I. PENDAHULUAN1.1 Latar BelakangTebu merupakan komoditas yang
telah lama diusahakan di Pulau Jawa dan Sumatera. Tebu merupakan
bahan baku utama dalam produksi gula. Seperti yang diketahui, gula
merupakan salah satu komoditas pangan yang banyak dikonsumsi
masyarakat. Tidak hanya konsumsi rumah tangga, tapi juga industri
skala besar maupun kecil. Konsumsi gula terus meningkat dari tahun
2008-2012, sedangkan produksi gula berfluktuasi dan tidak mampu
memenuhi kebutuhan konsumsi gula sehingga terjadi defisit. Hal
tersebut dapat ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Konsumsi, Produksi, dan Defisit Gula Tahun
2008-2012TahunKonsumsi (ton) Produksi (ton)Defisit
Ton%
20083.5212.66885331,96
20094.3022.5171.78570,93
20104.0912.2901.80178,66
20114.5032.2282.275102,11
20125.3352.6012.734105,11
Laju(%/thn)8,77-1,7325,7317,75
Sumber : BPS dan Kementerian Pertanian, 2012Target produksi gula
dalam Rencana Kerja Pemerintah Kerja Pemerintah (RKP) tahun
2010-2012 telah ditetapkan sebanyak 2,9 juta ton dan 3,9 juta ton.
Akan tetapi, data menunjukkan bahwa produksi gula dalam negeri baru
mampu memproduksi 35%-48% dari target yang ditetapkan. Target dan
realisasi masih terdapat gap yang artinya target tersebut masih
jauh dari harapan yang dapat dilihat pada Tabel 2.
1Tabel 2. Target dan Produksi GulaKomoditasIndikatorTahun
201020112012
GulaTarget Produksi (ton)2.900.0003.900.0003.900.000
Realisasi Produksi (ton)1.380.0001.361.0002.600,350
Impor (ton)1.913.2712.655.650494,131
Sumber : BPS dan Kementerian Pertanian, 2012Kebutuhan masyarakat
terhadap gula akan terus meningkat seiring dengan pertambahan
jumlah penduduk dan daya belinya. Selain itu dengan semakin
berkembangnya industri makanan jadi maka akan terkait pula
peningkatan kebutuhan terhadap gula yang berperan sebagai salah
satu bahan pembantu. Agar kebutuhannya terhadap gula selalu
terpenuhi maka harus diimbangi dengan jumlah produksinya.Mengingat
kebutuhan terhadap gula yang kian terus meningkat maka petani dan
perusahaan gula dituntut untuk bekerja secara efisien dalam
mengelola usahataninya agar produksi yang diperoleh lebih tinggi
dan keuntungan yang diperoleh menjadi lebih besar. Tuntutan bekerja
secara efisien ini tidak dapat dihindari dari bisnis modern,
apalagi seringkali dijumpai bahwa biaya produksi dirasa terus
meningkat sementara nilai produksi relatif lamban
meningkatnya.Upaya untuk mencapai swasembda gula dapat dilakukan
dengan upaya penerapan Tebu Rakyat (TR) untuk mendorong peningkatan
produksi, selain itu pabrik gula juga membuka lahan sendiri agar
produksi tebu tidak tergantung oleh petani. Pabrik Gula Kebon Agung
merupakan salah satu pabrik penghasil gula di Kabupaten Malang.
Produk utamanya adalah gula kristal putih. Untuk memenuhi kebutuhan
bahan baku untuk membuat gula kristal, Pabrik Gula Kebon Agung
bermitra dengan petani tebu di sekitar wilayah Kabupaten
Malang.Penelitian mengenai faktor-faktor produksi di PG. Kebon
Agung sangat penting untuk mengetahui masukan (input) apa saja yang
digunakan untuk memproduksi tebu, kebutuhan input dalam luas lahan
tertentu, dan kendala yang dihadapi dalam pengeloaan faktor-faktor
produksi tersebut.
1.2 Tujuan Magang Kerja1. Mengidentifikasi faktor-faktor
produksi yang digunakan di lahan TS Pabrik Gula Kebon Agung dalam
produksi tebu. 2. Mengidentifikasi biaya faktor produksi tebu di
PG. Kebon Agung.3. Mengetahui kendala dalam penggunaan
faktor-faktor produksi di Pabrik Gula Kebon Agung dalam produksi
tebu.
1.3 Sasaran Kompetensi yang Diharapkan1. Mampu mengidentifikasi
faktor-faktor produksi yang digunakan Pabrik Gula Kebon Agung dalam
produksi tebu.2. Mampu mengidentifikasi biaya faktor produksi tebu
di PG. Kebon Agung.3. Mampu mengidentifikasi kendala dalam
penggunaan faktor-faktor produksi tebu di Pabrik Gula Kebon Agung
dan memberikan solusi dari kendala tersebut.
1.4 Manfaat Magang Kerja1.4.1 Bagi Mahasiswa1. Untuk memperoleh
pemahaman hubungan teori dengan aplikasi di lapang.2. Untuk
mendapatkan pengalaman bekerja di PG. Kebon Agung.3. Untuk dapat
mengidentifikasi faktor-faktor produksi tebu yang digunakan PG.
Kebon Agung.4. Untuk dapat mengidentifikasi biaya produksi tebu di
PG. Kebon Agung.5. Untuk dapat mengetahui kendala dalam penggunaan
faktor-faktor produksi tebu di PG. Kebon Agung.6. Untuk dapat
mengenal dan belajar dengan tenaga professional di bidang
pertanian.II. TINJAUAN PUSTAKA2.1 Faktor-Faktor Produksi Faktor
produksi adalahsegala sesuatu yang dibutuhkan untuk memproduksi
barang dan jasa.Suatu fungsi produksi akan berfungsi ketika
terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi output produksi.
Soekartawi (2001), mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan faktor
produksi adalah semua korbanan yang diberikan pada tanaman agar
tanaman tersebut mampu tumbuh dan menghasilkan dengan baik. Faktor
produksi dikenal pula dengan istilah input dan korbanan produksi.
Faktor produksi memang sangat menentukan besar-kecilnya produksi
yang diperoleh. Faktor produksi lahan, modal untuk membeli bibit,
pupuk, obat-obatan dan tenaga kerja dan aspek manajemen adalah
faktor produksi yang terpenting. Hubungan antara faktor produksi
(input) dan produksi (output) biasanya disebut dengan fungsi
produksi atau faktor relationship.Suatu fungsi produksi akan
berfungsi ketika terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi output
produksi. Dalam sektor pertanian, secara umum terdapat beberapa
faktor yang dapat mempengaruhi produksi yaitu sebagai berikut: 1.
Tenaga Kerja Menururt Mubyarto (1994) yang dimaksud dengan tenaga
kerja adalah: Jumlah seluruh penduduk dalam suatu negara yang dapat
memproduksi barang dan jasa jika ada permintaan terhadap tenaga
mereka dan jika mereka mau berpartisipasi dalam aktivitas tersebut.
Pengertian tenaga kerja dan bukan tenaga kerja hanya dibedakan oleh
batas umur. Di Indonesia dipilih batas umur 10 tahun tanpa batas
umur maksimum. Dengan demikian, di Indonesia penduduk dibawah umur
10 tahun digolongkan sebagai bukan tenaga kerja. Pemilihan 10 tahun
sebagai batas umur minimum berdasarkan kenyataan bahwa pada umur
tersebut sudah banyak penduduk usia muda terutama di desa-desa yang
sudah bekerja atau mencari pekerjaan.
4Tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi yang
digunakan dalam melaksanakan proses produksi. Dalam proses
produksi, tenaga kerja memperoleh pendapatan sebagai balas jasa
dari usaha yang telah dilakukannya yakni upah. Maka pengertian
permintaan tenaga kerja disini diartikan sebagai jumlah tenaga
kerja yang diminta oleh pengusaha pada berbagai tingkat upah
tertentu. 2. Lahan Pertanian Luas lahan dapat dibedakan dengan
tanah pertanian. Lahan pertanian banyak diartikan sebagai tanah
yang disiapkan untuk diusahakan usaha tani misalnya sawah, tegal
dan pekarangan. Sedangkan tanah pertanian adalah tanah yang belum
tentu diusahakan dengan usaha pertanian. Ukuran luas lahan secara
tradisional perlu dipahami agar dapat ditransformasi menjadi ukuran
luas lahan yang dinyatakan dengan hektar. Disamping ukuran luas
lahan, maka ukuran nilai tanah juga perlu diperhatikan (Soekartawi,
1994). Secara umum dikatakan, semakin luas lahan (yang
digarap/ditanami), maka semakin besar jumlah produksi yang
dihasilkan oleh lahan tersebut. Dalam praktek pertanian organik,
lahan yang digunakan haruslah lahan yang subur dan tidak mengandung
unsur kimia berbahaya. Hal ini untuk menjamin bahwa lahan atau
tanah yang digunakan memberikan pengaruh positif terhadap komoditas
yang dibudidayakan. 3. Modal Dalam pengertian ekonomi, modal adalah
barang atau uang yang bersama-sama faktor produksi menghasilkan
barang-barang baru yaitu dalam hal ini adalah hasil pertanian.
Setiap kegiatan dalam mencapai tujuan membutuhkan modal apalagi
kegiatan proses produksi komoditas pertanian. Dalam kegiatan proses
produksi, modal dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu modal tetap
(fixed cost) dan modal tidak tetap (variable cost). Modal tetap
terdiri atas tanah, bangunan, mesin, dan peralatan pertanian yaitu
biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi tidak habis dalam
sekali proses produksi, sedangkan modal tidak tetap terdiri dari
benih, pupuk, pestisida, dan upah yang dibayarkan kepada tenaga
kerja. 4. Bibit Bibit atau benih menentukan keunggulan dari suatu
komoditas. Benih atau bibit yang unggul cenderung menghasilkan
produk dengan kualitas yang baik. Semakin unggul benih atau bibit
komoditas pertanian, semakin tinggi produksi pertanian yang akan
dicapai. Maka pemilihan bibit unggul menentukan hasil produksi
dengan kualitas yang baik dan terjamin. Bibit yang digunakan dalam
budidaya organik adalah bibit yang juga diproduksi dengan organik
pula, sehingga dalam produksinya (budidaya) bisa menghasilkan
produk yang baik. 5. Pupuk Pemberian pupuk dengan komposisi yang
tepat dapat menghasilkan produk berkualitas. Pupuk yang sering
digunakan adalah pupuk organik dan pupuk anorganik. Pupuk organik
merupakan pupuk yang berasal dari penguraian bagian-bagian atau
sisa tanaman dan binatang, misal pupuk kandang, pupuk hijau, dan
kompos. Sementara itu, pupuk anorganik atau yang biasa disebut
sebagai pupuk buatan adalah pupuk yang sudah mengalami proses
kimiawi di pabrik misalnya pupuk urea, TSP 36, PonsKa, dan ZA. 6.
Pestisida Pestisida sangat dibutuhkan tanaman untuk mencegah serta
mengendalikan organisme pengganggu tanaman yang menyerangnya.
Pestisida terbagi menjadi 2, yaitu pestisida organic dan anorganik.
Pestisida anorganik dibuat dengan bahan-bahan kimia, sedangkan
pestisida organic dibuat dari bahan-bahan alami seperti tanaman.
Pestisida dapat menguntungkan usahatani namun disisi lain pestisida
dapat merugikan petani. Penggunaan pestisida kimia harus sesuai
dengan dosis kebutahan lahan dan waktu penggunaannya agar tidak
merusak tanama dan lingkungan.
2.2 Konsep dan Fungsi ProduksiProduksi adalah perubahan dari dua
atau lebih input (atau sumber daya) menjadi satu atau lebih output.
Produksi merupakan hasil akhir dari proses aktivitas ekonomi dengan
memanfaatkan beberapa masukan atau input. Pengertian ini dapat
dipahami bahwa kegiatan produksi adalah mengkombinasi berbagai
input atau masukan yang menghasilkan output.Menurut Sukirno (2011)
menyatakan bahwa fungsi produksi adalah kaitan diantara
faktor-faktor produksi dan tingkat produksi yang diciptakan.
Faktot-faktor produksi dikenal juga dengan istilah input dan hasil
produksi dikenal dengan istilah output. Hubungan antara masukan dan
keluaran di formulasikan dengan fungsi produksi sebagai berikut :Q
= f(K,L,M,)Dimana Q adalah keluaran selama periode tertentu, K
adalah penggunaan mesin (modal) selama periode tertentu, L adalah
jam masukan tenaga kerja, M adalah bahan mentah yang dipergunakan,
dan notasi () menunjukkan kemungkinan variabel-variabel lain yang
mempengaruhi proses produksi. Menurut Soekartawi (2001), fungsi
produksi adalah hubungan fisik antara variabel yang dijelaskan (Y)
dengan variabel yang menjelaskan (X). Variabel yang dijelaskan
berupa output dan variabel yang menjelaskan berupa input. Secara
matematis hubungan tersebut dapat dituliskan sebagai berikut :Y =
f(X1,X2,X3,,Xn)Sifat fungsi produksi diasumsikan tunduk pada suatu
hokum yaitu The Law of Diminishing Return (Hukum Kenaikan Hasil
Berkurang). Hukum tersebut menyatakan apabila penggunaan satu macam
input ditambah dengan input yang lain, maka tambahan output yang
dihasilkan dari setiap tambahan satu unit input yang ditambahkan
tadi mula-mula naik, tetapi kemudia seterusnya menurun jika input
tersebut terus ditambahkan. Hal tersebut dapat ditunjukkan kurva
total produksi, kurva produk marginal, dan kurva produk rata-rata
pada Gambar. Kurva Produk Total (KPT) adalah kurva yang menunjukkan
tingkat produksi total pada berbagai tingkat penggunaan input
variabel. Kurva Produk Marginal (KPM) adalah kurva yang menunjukkan
tambahan dari input physical product yang disebabkan oleh
penggunaan tambahan 1 unit input variabel. Kurva Produk Rata-Rata
(KPR) adalah kurva yang menunjukkan hasil rata-rata perunit input
variabel pada berbagai tingkat penggunaan input tersebut.Mula-mula
terdapat kenaikan hasil bertambah ( garis OB), dimana produk
marginal semakin besar; produk rata-rata naik tetapi di bawah
produk marginal. Pada titik balik (inflection point) B terjadi
perubahan dari kenaikan hasil bertambah menjadi kenaikan hasil
berkurang, di mana produk marginal mencapai maksimum (titik B);
produk rata-rata masih terus naik. Setelah titik B, terdapat
kenaikan hasil berkurang (garis BM), di mana produk marginal
menurun; produk rata-rata masih naik sebentar kemudian mencapai
maksimum pada titik C, dimana pada titik ini produk rata-rata sama
dengan produk marginal. Titik M tercapai tingkat produksi maksimum,
dimana produk marginal sama dengan nol, produk rata-rata menurun
tetapi tetap positif. Sesudah titik M, mengalami kenaikan hasil
negatif, dimana produk marginal juga negatif produk rata-rata tetap
positif.
