Top Banner
IDENTIFIKASI EKTOPARASIT PADA IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus Burchell, 1822) YANG DIBUDIDAYAKAN DI CIBUBUR, JAKARTA TIMUR AJI PRASETYO PROGRAM STUDI BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2021 M / 1442 H
58

IDENTIFIKASI EKTOPARASIT PADA IKAN LELE DUMBO

Nov 13, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: IDENTIFIKASI EKTOPARASIT PADA IKAN LELE DUMBO

IDENTIFIKASI EKTOPARASIT PADA IKAN LELE DUMBO

(Clarias gariepinus Burchell, 1822) YANG DIBUDIDAYAKAN DI

CIBUBUR, JAKARTA TIMUR

AJI PRASETYO

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2021 M / 1442 H

Page 2: IDENTIFIKASI EKTOPARASIT PADA IKAN LELE DUMBO

ii

IDENTIFIKASI EKTOPARASIT PADA IKAN LELE DUMBO (Clarias

gariepinus Burchell, 1822) YANG DIBUDIDAYAKAN DI CIBUBUR,

JAKARTA TIMUR

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

AJI PRASETYO

11160950000083

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2021 M / 1442 H

Page 3: IDENTIFIKASI EKTOPARASIT PADA IKAN LELE DUMBO

iii

IDENTIFIKASI EKTOPARASIT PADA IKAN LELE DUMBO (Clarias

gariepinus Burchell, 1822) YANG DIBUDIDAYAKAN DI CIBUBUR,

JAKARTA TIMUR

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

AJI PRASETYO

11160950000083

Menyetujui :

Pembimbing I, Pembimbing II,

Narti Fitriana, M.Si. Emei Widiyastuti, S.Pi, M.Si.

NIDN. 0331107403 NIP. 19810502 200502 2 009

Mengetahui,

Ketua Program Studi Biologi

Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Dr. Priyanti, M.Si.

NIP. 19750526 200012 2 001

Page 4: IDENTIFIKASI EKTOPARASIT PADA IKAN LELE DUMBO

iv

Page 5: IDENTIFIKASI EKTOPARASIT PADA IKAN LELE DUMBO

v

Page 6: IDENTIFIKASI EKTOPARASIT PADA IKAN LELE DUMBO

vi

ABSTRAK

Aji Prasetyo. Identifikasi ektoparasit pada ikan lele dumbo (Clarias gariepinus

Burchell, 1822) yang dibudidayakan di Cibubur, Jakarta Timur. Skripsi.

Program Studi Biologi. Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2021. Dibimbing oleh Narti Fitriana dan

Emei Widyastuti.

Ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) merupakan salah satu ikan air tawar yang

dibudidayakan di Cibubur, Jakarta Timur dengan media kolam terpal.

Permasalahan dalam membudidayakan ikan lele adalah penyakit yang disebabkan

oleh infeksi ektoparasit. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi,

mengkategorikan tingkat prevalensi, intensitas, dominansi ektoparasit serta

mengetahui hubungan faktor fisika-kimia air dengan keberadaan ektoparasit pada

ikan lele dumbo. Penelitian dilaksanakan pada bulan November - Desember 2020

di Laboratorium BUSKIPM Jakarta menggunakan metode survei. Pengambilan

sampel menggunakan metode purposive sampling berdasarkan ukuran berkisar

antara 25-30 cm dengan total sampel sebanyak 30 individu yang berasal dari tiga

kolam berbeda. Pemeriksaan ektoparasit dilakukan dengan cara pengerokkan di

bagian permukaan tubuh dan insang. Ektoparasit kelompok jamur diperoleh secara

konvensional dengan mengisolasinya dari luka di permukaan tubuh ikan, dibiakkan

pada media Sabouraud Dextrose Agar serta diidentifikasi. Ektoparasit yang

berhasil diidentifikasi tergolong ke dalam filum Protozoa yaitu Trichodina, filum

Platyhelminthes, kelas Monogenea yaitu Quadriacanthus, filum Nemathelminthes,

kelas Chromadorea yaitu Spiroxys, dan filum Ascomycota, kelas Eurotiomycetes

yaitu Aspergillus dan Penicillium. Prevalensi tertinggi ditemukan pada Trichodina

dengan kategori infeksi sangat sering dan Aspergillus kategori infeksi parah.

Intensitas tertinggi dan ektoparasit yang mendominasi adalah Trichodina. Analisis

korelasi Spearman menggunakan menunjukkan adanya korelasi positif antara

amoniak, pH, dan DO terhadap keberadaan Trichodina, Quadriacanthus, dan

Spiroxys.

Kata kunci: Clarias; dominansi; ektoparasit; intensitas; korelasi; prevalensi

Page 7: IDENTIFIKASI EKTOPARASIT PADA IKAN LELE DUMBO

vii

ABSTRACT

Aji Prasetyo. Identification of Ectoparasites on Catfish (Clarias gariepinus

Burchell, 1822) cultivated in Cibubur, East Jakarta. Undergraduate Thesis.

Department of Biology. Faculty of Science and Technology. State Islamic

University Syarif Hidayatullah Jakarta. 2021. Advised by Narti Fitriana and

Emei Widyastuti.

African catfish (Clarias gariepinus) is a freshwater fish that is cultivated in

Cibubur, East Jakarta using tarpaulin ponds. The problem in cultivating catfish is

a disease caused by ectoparasite infection. This study aims to identify, categorize

the level of prevalence, intensity, the dominance of ectoparasites and to determine

the relationship between physico-chemical factors of water and the presence of

ectoparasites in African catfish. The research was conducted in November -

December 2020 at the BUSKIPM Jakarta Laboratory using a survey method.

Sampling using purposive sampling method based on sizes ranging from 25-30 cm

with a total sample of 30 individuals from three different pools. Ectoparasite

examination is carried out by scraping the surface of the body and gills. The

ectoparasites of the fungal groups were conventionally obtained by isolating them

from wounds on the surface of the fish, cultured on Sabouraud Dextrose Agar

medium, and identified. The ectoparasites that have been identified belong to the

phylum Protozoa, namely Trichodina, phylum Platyhelminthes, class Monogenea

namely Quadriacanthus, phylum Nemathelminthes, class Chromadorea namely

Spiroxys, and phylum Ascomycota, class of Eurotiomycetes namely Aspergillus and

Penicillium. The highest prevalence was found in Trichodina with very frequent

infection and Aspergillus with severe infection. The highest intensity and the

dominating ectoparasite is Trichodina. The Spearman correlation analysis using

showed a positive correlation between ammonia, pH, and DO on the presence of

Trichodina, Quadriacanthus, and Spiroxys.

Keywords; Clarias; correlation; dominance; ectoparasites; intensity; prevalence

Page 8: IDENTIFIKASI EKTOPARASIT PADA IKAN LELE DUMBO

viii

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim Alhamdulillahirabbil 'alamin, puji syukur

penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas terselesaikannya skripsi yang berjudul

“Identifikasi ektoparasit pada ikan lele dumbo (Clarias gariepinus Burchell,

1822) yang dibudidayakan di Cibubur, Jakarta Timur” dengan baik.

Dalam pelaksanaan pembuatan skripsi ini, penulis telah mendapatkan

pengarahan, bimbingan, dan bantuan dari berbagai pihak, maka dari itu penulis

mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Lily Surayya Eka Putri M.Env.Stud., Selaku Dekan Fakultas Sains dan

Teknologi Universitas Islam Negeri Jakarta.

2. Dr. Priyanti, M.Si., selaku Ketua Program Studi Biologi Fakultas Sains dan

Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Dr. Ir. Woro Nur Endang Sariati, M.P. selaku kepala Balai Uji Standar

Karantina Ikan dan Pengendalian Mutu beserta seluruh jajarannya.

4. Narti Fitriana M.Si., selaku dosen Pembimbing I yang telah memberikan

bimbingan, pengarahan, koreksi, masukan serta memberikan motivasi selama

penyusunan skripsi dan atas kesempatan yang diberikan untuk melaksanakan

penelitian ini.

5. Emei Widiyastuti, S.Pi, M.Si., selaku Dosen Pembimbing II yang telah bersedia

meluangkan waktu untuk memberikan koreksi, pengarahan dan bimbingan

selama penyusunan skripsi ini.

6. Dr. Megga Ratnasari Pikoli, M.Si., dan Dr. Priyanti, M.Si., selaku Dosen

Penguji sidang skripsi.

7. Dr. Fahma Wijayanti M.Si., dan Fahri Fahruddin, M.Si., selaku Dosen Penguji

seminar proposal dan seminar hasil.

8. Ade Nurdin, S.St.Pi., Sigit Hendra Irawan Purnomo, S.Pi., Tatik Sumirah,

A.Md., dan Tina Yunia Asri, A.Md., Yuli Nurindah, S.T., selaku pembimbing

teknis di Laboratorium Balai Uji Standar Karantina Ikan dan Pengendalian

mutu serta masukkan membangun selama menjalani penelitian ini.

9. Kedua orang tua Bapak Suprayitno dan Ibu Neng Rukmana atas doa dan

dukungan kepada penulis.

10. Teman-teman Biologi 2016 yang saling mendukung dan mendoakan penulis.

Page 9: IDENTIFIKASI EKTOPARASIT PADA IKAN LELE DUMBO

ix

11. Pihak-pihak lain yang belum sempat disebutkan di atas. Terima kasih, semoga

Allah SWT membalas kebaikan yang telah diberikan kepada penulis.

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Jakarta, 10 Februari 2021

Penulis

Page 10: IDENTIFIKASI EKTOPARASIT PADA IKAN LELE DUMBO

x

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ............................................................................................................ vi

KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii

DAFTAR ISI ........................................................................................................... x

DAFTAR TABEL................................................................................................ xii

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xiv

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ............................................................................................. 1

1.2. Rumusan Masalah ........................................................................................ 2

1.3. Tujuan ........................................................................................................... 3

1.4. Manfaat ......................................................................................................... 3

1.5. Kerangka Berpikir ........................................................................................ 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Klasifikasi dan Morfologi Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) ............. 5

2.2. Habitat Ikan Lele Dumbo ............................................................................. 5

2.3. Parasit Pada Ikan .......................................................................................... 6

2.3.1. Monogenea............................................................................................. 7

2.3.2. Protozoa ................................................................................................. 8

2.3.3. Jamur ...................................................................................................... 9

BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat ...................................................................................... 12

3.2. Alat dan Bahan ............................................................................................ 12

3.3. Teknik Sampling ......................................................................................... 12

3.4. Cara Kerja ................................................................................................... 12

3.4.1. Pengambilan Sampel ....................................................................... 12

3.4.2. Preparasi Sampel ............................................................................. 13

3.4.3. Pemeriksaan Parasit ........................................................................ 13

3.4.4. Isolasi dan Identifikasi Jamur.......................................................... 14

3.4.5. Pengukuran Faktor Fisika-Kimia Air .................................................. 14

3.5. Analisis Data ............................................................................................... 15

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Genus Ektoparasit Pada Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) yang

Dibudidayakan di CIbubur, Jakarta Timur ................................................. 17

4.1.1. Trichodina ........................................................................................... 18

4.1.2. Spiroxys ............................................................................................... 19

4.1.3. Quadriacanthus ................................................................................... 21

4.1.4. Aspergillus........................................................................................... 22

4.1.5. Penicillium .......................................................................................... 24

4.2. Prevalensi dan Intensitas Ektoparasit Pada Ikan Lele Dumbo .................... 25 4.3. Dominansi Ektoparasit Pada Ikan Lele Dumbo .......................................... 27

4.4. Faktor Fisika-Kimia Air di Kolam Ikan Lele Dumbo yang Dibudida-

yakan di Cibubur, Jakarta Timur ................................................................ 28

4.5. Hubungan Faktor Fisika-Kimia Air Dengan Keberadaan Ektoparasit

Pada Ikan Lele Dumbo yang Dibudidayakan di Cibubur, Jakarta Timur .. 30

Page 11: IDENTIFIKASI EKTOPARASIT PADA IKAN LELE DUMBO

xi

BAB V PENUTUP

5.1. Kesimpulan ................................................................................................. 32

5.2. Saran ............................................................................................................ 32

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 33

LAMPIRAN .......................................................................................................... 38

Page 12: IDENTIFIKASI EKTOPARASIT PADA IKAN LELE DUMBO

xii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Kualitas air untuk pemeliharaan ikan lele dumbo ................................ 15

Tabel 2. Kriteria prevalensi infeksi parasit (Williams & Williams, 1996) ......... 15

Tabel 3. Kriteria intensitas infeksi parasit (Williams & Williams, 1996) .......... 15

Tabel 4. Prevalensi dan intensitas ektoparasit pada ikan lele dumbo yang

dibudidayakan di Cibubur, Jakarta Timur ............................................ 26

Tabel 5. Prevalensi jamur pada ikan lele dumbo yang dibudidayakan di

Cibubur, Jakarta Timur ......................................................................... 27

Tabel 6. Hasil rata-rata pengukuran faktor fisika-kimia air di kolam ikan

lele dumbo yang dibudidayakan di Cibubur, Jakarta Timur ................ 28

Tabel 7. Hasil analisis korelasi faktor fisika-kimia terhadap keberadaan

ektoparasit pada ikan lele dumbo yang dibudidayakan di Cibu-

bur,JakartaTimur....................................................................................30

