiringan yang asimetris pada curvature. Sesar yang terbentuk pada Lapangan
F3 Netherlands akibat adanya tektonik kompresional dari intrusi kubah garam
diidentifikasi sebagai sesar sealing apabila rasio gouge sesar diatas 20% dan
diidentifikasi sebagai sesar leaking apabila rasio gouge sesar dibawah 20%.
1.5 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Melakukan Interpretasi keberadaan sesar berdasarkan analisa atribut
seismik Similarity dan Curvature pada lapangan F3 Netherlands.
2. Menentukan Sesar Sealing dan Leaking berdasarkan nilai rasio gouge
sesar pada lapangan F3 Netherlands.
1.6 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Penelitian ini sebagai informasi penggunaan korelasi seismik atribut dan
shale gouge ratio dalam identifikasi sesar sealing dan leaking pada
lapangan F3 Southern North Sea Netherlands.
a. Penelitian ini sebagai referensi untuk penelitian lain dalam
mengembangkan studi mengenai aplikasi seismik atribut dan shale gouge
ratio dalam melakukan penelitian serupa ataupun terkait.
b. Dapat memberikan kontribusi hasil penelitian sebagai literatur kepada
Teknik Geofisika, Khususnya Teknik Geofisika Universitas Jambi.
Page 19
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Yang Relevan
Jager dan Geluk (2007) melakukan penelitian seismik atribut untuk
mengetahui geologi sistem petroleum Belanda. Dalam penelitiannya, diperoleh
bawah permukaan Belanda, ditemukan batuan sumber utama untuk gas berada
pada Upper Carboniferous, Westphalian Coals dan Carbonaceous Shales. Batuan
sumber untuk minyak berada di lakustrin Kapur Bawah dari Formasi Coevorden
dan ditemukan pada Posidonia Shale. Reservoir ditemukan pada masa
Paleozoikum dan terdapat kubah garam pada Permian Zechstein, dimana ini
memberikan penyekat yang efektif antara sistem dan migrasi minyak yang hampir
seluruhnya berada pada sistem hidrokarbon Mesozoikum. Pada line seismik
ditemukan intrusi kubah garam ini menjadi penyebab terbentuknya patahan
pada level Rotliegend.
Verma dan Scipione (2020) melakukan analisis seismik multi-atribut
untuk mengetahui struktur Paleozoikum awal dan pengaruhnya pada lapisan
Permian Cekungan Midland. Fitur struktur utama yang diidentifikasi
menggunakan atribut curvature adalah drag fold yang terkait dengan (ASZ) yang
menunjukkan pergerakan berkelanjutan dengan kemiringan sudut tinggi dari
struktur tersebut. Pada most positive curvature menunjukkan adanya elemen
struktural pada (CBP) dan Cekungan Midland, sebagai penyebab berkembangnya
sistem strike-slip lateral kanan. Sesar geser primer berorientasi pada N 20◦.
Sumbu (CPB) sejajar dengan sumbu lipatan sistem strike-slip.
Maulana (2016) melakukan analisis atribut untuk menentukan zona sesar
di lapangan NILAM Cekungan Sumatera Selatan. Hasil volume spektrum yang
menampilkan kualitas data yang baik berada pada frekuensi 7-65 Hz dan hasil
atribut geometri memperlihatkan zona sesar dengan menggunakan tiga trace.
Nilai similarity yang digunakan 40 ms dengan nilai time window 0,04 detik
memperlihatkan sesar utama berarah Barat Daya menuju Timur Laut dan zona
sesar yang masih acak berada pada sebelah timur daerah penelitian dan tidak
menerus antar satu zona sesar dengan zona sesar lain.
Syesar (2016) melakukan pemodelan sekatan sesar pada Lapangan MSNF
regional Sub-Cekungan Palembang dengan menggunakan dua metode yaitu
pemodelan juxtaposisi dan Shale Gouge Ratio (SGR) sedangkan metode
pemodelan yang di gunakan adalah metode Allan untuk mengetahui jenis sesar
dan besaram throw dari masing-masing sesar. Berdasarkan pada hasil pemodelan
yang telah dilakukan di masing-masing bidang sesar didapatkan kesimpulan
bahwa kesekatan sesar di lokasi penelitian terkontrol oleh tipe juxtaposition
berupa self juxtaposition antar batuan non-reservoar (contohnya serpih) dan
Page 20
5
juxtaposition seal antar batuan non-reservoar (contohnya serpih) dan batuan
reservoar (contohnya batupasir) dan nilai shale gouge ratio minimal >0,40 untuk
dapat dikatakan menyekat secara sempurna.
Herlambang (2017) melakukan penelitian identifikasi patahan pada
lapagan Teapot Dome Amerika Serikat seismik inversi dan atribut amplitude dan
sweetness. Hasil penelitian memperlihatkan tiga jenis sesar yaitu normal fault,
reverse fault dan strike-slip fault. Strike-slip fault bersifat leaking yang menjadi
jalur migrasi hidrokarbon yang terperangkap oleh lapisan impermeabel
diatasnya. Sifat leaking diperkuat dengan besarnya nilai porositas pada di sekitar
strike-slip fault dibanding daerah di sekitarnya.
Pada penelitian Wibowo (2017) mengenai struktur yang berkembang pada
daerah penelitian yang dapat bersifat sebagai tempat terakumulasi atau jalur
migrasi hidrokarbon menggunakan metode Shale Gouge Ratio (SGR) pada Formasi
Talang Akar Cekungan Sumatera Selatan. Berdasarkan analisis terhadap sumur
Alpha-1 dan Betha-1 terdapat lapisan prospek hidrokarbon yang merupakan
lapisan Formasi Talang Akar. Kesekatan sesar pada sesar yang dianalisa pada
daerah penelitian merupakan sesar turun geser bersifat leak dengan ratio SGR
15 %, serta lapisan yang tersesarkan merupakan lapisan reservoar dari Formasi
Talang Akar yang sama. Pergerakan fluida hidrokarbon (migrasi) terjadi secara
intraformasi (terjadi pada formasi yang sama).
Ghifari (2018) melakukan penelitian karakterisasi sesar sealing dan non
sealing pada Teapot Dome Amerika Serikat menggunakan metode seismik dan
shale gouge ratio (SGR). Hasil peta atribut extract value memperlihatkan Sesar A
dan Sesar B pada Lapangan Teapot adalah reverse fault bersifat sealing yang
menjadi tempat terperangkapnya hidrokarbon. Nilai SGR pada sesar A sebesar
58,4% dan sesar B sebesar 26,9% sehingga kedua sesar ini dikarakterisasi
sebagai sesar penyekat hidrokarbon dan pada daerah penulis teliti tidak
ditemukan sesar non sealing.
Yusuf (2018) melakukan analisis sekatan sesar pada lapangan “AC” dan
“YH” pada cekungan Kutai, Kalimantan Timur menggunakan analisis petrofisika
Shale Gouge Ratio (SGR) dan pemodelan permeabilitas bidang sesar
menggunakan Sequential Indicator Simulation (SIS). Hasil analisis petrofisika
diperoleh litologi penyusun lapangan tersebut berupa sandstone, shale, coal, dan
carbonate. Berdasarkan pemodelan fasies, diperoleh presentasi penyebaran sand,
shale, dan coal pada zona C secara berturut-turut yaitu 43,35 %, 56,62 %, dan
0,02 %. Zona D secara berturut-turut yaitu 38,34 %, 61,65 %, dan 0,02%. Zona
E secara berturut-turut yaitu 20,89 %, 70,10%, dan 0,01 %. Zona F secara
berturut-turut yaitu 32,14 %, 67,84 %, dan 0,01 %. Zona G secara berturut-turut
Page 21
6
yaitu 30,80 %, 69,18 %, dan 0,02 %. Berdasarkan pemodelan permeabilitas sesar
diperoleh nilai permeabilitas kecil berkisar antara 0-0,1 md dan permeabilitas
yang tinggi berkisar antara 10-100 md. Sehingga, dapat disimpulkan semua zona
terjadi bocor (leaking), namun bagian timur laut (zona D, E, G) dan sebagian kecil
zona F terjadi sekat (sealing).
Jauhari (2018) melakukan penelitian analisis daya sekat sesar pada
karbonat menggunakan perhitungan SGR (Shale Gouge Ratio) dengan
menggunakan parameter throw dan komposisi shale. Dari hasil penelitian
diperoleh informasi struktur yang berkembang adalah sesar normal akibat
subsidence pada saat kolisi. Terdapat tiga tahapan analisis yaitu Allan Maps,
sebaran vsh, dan Shale Gouge Ratio, dari ketiga tahapan menghasilkan kisaran
nilai throw sesar yaitu 0,2 - 184,7 m dan nilai vsh terkecil 21 - 29 % yang tersebar
di area footwall dan hangingwall sesar, sehingga kompleksitas daya sekat sesar
pada area reef zone akan lebih dikontrol oleh juxtaposition antar reservoir - non
reservoir dengan nilai SGR yaitu sebesar 20 - 29 % bersifat tidak bocor/menyekat
(sealing) pada bagian Utara footwall Kais dan 8 - 15 % bersifat bocor (leaking)
pada bagian Selatan footwall Kais.
Hartanto et al (2018) melakukan penelitian analisa sekatan sesar pada
karbonat menggunakan SGR (Shale Gouge Ratio) dengan parameter throw sesar
dan kandungan shale (vsh). Besar throw sesar didapat dari data seismik yang
diikat dengan data sumur dan nilai vsh dihitung dari dua metode yaitu: single
parameter (log Gamma Ray) dan dual parameter (log density dan neutron porosity)
yang dikalibrasi dengan data multimineral. Hasil perhitungan menggunakan dua
metode untuk vsh pada objektif memiliki pola yang serupa, dengan nilai vsh yang
kecil yaitu 0-0,2, sehingga sesar-sesar pada area ini akan lebih dikontrol oleh
juxtaposition antar reservoir dengan nilai SGR pada juxtaposition reservoir tidak
lebih dari 16. Treshold nilai SGR pada lapisan batugamping terumbu pada area
penilitian memiliki kisaran dengan nilai SGR pada 0- 16 bersifat leak, 16-35 tidak
dapat ditentukan leak atau seal pada lapangan ini dan nilai 35-100 bersifat seal.
Agriandita dan Sismanto (2019) melakukan penelitian analisa sekatan
sesar pada Lapangan IAD Cekungan Sumatera Selatan. Analisa dilakukan
berdasarkan perhitungan shale gouge ratio pada dua sesar yang mengubungkan
antara dua sumur minyak dan gas pada lapangan IAD. Hasil analisa sekatan
sesar pada kedua sesar tersebut menunjukkan bahwa sesar-4 dengan nilai SGR
sebesar 39% pada kedalaman (MD) 2215,42 – 2345 meter dengan kemiringan 75o
adalah seser bersifat sealing dan sesar-5 bersifat leaking dengan nilai SGR
sebesar 19,6% pada kedalaman (MD) 2190 – 2241,36 meter dengan kemiringan
80o.
Page 22
7
2.2 Geologi Regional
Lapangan F3 Gambar 1 adalah sebuah blok di kawasan North Sea
Netherlands merupakan bagian dari cekungan North Sea. Lapangan ini telah
dilakukan akuisisi 3D seismik untuk eksplorasi minyak dan gas yang terbentuk
pada zaman antara Jurrasic sampai Cretaceous. Lapangan F3 sudah dilakukan
pengeboran dengan status oil discoveries oleh perusahaan NAM (Nedelandse
Aardolie Maatschappij) pada tahun 1971 (Rensen et al, 1997; Overeem et al,
2001).
Pengembangan struktural dan pengendapan cekungan Southern Southern
North Sea telah didokumentasikan dengan baik. Pada skala besar, cekungan
sedimen di Southern Southern North Sea dapat dilihat sebagai sebuah cekungan
Gambar 1 Area Studi Lapangan F3 (Ter Borgh dkk., 2019)
Page 23
8
yang didominasi oleh rifting dari zaman Mesozoikum dengan fase post-rift sag
Kenozoikum. Rifting sudah dimulai pada zaman Trias, dan memuncak dalam
zaman Jurassic dan zaman Kapur Awal dengan berbagai fase tektonik
ekstensional Kimmerian yang berkaitan dengan ketenangan tektonik dan
penurunan dari cekungan, dengan pengecualian beberapa pergerakan kompresial
tektonik selama era Kapur Akhir dan Tersier. Selama fase post-rift, sebagian besar
cekungan mengakumulasi lapisan tebal sedimen dalam bagian yang sangat
besar. Dalam cekungan sedimen ini batuan sumber hidrokarbon yang paling
menonjol adalah Westphalian coal untuk gas, dan serpih Lower Jurassic
Posidonia untuk minyak. Dorongan terakhir tektonik regional yang signifikan
terjadi selama MidMiosen, sehingga membentuk ketidakselarasan Mid-Miosen.
