Laporan Akhir Studi Identifikasi & Inventarisasi Potensi dan Masalah di Daerah Tertinggal Dalam Rangka Penanggulangan Kemiskinan HARDIMAN SIAGIAN IV - 1 B B A A B B I I V V IDENTIFIKASI DAN INVENTARISASI POTENSI DAN MASALAH DAERAH TERTINGGAL 4.1. TELAAH KONDISI SOSIAL EKONOMI 4.1.1. Desa Tes, Timor Tengah Utara Letak dan Keadaan Umum Desa Tes terletak di sebelah utara kabupaten Timor Tengah Utara, sekitar 25 km dari Kefamenanu ibukota kabupaten Timor Tengah Utara, di perbatasan dengan distrik Oecussi (Ambeno) Negara Timor Leste. Desa Tes berbatasan di sebelah Utara dengan Napan dan Timor Leste, sebelah Selatan dengan desa Buk, sebelah Timur dengan desa Sainoni dan sebelah Barat dengan desa Napan dan Timor Leste. Secara administratif desa ini masuk dalam wilayah Kecamatan Bikoni Utara, kecamatan yang baru dimekarkan dari Kecamatan Miomaffo Timur pada bulan Juli 2008. Salah satu alasan pemekaran Kecamatan Bikoni Utara adalah mendorong perkembangan wilayah tertinggal terutama desa-desa yang terletak di perbatasan dengan Timor Leste. Kecamatan Bikoni Utara terdiri dari 9 desa, yaitu desa Napan, Tes, Sainoni, Fainake, Haumeni, Baas, Banain A, Banain B, dan Banain C. Enam desa diantaranya termasuk desa yang berbatasan langsung dengan Timor Leste, yaitu Napan, Tes, Haumeni, Banain A, B dan C. Pos perbatasan utama terdapat di Desa Napan yang dilengkapi pos dan asrama TNI, polisi, dan imigrasi. Kondisi topografi desa Tes berbukit-bukit dengan ketinggian berkisar 400- 1200 m dpl. Seperti umumnya wilayah pulau Timor, desa Tes mengalami 8 bulan kering (kemarau) dari bulan April –November, dan bulan yang relatif basah dari bulan Desember hingga Maret. Demografi Desa Tes terdiri dari 6 RT, 3 RW yang dibagi dalam 3 dusun dengan jumlah penduduk menurut data monografi desa tahun 2007 sebanyak 609 jiwa, laki-laki 295 orang, perempuan 314 orang, dengan jumlah rumah tangga 146. Struktur penduduk didominasi oleh penduduk usia muda seperti ditunjukkan Tabel 4.1.
46
Embed
IDENTIFIKASI DAN INVENTARISASI POTENSI DAN MASALAH DAERAH TERTINGGAL
STUDI POTENSI DAN PENGEMBANGAN WILAYAH TERTINGGAL (STUDI DI WILAYAH PERBATASAN: BINTAN, SANGIHE TALAUD, DAN TTU)
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Laporan Akhir Studi Identifikasi & Inventarisasi
Potensi dan Masalah di Daerah Tertinggal
Dalam Rangka Penanggulangan Kemiskinan
HARDIMAN SIAGIAN IV - 1
BBBAAABBB IIIVVV
IDENTIFIKASI DAN INVENTARISASI POTENSI
DAN MASALAH DAERAH TERTINGGAL
4.1. TELAAH KONDISI SOSIAL EKONOMI
4.1.1. Desa Tes, Timor Tengah Utara
Letak dan Keadaan Umum
Desa Tes terletak di sebelah utara kabupaten Timor Tengah Utara, sekitar
25 km dari Kefamenanu ibukota kabupaten Timor Tengah Utara, di
perbatasan dengan distrik Oecussi (Ambeno) Negara Timor Leste. Desa
Tes berbatasan di sebelah Utara dengan Napan dan Timor Leste, sebelah
Selatan dengan desa Buk, sebelah Timur dengan desa Sainoni dan
sebelah Barat dengan desa Napan dan Timor Leste.
Secara administratif desa ini masuk dalam wilayah Kecamatan Bikoni
Utara, kecamatan yang baru dimekarkan dari Kecamatan Miomaffo Timur
pada bulan Juli 2008. Salah satu alasan pemekaran Kecamatan Bikoni
Utara adalah mendorong perkembangan wilayah tertinggal terutama
desa-desa yang terletak di perbatasan dengan Timor Leste. Kecamatan
Bikoni Utara terdiri dari 9 desa, yaitu desa Napan, Tes, Sainoni, Fainake,
Haumeni, Baas, Banain A, Banain B, dan Banain C. Enam desa
diantaranya termasuk desa yang berbatasan langsung dengan Timor
Leste, yaitu Napan, Tes, Haumeni, Banain A, B dan C. Pos perbatasan
utama terdapat di Desa Napan yang dilengkapi pos dan asrama TNI,
polisi, dan imigrasi.
Kondisi topografi desa Tes berbukit-bukit dengan ketinggian berkisar 400-
1200 m dpl. Seperti umumnya wilayah pulau Timor, desa Tes mengalami
8 bulan kering (kemarau) dari bulan April –November, dan bulan yang
relatif basah dari bulan Desember hingga Maret.
Demografi
Desa Tes terdiri dari 6 RT, 3 RW yang dibagi dalam 3 dusun dengan
jumlah penduduk menurut data monografi desa tahun 2007 sebanyak 609
jiwa, laki-laki 295 orang, perempuan 314 orang, dengan jumlah rumah
tangga 146. Struktur penduduk didominasi oleh penduduk usia muda
seperti ditunjukkan Tabel 4.1.
