Page 1
IDENTIFIKASI PERSEBARAN DAN ESTIMASI CADANGAN GAS
SERTA SUMUR USULAN MENGGUNAKAN INVERSI SEISMIK
SIMULTAN DAN PEMODELAN 3D PROPERTY RESERVOIR DI
LAPANGAN INK, CEKUNGAN SUMATERA SELATAN
(Skripsi)
Oleh
Isti Nur Kumalasari
JURUSAN TEKNIK GEOFISIKA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
2018
Page 2
IDENTIFICATION OF GAS DISTRIBUTION, GAS RESERVE
ESTIMATION AND PROPOSED WELL BY USING SIMULTANEOUS
SEIMIC INVERSION AND 3D PROPERTY RESERVOIR MODELING IN
INK FIELD, SOUTH SUMATERA BASIN
By
Isti Nur Kumalasari
ABSTRACT
The qualitative and quantitative interpretation of log data indicates that there are
gas hydrocarbon in INK-2 well at depth 1532-1540 m, 1565-1580 m, 1610-1618
m, 1640-1648 m, in INK-3 well at depth 1534-1540 m, 1565 -1588 m, 1611-1619
m, 1641-1649 m, ain INK-4 well at depth 1543-1547 m, 1554-1575 m, 1605-1626
m, in INK-5 well at depth 1531-1538 m, 1550-1575 m, 1595-1605 m, in INK-6
well at a depth of 1468-1534 m. The inversion result show us that P-impedance
value of porous carbonate is around 27000-40000 (ft/s)*(g/cc) and S-Impedance
around 16000-26000 (ft/s)*(g/cc). Mu-Rho value of Porous carbonate is 27-80
(GPa*g/cc) and Lamda-Rho 20-34 (GPa*g/cc). Distribution map analysis of Mu-
Rho parameters can be seen that porous carbonate lithology is shown with yellow-
red color with Mu-Rho value 30-60 (GPa*g/cc). From Lamda-Rho map
distribution can be seen that porous carbonate litology containing gas is indicated
by yellow-red color with Lamda-Rho 25-29 (GPa*g/cc). Gas reserves by map
algebra method is 3.66 TSCF and from 3D Property Reservoir modeling is 21.53
MSCF. The difference is due to the calculation of 2D maps netpay thickness is
considered equal to 0.3199 of total thickness. This is not in accordance with the
theory that the fluid will move to lower pressure which is to a higher place and
because porosity and Sw map are the result of another map transformation, so less
appropriate to the actual existence. Based on the reservoir distribution analysis,
gas distribution analysis, and the reservoir geometry analysis, the proposed well
locations is located in the lower south, the eastern part of the elevation closures
around the fault and in the west near the INK-1 to INK-6 well site.
Keywords: Gas Distribution, Reserve, Proposed Well, Simultaneous Inversion,
3D Property Reservoir Modeling
i
Page 3
IDENTIFIKASI PERSEBARAN DAN ESTIMASI CADANGAN GAS
SERTA SUMUR USULAN MENGGUNAKAN INVERSI SEISMIK
SIMULTAN DAN PEMODELAN 3D PROPERTY RESERVOIR DI
LAPANGAN INK, CEKUNGAN SUMATERA SELATAN
Oleh
Isti Nur Kumalasari
ABSTRAK
Interpretasi kualitaif dan kuantititif data log menunjukkan terdapat gas pada
sumur INK-2 di kedalaman 1532-1540 m, 1565-1580 m, 1610-1618 m, 1640-
1648 m, pada sumur INK-3 di kedalaman 1534-1540 m, 1565-1588 m, 1611-1619
m, 1641-1649 m, pada sumur INK-4 di keddalaman 1543-1547 m, 1554-1575 m,
1605-1626 m, pada sumur INK-5 di kedalaman 1531-1538 m, 1550-1575 m,
1595-1605 m, pada sumur INK-6 di kedalaman 1468-1534 m. Dari hasil inversi
zona porous karbonat memiliki range P-Impedance antara 27000-40000
(ft/s)*(g/cc), S-Impedance antara 16000-26000 (ft/s)*(g/cc), Mu-Rho antara 27-
80 (GPa*g/cc) dan Lamda-Rho 20-34 (GPa*g/cc). Litologi porous karbonat
ditunjukkan dengan warna Mu-Rho kuning-merah dengan nilai Mu-Rho 30-60
(GPa*g/cc) dan litologi porous karbonat mengandung gas ditunjukkan dengan
warna kuning-merah dengan nilai Lamda-Rho 25-29 (GPa*g/cc). Cadangan gas
dengan metode perkalian peta hasil inversi sebesar 3.66 TSCF dan hasil
pemodelan 3D Property Reservoir adalah 21.53 MSCF. Perbedaan kedua metode
disebabkan karena pada perhitungan peta 2D ketebalan netpay dianggap sama
yaitu 0.3199 dari ketebalan total. Selain itu peta persebaran porositas dan Sw
merupakan hasil transformasi peta RHOB sehingga kurang sesuai dengan
keaadaan sebenarnya. Berdasarkan analisis persebaran reservoar, analisis
persebaran gas, dan analisis struktur geometri reservoar lokasi sumur usulan yang
disarankan berada pada bagian selatan bawah, timur di klosur ketinggian sekitar
patahan turun dan di sebalah barat dekat dengan lokasi sumur.
Kata Kunci : Persebaran Gas, Cadangan, Usulan Sumur, Inversi Simultan,
.Pemodelan 3D Property Reservoir
ii
Page 4
IDENTIFIKASI PERSEBARAN DAN ESTIMASI CADANGAN GAS
SERTA SUMUR USULAN MENGGUNAKAN INVERSI SEISMIK
SIMULTAN DAN PEMODELAN 3D PROPERTY RESERVOIR DI
LAPANGAN INK, CEKUNGAN SUMATERA SELATAN
Oleh
Isti Nur Kumalasari
Skripsi
Sebagai Slaha Satu Ssyarat untuk Mencapao Gelar
SARJANA TEKNIK
Pada
Jurusan Teknik Geofisika
Fakultas Teknik Universitas Lampung
JURUSAN TEKNIK GEOFISIKA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
2018
Page 8
RIWAYAT HIDUP
Isti Nur Kumalasari dilahirkan di Poncowati, Lampung
Tengah pada tanggal 15 Juli 1997 dari pasangan Bapak Ribut
Widodo dan Ibu Titin Fatimah. Penulis mengenyam
pendidikan formalnya dimulai sejak Taman Kanak-Kanak
(TK) IT Bustanul-Ulum yang diselesaikan pada 2003.
Sekolah Dasar diselesaikan pada SDN 4 Yukum Jaya pada
tahun 2009. Sekolah Menengah Pertama diselesaikan di
SMPN 1 Terbanggi Besar pada tahun 2011. Sekolah Menengah Atas (SMA)
diselesaikan di SMAN 1 Terbanggi Besar pada tahun 2014. Selama di SMA
Penulis mengikuti organisasi Karya Ilmiah Remaja (KIR) dan Karate. Pada saat
SMA penulis pernah mendapat penghargaan sebagai Siswa Terbaik ke-I/kelas
selama semester I-VI, siswa terbaik ke-II/angkatan selama semester II-IV,
semifinalis LCC Matematika yang diadakan oleh jurusan Matematika MIPA
Universitas Lampung 2014, Juara 2 Olimpiade Biologi Se-Provinsi Lampung
yang diadakan oleh Jurusan Biologi UPI pada tahun 2013. Tahun 2014, penulis
terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Teknik Geofisika Fakultas Teknik
Universitas Lampung melalui jalur SNMPTN Undangan. Selama menjadi
mahasiswa, penulis mengikuti Kegiatan Kemahasiswaan, Keilmuan dan
Kerohanian. Di Bidang Kemahasiswaan seperti HIMA TH BHUWANA sebagai
Anggota Saintek masa bakti 2015-2017, Anggota SAINTEK Himpunan
Mahasiswa Geofisika Indonesia, Anggota HAGI pada tahun 2015-2016, Anggota
MI Himpunan Mahasiswa Geofisika 2016-2017, Anggota Divisi Workshop SEG-
SC Unila, Staff Kesekretariatan BEM FT Unila pada tahun 2015-2016, anggota
Risdikdek Paguyuban KSE Unila, Penulis pernah menjadi finalis 10 besar paper
competition GWES tahun 2016 dengan judul paper “Estimasi Llapian Potensial
Shale Gas engan menggunakan interpretasi data log, Ro, dan Temperatur pada
Page 9
area X sumatera Tengah”, menjadi penulis paper publikasi pada acara SAGSC
UGM dengan judul “Identifikasi Lapisan Shale Gas mengguakan data Log dan
Ttemperatur pada daerah X Sumatera Tengah”, menjadi penulis paper publikasi
HAGI (Himpunan Ahli Geofisika Indonesia) tahun 2016 dengan judul paper
“Reservoir Rock Characterization Using Log-Ppetrophysics Method,
Ggeochemical, and Thermal on I-1 and I-2 wells on Region X Central Sumatera”,
menjadi asisten matakuliah Kalkulus I pada semester ganjil 2015, matakuliah
kalkulus II pada semester genap 2016, matakuliah Geomatika I semester ganjil
2016. Pada November 2017 penulis mendapatkan penghargaan mahasiswa
berprestasi Akademik sesuai SK Rektor. Pada tahun 2017 penulis melakukan
Kuliah Kerja Nyata (KKN) di desa Cinta Mulya, Kabupaten Lampung Selatan,
Lampung. Pada 30 Maret 2018 penulis pernah menjadi juri pada acara Olimpiade
Kebumian yang diadakan oleh Himpunan Mahasiswa Teknik Geofisika Unila
pada acara tahunan GWES.
Selama menjadi mahasiswa, dalam bidang akademik penulis pernah mendapatkan
beasiswa KSE (Karya Salemba Empat) pada tahun 2016-2017. Dalam
pengaplikasian ilmu bisang Geofisika penulis juga telah melaksanakan Praktik
Kerja Lapangan (PKL) pada bulan Jjanuari-Maret 2017 di Imbondeiro Global
Solution dengan Tema “ Processing dan Interpretasi data Seismik”, selain itu pada
masa KKN penulis telah membuat Peta Desa Cinta Mulya. Pada bulan September
Penulis melakukan penelitian Tugas Akhir di PT. Pertamina UTC, Jakarta Pusat.
Hingga akhirnya penulis berhasil menyelesaiak pendidikan sarjananya pada 22
Januari 2017 dengan skripsi yang berjudul “Identifikasi Persebaran dan
Estimasi Cadangan Gas serta Sumur Usulan Menggunakan Inversi Seismik
Simultan Dan Pemodelan 3D Property Reservoir Di Lapangan INK,
Cekungan Sumatera Selatan”.
viii
Page 10
Untuk Orang Tua Tersayang dan Terbaik sedunia,
Ribut Widodo
&
Titin Fatimah
Adik-Adikku
Indah Megarani
Dewa Saputra
Dewi Rahma Melati
Beserta harapan, kasih sayang dan cinta mereka
Page 11
“Barangsiapa yang keluar untuk menuntut ilmu maka ia
dalam Jihad Fisabilah hingga kembali”
(HR. Tirmidzi)
“Yakinlah ada sesuatu yang menantimu selepas banyak
kesabaran yang kau jalani, yang akan membuatmu terpana
hingga kau lupa pedihnya rasa sakit”
(Ali Bin Abi Thalib)
“Barangsiapa yang menanam pasti akan memetik”
Do good so good will come to you
Stop saying I wish and start saying I will
Berhentilah untuk sekedar berharap, mulailah untuk
membuktikan harapan anda.
Page 12
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb
Puji syukur Alhamdulilah, saya panjatkan kepada Allah Swt, Tuhan Yang
Maha Esa atas segala nikmat dan rahmatNya, sehingga saya dapat menyelesaikan
Skripsi dengan judul "Identifikasi Persebaran dan Estimasi Cadangnn Gas
serta Sumur Usulan menggunakan Inversi Seismik Simultan dan Pemodelan 3D
Property Reservoir Lapangan INK, Cekungan Sumatera Selatan", sesuai pada
waktunya. Tak lupa shalawat serta salam mari kita haturkan kepada Nabi
Muhammad SAW yang telah mengantarkan kita melewati masa jahiliyah sampai
ke masa sekarang ini.
Skripsi ini merupakan syarat untuk menyelesaikan studi Strata-I Teknik
Geofisika, Fakultas Teknik, Universitas Lampung. Penulis menyadari bahwa
skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, diperlukan saran
dan kritik yang membangun untuk perbaikan ke depannya. Semoga skripsi ini
dapat bermanfaat bagi kita semua.
Demikianlah kata pengantar yang dapat disampaikan, apabila ada salah
kata saya mohon maaf dan kepada Allah SWT saya mohon ampun.
Terimakasih
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Penulis
Isti Nur Kumalasari
xi
Page 13
SANWACANA
Assalamu’alaikum warahmarulahi wabarakatuh,
Alhamdulillah, puji syukur kepada Allah Subhanahu wa ta'ala karena atas rahmat,
rahim, dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Identifikasi Persebaran dan Estimasi Cadangan Gas serta Sumur Usulan
menggunakan Inversi Seismik Simultan Dan Pemodelan 3D Property
Reservoir Di Lapangan INK, Cekungan Sumatera Selatan”.
Dalam proses penelitian dan penyusunan skripsi ini tentu saja melibatkan berbagai
pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung memberikan kontribusi
ilmiah, spiritual, dan informasi. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terima
kasih sebesar besarnya kepada:
1. Allah SWT atas segala nikmat yang telah diberikan.
2. Ibuku dan ayahku tercinta, yang tak henti-hentinya mendidik, berkorban,
berdoa, dan mendukung penulis dalam segala hal.
3. Adik-adikku indah, dewa, dewi sebagai penyemangatku untuk sukses agar
bisa membantu kalian kelak.
4. Kakek dan nenek serta seluruh keluarga yang selalu memberikan semangat,
dan dukungan kepada penulis.
5. Bapak Dr. Nandi Haerudin, S.Si., M.Si. selaku Ketua Jurusan Teknik
Geofisika Universitas Lampung.
6. Bapak Dr. Ordas Dewanto, S.Si., M.Si. selaku Dosen Pembimbing atas
kesediaannya memberikan bimbingan, saran dan kritik dalam proses
penyelesaian skripsi ini.
7. Bapak Bagus Sapto Mulyatno, S.Si., M.T. selaku Dosen Pembimbing atas
kesediaannya memberikan bimbingan, saran dan kritik dalam proses
penyelesaian skripsi ini.
8. Bapak Said Sabeqq M.T. selaku pembimbing tugas akhir di PT. Pertamina
UTC.
9. Bapak Dr. Ahmad Zaenudin, S.Si., M.T. selaku pembimbing akademik.
10. Seluruh dosen pengajar Jurusan Teknik Geofisika Universitas Lampung yang
telah berbagi ilmu dan pengalaman selama perkuliahan.
11. Yulius Fery Merki Irawan yang telah banyak membantu dan memberi
Page 14
dukungan.
12. Agung Ari Saputra, Alfan Hidayah Kusuma, Agnes Cahya Windianty, Ida
Retno Widayu, Fhera Chandra,
13. Semua teman-teman Teknik Geofisika angkatan 2014 yang telah membantu,
memberikan semangatnya dan menghabiskan waktu bersama-sama selama
3.5 tahun dan inshaa Alah seterusnya.
14. Teman-teman kontrakan B10.
15. Teman-teman KP dan TA PT. Pertamina UTC. Serta seluruh pihak yang
bersangkutan dalam menyusun laporan Tugas Akhir ini.
Akhir kata, Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan,
akan tetapi sedikit harapan semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi kita
semua. Aamiin.
Bandar Lampung, 16 April 2018
Penulis,
Isti Nur Kumalasari
xiii
Page 15
DAFTAR ISI
halaman
ABSTRACT ..................................................................................................... i
ABSTRAK ...................................................................................................... ii
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... iii
HALAMAN PERSETUJUAN ...................................................................... iv
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ v
PERNYATAAN .............................................................................................. vi
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................ vii
PERSEMBAHAN ........................................................................................... ix
MOTTO .......................................................................................................... x
KATA PENGANTAR .................................................................................... xi
SANWACANA ............................................................................................... xii
DAFTAR ISI ................................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xvii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xxiii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ................................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah ............................................................................ 2
Page 16
1.3. Tujuan Percobaan............................................................................. 3
1.4. Batasan Masalah .............................................................................. 3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Daerah Penelitian ............................................................................. 5
2.2. Geologi Regional ............................................................................. 5
BAB III. TEORI DASAR
3.1. Konsep Seismik Refleksi ............................................................... 18
3.2. Hukum Fisika Gelombang Seismik ............................................... 19
3.2.1 Hukum Snellius ..................................................................... 19
3.2.2 Prinsip Huygens .................................................................... 20
3.2.3 Prinsip Fermat ....................................................................... 21
3.3. Trace Seismik ................................................................................ 22
3.4. Polaritas dan Fasa .......................................................................... 23
3.5. Wavelet ........................................................................................... 24
3.6. Resolusi Vertikal ............................................................................ 26
3.7. Well Logging .................................................................................. 27
3.8. Perangkat-Perangkat Well Loging.................................................. 28
3.8.1. Log Radioaktif ..................................................................... 28
3.8.2. Log Listrik ............................................................................ 35
3.8.3. Log Sonic ............................................................................. 40
3.8.4. Log Caliper .......................................................................... 41
3.9. Petrofisika ...................................................................................... 42
3.10. Rock Phyisics ................................................................................. 50
3.11. Prediksi Log Kecepatan Gelombang S .......................................... 54
3.11.1. Metode Castagna ................................................................. 54
3.11.2. Metode Fluid Replacement Model (FRM) ........................... 54
3.12. Hubungan Properti Reservoar ........................................................ 55
3.13. Cut Off Reservoar ......................................................................... 57
3.14. Lumping Data ................................................................................. 58
3.15. Korelasi .......................................................................................... 59
3.16. Direct Hydrokarbon Indicators (DHI) ........................................... 60
3.17. Inversi Seismik Simultan ............................................................... 60
3.18. Perhitungan Cadangan Hidrokarbon .............................................. 65
BAB IV. METODOLOGI PENELITIAN
4.1. Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................72
4.2. Perangkat Keras dan Perangkat Lunak ..........................................73
xv
4.2.1. Perangkat Keras ...................................................................73
4.2.2. Perangkat Lunak ..................................................................73
Page 17
4.3. Ketersediaan Data Penelitian .........................................................74
4.4. Pengolahan Data ............................................................................80
4.4.1. Pengolahan Data Log ...........................................................85
4.4.2. Perhitugan Tunning Thicness ...............................................92
4.4.3. Pembuatan Partial Angle Wavelet .......................................93
4.4.4. Checkshot Correction, Wavelet Analysis dan Well Tie ........97
4.4.5. Interpretasi Data Seismik 3D ...............................................100
4.4.6. Pembuatan Peta Struktur dan Pemodelan 3D Struktur ........102
4.4.7. Inversi Simultan ...................................................................105
4.4.8. Transformasi LMR PHIT, PHIE, dan Sw ............................106
4.4.9. Pembuataan Cross Plot Seismik ..........................................106
4.4.10. Pembuatan 3D Property Reservoir ....................................106
4.4.11. Perhitungan Cadangan .......................................................115
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Analisis Data Log .........................................................................116
5.1.1 Interpretasi Kualitatif Lapisan Produktif Reservoar ...........116
5.1.2. Interpretasi Kuantitatif Lapisan Produktif Reservoar ........127
5.1.3. Analisis Zona Target ..........................................................137
5.1.4. Prediksi Log Vs .................................................................144
5.1.5. Analisis Crossplot Sensitivitas ..........................................147
5.2. Analisis Tunning Thickness .........................................................159
5.3. Extract Wavelet ............................................................................160
5.4. Well Tie ........................................................................................162
5.5. Picking Horizon ...........................................................................167
5.6. Initial Model.................................................................................172
5.7. Analisis Pre-Inversi ......................................................................177
5.8. Analisis Hasil Inversi ...................................................................181
5.9. Perhitungan Cadangan .................................................................202
5.9.1. Perhitungan Cadangan 2D Hasil Inversi Seismik ..............202
5.9.2. Perhitungan Cadangan 3D Property Reservoir .................208
5.9.3. Perbandingan Perhitungan Cadangan Metode Map
Algebra dan 3D Property Reservoir ..................................229
5.10. Analisis Sumur Usulan ...............................................................230
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan ..................................................................................235
6.2. Saran ............................................................................................237
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xvi
Page 18
DAFTAR GAMBAR
halaman
Gambar 1. Peta Cekungan Sumatera Selatan (Hardiansyah, 2015) .................. 6
Gambar 2. Pembagian sub-Cekungan pada Cekungan Sumatera Selatan
(Purwanto, dkk., 2015) .................................................................... 8
Gambar 3. Stratigraphy section South Sumatera Basin (Doust & Noble,
2008)……………………………………………………………….9
Gambar 4. Petroleum system event chart sub Cekungan Palembang Tengah
(Argakoesoemah dan Kamal, 2004) ................................................ 17
Gambar 5. Sketsa partisi refleksi gelombang seismik (Russel, 1996)............... 18
Gambar 6. Konsep seismik refleksi (Abdullah, 2011) ...................................... 19
Gambar 7. Pemantulan dan pembiasan pada bidang batas dua medium untuk
gelombang P (Bhatia, 1986) ............................................................ 20
Gambar 8. Prinsip Huygens (Sheriff, 1995) ...................................................... 21
Gambar 9. Prinsip Fermat (Abdullah, 2007) ..................................................... 22
Gambar 10. Fasa dan polaritas ............................................................................ 24
Gambar 11. Jenis-jenis wavelet berdasarkan konsentrasi energinya, minimum
phase wavelet (a), yaitu mixed phase wavelet (b), maximum phase
wavelet (c), dan zero phase wavelet (d) (http://petroeoumgeophysic
s.com/image/chapter-4 ..................................................................... 26
Gambar 12. Efek interfensi yang berhubungan dengan batuan dengan AI tinggi
yang terletak diantara batuan rendah (Sukmono, 2000) .................. 27
Gambar 13. Identifikasi litologi berdasarkan log GR (Glover, 2000) ................. 30
Gambar 14. Identifikasi litologi berdasarkan log neutron (Rider, 2002) ............ 32
Gambar 15. Identifikasi litologi berdasarkan log densitas (Rider, 2002) ............ 34
Gambar 16. Identifikasi litologi berdasarkan log SP (Rider, 2002) .................... 36
Gambar 17. Profil sumur bor terinvasi lumpur (Brown, 2012)……………........39
Gambar 18. Identifikasi litologi berdasarkan log resistivitas (Glover, 2000) ..... 40
Gambar 19. Identifikasi litologi berdasarkan log resistivitas (Glover, 2000) ..... 41
Gambar 20. Identifikasi litologi berdasarkan log caliper (Rider, 2002)……......42
Gambar 21. Grafik volume shale indeks radioactivity (Engler, 2012) ............... 44
Page 19
Gambar 22. Inkompressibilitas dan rigiditas beberapa batuan (Royle,1999) ...50
Gambar 23. Interpretasi cross plot Lambda-Rho vs Mu-Rho sumur Lower
Cretaceous gas sand di Alberta (Goodway, 1997)…………...….52
Gambar 24. Interpretasi log P.S Impedance & Lambda-Rho, Mu-Rho sumur
Lower Cretaceous gas sand di Alberta (Goodway, 1997). ............ 53
Gambar 25. Hubungan RHOB dan PHIE (Baiyegunhi dkk., 2014) ..................56
Gambar 26. Teknik dasar lumping menggunakan parameter porositas sebagai
sumbu x dan Vshale sebagai sumbu y (Budiarto dkk., 2015)…...59
Gambar 27. Crossplot antara ln(ρ) terhadap ln(Zp) dan ln(Zs) terhadap ln(Zp)
deviasi garis tersebut, ΔLD dan ΔLS adalah anomali fluida yang
diinginkan (Russel, 2005). .............................................................64
Gambar 28. Crossplot antara densitas terhadap saturasi air untuk model reservoar
gas dan minyak dengan porositas 33% (Wyllie et al, 1956) .........68
Gambar 29. Geometri data seismik prestack .....................................................75
Gambar 30. Geometri data seismik near-stack .................................................75
Gambar 31. Geometri data seismik mid-stack ...................................................76
Gambar 32. Geometri data seismik far-stack ....................................................76
Gambar 33. Penampang seismik partial stack ..................................................77
Gambar 34. Well header ....................................................................................78
Gambar 35. Diagram alir penentuan zona produktif .........................................81
Gambar 36. Diagram alir penentuan parameter sensitif, resolusi vertikal, dan
picking horizon……………………………...……………………82
Gambar 37. Diagram alir analisis sumur usulan dan estimasi cadangan hasil
inversi…..………………………………………………………....83
Gambar 38. Diagram alir 3D property reservoar dan estimasi cadangan….....84
Gambar 39. Diagram alir perbandingan estimasi cadangan…..........................85
Gambar 40. Perhitungan nilai Rw .....................................................................88