Permukaan ini sekarang terkubur di kedalaman yang berkisar dari sekitar 1000
– 1500 m. Batuan sedimen yang terkait dengan gas dangkal termasuk dalam
urutan sedimen klastik setelah Mid-Miosen. Dari akhir Miosen dan seterusnya,
jumlah unit seismostratigrafi yang besar mempresentasikan sistem kipas aluvial
yang kompleks, yang berasosiasi dengan deposit pro delta (Schroot et al, 2003).
Secara bertahap sistem tersebut berkembang menjadi sebuah delta fluvial
dan dataran aluvial, yang muncul dari timur atas ketidak selarasan Mid-Miosen.
Unit berbentuk irisan ini mempresentasikan material dari sistem sungai Baltik
yang didominasi pasir kuarsa yang matang, kasar dan gravelly di timur, dan agak
halus ke arah Barat dekat pusat graben dengan thinning dan pinching ke arah
Barat dan timur. Keseluruhan pendangkalan daerah berlangsung bertahap
dengan berjalannya waktu. Fluktuasi pada permukaan laut bersama-sama
dengan gerakan eustatic dengan pergeseran depocenter deposit regresif dan
trangresif, yang bergabung dalam siklus sedimen. Dalam siklus ini, fasies laut
terletak di sebelah Barat fasies darat (kemudian pada akhir zaman pleistosen
awal, siklus ini berubah menjadi arah Barat Laut-Tenggara). Hanya di bagian
paling Selatan, deposit Pliosen-pleistosen terbentang jauh lebih tua di atas
deposito Tersier. Di area yang sama, deposito karang yang sangat lokal terbentuk
di zaman Pliosen-Pleistosen, hal ini mirip dengan outcropping yang saat ini
terdapat di East Anglia. Garis pantai yang bergeser di North Sea Netherlands
sekitarnya berlangsung dari akhir Pliosen sampai mengakibatkan berbagai
macam lingkungan sedimentasi dari ukuran butir (Cameron et al, 1992).
Keberadaan source rock utama untuk minyak, Posidonia shale, terdapat
pada era Mesozoic. Pesidonia shale kemudian terakumulasi kedalam unit
reservoar utama Vieland Sandstone dimana ini menjadi sebuah channel yang
terletak pada kurun waktu Early Cretaceous. Keberadaan source rock utama
untuk gas, Westphalian coals, terdapat pada era Paleozoic. Westphalian coals
Page 24
9
kemudian juga terakumulasi ke dalam unit reservoar utama Vieland Sandstone
dan nampak sebagai shallow hydrocarbon. Petroleum system daerah penelitian
secara jelas dapat dilihat pada gambar 3 Panah-panah (merah dan hijau)
menunjukkan asal source rock yang berasosiasi dengan reservoar minyak/gas
(Jager dan Geluk, 2007).
Di bagian Selatan Belanda, bahan utama Pleistosen klastik berasal dari
bagian Tenggara atau Selatan, jarang berasal dari bagian Barat. Pada akhir
Pleistosen Tengah, garis pantai terletak di bagian Utara Belanda. Namun,
transgresi sesekali mengganggu kondisi di dataran aluvial sampai ke daerah
Selatan pantai Utara Belanda saat ini. Sedimen ini didominasi pasir dengan
sedikit lempung dan gambut. Channelling banyak terbentuk dan continuous
reflector sangat jarang terjadi. Pasir yang berasal dari sungai Rhine mencakup
setengah bagian dari Utara Belanda (Bobby, 2011).
Gambar 2 Sistem Hidrokarbon Bawah Permukaan Northsea (Jager dan Geluk, 2007)
Page 25
10
Pembentukan glasial pertama yang mempengaruhi kondisi pengendapan
di North Sea Netherlands secara langsung dinamakan Glaciation Elsterian (Laban,
1995). Massa es yang berasal dari Skandinavia dan Inggris terakumulasi dan
tersebar di sebagian besar daerah Belanda, hanya area 52° 30’S yang terbebas
dari massa es tersebut. Kondisi sedimentasi telah berubah sepenuhnya: saluran
glasial mencapai kedalaman 400 m, terutama yang melewati sektor Belanda pada
53° dan 54° 20’N (Laban, 1995). Sedimen umumnya terdiri dari deposit planar
glasial lempung dan cekungan berpasir, sedangkan di dalam channel terdapat
basal kasar yang ditutupi oleh laminasi, berlempung, endapan danau berasosiasi
dengan lempung dan pasir yang berkaitan dengan transgresi dari interglasial
dibagian atas. Pasokan es mempengaruhi patahan yang sudah ada sebelumnya
dan pergerakan tektonik garam, sedangkan saluran glasial mengganggu
kelanjutan sedimentasi dan menciptakan jalur untuk cairan dan gas.
Penyumbatan yang disebabkan oleh es di wilayah Laut Utara menyebabkan
pengalihan aliran sungai yang sebelumnya mengalir ke Barat melalui Selat Dover
menjadi ke Teluk Biscay. Transgresi Holsteinian telah mengakibatkan sebagian
besar bagian Utara sektor Belanda terbentuk dalam lembaran pasir pada
transgresi laut dengan beberapa lempung dekat batas daerah transgresi.
Penghubung di sekitar batas dari daerah bekas es Elsterian secara bertahap
menghilang. Glasial Saalian yang berikutnya membawa es Skandanavia ke bagian
Timur sektor Belanda dimana terdapat tills, lempung glasial dan outwash
berpasir. Saluran glasial jumlahnya lebih sedikit dan jauh lebih dangkal, tapi
dorongan es dan cekungan lidah lebih umum terjadi. Transgresi Eemian akhir
tergabung dengan sisa-sisa dari kondisi glasial morfologi dasar laut yang
membentuk lembaran lempung tersimpan di dalam depresi, dimana yang
terbesar berpusat di sekitar Brown Ridge. Lembaran-lembaran clay ini mampu
mempertahankan gas di dekat dasar laut. Es Inggris yang berasal dari glasial
termuda, yakni Weichselian, yang menutupi wilayah Barat laut dari North Sea
Netherland menyebabkan deposit yang terdiri dari lempung, pasir dan glasial dan
saluran glasial. Dogger bank yang terdiri dari pasir glasial dengan ketebalan yang
cukup dibentuk ulang oleh transgresi berikutnya. Di tempat lain, di luar batas
es, pasir diskontinu yang tertiup angin dan saluran fluvial dapat di temukan.
Saluran glasial dan fluvial ini, besar dan kecil, mungkin berisi gas yang telah
tersebar (Cameron et al, 1992).
Sistem Petroleum
Gas : Batuan Sumber dan Pembentukan
Batuan sumber utama untuk gas berada pada Upper Carboniferous,
Westphalian Coals dan Carbonaceous Shales, yang banyak terdapat di bawah
Page 26
11
permukaan. Hampir semua gas yang ditemukan dihasilkan dari batuan sumber
ini (Lokhorst, 1998; Gerling et al., 1999). Ketebalan kumulatif batubara adalah
beberapa puluh meter. Kebanyakan terjadi hampir di seluruh Formasi Maurits
(WestphalianB), dan lebih jarang ditemukan di unit-unit Westphalian lainnya.
Karena pengangkatan dan erosi Permian Awal, ketebalan batuan sumber di
Westphalian berkurang secara lokal. Dimana total Westphalian bertahan pada
Ketebalan 5,5 km, kematangan bervariasi secara signifikan dari atas ke bawah.
Batuan sumber sekunder untuk gas terjadi di basal Namurian Organicrich Shales.
Di sebagian besar tempat, batuan sumber ini menjadi matang selama
pengendapan pra-Kimmerian. Namun demikian, Formasi Namurian dianggap
memberikan kontribusi yang signifikan terhadap muatan nitrogen, yang terutama
dikeluarkan pada suhu yang jauh lebih tinggi daripada gas hidrokarbon (Gerling
et al, 1999).
Secara umum, pembentukan hidrokarbon dari Westphalian Coals tersebar
luas hingga Pertengahan Jurrasic. Setelah Pertengahan Jurrasic, terbentuk celah
antara cekungan celah Kimmerian dan platform serta ketinggian. Selama periode
Akhir Jurassic hingga rifting awal Cretaceous, pembentukan hidrokarbon
dipercepat di dalam rift basin sebagai akibat dari peningkatan dan penurunan
permukaan tanah. Pembentukan ini terhenti selama Kapur Akhir karena
pengangkatan yang berhubungan dengan inversi dan aliran panas yang
menurun. Di tepi cekungan, dimana inversi telah dibatasi dan diikuti oleh
penurunan Tersier yang kuat, misalnya di tepi Barat daya Cekungan Belanda
Barat, muatan dari Westphalian dilanjutkan selama Tersier dan berlanjut hingga
hari ini. Platform dan tinggi, di sisi lain, terangkat selama masa Jurassic Akhir,
mengganggu pembangkitan hidrokarbon. Saat penguburan berikutnya
menyebabkan suhu pada level batuan sumber Westphalia melebihi suhu
maksimum yang dicapai sebelumnya, pembangkitan gas dilanjutkan. Batuan
sumber sekunder untuk gas terjadi di batubara Jura Atas dan Kapur Bawah Del
dan subkelompok di Belanda Barat dan cekungan Fourteens, dan di Subkelompok
Graben Tengah dari Cekungan Belanda Central Graben dan Terschelling (De Jager
et al., 1996).
Minyak : Batuan Sumber dan Pembentukan
Batuan sumber utama Belanda untuk minyak terjadi asrich, laut, batuan
sumber tipe-II pada akhir Jurrasic, Toarcian, dan Formasi Posidonia Shale.
Batuan sumber ini, yang hanya diawetkan di dalam rift basin Jura Akhir,
menghasilkan minyak yang terperangkap di reservoir batu pasir Jura Atas dan
Kapur Bawah di Belanda Barat dan cekungan Broad Fourteens dan di Graben
Tengah Belanda. Ketebalan mencapai 15 sampai 35 m, dengan kandungan
Page 27
12
karbon organik rata-rata (TOC) rata-rata ca. 10%, dan indeks hidrogen hingga
800. Di sektor cekungan celah Kimmerian, suhu Posidonia Shale lebih rendah
daripada yang dicapai sebelum pembalikan. Dalam kasus ini, Posidonia Shale
tidak akan menghasilkan minyak saat ini. Ladang minyak Schoonebeek yang
besar tidak diisikan dari Posidonia Shale, tetapi dari batuan sumber lakustrin
Kapur Bawah dari Formasi Coevorden. Batuan alga tipe-I ini hanya diketahui dari
Cekungan Sachsen Bawah (Binot et al, 1991).
Gambar 3. Distribusi Formasi Posidonia Shale (biru) saat ini terbatas pada rift-basin
Mesozoikum, dan lokasi ladang minyak dikontrol dengan jelas (Binot et al, 1991).
Sumber tambahan untuk minyak terjadi di bawah Jurassic Aalburg dan
formasi Triassic Sleen paling atas. Sumber ini memiliki tipe yang mirip dengan
Posidonia Shale, tetapi kurang potensial. Batuan sumber lain untuk minyak
terjadi di Permian Z2 Carbonate dan Coppershale. Sementara banyak minyak
menunjukkan karbonat Zechstein ditemukan selama pengeboran, kedua sumber
ini telah memberikan kontribusi hanya secara lokal ke terlalu banyak akumulasi
Page 28
13
(yaitu Stadskanaal, Gieterveen dan E13-1). Ini bukan hanya karena ketebalannya
yang terbatas, tetapi juga karena minyak dari batuan sumber yang terjebak di
reservoir Zechstein atau Rotliegend memiliki peluang besar untuk terbawa keluar
oleh kelimpahan gas berikutnya gas dari Westphalian. Kandungan kondensat
tinggi dalam gas Rotliegend, bagaimanapun, seringkali berkorelasi dengan batuan
sumber Zechsteinoil. Serpih kaya organik Basal Namurian yang awalnya memiliki
potensi penghasil minyak yang tinggi telah ditemukan di sumur dalam (misalnya
Winterswijk-1 di Belanda timur) di mana mereka terlalu matang. Berdasarkan
pengaturan paleogeografi regional, sumber untuk minyak mungkin juga terjadi di
Dinantian dan Devonian (Cameron & Ziegler, 1997).
2.3 Sistem Sesar
Sistem sesar dapat menghasilkan pergerakan mendatar, tegak dan berputar
dalam kerak bumi. Pada umumnya sesar mengalami beberapa kali peristiwa
deformasi yang teraktifkan kembali dalam model tektonik berbeda. Di bawah ini
adalah beberapa aspek sistem sesar, menurut Singhal dan Gupta (2010) yaitu:
Sesar yang merupakan struktur dinamik yang berkembang dalam sisi ruang dan
waktu. Pada umumnya sesar terjadi dalam sistem yang berhubungan (linked
system). Hubungan ini biasanya diikuti aturan geometri dan mekanika yang
memperbolehkan sistem sesar untuk membentuk pola karakteristik yang dapat
dikenali. Deformasi dapat terjadi apabila keseimbangan sesar yang rapuh (brittle
faulting) dipermukaan kerak bumi dengan deformasi di bawah kerak bumi.