Page 13: IDENTIFIKASI EKTOPARASIT PADA IKAN LELE DUMBO

xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Kerangka berpikir penelitian ............................................................. 4

Gambar 2. Morfologi ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) .............................. 5

Gambar 3. Quadriacanthus clariadis .................................................................. 8

Gambar 4. Trichodina fundulii ............................................................................ 9

Gambar 5. Isolat Aspergillus flavus ................................................................... 10

Gambar 6. Isolat Penicillium chrysogenum ....................................................... 11

Gambar 7. Genus ektoparasit yang ditemukan pada ikan lele dumbo (Clarias

gariepinus) yang dibudidayakan di Cibubur, Jakarta Timur ........... 17

Gambar 8. Morfologi Trichodina ...................................................................... 18

Gambar 9. Morfologi Spiroxys .......................................................................... 20

Gambar 10. Morfologi Quadriacanthus .............................................................. 21

Gambar 11. Morfologi koloni Aspergillus ........................................................... 23

Gambar 12. Pengamatan mikroskopis Aspergillus .............................................. 23

Gambar 13. Koloni jamur Aspergillus yang berasal dari isolasi pakan yang

digunakan untuk ikan lele dumbo yang dibudidayakan di Cibubur,

Jakarta Timur ................................................................................... 24

Gambar 14. Morfologi koloni Penicillium .......................................................... 25

Gambar 15. Pengamatan mikroskopis Penicillium .............................................. 25

Gambar 16. Dominansi (%) ektoparasit pada ikan lele dumbo yang dibudida-

yakan di Cibubur, Jakarta Timur ..................................................... 28

Page 14: IDENTIFIKASI EKTOPARASIT PADA IKAN LELE DUMBO

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Ektoparasit yang ditemukan pada ikan lele dumbo yang

dibudidayakan di Cibubur, Jakarta Timur ..................................... 38

Lampiran 2. Jamur ektoparasit yang ditemukan pada ikan lele dumbo yang

dibudidayakan di Cibubur, Jakarta Timur ..................................... 39

Lampiran 3. Prevalensi ektoparasit tiap kolam pada ikan lele dumbo yang

dibudidayakan di Cibubur, Jakarta Timur ..................................... 40

Lampiran 4. Hasil pengukuran faktor fisika-kimia air kolam lele dumbo

yang dibudidayakan di Cibubur, Jakarta Timur ............................ 41

Lampiran 5. Hasil uji korelasi faktor fisika-kimia air dengan keberadaan

ektoparasit pada ikan lele dumbo yang dibudidayakan di Cibu-

bur, Jakarta Timur ......................................................................... 42

Lampiran 6. Penggunaan tanaman eceng gondok pada kolam ikan lele

dumbo yang dibudidayakan di Cibubur, Jakarta Timur ................ 43

Lampiran 7. Gejala klinis pada ikan lele dumbo yang terinfeksi ektoparasit .... 44

Page 15: IDENTIFIKASI EKTOPARASIT PADA IKAN LELE DUMBO

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan (2018) jumlah

produksi ikan lele tahun 2016 adalah 800.000 ton, dan mengalami kenaikan dua

kali lipat di tahun 2017 dengan produksi mencapai 1,7 juta ton. Hal ini

membuktikan ikan lele memiliki prospek yang menjanjikan untuk segi permintaan

maupun penjualannya. Ikan lele dumbo (Clarias gariepinus Buchell, 1882)

merupakan salah satu jenis ikan lele unggul yang dibudidayakan untuk dikonsumsi

masyarakat sebagai sumber protein hewani.

Budidaya ikan lele dumbo digemari oleh kalangan masyarakat karena

membutuhkan lahan yang tidak besar dan dengan keterbatasan sumber air dapat

memiliki kepadatan populasi yang tinggi. Selain itu teknologi yang digunakan

sederhana dan pakan untuk budidaya mudah didapatkan oleh masyarakat.

Pembudidaya ikan di Cibubur memelihara ikan lele dumbo secara monokultur

dengan menggunakan media kolam terpal yang berukuran 4 m2. Berdasarkan hasil

wawancara dengan pemilik kolam budidaya ikan lele dumbo di Cibubur hasil

produksi yang dicapai pada panen sebelumnya tidak maksimal karena tingkat

kematian dari benih hingga masa panen mencapai 50% dengan masa pemeliharaan

3-4 bulan. Ikan lele yang mati menunjukkan adanya luka pada permukaan tubuh,

sirip menjadi geripis, dan warna insang yang menjadi pucat.

Kendala utama bagi pembudidaya ikan lele dumbo adalah kerugian akibat

penyakit. Penyakit ikan disebabkan oleh kontaminasi dari luar tubuh yang bersifat

infeksius maupun non infeksius. Faktor lingkungan yang kurang menguntungkan

menyebabkan ikan mengalami stress. Dalam keadaan stress ikan menjadi lemah

dan mudah terserang penyakit yang biasanya disebabkan oleh parasit seperti cacing,

jamur, ataupun bakteri (Hernawati, 2015).

Penyakit akibat infeksi parasit dapat menyebabkan iritasi pada organ luar

seperti insang dan kulit. Hal ini dapat menyebabkan terganggunya proses respirasi

dan osmoregulasi serta menurunkan imunitas ikan. Jika kondisi ini terus berlanjut,

memiliki dampak pada laju pertumbuhan yang rendah hingga kematian pada ikan.

Pada lingkungan budidaya kolam yang terbatas dan padat, akan menimbulkan

Page 16: IDENTIFIKASI EKTOPARASIT PADA IKAN LELE DUMBO

2

kerentanan pada ikan sehingga infeksi parasit Monogenea menjadi patogen yang

menyebar secara cepat dan mampu berpindah di antara ikan-ikan (Putri, Haditomo,

& Desrina, 2016). Infeksi parasit Monogenea menyebabkan luka pada tubuh ikan

yang dapat menimbulkan infeksi sekunder yang disebabkan oleh jamur, virus atau

bakteri (Rahayu, Ekastuti, & Tiuria, 2013). Penelitian yang sebelumnya dilakukan

oleh Putri et al. (2016) menunjukkan ikan lele di kolam budidaya Desa Ngrajek

Magelang memiliki prevalensi dan intensitas tertinggi pada infeksi Monogenea.

Infeksi jamur pada budidaya ikan lele dumbo dapat menyebabkan penyakit

mikosis. Penyakit ini dapat menyerang telur, benih, dan ikan dewasa. Menurut

Kusdarwati, Sudarno, dan Hapsari (2016), ikan yang terinfeksi jamur ditandai

dengan munculnya gumpalan seperti kapas pada permukaan insang atau kulit.

Infeksi jamur pada konsentrasi tinggi menyebabkan infeksi akut dan kematian yang

menyebabkan kerugian ekonomi bagi pembudidaya. Penelitian terkait jamur pada

ikan dilakukan oleh Khumaidi dan Hidayat (2018) yang mengidentifikasi adanya

infeksi jamur Aspergillus sp. pada kasus kematian massal ikan gurami di Sentra

Budidaya Ikan Gurami di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah.

Populasi ektoparasit pada ikan di lingkungan perairan dapat dimonitor

melalui identifikasi parasit yaitu dengan cara menghitung prevalensi dan

intensitasnya (Mas’ud, 2011). Informasi terkait prevalensi dan intensitas parasit di

lingkungan perairan diperlukan sebagai bagian dari upaya preventif dan responsif

terhadap pengelolaan sumber daya air, khususnya budidaya ikan. Al Hasyimia,

Dewi, dan Pribadi (2016) menyatakan bahwa peningkatan intensitas parasit pada

ikan lele dumbo (var. sangkuriang) terkait dengan penurunan parameter kualitas air

di lingkungan perairan.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dapat dirumuskan masalah:

a. Apa saja genus ektoparasit yang ada pada ikan lele dumbo (Clarias gariepinus)

yang dibudidayakan di Cibubur, Jakarta Timur?

b. Bagaimana tingkat prevalensi, intensitas dan dominansi ektoparasit yang

terdapat pada ikan lele dumbo yang dibudidayakan di Cibubur, Jakarta Timur?

c. Bagaimana hubungan faktor fisika-kimia air dengan keberadaan ektoparasit

pada ikan lele dumbo yang dibudidayakan di Cibubur, Jakarta Timur?

Page 17: IDENTIFIKASI EKTOPARASIT PADA IKAN LELE DUMBO

3

1.3. Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah:

a. Mengidentifikasi genus ektoparasit pada ikan lele dumbo (Clarias gariepinus)

yang dibudidayakan di Cibubur, Jakarta Timur.

b. Mengkategorikan tingkat prevalensi, intensitas dan dominansi ektoparasit pada

ikan lele dumbo yang dibudidayakan di Cibubur, Jakarta Timur.

c. Mengetahui hubungan faktor fisika-kimia air dengan keberadaan ektoparasit

pada ikan lele dumbo yang dibudidayakan di Cibubur, Jakarta Timur.

1.4. Manfaat

Manfaat penelitian ini adalah sebagai sumber informasi bagi kalangan para

pembudidaya dalam mewaspadai terhadap berbagai penyakit pada ikan lele dumbo

dan faktor fisika-kimia air yang berpengaruh terhadap keberadaan ektoparasit. Bagi

dinas perikanan, sebagai bahan pertimbangan dalam menangani masalah penyakit

ikan air tawar khususnya ikan lele dumbo.

1.5. Kerangka Berpikir

Berdasarkan latar belakang penelitian, salah satu faktor yang menentukan

dari keberhasilan budidaya ikan lele adalah penyakit yang bersifat infeksius

maupun non infeksius. Timbulnya penyakit disebabkan terjadinya

ketidakseimbangan interaksi antara inang, patogen, dan lingkungan. Kerangka

berpikir penelitian tersaji pada Gambar 1.

Page 18: IDENTIFIKASI EKTOPARASIT PADA IKAN LELE DUMBO

4

Gambar 1. Kerangka berpikir penelitian

Page 19: IDENTIFIKASI EKTOPARASIT PADA IKAN LELE DUMBO

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Klasifikasi dan Morfologi Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus)

Klasifikasi ikan lele dumbo menurut Saanin (1984), yaitu filum Chordata,

kelas Pisces, subkelas Teleostei, ordo Ostariophysi, subordo Siluridae, famili

Claridae, genus Clarias, spesies Clarias gariepinus. Ikan lele dumbo memiliki kulit

yang tidak bersisik, berlendir dan licin (Gambar 2). Morfologi kepala berbentuk

pipih dengan permukaan dorsal ditutupi kulit tebal sehingga tulang tidak terlihat

tapi struktur tulang terlihat jelas. Mata terletak di dorsolateral bagian kepala dengan

bentuk bulat oval (Hee & Kottelat, 2008). Mulut lebar dengan gigi berbentuk vili

form dan dilengkapi kumis sebanyak 4 pasang dengan satu pasang diantaranya

memiliki ukuran lebih panjang dan besar. Tubuh dilengkapi tiga sirip tunggal yaitu,

sirip punggung, sirip anal, dan sirip ekor serta dua buah sirip yang berpasangan

yaitu sirip perut dan sirip dada. Jumlah sirip punggung 68-79, sirip anal 50-60, sirip

dada berjumlah 9-10, dan sirip perut berjumlah 5-6 (Suprapto & Samstasfir, 2013).

Gambar 2. Morfologi ikan lele dumbo (Clarias gariepinus)

Pada ikan lele terdapat insang tambahan (arborescent) terletak di bagian

atas pada lengkung insang kedua dan ketiga. Organ ini tersusun dari membran

berlipat-lipat yang mengandung kapiler darah dan berfungsi untuk bertahan pada

kondisi lingkungan yang memiliki kadar oksigen rendah (Amri & Khairuman,

2002).

2.2. Habitat Ikan Lele Dumbo

Habitat ikan lele dumbo adalah perairan air tawar dengan arus yang pelan.

Ikan lele dumbo mampu beradaptasi pada kondisi lingkungan air yang tenang

Page 20: IDENTIFIKASI EKTOPARASIT PADA IKAN LELE DUMBO

6

maupun mengalir. Dalam lingkungan budidaya, ikan lele dumbo dipelihara pada

kolam semen, kolam tanah maupun kolam terpal/plastik (Suprapto & Samstasfir,

2013)

Ikan lele dumbo merupakan hewan nokturnal yang pada siang hari akan

bersembunyi di tempat gelap dan beraktivitas mencari makan pada malam hari

(Daulay, 2010). Dalam mencari makan, ikan lele dumbo bersifat omnivora namun

cenderung karnivora dengan pakan alami seperti cacing, kutu air (Daphnia,

Copepoda, Cladocera), siput kecil, larva serangga, dan sebagainya. Dalam kolam

budidaya, ikan lele dumbo diberi pakan buatan seperti pelet atau limbah dari

peternakan. Lingkungan perairan mempengaruhi pertumbuhan, reproduksi maupun

pemeliharaan ikan budidaya. Kondisi air dengan kualitas buruk akan menimbulkan

penyakit pada ikan (Amri & Khairuman, 2002).