Gambar 41. Interpretasi litologi crossplot NPHI RHOB ..................................91
Gambar 42. Filter log ........................................................................................92
Gambar 43. Wavelet usewell dan ricker ...........................................................95
Gambar 44. Wavelet statistical ..........................................................................96
Gambar 45. Wavelet ricker ................................................................................96
Gambar 46. Koreksi checkshot INK-1 ..............................................................97
Gambar 47. Koreksi checkshot INK-4 ..............................................................98
Gambar 48. Koreksi checkshot INK-5 ..............................................................98
Gambar 49. Koreksi checkshot INK-6 ..............................................................99
Gambar 50. Well tie ...........................................................................................100
Gambar 51. Picking horizon ..............................................................................101
Gambar 52. Pembuatan model kecepatan..........................................................102
Gambar 53. Pembuatan model kecepatan..........................................................103
Gambar 54. Pembuatan model kecepatan..........................................................103
xviii
Page 20
Gambar 55. Griding ...........................................................................................107
Gambar 56. Layering .........................................................................................107
Gambar 57. Scale up ..........................................................................................109
Gambar 58. Scale up log....................................................................................110
Gambar 59. Analisis data...................................................................................111
Gambar 60. Variogram Vsh...............................................................................112
Gambar 61. Variogram PHIE ............................................................................112
Gambar 62. Variogram Sw ................................................................................113
Gambar 63. Petrophysical modeling .................................................................113
Gambar 64. 3D Gas Water Contact .................................................................115
Gambar 65. Interpretasi kualitatif INK-2 .........................................................117
Gambar 66. Interpretasi kualitatif INK-3 .........................................................118
Gambar 67. Interpretasi kualitatif INK-4 .........................................................119
Gambar 68. Interpretasi kualitatif INK-5 .........................................................120
Gambar 69. Interpretasi kualitatif INK-6 .........................................................121
Gambar 70. Crossplot litologi sumur INK-2 dan INK-3 ..................................123
Gambar 71. Crossplot litologi sumur INK-4 dan INK-5 ..................................124
Gambar 72. Crossplot litologi sumur INK-6 .....................................................125
Gambar 73. Arah korelasi ..................................................................................126
Gambar 74. Hasil korelasi Formasi Baturaja.....................................................126
Gambar 75. Perhitungan Vsh Sumur INK-2 ......................................................128
Gambar 76. Perhitungan Vsh Sumur INK-3 ......................................................128
Gambar 77. Perhitungan Vsh Sumur INK-4 ......................................................129
Gambar 78. Perhitungan Vsh Sumur INK-5 ......................................................129
Gambar 79. Perhitungan Vsh Sumur INK-6 ......................................................130
Gambar 80. Perhitungan Rw INK-2 ..................................................................132
Gambar 81. Perhitungan Rw INK-3 ..................................................................132
Gambar 82. Perhitungan Rw INK-5 ..................................................................133
Gambar 83. Perhitungan Rw INK-6 ..................................................................133
Gambar 85. Hasil perhitungan PHIE dan Sw zona target sumur INK-2 ...........134
Gambar 86. Hasil perhitungan PHIE dan Sw zona target sumur INK-3 ...........135
Gambar 87. Hasil perhitungan PHIE dan Sw zona target sumur INK-4 ...........135
Gambar 88. Hasil Perhitungan PHIE dan Sw zona target sumur INK-5 ...........136
Gambar 89. Hasil perhitungan PHIE dan Sw zona target sumur INK-6 ...........136
Gambar 90. Cut off PHIE sumur INK-2 ..........................................................138
Gambar 91. Cut off Vsh sumur INK-2 ............................................................139
Gambar 92. Cut off PHIE sumur INK-3 ..........................................................139
Gambar 93. Cut off Vsh sumur INK-3 ............................................................140
Gambar 94. Cut off PHIE sumur INK-4 ..........................................................140
Gambar 95. Cut off Vsh sumur INK-2 ............................................................141
Gambar 96. Cut off PHIE sumur INK-5 ..........................................................141
xix
Page 21
Gambar 97. Cut off Vsh sumur INK-2 ............................................................142
Gambar 98. Cut off PHIE sumur INK-6 ..........................................................142
Gambar 99. Cut off Vsh sumur INK-6 ............................................................143
Gambar 100. Selisih Vs hasil pengukuran dan hasil sintetik ............................144
Gambar 101. AVO sintetik hasil prediksi Vs INK-5 ........................................146
Gambar 102. AVO sintetik hasil prediksi Vs INK-6 ........................................147
Gambar 103. Crossplot P-Impedance dan S-Impedance INK-5 .......................148
Gambar 104. Crossplot P-Impedance dan S-Impedance INK-6 .......................149
Gambar 105. Crossplot RHOB dan Vsh INK-5 ................................................149
Gambar 106. Crossplot RHOB dan Vsh INK-6 ................................................150
Gambar 107. Crossplot Lamda-Rho dan Mu-Rho INK-5..................................151
Gambar 108. Crossplot Lamda-Rho dan Mu-Rho INK-6..................................152
Gambar 109. Crossplot P-Impedance dan Vp/Vs INK-5 ..................................153
Gambar 110. Crossplot P-Impedance dan Vp/Vs INK-6 ..................................153
Gambar 111. Crossplot Lamda-Rho dan Lamda-Mu INK-5 .............................154
Gambar 112. Crossplot Lamda-Rho dan Lamda-Mu INK-6 .............................154
Gambar 113. Crossplot Vp dan Vs INK-5 ........................................................155
Gambar 114. Crossplot Vp dan Vs INK-6 ........................................................155
Gambar 115. Crossplot Vsh dan Lamda-Rho INK-5 ........................................156
Gambar 116. Crossplot Vsh dan Lamda-Rho INK-6 ........................................156
Gambar 117. Crossplot GR dan Lamda-Rho INK-5 .........................................157
Gambar 118. Crossplot GR dan Lamda-Rho INK-6 .........................................157
Gambar 119. Crossplot PHIE dan RHOB INK-5 .............................................158
Gambar 120. Crossplot PHIE dan RHOB INK-6 .............................................158
Gambar 121. Amplitude spectrum data seismik ................................................159
Gambar 122. Statistikal wavelet dari partial angle stack ..................................161
Gambar 123. Ricker wavelet dari partial angle stack .......................................161
Gambar 124. Wavelet using well .......................................................................161
Gambar 125. Well Tie sumur INK-5 dengan near stack ...................................164
Gambar 126. Well Tie sumur INK-5 dengan mid stack .....................................164
Gambar 127. Well Tie sumur INK-5 dengan far stack ......................................165
Gambar 128. Well Tie sumur INK-6 dengan near stack ...................................165
Gambar 129. Well Tie sumur INK-6 dengan mid stack .....................................166
Gambar 130. Well Tie Sumur INK-6 dengan far stack .....................................166
Gambar 131. Picking horizon INK-2 ................................................................167
Gambar 132. Picking horizon INK-3 ................................................................168
Gambar 133. Picking horizon INK-4 ................................................................168
Gambar 134. Picking horizon INK-5 ................................................................169
Gambar 135. Picking horizon INK-6 ................................................................169
Gambar 136. Top BRF time structure map .......................................................170
Gambar 137. Base BRF time structure map .....................................................170
xx
Page 22
Gambar 138. Isochron map ...............................................................................171
Gambar 139. Pemodelan 3D time structure map ..............................................171
Gambar 140. Model awal Densitas ...................................................................173
Gambar 141. Model awal P-wave .....................................................................174
Gambar 142. Model awal S-wave .....................................................................175
Gambar 143. Model awal P-Impedance ............................................................176
Gambar 144. Analisis pre inversi ......................................................................178
Gambar 145. Analisis pre-inversi INK-5 ..........................................................179
Gambar 146. Analisis pre-inversi INK-6 ..........................................................179
Gambar 147. Analisis pre-inversi Eror Map .....................................................180
Gambar 148. Analisis pre-inversi Correlation Map ..........................................180
Gambar 149. Analisis pre-inversi Zp Rms Map ................................................181
Gambar 150. Analisis residual hasil inversi ......................................................182
Gambar 151. Hasil inversi seismik simultan P-Impedance ...............................183
Gambar 152. Slice hasil inversi P-Impedance zona target ................................184
Gambar 153. 3D slice hasil inversi P-Impedance zona target ...........................184
Gambar 154. Hasil inversi seismik simultan S-Impedance ...............................185
Gambar 155. Slice hasil inversi S-Impedance zona target ................................186
Gambar 156. 3D slice hasil inversi S-Impedance zona target ...........................186
Gambar 157. Hasil inversi seismik simultan Densitas ......................................187
Gambar 158. Slice hasil inversi Densitas zona target ........................................188
Gambar 159. 3D slice hasil inversi Densitas zona target ..................................188
Gambar 160. Hasil inversi seismik simultan P-wave ........................................189
Gambar 161. Slice hasil inversi P-wave zona target ..........................................190
Gambar 162. 3D slice hasil inversi P-wave zona target ....................................190
Gambar 163. Hasil inversi seismik simultan S-wave ........................................191
Gambar 164. Slice hasil inversi S-wave zona target ..........................................192
Gambar 165. 3D slice hasil inversi S-wave zona target ....................................192
Gambar 166. Hasil inversi seismik simultan Mu-Rho .......................................193
Gambar 167. Slice hasil inversi Mu-Rho zona target ........................................194
Gambar 168. 3D slice hasil inversi Mu-Rho zona target ...................................194
Gambar 169. Hasil inversi seismik simultan Lamda-Rho .................................195
Gambar 170. Slice hasil inversi Lamda-Rho zona target...................................196
Gambar 171. 3D slice hasil inversi Lamda-Rho zona target .............................196
Gambar 172. Persebaran porous karbonat inline INK-5 ...................................198
Gambar 173. Persebaran porous karbonat inline INK-6 ...................................199
Gambar 174. Persebaran gas pada inline INK-5 ...............................................200
Gambar 175. Persebaran gas pada inline INK-6 ...............................................201
Gambar 176. Peta persebaran isopach ...............................................................202
Gambar 177. Peta persebaran netpay ................................................................203
Gambar 178. Crossplot persamaan RHOB vsh PHIE .......................................204
xxi
Page 23
Gambar 179. Nilai konstanta buccless ..............................................................204
Gambar 180. Peta persebaran porositas efektif .................................................205
Gambar 181. Persebaran porositas efektif 3D ...................................................205
Gambar 182. Peta persebaran saturasi air ..........................................................206
Gambar 183. Persebaran saturasi air 3D ...........................................................206
Gambar 184. Peta persebaran cadangan gas hasil transformasi parameter
inversi seismik simultan metode map algebra ............................207
Gambar 185. Nilai cadangan lapangan INK gas hasil transformasi parameter
inversi seismik simultan metode map algebra ............................208
Gambar 186. Griding .........................................................................................209
Gambar 187. Layering .......................................................................................210
Gambar 188. Scale up Log Vsh .........................................................................211
Gambar 189. Scale up Log PHIE......................................................................212
Gambar 190. Scale up Log Sw ..........................................................................213
Gambar 191. Digitasi persebaran reservoar untuk persebaran PHIE ................214
Gambar 192. Digitasi persebaran reservoar untuk persebaran Vsh dan Sw ......215
Gambar 193. Pemodelan 3D Vsh ......................................................................216
Gambar 194. Pemodelan 3D PHIE ....................................................................217
Gambar 195. Pemodelan 3D Sw........................................................................218
Gambar 196. Validasi data persebaran Vsh.......................................................220
Gambar 197. Validasi data persebaran PHIE ....................................................220
Gambar 198. Validasi data persebaran Sw ........................................................221
Gambar 199. Cut off persebaran Vsh ................................................................222
Gambar 200. Cut off persebaran PHIE ..............................................................223
Gambar 201. Cut off persebaran Sw ..................................................................224
Gambar 202. Gas water contact ........................................................................226
Gambar 203. Persebaran N/G 3D ......................................................................227
Gambar 204. Persebaran cadangan 3D ..............................................................228
Gambar 205. Peta persebaran parameter Vp, Vs, AI, SI, Mu-Rho dan PHIE ...232
Gambar 206. Peta persebaran Lamda-Rho, Sw dan Netpay ..............................233
Gambar 207. Pemodelan 3D geometri reservoar...............................................234
xxii
xxii
Page 24
DAFTAR TABEL
halaman
Tabel 1. Klasifikasi nilai densitas berdasarkan jenis batuan (Telford, 1990) ..35
Tabel 2. Skala penentuan baik tidaknya kualitas nilai porositas batuan suatu
Reservoar (Koesoemadinata, 1978) ....................................................45
Tabel 3. Densitas matriks berbagai litologi (Schlumberger, 1989). .................46
Tabel 4. Nilai permeabilitas berdasarkan kualitas secara umum (Koesoemadinata
dalam Nurwidyanto dkk., 2005) .........................................................49
Tabel 5. Analisa petrofisika dari Lamé parameter (λ) (Goodway, 1997) ........53
Tabel 6. Interpretasi litologi zona reservoar E4 interpretasi angka korelasi
menurut Sugiyono dalam (Santoso, 2009) .........................................59
Tabel 7. Jadwal pelaksanaan penelitian...........................................................72
Tabel 8. Kelengkapan data log .........................................................................79
Tabel 9. Hasil rata-rata Vs INK-1 pengukuran dan sintetik ............................ 89
Tabel 10. Transformasi data log ......................................................................... 90
Tabel 11. Krosplot parameter fisis pada sumur INK .......................................... 90
Tabel 12. Interpretasi kualitatif sumur INK-2 INK-3 INK-4 INK-5 INK-6 ......122
Tabel 13. Parameter pehitungan Vsh ..................................................................127
Tabel 14. Hasil rata-rata perhitungan Vsh ..........................................................130
Tabel 15. Rata-rata perhitungan PHIE ...............................................................131
Tabel 16. Hasil perhitungan Rw dengan pickett plot ..........................................134
Tabel 17. Rata-rata hasil perhitungan Sw pada reservoar...................................134
Tabel 18. Hasil interpretasi kualitatif dan kuantitatif zona target ...................... 137
Tabel 19. Hasil penentuan nilai cut off ...............................................................143
Tabel 20. Ketebalan netpay dan N/G .................................................................144
Tabel 21. Selisih rata-rata Log Vs pengukuran dan sintetik sumur INK-1 ........ 145
Tabel 22. Cut off uji sensitivitas ......................................................................... 158
Page 25
1
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pada era sekarang kebutuhan masyarakat terhadap sumberdaya alam seperti
hidrokarbon semakin meningkat. Peningkatan kebutuhan masyarakat terdapat
minyak dan gas bumi tidak diimbangi dengan jumlah hidrokarbon yang telah
tereksploitasi. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian baru maupun analisis
lanjut lapangan-lapangan minyak dan gas yang sudah ada dengan seismik refleksi
dan well loging, yaitu interpretasi data seismik dan sumur untuk karakterisasi
reservoar. Analisis karakteristik reservoar merupakan suatu proses yang
mendeskripsikan karakter reservoar secara kualitatif dan kuantitatif menggunakan
data seismik sebagai data utama (Sukmono, 2002). Interpretasi menggunakan data
seismik konvensional hanya bisa membedakan batas antar lapisan, namun tidak
dapat memberikan informasi mengenai parameter dan sifat fisis batuan itu sendiri.
Salah satu metode yang dikembangkan untuk mengatasi masalah tersebut adalah
inversi seismik. Seismik inversi adalah teknik pemodelan geologi bawah
permukaan dengan menggunakan data seismik sebagai input dan data sumur
sebagai pengontrol (Sukmono, 2002). Inversi seismik dapat dilakukan dengan data
post stack migration dan pre stack migration. Salah satu inversi seismik dengan
data post stack migration, yaitu inversi AI (Acoustic Impedance) memiliki
keterbatasan dalam membedakan efek litologi dan fluida pada suatu lapisan. Oleh
sebab itu, pada penelitian ini digunakan data pre stack migration dengan parameter
gelombang S untuk menghasilkan parameter SI (Shear Impedaance) sehingga dapat
Page 26
2
membedakan efek litologi dan fluida lebih baik. Jenis inversi yang digunakan pada
penelitian ini adalah inversi seismik simultan.
Metode seismik inversi simultan merupakan metode inversi data partial angle
gather atau partial angle stack dengan variasi sudut datang yang berbeda (near
angle, mid angle, far angle) secara bersama-sama dengan kontrol wavelet yang
diestimasi dari masing-masing data seismik partial stack, sehingga didapatkan hasil
inversi yang dapat dianalisis untuk karakterisasi reservoir. Hasil dari inversi
simultan adalah model densitas (𝜌), kecepatan gelombang P (Vp), kecepatan
gelombag S (Vs), Acoustic impedance (AI), dan Shear Impedance (SI). Dari
parameter tersebut dapat ditransformasikan menjadi parameter Vp/Vs ratio,
Poison’s Ratio, dan parameter Lame Lamda-Mu-Rho (LMR). Selain itu karakter
fisis batuan dan hasil turunannya tersebut dapat digunakan untuk mengidentifikasi
kualitas sebuah reservoar beserta penyebarannya dan dapat digunakan untuk
analisis saran sumur pemboran. Selain itu dari data depth structure map, hasil peta
persebaran reservoar dan data petrophysics dapat dibuat pemodelan 3D Property
Reservoir untuk estimasi cadangan gas.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut:
1. Apakah inversi seismik simultan dapat diaplikasikan pada reservoar daerah
penelitian?
2. Apakah parameter yang sensitif dalam menggambarkan persebaran litologi
maupun fluida di reservoar daerah peneitian?
3. Berdasarkan persebaran hidrokarbon pada reservoar area penelitian, lokasi
mana saja yang termasuk dalam zona interest?
4. Bagaimana kualitas reservoar pada zona interest tersebut?
Page 27
3
5. Berapakah jumlah estimasi cadangan gas pada reservoar tersebut?
6. Dimanakah lokasi sumur usulan yang tepat?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian tugas akhir ini adalah sebagai berikut:
1. Mendapatkan zona produktif gas berdasarkan analisis kualitatif dan kuantitatif
(Vsh, PHIE, Sw, dan K) data sumur.
2. Mendapatkan parameter yang sensitif terhadap efek litologi dan fluida pada
zona reservoar.
3. Mendapatkan pola persebaran hidrokarbon menggunakan parameter paling
sensitif yang dihasilkan oleh inversi seismik simultan.
4. Mendapatkan model 3D property reservoir (geometri, Vsh, PHIE, dan Sw ).
5. Mendapatkan dan membandingkan jumlah cadangan gas metode map algebra
hasil inversi dan pemodelan 3D property reservoir.
6. Mendapatkan sumur pemboran usulan berdasarkan pola persebaran
hidrokarbon, zona-zona interest lain yang memiliki parameter fisis yang sesuai
sebagai zona prospek.
1.4. Batasan Masalah
Dalam pelaksanaan penelitian Tugas Akhir dengan judul yang diajukan, yaitu
“Identifikasi Persebaran dan Estimasi Cadangan Gas serta Sumur Usulan
Menggunakan Inversi Seismik Simultan, dan Pemodelan 3D Property
Reservoir di Lapangan INK, Cekungan Sumatera Selatan”, terbatas pada:
1. Inversi seismik simultan yang dilakukan pada data seismik 3D partial stack.
2. Data log Vs bukan hasil dari pengukuran melainkan hasil estimasi metode Fluid
Replacement Model (FRM)
3. Hanya terdapat 5 data sumur.
Page 28
4
4. Hanya terdapat 3 sumur yang memiliki data checkshot.
5. Tidak terdapat data core sehingga nilai parameter a, m dan n dalam perhitungan
Sw berdasarkan literatur.
Page 29
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Daerah Penelitian
Daerah penelitian lapangan “INK” merupakan lapangan on-shore yang terletak di
Sumatera Selatan. Formasi daerah penelitian adalah Baturaja dengan jenis reservoar
gas pada litologi karbonat Formasi Baturaja.
2.2. Geologi Regional
2.2.1. Letak Fisiografi Cekungan Sumatera Selatan
Cekungan Sumatera Selatan merupakan cekungan busur belakang berumur Tersier
yang terbentuk sebagai akibat adanya interaksi antara Paparan Sunda sebagai
bagian dari Lempeng Benua Asia dan Lempeng Samudera India. Gambar 1
menjelaskan lokasi Cekungan Sumatera Selatan secara fisiografis merupakan
cekungan tersier berarah barat laut-tenggara yang dibatasi Sesar Semangko dan
Bukit Barisan di sebelah barat daya, Paparan Sunda di sebelah timur laut, Tinggian
Lampung di sebelah tenggara yang memisahkan cekungan tersebut dengan
Cekungan Sunda Asri, serta Pegunungan Dua Belas dan Pegunungan Tiga Puluh di
Page 30
6
sebelah baratlaut yang memisahkan Cekungan Sumatera Selatan dengan Cekungan
Sumatera Tengah. (Dewi, dkk., 2013).
Gambar 1. Peta Cekungan Sumatera Selatan (Hardiansyah, 2015)
Menurut Purwanto, dkk. (2015), secara struktural Cekungan Sumatera Selatan
dibagi menjadi 4 sub Cekungan, yaitu:
1. Sub Cekungan Jambi
2. Sub Cekungan Palembang Utara
Page 31
7
Sub Cekungan Palembang Utara menunjukkan penampakan lapisan tipis Oligosen
hingga Miosen Awal yang mengindikasikan kestabilan area tersebut pada kala
tersebut. Konfigurasi batuan dasar dikontrol oleh dua struktur utama dengan arah
timurlaut-baratdaya dan timurbarat, yang berkembang selama era Tersier Awal
yang membentuk sistem graben.