Gambar 1. Kurva Produksi Total, Produk Rata-Rata, dan Produk
Marjinal(Sukirno, 2011)
2.3 Biaya Produksi Biaya adalah nilai korbanan yang dikeluarkan
untuk memperoleh hasil. Menurut kerangka waktu, biaya dapat
dibedakan menjadi biaya jangka pendek dan biaya jangka panjang.
Biaya jangka pendek terdiri dari biaya tetap (fixed cost) dan biaya
variabel (variable cost), sedangkan dalam jangka panjang semua
biaya dianggap/diperhitungkan sebagai biaya variabel (Hermanto,
1991). Biaya usahatani akan dipengaruhi oleh jumlah pemakaian
input, harga dari input, tenaga kerja, upah. tenaga kerja, dan
intensitas pengelolaan usahatani. Biaya-biaya tersebut dapat
didefinisikan sebagai berikut. 1. Biaya tetap (fixed cost FC) Biaya
tetap merupakan biaya yang secara total tidak mengalami perubahan,
walaupun ada perubahan volume produksi atau penjualan (dalam batas
tertentu). Artinya biaya yang besarnya tidak tergantung pada besar
kecilnya kuantitas produksi yang dihasilkan. Yang termasuk biaya
tetap seperti gaji yang dibayar tetap, sewa tanah, pajak tanah,
alat dan mesin, bangunan ataupun bunga uang serta biaya tetap
lainnya. 2. Biaya variabel (variable cost VC) Biaya variabel
merupakan biaya yang secara total berubah-ubah sesuai dengan
perubahan volume produksi atau penjualan. Artinya biaya variabel
berubah menurut tinggi rendahnya ouput yang dihasilkan, atau
tergantung kepada skala produksi yang dilakukan. Yang termasuk
biaya variabel dalam usahatani seperti biaya bibit, biaya pupuk,
biaya obat-obatan, serta termasuk ongkos tenaga kerja yang dibayar
berdasarkan penghitungan volume produksi.
2.4 Tanaman TebuTebu (Saccharum officinarum Linn) adalah tanaman
untuk bahan baku gula. Tanaman ini hanya dapat tumbuh di daerah
beriklim tropis. Tanaman ini termasuk jenis rumput-rumputan. Umur
tanaman sejak ditanam sampai bisa dipanen mencapai kurang lebih 1
tahun. Di Indonesia tebu banyak dibudidayakan di pulau Jawa dan
Sumatera.Bentuk fisik tanaman tebu dicirikan oleh terdapatnya
bulu-bulu dan duri sekitar pelepah dan helai daun. Banyaknya bulu
dan duri beragam tergantung varietas. Jika disentuh akan
menyebabkan rasa gatal. Kondisi ini kadang menjadi salah satu
penyebab kurang berminatnya petani berbudidaya tebu jika masih ada
alternatif tanaman lain. Tinggi tanaman bervariasi tergantung daya
dukung lingkungan dan varietas, antara 2,5-4 meter dengan diameter
batang antara 2-4 cm.Tebu merupakan tumbuhan monokotil dari famili
rumput-rumputan (Gramineae), Batang tanaman tebu memiliki memiliki
anakan tunas dari pangkal batang yang membentuk rumpun. Tanaman ini
memerlukan waktu musim tanam sepanjang 11- 12 bulan. Tanaman ini
berasal dari daerah tropis basah sebagai tanaman liar. Secara umum,
klasifikasi tanaman jagung sebagai berikut: Kingdom: PlantaeDivisi:
SpermatophytaSubdivisi: AngiospermaeKelas: MonocotyledoneaeOrdo:
GraminalisFamilia: GramineaeGenus : SaccharumSpesies: Saccharum
officinarumMenrut Farid (2003), tanaman tebu termasuk tanaman
semusim yang siklus hidupnya berlangsung selama 12-14 bulan. Dalam
pertumbuhannya tanaman tebu dibedakan menjadi beberapa fase dimana
setiap fase tersebut memerlukan perlakuan agar produksi tebu dapat
optimal. Fase pertumbuhan tanaman tebu terdiri dari empat fase
yaitu:1. Fase perkecambahan pada tanaman tebu dimulai saat
terjadinya pertumbuhan mata tunas tebu yang awalnya dorman menjadi
tunas muda yang dilengkapi dengan daun, batang, dan akar. Fase
perkecambahan sangat ditentukan faktor internal pada bibit seperti
varietas, umur bibit, jumlah mata, panjang stek, cara meletakan
bibit, jumlah mata, bibit terinfeksi hama penyakit, dan kebutuhan
hara bibit. Selain itu, faktor eksternal seperti kualitas dan
perlakuan bibit sebelum tanam, aerasi dan kelengasan tanah,
kedalaman peletakan bibit (ketebalan cover), dan kualitas
pengolahan tanah juga sedikit berpengaruh pada fase perkecambahan
ini.2. Pertumbuhan anakan adalah perkecambahan dan tumbuhnya
mata-mata pada batang tebu di bawah tanah menjadi tanaman tebu
baru. Fase pertunasan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan
tebu, karena dapat merefleksikan produktivitas tanaman tebu. Pada
fase ini, tanaman membutuhkan kondisi air yang terjamin
kecukupannya, oksigen dan hara makanan khususnya N, P dan K serta
penyinaran matahari yang cukup. Dikatakan fase pertunasan karena
umur tersebut secara agresif tanaman tebu mengalami pertumbuhan
secara horizontal dengan terbentuknya tunas-tunas baru secara
bertahap, mulai dari tunas primer sampai tunas tertier. Pada umur
tanaman ini, pertumbuhan kesamping terus terjadi hingga mencapai
pertumbuhan jumlah tunas maksimum pada umur tebu sekitar 3
bulan.Proses pertunasan meskipun dominan terjadi munculnya anakan,
namun pola petumbuhannya berupa fisik dicerminkan dengan
pembentukan daun, akar, dan batang. Pertunasan sebagai bagian dari
proses pertumbuhan vegetatif, akan sangat dipengaruhi oleh berbagai
kondisi didalam tubuh tebu (intrinsik) yang meliputi sifat-sifat
genetis dan hormon yang terdapat didalam tubuh tebu.Selain itu
kondisi lain yang mempengaruhi pertunasan adalah kondisi lingkungan
(ekstrinsik) yang meliputi intensitas penyinaran matahari, air,
unsur hara, dan temperatur.3. Proses pemanjangan batang pada
dasarnya merupakan pertumbuhan yang didukung dengan perkembangan
beberapa bagian tanaman yaitu perkembangan tajuk daun, perkembangan
akar dan pemanjangan batang. Fase ini terjadi setelah fase
pertumbuhan tunas mulai melambat dan terhenti.Pemanjangan batang
merupakan proses paling dominan pada fase ini, sehingga stadia
pertumbuhan pada periode umur tanaman 3-9 bulan ini dikatakan
sebagai stadia perpanjangan batang. Ada dua unsur dominan yang
berpengaruh dalam fase pemanjangan batang. Unsur tersebut adalah
diferensiasi dan perpanjangan ruas-ruas tebu yang sangat
dipengaruhi oleh lingkungan terutama sinar matahari, kelembaban
tanah, aerasi, hara N, dan faktor inheren tebu.4. Fase kemasakan
diawali dengan semakin melambat bahkan terhentinya pertumbuhan
vegetatif.Tebu yang memasuki fase kemasakan secara visual ditandai
dengan pertumbuhan tajuk daun berwarna hijau kekuningan, pada
helaian daun seringkali dijumpai bercak berwarna coklat.Pada
kondisi tebu tertentu sering ditandai dengan keluarnya bunga.Selain
sifat inheren tebu (varietas), faktor lingkungan yang berpengaruh
cukup dominan untuk memacu kemasakan tebu antara lain kelembaban
tanah, panjang hari dan status hara tertentu seperti hara
nitrogen.Tanaman tebu terbagi menjadi beberapa bagian utama, yaitu
akar, batang, daun dan bunga. Masing-masing memiliki karakteristik
sendiri-sendiri. Menurut James (2004), tanaman tebu memiliki
perakaran serabut, yang dapat dibedakan menjadi akar primer dan
akar sekunder. Akar primer adalah akar yang tumbuh dari mata akar
buku tunas stek batang bibit. Karakteristik akar primer yaitu halus
dan bercabang banyak. Sedangkan akar sekunder adalah akar yang
tumbuh dari mata akar dalam buku tunas yang tumbuh dari stek bibit,
bentuknya lebih besar, lunak, dan sedikit bercabang. Namun, bagian
paling penting pada tanaman tebu adalah bagian batang, karena pada
bagian batanglah terdapat kandungan sukrosa yang tinggi, dan juga
terdapat mata tunas yang berfungsi untuk perkembangbiakan tanaman.
Batang tanaman tebu beruas-ruas, dari bagian pangkal sampai
pertengahan. Panjang batang tebu pada saat panen berkisar antara
2-4 m dengan diameter 2,5-5 cm, tergantung baik buruknya
pertumbuhan, jenis tebu maupun keadaan iklim. lingkaran tumbuh
(growth ring), bagian akar (root band), bagian daun (leaf scar),
sedangkan bagian internode terletak antara node berjumlah 20-30
ruas.
III. METODE PELAKSANAAN3.1 Waktu dan Tempat Magang KerjaKegiatan
magang ini dilaksanakan di Pabrik Gula Kebon, Kabupaten Malang,
Jawa Timur selama 90 hari efektif. Magang kerja dimulai dari
tanggal 30 Juni sampai September.
3.2 Metode Pelaksanaan Magang KerjaMetode yang digunakan saat
melakukan magang kerja di Pabrik Gula Kebon Agung adalah : 1.
Praktek kerja langsung sesuai dengan aktivitas yang ada di
perusahaanPeserta magang melakukan aktivitas yang biasa dilakukan
di perusahaan tersebut. Tujuan dari kegiatan ini adalah agar
peserta magang mampu memiliki ketrampilan yang berkaitan dengan
kegiatan produksi yang ada pada perusahaan tersebut,2. Diskusi dan
wawancara dengan staf perusahaanSelain melakukan praktek kerja
langsung, peserta magang juga melakukan diskusi dan wawancara
dengan staff perusahaan. Selain itu diskusi dan wawancara ini juga
dimaksudkan sebagai upaya pengumpulan data, sebab nantinya peserta
magang harus membuat laporan magang dengan tema yang mereka
tetapkan sebelumnya.
3.3 Jenis dan Metode Pengumpulan DataSelama melakukan magang
kerja di Pabrik Gula Kebon Agung, jenis data yang diambil adalah
data primer dan data sekunder. Kedua jenis data tersebut digunakan
untuk penyusunan laporan setelah magang kerja.1. Data Primer
13Data yang diperoleh oleh peneliti secara langsung dari sumber
datanya. Metode pengumpulan data primer adalah observasi dan
wawancara. Data yang diambil selama melakukan kegiatan magang
adalah data faktor-faktor produksi tebu di PG Kebon Agung (jumlah
bibit, pupuk, pestisida, dan tenaga kerja) yang digunakan dalam
satu luas lahan (hektar).2. Data SekunderData yang diperoleh
peneliti dari berbagai sumber yang telah ada. Metode pengumpulan
data primer adalah studi pustaka, yaitu data dari berbagai sumber
seperti buku, laporan, jurnal, dan lain-lain
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN4.1 Gambaran Umum PerusahaanPabrik Gula
Kebon Agung terletak di Desa Kebon Agung, Kecamatan Pakisaji,
Kabupaten Malang, Propinsi Jawa Timur, pada ketinggian 480 m diatas
permukaan laut. Bentuk topografinya berupa lahan datar berbukit
yang berada di lereng Gunung Kawi sebelah Barat. PG. Kebon Agung
memiliki lahan tebu sendiri (TS) seluas 108 ha dan bermitra dengan
petani atau tebu rakyat (TR) seluas 23.000 ha. PG. Kebon Agung
merupakan pabrik gula yang terletak di tempat yang strategis di
Kabupaten Malang dengan sarana dan prasana pendukung, yaitu jalan
utama atau jalan lintas propinsi. Adapun fasilitas pendukung
lainnya, yaitu poliklinik, masjid, dan lapangan olahraga.