2.3. Parasit Pada Ikan

Berdasarkan faktor penyebabnya, penyakit ikan dapat dikelompokkan

menjadi penyakit infeksius yang disebabkan oleh parasit atau mikroba patogen dan

non infeksius yang disebabkan oleh faktor lainnya seperti faktor lingkungan. Jenis

mikroba yang menyerang ikan terbagi menjadi mikroba patogen dan parasit.

Mikroba patogen adalah mikroba yang menjadikan ikan sebagai inangnya untuk

menimbulkan penyakit dan menjadi penyebab infeksi atau merusak fungsi organ

tubuh ikan. Mikroba patogen yang biasa menyerang ikan terdiri atas virus, bakteri,

dan jamur (Afrianto et al., 2015)

Parasit adalah organisme yang berada pada tubuh ikan sebagai inangnya dan

mengambil manfaat dari inang tersebut bagi aktivitas, pertumbuhan, dan

perkembangbiakannya. Parasit dibedakan berdasarkan tempat hidupnya, yaitu

ektoparasit dan endoparasit. Parasit yang ditemukan di luar tubuh ikan disebut

ektoparasit, sedangkan di dalam tubuh ikan disebut endoparasit. Parasit yang

menyerang ikan dapat berupa cacing, protozoa, udang renik, jamur, bakteri, dan

virus. Pada intensitas infeksi parasit yang tinggi dapat mengakibatkan kematian

yang menimbulkan kerugian secara ekonomi dikalangan pembudidaya. Selain itu

kondisi ketahanan tubuh inang akan menurun dan menimbulkan infeksi sekunder

yang disebabkan oleh patogen lain seperti jamur, virus, dan bakteri (Sarjito,

Prayitno, & Haditomo, 2013).

Page 21: IDENTIFIKASI EKTOPARASIT PADA IKAN LELE DUMBO

7

2.3.1. Monogenea

Monogenea merupakan parasit Platyhelminthes yang umumnya ditemukan

pada bagian kulit, insang, dan sirip ikan. Parasit ini memiliki siklus hidup langsung

tanpa memerlukan inang perantara dan berkembang dari telur, stadia larva dalam

kolom air sampai mencapai dewasa pada ikan. Sebagian besar parasit Monogenea

bersifat oviparous yaitu mengeluarkan telur dan setelah telur menetas menjadi larva

yang berenang secara aktif mencari inang. Perkembangan telur sampai menjadi

Monogenea dewasa bergantung pada suhu air. Pada air dengan suhu 22-25 °C hanya

memerlukan waktu beberapa hari untuk menyelesaikan siklus hidup, sedangkan

pada suhu 1-2 C mencapai waktu hingga enam bulan (Reed, et al., 2012)

Pergerakan Monogenea bebas pada permukaan luar tubuh ikan. Pada bagian

posterior terdapat organ khusus yang disebut opisthaptor dengan pengait yang

berguna untuk melekatkan dengan tubuh inang. Opisthaptor memiliki bentuk

seperti cakram yang dilengkapi satu sampai tiga pasang kait yang disebut

anchor/jangkar. Pada tepi opisthaptor terdapat kait kecil yang disebut marginal

hooklet yang berfungsi sebagai alat penempel utama (Tripathi, Agrawal, & Pandey,

2007).

Monogenea memiliki kemampuan reproduksi yang tinggi. Hal ini

menyebabkan jumlah parasit pada sistem budidaya melimpah dalam waktu yang

singkat terutama bila padat penebaran sangat tinggi. Penyebaran parasit ini melalui

kontak langsung dari ikan satu ke ikan lainnya sehingga mempermudah penyebaran

parasit pada ikan-ikan lainnya. Infestasi Monogenea dengan jumlah banyak pada

organ target seperti pada insang atau kulit ikan dapat menyebabkan kerusakan dan

kematian massal (Klinger & Floyd, 2013). Beberapa jenis Monogenea telah

dilaporkan ditemukan pada ikan air tawar antara lain adalah Cichlidogyrus sp. dari

Oreochromis niloticus, Dactylogyrus sp. dari Cyprinus carpio, Quadriacanthus sp.

dari Clarias sp, dan Thaparocleidus sp. dari Pangasionodon hypopthalmus

(Anshary, 2016).

Quadriacanthus

Parasit Quadriacanthus adalah parasit yang umumnya menyerang ikan lele.

Parasit ini termasuk dalam famili Dactylogyridae. Memiliki ciri-ciri yaitu haptor

terdiri dari 14 buah marginal hook dengan ukuran yang berbeda-beda, haptor

Page 22: IDENTIFIKASI EKTOPARASIT PADA IKAN LELE DUMBO

8

memiliki pasangan bar dorsal dan ventral, dua pasang anchor yang bentuk dan

ukurannya berbeda-beda, dorsal bar khas yaitu membentuk trapezoid base, dan

ekstension ke arah lateral (Gambar 3). Terdapat bantalan otot posterior diantara bar.

Bintik mata bisa ada atau tidak. Ventral bar terdiri atas dua batang bar dengan

struktur seperti huruf-V (Anshary, 2016).

Gambar 3. Quadriacanthus clariadis Paperna, 1961. dorsal view (A), ventral

anchor (B), dorsal anchor (C), ventral bar (D), dorsal bar (E), hook

(pasangan 1) (F), hook (pasangan 5) (G), hook (pasangan 2, 3, dan 4)

(H), hook (pasangan 6) (I), hook (pasangan 7) (J), dan copulatory

complex (K & L) (Tripathi et al., 2007)

2.3.2. Protozoa

Parasit Protozoa merupakan kelompok parasit yang sangat beragam.

Beberapa golongan parasit ini memiliki pergerakan berupa silia maupun flagella.

Parasit ini hidup bebas di air tawar, payau, laut, daratan yang lembab ataupun

kering. Diantara parasit golongan Protozoa yang umum menginfeksi ikan adalah

Trichodina, Chilodonella, dan Ichthyophthirius (Anshary, 2016).

Trichodina

Trichodina merupakan salah satu organisme ektoparasit dalam budidaya

ikan air tawar. Parasit ini ditemukan menginfeksi pada kulit dan insang ikan.

Trichodina sp. memiliki morfologi tubuh berbentuk cakram bulat dan pada bagian

Page 23: IDENTIFIKASI EKTOPARASIT PADA IKAN LELE DUMBO

9

tengah terdapat gigi-gigi (Gambar 4). Trichodina membutuhkan inang sebagai

tempat pelekatan dan mengambil makanan yang menempel pada kulit ikan berupa

partikel-partikel organik maupun mikroorganisme lain seperti bakteri. Kait pada

cakram menyebabkan pelekatan yang kuat mengakibatkan ikan menjadi gatal-gatal

dan menggosok-gosokkan tubuhnya ke pinggir atau dasar kolam hingga

menyebabkan luka (Ali, Koniyo, & Mulis, 2013).

.

Gambar 4. Trichodina fundulii (Wang et al., 2020)

Ikan yang terinfeksi akan memproduksi lendir lebih banyak dan terjadi

penurunan nafsu makan sehingga ikan menjadi kurus, kondisi ini menyebabkan

ikan kelelahan dan terdapat lendir pada dinding lamella insang dalam jumlah

banyak. Hal ini mengakibatkan terganggunya sistem pertukaran oksigen. Penularan

parasit ini dapat terjadi melalui air atau penularan langsung dari ikan yang

terinfeksi. Rendahnya kualitas air pada lingkungan budidaya akan semakin

mempercepat penularan dan akan menimbulkan kerugian bagi pembudidaya

(Nurrochmah & Riwidiharso, 2016).

2.3.3. Jamur

Jamur merupakan salah satu kelompok mikroba yang dapat menyebabkan

penyakit pada ikan. Ciri khas jamur adalah adanya filamen disebut hifa yang dapat

terlihat dengan jelas tanpa bantuan mikroskop. Gabungan dari beberapa hifa akan

membentuk miselium. Penyebaran jamur melalui bantuan spora. Jamur umumnya

terdapat di daerah tropis yang airnya hangat (Afrianto et al., 2015)

Sebagian besar jamur patogen, berperan sebagai infeksi sekunder. Gejala

klinis ikan yang terinfeksi jamur adalah terlihat berwarna abu-abu atau putih pada

Page 24: IDENTIFIKASI EKTOPARASIT PADA IKAN LELE DUMBO

10

permukaan tubuh. Ikan yang terinfeksi jamur menjadi tidak aktif, memisahkan diri,

dan kehilangan nafsu makan. Jamur akan menginfeksi luka yang ditimbulkan oleh

patogen Iain. Jamur dapat menginfeksi telur ikan, benih ikan, dan ikan dewasa.

Beberapa spesies jamur berpotensi bahaya bagi kesehatan makhluk hidup lainnya.

Jamur mampu menghasilkan toksin yang disebut mikotoksin tergantung dari jenis

jamur (Sarjito et al., 2013).

Aspergillus

Genus Aspergillus memiliki hifa bersekat dengan inti yang banyak,

sehingga termasuk filum Ascomycota. Memiliki struktur konidia yang berbentuk

bulat, semi bulat, atau oval. Konidia melekat pada fialid yang terletak di bagian

vesikel (Gambar 5). Identifikasi tingkat spesies meliputi perbedaan morfologi

dalam bentuk, ukuran, tekstur, dan warna pada konidia (Jawetz, Melnick, &

Adelberg, 2013).

Gambar 5. Isolat Aspergillus flavus pada media Czapek-Dox (10x10) (A) dan

mikroskopis (1000x) (B) (Hedayati et al., 2007)

Aspergillus adalah genus yang telah menyebar luas, dengan lebih dari 200

spesies. Jamur Aspergillus dapat tumbuh pada lingkungan dengan suhu 10–40 0C,

pH berkisar 5-8 dengan kelembaban 80-90%. Beberapa spesies Aspergillus antara

lain A. flavus, A. niger, A. fumigatus, A. oryzae, dan A. wentii. Jamur ini dapat

mengkontaminasi pakan ikan dengan menghasilkan mikotoksin yaitu aflatoksin.

Aflatoksin adalah hasil dari metabolisme sekunder Aspergillus. Spesies A. flavus

menghasilkan empat jenis aflatoksin yaitu AFB1, AFB2, AFG1, dan AFG2

(Mohebbi et al., 2014)

Page 25: IDENTIFIKASI EKTOPARASIT PADA IKAN LELE DUMBO

11

Penicillium

Genus Penicillium umumnya dicirikan berwarna hijau biru, hifa bersepta,

tidak mempunyai vesikel, memiliki konidia dan konidiofor tunggal dengan cabang-

cabangnya yang disebut penicillus (Gambar 6). Identifikasi pada Penicillium

berdasarkan warna konidia yang dimiliki (Gandjar et al., 1999). Beberapa spesies

dianggap sebagai perusak karena dapat memproduksi toksin yang

mengkontaminasi makanan atau pakan ternak sehingga menyebabkan efek

keracunan pada manusia dan binatang. Penicillium dapat menghasilkan mikotoksin

jenis okratoksin A (OTA) yang digolongkan sebagai senyawa yang nefrotoksik,

bersifat karsinogenik, imunosupresif, dan teratogenik (Hashem, 2011).

Gambar 6. Isolat Penicillium chrysogenum: Media Potato Dextrose Agar (10x10)

(A) dan mikroskopis (1000x) (B) (Ogórek, et.al., 2020)

Page 26: IDENTIFIKASI EKTOPARASIT PADA IKAN LELE DUMBO

12

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan pada bulan November - Desember 2020.

Pengambilan sampel dilakukan di kolam budidaya yang terletak di Cibubur, Jakarta

Timur. Pemeriksaan sampel dilakukan di Laboratorium Balai Uji Standar Karantina

Ikan dan Pengendalian Mutu, Kementerian Kelautan dan Perikanan Jakarta.

3.2. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan adalah jaring kecil, alat bedah (pisau bedah, scalpel,

gunting, pinset ujung runcing), papan bedah, bunsen, pemantik api, inkubator,

laminar air flow, ose, kaca objek, kaca penutup, cawan petri, gelas ukur,

Erlenmeyer, magnetic stirrer, penangas air, timbangan analitik, autoklaf, spatula,

pipet tetes, tusuk gigi, ember, penggaris, alat tulis, termometer, pH meter, dan DO

meter, kamera, mikroskop trinokuler dengan dilengkapi kamera digital yang

terhubung dengan komputer (Nikon Eclipse 501), mikroskop binokuler (Nikon YS

100). Bahan yang digunakan adalah akuades, alkohol 70%, NaCl fisiologis, minyak

cengkeh, entellan, kapas alkohol, media SDA (Sabouraud Dextrose Agar),

lactophenol blue, kutek bening, dan alumunium foil.

3.3. Teknik Sampling

Penelitian ini menggunakan metode survei yang diawali dengan melakukan

wawancara kepada pembudidaya mengenai umur dan waktu panen ikan lele.

Teknik sampling menggunakan metode purposive sampling berdasarkan umur yang

mendekati masa panen yaitu umur 3-4 bulan dengan ukuran panjang tubuh 25-30

cm.