Laporan Akhir Studi Identifikasi & Inventarisasi
Potensi dan Masalah di Daerah Tertinggal
Dalam Rangka Penanggulangan Kemiskinan
HARDIMAN SIAGIAN IV - 2
Tabel 4.1. Struktur Penduduk Desa Tes Menurut Kelompok Umur
Kelompok Umur (Tahun) Laki-laki Perempuan Jumlah
0 - 5 38 33 71
6 - 10 36 35 71
11 - 15 30 32 62
16 - 20 17 20 37
21 - 25 26 22 48
26 - 30 14 11 25
31 - 35 16 18 34
36 - 40 9 20 29
41 - 45 18 22 40
46 - 50 15 11 26
51 - 55 14 7 21
56 - 60 9 11 20
61 - 65 13 13 26
66 - 70 17 13 30
>70 23 46 69
Jumlah 295 314 609
Sumber : Profil Desa Tes 2008
Sementara dilihat dari tingkat pendidikan seperti ditunjukkan pada Tabel
4.2., kelihatan bahwa tingkat pendidikan dan tingkat partisipasi
pendidikan (persekolahan) penduduk tergolong sangat rendah. Pada
kelompok usia 7-18 tahun, usia rata-rata SD - SLTA, 68 orang tidak
pernah sekolah sementara yang sedang bersekolah hanya 37 orang.
Secara umum tingkat partisipasi sekolah perempuan lebih tinggi dari laki-
laki.
Tabel 4.2. Struktur Penduduk Menurut Pendidikan Desa Tes
No. Pendidikan Laki-
laki Perempuan Jumlah
1. Usia 0-6 Tahun belum sekolah 38 38 76
2. Usia 7-18 tahun tidak pernah sekolah 34 34 68
3. Usia 7-18 tahun sedang sekolah 16 21 37
4. Usia 18-56 tahun tidak pernah sekolah 30 55 85
5. Usia 18-56 tahun pernah sekolah tidak tamat SD 7 18 25
6. Tamat SD 93 102 195
7. Tamat SMP 32 56 88
8. Tamat SMA 16 17 33
9. Tamat Perguruan Tinggi 1 1 2
Jumlah 267 342 609
Sumber : Profil Desa Tes 2008
Kondisi pendidikan menggambarkan juga kualitas angkatan kerja desa
Tes. Dari total 468 orang yang tergolong usia produktif (usia 18-56
Laporan Akhir Studi Identifikasi & Inventarisasi
Potensi dan Masalah di Daerah Tertinggal
Dalam Rangka Penanggulangan Kemiskinan
HARDIMAN SIAGIAN IV - 3
tahun) di desa Tes, 50 orang tidak memiliki kemampuan baca tulis (buta
aksara), terdiri dari 32 laki-laki dan 18 perempuan. Sementara yang
tidak tamat SD 98 orang, laki-laki 82 orang dan perempuan 16 orang.
Sementara yang tamat SD 195 orang, terdiri dari laki-laki 93 orang,
perempuan 102 orang, dan yang tamat SMP laki-laki 32 dan perempuan
56 orang.
Tabel 4.3. Kualitas Angkatan Kerja (Usia Produktif: 18-56 tahun) Desa Tes
Kaulitas Angkatan Kerja Laki-laki Perempuan Jumlah
Buta Aksara 32 18 50
Tidak tamat SD 82 16 98
Tamat SD 93 102 195
Tamat SMP 32 56 88
Tamat SLTA 18 17 35
Tamat PT 1 1 2
Jumlah 258 210 468
Sumber : Profil Desa Tes 2008
Dari data-data pada Tabel 4.3. kelihatan bahwa kualitas angkatan kerja
perempuan lebih dari laki-laki. Dilihat dari tingkat buta aksara dan tidak
tamat SD, laki-laki lebih tinggi dari perempuan. Sementara apabila dilihat
dari tingkat partisipasi pendidikan (tamat sekolah) perempuan lebih tinggi
dari laki-laki, terutama untuk tingkat pendidikan dasar. Hal ini menjadi
catatan awal, bahwa dalam kondisi sosial budaya yang menempatkan
laki-laki dalam posisi yang lebih tinggi, perempuan justru memiliki
kecenderungan lebih berhasil dalam pendidikan dibandingkan laki-laki.
Sarana dan Prasarana
Transportasi
Ketersediaan sarana transportasi di desa ini sangat terbatas. Prasarana
penghubung seperti terminal belum ada. Pemilik angkutan (oplet) di desa
hanya satu orang dan yang berprofesi sebagai tukang ojek hanya 2 orang
(2 unit sepedamotor). Mobilitas penduduk tidak terlalu tinggi kecuali
untuk anak sekolah. Karena mereka tidak terlalu tergantung dengan
pasar, dan fasilitas umum lainnya. Sedangkan bagi penduduk yang
bekerja sebagai buruh di luar kota, biasanya tinggal sementara di kota
tersebut.
Untuk jalan penghubung antar kota dan antar desa sudah memadai.
Untuk menghubungkan desa Tes dengan kota Kefamenanu (ibukota
kabupaten) yangberjarak 25 km, dan desa-desa lainnya yang berada satu
jalur beroperasi secara regular oplet setiap setengah jam hingga 1 jam.
Laporan Akhir Studi Identifikasi & Inventarisasi
Potensi dan Masalah di Daerah Tertinggal
Dalam Rangka Penanggulangan Kemiskinan
HARDIMAN SIAGIAN IV - 4
Oplet ini melewati desa Tes dengan rute Kefamenanu – Napan, yang
berujung persis di depan pos perbatasan di Desa Napan.