Jl . Raya Malang- KepanjenU
Arah Gadang
PG.. Kebon Agung
Gambar 2. Denah Lokasi PG. Kebon Agung
15Visi PG. Kebon Agung sebagai Perusahaan Swasta Nasional yang
bergerak di bidang industri gula dan perdagangan umum adalah
mewujudkan perusahaan yang bergerak dalam industri gula yang
berdaya saing tinggi, mampu memberi keuntungan secara optimal dan
terpercaya dengan selalu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi serta mampu memenuhi kepentingan Petani sebagai mitra
kerja, karyawan, pemegang saham, dan pemangku kepentingan
(stakeholder) lainnya.Misi PG. Kebon Agung Mengembangkan bisnis
industri gula dari yang sekarang ada melalui peningkatan skala
usaha, efisiensi, dan daya saing serta memanfaatkan peluang bisnis
agroindustri non gula berdasarkan prinsip - prinsip perolehan
keuntungan dengan memanfaatkan secara optimal kemampuan manajemen
dan finansial.4.1.1 Sejarah PerusahaanPG Kebon Agung didirikan
seorang pengusaha Tionghowa, Tan Tjwan Bie pada 1905. Lokasi PG
berada di Desa Kebon Agung, Kecamatan Pakisaji, Kabupaten Malang,
Provinsi Jawa Timur atau tepatnya kira-kira 5 km selatan Kota
Malang. Pada saat didirikan kapasitas giling PG hanya 5.000 kth
atau 500 tth (ton tebu per hari). Dalam sehari semalam PG hanya
menggiling 500 ton tebu atau setara 50 truk yang diestimasikan
masing-masing truk tmengangkut 10 ton tebu. Betapa kecilnya
kapasitas tersebut jika dibandingkan dengan PG Kebon Agung
sekarang, yang berkapasitas 12.000 tth atau 24 kali lebih banyak
dibanding saat didirikan tempo dulu. Namun untuk ukuran pabrik gula
pada waktu itu, kapasitas PG Kebon Agung tergolong besar.PG Kebon
Agung semula dikelola secara perorangan, kemudian pada 1917
pengelolaan PG diserahkan kepada Biro Manajemen Naamloze
Ven-nootschap (NV) Handel-Landbouw Maatschappij Tiedeman & van
Kerchem (TvK). Setahun berikutnya atau tepatnya 20 Maret 1918
dibentuk "Naam-loze Vennootschap (NV) Suiker Fabriek Kebon Agoeng"
atau NV S.F. Kebon Agoeng, dengan akte Notaris Hendrik Willem
Hazenberg (No. 155). Seiring dengan kemerosotan harga gula di pasar
dunia, industri gula Jawa yang saat itu menjadi jawara eksportir
kedua setelah Kuba, mengalami guncangan hebat. Kesepakatan antar
produsen gula dunia atau yang dikenal dengan "Chardbourne Agrement"
pada 1931 mewajibkan produksi gula Jawa dikurangi dari sekitar 3
juta ton menjadi maksimal 1,4 juta ton per tahun. Dampaknya sangat
dirasakan pabrik gula di Jawa, termasuk NV S.F. Kebon Agoeng.
Kelesuan usaha menyebabkan pada 1932 seluruh saham NV S.F. Kebon
Agoeng tergadaikan kepada De Javasche Bank dan 3 tahun berikutnya
atau pada 1935 NV S.F. Kebon Agoeng sepenuhnya menjadi milik De
Javasche Bank.Setelah Indonesia merdeka, sesuai dengan Peraturan
Pemerintah No. 3 tahun 1946, seluruh perusahaan gula harus dikelola
oleh Badan Penyelenggara Perusahaan Gula Negara (BPPGN) yang
berkedudukan di Surakarta. Pada saat Agresi Belanda, banyak PG
tidak beroperasi dan dikuasai tentara Belanda termasuk PG Kebon
Agung, sehingga BPPGN tidak dapat berfungsi dengan baik. Pada 21
Desember 1949 sesuai Peraturan Pemerintah tanggal 25 Agustus 1949
BPPGN dibubarkan.Pada 8 Maret 1950 keluar Pengumuman Pemerintah No.
2 tahun 1950 yang dikeluarkan oleh 3 Menteri, yaitu Menteri Dalam
Negeri, Menteri Perkebunan dan Menteri Pertanian tentang
pembentukan Panitia Pengembalian Perkebunan kepada pemiliknya.
Dengan ketentuan tersebut, mulai 1950 PG Kebon Agung kembali
dikelola oleh Tiede-man & van Kerchem (TvK). Pengelolaan ini
berakhir pada proses pengambilalihan (nasionalisasi) semua
perusahaan - perusahaan yang dimiliki atau dikelola perusahaan
asing oleh Pemerintah Indonesia pada 1958. Sejak saat itu kedua PG
dikelola oleh Badan Pimpinan Umum Perusahaan Perke-bunan Gula atau
BPU-PPN Gula. Dalam RUPS Perseroan tahun 1954 ditetapkan bahwa
Pemegang Saham PT PG Kebon Agung adalah Spaarfonds voer Beamten van
de Bank Indonesia (yang kemudian bernama Yayasan Dana Tabungan
Pegawai Bank Indonesia) dan Bank Indonesia (atas nama Yayasan Dana
Pensiun dan Tunjangan Hari Tua Bank Indonesia).Pada 1962 PT PG
Kebon Agung membeli seluruh saham NV Cultuur Maatschappij Trangkil
dan mulai saat itu PG Trangkil menjadi milik PT PG Kebon Agung
disamping PG Kebon Agung. Pada 1967 Pemerintah melikuidasi BPUPPN
Gula dan pada tahun 1968 mengeluarkan Peraturan untuk meninjau
kembali perusahaan - perusahaan yang telah dinasionalisasi dan
selanjutnya berdasarkan PP No. 3/1968 PT PG Kebon Agung
dikembalikan kepada Pemilik semula.Pada 17 Juni 1968 dengan Surat
Penetapan Direksi Bank Negara Indonesia Unit I ( yang kemudian
kembali bernama Bank Indonesia ) dalam kedudukannya sebagai
Pengurus dari Dana Pensiun dan Tunjangan Bank Negara Indonesia Unit
I serta Yayasan Dana Tabungan Pegawai-Pegawai Bank Negara Indonesia
Unit I selaku Pemegang Saham dan Pemilik PT PG Kebon Agung menunjuk
PT Biro Management Tri Gunabina sebagai Direksi Pengelola PT PG
Kebon Agung.Masa pengoperasian PT PG Kebon Agung yang berakhir pada
tanggal 20 Maret 1993, diperpanjang hingga 75 tahun mendatang
dengan Akte Notaris Achmad Bajumi, S.H. dengan No. 120 tanggal 27
Februari 1993, disahkan dengan Keputusan Menteri Kehakiman RI
tanggal 18 Maret 1993 No. C2-1717 HT.01.04.Th.93. Pada tanggal 25
Februari 1992 didirikan Yayasan Kesejahteraan Karyawan Bank
Indonesia (YKK-BI) oleh Direksi Bank Indonesia yang diresmikan
dengan akte Notaris Abdul Latif dengan No. 29 tanggal 23 Februari
1992 dan adanya kebijakan dari Departemen Kehakiman yang mengatur
bahwa Direksi suatu Perseroan tidak boleh berupa badan hukum tetapi
harus orang perseorangan, maka dalam RUPS-LB tanggal 22 Maret 1993
diputuskan bahwa YKK-BI menjadi Pemegang Saham tunggal PT Kebon
Agung. Dan pada tanggal 1 April 1993 bertempat di Kantor Bank
Indonesia Cabang Surabaya dilakukan serah terima pengurusan dan
pengelolaan PT Kebon Agung dari Direksi PT Tri Gunabina kepada
Saudara Sukanto (alm.) selaku Direktur PT Kebon Agung.Berdasarkan
Undang-Undang No.1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, maka
dalam RUPS-LB tanggal 26 Juli 1996 diputuskan bahwa Pemegang Saham
PT Kebon Agung terdiri dari YKK-BI dengan pemilikian saham sebanyak
2.490 lembar atau sebesar 99,6 % dan Koperasi Karyawan PT Kebon
Agung Rosan Agung dengan pemilikan saham sebanyak 10 lembar atau
sebesar 0,4 %.Sejak didirikan dengan kapasitas giling terpasang
1.500 tth. Tahun 1937 kapasitas giling dinaikkan menjadi 1.800 tth.
Pada tahun 1976 s.d. 1978 diadakan Rehabilitasi, Perluasan dan
Modernisasi (RPM) kapasitas giling menjadi 3.000 tth, tahun 1998
s.d. 2001 dilakukan Program Penyehatan sehingga kapasitas giling
menjadi 4.700 tth. Dari tahun 2001 hingga 2004 dilakukan perbaikan
dan penggantian mesin untuk meningkatkan kemantapan kinerja dan
efisiensi pabrik dengan sasaran kapasitas giling 5.000 tth. Sejak
tahun 2005 PG Kebon Agung melakukan Program Pengembangan PT Kebon
Agung dengan sasaran kapasitas giling 6.000 tth. Hingga saat ini PG
Kebon Agung telah mampu meningkatkan kapasitas giling hingga
mencapai 12.000 tth.4.1.2 Struktur Organisasi PG.Kebon AgungPabrik
Gula Kebon Agung dipimpin oleh seorang pimpinan dan memiliki tata
serta prosedur yang telah disetujui oleh direksi. Ada empat bagian
didalam PG. Kebon Agung, yaitu:1. Kepala Bagian TeknikMerencanakan,
mengawasi, dan mengkoordinasikan pelaksanaan maintenence.
Bertanggung jawab atas kelancaran peralatan pabrikasi.2. Kepala
Bagian TanamanMerencanakan, mengawasi, dan mengkoordinasikan
penyediaan bahan baku berkualitas.3. Kepala Bagian Tata Usaha dan
KeuanganMengkoordinasikan karyawan dan bagian personalia serta
tenaga kerja bagian administrasi. Merencanakan, mengawasi dan
mengkoordinasikan segala sesuatu yang berkaitan dengan pembelian
barang.4. Kepala Bagian PabrikasiMerencanakan, mengawasi dan
mengkoordinasikan pengelolaan proses pabrikasi. Setiap bagian
tersebut mempunyai tugas dan tanggung jawab dari masing- masing
bagian yang dipegangnya. Setiap Manajer tersebut mempunyai tugas
dan tanggung jawab dari masing - masing bagian yang dipegangnya.
Struktur organisasi PG Kebon Agung dapat dilihat pada Gambar 3
dibawah ini.
Gambar 3. Struktur Organisasi PG. Kebon Agung (PG. Kebon Agung,
2014)
4.2 Hasil Magang Kerja4.2.1 Teknik Budidaya Tebu di PG. Kebon
AgungTebu merupakan komoditas yang memerlukan cukup air dan
drainase yang baik. Budidaya tebu terbagi menjadi dua, yaitu
budidaya tebu di lahan kering (tegalan) dan budidaya tebu di lahan
sawah. Masing-masing teknik budidaya tebu memiliki perlakuan
berbeda. Pada lahan kering, dalam budidaya tebu menggunakan
mekanisasi dan pengairannya tergantung sepenuhnya dengan air hujan.
Pada lahan sawah diperlukan sistem drainase yang baik sehingga air
tidak menggenang, maka diperlukan saluran (got) untuk mengatur muka
air tanah,,teknik ini disebut reynoso.A. Penyiapan LahanKegiatan
dalam penyiapan lahan adalah pengolahan tanah. Terdapat dua sistem
pengolahan lahan di PG. Kebon Agung, yaitu Sistem Budidaya Tebu
Reyno (SBTR) dan Sistem Mekanisasi (SM). SBTR merupakan
pengembangan dari sistem reynoso dan diterapkan pada lahan sawah,
sedangkan SM diterapkan pada lahan kering atau tegalan dan
pengolahan lahannya dengan cara membajak semua lahan. Perbedaan
sistem mekanisasi dan sistem reynoso dijelaskan pada Gambar 4 dan
Gambar 5.1) Sitem MekanisasiSistem Mekanisasi diterapkan di lahan
kering dengan menggunakan alat bajak piring (I dan II) dan kair
(furrower) yang ditarik dengan traktor. Bajak piring I digunakan
untuk membongkar tanah atau guludan serta membalikan dan
menghancurtan tanah. Bajak piring II digunakan untuk menghaluskan,
meratakan, dan membalikan tanah kearah yang berlawanan dengan bajak
I. Kair digunakan untuk membuat guludan dengan jarak PKP (pusak ke
pusat) 100-110 cm dengan kedalaman sekitar 30 cm.2) Sistem
ReynosoSistem Reynoso digunakan untuk mengatasi masalah drainase
yang jelek pada budidaya tebu di lahan sawah dengan menggunakan
saluran air yang terdiri dari got keliling, got malang, dan got
mujur. Pengolahan lahan dengan Sistem Reynoso dikerjakan sepenuhnya
secara manual.
Gambar 4. Budidaya Tebu Lahan Kering
Gambar 5. Budidaya Tebu Lahan Sawah
B. Penanaman Penanaman tebu adalah kegiatan menanam bahan tanam
berupa bibit tebu ke lahan yang telah siap untuk ditanami. Bibit
yang ditanam berupa bibit bagal. Penanaman dilakukan di lahan tegal
mau pun lahan sawah. Masa tanam untuk tanaman tebu di lahan sawah
umumnya pada bulan Mei-Juni. Hal ini dikarenakan pada lahan sawah
varietas tebu yang ditanam adalah varietas masak awal dan masak
tengah. Sedangkan pada lahan tegal masa tanam pada musim hujan
yaitu bulan Oktober-November yang umunya varietas masak
akhir.Penanaman dalam satu hektar diperlukan bibit bagal sekitar
8-10 ton. Bibit tebu bagal yang akan ditanam terdapat 1-2 mata
tunas. Cara penanaman bibit bagal yaitu dengan menidurkannya diatas
permukaan tanah. Mata tunas harus terletak disamping kanan atau
kiri hal ini agar mata tunas mudah berkecambah. Kemudian bibit
ditutup dengan tanah agar terhindar dari kekeringan akibat sinar
matahari.C. Pemeliharaan1. PembibitanBibit tebu merupakan bagian
dari tanaman tebu yang dapat dikembangkan untuk tanaman baru. Bibit
yang digunakan harus yang bermutu bagus dan dari varietas unggul.