3.4. Cara Kerja

3.4.1. Pengambilan Sampel

Sampel adalah 10% dari populasi ikan siap panen yang berusia 3-4 bulan

dengan ukuran panjang tubuh 25-30 cm. Sampel diambil dari tiga kolam dengan

berukuran 4 m2 dengan jumlah populasi ±100 ekor. Setiap kolam diambil sampel

sebanyak 10 ekor yang diambil secara bergantian. Cara pengambilan sampel ikan

Page 27: IDENTIFIKASI EKTOPARASIT PADA IKAN LELE DUMBO

13

lele dumbo dilakukan dengan cara menangkap ikan menggunakan jaring, kemudian

ikan dimasukkan ke dalam ember yang sudah berisi air dan selanjutnya dibawa ke

laboratorium untuk diidentifikasi ektoparasitnya.

3.4.2. Preparasi Sampel

Sampel ikan diamati tingkah laku, gejala klinis, dan lesi patologisnya. Ikan

diukur panjang dan berat tubuhnya. Sebelum dinekropsi ikan dipingsankan

menggunakan larutan minyak cengkeh. Selanjutnya dilakukan nekropsi pada

permukaan tubuh dan organ insang ikan di atas papan bedah dengan menggunakan

alat bedah. Ikan yang telah dibedah kemudian dilakukan pengamatan morfologi.

3.4.3. Pemeriksaan Parasit

Pemeriksaan ektoparasit ikan dilakukan di Laboratorium Nekropsi dan

Parasit. Pemeriksaan ikan pada bagian eksternal dengan cara pengerokan

(scraping). Pemeriksaan dilakukan di bagian lendir pada permukaan tubuh ikan dan

insang. Preparasi dan preservasi parasit dilakukan mengikuti Standar Nasional

Indonesia 2332.6 (2015).

Sampel ikan yang telah diukur berat dan panjangnya, selanjutnya dilakukan

pengerokan lendir pada seluruh permukaan tubuh ikan. Lendir yang didapatkan

dipindahkan pada kaca objek yang telah dibilas dengan larutan NaCl fisiologis.

Pemeriksaan insang diawali dengan memotong operkulum insang dan filamen

insang. Selanjutnya dipindahkan ke kaca objek yang telah diberi NaCl fisiologis

lalu diamati dibawah mikroskop.

Pengamatan ektoparasit cacing dilakukan di bawah mikroskop dengan

perbesaran 20x hingga 40x dan untuk protozoa dengan perbesaran 100x. Untuk

memperjelas isi sel dan mempertajam visualisasi dalam identifikasi ektoparasit

dilakukan pewarnaan parasit. Pewarnaan cacing menggunakan metode Semichen-

Acetic Carmine. Pewarnaan protozoa menggunakan metode pewarnaan Giemsa.

Preparat diamati kembali dan didokumentasikan menggunakan kamera untuk

diidentifikasi. Identifikasi ektoparasit dilakukan dengan mencocokkan morfologi

parasit dengan gambar yang diperoleh dari buku manual identifikasi oleh Kabata

(1985) dan Hoffman (1999).

Page 28: IDENTIFIKASI EKTOPARASIT PADA IKAN LELE DUMBO

14

3.4.4. Isolasi dan Identifikasi Jamur

Isolasi dilakukan di dalam laminar air flow. Isolat jamur diperoleh dari luka

yang terdapat pada permukaan tubuh ikan lele dumbo. Organ kulit tersebut diisolasi

ke dalam media SDA (Sabouraud Dextrose Agar) yang optimum untuk

pertumbuhan jamur, lalu diinkubasi dalam inkubator dengan suhu 27 C selama 3

– 4 hari.

Sampel yang telah ditumbuhkan pada media SDA sebelumnya, terdiri dari

berbagai macam koloni jamur. Untuk mempermudah identifikasi jamur maka isolat

harus dimurnikan. Proses pemurnian dilakukan dengan menginokulasikan satu

persatu jenis koloni jamur menggunakan jarum steril dari media SDA yang lama ke

media SDA yang baru dan diinkubasi pada suhu 27 C selama 2-7 hari untuk

mendapatkan inokulum jamur murni.

Jamur yang telah dimurnikan, selanjutnya dilakukan pewarnaan agar bisa

diamati. Pewarnaan jamur dilakukan dengan meneteskan larutan lactophenol blue

pada kaca objek menggunakan pipet tetes sebanyak satu tetes, selanjutnya inokulum

jamur diambil dan diletakkan pada kaca objek tersebut. Tutup menggunakan kaca

penutup dan sisa pewarnaan diserap menggunakan tisu.

Preparat yang telah dibuat kemudian diamati secara mikroskopis di bawah

mikroskop yang telah dilengkapi kamera dengan perbesaran 400x. Jamur yang

terlihat kemudian didokumentasikan untuk diidentifikasi. Identifikasi jamur

dilakukan dengan metode konvensional yang terdiri dari pengamatan secara

makroskopis dan mikroskopis. Identifikasi makroskopis dilakukan dengan

mengamati warna, bentuk, dan tekstur koloni dan mikroskopis dengan mengamati

morfologi konidia, fialid, dan konidiofor mengacu pada St-Germain dan

Summerbell (1996).

3.4.5. Pengukuran Faktor Fisika-Kimia Air

Faktor fisika-kimia air yang diukur antara lain suhu air, pH, dissolved

oxygen (DO), dan amoniak. Pengukuran faktor fisika-kimia dilakukan selama

kegiatan pengambilan sampel. Hasil pengukuran faktor fisika-kimia air kemudian

dibandingkan dengan SNI 01-6484.5 (2002) tentang persyaratan kualitas air untuk

pembesaran ikan lele dumbo di kolam (Tabel 1).

Page 29: IDENTIFIKASI EKTOPARASIT PADA IKAN LELE DUMBO

15

Tabel 1. Kualitas air untuk pemeliharaan ikan lele dumbo

Parameter Satuan Baku Mutu Air

Suhu °C 25-30

pH - 6,5-8

DO mg/l >3

Amoniak mg/l <0,01

3.5. Analisis Data

Analisis data dilakukan secara deskriptif kuantitatif. Data ektoparasit diolah

menggunakan microsoft excel 2019 yang bertujuan untuk mengetahui jumlah total

dan jumlah tiap jenis ektoparasit yang ditemukan. Rumus yang digunakan untuk

menganalisis tingkat serangan parasit, yaitu menggunakan perhitungan prevalensi,

intensitas, dan dominansi parasit menurut Kabata (1985) sebagai berikut :

Prevalensi = 𝑱𝒖𝒎𝒍𝒂𝒉 𝒊𝒏𝒅𝒊𝒗𝒊𝒅𝒖 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒕𝒆𝒓𝒊𝒏𝒇𝒆𝒌𝒔𝒊

𝑻𝒐𝒕𝒂𝒍 𝒊𝒏𝒅𝒊𝒗𝒊𝒅𝒖 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒅𝒊𝒂𝒎𝒂𝒕𝒊 𝒙 𝟏𝟎𝟎%

Intensitas = 𝑱𝒖𝒎𝒍𝒂𝒉 𝒑𝒂𝒓𝒂𝒔𝒊𝒕 𝑨 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒎𝒆𝒏𝒈𝒊𝒏𝒇𝒆𝒌𝒔𝒊

𝑻𝒐𝒕𝒂𝒍 𝒊𝒏𝒅𝒊𝒗𝒊𝒅𝒖 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒕𝒆𝒓𝒔𝒆𝒓𝒂𝒏𝒈 𝒑𝒂𝒓𝒂𝒔𝒊𝒕 𝑨

Dominansi = 𝑱𝒖𝒎𝒍𝒂𝒉 𝒔𝒂𝒕𝒖 𝒋𝒆𝒏𝒊𝒔 𝒑𝒂𝒓𝒂𝒔𝒊𝒕 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒎𝒆𝒏𝒈𝒊𝒏𝒇𝒆𝒌𝒔𝒊 𝒊𝒏𝒅𝒊𝒗𝒊𝒅𝒖

𝑻𝒐𝒕𝒂𝒍 𝒑𝒂𝒓𝒂𝒔𝒊𝒕 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒎𝒆𝒏𝒈𝒊𝒏𝒇𝒆𝒌𝒔𝒊 𝒔𝒂𝒎𝒑𝒆𝒍𝒙 𝟏𝟎𝟎%

Hasil perhitungan prevalensi dan intensitas parasit dimasukkan dalam

kategori prevalensi dan intensitas parasit yang disajikan pada Tabel 2 dan Tabel 3.

Tabel 2. Kriteria prevalensi infeksi parasit (Williams & Williams, 1996)

No. Prevalensi (%) Kategori Keterangan

1 100 – 99 Selalu Infeksi sangat parah

2 98 – 90 Hampir selalu Infeksi Parah

3 89 – 70 Biasanya Infeksi sedang

4 69 – 50 Sangat sering Infeksi Sangat sering

5 49 – 30 Umumnya Infeksi Biasa

6 29 – 10 Sering Infeksi Sering

7 9 – 1 Kadang Infeksi Kadang

8 < 1 – 0,1 Jarang Infeksi Jarang

9 < 0,1 – 0,1 Sangat Jarang Infeksi Sangat Jarang

10 < 0,01 Hampir Tidak Pernah Infeksi Super Infeksi

Tabel 3. Kriteria intensitas infeksi parasit (Williams & Williams, 1996)

No. Intensitas (ind/ekor) Kategori

1 < 1 Sangat rendah

2 1 – 5 Rendah

3 6 – 55 Sedang

4 51– 100 Parah

5 >100 Sangat parah

6 >1000 Super infeksi

Page 30: IDENTIFIKASI EKTOPARASIT PADA IKAN LELE DUMBO

16

Untuk mengetahui hubungan antara faktor fisika-kimia air dengan

keberadaan ektoparasit dilakukan analisis korelasi rank spearman menggunakan

program IBM SPSS Statistic 20. Data yang dianalisis adalah data hasil pengukuran

faktor fisika-kimia air yang diambil pada saat pengambilan sampel meliputi suhu

air, pH, DO, dan amoniak.

Page 31: IDENTIFIKASI EKTOPARASIT PADA IKAN LELE DUMBO

17

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Genus Ektoparasit Pada Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) yang

Dibudidayakan di CIbubur, Jakarta Timur

Sampel ikan lele dumbo berjumlah 30 ekor yang diambil dari tiga kolam di

kolam budidaya Cibubur, Jakarta Timur. Ikan lele dumbo yang terinfeksi parasit

berjumlah 19 dari 30 ekor ikan yang diperiksa. Berdasarkan hasil identifikasi

ektoparasit pada ikan lele dumbo, didapatkan tiga genus ektoparasit yaitu

Trichodina, Spiroxys, dan Quadriacantus (Gambar 7).

Gambar 7. Genus ektoparasit yang ditemukan pada ikan lele dumbo (Clarias

gariepinus) yang dibudidayakan di Cibubur, Jakarta Timur

Berdasarkan daerah organ ditemukannya, ektoparasit pada insang lebih

banyak ditemukan dibandingkan lendir permukaan tubuh. Pada penelitian ini

insang dari ikan lele dumbo yang terinfeksi parasit memiliki gejala klinis warna

insang menjadi pucat. Parasit Trichodina lebih banyak ditemukan pada insang ikan,

hal ini diduga karena Trichodina memakan sel darah merah dan epitel insang ikan.

Pada bagian insang, sel darah merah yang terkandung lebih banyak dibandingkan

permukaan tubuh. Menurut Irianto (2005), insang terdiri dari lamella yang menjadi

tempat pertukaran darah atau cairan sehingga insang kaya akan pembuluh darah.

Parasit Quadriacanthus lebih banyak ditemukan pada bagian insang hal ini karena

umumnya parasit ini menempelkan haptornya di antara dua lamella insang yang

berdekatan, ruang interlamelar pada insang primer dan di daerah atas (distal) dari

Page 32: IDENTIFIKASI EKTOPARASIT PADA IKAN LELE DUMBO

18

lamella insang sekunder (Mashaly & Allam, 2019). Selain pada insang, parasit

Quadriacanthus juga ditemukan pada integumen yang lunak (Anshary, 2016).

Spiroxys merupakan cacing nematoda dan umumnya menjadi endoparasit pada

ikan. Ditemukannya Spiroxys sebagai ektoparasit pada penelitian diduga berasal

dari pemberian pakan ikan lele dumbo dengan usus dari limbah ikan air tawar

konsumsi.

4.1.1. Trichodina

Parasit Trichodina termasuk kelas Ciliata; ordo Mobilina; famili

Trichodinidae; genus Trichodina. Ciri-ciri yang teramati adalah bentuk seperti

cawan, tampak adanya silia, terdapat adhesive disk, pada bagian tengah terdapat

denticulate ring dengan morfologi denticle terbagi menjadi tiga bagian yang jelas,

yaitu blade, central part dan inner thorn dengan bentuk yang khas (Gambar 7),

membran dari adoral zone berputar berlawanan dengan arah jarum jam, adoral

spiral berkisar 360º. Karakteristik morfometri yang didapat adalah adhesive disk

diameter = 5,39 µm, denticle diameter = 3,64 µm, dan jumlah radial pins = 26. Hal

ini sesuai dengan Kabata (1985) yang menyatakan Trichodina memiliki bentuk

tubuh besar agak cekung dengan adoral ciliary melingkar berukuran 50-100 μm

yang dikelilingi oleh border membran, bagian tengah adhesive disc membentuk

bulatan-bulatan, denticle blade melengkung tajam dengan meruncing pada sisi

posterior blade dan menonjol pada sisi anterior.