Kejadian keterkaitan antara atas dan bawah kerak tergantung atas sistem
tektonik. Konsep keseimbangan rekahan ini merupakan aspek penting dalam
menganalisa terraine yang terpatahkan. Kebanyakan sesar permukaannya tidak
bidang datar yang sederhana tetapi memperlihatkan bentuk yang komplek dilihat
dalam tiga dimensi. Perubahaan dalam bentuk sesar mesti menyebabkan
perlunya pandangan secara geometri untuk mengakomodasi struktur dalam
bagian hangingwall yang telah bergerak sepanjang variabel permukaan sesar.
2.4 Unsur – Unsur Pada Struktur Sesar
Untuk mengetahui klasifikasi sesar, maka sebelumnya kita harus
mengenal unsur-unsur sesar. Menurut Singhal dan Gupta (2010) unsur-unsur
dan istilah penting struktur sesar yang dapat dikenali pada penampang seismik
dapat dibagi menjadi Gambar 4.
a. Bidang sesar: bidang rekahan tempat terjadinya pergeseran, yang
kedudukannya dinyatakan dengan dip dan kemiringan.
b. Hanging wall: bagian terpatahkan yang berada diatas bidang sesar.
c. Foot wall: bagian terpatahkan yang berada dibawah bidang sesar.
Page 29
14
d. Throw: komponen vertikal dari slip/separation diukur pada bidang
vertikal yang tegak lurus bidang sesar
e. Heave: Komponen horizontal dari slip/separation diukur pada bidang
vertikal yang tegak lurus jurus sesar.
f. Slip: pergeseran relatif sebenarnya.
g. Dip-Slip: komponen vertikal bidang sesar.
h. Strike-Slip: komponen horizontal pada bidang sesar.
i. Oblique-Slip: kombinasi kedua antara dip-slip dan strike-slip.
j. Separation: pergeseran relatif semu.
Gambar 4 Unsur-Unsur Pada Struktur Sesar Singhal dan Gupta (2010)
2.5 Tipe dan Klasifikasi Sesar
Sesar adalah rekahan pada batuan yang telah mengalami pergeseran
melalui bidang rekahnya. Sifat pergeserannya dapat bermacam – macam:
mendatar, miring (oblique), naik dan turun. Didalam mempelajari struktur sesar,
disamping geometrinya yaitu bentuk, ukuran, arah dan polanya, yang penting
juga untuk diketahui adalah mekanisme pergerakannya. Salah satu klasifikasi
sesar yang umum digunakan adalah klasifikasi Anderson (1951) dalam (Twiss
dan Moore, 1992) yang membagi sesar mengikuti prinsip tegasan utama (σ1, σ2,
σ3) (Gambar 5).
Page 30
15
Gambar 5 Klasifikasi Sesar Menurut Anderson, 1951 (Davis dan Reynolds, 1996).
Sesar dibagi ke dalam beberapa jenis atau tipe berdasarkan pergerakan
relatif dari hangingwall dan footwall yaitu:
1. Sesar Normal
Sesar normal merupakan sesar yang terbentuk ketika hangingwall
bergerak turun relatif terhadap footwall. Sesar Normal terbentuk akibat
gaya tension. Pada umumnya memiliki dip > 45.
2. Sesar Naik
Sesar naik diakibatkan oleh gaya kompresi dimana hangingwall bergerak
ke atas relatif terhadap footwall. Pada umumnya memiliki dip minimum
45°.
3. Sesar Geser
Sesar yang diakibatkan oleh pergerakan lapisan horizontal bidang sesar.
Rekahan adalah pecahan-pecahan (rupture) yang timbul pada batuan
yang belum mengalami pergeseran akibat dari adanya gaya atau tekanan.
Struktur rekahan dikelompokkan berdasarkan sifat dan karakter rekahan
serta arah gaya yang bekerja pada batuan.
4. Shear Fracture (rekahan geser)
Page 31
16
Rekahan jenis ini merupakan rekahan dimana terbentuk pecahan-
pecahan pada batuan dari dua bidang yang saling berpotongan.
Perpotongan bidang tersebut membentuk sudut lancip dengan arah gaya
utama. Rekahan jenis shear fracture bersifat tertutup.
5. Dilational Fracture (rekahan dilatasi)
Dilational Fracture merupakan rekahan yang berpola tegak lurus dengan
arah gaya utama. Bentuk rekahan umumnya terbuka.
6. Hybrid Fracture (rekahan Hibrid)
Rekahan jenis ini merupakan rekahan yang terbentuk akibat gabungan
dari gaya ekstensi dan geser. Bentuk rekahan umumnya terbuka.
Sesar mendatar (strike- slip fault) mempunyai pergeseran dominan searah
jurus sesar. Sesar ini umumnya mempunyai kemiringan terjal atau curam dan
bila panjangnya lebih dari satu kilometer maka sering melibatkan batuan dasar.
Sesar mendatar skala besar sering disebut sebagai wrench atau sesar transkuren.
Struktur yang berasosiasi dengan sesar mendatini jauh lebih bervariasi daripada
yang berasosiasi dengan jenis sesar lainnya. Sering terjadi lipatan, sesar normal,
naik dan menanjak berasosiasi dengan sesar mendatar ini (Singhal dan Gupta,
2010).
2.6 Eksplorasi Seismik
Eksplorasi seismik dapat didefinisikan sebagai sebuah proses pencarian
materi deposit bawah permukaan yang memiliki nilai ekonomis secara komersial
seperti mintak mentah, gas alam, dan mineral dengan cara melakukan
perekaman, processing, dan interpretasi dari gelombang sumber yang diberikan
kedalam bumi. Energi seismik buatan dihasilkan di daratan dengan
menggunakan bahan peledak seperti dinamit, ataupun melalui mekanisme
surficial vibrator yang dihasilkan pada peralatan kendaraan khusus. Di
lingkungan laut, air gun menembakkan gelombang udara yang cukup padat ke
dalam air yang menghasilkan energi gelombang seismik menuju lapisan batuan
bawah permukaan.
Gelombang seismik refleksi dan refraksi dialirkan menuju formasi batuan
dan akan diterima kembali oleh suatu alat penerima yang dinamakan geophone
ataupun hydrophone. Waktu tempuh dari kembalinya gelombang seismik,
diintegrasikan dengan formasi sumur borehole yang ada. Kegiatan yang perlu
dilakukan oleh geoscientist adalah memperkirakan bentuk struktur seperti
lipatan dan patahan, serta stratigrafi seperti tipe batuan, lingkungan
pengendapan, dan kandungan fluida dari formasi bawah permukaan. Setelah itu
akan didapatkan target lokasi prospektif dilakukannya kegiatan pengeboran.
Eksplorasi seismik yang pertama kali dilakukan oleh John C. Karcher dan
Page 32
17
rekannya, di mana mereka akan melakukan survey seismik primitif dan
memetakan lapisan shallow limestone di Belle Isle, Oklahoma pada musim panas
1921. Semenjak itu, teknologi seismik telah berkembang menjadi semakin
kompleks dan canggih. Eksplorasi seismik saat ini dapat dikatakan sebagai
metode yang dirasa paling tepat dalam proses pencarian hidrokarbon. Hal ini
disebabkan oleh potensi kerusakan lingkungan yang dimiliki tergolong kecil
(Sukmono, 2001).
2.7 Seismik Refleksi
Seismik refleksi merupakan metode geofisika aktif yang memanfaatkan
sumber seismik buatan. Setelah gelombang buatan tersebut diberikan, maka
gelombang tersebut akan merambat melalui medium tanah/batuan di bawah
permukaan, di mana perambatan gelombang tersebut akan memenuhi hukum-
hukum elastisitas ke segala arah dan mengalami pemantulan maupun
pembiasan sebagai akibat dari adanya perbedaan kecepatan ketika melalui
pelapisan medium yang berbeda. Pada jarak tertentu di permukaan, gerakan
partikel tersebut direkam sebagai fungsi waktu pada geophone. Gelombang
seismik dibedakan menjadi dua tipe berdasarkan medium perambatannya, yaitu
Gelombang Badan (Body Wave) dan Gelombang Permukaan (Surface Wave).
Gelombang Badan dibedakan lagi menjadi dua tipe berdasarkan cara
bergetarnya, yaitu Gelombang Longitudinal atau disebut Gelombang P (Primary)
dan Gelombang Transversal atau disebut Gelombang S (Shear). Sementara itu,
Gelombang Permukaan juga dapat dibedakan menjadi beberapa tipe, yaitu
Gelombang Rayleigh (disebut ground-roll), Gelombang Love (disebut gelombang
Shear-Horizontal) dan Gelombang Stoneley (disebut gelombang Tabung). Pada
saat dilakukan pengukuran yang dalam eksplorasi seismik, gelombang p,
gelombang s, dan gelombang permukaan terekam dengan pola yang berbeda-beda
sehingga gelombang-gelombang tersebut dapat dikenali dengan mudah
(Sukmono, 2001).
Hukum-hukum yang berlaku pada gelombang cahaya berlaku juga untuk
gelombang seismik, ini disebabkan karena gelombang seismik mempunyai respon
yang sama dengan respon gelombang cahaya. Hukum-hukum tersebut antara
lain, prinsip Huygens yang menyatakan bahwa gelombang yang bersumber pada
satu titik akan menyebar ke segala arah dengan bentuk bola (Sukmono 1999).
Snellius mengembangkan hokum yang menyatakan bahwa bila suatu
gelombang jatuh diatas bidang batas dua mediumyang mempunyai densitas yang
berbeda, maka gelombang tersebut akan dibiaskan, jika sudut datang gelombang
lebih kecil atau sama dengan sudut kritisnya.
Page 33
18
Komponen seismik refleksi menunjukkan komponen sebuah gelombang
(trace seismik), yakni panjang gelombang, tinggi gelombang, amplitudo, puncak,
palung, dan zero crossing. Dari parameter data dasar tersebut dapat diturunkan
beberapa komponen lain seperti: koefisien refleksi, wavelet, resolusi vertikal,
impedansi akustik, fasa, polaritas, dan sintetik seismogram.
2.8 Interpretasi Seismik
Kegitan interpretai seismik adalah proses ekstraksi dari informasi geologi
bawah permukaan dari data seismik. Interpretasi dapat dikatakan sebagai proses
pemisahan beberapa efek data seismik. Data seismik refleksi terdiri dari;
a. Kontinuitas refleksi sebagai indikasi struktur geologi
b. Variabilitas refleksi sebagai indikasi stratigrafi, fluida, dan struktur
reservoir.
c. Wavelet seismik
d. Noise dan defek data
Wavelet seismik muncul sebagai pulse dari energi seismik, di mana energi
ini dihasilkan oleh suatu sumber energi yang dipenetrasikan ke dalam bumi, lalu
direfleksikan dan menuju kebali ke permukaan pada receiver dengan membawa
informasi geologi di dalamnya. Wavelet yang terekam merupakan fase minimum
dari beberapa bandwith frekuensi dan selama pemrosesan data hal tersebut
dikonversikan ke dalam wavelet zero-phase, kondisi ini membuat proses
interpertasi menjadi lebih mudah dan lebih akurat. Seseorang yang melakukan
interpretasi tidak secara langsung menaruh perhatian pada wavelet itu sendiri,
namun lebih kepada infromasi geologi yang dibawa (Brown, 2004).
2.9 Seismik Atribut
Seismik atribut dapat didefinisikan sebagai semua informasi berupa
besaran spesifik dari geometri, kinematika, dinamika, atau stastistik yang
diperoleh dari data seismik. Atribut juga dinyatakan sebagai sifat kuantitatif dan
deskriptif data seismik yang dapat ditampilkan dalam skala yang sama dengan
data aslinya (Brown, 2004).
Brown (2000) mengklasifikasikan atribut sebagai atribut turunan waktu,
amplitudo, frekuensi, dan atenuasi. Secara umum, atribut turunan waktu akan
cenderung memberikan informasi perihal struktur, atribut turunan amplitudo
cenderung memberikan informasi stratigrafi dan reservoar, sedangkan peran
atribut turunan frekuensi dan atenuasi sampai saat ini belum betul-betul
dipahami, namun diyakini akan menyediakan informasi tambahan yang berguna
perihal reservoar, stratigrafi dan informasi mengenai permeabilitas di masa
mendatang.