Bibit yang digunakan berupa batang batang tebu yang terdiri dari
ruas-ruas serta mata tunas. Berikut ini beberapa jenis bibit yang
digunakan dalam kegiatan budidaya tebu:a) Bibit pucukBibit pucuk
diambil dari pucuk tanaman tebu dengan varietas yang baik. Bibit
harus memiliki 2-3 mata tunas.b) Bibit bagalBibit bagal berasal
dari batang tanaman tebu yang berumur 6-7 bulan. Bibit dipotong
setiap 3 ruas dengan minimal terdapat 2 mata tunas.Penyediaan bibit
di PG. Kebon Agung dilakukan dengan menerapkan 4 penjengjangan
kebun bibit. Hal ini bertujuan untuk memperoleh bibit yang
berkualitas. Berikut merupakan 4 kebun bibit yang diterapkan PG
Kebon Agung:a) Kebun Bibit Pokok (KBP)KBP digunakan untuk
menyediakan bahan tanam pada kebun nenek (KBN). Masa tanam KBP
untuk tebu giling pola 1 adalah bulan Maret/April.Kebun Bibit
Nenekb) Kebun Bibit Nenek (KBN)KBN digunakan untuk menyediakan
bahan tanam kebun bibit induk. KBN untuk tanaman tebu giling (KTG)
pola I ditanam pada bulan September-Oktober.c) Kebun Bibit Induk
(KBI)KBI digunakan untuk menyediakan bahan tanam kebun bibit datar.
Masa tanam KBI untuk KTG pola I adalah bulan Maret atau April. d)
Kebun Bibit Datar (KBD)KBD digunakan untuk menyediakan bahan tanam
tebu giling (KTG). Masa tanam Kebun Bibit Datar pola I adalah
Oktober-November.2. PenyulamanPenyulaman bertujuan untuk mengganti
bibit yang rusak atau mati. Kegiatan ini dilakukan sebanyak 2 kali,
yaitu saat bibit berumur 1 (penyulaman 1) bulan dan berumur 1,5
bulan (penyulaman 2). Penyulaman 1 harus selesai sebelum pembubunan
1, sama seperti penyulaman 2.3. PemupukanPemupukan bertujuan untuk
memperbaiki sifat-sifat tanah dan mendorong pertumbuhan vegetatif
dan generatif tanaman. Pemupukan yang dilakukan PG. Kebon Agung
dilakukan dalam 3 tahap. Pemupukan pertama adalah sebelum
pengolahan lahan, pupuk yang digunakan adalah pupuk organik yaitu
kompos. Pupuk kedua dilakukan saat tebu berumur kurang 1 - 1,5
bulan, pupuk yang diberikan adalah ZA dan Phonska. Pupuk ketiga
dilakukan saat tebu berumur 3 3,5 bulan, pupuk yang diberikan
adalah pupuk ZA.Dosis pupuk ZA adalah 8 kw/ha, pupuk Phonska dengan
dosis 4 kw/ha dan pupuk kompos sebanyak 30 kw/ha. Pada tanaman tebu
keprasan pemberian pupuk dilakukan 2 kali yaitu yang pertama ketika
umur tanam tebu 1,5 - 2 bulan dan kedua ketika umur tanam 3,5 - 4
bulan. 4. Pengairan Pengairan tebu dilakukan dua kali selama umur
tanam. Pengairan pertama di lakukan pada saat awal penanaman. Pada
saat awal penanaman tebu membutuhkan banyak air untuk fase
pertumbuhan. Sedangkan pengairan kedua dilakukan saat tanaman tebu
berumur 3 bulan.
5. PembumbunanPembumbunan dilakukan untuk memberi tambahan media
sebagai sumber zat hara yang baru bagi tanaman dan memperbaiki
drainase serta untuk memperkuat dan memperkokoh tanaman.
Pembumbunan yang dilakukan PG Kebon Agung sebanyak 4 tahap. Bumbun
1 dilakukan saat tanaman berumur 35-40 hari, bumbun 2 dilakukan
saat tanaman berumur 2-3 bulan, bumbun 3 dilakukan saat tanaman
berumur sekitar 4 bulan, dan bumbun akhir (gulud atau tangkep)
dilakukan saat tanaman berumur 5 bulan dengan terlebih dahulu
mengkletek daun-daun yang kering.6. PenyianganPenyiangan dilakukan
untuk menghilangkan gulma pengganggu tanaman tebu. Kegiatan ini
dilakukan sebelum penanaman dan sebelum pemupukan. Penyiangan yang
dilakukan oleh PG. Kebon Agung dengan cara manual dan menggunakan
herbisida.7. Roges/KletekRoges merupakan kegiatan
pengkletekan/pengambilan daun-daun yang telah mengering dari
tanaman tebu. Perogesan tanaman tebu dilakukan tiga kali selama
umur tanaman. Perogesan dilakukan ketika tanaman tebu berumur 7
bulan, 9 bulan dan 11 bulan. Perogesan tanaman tebu berfungsi agar
batang tanaman terkena sinar matahari sehingga terjadi proses
fotosintesis yang nantinya akan meningkatkan kadar gula pada batang
tebu. Fungsi lainnya agar tanaman tebu tidak terfokus pada
penumbuhan daun namun terfokus pada penumbuhan batang tebu agar
menghasilkan batang tebu yang mengandung kadar gula yang
tinggi.
D. Penanganan Hama dan Penyakit Tebu A. HamaHama ialah binatang
yang menyerang tanaman budidaya dan menyebabkan kerugian secara
ekonomis. Serangan hama pada tanaman tebu menjadi salah satu faktor
yang dapat menurunkan produktivitas. Hama yang menyerang tebu di
PG. Kebon Agung pada lahan tebu sendiri ialah:1. Penggerek Pucuk
(Scirpophaga nivella)Penggerek memiliki tanda serangan yaitu telur
berwarna putih yang diletakkan di bawah daun. Telur menetas setelah
9 hari dan ulat akan keluar ke bagian pupus daun dan menggerek ke
dalam daun muda yang belum terbuka menuju menuju pucuk batang, yang
kemudian digerek lurus ke bawah. Pupus yang terbuka terlihat
baris-baris yang terdiri dari lubang-lubang kecil. Pada tanaman
tebu muda ( 3 bulan) ulat membuat lorong yang mendatar diatas titik
tumbuh dan melalui pelepasan daun yang masih utuh (lubang yang
keluar ini terletak diatas tanah untuk memudahkan keluarnya
kupu-kupu dari ulat penggerek).Kerugian yang dapat ditimbulkan oleh
hama penggerek pucuk pada tebu berumur 3 bulan bulan menyebabkan
tebu mati, tetapi masih dapat menumbuhkan anakan baru. Serangan
pada umur 6-7 bulan tidak tentu mati, tanaman akan membentuk
siwilan, tetapi ini dapat menyebabkan tinggi batang turun satu
meter dan rendemen dapat tururn 50%. Pada tanaman tebu tua rendemen
dapat turun antara 5-10%. Di PG. Kebon Agung serangan hama
penggerek pucuk di lahan Sumber pucung tidak melebihi ambang batas
ekonomi. Pengendalian yang dilakukan oleh perusaan ialah melepas
parasit Trichogramma sp. dilakukan pada saat tebu umur 1,5 4
bulan.2. Uret (Lepidiota stigma)Uret merupakan larva yang menyerang
perakaran tanaman tebu. Uret memilik ukuran sekitar 4-5 cm
beruas-ruas dan berwarna putih dan coklat kekuningan (Gambar 7).
Larva memiliki kepala yang kuat. Badannya gemuk dan bagian belakang
biasanya membengkok. Pertumbuhan tungkai tidak sempurna. Tungkai
lebih banyak digunakan untuk menggali dari pada untuk berjalan.
Serangan uret ini biasanya terjadi pada tanaman tebu yang ditanam
di lahan kering tipe tanah berpasir. Gejala yang ditimbulkan akibat
serangan uret yaitu tanaman akan terlihat seperti mengalami
kekeringan, mudah roboh, tanaman kerdil, jumlah batang sedikit dan
mudah dicabut karena akar-akarnya dan pangkal batang telah rusak.
Uret yang menyerang tanaman tebu akan menurunkan produksi sampai
50%. Seragangan hama ulat uret di PG. Kebon Agung terdapat di lahan
TS daerah Kecamatan Tajinan dengan tingkat serangan hama uret lebih
dari batas ambang ekonomi. Tingkat serangannya 30% menyerang tebu
dan secara ekonomi menurunkan produksi tebu. Pengendalian yang
telah dilakukan ialah dengan penyemprotan insektisida Furadan.
Pengendalian uret dapat dilakukan dengan pengendalian hayati dengan
melepas burung jalak dan kadal, kedua hewan tersebut pemangsa uret.
Selain itu pengendalian dengan melepas virus, parasitoid, dan
jamur. Pengendalian secara kultur teknis yaitu memanipulasi waktu
tanam, pergiliran tanaman, pengolahan tanah secara intensif yang
diikuti pekerja yang mengambil larva secara manual, pengumpulan
serangga dewasa (ngengat) saat musim penebangan di awal musim
hujan. Meskiun telah melakukan pengendalian yang telah disebutkan
diatas, hama ulat uret masih terus mengganggu tanaman tebu di lahan
Tajinan, artinya pengendalian masih belum berhasil.3. TikusTikus
menjadi hama penting pada tanaman tebu. Pada tanaman muda, serangan
tikus tampak pada daun-daun tebu yang kelihatan seperti dipangkas
dengan pisau tumpul. Sedangkan pada tanaman beruas tampak bekas
karatan pada batang yang menyebabkan tanaman mudah roboh. Tikus
memakan batang tebu sehingga batang tebu terserang tidak bagus,
yang tidak layak untuk dipanen, karena terdapat bekas gigitan. Hama
tikus di lahan Tajinan menyerang tidak lebih dari bats ambang
ekonomi, karena peyerangannya 3%. Pencegahan dan pengendalian
serangan tikus dapat dikurangi dengan menjaga kebersihan kebun dari
sampah dan tanaman perdu yang dapat dijadikan sebagai tempat
persembunyian tikus.
B. Penyakit1. Penyakit KaratPenyakit karat menjadi salah satu
penyakit penting pada tanaman tebu. Penyakit karat disebabkan oleh
cendawan Puccinia kuehnii. Penyakit karat menunjukkan gejala berupa
bercak-bercak berwarna kuning pada permukaaan daun muda, dengan
berkembangnya daun, jumlah bercak bertambah dan menyatu membentuk
areal yang lebih luas dengan warna kemerah-merahan. Penularan
penyakit pada umumnya dibantu oleh angin dan kondisi lingkungan
yang lembab. Serangan penyakit bercak kuning daun ini belum
mencapai batas ambang ekonomi. Serangan penyakit ini sangat
sedikit, haya berkisar antara 1% - 2% pada lahan budidaya yang
diusahakan oleh PG Kebon Agung. Pengendalian penyakit ini dapat
dilakukan dengan cara meroges atau mengelentek daun yang terkena
serangan karat daun, agar spora jamur tidak menyebar karena gesekan
antar daun.2. Penyakit Pembuluh/ Ratoon Stunting Disease
(RSD)Penyakit pembuluh disebabkan oleh bakteri Clavibacter xyli,
penyebaran penyakit ini melalui bebih. Penyakit pembuluh dapat
menyebabkan kehilangan hasil produksi tebu sebesar 10% pada lahan
sawah dan 50% pada lahan tegal. Tanaman tebu yang terinfeksi
penyakit pembuluh sulit dilakukan, karena dari luar batang tebu
tidak tampak gejala visual yang jelas, sehingga seringkali tanaman
yang sakit tidak terdeteksi. Batang tebu memperlihatkan pertumbuhan
yang tidak seragam, sehingga rumpunrumpun menjadi tidak sama
tinggi, ukuran batang.Batang dibelah maka di bagian dalamnya akan
terlihat perubahan warna menjadi kemerahan. Benih tebu yang
terinfeksi berpotensi menularkannya pada benih sehat pada saat
penebangan, pemotongan, atau pengangkutan. Penyakit pembuluh dapat
ditularkan melalui peralatan mekanis seperti golok untuk pemotong
tebu. Peralatan terkontaminasi oleh patogen yang terdapat pada
batang yag terinfeksi. Penyakit ini juga dapat ditularkan melalui
binatang seperti penggerek batang yang memakan batang tebu dan
membawa patogen penyebab penyakit dan ditularkan ke tanaman
sehat.Cara pengendaliannya adalah benih tebu yang terinfeksi
penyakit pembuluh adalah sumber utama penularan penyakit. Upaya
untuk mencegah penyebaran yaitu penyediaan benih tebu yang
bebas/tidak terinfeksi penyakit pembuluh, salah satunya yaitu
dengan penyediaan benih tebu yang berasal dari kultur jaringan.