Tetapi di dalam desanya sendiri sangat sulit menjangkau bebrapa rumah
karena ada di dalam desa. Misalnya untuk menjangkau sekolah Kecil sulit
menggunakan sepeda motor hanya bisa di tempuh dengan jalan kaki.
Sebagain besar kondisi jalan penghubung di dalam desa belum di
perkeras atau diaspal. Jika musim penghujan biasanya di bulan oktober
jalan menjadi becek dan sulit untuk dilalui.
Air Bersih
Ketersediaan air merupakan masalah yang sangat mendasar dan pelik di
desa Tes. Sumber utama air bersih adalah mata air dan sumur gali. Pada
musim kemarau, sumur gali kering dan penduduk harus berjalan cukup
jauh ke sumber air yang tersedia yaitu mata air yang terdapat di 3 lokasi
di sekitar lembah. Untuk menampung air hujan melalui bantuan dari LSM
telah dibangun 2 embung yang tentunya tidak berfungsi pada saat musim
kemarau.
Jumlah prasarana air bersih sangat terbatas, dimana hanya terdapat 9
sumur gali, 3 mata air dan 2 instalasi pipa air yang menghubungkan mata
air dengan penampungan-penampungan air yang lebih dekat dengan
pemukiman penduduk. Sembilan buah sumur yang ada digunakan oleh 14
rumah tangga, sementara mata air digunakan oleh sisanya.
Tabel 4.4. Prasarana Air Bersih di Desa Tes
No. Jenis Prasarana Jumlah Jumlah RMT pengguna
1. Sumur gali 9 14
2. Mata air 3 146
3. Embung 2 (belum berfungsi)
4. Pipa air 2 115
Sumber : Profil Desa Tes 2008
Listrik
Sebagian penduduk telah menikmati listrik yang bersumber dari genset
pembangkit yang penyediaanya dibantu oleh Departemen Sosial yang
dapat dinikmati oleh sekitar 90 rumah tangga atau sekitar 60 persen dari
jumlah rumah tangga yang ada. Listrik menyala dari jam 6 sore hingga
jam 10 malam. Setiap rumah yang mendapatkan sambungan listrik
membayar iuran Rp 95.000 setiap bulannya. Pengelolaan genset dan
penagihan iuran dilakukan oleh masyarakat melalui kesepakatan bersama.
Laporan Akhir Studi Identifikasi & Inventarisasi
Potensi dan Masalah di Daerah Tertinggal
Dalam Rangka Penanggulangan Kemiskinan
HARDIMAN SIAGIAN IV - 5
Keadaan Sosial Ekonomi
Aspek Sosial
Apabila harus bersekolah anak-anak Desa Tes harus ke desa Napan
dimana terdapat 1 buah sekolah tingkat SD (Sekolah Dasar), 1 buah
sekolah untuk tingkat SMP (Sekolah Menengah Pertama) dan belum ada
untuk SLTA dan yang setingkat. Kedua desa harus saling berbagi fasilitas.
Dengan jumlah penduduk 609 dan anak usia sekolah dasar (6-15 tahun)
sebanyak 135 orang, sementara jarak dari Kantor Desa Tes ke Desa
Napan sejauh 7 km. Bisa dibayangkan jarak yang harus ditempuh anak-
anak ke sekolah dengan topografi yang berbukit. Semua lokasi sekolah
ada di Desa Napan, sehingga pemerintah Desa Tes berinisiatif untuk
membangun Sekolah Dasar Kecil yang diperuntukkan khusus bagi siswa-
siswa dari kelas 1 hingga kelas 3. Setelah naik kelas ke kelas 4, maka
semua siswa dialihkan ke SDN Tes yang berlokasi di Desa Napan.
Sebenarnya sekolah ini sudah berdiri sejak tahun 1930an oleh yayasan
katholik (YAPESA) dan kemudian di buat bangunan baru tahun 1980an di
desa Napan tetapi tetap menggunakan SD Tes.
Menurut Bapak Markus yang menjadi Kepala Sekolah SD kecil Tes, setelah
ditinggalkan misionaris, pengelolaan sekolah ini mengalami kemunduran.
Bangunan fisik Sekolah di Napan (SD, SMP dan Pendidikan Anak Usia
Dini/PAUD) sudah bagus dan terdapat ruangan yang cukup untuk
menampung siswa dan kondusif untuk belajar. Sungguh ironis jika
dibandingkan dengan kondisi fisik sekolah yang ada di Desa Tes (SD
Kecil).
Gambar 4-1. Kondisi Gedung SD Negeri Kecil di Desa Tes
Laporan Akhir Studi Identifikasi & Inventarisasi
Potensi dan Masalah di Daerah Tertinggal
Dalam Rangka Penanggulangan Kemiskinan
HARDIMAN SIAGIAN IV - 6
Gambar 4.1. menunjukkan kondisi yang sangat tidak kondusif untuk
belajar. Bangunan yang tidak punya dinding dan berlantai tadah.
Pembatas kelas hanya papan tulis. Dengan kondisi seperti ini apapun
aktivitas dikelas sebelas bisa didengar oleh kelas lain. Sekolah Kecil ini
hanya memiliki 3 ruangan. Kelas satu dan kelas dua berbagi ruangan
dengan sistem shift, kelas 1 masuk pagi hingga jam 10 WIT kemudian
kelas itu digunakan kembali oleh siswa kelas 2 hingga jam 13. 00 WIT.
Ruang guru hanya satu, ruang kepala sekolah berbagi dengan ruang guru
relawan. Guru dengan status PNS hanya satu orang dibantu 3 orang
relawan wanita, seorang dari relawan ini mengajar dengan membawa
anaknya yang masih balita.