Page 34
19
Gambar 6 Klasifikasi Atribut Seismik (Brown, 2000)
Page 35
20
2.10 Similarity
Similarity atribut membandingkan bentuk gelombang seismik yang
berdekatan menggunakan teknik seperti korelasi silang, kemiripan dan
pengukuran struktur setelah menganalisis kemiringan dan azimuth. Secara
sederhana atribut ini mengukur derajat kemiripan di antara dua atau lebih tras
seismik. Similarity mengukukur kemiripan dari dua segmen tras seismik u (x,y,t)
(Tingdahl, 2003). Similarity (S) diantara dua segmen pada (xa, ya) dan (xb, yb), pada
waktu t dapat dinyatakan sebagai
S = 1- |𝑎−𝑏|
|𝑎|+|𝑏| dimana a =
[ 𝑢 (𝑥𝐴,𝑦𝐴, 𝑡 + 𝑡1)
𝑢 (𝑥𝐴,𝑦𝐴, 𝑡 + 𝑡1 + 𝑑𝑡)
𝑢 (𝑥𝐴, 𝑦𝐴, 𝑡 + 𝑡2 − 𝑑𝑡)
𝑢 (𝑥𝐴,𝑦𝐴, 𝑡 + 𝑡2) ]
b =
[ 𝑢 (𝑥𝐵,𝑦𝐵 , 𝑡 + 𝑡1)
𝑢 (𝑥𝐵,𝑦𝐵 , 𝑡 + 𝑡1 + 𝑑𝑡)
𝑢 (𝑥𝐵 , 𝑦𝐵 , 𝑡 + 𝑡2 − 𝑑𝑡)
𝑢 (𝑥𝐵,𝑦𝐵 , 𝑡 + 𝑡2) ]
(1)
Similarity dengan nilai mendekati 1 adalah segmen tras seismik yang
mengidentifikasi gelombang dengan kemiripan identik dan similarity dengan nilai
mendekati 0 mengartikan tidak ada kemiripan segmen tras seismik (Tingdahl dan
Rooij, 2005).
2.11 Curvature
Curvature adalah sifat dua dimensi dari suatu kurva yang
menggambarkan bagaimana kelengkungan kurva di titik tertentuk pada kurva.
curvature adalah kebalikan dari radius of curvature. Dari hubungan sederhana
tersebut maka dapat terlihat radius of curvature yang lebih kecil, semakin
lengkung kurva dan karenanya semakin besar kelengkungan. Jika kita
mempertimbangkan kasus pembatas di mana jari-jari kelengkungan tidak
terbatas, maka secara lokal lingkaran akan mendekati garis lurus dan karenanya
memiliki kelengkungan nol. Secara teoritis, curvature menjelaskan seberapa
lengkung sebuah kurva pada suatu titik terhadap bidang datar dari kurva
tersebut.
𝐾 = 𝑑𝜔
𝑑𝑆 =
2𝜋
2𝜋𝑅 =
1
𝑅
Atribut curvature mengukur seberapa lengkung struktur patahan dan
lipatan mengalami kelengkungan tertentu, berdasarkan turunan kemiringan
struktur. Struktur curvature biasa digunakan untuk memahami struktur dengan
kompleks (patahan dan rekahan) dan memperhatikan footwall dan hangingwall
pada setiap patahan. Curvature adalah kebalikan jari-jari sebuah lingkaran yang
menyentuh sebuah bidang atau garis. Sifat atribut curvature sensitive terhadap
perubahan sudut sehingga jika sebuah struktur mengalami deformasi akan
Page 36
21
memiliki perubahan sudut kelengkungan besar sehingga dapat dihitung nilai
curvature. Semakin melengkung sebuah garis semakin besar nilai curvature dan
sebaliknya.
Gambar 7 Atribut curvature
Sebuah garis yang datar memiliki curvature nol, jika melengkung ke arah yang
sebaliknya maka curvature akan bernilai negatif. Pada gambar 8 tanda panah
mewakili vektor-vektor normal ke permukaan. Vektor-vektor paralel pada
permukaan datar dan penunjaman planar, curvature nol. Apabila vektor-vektor
menyimpang di atas antiklin, curvature di definisikan sebagai positif, apabila
vektor-vektor berpusat diatas sinklin maka didefiniskan sebagai curavature
negative. Ada variabilitas potensial pada curvature, tergantung pada orientasi
penampang, yang mengharuskan definisi curvature yang eksplisit untuk
permukaan tiga dimensi (Nielsen 1920; Marcus 1932).
2.12 Log Gamma Ray
Log Gamma Ray (GR) mengukur nilai radioaktivitas alami dalam formasi
dan digunakan untuk mengidentifikasi litologi dan untuk korelasi zona.
Batupasir dan karbonat bebas serpih memiliki konsentrasi radioaktif yang
rendah sehingga nilai bacaan sinar Gamma Ray yang rendah. Nilai Gamma Ray
meningkat seiring meningkatnya konsentrasi bahan radioaktif dalam serpih. Log
spectral Gamma Ray tidak hanya merekam nilai emisi Gamma Ray dari setiap
formasi namun juga energi masing-masing, kemudian informasi diproses menjadi
kurva yang mewakili jumlah thorium (Th), kalium (K), dan uranium (U) hadir
dalam formasi. Jika suatu zona memiliki kandungan kalium tinggi ditambah
dengan respons log Gamma Ray yang tinggi, zona tersebut mungkin tidak serpih.
Sebaliknya, itu bisa berupa batu pasir feldspathic, glauconitic, atau micaceous.
Batu serpih lebih radioaktif dari batupasir atau karbonat, log Gamma Ray dapat
digunakan untuk menghitung volume serpih di pori reservoir. Volume serpih yang
Page 37
22
dinyatakan sebagai fraksi atau persentase desimal disebut Vshale. Perhitungan
indeks sinar gamma adalah langkah pertama yang diperlukan untuk menentukan
volume serpih dari log Gamma Ray:
IGR =GRlog−GRmin
GRmax−GRmin (2)
di mana IGR adalah indeks Gamma Ray, GRlog adalah nilai bacaan gammar ray
formasi, GRmin adalah nilai Gamma Ray minimum (clean sand atau carbonate) dan
GRmax adalah nilai gamma ray maksimum (shale).
Respon dari log Gamma Ray normal terdiri dari gabungan radiasi dari
uranium, thorium, potasium, dan sejumlah unsur dari peluruhan radioaktif.
Karena unsur-unsur radioaktif yang berbeda ini memancarkan sinar gamma
pada tingkat energi yang berbeda, radiasi yang disumbangkan oleh masing-
masing unsur dapat dianalisis secara terpisah. Kalium (kalium 40) memiliki
energi tunggal 1,46 MeV (juta elektron volt). Seri thorium dan uranium
memancarkan radiasi pada berbagai energi; Namun, masing-masing memiliki
energi yang menonjol di 2,614 MeV (thorium) dan 1,764 MeV (uranium). Log
spektral Gamma Ray digunakan untuk menentukan volume serpih, dalam
reservoir batupasir yang mengandung mineral mineral uranium, feldspar kalium,
micas atau glauconite, membedakan reservoir radioaktif dari shale, evaluasi
source rock, evaluasi deposit kalium, korelasi kondisi geologi, menentukan jenis
clay, deteksi rekahan dan memisakan jenis batuan pada batuan dasar kristalin
(Asquith dan Daniel, 2004).
2.13 Log Density
Log densitas adalah pengukuran sifat fisik densitas pada suatu formasi
batuan. Densitas diukur dalam gram per sentimer kubik g/cm3 atau Kg/m3 atau
Mg/m3 dan ditandai dengan huruf yunani ρ (rho). Nilai densitas dipisahkan
menjadi dua yaitu densitas bulk (ρb atau RHOB) dan densitas matriks (ρma).
Densitas bulk adalah densitas seluruh formasi baik yang padat dan fluida,
denistas matriks adalah densitas kerangka pada batuan. Log densitas dapat
digunakan untuk mengidentifikasi mineral evaporate, medeteksi zona gas-
bearing, menentukan densitas hidrokarbon, mengevaluasi batu pasir serpih dan
litologi kompleks. Densitas bulk formasi (ρb) adalah fungsi dari kerapatan
matriks, porositas, dan densitas fluida dalam pori-pori (saltwater mud, freshwater
mud, atau hydrocarbons). Untuk menentukan densitas maka dapat dilakukan
dengan perhitungan dengan mengetahui kepadatan matriks (Tabel 1) dan jenis
fluida dalam formasi. Persamaan untuk menghitung densitas adalah:
Page 38
23
ϕD =ρma−ρb
ρma−ρfl (3)
di mana ϕD adalah ensitas turunan porositas, ρma adalah densitas matriks, ρb
adalah densitas bulk formasi dan ρfl adalah densitas fluida.
Tabel 1 Densitas Matriks Dan Efek Fotolistrik 𝜌𝑒 Dari Litologi Secara Umum (Courtesy
Halliburton, 1991)
Litologi / Fluida ρma atau ρfl
g/cm3 [Kg/m3] ρe
Sandstone 2.644 [2644] 1.81
Limestone 2.710 [2710] 5.08
Dolomite 2.877 [2877] 3.14
Anhydrite 2.960 [2960] 5.05
Salt 2.040 [2040] 4.65
Fresh water 1.0 [1000]
Salt water 1.15 [1150]
Barite (mud additive) 267
2.14 Log Neutron Porosity
Log Neutron adalah log porositas yang mengukur konsentrasi hidrogen
dalam suatu formasi. Dalam formasi yang memiliki radioaktivitas sangat kecil di
mana pori batuan diisi oleh fluida hidrokarbon, log neutron mengukur porositas
yang diisi oleh fluida (φN, PHIN, atau NPHI). Respon log neutron bervariasi
tergantung pada perbedaan dalam jenis detekor dan apa yang di deteksi (sinar
gamma atau energi neutron lain), jarak antara sumber dan detector dan litologi.
Apabila pori batuan memiliki kandungan gas lebih tinggi daripada minyak dan
air, nilai porositas yang terukur akan lebih kecil dari porositas formasi
sebenarnya. Hal ini dikarenakan gas memiliki konsentrasi yang lebih rendah
daripada minyak atau air. Konsentrasi porositas yang lebih rendah tidak
diperhitungkan oleh perangkat lunak pengolah dari alat logging, dan dengan
demikian ditafsirkan sebagai porositas rendah. Penurunan porositas neutron
dengan keberadaan gas disebut gas effected (Asquith dan Daniel, 2004).
Prinsip kerja pada jenis log ini adalah atom hidrogen dipancarkan
kedalam sumur eksplorasi akan menembakan partikel inti atom di sekitar lubang
bor kemudian partikel tersebut akan mengalami beberapa fenomena seperti:
a. Tumbukan elastis
Partikel inti atom terpental setelah tumbukan dengan inti atom formasi
tanpa terjadi apa-apa.
Page 39
24
b. Tumbukan inelastis
Sebagian tenaga dari dari partikel neutron diberikan kepada inti
atom.karena tambahan tenaga kinetik tersebut, inti atom dapat pindah ke tingkat
tenaga atom yang lebih tinggi, kemudian melapuk dengan melepaskan kelebihan
tenaganya berupa sinar gamma.
c. Tangkapan neutron
Inti atom menyerap seluruh tenaga neutron, berpindah ke tingkat energi
yang lebih tinggi karena tambahan tenaga kinetik dari neutron, kemudian
melapuk dengan memancarkan sinar gamma.
Kombinasi pengukuran log neutron dan log densitas merupakan
kombinasi log yang paling sering digunakan. Kombinasi log densitas-neutron
terdiri dari kurva neutron-porositas (NPHI) dan densitas-porositas (DPHI) yang
ditampilkan dalam tampilan log bersama dengan log Gamma Ray digunakan
untuk menentukan litologi formasi dan memprediksi porositas. Crossover log
neutron dan log densitas pada kurva dapat mengidentifikasi gas. Gas dalam pori-
pori batuan menyebabkan porositas densitas terlalu tinggi dan (gas memiliki
kerapatan lebih rendah disbanding minyak atau air) dan menyebabkan porositas
neutron terlalu rendah (ada konsentrasi atom hidrogen yang lebih rendah dalam
gas daripada dalam minyak atau air) (Asquith dan Daniel, 2004).
Tabel 2 Estimasi Litologi Formasi Menggunakan Kombinasi Neutron Porisitas Dan
Densitas (Campaign, W. J., Personal Communication) Neutron Dan Densitas Di Terapkan
Pada Limestone; Formasi Berisi Air Atau Minyak.
Litologi ϕN dan ϕD ρe
Sandstone Crossover neutron-densitas (ϕN > ϕD) dari 6
hingga 8 unit porositas
Lebih dari 2
Limestone Overlay kurva neutron dan densitas (ϕN ~ ϕD) Sekitar 5
Dolomite Pemisahan neutron-densitas (ϕN < ϕD) dari 12
hingga 14 unit porositas
Sekitar 3
Anhydrite Neuton porosity lebih besar dari densitas (ϕN >
ϕD) sebesar 14 unit atau lebih ϕN ~ nol
Sekitar 5
Salt Neutron porosity kurang dari nol. Densitas 40
atau lebih. Perhatikan washed out zone (Nilai
capiler tinggi) dan data densitas buruk
4.7
Page 40
25
Gambar 8 Contoh Respons Umum Litologi Terhadap Log Neutron Dan Densitas,
Digunakan Sebagai Teknik Memprediksi Cepat Litologi. Gamma Ray (GR) Dan
Photoelectric Effect (PEF) Disediakan Untuk Informasi Tambahan.