3. Sub Cekungan Palembang Tengah
4. Sub Cekungan Palembang Selatan
Sub Cekungan Palembang Selatan terletak di tepi baratdaya Cekungan Sumatera
Selatan dan terletak antara Pegunungan Barisan dan Cekungan Palembang Tengah.
Sub cekungan ini, biasanya dibagi menjadi tiga komponen struktur yang berbeda.
Komponen pertama adalah Meraksa-Kuang High yang merupakan daerah tertinggi
pada sub-cekungan yang terdiri dari fragmen batuan dasar. Komponen kedua adalah
Depresi Lematang, terletak di bagian utara Sesar Lematang, dan pada bagian
baratdaya dibatasi oleh Pegunungan Gumai.
Gambar 2 di bawah ini menjelaskan peta pembagian sub-cekungan pada Cekungan
Sumatera Selatan.
Page 32
8
Gambar 2. Pembagian sub-cekungan pada Cekungan Sumatera Selatan
(Purwanto, dkk., 2015)
2.2.2. Stratigrafi Sumatera Selatan
Menurut Koesoemadinata dalam Septianingrum (2014), stratigrafi Cekungan
Sumatera Selatan pada umumnya mengalami suatu daur besar atau megacycle yang
terdiri dari suatu transgresi yang diikuti oleh peristiwa regresi. Formasi yang
terbentuk dalam fase transgresi dikelompokkan menjadi Kelompok Telisa yang
terdiri atas Formasi Talang Akar, Formasi Baturaja, dan Formasi Gumai/Telisa.
Page 33
9
Sedangkan yang terbentuk dalam fase regresi dikelompokkan menjadi Kelompok
Palembang yang terdiri atas Formasi Air Benakat, Formasi Muara Enim dan
Formasi Kasai. Sedangkan Formasi Lemat merupakan formasi yang terdiri atas
sedimen bukan laut yang diendapkan sebelum fase transgresi utama.
Gambar 3. Stratigraphy section South Sumatera Basin (Doust & Noble, 2008)
Page 34
10
Gambar 3 menjelaskan urutan stratigrafi Cekungan Suamtera Selatan. Berikut
adalah stratigrafi Sumatera Selatan:
a. Batuan Dasar (Pra-Tersier dan awal Tersier)
Batuan dasar atau basement yang ada Cekungan Sumatera Selatan terdiri atas
pertemuan kompleks antara batuan beku, batuan metamorf, dan batuan sedimen,
yang masing-masing memiliki umur dan komposisi yang berbedabeda dengan
konfigurasi batuan dasar berorientasi barat laut-tenggara. Batuan dasar yang
paling tua diperkirakan merupakan bagian dari Lempeng Mikro Malaka, yang
membentang di bagian utara dan selatan dari Cekungan Sumatera Selatan ini.
b. Formasi Lemat / Lahat (Eosen Akhir –Oligosen Tengah)
Terdiri dari sikuen klastik berbutir kasar, tufaan atau granit wash (Anggota
Kikim), secara selaras ditumpangi oleh serpih, batulanau, batcupasir, dan
batubara yang diendapkan di lingkungan danau dan tepian danau (anggota
Benakat). Formasi ini umumnya menipis atau hilang di bagian tepi graben dan
pada tinggian intra-graben, tetapi ketebalannya dapat mencapai lebih dari 1000
m di sub-Cekungan Palembang Selatan dan Palembang Tengah.
c. Formasi Talang Akar (Oligosen Akhir –Miosen Awal)
Formasi yang terbentuk pada masa Oligosen Akhir sampai Miosen Awal ini
tersusun atas batupasir dataran delta, batulanau dan serpih yang terbentuk selama
fase penurunan termal syn-rift akhir sampai post-rift awal dari evolusi tektonik
Page 35
11
Cekungan Sumatera Selatan, terjadi pengendapan fluviatil dan delta yang luas di
hampir seluruh cekungan. Suatu pola sedimentasi mulai dari sedimen proximal
kaya pasir sampai sedimen distal miskin pasir dari lingkungan meander dan
overbanks bersisian dengan sedimen-sedimen daerah tepi laut sampai sedimen
laut seiring dengan menerusnya gejala penurunan cekungan. Formasi Talang
Akar terbentuk secara tidak selaras dengan tipe berupa paraconformity di atas
Formasi Lemat atau Batuan Pra-Tersier dan selaras di bawah Formasi Gumai
atau anggota Gamping Basal Gumai atau Baturaja. Ketebalan Formasi Talang
Akar berkisar antara 1500-2000 ft (460-610 m) di dalam beberapa areal
cekungan.
d. Formasi Baturaja (Miosen Awal)
Formasi Baturaja tersusun atas batuan karbonat sedangkan bagian bawah
umumnya tersusun atas serpih dengan lapisan tipis batugamping. Formasi ini
terbentuk pada fase transgresi yang berlangsung menerus sampai Miosen Awal
dengan pengendapan serpih di daerah-daerah graben dan kondisi laut dangkal di
daerah-daerah tinggian masuk ke cekungan atau intrabasinal dan sebagian besar
bagian timur cekungan. Produksi karbonat besar-besaran terjadi pada saat ini dan
menghasilkan pengendapan batugamping baik di bagian platform dari tepi
cekungan maupun sebagai terumbu di bagian tinggian masuk cekungan atau
intra-basinal. Reservoar karbonat berkualitas tinggi umum dijumpai di bagian
Page 36
12
selatan cekungan, namun lebih sedikit di sub Cekungan Jambi. Formasi ini
memiliki ketebalan berkisar antara 250-400 feet atau 76 -120 m yang umumnya
dijumpai pada batugamping yang diakibatkan oleh relief topografi yang tidak
teratur dari batuan Pra-Tersier
e. Formasi Gumai/Telisa (Miosen Awal-Tengah)
Formasi Gumai merupakan unit Tersier dengan penyebaran luas dan
pengendapannya terjadi saat transgresi laut maksimum. Formasi ini dicirikan
oleh serpih fosiliferous dan terdapat lapisan batugamping yang memiliki
komposisi glaukonit. Pada tepi dan area paparan cekungan dijumpai fasies laut
dangkal tersusun atas batulanau, batupasir halus serta batugamping yang
terdapat bersama serpih. Formasi Gumai terbentuk pada laut dangkal pada Kala
Miosen Tengah-Akhir, memilki ketebalan berkisar antara 6000-9000 feet (1800-
2700 meter).
f. Formasi Air Benakat (Miosen Tengah)
Formasi Air Benakat diendapkan secara selaras di atas Formasi Gumai dan
merupakan awal terjadinya fase regresi. Formasi ini terdiri dari batulempung
putih kelabu dengan sisipan batupasir halus, batupasir abu-abu hitam kebiruan,
glaukonitan setempat terdapat komposisi lignit dan di bagian atas terdapat
komposisi tufaan sedangkan bagian tengah kaya akan fosil foraminifera.
Ketebalan Formasi Air Benakat bervariasi antara 100-1300 m.
Page 37
13
g. Formasi Muara Enim (Miosen Akhir-Pliosen Awal)
Formasi Muara Enim terdiri dari batupasir, batulempung, batulanau dan
batubara. Batupasir pada Formasi ini dapat memiliki komposisi glaukonit dan
debris volkanik. Pada Formasi Muara Enim juga terdapat oksida besi berupa
konkresi - konkresi dan kayu yang terfosilkan atau silisified wood. Sedangkan
batubara yang terdapat pada di sini umumnya berupa lignit. Formasi ini
terbentuk pada tahap akhir dari fase regresi yang berumur Tersier. Sedimen
Miosen Akhir di Cekungan Sumatera Selatan merekam suatu periode
meningkatnya aktifitas volkanisme dan munculnya Pegunungan Barisan, di
sebelah barat, sebagai sumber utama input sedimen ke dalam cekungan. Formasi
ini diendapkan secara selaras di atas Formasi Air Benakat pada lingkungan laut
dangkal, pada dataran delta dan non marin. Ketebalan formasi ini 500-1000 m.
h. Formasi Kasai (Pliosen – Pleistosen)
Formasi yang terbentuk pada masa Pliosen sampai Pleistosen ini terdiri dari
litologi batupasir tufan dan tefra riolitik di bagian bawah. Bagian atas terdiri dari
tufa pumice kaya kuarsa, batupasir, konglomerat, tufa pasiran dengan lensa rudit
dengan keterdapatan pumice dan tufa berwarna abu-abu kekuningan, banyak
dijumpai sisa tumbuhan dan lapisan tipis lignit serta kayu yang terkersikkan.
Selama Pliosen, volkanisme besar-besaran di Pegunungan Barisan menyebabkan
semakin meningkatnya komponen volkaniklastik dan regresi yang terjadi
Page 38
14
menghasilkan kondisi lingkungan darat di sebagian besar Sumatera Selatan.
Formasi Kasai diendapkan secara selaras di atas Formasi Muara Enim dengan
ketebalan 850 – 1200 m.
2.2.3. Petroleum Sistem Cekungan Sumatera Selatan
Menurut Bishop (2001) Cekungan Sumatera Selatan memiliki potensi besar
cadangan hidrokarbon. Hal ini sesuai dengan petroleum system pada Cekungan
Sumatera Selatan, yang dijelaskan sebagai berikut:
a. Batuan Induk (Source Rock)
Hidrokarbon pada Cekungan Sumatera Selatan diperoleh dari batuan induk
lacustrine Formasi Lahat dan batuan induk terrestrial coal dan coaly shale pada
Formasi Talang Akar. Batuan induk lacustrine diendapkan pada kompleks half-
graben, sedangkan terrestrial coal dan coaly shale secara luas pada batas half-
graben. Selain itu pada batugamping Formasi Baturaja dan shale dari Formasi
Gumai memungkinkan juga untuk dapat menghasilkan hirdrokarbon pada area
lokalnya. Formasi Baturaja dan Formasi Gumai berada dalam keadaan matang
hingga awal matang pada generasi gas termal di beberapa bagian yang dalam
dari cekungan, oleh karena itu dimungkinkan untuk menghasilkan gas pada
petroleum system.
Page 39
15
b. Reservoar
Pada Cekungan Sumatera Selatan, beberapa formasi dapat menjadi reservoar
yang efektif untuk menyimpan hidrokarbon, antara lain adalah pada basement,
Formasi Lahat, Formasi Talang Akar, Formasi Baturaja, dan Formasi Gumai.
Sedangkan untuk sub Cekungan Palembang Selatan produksi hidrokarbon
terbesar berasal dari Formasi Talang Akar dan Formasi Baturaja. Basement yang
berpotensi sebagai reservoar terletak pada daerah uplifted dan paleohigh yang di
dalamnya mengalami rekahan dan pelapukan. Batuan pada basement ini terdiri
dari granit dan kuarsit yang memiliki porositas efektif sebesar 7%. Pada
reservoar karbonat Formasi Baturaja, pada bagian atas merupakan zona yang
porous dibandingkan dengan bagian dasarnya yang relatif ketat (tight). Porositas
yang terdapat pada Formasi Batu Raja berkisar antara 10-30% dan
permeabilitasnya sekitar 1 Darcy.
c. Batuan Penutup (Seal)
Batuan penutup Cekungan Sumatra Selatan secara umum berupa lapisan shale
cukup tebal yang berada di atas reservoar Formasi Talang Akar dan Gumai itu
sendiri (intraformational seal rock). Seal pada reservoar batugamping Formasi
Batu Raja juga berupa lapisan shale yang berasal dari Formasi Gumai. Pada
reservoar batupasir Formasi Air Benakat dan Muara Enim, shale yang bersifat
intraformational juga menjadi seal rock yang baik untuk menjebak hidrokarbon.
Page 40
16
d. Trap
Jebakan hidrokarbon utama diakibatkan oleh adanya antiklin dari arah baratlaut
ke tenggara dan menjadi jebakan yang pertama di eksplorasi. Antiklin ini
dibentuk akibat adanya kompresi yang dimulai saat Miosen Awal dan berkisar
pada 2-3 juta tahun yang lalu. Selain itu jebakan hidrokarbon pada Cekungan
Sumatra Selatan juga diakibatkan karena struktur. Tipe jebakan struktur pada
Cekungan Sumatra Selatan secara umum dikontrol oleh struktur-struktur tua dan
struktur lebih muda. Jebakan struktur tua ini berkombinasi dengan sesar naik
sistem wrench fault yang lebih muda. Jebakan sturktur tua juga berupa sesar
normal regional yang menjebak hidrokarbon. Sedangkan jebakan struktur yang
lebih muda terbentuk bersamaan dengan pengangkatan akhir Pegunungan
Barisan.
e. Migrasi
Migrasi hidrokarbon terjadi secara horisontal dan vertikal dari source rock serpih
dan batubara pada Formasi Lahat dan Talang Akar. Migrasi horizontal terjadi di
sepanjang kemiringan slope, yang membawa hidrokarbon dari source rock
dalam kepada batuan reservoar dari Formasi Lahat dan Talang Akar sendiri.
Migrasi vertikal dapat terjadi melalui rekahan-rekahan dan daerah sesar turun
mayor. Terdapatnya resapan hidrokarbon di dalam Formasi Muara Enim dan Air
Benakat adalah sebagai bukti yang mengindikasikan adanya migrasi vertikal
Page 41
17
melalui daerah sesar kala Pliosen sampai Pliestosen. Gambar 4 menjelaskan
petroleum sistem Cekungan Sumatera Selatan.
Gambar 4. Petroleum system event chart sub Cekungan Palembang Tengah
(Argakoesoemah dan Kamal, 2004)
Page 42
BAB III. TEORI DASAR
3.1. Konsep Seismik Refleksi
Prinsip dasar metode seismik, yaitu menempatkan geophone sebagai penerima
getaran pada lokasi penelitian. Sumber getaran dapat ditimbulkan oleh ledakan
dinamit atau suatu pemberat yang dijatuhkan ke tanah (weight drop). Gelombang
yang dihasilkan oleh sumber menyebar ke segala arah dan direkam oleh geophone
sebagai fungsi waktu yang dapat memperkirakan bentuk lapisan bawah permukaan
yang sebenarnya. Hasil gelombang seismik yang terekam oleh receiver akan
membawa informasi mengenai litologi dan fluida bawah permukaan dalam bentuk
waktu rambat (travel time), amplitudo refleksi, dan variasi fasa. Gambar 5 di
bawah ini menjelaskan partisi refleksi gelombang seismik.
Gambar 5. Sketsa partisi refleksi gelombang seismik (Russel, 1996)
Incident
P-Wave Reflected
P-Wave
Transmited
P-Wave
Transmited
S-Wave
Reflected
S-Wave
Page 43
19
Setiap trace merupakan hasil konvolusi sederhana dari reflektivitas bumi dengan
fungsi sumber seismik ditambah dengan noise (Russel, 1996).
S(t) = w(t) * r(t) + n(t) ......................................................................................... (1)
dimana, S(t) = trace seismik
w(t) = wavelet seismik
r(t) = reflektivitas bumi, dan n(t) = noise
Gambar 6. Konsep seismik refleksi (Abdullah, 2011)
Gambar 6 di atas menjelaskan konsep seismik refleksi dari sumber getaran sampai
diterima oleh geophone.
3.2. Hukum Fisika Gelombang Seismik
3.2.1 Hukum Snellius
Hukum Snellius mengatakan bahwa apabila suatu gelombang datang pada bidang
batas dua media yang sifat fisiknya berbeda akan dibiaskan, jika sudut datang lebih
kecil atau sama dengan sudut kritisnya dan akan dipantulkan, jika sudut datang
lebih besar dari sudut kritis, seperti yang diilustrasikan pada Gambar 7.
Lintasan gelombang tersebut mengikuti hukum Snellius, yaitu:
Page 44
20
𝑠𝑖𝑛𝜃1
𝑉𝑃1=
𝑠𝑖𝑛𝜃1′
𝑉𝑃1=
𝑠𝑖𝑛𝜃2
𝑉𝑃2=
𝑠𝑖𝑛𝜑1
𝑉𝑆1=
𝑠𝑖𝑛𝜑2
𝑉𝑆2= 𝑝…………………...……………(2)
Dengan, 𝜃1 = 𝑠𝑢𝑑𝑢𝑡 𝑑𝑎𝑡𝑎𝑛𝑔 𝑔𝑒𝑙𝑜𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔 𝑃
𝜃1′ = 𝑠𝑢𝑑𝑢𝑡 𝑝𝑎𝑛𝑡𝑢𝑙 𝑔𝑒𝑙𝑜𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔 𝑃
𝜑1 = 𝑠𝑢𝑑𝑢𝑡 𝑝𝑎𝑛𝑡𝑢𝑙 𝑔𝑒𝑙𝑜𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔 𝑆
𝜃2′ = 𝑠𝑢𝑑𝑢𝑡 𝑏𝑖𝑎𝑠 𝑔𝑒𝑙𝑜𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔 𝑆
𝑉𝑃1 = 𝑘𝑒𝑐𝑒𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑔𝑒𝑙𝑜𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔 𝑃 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑚𝑒𝑑𝑖𝑢𝑚 𝑝𝑒𝑟𝑡𝑎𝑚𝑎
𝑉𝑃2 = 𝑘𝑒𝑐𝑒𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑔𝑒𝑙𝑜𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔 𝑃 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑚𝑒𝑑𝑖𝑢𝑚 𝑘𝑒𝑑𝑢𝑎
𝑉𝑆1 = 𝑘𝑒𝑐𝑒𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑔𝑒𝑙𝑜𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔 𝑆 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑚𝑒𝑑𝑖𝑢𝑚 𝑝𝑒𝑟𝑡𝑎𝑚𝑎
𝑉𝑆2 = 𝑘𝑒𝑐𝑒𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑔𝑒𝑙𝑜𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔 𝑆 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑚𝑒𝑑𝑖𝑢𝑚 𝑘𝑒𝑑𝑢𝑎
𝑝 = 𝑝𝑎𝑟𝑎𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 𝑔𝑒𝑙𝑜𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔
Gambar 7. Pemantulan dan pembiasan pada bidang batas dua medium untuk
gelombang P (Bhatia, 1986)
3.2.2. Prinsip Huygens
Huygens mengatakan bahwa gelombang menyebar dari sebuah titik sumber
gelombang ke segala arah dengan bentuk bola. Prinsip Huygens mengatakan bahwa
Page 45
21
setiap titik-titik penganggu yang berada di depan muka gelombang utama akan
menjadi sumber bagi terbentuknya gelombang baru. Jumlah energi total dari
gelombang baru tersebut sama dengan energi utama. Pada eksplorasi seismik titik-
titik di atas dapat berupa patahan, rekahan, pembajian, antiklin, dan lainnya.
Sedangkan gelombang baru tersebut disebut sebagai gelombang difraksi. Gambar
8 merupakan ilustrasi konsep Prinsip Huygens.
Gambar 8. Prinsip Huygens (Sheriff, 1995)
3.2.3. Prinsip Fermat
Prinsip Fermat menyatakan bahwa gelombang yang menjalar dari satu titik ke titik
yang lain akan memilih lintasan dengan waktu tempuh tercepat. Prinsip Fermat
dapat diaplikasikan untuk menentukan lintasan sinar dari satu titik ke titik yang
lainnya, yaitu lintasan yang waktu tempuhnya bernilai minimum. Dengan
diketahuinya lintasan dengan waktu tempuh minimum, maka dapat dilakukan
penelusuran jejak sinar yang telah merambat di dalam medium. Penelusuran jejak
sinar seismik ini akan sangat membantu dalam menentukan posisi reflektor di
Page 46
22
bawah permukaan. Jejak sinar seismik yang tercepat ini tidaklah selalu berbentuk
garis lurus. Gambar 9 merupakan ilustrasi konsep Prinsip Fermat.
Gambar 9. Prinsip Fermat (Abdullah, 2007)
3.3. Trace Seismik
Model dasar dan yang sering digunakan dalam model satu dimensi untuk trace
seismic, yaitu mengacu pada model konvolusi yang menyatakan bahwa tiap trace
merupakan hasil konvolusi sederhana dari reflektivitas bumi dengan fungsi sumber
seismik ditambah dengan noise (Russell, 1996). Dalam bentuk persamaan dapat
dituliskan sebagai berikut (tanda *(asterisk)) menyatakan konvolusi:
S(t) = W(t) * r(t) + n(t) ……………………………..……………..………… (3)
Dimana, S(t) = trace seismik
r(t) = reflektivitas bumi
W(t) = wavelet seismik
n(t) = noise.
Page 47
23
Konvolusi dapat dinyatakan sebagai “penggantian (replacing)” setiap koefisien
refleksi dalam skala wavelet kemudian menjumlahkan hasilnya (Russell, 1996).
3.4. Polaritas dan fasa
Penentuan jenis polaritas sangat penting dalam proses well seismic tie dan picking
horizon. Polaritas terbagi menjadi polaritas normal dan polaritas terbalik. Society of
Exploration Geophysicists (SEG) mendefinisikan polaritas normal sebagai berikut:
1. Sinyal seismik positif akan menghasilkan tekanan akustik positif pada hidrofon
atau pergerakan awal ke atas pada geofon.
2. Sinyal seismik yang positif akan terekam sebagai nilai negatif pada tape,
defleksi negatif pada monitor dan trough pada penampang seismik.
Berdasarkan konvensi SEG ini, polaritas seismik dapat dihubungkan dengan nilai
impedansi akustik (AI) dari lapisan-lapisan batuan sebagai berikut:
1. Batas refleksi berupa trough pada penampang seismic, jika impedansi akustik
lapisan bawah > impedansi akustik lapisan di atasnya.
2. Batas refleksi berupa peak pada penampang seismic, jika impedansi akustik
lapisan bawah < impedansi akustik lapisan di atasnya.
Bentuk dan jenis polaritas dan fasa dapat diilustrasikan seperti pada Gambar 10 di
bawah ini:
Page 48
24
Gambar 10. Fasa dan polaritas
Fasa pulsa seismik umumnya ditunjukkan dalam rekaman seismik dengan dua fasa,
yaitu fasa minimum dan fasa nol. Pada fasa minimum energi yang berhubungan
dengan AI terkonsentrasi pada onset (bagian muka) pulsa tersebut. Pada fasa nol
batas AI akan terdapat pada peak atau trough (bagian tengah) pulsa tersebut. Untuk
spektrum amplitudo yang sama, sinyal fasa akan selalu lebih pendek dan
beramplitudo lebih besar dari fasa minimum, sehingga sinyal noisenya juga akan
lebih besar.
3.5. Wavelet
Wavelet adalah gelombang harmonik yang mempunyai interval amplitudo,
frekuensi, dan fasa tertentu (Sismanto, 2006). Berdasarkan konsentrasi energinya
wavelet dapat dibagi menjadi 4 jenis (Gambar 11) yaitu:
1. Zero Phase Wavelet
Page 49
25
Wavelet berfasa nol (zero phase wavelet) mempunyai konsentrasi energi
maksimum di tengah dan waktu tunda nol, sehingga wavelet ini mempunyai
resolusi dan standout yang maksimum.
2. Minimum Phase Wavelet
Wavelet berfasa minimum (minimum phase wavelet) memiliki energi yang
terpusat pada bagian depan.
3. Maximum Phase Wavelet
Wavelet berfasa maksimum (maximum phase wavelet) memiliki energi yang
terpusat secara maksimal di bagian akhir dari wavelet tersebut, merupakan
kebalikan dari wavelet berfasa minimum.
4. Mixed Phase Wavelet
Wavelet berfasa campuran (mixed phase wavelet) merupakan wavelet yang
energinya tidak terkonsentrasi di bagian depan maupun di bagian belakang.