Bapak Markus menuturkan seolah-olah pemerintah menutup mata akan
realitas sosial yang ada di Desa Tes. Sekolah-sekolah yang ada sekarang
tidak satu pun dari pemerintah, dan lebih mengandalkan bantuan dari
LSM lokal yang didukung Fund Rising dari luar negeri. Untuk saat ini
mereka berharap pada LSM PLAN untuk penyediaan infrastruktur
bangunan dan lainnya. Di Tahun 2007, sekolah kecil ini mendapat
bantuan untuk pengadaan buku, meja, papan tulis dan kapur. Bantuan ini
pun sangat terbatas.
Tabel 4.5. Kebutuhan dan Permasalan Pendidikan di Desa Tes
No Kebutuhan masyarakat
Permasalahan Rekomendasi Keterangan
1. Bangunan sekolah yang kondusif buat
belajar
Membutuhkan tenaga yang
cukup besar. Belum ada lembaga atau keinginan
pemerintah untuk membuat sekolah.
Pembangunan fisik sekolah
Saat ini sedang mengajukan
proposal ke PLAN.
Masyarakat bersedia
memberi sumbangan waktu dan
tenaga untuk membangun sekolah
2. Tenaga pengajar Dinas pendidikan belum menyediakan tenaga pengajar
yang berkualitas
- Memperkuat status tenaga pengajar
- menyediakan tenaga pengajar PNS
Saat ini ada 3 orang tenaga relawan sebagai
staf pengajar yang tidak diberi honor
3, Sarana pendukung lainnya seperti
buku, kapur
Ketersediaan buku masih sangat
terbatas. Hanya dimiliki oleh guru
Tidak mendukung menumbuhkan minat baca
Kerjasama antara dinas pendidikan
dan LSM lokal untuk menyediakan buku-buku pelajaran
Buku adalah media untuk
mempercepat tansfer ilmu pengetahuan.
Laporan Akhir Studi Identifikasi & Inventarisasi
Potensi dan Masalah di Daerah Tertinggal
Dalam Rangka Penanggulangan Kemiskinan
HARDIMAN SIAGIAN IV - 7
Sedangkan untuk SMP yang ada di Desa Napan baru berdiri tahun 2006
artinya baru berjalan 2 tahun. Dan sekolah ini dinamakan sekolah satu
atap karena masih lingkungan dengan SD. Belum ada pendidikan non
formal di desa ini hanya saja LSM yang bekerja di sini banyak
memberikan pelatihan-pelatihan untuk pemberdayaan masyarakat,
seperti kursus singkat budidaya pertanian dan membuat tenunan kain.
Antusias masyarakat untuk menyekolahkan anak-anaknya begitu tinggi.
Hal ini berangkat dari kesadaran masyarakat untuk memperbaiki taraf
hidup. Bapak Donotus adalah seorang ayah yang mengkuliahkan anaknya
hingga ke Kediri. Meskipun dari segi pembiayaan tersendat-sendat tetapi
beliau menyakini sesatu yang dimulai dengan niat baik pasti akan diberi
kemudahan. Beliau adalah potret orang tua yang menyadari pentingnya
pendidikan sebagain bagian dari masa depan anak-anaknya.
Ketersediaan fasilitas di desa ini sangat rendah. Satu desa hanya memiliki
satu orang bidan dengan ketersediaan obat-obatan yang sangat terbatas.
Di desa ini banyak dukun yang tidak terlatih untuk membantu
menyembuhkan orang sakit dan persalinan. Menurut Martinus kepala desa
di Desa Tes, pihak desa sudah mengeluarkan peraturan kepada warganya
jika pada saat bersalin hanya dibantu oleh dukun yang tidak terlatih
dikenakan sanksi anaknya tidak mendapat akta lahir dan didenda Rp.
270.000. hal ini dilakukan untuk menekan angka kematian ibu dan bayi.
Pada tahun 2007, desa mengirimkan seluruh dukun untuk memperoleh
pelatihan tentang cara menangani persalinan yang baik. Dan hasil dari
pelatihan ini adalah mereka memiliki sertifikat yang diakui untuk
membantu persalinan. Dukun terlatih ini tetap diawasi oleh bidan
tersebut.
Fasilitas kesehatan yang lengkap ada di ibukota kabupaten yaitu di
Kefamenanu yang berjarak 25 km dari desa Tes. Di Kefamenanu tersedia
puskesmas rujukan bagi orang-orang yang sakit parah. Di sekitar
puskesmas ini terdapat 3 apotik yang berdekatan satu sama lain.
Salah satu yang mengkhawatirkan adalah pola makan yang tidak
seimbang yang menyebabkan kerawanan pangan, termasuk kurangnya
asupan gizi non karbohidarat dan protein terutama bagi ibu dan anak.
Gambaran tingkat kesejahteraan penduduk desa Tes tercermin juga dari
kondisi tempat tinggal mereka. Dari 147 rumah yang ada, hanya 20
rumah berlantai, sisanya 127 rumah berlantai tanah. Rumah yang
memiliki atap seng 65 rumah, sisanya beratap rumbia, illalang dan daun
lontar.
Laporan Akhir Studi Identifikasi & Inventarisasi
Potensi dan Masalah di Daerah Tertinggal
Dalam Rangka Penanggulangan Kemiskinan
HARDIMAN SIAGIAN IV - 8
Aspek Ekonomi
Mata pencaharian utama masyarakat desa Tes adalah pertanian, dari 145
RMT, 129 orang bermatapencaharian utama sebagai petani. Sementara
sebagian lain bekerja sebagai PNS, membuka usaha warung dan
mengerjakan kegiatan-kegiatan buruh dan keterampilan kayu dan tukang
jahit.