Gambar 8. Morfologi Trichodina (A) yang memperlihatkan; 1. Silia; 2. Radial

pins; 3. Blade; 4. Inner thorn; 5. Adhesive disc; 6. Denticulate ring dan

karakteristik morfometri dari Trichodina sp. (B) yang memperlihatkan:

add: adhesive disc diameter; dd: denticulate ring diameter; rp: radial

pins

Page 33: IDENTIFIKASI EKTOPARASIT PADA IKAN LELE DUMBO

19

Gejala yang ditunjukkan pada sampel ikan yang terinfeksi Trichodina

adalah berenang tidak menentu di pinggir kolam, warna insang menjadi pucat,

tampak adanya warna putih pada bagian permukaan kulit, dan produksi lendir yang

berlebihan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Nurrochmah dan Riwidiharso (2016)

bahwa gejala klinis yang terkait dengan infestasi Trichodina yaitu adanya lesi pada

kulit, perubahan warna kulit, dermatitis dan produksi mukus yang berlebih sehingga

menyebabkan ikan berwarna putih keabu-abuan. Gejala klinis lainnya dilaporkan

oleh Majumder, Panda, & Bandyopadhyay (2013) bahwa kondisi ikan yang

terinfeksi akan menjadi kurang aktif dan lamban. Ikan yang terinfeksi berat

menunjukkan penampilan kemerahan dan bintik-bintik putih muncul di permukaan

tubuh termasuk insang.

Keberadaan Trichodina dalam air meningkat pada pergantian musim dari

musim kemarau ke musim penghujan. Parasit ini berenang secara bebas,

melepaskan diri dari tubuh ikan lele dumbo dan dapat hidup lebih dari dua hari

tanpa adanya host definitif. Tubuh Trichodina terbagi menjadi dua bagian, yaitu

anterior dan posterior yang bentuknya cekung seperti mangkuk dan berfungsi

sebagai alat penempel pada host definitif.

Parasit mampu berkembang biak dengan cepat sehingga inang akan

mengalami kerusakan pada jaringan yang diakibatkan oleh aktivitas pergerakan dan

makan. Menurut Riwidiharso, Alfarisi, dan Rokhmani (2019), parasit Trichodina

menempel dan akan berputar 360o dengan menggunakan silia sehingga akan

merusak sel-sel disekitar seperti memakan sel epitel yang hancur. Hal ini

mengakibatkan iritasi pada permukaan tubuh ikan sehingga kulit mendegradasi

patogen dengan mensekresi mukus yang berlebih sebagai antibodi.

4.1.2. Spiroxys

Parasit ini termasuk filum Nemathelminthes; kelas Chromadorea; ordo

Spirurida; famili Gnathostomatidae; genus Spiroxys. Parasit Spiroxys yang

ditemukan adalah stadium larva. Morfologi larva berbentuk ramping dengan ujung

ekor meruncing, bibir trilob, dan belum tampak adanya organ reproduksi secara

sempurna (Gambar 8). Morfologi cacing dewasa berdasarkan penelitian Palumbo

et al. (2016) berbentuk ramping, dan tidak berwarna. Mulut dikelilingi oleh dua

bibir trilob dengan lapisan kutikula agak tebal yang menonjol ke anterior di setiap

Page 34: IDENTIFIKASI EKTOPARASIT PADA IKAN LELE DUMBO

20

lobus median untuk membentuk gigi tumpul, Setiap bibir mengandung satu papila

lateral dan dua papila submedian. Papila serviks terletak di posterior dari pori

ekskretoris. Ekor agak pendek pada kedua jenis kelamin, berakhir dengan ujung

yang tajam. Spikula sangat ramping dan memiliki ujung yang lentur seperti filiform.

Ciri umum genus Spiroxys adalah gubernakulum, median papilla genital pada

jantan, dan dua dorsolateral papillae di ekor betina.

Gambar 9. Morfologi Spiroxys meliputi seluruh tubuh (A), bagian posterior (B),

dan bagian anterior (C)

Keberadaan larva Spiroxys dalam penelitian ini diduga karena pemberian

pakan yang terinfeksi larva cacing Spiroxys seperti pemberian usus ikan konsumsi

air tawar yang menjadi inang definitif dari cacing ini. Siklus hidup dimulai saat

cacing Spiroxys dewasa berkopulasi di tubuh inang dan cacing betina yang

mengandung larva menuju lumen usus. Telur menetas menjadi larva stadium I yang

hidup bebas di air dan dimakan oleh inang perantara seperti cacing Tubifex,

Copepoda, Cyclops, atau insekta lainnya hingga berkembang menjadi larva stadium

II. Selanjutnya dimakan oleh inang definitif ikan dan berkembang menjadi larva

stadium III. Larva Spiroxys melekat pada lapisan muskularis mukosa dan

berkembang menjadi cacing dewasa pada ikan sebagai inang definitif. Parasit ini

menyelesaikan siklus hidupnya di lingkungan akuatik dan mencapai kematangan

seksualnya di inang akuatik (Salgado-Maldonado et al., 2020).

Spiroxys merupakan nematoda yang umumnya menginfeksi ikan dengan

menjadi endoparasit. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Lucas

et al. (2006) yang menemukan Spiroxys pada saluran pencernaan Oreochromis

Page 35: IDENTIFIKASI EKTOPARASIT PADA IKAN LELE DUMBO

21

aureus. Gejala yang ditimbulkan apabila ikan terinfeksi, yaitu anemia dan

kerusakan pada usus (Rokhmani & Budianto, 2017; Santos et al., 2009). Beberapa

ikan air tawar dilaporkan telah menjadi inang bagi larva genus ini antara lain

Cyprinus carpio, Tilapia rendalli, Oreochromis aureus, dan Clarias gariepinus

(Garrido-Olvera et al, 2017; Santos et al., 2009).

4.1.3. Quadriacanthus

Parasit Quadriacanthus merupakan parasit yang umumnya ditemukan pada

genus Clarias. Parasit ini termasuk filum Platyhelminthes; kelas Monogenea;

subordo Monopisthocotylea; ordo Dactylogyrida; famili Ancyrocephalidae; genus

Quadriacanthus. Ciri yang teramati memiliki bintik mata dalam jumlah banyak,

satu haptor, haptoral memiliki dua pasang anchor yang dihubungkan oleh

transverse bar (Gambar 9). Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Anshary

(2016) genus Quadriacanthus memiliki karakteristik menciri yaitu memiliki satu

haptor (organ tempel bagian posterior), mulut tidak dikelilingi oleh oral sucker,

haptoral memiliki dua pasang anchor yang bentuk dan ukurannya berbeda-beda,

anchor dihubungkan oleh transverse bar, dengan marginal hook berjumlah ± 14

buah dengan ukuran yang berbeda, ovipar dengan tampak adanya testis dan

ovarium, Pada genus Quadriacanthus memiliki bentuk anchor yang khas dan

memiliki bintik mata yang banyak.

Gambar 10. Morfologi Quadriacanthus: bagian seluruh tubuh (A), bagian

posterior (B) yang memperlihatkan: 1. Transverse bar, 2. Anchor,

bagian anterior (C) yang memperlihatkan: 1. Gland organ, 2. Bintik

mata

Page 36: IDENTIFIKASI EKTOPARASIT PADA IKAN LELE DUMBO

22

Ikan yang terinfeksi parasit ini menunjukkan gejala klinis, yaitu berenang

tidak normal dengan menggesekan badannya ke pinggir-pinggir kolam, warna

insang pucat, dan geripis pada sirip. Hal ini sesuai dengan penelitian Putri et al.

(2016) yang menyatakan ikan lele yang terinfeksi parasit Monogenea memiliki

gejala klinis sungut patah, perubahan warna insang menjadi pucat, sirip dada, sirip

punggung, dan sirip ekor geripis dan berwarna merah. Pergerakan parasit ini dapat

menyebabkan perubahan morfologi pada bagian kulit dan insang. Genus

Quadriacanthus menggunakan sklerit haptoral untuk menempel antara lamella atau

filamen insang yang menyebabkan perubahan histopatologi seperti nekrosis,

pecahnya sel darah, pembengkakan dan kerusakan jaringan lamella insang (Grano-

Maldonado et al., 2018; Mashaly & Allam, 2019). Parasit ini umumnya ditemukan

pada genus Clarias Beberapa spesies telah diidentifikasi adalah Quadriacanthus

volataensis dari ikan Clarias walkeri di Ghana Q. clariadis dari ikan C. lazera di

Israel, dan Q. kobiensis dari ikan C. batrachus di Vietnam (Kritsky & Kulo, 1988;

Molnár & Mossalam, 1985).

Ikan yang terinfeksi ektoparasit memicu terjadinya luka pada tubuh yang

memungkinkan terjadinya infeksi sekunder oleh parasit lain yang dapat

menginfeksi dengan cepat seperti jamur. Berdasarkan hasil identifikasi jamur dari

luka pada permukaan tubuh ikan lele dumbo didapatkan jamur dari filum

Ascomycota, kelas Eurotiomycetes, dan genus yaitu Aspergillus dan Penicillium.

Dari 30 individu yang diperiksa, sebanyak 22 individu ditemukan jamur.

4.1.4. Aspergillus

Berdasarkan morfologi koloni yang diamati koloni berbentuk bulat, warna

hijau kekuningan, koloni halus, tepi koloni meruncing berwarna putih, dan pada

bagian bawah koloni berwarna kekuningan hingga coklat (Gambar 10).

Pengamatan secara mikroskopis terlihat adanya konidia berbentuk bulat, susunan

konidia berbentuk rantai yang lepas, bentuk konidiofor bulat berdinding kasar

berwarna, terdapat vesikel berbentuk semi bulat (Gambar 11). Menurut St-Germain

dan Summerbell (1996), warna koloni genus Aspergillus kuning coklat, hijau

kekuningan dengan tekstur halus, secara mikroskopis terdapat konidia berukuran 4

µm berbentuk bulat berwarna hijau kebiruan dan permukaan bergerigi dengan

tangkai pendek halus berwarna kehijauan, panjang konidiofor ≤850 µm. Vesikel

Page 37: IDENTIFIKASI EKTOPARASIT PADA IKAN LELE DUMBO

23

berbentuk clavate dan bulat dengan ukuran 40 µm terdapat fialid dan sterigmata

yang menutupi setengah bagian atas dari vesikel.

Gambar 11. Morfologi koloni Aspergillus: tampak depan (A) dan tampak

belakang (B)

Gambar 12. Pengamatan mikroskopis Aspergillus yang memperlihatkan bagian:

konidia (A), fialid (B), vesikel (C), dan konidiofor (D)

Gejala yang ditimbulkan pada ikan adalah terdapat hifa yang menyerupai

kapas pada luka di permukaan tubuh. Menurut Kusdarwati et al. (2016), infeksi

jamur pada ikan dapat mengakibatkan pertumbuhan lama, berat badan berkurang

dan efek jangka panjang menyebabkan gangguan pada hati yang berakibat

tingginya mortalitas ikan. Infeksi jamur Aspergillus dapat mengakibatkan infeksi

sirip yang menyebabkan terjadinya kerusakan sirip ikan. Infeksi pada area sensitif

seperti insang dan mata dapat berakibat fatal, karena pertumbuhan hifa jamur pada

mata dapat menyebabkan kebutaan sebagian atau seluruhnya dan mengakibatkan

ikan mati (Iqbal, Sheikh, & Mughal, 2012).

Jamur Aspergillus dapat menghasilkan aflatoksin, yaitu senyawa hasil

metabolit sekunder yang bersifat karsinogenik. Salah satu jenis aflatoksin pada

Page 38: IDENTIFIKASI EKTOPARASIT PADA IKAN LELE DUMBO

24

permasalahan dalam budidaya adalah aflatoksin B1 (AFB1) (Mohebbi et al., 2014).

AFB1 termasuk jenis mikotoksin berbahaya dan ditemukan mengkontaminasi

pakan ternak di Indonesia. Kondisi iklim tropis dan tempat penyimpanan pakan

yang lembab sangat sesuai untuk pertumbuhan jamur Aspergillus dalam

memproduksi mikotoksin (Bryden, 2012).

Hasil isolasi jamur dari pakan yang diberikan pada ikan lele dumbo di

Cibubur ditemukan adanya kontaminasi jamur Aspergillus. Kontaminasi jamur

Aspergillus dari pakan ikan lele dumbo yang digunakan (Gambar 12). Sejumlah

spesies Aspergillus seperti A. flavus, A. japonicus, dan A. terreus dilaporkan

menginfeksi ikan air tawar dan diduga menyebabkan infeksi melalui pakan ikan

yang terkontaminasi (Saleem et al., 2012).

Gambar 13. Koloni jamur Aspergillus yang berasal dari isolasi pakan yang

digunakan untuk ikan lele dumbo yang dibudidayakan di Cibubur,

Jakarta Timur: Tampak depan (A) dan tampak belakang (B)

4.1.5. Penicillium

Jamur Penicillium yang ditemukan memiliki ciri-ciri makroskopis warna

koloni hijau keabu-abuan dengan tekstur koloni halus, tepi koloni meruncing

berwarna putih, dan pada bagian bawahnya berwarna kekuningan sampai coklat

(Gambar 13). Pada ciri mikroskopis ditemukan adanya konidia berbentuk bulat

tersusun seperti rantai, fialid berbentuk silindris dan konidiofor panjang (Gambar

14). Hal ini sesuai dengan pernyataan Gandjar et al., (1999) bahwa koloni jamur

Penicillium memiliki permukaan halus dan berwarna hijau kekuningan hingga

kebiruan. Warna koloni akan semakin gelap seiring pertambahan umur koloni.