Selain itu terdapat jenis wavelet model yang biasanya dipakai dalam proses
pembuatan seismogram sintetik, yaitu wavelet ricker dan wavelet trapezoid atau
bandpass. Wavelet ricker merupakan jenis wavelet model dengan fasa nol yang
menggunakan frekuensi dominan yang dilepaskan ke bumi pada penampang
seismik. Frekuensi dominan pada penampang seismik dilihat dari spektrum
amplitudo hasil dari ekstraksi wavelet. Pada proses pengikatan seismik dengan
sumur (well seismic tie), wavelet model digunakan apabila memiliki nilai koefisien
korelasi yang lebih baik dari pada metode wavelet ekstraksi. Wavelet trapezoid atau
bandpass termasuk kedalam wavelet model yang merupakan filter seismik yang
digunakan ketika pengolahan data seismik yang berarti frekuensi yang dilepaskan
ke bumi. Parameter yang digunakan pada wavelet ini adalah F1 (low cut frequency),
Page 50
26
F2 (low pass frequency), F3 (high pass frequency), dan F4 (high cut frequency)
(Mashudi, M.I.,2006).
Gambar 11. Jenis-jenis wavelet berdasarkan konsentrasi energinya, minimum
phase wavelet (a) , yaitu mixed phase wavelet (b), maximum phase
wavelet (c), dan zero phase wavelet (d) (http://petroeumgeophysics.
com/image/chapter-4)
3.6. Resolusi Vertikal
Resolusi adalah jarak minimum antara dua obyek yag dapat dipisahkan oleh
gelombang seismik (Sukmono, 2000). Resolusi dalam gelombang seismik
didefinisikan sebagai kemampuan gelombang seismik utuk memisahkan dua obyek
yang berbeda. Resolusi vertikal dapat dihitung menggunakan Persamaan 4.
Page 51
27
Resolusi vertikal = (𝑘𝑒𝑐𝑒𝑝𝑎𝑡𝑎𝑚 𝑥 𝑓𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖)
4……………………..……(4)
Ketebalam minimum suatu obyek bervariasi untuk dapat memberikan refleksi
sendiri antara 1/8 λ sampai 1/30 λ, dimana λ adalah panjang gelombang seismik.
Resolusi tubuh batuan setara dengan ¼ λ dalam waktu bolak-balik atau TWT.
Hanya batuan yang memiliki ketebalan diatas ¼ λ yang dapat dibedakan oleh
gelombang seismik. Gambar 12 menunjukkan efek interferensi batuan saat
ketebalan dua litologi sama dengan nilai resolusi vertikal.
Gambar 12. Efek Interfensi yang berhubungan dengan batuan dengan AI tinggi
yang terltak diantara batuan rendah (Sukmono, 2000).
3.7. Well Logging
Well logging merupakan metode pengukuran satu atau lebih kuantitas fisik di dalam
atau di sekitar lubang sumur relatif terhadap kedalaman sumur atau terhadap waktu
atau keduanya. Dalam hal ini digunakan kombinasi alat perekaman log gamma ray
,log densitas dan log caliper (Suardi, 2012).
Pendapat lain menjelaskan bahwa well logging merupakan metode untuk
mendapatkan data bawah permukaan dengan menggunakan alat ukur yang
Page 52
28
dimasukkan kedalam lubang sumur yang dapat dilakukan saat pemeboran
berlangsung atau setelah pengeboran. Dengan metode well loging akan didapatkan
informasi litologi, pengukuran porositas, pengukuran resistivitas, permeabilitas dan
kejenuhan hidrokarbon untuk evaluasi formasi dan identifikasi litologi bawah
permukaan. Metode ini merupakan suatu metode yang dapat memberikan data yang
diperlukan untuk mengevaluasi secara kualitatif dan kuantitatif adanya
hidrokarbon. Dari interpretasi kualitatif diperoleh identifikasi tipe batuan,
pendeteksian adanya hidrokarbon, pendeteksian adanya lapisan permeabel, dan
penentuan batas reservoar. Sedangkan dari interpretasi kuantitatif diperoleh harga
porositas, saturasi fluida dan indeks permeabilitas. Dasar–dasar interpretasi log
kuantitatif adalah pemahaman sifat petrofisika batuan, penentuan besaran
petrofisika dari log, penggunaan software untuk interpretasi dan pemahaman
kegunaan hasil interpretasi hasil log sumur (Dewanto, 2009).
3.8. Perangkat–Perangkat Well Logging
3.8.1. Log Radioaktif
Log radioaktif adalah log yang menyelidiki intensitas radioaktif mineral yang
mengandung radioaktif tertentu. Log radioaktif dapat digunakan pada sumur yang
di casing (cased hole) maupun yang tidak di casing (open hole). Keuntungan dari
log radioaktif ini dibandingkan log listrik adalah tidak banyak dipengaruhi oleh
keadaan lubang bor dan jenis lumpur. Dari tujuan pengukuran, log radioaktif dapat
dibedakan menjadi: alat pengukur litologi seperti log gamma ray, alat pengukur
porositas seperti log neutron dan log densitas. Hasil pengukuran alat porositas dapat
digunakan pula untuk mengidentifikasi litologi dengan hasil yang memadai.
Page 53
29
a. Log Gamma ray
Prinsip dari Log gamma ray adalah suatu rekaman dari tingkat radioaktivitas alami
yang terjadi karena unsur uranium, thorium dan potassium pada batuan. Pada
batupasir dan batu karbonat mempunyai konsentrasi radioaktif rendah dan gamma
ray bernilai rendah , dan sebaliknya pada batulempung serpih, mempunyai gamma
ray tinggi. Log gamma ray memiliki satuan API (American Petroleum Institute)
yang biasanya dalam skala berkisar 0–150 API atau 0–200 API jika terdapat lapisan
organic rich shale. Secara umum fungsi dari Log GR antara lain:
1. Evaluasi kandungan serpih Vsh
2. Evaluasi bijih mineral radioaktif
3. Evaluasi lapisan mineral yang bukan radioaktif
4. Korelasi log pada sumur berselubung
5. Korelasi antar sumur
Secara khusus log gamma ray berguna untuk identifikasi lapisan permeabel disaat
log SP tidak berfungsi karena formasi yang resistif atau bila kurva SP kehilangan
karakternya (Rmf = Rw), atau ketika SP tidak dapat merekam karena lumpur yang
digunakan tidak konduktif (oil base mud).
Dalam pelaksanaannya, pengukuran log gamma ray dilakukan dengan menurunkan
instrumen log gamma ray kedalam lubang bor dan merekam radiasi sinar gamma
untuk setiap interval tertentu. Biasanya interval perekaman gamma ray secara
vertikal sebesar 0,5 feet. Sinar gamma dapat menembus logam dan semen, maka
logging gamma ray dapat dilakukan pada lubang bor yang telah dipasang casing
ataupun telah dilakukan cementing. Walaupun terjadi atenuasi, sinar gamma karena
Page 54
30
casing, tetapi energinya masih cukup kuat untuk mengukur sifat radiasi gamma
pada formasi batuan di sampingnya (Zain, 2011).
Gambar 13 merupakan gambaran respon log gamma ray terhadap jenis litologi
batuan. Unsur radioaktif umumnya banyak terdapat dalam shale dan sedikit sekali
terdapat dalam sandstone, limestone, dolomite, coal dan gypsum dan lainnya. Oleh
karena itu, shale akan memberikan respon gamma ray yang sangat signifikan
dibandingkan dengan batuan yang lainnya.
Gambar 13. Identifikasi litologi berdasarkan log GR (Glover, 2000)
Page 55
31
b. Log Neutron
Prinsip dari Log neutron adalah merekam Hidrogen Index (HI) dari formasi. HI
merupakan indikator kelimpahan kandungan hidrogen dalam formasi (dengan
asumsi atom H berasal dari HC atau Air). Satuan pengukuran dinyatakan dalam
satuan PU (Porosity Unit) (Rider, 1996). Alat yang digunakan disebut Alat neutron
terkompensasi (Compensated Netron Tool) atau disingkat CNT. Alat ini biasanya
dikombinasikan dengan LDT dan gamma ray, karena ketiga alat tersebut adalah
alat nuklir dengan kecepatan logging yang sama dan kombinasi neutron-densitas
akan memberikan evaluasi litologi pintas dan indikator gas yang ampuh. Prinsip
kerja dari CNT ini adalah hasil pemancaran partikel neutron dari sumber neutron
ke dalam formasi.
Tanggapan alat neutron terutama untuk mengetahui jumlah atom hidrogen pada
suatu batuan akan tetapi neutron tidak dapat membedakan antara atom hidrogen
bebas dengan atom hidrogen yang secara kimia terikat pada mineral batuan,
sehingga tanggapan neutron pada formasi shale yang banyak mengandung atom
hidrogen di dalam susunan molekulnya seolah-olah mempunyai porositas yang
lebih tinggi. Semakin banyak atom H dalam formasi, maka partikel neutron yang
kembali akan semakin sedikit. Besarnya porositas batuan sama dengan jumlah
energi neutron yang hilang, karena atom hidrogen berkonsentrasi pada pori yang
terisi fluida (air atau minyak). Pori yang terisi oleh gas akan memiliki pola kurva
log neutron akan lebih rendah dari yang seharusnya (gas effect). Hal ini terjadi
karena konsentrasi hidrogen dalam gas lebih kecil dibandingkan pada minyak dan
air (Harsono, 1997).
Page 56
32
Gambar 14 . Identifikasi litologi berdasarkan log neutron (Rider, 2002)
Log neutron pada Gambar 14 menunjukkan indeks hidrogen yang diubah menjadi
unit porositas neutron. Menurut Telford (2001) terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi nilai porosistas pada kurva neutron, yaitu sebagai berikut:
Shale atau clay. Adanya shale dalam lapisan permeabel akan memperbesar
harga porositas neutron.
Page 57
33
2. Kandungan air asin atau air tawar. Adanya kandungan air asin maupun air tawar
akan memperbesar harga porositas neutron.
3. Kandungan minyak. Sedikitnya persentase air dalam batuan yang didominasi
oleh minyak akan menurunkan harga porositas neutron.
4. Kandungan gas. Lapisan mengandung gas adalah paling sedikit mengandung air,
sehingga kadang-kadang harga porositas neutron mendekati batuan yang
kompak yakni 2-6%.
c. Log Density
Log densitas merupakan pengukuran log porositas yang mengukur densitas elektron
suatu formasi. Prinsip kerja log density, yaitu suatu sumber radioaktif dari alat
pengukur dipancarkan sinar gamma dengan intensitas energi tertentu menembus
batuan. Batuan terbentuk dari butiran mineral, mineral tersusun dari atom-atom
yang terdiri dari proton dan elektron. Partikel sinar gamma bertumbukan dengan
electron-elektron dalam batuan. Akibat tumbukan ini sinar gamma akan mengalami
pengurangan energi. Energi yang kembali sesudah mengalami benturan akan
diterima oleh detektor yang berjarak tertentu dengan sumbernya.
Page 58
34
Gambar 15. Identifikasi litologi berdasarkan log densitas (Rider, 2002)
Gambar 15 merupakan gambaran respon log densitas terhadap jenis litologi
batuan. Semakin lemahnya energi yang kembali menunjukkan semakin banyaknya
elektron-elektron dalam batuan, yang berarti semakin padat butiran penyusun
batuan persatuan volume. Besar kecilnya energi yang diterima oleh detektor
tergantung dari:
1. Besarnya densitas kandungan yang ada dalam pori-pori batuan
2. Besarnya porositas batuan.
3. Besarnya densitas matriks batuan (Afriani, dkk., 2005).
Page 59
35
Tabel 1 menjelaskan klasifikasi nilai densitas batuan berdasarkan jenis batuannya,
menurut Telford, dkk., (1990):
Tabel 1. Klasifikasi nilai densitas berdasarkan jenis batuan (Telford, 1990)
Rock Type (Sediments) Density Range
(gr/cm3)
Density Average
(gr/cm3)
Overburden 1.92
Soil 1.2-2.4 1.92
Clay 1.63-2.6 2.21
Gravel 1.7-2.4 2
Sand 1.7-2.3 2
Sandstone 1.61-2.76 2.35
Shale 1.77-3.2 2.4
Limestone 1.93-2.90 2.55
Dolomite 2.26-2.90 2.7
3.8.2. Log Listrik
Log listrik merupakan pengukuran nilai sifat listik tiap kedalaman lubang bor. Sifat-
sifat ini diukur dengan berbagai variasi konfigurasi elektroda yang diturunkan ke
dalam lubang bor. Untuk batuan yang pori-porinya terisi mineral-mineral air asin
atau clay, maka akan menghantarkan listrik dan mempunyai resistivitas yang
rendah dibandingkan dengan pori-pori yang terisi minyak, gas maupun air tawar.
Oleh karena itu, lumpur pemboran yang banyak mengandung garam akan bersifat
konduktif dan sebaliknya. Pada umumnya log listrik dapat dibedakan menjadi dua
jenis yaitu spontaneous potensial log (SP log) dan resistivity log
a. Log SP (Spontaneous Potential Log)
Log SP adalah rekaman perbedaan potensial listrik antara elektroda di permukaan
dengan elektroda yang terdapat di lubang bor yang bergerak naik turun. Supaya SP
dapat berfungsi, maka lubang harus diisi oleh lumpur konduktif.
Page 60
36
Gambar 16. Identifikasi litologi berdasarkan log SP (Rider, 2002)
Gambar 16 menjelaskan respon kurva SP di berbagai litologi. Kegunaan dari log
SP adalah sebagai berikut:
1. Identifikasi lapisan permeable dan impermeable dan lapisan poros.
2. Mencari batas-batas lapisan permeable dan korelasi antar sumur.
3. Menentukan nilai resistivitas air formasi (Rw)
4. Memberikan indikasi kualitatif lapisan serpih.
Pada lapisan serpih, kurva SP umumnya berupa garis lurus yang disebut garis dasar
serpih, sedangkan pada formasi permeable kurva SP menyimpang dari garis dasar
serpih dan mencapai garis konstan pada lapisan permeable yang cukup tebal, yaitu
Page 61
37
garis pasir. Penyimpangan SP dapat ke kiri atau ke kanan tergantung pada kadar
garam air formasi dan filtrasi lumpur (Schlumberger, 1989).
b. Log Resistivity (LR)
Log resistivity digunakan untuk mendeterminasi zona mining area dan zona air,
mengindikasikan zona permeable dengan mendeteminasi porositas resistivitas.
Oleh karena batuan dan matrik tidak konduktif, maka kemampuan batuan untuk
menghantarkan arus listrik tergantung pada fluida dan pori. Alat-alat yang
digunakan untuk mencari nilai resistivitas (Rt) terdiri dari dua kelompok yaitu
laterelog dan log induksi. Yang umum dikenal sebagai log Rt adalah LLd (Deep
Laterelog Resistivity), LLs (Shallow Laterelog Resisitivity), ILd ( Deep Induction
Resisitivity), ILm (Medium Induction Resistivity), dan SFL.
c. Lateralog
Prinsip kerja dari lateralog ini adalah memfokuskan arus listrik secara lateral ke
dalam formasi dalam bentuk lembaran tipis. Hal ini dicapai dengan menggunakan
arus pengawal (bucking current), yang fungsinya untuk mengawal arus utama
(measured current) masuk ke dalam formasi sedalam-dalamnya. Dengan mengukur
tegangan listrik yang diperlukan untuk menghasilkan arus listrik utama yang
besarnya tetap, resistivitas dapat dihitung dengan hukum ohm.
d. Log Induksi
Prinsip kerja dari Induksi, yaitu dengan memanfaatkan arus bolak-balik yang
dikenai pada kumparan, sehingga menghasilkan medan magnet dan sebaliknya
medan magnet akan menghasilkan arus listrik pada kumparan. Secara umum,
kegunaan dari log induksi ini antara lain mengukur konduktivitas pada formasi dan
mengukur resistivitas formasi dengan lubang pemboran yang menggunakan lumpur
pemboran jenis oil base mud atau fresh water base mud. Penggunaan log induksi
Page 62
38
akan menguntungkan apabila cairan lubang bor adalah insolator, misal udara, gas,
air tawar atau oil basemud dan esistivitas formasi tidak terlalu besar Rt < 100 Ω
serta diameter lubang tidak terlalu besar.
Gambar 17 menjelaskan zona-zona bor berdasarkan pengaruh lumbur. Ketika
suatu formasi di bor, air lumpur pemboran akan masuk ke dalam formasi, sehingga
membentuk 3 zona yang terinvasi dan mempengaruhi pembacaan log resistivitas
(Brown, 2012) yaitu:
1. Flushed Zone
Merupakan zona infiltrasi yang terletak paling dekat dengan lubang bor serta terisi
oleh air filtrat lumpur yang mendesak fluida formasi (gas, minyak ataupun air
tawar). Meskipun demikian mungkin saja tidak seluruh fluida formasi terdesak ke
dalam zona yang lebih dalam.
2. Transition Zone
Merupakan zona infiltrasi yang lebih dalam keterangan zona ini ditempati oleh
campuran dari air filtrat lumpur dengan fluida formasi.
3. Uninvaded Zone
Merupakan zona yang tidak mengalami infiltrasi dan terletak paling jauh dari
lubang bor, serta seluruh pori-pori batuan terisi oleh fluida formasi.
Page 63
39
Gambar 17. Profil sumur bor terinvasi lumpur (Brown, 2012)
Gambar 18 di bawah ini menjelaskan respon resistivitas terhadap perbedaan
litologi.
Page 64
40
Gambar 18. Identifikasi litologi berdasarkan log resistivitas (Glover, 2000)
3.8.3. Log Sonic
Log sonic termasuk kedalam golongan log porositas dimana, pada prinsipnya log
sonic ini mengukur waktu rambatan gelombang suara melalui formasi pada jarak
tertentu, sehingga memerlukan pemancar dan penerima yang dipisahkan dalam
jarak tertentu. Waktu yang dibutuhkan tersebut biasanya disebut “Interval Transit
Time” (Δt). Dimana Δt berbanding terbalik dengan kecepatan gelombang suara dan
tergantung pada jenis litologi, porositas dan kandungan porinya. Selain mencari
porositas batuan dan identifikasi batuan, log sonic ini juga berguna sebagai
informasi utama korelasi dan kalibrasi data log dengan seismik log sonic ini
memiliki besaran μs/ft atau μs/m dengan skala 140 – 40 μs/ft (Zain, 2012). Gambar
19 mengilustrasikan respon log sonic di berbagai jenis litologi.
Page 65
41
Gambar 19. Identifikasi litologi berdasarkan log resistivitas (Glover, 2000)
3.8.4. Log Caliper
Log caliper digunakan sebagai kontributor informasi untuk keadaan litologi. Selain
itu, log ini juga digunakan sebagai indikator zona yang memiliki permeabilitas dan
porositas yang bagus (batuan reservoar) dengan terbentuknya kerak lumpur yang
berasosiasi dengan log gamma ray, perhitungan tebal kerak lumpur, pengukuran
volume lubang bor dan pengukuran volume semen yang dibutuhkan. Gambar 20
menjelaskan respon log caliper di litologi yang berbeda.
Page 66
42
Gambar 20. Identifikasi litologi berdasarkan log caliper (Rider, 2002)
3.9. Petrofisika
Petrofisika merupakan besaran berasan fisis tertentu di dalam suatu formasi dalam
satuan besar atau litologi dalam satuan kecil. Beberapa parameter petofisika yang
digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Page 67
43
3.9.1. Volume Clay (VCL)
Volume Clay merepresentasikan Volume shale (Vsh) yang menunjukkan seberapa
banyak kandungan shale/clay dalam suatu batuan. Hal ini berpengaruh terhadap
sifat batuan. karena shale/clay menjadi penghambat suatu batuan untuk
mengalirkan fluida karena clay bersifat impermeabel (tidak dapat mengalirkan
fluida). Semakin banyak clay yang terdapat pada batuan tersebut, maka akan mudah
menghambat fluida untuk berada di batuan tersebut dan batuan tersebut menjadi
kurang baik menjadi sebuah reservoar (Ulum dkk., 2012).
Log gamma ray memiliki beberapa persamaan empiris seperti respon persamaan
linier. Sedangkan persamaan non linier memiliki respon berdasarkan formasi dan
kondisi geografis, sehingga semua persamaan non-linier lebih optimistic dalam
memperkirakan kandungan shale. Oleh sebab itu, persamaan linier perlu
disesuaikan dengan persamaan non linier (Asquith, 2004). Persamaan respon linier:
𝑉𝑠ℎ = 𝐼𝐺𝑅 =𝐺𝑅𝑙𝑜𝑔−𝐺𝑅𝑚𝑖𝑛
𝐺𝑅𝑚𝑎𝑥−𝐺𝑅𝑚𝑖𝑛……………...………………………………………(5)
Sedangkan, persamaan non-linier antara lain:
1. Larionov (1969) untuk Teritary rock,
𝑉𝑠ℎ = 0.083 (23.7 𝐼𝐺𝑅 − 1)…………………………......................………………(6)
2. Stieber (1970) untuk South Lousiana Miocine and Pliocine,
𝑉𝑠ℎ = 𝐼𝐺𝑅 = 𝐼𝐺𝑅
3−2 𝑥 𝐼𝐺𝑅…………………………...…….…….......................……(7)
3. Clavier (1971),
𝑉𝑠ℎ = 1.7 − [(3.38 − ( 𝐼𝐺𝑅 + 0.7)2]1/2………………….…..……………...…(8)
4. Larionov (1969) untuk batuan yang lebih tua,
𝑉𝑠ℎ = 0.33 (23.7 𝐼𝐺𝑅 − 1) …………………………....….…….......................……(9)
Page 68
44
Gambar 21. Grafik volume shale indeks radioactivity (Engler, 2012)
Gambar 21 diatas menunjukkan perbedaan kurva dengan rumus Vsh yang
berbeda-beda.
3.9.2. Porositas
Porositas adalah perbandingan volume pori batuan terhadap volume total seluruh
batuan yang dinyatakan dalam persen. Ada 2 jenis porositas yang dikenal dalam
teknik reservoar, yaitu porositas absolut dan porositas efektif. Porositas absolut
adalah perbandingan antara volume pori-pori total batuan terhadap volume total
batuan. Secara matematis dapat dituliskan sebagai persamaan berikut :
𝑃𝑜𝑟𝑜𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑎𝑑𝑠𝑜𝑙𝑢𝑡 (𝜑) =(𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑝𝑜𝑟𝑖−𝑝𝑜𝑟𝑖 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙)
(𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑏𝑎𝑡𝑢𝑎𝑛) 𝑥 100%..............................(10)
Sedangkan porositas efektif adalah perbandingan antara volume pori-pori yang
saling berhubungan dengan volume batuan total, yang secara matematis dituliskan
sebagai :
Page 69
45
𝑃𝑜𝑟𝑜𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑒𝑓𝑒𝑘𝑡𝑖𝑓 (𝜑𝑒) =(𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑝𝑜𝑟𝑖−𝑝𝑜𝑟𝑖 𝑏𝑒𝑟ℎ𝑢𝑏𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛)
(𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑏𝑎𝑡𝑢𝑎𝑛) 𝑥 100%.................(11)
Pada dasarnya perbedaan dari kedua jenis porositas tersebut hanyalah untuk
mempermudah dalam mengidentifikasi jenis porositas. Menurut Koesoemadinata
(1978), penentuan kualitas baik tidaknya nilai porositas dari suatu reservoar adalah
seperti yang terlihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Skala penentuan baik tidaknya kualitas nilai porositas batuan suatu
reservoar (Koesoemadinata, 1978)
Harga Porositas Skala
0-5 Diabaikan
5-10 Buruk
10-15 Cukup
15-20 Baik
20-25 Sangat baik
>25 Istimewa
Nilai porositas batuan biasanya diperoleh dari hasil perhitungan data sumur, yaitu
dari data log densitas, log neutron, dan log kecepatan. Secara umum porositas
batuan akan berkurang dengan bertambahnya kedalaman batuan, karena semakin
dalam batuan akan semakin kompak akibat efek tekanan di atasnya. Nilai porositas
juga akan mempengaruhi kecepatan gelombang seismik. Semakin besar porositas
batuan maka kecepatan gelombang seismik yang melewatinya akan semakin kecil,
dan demikian pula sebaliknya. Butiran dan karakter geometris (susunan, bentuk,
ukuran dan distribusi) proses diagenesa dan kandungan semen, kedalaman dan
tekanan.