Tabel 4.6. Mata Pencaharian dan Usaha yang Ditekuni
I. Mata Pencaharian Utama Jumlah KK
Petani 129
PNS 2
Dukun kampung 2
II. Usaha Perdagangan
Warung 6
III. Usaha Keterampilan
Tukang kayu 9
Tukang batu 23
Tukang jahit 11
Tukang gali sumur 1
Sumber : Profil Desa Tes 2008
Jenis pertanian yang diusahakan dalah pertanian lahan kering sesuai
dengan keadaan lahan dan iklim di wilayah tersebut. Tanaman semusim
hanya dapat diuasahakan pada musim hujan, yang berlangsung singkat
antara bulan November sampai bulan Februari. Sementara sepanjang
musim kemarau penduduk bergantung kepada persediaan hasil panen
dari musim hujan. Tanaman yang disuahakan antara lain padi, jagung,
umbi-umbian dan sayuran dimulai di awal musim hujan. Pola penyiapan
dan pengolahan lahan pertanian masih menggunakan system tebas bakar.
Pola ini digunakan didasari alasan biaya, waktu dan juga faktor kebiasaan
yang telah berlangsung lama.
Tabel 4.7. Jenis Tanaman yang Diusahakan dan Luas Lahan
No. Tanaman yang Diusahakan
Luas Lahan (Ha)
Luas Rata-rata/ RMT (Ha)
1. Padi 45 0.31
2. Jagung 76 0.52
3. Ubi-Ubian 10 0.07
4. Buah-Buahan 5 0.03
5. Sayuran 1 0.01
6. Kelapa 4 0.03
7. Kopi 1 0.01
8. Kemiri 50 0.34
9. Jambu Mete 50 0.34
Sumber : Profil Desa Tes 2008
Laporan Akhir Studi Identifikasi & Inventarisasi
Potensi dan Masalah di Daerah Tertinggal
Dalam Rangka Penanggulangan Kemiskinan
HARDIMAN SIAGIAN IV - 9
Pada musim kemarau, untuk menutupi pengeluaran rumah tangga
masyarakat mengandalkan hasil dari tanaman-tanaman perkebunan
seperti kelapa, kemiri dan jambu mete serta ternak yang dikelola
seadanya. Beberapa keluarga juga memungut buah asam yang banyak
tumbuh di desa.
Dilihat dari luas tanaman yang dikelola (Tabel 4.7.), dan jumlah ternak
yang ada di didesa (Tabel 4.8.) dibandingkan dengan jumlah RMT
kelihatan bahwa produktivitas pertanian sangat rendah. Tanaman padi,
misalnya, dari 45 Ha lahan yang dapat ditanami padi, diratakan dengan
jumlah RMT, setiap rumah tangga hanya mengelola 0,31 Ha, yang
ditanami hanya satu kali satu tahun. Rata-rata luas tanaman jagung per
RMT adalah 0,52 Ha. Sementara tanaman keras yang utama, yaitu jambu
mete dan kemiri diusahakan rata-rata seluas 0,34 per RMT. Angka ini
tentunya sangat rendah, belum lagi apabila mempertimbangkan
penyebarannya.
Tabel 4.8. Populasi, Pemilik Ternak dan Rata-rata jumlah Ternak per RMT
No. Jenis Ternak Pemilik Populasi Rata-rata/RMT
1. Sapi 72 160 1.10
2. Babi 75 125 0.86
3. Kambing 41 76 0.52
4. Kuda 2 2 0.01
Sumber : Profil Desa Tes 2008
.
Gambar 4-1. Penyiapan Lahan Pertanian dengan Pola Tebas Bakar
Sebaran kepemilikan lahan dapat dilihat pada Tabel…. Seluruh RMT
memiliki lahan pertanian. Sepuluh RMT memiliki lahan kurang dari 0,5
Ha, 13 RMT memiliki lahan antara 0,5-1 Ha, dan 122 orang memiliki lahan
lebih dari 1 Ha. Indikator ini apabila dibandingkan dengan daerah intensif
pertanian seperti pulau Jawa misalnya, akan menggambarkan tingkat
kesejahteraan yang cukup baik. Namun dengan pola pertanian campuran
Laporan Akhir Studi Identifikasi & Inventarisasi
Potensi dan Masalah di Daerah Tertinggal
Dalam Rangka Penanggulangan Kemiskinan
HARDIMAN SIAGIAN IV - 10
lahan kering yang hanya dapat ditanami pada musim hujan, dan dengan
topografi berbukit-bukit kepemilikan lahan kurang dari 1 Ha dapat
dikatakan tidak memadai.
Tabel 4.9. Kepemilikan Lahan Pertanian
No. Kepemilikan Lahan Jumlah RMT
1. Tidak memiliki lahan 0
2. <0,5 Ha 10
3. 0,5-1 Ha 13
4. >1Ha 122
Total 145
Sumber : Profil Desa Tes 2008
Gambaran ekonomi desa yang meliputi mata pencaharian, kepemilikan
sumberdaya dan jenis-jenis komoditi yang diusahakan dengan berbagai
karakteristik khas seperti iklim dan topografi, pola pertanian dan sosial
budaya menghasilkan pola kehidupan (relasi sosial ekonomi) yang juga
khas.