Benih tebu yang berasal dari kultur jaringan bebas penyakit
pembuluh karena perbanyakan benihnya dilakukan secara aseptik,
serta media tumbuh yang digunakan adalah media yang steril. Metode
yang digunakan untuk mencegah penularan penyakit pembuluh pada
benih konvensional adalah dengan perlakuan Hot Water Treatment
(HWT) sebelum penanaman. Perlakuan HWT ialah merendam benih tebu
pada air panas bersuhu 50o C selama 2 jam, kemudian direndam dalam
air dingin selama 15 menit. Pencegahan terhadap penularan penyakit
pembuluh melalui peralatan mekanis juga perlu diperhatikan karena
tingginya penularan melalui alatalat mekanis. Upaya pencegahan
penularan dilakukan dengan menjaga kebersihan/sanitasi alatalat
mekanis yang digunakan. Sanitasi alat mekanis dapat dilakukan
dengan memanaskannya atau dengan menggunakan disinfektan seperti
alkohol.E. Pengembangan Parasitoid Trichogramma sp.Trichogramma
spp. ialah serangga yang menjadi musuh alami bagi hama penggerek
pucuk dan penggerek batang. Trichogramma spp. termasuk jenis
parasitoid yang bersifat polifag. Trichogramma spp. diberdayakan
oleh PG. Kebon Agung sebagai parasitoid untuk mengendalikan
penggerek pucuk dan penggerek batang pada tanaman tebu yang
dibudidayakan. Teknik pengendalian hama pucuk dan batang
menggunankan parasitoid Trichogramma spp. sudah dilakukan sejak PG.
Kebon Agung didirikan.Trichogramma spp. diperkembangbiakan di
Laboratorium hama PG. Kebon Agung. Perkembangbiakannya dengan
menggunakan telur Corsera cephalonica sebagai bahan yang akan di
parasit Trichogramma spp. C. cephalonica diberi pakan beras sebagai
nutrisi dari perkembangan telur menjadi dewasa. Perkembangan C.
cephalonica dari telur menjadi dewasa berlangsung selama 35 hari.
Suhu optimum yang dibutuhkan dalam perkembangan C. cephalonica
adalah 290-300 C. Kotak beras diganti setiap 15 hari sekali. Setiap
hari dilakukan penangkapan C. cephalonica yang telah menjadi imago
yang bentuknya mirip kupu-kupu dan terbang. Imago C. cephalonica
yang telah ditangkap, diletakkan ke dalam sebuah sangkar berbentuk
tabung. Kualitas beras mempengaruhi perkembangbiakan dari C.
cephalonica. Keberadaan Sithopillus oryzae sebagai hama kutu beras
mempengaruhi jumlah dari imago C. cephalonica. S. oryzae pada beras
dalam jumlah banyak, maka telur C. cephalonica.yang berhasil
menjadi imago jumlahnya berkurang. Hama beras harus dihilangkan
atau dihindrakan selama masa perkembangan C. cephalonica. Biasanya
beras yang terdapat banyak kutu, dijemur selama satu hari hingga
tidak ada kutu, agar perkembangan telur C. cephalonica
maksimal.Setiap satu tabung sangkar diisi 50-100 imago C.
Cephalonica. Imago yang dihasilkan banyak maka diberi 100 imago
dalam satu tabung sangkar, jika iamago yang dihasilkan sedikit maka
satu tabung sangkar diberi 50 imago C. Cephalonica. Setiap pagi
imago C. cephalonica di panen telurnya dengan cara, ujung sangkar
di rontokkan dengan kuas. Telur yang berhasil dirontokkan, 60%
bagian digunakan untuk perkembangbiakan dan 40% bagian untuk
dijadikan sebagai bahan parasit Trichogramma spp.. Telur C.
cephalonica yang digunakan sebagai bahan parasit di letakkan pada
kertas kecil yang dibentuk corong, sementara kertas pias diolesi
dengan lem Gom cair (berwarna kuning). Setiap kertas pias ditabur
dengan C. cephalonica. Satu tabung reaksi diisi dengan 4 kertas
pias telur C. cephalonica pada saat produksi telur sedikit dan 1
strater Trichogramma spp. Pada saat telur C. cephalonica
produksinya banyak, maka satu tabung reaksi diisi 6 kertas pias dan
1 strater Trichogramma spp. Spesies Trichogramma spp. yang
dikembangkan adalah spesies Australicum (tidak dibiakkan, karena
sudah tidak efektif mengendalikan hama hama, hama lebih resisten),
Nana, Japanichum, dan Chilonis. Setiap hari menghasilkan 50-90
kertas pias yang telah diinokulasi. Tabung kaca yang berisi
beberapa kertas pias yang sudah diinokulasi, setalah 7 hari maka
Trichogramma spp. muncul yang ditandai dengan adanya perubahan
warna dari telur C. cephalonica menjadi hitam, hal itu bertanda
bahwa Trichogramma spp. berhasil memarasit telur C. cephalonica.
Telur C. cephalonica yang gagal terparasit, maka akan menjadi
larva. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya; isi
pias dalam satu tabung rekasi banyak tetapi strater yang digunakan
hanya satu, suhu lingkungan turun (dingin), lem yang diberikan
terlalu tebal. Telur yang menjadi larva di masukkan lagi ke kotak
beras untuk pembiakan C. Cephalonica hingga menjadi imago. Kertas
pias yang telah ada Trichogramma spp., di ambil satu pias untuk
kelangsungan keturunan selanjutnya. Satu pias Trichogramma spp. di
letakkan pada tabung reaksi berbeda, dan akan dijadikan sebagai
strater induk berikutnya. Di pangkal tabung reaksi diberi kain
hitam dan diikat dengan karet gelang. Di atas bagian pangkal tabung
reaksi, ditutup kain hitam, agar Trichogramma spp. terpusat pada
pangkal tabung rekasi. Trichogramma spp. menyukai tempat yang lebih
terang untuk berkembang. Trichogramma spp. diaplikasikan ke lapang
setelah semua telur C. cephalonica terparasit. Waktu yang
dibutuhkan sekitar 7 hari setelah inokulasi. Setiap 1 ha dibutuhkan
7-9 kertas pias yang di letakkan pada bagian daun dengan cara di
straples atau diletakkan di bagian pangkal daun. Trichogramma spp.
akan terbang dan memarasit inangnya pada jarak 10 meter. 7-9 kertas
pias diletakkan secara acak yang mewakili dari seluruh
lahan.Penggerek pucuk dan penggerek batang menyerang tanaman tebu
pada fase vegetatif yaitu mulai tanaman umur 2 bulan. Tanaman tabu
yang telah mencapai tinggi 1,5 meter dan sudah terdapat batang
tebu, maka hama tersebut tidak menyerang. Pengaplikasian parasitoid
Trichogramma spp. selama tanam hingga panen sebanyak 4 kali.
Aplikasi pias dari Trichogramma spp. dilakukan d lahan Sumber
Pucung sejak 2 minggu setelah tanam hingga menjelang panen. Cara
aplikasi pias di lapang ialah dengan meletakkan pias pada ketiak
daun atau menstaples pias pada daun tanaman, aplikasi ini dilakukan
setiap 2 minggu sekali. Pias Trichogramma spp. mengendalikan hama
penggerek pucuk dan penggerek batang tebu. Penggunaan parasitoid
Trichogramma spp. digunakan sebagai satu pengendalian secara alami
oleh PG. Kebon Agung.F. Panen Istilah panen untuk komoditas tebu
adalah tebang angkut. Tebang angkut merupakan kegiatan akhir dari
proses budidaya tanaman tebu. Kegiatan ini meliputi tebang bibit
dan tebang giling. Pada lahan pembibitan, tebu bibit ditebang pada
saat tebu berumur kurang dari 8 bulan. Tebu bibit yang telah
ditebang tidak dikletek daunnya untuk menjaga kualitas mata
tunasnya lalu dikirim ke petani yang bermitra dengan PG. Kebon
Agung, sedangkan tebu giling yang ditanam oleh PG. Kebon Agung dan
petani yang bermitra dengan PG. Kebon Agung ditebang pada umur 12
bulan dengan brix pucuk batang minimal 16%.
4.2.2 Sistem Tebang Angkut PG. Kebon AgungTebu giling yang telah
dipanen dibawa ke PG. Kebon Agung menuju pos penerimaan. Terdapat 2
macam tebangan, yaitu tebangan KUD dan Pabrik Gula (PG). Tebangan
KUD adalah tebangan yang dilaksanakan oleh petani yang dikoordinir
KUD, sedangkan tebangan PG adalah tebangan yang dilaksanakan oleh
mandor tebang dari PG. Kebon. Alur lintas tebang angkut :
Gambar 6. Diagram Alur Sistem Tebang Angkut di PGKBA
1. Pos PenerimaanPada saat truk petani datang, truk tersebut
menuju ke pos penerimaan. Petani wajib membawa Surat Perintah
Tebang Angkut (SPTA) yang diberikan pada petugas pos penerimaan
untuk ditukarkan nomor antrian. SPTA terbagi 2, yaitu SPTA dengan
warna hijau dan merah. SPTA berwarna hijau adalah tebangan yang
dilakukan oleh KUD, sedangkan SPTA berwarna merah adalah tebangan
oleh PG. Kebon Agung yang ditunjukkan pada Gambar 11.2. Pos Analisa
BrixTebu dibawa ke analisa brix, lalu tebu ditusuk bagian tengah
batangnya setelah itu airnya diletakkan di alat handbrix, jika
nilai brix kurang dari 15 tebu tidak diperbolehkan masuk ke
gilingang. 3. EmplasmenSetelah analisa brix, truk tebu menuju
emplasmen atau parkiran truk untuk menunggu giliran. Di PG. Kebon
Agung terdapat 2 emplasmen yaitu emplasmen Barat untuk truk engkel
kecil (ada 15 jalur, setiap jalur maksimal 35 truk) dan emplasmen
Timur untuk truk engkel besar dan gandeng (setiap jalur maksimal
100 truk engkel besar dan 125 truk gandeng).
Gambar 7. Surat Perintah Tebang Angkut
4. Timbangan BrutoSetelah menunggu di emplasmen, truk tebu
menuju ke timbangan bruto. Truk yang masih berisi tebu ditimbang
dengan alat timbangan jembatan elektronik.5. BongkarSebelum tebu
dibongkar dari truk petani, terlebih dulu tebu di analisa kotoran.
Tujuannya untuk memisahakan tebu dari daduk, sogolan, tali pucuk,
akar tanah, dan pucuk. Jika tebu terdapat banyak kotoran petani
terkena rafraksi. Rafraksi adalah potongan khusu yang diberikan PG.
Kebon Agung pada petani karena adanya perubahan perhitungan berat.
Rafraksi tersebut meliputi daduk, tali pucuk, akar tanah sebesar
2%, sogolan dan pucuk sebesar 10 %, dan jika tebu terdapat banyak
kotoran petani akan diberi surat ATPSD yang rafraksinya sebesar
20%. Setelah melakukan analisa kotoran, truk tebu menuju meja
timbangan, tebu diangkut oleh alat pengangkut.6. Timbangan
NettoSetelah truk tebu di bongkar, truk menuju pos timbangan netto.
Truk ditimbang kosongan. Timbangan netto didapat dari timbangan
bruto dan timbangan tarra.
4.2.3 Analisa Gilingan Contoh Analisa gilingan contoh bertujuan
untuk mengetahui tingkat kemanisan pada tanaman tebu yang akan
digiling di PG Kebon Agung. Proses Analisa diawali dengan
pengambilan sampel 2 batang tebu tiap truk. Sedangkan, tebu yang
akan dipanen juga dilakukan analisa contoh dengan pengambilan tebu
1 rumpun yg mewakili 1 lokasi. Brix adalah zat padat terlarut yang
terdapat pada nira tebu setiap 100 gram larutan, sedangkan Pol
adalah jumlah gula yang ada dalam setiap 100 gram larutan. Tahap
-tahap analisa gilingan contoh tebu sebagai berikut:1. Setiap truk
di ambil 2 sampel tebu. Sampel tebu yang di ambil diberi tanda
menggunakan kertas yang berisi plat nomor truk dan jenis varietas.
2. Tebu digiling di mesin giling dan diambil niranya sebanyak 100
ml. 3. Nira yang telah diambil kemudian ditambahkan asetat 5 ml dan
aquades 5 ml. Fungsi dari asetat adalah untuk mempercepat
pengendapan, sedangkan aquades berfungsi sebagai pelarut.4. Nira
kemudian disaring dengan kertas saring.5. Nira yang telah disaring
dituangkan ke alat Refractometer dan Polarimeter. Refractometer
adalah alat untuk mengetahui nilai % Brix dan Polarimeter adalah
alat untuk mengetahui nilai % Pol. Secara otomatis akan muncul
nilai % Brix dan % Pol pada layar komputer. 6. Hasil pengukuran
dari Refractometer dan Polarimeter dimasukkan ke PDE (Pusat Data
Elektronik) dan di print di SPTA (Surat Perintah Tebang Angkut).
Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah tebu tersebut dapat
diterima atau tidak dilihat dari nilai % Brix dan % Pol yang
diperoleh.
4.2.4 Proses Produksi Gula Proses produksi tebu sampai menjadi
gula dibagi beberapa tahap, yaitu stasiun gilingan, stasiun
permunian, stasiun penguapan, stasiun pemasakan (kristalisasi),
stasiun pemutaran, dan stasiun pembngkusan. Kegiatan produksi gula
di PG. Kebon Agung dapat dilihat pada Gambar 17.1. Stasiun
PenimbanganTebu dari stasiun tebang angkut dibawa ke stasiun
penimbangan. Stasiun penimbangan merupakan tempat setelah truk-truk
tebu mendapat panggilan dari petugas pos penerimaan yang
selanjutnya truk-truk tersebut diarahkan meuju stasiun penimbangan.