𝜑𝐷 =𝜌𝑚𝑎−𝜌𝑏
𝜌𝑚𝑎−𝜌𝑏…………/…………...………………...…………………………(12)
𝜑𝑡𝑜𝑡 =𝜑𝑁+𝜑𝐷
2…….………...……...……………………...……………………(13)
𝜑𝑒𝑓𝑓 = √𝜑𝑁𝑐
2+𝜑𝐷𝑐2
2….…………...……...…………………...………...………(14)
Page 70
46
Dimana,
𝜑𝑁𝑐 = 𝜑𝑁 − ( 𝜑𝑁𝑠ℎ𝑥 𝑉𝑠ℎ).……...……...………...…………………...………(15)
𝜑𝐷𝑐 = 𝜑𝐷 − ( 𝜑𝐷𝑠ℎ𝑥 𝑉𝑠ℎ) ).……...……...…………...……………….………(16)
Keterangan :
ɸD = Porositas densitas
ρma = Dansitas matriks batuan (gr/cc) (Lihat tabel 2)
ρb = Densitas matriks batuan dari log (gr/cc) atau RHOB
ρf = Densitas fluida batuan (nilai 1,1 untuk mud, 1 untuk fresh water)
ɸtot = Porositas total
ɸN = Porositas neutron / NPHI
ɸDc = Koreksi porositas densitas
ɸNc = Koreksi porositas neutron
ɸDsh = Porositas densitas shale terdekat
ɸDsh = Porositas neutron shale terdekat
Vsh = Volume shale
Semua operasi dilakukan dalam fraksi.
Tabel 3. Densitas matriks berbagai litologi (Schlumberger, 1989)
Litologi / Mineral ρma (g/cm3)
Batupasir 2.650
Batugamping 2.710
Dolomit 2.876
Anhidrit 2.977
Garam 2.032
Tabel 3 di atas menjelaskan nilai densitas dari berbagai macam litologi. Perbedaan
densitas pada tiap litologi tersebut dipengaruhi matriks batuan, porositas dan fluida
pengisi.
Page 71
47
3.9.3. Resistivitas Air (Rw)
Determinasi harga Rw dapat ditentukan dengan berbagai metode diantaranya dengan
menggunakan metode crossplot resistivitas-porosity atau rumus Archie, serta dari
pengukuran di laboratorium. Rumus archie dituliskan dalam persamaan berikut:
𝑅𝑤𝑎 = 𝑅𝑡
𝐹…………...………..…………...………………….………...………(17)
𝐹 = 𝑎
𝜑𝑚…………...…………..…………...…………………….……...………(18)
Dimana,
Rwa = Resistivitas formasi (apparent resistivity)
Rt = Resistivitas dalam formasi kandungan air
F = Faktor formasi
ɸ = Porositas
a = faktor turtuositi (gamping = 1; batupasir = 0.62)
m = faktor sementasi (gamping = 2; batupasir = 2.15)
3.9.4. Saturasi Air (Sw)
Saturasi air (Sw) adalah besarnya volume pori batuan yang terisi oleh air formasi
yang dinyatakan dalam fraksi. Pada zona reservoar, tidak seutuhnya terisi oleh
hidrokarbon. Itulah alasannya tetap dilakukan perhitungan dalam penentuan
saturasi air dalam formasi (Asquith dan Krygowski, 2004).
Persamaan simandoux efektif menghitung nilai saturasi air pada formasi dengan
kehadiran shale sebagai pengotornya, kendati demikian, persamaan ini hanya dapat
digunakan pada kondisi salinitas tinggi, dapat dilihat pada Persamaan 19.
𝑆𝑤𝑛 =0.4.𝑅𝑤
𝜑𝑒2 ( √5.𝜑𝑒2
𝑅𝑤.𝑅𝑡+
𝑉𝑠ℎ
𝑅𝑠ℎ
2−
𝑉𝑠ℎ
𝑅𝑠ℎ) ..………….………...…………...………(19)
Page 72
48
Keterangan,
Sw = Saturasi air (%)
Rt = Resistivitas formasi dibaca dari kurva resistivitas (ohm.m)
Vsh = Volume shale (%)
Rsh = Resistivitas shale (ohm.m)
Rw = Resistivitas air formasi (ohm.m)
3.9.5. Permeabilitas
Permeabilitas adalah kemampuan batuan untuk mengalirkan fluida, dengan satuan
milidarcy (md). Permeabilitas berkaitan dengan porositas efektif tetapi tidak selalu
berbanding lurus terhadapnya. Semakin besar porositas efektif, maka semakin besar
juga permeabilitasnya. Permeabilitas dikontrol oleh ukuran pori yang berhubungan
dan dipresentasikan dengan simbol K. Terkadang satuan untuk permeabilitas
digunakan dalam Darcy. Satu Darcy dapat didefinisikan sebagai kemampuan
batuan untuk mengalirkan fluida dengan viskositas 1cc dengan laju alir 1 cc/detik
pada luas penampang 1cm2 dengan penurunan tekanan 1 atm/cm. Permeabilitas
pada suatu batuan tergantung pada beberapa faktor diantaranya porositas batuan,
ukuran pori, bentuk pori, morfologi permukaan pori bagian dalam, susunan pori dan
batang pori (topologi dari jaringan pori), ukuran butir dan distribusinya, serta
kompaksi dan sementasi (Asquith dan Krygowski, 2004). Besarnya permeabilitas
suatu batuan tergantung pada porositas dan saturasi air dan dapat dihitung dengan
menggunakan Persamaan 20. Sedangkan kualitas permeabilitas secara umum
menurut Koesoemadinata, 1978 dalam Nurwidyanto dkk., dapat dilihat pada Tabel
4.
Page 73
49
𝐾 = 𝑎𝜑𝑏
𝑆𝑤𝑐 ..…………...….....…..……………………………………....………(20)
Keterangan:
k = permeabilitas (milidarcies)
ɸ = Porositas efektif (fraksi)
Sw = Saturasi air (fraksi)
a = konstanta Schlumberger = 10000
b = konstanta Schlumberger = 4.5
c = konstanta Schlumberger = 2
Tabel 4. Nilai permeabilitas berdasarkan kualitas secara umum (Koesoemadinata
dalam Nurwidyanto dkk., 2005)
Nilai Permeabilitas Kalitas (umum)
<5 mD (1 mD-5 mD) Ketat (tight)
5-10 Md Cukup (fair)
10-100 mD Baik (good)
100-1000 mD Sangat Baik (very good)
>1000 mD Istimewa (excellent)
Terdapat dua jenis permeabilitas, yaitu permeabilitas absolut dan permeabilitas
efektif. Permeabilitas absolut adalah permeabilitas bila fluida yang mengalir dalam
media berpori terdiri hanya satu macam fluida atau disaturasi 100% fluida.
Permeabilitas Efektif adalah permeabilitas bila fluida yang mengalir dalam media
berpori lebih dari satu macam fluida, misalnya (minyak-air), (air-gas), (gas-
minyak) atau ketiga-tiganya. Harga permeabilitas efektif dinyatakan sebagai ko, kg,
kw, dimana masing-masing untuk minyak, gas, dan air. Permeabilitas relatif adalah
perbandingan antara permeabilitas efektif pada kondisi saturasi tertentu dengan
permeabilitas absolut. Harga permeabilitas relatif antara 0-1 darcy.
Page 74
50
3.10. Rock Physics
Goodway (1997) memperkenalkan sebuah parameter Lamé, yaitu parameter yang
berkaitan erat dengan rigiditas dan inkompresibilitas. Parameter dapat memperbaiki
tingkat identifikasi zona reservoir, karena sangat sensitif terhadap fluida dan variasi
litologi yang direpresentasi dari perubahan-perubahan rigiditas, inkompresibilitas,
dan densitas.
Rigiditas (μρ = Mu-Rho) dapat dideskripsikan sebagai seberapa besar material
berubah bentuk terhadap stress. Rigiditas sensitif terhadap matriks batuan. Semakin
rapat matriksnya, maka akan semakin mudah pula mengalami slide over satu sama
lainnya dan benda tersebut dikatakan memiliki rigiditas yang tinggi, sehingga
rigiditas batuan yang merupakan indikator untuk membedakan litologi batuan.
Inkompresibilitas (λρ = Lambda-Rho) merupakan kebalikan dari kompresibilitas.
Inkompresibilitas didefinisikan sebagai besarnya perubahan volume (dapat
dikompresi) bila dikenai oleh stress. Semakin mudah dikompresi, maka semaki
kecil harga inkompresibilitasnya, begitu pula sebaliknya. Gambar 22
menunjukkan nilai inkompressibilitas dan rigiditas beberapa batuan.
Gambar 22. Inkompressibilitas dan rigiditas beberapa batuan (Royle,1999)
Page 75
51
Secara matematik kedua parameter tersebut dapat diperoleh dari persamaan
gelombang P dan gelombang S yang telah dituliskan pada Persamaan 26 dan
Persamaan 35, yakni:
𝑍𝑠2 = (𝑉𝑠. 𝜌)2..…………...………...…………………………...……...………(21)
= (𝑉𝑠)2. (𝜌)2 ..…………...……..………………………..………...………(22)
= (√μ
ρ)
2
(𝜌)2..…………...……..………………………..………...………(23)
= μ
ρ. 𝜌2..…………...……..………………………..……….............………(23)
= μ𝜌..…………...……………....………………………..………...………(25)
𝒁𝒔𝟐 = 𝛍𝝆 (Rigiditas) ..…………...……..……………..……..………...………(26)
𝑍𝑝2 = (𝑉𝑝. 𝜌)2..…………...………...…..……………..……..………...………(27)
= (𝑉𝑝)2. (𝜌)2..…………...……..…………..……..……..………...………(28)
= (√λ+2μ
ρ)
2
(𝜌)2..…………....……..…………....………………...………(29)
= λ+2μ
ρ 𝜌2..…………………...……..…………....………………...………(30)
= (λ + 2μ) ..…………...……...…………....…………….………...………(31)
(𝑉𝑝. 𝜌)2 = (λ + 2μ)𝜌..…………...……..…………......….………...………(32)
(𝑉𝑝. 𝜌)2 = (λ𝜌 + 2μ𝜌) ..…………...……..…………......….………………(33)
λ𝜌 = (𝑉𝑝. 𝜌)2 − 2μ𝜌..…………...……..………….…......….………………(34)
𝛌𝝆 = 𝒁𝒑𝟐 − 𝟐𝒁𝒔𝟐 (Inkompressibilitas) ..…………...….….………………(35)
dimana:
Zp = Impedansi akustik (gr/cc.m/s)
Vp = Cepat rambat gelombang P (m/s)
Zs = Impedansi shear (gr/cc.m/sec)
Page 76
52
Vs = Cepat rambat gelombang S (m/s)
𝜌 = Densitas (gr/cc)
λ = Modulus bulk
μ = Modulus shear
Goodway mendemonstrasikan bagaimana analisis LMR dapat digunakan untuk
mengidentifikasi gas sand. Hal ini berasal dari separasi dari respon dari kedua
parameter λρ dan μρ terhadap gas sand vs shale. Selain itu, LMR juga dapat
mendeteksi tight shale atau zona shale yang tipis, seperti yang terdapat pada
Gambar 23 dan Gambar 24 terlihat jelas keberadaan gas dapat diinterpretasikan
dengan nilai Lamda-Rho yang rendah (Anderson dan Grey, 2001).
Gambar 24. Interpretasi log P.S Impedance & Lambda-Rho, Mu-Rho sumur
Lower Cretaceous gas sand di Alberta (Goodway, 1997)
Page 77
53
Gambar 23. Interpretasi cross plot Lambda-Rho vs Mu-Rho sumur Lower
Cretaceous gas sand di Alberta (Goodway, 1997)
Tabel 5. Analisa petrofisika menggunakan Lamé parameter (λ) (Li et al, 2003)
Tabel 5. menunjukkan pembenaran dan kelebihan penggunaan parameter rigiditas
dan inkompresibilitas dalam analisis petrofisika yang dikemukakan oleh Bill Li et
al., (2003) untuk mendeterminasi antara gamping dan dolomit terisi gas (gas sand).
Porous limestone pada formasi Baturaja ditunjukkan denan nilai P-Impedance, S-
Impedance, densitas dan Mu-Rho yang rendah. Hasil inversi menujukkan bahwa
litologi porous karbonat memiliki P-Impedance sekitar 11000-13500 m/s*g/cc, S-
Impedance sekitar 6500-7400 m/s*g/cc, densitas 2.5-2.6 g/cc dan Mu-Rho sekitar
41-59 Gpa*g/cc. Sedangkan keberadaan gas ditunjukkan dengan nilai Lamda-Rho
yang rendah sekitar 36-70 Gpa*g/cc (Anastasia, 2017).
Page 78
54
3.11. Prediksi Log Kecepatan Gelombang S
Jika pada suatu sumur tidak terdapat data kecepatan gelombang S, dapat dibuat
prediksi log kecepatan gelombang S dengan metode castagna maupun Fluid
Replacement Model (FRM)
3.11.1. Metode Castagna
Castagna (1985) melakukan percobaan dengan menggunakan batuan silikat klastik
untuk mengetahui hubungan antara kecepatan gelombang P dan kecepatan
gelombang S. Hasil Eksperimennya menunjukkan adanya hubungan linear antara
kecepatan gelombang P dan kecepatan Gelombang S. Persamaan antara kecepatan
gelombang P dan gelombang S sebagai berikut:
𝑉𝑝 = 1,36 + 1,16 𝑉𝑠 (𝑘𝑚/𝑠) ..…………...……..………………….…......….… (36)
3.11.2. Metode Fluid Replacement Model (FRM)
Substistusi fluida atau Fluid Replacement Model (FRM) merupakan langkah yang
penting untuk mengetahui perbedaan respon gelombang P dan gelombang S
sebelum tersaturasi dan sesudah tersaturasi oleh fluida. Pendekatan substitusi fluida
dilakukan menggunakan Persamaan Biot-Gassman digunakan untuk menghitung
Modulus bulk batuan pada kondisi kering dan kondisi tersaturasi oleh fluida.
Persamaan modulus bulk untuk batuan tersaturasi oleh fluida adalah sebagai
berikut:
𝐾𝑠𝑎𝑡 = 𝐾𝑑𝑟𝑦 +(1−
𝐾𝑑𝑟𝑦
𝐾𝑚)
2
𝜑
𝐾𝑓+
1−𝜑
𝐾𝑓+
𝐾𝑑𝑟𝑦
𝐾𝑚
..…………..……...……..……....….………………(37)
Dengan, 𝐾𝑠𝑎𝑡 merupakan modulus bulk batuan tersaturasi (GPa), 𝐾𝑑𝑟𝑦 adalah
modulus bulk dry rock (GPa), 𝐾𝑚 adalah modulus bulk matriks (GPa), 𝐾𝑓 modulus
Page 79
55
bulk fluida (GPa), serta porositas batuan (%). Mavko (2009) menuliskan persamaan
Biot-Gassman menjadi
𝐾𝑠𝑎𝑡
𝐾𝑚−𝐾𝑠𝑎𝑡=
𝐾𝑑𝑟𝑦
𝐾𝑚−𝐾𝑑𝑟𝑦+
𝐾𝑓
𝜑(𝐾𝑚−𝐾𝑑𝑟𝑦)..…...…………………...……..……......……(38)
Persamaan di atas berlaku dengan asumsi material isotropis, homogen dan hanya
berlaku pada frekuensi rendah tanpa tekanan. Kecepatan gelombang P dan
gelombang S pada batuan tersaturasi oleh fluida dapat dituliskan sebagai berikut:
𝑉𝑝 𝑠𝑎𝑡 = √𝐾𝑠𝑎𝑡+3/4𝜇𝑠𝑎𝑡
𝜇𝑠𝑎𝑡..…………...……………...…..……........………………(39)
dimana:
𝑉𝑠 𝑠𝑎𝑡 = kecepatan gelombang S pada batuan yang tersaturasi fluida,
𝑉𝑝 𝑠𝑎𝑡 = kecepatan gelombang P pada batuan yang tersaturasi,
𝜇𝑠𝑎𝑡 = Modulus geser batuan yang telah tersaturasi fluida.
Pada persamaan Biot-Gassman besarnya porositas pada batuan diasumsikan
konstan. Besarnya modulus geser tidak terpengaruh oleh saturasi fluida pada
batuan. Oleh sebab itu, besarnya modulus geser pada batuan kering sama dengan
modulus geser pada batuan yang tersaturasi fluida (Hampson & Russel, 2013).
𝜇𝑠𝑎𝑡 = 𝜇𝑑𝑟𝑦……………………....………………………………………………(40)
3.12. Hubungan Properti Reservoar
Beberapa parameter di atas yang masuk dalam properti resevoar memiliki korelasi
serta hubungan yang umumnya adalah linear. Berikut adalah korelasi dan hubungan
antar properti yang akan digunakan dalam penelitian:
Page 80
56
3.12.1. Hubungan Porositas Efektif (PHIE) dan Bulk Density (RHOB)
Hubungan antara porositas dan densitas dapat dicari dengan membuat crossplot
antara densitas dan porositas serta membuat garis regresi dengan Microsoft Excel.
Koefisien Korelasi (R) dan keofisien determinasi (R2) dapat diketahui bagaimana
hubungan antara dua parameter ini. Korelasi antara PHIE dan RHOB merupakan
korelasi linear dimana menurut Baiyegunhi, dkk. (2014), semakin besar nilai
Densitas, maka nilai porositasnya akan semakin kecil atau sebaliknya. Hal ini
diperkuat dengan beberapa uji yang dilakukan pada beberapa lapangan dan
menunjukkan hubungan yang linear ditunjukkan pada Gambar 29.
Gambar 25. Hubungan RHOB dan PHIE (Baiyegunhi dkk., 2014)
3.12.2. Hubungan Porositas Efektif (PHIE) terhadap Saturasi Air (Sw)
Hubungan Porositas Efektif terhadap Saturasi Air ditunjukkan oleh persamaan
linier Buckles. Secara matematis dituliskan sebagai persamaan 41 dan 42.
𝜑 𝑥 𝑆𝑤 = 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛𝑡𝑎 𝐵𝑢𝑐𝑐𝑙𝑒𝑠..…………….……..……....….………………(41)
𝑆𝑤 =𝑐𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛𝑡
𝜑..……………..……....….…………….…………………………(42)
Page 81
57
Dimana, nilai konstanta untuk tiap litologi berbeda,
Sandstone = 0.02 - 0.10
Intergranular carbonates = 0.01 – 0.06
Vuggy carbonates = 0.005 – 0.006 (Holmes, 2009).
3.13. Cut-off Reservoar
Cut-off atau nilai penggal merupakan batasan yang diperlukan dalam penentuan
zona netpay reservoar. Netpay adalah ketebalan reservoar yang mengandung
hidrokarbon. Untuk menentukan netpay perlu dicari harga cut-off porositas (Φ),
volume shale (Vsh), dan saturasi air (Sw). Berdasarkan harga-harga cut-off yang
akan dicari inilah maka dapat diperoleh angka/ketebalan netpay dari gross
reservoar. Untuk menentukan berapa harga cut-off masing-masing parameter
petrofisik (Φ, Vsh, dan Sw) dapat mengunakan beberapa metode yakni kualitatif,
kuantitatif, petrofisik, dan statistik/Gambar silang berdasarkan data log, inti batuan,
dan data tes sumuran. Nilai penggal porositas dibaca keatas, artinya nilai diatas cut-
off yang dianggap produktif sedangkan nilai penggal Vsh dan Sw dibaca kebawah
(Triwibowo, 2010).
Cut-off Porositas dapat dilakukan dengan metode crossplot antara nilai porositas
sebagai sumbu x dan permeabilitas sebagai sumbu y (Budiarto dkk., 2015).
Dilakukan regresi linear dan nilai porositas terbaca saat permeabilitas 0.1 mD
adalah nilai cut-off porositas. Nilai permeabilitas 0.1 mD adalah nilai permeabilitas
minimum agar fluida gas dapat mengalir dalam formasi. Cut-off Vshale dapat
dilakukan dengan crossplot nilai VCL dalam sumbu x dan porositas sebagai fungsi
y. Nilai VCL terbaca pada saat nilai porositas cut-off merupakan nilai penggal untuk
Page 82
58
Vshale. Nilai penggal dari saturasi air dapat diperoleh dengan Menggunakan
analisis data core. Namun dapat pula dilakukan dengan cross plot antara porositas
dengan saturasi air. Hal ini disebabkan oleh tidak tersedianya data scal (special core
analysis). Parameter yang dicari dari crossplot ini adalah mencari garis persamaan
(trendline) antara hubungan porositas dengan saturasi air dan dicari nilai R2 nya
(Budiarto dkk., 2015).
3.14. Lumping Data
Lumping merupakan ringkasan hasil analisis perhitungan petrofisika Vshale dan
porositas efektif pada lapisan reservoar yang diteliti yang kemudian divalidasikan
dengan nilai cut-off Vshale dan porositas efektif seperti Gambar 26. Juga
diaplikasikan nilai cut-off saturasi air pada data dengan proses pemenggalan nilai
diatas cut-off saturasi air. Gambar 26 menunjukan garis ambang batas kuning
adalah nilai cut-off dari porositas efektif dengan nilai 0.12 (fraksi) pada sumbu
veRtikal dan cut-off Vshale dengan nilai 0.35 (fraksi) pada horizontal. Wilayah
yang melewati ambang batas cut-off tersebut merupakan wilayah yang diduga
menyimpan hidrokarbon. Yang dimaksud dari gross sand dalam lumping data
adalah ketebalan utuh lapisan reservoar termasuk komposisi shale di dalamnya. Net
sand adalah lapisan reservoar yang sudah bersih atau sudah dikurangi dengan
komposisi shale di dalamnya dan net pay adalah lapisan reservoar yang mempunyai
komposisi hidrokarbon di dalamnya.
Page 83
59
Gambar 26. Teknik dasar lumping menggunakan parameter porositas sebagai
sumbu x dan Vshale sebagai sumbu y (Budiarto dkk., 2015)
3.15. Korelasi
Korelasi merupakan teknik analisis yang termasuk dalam salah satu teknik
pengukuran asosiasi atau hubungan (measures of association). Analisis korelasi
Product Moment Pearson digunakan untuk menjelaskan kekuatan dan arah
hubungan antara dua variabel. Angka korelasi berkisar antara -1 hingga +1.