2.15 Log Resistivitas
Log Resistivitas memanfaatkan sifat kelistrikan suatu batuan sehingga
data yang di peroleh berupa hambatan jenis litologi formasi yang terisi
hidrokarbon. Suatu formasi yang permeable rata-rata memiliki nilai resistivitas
antara 0,2 - 1000 Ohm Meter. Tujuan log resistivitas adalah melihat saturasi air
yang terjadi pada suatu formasi ketika terhadap fluida hidrokarbon dan juuga
dapat mengetahui kontak hidrokarbon dengan air atau yang biasa disebut
dengan Hidrokarbon Water contact. Semakin tinggi saturasi air maka resistivity
akan semakin rendah. Prediksi Water Saturation dari Resistivity log dapat
dilakukan dengan berbagai algoritma diantaranya Persamaan Archie berikut:
𝑆𝑊𝑛 =𝐹.𝑅𝑤
𝑅𝑡=
𝑅𝑜
𝑅𝑡 (4)
Di mana Sw adalah saturasi air, a adalah konstanta, F adalah porositas,
Rw adalah Formasi Kandungan Air, Rt adalah Resistivitas Formasi, m adalah
Page 41
26
Faktor Sementasi Batuan, dan n adalah konstanta tertentu yang sesuai dengan
kondisi sumur (Harsono, 1997).
Log resistivitas mengeluarkan arus di dalam formasi yang berada di
sekitarnya dan mengukur respon formasi terhadap arus tersebut. Arus dapat
diproduksi dan diukur dengan salah satu dari dua metode. Alat elektroda (
disebut juga perangkat galvanik atau, untuk versi yang tersedia saat ini, laterolog)
memiliki elektroda pada permukaan alat untuk memancarkan arus dan
mengukur resistivitas formasi. Alat induksi menggunakan gulungan untuk
menginduksi arus dan mengukur konduktivitas formasi. Log resistivitas
digunakan untuk menentukan zona hidrokabon versus zona air, menentukan
zona permabel dan menentukan porositas saat tidak ada pengukuran porositas
yang tersedia. Resistivitas formasi dapat diukur den gan log induksi atau laterolig,
dimana log induksi diterapkan pada pengobaran dengan fluida udara adalah
udara, lumpur air tawar atau lumpur minyak. Sedangkan laterolog diterapkan
dalam lumpur pengeboran air asin (Asquith dan Daniel, 2004).
2.16 Log Sonic
Log sonic adalah log yang mengukur waktu transit interval (,t, delta t, atau
DT) dari gelombang suara kompresional yang bergerak melalui formasi di
sepanjang sumbu lubang bor. Perangkat log sonik terdiri dari satu atau lebih
pemancar ultrasonik dan dua atau lebih penerima. Log sonik modern adalah
perangkat yang dikompensasikan dengan borehole (BHC). Perangkat ini
dirancang untuk sangat mengurangi efek palsu variasi ukuran lubang bor serta
kesalahan karena kemiringan alat sehubungan dengan sumbu lubang bor
dengan rata-rata sinyal dari pemancar-penerima yang berbeda (Kobesh dan
Blizard, 1959).
Log sonic digunakan untuk mendapatkan harga porositas batuan
sebagaimana pada log density dan log neutron. Log sonik menggambarkan waktu
kecepatan suara yang dikirimkan/dipancarkan ke dalam formasi hingga
ditangkap kembali oleh receiver. Kecepatan suara melalui formasi batuan
tergantung pada matriks batuan serta distribusi porositasnya. Prinsip kerja dari
metode ini yaitu pada formasi homogen, gelombang yang dipancarkan dari
pemancar akan menyebar dengan cepat melalui lumpur, tergantung dari pada
sudut pancarnya. Sebagian gelombang akan dibelokkan atau dipantulkan,
sebagian lagi akan menyebar sebagai geombang mampat sebagian lagi akan
merambat sebagai gelombang sekunder sepanjang dinding sumur. Objektif dari
alat sonik adalah untuk mengukur waktu rambatan gelombang suara melalui
formasi pada jarak tertentu. Untuk menghitung porositas sonic dari pembacaan
log Δt harus terdapat hubungan antara transit time dengan porositas. Wyllie
Page 42
27
mengajukan persamaan waktu rata-rata yang merupakan hubungan linier antara
waktu dan porositas. Persamaan tersebut dapat dilihat dibawah ini:
𝜑𝑆 =∆𝑡𝑙𝑜𝑔−∆𝑡𝑚𝑎
∆𝑡𝑓−∆𝑡𝑚𝑎 (5)
Di mana ∆𝑡𝑙𝑜𝑔 adalah transite time yang dibaca dari log (μsec/ft), ∆𝑡𝑓 adalah
transite time fluida (189 μsec/ft untuk air dengan kecepatan 5300 ft/sec), ∆𝑡𝑚𝑎
adalah ttransite time matrik batuan (μsec/ft) dan 𝜑𝑆 adalah porositas dari sonic
log, fraksi.
2.17 Shale Gouge Ratio
Asumsi utama adalah material pasir dan lempung tergabung kedalam
zona (gouge) sesar dengan proporsi yang sama (rasio) sebagaimana terdapat
dalam batuan dinding (wall rocks) pada interval slipnya. Algoritma dasarnya
menggunakan definisi ‘window’ sebagai throw-nya. Shale Gouge Ratio (SGR)
adalah prediktor dari komposisi zona sesar, nilai SGR yang tinggi diharapkan
berhubungan dengan pilosilikat yang banyak dalam zona sesar, kemudian nilai
tekanan kapiler yang tinggi dan permeabilitas yang rendah. Perhitungan SGR
memerlukan input dari kandungan pilosilikat (Vsh atau Vclay) untuk lapisan
atau interval yang tersesarkan. Untuk perhitungan nilai SGR, terlebih dahulu
dilakukan perhitungan V- shale atau V-clay pada masing-masing log sumur.
Nilai V- shale dapat dihitung menggunakan persamaan di bawah ini:
𝑉𝑠ℎ𝑎𝑙𝑒 =
𝐺𝑎𝑚𝑚𝑎 𝑅𝑎𝑦𝑙𝑜𝑔 − 𝐺𝑎𝑚𝑚𝑎 𝑅𝑎𝑦𝑀𝑖𝑛
𝐺𝑎𝑚𝑚𝑎 𝑅𝑎𝑦𝑀𝑎𝑥 − 𝐺𝑎𝑚𝑚𝑎 𝑅𝑎𝑦𝑀𝑖𝑛
(6)
Setelah itu dapat dihitung Shale Gouge Ratio dengan menggunakan persamaan:
𝑆𝐺𝑅 = Σ(𝑉𝑠ℎ ∆𝑍) ∕ 𝑇ℎ𝑟𝑜𝑤 (7)
Perhitungan SGR yang lebih besar dari 20% dinyatakan bahwa zona sesar
tersebut menjadi zona sekatan fluida (sealing fault). Sedangkan perhitungan nilai
SGR yang kurang dari 20% menyatakan bahwa zona tersebut merupakan zona
leaking di mana pada zona tersebut dapat mengalirkan fluida (Yielding et al,
1997).
Page 43
28
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Pengolahan data dilakukan di Labolatorium Jurusan Teknik Kebumian,
Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Jambi. Penelitian ini dilakukan pada
Agustus 2020 – Maret 2021. Adapun rincian kegiatan dan waktu pelaksanan
ditampilkan dalam Tabel 3.
Tabel 3 Rincian Kegiatan dan Waktu Pelaksanaan
No Kegiatan Waktu (Bulan Ke-)
Jul - Sep Okt - Des Jan- Mar
1 Studi Literatur
2 Penyusunan Proposal
3 Penelitian di Laboratorium
Teknik Kebumian
4 Analisis Hasil
5 Laporan Akhir
3.2 Alat dan Data yang Digunakan
Alat dan Perangkat Lunak
Pada penelitian ini dibutuhkan peralatan yang digunakan pada saat
pengolahan data. Adapun alat yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Alat dan Perangkat Lunak
Nama Alat Kegunaan
Komputer Tempat aplikasi pengolahan data
Microsoft office word Penyusunan laporan
Microsoft office excel Perhitungan shale gouge ratio
Software OpendTecet Picking sesar dan aplikasi atribut
Data Penelitian
Data Seismik. Penulis menggunakan data seismik Post Stacking Time
Migration F3 North Sea Netherlands dengan inline jumlah 650 yaitu 100-750 dan
crossline jumlah 950 yaitu 300-1250. Interval pencuplikan sample (sample rate)
4 ms dalam format SEG-Y. Data menggunakan open source F3 Demo 2020
diunduh di dgbes.com pada tanggal 15 juli 2020.
Page 44
29
Data Sumur. Data sumur yang digunakan berjumlah dua data sumur
terdiri dari sumur F03-4 dan F06-1. Setiap data sumur memiliki log Gamma Ray,
log density, log porosity dan log sonik. Data menggunakan open source F3 Demo
2020 diunduh di dgbes.com pada tanggal 15 juli 2020.
Gambar 9. Rawdata
3.2 Metode Penelitian
Metode pada penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahapan seperti
studi litelatur, pengumpulan dan pengolahan data.
Studi Literatur
Peneliti melakukan kajian pustaka mengenai penelitian terkait seperti
geologi daerah penelitian, metodologi, cara pengolahan data serta ouput yang
diharapkan. Hal ini memberikan informasi dan gambaran luaran yang
diharapkan oleh peneliti, studi literatur memberikan pengetahuan yang lebih
dalam dan kompleks agar tidak ambigu dalam melakukan interpretasi hasil.
Pengumpulan Data
Metode penelitian dan data yang digunakan adalah seismik Post Stacking
Time Migration F3 North Sea Netherlands dengan inline jumlah 650 yaitu 100-750
dan crossline jumlah 950 yaitu 300-1250. Interval pencuplikan sampel (sample
rate) 4 ms dalam format SEG-Y dan data sumur yang terdiri dari sumur F03-4
dan F06-1. Setiap data sumur memiliki log Gamma Ray, log density, dan log
porosity.
Pengolahan data
Pada penelitian ini penulis melakukan pengolahan data seismik dengan
melakukan interpretasi sesar menggunakan perangkat lunak OpendTect untuk
mendapatkan struktur sesar. Data seismik kemudian dikalkulasikan dengan
menggunakan atribut dekomposisi spektral untuk mendapatkan sesar pada
lapisan bawah permukaan dan atribut curvature untuk memperlihatkan
kemenerusan sesar sealing dan leaking. Data sumur di lakukan analisa kualitatif
data log sumur kemudian analisa kuantitafif untuk memperoleh nilai volume
shale lalu dilakukan perhitungan Shale Gouge Ratio (SGR) untuk mengidentifikasi
Page 45
30
sesar sealing dan leaking berdasarkan nilai kandungan shale. Sesar yang
memiliki Nilai SGR 20% menunjukkan bahwa daerah tersebut dapat fluida.
Interpretasi Data
Pada tahap interpretasi data output yang dihasilkan merupakan peta
penampang struktur sesar bawah permukaan dan nilai shale gouge ratio pada
Gambar 10 Alur Kerja Penelitian
Data Seismik
Mulai
Input Data
Data Sumur
Peta Sayatan
Waktu Similarity
Identifikasi Keberadaan
Sesar
Analisa Kualitatif
Perhitungan VShale Identifikasi Sesar Sealing dan
Sesar Leaking
Perhitungan Shale Gouge
Ratio (SGR)
Picking Fault
Similarity Curvature
Most Positif Curvature
Peta Sayatan Waktu
Positif dan Negatif
Curvature
Selesai
Interpretasi Sesar
berdasarkan nilai
similarity
Fault Body Pada
Penampang
Seismik
Most Negatif
Curvature Interpretasi
Keberadaan Sesar
Page 46
31
lapangan minyak dan gas bumi F3 North Sea Netherlands. Penampang struktur
sesar bawah permukaan diperoleh dari spektral menggambarkan data seismik
berdasarkan frekuensi, sedangkan berdasarkan curvature menggambarkan
berdasarkan nilai kelengkungan dan SGR berdasarkan nilai volume serpih
sehingga memberikan informasi mengenai sesar yang berperan sebagai sealing
hidrokarbon dan sesar yang berperan sebagai leaking hidrokarbon atau disebut
juga jalur migrasi. Berdasarkan informasi sesar tersebut maka dapat diktahui
pengaruhnya terhadap reservoir pada lapangan F3 North Sea Netherlands.
Page 47
32
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada penerapan atribut similarity dan curvature pada sayatan waktu Z=
400 ms, Z= 1700 ms dan Z= 1800 ms. Penerapan pada ketiga sayatan waktu ini
dilakukan karena keberadaan sesar/ patahan pada studi literatur pada Lapangan
F3 Netherlands oleh Jager dan Geluk menyatakan keterdapatan patahan-patahan
pada Lapangan F3 disebabkan adanya kompresi dan intrusi kubah garam pada
Formasi Zechstein yang menyebabkan lapisan di sekitarnya mengalami patah.