Stasiun penimbangan terbagi menjadi tiga, yaitu:a) Timbangan I
(Timbangan Depan)Timbangan I berfungsi untuk mengukur berat tebu
yang akan masuk ke stasiun penggilingan. Timbangan ini berupa
lantai timbang yang dihubungkan ke processor sehingga pada layar
monitor akan terbaca berat bruto, tarra, dan nettonya.b) Timbangan
II (Timbangan Belakang)Timbangan II berfungsi sebagai timbangan non
tebu. Bahan-bahan yang ditimbang pada timbangan adalah tetes, bibit
atau kompos, gamping atau belerang, residu, bahan kimia atau bio,
solar atau premium, besi tua, dan tebu crane.c) Timbangan III
(Timbangan Crane)Timbangan ini digantung pada sling crane yang
mengangkat muatan tebu dari truk tebu. Sling crane dikendalikan
oleh operator.2. Stasiun PenggilinganTebu yang telah ditimbang
masuk ke stasiun penggilingan. Stasiun ini berfungsi untuk
memisahkan ampas tebu dan nira dari batang tebu sehingga
menghasilkan sukrosa. Proses ini dimulai dari pemindahan tebu dari
meja tebu ke cane cutter dengan cane carrier. Tebu dibawa menuju
kedua unit pisau pemotong tebu, yaitu Cane Cutter I dan Cane Cutter
II. Cane Cutter I akan memotong-motong tebu menjadi potongan
kecil-kecil, kemudian potongan kecil-kecil tersebut dipotong-potong
lagi dengan Cane Cutter II sehingga menjadi potongan yang lebih
halus yang selanjtnya tebu yang menjadi potongan halus tadi dibawa
melalui main carrier ke rol-rol gilingan. Setelah itu cacahan tebu
masuk ke Heavy Duty Hammer Shredder (HDHS) fungsinya untuk menumbuk
cacahan tebu.PG. Kebon Agung memiliki 5 unit gilingan tebu. Cacahan
tebu dari HDHS masuk ke gilingan I. Nira hasil gilingan I disebut
Nira Perahan Pertama (NPP). Ampas tebu dari gilingan I masuk ke
gilingan II, proses ini dilakukan sampai di gilingan V. Nira dari
gilingan 1 dan 2 dicampur disebut dengan nira mentah, sedangkan
nira 3 masuk ke gilingan 1, nira 4 masuk ke gilingan 2, nira 5
masuk ke gilingan 3. Nira di gilingan 4 ditambahkan air imbibisi.
Air imbibisi didapat dari air kondensan dari stasiun penguapan
dengan suhu 70oC. Di gilingan 5 tidak boleh ada air karena ampas
akan basah dan tidak bisa dibakar menjadi bahan bakar. Ampas dari
gilingan 5 di keringkan menggunakan blower.3. Stasiun
PemurnianStasiun pemurnian berfungsi untuk menghilangkan kotoran
(bukan gula) yang terkandung dalam nira merntah dari stasiun
penggilingan dengan penambahan zat kimia melalui proses pemanasan
dan pengendapan sehingga memperoleh nira encer, selain itu juga
berfungsi untuk mencegah inversi pada gula (terurainya sukrosa
menjadi fruktosa dan glukosa). Proses pemurnian dilakukan dengan
proses sulfitasi.Nira mentah hasil perasan masuk ke pipa. Nira
mentah ditambahkan asam fosfat untut mendapatkan 250 ppm fosfat
agar nira bagus dan layak untuk diproses. Setelah itu nira mentah
dipanaskan di PP1 dengan suhu 73oC dan ditambahkan sakarat. Sakarat
adalah pencampuran nira kental dengan suhu kapur dengan
perbandingan 2 susu kental : 1 nira kental fungsinya sebagai
pemutih atau pemucat dengan ph 8,3-8,5. Setelah dari PP1, masuk ke
bejana sulfikasi. Hasil pembakaran dari PP1 ditambahkan gas
belerang untuk menurunkan ph menjadi 7,4-7,6. Setelah itu masuk ke
bejana netralisir untuk menetralkan ph menjadi 7,1-7,2. Setelah itu
masuk ke PP2 dengan suhu 90-100oC fungsinya untuk mematikan bakteri
dan menyempurnakan reaksi fosfat dan belerang. Setelah dipanaskan
di PP2, akan membentuk gelembung yang dikeluarkan melalui flashtank
lalu masuk diaduk di single tray yang sudah ditambahkan flokulan
(serbuk putih) dan nira kental. Hasil adukan dari single tray
adalah nira kotor. Nira kotor ditambah dengan ampas halus untuk
memadatkan blotong. Setelah itu masuk ke rotary vacuum filter.
Hasilnya adalah nira tapis yang nantinya dikembalikan di nira
mentah.4. Stasiun PenguapanStasiun penguapan berfungsi untuk
menguapkan nira encer hari proses pemurnian yang masih mengandung
ai sehingga memperoleh nira kental. Sebelum diuapkan ke evaporator,
nira encer dipanaskan ke PP3 kemudian dialirkan ke bejana
pre-evaporator yang selanjutnya ke evaporator I sampai ke
evaporator V. Nira hasil penguapan di evaporator I masuk ke
evaporator II dengan suhu 200oC, setelah itu masuk ke evaporator
III dengan suhu 90oC, masuk ke evaporator IV dengan suhu 80oC, dan
masuk ke evaporator V dengan suhu 60oC. Uap yang dihasilkan oleh
evaporator V dikondensasikan di kondensor. Uap dalam kondensor ini
diembunkan menjadi air kondensat dan di dinginkan di cooling pond.
Nira yang dihasilkan dipompa dan ditampung ke bejana sulfikasi nira
kental untuk proses continous sulfication. Proses pemberian gas SO2
bertujuan untuk mereduksi zat-zat pembentuk warna dengan mengubah
ikatan ferri menjadi ferro sehingga ph nira menjadi 5,5. 5. Stasiun
PemasakanStasiun pemasakan berfungsi untuk memasak nira kental
dengan cara mengurangi pelarut yang berupa air sampai membentuk
kristal gula. Proses pemasakan ini terdiri dari 3, yaitu masakn D,
C, dan A.Pada masakan D menghasilkan gula D1 dan tetes, lalu
diputar menjadi gula D2 dan klare D. Gula D2 sebagai bibit untuk
masakan di stasiun C. Di masakan C, gula 2 ditambahkan nira kental,
lalu menghasilkan gula C dan stroop C serta nira kental. Stroop C
sebagai bibit di masakan A. Di masakan A menghasilkan gula A1 dan
stroop A. Gula A1 disemprot air dengan suhu 70oC menghasilkan gula
SHS dan klare SHS. Gula SHS merupakan gula produk.6. Stasiun
PemutaranStasiun pemutaran berfungsi untuk memisahkan kristal gula
dari larutan induknya (stroop). Campuran ini dipisahkan dengan
pemanfaat gaya sentrifugal. Pada proses putaran digunakan 2 jenis
alat putaran, yaitu putara kontinyu dan putaran diskontinyu.Putaran
kontinyu pada prinsipnya berputar secara terus menerus untuk
memasukkan stroop atau mengeluarkan kristal gula. Alat pemisah
antara stroop dengan kristal gula pada masakan C dan D. Hasil yang
diperoleh adalah gula kristal C dan D yang kemudian dijadikan
babonan untuk diproses pada stasiun masakan.Putaran diskontinyu
pada prinsipnya tidak berputar secara terus menerus, artinya ada
waktu untu memasukkan stoop ke putaran atau mengeluarkan kristal
gula dari puttaran. Alat pemisah antara stroop dengan kristal gula
pada masakan A. Hasl yang diperoleh adalah gula produk (gula
kristal putih dengan hasil samping stroop A dan klare SHS. 7.
Stasiun Pembungkusan Gula yang telah dipisahkan lalu disimpan di
silo sebelum dibungkus pada packer. Fungsi packer adalah membagi
gula produk dari silo. Gula dibungkus pada karung yang dilapisi
plastik. Berat gula yang dikemas di PG. Kebon Agung adalah 50
kg.
Gambar 8. Proses Produksi Gula
4.2.5 Pengolahan Limbah Padat di PG. Kebon AgungPengelolaan
limbah padat yang dilakukan oleh PG Kebon Agung melalui anak
usahanya yaitu PT TAS. PT TAS mengolah limbah padat untuk dijadikan
kompos. Kompos dibuat dari sisa pemurnian nira yaitu blotong dan
abu ketel yang merupakan sisa bahan bakar ketel uap pabrik.Proses
produksi dilakukan di Desa Sempalwadak Kecamatan Bululawang
Kabupaten Malang. Pembuatan kompos terdiri dari 2 macam produk
yaitu Cluser dan Powder. Sebelumnya PT. TAS memproduksi kompos
granul namun karena proses produksi yang rumit serta persaingan
dengan perusahaan pupuk organik lain yang memberatkan PT. TAS maka
pihak PT TAS menghentikan proses produksinya. Kompos Cluser dibuat
hanya dari blothong saja, sedangkan untuk produk powder, bahan
bakunya adalah campuran dari blothong dengan abu ketel. Pembuatan
powder menggunakan perbandingan 3:1 artinya 3 untuk blotong dan 1
untuk abu ketel.Blothong dan abu ketel dari PG Kebon Agung diangkut
ke PT TAS setiap hari dan ditempatkan di lahan seluas 5 Ha. Cara
pembuatan Kompos Cluser dan Powder adalah sama. Blothong dan abu
ketel dikeringkan dan dicampur dengan bioaktifator berupa bakteri.
Untuk 1 ton bahan (bahan baik dari blotong saja maupun campuran
blotong dan abu ketel) biasanya menggunakan 2 kg bakteri. Bakteri
yang digunakan berupa serbuk, sebelumnya PT TAS menggunakan bakteri
berupa cairan namun karena baunya tidak sedap yang menyengat maka
cairan akhirnya diganti dengan serbuk. Setelah tercampur, blothong
di bolak balik setiap 3 hari sekali. Alat yang digunakan biasanya
menggunakan bajak singkal, terkadang PT TAS menyewa loader, sebuah
alat berat yang dapat membalik blotong dalam kapasitas yang besar
sehingga dapat menjangkau blotong bagian dalam. Kemudian blotong
didiamkan selama 2-3 minggu. Blotong yang telah menjadi kompos
biasanya cenderung tidak berbau dan bewarna kecoklatan. Kompos yang
dihasilkan diuji di laboratorium untuk mengetahui kandungan kompos
tersebut. Untuk cluser kadar airnya sekitar 18-20% sedangkan untuk
powder memiliki kadar air sekitar 25-30%. Kemudian kompos tersebut
digiling sesuai dengan alat penggilingan masing-masing. Produk
powder lebih kasar dari pada produk cluser, karena perbedeaan mesin
penggilingan sehingga permintaan cluser lebih tinggi. Powder
diproduksi sesuai dengan permintaan, jika ada permintaan dari pihak
petani maka mereka langsung memproduksi kompos powder tersebut.
Sedangkan untuk cluser diprosuksi setiap hari karena telah bekerja
sama dengan PT Molindo Raya untuk diolah lagi menjadi campuran
bahan pembuatan pupuk organik. Harga dari cluser yaitu Rp. 450/kg,
sedangkan untuk powder 325/kg. Tenaga kerja di PT TAS berasal dari
masyarakat setempat. Jam kerja ditentukan dari jam 06.00-14.00
(Shift 1) dan jam 14.00-22.00 (shift 2). Jumlah tenaga kerja tetap
sebanyak 20 orang yang dibagi menjadi 4 grup (2 grup untuk shift 1
dan 2 grup untuk shift 2). Pekerja tetap biasanya berada di bagian
gilingan cluser. 1 gilingan cluser biasanya dikerjakan oleh 5
orang. Sedangkan tenaga kerja dengan sistem harian sebanyak 10
orang biasanya ditempatkan di persiapan bahan baku
(membolak-balikan blothong yang telah dicampur dengan bakteri).
4.3 Pembahasan Magang KerjaKegiatan produksi memerlukan
input-input yang biasa disebut faktor produksi. Kenaikan atau
penurunan produksi yang dapat terjadi karena perubahan dalam.
penggunaan faktor-faktor produksi. Penggunaan faktor produksi
secara efisien berpengaruh terhadap jumlah produksi, maka dari itu
penggunaan dan pengelolaan faktor produksi harus sesuai dengan
kebutuhan lahan agar tercapainya prooduksi yang optimal dan
berkualitas. Produksi tebu tergantung pada berbagai faktor produksi
yang mempengaruhinya yaitu antara lain jumlah dan varietas benih,
jumlah dan jenis pupuk, jumlah dan jenis pestisida ataupun
herbisida yang digunakan serta tenaga kerja yang digunakan, maupun
harga dari benih, pupuk, pestisida dan upah tenaga kerja.4.3.1
Faktor-Faktor Produksi Tebu di PG. Kebon AgungA) BibitBibit adalah
bahan tanam yang digunakan untuk menanam suatu komoditas. Bibit
dibagi menjadi beberapa varietas berdasarkan kemasakannya (masak
awal, tengah, dan akhir). a. Varietas masak awal adalah varietas
yang mencapai kemasakan optimal mencapai masak optimal 10-11 bulan.
Jenisnya adalah PS 862 dan PS 881. Umumnya penanaman tebu varietas
masak awal dilaksanakan pada bulan Mei-Juni dan mencapai kemasakan
optimal bula Juni-Juli.b. Varietas masak tengah adalah varietas
yang mencapai masak optimal pada umur 11-12 bulan. Jenisnya adalah
PSJK 922,PS 864, dan PSJT 941. Penanaman tebu varietas masak tengah
dilakukan pada Mei-Juni dan mencapai kemasakan optimal bulan
Juli-Agustus.c. Varietas masak akhir adalah varietas yang mencapai
masak optimal pada umur 13-14 bulan. Jenisnya yang paling dominan
digunakan adalah Bululawang (BL). Penanaman varietas masak akhir
dilakukan pada bulan Oktober-Nopember dan mencapai kemasakan
optimal pada bula September-Oktober.Bibit yang digunakan di PG.