Semakin mendekati 1 maka korelasi semakin mendekati sempurna. Sementara nilai
negatif dan positif mengindikasikan arah hubungan. Arah hubungan yang positif
menandakan bahwa pola hubungan searah atau semakin tinggi A menyebabkan
kenaikan pula B (A dan B ditempatkan sebagai variabel). Tabel 5 menjelaskan
tentang interpretasi angka korelasi menurut Sugiyono (2009).
Tabel 6. Interpretasi angka korelasi menurut Sugiyono dalam (Santoso, 2009)
Nilai Range Korelasi Keterangan
0-0.199 Sagat Lemah
0.20-0.399 Lemah
0.40-0.599 Sedang
0.60-0.799 Kuat
0.80-1.00 Sangat Kuat
Page 84
60
3.16. Direct hydrocarbon indicators (DHI)
Menurut Forrest dalam Qiang Guo 2014, penemuan direct hydrocarbon indicators
(DHI) pada data seismic, seperti brightspot, dimspot dan flatspot akan memperbesar
keberhasilan dalam melakukan ekplorasi hidrokarbon. Bright Spot merupakan
amplitudo tinggi pada top reservoar akibat kandungan hidrokarbonnya (umumnya
karena gas) menyebabkan kontras impedansinya lebih kontras jika dibandingkan
baik pada litologi yang sama yang hanya terisi air maupun litologi sekitarnya. Dim
Spot terdapat pada nilai impedansi batuan reservoar sedikit lebih besar daripada
batuan diatasnya, sehingga akan terlihat pada penampang seismik dengan
amplitudo rendah dibandingkan sekitarnya. Flat Spot biasa terdapat pada data
seismik dengan tampilan reflektor yang flat dan umumnya berasosiasi dengan
bright spot. Adanya reflektor, ini karena kontak fluida baik gas/air, gas/minyak,
maupun minyak/air. Gas Chimney dicirikan dengan tampilan data seismik kabur
yang berbentuk menjalar keatas seperti corong (chimney). Buruknya tampilan
penampang seismik diakibatkan oleh adanya gas yang keluar.
3.17. Inversi Seismik Simultan
Pendrel (2000) mengembangkan sebuah metode inversi yang menggunakan data
seismik parsial stack gelombang P dan kemudian diinversikan dengan wavelet hasil
estimasi dari masing-masing stack untuk memperoleh informasi Vp, Vs, dan .
Metode ini kemudian hari dikenal sebagai inversi simultan. Russel (2005)
memperkenalkan metode simultaneous inversion pada data pre-stack dengan
algoritma yang berdasarkan tiga asumsi, yaitu pertama, pendekatan linear untuk
reflektivitas. Kedua, reflektivitas PP dan PS sebagai fungsi sudut yang telah
diberikan oleh persamaan Aki-Richards (Aki dan Richards, 2002). Ketiga,
Page 85
61
terdapatnya hubungan linier antara logaritma impedansi P, impedansi S, dan
densitas.
Fatti (1994) dalam Hampson (2005) memodifikasi persamaan Aki Richard
sehingga diperoleh hubungan koefisien refleksi sebagai berikut:
R(𝜃) = 𝑐1𝑅𝑝 + 𝑐2𝑅𝑠 + 𝑐3𝑅𝐷…………….………………………...…………….(43)
dimana:
𝑅𝑝𝑝(𝜃) = 𝑟𝑒𝑓𝑙𝑒𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
𝐶1 = 1 + 𝑡𝑎𝑛2𝜃…………………….……………………………......……...….(44)
𝐶2 = −8𝛾2𝑠𝑖𝑛2𝜃………………………...………………………......…...…….(45)
𝐶3 = −1
2𝑡𝑎𝑛2𝜃 + 2𝛾2𝑠𝑖𝑛2𝜃……………….………..…..……….........……….(46)
𝛾 =𝑉𝑠
𝑉𝑝……...…………..……………………….…….………......…………….(47)
𝑅𝑝 = 1
2[
∆𝑉𝑝
𝑉𝑝+
∆𝜌
𝜌]……………………..…….……….………......…………….(48)
𝑅𝑆 = 1
2[
∆𝑉𝑠
𝑉𝑠+
∆𝜌
𝜌]……………………..…….……….………......…………….(49)
𝑅𝐷 = [ ∆𝜌
𝜌]……………………………..…….……….………......…………….(50)
Berdasarkan analisis inversi yang dijelaskan oleh Simmons dan Backus (1996),
yang menginversi linearized P-reflectivity (Rp), S-reflectivity (Rs), dan densitas
(RD), berdasarkan Persamaan 48 melalui Persamaan 49, menggunakan
Persamaan 43. Simmons dan Backus (1996), juga berasumsi bahwa densitas dan
Vp berhubungan dengan persamaan Gardner, yaitu:
∆𝜌
𝜌=
1
4 ∆𝑉𝑝
𝑉𝑝……………………………..…….……….……….......…………….(51)
Vp dan Vs juga berhubungan dengan Persamaan Castagna, yaitu:
Vs = (Vp-1360)/1.16…………….....…….……….……….......…………….(52)
Page 86
62
Selain itu juga pendekatan Buland dan Omre (2003) yang menggunakan parameter
∆𝑉𝑝
𝑉𝑝,
∆𝑉𝑠
𝑉𝑠,
∆𝜌
𝜌
dimana :
∆𝑉𝑝
𝑉𝑝≈ ∆𝑙𝑛𝑉𝑝…………………………..…….……….……….......…………….(53)
Menjadi sebuah pendekatan yang mampu menginversi secara langsung Impedansi
P (Zp), Impedansi S (Zs), dan densitas (𝜌). Pada perluasan teori inversi pre-stack,
Persamaan Aki-Richards yang di sederhanakan kembali oleh Fatti (1994).
Persamaan 43, dengan perubahan fungsi reflektivitas Rp, Rs, dan RD menjadi
fungsi Impedansi P, Impedansi S, dan kontras densitas akan memberikan efek
wavelet pada masing-masing reflektivitas, maka didapat persamaan trace seismik
(T) yaitu:
𝑇(𝜃) =1
2𝑐1𝑊(𝜃)𝐷𝐿𝑝 +
1
2𝑐2𝑊(𝜃)𝐷𝐿𝑠 + +
1
2𝑐3𝑊(𝜃)𝐷𝐿𝑑.......………...…….(54)
dimana:
W = Wavelet
Ls = ln (Zs)
𝜃 = Sudut datang
Lp = ln (Zp)
LD = ln (𝜌)
Penjelasan berdasarkan Persamaan 54 tersebut, terdapat variabel yang baru, yaitu
LP=ln(ZP), yakni logaritma natural dari Impedansi Akustik untuk
mentransformasikan persamaan reflektivitas tersebut menjadi impedansi, seperti
refleksivitas RP yang dapat dinyatakan dengan:
𝑅𝑝𝑖 ≈1
2∆𝑙𝑛𝑍𝑝𝑖 =
1
2[𝑙𝑛𝑍𝑝𝑖+1 − 𝑙𝑛𝑍𝑝𝑖]……………..……….......…………….(55)
Page 87
63
Dimana i merepresentasikan hubungan antara lapisan i dan i +1. Jika kita
menganggap N merupakan contoh reflektivitas, Persamaan (56) dapat dituliskan
dalam bentuk matriks sebagai:
[
𝑅𝑃1
𝑅𝑃2
⋮𝑅𝑃3
] =1
2[
−1 1 0 ⋯0 −1 1 ⋱0⋮
0⋱
−1 ⋱⋱ ⋱
] [
𝐿𝑃1
𝐿𝑃2
⋮𝐿𝑃3
]………….…………….......…………….(56)
Dengan 𝐿𝑃𝑖 = ln ( Zp)
Kemudian, jika direpresentasikan trace seismik sebagai konvolusi dari wavelet
seismik dan reflektivitas bumi, dapat dituliskan sebagai matriks, yakni:
[
𝑆1
𝑆2
⋮𝑆3
] = [
𝑊1 0 0 ⋯𝑊2 𝑊1 0 ⋱𝑊3
⋮𝑊2
⋱𝑊1 ⋱⋱ ⋱
] [
𝑅𝑃1
𝑅𝑃2
⋮𝑅𝑃3
]…………………………….....…………….(57)
Dimana Si merepresentasikan sampel ke -i dari trace seismik dan wj
merepresentasikan hubungan ke -j dari wavelet seismik yang telah diekstraksi.
Mengombinasikan Persamaan 56 dengan Persamaan 57 dapat memberikan
forward model yang berhubungan dengan trace seismik terhadap logaritma dari
Impedansi P:
𝑆 =1
2𝑊𝐷𝐿𝑝………………………………...……….……….......…………….(58)
Dimana, W adalah matriks wavelet yang diberikan pada Persamaan (60) dan D
adalah derivative matriks yang diberikan pada Persamaan 59, sehingga persamaan
Aki-Richards akan menjadi seperti pada Persamaan 57. Hal yang harus
diperhatikan dari Persamaan 57 di atas adalah bahwa wavelet sekarang bergantung
kepada sudut datang (incident angle), sehingga ada kemungkinan wavelet berbeda
untuk masing-masing sudut. Persamaan 65 tersebut dapat dipergunakan untuk
inversi dengan syarat terdapat relasi antara parameter impedansi (Lp & Ls) dengan
Page 88
64
densitas (Lp & LD). Adapun relasi linier antara Lp [ln(Zp)], Ls [ln(Zs)], dan LD
[ln(𝜌)] dapat dinyatakan sebagai berikut:
ln(𝑍𝑠) = 𝑘 ln(𝑍𝑝) + 𝑘𝑐 + Δ𝐿𝑠…………………………..…….......…………….(59)
ln(𝜌) = 𝑚 ln(𝑍𝑝) + 𝑚𝑐 + Δ𝐿𝐷 ……………………....……….......…………….(60)
Gambar 27 di bawah ini menunjukkan hubungan antara Zp, Zs, dan densitas
Gambar 27. Crossplot antara ln(ρ) terhadap ln(Zp) dan ln(Zs) terhadap ln(Zp)
deviasi garis tersebut, ΔLD dan ΔLS adalah anomali fluida yang
diinginkan (Russel, 2005)
Berdasarkan korelasi tersebut dengan mengombinasikan Persamaan 59 dan
Persamaan 57 maka mengubah persamaan Aki-Richards menjadi:
𝑇(𝜃) = 𝑐1̃𝑊(𝜃)𝐷∆𝐿𝑝 + 𝑐2̃𝑊(𝜃)𝐷∆𝐿𝑠 + +1
2𝑐3𝑊(𝜃)𝐷∆𝐿𝑑…...…………….(61)
𝑐1̃= 1
2𝑐1 +
1
2𝑘𝑐2 + 𝑚𝑐3………………..…….……….……….......…………….(62)
𝑐2̃= 1
2𝑐2……………………………..…….……….………….......…………….(63)
D = Operator dferensial
W = Wavelet
LP = ln (Zp)
LS = ln (Zs)
Page 89
65
LD = ln (𝜌)
𝜃 = sudut datang
Dalam bentuk matriks, dengan asumsi jumlah trace N dari berbagai macam sudut
maka persamaanya menjadi :
Setelah itu, Impedansi P, Impedansi S dan densitas dapat diperkirakan dalam
persamaan berikut (Hampson, 2005):
𝑍𝑝 = exp(𝐿𝑝) ……………………………..…….…………………...………….(65)
𝑍𝑠 = exp(𝑘𝐿𝑝 + 𝑘𝑐 + Δ𝐿𝑠) ………………………..………………...………….(66)
𝜌 = exp (𝑚𝐿𝑝 + 𝑚𝑐 + Δ𝐿𝐷) ………………………..……………….....……….(67)
3.18. Perhitungan Cadangan Hidrokarbon
Cadangan (reserves) adalah perkiraan volume minyak, kondensat, gas alam,
natural gas liquids dan substansi lain yang berkaitan secara komersial dapat diambil
dari jumlah yang terakumulasi di reservoar dengan metode operasi yang ada dengan
dengan kondisi ekonomi dan atas dasar regulasi pemerintah saat itu. Perkiraan
cadangan didasarkan atas interpretasi data geologi dan atau data engineering yang
tersedia pada saat dilakukan perhitungan. Dalam penentuan cadangan minyak
dibutuhkan beberapa parameter untuk nantinya dapat dilakukan perhitungan. Pada
dasarnya dapat dilakukan perhitungan secara langsung dengan memanfaatkan nilai
rata-rata pada suatu area baik itu nilai porositasnya, nilai saturasi air dan nilai
ketebalan. Namun, untuk perhitungan cadangan lebih teliti, diperlukan penyebaran
property petrofisika dalam bentuk grid peta yang nantinya akan dilakukan
...….(64)
Page 90
66
perhitungan cadangan dengan metode map algebra. Tahapan yang diperlukan
untuk dapat melakukan perhitungan cadangan hidrokarbon adalah sebagai berikut:
3.18.1. Penyebaran Properti Geometri dan Petrofisika
Dalam perhitungan cadangan minyak, dibutuhkan sebuah peta sebaran properti
petrofisika berupa porositas dan saturasi air (Vidhotomo dkk., 2011). Sehingga,
sebelum perhitungan cadangan minyak harus dibuat peta sebaran properti
petrofisika dimana nilai sebaran properti petrofisika tersebut didapat dengan
memanfaatkan data seismik sebagai guide dengan beberapa korelasi dan
perhitungan untuk mendapatkan pola sebaran peta. Adapun peta yang dibutuhkan
adalah peta struktur kedalaman, peta ketebalan, peta sebaran porositas dan peta
sebaran saturasi air. Dibutuhkan data pendukung yakni peta akustik impedan untuk
proses define body sandstone yang disinyalir sebagai reservoar hidrokarbon.
Adapun property yang dibutuhkan dalam perhitungan cadangan ini adalah sebagai
berikut:
3.18.1.1. Peta Struktur Kedalaman (Depth Structure Map)
Peta ini digunakan sebagai acuan dalam pembuatan garis batas kontak air dan
minyak (oil water contact) atau OWC yang nilainya berupa kedalaman. Sifat
alamiah minyak yang selalu mengambang diatas air menjadikan OWC penting
dalam perhitungan hidrokarbon atas asumsi lapisan dibawah garis OWC tidak
produktif atau tersaturasi air tinggi sehingga kecil kemungkinan adanya reservoar
hidrokarbon.
3.18.1.2. Peta AI
Peta sebaran AI ini nantinya dapat menentukan body sand dengan korelasi peta
density serta peta P-Wave. Dimana menurut Telford (1990), range densitas
batupasir bersih berkisar diantara 1.7 hingga 2.3 gr/cc dan menurut mushodaq dan
Page 91
67
Sentosa dalam Anggriawan (2016) range AI batupasir berkisar antara 6000 - 9500
m/s*g/cc. Delineasi pada batas batupasir bersih berguna dalam perhitungan dengan
asumsi litologi diluar garis batas adalah shale. Perlu diperhatikan, ini hanya berlaku
untuk reservoar formasi dengan litologi sandstone. Batas body sandstone ini
nantinya dikorelasi secara kualitatif terhadap peta cut-off porositas dan saturasi air
hingga dilakukan liniasi baru yakni garis batas body batupasir hasil korelasi di atas.
Garis batas body batupasir hasil korelasi dan OWC di-overlay dengan peta lainnya
agar didapatkan peta netpay properti. Yakni peta netpay porositas, peta netpay
saturasi air dan peta netpay isopach yang merepresentasikan reservoar.
3.18.1.3. Peta Porositas
Peta sebaran porositas menggambarkan nilai porositas di tiap titik dengan interval
tertentu. Penyebaran porositas dapat dilakukan dengan korelasi RHOB terhadap
PHIE pada data log dan menggunakan gradien yang dihasilkan dalam pembuatan
peta porositas dari peta sebaran densitas hasil slice AI (atribut density).
3.18.1.4. Peta Saturasi Air
Peta sebaran saturasi air menggambarkan nilai sebaran kandungan air dalam
formasi. Peta ini dapat dibuat dengan melakukan perhitungan sederhana menurut
prinsip Buckles, yakni dengan persamaan umum (Persamaan 41) dan turunannya
(Persamaan 42). Gambar 28 menjelaskan bahwa terdapatnya fluida minyak dan
gas yang dicirikan dengan saturasi air rendah dapat menyebabkan penurunan nilai
densitas.
Page 92
68
Gambar 28. Crossplot antara densitas terhadap saturasi air untuk model
reservoar gas dan minyak dengan porositas 33% (Wyllie et al,
1956)
3.18.1.5. Peta Isopach Netpay
Peta isopach merupakan peta distribusi ketebalan bersih reservoir (net pay) yang
dianggap mengandung fluida hidrokarbon. Peta ini didapatkan dari operasi
aritmatik sederhana berupa perhalian rata-rata netpay tiap sumur dengan nilai pada
peta isopach gross yang didapatkan dari data seismik. Dimana peta isopach gross
didapat dari hasil konversi peta isochron dalam domain time diubah kedalam
domain depth.
3.18.2 Persebaran 3D Properti Reservoar
Pemodelan 3D merupakan penggambaran secara metematis dari reservoar dibawah
permukaan pada perangkat komputer. Menurut Ekeland (2007), menyebutkan
bahwa pemodelan fasies merupakan sebuah metode untuk menggambarkan fasies
dan properti petrofisika secara 3 dimensi, bertujuan untuk mengetahui geometri dari
sebuah pelamparan dan distribusi fasies dan properti petrofisika. Secara singkat
tahap dalam pemodelan yang pertama adalah pembuatan 3D grid, layering, scale
Page 93
69
up, analisis data, modelling, validasi. Griding merupakan tahap pembuatan cell-cell
yang nantinya akan diisi oleh nilai hasil persebaran atau distribusi statistik.
Pembagian lapisan target atau layering merupakan proses pembuatan subzona
memungkinkan untuk menggambarkan resolusi vertikal akhir dari grid dengan
pengaturan ketebalan cell atau bbanyaknya lapisan cell yang diinginkan. Proses
Scale up data sumur merupakan sebuah proses otomatis yang disediakan oleh Petrel
untuk mendigitasi ulang data pada log sumur kedalaman grid cell 3D. Pada masing-
masing grid cell, semua nilai log yang berada pada interval cell tertentu akan dirata-
rata berdasarkan proses alogaritma untuk mengasilkan hanya satu nilai pada satu
cell. Sehingga dalam hal ini semakin kecil nilai cell yang digunakan maka akan
semakin akurat data kita. Dalam prosesnya pengolahan selanjutnya menjadi
pemodelan 3D guna mendistribusikan property, maka digunakan variogram.
Variogram merupakan perangkat statistik untuk interpolasi antara dua atau lebih
data yang bersifat pembobotan. Dalam variogram ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan, seperti metode yang akan digunakan, arah mayor dan minor, nugget,
range, metode, dan orientasi serta bentuk variogram yang menunjukkan arah
property distribusi fasies dan properti petrofisika.
Metode yang digunakan pada distribusi fasies dan properti petrofisika berupa
Sequential Gaussian Simulation (SGS). Metode ini merupakan sebuah metode
pemodelan dengan menggunakan pembobotan berdasarkan interpretasi
elektrofasies pada well log untuk memperkirakan distribusi fasies. Hal ini sangat
tergantung pada simulasi sikuensial ini menggunakan pembobotan berdasarkan
geostatistik dimana nilai yang dihasilkan akan sangat bergantung dari hasil
upscalled well log data dan penentuan variogram. Simulasi Sequential Gaussian
Page 94
70
Simulation (SGS) ini menggunakan pembobotan berdasarkan geostatistik dimana
nilai yang dihasilkan akan sangat bergantung dari hasil upscalled well log data dan
penentuan variogram. Sehingga sebelum memasuki fasies modeling ini perlu
dilakukan analisis data untuk menentukan pola penyebaran data dengan
menggunakan variogram pada metode valiogram menggunakan model tipe
spherical dimana penggunaan model tipe tersebut akan menghasilkan variasi yang
diskontinyu serta variasi properti pada analisi fasies akan cenderung smooth dan
eksponensial. Berdasarkan nilai minor dan mayor yang merupakan peningkatan
kesebandingan anatara data dengan jarak untuk menunjukan seberapa pengaruh
antara sample terhadap kesamaan data. Berdasarkan nilai sill merupakan nilai
saemivarian pada bagian variogram teratas (level off), dapat diartikan juga sebagai
amplitude suatu komponen (Ridwan dkk., 2014).
3.18.3. Perhitungan Cadangan Hidrokarbon
Perhitungan cadangan hidrokarbon menggunakan prinsip map algebra, dimana tiap
titik dengan spasi x dan y tertentu memiliki nilai cadangannya sendiri. Hasil operasi
pada peta perlu dijumlahkan untuk mendapatkan nilai cadangan total, karena
persamaan hanya mengoperasikan bilangan pada titik yang sama. Perhitungan
cadangan hidrokarbon dapat dilakukan dengan menggunakan Persamaan 67
berikut untuk gas:
𝑂𝐺𝐼𝑃 =𝐴 𝑥 ℎ 𝑥 ɸ 𝑥 (1−𝑆𝑤)
𝐵𝑔𝑖x 43560……………………………………………….(67)
Dimana,
OGIP = Original Gas in Place
43560 = Faktor Konversi dari acre/ft ke MMSCF.
Page 95
71
ɸ = Porositas (%)
Sw = Saturasi air (%)
Bgi = Gas formation volume factor (Triwibowo, 2010).
Page 96
72
BAB IV. METODOLOGI PENELITIAN
4.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dengan judul “Identifikasi Persebaran dan Estimasi Cadangan Gas serta
Sumur Usulan menggunakan Inversi Seismik Simultan dan Pemodelan 3D Property
Reservoar di Lapangan INK, Cekungan Sumatera Selatan” dilaksanakan di Gedung
Kwarnas Lt.13 PT. Pertmina Upstream Technologi Center (UTC), Jakarta Pusat.
Penelitian ini dimulai dari tanggal 11 September-19 Desember 2017 dengan data
lokasi penelitian di Formasi Baturaja, Sumatera Selatan.
Tabel 7. Jadwal pelaksanaan penelitian
Page 97
73
4.2. Perangkat Keras dan Perangkat Lunak
Adapun alat dan bahan yang digunakan selama penelitian ini adalah sebagai
berikut : data log, data seismik, data checkshot, komputer, dan perangkat lunak
yang meliputi Microsoft Excel, Geolog, Petrel, dan HRS.
4.2.1. Perangkat Keras
Perangkat keras yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Seperangkat Komputer
2. Printer
3. Laptop
4. Mouse
4.2.2. Perangkat Lunak
Perangkat lunak yang diperlukan dalam penelitian ini adalah:
1. OS. Windows
2. Ms. Excel, digunakan untuk membuat persamaan PHIT, PHIE, Konstanta
Buccles, Tunning Thickness dan Rata-rata Sw.
3. Notepad, digunakan dalam koreksi data log awal dan menampilkan data.
4. Microsoft Office, digunakan dalam penulisan laporan dan presentasi.
5. HRS (Hompson-Russel Software) 10.2
6. Geolog 7.4 digunakan untuk interpetasi Litologi, perhitungan PHIE PHIT, Rw,
Sw, dan K.
Page 98
74
7. Petrel 2015 untuk pemodelan 3D isocron, isopach, litologi, porositas, Vsh dan
saturasi air.