Pada sayatan waktu Z= 1700 ms dan Z= 1800 ms berada tepat pada Top Zechstein
hingga Base Lower Createceous. Sayatan waktu Z= 400 ms berada pada patahan
besar yang mengalami patah dari Upper Pliocene pada Top Zechstein. Sehingga
untuk melihat kemenerusannya dilakukan sayatan pada Upper Pliocene dimana
merupakan batas lapisan tersebut terpatahkan.
4.1 Identifikasi Sesar Hasil Atribut Similarity
Atribut similarity menggunakan teknik korelasi silang, kemiripan dan
pengukuran setelah menganalisis kemiringan dan azimuth tras segmen seismik
untuk mengidentifikasi gelombang amplitudo tidak identik dan gelombang
amplitudo identik.
Gambar 11. Tampilan 3D Seismik Sayatan Z = 400 ms
Pada Gambar 11 memperlihatkan tampilan seismik 3D yang
memperlihatkan sayatan waktu Z= 400 ms secara lateral yang ditandai dengan
tanda panah berwarna merah. Sayatan waktu Z= 400 ms ini dilewati oleh patahan
berwarna hijau sehingga penerapan atribut similarity dilakukan pada sayatan
waktu Z=400 ms untuk mendeteksi kemenerusan patahan. Penerapan atribut
similarity pada sayatan waktu Z= 400 ms pada Gambar 12 berada pada Upper
Pliocene yang merupakan batas akhir patahan yang dimulai dari Top Zechstein.
Page 48
33
Gambar 12. Peta Sayatan Waktu Similarity Z=400 ms
Berdasarkan pada Gambar 12 memperlihatkan respon atribut similarity
pada sayatan waktu Z = 400 ms dari hasil penerapan atribut similarity. Nilai
similarity tinggi mendekati 1 adalah tras segmen seismik yang
mengidentifikasikan gelombang dengan amplitudo identik dan nilai similarity
lebih rendah hingga mendekati nol menghasilkan gelombang yang tidak identik.
Respon nilai gelombang tras segmen seismik yang berbeda diakibatkan adanya
perbedaan kemiringan dan azimuth yang dapat diidentifikasi bahwa terdapat blok
lapisan yang mengalami deformasi atau perubahan struktur yang kemudian
dapat diinterpretasi sebagai patahan naik atau turun. Pada sayatan waktu Z =
400 ms dari penerapan atribut similarity, nilai maksimum similarity 0,94 dan nilai
similarity minimum 0,77 ditunjukkan oleh tanda panah warna merah yang
memperlihatkan bahwa terdapat lapisan yang mengalami deformasi dan
kemudian dapat diidentifikasi sebagai patahan.
Pada Gambar 13 memperlihatkan tampilan seismik 3D yang
memperlihatkan sayatan waktu Z= 1700ms secara lateral yang ditandai dengan
tanda panah berwarna merah. Sayatan waktu Z= 1700ms ini dilewati oleh
patahan-patahan berwarna sehingga penerapan atribut similarity dilakukan pada
sayatan waktu Z=1700ms untuk mendeteksi kemenerusan patahan yang berada
Page 49
34
pada Top Zechstein hingga Base Lower Createceous di mana patahan-patahan ini
merupakan hasil kompresi dan intrusi kubah garam.
Gambar 13. Tampilan 3D Seismik Sayatan Z = 1700 ms
Gambar 14. Peta Sayatan Waktu Similarity Z= 1700 ms
Berdasarkan Gambar 14 pada peta sayatan waktu Z = 1700 ms memiliki
nilai maksimum similarity 0,97 dan memperlihatkan beberapa beberapa lapisan
mengalami deformasi dengan nilai similarity 0,66 yang ditunjukkan oleh tanda
Page 50
35
panah berwarna biru yang memperlihatkan lebih detail dari tras segmen seismik
dengan gelombang amplitudo yang berbeda yang dapat diidentifikasi sebagai
patahan beruntun. Sedangkan pada blok similarity yang tidak ditunjukkan
dengan tanda panah berwarna kuning memperlihatkan adanya perbedaan tras
segmen seismik tidak identik dengan luasan yang besar yang dapat
diinterpretasikan bahwa blok lapisan tersebut merupakan lapisan yang berbeda
dari sekitarnya dan mengalami deformasi dalam skala luas atau dapat
diinterpretasikan sebagai intrusi.
Pada Gambar 15 memperlihatkan tampilan seismik 3D yang
memperlihatkan sayatan waktu Z= 1800 ms secara lateral yang ditandai dengan
tanda panah berwarna merah. Sayatan waktu Z= 1800 ms ini dilewati oleh
patahan-patahan yang ditunjukkan oleh beberapa warna yang merupakan hasil
picking. Penerapan atribut similarity dilakukan pada sayatan waktu Z=1800 ms
untuk mendeteksi kemenerusan patahan yang berada pada Top Zechstein hingga
Base Lower Createceous untuk melihat kemenerusan lebih panjang dari hasil
sayatan Z= 1700 ms.
Gambar 15. Tampilan 3D Seismik Sayatan Z = 1800 ms
Deformasi ataupun patahan yang teridentifikasi pada sayatan waktu Z =
1700 ms dapat dilihat trend-nya bertambah dan lebih detail pada sayatan waktu
Z = 1800 ms dengan nilai maksimum similarity yang sama yakni nilai maksimum
0,97 dan minimum 0,66. Adanya penambahan panjang trend diakibatkan
gelombang amplitudo masih teridentifikasi tidak identik pada sayatan waktu Z =
1800 ms yang ditunjukkan oleh tanda panah berwarna ungu dan kuning. Pada
gelombang tidak identik yang ditunjukkan oleh panah berwarna ungu yang
Page 51
36
terlihat pada Gambar 16 dengan trend yang lebih tipis dan memanjang
diinterpretasikan sebagai patahan, sedangkan untuk gelombang tidak identik
yang ditunjukkan oleh panah berwarna kuning merupakan blok lapisan dalam
skala luas yang merupakan lapisan yang berbeda dari sekitarnya dan dapat
diinterpretasikan sebagai intrusi. Intrusi ini terlihat juga pada sayatan waktu Z =
1700 ms. Apabila ditinjau berdasarkan geologi regional maka blok tersebut
merupakan intrusi kubah garam pada Formasi Zechstein yang menyebabkan
terbentuknya patahan-patahan disekitar zona intrusi.
Gambar 16. Peta sayatan Waktu Similarity Z= 1800 ms
4.2 Identifikasi Sesar Hasil Atribut Curvature
Atribut curvature mengukur seberapa lengkung struktur mengalami
deformasi baik patahan, lipatan atau bentuk deformasi lainnya yang mengalami
kelengkungan tertentu, berdasarkan turunan kemiringan sturktur. Most positive
dan most negative curvature berasal dari semua curvature normal untuk
melakukan kalkulasi nilai positive curvature dan negative curvature. Dikarenakan
positive curvature cenderung mendefinisikan antiklin dan negative curvature
mendefiniskan siklin, blok patahan yang naik dan turun dapat dibedakan dengan
melihat struktur simetris dari struktur yang asimetris.
Atribut curvature mengukur kelengkungan dengan input data seismik, di
mana gelombang seismik yang menyentuh bidang batas akan terpantulkan.
Page 52
37
Penerapan atribut dapat ditampilkan dalam bentuk sayatan waktu di mana pada
tampilan seismik 3D Gambar 17, Sayatan waktu Z= 400 ms ini dilewati oleh
patahan berwarna hijau sehingga penerapan atribut curvature dilakukan pada
sayatan waktu Z= 400 ms untuk mendeteksi kelengkungan pada struktur untuk
mempermudah interpretasi kemenerusan patahan.
Gambar 17. Tampilan 3D Seismik Sayatan Z = 400 ms
Gambar 18. Peta Sayatan Waktu Most Positive Curvature Z= 400 ms
Page 53
38
Penerapan sayatan waktu similarity pada Gambar 18 memperlihatkan
positive curvature yang ditampilkan pada sayatan waktu Z = 400ms di mana
tanda panah berwarna hitam menunjukkan maksimum most positive curvature
bernilai 0,00067. Sebaran nilai kelengkungan yang tinggi menunjukkan adanya
perbedaan kuat kerimingan struktur dengan lapisan di sekitarnya yang
mengindikasikan terjadinya deformasi penyebab berubahnya sudut kemiringan.
Pada sayatan waktu Z= 400 ms terdapat sebaran kelengkungan tinggi yang
ditunjukkan oleh panah-panah berwarna hitam di mana nilai most positive
curvature ini mengindentifikasikan adanya blok yang mengalami patahan.
Pada Gambar 19 memperlihatkan tampilan seismik 3D yang
memperlihatkan sayatan waktu Z= 1700ms secara lateral yang ditandai dengan
tanda panah berwarna merah. Sayatan waktu Z= 1700 ms ini dilewati oleh
patahan-patahan yang ditunjukkan oleh hasil picking berwarna. Penerapan
atribut curvature dilakukan pada sayatan waktu Z=1700 ms untuk mendeteksi
kemenerusan patahan yang berada pada Top Zechstein hingga Base Lower
Createceous di mana patahan-patahan ini merupakan hasil kompresi dan intrusi
kubah garam.
Gambar 19. Tampilan 3D Seismik Sayatan Z = 1700 ms
Struktur geologi sering menunjukkan kelengkungan dengan panjang
gelombang berbeda, dan kelengkungan yang memiliki panjang gelombang
berbeda dapat memberikan perspektif yang berbeda dari geologi yang sebenarnya
sama. Terlihat pada Gambar 20 peta sayatan waktu most positive curvature Z=
1700 ms. Nilai most positive curvature tinggi memperlihatkan panjang gelombang
pendek yang kemudian dapat dilihat bahwa kelengkungan maksimum dengan
nilai 0,00 dengan gelombang pendek ini memiliki deliniasi dengan nilai
Page 54
39
kelengkungan berbeda. Perbedaan nilai kelengkungan ini akan memberikan
perspektif bahwa deformasi yang ditunjukkan oleh panah berwarna hitam
merupakan struktur yang mengalami deformasi berbeda karena memiliki nilai
kelengkungan berbeda. Namun pada analisisnya deformasi tersebut dapat
diindentifikasi sebagai struktur geologi yang sama yakni patahan, namun
memiliki kelengkungan berbeda akibat dari perbedaan sudut kemiringan.
Gambar 20. Peta Sayatan Waktu Most Positive Curvature Z= 17000 ms
Gambar 21. Tampilan 3D Seismik Sayatan Z = 1800 ms
Page 55
40
Tampilan 3D seismik sayatan Z= 1800ms pada Gambar 21
merupakan tampilan sayatan waktu yang akan menjadi input untuk penerapan
atribut curvature. Sayatan waktu Z= 1800ms ini dilewati oleh patahan-patahan
yang ditunjukkan oleh beberapa warna yang merupakan hasil picking. Penerapan
atribut curvature dilakukan pada sayatan waktu Z=1800ms untuk mendeteksi
kemenerusan patahan yang berada pada Top Zechstein hingga Base Lower
Createceous untuk melihat kemenerusan lebih panjang dari hasil sayatan Z=
1700ms.
Gambar 22. Peta Sayatan Waktu Most Positif Curvature Z= 1800 ms
Peta sayatan waktu Z= 1800 ms pada Gambar 22 memperlihatkan
bertambahnya trend most positive curvature tinggi mengindikasikan adanya blok
patahan yang turun yang dapat diidentifikasi beberapa patahan yang terdeteksi
yang ditunjukkan oleh panah berwarna hitam. Most positive curvature tinggi ini
mengindikasikan adanya blok yang mengalami patahan turun. Sama halnya
dengan atribut similarity, pada atribut curvature ini dapat terlihat bahwa terdapat
blok yang memiliki nilai kelengkungan berbeda dari sekitarnya yang
memperlihatkan intrusi dari kubah garam pada formasi Zechstein. Sedangkan
sebaran nilai kelengkungan tinggi yang terdapat pada peta sayatan waktu Z= 400
ms, 1700 ms dan 1800 ms yang tidak ditandai dengan tanda panah
menggambarkan rekahan yang tidak terlokalisasi yang dapat diakibatkan oleh
patahan di sekitarnya ataupun depresi akibat perubahan diagenesis.
Page 56
41
Atribut curvature diukur berdasarkan gelombang seismik yang menyentuh
bidang batas, di mana apabila terjadi perbedaan kelengkungan maka gelombang
seismik yang terpantulkan oleh bidang batas akan memiliki pantulan berbeda.
Atribut curvature mengukur kelengkungan atau kemiringan sebuah struktur.
Penerapan atribut most positive curvature dan most negative curvature untuk
melihat apakah patahan tersebut naik atau turun. Ketika kemiringan bertambah
namun berarah permukaan maka lapisan yang bergerak atau mengalami
kelengkungan bergerak ke atas menjauhi bidang yang diasumsikan datar. Maka
penerapan metode atribut most positive curvature dapat memperlihatkan patahan
naik.