Kebon Agung adalah bibit dengan varietas masak awal, tengah, dan
akhir yaitu PS881, PSJK 922, dan BL (Bululawang). Bibit diperoleh
dari kebun bibit yang dimiliki oleh PG. Kebon Agung. Kebutuhan
bibit (masak awal, tengah, dan akhir) yang digunakan adalah 80
kuintal dalam 1 hektar dengan ketentuan bibit dipotong menjadi
bagal berukuran 20 cm dengan 2-3 mata tunas.B) LahanLahan pertanian
diartikan sebagai tanah yang disiapkan untuk diusahakan misalnya
sawah, tegal, dan pekarangan. Lahan yang digunakan untuk produksi
tebu giling di PG. Kebon Agung terdiri dari lahan tebu rakyat dan
lahan tebu sendiri. Lahan tebu rakyat (TR) adalah lahan pertanian
tebu yang dikelola oleh petani tebu dengan status lahan milik
sendiri ataupun sewa. Lahan tebu sendiri (TS) adalah lahan yang
dikelola langsung oleh PG. Kebon Agung dengan status lahan menyewa
atau Hak Guna Usaha (HGU). Lahan TS berguna untuk mendukung
kapasitas poduksi gula di PG. Kebon Agung sebanyak 10% sedangkan
sisanya dipenuhi oleh produksi dari lahan TR sebanyak 90%. Luas
lahan TS adalah 77,190 ha. Lahan yang disewa merupakan tegalan dan
sawah. Terdapat perbedaan harga sewa lahan tegal dan sawah. Harga
sewa pada lahan sawa lebih mahal daripada lahan tegal, hal ini
dikarenakan potensi produksi tebu di lahan sawah lebih baik
daripada lahan tegal. Harga sewa untuk lahan sawah berkisar diatas
Rp 20.000.000, sedangkan harga sewa untuk lahan tegal antara Rp
7.000.000 Rp 15.000.000 per herktarnya.Lahan TS PG. Kebon Agung
tersebar di beberapa wilayah di Kabupaten Malang (Utara, Tengah,
dan Selatan) dengan luas lahan yang berbeda. Hal ini dikarenakan
semakin sulit mencari lahan sewa. Rincian luas lahan terdapat pada
Tabel 4 dibawah ini.
Tabel 3. Luas Lahan TS PG. Kebon AgungUraianLuas Lahan (ha)
Kebun Bibit Datar TRIP (KBD-TRIP)10,828
Kebun Bibit Datar TRIS (KBD-TRIS)10,441
Kebun Bibit Induk (KBI)0,265
Kebun Bibit Nenek (KBN)0,265
Kebun Bibit Pokok (KBP)6,990
Kebun Tebu Giling 77,190
Kebun Percobaan0,6
Kebun Persilangan1,672
Total108.251
Sumber : PG. Kebon Agung Tahun 2014
C) Pestisida dan Herbisida Pestisida adalah bahan yang digunakan
untuk mengendalikan, menolak, dan membasmi organisme penganggu
tanaman. PG. Kebon Agung menggunakan pestisida anorganik untuk
menanggulangi serangan hama. Pestisida digunakan apabila kerusakan
yang disebabkan oleh hama sudah sangat merugikan secara ekonomi.
Jenis pestisida yang digunakan oleh PG. Kebon Agung adalah
Diasinol.Seperti pestisida, herbisida berguna digunakan untuk
mengendalikan, menolak, dan membasmi gulma yang menganggu tanaman
budidaya. Gulma adalah tanaman yang hidupnya tidak dikehendaki
tanaman lain. Gulma diberantas dengan cara mekanik atau dengan alat
seperti sabit, tapi jika gulma sudah sangat merugikan tanaman maka
PG. Kebon Agung menggunakan herbisida untuk menganggulanginya.
Herbisida yang digunakan adalah Kresnatop dan Dekamin. Herbisida
diaplikasikan saat pagi sampai sore untuk membasmi dan
mengendalikan gulma bayam duri.D) PupukPupuk adalah bahan anorganik
atau organik untuk menambah nutrisi tanaman. Pupuk organik
merupakan pupuk yang berasal dari penguraian bagian-bagian atau
sisa tanaman dan binatang, misal pupuk kandang, pupuk hijau, dan
kompos. Sementara itu, pupuk anorganik atau yang biasa disebut
sebagai pupuk buatan adalah pupuk yang sudah mengalami proses
kimiawi di pabrik misalnya pupuk urea, TSP 36, PonsKa, dan ZA.Pupuk
yang digunakan PG. Kebon Agung adalah pupuk tidak bersubsidi. Jenis
pupuk yang digunakan adalah ZA, Phonska, dan kompos. Pupuk ZAadalah
pupuk kimia buatan yang dirancang untuk memberi tambahan hara
nitrogen bagi tanaman.Pupuk ZA mudah menyerap air, karena ion
sulfat sangat mudah larut dalam air sedangkan ion amonium lebih
lemah, pupuk ini berpotensi menurunkan pH tanah yang terkena
aplikasinya.Pupuk ZAmengandung belerang 24% (dalam bentuk sulfat)
dan nitrogen 21% (dalam bentuk amonium). Pupuk Phonska merupakan
pupuk majemuk yang terdiri atas berbagai zat penambah unsure hara
alami. Komposisi pupuk Phonska yang mendasar terdiri atas Nitrogen
15%, Fosfat 15%, Kalium 15%, Sulfur 10%, dan kada air maksimal 2%.
Fungsi pupuk Phonska adalah menambah daya tanah tanaman terhadap
gangguan hama dan penyakit, memperlancar proses pembentukan gula
dan pati, dan lain-lain.Pupuk kompos yang digunakan PG. Kebon Agung
adalah pupuk dari hasil limbah blotong dari pabrik yang diolah
kembali. Selain itu pupuk kompos atau bahan organik yang diberikan
adalah abu ketel.Pupuk kompos diberikan sebanyak 30 kuintal dalam 1
hektar saat pengolahan lahan. Pupuk 1 diberikan pada saat tanaman
tebu berumur 1 bulan dengan ZA dan Phonka, masing-masing sebanyak 4
kuintal. Pupuk 2 diberikan saat tebu berumur 2 bulan yaitu hanya
pupuk ZA sebanyak 4 kuintal. E) Tenaga Kerja Menururt Mubyarto
(1994) yang dimaksud dengan tenaga kerja adalah jumlah seluruh
penduduk dalam suatu negara yang dapat memproduksi barang dan jasa
jika ada permintaan terhadap tenaga mereka dan jika mereka mau
berpartisipasi dalam aktivitas tersebut.Mandor adalah pekerja yang
bertanggung jawab dalam pengelolaan lahan TS di PG. Kebon Agung.
Mandor bertugas mengatur keuangan yang telah diberikan Kasubsi
Bagian Tanaman (khusus untuk lahan TS), merekrut, dan mengawasi
pekerja (buruh) di lahan TS. Selama musim giling, mandor tanam
terdiri dari mandor harian lepas (borongan), mandor musiman, dan
mandor tetap. Satu mandor mengawasi 10-25 pekerja untuk mengerjakan
seluruh kegiatan produksi tebu. Kegiatan tersebut meliputi :
persiapan pembukaan lahan, pembuatan got (keliling, malang, dan
mujur), pengolahan lahan dengan traktor, pembuatan juring,
penanaman, pengeprasan, pedot oyot, pemupukan I dan II, pembumbunan
I dan II, penyulaman, pembubutan, pengklentekan 2 kali, pendalaman
got (keliling, malang, dan mujur), pengairan, dan pemberantasan
hama.Tabel 4. Tenaga Kerja Mandor di PG. Kebon
AgungUraianJumlahUpah
Harian Lepas (Kontrak selama 3 bulan)2 orangRp 63.263,65
Harian Lepas (Tidak Kontrak)2 orangRp 40.000
Musiman1 orangRp 63.263,65
Tetap3 orangRp 63.263,65
Sumber : PG. Kebon Agung Tahun 2014
Pada dasarnya buruh yang bekerja di lahan tebu dibayar secara
borongan, akan tetapi pada praktiknya biaya borongan tersebut
dikonversi menjadi upah harian. Misalnya untuk pengairan perlengnya
diberi harga Rp 1000. Pada 1 hektar terdapat 1000 leng, maka biaya
borongan untuk kegiatan pengairan adalah Rp 1.000.000. Upah tenaga
kerja yang diberikan PG. Kebon Agung rata-rata sebesar Rp 25.000.
Jika ingin kegiatan pengairan selesai dalam 1 hari, maka diperlukan
tenaga kerja (buruh) sebanyak 40 orang. Pada kenyataannya, semakin
lama tenaga kerja semakin susah didapat (langka), selain itu tenaga
kerja (buruh) yang bekerja di lahan TS rata-rata berusia antara 20-
> 50 tahun, namun kebanyakan berusia >40 tahun. Maka dari itu
pengerjaan upah tenaga kerja borongan dikonversi menjadi upah
harian.Upah yang diberikan per hari adalah Rp 25.000 untuk buruh
perempuan dan Rp 30.000 untuk buruh laki-laki. Biaya garap yang
diberikan dengan sistem borongan, artinya bayaran total menggunakan
harga per leng lahan yang dikerjakan dalam 1 ha yang terdiri dari
900-1000 leng. Harga yang diberikan berbeda karena setiap kegiatan
mempunyai kesulitan yang berbeda dalam pengerjaannya. Tabel 5.
Biaya Tenaga Kerja BoronganKegiatanFisikSatuanHargaJumlah
Persiapan buka kebun1,000 leng200 200,000
Tanam 1,000 leng 1,750.00 1,750,000
Kepras1,000 leng900 900,000
Pedot Oyot1,000 leng 900 900,000
Pupuk I1,000 leng700 700,000
Bumbun I1,000 leng900 900,000
Sulam1,000 leng400 400,000
Bubut 3 x1,000 leng1,500 1,500,000
Bumbun II/Sigargulud1,000 leng900 900,000
Pupuk II1,000 leng300 300,000
Klentek 2 x1,000 leng1,600 1,600,000
Bumbun III1,000 leng1,000 1,000,000
Pengairan1,000 leng 1,000 1,000,000
Pemberantasan hama1,000 leng250 250,000
Sumber : PG. Kebon Agung Tahun 2014Keterangan : Leng adalah
jarak antara pucuk ke pucuk, panjang tiap leng adalah 10 m.
4.3.2 Biaya Faktor Produksi Tebu di PG. Kebon AgungTebu dapat
ditebang setelah berumur 12-14 bulan. Jika dilahan sawah, produksi
tebu lebih dari 900 kuintal, sedangkan lahan tegalan berkisar 700
kuintal. Selamaproses produksi tebu, banyak biaya yang dikeluarkan
untuk membeli input-input produksi untuk menghasilkan tebu dengan
jumlah optimal dan berkualitas. Data yang digunakan adalah biaya
produksi tebu PG. Kebon Agung selama 2 tahun. Pada tahun pertama
adalah awal penanaman dan tahun kedua merupakan rawat ratoon. Data
yang digunakan untuk menghitung biaya produksi tebu PG. Kebon Agung
merupakan data untuk wilayah Mangunrejo, Kabupaten Malang dengan
luas 2,562 ha. A. Biaya Tetap Biaya tetap yang dikeluarkan PG.
Kebon Agung pada tahun pertama dan tahun kedua adalah sewa lahan
dan sewa traktor. Pada tahun pertama dan tahun kedua biaya sewa
lahan adalah Rp 60.693.780. Biaya untuk sewa traktor hanya
dikeluarkan pada tahun pertama sebesar Rp 4.483.500, pada tahun
kedua adalah tebu keprasan sehingga PG. Kebon Agung tidak
mengeluarkan biaya untuk bibit. Dari hasil perhitungan, biaya tetap
pada tahun pertama lebih banyak daripada tahun kedua yaitu sebesar
Rp 65.177.280 pada tahun pertama dan Rp 60.693.780 pada tahun
kedua.Tabel 6. Biaya Tetap Tebu Varietas BL dengan Luas Area 2,562
ha di PG Kebon Agung Tahun I (Masa Tanam Awal)NoUraianFisikHarga
SatuanNilai Per haTotal(2,562 ha)
1Sewa lahan1 haRp 23.690.000Rp 23.690.000Rp 60.693.780
2.Sewa Traktor1 unitRp 1.750.000Rp 1.750.000Rp 4.483.500
TOTAL BIAYA TETAPRp 65.177.280
Tabel 7. Biaya Tetap Tebu Varietas BL dengan Luas Area 2,562 ha
di PG Kebon Agung Tahun II (Rawat Ratoon)NoUraianFisikHarga
SatuanNilai Per haTotal(2,562 ha)
1Sewa lahan1 haRp 23.690.000Rp 23.690.000Rp 60.693.780
TOTAL BIAYA TETAPRp 60.693.780
B. Biaya VariabelBiaya variabel yang dikeluarkan PG. Kebon Agung
meliputi pupuk, biaya garap, dan biaya tebang-angkut. Tahun pertama
biaya bibit yang dikeluarkan sebesar Rp 11.272.800, sedangkan pada
tahun kedua tidak mengeluarkan biaya bibit karena rawat ratoon.