Di desa ini tidak ada fasilitas apa pun yang menunjang kegiatan
perekonomian mereka. Pasar hanya ada di Kefamenanu. Begitu juga
dengan fasilitas seperti bank, koperasi dan yang menjual sarana
produksi pertanian. Setelah panen, mereka akan pergi ke Kefamenanu
untuk menggiling padi. Hasil panen ini biasanya mereka simpan hingga
panen berikutnya. Dan setiap rumahtangga pasti memiliki ternak selain
untuk upacara adat juga untuk keperluan makan. Berdasarkan pola dan
aktivitas tersebut maka dapat disimpulkan bahwa mereka tidak terlalu
tergantung terhadap pasar dan fasilitas yang lainnya.
Karena hampir semua penduduk bermata pencaharian sebagai petani,
selama musim kering dan menunggu panen biasanya penduduk dewasa
laki-laki akan bermigrasi ke kota-kota terdekat seperti Atambua dan
Kefamenanu untuk mencari nafkah sebagai buruh kasar, sementara
wanita akan tinggal dirumah untuk melakukan tugas domestik dan
merawat ternak.
Sistem pertanian disini sangat mengandalkan air hujan. Berbagai cara
diupayakan agar masalah air dapat teratasi. Baru-baru ini beberapa warga
desa mendapat pelatihan dari YABIKU tentang pengairan tetes (irigasi
tetes) untuk menghemat penggunaan air dan mengurangi penguapan.
Dan juga pemanfaatan lahan disekitar saluran air permandian umum
untuk digunakan menanam sayuran.
Baru-baru ini telah diterapkan pemisahakan kawasan pertanian dan
peternakan. Karena beberapa kasus menunjukkan hasil panen berkurang
Laporan Akhir Studi Identifikasi & Inventarisasi
Potensi dan Masalah di Daerah Tertinggal
Dalam Rangka Penanggulangan Kemiskinan
HARDIMAN SIAGIAN IV - 11
karena ternak yang dipeliharan di lepas di dekat sawah dan kebun hingga
merusak tanaman. Adapun jenis-jenis ternak yang diusahakan penduduk
adalah ayam, kambing, babi , kuda dan sapi. Menurut penduduk hampir
setiap rumahtangga memilki ternak babi karena memang digunakan
untuk upacara adat. Sedangkan untuk penduduk yang memiliki sapi
banyak digunakan sebagai tabungan untuk sekolah anak, dan juga untuk
upacara adat dan hari besar keagamaan.
Untuk bidang peternakan pada tahun 2007, ada bantuan kambing dari
PLAN 20 ekor per kelompok yang dibina (semuanya berjumlah 6
kelompok ) kemudian ada bantuan kambing lagi dari YABIKU per
rumahtangga (jumlah kurang tahu). Tetapi diawal ada wabah penyakit
kambing dan sebanyak 167 ekor kambing mati. Hingga saat ini belum
diketahui nama penyakit tersebut dan bagaimana cara mengatasinya.
Budidaya ternak dilakukan dengan cara melepas di alam terbuka. Mereka
belum pernah melakukan pengkandangan untuk ternak besar maupun
ternak kecil. Termasuk babi mereka hanya menambatkan ke satu tiang,
agar babi tersebut tidak pergi terlalu jauh.
Dengan hadirkan LSM lokal dengan berbagai program yang dijalankan
adalah penguatan sektor ekonomi rumahtangga. Mereka membuat dana
bergulir yang dimanfaatkan untuk membuka usaha seperti
mengembangkan peternakan mauapun pertanian. Selain itu, para ibu-ibu
memiliki organisasi berbasis ekonomi seperti SPP (Simpan Pinjam
Perempuan), UEP (Usaha Ekonomi Produktif). Kegiatan ekonomi tersebut
antara lain : Koperasi dagang, organisasi tenun ikat, kelompok
peternakan, kelompok tani perempuan dan lain-lain.
Kelembagaan Masyarakat Desa
Kelembagaan petani cukup kuat karena sudah membentuk kelompok-
kelompok sendiri. Kelompok ini digunakan untuk mengakses bantuan
seperti bibit permodalan dan lebih mudah masuknya inovasi. Karena
memang sudah menjadi bagi pemerintahan maupun donatur bahwa setiap
bantuan hanya diberikan kepada kelompok yang sudah berdiri lebih dari
setahun.
Menurut Bapak Juventius Kabelen selaku camat menyatakan kesadaran
untuk pembentukan kelompok merupakan suatu langkah yang positif.
Karena tetesan bantuan lebih mudah dilakukan. Posisi tawar-menawar
bagi petanai/peternak dan penenun menjadi lebih tinggi. Aspek
kelembagaan ini juga dibuat sebagai upaya preventif ketika musim
paceklik karena sebagain kelompok ini membuat simpan pinjam.
Laporan Akhir Studi Identifikasi & Inventarisasi
Potensi dan Masalah di Daerah Tertinggal
Dalam Rangka Penanggulangan Kemiskinan
HARDIMAN SIAGIAN IV - 12
Kelembagaan adat di desa ini sangat kental dan mengintervensi hampir
seluruh kegiatan sehari-hari. Bahkan bisa dikatakan secara administrasi
sistem pemerintahan tertinggi di desa ada pada kepala desa akan tetapi
secara teknis ditentukan oleh adat.
Satu hal yang unik di desa ini adalah pemilihan ‘tua adat’. ‘tua adat’ yang
terpilih boleh yang berasal dari penduduk pendatang. Menurut penduduk
pemilihan ‘tua adat’ bukan berdasakan turun temurun akan tetapi lebih
sikap yang ditampilkan dalam keseharian. Dan hanya orang-orang bijak
yang dipilih. Bijak dalam arti pintar menempatkan diri, mampu menjadi
‘hakim perdamaian’ untuk menangani masalah masyarakat termasuk
hingga ke masalah keluarga dan juga mampu memimpin upacara adat
sudah turun temurun dilakukan.