Struktur mikroskopis ditemukan adanya hifa hialine, bersekat, konidia, fialid, dan

konidiofor. Konidiofor berdinding halus, bercabang tingkat satu. Fialid berbentuk

Page 39: IDENTIFIKASI EKTOPARASIT PADA IKAN LELE DUMBO

25

silindris dan pada ujung fialid dilengkapi dengan konidia berwarna kehijauan yang

berbentuk bulat dan tersusun seperti rantai berdinding kasar.

Gambar 14. Morfologi koloni Penicillium: Tampak depan (A) dan tampak

belakang (B)

Gambar 15. Pengamatan mikroskopis Penicillium yang memperlihatkan bagian:

konidia (A), fialid (B), dan konidiofor (C)

Ditemukannya jamur Penicillium pada ikan lele dumbo dikategorikan oleh

Mohamed dan Kenawy (2010) sebagai mikroorganisme normal pada ikan air tawar.

Walaupun merupakan mikroorganisme normal dari ikan, namun dapat

menghasilkan penyakit karena merupakan jamur oportunistik dan banyak

diantaranya memiliki faktor virulensi yang memungkinkannya untuk menyebabkan

penyakit.

4.2. Prevalensi dan Intensitas Ektoparasit Pada Ikan Lele Dumbo

Populasi ektoparasit pada ikan lele dumbo dapat dimonitor melalui

identifikasi parasit yaitu dengan cara menghitung prevalensi dan derajat infeksinya

(Mas’ud, 2011). Prevalensi adalah presentasi ikan yang terserang penyakit dibagi

Page 40: IDENTIFIKASI EKTOPARASIT PADA IKAN LELE DUMBO

26

dengan jumlah sampel ikan yang diamati. Prevalensi hanya untuk mengetahui

presentase jumlah ikan yang terserang penyakit disetiap lokasi. Sedangkan untuk

mengetahui besarnya serangan parasit pada ikan per individu dilakukan dengan cara

menghitung derajat infeksi, sehingga dapat diketahui berapa besar tingkat serangan

parasit pada setiap ikan.

Perhitungan prevalensi dibutuhkan untuk mengetahui persentase jumlah

ikan yang terinfeksi ektoparasit. Prevalensi ektoparasit tertinggi yaitu genus

Trichodina pada kolam 1 dengan persentase 70% dan termasuk kategori infeksi

sedang (Tabel 4). Intensitas tertinggi yaitu pada genus Trichodina di kolam 1 yang

mencapai 169,3 individu/ekor dan termasuk kategori sangat parah.

Tabel 4. Prevalensi dan intensitas ektoparasit pada ikan lele dumbo yang

dibudidayakan di Cibubur, Jakarta Timur

Kolam Genus Parasit P (%) Kategori I (Ind/

ekor) Kategori

1 Trichodina 70 Infeksi sedang 169,3 Sangat parah

Quadriacanthus 30 Infeksi biasa 13,3 Sedang

2 Trichodina 60 Infeksi sangat sering 130,0 Sangat parah

Spiroxys 50 Infeksi sangat sering 8,0 Sedang

Quadriacanthus 50 Infeksi sangat sering 6,2 Sedang

3 Quadriacanthus 20 Infeksi sering 9,0 Sedang

Keterangan: P: Prevalensi I: Intensitas Ind: Individu

Parasit Trichodina memiliki tingkat prevalensi tertinggi, hal ini diduga

berkaitan dengan siklus hidup yang berlangsung cepat dalam kolam budidaya.

Trichodina mempunyai siklus hidup langsung tanpa membutuhkan inang perantara

sehingga bila kondisi lingkungan mendukung untuk pertumbuhannya, maka parasit

akan berkembang biak lebih cepat (Haris & Asran, 2015).

Faktor lain yang mempengaruhi tingginya nilai prevalensi dan intensitas

Trichodina adalah kondisi lingkungan kolam dan kepadatan ikan pada kolam

pemeliharaan. Menurut Handayani, Adiputra, dan Wardiyanto (2012), kualitas air

yang kurang baik dan kepadatan populasi ikan yang tinggi di kolam pemeliharaan

akan mempercepat penularan parasit karena terjadi gesekan antar ikan yang dapat

menimbulkan luka dan akan menyebabkan infeksi sekunder. Tingginya nilai

prevalensi Trichodina pada ikan lele dumbo juga dilaporkan oleh Sigit et al. (2019)

dengan tingkat prevalensi mencapai 64%. Intensitas Trichodina tinggi disebabkan

oleh ketidakseimbangan hubungan antara inang, parasit, dan lingkungan. Kualitas

Page 41: IDENTIFIKASI EKTOPARASIT PADA IKAN LELE DUMBO

27

air yang buruk dan pH yang tidak sesuai juga menjadi faktor pendukung tingginya

nilai intensitas

Prevalensi dan intensitas tidak berbeda secara signifikan karena parasit

dapat mencapai prevalensi dan intensitas yang tinggi dalam budidaya, sehingga

jumlah ikan yang terkena dampak dan jumlah parasit per inang meningkat, yang

membuat penyakit menjadi semakin parah (Thoney & Hargis, 1991). Prevalensi

jamur pada ikan lele dumbo yang dibudidayakan di Cibubur, Jakarta Timur

menunjukkan infeksi jamur Aspergillus termasuk kategori parah pada kolam 2

(Tabel 5). Tingginya prevalensi jamur Aspergillus diduga karena kontaminasi dari

pakan yang digunakan sehingga spora jamur terdapat dalam air kolam dan

menempel pada tubuh ikan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan

oleh Chauhan, Lone, dan Beigh (2014) diketahui bahwa Aspergillus sp. sangat

patogen terhadap ikan karena penyebaran konidia sangat cepat sehingga dapat

menyebabkan ikan terinfeksi dengan cepat dan dapat menimbulkan kematian pada

ikan.

Tabel 5. Prevalensi jamur pada ikan lele dumbo yang dibudidayakan di Cibubur,

Jakarta Timur

Kolam Filum Genus Prevalensi (%) Kategori

1 Ascomycota Aspergillus 70 Infeksi sedang

2 Ascomycota Aspergillus

Penicillium

90 Infeksi parah

30 Infeksi biasa

3 Ascomycota Aspergillus 60 Infeksi sangat sering

4.3. Dominansi Ektoparasit Pada Ikan Lele Dumbo

Dominansi ektoparasit merupakan keberadaan suatu parasit tertentu yang

mendominasi di antara parasit lainnya. Parasit yang mendominasi pada kolam 1 dan

2 adalah Trichodina dan Quadriacanthus pada kolam 3 (Gambar 16). Menurut

Handayani et al., (2012), bahwa semakin besar nilai indeks dominansi maka

menunjukkan adanya kecenderungan spesies tertentu yang mendominasi.

Dominansi Trichodina diduga disebabkan karena kemampuannya dalam

berkembang biak secara cepat. Menurut Islami, Prayogo, dan Triyanto (2017),

parasit Trichodina sp. memiliki siklus hidup langsung dengan hanya memiliki satu

inang definitif tanpa memerlukan inang perantara dan berkembang biak dengan

cara pembelahan biner.

Page 42: IDENTIFIKASI EKTOPARASIT PADA IKAN LELE DUMBO

28

Pada penelitian tidak ditemukan parasit Trichodina pada kolam 3 diduga

karena kondisi faktor fisika-kimia air di kolam 3 tidak mendukung untuk

keberlangsungan hidup dari Trichodina sehingga parasit Quadriacanthus

mendominasi. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Afifah, Abdulgani, dan

Mahasri (2014), peningkatan dan penurunan jumlah parasit Trichodina sp.

dipengaruhi oleh parameter lingkungan air seperti suhu, pH, dan DO.

Gambar 16. Dominansi (%) ektoparasit pada ikan lele dumbo yang dibudidayakan

di Cibubur, Jakarta Timur

4.4. Faktor Fisika-Kimia Air di Kolam Ikan Lele Dumbo yang Dibudidayakan

di Cibubur, Jakarta Timur

Kondisi lingkungan perairan merupakan hal yang penting dalam budidaya

ikan terutama ikan lele dumbo, jika kondisinya kurang menguntungkan ikan akan

mengalami stress. Hal ini menyebabkan ikan mudah terserang penyakit biasanya

disebabkan oleh parasit seperti cacing atau protozoa dan memicu pertumbuhan

jamur serta bakteri (Hernawati, 2015). Hasil pengukuran faktor fisika-kimia air

pada lokasi pengambilan sampel tersaji pada Tabel 6.

Tabel 6. Hasil rata-rata pengukuran faktor fisika-kimia air di kolam ikan lele

dumbo yang dibudidayakan di Cibubur, Jakarta Timur

Parameter Kolam

Baku Mutu Air I II III

Suhu (0C) 28,8 ± 0,35 29 ± 0,92 29,6 ± 0,42 25-30

pH 7,8 ± 0,04 8,3 ± 0,08 8,0 ± 0,09 6,5-8

DO (mg/L) 5,2 ± 0,17 4,2 ± 0,17 4,5 ± 0,16 >3

Amoniak (mg/L) 0,43 ± 0,08 0,69 ± 0,02 0,31 ± 0,05 <0,01

96,7 91,7

4,73,3 3,6

100

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

Kolam 1 Kolam 2 Kolam 3

Per

sen

tase

Trichodina Spiroxys Quadriacanthus

Page 43: IDENTIFIKASI EKTOPARASIT PADA IKAN LELE DUMBO

29

Kondisi kolam pemeliharaan ikan lele dumbo di Cibubur, Jakarta Timur

memiliki besaran luas kolam, populasi, dan umur ikan lele dumbo yang hampir

sama. Masing-masing kolam memiliki luas kolam 1 m x 4 m memiliki kepadatan

populasi ±250 ekor. Sumber air pada kolam pemeliharaan memiliki sumber air yang

sama yaitu dari air sumur dan menggunakan mesin pompa dengan air berwarna

hijau bening hal ini disebabkan karena faktor pemeliharaan kolam, yaitu frekuensi

pergantian air dilakukan setiap minggu sekali dan tidak beratap. Menurut Gunawan

(2016), kelebihan sinar matahari akan menyebabkan pertumbuhan lumut tidak

terkendali, oksigen dan kualitas air menurun, air cepat kotor. Hal ini menyebabkan

ikan menjadi stress dan lemah sehingga mudah terserang penyakit.

Faktor fisika-kimia air yang diukur menunjukkan nilai suhu 28,8 – 29,6 0C

dan nilai DO >3 hal ini sesuai dengan SNI 01-6484.5 (2002) tentang persyaratan

kualitas air untuk pembesaran ikan lele dumbo di kolam. Suhu air selama

pemeliharaan lele dumbo berkisar antara 28-30 0C hal ini diduga karena kondisi

permukaan kolam budidaya dipenuhi oleh tanaman eceng gondok (Lampiran 7).

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Triyatmo dan Probosunu

(2002) bahwa penggunaan tanaman air pada budidaya ikan lele dumbo sebagai

pelindung atau peneduh bagi ikan dalam kolam.

Pada kolam 3 tidak ditemukan adanya parasit Trichodina, diduga karena

suhu air pada kolam 3 mendekati 30 0C dan keberadaan parasit pada ikan

dipengaruhi oleh suhu lingkungan. Menurut Majumder, Panda, & Bandyopadhyay

(2013), Trichodina sp. bereproduksi dengan cara pembelahan biner dengan suhu

optimum untuk reproduksi 20 – 29 0C dan pada suhu tinggi siklus hidup parasit ini

terpengaruh atau sebagian besar tetap dalam tahap dorman.

Nilai pH cukup tinggi pada kolam 2 dan 3 yaitu, berkisar 8,0-8,3 yang

berarti melewati ambang batas ketentuan SNI, karena nilai pH yang baik untuk

pertumbuhan ikan lele dumbo di kolam pemeliharaan berkisar 6,5-8. Menurut

Supono (2015), nilai pH yang tinggi (>8) dalam lingkungan budidaya akan

meningkatkan kandungan amonia dalam air sehingga mempengaruhi proses

metabolisme, pertumbuhan, dan perkembangan ikan.

Kadar amoniak di kolam budidaya Cibubur adalah 0,31-0,68 mg dan

melebihi ambang batas. Hal ini tidak sesuai dengan ketentuan SNI bahwa kadar

Page 44: IDENTIFIKASI EKTOPARASIT PADA IKAN LELE DUMBO

30

amoniak yang baik untuk pembesaran ikan lele dumbo di kolam adalah < 0,01

mg/L. Tingginya kadar amoniak diduga karena pemberian pakan yang berlebih dan

pergantian air pada kolam yang tidak teratur. Hal ini didukung oleh pernyataan

Larasati, Mahasri, dan Kusnoto (2020), menyatakan faktor yang mempengaruhi

tingginya kadar amoniak adalah penggunaan pakan yang berlebih. Faktor lain yang

mempengaruhi tingginya amoniak adalah konsentrasi oksigen terlarut dalam air.