4.3. Ketersediaan Data Penelitian
Data-data yang digubakan dalam penelitian ini diperoleh dari Departemen
Eksplorasi Geofisika PT. Pertamina UTC, Jakarta Pusat. Sengaja dirahasiakan
keberadaannya, dan tidak untuk disebarluaskan. Oleh karena itu, semua data yang
digunakan dalam penelitian ini menggunakan nama serta koordinat yang telah
disamarkan. Adapun data-data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Data Seismik 3D Pre-Stack Migration
Data seismik yang digunakan adalah data seimik 3D Pre-stack Angle Gather
(Gambar 30-33), minimum phase standar SEG dengan sampling interval 2 ms,
dengan jumlah inline 1004-1946, interval 1 dan crossline 5002-5881 interval 1.
Page 99
75
Gambar 29. Geometri data seismik prestack
Gambar 30. Geometri data seismik near-stack
Page 100
76
Gambar 31. Geometri data seismik mid-stack
Gambar 32. Geometri data seismik far-stack
Page 101
77
Ga
mb
ar
33. P
enam
pan
g s
eism
ik p
art
ial
stack
Page 102
78
2. Data Marker
Data marker serta interpretasi horizon sebagai interval zona target yaitu top BRF
dan base BRF yang diperoleh dari interpretasi data log. Marker tersebut digunakan
sebagai acuan picking horizon.
3. Data Geologi Daerah Penelitian
Data geologi daerah penelitian didapat dari study literature geologi regional
Sumatera Selatan Formasi Baturaja.
4. Data Log
Terdapat enam well di lokasi penelitian, yakni sumur INK-1, INK-2, INK-3, INK-
4, INK-5, dan INK-4. Well header dari keenam sumur tersebut dapat dilihat pada
Gambar 34 dan kelengkapan data log terdapat pada Tabel 8.
Gambar 34. Well header
Page 103
79
Tabel 8. Kelengkapan data log
Data INK-1 INK-2 INK-3 INK-4 INK-5 INK-6
Core
GR o o o o o O
SP o o o o o
Caliper o o o o o O
Bit Size o
Deep Resistivity o o o o o o
Medium Resistivity
Shallow Resistivity o o o o o
Neutron Porosity o o o o o o
Density o o o o o o
Porosity Efektif o
Total Porosity o
Sonic o o o o o o
P-Wave
S-Wave o
P-Impedance
Volume Shale o
Water Sturation o
Dip o
Deviation Geometri o
Azimuth o
Temperature o
Photo Electric o
Tensision o
Coal Flag o
Badhole Flag o
Checkshot o o o o
5. Data Checkshot
Data Checkshot terdapat pada sumur INK-1 berupa data kedalaman dan waktu
tempuh One Way Time (OWT) dalam satuan detik. Sedangkan pada INK-4, INK-
5, INK-6 data checkshot berupa kedalaman dan waktu tempuh Two Way Time
Page 104
80
(TWT). Data checkshot digunakan dalam proses well seismic tie, konversi data
seismik domain waktu dan domain kedalaman, dan mengkoreksi log P-wave.
4.4. Pengolahan Data
Secara umum pengolahan data yang dilakukan pada penelitian ini terdiri dari
penentuan zona target, pre-conditioning data log, prediksi log Vs PHIE PHIT SW
dan K, pembuatan log impedansi, transform log Lamda-Rho Mu-Rho, Vp/Vs Ratio,
analisis sensitivitas data log, checkshot correction, filter log, well to seimic tie,
picking horizon, time structure map, depth structure map, isochron map, isopach
map, netpay map, build model initial, analisis pre-inversi, inversi simultan, peta
persebaran AI, SI, Dn, LMR, dan pemodelan 3D isochron dan isopach, pemodelan
3D porositas, Vsh, dan SW, estimasi cadangan, dan analisis sumur usulan. Gambar
35-39 merupakan diagram alir penelitian.
Page 105
81
Ga
mb
ar
35. D
iagra
m a
lir
pen
entu
an z
ona
pro
dukif
Page 106
82
Gambar 36. Diagram alir penentuan parameter sensitif, resolusi vertikal, dan
picking horizon
Page 107
83
Gambar 37. Diagram analisis sumur usulan dan estimasi cadangan hasil
inversi
Page 108
84
Gambar 38. Diagram pemodelan 3D property reservoir dan estimasi cadangan
Page 109
85
Gambar 39. Diagram alir perbandingan estimasi cadangan
4.4.1. Pengolahan Data Log
Pengolahan log digunakann untuk analisis zona reservoar prospek, uji sensitivitas
data guna dapat memisahkan zona target dan non target dengan crossplot
parameter-parameter log dari perhitungan dan transformasi data log. Setelah itu
dilakukan koreksi checkshot untuk mengoreksi log P-wave yang nantinya akan
dilakukan well seismic tie dan inversi. Berikut dibawah ini adalah tahapan
pengolahan data log:
1. Pembuatan Header Log dan Marker
Pada penelitian ini data header log dibuat dari informasi keenam sumur yaitu
INK-1 INK-2 INK-3 INK-4 INK-5 dan INK-6. Header log berisi data nama
sumur, koordinat x, koordinat y, well datum value, dan TD. Pembuatan header
log ini bermanfaat saat input data log di software HRS maupun petrel.
Sedangkan marker dibuat dari interpretasi litologi setelah data log berhasil
Page 110
86
diinput, pembuatan marker ini penting untuk membantu pada saat well seismic
tie untuk picking horizon, dan pemodelan 3D parameter petrofisika.
2. Preconditionining Data Log
Tahap awal pengolahan data log adalah melakukn pre-conditioning data log
dengan melihat adanya data anomaly atau spike, ini berguna agar hasil proses
selanjutnya mendekati keadaan sebenarnya, jika prediksi log dan transformasi
log masih terdapat data spike kemungkinan akan menyebabkan kesalahan
interpretasi dan sintetik seismogram yang kurang tepat.
3. Analisis Zona Prospek
Dalam menentukan zona prospek dapat dilakukan secara kualitatif dan
kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan secara quick look kurva log litologi,
resistivity, porosity, dan parameter elastisitas. Zona reservoir karbonat memiliki
nilai gamma ray rendah karena kandungan radio aktif thorium, uranium, dan
potassium yang sedikit. Oleh karena itu untuk menginterpretasi keberadaan
reservoir pertama-tama dapat dilihat dari defleksi kurva log gamma ray yang
menunjukkan penurunan nilai. Selain itu juga jika tidak terdapat log gamma ray
dapat dilakukan pada log SP. Pada penelitian ini peneliti menggunakan gamma
ray sebagai pacuan utama karena sensitif terhadap perubahan litologi permeable
dan non permeable. Selanjurnya untuk memastikan ada tidaknya hidrokarbon
dalam reservoir tersebut dapa dilihat dari log resistivity, sparasi neutron density,
dan parameter elastik. Adanya hidrokarbon umumnya ditunjukkan dengan nilai
resistivitas yang tinggi, dan terdapat sparasi NPHI RHOB. Pada data log
Page 111
87
keberadaan bad hole dan batubara menyebabkan nilai gamma ray rendah yang
dapat menimbulkan kesalahan interpretasi bahwa litologi akibat bad hole
maupun batubara merupakan reservoir migas. Pada sumur INK-1 sudah tersedia
log badhole flag dan coal flag. Bad hole flag merupakan log yang menunjukkan
kondisi lubang bor yang buruk dapat diakibatkan karena growong maupun
penempelan mudcake. Bad hole dapat diprediksi dengan melihat log califer dan
bitsize. Jika terdapat anomaly pada log caliper dimana nilainya jauh dari nilai
bitsize maka dapat diinterpretasi pada kedalaman tersebut terdapat growong.
Sedangkan interpretasi adanya batubara dilihat dari nilai gamma ray yang rendah
dan densitas yang sangat rendah.
4. Perhitungan Volume Shale
Tahap awal menghitung volume shale adalah menentukan GRmaks dan GRmin
setiap. Lalu menghitung Indeks Gamma Ray (IGR) dan hitung volume shale.
5. Perhitungan PHIT PHIE
6. Penentuan Nilai Rw
Nilai resistivitas air (Gambar 40) didapat dari hasil pickett plot pada zona water
bearing dengan nilai a=1 untuk litologi karbonat dan konstanta n=2.
Page 112
88
Gambar 40. Perhitungan nilai Rw
7. Perhitungan Sw
Hasil perhitungan Vsh, PHIE, dan Rw akan digunakan dalam menentukan nilai
saturai air suatu dormasi dengan persamaan simandoux karena pada sumur 5
terdapat sisipan litologi shale dan formasi tidak memiliki nilai salinitas yang
tinggi sehingga tidak cocok jika menggunakan Sw Indonesia. Berikut adalah
persamaan Sw simandoux yang digunakan dalam penelitian ini.
8. Perhitungan Permeabilitas
Perhiungan permeabilitas pada penelitian ini menggunakan permabilitas
schlumberger.
9. Prediksi Log Vs
Dalam proses inversi AVO diperlukan log shear wave (Vs), namun dalam data
penelitian tidak terdapat log Vs sehingga perlu dilakukan prediksi dengan
beberapa pendekatan persamaan dengan bantuan sumur INK-1 yang memiliki
Page 113
89
nilai Vs sebagai koreksi agar hasil sintetik Vs memiliki eror yang sedikit. Dalam
penelitian ini, prediksi log shear wave dilakukan dengan pendekatan persaman
Castagna sebagai initial log diluar reservoir dan persamaan Greenberg-
Castagna untuk log pada zona reservoar, menggunakan log Vp sebagai input.
Setelah itu dalam kasus gas dilakukan koreksi nilai properti reservoar pada
interval zona target dengan metode substitusi fluida atau Fluid Replacement
Model (FRM) (Persamaan 13-16). Nilai property saturasi air diambil dari rata
rata kelima sumur. Berikut dibawah ini adalah table rata-rata Sw di zona target
tiap sumur dan table nilai residual tiap persamaan FRM untuk menentukan
persamaan yang akan dipakai selanjutnya.
Tabel 9. Hasil rata-rata Vs INK-1 pengukuran dan sintetik
Kurva Log Residual Vs Rata-Rata Residual
Vs Residual_GreenCas_Cas 38.8714
Vs Residual_GreenCas_Vernik -74.1731
Vs Residual_Cas_Cas -58.2954
Vs Residual_Greencas_Greencas 218.248
Vs Residual_Gregory_Vernik -80.2133
Vs Residual_Verniksand_VernikShale 214.308
10. Transformasi Log
Transfrmasi log ini bertujuan untuk mendapatkan nilai log dengan input log lain
dalam perhitungan. Proses transformasi log yang digunakan dalam penelitian ini
ditampilkan pada tabel 11. Hasil akhir pengolahan data log adalah mendapatkan
log dengan parameter sensitif yang dapat membedakan zona target dengan zona
non target.
Page 114
90
Tabel 10. Transformasi data log
No Log Input Persamaan Log Ouput
1 P-wave & S-wave 𝑉𝑝
𝑉𝑠𝑟𝑎𝑡𝑖𝑜 =
𝑉𝑝
𝑉𝑠
Vp/Vs ratio
2 P-wave & RHOB Zp = Vp x ρ P-Impedance
3 S-wave & RHOB Zp = Vs x ρ S-Impedance
4 P-Impedance & S-Impedance λρ = Zp2 − Zs2 Lambda-Rho
5 S-Impedance μ𝜌 = 𝑍𝑠2 Mu-Rho
6 Lamda-Rho & Mu-Rho 𝜆
μ=
𝜆𝜌
𝜇𝜌 Lambda over
Mu
11. Analisis Sensitivitas Data Log
Analisis sensitivitas data log dilakukan dengan membuat crossplot parameter
fisis untuk mendeterminasi zona reservoir dengan zona non reservoir. Setelah
membuat crossplot dan membuat zonasi zona reservoir target dan non
reservoir selanjutnya adalah menentukan cut off dari parameter-parameter
yang telah dibuat crossplot untuk menentukan parameter paling sensitif dalam
pemisahan litologi batuan dan fluida.
Tabel 11. Krosplot parameter fisis pada sumur INK
No X Y Color Scale
1 S-Wave P-Wave Resistivity
2 P-Impedance Vp/Vs ratio Resistivity
3 P-Impedance S-Impedance Resistivity
4 Porosity Density Resistivity
5 Lambda-Rho Mu-Rho Resistivity
6 Lambda/Mu Lambda-Rho Resistivity
8 VShale Lambda-Rho Resistivity
9 Gamma Ray Lambda-Rho Resistivity
12. Interpretasi Litologi
Interpretasi litologi yang dilakukan pada penelitian dilakukan dengan
menggunakan chart schlumberger seperti pada Gambar 41 dibawah ini.
Page 115
91
Gambar 41. Interpretasi litologi crossplot NPHI RHOB
13. Cut Off dan Lumping Data
Setelah didapatkan nilai Vsh, PHIE dan Sw penulis dapat menentukan nilai cut
off reservoir dari keempat data tersebut. Cut off PHIE diperoleh dari membuat
cross plot antara log PHIE dan log K. Selanjutnya dibuat trendline regresi dan
tarik garis pada nilai K=0.1 mD dan sampai trendline. Tarik ke koordinat x
yaitu PHIE untu mendapatkan cut off porositas. Cut off Vshlae didapatkan dari
crossplot antara PHIE dan Vshale. Dengan menarik nilai Cut off porositas ke
sumbu Y dan di proyeksikan ke sumbu Y didapat nilai Cut off Vshale. Untuk
Cut off Sw ditentukan berdasarkan penelitian Ordas Dewanto (2001) karena
tidak tersedianya data core.
Page 116
92
14. Well Correlation
Korelasi yang dilakukan pada penelitian ini adalah korelasi litologi atau biasa
disebut dengan lithostratigraphy. Dari korelasi ini kita dapat mengetahui
bagaimana kondisi dan persebaran ketebalan litologi antar sumur. Korelasi
dilakukan pada tiap-tiap sumur yang memiliki litologi sala dari log gamma ray.
15. Filter Log
Tujuan dari filter log ini adalah agar data log dan data seismik memiliki
kemiripan yang lebih dekat karena frekuensi data log yang tinggi dan frekuensi
seismik yang rendah oleh karena itu jika kurva log di filter akan memiliki
kemiripan yang lebih dekat antara data log dan data seismik saat well seismic
tie, dan proses inversi. Gambar 42 dibawah ini menunjukkan kurva log yang
belum di filter dan yang telah di filter.
Gambar 42. Filter log
4.4.2. Perhitungan Tunning Thickness
Tuning thicknes adalah batas kemampuan data seismik membedakan event-event
secara vertical. Tunning thickness didapatkan dari ¼ 𝑙𝑎𝑚𝑑𝑎 dimana lamda
Page 117
93
didapatkan dari pembagian antara kecepatan dan frekuensi. Kecepatan didapatkan
dari rata-rata data log sonic dan frekuensi didapatkan pada data frekuensi dominan
seismic. Jika zona target tebalnya melebihi tunning thickness maka daerah target
dapat dibedkan antara top dan base pada data seismik. Berikut dibawah ini adalah
langkah dan parameter dalam menentukan tunning thickness.
4.4.3. Pembuatan Partial Angle Wavelet
Dalam pembuatan wavelet diperlukan parameter panjang gelombang, frekuensi,
dan jenis fasa yang digunakan. Untuk itu untuk mengetahui parameter tersebut
dilakukan pengolahan data sebagai berikut:
1. Pembuatan amplitude spectrum
Dengan membuat amplitude spectrum kita dapat mengetahui frekuensi
dominan zona target pada setiap data. Nilai frekuensi ini nantinya akan
digunaan untuk menghitung panjang gelombang. Frekuensi dominan didapat
dari interpreasi spectral dengan nilai amplitude maksimum.
2. Perhitungan Kecepatan Rata-Rata
Dalam penentuan parameter wavelet khususnya panjang gelombang perlu
dilakukan perhitungan kecepatan rata-rata pada zona target tiap sumur. Nilai
kecepatan rata-rata ini akan digunakan sebagai input dalam menentukan
panjang gelombang wavelet yang akan digunakan dalam well seismic tie.
Page 118
94
3. Penentuan Panjang Gelombang Wavelet
Panjang gelombang merupakan hasil pembagian antara kecepatan rata-rata
zona target dengan frekuensi dominan pada zona target. Parameter panjang
gelombang ini akan digunakan sebagai input pada pembuata wavelet. Jika
penentuan panjang gelombang salah maka seismogram sintetik yang akan
dibuat saat melakukan well seismic tie akan salah dan memungkinkan untuk
sulit dilakukan tie atau bias menimbulkan miss tie.
4. Pembuatan Wavelet
Pada penelitian ini pembuatan wavelet dilakukan secara statistical, ricker,
bandpas dan use well menggunakan data seismik partial stack, sehingga
menghasilkan tiga wavelet berdasarkan interval sudut yang digunakan pada
saat stacking. Dari semua jenis wavelet dicari hasil korelasi terbaik dan
memiliki eror minimum saat analisis pre-inversi. Metode statistical extraction
wavelet menghasilkan wavelet dengan parameter fase, amplitudo, dan
frekuensi yang paling mirip dengan data seismik serta memiliki korelasi yang
lebih tinggi dibandingkan metode yang lainnya. Dalam pembuatan wavelet
perlu diperhatikan kesesuaian spesifikasi wavelet dengan data seismik
termasuk frekuensi dan polaritasnya, karena hal tersebut akan mempengaruhi
hasil korelasi pada tahapan well seismic tie. Wavelet yang memiliki kesesuaian
cukup baik dengan data seismik, dapat meminimalisir perlakuan stretch
squezze pada proses well seismic tie, sehingga menimbulkan time shift yang
minim. Jenis fasa pada data seismik penelitian adalah fasa minimum, dan
Page 119
95
litologi yang memiliki impedansi tinggi ditunjukkan dengan peak. Berikut
Gambar 43-45 dibawah ini adalah wavelet yang akan digunakan pada proses
well tie.
Ga
mb
ar
43
. W
ave
let
use
wel
l dan
ri
cker
Page 120
96
Gambar 44. Wavelet statistical
Gambar 45.Wavelet ricker
Page 121
97
4.4.4. Checkshot Correction, Wavelet Analysis dan Well Tie
Tahapan proses sampai dengan well seismic tie adalah sebagai beirkut:
1. Checkshot Correction
Koreksi checkshot (Gambar 46-49) perlu dilakukan untuk mengkoreksi data
P-wave suatu sumur sebagai pengubung domain kedalaman dan waktu saat
well to seismic tie. Koreksi chekshot ini perlu dilakuakn karena konversi depth
ke time saat well tie jika dilakuakn hanya dengan data P-wave atau sonic masih
memiliki beberapa kelemahan dan diperlukan data lain sehingga hasil well to
seismic tie lebih akurat. Dalam koreksi checkshot dilakukan dua tahapan yaitu
drift curve, dan time-depth curve. Kurva drift merupakan kurva ketidakcocokan
antara data P-wave (time-depth curve) dan checkhsot. Sedangkan time-depth
curve dan log sonic menjadi data checkshot terkoreksi hasi kurva drift. Berikut
dibawah ini adalah proses koreksi checkshot pada sumur INK-1, INK-4, INK-
5, dan INK-6.
Gambar 46. Koreksi checkshot INK-1
Page 122
98
Gambar 47. Koreksi checkshot INK-4
Gambar 48. Koreksi checkshot INK-5
Page 123
99
Gambar 49. Koreksi checkshot INK-6
2. Wavelet Analysis dan Well Seismik Tie
Pembuatan wavelet ini memiliki perananpenting dalam korelasi data seismik dan
sumur nantinya. Jika wavelet yang dibuat benar maka sintetik seismogram akan
memiliki kesamaan yang besar dengan data seismik. Well tie (Gambar 50)
bertujuan untuk mengikat data sumur dan data seismic pada event yang sama. Ini
dilakukan karena perbedaan domain antara data sumur dan data seismic. Jika
proses pengikatan benar maka nilai korelasinya semakin besar. Pada penelitian
ini dilakukan beberapa kali well seismic tie untuk mendapatkan hasil yang
akurat. Pengiatan data ini crusial karena agar tidak terdapat kesalahan pada saat
picking horizon dan proses inversi. Jika event yang diikat salah maka hasil
picking horizon dan inversi akan salah. Untuk itu nilai kecocokan pada saat
korelsi ini diusahakan agar >0.7 dengan time shift = 0 ms.
Page 124
100
Gambar 50. Well tie
Proses well seismic tie (Gambar 54) dilakukan tiga kali pada masing-masing data
seimik partial angle stack terhadap partial angle wavelet. Hal ini dilakukan karena
pada masing-masing angle stack memiliki karakteristik parameter berbeda dan
untuk mengurangi masalah non-unique pada proses inversi.
4.4.5. Interpretasi Data Seismik 3D
Interpretasi data seimik 3D Lapangan “INK” untuk proses inversi hanya dilakukan
picking horizon, dan bantuan peta time structure dan depth structure map dalam
analisis patahan. Setelah sebelumnya dilakukan horizon pick, maka perlu dilakukan
pengkoreksian kembali hasil picking horizon pada data seismik yang telah di-stack
(full stack migrated). Marker yang menjadi acuan pada proses picking adalah Top
BRF dan Base BRF dengan memperhatikan kontinuitas refleksi, amplitudo, serta
kejelasan interval zona target Pay carbonate pada batas-batas zona target.
Page 125
101
Ga
mb
ar
51. P
icki
ng h
ori
zon
Page 126
102
4.4.6. Pembuatan Peta Struktur dan Pemodelan 3D Struktur
Tahapan dalam pembuatan peta hingga pemodelan dalam domain depth adalah
sebagai berikut:
1. Time Structure Map
Setelah picking horizon dilakukan proses pembuatan time structure map, dari
time structure map ini dapat juga diinterpretasi adanya patahan dari kontur time
yang rapat dan kontras nilai waktu dari tinngi ke rendah atau sebaliknya.
Pembuatan time structure map ini dilakukan di tiap-tiap horizon yaitu horizon
Top BRF dan Base BRF.
2. Velocity Model
Pada tahap pembuatan model kecepatam ini dilakukan dengan menggunakan
metode use well.
Gambar 52. Pembuatan model kecepatan
Page 127
103
Gambar 53. Pembuatan model kecepatan
Gambar 54. Pembuatan model kecepatan
Page 128
104
3. Depth Structure Map
Dari peta time structure map dapat dikonversi menjadi peta berdomain
kedalamanan dengan model kecepatan yang telah dibuat dari single log depth
time curve hasil koreksi checkshot dan well tie INK-5. Berikut adalah langkah
pembuatan depth structure map. Konversi domain time ke depth ini dilakukan
pada time structure map Top BRF dan Base BRF.
4. Isocron Map
Peta isochron merupakan peta ketebalan dalam domain waktu yang diperoleh
dari hasil pengurangan horizon atas dikurang horizon bawah atau dalam
penelitian ini time structure map Top BRF dikurang dengan time structure
map Base BRF.
5. Isopach Map
Peta isopach merupakan peta ketebalan dalam domain depth (m) yang
diperoleh dari hasil pengurangan depth structure map Top BRF dengan depth
structure map Base BRF.
6. Net Pay Map
Peta persebaran ketebalan netpay didapat dari hasil mengalikan nilai rata-rata
N/G tiap sumur dengan peta isopach.