Di desa Tes terdapat beberapa fam antara lain yang termasuk rumpun
Dawan adalah Sikki, Kolo, dan Nule. Suku-suku ini memiliki tingkatan
tertentu di masyarakat. Suku Sikki adalah suku yang pertama kali tinggal
di Desa Tes sehingga suku ini adalah suku pemilik tanah luas/tuan tanah.
Suku Kolo dan suku Nule adalah suku pendatang yang menikahi penduduk
lokal. Selain rumpun Dawan ada beberapa suku yang mendiami wilayah
ini antara lain suku Flores, Batak dan pengungsin dari Timor Leste. Dan
kesemua suku hidup membaur dan harmonis.
Sekarang ini yang menjadi tua adat adalah orang Flores. Tua adat ini
juga menjadi pengambil keputusan akan pembangunan desa. Misalnya
jika LSM dan masayarakat ingin memperbaiki sumur atau melakukan
pendalam agar air lebih banyak maka harus konsultasi dahulu ke tua
adat. Apabila tua adat tidak berkenan maka pembangunan ini bisa
dibatalkan.
Dari hasil wawancara dengan beberapa penduduk, kekentalan adat saat
ini kadang-kadang menghambat pengembangan sumber daya alam.
Misalnya saja jika ingin memperbaiki sumber air agar pada musim kering
mampu mencukupi kebutuhan air penduduk. Maka setiap rumahtangga
diwajibkan membawa ternak kurban sebagai persembahan. Dan ini
menyulitkan untuk masyarakat. Begitu pun seperti program yang telah
dilakukan oleh PLAN dengan membuat Penambung Air Hujan (PAH) ini
mewajibkan masyarakat membawa kurbanya. Jika ini tidak dipenuhi,
masyarakat percaya pasti ada bencana karena alam tidak menerima.
Pada saat wawancara saya menyempatkan untuk bertanya kepada ibu-ibu
yang sedang mengambil air di sumur, mengapa sumur ini tidak
diperdalam. Karena dengan keadaan yang dangkal air sudah banyak,
mungkin jika diperdalam akan mampu memenuhi kebutuhan akan air di
Laporan Akhir Studi Identifikasi & Inventarisasi
Potensi dan Masalah di Daerah Tertinggal
Dalam Rangka Penanggulangan Kemiskinan
HARDIMAN SIAGIAN IV - 13
musim kering. Tetapi ibu-ibu menjawab lebih baik mereka berjalan ke
bukit untuk mengambil air daripada harus memperbaiki sumur. Karena
diwajibkan untuk membawa ternak kurban tiap rumahtangga sementara
tahun ini panen mereka termasuk gagal. Jadi banyak yang menjual
ternaknya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari. Upacaranya sendiri
banyak menghabiskan biaya untuk melakukan ritual.
Selain menghambat ada beberapa yang mendukung mempercepat
pelaksanaan program. Dengan dilibatkannya tua adat dalam program
mampu memobilisasi masyarakat untuk sungguh-sungguh melakukan
program tersebut. Karena masyarakat ini sangat tunduk terhadap tua
adat.
Peran penting yang masih umum ditaati dan berpengaruh posiitif terhadap
kehidupan masyarakat adalah pengaturan hutan larangan yang berfungsi
sebagai wilayah tangkapan air. Walaupun kelihatan meranggas, tetapi
kelihatan ada beberapa bagian dari perbukitan yang tetap terjaga dan
lebih padat vegetasinya dibanding lahan di sekitarnya. Pengenaan denda
dan sangsi adapt yang cukup bagi siapa yang mengambil, memungut dan
menebang pohon atau hasil hutan lain menjaga mata air di desa tetap
menyediakan air walaupun pada musim kemarau yang panjang.
Hubungan Sosial dengan Timor Leste
Masyarakat di wilayah perbatasan Indonesia dan Timor Leste di wilayah
Timor Tengah Utara umumnya Suku Dawan. Penduduk di bagian
Indonesia dan dibagian Timor Leste di sepanjang perbatasan memiliki
pada umumnya memiliki kaitan kekerabatan. Semenjak pemisahan diri
menjadi negara sendiri, praktis ada hambatan mobilitas dan komunikasi
masyarakat desa Tes dengan masyarakat di wilayah Timor Leste.
Hubungan sosial, budaya dan ekonomi yang berlangsung normal tiba-tiba
mengalami hambatan administrasi mengakibatkan adanya penyesuaian
terhadap pola-pola hubungan antara ke dua wilayah.
Setelah kemerdekaan Timor Leste di sepanjang perbatasan dibangun
check point sebagai pintu perlintasan dan pengawasan antara kedua
negara. Masyarakat dari kedua negara apabila harus bepergian ke bagian
lain harus melaporkan diri dan melengkapi diri dengan surat-surat yang
diperlukan sebagai bukti diri. Namun dengan system administrasi
keimigrasian yang tidak fleksibel, kebutuhan dan kepentingan bepergian
ke wilayah Timor Leste dan sebaliknya, baik untuk alasan sosial dan
ekonomi tidak serta merta dapat terlaksana. Padahal kepentingan itu
adakalanya sangat mendesak, semisal harus menghadiri upacara
kematian kerabat, atau kelahiran sanak keluarga.
Laporan Akhir Studi Identifikasi & Inventarisasi
Potensi dan Masalah di Daerah Tertinggal
Dalam Rangka Penanggulangan Kemiskinan
HARDIMAN SIAGIAN IV - 14
Pada tingkat tetua adat dan masyarakat di kedua wilayah yang memiliki
hubungan kekerabatan dan adat akhirnya muncul semacam kesepakatan
dan cara-cara pertemuan di luar titik perlintasan yang resmi dan tidak
membocorkannya kepada otoritas diperbatasan.