Semakin rendah konsentrasi kadar oksigen dalam air, maka semakin besar toksisitas

amoniak. Kadar amoniak tinggi dapat menurunkan kandungan oksigen dalam darah

yang mengakibatkan suplai oksigen yang dibutuhkan menjadi terganggu. Hal ini

dapat menyebabkan turunnya nafsu ikan dan pertumbuhan ikan menjadi terhambat.

4.5. Hubungan Faktor Fisika-Kimia Air Dengan Keberadaan Ektoparasit

Pada Ikan Lele Dumbo yang Dibudidayakan di Cibubur, Jakarta Timur

Untuk mengetahui hubungan faktor fisika-kimia air dengan keberadaan

ektoparasit dilakukan analisis korelasi. Ektoparasit berkembang biak dengan cepat

pada kondisi lingkungan perairan yang buruk ditandai dengan tingginya amoniak

dan nitrit serta adanya fluktuasi pH, oksigen terlarut dan suhu. Selain perubahan

suhu, kadar oksigen terlarut yang rendah dapat menurunkan nafsu makan ikan,

akibatnya ikan menjadi lemah dan mudah terinfeksi oleh parasit (Amri &

Khairuman, 2002). Hubungan yang terjadi antara faktor fisika-kimia air terhadap

keberadaan ektoparasit pada ikan lele dumbo yang dibudidayakan di Cibubur,

Jakarta Timur tersaji pada Tabel 7.

Tabel 7. Hasil analisis korelasi faktor fisika-kimia terhadap keberadaan ektoparasit

pada ikan lele dumbo yang dibudidayakan di Cibubur, Jakarta Timur

Parameter Trichodina Spiroxys Quadriacanthus

Suhu (0C) (-) (-) (-)

pH (-) (+) (+)

DO (mg/L) (+) (-) (-)

Amoniak (mg/L) (+) (+) (+)

Keterangan: (+): Korelasi positif (-): Korelasi negatif

Korelasi yang terjadi antara faktor fisika-kimia air dengan keberadaan

ektoparasit Trichodina adalah korelasi negatif terhadap suhu dan pH, korelasi

positif terhadap DO dan amoniak. Hal ini menunjukkan keberadaan trichodina

dipengaruhi oleh kadar DO dan amoniak, semakin tinggi kadar oksigen terlarut dan

Page 45: IDENTIFIKASI EKTOPARASIT PADA IKAN LELE DUMBO

31

amoniak dalam air maka akan semakin meningkat juga jumlah parasit Trichodina

di lingkungan budidaya.

Korelasi antara faktor fisika-kimia air dengan keberadaan ektoparasit

Spiroxys adalah korelasi positif terhadap pH dan amoniak, korelasi negatif terhadap

suhu dan DO. Korelasi yang terjadi antara faktor fisika-kimia air dengan

keberadaan ektoparasit Quadriacanthus adalah korelasi positif terhadap pH dan

amoniak, korelasi negatif terhadap suhu dan DO. Keberadaan parasit Spiroxys dan

Quadriacanthus dipengaruhi oleh nilai pH dan amoniak di lingkungan budidaya,

semakin tinggi nilai pH dan kadar oksigen yang terlarut dalam air maka semakin

meningkat juga jumlah parasit tersebut pada lingkungan budidaya.

Page 46: IDENTIFIKASI EKTOPARASIT PADA IKAN LELE DUMBO

32

BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

1) Genus ektoparasit yang ditemukan pada ikan lele dumbo yaitu Trichodina,

Quadriacanthus, Spiroxys, Aspergillus, dan Penicillium.

2) Prevalensi tertinggi ditemukan pada Trichodina dengan kategori infeksi

sangat sering dan Aspergillus kategori infeksi parah. Intensitas tertinggi

adalah Trichodina dengan kategori sangat parah. Ektoparasit yang

mendominasi adalah Trichodina.

3) Korelasi positif terdapat antara DO dan amoniak terhadap keberadan

Trichodina, antara pH dan amoniak terhadap keberadaan Quadriacanthus,

dan Spiroxys. Korelasi negatif terdapat antara suhu dan pH terhadap

Trichodina, antara suhu dan DO terhadap Quadriacanthus dan Spiroxys.

5.2. Saran

Perlu dilakukan pemantauan terhadap parameter fisika-kimia air secara

berkala khususnya meningkatkan efisiensi pemberian pakan untuk mencegah

tingginya amoniak agar dapat membatasi pertumbuhan dan perkembangan

ektoparasit.

Page 47: IDENTIFIKASI EKTOPARASIT PADA IKAN LELE DUMBO

33

DAFTAR PUSTAKA

Afifah, B., Abdulgani, N., & Mahasri, G. (2014). Efektivitas perendaman benih

ikan mas (Cyprinus carpio L.) dalam larutan perasan daun api-api (Avicennia

marina) terhadap penurunan jumlah Trichodina sp. Sains Dan Seni Pomits,

3(2), E58–E62.

Afrianto, E., Liviawaty, E., Jamaris, Z., & Hendi. (2015). Penyakit ikan. Jakarta:

Penebar Swadaya.

Al Hasyimia, U. S., Dewi, N. K., & Pribadi, T. A. (2016). Identifikasi ektoparasit

pada ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus) yang dibudidayakan di Balai

Benih Ikan (BBI) Boja Kendal. Life Science, 5(1), 1–8.

Ali, S. K., Koniyo, Y., & Mulis. (2013). Identifikasi ektoparasit pada ikan nila

(Oreochromis niloticus) di Danau Limboto Provinsi Gorontalo. Nike : Jurnal

Ilmiah Perikanan Dan Kelautan, 1(1985), 31–36. Retrieved from

https://ejurnal.ung.ac.id/index.php/nike/article/download/1231/980

Amri, K., & Khairuman. (2002). Budidaya lele dumbo secara intensif. Jakarta:

Agromedia Pustaka.

Anshary, H. (2016). Parasitologi ikan : Biologi, identifikasi, dan pengendaliannya.

Yogyakarta: Deepublish.

Badan Standardisasi Nasional. (2002). SNI 01-6484.5-2002 Tentang ikan lele

dumbo (Clarias gariepinus) : Kelas pembesaran di kolam. Jakarta: Badan

Standardisasi Nasional.

Badan Standardisasi Nasional. (2015). SNI 2332.6:2015. Tentang cara uji

mikrobiologi - Bagian 6: Penentuan parasit pada produk perikanan. Jakarta:

Badan Standardisasi Nasional.

Bryden, W. L. (2012). Mycotoxin contamination of the feed supply chain:

Implications for animal productivity and feed security. Animal Feed Science

and Technology, 173(1–2), 134–158.

https://doi.org/10.1016/j.anifeedsci.2011.12.014

Chauhan, R., Lone, S., & Beigh, A. (2014). Pathogenecity of three species of

Aspergillus (A. fumigatus, A. niger & A. sydowii) on some freshwater fishes.

Life Sciences Leaflets, 48(February), 65–72.

Daulay, A. H. (2010). Pemanfaatan larva Diptera sebagai pakan tambahan pada

budidaya ikan lele dumbo dalam upaya efisiensi biaya produksi. Jurnal

Pengabdian Kepada Masyarakat, 16(59), 1–6.

Gandjar, I., Samson, R. ., Santosa, I., Oetari, A., & Van Den Tweel-vermeulen, A.

(1999). Pengenalan kapang tropik umum. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Garrido-Olvera, L., Benavides-González, F., Rábago-Castro, J. L., Pérez-

Castañeda, R., & García-Prieto, L. (2017). Endohelminths of fishes of

commercial importance from Vicente Guerrero Reservoir, Tamaulipas,

Mexico. Comparative Parasitology, 84(2), 194–200.

https://doi.org/10.1654/1525-2647-84.2.194 Grano-Maldonado, M. I., Rodríguez-Santiago, M. A., García-Vargas, F., Nieves-

Soto, M., & Soares, F. (2018). An emerging infection caused by Gyrodactylus

cichlidarum Paperna, 1968 (Monogenea: Gyrodactylidae) associated with

massive mortality on farmed tilapia Oreochromis niloticus (L.) on the Mexican

Pacific Coast. Latin American Journal of Aquatic Research, 46(5), 961–968.

https://doi.org/10.3856/vol46-issue5-fulltext-9

Page 48: IDENTIFIKASI EKTOPARASIT PADA IKAN LELE DUMBO

34

Gunawan, S. (2016). 99% sukses budidaya lele. Jakarta: Penebar swadaya.

Handayani, R., Adiputra, Y. T., & Wardiyanto. (2012). Identifikasi dan keragaman

parasit pada ikan mas koki (Carrasius auratus) dan ikan mas (Cyprinus

carpio) yang berasal dari Lampung dan Luar Lampung. Aquasains, (1), 149–

155.

Haris, A., & Asran, A. (2015). Efektivitas pemanfaatan larutan paci-paci (Leucas

lavandulaefolia) terhadap perkembangan populasi parasit (Trichodina sp)

pada ikan lele dumbo (Clarias sp). Jurnal Ilmu Perikanan Octopus, 4(2), 405–

409.

Hashem, M. (2011). Isolation of mycotoxin-producing fungi from fishes growing

in aquacultures. Research Journal of Microbiology, 6(12), 862–872.

https://doi.org/10.3923/jm.2011.862.872

Hedayati, M. T., Pasqualotto, A. C., Warn, P. A., Bowyer, P., & Denning, D. W.

(2007). Aspergillus flavus: Human pathogen, allergen and mycotoxin

producer. Microbiology, 153(6), 1677–1692.

https://doi.org/10.1099/mic.0.2007/007641-0

Hee, H. N., & Kottelat, M. (2008). The identity of Clarias batrachus (Linnaeus,

1758), with the designation of a neotype (Teleostei: Clariidae). Zoological

Journal of the Linnean Society, 153(4), 725–732.

https://doi.org/10.1111/j.1096-3642.2008.00391.x

Hernawati, R. D. (2015). Inventarisasi patogen pada ikan botia (Chromobotia

macracanthus Bleeker) di Stasiun Karantina Ikan Kelas I Supadio , Pontianak.

Jurnal Sain Veteriner, 33(1), 103–109.

Hoffman, G. L. (1999). Parasites of North American freshwater fishes (2nd ed.).

New York: Cornell University Press.

Iqbal, Z., Sheikh, U., & Mughal, R. (2012). Fungal infections in some economically

important freshwater fishes. Pakistan Veterinary Journal, 32(3), 422–426.

Irianto, A. (2005). Patologi ikan Teleostei. Yogyakarta: UGM Press.

Islami, H., Prayogo, S., & Triyanto. (2017). Inventarisasi ektoparasit pada ikan

patin (Pangasius hypophthalmus) yang diberi pakan day old chick di Sungai

Kelekar Desa Segayam. Jurnal Ilmu-Ilmu Perikanan Dan Budidaya Perairan,

12(2), 58–65.

Jawetz, Melnick, & Adelberg. (2013). Mikrobiologi kedokteran (25th ed.). Jakarta:

Salemba Medika.

Kabata, Z. (1985). Parasites and diseases of fish cultured in the tropics. London:

Taylor & Francis.

Kementerian Kelautan dan Perikanan. (2018). Laporan tahunan Kementerian

Kelautan dan Perikanan tahun 2018. Jakarta.

Khumaidi, A., & Hidayat, A. (2018). Identifikasi penyebab kematian massal ikan

gurami (Osphronemus gouramy) di sentra budidaya ikan gurami, Desa Beji,

Kecamatan Kedung Banteng, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Journal of

Aquaculture Science, 3(2), 145–153. https://doi.org/10.31093/joas.v3i2.53

Klinger, R., & Floyd, R. F. (2013). Introduction to freshwater fish parasites (pp. 1–

12). pp. 1–12. Florida: University of Florida.

Kritsky, D., & Kulo, S. (1988). The African species of Quadriacanthus with

proposal of Quadriacanthoides gen. n. (Monogenea: Dactylogyridae).

Proceedings of the Helminthological Society of Washington, 55(2), 175–187.

Kusdarwati, R., Sudarno, & Hapsari, A. (2016). Isolasi dan identifikasi fungi pada

Page 49: IDENTIFIKASI EKTOPARASIT PADA IKAN LELE DUMBO

35

ikan maskoki (Carassius auratus) di Bursa Ikan Hias Gunung Sari Surabaya ,

Jawa Timur. Jurnal Perikanan Dan Kelautan, 8(1), 1–15.

Larasati, C., Mahasri, G., & Kusnoto. (2020). Korelasi kualitas air terhadap

prevalensi ektoparasit pada ikan nila (Oreochromis niloticus) di Keramba

Jaring Apung program urban farming Kota Surabaya , Jawa Timur. Journal of

Marine and Coastal Science, 9(1), 12–20.

Lucas, F., León, P., Pérez, M. M., Parasitología, L. De, Investigaciones, C. De, &

De, C. (2006). Nuevos registros de larvas de Spiroxys sp. (Nematoda:

Gnathostomidae) y Contracaecum sp . Tipo II (Nematoda: Anisakidae) para

peces de aguas interiores de Cuba. 2006, 97–105.