Biaya pupuk (ZA, Phonska, Kompos) yang dikeluarkan pada tahun
pertama dan tahun kedua sama yaitu sebesar Rp 13.040.580. Biaya
garap meliputi persiapan buka lahan sampai tebang angkut yang
dikeluarkan pada tahun pertama sebesar Rp 63.985.650, sedangkan
pada tahun kedua sebesar Rp 63.729.750. Biaya garap pada tahun
kedua lebih rendah karena pada proses budidaya pada tahun kedua
tidak perlu membuat got keliling, mujur, dan malang serta melakukan
penanaman.Tabel 8. Biaya Variabel Tebu Varietas BL dengan Luas Area
2,562 ha di PG Kebon Agung Tahun I (Masa Tanam
Awal)NoUraianFisikHarga Satuan Nilai Per haTotal(2,562 ha)
1Bibit80 kwRp 55.000/kwRp 2.240.000Rp 11.272.800
2Pupuk
- ZA8 kwRp 280.000/kwRp 2.240.000Rp 5.738.880
- Phonska4 kwRp 450.000/kwRp 1.800.000Rp 4.611.600
- Kompos30 kwRp 35.000/kwRp 1.050.000Rp 2.690.100
3Biaya garap
Persiapan buka kebun1.000 lengRp 150/lengRp 150.000Rp
384.300
Buat got keliling400 mRp 350/mRp 140.000 Rp 358.680
Buat got malang500 mRp 350/mRp 175.000 Rp 448.350
Buat got mujur100 mRp 350/mRp 35.000Rp 89.670
Tanam1.000 lengRp 1.750/lengRp 1.750.000 Rp 4.483.500
Kepras----
Pedot Oyot----
Pupuk I1.000 lengRp 700/lengRp 700.000Rp 1.793.400
Bumbun I1.000 lengRp 900/lengRp 900.000Rp 2.305.500
Sulam1.000 lengRp 500/lengRp 500.000Rp 1.281.000
Bubut1.000 lengRp 1.500/lengRp 1.500.000Rp 3.843.000
Tabel 8.(Lanjutan)NoUraianFisikHarga Satuan Nilai Per
haTotal(2,562 ha)
Bumbun II/Sigargulud1.000 lengRp 1.000/lengRp 900.000Rp
2.305.800
Pupuk II1.000 lengRp 350/mRp 350.000Rp 896.700
Klentek 2 x1.000 lengRp 1.600/mRp 1.600.000Rp 4.099.200
Bumbun III1.000 lengRp 1.000/lengRp 1.000.000Rp 2.562.000
Pendalaman got keliling400 mRp 350/mRp 140.000Rp 358.680
Pendalaman got malang1.000 mRp 350/mRp 350.000Rp 896.700
Pendalaman got mujur100 mRp 350/mRp 35.000Rp 89.670
Pengairan500 lengRp 1.000/lengRp 500.000Rp 1.281.000
Pemberantasan hama1.000 lengRp 250/lengRp 250.000Rp 640.500
Transport Tenaga Kerja Rp 2.000.000Rp 5.124.000
Tebang Angkut1.200Rp 10.000Rp 12.000.000Rp 30.744.000
Total Biaya VariabelRp 88.299.030
Tabel 9. Biaya Variabel Tebu Varietas BL dengan Luas Area 2,562
ha di PG Kebon Agung Tahun II (Rawat Ratoon)NoUraianFisikHarga
Satuan Nilai Per haTotal(2,562 ha)
1Bibit----
2Pupuk
- ZA8 kwRp 280.000/kwRp 2.240.000Rp 5.738.880
- Phonska4 kwRp 450.000/kwRp 1.800.000Rp 4.611.600
- Kompos30 kwRp 35.000/kwRp 1.050.000Rp 2.690.100
3Biaya garap
Persiapan buka kebun1.000 lengRp 150/lengRp 150.000 Rp
384.300
Buat got keliling----
Buat got malang----
Buat got mujur----
Tanam----
Kepras1.000 lengRp 1000/leng Rp 1.000.000 Rp 2.562.000
Pedot Oyot1.000 lengRp 1000/leng Rp 1.000.000Rp 2.562.000
Pupuk I1.000 lengRp 700/lengRp 700.000Rp 1.793.400
Bumbun I1.000 lengRp 900/lengRp 900.000Rp 2.305.500
Sulam1.000 lengRp 500/lengRp 500.000Rp 1.281.000
Bubut1.000 lengRp 1.500/lengRp 1.500.000Rp 3.843.000
Bumbun II/Sigargulud1.000 lengRp 1.000/lengRp 900.000Rp
2.305.800
Pupuk II1.000 lengRp 350/mRp 350.000Rp 896.700
Klentek 2 x1.000 lengRp 1.600/mRp 1.600.000Rp 4.099.200
Bumbun III1.000 lengRp 1.000/lengRp 1.000.000Rp 2.562.000
Tabel 9.(Lanjutan)NoUraianFisikHarga Satuan Nilai Per
haTotal(2,562 ha)
Pendalaman got keliling400 mRp 350/mRp 140.000Rp 358.680
Pendalaman got malang1.000 mRp 350/mRp 350.000Rp 896.700
Pendalaman got mujur100 mRp 350/mRp 35.000Rp 89.670
Pengairan500 lengRp 1.000/lengRp 500.000Rp 1.281.000
Pemberantasan hama1.000 lengRp 250/lengRp 250.000Rp 640.500
Transport Tenaga Kerja Rp 2.000.000Rp 5.124.000
Tebang Angkut1.200Rp 10.000Rp 12.000.000Rp 30.744.000
Total Biaya VariabelRp 76.770.330
C. Biaya Total ProduksiBiaya total produksi adalah seluruh biaya
yang dikeluarkan yang meliputi biaya tetap dan biaya variabel. Dari
hasil perhitungan pada tahun pertama total biaya tetap pada tahun
pertama yaitu Rp 65.177.280 atau 42,47% dari seluruh total
produksi, sedangkan pada tahun kedua total biaya tetap sebesar Rp
60.693.780 atau 44,15% dari total produksi. Biaya tetap pada tahun
pertama lebih banyak dari tahun kedua karena pada tahun pertama
terdapat biaya sewa traktor. Total biaya variabel pada tahun
pertama sebesar Rp 88.299.030 atau 57,53% dari seluruh total
produksi, sedangkan pada tahun kedua sebesar Rp 76.770.330 atau
55,85% dari total produksi. Total biaya variabel pada tahun pertama
lebih banyak dari pada tahun kedua karena pada tahun kedua biaya
garap lebih sedikit karena rawat ratoon tidak memerlukan biaya
bibit, tanam, dan pembuatan got. Dari total biaya masing-masing
yang telah dilakukan perhitungan, biaya yang paling tinggi
dikeluarkan pada tahun pertama dan kedua adalah biaya variabel.
Faktor terbesar yang mempengaruhinya adalah biaya garap. Tabel 10.
Biaya Total Produksi dengan Luas Area 2,562 ha di PG Kebon Agung
Tahun I (Masa Awal Tanam) dan Tahun II (Rawat Ratoon)No.UraianTotal
(2,562 ha)
Tahun IPersentase (%)Tahun IIPersentase (%)
1.Total Biaya TetapRp 65.177.280 42,47Rp 60.693.78044,15
2.Total Biaya VariabelRp 88.299.030 57,53Rp 76.770.33055,85
TOTAL BIAYARp 153.476.310100 %Rp 137.464.110100 %
4.3.3 Kendala dalam Penggunaan Faktor Produksi di PG. Kebon
Agung Kendala yang dihadapi PG. Kebon Agung dalam faktor-faktor
produksi di lahan TS adalah ketersediaan tenaga kerja di lapang
yang semakin menurun dan beberapa masalah mengenai pengadaan lahan.
Berdasarkan hasil wawancara, tenaga kerja yang digunakan oleh PG.
Kebon Agung berasal dari Gunungronggo, Ngawonggo, dan Tajinan yang
letaknya agak jauh dari wilayah kerja, sehingga PG. Kebon Agung
harus mengeluarkan biaya tambahan untuk menjemput tenaga kerja dari
daerahnya. Selain itu tenaga kerja yang bekerja di lahan TS
rata-rata berusia 20- > 50 tahun, namun kebanyakan berusia
>40 tahun yang menyebabkan produktivitas bekerja para tenaga
kerja menurun, sehingga terjadi keterlambatan pengerjaan budidaya
atau tidak sesuai dengan target yang telah ditetapkan. Selain itu
upah tenaga kerja yang awalnya borongan dikonversi menjadi upah
harian.Kendala lainnya adalah pengadaan sewa lahan yang semakin
sulit dan sering terjadi konfilk antara penyewa (PG. Kebon Agung)
dan pemilik. Pemilik lahan yang terkadang tidak berkomitmen pada
PG. Kebon Agung kerap menimbulkan masalah. Menurut hasil wawancara,
semakin banyaknya alih guna lahan menjadi perumahan dan industri,
mencari sewa lahan semakin sulit.
V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan 1. Faktor produksi yang digunakan PG. Kebon Agung
adalah bibit, pupuk, pestisida dan herbisida, lahan pertanian, dan
tenaga kerja. a. Bibit yang digunakan PG. Kebon Agung adalah
varietas berdasarkan kemasakannya (masak awal, tengah, dan akhir)
yaitu PSJK 922, PS 881, BL. b. Pupuk yang digunakan PG. Kebon Agung
adalah pupuk tidak bersubsidi, jenisnya adalah ZA, NPK, dan pupuk
kompos. c. Tenaga kerja yang digunakan di lahan TS PG. Kebon Agung
adalah tenaga kerja (buruh) lepas yang merupakan tenaga kerja
borongan.d. Pestisida dan herbisida digunakan PG. Kebon Agung jika
keberadaan hama, penyakit, dan gulma menurunkan produksi dan
merugikan dari segi ekonomi. e. Lahan TS yang digunakan PG. Kebon
Agung merupakan lahan sewa. Fungsi dari lahan TS adalah memenuhi
kebutuhan kapasitas produksi gula di PG. Kebon Agung. Luas lahan TS
untuk tebu giling adalah 77,190 ha.2. Biaya total produksi pada
tahun pertama lebih besar dari pada tahun kedua yaitu sebesar Rp
153.476.310. Biaya terbesar yang dikeluarkan pada tahun pertama dan
tahun kedua adalah biaya variabel yaitu sebesar 42,47% dan 44,15%
dari total biaya produksi. Faktor yang mempengaruhi besarnya biaya
variabel adalah biaya garap yang tinggi.3. Kendala yang dihadapi
PG. Kebon Agung dalam faktor-faktor produksi tebu di lahan TS
adalah ketersediaan tenaga kerja yang semakin menurun, tenaga kerja
yang digunakan PG. Kebon Agung berasal dari daerah yang cukup jauh
dari wilayah kerja PG. Kebon Agung, dan umur para tenaga kerja yang
berkisar antara 45-60 tahun. Kendala lainnya adalah pengadaan sewa
lahan yang semakin sulit dan terdapat beberapa konflik antara PG.
Kebon Agung dan pemilik lahan yang tidak berkomitmen.
555.2 SaranAdapun saran yang dapat dijadikan sebagai bahan
pertimbangan dan masukan antara lain:1. Penggunaan teknologi secara
maksimal untuk proses produksi tebu di lahan TS PG. Kebon Agung
dapat meminimalisir penggunaan dan biaya untuk tenaga kerja di
lahan TS. Selain itu pengelolaannya terkait penyerapan jumlah
tenaga kerja dapat penambahan insentif dari upah yang didapat,
sehingga lebih banyak masyarakat yang termotivasi bekerja menjadi
karyawan lepas.2. PG. Kebon Agung dalam pengadaan sewa lahan
sebaiknya menyewa kepada pemilik yang dapat dipercaya. Membuat
kontrak perjanjian sewa dengan badan hukum sehingga tidak terjadi
konflik yang disebabkan oleh pemilik lahan yang tidak
berkomitmen.
DAFTAR PUSTAKA
Anindita. 2012. Teknik Bubidaya Tebu (online).
http://pertanianfery.wordpress.com. Diakses 30 Mei 2014.Badan Pusat
Statistik. 2012. Konsumsi, Produksi, dan Defisit Gula Tahun
2008-2012 (online). http://bps.co.id. Diakses 30 Mei 2014.Bangun,
Wilson. 1995. Teori Ekonomi Mikro. Refika Aditama. Bandung.Daniel,
M. 2002. Pengantar Ekonomi Pertanian. PT. Bumi Aksara.
Jakarta.Fahmi. 2014. Tentang Pupuk ZA. http://faedahjaya.com.
Diakses 11 September 2014.Farid. B. 2003. Perbanyakan Tebu
(Saccharum officinarum L.) Secara In Vitro PadaBerbagai Konsentrasi
IBA dan BAP. J. Sains dan Teknologi. 3:103-109.Hermanto, Fadholi.
1991. Ilmu Usahatani. Jakarta. Penebar Swadaya. Hernanto, F. 1993.
Ilmu Usaha Tani. Bogor. Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi
Pertanian Fakultas Pertanian IPB. Kementerian Pertanian. 2011.
Laporan Kinerja 2011. Jakarta.
Mubyarto. 1994. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES. Jakarta.
Pabrik Gula Kebon Agung. Profil Perusahaan (online). 2014.
www.ptkebonagung.com. Diakses 20 September 2014.Sabiham, S., G.
Soepardi dan D. Sukardan. 1980. Pupuk dan Pemupukan. Bogor:
Departemen Ilmu-ilmu Tanah. Fakultas Pertanian IPB. Salvatore,
Dominick. 2006. Microeconomic. Erlangga. Jakarta.Sukirno, S. 2011.
Teori Pengantar Mikroekonomi. PT. Raja Grafindo Persada.
Jakarta.Soekartawi. 1994. Teori Ekonomi Produksi Dengan Pokok
Bahasan Analisis Fungsi Cobb-Douglas. Cetakan ketiga. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada. Soekartawi. 1999. Agribisnis Teori dan
Aplikasinya. Jakarta. Rajawali Pers.
57Soekartawi. 2001.Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian. Teori dan
Aplikasi. Raja Grafindo Persada. Jakarta.Yuli. 2013. Pengertian
Faktor-Faktor Produksi (online). http://www.drzpost.com. Diakses 30
Mei 2014.
LAMPIRAN
9
Lampiran 1. Bagan Struktur Organisasi PG Kebon Agung
Lampiran 2. Logbook Mingguan Magang KerjaMinggu
INoHari/TanggalJam Kerja Kegiatan
1Senin/30 Juni 201407.00Masuk
07.15-09.00Briefing dengan Pak Dimas dan Pak Gunawan d