Penerapan atribut most negative curvature untuk mendeteksi kemiringan
dimana apabila kemiringan atau kelengkungan bergerak berarah menjauhi
surface maka lapian yang bergerak mengalami kelengkungan di bawah bidang
yang diasumsikan datar. Penerapan most negative curvature dilakukan pada
sayatan waktu yang sama dengan penerapan atribut most positive curvature,
yakni Z= 400 ms, Z= 1700 ms dan Z= 1800 ms. Pada atribut curvature most
negative curvature yang dilakukan sayatan pada waktu yang sama dengan most
positive curvature yakni Z= 400 ms merupakan input dari tampilan 3D seismik
yang menunjukkan sayatan waktu secara lateral yang ditandai dengan panah
merah pada Gambar 23.
Gambar 23. Tampilan 3D Seismik Sayatan Z = 400 ms
Hasil penerapan atribut most negative curvature sayatan waktu Z= 400 ms
memperlihatkan patahan mulai terdeteksi pada nilai kelengkungan negatif dan
nilai maksimum kelengkungan bernilai 0,00015 yang diidentifikasi sebagai
patahan naik. Nilai most negative curvature memiliki nilai maksimum yang lebih
Page 57
42
kecil dari nilai most positive curvature pada sayatan waktu yang sama yakni Z=
400 ms. Patahan yang teridentifikasi pada sayatan waktu Z= 400 ms dengan
penerapan atribut most negative curvature sudah terdeteksi sebelumnya pada
most positive curvature. Pada Gambar 24 dapat terlihat trend dari patahan berada
pada posisi yang sama yang ditunjukkan oleh panah berwarna hitam.
Berdasarkan perbedaan maksimum most positive curvature yang bernilai 0,00067
dan most negative curvature bernilai 0,00015 maka patahan pada sayatan waktu
Z= 400 ms relatif mengalami turun.
Gambar 24. Peta Sayatan Waktu Most Negatif Curvature Z= 400ms
Pada sayatan waktu Z= 1700 ms hasil penerapan atribut 1700 ms most
negative curvature merupakan input dari sayatan waktu secara lateral yang
ditunjukkan oleh tanda panah merah pada tampilan 3D seismik sayatan waktu
Z= 1700 ms Gambar 25. Penerapan atribut most negative curvature dilakukan
pada sayatan waktu yang sama dengan most positive curvature untuk dapat
mendeteksi patahan relatif naik atau turun. Pada sayatan waktu most negative
curvature Z=1700 ms dengan nilai maksimum kelengkungan 0,00037 yang
mengindikasikan adanya blok patahan relatif naik. Patahan yang terdeteksi pada
sayatan waktu Z=1700 ms tidak terdeteksi mengalami turun dikarenakan nilai
maksimum most negative curvature bernilai nol yang berarti menunjukkan zero
curvature. Zero curvature mengartikan bahwa pada lapisan tidak terdapat
kelengkungan atau dengan kata lain kelengkungan berada tepat pada bidang
datar. Pada sayatan waktu Z= 1700 ms most negative curvature mendeteksi
Page 58
43
lapisan yang mengalami deformasi berdasarkan kemiringan struktur, terlihat
pada tanda panah berwarna hitam ada beberapa struktur yang memiliki
perbedaan kelengkungan. Pada Gambar 26 yang ditunjukkan oleh tanda panah
berwarna hitam yang memiliki trend menerus merupakan patahan, namun nilai
kelengkungan yang berada pada skala blok cukup luas menunjukkan adanya
perbedaan litologi dengan sekitarnya, yang kemudian dapat diinterpretasi sebagai
intrusi.
Gambar 25. Tampilan 3D Seismik Sayatan Z = 1700ms
Gambar 26. Peta Sayatan Waktu Most Negative Curvature Z= 1700ms
Page 59
44
Pada sayatan waktu Z= 1800 ms hasil penerapan atribut 1800 ms most
negative curvature merupakan input dari sayatan waktu secara lateral yang
ditunjukkan oleh tanda panah merah pada tampilan 3D seismik sayatan waktu
Z= 1800 ms Gambar 27. Penerapan atribut most negative curvature dilakukan
pada sayatan waktu yang sama dengan most positive curvature untuk dapat
mendeteksi patahan relative naik atau turun. Penerapan sayatan waktu Z= 1800
ms untuk memperlihatkan patahan yang terdeteksi pada sayatan waktu Z= 1700
ms bertambah lebih detail panjang trendnya.
Pada sayatan waktu Z= 1800 ms most negative curvature mendeteksi
lapisan yang mengalami deformasi berdasarkan kemiringan struktur, terlihat
pada tanda panah berwarna hitam ada beberapa struktur yang memiliki
perbedaan kelengkungan. Pada Gambar 28 yang ditunjukkan oleh tanda panah
berwarna hitam yang memiliki trend menerus merupakan patahan, namun nilai
kelengkungan yang berada pada skala blok cukup luas menunjukkan adanya
perbedaan litologi dengan sekitarnya, yang kemudian dapat diinterpretasi sebagai
intrusi. Sedangkan trend kelengkungan yang tersebar menggambarkan rekahan
yang tidak terlokalisasi yang dapat diakibatkan oleh patahan di sekitarnya
ataupun depresi akibat perubahan diagenesis. Patahan yang terdeteksi pada
sayatan waktu most negative curvature Z= 1800 ms merupakan patahan dengan
nilai maksimum kelengkungan 0,00 yang mengindikasikan adanya blok patahan
pada waktu 1800 ms ini merupakan bagian patahan yang terdeteksi pada sayatan
waktu Z=1700 ms. Patahan-patahan beruntun ini tidak terdeteksi mengalami
turun dikarenakan nilai maksimum most negative curvature bernilai nol yang
berarti menunjukkan zero curvature. Zero curvature mengartikan bahwa pada
lapisan tidak terdapat kelengkungan atau dengan kata lain kelengkungan berada
tepat pada bidang datar.
Perbedaan hasil analisa hasil atribut most positive curvature dan most
negative curvature adalah untuk melihat struktur yang mengalami deformasi
mengalami kemiringan yang naik dari posisi awalnya atau turun sehingga dapat
hasil analisa menunjukkan bahwa nilai maksimum most positive curvature tinggi
mengidentifikasi struktur yang mengalami turun dan nilai most negative
curvature tinggi mengidentifikasikan adanya blok yang naik akibat adanya
patahan ataupun deformasi lainnya.
Page 60
45
Gambar 27. Tampilan 3D Seismik Sayatan Z = 1800ms
Gambar 28. Peta Sayatan Waktu Most Negatif Curvature Z= 1800ms
4.3 Analisa Kualitatif Penentuan Litologi
Analisa kualitatif dilakukan berdasarkan nilai log Gamma Ray, densitas
dan porositas pada data sumur untuk menentukan litologi shale yang nantinya
digunakan pada metode Shale Gouge Ratio (SGR). Berdasarkan display log
Gamma Ray, densitas dan porositas pada sumur F06-1 ditunjukkan oleh Gambar
29 maka dapat dilihat sensitivitas log yang digunakan, maka litologi yang
Page 61
46
memiliki respon Gamma Ray tinggi akibat terdapatnya unsur radioaktif pada
serpih, densitas rendah karena memiliki kerapatan massa matriks yang relatif
rapat dan porositas rendah dapat diinterpretasikan sebagai litologi shale.
Gambar 29. Display Log Gamma Ray, Densitas dan Porositas Sumur F06-1
Pada analisa crossplot dan cross-section Gamma Ray vs porositas dengan
colour key Gamma Ray pada Gambar 30 litologi shale merupakan zona berwarna
merah dengan melakukan cut-off nilai Gamma Ray 75 API dan nilai porositas
berada pada rentang 0,15% hingga 0,40%, sedangkan nilai densitas yang
diinterpretasikan sebagai litologi shale berada pada cut-off diatas 21.000 kg/m3
yang diperlihatkan oleh zona warna merah pada Gambar 31.
Gambar 30. Crossplot Gamma Ray Vs Densitas dengan Colour Key Gamma Ray
Page 62
47
Gambar 31. Crossplot Gamma Ray Vs Porositas dengan Colour Key Porositas
Pada display log Gamma Ray, densitas dan porositas pada sumur F03-4
ditunjukkan oleh Gambar 32 maka dapat dilihat sensitivitas log yang digunakan,
sama halnya dengan sumur F06-1, maka litologi yang memiliki respon Gamma
Ray tinggi akibat terdapatnya unsur radioaktif pada serpih, densitas rendah
karena memiliki kerapatan massa matriks yang relatif rapat dan porositas rendah
dapat diinterpretasikan sebagai litologi shale.
Gambar 32. Display Log Gamma Ray, Densitas dan Porositas Sumur F03-4
Pada analisa crossplot dan cross-section Gamma Ray vs porositas dengan
colour key Gamma Ray pada Gambar 33 litologi shale merupakan zona berwarna
merah dengan melakukan cut-off nilai Gamma Ray 70 API dan nilai porositas
Page 63
48
berada pada rentang 0,25% hingga 0,375%, sedangkan nilai densitas yang
diinterpretasikan sebagai litologi shale berada pada cut-off diatas 21.000 kg/m3
yang diperlihatkan oleh zona warna merah pada Gambar 34. Berdasarkan analisa
kualitatif display log dari kedua sumur maka litologi shale diinterpretasikan
berada pada rata-rata nilai Gamma Ray 72,5 API, nilai densitas diatas 21.000
kg/m3 dan porositas berada pada rentang 0,20% hingga 0,38%. Pada analisa
porositas terdapat porositas yang memiliki rentang yang sama namun tidak
diinterpretasi sebagai shale karena memiliki nilai Gamma Ray yang rendah.
Gambar 33. Crossplot Gamma Ray Vs Porositas dengan Colour Key Porositas
Gambar 34. Crossplot Gamma Ray Vs Densitas dengan Colour Key Densitas
4.4 Analisa Nilai Shale Gouge Ratio (SGR)
Penggunaan metode SGR dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan
perhitungan volume shale karena asumsi utama metoda SGR adalah material
pasir dan lempung tergabung ke dalam zona (gouge) sesar dengan proporsi yang
sama (rasio) sebagaimana terdapat dalam batuan dinding (wall rocks) pada
interval slip-nya. Analisa kuntitatif pada data log digunakan untuk interpretasi
kualitatif dalam menentukan litologi shale berdasarkan parameter Gamma Ray,
density dan porosity sepanjang data sumur yang telah dilakukan sebelumnya.
Berdasarkan interpretasi kualitatif maka perhitungan volume shale dengan
menggunakan single parameter yaitu Gamma Ray yang akan digunakan pada
Page 64
49
metode SGR, didapatkan besar nilai volume shale tidak menghasilkan perbedaan
yang signifikan.
Hasil perhitungan daya sekat sesar menggunakan metode shale gouge
ratio pada seluruh area penelitian diwakili oleh sepuluh sesar dengan keberadaan
dua sumur yang digunakan pada area penelitian. Sesar A dan Sesar I dapat
dilihat kemenerusannya pada sayatan waktu similarity Z= 400 ms pada Gambar
35. Sesar A yang ditunjukkan oleh trend berwarna merah berada pada sebelah
Tenggara area penelitian berupa sesar dengan panjang sesar berkisar 1,4 km
memiliki ketebalan ketebalan shale 98 meter dengan lebar throw 282 meter,
sehingga memiliki nilai rasio shale gouge sebesar 34,75% yang diidentifikasikan
sebagai sesar penyekat atau sealing. Sesar I yang ditunjukkan oleh trend
berwarna kuning berada pada sebelah Barat-daya area penelitian berupa sesar
dengan panjang berkisar 500 m memiliki ketebalan shale 11 m dengan lebar
throw berkisar 50 m, sehingga memiliki nila rasio shale gouge sebesar 22% yang
diidentifikasikan sebagai sesar sealing.
Gambar 35. Kemenerusan Sesar A dan Sesar I Pada Sayatan Waktu Similarity Z= 400ms
Sedangkan Sesar B, Sesar C, Sesar D, Sesar E, Sesar F, Sesar G dan Sesar
H dapat dilihat kemenerusannya dengan jelas pada sayatan waktu similarity
Z=1800 ms yang ditunjukkan oleh trend dan panah berwarna pada Gambar 36.