Majumder, S., Panda, S., & Bandyopadhyay, P. K. (2013). Effect of temperature on

the prevalence of different parasites in Cirrhinus mrigala Hamilton of West

Bengal. Journal of Parasitic Diseases, 39(1), 110–112.

https://doi.org/10.1007/s12639-013-0295-4

Mas’ud, F. (2011). Prevalensi dan derajat infeksi Dactylogyrus sp. pada insang

benih bandeng (Chanos chanos) di Tambak Tradisional, Kecamatan Glagah,

Kabupaten Lamongan. Jurnal Ilmiah Perikanan Dan Kelautan, 3(1), 27.

https://doi.org/10.20473/jipk.v3i1.11616

Mashaly, M. I., & Allam, H. E. (2019). Mode of attachment of Quadriacanthus

Spp. (Monogenea : Dactylogyridae) to the gills of the Nile Catfish (Clarias

gariepinus) and their local histopathological impacts. International Journal of

Zoology and Applied Biosciences, 4(1), 17–26.

https://doi.org/https://doi.org/10.5281/zenodo

Mohebbi, G. H., Hosseini, A., Tahmasebi, R., Mohammadi, M., & Mohebbi, G.

(2014). Aflatoxins in tissues and diets of farmed white shrimp (Litopenaeus

vannamei). Environmental Studies of Persian Gulf, 1(2), 117–125.

Molnár, K., & Mossalam, I. (1985). Monogenean parasites from fishes of the Nile

in Egypt. Parasitologia Hungarica, 18, 5–9.

Nurrochmah, H. S., & Riwidiharso, E. (2016). Kelimpahan dan variasi morfometrik

Trichodina sp. pada benih ikan gurami ( Osphronemus gouramy lac.) di Kolam

Budidaya Desa Baji Kecamatan Kedungbanteng, Banyumas. Seminar

Nasional Pendidikan Dan Saintek, 2016, 473–480.

Ogórek, R., Kurczaba, K., Cal, M., Apoznański, G., & Kokurewicz, T. (2020). A

culture-based ID of micromycetes on the wing membranes of greater mouse-

eared bats (Myotis myotis) from the “nietoperek” site (Poland). Animals, 10(8),

1–16. https://doi.org/10.3390/ani10081337

Palumbo, E., Capasso, S., Cassano, M. J., Alcalde, L., & Diaz, J. I. (2016). Spiroxys

contortus (Rudolphi, 1819) and Hedruris orestiae (Moniez, 1889) in

Argentine turtles. Check List, 12(6). https://doi.org/10.15560/12.6.1993

Putri, S. M., Haditomo, A. H. C., & Desrina. (2016). Infestasi Monogenea pada

ikan konsumsi air tawar di kolam budidaya Desa Ngrajek Magelang.

Aquaculture Management and Technology, 5(1), 162–170.

Rahayu, F. D., Ekastuti, D. R., & Tiuria, R. (2013). Infestasi cacing parasitik pada

insang ikan mujair (Oreochromis mossambicus). Acta VETERINARIA

Indonesiana, 1(1), 8–14. https://doi.org/10.29244/avi.1.1.8-14

Reed, P., Floyd, R. F., Klinger, R., & Petty, D. (2012). Monogenean parasites of

fish. Florida: University of Florida.

Refai, M. ., Laila, A. M., Amany, M. K., & Shimaa, E.-S. M. . (2010). The

Page 50: IDENTIFIKASI EKTOPARASIT PADA IKAN LELE DUMBO

36

assessment of mycotic settlement of freshwater fishes in Egypt. Journal of

American Science, 6(11), 595–602.

Riwidiharso, E., Alfarisi, B., & Rokhmani. (2019). Morfologi dan intensitas

Trichodina spp . pada benih ikan nilem (Osteochilus hasselti) milik Balai

Benih Ikan Kutasari Purbalingga , Jawa Tengah. Masyarakat Biodiversitas

Indonesia, 5, 316–323. https://doi.org/10.13057/psnmbi/m050231

Rokhmani, & Budianto, B. H. (2017). Parasitologi akuatik: Biologi, morfologi,

diagnosa dan pengendaliannya. Purwokerto: FGP Press.

Saanin, H. (1984). Taksonomi dan kunci identifikasi ikan. Bandung: Bina Cipta.

Saleem, M. J., Hannan, A., Aleem-Un-Nisa, & Qaisar, T. A. (2012). Occurrence of

aflatoxins in maize seed under different conditions. International Journal of

Agriculture and Biology, 14(3), 473–476.

Salgado-Maldonado, G., Caspeta-Mandujano, J. M., Martínez-Ramírez, E.,

Montoya-Mendoza, J., & Mendoza-Franco, E. F. (2020). Diversity of helminth

parasites of freshwater fish in the headwaters of the Coatzacoalcos River, in

Oaxaca, Mexico. International Journal for Parasitology: Parasites and

Wildlife, 12(April), 142–149. https://doi.org/10.1016/j.ijppaw.2020.05.008

Santos, M. D., Albuquerque, M. C., Monteiro, C. M., Martins, a N., Ederli, N. B.,

& Brasil-Sato, M. C. (2009). First report of larval Spiroxys sp. (Nematoda:

Gnathostomatidae) in three species of carnivorous fish from Tres Marias

Reservoir, Sao Francisco River, Brazil. Pan-American Journal of Aquatic

Sciences, 4(3), 306–311.

Sarjito, Prayitno, S. B., & Haditomo. (2013). Parasit dan penyakit ikan. Semarang:

UNDIP Press.

Sigit, M., Candra, A. Y. R., Hidayat, A. R., & Sasmita, R. (2019). Derajat infestasi

Trichodina sp. pada ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) di Empat Kolam

Pembudidayaan Kabupaten Sumenep. Jurnal Vitek Bidang Kedokteran

Hewan, 9(November), 10–17.

St-Germain, G., & Summerbell, R. (1996). Identifying filamentous fungi : A clinical

laboratory handbook (2nd ed.). Star Publisher Company.

Supono. (2015). Manajemen lingkungan untuk akuakultur. Yogyakarta: Plantaxia.

Suprapto, N. ., & Samstasfir, L. . (2013). Biofloc-165 : Rahasia sukses teknologi

budidaya lele. Depok: AGRO 165.

Thoney, D. A., & Hargis, W. J. (1991). Monogenea (Platyhelminthes) as hazards

for fish in confinement. Annual Review of Fish Diseases, 1(1), 133–153.

https://doi.org/10.1016/0959-8030(91)90027-H

Tripathi, A., Agrawal, N., & Pandey, K. C. (2007). The Status of Quadriacanthus

Paperna, 1961 and Anacornuatus Dubey et al., 1991 (Monogenoidea:

Dactylogyridae) with Redescription of Q. kobiensis Ha Ky, 1968, new

geographical records for Q. bagrae Paperna, 1979 and <i>Q. claria.

Parasitology International, 56(1), 23–30.

https://doi.org/10.1016/j.parint.2006.10.004

Triyatmo, B., & Probosunu, N. (2002). Budidaya terpadu lele dumbo dengan

tanaman eceng gondok (Eichornia crassipes), kangkung air (Ipomea aquatica)

dan kapu-kapu (Pistia stratiotes). Jurnal Perikanan Universitas Gadjah

Mada, 4(2), 30. https://doi.org/10.22146/jfs.8910

Wang, Z., Bourland, W. A., Zhou, T., Yang, H., Zhang, C., & Gu, Z. (2020).

Morphological and molecular characterization of two Trichodina (Ciliophora,

Page 51: IDENTIFIKASI EKTOPARASIT PADA IKAN LELE DUMBO

37

Peritrichia) species from freshwater fishes in China. In European Journal of

Protistology (Vol. 72). https://doi.org/10.1016/j.ejop.2019.125647

Williams, E. H. J., & Williams, L. . (1996). Parasites of offshore big game fishes

of Puerto Rico and the Western Atlantic (Sportfish). Mayagüez, PR:

Department of Marine Sciences and Department of Biology University of

Puerto Rico.

Page 52: IDENTIFIKASI EKTOPARASIT PADA IKAN LELE DUMBO

38

LAMPIRAN

Lampiran 1. Ektoparasit yang ditemukan pada ikan lele dumbo yang

dibudidayakan di Cibubur, Jakarta Timur

Kolam Filum Genus Ektoparasit Organ Tubuh

Total PT I

1 Protozoa Trichodina 130 1055 1185

Platyhelminthes Quadriacanthus 12 28 40

Subtotal

142 1083 1225

2 Protozoa Trichodina 45 735 780

Nemathelminthes Spiroxys 16 24 40

Platyhelminthes Quadriacanthus 14 17 31

Subtotal

75 776 851

3 Platyhelminthes Quadriacanthus 6 12 18

Subtotal 6 12 18

Keterangan: PT: Permukaan Tubuh I: Insang

Page 53: IDENTIFIKASI EKTOPARASIT PADA IKAN LELE DUMBO

39

Lampiran 2. Jamur ektoparasit yang ditemukan pada ikan lele dumbo yang

dibudidayakan di Cibubur, Jakarta Timur

Kolam Filum Genus Organ Tubuh

Permukaan tubuh

1 Ascomycota Aspergillus Ditemukan

Penicillium Ditemukan

2 Ascomycota Aspergillus Ditemukan

3 Ascomycota Aspergillus Ditemukan

Page 54: IDENTIFIKASI EKTOPARASIT PADA IKAN LELE DUMBO

40

Lampiran 3. Prevalensi ektoparasit tiap kolam pada ikan lele dumbo yang

dibudidayakan di Cibubur, Jakarta Timur

Kolam

Jumlah

ikan

yang

diperiksa

Jenis

ektoparasit

Jumlah

ektoparasit

Jumlah

ikan yang

terinfeksi

Prevalensi

(%)

1 10 Trichodina 1185

8 80 Quadriacanthus 40

Total 1225

2 10 Trichodina 780

9 90 Spiroxys 40

Quadriacanthus 31

3 10 Total 820

2 20 Quadriacanthus 18

Total 18

Page 55: IDENTIFIKASI EKTOPARASIT PADA IKAN LELE DUMBO

41

Lampiran 4. Hasil pengukuran faktor fisika-kimia air kolam lele dumbo yang

dibudidayakan di Cibubur, Jakarta Timur

Parameter Kolam 1 Kolam 2 Kolam 3

I II III I II III I II III

Suhu (0C) 28,8 28,5 29,2 28,2 28,8 30 29,3 29,5 30,1

pH 7,76 7,83 7,78 8,22 8,37 8,26 7,94 8,12 7,98

DO (mg/L) 5,31 5,00 5,28 4,15 4,31 3,97 4,28 4,53 4,58

Amoniak 0,37 0,33 0,42 0,66 0,71 0,68 0,29 0,36 0,27

Keterangan: I,II,III: Ulangan

Page 56: IDENTIFIKASI EKTOPARASIT PADA IKAN LELE DUMBO

42

Lampiran 5. Hasil uji korelasi faktor fisika-kimia air dengan keberadaan

ektoparasit pada ikan lele dumbo yang dibudidayakan di Cibubur,

Jakarta Timur Suhu pH DO Ammonia Trichodina Quadriacanthus Spiroxys

Suhu Pearson

Correlation 1 ,183 -,425 -,419 -,743 -,314 -,277

Sig. (2-

tailed) ,883 ,720 ,725 ,467 ,797 ,821

N 3 3 3 3 3 3 3

pH Pearson

Correlation ,183 1 -,967 ,816 -,794 ,876 ,894

Sig. (2-

tailed) ,883 ,163 ,392 ,416 ,320 ,296

N 3 3 3 3 3 3 3

DO Pearson

Correlation -,425

-

,967 1 -,643 ,922 -,726 -,751

Sig. (2-

tailed) ,720 ,163 ,555 ,253 ,483 ,459

N 3 3 3 3 3 3 3

Ammonia Pearson

Correlation -,888 ,290 -,039 1 ,351 ,716 ,688

Sig. (2-

tailed) ,304 ,813 ,975 ,772 ,492 ,517

N 3 3 3 3 3 3 3

Trichodina Pearson

Correlation -,743

-

,794 ,922 -,297 1 -,403 -,438

Sig. (2-

tailed) ,467 ,416 ,253 ,808 ,736 ,712

N 3 3 3 3 3 3 3

Quadriacanthus Pearson

Correlation -,314 ,876 -,7z26 ,994 -,403 1 ,999*

Sig. (2-

tailed) ,797 ,320 ,483 ,072 ,736 ,024

N 3 3 3 3 3 3 3

Spiroxys Pearson

Correlation -,277 ,894 -,751 ,989 -,438 ,999* 1

Sig. (2-

tailed) ,821 ,296 ,459 ,097 ,712 ,024

N 3 3 3 3 3 3 3

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Page 57: IDENTIFIKASI EKTOPARASIT PADA IKAN LELE DUMBO

43

Lampiran 6. Penggunaan tanaman eceng gondok pada kolam ikan lele dumbo

yang dibudidayakan di Cibubur, Jakarta Timur

Page 58: IDENTIFIKASI EKTOPARASIT PADA IKAN LELE DUMBO

44

Lampiran 7. Gejala klinis pada ikan lele dumbo yang terinfeksi ektoparasit: Sirip

dubur dan ekor mengalami gripis (A), sirip dada berwarna

kemerahan (B), pucat pada insang (C), luka yang ditimbulkan akibat

penempelan ektoparasit (D)