7. Pemodelan 3D Isochron map dan Isopach Map
Pemodelan 3D ketebalan ini dilakkan pada software petrel dengan input peta
time structure map top gas BRF, time structure map base gas BRF, depth
structure map top gas BRF, dan depth structure map base gas BRF.
Page 129
105
Selanjutnya adalah membuat polygon pada batas-batas peta, setelah membuat
polygon dilanjutkan dengan membuat surface dengan input masing-masing
peta, input pologon yang telah dibuat dan atur nama surface. Selanjutnya
adalah membuka window 3D dan input tiap berdasarkan kesamaan domain.
Tampilkan peta time dalam satu window dan peta depth dalam satu window,
selanjutnya adalah membuat model 3D grid dari kedua buah peta, dan
membuat layering. Setelah itu tampilkan hasil grid dan edge sehingga
didapatkan pemodelan 3D ketebalan dalam domain time maupun domain
depth.
4.4.7. Inversi Simultan
Ada tiga tahap dalam melakukan inversi simultan yaitu pembuatan model awal,
analisis pre-inversi, dan inversi simultan. Model awal inversi simultan secara umum
dilakukan pembuatan initial model Vp, Vs, densitas, Impedansi P, serta Impedansi
S. Selanjutnya dilakukan preinversion QC dan penentuan nilai koefisien regresi
untuk hubungan Impedansi P dan Impedansi S, Impedansi P, dan densitas serta
perbandingan kecepatan gelombang P terhadap gelombang S. Dari hasil parameter
tersebut diperoleh hasil inversi simultan berupa volume Vp, Vs, densitas, Impedansi
P serta Impedansi S yang di transformasi menjadi Parameter Vp/Vs ratio dan
Parameter Lamé.
Page 130
106
4.4.8. Transformasi LMR, PHIT, PHIE, dan Sw
Setelah mendapatkan volume Zp dan Zs hasil inversi dapat ditransformasika ke
parameter LMR yaitu Lamda-Rho dan Mu-Rho. Parameter ini digunakan untuk
membantu interpretasi hasil inversi dan persebaran gas pada daerah target. Porositas
berhubungan terbaik dengan densitas atau akustik impedansi. Oleh karena itu,
untuk data membuat volume seismik dan slice parameter tersebut dibuat terlebih
dahulu kurva hubungan antara densitas dengan PHIT, densitas dengan PHIE, dan
perhitungan konstanta buccless untuk menghasilkan parameter Sw.
4.4.9. Pembuatan Cross Plot Seismik
Untuk mengetahui persebaran gas pada section volume inversi, dapat dilakukan
dengan membuat cross plot trace seismik dari parameter-parameter hasil inversi.
Berikut dibawah ini adalah parameter yang digunakan dalam cross plot seismik.
4.4.10. Pembuatan 3D Property Reservoir
Adapun tahapan yang dilakukan dalam pemodelan 3D Property Reservoar adalah
sebagai berikut:
1. Grid
Pemodelan 3D Grid (Pillar Gridding & Fault Modeling) yang ditunjukkan pada
Gambar 61 merupakan tahapan awal didalam membangun suatu model, karena
3D grid merupakan kerangka dari model reservoir yang akan dibuat.
Page 131
107
Gambar 55. Griding
2. Layering
Layering yang ditunjukkan pada Gambar 62 merupakan tahapan merubah
resolusi secara vertikal. Layering dilakukan untuk membuat lapisan-lapisan
yang lebih tipis dan detail di dalam suatu zona reservoar. Jumlah layer
dipengaruhi oleh heterogenitas dari suatu reservoir (clean sand/shaly sand) serta
data tes produksi. Ketebalan layering ini yang akan menjadi ketebalan cell,
dimana ketebalan tersebut akan menjadi interval rata-rata properti sumur yang
akan dimodelkan.
Gambar 56. Layering
Page 132
108
3. Make Contact
Make Contact merupakan suatu tahapan membuat batas kontak fluida, dimana
batas kontak fluida tersebut bisa terdiri dari kontak minyak air (OWC), kontak
gas air (GWC), dan kontak gas minyak dan air (GOC). Batas kontak tersebut
akan menjadi batasan di dalam perhitungan OOIP atau IGIP. Data kontak fluida
didapatkan dari hasil analisis sumur didalam petrofisik.
4. Upscaling
Scale up well logs yang ditunjukkan pada Gambar 63 dan Gambar 64
merupakan proses perata-rataan nilai parameter dari sumuran yang semula
memiliki resolusi vertikal tinggi, menjadi satu nilai untuk tiap cell yang ditembus
sumur. Proses ini dilakukan untuk memasukkan data properti dari sumur
kedalam model 3D grid yang selanjutnya akan didistribusikan keseluruh grid
melalui proses property modeling. Proses scale up dilakukan untuk properti
petrophysic (VShale, porosity dan Sw). Hasil dari scale up dapat dilakukan
validasi dengan melihat hasil dari scale up dengan data asli yang dicerminkan
dalam bentuk histogram, jika terdapat kemiripan baik dari segi trend, maupun
pada penyimpangan data yang tidak berbeda jauh (<=10%) antara hasil scale up
dengan data asli, maka hasil scale up kita sudah benar.
Page 133
109
Gambar 57. Scale up
Page 134
110
Gambar 58. Scale up log
5. Analisis Data
Data analysis seperti pada contoh Gambar 59 adalah suatu analisis terhadap
kecenderungan arah penyebaran data secara spasial, dengan melakukan analisis
variogram baik secara lateral maupun vertikal. Variogram adalah suatu fungsi
Page 135
111
dari matematika yang menggambarkan natural variation sekarang dalam data
arah yang spesifik. Hal tersebut merupakan parameter yang penting di dalam
geostatistik property modeling.
Gambar 59. Analisis data
6. 3D Property Reservoar
Petrophysic Modeling seperti pada Gambar 63 adalah suatu tahap untuk
mendistribusikan data log petrophysic secara 3D dengan metode variogram
seperti pada Gambar 60-62. Pemodelan petrofisik dilakukan secara berurutan,
yaitu : Vshale, porosity dan Sw. Vshale dan porosity menjadi dasar dari
pemodelan petrofisik, dimana kedua properti tersebut didistribusikan
menggunakan geostatistik variogram dan disebarkan secara stochastic, serta
Vshale dan porosity memiliki hubungan tebalik, yaitu pada Vshale yang rendah,
maka akan memiliki porositas efektif yang besar.
Page 136
112
Gambar 60. Variogram Vsh
Gambar 61. Variogram PHIE
Page 137
113
Gambar 62. Variogram Sw
Gambar 63. Petrophysical modeling
Page 138
114
7. NTG
NTG atau net to gross adalah gambaran tentang rasio atau persentasi kandungan
reservoar bersih (net) dan kotor (gross). Pemakaian NTG biasanya dipakai untuk
batuan sedimen klastik, seperti batupasir. NTG merupakan suatu fungsi
kebalikan dari Vshale, jika Vshale kecil maka nilai NTG akan besar. NTG juga
berfungsi sebagai parameter didalam perhitungan inplace baik minyak maupun
gas.
8. Geometrical Modeling
Geometrical modeling merupakan pembuatan model distribusi tertentu
menggunakan fasilitas yang ada di petrel tanpa harus melakukan analisa data
tertentu. Properti tersebut seperti : VB (Volume Bulk), above contact dan lain-
lain. Volume bulk adalah gambaran volume (isi) suatu model 3D, jika dalam
kondisi 2D bisa diartikan sebagai ketebalan. Informasi yang digambarkan adalah
besarnya volume pada 3D model. Above contact adalah gambaran volume (isi)
suatu model 3D yang sudah dipotong dengan kontak fluida (diatas kontak
fluida), sedang dibawah kontak fluida mempunyai nilai 0.
Page 139
115
Gambar 64. 3D gas water contact
4.4.11. Perhitungan Cadangan
Volume calculation merupakan fasilitas didalam perhitungan inplace baik minyak
maupun gas. Metode yang digunakan pada volume calculation adalah metode
volumetric, dimana metode tersebut membutuh kan beberapa parameter, yaitu :
volume bulk, distribusi petrofisik (Vshale, porositas efektif dan Sw), Bgi.
Page 140
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang didapat pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Interterpretasi kualitaif dan kuantititif data log menunjukkan bahwa terdapat
hidrokarbon gas di kedalaman pada sumur INK-2 1532-1540 m, 1565-1580 m, 1610-
1618 m, pada INK-3 di kedalaman 1534-1540 m, 1565-1588 m, 1611-1619 m, pada
INK-4 di keddalaman 1543-1547 m, 1554-1575 m, pada sumur INK-5 di kedalaman
1531-1538 m, 1550-1575 m, 1595-1605 m, pada sumur INK-6 di kedalaman 1468-1534
m.
2. Crossplot Lamda-Rho dan Mu-Rho merupakan parameter paling sensitive untuk
memisahkan antara shale, tight karbonat, dan porous karbonat yang mengandung gas.
Porous karbonat yang mengandungkah dicirikan dengan nilai Mu-Rho dan Lamda-Rho
yang lebih rendah dari tight karbonat namun jauh lebih tinggi dari shale. Porous
karbonat memiliki range nilai Mu-Rho 27-80 (GPa*g/cc) dan Lamda-Rho 20-34
(GPa*g/cc). Selain itu Crossplot P-Impedance menunjukkan porous carbonate
memiliki nilai P-Impedance antara 27000-40000 (ft/s)*(g/cc) dan S-Impedance antara
16000-26000 (ft/s)*(g/cc).
3. Pada peta persebaran parameter Mu-Rho dapat dilihat bahwa litologi porous karbonat
ditunjukkan dengan warna kuning-merah dengan nilai Mu-Rho 30-60 (GPa*g/cc)
Page 141
236
sedangkan litologi tight karbonat ditunjukkan dengan marna biru muda-ungu dengan
nilai Mu-Rho 70-120 (GPa*g/cc).
4. Analisis peta persebaran Lamda-Rho litologi porous karbonat yang berisi gas
ditunjukkan dengan warna kuning-merah dengan nilai Lamda-Rho 25-29 (GPa*g/cc)
sedangkan litologi tight karbonat ditunjukkan dengan marna biru muda-ungu dengan
nilai Lamda-Rho 38-44 (GPa*g/cc).
5. Cadangan gas pada lapangan INK dengan metode map algebra atau perkalian peta hasil
inversi sebesar 3.66 TSCF. Sedangkan cadangan gas hasil pemodelan 3D Property
Reservoir adalah 21.53 MSCF.
6. Perbedaan kedua metode disebabkan karena pada perhitungan peta 2D ketebalan netpay
dianggap sama rata yaitu 0.3199 dari ketebalan total. Pada daerah yang rendah pun
dianggap terdapat hidrokarbon setebal 0.3199 dari ketebalan total, dimana hal ini tidak
sesuai dengan teori bahwa fluida akan bergerak ketekanan yang lebih rendah yang
artinya akan ketempat yang lebih tinggi. Selain itu karena porositas dan Sw merupakan
hasil transformasi peta lain sehingga kurang sesuai dengan keaadaan sebenarnya. Di
daerah tight reservoar masih memiliki porositas sekitar 4% dan tidak bisa ter cut off.
Hasil perhitungan cadangan 3D Property Reservoir lebih realistik mendekati keadaan
sebenarnya maka jumlah cadangan pada lapangan INK bersarkan metode 3D Property
Reservoir
7. Berdasarkan analisis persebaran reservoar, analisis persebaran gas, dan analisis struktur
geometri reservoar lokasi sumur usulan yang disarankan berada pada bagian selatan
bawah, timur di klosur ketinggian sekitar patahan turun dan di sebalah barat dekat
dengan lokasi sumur INK-1 sampai INK-6
Page 142
237
6.2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan akan lebih baik jika jumlah sumur yang
digunakan lebih dari satu sumur dan terdapat log Vs yang berasal langsung dari hasil
pengukuran. Dengan demikian, analisis hasil inversi memiliki ambiguitas yang minim
serta dapat membantu dalam penentuan lokasi pengeboran sumur baru. Dengan jumlah
sumur yang lebih banyak juga akan membuat persebaran cadangan hasil 3D Property
Reservoir lebih akurat.
Page 143
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, A. 2007. Ensiklopedi Seismik Online E-book: Seismik Inversi. Diakses
pada Senin, 26 Oktober 2017 pukul 20.00 WIB.
Abdullah, A. 2011. Ensiklopedia Seismik Online. Diakses pada Senin, 26 Oktober
2017 pukul 20.00 WIB.
Afriani, Y., Makhrani., dan Syamsuddin. 2005. Penentuan Kualitas Batubara
Berdasarkan Log Gamma Ray, Log Densitas dan Analisis Parameter Kimia.
Jurnal Geofisika UNHAS. Kalimantan: UNHAS.
Anderson, F., dan Gray, D. 2001. Using LMR for Dual Attribute Lithology
Identification. SEG Expanded Abstracts. Veritas DGC Inc. San Antonio.
Anggriawan, F. 2016. Analisis Penyebaran Reservoar Batupasir Formasi Talang
Akar Dengan Menggunakan Metode Seismik Inversi Impedansi Akustik dan
Seismik Multiatribut pada Lapangan FA, Cekungan Sumatera Selatan.
Skripsi sarjana Fakultas Teknik (FT) Universitas Lampung: Tidak diterbitkan.
Argakoesoemah, R.M.I., dan Kamal, Asril. 2004. Ancient Talang Akar Deepwater
Sediments in South Sumatra Basin: A New Exploration Play. Proceedings
Deepwater and Frontier Exploration in Asia and Australia Symposium:
Indonesian Petroleum Association, DFE04-OR-009, p. 1 –17.
Asquith, G., dan Krygowski, D. 2004. Basic Well Log Analysis: AAPG Methods
in Exploration 16, p. 31-35.
Baiyegunhi, C., Oloniniyi, T.L. dan Gwavava, O. 2014. The correlation of dry
density and porosity of some rocks from the Karoo Supergroup: A case study
of selected rock types between Grahamstown and Queenstown in the Eastern
Cape Province, South Africa. IOSR Journal of Engineering (IOSRJEN), 04
(12), p. 30 –40.
Bhatia, A.B., dan Sing, R.N. 1986. Mechanics of Deformable Media. Adam
Hilger Imprint, Bristol. University of Sussex Press. England.
Bishop, M. G. 2001. South Sumatra Basin Province, Indonesia: The Lahat/Talang
Akar-Cenozoic Total Petroleum System. Jurnal USGS. Denver. Colorado.
Brown, E. G., Rodriguez, M., dan Raphael, D. 2012. Application of Borehole
Geophysics at Contaminated Sites – Guidance Manual for Groundwater
Investigations. Department of Toxic Subtances Control, California
Environmental Protection Agency, California.
Page 144
Budiarto, E., Pranata, E., Putra, R.A., Hendyantoro, R., Praja, A.A.S. dan
permana, A.W. 2015. Tutorial Petrel dan Interactive Petrophysic.
Laboratorium Geologi Minyak dan Gas Bumi Fakultas Teknik Universitas
Diponegoro: Semarang
Buland, A., dan Omre, H. 2003. Bayesian Linearized AVO Inversion. Geophysics,
68, p.185-198.
Castagna, J.P., Btazle, M. L., dan Eastwood, R. L. 1985. Relationship Between
Compressional-Wave Shear Wave Velocities. GEOPHYSICS, 50, p. 571-581.
Dewanto, O. 2009. Well Logging. Lampung: Universitas Lampung.
Dewi, I. P., Nugroho, H., Aribowo, Y., Muharto, dan Daulati, A. 2013.
Interpretasi Lingkungan Pengendapan Formasi Talang Akar Berdasarkan
Data Cutting Dan Wireline Log Lapangan X Cekungan Sumatera Selatan.
Jurnal Sains. Semarang: Universitas Diponegoro.
Doust, H. dan Noble, R.A. 2008. Petroleum Systems of Indonesia. Marine and
Petroleum Geology. Elsevier - Marine and Petroleum Geology, 25, p. 103-
129.
Engler, W.T. 2012. Lecture Notes for PET 370. Chapter 7 Gamma Ray (GR) log.
Fatti, J., Smith, G., Vail, P., Strauss, P., dan Levitt, P. 1994. Detection of Gas in
Sandstone Reservoirs Using AVO analysis: a 3D Seismic Case History Using
the Geostack Technique. Geophysics, 59, p. 1362-1376.
Glover, P. W. J. 2000. Petrophysics. Department of Geology and Petroleum
Geology, University of Aberdeen, UK.
Goodway, B. 2001. Improved AVO Fluid Detection and Lithology Discrimination
using Lame Petrophysical parameter
Goodway, B., Chen, T., dan Downton, J. 1997. Improved AVO Fluid Detection
and Lithology Discrimination Using Lame petrophysical parameters:
“λρ”,“μρ”and “λμ fluid stack”, from P and S inversions. CSEG Expanded
Abstracts. p. 148-151.
Hampson, D., dan Russel, B. 2013. Joint Simultaneous inversion of PP and PS
angle gathers. Hampson-Russell, A CGG Company. Calgary, Alberta,
Canada.
Hardiansyah, I. 2015. Identifikasi Zona Reservoar Sand Menggunakan Seismik
Inversi Akustik Impedansi dan Analisis Atribut pada Lapangan
”Bisma’’Formasi Talang AkarCekungan Sumatera Selatan. Skripsi Sarjana
pada Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta: tidak
diterbitkan.
Harsono, A. 1997. Evaluasi Formasi dan Aplikasi Log. Schlumberger Oilfield
Services. Jakarta.
Page 145
Mashudi, M.I., 2008, Analisa Seismik Inversi Untuk Pemetaan Porositas
Reservoar Batu Pasir Pada Lapangan “NAFRI” Cekungan Sumatera Tengah
(Studi Kasus PT Chevron Pacific Indonesia), Skripsi S-1 Fisika Universitas
Brawijaya, Malang.
Nurwidyanto, M.I., Noviyanti, I. dan Widodo, S. 2005. “Estimasi Hubungan
Porositas dan Permeabilitas pada Batupasir (Study Kasus Formasi Kerek,
Ledok, Selorejo)”. Jurnal Berkala Fisika. Vol. 8, No. 3. Hal. 87 90.
Universitas Diponegoro.
Pendrel, J. 2000. Estimation and Interpretation of P and S Impedance Volumes
from Simultaneous Inversion of P-wave offset Seismic Data. SEG Annual
Meeting 2000.
Purwanto, T., Isnaniawaghani, V., Mulyana, B., dan Widianto, E. 2015.
Penentuan Posisi Marker Sekuen Stratigrafi Sebagai Dasar Pengikat Korelasi
Lithostratigrafi Di Daerah Limau Cekungan Sumatera Selatan. Jurnal Semnas
ke-II Fakultas Teknik Geologi Unpad. Bandung: Universitas Padjajaran.
Rider, M. 1996. The Geological Interpretation of Well Logs 2nd Edition,
Interprint Ltd, Malta.
Rider, M., 2002, The Geological Interpretation of Well Logs. Second
Edition,Sutherland, Skotlandia.
Royle, A. 1999. AVO Gradient and Intercept Crossplot Interpretation. Geo-X
System Ltd.
Russell, B. 1996. Introduction to Seismic Inversion Methods, S.N: Domenico
Series Editor Course Notes Series Volume 2 An SEG Continuing Education
Short Course. USA.
Russell, B. 1999. Theory of the Strata Program. Hampson-Russell Software
Services Ltd.
Russell, B. 2005. Guide to Strata Simultaneous Inversion. HRS Manual.
Santoso, H. 2009. Analisis Korelasi Berdasarkan Koefisien Kontingensi C
Menurut Creamer dan Simulasinya. Skripsi Sarjana FMIPA Universitas
Negeri Semarang: tidak diterbitkan.
Schlumberger. 1989. Log Interpretation Principles/Applications. Sugar Land,
Texas.
Septianingrum, R., Nugroho, H., Hidajat, W. K., Rachman, H., dan Heriadji, Y.
2014. Penentuan Zona Prospek Reservoir Hidrokarbon Pada Tahap
Eksplorasi Dengan Analisis Petrofisika Formasi Baturaja Lapangan “IRFA”
Blok Sekayu Cekungan Sumatera Selatan. Jurnal Geologi UNPAD.
Semarang: Universitas Diponegoro.
Page 146
Sheriff, R.E., dan Geldart, L.P. 1995. Exploration Seismology. Cambridge
University Press, Second Edition.
Simmons, J.L., dan Backus, M.M. 1996. Waveform-based AVO Inversion and
AVO Prediction-Error. GEOPHYSICS, November-December 1996, Vol. 61,
No. 6: p. 1575-1588.
Sismanto. 2006. Dasar-Dasar Akuisisi dan Pemrosesan Data Seismik,
Laboratorium Geofisika, Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Suardi, U. 2012. Identifikasi Penyebaran Dan analisis Stripping Ratio (SR) Seam
Batubara Dengan Menggunakana Data Geofisika Logging Pada Area Pit – 3
Konsesi Tambang Batubara Di Kohong – Kalimantan Tengah. Lampung:
Universitas Lampung.
Sukmono. S. 2000. Seismik Inversi Untuk Karakterisasi Reservoir. Departemen
Teknik Geofisika Institut Teknologi Bandung. Bandung.
Susilowati, T., dan Sutoyo. 2009. Model Fasies Karbonat Baturaja, Lapangan
Danendra, Cekungan Sumatera Selatan. Jurnal Ilmiah MTG. Vol. 2, No. 1.
Yogyakarta: UPN “Veteran”.
Telford, L.P., dan Geldart, R. E. S. 2001. Applied Geophysics Second Edition
(Second Edition). United States of America: Cambridge University Press.
Telford, W. M., Geldart, L. P., dan Sheriff, R. E. 1990. Applied Geophysics –
Second Edition. United Kingdom: Cambridge University Press.
Triwibowo, B. 2010. Cut-off Porositas, Volume Shale, dan Saturasi Air Untuk
Perhitungan Netpay Sumur O Lapangan C Cekungan Sumatera Selatan.
Jurnal Ilmiah MTG. Vol. 3, No. 2. Yogyakarta: UPN “Veteran”.
Ulum, Y.N., Hastuti, E.W.D. dan Herlina, W. 2012. Studi Evaluasi Data Logging
dan Sifat Petrofisika Untuk Menentukan Zona Hidrokarbon Pada Lapisan
Batupasir Formasi Duri Lapangan Balam South, Cekungan Sumatera Tengah.
Jurnal Universitas Sriwijaya. Universitas Sriwijaya.
Vidhotomo, E., Juwono, A.M. dan Mekarsari, R. 2011. Analisis Petrofisika dan
Perhitungan Cadangan Minyak pada Lapangan “BEAR” Cekungan Sumatera
Tengah; Studi Kasus PT Chevron Pacific Indonesia. Jurnal Chevron
Indonesia. p. 1- 14.
Wyllie, M.R.J., Gregory, A.R., and Gardner, L.W., 1956, Elastic wave velocities
in heterogeneous and porous media, Geophysics 21, 41-70.
Zain, M. K. 2011. Analisa Log Petrofisika Dan Evaluasi Formasi Reservoar Pada
Lapangan Boonsville. Depok: Universitas Indonesia.
Page 147
Zain, R. P. 2012. Analisa Petrofisika Dan Multiatribut Seismik Untuk
Karakterisasi Reservoar Pada Lapangan Spinel Cekungan Cooper-
Eromanga, Australia Selatan. Depok: Universitas Indonesia.