Pada sesar yang berada pada Formasi Top Zechstein dan Base Lower Cretaceous
memiliki nilai ketebalan volume shale yang tidak signifikan dengan lebar throw
Page 65
50
yang relatif sama. Sesar B dengan panjang sesar berkisar 500 meter ini memiliki
ketebalan shale 9 meter dengan lebar throw 42 meter yang memiliki nilai rasio
shale gouge sebesar 21,43% yang diidentifikasikan sebagai sesar sealing. Sesar C
dengan panjang sesar berkisar 350 meter ini memiliki ketebalan shale 9 meter
dengan lebar throw 36 meter yang memiliki nilai rasio shale gouge sebesar 25%
yang diidentifikasikan sebagai sesar sealing. Sesar D dan Sesar F memiliki
panjang sesar yang relatif sama berkisar 400 meter. Sesar D memiliki nilai
ketebalan shale 9 meter dengan dan nilai rasio shale gouge sebesar 16,07% dan
Sesar F memiliki ketebalan shale 8 meter dengan lebar throw 56 meter, memiliki
nilai rasio shale gouge sebesar 14,29% yang masing-masing diidentifikasikan
sebagai sesar leaking. Sesar E dengan panjang sesar berkisar 350 meter memiliki
nilai ketebalan shale 9 meter dengan lebar throw 49 meter, sehingga nilai rasio
shale gouge sebesar 18,36% diidentifikasi sebagai sesar leaking. Sesar G dengan
panjang sesar berkisar 350 meter memiliki nilai ketebalan shale 9 meter dengan
lebar throw 47 meter, sehingga nilai rasio shale gouge sebesar 19,15 %
diidentifikasi sebagai sesar leaking. Sesar H dengan panjang sesar berkisar 300
meter memiliki nilai ketebalan shale 9 meter dengan lebar throw 46 meter,
sehingga nilai rasio shale gouge sebesar 19,57% diidentifikasi sebagai sesar
leaking.
Gambar 36. Kemenerusan Sesar B, Sesar C, Sesar D, Sesar E, Sesar F dan Sesar G Pada
Sayatan Waktu Similarity Z= 1800ms
Page 66
51
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Keberadan sesar pada Lapangan F3 Netherlands mulai teridentifikasi saat
nilai similarity 0,66 hingga 0,97, nilai maksimum most positive curvature
0,00067 dan maksimum most negative curvature 0,00037.
2. Sesar A yang mengalami patahan dari Top Zechstein hingga Upper Pliocene
diidentifikasi sebagai sesar sealing dengan resiko penyekat rendah yang
memiliki nilai rasio gouge sesar 34,75%. Sesar I yang mengalami patahan
pada sekitar Upper Pliocene diidentifikasi sebagai sesar sealing yang
memiliki nilai gouge ratio sesar 22%. Sesar B, Sesar C, Sesar D, Sesar E,
Sesar F, Sesar G dan Sesar H yang mengalami patah pada Top Zechstein
hingga Base Lower Createceous diidentifikasi sebagai sesar beruntun
dengan sesar B dan C merupakan sealing dengan nilai masing-masing
gouge ratio sesar 21,43% dan 25%, sedangkan sesar D, sesar F, sesar G
dan sesar H merupan sesar dengan resiko leaking tinggi dengan nilai
gouge ratio terendah 14,29% pada Sesar F.
5.2 Saran
1. Intepretasi keberadaan sesar dapat juga menggunakan atribut-atribut
turunan waktu lainnya, disesuaikan dengan data seismik original yang
ada.
2. Identifikasi sesar sealing dan leaking menggunakan metode SGR dapat
dilakukan menggunakan Software berlisensi untuk mendapatkan
juxtaposition SGR.
Page 67
52
DAFTAR PUSTAKA
Harsono, Adi. 1997. Evaluasi Formasi dan Aplikasi Log. Jakarta: Schlumberger
Oilfield Services.
Agriandita, I., Sismanto. 2019. Analisa Sekatan Sesar Berdasarkan Perhitungan
Shale Gouge Ratio (Sgr) Pada Lapangan “IAD” Cekungan Sumatera Selatan.
Jurnal Ilmiah Indonesia. Vol. 4 No. 12 Hal. 117-122.
Alfredo dan Djoko, S. 2015. Analisis Sifat Patahan (Sealing-Leaking) Berdasarkan
Data Tekanan, Decline Curve, Dan Connectivity Injection Pada Lapangan
Dima. Program Studi Teknik Perminyakan. Universitas Trisakti. ISSN:
2460-8696.
Asquith, G. B., Krygowski, D., & Gibson, C. R. (2004). Basic well log analysis (Vol.
16). Tulsa: American Association of Petroleum Geologists.
Badley, M.E. 1985. Practical Seismic Interpretation. Prentice Hall.
Binot, F., Gerling, P., Hiltmann, W., Kockel, F. & Wehner, H., 1991. The petroleum
system in the Lower Saxony Basin. In: Spencer, A.M.(ed.): Generation,
Accumulation and Production of Europe’s Hydrocarbons III. Special
Publication European Association of Petroleum Geoscientists and Engineers
3: 121– 139.
Bobby, I, 2011, Analisa Metode Inversi Impedansi Akustik dan Seismik
Multiatribut Untuk Karakterisasi Reservoar Pada Lapangan F3 Netherland,
Jurusan Fisika, Universitas Indonesia, Jakarta
Brown, A. R. 2004. Interpretation of Three-Dimensional Seismic Data (6th
Edition). Memoir 42. American Association of Petroleum geologists, Tulsa,
OK, USA.
Brown, A.R. 2000. Interpretation of Three-Dimensional Seismic Data : Fifth
Edition. AAPG Memoir 42 SEG Investigations in Geophysics, No. 9,
Oklahoma Ekowati.
Cameron, T.D.J., Crosby, A., Balson, P.S., Jeffery, D.H., Lott, G.K., Bulat, J. and
Harrison,D.J. 1992. United Kingdom offshore regional report: the geology of
the southern Southern North Sea. HMSO, London.
Cameron,N.& Ziegler, T.,1997. Probing the lower limit so fafairway: further pre-
Permian potential in the southern North Sea. In: Ziegler, K., Turner, P. &
Page 68
53
Daines, A.R. (eds): Petroleum Geology of the southern North Sea: Future
Potential. Geological Society (London) Special Publication 123: 123–141.
Davis, G.H., dan Reynolds, S.J., 1996. Structural Geology of Rock and Region,
John Wiley & Sons Inc., New York, USA.
Gerling, P., Geluk, M.C., Kockel, F., Lokhorst, A., Lott, G.K. & Nicholson, R.A.,
1999. NW European Gasatlas – New implications for the Carboniferous
Gasplay in the western Part of the Southern Permian Basin. In: Fleet, A.J.
& Boldly, S.A.R. (eds): Petroleum Geology of Northwest Europe. Proceedings
of the 5th Conference. Geological Society (London): 799–809.
Ghifari, A.A. 2018. Karakterisasi Sesar Sealing Dan Non Sealing Dengan Metode
Seismik Inversi Impedansi Akustik Dan Shale Gouge Ratio Pada Lapangan
Teapot Dome U.S.A. Tesis. Teknik Geofisika. Universitas Lampung.
Hartanto, S., Sapiie, B., Gunawan, I., & Wibowo, B. (2018). Analisis Sekatan Dan
Karakteristik Sesar Pada Formasi Kujung Reef Di Kompleks Lapangan Ke,
Cekungan Jawa Timur: Implikasi Terhadap Migrasi Hidrokarbon. Bulletin
of Geology, 2(1), 134-148.
Herlambang, N. 2017. Identifikasi Patahan Dan Karakterisasi Reservoir
Menggunakan Metode Seismik Atribut Dan Seismik Inversi Impedansi
Akustik Pada Lapagan Teapot Dome U.S.A. Tesis. Teknik Geofisika.
Universitas Lampung.
Jager, D.J. and Geluk, M.C., 2007, Geology of The Natherlands, Petroleum
Geology, 241-264
Jauhari, M. 2018. Analisis Potensi Sesar Berdasarkan Karakteristik Dan Nilai
Kapasitas Sekatan Pada Lapangan Farday Cekungan Salawati, Papua
Barat. Thesis. Teknik Geologi. Universitas Diponegoro.
Koesoemadinata, 1980. Geologi Minyak dan Gasbumi. Edisi kedua, Jilid 2.
Penerbit ITB.
Laban, C., 1995. The Pleistocene glaciations in the Dutch sector of the Southern
North Sea. A synthesis of sedimentary and seismic data. Ph.D. thesis,
University of Amsterdam.
Marcus, H. 1932. Die Theorie Elastischer Gewebe, 2nd edn. Berlin.
Page 69
54
Maulana, R. 2016. Analisis Atribut Seismik Untuk Menentukan Zona Sesar Di
Lapangan NILAM Cekungan Sumatera Selatan. Teknik Geofisika.
Universitas Syiah Kuala.
Nielsen, N.J. 1920. Bestemmelse af Spændinger i Plader. Copenhagen.
Overeem, I, G. J. Weltje, C. Bishop-Kay, and S. B. Kroonenberg, 2001. The Late
Cenozoic Eridanos delta system in the Southern Southern North Sea Basin: a
climate signal in sediment supply, Basin Research, 13, 293–312
SA Rensen, J.C., Gregersen, U., Breiner, M. & Michelsen, O, 1997, High-frequency
sequence stratigraphy of Upper Cenozoic deposits in the central and
southeastern Southern North Sea areas. Marine and Petroleum Geology, vol.
14, no. 2, p. 99-123.
Sahoo, T.R., Nayak, S., Senapati, S., dan Singh, Y.N., 2010. Fault Seal Analysis:
A method to reduce uncertainty in Hydrocarbon Exploration. Case Study:
Northern part of Cambay Basin. 8th Biennial International Conference &
Exposition on Petroleum Geophysics, India.
Schroot, B.M. & Haan, H.B. 2003. Intra-Carboniferous tectonics of the Southern
Southern North Sea Basin. Fifteenth International Congress on Carboniferous
and Permian Stratigraphy, August 10-16 Utrecht, abstract no. 319, p. 479-
480.
Singhal, B.B.S., dan Gupta, R.P., 2010. Applied Hydrogeology of Fractured
Rocks (2nded). New York: Springer Science+Business Media B.V.
Sukmono, S. 2001. Interpretasi Seismik Refleksi. Departemen Teknik Geofisika,
Institut Teknologi Bandung : Bandung.
Syesar, M. N. 2016. Pemodelan Sekatan Sesar Pada Lapangan MSFN, Sub-
Cekungan Palembang Cekungan Sumatera Selatan. Tesis. Teknik Geologi.
Universitas Gajah Mada.
Ter Borgh, M. M., Jaarsma, B., & Rosendaal, E. A. (2019). Structural development
of the northern Dutch offshore: Paleozoic to present. Geological Society,
London, Special Publications, 471(1), 115-131.
Tingdahl, K. M., 2003. Improving seismic chimney detection using directional
attributes, in: Nikarvesh, M., Aminzadeh, F., Zadeh, L.A, (eds.) Soft
Computing and Intelligent Data Analysis in Oil Exploration, Developments
in Petroleum science, Elsevier, Amsterdam. 157-173.
Tingdahl, K. M., de Rooij, M., 2005. Semi-automatic detection of faults in 3D
seismic data. Geophys. Prospect. 53, 533-542.
Page 70
55
Verma, S., & Scipione, M. 2020. The early Paleozoic structures and its influence
on the Permian strata, Midland Basin: Insights from multi-attribute seismic
analysis. Journal of Natural Gas Science and Engineering, 82, 103521.
Wibowo, E. 2017. Analisa Kesekatan Sesar Dan Kompartemen Lapisan
Berdasarkan Analisis Petrofisika Dan Attribut Seismik Pada Formasi Talang
Akar, Sub Cekungan Jambi. Jurnal OFSHORE, Vol 1 No. 2 Hal: 10 - 21.
Yusuf, A.C. 2018. Analisis Sekatan Sesar Di Antara Lapangan “AC” dan “YH”
Cekungan Kutai Kalimantan Timur. Teknik Geofisika. Universitas
Hasanuddin.
Page 71
56
LAMPIRAN
Lampiran 1. Lokasi Penelitian
Page 72
57
Lampiran 2. Data Seismik F3
Lampiran 3. Sumur F03-4 dan F06-1
Page 73
58
Lampiran 4. Basemap Sumur
Page 74
59
Lampiran 5. Crossplot Gamma Ray Vs Densitas dengan Colour Key Gamma Ray F06-1
Page 75
60
Lampiran 6. Crossplot Gamma Ray Vs Porositas dengan Colour Key Porositas F06-1
Page 76
61
Lampiran 7. Crossplot Gamma Ray Vs Densitas dengan Colour Key Gamma Ray F03-4
Page 77
62
Lampiran 8. Crossplot Gamma Ray Vs Porositas dengan Colour Key Porositas F06-1
Page 78
63
Fault A Fault B Fault C Fault D Fault E
∆Z shale 98 ∆Z shale 9 ∆Z shale 9 ∆Z shale 9 ∆Z shale 9
Throw 282 Throw 42 Throw 36 Throw 56 Throw 49
SGR 0.347518 SGR 0.2142857 SGR 0.25 SGR 0.160714 SGR 0.183673
34.75177 21.43 25 16.07 18.36735
Fault F Fault G Fault H Fault I
∆Z shale 8 ∆Z shale 9 ∆Z shale 9 ∆Z shale 11
Throw 56 Throw 47 Throw 46 Throw 50
SGR 0.142857 SGR 0.1914894 SGR 0.195652 SGR 0.22
14.286 19.15 19.57 22
Lampiran 9. Perhitungan Shale Gouge Ratio
Page 79
64
PETA GEOLOGI REGIONAL F3 NETHERLANDS