Dampak lain dari pemisahan kedua wilayah adalah banyaknya pengungsi
dari wilayah Timor Leste yang berlindung di wilayah Indonesia. Di desa
Tes sendiri terdapat 39 RMT eks Timor Leste yang akhirnya memilih
menjadi warga negara Indonesia. Mereka ini umumnya adalah
masyarakat yang memiliki hubungan darah langsung dengan masyarakat
di desa Tes.
Laporan Akhir Studi Identifikasi & Inventarisasi
Potensi dan Masalah di Daerah Tertinggal
Dalam Rangka Penanggulangan Kemiskinan
HARDIMAN SIAGIAN IV - 15
4.1.2. Desa (Kepulauan) Marore, Kabupaten Kepulauan Sangihe
Letak dan Keadaan Umum Lokasi
Desa Marore meliputi dua pulau yaitu Pulau Marore dan Pulau Mamanuk,
sebuah pulau yang tidak berpenghuni, yang sering menjadi tempat
persinggahan sementara para nelayan pada musim mencari ikan. Desa ini
terdiri dari 3 dusun dan satu anak kampung, yaitu pulau Mamanuk di
atas. Sehingga dalam pembahasan mengenai desa Marore, selanjutnya
pada bagian ini akan dipakai istilah pulau Marore yang mengacu pada
pengertian yang sama dengan desa Marore.
Berdasarkan Peraturan Presiden RI No. 78 tahun 2005 tgl 29/12/2005,
gugusan pulau-pulau kecil terluar di Kabupaten Sangihe, Sulawesi Utara
yaitu Pulau Marore, Pulau Kawio, dan Pulau Kawaluso. Gugusan pulau-
pulau ini terletak di perairan Laut Sulawesi, dan Pulau Marore dengan
koordinat titik terluar 040
44’ 14’’ U dan 1250
28’ 42’’ T berhadapan
langsung dengan Pulau Balut, Philipina yang jarak tempuh dengan
speedboat sekitar enam jam.
Berkaitan dengan fungsi dan keberadaan pulau-pulau terluar ini, dibentuk
Kecamatan Border Crossing Agrement Marore yang kemudian pada 12
Sebtember 2008 statusnya diresmikan menjadi kecamatan defenitif yang
meliputi Desa Marore, Desa Kawio dan Desa Matutuang. Sebelum
pemekaran, desa Matutuang adalah anak desa Marore, dan Desa Marore
termasuk dalam wilayah administrasi Kecamatan Tabukan Utara,
Kabupaten Kepulauan Sangihe, Provinsi Sulawesi Utara. Luas desa
sebelum pemekaran sekitar 3,16 km2, yang mencakup pulau Marore 1,68
km2, pulau Mamanuk seluas 0,08 km2 (8 ha) dan pulau Matutuang seluas
1,40 km2.
Pulau Marore yang membujur dari barat daya ke arah timur laut
didominasi daerah perbukitan dan daerah pantai yang datar hanya
sebagian kecil saja dari pulau ini. Daerah perbukitan bergelombang
dengan ketinggian antara 0 dpl sampai dengan 110 dpl. Daerah
perbukitan merupakan daerah perkebunan kelapa, cengkeh, mangga,
jambu mete, bambu dan sebagainya yang tidak dikelola dengan baik.
Permukiman penduduk terbanyak berada di daerah pantai barat daya dan
sedikit di pantai timur. Di bagian tengah permukiman barat daya terdapat
daerah rendah/rawa yang ditumbuhi pohon sagu. Hanya sebahagian
kecil dari dataran di pulau Marore yang digunakan sebagai lahan
pemukiman dan berbagai fasilitas kantor dan rumah dinas dari instansi
Laporan Akhir Studi Identifikasi & Inventarisasi
Potensi dan Masalah di Daerah Tertinggal
Dalam Rangka Penanggulangan Kemiskinan
HARDIMAN SIAGIAN IV - 16
yang terkait dengan Border Crossing Agreement serta berbagai fasilitas
umum lainnya.
Demografi
Jumlah penduduk desa Marore berdasarkan data tahun 2007 (sebelum
pemekaran dengan Matutuang) adalah 862 jiwa dengan 219 kepala
keluarga, mencakup pulau Marore 562 jiwa yang terdiri atas 135 KK dan
penduduk pulau Matutuang sejumlah 300 jiwa. Pada tahun 2006
penduduk pulau Marore berjumlah 537 jiwa. Kenaikan jumlah penduduk
pulau yang cukup besar ini disebabkan kepulangan penduduk asal desa
Marore yang tinggal di Filipina. Berdasarkan data tahun 2006, mayoritas
penduduk di pulau Marore adalah pemeluk agama Kristen Protestan, (525
jiwa) Katolik 8 Jiwa dan Islam 1 jiwa. Penduduk di pulau Marore yang
bermata pencaharian sebagai petani/nelayan berkisar 80%, pegawai
negeri sipil 10%, pengusaha 4% dan mata pencaharian lain-lain 6%.
Tingkat pendidikan penduduk di pulau Marore sebagian besar lulusan SLTP
dan hanya sebagian kecil lulusan SLTA dan Sarjana.
Sarana dan Prasarana
Sarana Pendukung Border Crossing Area (BCA)
Sebagai pulau terluar yang merupakan Border Crossing Area (BCA) yang
menangani para pelintas batas dari Indonesia ke Filipina dan sebaliknya,
pulau Marore dilengkapi dengan berbagai prasarana kantor pendukung.
Prasarana kantor yang ada antara lain Kantor Kepala Kampung Marore,